107
ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU JAWA TAHUN 2006-2015 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat- syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Disusun Oleh: Rizki Oktaviani NIM: 1113084000005 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU JAWA

TAHUN 2006-2015

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat-

syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh:

Rizki Oktaviani

NIM: 1113084000005

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada
Page 3: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada
Page 4: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada
Page 5: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada
Page 6: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap: Rizki Oktaviani

2. Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta, 15 Oktober 1995

3. Alamat: Reni Jaya Blok AH 7/17 Pamulang, Tangerang Selatan

4. Telepon: 085695086737

5. E-mail: [email protected]

B. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 05 Pagi: 2001-2007

2. SMP Negeri 86 Jakarta: 2007-2010

3. SMA Negeri 66 Jakarta: 2010-2013

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013-2019

C. SEMINAR DAN WORKSHOP

1. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “ Mengenal Lebih Dekat

dengan Jurusan Sendiri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

2. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa

Ekonomi yang berprestasi dalam Bidang Akademik”, HMJ IESP UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

3. Seminar Nasional “Korupsi Mengorupsi Indonesia”, FEB UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2014.

Page 7: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

i

ABSTRACT

Over the last few years, there has been a decline in the contribution of the

industrial sector in each province on Java. In this study, the decline in the

contribution of the manufacturing industry was seen by the share of added

value. The decline indicates that java island are experiencing process of

deindustrialization. This study aims to analyze the effect of the Export Share

of Non-Oil and Gas Industrial sector and the FDI Share of the Industrial

Sector on deindustrialization in Java Island 2006-2015 period. This study

uses panel data analysis using Fixed Effect Model. The results of this study

indicate that the Export Share of Non-Oil and Gas Industrial sector and the

FDI Share of the Industrial Sector have a significant positive effect on

deindustrialization in Java.

Key Word: Deindustrialization, Export, Foreign Direct Investment, Fixed

Effect Model (FEM).

Page 8: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

ii

ABSTRAK

Selama beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan kontribusi sektor

industri pada tiap provinsi di Pulau Jawa. Dalam penelitian ini penurunan

kontribusi sektor industri manufaktur dilihat berdasarkan pangsa nilai

tambahnya. Dengan adanya penurunan tersebut menandakan bahwa Pulau

Jawa sedang mengalami proses yang dinamakan deindustrialisasi. Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari Pangsa Ekspor Industri

Manufaktur Non Migas dan Pangsa FDI Industri manufaktur Non Migas

terhadap Deindustrialisasi di Pulau Jawa Tahun 2006-2015. Penelitian ini

menggunakan analisis data panel dengan metode pendekatan Fixed Effect

Model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pangsa Ekspor

Industri Manufaktur Non Migas dan Pangsa FDI Industri Manufaktur Non

Migas berpengaruh positif signifikan terhadap deindustrialisasi di Pulau

Jawa.

Kata Kunci : Deindustrialisasi, Pangsa Ekspor, Pangsa FDI, Fixed Effect

Model (FEM).

Page 9: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas berkat rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU JAWA

TAHUN 2006-2015” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan

kepada Nabi Muhammad Shallallahu’Alayhi wa Sallam beserta keluarga dan

para sahabatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat-

syarat memperoleh gelar sarjana Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selesainya skripsi ini tentu berkat dukungan, bimbingan, bantuan dan

semangat serta doa dari orang-orang di sekeliling penulis selama proses

penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya, izinkanlah penulis menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Supardi dan Ibu Hidayati Suprihatin

yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dengan memberikan

doa yang tiada henti dan juga memfasilitasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga.

3. Bapak Aizirman Djusan, Ph. D, M.Sc., Econ selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan dan motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini hingga

selesai. Semoga bapak selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh

Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4. Bapak Arief Fitrijanto, M,Si dan Bapak Sofyan Rizal, M.Si selaku

Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan yang

telah memberikan arahan serta bimbingan yang berarti dalam

penyelesaian perkuliahan ini.

5. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah

memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis

Page 10: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

iv

selama perkuliahan serta jajaran karyawan dan staff UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis

selama perkuliahan.

6. Sahabat-sahabat tersayang selama kuliah, Yunita Damayanti, Paracytha

Gumilang, Anjeng Lestari, Yunita, Devina Aprillia, Deya Ranita, Indah

Pertiwi, dan Dea Retno, terima kasih banyak penulis ucapkan kepada

kalian yang telah menjadi sahabat terbaik dari awal kuliah hingga

sekarang. Terima kasih telah menemani penulis dalam berbagai

keadaan baik suka, duka, canda, tawa dan tentunya saling mendoakan

dan selalu ada di kala sahabatnya membutuhkan dukungan serta

berjuang bersama-sama dalam mengerjakan tugas akhir ini.

7. Taufiq Qurahman yang telah membantu apapun kendala yang penulis

alami dan selalu mendoakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

8. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2013 atas kebersamaan selama

4 tahun mulai dari belajar bersama, ujian bersama, diskusi hingga

mengerjakan skripsi bersama.

9. Kakak-kakak Ekonomi Pembangunan, Kak Aziz dan Ka Farid, atas

bimbingan dan dukungannya serta memberikan semangat bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Terima kasih untuk teman-teman SEISDance angkatan 2013, Annisa

Fairuz, Farida Yunita, Dharmana Dhini, Rehan, Erna, Firda, Virly,

Fika, Farah, Muthia, Sita dan Zahra untuk segala canda tawa,

pengalaman berharga dan doanya. Semoga Allah membalas semua

kebaikan kalian.

11. Dr.Ir.Heru Kustanto, M.Si yang telah meluangkan waktu untuk bertemu

dan bertukar pikiran oleh penulis sehingga penulis mendapatkan

banyak wawasan dan mampu menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima

kasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan masih

banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan atau pengalaman

yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan

Page 11: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

v

saran agar dapat memperbaiki dan melengkapi skripsi ini serta

memberikan manfaat di bidang pendidikan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tangerang Selatan, 29 Januari 2019

Rizki Oktaviani

Page 12: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

vi

DAFTAR ISI

ABSTRACT ....................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ..................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ......................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................... ix

DAFTAR DIAGRAM ...................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 13

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 14

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 15

A. Landasan Teori ..................................................................... 15

1. Teori Pertumbuhan ekonomi ......................................... 15

2. Teori Perubahan Struktural ........................................... 16

3. Konsep Industrialisasi ................................................... 16

4. Konsep Deindustrialisasi ............................................... 17

5. Industri Manufaktur ....................................................... 19

6. Nilai Tambah ................................................................. 24

7. Investasi ......................................................................... 25

8. Ekspor ............................................................................ 28

B. Penelitian Sebelumnya ......................................................... 31

C. Kerangka Pemikiran ............................................................. 45

D. Hipotesis Penelitian .............................................................. 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................... 47

A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 47

B. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 47

C. Metode Pengumpulan Data .................................................. 47

D. Metode Analisis Data ........................................................... 48

Page 13: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

vii

1. Estimasi Model Data Panel ....................................... 49

2. Pemilihan Model Data Panel .................................... 50

3. Model Empiris .......................................................... 52

E. Uji Hipotesis ......................................................................... 53

F. Definisi Operasional Variabel .............................................. 56

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................. 58

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................... 58

B. Penemuan dan Pembahasan.................................................. 62

C. Estimasi Data Panel .............................................................. 67

D. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 69

1. Uji Normalitas .......................................................... 69

2. Uji Multikolinearitas ................................................. 69

3. Uji Heterokedastisitas ............................................... 70

4. Uji Autokorelasi........................................................ 70

E. Persamaan Model ................................................................. 70

F. Uji Koefisien Determinasi .................................................... 73

G. Pengujian Hipotesis .............................................................. 73

1. Uji F-Statistik (Simultan) ......................................... 73

2. Uji T-Statistik (Parsial) ............................................. 74

H. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................... 75

BAB V PENUTUP .......................................................................... 80

A. Kesimpulan ........................................................................... 80

B. Saran ..................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 81

LAMPIRAN .................................................................................... 87

Page 14: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kontribusi Sektoral terhadap PDB Nasional ................................. 3

Tabel 1.2 Kondisi Perekonomian Indonesia Berdasarkan Kriteria Negara

Industri ........................................................................................................... 5

Tabel 1.3 Perbandingan Pangsa Tenaga Kerja dan Pangsa PDB Menurut

Sektor Tahun 2015 ......................................................................................... 9

Tabel 1.4 Realisasi Investasi Menurut Sektor Tahun 2015.......................... 10

Tabel 1.5 Peranan Sektor Manufaktur terhadap PDRB Tahun 2011-2015 .. 12

Tabel 2.1 Definisi Deindustrialisasi ............................................................. 17

Tabel 2.2 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2015 Sektor

Industri Pengolahan ...................................................................................... 23

Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Sebelumnya ............................................... 35

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ...................................................... 56

Tabel 4.1 Klasifikasi Industri Berdasarkan KBLI Tahun 2015 ................... 58

Tabel 4.2 Uji Chow ...................................................................................... 67

Tabel 4.3 Uji Hausman ................................................................................ 68

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas .................................................................... 69

Tabel 4.5 Uji Glejser .................................................................................... 70

Tabel 4.6 Individual Effect .......................................................................... 71

Tabel 4.7 Koefisien Determinasi.................................................................. 73

Tabel 4.8 Uji F-Statistik ............................................................................... 73

Tabel 4.9 Uji T-Statistik ............................................................................... 74

Page 15: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 45

Page 16: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

x

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Pertumbuhan Industri Manufaktur dan Pertumbuhan PDB

Nasional Tahun 1961-2007 ............................................................................ 2

Diagram 1.2 Pertumbuhan Sektor Tradable, Sektor Non-Tradable, dan

Pertumbuhan PDB Nasional Tahun 2006-2015 ............................................. 7

Diagram 1.3 Kontribusi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur dalam

PDB Nasional Tahun 2006-2015 ................................................................... 8

Diagram 1.4 Perkembangan Nilai Ekspor Non-Migas menurut Sektor Tahun

2006-2015 ...................................................................................................... 8

Diagram 1.5 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur terhadap PDRB

Berdasarkan Pulau ........................................................................................ 11

Diagram 4.1 Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2015 . 60

Diagram 4.2 Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa menurut Sektor Utama

Tahun 2010-2015 ......................................................................................... 61

Diagram 4.3 Perkembangan Nilai Tambah pada Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2006-2015 .................................................................................................... 62

Diagram 4.4 Perkembangan Ekspor pada Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006-

2015 .............................................................................................................. 63

Diagram 4.5 Perkembangan Pangsa Nilai Tambah dan Pangsa Ekspor di

Pulau Jawa Tahun 2006-2015 ...................................................................... 64

Diagram 4.6 Perkembangan FDI pada Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006-

2015 .............................................................................................................. 65

Diagram 4.7 Perkembangan Pangsa Nilai Tambah dan Pangsa FDI di Pulau

Jawa Tahun 2006-2015 ................................................................................ 66

Diagram 4.8 Uji Normalitas ......................................................................... 69

Page 17: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan ekonomi telah banyak dilakukan di negara-negara dunia ketiga

termasuk di Indonesia. Pembangunan ekonomi ditujukkan pada usaha-usaha untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dilakukan guna mengatasi

masalah ketertinggalan yang terjadi di bidang ekonomi. Jika pembangunan di

bidang ekonomi telah dilakukan diyakini hal tersebut akan mendorong bidang-

bidang lain dalam kehidupan masyarakat ke arah pembaharuan sehingga tujuan

pembangunan nasional dapat tercapai (Subandi, 2012:3).

Pembangunan ekonomi itu sendiri adalah serangkaian proses kegiatan yang

dilakukan oleh setiap negara guna mengembangkan aktivitas ekonomi dengan

tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang (Subandi,

2012:9). Dalam sebuah proses pembangunan di setiap negara tentunya akan melalui

berbagai tahapan yang dilaluinya. Berbagai teori pertumbuhan telah muncul yang

pada intinya menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi dimulai dari sektor primer,

sekunder kemudian berujung pada sektor tersier. Menurut (Chenery dalam

Rahardjo, 2014:70) transformasi struktural adalah sebuah proses perubahan struktur

perekonomian dimana kontribusi sektor industri melebihi kontribusi sektor

pertanian dalam PDB nasional.

Industrialisasi merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari pembangunan

ekonomi suatu daerah ataupun negara di dunia. Dimulai dengan terjadinya revolusi

industri di Eropa pada akhir abad ke 18 meyakinkan banyak negara bahwa

industrialisasi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pembangunan sektor industri hampir selalu menjadi prioritas utama dalam rencana

pembangunan negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena sektor

industri dianggap sebagai motor penggerak yang mendorong perkembangan sektor

lainnya seperti sektor jasa dan pertanian (Arsyad, 2010:442).

Page 18: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

2

Dapat dikatakan bahwa proses industrialisasi di Indonesia dimulai pada awal

tahun 1970-an. Masa itu dikenal dengan adanya REPELITA (Rencana

Pembangunan Lima Tahun) yang dibuat pada masa pemerintahan Orde Baru.

Namun sebenarnya, jauh sebelum Indonesia merdeka sudah terdapat beberapa

industri seperti industri tekstil, industri rokok, industri makanan dan minuman serta

industri semen. Industri-industri tersebut sudah berkembang baik pada zaman

Kolonial Belanda. Namun, kebijakan di bidang ekonomi dan kebijakan

perdagangan luar negeri baru dikeluarkan pada saat pemerintahan Orde Baru yang

secara nyata ditunjukkan untuk mengembangkan industri nasional.

Kebijakan pembangunan industri pada awal pembangunan ekonomi biasanya

dilakukan melalui subtitusi impor. Hal ini juga yang dilakukan oleh Indonesia pada

masa Orde Baru. Kebijakan pembangunan industri lebih berorientasi ke dalam

(impor). Dengan memproduksi barang-barang subtitusi yang selama ini diimpor

maka ketergantungan impor dari negara lain dapat teratasi. Hal tersebut dapat

menghemat devisa yang dipergunakan untuk pembangunan industri pada masa

Orde Baru.

Diagram 1.1

Pertumbuhan Industri Manufaktur dan Pertumbuhan PDB Nasional

Tahun 1961-2007

Sumber:Badan Pusat Statistik data diolah

Page 19: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

3

Diagram 1.1 menunjukkan bahwa selama periode 1969 sampai dengan tahun

1997, pertumbuhan sektor industri meningkat dengan pesat. Meskipun agak

berfluktuasi setiap tahunnya, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi,

pertumbuhan sektor industri manufaktur selalu berada di atas pertumbuhan

ekonomi nasional sejak tahun 1961 sampai 2007. Namun, pada tahun 1973 dan

1983 terjadi penurunan dalam pertumbuhan sektor industri yang diakibatkan oleh

krisis minyak bumi. Kemudian, penurunan lain juga terjadi pada tahun 1997 yang

diakibatkan oleh krisis moneter yang melanda Indonesia. Sebelum krisis moneter

1997, industri manufaktur mampu tumbuh dengan rata-rata sekitar 11 persen

selama periode 1974-1997. Dengan tingginya tingkat pertumbuhan rata-rata sektor

industri menyebabkan peranannya terhadap PDB juga cenderung meningkat. Jika

dilihat melalui tabel 1.1 peranan sektor industri pada tahun 1971 hanya sebesar 8.36

persen dan peran dominan masih dipegang oleh sektor pertanian dengan nilai

sebesar 44.83 persen pada tahun yang sama. Namun, pada tahun 2005 kondisi

tersebut berubah dan mencapai puncaknya. Kontribusi paling dominan berasal dari

sektor industri sebesar 28.10 persen dan sektor pertanian turun menjadi hanya

sebesar 14.54 persen. Ini berarti telah terjadi peningkatan sebesar 19.74 persen

dalam kurun waktu 34 tahun. Dengan peningkatan peran sektor industri terhadap

PDB menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi struktur ekonomi di Indonesia,

yaitu menurunnya peranan sektor pertanian dan meningkatnya peranan sektor

industri dan jasa.

Tabel 1.1

Kontribusi sektoral terhadap PDB Nasional

No Sektor 1971 1980 1990 2005 2010

1.

2.

3.

4.

5.

Pertanian

Pertambangan dan

Penggalian

Industri

Listrik, Gas dan Air

Bangunan

44.83

8.01

8.36

0.49

3.49

30.7

9.3

15.3

0.7

5.7

19.42

15.19

19.35

0.63

5.80

14.54

9.30

28.10

0.66

5.91

13.17

8.07

25.76

0.78

6.50

Page 20: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

4

6.

7.

8.

9.

Perdagangan, Hotel dan

Restoran

Pengangkutan dan

Komunikasi

Keuangan, Persewaan dan

Jasa

Jasa-jasa

16.11

4.41

12.2

2.11

16.6

5.4

13.8

2.8

16.13

5.53

14.49

3.46

16.83

6.26

9.26

9.14

17.34

9.41

9.55

9.43

Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber:Badan Pusat Statistik data diolah

Namun, sejak krisis Asia pada tahun 1997 dan krisis keuangan global pada

tahun 2008 pertumbuhan sektor industri relatif rendah. Krisis ini membawa dampak

yang cukup besar terhadap sektor industri. Tahun 1996 sektor industri manufaktur

tumbuh hampir 12 persen, tetapi pada tahun 1997 tumbuh hanya sekitar 5,3 persen

dan pada tahun 1998 justru mengalami kontraksi sebesar -11,4 persen. Setelah

periode krisis Asia, industri manufaktur secara perlahan namun pasti kembali

mengalami pertumbuhan positif dan mencapai puncaknya pada tahun 2004 sebesar

6,4 persen. Krisis keuangan global pada tahun 2008 kembali memperlambat laju

pertumbuhan sektor industri manufaktur yang menyebabkan laju pertumbuhan

sektor tersebut hanya tumbuh sebesar 2,11 persen pada tahun 2009.

Menurunnya pertumbuhan sektor industri cukup mengkhawatirkan mengingat

sektor industri sangat diharapkan perannya dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi, pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk

mengurangi tingginya angka pengangguran. Penurunan pertumbuhan sektor

industri ini mengarah pada suatu gejala deindustrialisasi, yaitu proses dimana peran

sektor industri manfaktur mengalami penurunan secara terus menerus terhadap

PDB nasional. Munculnya pengangguran adalah sebuah dampak dari semakin

lumpuhnya sektor industri sebagai sektor penyedia lapangan kerja.

Namun menurut (Anwari, 2008) deindustrialisasi juga dapat menjadi pertanda

bahwa telah terjadi perkembangan ke arah pasca-industri di dalam suatu

Page 21: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

5

perekonomian. Hal ini ditandai dengan kemunculan industri tersier yang padat

teknologi dan berbasis ilmu pengetahuan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka deindustrialisasi memiliki dua

makna, yakni dapat beramakna “positif” maupun “negatif”. Dalam makna

“positif”, deindustrialisasi merupakan sebuah proses dimana perekonomian yang

sudah lagi tidak bertumpu pada sektor primer maupun sekunder melainkan

bertumpu pada sektor tersier yang berbanding lurus dengan kehadiran masyarakat

pasca-industri. Deindustrialisasi ini banyak terjadi di negara-negara maju yang

mana mereka sudah memiliki sistem perekonomian yang kuat dan maju.

Sedangkan deindustrialisasi yang bermakna “negatif” ditandai dengan

menurunnya kontribusi sektor industri terhadap pembentukan PDB nasional. Hal

ini terjadi ketika industrialisasi mengalami fase titik balik sebelum mencapai

tingkat kematangan. Deindustrialisasi ini seringkali terjadi di negara-negara

berkembang. Salah satunya adalah yang terjadi di Indonesia saat ini.

Tabel 1.2

Kondisi Perekonomian Indonesia berdasarkan Kriteria Negara Industri

Indikator Syarat Negara

Industri

Tahun Kondisi

Perekonomian

Indonesia

Proporsi NTB Sektor

Manufaktur terhadap

PDB

>30

2004 26.65

2005 23.98

2006 23.77

2007 23.39

2008 22.87

2009 22.35

2010 22.03

2011 22.08

2012 21.97

2013 21.72

2014 21.64

Page 22: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

6

Sumber:Badan Pusat Statistik data diolah

Berdasarkan kriteria negara industri UNIDO, Indonesia masih berada di dalam

kategori negara semi industri. Hal itu dijabarkan berdasarkan kriteria di bawah ini:

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)

mengelompokkan negara ke dalam empat kelompok berdasarkan rasio nilai tambah

bruto (NTB) sektor industri manufaktur terhadap PDB (Ruky dalam Diah Ananta,

2010:4).

1. Negara non industri adalah negara yang memiliki rasio nilai tambah bruto

(NTB) sektor industri manufaktur terhadap PDB kurang dari 10 persen.

2. Negara dalam proses industrialisasi adalah negara yang memiliki rasio

nilai tambah bruto (NTB) sektor industri manufaktur terhadap PDB antara

10 sampai dengan 20 persen.

3. Negara semi industri adalah negara yang memiliki rasio nilai tambah bruto

(NTB) sektor industri manufaktur terhadap PDB antara 20 sampai dengan

30 persen.

4. Negara industri adalah negara yang memiliki rasio nilai tambah bruto

(NTB) sektor industri manufaktur terhadap PDB lebih dari 30 persen.

Berdasarkan kriteria di atas pada poin ke empat dijelaskan bahwa negara

industri harus memiliki rasio nilai tambah bruto (NTB) sektor manufaktur terhadap

PDB lebih dari 30 persen. Sedangkan dalam tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dari tahun

2004-2015, rasio nilai tambah bruto (NTB) sektor industri manufaktur hanya berada

di antara 20 sampai 26 persen. Hal ini menandakan bahwa Indonesia masih berada

di tahap negara semi industri. Kemudian, pertumbuhan sektor jasa yang telah

melampaui pertumbuhan sektor industri manufaktur saat ini merupakan tanda

terjadinya gejala deindustrialisasi negatif dimana Indonesia telah mengalami titik

balik sebelum ada di tahap industrialisasi yang sebenarnya. Berbeda dengan negara-

nagara maju yang mengalami deindustrialisasi positif dimana deindustrialisasi yang

terjadi di negara tersebut adalah sebuah tahap perkembangan ekonomi yang lebih

lanjut dari sektor industri. Tahapan ekonomi yang sudah berbasis teknologi tinggi

dan ilmu pengetahuan. Deindustrialisasi ini bermakna positif karena terjadinya

2015 21.53

Page 23: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

7

deindustrialisasi berbanding lurus dengan hadirnya masyarakat pascaindustri.

Contoh seperti kawasan industri yang ada di Amerika dan Inggris, yaitu Sillicon

Valley dan Silicon Glen yang hadir dengan perekonomian yang bercorak teknologi

tinggi.

Diagram 1.2

Pertumbuhan Sektor Tradable, Sektor Non-Tradable, dan Pertumbuhan

PDB Nasional Tahun 2006-2015

Sumber:Badan Pusat Statistik

Selain itu, dari gambar diagram 1.2 di atas dapat dijelaskan bahwa struktur

perekonomian Indonesia sedang mengalami ketidakseimbangan.

Ketidakseimbangan ini terjadi karena pertumbuhan sektor non-tradable yang

melebihi pertumbuhan sektor tradable. Sektor non-tradable adalah sektor yang

umumnya berbasis padat modal, padat teknologi dan sangat sedikit menyerap

tenaga kerja. Hasil dari sektor ini tidak dapat diperdagangkan dengan leluasa di

pasar internasional. Sedangkan, sektor tradable sangat erat kaitannya dengan proses

produksi karena sektor ini yang menghasilkan barang-barang yang dapat

diperdagangkan. Sektor tradable juga merupakan sektor yang mampu menyerap

banyak tenaga kerja dibandingkan dengan sektor non-tradable sehingga jika

pertumbuhan sektor non-tradable jauh lebih tinggi daripada sektor tradable akan

sangat beresiko.

0%

2%

4%

6%

8%

10%

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Pertumbuhan Sektor Tradable Pertumbuhan Ekonomi PDB

Pertumbuhan Sektor Non-Tradable

Page 24: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

8

Diagram 1.3

Kontribusi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur dalam PDB Nasional

Tahun 2006-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan gambar diagram di atas, pangsa output industri manufaktur terus

mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan terjadi dari angka 23.77

persen pada tahun 2006 hingga angka 21.53 persen di tahun 2015. Selain itu, sejak

tahun 2008 hingga 2015 pangsa output mengalami perlambatan di angka 22 dan 21

persen. Penurunan pangsa output ini dapat dikatakan sebagai salah satu gejala

deindustrialisasi yang ada di Indonesia.

Diagram 1.4

Perkembangan Nilai Ekspor Non-Migas menurut Sektor Tahun 2005-2015

(Juta US $)

Sumber:Badan Pusat Statistik

20%

21%

21%

22%

22%

23%

23%

24%

24%

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Hu

nd

red

s

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

180,000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Page 25: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

9

Kemudian dari sisi ekspor, dapat kita lihat bersama melalui diagram 1.4 di atas

bahwa nilai ekspor sektor industri manufaktur terus mengalami fluktuasi dari tahun

2005 hinga tahun 2011. Pada tahun 2008 ke 2009 nilai ekspor turun karena adanya

krisis global yang berdampak pada perekonomian Indonesia. Pada tahun 2008 nilai

ekspor Indonesia sebesar 107.894 juta US dollar, sedangkan di tahun 2009 nilai

ekspor Indonesia turun menjadi sebesar 97.491 juta US dollar. Namun, mulai dari

tahun 2010 nilai ekspor terus membaik hingga pada tahun 2011 mencapai

puncaknya dengan nilai ekspor sebesar 162.019 juta US dollar. Kenaikan itu tidak

berlangsung lama dan kembali mengalami penurunan hingga tahun 2015.

Tabel 1.3

Perbandingan Pangsa Tenaga Kerja dan Pangsa Produk Domestik Bruto

menurut Sektor Tahun 2015

No Sektor Usaha Pangsa Tenaga

Kerja (Persen)

Pangsa PDB

(Persen)

1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan

dan Perikanan

32.88 13.04

2. Pertambangan dan Penggalian 1.15 8.54

3. Industri 13.53 21.53

4. Listrik, Gas dan Air 0.41 1.18

5. Bangunan 7.15 9.78

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 10.91 13.44

7. Angkutan, Pergudangan dan

Komunikasi

4.49 8.57

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

2.89 8.49

9. Jasa Kemasyarakatan 14.34 9.30

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sementara itu, dari tabel 1.2 di atas kita dapat mengetahui bahwa meskipun

pangsa ekspor industri manufaktur terhadap PDB nasional merupakan yang terbesar

tetapi tidak dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Pada tahun 2015

pangsa ekspor industri manufaktur sebesar 21.53 persen, namun pangsa penyerapan

Page 26: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

10

tenaga kerjanya hanya sebesar 13.53 persen. Jika dibandingkan dengan pangsa

penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian maka sektor pertanian masih jauh

unggul dengan 32.88 persen. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perubahan

struktur perekonomian yang terjadi di Indonesia dewasa ini berlangsung tidak

seimbang. Perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri

tidak diimbangi dengan pergeseran tenaga kerjanya. Meskipun begitu, sektor

pertanian bersama-sama dengan sektor industri dan sektor perdagangan mampu

menyerap tenaga kerja sekitar 70.3 persen dari total tenaga kerja nasional.

Dengan besarnya kontribusi yang diberikan oleh sektor industri manufaktur

dalam penyerapan tenaga kerja pada tahun 2015 sebesar 13.53 juta orang, hal ini

menunjukkan bahwa tingginya peran sektor industri manufatur dalam mengurangi

angka pengangguran di Indonesia. Oleh sebab itu, jika sektor industri manufaktur

mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran maka akan berdampak pada

peningkatan angka pengangguran.

Tabel 1.4

Realisasi Investasi menurut Sektor Tahun 2015

Sektor Ekonomi FDI

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan US$ 2.219 Juta

Pertambangan US$ 4.017Juta

Industri Pengolahan

(Manufaturing)

US$ 7.184 Juta

Listrik, Gas dan Air US$ 3.028 Juta

Konstruksi US$ 954 Juta

Perdagangan dan Reparasi Hotel &

Restoran

US$ 4.757 Juta

Transportasi, Pergudangan dan

Komunikasi

US$ 3.289 Juta

Jasa Lainnya US$ 294 Juta

Sumber: BKPM, 2015

Page 27: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

11

Peran sektor industri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas

dari adanya peranan investasi. Keberadaan investasi asing langsung memiliki

dampak berganda (multiplier effect) terhadap masyarakat. Investasi asing langsung

biasanya berupa pendirian pabrik, pembelian mesin untuk kegiatan produksi dan

lain-lain. Investasi ini memiliki manfaat dimana dengan adanya pabrik-pabrik baru

itu berarti adanya penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang

modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input lainnya. Jika permintaan

antara ini sepenuhnya terpenuhi oleh sektor-sektor lain di dalam negeri maka

kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dapat dinikmati oleh

sektor-sektor domestik lain yang nantinya akan meningkatkan output nasional.

Diagram 1.5

Kontribusi Sektor Industri Manufaktur terhadap PDRB Berdasarkan Pulau

Sumber: Kemenprin, 2015

Besarnya peranan sektor industri manufaktur di Pulau Jawa menjadikan Pulau

Jawa sebagai wilayah yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB Nasional.

Pada tahun 2015, sektor industri manufaktur di Pulau Jawa menyumbang kontribusi

terhadap PDRB sebesar 71 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar

18 persen, Pulau Kalimantan sebesar 5 persen, Pulau Sulawesi sebesar 2 persen,

yang terakhir Pulau Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua masing-masing

sebesar 1 persen. Berikut ini adalah diagram yang menggambarkan kontribusi

sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Jawa71%

Sumatera18%

Kalimantan6%

Sulawesi3%

Bai dan Nusa Tenggara

1%

Maluku dan Papua

1%

Page 28: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

12

Tabel 1.5

Peranan Sektor Manufaktur terhadap Produk Domestik Regional Bruto

Tahun 2011-2015 (persen)

Provinsi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

Banten 39.05 38.28 38.69 37.29 36.60

DKI

Jakarta

13.61 13.08 12.99 12.94 12.84

Jawa Barat 44.13 43.33 43.68 43.71 43.44

Jawa

Tengah

34.48 34.93 35.05 35.49 35.27

Jawa

Timur

29.02 29.05 28.99 29.48 29.53

D.I

Yogyakarta

14.27 13.16 13.33 13.16 12.80

Sumber: Badan Pusat Statistik data diolah

Peranan sektor industri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangatlah

penting dikarenakan sektor ini memiliki kontribusi paling tinggi jika dibandingkan

dengan sektor yang lain. Perlu disadari bahwa selama ini sektor industri manufaktur

juga menjadi sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak kedua setelah sektor

pertanian. Penurunan pertumbuhan sektor industri manufaktur bukan saja hanya

menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun tetapi yang lebih mengkhawatirkan

adalah terjadinya gelombang pengangguran dan kemiskinan yang semakin besar.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI

DI PULAU JAWA TAHUN 2006-2015”.

Page 29: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

13

B. Rumusan Masalah

Sektor industri merupakan salah satu sektor penting yang menggerakkan

perekonomian. Suatu negara akan tumbuh dengan kuat jika negara tersebut juga

ditopang oleh industri manufaktur yang kuat, sedangkan sektor lainnya mendukung

sektor tersebut. Selain itu, industri manufaktur memliki nilai tambah yang relatif

lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya sehingga peningkatan kualitas pada

industri manufaktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran sektor industri

dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya peranan

investasi. Keberadaan investasi asing langsung memiliki dampak berganda

(multiplier effect) terhadap masyarakat.

Seiring dengan proses industrialisasi di Indonesia dalam mempercepat

pertumbuhan ekonomi, terjadi pergeseran peran sektor pertanian menuju sektor

sekunder bahkan tersier. Keadaan ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya

peran sektor pertanian terhadap pembentukan PDB dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini senada dengan teori Chenery (dalam Kuncoro 1997:57-58) bahwa proses

pergeseran struktur ekonomi lebih dititikberatkan pada beralihnya ketergantungan

kepada komoditas pertanian tradisional dan berkembangnya industri manufaktur

sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, seiring dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi di

Indonesia, juga terjadi gejala dimana peran sektor manufaktur mengalami

penurunan beberapa tahun terakhir. Hal ini sering disebut sebagai deindustrialisasi.

Deindustrialisasi adalah menurunnya peran industri dalam perekonomian secara

menyeluruh. Sementara itu, deindustrialisasi di negara-negara berkembang

biasanya lebih merupakan masalah daripada sesuatu yang diharapkan. Menurunnya

peran industri dapat dilihat dari berbagai sisi, misalnya penurunan proporsi pekerja

manufaktur terhadap total pekerja, penurunan proporsi nilai tambah manufaktur

terhadap PDB nasional dan penurunan sektor industri dibandingkan sektor yang

lain. Salah satu penyebab deindustrialisasi adalah hilangnya keunggulan kompetitif

dan sektor industri suatu negara. Jika keunggulan kompetitif produk industri hilang

maka produk negara tersebut akan kalah di pasar internasional. Impilkasinya,

pertumbuhan industri negara tersebut akan menurun dan pada akhirnya membuat

Page 30: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

14

investor menarik investasinya dari sektor industri ke sektor lain atau bahkan ke

negara lain.

Peranan sektor industri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangatlah

penting dikarenakan sektor ini memiliki kontribusi paling tinggi jika dibandingkan

dengan sektor yang lain. Perlu disadari bahwa selama ini sektor industri manufaktur

juga menjadi sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak kedua setelah sektor

pertanian. Penurunan pertumbuhan sektor industri manufaktur bukan saja hanya

menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun, tetapi yang lebih mengkhawatirkan

adalah terjadinya gelombang pengangguran dan kemiskinan yang semakin besar.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan

dalam pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Apakah pangsa ekspor industri manufaktur non migas berpengaruh

signifikan terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa?

2. Apakah pangsa foreign direct investment industri manufaktur non migas

berpengaruh signifikan terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pangsa ekspor industri manufaktur non migas

terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa

2. Untuk mengetahui pangsa foreign direct investment industri manufaktur non

migas terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa.

D. Manfaat Penelitian

1) Bagi Akademisi

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan civitas

akademika terkait deindustrialisasi yang terjadi di Pulau Jawa serta

sebagai bahan literatur bagi peneliti selanjutnya.

2) Bagi Pembuat Kebijakan

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan yang berhubungan

dengan kegiatan sektor industri manufaktur.

Page 31: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

M.P Todaro mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses

yang kuat dengan meningkatnya kapasitas produksi di dalam perekonomian

dari waktu ke waktu sehingga menghasilkan pendapatan nasional yang

semakin besar (Todaro, 2011:130).

Sedangkan menurut Prof. Simon Kuznets pertumbuhan ekonomi adalah

kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk

menyediakan semakin banyak barang dan jasa ekonomi kepada

penduduknya. Kemampuan ini tumbuh seiring dengan berkembangnya

teknologi, ideologi yang diterapkan serta penyesuaian dalam

kelembagaannya.

Dari penuturan definisi menurut Prof. Simon Kuznets di atas,

pertumbuhan ekonomi memiliki (3) tiga komponen penting, yaitu (Jhingan,

2012:57).

a. Pertumbuhan suatu negara terlihat dari kenaikan output yang

berkesinambungan.

b. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang

berkesinambungan merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi

yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam

penyediaan aneka macam barang kepada masyarakat.

c. Pertumbuhan ekonomi dengan penggunaan teknologi yang luas harus

diimbangi dengan penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi

sehingga secara sosial dan ekonomi terjadi pertumbuhan yang

seiring.

Teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar merupakan pengembangan

dari teori Keynes jangka pendek. Investasi merupakan aspek utama dalam

Page 32: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

16

teori Keynes namun, Keynes melihatnya dalam jangka pendek. Sedangkan,

Harrod Domar melihat pengaruh investasi dalam jangka waktu yang lebih

panjang. Menurut teori ini, pengeluaran investasi (I) tidak hanya mempunyai

pengaruh terhadap permintaan agregat (Z), tapi juga memiliki pengaruh

terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas

produksi (Boediono, 1981:7).

2. Teori Perubahan Struktural

Transformasi atau perubahan struktural adalah suatu proses perubahan

struktur perekonomian dimana kontribusi yang diberikan oleh sektor industri

manufaktur melebihi sektor pertanian dalam PDB nasional (Todaro,

2011:140).

Menurut (Chenery dalam Rahardjo Adisasmita, 2013:73) terjadinya

perubahan pada struktur ekonomi di dalam pembangunan menunjukkan

bahwa produksi sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang lambat

dibandingkan pertumbuhan produksi nasional. Sebaliknya, pertumbuhan

produksi yang terjadi pada sektor industri lebih cepat daripada tingkat

pertumbuhan produksi nasional. Hal yang sama terjadi pada sektor jasa yang

juga mengalami tingkat pertumbuhan yang cepat.

Pertumbuhan nilai produksi sektor sekunder yang mampu melebihi sektor

primer dikarenakan adanya kemajuan teknologi yang sangat signifikan.

Akibat dari kemajuan tekonologi tersebut juga membuat barang-barang

kebutuhan masyarakat bertambah banyak sehingga membutuhkan pemasaran

yang sangat luas. Selain itu, diperlukan juga jasa perdagangan dan jasa

transportasi guna mendistribusikan barang-barang tersebut kepada

masyarakat. Kegiatan sektor industri manufaktur dan sektor jasa yang

meningkat tajam telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi

(Rahardjo Adisasmita, 2013:73-74).

3. Konsep Industrialisasi

Industrialisasi adalah pembangunan ekonomi melalui transformasi sumber

daya dan kuantitas energi yang digunakan (Lauer, 2001:411). Menurut

Page 33: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

17

Soerjono Soekanto (1992:217) industrialisasi merupakan cara-cara yang

kompleks dan canggih terhadap produksi yang secara nyata berarti

penggunaan mesin yang dipergunakan untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas produksi. Industrialisasi merupakan usaha menghidupkan industri

guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut W. Arthur Lewis dan Hollis Chenery, proses industrialisasi adalah

sebuah mekanisme yang memungkinkan perekonomian negara terbelakang

mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari sektor

pertanian tradisional yang biasanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan

sendiri, kepada perekonomian yang lebih modern dan mengarah ke kota serta

lebih beraneka di bidang industri dan jasa (Hakim, 2009:3-4).

4. Konsep Deindustrialisasi

Definisi deindustrialisasi sangatlah beragam dan memiliki banyak

interpretasi. Menurut Rowthorn dan Wells dalam IMF (1997:9)

deindustrialisasi dapat dilihat melalui penurunan pangsa tenaga kerja sektor

industri manufaktur terhadap total pekerja. Selain itu, menurut Blackaby

dalam Jalilian dan Weiss (2000:25) deindustrialisasi juga dapat dilihat melalui

penurunan yang terjadi pada pangsa nilai tambah sektor industri manufaktur

terhadap PDB nasional. Berikut ini adalah beberapa definisi deindustrialisasi.

Tabel 2.1 Definisi Deindustrialisasi

Sumber Definisi Deindustrialisasi

1. Blackaby (1979)

dalam Jalilian dan

Weiss (2000:25)

Penurunan nilai tambah di sektor industri

manufaktur atau penurunan kontribusi sektor

industri manufaktur terhadap PDB nasional.

2. Singh (1982) dalam

Jalilian dan Weiss

(2000:25)

Ketidakmampuan sektor manufaktur menghasilkan

devisa yang mencukupi dalam membiayai impor

untuk mencapai kondisi full-employment dalam

perekonomian.

Page 34: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

18

3. Rowthorn dan Wells

(1987) dalam IMF

(1997:9)

Penurunan kontribusi jumlah pekerja sektor industri

manufaktur terhadap total pekerja.

4. Bazen dan Thirwall

(1989) dalam

Jalilian dan Weiss

(2000:25)

Penurunan proporsi jumlah pekerja sektor industri

manufaktur baik secara absolute maupun relatif

terhadap total pekerja.

5. World Bank (1994)

dalam Jalilian dan

Weiss (2000:26)

Penurunan kontribusi sektor industri manufaktur

yang bersifat tidak sementara yang juga dapat

menurunkan tingkat efisiensi serta menyebabkan

pertumbuhan ekonomi menjadi lambat.

6.

Rowthorn dan

Coutts (2004:767)

Penurunan kontribusi sektor industri manufaktur

dalam perekonomian nasional.

7. Cairncross (1982)

dan Lever (1991)

dalam (Dewi, 2010:

19)

Penurunan yang terjadi pada output atau jumlah

pekerja sektor industri manufaktur dalam jangka

panjang.

Pergeseran yang terjadi dari sektor industri

manufaktur menuju sektor jasa sehingga proporsi

output atau jumlah pekerja sektor industri

manufaktur terhadap total output atau pekerja

lebih kecil dibandingkan sektor jasa (definisi ini

bisa menyebabkan salah interpretasi jika

pergeseran sektor industri manufaktur menuju

sektor jasa terjadi namun, secara absolute tetap

terjadi peningkatan dalam output atau jumlah

pekerja sektor industri manufaktur)

Perekonomian yang gagal menciptakan

keseimbangan dalam neraca perdagangan luar

negerinya. Hal ini disebabkan karena terjadi

penurunan output sektor industri manufaktur

Page 35: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

19

terhadap neraca perdagangan luar negeri atau

dengan kata lain nilai ekspor lebih kecil daripada

nilai impornya.

Terjadinya penurunan output sektor industri

manufaktur dalam perekonomian dimana hal

tersebut dikarenakan kondisi neraca perdagangan

yang mengalami defisit secara terus menerus

sehingga mengganggu proses produksi barang

manufaktur di dalam negeri.

Rowthorn (1992:478) menganggap bahwa teori Marx tentang penurunan

profit industri dapat disebut sebagai awal mula teori deindustrialisasi. Teori

tersebut menyebutkan bahwa inovasi teknologi dapat membuat proses

produksi menjadi lebih efisien sehingga dapat menyebabkan pengurangan

jumlah pekerja karena pekerja dapat digantikan dengan mesin sehingga

kapasitas penggunaan capital meningkat. Jika diasumsikan pekerja dapat

memberikan nilai tambah baru maka semakin besar penggunaan kapital akan

menghasilkan nilai tambah dan surplus yang lebih kecil dibandingkan dengan

penambahan pekerja. Rata-rata profit industri akan menurun dalam jangka

panjang. Implikasinya adalah sebuah industri perlu juga mengembangkan

kemampuan pekerjanya sebagai investasi human capital di samping

melakukan inovasi teknologi agar mengantisipasi terjadi deindustrialisasi

negatif.

5. Industri Manufaktur

a. Definisi Industri

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1984 yang telah diperbaharui

dan disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2014, industri

merupakan sebuah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,

bahan baku, barang setengah jadi, dan bahan jadi menjadi barang yang

memilki nilai tambah serta manfaat lebih tinggi dalam penggunaannya,

termasuk di dalamnya jasa industri.

Page 36: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

20

Menurut Putong (2002:52) Industri adalah kumpulan perusahaan

yang ada di suatu daerah kemudian berkumpul guna memproduksi barang

yang sejenis. Menurutnya, industri dapat digolongkan menjadi beberapa

macam berdasarkan sub industrinya, yaitu industri pengolahan, industri

perikanan, industri pariwisata, industri percetakan dan lain sebagainya.

Industri juga dapat dibedakan berdasarkan besar kecilnya modal, yaitu

industri padat karya dan industri padat modal.

b. Klasifikasi Industri

Tiap-tiap industri dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa

pendekatan, yaitu berdasarkan bahan baku, bahan mentah, produksi yang

dihasilkan, tenaga kerja, dan modal yang digunakan (Pujoalwanto,

2014:215-219):

1) Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Baku

a) Industri Ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya

diperoleh langsung dari alam. Misalnya, industri hasil

pertanian, industri hasil perikanan dan industri hasil

kehutanan.

b) Industri Non-Ekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih

lanjut hasil-hasil industri lain. Misalnya, industri kayu lapis,

industri pemintalan, dan industri kain.

c) Industri Fasilitatif, yaitu kegiatan industri dengan menjual

jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya,

perbankan, perdagangan, angkutan dan pariwisata.

2) Klasifikasi Berdasarkan Bahan Mentah

a) Industri Pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan

mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian.

Misalnya, industri minyak goreng, industri gula, dan

industri kopi.

b) Industri Pertambangan, yaitu industri yang mengolah

bahan mentah yang berasal dari pertambangan.

Page 37: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

21

Misalnya, industri semen, industri baja dan industri serat

sintesis.

c) Industri Jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan

yang dapat mempermudah dan meringankan beban

masyarakat tapi menguntungkan. Misalnya, industri

perbankan, industri perdagangan dan industri hiburan.

3) Klasifikasi Berdasarkan Barang yang Dihasilkan

a) Industri Berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-

mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya, industri alat-

alat berat, industri mesin dan industri percetakan.

b) Industri Ringan, yaitu industri yang menghasilkan

barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya, industri

obat-obatan, industri makanan dan industri minuman.

4) Klasifikasi Berdasarkan Tenaga Kerja

a) Industri Rumah Tangga, yaitu industri yang

menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang.

Misalnya, industri anyaman, industri kerajinan dan

industri tempe/tahu.

b) Industri Kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya

berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang. Misalnya, industri

genteng, industri batu bata, dan industri pengolahan

rotan.

c) Industri Sedang, yaitu industri yang menggunakan

tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Misalnya,

industri konveksi, industri keramik.

d) Industri Besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja

lebih dari 100 orang. Misalnya, industri tekstil, industri

mobil, dan industri besi baja.

5) Klasifikasi Industri Berdasarkan Produksi yang Dihasilkan

a) Industri Primer, yaitu industri yang menghasilkan barang

Page 38: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

22

atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut.

Misalnya, industri anyaman, industri konveksi dan

industri makanan.

b) Industri Sekunder, yaitu industri yang menghasilkan

barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih

lanjut sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya,

industri ban, industri baja dan industri tekstil.

c) Industri Tersier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa

secara langsung atau benda yang tidak dapat dinikmati

atau digunakan baik secara langsung maupun tidak

langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat

mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat.

Misalnya, industri perbankan, industri pariwisata dan

industri angkutan.

6) Klasifikasi Berdasarkan Modal yang Digunakan

a) Industri dengan penanaman modal dalam negeri, yaitu

industri yang memperoleh dukungan modal dari

pemerintah atau pengusaha nasional. Misalnya, industri

kerajinan dan industri pariwisata.

b) Industri dengan foreign direct investment, yaitu industri

yang modalnya berasal dari foreign direct investment.

Misalnya, industri komunikasi dan industri

perminyakan.

c) Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu

industri yang modalnya berasal dari hasil kerjasama

antara PMDN dan FDI. Misalnya, industri otomotif dan

industri kertas.

c. Industri Manufaktur

Sektor Industri manufaktur merupakan bentuk kegiatan ekonomi

yang mengubah barang dasar menjadi barang setengah jadi atau barang

Page 39: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

23

jadi serta mengubah barang yang kurang nilainya agar menjadi barang

yang bernilai tinggi. Proses produksi dapat dilakukan secara mekanis,

kimiawi ataupun proses yang lainnya dengan menggunakan alat-alat

sederhana dan mesin-mesin (BPS, 2016: 297).

Merujuk pada Badan Pusat Statistik (2015:287-290) industri

pengolahan diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan

Usaha Indonesia (KBLI). KBLI adalah klasifikasi yang didasarkan pada

International Standard of Industrial Classification (ISIC). Berikut ini

adalah daftar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam

2 digit.

Tabel 2.2 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun

2015 Sektor Industri Pengolahan

NO Kode

KBLI

Klasifikasi/Kelompok

1 10 Industri Makanan

2 11 Industri Minuman

3 12 Industri Pengolahan Tembakau

4 13 Industri Tekstil

5 14 Industri Pakaian Jadi

6 15 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

7 16 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk

Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan

Sejenisnya

8 17 Industri Kertas dan Barang dari Kertas

9 18 Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman

10 19 Industri Produk dari Batu Bara dan Pengilangan Minyak Bumi

11 20 Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia

12 21 Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional

13 22 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik

Page 40: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

24

14 23 Industri Barang Galian Bukan Logam

15 24 Industri Logam Dasar

16 25 Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya

17 26 Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik

18 27 Industri Peralatan Listrik

19 28 Industri Mesin dan Perlengkapan

20 29 Industri Kendaraan Bermotor, Trailer, dan Semi Trailer

21 30 Industri Alat Angkutan Lainnya

22 31 Industri Furnitur

23 32 Industri Pengolahan Lainnya

24 33 Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

3. Nilai Tambah

Hayami dalam Laporan Kajian Nilai Tambah Produk Pertanian

Kementerian Keuangan RI (2012:6) mendefinisikan bahwa nilai tambah

merupakan pertambahan nilai suatu komoditas setelah mengalami proses

pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi.

Dalam proses pengolahan nilai tambah juga dapat diartikan sebagai nilai

produksi yang dikurangi dengan biaya antara (Tarigan,2012:18). Nilai tambah

tersebut menggambarkan tingkat kemampuan suatu daerah atau wilayah dalam

menghasilkan pendapatan (Tarigan, 2012:13).

Indikator deindustrialisasi dalam penelitian ini menggunakan data pangsa

nilai tambah industri manufaktur non migas terhadap total PDRB di Pulau

Jawa. Data pangsa nilai tambah industri manufaktur non migas terhadap total

PDRB di Pulau jawa dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai

berikut:

1) Indikator pangsa nilai tambah digunakan untuk melihat apakah sektor

tersebut masih menjadi sektor penggerak utama dalam perekonomian

di Indonesia. Pangsa nilai tambah sektor industri yang mengalami

Page 41: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

25

penurunan dari tahun ke tahun mengindikasikan bahwa peran sektor

ini mulai tergantikan dengan sektor lain, seperti sektor jasa.

2) Dalam penelitian ini juga tidak menggunakan indikator pangsa tenaga

kerja dikarenakan perubahan struktur ekonomi yang terjadi di

Indonesia tidak dibarengi dengan perubahan pangsa tenaga kerjanya.

Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Indonesia berlangsung

tidak seimbang, yaitu antara sektor pertanian dan sektor industri. Hal

ini dapat dilihat, ketika peranan sektor pertanian terhadap PDB

nasional semakin menurun, tapi tidak diikuti dengan penurunan

pangsa tenaga kerjanya. Sedangkan, sektor industri yang terus tumbuh

juga tidak disertai dengan peningkatan pangsa tenaga kerjanya.

Sehingga yang terjadi saat ini sektor pertanian masih menanggung

beban tenaga kerja yang tidak terserap oleh sektor industri dan

menyebabkan produktivitas sektor pertanian menjadi rendah. Melalui

hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perubahan pangsa tenaga

kerja tidak mencerminkan perubahan struktur ekonomi di Indonesia.

4. Investasi

Investasi merupakan kata kunci dalam sebuah perekonomian dimana

investasi menjadi penentu dalam laju pertumbuhan ekonomi. Di samping

mendorong kenaikan output secara signifikan, investasi juga akan meningkatkan

permintaan input secara otomatis sehingga nantinya akan meningkatkan

kesempatan kerja dan berujung pada kesejahteraan masyarakat sebagai akibat

dari meningkatnya pendapatan yang diterima oleh masyarakat (Makmun dan

Yasin, 2003: 63)

Menurut Kasmir dan Jakfar (2012) investasi adalah bentuk penanaman

modal dalam suatu kegiatan dimana memiliki jangka waktu relatif panjang.

Penanaman modal dapat bersifat fisik dan non fisik, seperti proyek pembuatan

jalan, jembatan, pabrik dan lain-lain.

Menurut (Noor, 2009:4) investasi merupakan kegiatan menanamkan

berbagai sumberdaya pada masa kini agar mendapatkan keuntungan di masa yang

Page 42: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

26

akan datang. Dalam bukunya (Noor, 2009:10-11) mengelompokkan investasi

menjadi 2, yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung, dengan uraian

sebagai berikut:

a) Investasi langsung (Direct Investment)

Investasi ini merupakan investasi pada faktor-faktor produksi.

Investasi ini juga sering disebut investasi pada sektor riil sehingga

memiliki dampak berganda (multiplier effect) terhadap masyarakat.

Investasi jenis ini akan berdampak ke belakang (backward) dan juga ke

depan (outward). Investasi yang berdampak secara backward, yaitu

berupa input usaha sedangkan yang berdampak secara outward berupa

output usaha yang merupakan input untuk usaha lainnya.

b) Investasi tidak langsung (Indirect Investment)

Investasi jenis ini sering disebut juga investasi portofolio atau

investasi pada aset keuangan dan bukan pada faktor produksi. Pada

hakekatnya, investasi tidak langsung merupakan turunan dari investasi

langsung yang mana balas jasa dari investasi ini berasal dari kemampuan

dan produktivitas investasi langsung.

Investasi adalah pengeluaran berupa sejumlah dana yang berasal dari

investor untuk membiayai kegiatan produksi guna mendapatkan keuntungan di

masa depan. Investasi tercipta melalui penanaman modal yang dilakukan oleh

berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung yang bertujuan

memperbesar output (Pujoalwanto, 2014:163).

Dari berbagai istilah investasi di atas maka dapat diartikan bahwa investasi

merupakan bentuk pengeluaran yang digunakan untuk membeli barang-barang

modal dan juga perlengkapan yang berguna untuk menambah kemampuan

produksi barang dan jasa yang ada dalam perekonomian. Dengan meningkatkan

jumlah barang modal memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan

barang dan jasa yang lebih banyak di masa depan (Pujoalwanto, 2014:164).

Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu

masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan

Page 43: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

27

kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf hidup

masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan

investasi, yakni:

a. Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat

sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,

pendapatan nasional dan kesempatan kerja.

b. Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah

kapasitas produksi.

c. Investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.

5. Foreign Direct Investment (FDI)

Berdasarkan Undang-Undang No 25. Tahun 2007, Foreign Direct

Investment (FDI) merupakan kegiatan penanaman modal yang dilakukan di

wilayah negara Indonesia guna melakukan usaha oleh pemodal asing secara

penuh maupun bersama-sama dengan pemodal dalam negeri. Sedangkan,

menurut (Krugman dalam Sarwedi, 2002:24) Foreign Direct Investment adalah

arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau

memperluas perusahaannya di negara lain dalam jangka waktu yang panjang.

Sehingga bukan hanya terjadi pemindahan sumber daya, tapi juga terjadi

pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di negara tujuan investasi.

Pemberlakuan kontrol tersebut dilakukan dengan cara membeli perusahaan di

luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun

perusahaan baru di sana atau dengan membeli saham sekurangnya 10%.

Dalam penelitiannya (Yuliadi, 2012:277) menjelaskan bahwa peran

Foreign Direct Investment (FDI) sangatlah penting, tidak hanya sebagai motor

penggerak dalam perekonomian, tapi juga memperluas kapasitas produksi,

meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan sehingga

kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Sedangkan, menurut (Haddad &

Harrison dalam Hailu, 2010:125) FDI lebih berperan penting dalam

pembangunan ekonomi suatu negara dibandingkan investasi dalam bentuk

modal portofolio. Hal itu disebabkan karena terjadinya transfer teknologi,

Page 44: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

28

management skill, dan keahlian yang dibawa oleh investor. Dengan adanya hal

tersebut maka akan berdampak pula pada peningkatan output dan nilai tambah

dalam produk-produk yang dihasilkan.

6. Ekspor

Kegiatan ekspor-impor dimulai ketika banyak ahli-ahli ekonomi yang

saling merumuskan konsep mengenai perdagangan bebas. Menurut mereka

dengan adanya perdagangan bebas maka akan mendorong peningkatan

konsumsi dan keuntungan. Pemikiran mengenai hal tersebut pertama kali

dirumuskan oleh Adam Smith yang kemudian dikembangkan oleh David

Ricardo.

Menurut David Ricardo dalam Lindert dan Kindleberger dalam Yusdja

(2004:128) alasan utama yang mendorong terjadinya perdagangan

internasional adalah adanya perbedaan keunggulan komparatif dalam

menghasilkan suatu barang. Dalam teori keunggulan komparatif dijelaskan

bahwa meskipun salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas dua jenis

barang atau komoditi, perdagangan internasional masih dapat berlangsung.

Hal ini dapat terjadi apabila negara tersebut melakukan spesialisasi terhadap

barang atau jasa yang memiliki biaya peluang lebih rendah jika dibandingkan

dengan negara lain.

Oleh karena itu, suatu negara akan mengeskpor barang yang biaya

produksinya lebih murah dan mengimpor barang yang biaya produksinya

lebih mahal. Dengan berlangsungnya kegiatan eskpor maka negara akan

menghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai impor bahan

baku dan barang modal. Impor bahan baku dan barang modal diperlukan

dalam proses produksi guna menciptakan nilai tambah.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 145/PMK.04/2007

tentang Ketentuan Pabean di Bidang Ekspor yang telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2011 bahwa ekspor adalah

kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Sedangkan, barang ekspor

adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean.

Page 45: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

29

Selain itu, ekspor juga dapat diartikan sebagai kegiatan penjualan atau

pengiriman barang, jasa atau modal yang berasal dari daerah pabean ke luar

daerah pabean melalui perjanjian atau tidak yang dilakukan oleh orang, badan

hukum atau negara sesuai dengan peraturan yang berlaku. Daerah pabean itu

sendiri memiliki arti seluruh wilayah perairan, daratan maupun sungai dan

zona eksklusif dari suatu negara, baik yang ditetapkan diakui secara

internasional maupun didasarkan atas kedaulatan dan undang-undang serta

batas-batas suatu negara (Purwito dan Indriani, 2015:7).

Andelisa dalam Pujoalwanto (2014:188) menjelaskan bahwa adanya

aliran perdagangan berupa ekspor ke negara-negara tujuan ekspor dapat

dikarenakan penawaran ekspor dari negara eksportir maupun permintaan

ekspor dari negara importir. Penawaran ekspor adalah jumlah komoditas yang

dapat dijual oleh suatu negara. Semakin banyak jumlah barang yang

diproduksi maka penawaran ekspor suatu negara akan meningkat. Permintaan

ekspor adalah jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara

tertentu.

Ekspor terjadi terutama karena kebutuhan akan barang dan jasa sudah

tercukupi di dalam negeri atau karena barang dan jasa tersebut memiliki daya

saing baik dalam harga maupun mutu dengan produk sejenis di pasar

internasional. Dengan demikian, ekspor memberikan pemasukan devisa bagi

nagara yang bersangkutan yang kemudian akan digunakan untuk membiayai

kebutuhan impor maupun pembiayaan program pembangunan di dalam

negeri.

Pujoalwanto dalam bukunya (2014:190) menjelaskan bahwa ekspor dan

investasi memegang peran penting dalam kegiatan perekonomian suatu

negara. Dari adanya kegiatan ekspor akan menghasilkan devisa yang akan

digunakan untuk membiayai impor bahan baku dan barang modal. Impor

bahan baku dan barang modal diperlukan dalam proses produksi guna

membentuk nilai tambah. Secara keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan

Page 46: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

30

oleh seluruh unit produksi di dalam perekonomian merupakan nilai Produk

Domestik Bruto.

Kegiatan ekspor memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, di antaranya:

a) Memperluas pasar bagi produk ekspor merupakan salah satu cara

memasarkan produk Indonesia ke luar negeri.

b) Menambah devisa negara karena dari perdagangan yang terjadi di

antar negara memungkinkan eksportir Indonesia untuk menjual

barang kepada masyarakat luar negeri.

c) Memperluas lapangan kerja melalui kegiatan ekspor. Semakin

luasnya pasar bagi produk Indonesia, kegiatan produksi di dalam

negeri akan meningkat. Semakin banyak pula tenaga kerja yang

dibutuhkan sehingga lapangan kerja semakin luas.

Sesuai dengan praktiknya ekspor dapat dibagi menjadi dua, yaitu ekspor

langsung dan ekspor tidak langsung (Purwito dan Indriani, 2015:7).

a) Ekspor langsung adalah kegiatan dimana terdapat dua pihak, yaitu

pembeli yang berkeinginan untuk membeli barang langsung dari

tempat asal barang dan yang satu lagi adalah penjual. Pelaksanaan

ekspor langsung biasanya dilakukan dengan cara mengirimkan

barang beserta dokumen pelindungnya ke pembeli. Cara ini

memerlukan adanya penelitian pasar di tempat tujuan, sediaan

barang yang cukup dalam mengantisipasi lonjakan permintaan

serta adanya pengangkut yang mempunyai jadwal tetap untuk

menjaga ketepatan waktu penyerahan barang. Ekspor secara

langsung memberikan manfaat bagi penjual, yaitu dapat

mengendalikan dan mengawasi harga secara cermat sesuai pasar

tujuan dibandingkan dengan fluktuasi harga di pasar internasional.

Namun, ekspor langsung juga memiliki kelemahan dimana waktu

yang diperlukan akan lebih lama dan biaya yang dikeluarkan lebih

tinggi, seperti untuk transportasi dan akomodasi.

Page 47: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

31

b) Ekspor tidak langsung dilakukan melalui tiga pihak yang

disebabkan beberapa hal yang melatarbelakangi, seperti lokasi

pasar, ketersediaan sarana dan prasarana (telekomunikasi,

perbankan dan transportasi) serta networking. Barang-barang yang

diekspor dapat merupakan barang setengah jadi dan selanjutnya

diolah atau barang jadi yang memerlukan pengemasan dan

labeling lebih lanjut sebelum dikirimkan ke negara pembeli.

B. Penelitian Sebelumnya

1. (Steven S. Saeger, 1997) Globalization and Deindustrialization: Myth and

Reality in the OECD. Penelitian ini menggunakan regresi data panel. Hasil

dari penelitian ini membuktikan bahwa impor dari selatan memengaruhi

secara signifikan kontribusi pekerja dan nilai tambah sektor industri

manufaktur. Kemudian, meningkatnya perdagangan North-South juga

signifikan menurunkan kontribusi pekerja sektor industri manufaktur. Hal

tersebut diperkuat dengan pandangan bahwa integrasi Selatan memiliki

peranan yang penting dalam ekonomi global yang membentuk perubahan

struktur di Utara.

2. (Arthur S. Alderson, 1997) Globalization and Deindustrialization: Direct

Investment and the Decline of Manufacturing Employment in 17 OECD

Nations. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data

panel. Penelitian ini menjelaskan bahwa deindustrialisasi pada periode

kontemporer bukan hanya menjadi proses alamiah dari deindustrialisasi

positif saja melainkan menunjukkan bahwa hal tersebut penting dan tidak

dapat diabaikan karena dapat mengarah kepada deindustrialisasi negatif.

Peran perdagangan internasional dalam deindustrialisasi juga sangat penting.

Surplus yang ditunjukkan dalam perdagangan industri manufaktur

cenderung mengarah pada tambahan tenaga kerja untuk industri manufaktur.

Negara yang secara historis memiliki spesialisasi lain seperti Inggris,

Amerika dan Perancis tersendat karena perdagangan internasional telah jauh

dari industri manufaktur.

Page 48: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

32

3. (Rowthorn dan Ramaswamy, 1999) Growth, Trade and Deindustrialization.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran faktor internal

dan eksternal dalam menjelaskan fenomena deindustrialisasi yang terjadi di

negara maju. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa fenomena

deindustrialisasi yang terjadi di beberapa negara maju disebabkan oleh faktor

internal seperti struktur permintaan dan juga produktivitas.

4. (Rowthorn dan Coutts, 2004) Deindustrialization and The Balance of

Payments in Advanced Economies. Jurnal ini menjelaskan faktor apa saja

yang menyebabkan terjadinya deindustrialisasi di negara-negara maju.

Faktor tersebut di antaranya perubahan pola konsumsi, spesialisasi,

perdagangan internasional, investasi dan produktivitas pekerja sektor

industri manufaktur yang tinggi. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah regresi data panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

investasi modal tetap dan PDB per kapita sebagai faktor internal memiliki

pengaruh lebih dominan dibandingkan dengan faktor yang lain dalam

terjadinya deindustrialisasi. Sedangkan, faktor eksternal yang menjadi

penyebab terjadinya deindustrialisasi adalah perdagangan luar negeri

meskipun hasilnya relatif kecil. Adanya peningkatan dalam PDB per kapita

berhubungan dengan produktivitas, elastisitas permintaan dan juga

perubahan relatif barang manufaktur. Deindustrialisasi yang terjadi di

negara-negara maju ini juga termasuk ke dalam deindustrialisasi positif

dimana fenomena deindustrialisasi ini tidak akan menimbulkan dampak

yang buruk bagi perekonomian negara-negara tersebut.

5. (Dasgupta dan Singh, 2006) Manufacturing, Services and Premature

Deindustrialization in Developing Countries: A Kaldorian Analysis. Tujuan

penelitian ini adalah untuk meninjau peranan sektor industri manufaktur dan

juga sektor informal pada perekonomian India. Metode Kaldorian adalah

metode yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini. Hasil penelitian

ini menjelaskan bahwa terdapat dua tipe deindustrialisasi yang dapat terjadi,

yaitu deindustrialisasi positif dan juga negatif. Deindustrialisasi positif

Page 49: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

33

terjadi dikarenakan sektor industri manufaktur yang berkembang ke arah

sektor informal sedangkan deindustrialisasi negatif disebabkan karena arah

perkembangan industri manufaktur yang mengalami kegagalan sehingga

tidak dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

6. (Wawan Suwarman, 2006) Faktor-faktor Apakah yang Mendukung

Terjadinya Proses Deindustrialisasi di Indonesia? Penelitian ini bertujuan

untuk menginvestigasi varibel apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap

kontribusi sektor industri dalam PDB nasional. Analisis kointegrasi dengan

metode Bound Testing Cointegration melalui pendekatan ARDL

(Autoregressive Distributed Lag) adalah metode yang digunakan dalam

penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa PDB per kapita,

pangsa PMTDB dalam PDB, Pangsa ekspor dalam PDB, pangsa neraca

perdagangan produk industri dalam PDB dan pangsa nilai impor barang

modal dalam PDB berpengaruh positif dalam jangka panjang terhadap

deindustrialisasi. Untuk pangsa nilai impor produk industri dan harga riil

produk industri berpengaruh negatif terhadap kontribusi sektor industri

dalam PDB. Sedangkan, variabel impor bahan baku tidak memiliki

hubungan jangka panjang atau pun pendek terhadap kontribusi sektor

manufaktur dalam PDB.

7. (Christopher Kollmeyer, 2009) Explaining Deindustrialization: How

Affluence, Productivity Growth and Globalization Diminish Manufacturing

Employment. Regresi data panel adalah metode yang digunakan dalam

penelitian ini. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa setiap faktor

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap deindustrialisasi.

Pendapatan per kapita, unbalanced productivity growth, nilai ekspor dan

impor terhadap PDB, dan investasi langsung yang keluar berpengaruh

signifikan terhadap deindustrialisasi namun, pendapatan per kapita yang

terus meningkat di negara maju yang paling besar pengaruhnya terhadap

deindustrialisasi di negara maju. Sedangkan, untuk perdagangan

internasional mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap

Page 50: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

34

deindustrialisasi dalam memengaruhi pola pekerja di negara maju.

8. (Diah Ananta Dewi, 2010) Deindustrialisasi di Indonesia 1983-2008:

Analisis dengan Pendekatan Kaldorian. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model kointegrasi dan ECM/VECM (Error Correction

Model/Vector Error Correction Model) yang mana digunakan jika minimal

salah satu variabel yang terdapat dalam persamaan bersifat tidak stasioner.

Namun, jika semua variabel telah bersifat stasioner maka cukup

menggunakan model regresi linear sederhana atau model regresi linear

berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sektor industri

manufaktur di Indonesia telah menjadi mesin bagi pertumbuhan ekonomi

negara tersebut. Hal itu dikarenakan pertumbuhan yang terjadi pada sektor

industri manufaktur juga akan memicu pertumbuhan di sektor yang lain

sehingga pada akhirnya juga turut meningkatkan pertumbuhan PDB nasional

menjadi lebih cepat. Dapat diketahui pula bahwa deindustrialisasi yang

terjadi di Indonesia adalah jenis deindustrialisasi yang bersifat negatif yang

ditandai dengan rendahnya nilai neraca perdagangan. Deindustrialisasi ini

bukan merupakan dampak alamiah yang terjadi dari sebuah proses

pembangungan melainkan disebabkan oleh adanya guncangan dalam

perekonomian.

9. (Susi Metinara, 2011) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Deindustrialisasi

di Indonesia Tahun 2000-2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi di Indonesia.

Metode yang digunakan adalah regresi data panel. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa masing-masing sektor, yaitu pendapatan per kapita,

pertumbuhan produktivitas, FDI, keterbukaan ekonomi dan pengangguran

berpengaruh signifikan terhadap deindustrialisasi kecuali Human Capital.

Globalisasi ekonomi juga turut memengaruhi deindustrialisasi baik secara

langsung ataupun tidak langsung melalui pola ketenagakerjaan.

10. (Heru Kustanto, 2012) Deindustrialisasi dan Dampak Reindustrialisasi

terhadap Ekonomi Makro Serta Kinerja Sektor Industri Non-Migas di

Page 51: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

35

Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

menjadi penyebab deindustrialisasi melalui perubahan pangsa nilai tambah

sektor industri. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis dampak

reindustrialisasi terhadap kinerja sektor industri secara umum menurut

kelompok (agro, industri manufaktur dan alat angkut) serta menurut skala

usahanya, yaitu kecil, menengah dan besar. Model yang digunakan dalam

penelitian ini ada dua, yaitu Ordinary Least Square (OLS) dan model

Computable General Equilibrium (CGE) yang digunakan untuk

menganalisis dampak reindustrialisasi dan kinerja sektor industri. Hasil dari

penelitian ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

deindustrialisasi terdiri dari dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi

penawaran. Dari sisi permintaan dapat diketahui bahwa pangsa investasi dan

pangsa ekspor produk industri berpengaruh positif terhadap

deindustrialisasi. Sedangkan dari sisi penawaran, upah riil tenaga kerja

sektor industri dan harga riil BBM berpengaruh negatif terhadap

deindustrialisasi dan tingkat teknologi berpengaruh positif terhadap

deindustrialisasi.

Tabel 2.3 Penelitian Sebelumnya

a. Jurnal

No

Penulis

dan

Tahun

Judul Variabel Hasil Penelitian

1. Saeger

(1997)

Globalizati

on and

Deindustri

alization:

Myth and

Reality in

the OECD.

Variabel:

kontribusi

pekerja dan

nilai tambah

sektor industri

manufaktur,

kontribusi

sumber daya

Hasil dari penelitian ini

membuktikan bahwa impor

dari selatan memengaruhi

secara signifikan kontribusi

pekerja dan nilai tambah sektor

industri manufaktur.

Kemudian, meningkatnya

perdagangan North-South juga

Page 52: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

36

alam (SDA),

PDB per

kapita,

perdagangan

North-South

(ekspor dan

impor), dan

sumber daya

manusia

(SDM).

signifikan menurunkan

kontribusi pekerja sektor

industri manufaktur. Hal

tersebut diperkuat dengan

pandangan bahwa integrasi

Selatan memiliki peranan yang

penting dalam ekonomi global

yang membentuk perubahan

struktural di Utara.

2. Arthur S.

Alderson

(1997)

Globalizati

on and

Deindustri

alization:

Direct

Investment

and the

Decline of

Manufactu

ring

Employme

nt in 17

OECD

Nations.

Variabel:

Kontribusi

tenaga kerja

sektor industri

manufaktur

dalam total

tenaga kerja,

pertumbuhan

pengangguran

, kontribusi

inflow direct

investment

dan outflow

direct

investement

dalam PDB,

PDB per

kapita, dan

kontribusi net

ekspor

Deindustrialisasi pada periode

kontemporer bukan hanya

menjadi proses alamiah dari

deindustrialisasi positif saja

melainkan menunjukkan bahwa

hal tersebut penting dan tidak

dapat diabaikan karena dapat

mengarah kepada

deindustrialisasi negatif. Peran

perdagangan internasional

dalam deindustrialisasi juga

sangat penting. Surplus yang

ditunjukkan dalam

perdagangan industri

manufaktur cenderung

mengarah pada tambahan

tenaga kerja untuk industri

manufaktur. Dimana negara

yang secara historis memiliki

spesialisasi lain seperti Inggris,

Page 53: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

37

industri

manufaktur

dalam PDB.

Amerika dan Perancis tersendat

karena perdagangan

internasional telah jauh dari

industri manufaktur.

3. Rowthorn

dan

Ramaswa

my (1999)

Growth,

Trade and

Deindustri

alization.

Variabel:

Kontribusi

nilai tambah

sektor industri

manufaktur

terhadap PDB

dan kontribusi

pekerja sektor

industri

manufaktur

terhadap total

pekerja,

kontribusi

nilai impor

barang

manufaktur

terhadap PDB,

PDB per

kapita,

kontribusi

neraca

perdagangan

terhadap PDB,

dan kontribusi

pembentukan

modal tetap

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa penyebab

deindustrialisasi di negara-

negara maju terdiri dari dua

faktor, yaitu struktur

permintaan dan juga

produktivitasnya. Perdagangan

North-South dan rasio investasi

dalam PDB memiliki pengaruh

kecil terhadap produktivitas

tenaga kerja sektor industri

manufaktur. Terjadi penurunan

produktivitas tenaga kerja

sektor industri manufaktur

dibandingkan sektor jasa yang

dilihat dari penurunan harga

barang.

Page 54: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

38

domestik

bruto dalam

PDB.

4. Rowthorn

dan

Coutts

(2004)

Deindustri

alization

and The

Balance of

Payments

in

Advanced

Economies

.

Variabel:

proporsi

tenaga pekerja

sektor industri

manufaktur

terhadap total

pekerja,

Pendapatan

per kapita,

nilai impor

industri

manufaktur,

neraca

perdagangan,

nilai impor

barang

manufaktur

dari negara

Cina, nilai

ekspor

ditambah nilai

impor barang

industri

manufaktur

dan proporsi

PMTDB

terhadap PDB.

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa investasi

modal tetap dan PDB per kapita

sebagai faktor internal

memiliki pengaruh lebih

dominan dibandingkan dengan

faktor yang lain dalam

terjadinya deindustrialisasi.

Sedangkan, faktor eksternal

yang menjadi penyebab

terjadinya deindustrialisasi

adalah perdagangan luar negeri

meskipun hasilnya relatif kecil.

Adanya peningkatan dalam

PDB per kapita berhubungan

dengan produktivitas,

elastisitas permintaan dan juga

perubahan relatif barang

manufaktur.

Page 55: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

39

5. Dasgupta

dan Singh

(2006)

Manufactu

ring,

Services

and

Premature

Deindustri

alization in

Developin

g

Countries:

A

Kaldorian

Analysis.

Variabel:

Proporsi

pekerja sektor

industri

manufaktur

terhadap total

pekerja,

tingkat

keterbukaan

ekonomi,

PDB per

kapita,

kontribusi

PMTDB

terhadap PDB

dan dummy

negara Cina

dan Amerika

Latin.

Melalui metode analisis

kaldorian ditemukan bahwa

terdapat dua tipe

deindustrialisasi yang dapat

terjadi, yaitu deindustrialisasi

positif dan juga negatif.

Deindustrialisasi positif terjadi

dikarenakan sektor industri

manufaktur yang berkembang

ke arah sektor informal

sedangkan deindustrialisasi

negatif disebabkan karena arah

perkembangan industri

manufaktur yang mengalami

kegagalan sehingga tidak dapat

memberikan pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan.

6. Christoph

er

Kollmeye

r (2009)

Explaining

Deindustri

alization:

How

Affluence,

Productivit

y Growth

and

Globalizati

on

Diminish

Variabel:

kontribusi

tenaga kerja

sektor industri

manufaktur

terhadap total

pekerja,

pertumbuhan

nilai tambah

per pekerja

industri

Pendapatan per kapita,

unbalanced productivity

growth, nilai ekspor dan impor

terhadap PDB, dan investasi

langsung yang keluar

berpengaruh signifikan

terhadap deindustrialisasi

namun, pendapatan per kapita

yang terus meningkat di negara

maju yang paling besar

pengaruhnya terhadap

Page 56: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

40

Manufactu

ring

Employme

nt.

manufaktur

dikurang nilai

tambah per

pekerja sektor

jasa, PDB per

kapita, nilai

ekspor dan

impor

terhadap PDB,

dan investasi

langsung yang

keluar.

deindustrialisasi di negara

maju. Sedangkan, untuk

perdagangan internasional

mempunyai efek langsung dan

tidak langsung terhadap

deindustrialisasi dalam

memengaruhi pola pekerja di

negara maju.

b. Tesis

7. Wawan

Suwarma

n (2006)

Faktor-

faktor

Apakah

yang

Mendukung

Terjadinya

Proses

Deindustrial

isasi di

Indonesia?

Variabel:

Kontribusi

nilai tambah

sektor

industri

manufaktur

dalam PDB,

harga riil

produk-

produk

manufaktur,

kontribusi

PMTDB

terhadap

PDB, PDB

per kapita,

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel

PDB per kapita, ekspor industri

manufaktur, neraca

perdagangan, PMTDB dan

impor barang modal memiliki

hubungan jangka panjang dan

berpengaruh positif terhadap

kontribusi sektor manufaktur

dalam PDB. Kemudian untuk

variabel harga riil produk

manufaktur dan juga impor

barang manufaktur memiliki

hubungan jangka panjang yang

negatif terhadap kontribusi

sektor manufaktur dalam PDB.

Page 57: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

41

kontribusi

nilai ekspor

terhadap

PDB,

kontribusi

impor

terhadap

PDB,

kontribusi

neraca

perdagangan

terhadap PDB

dan

kontribusi

nilai impor

bahan baku

terhadap

PDB.

Sedangkan, variabel impor

bahan baku tidak memiliki

hubungan jangka panjang

ataupun pendek terhadap

kontribusi sektor manufaktur

dalam PDB.

8. Diah

Ananta

Dewi

(2010)

Deindustrial

isasi di

Indonesia

1983-2008:

Analisis

dengan

Pendekatan

Kaldorian.

Variabel:

Proporsi

pekerja sektor

manufaktur

terhadap total

pekerja,

proporsi nilai

tambah sektor

dalam PDB,

PDB per

kapita,

Hasil dari penelitian ini

meyebutkan bahwa sektor

industri manufaktur adalah

mesin pertumbuhan ekonomi di

Indonesia selama tahap

industrialisasi dikarenakan

pertumbuhan sektor ini memicu

pertumbuhan sektor yang lain

sehingga pertumbuhan

ekonomi akan tumbuh pesat.

Dengan menggunakan analisis

kaldorian dapat diketahui

Page 58: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

42

keterbukaan

ekonomi,

investasi,

neraca

perdagangan,

impor bahan

baku, impor

barang

modal, impor

barang

konsumsi

terhadap

PDB, ekspor

tiga negara

terbesar

(Amerika,

Jepang dan

Singapura)

dan impor

dari China.

bahwa deindustrialisasi yang

terjadi di Indonesia mengarah

kepada deindustrialisasi negatif

dimana ditandai dengan

rendahnya tingkat keterbukaan

ekonomi dan juga neraca

perdagangan Indonesia. Hal

tersebut juga menandakan

bahwa deindustrialiasi yang

terjadi bukan dampak alamiah

dari suatu proses pembangunan

melainkan disebabkan karena

adanya guncangan terhadap

perekonomian Indonesia.

9. Susi

Metinara

(2011)

Faktor-

faktor yang

Mempengar

uhi

Deindustrial

iasi di

Indonesia

Tahun 2000-

2009.

Variabel:

proporsi

pekerja sektor

industri

manufaktur

terhadap total

pekerja,

pendapatan

per kapita,

pertumbuhan

Hasil dari penelitian ini

menyebutkan bahwa ada dua

jenis faktor yang dapat

memengaruhi deindustrialisasi,

yaitu faktor-faktor domestik

dan faktor global. Faktor

domestik di antaranya adalah

pertumbuhan produktivitas dan

pendapatan per kapita

sedangkan faktor global adalah

Page 59: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

43

produktivitas,

keterbukaan

ekonomi,

FDI, human

capital, dan

penganggura

n.

keterbukaan ekonomi dan FDI.

Masing-masing faktor tersebut

signifikan berpengaruh

terhadap deindustrialisasi di

Indonesia baik secara langsung

maupun tidak langsung. Dalam

penelitian ini juga disebutkan

bahwa deindustrialisasi yang

terjadi di Indonesia adalah

deindustrialisasi negatif.

c. Disertasi

10 Heru

Kustanto

(2012)

Deindustrial

isasi dan

Dampak

Reindustrial

isasi

terhadap

Ekonomi

Makro serta

Kinerja

Sektor

Industri

Non-Migas

di

Indonesia.

Variabel:

Pangsa nilai

tambah sektor

industri,

harga rata-

rata riil energi

listrik, harga

rata-rata riil

BBM, tingkat

teknologi

sektor

industri,

pangsa

investasi

sektor

industri,

pangsa

ekspor

Berdasarkan hasil analisis

penelitian ini dapat dijelaskan

bahwa terdapat beberapa faktor

yang memengaruhi terjadinya

deindustrialisasi di Indonesia.

Penelitian ini membagi faktor-

faktor tersebut menjadi dua sisi,

yaitu sisi permintaan dan sisi

penawaran. Dari sisi

permintaan dapat diketahui

bahwa pangsa investasi dan

pangsa ekspor produk industri

berpengaruh positif terhadap

deindustrialisasi. Sedangkan

dari sisi penawaran, upah riil

tenaga kerja sektor industri dan

harga riil BBM berpengaruh

negatif terhadap

Page 60: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

44

produk-

produk sektor

industri, dan

pangsa impor

produk-

produk sektor

industri.

deindustrialisasi dan tingkat

teknologi berpengaruh positif

terhadap deindustrialisasi.

Page 61: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

45

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1: Kerangka Berpikir

Kesimpulan dan Saran

Variabel

Independen

Pangsa Ekspor

Pangsa Foreign

Direct

Investment

Variabel

Dependen

Deindustrialisasi

Uji Statistik dan Ekonometrika dengan

software Eviews 9.0

(Hasil dan Pembahasan)

Pengujian Hipotesis

Model Estimasi

Terpilih

Analisis Determinan Deindustrialisasi Di Pulau Jawa Tahun

2006-2015

Model Estimasi Data

Panel

1. Apakah pangsa ekspor berpengaruh signifikan

terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa?

2. Apakah foreign direct investment berpengaruh

signifikan terhadap deindustrialisasi di Pulau

Jawa?

Page 62: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

46

D. Hipotesis Penelitian

Dengan mengacu pada dasar pemikiran teoritis dan studi empiris yang pernah

dilakukan dengan penelitian di bidang ini maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut :

1. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan pangsa ekspor terhadap

deindustrialisasi di Pulau Jawa.

H1 : Diduga terdapat pengaruh signifikan pangsa ekspor terhadap

deindustrialisasi di Pulau Jawa.

2. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan pangsa foreign direct

investment terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa.

H1 : Diduga terdapat pengaruh signifikan pangsa foreign direct investment

terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa.

Page 63: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus kepada 6 provinsi yang ada di Pulau Jawa, yaitu DKI

Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Periode yang digunakan dalam penelitian ini selama periode 2006 - 2015. Dalam

penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan dua variabel independen.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pangsa Nilai

Tambah Sektor Industri Manufaktur Non Migas dalam PDRB. Sedangkan

variabel independen yang digunakan adalah Pangsa Ekspor Industri Manufaktur

Non Migas dalam PDRB dan Foreign Direct Investment Industri Manufaktur Non

Migas. Industri yang termasuk ke dalam penelitian ini adalah industri manufaktur

non-migas yang berada di 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

B. Jenis dan Sumber Data

Data sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian ini. Data

sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti berdasarkan laporan-

laporan lembaga resmi terkait. Data yang dikumpulkan terdiri dari data ekspor

industri manufaktur non migas dan data realisasi Foreign Direct Investment (FDI)

sektor industri manufaktur non migas. Data yang dipakai masing-masing

berdasarkan harga konstan tahun 2010. Semua data tersebut diperoleh dari

lembaga resmi terkait seperti Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,

Kementerian Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan

Badan Pusat Statistik masing-masing provinsi yang digunakan dalam penelitian

ini.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan sebuah penelitian pasti akan dilakukan pengumpulan

data guna memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data-data

tersebut dapat diperoleh berdasarkan lembaga yang terkait dengan penelitiannya

baik itu lembaga independen atau lembaga pemerintahan (Putri, 2017:60).

Page 64: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

48

Adapun cara untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian dapat

dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi ini dilakukan guna memperoleh informasi yang dapat dijadikan

pegangan oleh peneliti dengan mempelajari, mengkaji dan menelaah

literatur-literatur berupa buku, jurnal, buletin untuk memperoleh bahan

yang akan dijadikan landasan teori.

2. Riset Internet (Online Research)

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi melalui

berbagai situs yang berhubungan dengan apa yang diteliti.

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode regresi data panel, yaitu

data gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang waktu

(cross section). Oleh karena itu, data panel memiliki gabungan karakteristik

yang meliputi beberapa objek dan beberapa waktu di dalam sebuah penelitian

(Winarno, 2007:9.1).

Analisis regresi data panel ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas yang terdiri dari pangsa ekspor industri manufaktur non migas

dan foreign direct investment industri manufaktur non migas terhadap variabel

terikat pangsa nilai tambah sektor industri manufaktur non migas. Menurut

(Baltagi, 2005:4-7) terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan data

panel, yaitu:

a. Dengan menggabungkan data time-series dan data cross-sectional sehingga

jumlah observasi akan lebih banyak dan memiliki implikasi pada data yang

lebih variatif, informatif dan mengurangi kolinearitas antar variabel serta

derajat kebebasan yang lebih tinggi agar diperoleh hasil estimasi yang lebih

efiesien.

b. Karena di dalam metode panel mempelajari bentuk cross-sectional secara

berulang-ulang dari observasi maka metode ini lebih baik untuk

mempelajari dinamika perubahan.

Page 65: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

49

c. Data panel dapat mengukur efek-efek yang tidak dapat diobservasi dalam

cross-sectional maupun data time-series secara lebih baik.

d. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model perilaku yang lebih

rumit.

Keuntungan penting dari data panel dibandingkan dengan data time

series atau data cross-sectional adalah bahwa hal itu memungkinkan

identifikasi parameter tertentu atau pertanyaan, tanpa perlu untuk membuat

asumsi yang membatasi atau asumsi klasik (Verbeek, 2004:342).

Model regresi data panel dalam penelitian ini adalah:

Yit = α + β1X1it + β2X2it + e

Keterangan:

Y = Pangsa Nilai Tambah Industri Manufaktur Non Migas

α = Konstanta

X1 = Pangsa Ekspor Industri Manufaktur Non Migas

X2 = Pangsa FDI Industri Manufaktur Non Migas

e = error term

t = waktu

i = provinsi

1. Estimasi Model Data Panel

a. Model Common Effect

Metode ini adalah jenis metode yang menggabungkan seluruh data

dengan mengabaikan waktu dan dimensi antar individu. Hal itu berarti

dalam metode ini menggunakan kuadrat terkecil sehingga metode ini dapat

juga disebut model Ordinary Least Square (Setiawan dan Kusrini,

2010:184).

b. Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Model efek tetap ini mengasumsikan bahwa terdapat perbedaan

intersep antar individunya. Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa

suatu objek memiliki konstan yang tetap besarannya untuk berbagai

periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap

besaranya dari waktu ke waktu (time invariant).

Page 66: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

50

Keuntungan metode ini adalah dapat membedakan efek individual

dan efek waktu sehingga tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen

error tidak berkolerasi dengan variabel bebas yang kemungkinan sulit

untuk dipenuhi. Kelemahan metode ini adalah ketidaksesuaian model

dengan keadaan yang sesungguhnya dimana tiap objek berbeda kondisi

antara satu dengan yang lainnya (Winarno, 2007:9.14).

c. Model Efek Random (Random Effect)

Dalam teknik ini mengasumsikan bahwa setiap perusahaan memiliki

intersep yang berbeda dimana intersep tersebut adalah variabel random

(stokastik). Teknik ini memperhitungkan bahwasannya error mungkin

berkorelasi sepanjang cross section dan time series. Model ini sangat

berguna jika dalam sebuah penelitian individu (entitasnya) dipilih secara

acak dan merupakan wakil dari populasi.

Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan model

sebelumnya, yaitu model efek tetap yang mana menggunakan variabel semu

sehingga model mengalami ketidakpastian. Dalam metode ini

menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan

antar objek. Diperlukan syarat untuk menganalisis efek random yang mana

objek data silang harus lebih besar daripada banyaknya koefisien (Winarno,

2007:9.16).

2. Pemilihan Model Data Panel

Berdasarkan penjelasan sebelumnya kita dapat menggunakan tiga

model yang tersedia dalam regresi data panel. Namun, dalam memilih

model tersebut kita harus mengujinya terlebih dahulu dengan beberapa

uji di antaranya, Uji Chow, Uji Hausman dan Uji Lagrange. Uji-uji ini

dilakukan guna mendapatkan model terbaik yang akan digunakan dalam

penelitian ini.

a. Uji Chow

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model Common

Effect atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan digunakan sebagai

model terbaik dalam estimasi. Untuk menentukannya maka dilakukan

Page 67: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

51

pengujian dengan restricted F-test, hipotesisnya sebagai berikut:

H0: Model Common Effect

H1: Model Fixed Effect

Baltagi (2005:13) restricted F-test dirumuskan sebagai berikut:

F0 = (RRSS – URSS) / 𝑁 −1

URSS / (𝑁.𝑇−𝑁−𝐾)

Di mana:

RRSS = Restricted Residual Sums of Squares (RRSS) dari common

effect model

URSS = Unrestricted Residual Sum Square (URSS) dari fixed

effect

N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series

K = jumlah variabel dependen dan independen

Sedangkan F tabel dicari dengan rumus df: α, (k-1), (n-k).

Di mana:

df = Degree of Freedom

α = Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian (0,05)

n = jumlah pengamatan (ukuran sampel)

k = jumlah variabel dependen dan independen

Jika nilai probabilitas cross section F lebih besar dari tingkat

signifikansi α 5 persen maka menerima H0 yang artinya model common

effect dipilih sebagai model yang paling baik untuk digunakan. Namun,

sebaliknya jika H0 ditolak, berarti model Fixed effect adalah model

terbaik yang akan digunakan dan dianalisis (Ayu dan Disman,

2017:312).

b. Uji Hausman

Uji Hausman digunakan untuk menguji apakah variabel penjelas

tidak berkorelasi dengan efek model. Model efek acak dianggap tidak

bias apabila tidak berkorelasi dengan variabel penjelas. Dengan kata lain,

Page 68: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

52

uji ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat efek random di dalam

panel data, yaitu dengan menguji hipotesis berupa :

H0 : Penggunaan random effect model

H1 : Penggunaan fixed effect model

Asumsi yang diperlukan dalam Uji Hausman adalah banyaknya

kategori cross-section harus lebih besar dibandingkan jumlah variabel

independen di dalam model. Kemudian, dalam estimasi statistik Uji

Hausman dibutuhkan estimasi variansi cross-section yang positif dan

tidak selalu dapat dipenuhi oleh model. Jadi, apabila kondisi di atas tidak

terpenuhi maka model yang digunakan adalah fixed effect model (Rosadi,

2012:274).

Cara lain yang dapat digunakan untuk melakukan Uji Hausman, yaitu

dengan membandingkan nilai probability cross-section random (p value)

dengan tingkat signifikansi. Jika nilainya probability cross-section

random (p value) lebih besar dari 0,05 maka model yang terpilih adalah

random effect. Namun, jika nilainya probability cross-section random (p

value) lebih kecil dari 0,05 maka model yang terpilih adalah fixed effect

(Brooks, 2008:509).

3. Model Empiris

Berikut ini adalah model persamaan yang akan diestimasi di dalam

penelitian.

Ln(PNTit) = α + β1 L n (PEKSit) + β2 Ln(PFDIit) + eit

Dimana:

NTit : Pangsa nilai tambah industri manufaktur non migas dalam

PDRB di provinsi i pada periode t

Eksit : Pangsa ekspor industri manufaktur non migas dalam PDRB di

provinsi i pada periode t

FDIit : Pangsa FDI industri manufaktur non migas dalam PDRB di

provinsi i pada periode t

α : Intercept/Konstanta

Page 69: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

53

β1, β2 : Koefisien regresi

eit : Error term

E. Uji Hipotesis

a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh setiap variabel

independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1) Dengan cara membandingkan nilai statistik t dengan nilai t tabel. Jika

nilai statistik t lebih tinggi daripada nilai t tabel maka menerima

hipotesis alternatif df yang menyatakan bahwa variabel independennya

memengaruhi variabel dependen secara parsial (Ghozali, 2011:98-99).

2) Jika nilai signifikansi α < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti terdapat

pengaruh secara parsial antara variabel independen terhadap variabel

dependen. Namun, jika nilai signifikansi α > 0,05 maka Ho diterima,

yang artinya tidak terdapat pengaruh parsial antara variabel independen

terhadap variabel dependen (Sujarweni, 2014:155).

b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen

mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen secara bersama-sama di

dalam model. Cara yang digunakan untuk menguji hipotesis ini digunakan

nilai statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut ini:

1) Dengan membandingkan nilai statistik F yang didapat dengan nilai F

tabel. Jika nilai statistik F hitung lebih besar dibandingkan nilai F tabel

maka Ho ditolak dan menerima Ha (Ghozali, 2011:98).

2) Jika nilai signifikansi α < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya terdapat

pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen

secara simultan. Sedangkan, jika nilai signifikansi α > 0,05 maka tidak

terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

secara simultan (Sujarweni, 2014:154).

Page 70: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

54

b. Uji Koefisien Determinasi R2

Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran atau besarnya kontribusi

variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai koefisien

determinasi (R2) tinggi maka akan semakin tinggi pula variabel independen

dalam menjelaskan variabel dependennya (Suliyanto, 2011:39).

Namun, koefisien determinasi (R2) mempunyai kelemahan, yaitu bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model

regresi. Jadi, setiap penambahan variabel bebas/independen ke dalam model

baik itu memiliki pengaruh ataupun tidak terhadap variabel dependennya

akan tetap meningkatkan nilai R2. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal

tersebut dapat digunakan adjusted r squre (R2adj). Nilai adjusted r square

adalah nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan dengan jumlah

variabel dan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian. Dengan

menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan ini maka setiap

penambahan variabel bebas akan berpengaruh pada naik turunnya nilai

koefisien tersebut (Suliyanto, 2011:43). Adapun formula yang digunakan

dalam menghitung adjusted r square sebagai berikut:

R2adj = R2 P (1− R2)

N− P – 1

Di mana :

R2 = Koefisien Determinasi

N = Ukuran Sampel

P = Jumlah Variabel Bebas

c. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Menurut Ajija (2011:42), uji normalitas hanya digunakan jika jumlah

observasi kurang dari 30. Hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah error

term mendekati distribusi normal. Namun, jika jumlah observasi sudah lebih

dari 30 maka tidak perlu dilakukan uji normalitas lagi dikarenakan distribusi

sampling error term telah mendekati normal. Tetapi, untuk lebih jelasnya

dapat dilakukan pengujian melalui Jarque bera.

Page 71: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

55

Hipotesis:

H0: Data berdistribusi normal

H1: Data tidak berdistribusi normal

Jika nilai JB hitung > Chi Square tabel maka hipotesis yang menyatakan

bahwa residual uji-t terdistribusi normal ditolak, artinya terdapat distribusi

data tidak normal dan begitu juga sebaliknya.

2) Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan adanya korelasi antara variabel gangguan

dengan variabel gangguan lain. Menurut Gujarati (2006:122) uji autokorelasi

dapat dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung

dengan nilai Durbin Watson tabel. Perhitungan dilakukan dengan

membandingkan nilai batas atas (dU) dan nilai batas bawah (dL) dengan

derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian. Adapun Uji Durbin

Watson memiliki ketentuan sebagai berikut:

Antara 0 dan dL menunjukkan adanya autokorelasi positif

Antara dL dan dU menunjukkan tidak adanya keputusan

Antara dU dan 4-dU menunjukkan tidak adanya Autokorelasi

Antara 4-dU dan 4-dL menunjukkan tidak adanya keputusan

Antara 4-dL dan 4 menunjukkan adanya Autokorelasi negatif

3) Uji Heterokedastisitas

Menurut Suliyanto (2011:94) heterokedastisitas adalah adanya varian

variabel dalam model regresi yang tidak konstan atau berubah-ubah.

Sebaliknya, jika varian variabel memiliki nilai yang sama disebut

homokedastisitas. Jika dalam sebuah model terjadi heterokedastisitas maka

model akan menjadi tidak efisien dan jika regresi tetap dilakukan akan

mengalami misleading (Gujarati, 2003). Metode Glejser dapat digunakan

untuk menguji ada atau tidaknya heterokedastisitas di dalam penelitian ini.

Uji ini dilakukan dengan meregresikan semua variabel independen terhadap

nilai absolute residualnya |𝜐i|. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan

dalam uji Glejser:

|𝜐i| = α + βX1 + 𝜐𝑖

Page 72: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

56

Dimana:

|𝜐i| = Nilai Absolute Residual

X1 = Variabel Bebas

Jika β signifikan maka dapat dinyatakan adanya pengaruh antara variabel

bebas terhadap nilai absolute residualnya sehingga dapat dikatakan terdapat

gejala heterokedastisitas. Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah jika

nilai probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka dapat dinyatakan model tidak

mengandung gejala heterokedastisitas (Suliyanto, 2011:98).

4) Uji Multikolinearitas

Menurut Suliyanto (2011:81), multikolinearitas adalah kondisi dimana

terdapat hubungan linier yang mendekati sempurna antar lebih dari dua

variabel independen. Metode pair-wise correlations merupakan salah satu

uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi gejala multikolinearitas. Menurut

Gujarati dan Porter (2009:338) ada atau tidaknya multikolinearitas dapat

diketahui melalui koefisien korelasi masing-masing variabel bebas. Jika

koefisien korelasi masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka

terjadi multikolinearitas.

F. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

Variabel Indikator Definisi Perhitungan

Deindustrialisasi

(Persen)

Kontribusi Nilai

Tambah Industri

Manufaktur dalam

PDRB

Nilai produksi

yang dikurangi

dengan biaya

antara (Tarigan,

2012:18).

Ln (Nilai

tambah

sektor

manufaktur

dibagi total

PDRB )*100

Ekspor Industri

(Persen)

Kontribusi Ekspor

Industri

Manufaktur dalam

Ekspor adalah

penjualan barang ke

luar negeri dengan

Ln (Nilai

Ekspor

produk

Page 73: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

57

PDRB menggunakan

sistem pembayaran,

kualitas, kuantitas

dan importir.

manufaktur

dibagi total

PDRB )*100

Investasi

(Persen)

Pangsa Foreign

Direct Investment

(FDI) Industri

Manufaktur Non

Migas dalam

PDRB

FDI adalah sebuah

proses atau cara

dalam melakukan

investasi yang

dilakukan oleh

perusahaan

multinasional

dengan

membangun anak

perusahaan mereka

di negara lain yang

menjadi tujuan

ekspor guna

mempermudah

kegiatan ekspor

impornya serta

menghemat biaya.

Ln (Nilai FDI

dibagi total

PDRB )*100

Page 74: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

58

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan populasi dari enam provinsi,

yaitu Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur.

Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari tahun 2006 hingga

tahun 2015. Menurut (BPS, 2005) Industri manufaktur merupakan suatu kegiatan

ekonomi yang mengubah suatu barang mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga

menjadi barang jadi/setengah jadi dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.

Sektor industri manufaktur merupakan salah satu penopang perekonomian nasional

karena sektor ini memberikan konstribusi yang cukup besar dibandingkan dengan

sektor yang lainnya. Di dalam penelitian ini, penulis berfokus pada sektor industri

manufaktur non-migas yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Klasifikasi Industri Manufaktur berdasarkan Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun 2015

NO Kode

KBLI

Klasifikasi/Kelompok

1 10 Industri Makanan

2 11 Industri Minuman

3 12 Industri Pengolahan Tembakau

4 13 Industri Tekstil

5 14 Industri Pakaian Jadi

6 15 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

7 16 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk

Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan

Sejenisnya

8 17 Industri Kertas dan Barang dari Kertas

Page 75: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

59

9 18 Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman

10 19 Industri Produk dari Batu Bara dan Pengilangan Minyak Bumi

11 20 Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia

12 21 Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional

13 22 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik

14 23 Industri Barang Galian Bukan Logam

15 24 Industri Logam Dasar

16 25 Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya

17 26 Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik

18 27 Industri Peralatan Listrik

19 28 Industri Mesin dan Perlengkapan

20 29 Industri Kendaraan Bermotor, Trailer, dan Semi Trailer

21 30 Industri Alat Angkutan Lainnya

22 31 Industri Furnitur

23 32 Industri Pengolahan Lainnya

24 33 Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Dari tabel di atas, penulis menggunakan data di semua kode KBLI, kecuali

pada kode KBLI 19 dan 33. Penulis berfokus pada kegiatan industri manufaktur

non-migas sehingga pada kode KBLI 19 yang menjelaskan tentang industri produk

batubara dan pengilangan minyak serta kode KBLI 33 yang menjelaskan tentang

jasa reparasi dan pemasangan mesin tidak penulis gunakan.

Pulau jawa hingga kini masih mendominasi tingkat perekonomian nasional

dengan menyumbang lebih dari 50 persen, sedangkan wilayah lain di luar Pulau

Jawa hanya berkontribusi rata-rata sebesar 41,6 persen dalam perekonomian

nasional. Diagram 4.1 di bawah ini menggambarkan nilai kontribusi PDRB dari

masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki nilai kontribusi

PDRB terbesar di Pulau Jawa adalah Provinsi DKI Jakarta dengan nilai kontribusi

rata-rata di atas 15 persen. Kemudian, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat

Page 76: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

60

dan Jawa Tengah. Sedangkan, kontribusi untuk Provinsi Banten dan Yogyakarta

memiliki rata-rata kurang dari 5 persen.

Diagram 4.1

Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa Periode 2010-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

Pada gambar diagram 4.2 di bawah ini digambarkan bahwa sektor industri

manufaktur adalah sektor yang menjadi penyumbang terbesar dalam struktur

perekonomian di Pulau Jawa dengan rata-rata sebesar 29 persen selama periode

2010-2015. Kemudian, sektor perdagangan besar menjadi sektor terbesar kedua

dengan rata-rata sebesar 16 persen. Setelah itu, ada sektor konstruksi sebagai

kontribusi terbesar ketiga dengan nilai rata-rata 10 persen. Terakhir, sektor

pertanian dan jasa keuangan menjadi sektor yang ikut berkontribusi dengan rata-

rata 8 hingga 4 persen.

0

10

20

30

40

50

60

JKT BANTEN JABAR JATENG YOGYA JATIM P.JAWA LUARJAWA

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Page 77: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

61

Diagram 4.2

Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa Berdasarkan Sektor Utama

Periode 2010-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

Dari hal-hal yang telah dijabarkan di atas dapat dilihat bahwa Pulau Jawa

masih menjadi wilayah konsentrasi industri terbesar di Indonesia. Hingga saat ini

pemerintah masih mengutamakan Pulau Jawa karena memiliki faktor-faktor

pendukung seperti infrastruktur jalan, listrik, air dan tersedianya Sumber Daya

Manusia (SDM) yang mampu menopang kegiatan industrinya.

2010

2011

2012

2013

2014

2015

30,04

29,60

29,27

29,38

29,46

29,19

15,93

16,23

16,44

16,35

16,17

16,00

10,07

10,11

10,23

10,31

10,30

10,25

8,84

8,52

8,26

8,05

7,69

7,58

4,55

4,49

4,60

4,73

4,69

4,84

Industri Perdagangan Besar Konstruksi Pertanian Jasa Keuangan

Page 78: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

62

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

BANTEN 51.847 50.396 48.747 47.259 45.785 39.051 38.29 38.699 37.299 36.607

DKI 15.926 15.651 15.302 14.591 14.198 13.615 13.089 12.999 12.944 12.845

JABAR 47.072 47.458 48.709 45.938 44.511 44.136 43.336 43.685 43.72 43.449

JATENG 33.629 33.621 34.638 34.191 34.523 34.487 34.936 35.05 35.496 35.273

JATIM 31.229 30.734 30.865 30.213 29.547 29.028 29.052 28.99 29.486 29.538

DIY 15.155 14.804 14.29 13.939 14.249 14.272 13.16 13.334 13.164 12.81

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

B. Penemuan dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif

a) Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur di Pulau Jawa

Diagram 4.3

Perkembangan Nilai Tambah pada Provinsi di Pulau Jawa Periode

2006-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

Nilai tambah merupakan nilai yang diperoleh dalam seluruh wilayah

setelah dikurangi pajak. Nilai tambah mempunyai peranan penting dalam

sektor industri, khususnya industri pengolahan. Nilai tambah merupakan

nilai lebih dari sebuah produk industri yang dimulai dari efisiensi dalam

proses input produksi sehingga nilai tambah ini menyebabkan keuntungan

pula dari sebuah industri. Indikator deindustrialisasi dalam penelitian ini

dilihat dari perubahan pangsa nilai tambah sektor industri non migas.

Dari diagram 4.3 di atas dapat dilihat bahwa peranan sektor industri non

migas cenderung berfluktuasi di ke enam provinsi yang ada di Pulau Jawa.

Bila dilihat dari kontribusinya terdapat dua provinsi yang memiliki kotribusi

nilai tambah terbesar, yaitu Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Kedua

provinsi ini diketahui memang menjadi wilayah dengan persebaran kawasan

industri terbanyak di Pulau Jawa. Menurut hasil survei Direktorat Jendral

Pengembangan Perwilayahan Industri (2013:14), jumlah industri di kedua

Page 79: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

63

provinsi tersebut masing-masing berjumlah 16 dan 23 kawasan industri

dengan luas area sekitar 6.195Ha hingga 11.881Ha. Kontribusi nilai tambah

yang dihasilkan oleh kedua provinsi tersebut mencapai rata-rata 43 persen

dan 45 persen. Tidak heran jika kedua wilayah ini memiliki kontribusi nilai

tambah terbesar dikarenakan industri-industrinya berbasis padat modal.

Kemudian jika dilihat dari tahun 2006-2010 perkembangan nilai tambah

di keenam provinsi berlangsung stagnan. Selanjutnya, pada tahun 2010

hingga 2015 mulai terjadi perubahan yang cukup signifikan tetapi

cenderung menurun.

b) Nilai Ekspor Sektor Industri Manufaktur di Pulau Jawa

Secara umum, peningkatan ekspor produk-produk industri manufaktur

mengakibatkan peningkatkan output di seluruh cabang industri. Hal ini

menunjukkan pentingnya ekspor guna mendukung peningkatan output.

Peningkatan ekspor komoditas dari cabang-cabang industri tersebut

mendorong output sektor industri tumbuh lebih besar sehingga pada

akhirnya memberikan kontribusi yang relatif besar tehadap pertumbuhan

ekonomi nasional.

Diagram 4.4

Perkembangan Ekspor pada Provinsi di Pulau Jawa Periode 2006-

2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Mill

ion

s

BANTEN DKI JABAR JATENG JATIM DIY

Page 80: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

64

Untuk nilai ekspor industri manufaktur non migas masing-masing

provinsi di Pulau Jawa dapat ditunjukkan melalui diagram 4.1 di atas. Dapat

dilihat bersama bahwa nilai ekspor di masing-masing provinsi di Pulau Jawa

mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2006 hingga 2015. Terlihat pula dari

tahun 2006-2015 secara konsisten nilai ekspor Provinsi Banten terus

tumbuh dan mencapai puncaknya pada tahun 2014 sebesar Rp1.247 Miliar.

Adapun nilai ekspor terkecil berasal dari Provinsi Yogyakarta dengan rata-

rata kontribusinya hanya sebesar 0,15 persen atau setara dengan Rp8,307

Miliar di sepanjang tahun 2006 hingga 2015.

Diagram 4.5

Perkembangan Pangsa Nilai Tambah dan Pangsa Ekspor di Pulau

Jawa Tahun 2006-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

Jika dilihat berdasarkan diagram 4.5 di atas menunjukkan bahwa

penurunan pangsa ekspor produk industri manufaktur sepanjang tahun

2007-2009 dan 2011-2015 searah dengan penurunan yang terjadi pada

pangsa nilai tambah sektor industri manufaktur pada tahun yang sama.

Dengan demikian, pangsa ekspor produk industri manufaktur non migas

berperan penting terhadap perubahan pangsa nilai tambah sektor industri

manufaktur non migas.

0

5

10

15

20

25

30

35

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

EKS NT

Page 81: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

65

c) Foreign Direct Investment (FDI) Sektor Industri Manufaktur di Pulau Jawa

Diagram 4.6

Perkembangan FDI pada Provinsi di Pulau Jawa Periode

2006-2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)

Investasi adalah salah satu komponen terpenting dalam kegiatan produksi

maka dinamika yang terjadi dalam penanaman modal sangat memengaruhi

tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah wajib

menciptakan iklim usaha yang mampu menggairahkan investasi agar dapat

menumbuhkan perekonomian suatu negara. Investasi yang berkontribusi

besar terhadap perekonomian Indonesia adalah jenis investasi Foreign

Direct Investment (FDI). Khususnya di Pulau Jawa, FDI memiliki

kontribusi sebesar 54,4 persen dengan nilai Rp296,7 Triliun (BKPM,

2016:6).

Adapun faktor seperti kondisi infrastruktur yang memberikan pengaruh

akan tingginya tingkat FDI di Pulau Jawa. Hal itu dikarenakan jaringan

listrik, telekomunikasi, dan prasarana seperti jalan dan pelabuhan di Pulau

Jawa masih unggul jika dibandingkan dengan wilayah di luar Pulau Jawa.

Hal tersebut mendukung para investor untuk menanamkan modal agar lebih

mudah dan efisien.

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Mill

ion

s

JABAR

BANTEN

JATIM

JATENG

DKI

DIY

Page 82: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

66

Berdasarkan diagram 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa perkembangan FDI

pada sektor industri manufaktur cukup baik. Namun, terlihat jelas bahwa

Provinsi Jawa Barat adalah Provinsi yang paling menonjol dengan

memperlihatkan kontribusi FDI melampaui provinsi yang lain. Sepanjang

tahun 2006-2015 Provinsi Jawa Barat memiliki kontribusi rata-rata sebesar

52 persen bernilai 3,1 miliar US$. Kemudian, nilai FDI tertinggi berada di

tahun 2013, yaitu sebesar 6,5 miliar US$ yang juga berasal dari Provinsi

Jawa Barat. Sedangkan provinsi dengan nilai FDI terendah selama tahun

2006-2015 adalah wilayah Provinsi D.I Yogyakarta, yaitu dengan rata-rata

hanya sebesar 0,04 persen atau setara dengan 3,5 juta US$.

Diagram 4.7

Perkembangan Pangsa Nilai Tambah dan Pangsa FDI di Pulau Jawa

Tahun 2006-2015

Sumber: BKPM (diolah)

Melalui diagram 4.7 di atas menunjukkan bahwa peningkatan pangsa

FDI pada industri manufaktur non migas akan mendorong peningkatan

pangsa nilai tambah industri manufaktur non migas dan demikian juga

sebaliknya. Pangsa FDI dalam diagram di atas berjalan stagnan sepanjang

periode 2006 sampai dengan 2015. Pangsa FDI cenderung mengalami

penurunan dari tahun ke tahun. Nilai pangsa FDI tertinggi terjadi pada

tahun 2008 sebesar 32,1 persen.

0

5

10

15

20

25

30

35

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

NT FDI

Page 83: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

67

Penurunan pangsa FDI yang terjadi dari tahun 2006 hingga 2015 searah

dengan penurunan pangsa nilai tambah sektor industri manufaktur non

migas. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa peranan FDI sangat penting

dalam perubahan pangsa nilai tambah sektor industri manufaktur non

migas.

C. Estimasi Data Panel

Ada tiga macam pendekatan estimasi data panel, yaitu (a) pendekatan

kuadrat terkecil Common Effect Model (CEM); (b) pendekatan efek tetap Fixed

Effect Model (FEM); pendekatan efek acak Random Effect Model (REM).

Dimana untuk memilih model terbaik dalam data panel menggunakan Uji Chow

(CEM vs FEM), Uji Hausman (FEM vs REM) dan Uji Lagrange Multiplier

(REM vs CEM).

1. Uji Chow (CEM vs FEM)

Uji Chow digunakan untuk mengetahui apakah model Common Least

Square Effect atau Fixed Effect Model yang akan dipilih untuk estimasi

data. Uji ini dapat dilakukan dengan Uji F Restricted dengan

membandingkan nilai cross-section F. Dalam pengujian ini dilakukan

dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Common Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Pengujian dilakukan denga kriteria sebagai berikut:

Jika nilai probabilitas cross-section F > dari α (0,05) maka terima H0

tolak H1.

Jika nilai probabilitas cross-section F < α (0,05) maka terima H1 tolak

H0.

Tabel 4.2

Uji Chow

Sumber: hasil olahan data panel

Page 84: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

68

Dari hasil tabel 4.5 di atas diperoleh nilai probabilitas F-statistik sebesar

0.0000 yang berarti bahwa nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari

tingkat signifikansi α 5% (0.0000 < 0.05). Maka H0 ditolak dan terima

H1 sehingga model panel yang digunakan adalah Fixed Effect Model.

2. Uji Hausman (FEM vs REM)

Uji Hausman digunakan untuk menguji apakah variabel penjelas tidak

berkorelasi dengan efek model. Model efek acak dianggap tidak bias

apabila tidak berkorelasi dengan variabel penjelas. Dengan kata lain, uji

ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat efek random di dalam panel

data, yaitu dengan menguji hipotesis berupa :

H0: Random Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Pengujian dilakukan denga kriteria sebagai berikut:

Jika nilai probabilitas cross-section F > dari α (0,05) maka terima H0

tolak H1.

Jika nilai probabilitas cross-section F < α (0,05) maka terima H1 tolak

H0.

Tabel 4.3

Uji Hausman

Sumber: hasil olahan data panel

Dari hasil uji hausman di atas dapat diketahui bahwa nilai probabilitas

cross section random (p value) adalah 0.0000 dengan menggunakan

tingkat signifikansi 5% (0.05) maka nilai tersebut kurang dari 0.05 (Prob

< 0.05) sehingga model yang terpilih adalah Fixed Effect Model.

Page 85: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

69

D. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Diagram 4.8

Uji Normalitas

Sumber: hasil olahan data panel

Dari hasil uji normalitas di atas dapat dilihat bahwa nilai JB sebesar

1.24962 dan nilai probabilitas sebesar 0.542005. Dengan nilai probabilitas

0.542005 > nilai signifikansi (0,05) dapat diartikan bahwa data

berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Tabel 4.4

Uji Multikolinearitas

X1 X2

X1 1.000000 0.389515

X2 0.389515 1.000000

Sumber: hasil olahan data panel

Berdasarkan hasil uji pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa pangsa

ekspor industri manufaktur dan foreign direct investment industri

manufaktur tidak terdapat korelasi antar variabel bebas < 0.8. Oleh karena

itu, dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam

model regresi penelitian ini terbebas dari multikolinearitas atau dengan

kata lain dapat dipercaya dan objektif.

Page 86: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

70

3. Uji Heterokedastisitas

Tabel 4.5

Uji Glejser

Variable Probabilitas

C 0.0000

X1 0.0630

X2 0.5994

Sumber: hasil olahan data panel

Dapat dilihat dari hasil uji glejser di atas bahwa nilai probabilitas

variabel X1 dan X2 masing-masing sebesar sebesar 0.0630 dan 0.0105. Hal

itu menunjukkan bahwa masing-masing variabel > 0,05 atau tidak

signifikan secara statistik sehingga model ini dikatakan tidak memiliki

masalah heterokedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Berdasarkan hasil output nilai Durbin Watson (DW) yang dihasilkan

adalah 1.754. Sedangkan dari table DW dengan signifikansi 0.05 (5%)

dan jumlah data (n) = 60, serta jumlah variabel bebas (k) = 2 diperoleh

dL sebesar 1.514 dan nilai dU sebesar 1.651. DW terletak di antara dU

dan (4-dU) yang mana 2.24 berada di antara 1.651 sehingga dapat

dikatakan tidak terdapat autokorelasi.

E. Persamaan Model

Berikut ini adalah persamaan dari hasil regresi model data panel dengan

menggunakan Fixed Effect Model.

Dit = 2.266047 + 0.468689LnPEKSit + 0.181010LnPFDIit + μit

Dimana:

D :Deindustrialisasi (Pangsa Nilai Tambah Industri Manufaktur Non

Migas)

PEKS :Pangsa Ekspor Industri Manufaktur Non Migas

PFDI :Pangsa Foreign Direct Investment Industri Manufaktur Non

Migas

μit :error term

Page 87: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

71

Dari persamaan di atas maka dapat diinformasikan bahwa:

1) Nilai konstanta sebesar 2.266047 artinya apabila nilai variabel X1

(Pangsa Ekspor Industri Manufaktur Non Migas) dan variabel X2

(Pangsa Foreign Direct Investment Industri Manufaktur Non Migas)

dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Pulau Jawa sebesar

2.266047 persen.

2) Nilai pangsa ekspor sebesar 0.468689, artinya ketika pangsa ekspor

industri manufaktur non migas menurun 1 persen maka nilai tambah

akan menurun sebesar 46 persen dan menyebabkan deindustrialisasi.

3) Nilai Pangsa Foreign Direct Investment (FDI) sebesar 0.181010,

artinya ketika Pangsa Foreign Direct Investment (FDI) Industri

Manufaktur Non Migas menurun 1 persen maka nilai tambah akan

menurun sebesar 18 persen dan menyebabkan deindustrialisasi.

Tabel 4.6

Individual Effect

Variabel Koefisien Indv.Effect Prob.

C 2.266047 0.0000

EKS 0.468689 0.0001

FDI 0.181010 0.0002

Fixed Effect Cross

Banten-C 1.343553 3.609600

DIY-C -1.519876 0.746171

DKI-C 0.279833 2.545880

Jawa Barat-C 1.367623 3.633670

Jawa Tengah-C -0.872197 1.393850

Jawa Timur-C -0.598937 1.667110

Sumber: Output Eviews

Page 88: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

72

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dijelaskan bahwa dalam Fixed Effect Model

terdapat individual effect dari cross section yang ada, yaitu:

Provinsi Banten

Nilai individual Provinsi Banten sebesar 3.609600, artinya apabila

variabel pangsa ekspor dan Pangsa Foreign Direct Investment (FDI)

dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Provinsi Banten sebesar

3.609600 persen.

Provinsi DI Yogyakarta

Nilai individual Provinsi DI Yogyakarta sebesar 0.746171, artinya

apabila variabel pangsa ekspor dan Pangsa Foreign Direct Investment

(FDI) dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Provinsi DI

Yogyakarta sebesar 0.746171 persen.

Provinsi DKI Jakarta

Nilai individual Provinsi DKI Jakarta sebesar 2.545880, artinya apabila

variabel pangsa ekspor dan Pangsa Foreign Direct Investment (FDI)

dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Provinsi DKI Jakarta

sebesar 2.545880 persen.

Provinsi Jawa Barat

Nilai individual Provinsi Jawa Barat sebesar 3.633670, artinya apabila

variabel pangsa ekspor dan Pangsa Foreign Direct Investment (FDI)

dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Provinsi Jawa Barat

sebesar 3.633670 persen.

Provinsi Jawa Tengah

Nilai individual Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.393850, artinya apabila

variabel pangsa ekspor dan Pangsa Foreign Direct Investment (FDI)

dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Provinsi Jawa Tengah

sebesar -1.393850 persen.

Provinsi Jawa Timur

Nilai individual Provinsi Jawa Timur sebesar 1.667110, artinya apabila

variabel pangsa ekspor dan Pangsa Foreign Direct Investment (FDI)

Page 89: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

73

dianggap konstan maka nilai deindustrialisasi di Provinsi Jawa Timur

sebesar -1.667110 persen.

F. Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi ini dilakukan guna mengukur kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variabel dependennya. Dalam penelitian ini

variabel independen antara lain: pangsa ekspor industri manufaktur non migas

dan pangsa foreign direct Investment industri manufaktur non migas. Kemudian,

untuk variabel dependennya adalah deindustrialisasi.

Tabel 4.7

Koefisien Determinasi (R2)

Adjusted R-squared 0.867666

Sumber: hasil olahan data panel

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R-Square

sebesar 0.867666. Dengan ini terlihat bahwa 86.77% deindustrialisasi dapat

dijelaskan oleh pangsa ekspor industri manufaktur non migas dan pangsa

foreign direct investment industri manufaktur non migas. Sedangkan sisanya

(100% - 86.77% = 13.23%) deindustrialisasi dijelaskan oleh variabel lain yang

tidak diteliti dalam penelitian ini.

G. Pengujian Hipotesis

1. Uji F-Statistik (Simultan)

Uji statistik F digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh

variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

dependen dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-tabel. Jika nilai

probability < derajat kepercayaan yang ditentukan dan jika nilai F hitung

lebih tinggi dari F tabel maka suatu variabel independen secara bersama-

sama (simultan) memengaruhi variabel dependennya.

Tabel 4.8

Uji F-Statistik

F-statistik 56.26307

Prob(F-statistik) 0.000000

Sumber: hasil olahan data panel

Page 90: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

74

Berdasarkan tabel 4.12 di atas, hasil uji F menunjukkan bahwa nilai

probability sebesar 0.000000 dimana 0.000000 < 0.05 yang berarti bahwa

pangsa ekspor dan pangsa foreign direct investment industri manufaktur non

migas berpengaruh signifikan secara simultan terhadap deindustrialisasi.

2. Uji T-Statistik (Parsial)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen

(pangsa ekspor industri manufaktur non migas dan pangsa foreign direct

investment industri manufaktur non migas) berpengaruh secara parsial

terhadap variabel dependennya (deindustrialisasi). Jika nilai probability t

lebih kecil dari 0.05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai

probability t lebih besar dari 0.05 maka H0 diterima dan menolak Ha.

Tabel 4.9

Uji T-Statistik

Variable Prob.

X1 0.0001

X2 0.0002

Sumber: hasil olahan data panel

Pada tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa variabel independen yang

terdiri dari pangsa ekspor industri manufaktur non migas dan pangsa foreign

direct investment industri manufaktur non migas secara parsial

memengaruhi variabel dependen, yaitu deindustrialisasi sebagai berikut.

Hasil uji hipotesis 1: Pangsa ekspor industri manufaktur non migas

terhadap deindustrialisasi.

Tabel 4.10 menunjukkan hasil bahwa variabel pangsa ekspor industri

manufaktur non migas memiliki nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0001<

0.05 yang berarti Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa pangsa

ekspor industri manufaktur non migas berpengaruh signifikan terhadap

deindustrialisasi pada tahun 2006-2015.

Page 91: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

75

Hasil uji hipotesis 2: Pengaruh foreign direct investment industri

manufaktur non migas terhadap deindustrialisasi.

Tabel 4.10 menunjukkan hasil bahwa variabel pangsa foreign direct

investment industri manufaktur non migas memiliki nilai probabilitas t-

statistik sebesar 0.0002 < 0.05 yang berarti Ha diterima. Sehingga dapat

dikatakan bahwa pangsa foreign direct investment industri manufaktur non

migas berpengaruh signifikan terhadap deindustrialisasi pada tahun 2006-

2015.

H. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pangsa Ekspor terhadap Deindustrialisasi.

Secara umum, peningkatan ekspor produk-produk industri manufaktur

mengakibatkan peningkatkan output di seluruh cabang industri. Hal ini

menunjukkan pentingnya ekspor guna mendukung peningkatan output.

Peningkatan ekspor komoditas dari cabang-cabang industri tersebut

mendorong output sektor industri tumbuh lebih besar sehingga pada

akhirnya memberikan kontribusi yang relatif besar tehadap pertumbuhan

ekonomi nasional.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Salvator dalam

Ginting (2017:2-3) bahwa ekspor adalah salah satu motor penggerak dalam

pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Salvator

menunjukkan bahwa peningkatan investasi dan ekspor dapat mendorong

output dan pertumbuhan ekonomi. Melalui peningkatan ekspor maka akan

menghasilkan devisa untuk negara yang akan digunakan nantinya untuk

membiayai impor bahan baku dan barang modal dalam proses kegiatan

produksi guna menciptakan nilai tambah.

Namun, berdasarkan diagram 4.5 di atas menunjukkan bahwa hampir di

sepanjang periode 2006-2015 terjadi penurunan kinerja ekspor industri

manufaktur di Indonesia, yaitu pada tahun 2007-2009 dan 2011-2015.

Penurunan pangsa ekspor industri manufaktur pada tahun 2007-2009

disebabkan oleh adanya krisis global yang melanda Indonesia. Karena

adanya krisis ini, permintaan ekspor dari negara-negara tujuan utama

Page 92: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

76

Indonesia seperti, Amerika, kawasan Uni Eropa dan Jepang mengalami

penurunan sehingga kinerja ekspor industri manufaktur ikut mengalami

penurunan. Kemudian, pada tahun 2011 hingga 2015 terjadi lagi penurunan

pangsa ekspor sektor industri manufaktur non migas yang diakibatkan oleh

krisis keuangan Eropa dan persaingan internasional yang semakin tajam.

Penurunan dalam pangsa ekspor sektor industri manufaktur non migas ini

akan mengakibatkan terjadinya deindustrialisasi.

Variabel pangsa ekspor industri manufaktur memiliki nilai probabilitas t-

statistik sebesar 0.0001 < 0.05. Hal ini berarti bahwa variabel ini

berpengaruh signifikan positif terhadap deindustrialisasi, yang mana

penurunan pada pangsa ekspor industri manufaktur non migas akan

menurunkan tingkat output sektor industri yang juga menurunkan nilai

tambah dan terjadi deindustrialisasi.

Fakta tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rowthorn

dan Ramaswamy dalam IMF (1997:9) bahwa perdagangan internasional

terkait dengan deindustrialisasi, khususnya nilai pangsa ekspor yang

terbukti berpengaruh signifikan positif terhadap deindustrialisasi.

Pandangan ini juga sejalan oleh penelitian yang dilakukan oleh Suwarman

(2006:50-54) bahwa di Indonesia variabel pangsa ekspor berpengaruh

signifikan positif terhadap deindustrialisasi. Menurutnya proses

deindustrialisasi di Indonesia bukan suatu dampak ilmiah dari keberhasilan

pembangunan di Indonesia melainkan disebabkan oleh berbagai guncangan

terhadap sistem perekonomian.

Hasil penelitian tersebut juga diperkuat oleh penelitian Kustanto

(2012:363) bahwa deindustrialisasi dipengaruhi secara positif oleh pangsa

pangsa ekspor industri manufaktur non migas. Penurunan pangsa ekspor

industri manufaktur non migas terjadi akibat krisis yang melanda Indonesia

pada tahun 1998-1999 sehingga berdampak pada penurunan output dan nilai

tambah. Selain itu, berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Menko

Perekonomian Indonesia dalam Indonesia Industrial Summit (2018:13)

bahwa tingkat pertumbuhan tinggi ekspor manufaktur yang dicapai pada

Page 93: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

77

tahun 1980 an adalah sekitar 32%, sedangkan dari tahun 2000-2015 secara

rata-rata ekspor manufaktur tumbuh di angka yang jauh lebih rendah, yaitu

6% per tahun bahkan di tahun 2015 sendiri pertumbuhannya 2.5%. Ini

adalah bukti bahwa Indonesia mengalami deindustrialisasi premature jika

dilihat dari penurunan ekspor manufaktur, penurunan output serta

pergeseran yang terjadi dari sektor industri manufaktur ke sektor jasa.

Hal ini senada dengan apa yang dipaparkan Kadin Indonesia (2012:9)

bahwa produk ekspor industri manufaktur Indonesia sebanyak 34% masih

didominasi oleh pakaian jadi, minyak hewani/nabati, karet, mesin dan

peralatan listrik. Sedangkan, produk-produk unggulan tersebut telah

memiliki banyak pesaing yang semakin kuat di banyak negara, seperti

China, India dan Vietnam. Ketiga negara tersebut sama-sama memiliki

keunggulan dalam hal upah tenaga kerja yang murah dan memiliki basis

ekspor padat karya.

Rasbin (2011:321) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa pangsa

pasar industri yang berbasis manufaktur di Indonesia semakin kecil

sedangkan industri yang berbasis SDA semakin menguat. Hal ini

dikarenakan kebijakan ekspor yang selama ini diterapkan oleh pemerintah

adalah kebijakan ekspor bahan baku mentah. Selain itu, membanjirnya

produk impor di pasar dometik yang menyebabkan produk-produk dalam

negeri tidak dapat bersaing karena harga produk impor jauh lebih murah.

Akibatnya, penurunan permintaan domestik akan produk manufaktur lokal

menyebabkan penurunan kapasitas produksi sehingga pada akhirnya terjadi

deindustrialisasi.

Secara umum deindustrialisasi dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu deindustrialisasi positif dan negatif Rowthorn dan Wells dalam IMF

(1997:10). Deindustrialisasi positif diartikan sebagai konsekuensi atas

perekonomian yang telah mencapai kedewasaan. Sedangkan,

deindustrialisasi negatif dapat menjadi efek sekaligus penyebab dari kinerja

yang buruk dalam sebuah perekonomian. Dalam penelitiannya, (Dewi,

2010:73-80) menjelaskan bahwa proses deindustrialisasi yang terjadi sejak

Page 94: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

78

tahun 2002 di Indonesia cenderung menuju ke arah negatif, yang artinya

menurunnya kinerja sektor industri manufaktur akan semakin memperburuk

pertumbuhan ekonomi. Terjadinya deindustrialisasi di Indonesia bukan

merupakan dampak alamiah dari proses pembangunan melainkan

disebabkan karena adanya guncangan (shock) terhadap perekonomian

Indonesia (Suwarman, 2006: 50-54). Kemudian, Dewi juga menyatakan

bahwa beberapa faktor guncangan terdiri dari, menurunnya kinerja ekspor,

turunnya investasi, dan membanjirnya produk impor dari China (Dewi,

2010:73-80).

2. Foreign Direct Investment terhadap Deindustrialisasi.

Dalam proses pembangunan ekonomi, investasi memiliki peranan

penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pengentasan

kemiskinan. Investasi dengan jenis foreign direct investment memiliki

manfaat yang lebih, bukan hanya sekadar peningkatan pertumbuhan

ekonomi, tetapi juga meningkatkan produktivitas dengan memperkenalkan

negara penerima melalui sistem dan keahlian manajemen serta teknologi

yang baru sehingga proses produksi semakin meningkat dan juga

meningkatkan kualitas pekerja.

Selain itu, FDI juga menjadi media penghubung ke pasar-pasar ekspor

dan rantai pasokan internasional. Hal tersebut sesuai dengan dengan teori

pertumbuhan yang dikemukakan oleh Harrod-Domar bahwa pembentukan

modal atau yang disebut investasi memiliki peran ganda, yaitu selain dapat

menciptakan pendapatan namun, dapat pula meningkatkan stok modal yang

berguna untuk proses produksi sehingga akan meningkatkan output dan

nilai tambah dalam suatu industri.

Berdasarkan diagram 4.7 dapat dilihat bahwa, terjadi penurunan pangsa

FDI sektor industri manufaktur yang diikuti dengan penurunan nilai tambah

pada sektor yang sama. Hal ini memiliki makna bahwa penurunan pangsa

FDI berpengaruh terhadap terjadinya deindustrialisasi dini di Pulau Jawa.

Penurunan FDI yang terjadi pada periode 2006-2015 di Pulau Jawa

dikarenakan adanya perpindahan, yaitu struktur FDI yang tadinya lebih

Page 95: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

79

besar pada sektor sekunder (industri) kini telah berpindah ke sektor tersier

(perdagangan dan jasa). Perpindahan ini terjadi karena para investor asing

mulai melakukan penetrasi dan ekspansi pada sektor tersier khususnya

dalam subsektor komunikasi, pengangkutan, perdagangan dan reparasi serta

sektor jasa lainnya sejak tahun 2005 (Kemendag, 2011:85).

Pada hasil uji T-Statistik menunjukkan bahwa FDI mempunyai pengaruh

signifikan dan positif terhadap deindustrialisasi. Hal ini mengartikan bahwa

penurunan pangsa FDI industri manufaktur non migas akan menurunkan

output produksi yang juga akan menurunkan nilai tambah dan menyebabkan

terjadinya deindustrialisasi. Fakta ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ruky dalam Dewi (2010:5) bahwa investasi dalam bentuk

foreign direct investment (FDI) berpengaruh secara signifikan dan positif

terhadap deindustrialisasi. Terjadinya penurunan FDI akan memengaruhi

penurunan pada nilai tambah sektor industri manufaktur dan menyebabkan

deindustrialisasi. Selain penurunan FDI, terjadinya deindustrialisasi di

Indonesia juga diikuti dengan penurunan pangsa nilai tambah sektor

pertanian terhadap PDB nasional.

Menurut World Bank dalam Metinara (2011:53) kondisi iklim usaha yang

buruk menyebabkan investor asing enggan menanamkan modalnya di

Indonesia. Sulitnya perizinan, rumitnya birokrasi dan demo yang sering

dilakukan oleh para buruh tentang kenaikan upah merupakan sebagian dari

banyaknya masalah yang ada. Dengan langkanya investasi asing

mengakibatkan tidak adanya aliran dana untuk peremajaan mesin-mesin,

tidak adanya penambahan kapasitas produksi hingga diversifikasi produk

yang berguna untuk peningkatan daya saing ekspor. Hal ini senada dengan

apa yang dipaparkan oleh data dari (Direktorat Statistik Ekonomi dan

Moneter Bank Indonesia dalam Aprillia, 2018:79) bahwa kondisi mesin

yang dipergunakan dalam kegiatan sektor industri manufaktur non migas di

Indonesia sebesar 35 persen masih merupakan mesin lama, sedangkan

persentase mesin baru hanya mencapai 18 persen.

Page 96: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pangsa ekspor industri

manufaktur non migas dan pangsa foreign direct investment industri

manufaktur non migas terhadap deindustrialiasi di Pulau Jawa pada tahun 2006-

2015. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah

dilakukan maka diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pangsa Ekspor Industri Manufaktur Non Migas mempunyai pengaruh yang

signifikan dan positif terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa.

2. Foreign Direct Investment Industri Manufaktur Non Migas mempunyai

pengaruh yang signifikan dan positif terhadap deindustrialisasi di Pulau Jawa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas maka diajukan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah diharapkan untuk dapat mendukung para pelaku industri

manufaktur dalam negeri dalam mengembangkan usahanya. Pemerintah juga

harus memperbaiki iklim investasi misalnya dengan pelayanan satu atap.

Dengan kebijakan tersebut diharapkan dapat mempercepat perizinan dan

meminimumkan biaya sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan

lancar. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat menghimbau lembaga

keuangan agar dapat memberikan akses kredit usaha yang mudah kepada para

pelaku industri khususnya bagi usaha kecil dan miko karena kelompok tersebut

yang sulit mendapatkan akses permodalan. Dan yang terakhir, pemerintah

harus bisa menekan impor khususnya impor barang yang siap dikonsumsi dan

mensosialisasikan agar masyarakat mencintai produk dalam negeri.

2. Bagi para pelaku industri manufaktur diharapkan untuk terus mengembangkan

potensi yang ada di dalam negeri serta meningkatkan daya saing produk-

produk yang mereka hasilkan agar memiliki daya kompetitif yang tinggi dan

dapat bersaing oleh produk luar negeri.

Page 97: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

81

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo, “Teori-teori Pembangunan Ekonomi”, Graha Ilmu,

Yogyakarta, 2013.

Adisasmita, Rahardjo, “Pertumbuhan Wilayah & Wilayah Pertumbuhan”, Graha

Ilmu, Yogyakarta, 2014.

Alderson, Arthur, “Globalization and Deindustrialization: Direct Investment and

the Decline of Manufacturing Employment in 17 OECD Nations”, Journal

of World –System Research, Vol 3, 1997.

Ajija, Shochrul R, “Cara Cerdas Menguasai EViews”, Salemba Empat, Jakarta,

2011.

Anwari,W.M.K dalam Lp3es, “Titik Nadir Deindustrialisasi”, artikel diakses

pada tanggal 15 Juli 2018, dari

http://lp3es.or.id/2012/index.php?option=com_content&view=article&id

135:titik-nadir-deindustrialisasi&catid=44:analisis-berita.

Aprillia, Devina, “Analisis Determinan Daya Saing Industri Manufaktur Non

Migas Studi Kasus:Provinsi di Pulau Jawa”, Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

Arsyad, Lincolin, “Ekonomi Pembangunan”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta,

2010.

Ayu & Disman, “ Liquidity Risk: Comparison Between Islamic and Conventional

Banking”,Vol. 20, 2017.

Badan Pusat Statistik, “Banten dalam Angka 2005-2016”.

Badan Pusat Statistik, “DKI Jakarta dalam Angka 2005-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Jawa Barat dalam Angka 2005-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Jawa Tengah dalam Angka 2005-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Jawa Timur dalam Angka 2005-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Laporan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-

Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2005-2016”, 2017.

Badan Pusat Statistik, “Statistik Indonesia 2005-2015”.

Badan Pusat Statistik, “Yogyakarta dalam Angka 2005-2016”.

Page 98: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

82

BKPM, “Perkembangan Realisasi PMA Menurut Lokasi Periode 2005-2016”,

Jakarta.

Baltagi, B H, “Econometric Analysis of Panel Data”, Third Edition, The Atrium

Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England:John Wiley

& Sons Ltd, 2005.

Boediono, “Ekonomi Internaional”,Edisi 1, BPFE, Yogyakarta, 1981.

Brooks, Chris, “Introductory Econometrics for Finance”, 2nd Edition, Cambridge

University Press, Cambridge, 2008.

Dasgupta S, Singh A, “Manufacturing, Services and Premature

Deindustrialization in Developing Countries: Kaldorian Analysis”,

Research Paper United Nation University 49, 2006.

Dewi, D.A, “Deindustrialisasi di Indonesia”, IPB, 2010.

Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariant dengan Program SPSS”, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

Ginting, A.Mulianta, “Analisis Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia”, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol 11

No.1, Jakarta, 2017.

Gujarati, Damodar, “Ekonomi Dasar”, Terjemahan: Sumarno Zain, Erlangga,

Jakarta, 2003.

Gujarati, Damodar, “Dasar-dasar Ekonometrika”, Erlangga, Jakarta, 2006.

Gujarati & Porter, “Basic Econometrics”, 5th Edition, The Mc-Graw-Hill

Companies, New York, 2009.

Hailu, Abiy Zenegnaw, “Impact of Foreign Direct Investment on Trade of African

Countries”, International Journal of Economics and Finance, Vol 2,

Shangai University of Finance and Economics, China, 2010.

Hakim, Arif, “Industrialisasi di Indonesia: Menuju Kemitraan yang Islami”,

Jurnal Hukukm Islam, IAIN Pekalongan, 2009.

IMF, “Deindustrialization: Causes and Implication”, Working Paper WP/97/42,

1997.

Iskandar, Putong, “Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro dan Makro”, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 2002.

Page 99: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

83

Jalilian, H & Weiss, J, “Deindustrialization in Sub-Saharan: Myth or Crysis?”,

Journal of America Economies, Vol 9, 2000.

Jhingan, M.L, “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, Edisi Keenambelas,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia, “Ekspor dan Daya Saing”, Advancing

Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE)

Programme, Jakarta, 2012.

Kasmir dan Jakfar, “Studi Kelayakan Bisnis”, Edisi Revisi, Kencana Prenada

Media, Jakarta, 2012.

Kementerian Keuangan RI, “Laporan Kajian Nilai Tambah Produk Pertanian:

Kelapa Sawit dan Karet”, Tim Kajian Nilai Tambah - Pusat Kebijakan

Ekonomi Makro, Jakarta, 2012.

Kementerian Perdagangan RI, “Perkembangan Realisasi Kinerja Ekspor-

Impor Sektor Industri Manufaktur non-migas Periode 2005-2016”,

Jakarta.

Kementerian Perdagangan RI, “Kajian Dampak Kesepakatan Perdagangan

Bebas Terhadap Daya Saing Produk Manufaktur Indonesia”, Jakarta,

2011.

Kementerian Perekonomian RI, “Kebijakan Pemerintah dalam Mendorong Sektor

Industri di Era Industri 4.0”, Indonesia Industrial Summit, Jakarta, 2018.

Kementerian Perindustrian RI, “Peningkatan Daya Saing Industri Daerah

Melalui Pengembangan Pusat-Pusat Pertumbuhan Industri”, Direktorat

Jendral Pengambangan Perwilayahan Industri, Jakarta, 2013.

Kollmeyer, Christopher, “Explaining Deindustrialization: How Affluence,

Productivity Growth, and Globalization Diminish Manufacturing

Employment”, American Journal of Sociology, Vol 114(6), 2009.

Kuncoro, Mudrajad, “Ekonomi Pembangunan, Teori Masalah dan Kebijakan”,

UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1997.

Kustanto, Heru, “Deindustrialisasi dan Dampak Reindustrialisasi Terhadap

Ekonomi Makro Serta Kinerja Sektor Industri Non-Migas di

Indonesia”, IPB, 2012.

Page 100: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

84

Lauer, Robert H, “Perspektif Tentang Perubahan Sosial”, Rhineka Cipta, Jakarta,

2001.

Makmun dan Yasin, Akhmad, “Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap

PDB Sektor Pertanian”, Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol 7. No. 3,

2003.

Metinara, Susi, “Faktor-faktor yang Memengaruhi Deindustrialisasi di Indonesia

Tahun 2000-2009”, IPB, 2011.

Noor, Henry Faizal, “Invetasi Pengelolaan Keuangan Bisnis dan Pengembangan

Ekonomi Masyarakat”, PT Indeks, Jakarta, 2009.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.04/2011 Tentang Ketentuan

Kapabeanan di Bidang Ekspor.

Pujoalwanto, Basuki, “Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis, dan

Empiris”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014.

Purwito, Ali & Indriani, “Ekspor, Impor, Sistem Harmonisasi, Nilai Pabean dan

Pajak dalam Kapabeanan”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2015.

Putri, Wiratri Yustia, “Pengaruh Regulator, Kepemilikan Institusional, Ukuran

Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Carbon Emission Disclosure

(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2014-

2016”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pasundan Bandung,

2017.

Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung, “Teori Ekonomi Mikro Suatu

Pengantar”, Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta, 2014.

Rasbin, “Gejala Deindustrialisasi dan Dampaknya Terhadap Perekonomian

Indonesia”, Kajian, Vol 16 No. 2, 2011.

Rosadi, Dedi, “Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan Dengan

Eviews”, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2012.

Rowthorn, R, “Productivity and American Leadership – Review, Review of

Income and Wealth”, Vol 38, 1992.

Rowthorn, R & R, Ramaswamy, “Growth, Trade, and Deindustrialization”, IMF

Staff Papers, Vol 46, 1999.

Page 101: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

85

Rowthorn R & Coutts, K, “Deindustrialization and the Balance of Payments in

Advanced Economies”, Cambridge Journal of Economies, Vol 28, 2004.

Saeger, S, “Globalization and Deindustrialization:Myth and Reality in the

OECD”, Weltwirtschaftliches Archiv, Vol 133, 1997.

Sarwedi, “Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang

Memengaruhinya”, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol 4, Fakultas

Ekonomi, Universitas Kristen Petra, 2002.

Setiawan dan Kusrini, Dwi Endah, “Ekonometrika”, C.V. Andi, Yogyakarta,

2010.

Soekanto, Soerjono, “Sosiologi:Suatu Pengatar”, PT. Raja Grafindo,

Jakarta, 1992.

Subandi, “Ekonomi Pembangunan”, Unit Penerbit Alfabeta, Bandung, 2012.

Sujarweni, V. Wiranata, “Spss untuk Penelitian”, Pustaka Baru Press,

Yogyakarta, 2014.

Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, Raja Grafindo Perkasa,

Jakarta, 2000.

Suliyanto, “Ekonometrika Terapan Teori dan Aplikasi dengan SPSS”, CV. Andi

Offset, Yogyakarta, 2011.

Suwarman, Wawan, “Faktor-faktor Apakah yang Mendorong Terjadinya Proses

Deindustrialisasi di Indonesia”, Universitas Indonesia, 2006.

Tarigan, Robinson, “Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi”,Edisi Revisi, PT

Bumi Aksara, Jakarta, 2012.

Todaro, Michael P & Smith, Stephen C, “Pembangunan Ekonomi”, Edisi 11 Jilid

1, Erlangga, Jakarta, 2011.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian.

Verbeek, M, “A Guide to Modern Econometrics”, 2nd Edition, John Wiley &

Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19

8SQ, England, 2004.

Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”,

UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2007.

Page 102: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

86

Yuliadi, Imamudin, “Kesenjangan Investasi dan Evaluasi Kebijakan Pemekaran

Wilayah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 13, Fakultas

Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2012.

Yusdja, Yusmichad, “Tinjauan Teori Perdagangan Internasional dan

Keunggulan Koooperatif”, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol 22,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor,

2004.

Page 103: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

87

LAMPIRAN

Uji Chow

Uji Hausman

Model Fixed Effect

Page 104: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

88

Uji Glejser

Uji Multikolinearitas

Page 105: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

89

Tahun Provinsi Pangsa Nilai

Tambah

Pangsa Ekspor Pangsa FDI Ln Pangsa Nilai

Tambah

Ln Pangsa

Ekspor

Ln Pangsa

FDI

2006 Banten 36.79926 4.22 3.28 3.605478 1.439695 1.187843

2007 Banten 26.16065 5.24 3.54 3.264256 1.656494 1.264127

2008 Banten 28.79659 6.15 1.82 3.360257 1.817254 0.598837

2009 Banten 30.93349 3.64 7.9 3.431839 1.292513 2.066863

2010 Banten 34.62877 4.36 8.66 3.544685 1.472228 2.158715

2011 Banten 30.75004 5.22 10.06 3.425891 1.652508 2.308567

2012 Banten 36.92402 5.35 10.83 3.608862 1.677194 2.38232

2013 Banten 47.99592 4.48 12.59 3.871116 1.500232 2.532903

2014 Banten 60.25545 5.50 6.43 4.098593 1.704164 1.860975

2015 Banten 60.44751 6.92 6.02 4.101775 1.933804 1.795087

2006 DKI Jakarta 8.416552 42.97 0.68 2.1302 3.760592 -0.38566

2007 DKI Jakarta 10.91394 43.31 0.72 2.390041 3.768412 -0.3285

2008 DKI Jakarta 10.47411 45.70 0.82 2.348907 3.822177 -0.19845

2009 DKI Jakarta 11.03926 39.65 0.26 2.401458 3.680071 -1.34707

2010 DKI Jakarta 11.81743 46.12 0.2 2.469576 3.831188 -1.60944

2011 DKI Jakarta 10.74604 52.64 0.22 2.374537 3.963401 -1.51413

2012 DKI Jakarta 10.5726 51.02 0.34 2.358266 3.932236 -1.07881

2013 DKI Jakarta 10.28561 47.28 0.35 2.330746 3.856 -1.04982

2014 DKI Jakarta 9.350883 45.28 0.25 2.235471 3.812929 -1.38629

2015 DKI Jakarta 11.30845 41.32 0.23 2.42555 3.721396 -1.46968

2006 Jawa Barat 15.35401 0.27 1.55 2.731377 -1.29952 0.438255

2007 Jawa Barat 17.18866 0.22 1.15 2.84425 -1.49431 0.139762

2008 Jawa Barat 24.52289 0.19 4.18 3.199607 -1.68093 1.430311

2009 Jawa Barat 27.62963 0.28 1.36 3.318889 -1.27135 0.307485

2010 Jawa Barat 27.26964 0.38 2.94 3.305774 -0.95865 1.07841

Page 106: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

90

2011 Jawa Barat 28.08946 0.54 6.89 3.335394 -0.61046 1.930071

2012 Jawa Barat 31.41753 0.43 8.74 3.447366 -0.85269 2.16791

2013 Jawa Barat 35.12515 0.37 14.47 3.558917 -0.9998 2.672078

2014 Jawa Barat 38.80411 0.34 10.07 3.658526 -1.07401 2.309561

2015 Jawa Barat 47.17903 0.24 7.95 3.853949 -1.44005 2.073172

2006 Jawa Tengah 5.83344 7.32 0.64 1.763607 1.990622 -0.44629

2007 Jawa Tengah 7.526768 7.49 0.11 2.018466 2.013818 -2.20727

2008 Jawa Tengah 7.595583 5.10 0.19 2.027567 1.62872 -1.66073

2009 Jawa Tengah 8.052423 6.20 0.11 2.085973 1.823915 -2.20727

2010 Jawa Tengah 9.187693 7.52 0.04 2.217865 2.017241 -3.21888

2011 Jawa Tengah 9.442179 8.18 0.14 2.245187 2.10156 -1.96611

2012 Jawa Tengah 12.65927 8.24 0.48 2.53839 2.108597 -0.73397

2013 Jawa Tengah 20.03193 8.54 0.83 2.997327 2.14457 -0.18633

2014 Jawa Tengah 19.07723 8.93 1.05 2.948496 2.188901 0.04879

2015 Jawa Tengah 20.54278 8.43 1.16 3.022509 2.132275 0.14842

2006 Jawa Timur 12.48573 13.60 0.75 2.524587 2.610071 -0.28768

2007 Jawa Timur 12.01009 16.99 3.69 2.485747 2.832905 1.305626

2008 Jawa Timur 13.33472 12.29 0.85 2.590371 2.508828 -0.16252

2009 Jawa Timur 14.68308 13.56 0.79 2.686696 2.607115 -0.23572

2010 Jawa Timur 15.18318 17.15 1.46 2.720188 2.842041 0.378436

2011 Jawa Timur 16.08087 20.34 0.76 2.77763 3.012728 -0.27444

2012 Jawa Timur 16.75579 16.80 2.38 2.818744 2.821173 0.8671

2013 Jawa Timur 19.6955 14.82 2.75 2.98039 2.696116 1.011601

2014 Jawa Timur 19.93539 17.09 2.67 2.992497 2.838765 0.982078

2015 Jawa Timur 18.55798 15.01 1.19 2.9209 2.708908 0.173953

2006 DI Yogyakarta 2.724634 0.08 0.006 1.002334 -2.52573 -5.116

2007 DI Yogyakarta 2.833135 0.05 0.0006 1.041384 -2.99573 -7.41858

Page 107: ANALISIS DETERMINAN DEINDUSTRIALISASI DI PULAU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45496/1/RIZKI OKTAVIANI-FEB.pdfNama Lengkap: Rizki Oktaviani ... industri pada

91

2008 DI Yogyakarta 3.142303 0.05 0.011 1.144956 -2.99573 -4.50986

2009 DI Yogyakarta 3.177619 0.06 0.002 1.156132 -2.81341 -6.21461

2010 DI Yogyakarta 4.0751 0.25 0.001 1.404895 -1.38629 -6.90776

2011 DI Yogyakarta 5.575565 0.23 0.002 1.718394 -1.46968 -6.21461

2012 DI Yogyakarta 6.641386 0.22 0.002 1.893321 -1.51413 -6.21461

2013 DI Yogyakarta 7.077035 0.24 0.005 1.956855 -1.42712 -5.29832

2014 DI Yogyakarta 10.08523 0.21 0.006 2.311072 -1.56065 -5.116

2015 DI Yogyakarta 11.71616 0.12 0.007 2.460969 -2.12026 -4.96185