114
ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI KASUS: PROVINSI DI PULAU JAWA) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarjana Ekonomi (S.E.) Disusun Oleh: DEVINA APRILLIA NIM: 11130 84000 032 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA 1439H/2018

ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

  • Upload
    buidung

  • View
    250

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

NONMIGAS

(STUDI KASUS: PROVINSI DI PULAU JAWA)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarjana Ekonomi (S.E.)

Disusun Oleh:

DEVINA APRILLIA

NIM: 11130 84000 032

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1439H/2018

Page 2: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI
Page 3: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

Page 4: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI
Page 5: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI
Page 6: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI
Page 7: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

Daftar Riwayat Hidup

I. Identitas Pribadi

1. Nama Lengkap : Devina Aprillia

2. Tempat /Tanggal Lahir : Jakarta, 05 April 1995

3. Alamat : Jl. Buntu No. 65. Kelurahan Rawa

Mekar Jaya, Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

4. Nomor HP : 0857 76 555 036

5. Email : [email protected]

II. Pendidikan Formal

1. TK B islam Al-Mubarak Tahun 1999-2000

2. SDN Keagungan 01 Pagi Tahun 2000-2006

3. SMP IPPI Petojo Tahun 2006-2009

4. SMK Waskito Pamulang Tahun 2009-2012

5. S1 LPT UPI YAI (1 semester) Tahun 2012-2013

6. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2017

III. Pendidikan Non Formal

1. Kursus Bahasa Inggris di r56 English First (Advance

B2) Periode Januari – April 2015.

IV. Pengalaman Organisasi

1. Koordinator Kepemimpinan OSIS SMK Waskito

2. Staff Departemen Pendidikan Himpunan Mahasiswa Jurusan

Ekonomi Pembangunan

3. Staff Divisi Riset Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LISENSI)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

V. Prestasi dan Penghargaan

1. Juara II lomba strory telling tingkat SMP IPPI Petojo.

2. Juara II lomba cerdas cermat tingkat SMP IPPI Petojo.

3. Finalis seleksi lomba olimpiade nasional Bahasa Inggris, Fisika

dan Biologi mewakili SMP IPPI Petojo tingkat kecamatan.

4. Lulusan nilai ujian nasional tertinggi di SMP IPPI Petojo

Jakarta tahun 2009.

5. Finalis terbaik ketiga “Lomba Kompetensi Siswa” mewakili

SMK Waskito di SMK Yadhika Pondok Aren.

6. Siswi lulusan terbaik pertama umum SMK Waskito tahun

angkatan 2012.

7. Finalis semifinal lomba debat pekan IESP

8. Finalis Second Quarter, Microeconomics Competition UNPAD

Bandung 2014.

9. Finalis Third Quarter, International Microeconomics

Competition UNPAD Bandung 2015

10. Partisipasi dalam presentasi karya ilmiah pada International

Seminar on Thoughts of Schumpeter & Islamic Economics FEB

UIN Jakarta 2015.

11. Finalis 10 Besar lomba karya ilmiah ekonomi islam

TEMILREG (Temu Ilmiah Regional) UNJ Jakarta 2016.

12. Partisipan lomba nasional “Kajian Program Perubahan Harga

Rupiah (Redenominasi) Bank Indonesia Tahun 2016”.

Page 9: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

i

ABSTRACT

The objective of this study aims to analyse the effect of foreign direct investment,

employment productivity, infrastructure and industrial agglomeration on non oil-

gases manufacturing industry’s competitiveness using the latest panel data,

totalling six major provinces in Java Island, Indonesia, covering the period

between 2012 and 2016. The chosen method to explain this study is panel

regression using fixed effect model. Generalized least square with SUR is applied

for fulfilling classical assumption. The empirical result presents evidence that

Infrastructure the has significant negative effect on non-oil-gases manufacturing

industry’s competitiveness while foreign direct investment, employment

productivity, Industrial Aglomeration has significant positif effect on non-oilgases

manufacturing industry’s competitiveness.

Key Word: Competitiveness, Foreign Direct Investment, Labour Productivity,

Infrastructure and Industrial Aglomeration.

Page 10: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

ii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Foreign Direct Investment

(FDI), Produktivitas Tenaga Kerja, Infrastruktur dan Aglomerasi Industri terhadap

Daya Saing Industri Manufaktur nonmigas pada provinsidi Pulau Jawa yang

berjumlah enam provinsi menggunakan data panel. Metode terpilih yang

digunakan untuk menjelaskan penelitian ini adalah Fixed Effect Model (FEM)

Generalized Least Square dengan pembobotan Cross Section Seemingly

Unrelated Regression (SUR) yang diterapkan untuk memenuhi asumsi klasik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Infrastruktur berpengaruh negatif

ketikaForeign Direct Investment (FDI), Produktivitas Tenaga Kerja, dan

Aglomerasi Industri berpengaruh positif signifikan terhadap daya saing industri

manufaktur nonmigas.

Kata Kunci: Daya Saing, Foreign Direct Investment, Produktivitas TenagaKerja,

Infrastruktur, Aglomerasi Industri.

Page 11: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmannirrahiim. Puji syukur kepada Allah Subhanahu

Wata’ala atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penelitian

skripsi yang berjudul “Analisis Determinan Daya Saing Industri Manufaktur

Nonmigas (Studi Kasus: pada Provinsi di Pulau Jawa)” dapat diselesaikan dengan

baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi (S.E) Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada pemimpin umat,

Nabi Muhammad Shallallahu’Alaihi Wasallam yang telah menerangi kehidupan

manusia dengan keimanan dan pengetahuan. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses

pembuatan skripsi ini, karena tanpa motivasi, semangat, bantuan dan kehadiran

mereka penulis tentu akan merasa kesulitan dalam menyelesaikannya. Ucapan

terima kasih penulis haturkan sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang akan

penulis sampaikan di bawah ini, diantaranya:

1. Bapak Dr. Arif Mufraini, Lc., M.Si., Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si., Selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Najwa Khairina, M.Si., Selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Aizirman Djusan, Ph.D., M.Si., Econ., Selaku dosen pembimbing

penulis yang selama ini menjalani bimbingan skripsi telah meluangkan

banyak waktu. Selain itu juga telah memberikan pengarahan,

pengembangan ide-ide, pengalaman ilmu, motivasi, kesabaran yang sangat

berharga terhadap penulis selama proses penyusunan skripsi.

Page 12: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

iv

5. Bapak Muhammad Hartana Iswandi Putra, M.Si., Selaku dosen

pembimbing akademik yang selalu menyediakan waktu untuk memberikan

nasihat dan membimbing penulis selama penulis menjalankan masa

perkuliahan.

6. Seluruh Dosen Ekonomi Pembangunan yang sangat penulis hormati dan

cintai, karena tanpa mereka penulis bukanlah apa-apa. Tanpa mereka

penulis tidak akan pernah mampu untuk bisa berada di tahap akhir ini.

Kesabaran, kepedulian dan kasih sayang mereka terhadap penulis selama

penulis menjalankan masa perkuliahan ini.

7. Seluruh Staff Akademik dan Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah jakarta yang telah memberikan waktunya dan

kesabarannya untuk mengurusi segala administrasi penulis selama masa

perkuliahan.

8. Bapak Iwan Setiawan, Ibu Yuliana, selaku orang tua penulis yang tercinta,

tersayang dan penulis hormati sepanjang masa. Mereka adalah harta paling

berharga untuk penulis di dunia ini. Mereka yang selalu memberikan

seluruh kasih sayangnya dan mendukung penulis baik dalam keadaan

susah ataupun keadaan senang selama penulis menjalani masa perkuliahan

hingga sampai pada tahap penulisan skripsi.

9. Untuk Sheila Maharani, Adiku tercinta dan tersayang yang telah menjadi

teman, sahabat sekaligus keluarga dan selalu memberikan hiburan dikala

sedih, selalu memberikan semangat kepada penulis.

10. Echi, Ratih dan Endi (S.E) yang telah menjadi keluarga dan sahabat

pertama penulis ketika penulis masih menjalani perkuliahan di UPI YAI.

Semoga persahabatan dan kekeluargaan kita tidak berhenti hanya sampai

di perkuliahan saja dan akan terus bersilahturahmi dalam keadaan apapun.

11. Nurhasanudin, S.E., yang selalu sabar dalam menanggapi setiap

permasalahan, membantu memberikan masukan-masukan untuk penulis.

Tak lupa juga atas segala dukungan dan do‟a yang telah diberikan selama

penulisan skripsi ini.

Page 13: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

v

12. Sahabat, keluarga Ciwi-Ciwi Ekonomi Pembangunan tercinta dan

tersayang. Terima kasih kalian selama ini telah mendukung, memberikan

do‟a kepada penulis dalam keadaan apapun. Terima kasih kalian telah

menjadi keuarga, sahabat dan teman penulis selama masa perkuliahan

bahkan hingga sekarang.

13. Keluarga Besar LISENSI UIN JAKARTA yang selalu memberikan

dukungan dan do‟a kepada seluruh anggota-anggotanya dan tak lupa atas

segala ilmu, kebersamaan yang terjalin selama ini.

14. Teman, sahabat, keluarga Ekonomi Pembangunan 2013 kelas A yang

selama ini telah memberikan dukungan, do‟a, hiburan, canda tawa kepada

penulis selama masa perkuliahan.

15. Sahabat perjuangan selama masa perkuliahan, seluruh teman-teman

Ekonomi Pembangunan 2013 yang telah memberikan dukungan serta

Do‟anya.

16. Adik-adik Ekonomi Pembangunan angkatan 2014 tersayang dan tercinta

yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala dukungan, do‟a,

canda tawa, hiburan dan lainya selama penulis menjalani masa

perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan pengetahuan ataupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena

itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan

pelajaran bagi penulis dalam rangka mencapai hasil ke depan yang jauh lebih

baik.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Maret 2018

Devina Aprillia

Page 14: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

vi

DAFTAR ISI

ABSTRACT............................................................................................................i.

ABSTRAK.............................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................vi

DAFTAR DIAGRAM........................................................................................viii

DAFTAR TABEL..............................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR............................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Perumusan Masalah.....................................................................................10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Pendukung.........................................................................................15

B. Penelitian Sebelumnya................................................................................33

C. Kerangka Berfikir........................................................................................43

D. Hipotesis Penelitian.....................................................................................43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................45

B. Jenis dan Sumber Data...............................................................................45

C. Metode Pengumpulan Data........................................................................45

D. Metode Analisis Data................................................................................46

E. Definisi Operasional Variabel....................................................................56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaranumum Objek Penelitian............................................................58

B. Penemuan dan Pembahasan.......................................................................59

C. Estimasi Data Panel....................................................................................68

D. Uji Asumsi Klasik......................................................................................70

E. Persamaan Model.......................................................................................72

F. Hasil Uji Koefisien Determinasi...............................................................75

G. Pengujian Hipotesis...................................................................................75.

Page 15: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

vii

H. Pembahasan Hasil Penelitian.....................................................................78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................84

B. Saran..........................................................................................................84

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................86

LAMPIRAN....................................................................................................91

Page 16: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

viii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Pertumbuhan Industri Manufaktur nonmigas dan PDB......................5

Diagram 1.2 Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Berdasarkan Wilayah...........7

Diagram 4.1 Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa.........................................58

Diagram 4.2 Kontribusi PDRB Jawa Berdasarkan Sektor.....................................59

Diagram 4.3 Perkembangan Daya Saing...............................................................61

Diagram 4.4 Perkembangan Realisasi FDI............................................................62

Diagram 4.5 Kontribusi Tenaga Kerja Industri Manufaktur nonmigas.................63

Diagram 4.6 Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Jawa......................................64

Diagram 4.7 Perkembangan Panjang Jalan Provinsi di Pulau Jawa......................65

Diagram 4.8 Tingkat Mobilitas Jalan Provinsi di Pulau Jawa...............................66

Page 17: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Peringkat Global Competitiveness Index ................................................4

Tabel 1.2 Competitive Industrial Performance........................................................6

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya.........................................................38

Tabel 3.1 Kriteria Durbin Watson.........................................................................53

Tabel 3.2 Variabel Operasional Penelitian............................................................56.

Tabel 4.1 Indeks Aglomerasi Industri Provinsi Pulau Jawa..................................67

Tabel 4.2 Uji Chow................................................................................................69

Tabel 4.3 Uji Hausman..........................................................................................69

Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas.....................................................................70

Tbael 4.5 Uji Glejser .............................................................................................71

Tabel 4.6 Hasil Durbin Watson..............................................................................72

Tabel 4.7 Intrepretasi Individual FIX.....................................................................73

Tabel 4.8 Koefisien Determinasi...........................................................................75

Tabel 4.9 Nilai F statistik.......................................................................................76

Tabel 4.10 Nilai t statistik......................................................................................76

Page 18: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir..............................................................................43

Page 19: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kunci penopang suatu negara

dalam menjalankan fungsinya. Isu pembangunan ekonomi menjadi perhatian

khusus di seluruh penjuru dunia, terlebih lagi di negara-negara berkembang

karena menyangkut dalam menjaga kestabilan pertumbuhan output yang

baik dan berkualitas sepanjang waktu sehingga mampu untuk menunjang

kesejahteraan masyarakat. Karena pada dasarnya, pembangunan ekonomi

berfokus pada suatu proses sosial, ekonomi dan kelembagaan dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat sehingga memiliki kehidupan yang

lebih baik (Todaro dan Smith, 2011:27).

Proses pembangunan ekonomi terjadi dalam setiap negara tak

terkecuali Indonesia. Proses pembangunan ekonomi di Indonesia turut

mengalami perubahanstruktural perekonomian, yaitu berawal dari

pembangunan agricultural (pertanian) menuju pembangunan industrialisasi.

Transformasi struktural perekonomian Indonesia ditunjukkan dengan

kontribusi sektor industri manufaktur yang telah melampaui kontribusi

sektor pertanian di dalam Pendapatan Nasional Bruto (PDB). Data yang

dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)menunjukkan rata-rata

kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Pendapatan Nasional Bruto

(PDB) sebesar 20.85%, sedangkan di sisi lain rata-rata kontribusi sektor

pertanian terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) telah tergeser oleh

sektor industri, yaitu sebesar 13.43% dalam kurun waktu 2014-2016.

Dengan demikian, pergeseran tatanan perekonomian dari sektor

pertanian menuju sektor industri menunjukkan adanya transformasi struktur

ekonomi yang berbasis agraris menjadi basis industri.

Todaro dan Smith (2011:148) memaparkan lebih lanjut bahwa

perubahan struktur perekonomian merupakan suatu bentuk dari proses

pembangunan ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

tersedianya sumber daya yang dimiliki dan luas wilayah negara, kebijakan

Page 20: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

2

dan tujuan negara, ketersediaan modal dan teknologi eksternal serta

lingkungan perdagangan internasional.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain lingkungan

domestik, lingkungan dunia internasional juga memiliki andil terjadinya

proses pembangunan ekonomi negara. Dengan kata lain terbentuknya

perkembangan ekonomi yang semakin mendunia (globalisasi) disertai

konsep liberalisasi ekonomi akan menuntut setiap negara untuk melakukan

suatu perubahan secara struktur agar mampu bertahan dalam persaingan

ekonomi dunia yang semakin ketat demi terwujudnya kestabilan

pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Wujud dari liberalisasi ekonomi di Indonesia berawal dari

perdagangan antar regional AFTA (ASEAN Free Trade Area), ACFTA

(ASEAN-China Free Trade Area) kemudian dilanjutkan melalui

terimplementasikannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada tahun

2015, semua itu merupakan salah satu langkah strategis yang diambil oleh

pemerintah Indonesia dalam rangka mengambil manfaat yang besar dari

adanya liberalisasi ekonomi.

Keberadaan globalisasi dan liberalisasi ekonomi bukan hanya

mempersoalkan bagaimana mengambil keuntungan atau manfaat seperti

investasi, produksi dan perdagangan di kawasan, tetapi juga mempersoalkan

bagaimana menciptakan strategi yang tepat untuk mendapatkan manfaat

tersebut dalam persaingan yang ketat (Ridhwan, et all., 2015:2). Hal ini juga

telah dipertegas melalui cetak biru MEA 2015 yang dipaparkan oleh

Ridhwan, et all., (2015:7) bahwa untuk menjadi pasar tunggal dan basis

produksi dalam era kebebasan ekonomi, maka setiap negara membutuhkan

adanya kawasan ekonomi yang lebih kompetitif.

Dengan kata lain, liberalisasi ekonomi akan meningkatkan persaingan

antar industri, walaupun di satu sisi merupakan peluang bagi para produsen

dalam melakukan ekspansi produk antar negara dengan mudah dan

melakukan ekspor tanpa hambatan tertentu, tetapi di sisi lain juga dapat

Page 21: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

3

menekan produsen lokal untuk keluar dari industri jika tidak mampu

bersaing dengan produsen asing yang memiliki harga yang lebih kompetitif.

Untuk menghadapipersaingan yang ketat sebagai dampak dari

liberalisasi ekonomi, sektor industri manufaktur Indonesia harus memiliki

daya saing yang tinggi, daya saing yang tinggi dapat dibentuk melalui

keunggulan alamiah, seperti memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA),

Sumber Daya Manusia (SDM) yang melimpah atau biasa dikenal dengan

comparative advantage kemudian dikembangkan dengan baik untuk

menghasilkan competitive advantage.

Daya saing industri itu sendiri dapat dijelaskan sebagai kemampuan

negara untuk memproduksi dan mengekspor komoditas industri manufaktur

secara kompetitif. Hal tersebut bukan hanya merefleksikan seberapa besar

kapasitas produksi industrinya tetapi juga merefleksikan seberapa besar

kecanggihan teknologi yang digunakan dalam pembangunan industrinya

(Zhang, 2013:2). Partomo (2008:68) menjelaskan lebih lanjut bahwa

pembangunan industri yang unggul dan berdaya saing dalam menghadapi

persaingan yang ketat harus dapat memanfaatkan keunggulan komparatif

(comparative advantage) yang dimiliki dengan efektif dan efisien sehingga

dapat menghasilkan barang dan jasa yang unggul dan mampu bersaing

(competitive advantage).

Kleynhans (2016:528) juga menjelaskan bahwa selain harus efisien,

konsep peningkatan daya saing industri harus berawal dari proses produksi

industri yang jauh lebih produktif. Dengan industri yang semakin produktif,

maka kapasitas produksi yang optimum dapat terwujud sehingga pasokan

komoditas yang berorientasi ekspor dalam pasar akan semakin banyak dan

tidak terjadi kelangkaan komoditas yang berakibat pada kenaikan harga

yang tidak kompetitif.

Peningkatan daya saing tentu harus didukung oleh beberapa faktor

internal yang ada di sebuah negara. World Economics Forum (2016)

menunjukkan faktor-faktor yang menjadi penilaian daya saing terbagi atas

Page 22: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

4

tiga faktor besar yaitu, basic requairements, efficiency enhancers,

innovation and sophistication factors.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, laporan Global Competitiveness

Index(2016) menyatakan bahwa tingkat daya saing Indonesia berada pada

peringkat 41 dari total 138, peringkat tahun 2016 ini menurun 4 poin jika

dibandingkan dengan tahun 2015 dengan peringkat 37 dari 138 negara. Hal

ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Global Competitiveness IndexIndonesia 2016

Negara

Global Competitiveness Index

Peringkat Skor

Singapura 2 5.72

Malaysia 25 5.16

Thailand 34 4.64

Indonesia 41 4.52

Filipina 57 4.36

Vietnam 60 4.31

Total 138 Negara

Sumber : World Economic Forum, 2016

Tingkat daya saing ekonomi Indonesia berada pada peringkat ke 41

menjadikan Indonesia tergolong sebagai negara yang berada pada tahap

efficiency driven dari tiga tahap pengembangan daya saing, yaitu factor

driven, efficiency driven, innovation driven. World Economic Forum (2016)

mendefinisikan tahap efficiency driven sebagai tahapan di mana negara

sedang dalam proses membangun daya saing melalui dorongan proses

produksi yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

Industri manufaktur nonmigas merupakan salah satu bagian yang

menjadi rencana strategis pembangunan industri Indonesia jangka menengah

lima tahun 2015-2019 dalam meningkatkan daya saing dan produktivitas

pembangunan industri nasional setelah berakhirnya era boom minyak pada

Page 23: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

5

tahun 1982. Hal ini menjadikan industri manufaktur nonmigas sebagai

motor utama penggerak perekonomian nasional yang dilihat dari besarnya

kontribusi industri manufaktur nonmigas terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB), yaitu mencapai 20,65-22,61 persen (Kemenperin, 2015). Sejak tahun

2011 pertumbuhan industri manufaktur nonmigas mampu lebih tinggi

dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan terus berlanjut

sampai tahun 2015. Tetapi, tren pertumbuhan industri manufaktur nonmigas

periode tahun 2010-2016 terus mengalami penurunan, bahkan sejak awal

tahun 2016 pertumbuhan industri manufaktur nonmigas berada di bawah

pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat pada diagram 1.1.

Diagram 1.1

Pertumbuhan Industri Manufaktur Nonmigas dan PDB Nasional

Tahun 2010-2016

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2017

Perlambatan pertumbuhan industri manufaktur nonmigas secara terus

menerus menyebabkan penurunan kontribusi sektor industri manufaktur

nonmigas menjadi 18,2 persen pada tahun 2016 dari 19,5 persen pada tahun

2009 terhadap perekonomian nasional (Bappenas, 2017). Penurunan

pertumbuhan dan kontribusi yang terus terjadi dapat menjadi salah satu

gejala dari deindustrialisasi dini di Indonesia dan merupakan hasil akhir dari

salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan industri manufaktur

nonmigas di Indonesia, yaitu daya saing sektor industri manufaktur

nonmigas.

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Industri ManufakturNon-Migas

5,12 6,74 6,42 6,1 5,61 5,05 4,42

PDB Nasional 6,22 6,49 6,26 5,78 5,01 4,88 5,02

012345678

Page 24: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

6

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO)

memberikan sebuah laporan terkait perkembangan kinerja dari

pembangunan sektor industri manufaktur setiap negara pada tahun 2016.

Laporan tersebut menyatakan bahwa daya saing industri manufaktur

Indonesia mengalami stagnasi dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 2013,

Competitive Industrial Performance (CIP) Indonesia berada pada peringkat

42 dari 143 negara dengan indeks kinerja 0.087, peringkat ini menurun jika

dibandingkan pada tahun 2000 yang berada pada peringkat 38 dari 143

negara. Apabila dibandingkan dengan beberapa negara industri baru yang

ada di kawasan ASEAN, peringkat daya saing industri Indonesia juga berada

di bawah negara Singapura, Malaysia dan Thailand, walaupun di satu sisi

Indonesia masih berada di atas Vietnam dan Filipina dengan selisih nilai

indeks yang tipis. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Competitive Industrial Performance

Negara Indeks Peringkat

Singapura 0.341 7

Malaysia 0.176 24

Thailand 0.167 26

Indonesia 0.087 42

Vietnam 0.071 50

Filipina 0.067 53

Sumber: UNIDO, 2016

Isventina (2015:4) dalam penelitiannya menjelaskan lebih lanjut terkait

laporan yang dikeluarkan oleh Institute for Management Development

(IMD) bahwa rendahnya kondisi daya saing industri Indonesia dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, kinerja perekonomian

nasional yang tercermin dari perdagangan internasional, investasi,

ketenagakerjaan dan harga yang belum dikatakan membaik. Kedua,

rendahnya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam membuat kebijakan

terkait pengelolaan keuangan negara, fiskal serta peraturan perundangan

Page 25: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

7

untuk iklim usaha kondusif. Ketiga, rendahnya efisiensi usaha dalam

mendorong peningkatan produksi yang tercermin dari tingkat produktivitas,

pasar tenaga kerja dan askes terhadap sumber daya. Keempat, keterbatasan

infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, infrastruktur dasar yang

berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan.

Dalam mendukung rencana strategis pembangunan industri

manufaktur nonmigas, Kementerian Industri masih mengutamakan Pulau

Jawa sebagai salah satu zona wilayah industri manufaktur terbesar di

Indonesia karena penyebaran industri manufaktur Indonesia 75 persen

berada di Pulau Jawa sedangkan sisanya 25 persen di luar pulau Jawa

(Kemenperin, 2017). Besarnya penyebaran industri manufaktur di Pulau

Jawa menjadikan pulau Jawa sebagai wilayah yang memiliki kontribusi

sektor industri manufaktur tertinggi terhadap Pendapatan Domestik Regional

Bruto (PDRB). Pada tahun 2016, sektor industri manufaktur di Pulau Jawa

berkontribusi terhadap PDRB sebesar 70 persen, kemudian diikuti oleh

Sumatera sebesar 19 persen, Kalimantan sebesar 6 persen, sedangkan sektor

industri manufaktur di wilayah lain menyumbang masing-masing kurang

dari 5 persen. Hal ini dapat dilihat pada diagram 1.2.

Diagram 1.2

Kontribusi Industri Manufaktur Terhadap PDRB Berdasarkan Wilayah

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2017

Besarnya kontribusi industri manufaktur di pulau Jawa merupakan

peluang dalam meningkatkan daya saing industri manufaktur khususnya

dalam penelitian ini adalah sektor nonmigas melalui pengembangan

Jawa 70%

Sumatera 19%

Kalimantan 6%

Sulawesi 3%

Maluku dan Papua

1%

Bali dan Nusa

Tenggara 1%

Page 26: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

8

teknologi secara berkelanjutan. Maka dari itu penting sekali dalam

mengakses sumber-sumber teknologi dari negara maju yang dapat dialihkan

dan di terapkan melalui mekanisme Penanaman Modal Asing (PMA) atau

dalam penelitian ini disebut sebagai Foreign Direct Investment (FDI).

Keberadaan investasi asing langsung merupakan salah satu kunci yang dapat

menjadi roda penggerak sektor industri manufaktur nonmigas di pulau Jawa

sehingga mampu mendorong produktivitas industri yang tinggi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Namaki (2002:71) menunjukkan

bahwa meningkatnya jumlah Foreign Direct Investment (FDI) dalam dunia

industri manufaktur memiliki dampak positif pada meningkatnya daya saing

industri manufaktur. Melalui Foreign Direct Investment (FDI), peningkatan

daya saing industri manufaktur dapat terwujud dengan beragam cara, salah

satunya adalah memperkenalkan teknologi dan pengetahuan baru seperti

proses dan cara kerja industri atau bahkan menciptakan produk yang jauh

lebih inovatif (Potterie dan Lichtenberg, 2001:490-497). Menciptakan

industri yang lebih inovatif dalam tentu dapat berdampak positif terhadap

kinerja industri manufaktur, di mana industri akan jauh lebih efisien dan

akan menghasilkan barang yang memiliki kualitas tinggi dengan harga

kompetitif.

Berbeda dengan Potterie dan Lichtenberg, Zhang (2013:14)

menjelaskan bahwa FDI dapat mempengaruhi daya saing industri dengan

cara meningkatkan produktivitas industri padat karya dibandingkan industri

padat modal, hal tersebut secara tidak langsung berdampak positif terhadap

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui transfer pengetahuan,

keterampilan dan bahkan adanya pelatihan khusus untuk meningkatkan

kompetensi pekerja industri sehingga akan tercipta produktivitas tenaga

kerja industri yang tinggi.

Berdasarkan hal tersebut tingginya produktivitas tenaga kerja juga

akan mencerminkan kinerja industri yang baik karena akan menghasilkan

tingkat produksi yang tinggi walaupun dengan jumlah input tenaga kerja

yang sedikit, ini dinamakan dengan memanfaatkan sumber daya secara

Page 27: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

9

efisien dengan menghasilkan output secara maksimal.Adapun produktivitas

tenaga kerja dalam suatu industri merupakan salah satu cara dalam

mengevaluasi kemampuan negara atau daerah tertentu dalam menentukan

standar kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. Hal

ini sangat dibutuhkan karena produktivitas juga merupakan salah satu kunci

dalam menentukan daya saing baik level perusahaan, level industri

manufaktur dan bahkan level negara sekalipun. Emsina (2014:317)

menjelaskan bahwa keberadaan produktivitas tenaga kerja sangat

mempengaruhi proses dan biaya produksi dalam industri, karena biaya

produksi dapat mempengaruhi tingkat daya saing industri di pasar global.

Dalam meningkatkan kualitas kinerja industri manufaktur nonmigas,

tentu harus didukung oleh faktor produksi di negara atau daerah sebagai

suatu sistem dasar yang harus terpenuhi.Porter’s Competitiveness Diamond

yang dikemukakan oleh Michael Porter menunjukkan bahwa infrastruktur

merupakan salah satu sistem yang sangat mendasar dan harus ada dalam

meningkatkan daya saing industri manufaktur (competitive advantage)

(Herciu, 2013:274).

Secara tidak langsung, infrastruktur merupakan salah satu komponen

input industri manufaktur tidak produktif dalam proses produksi namun,

harus menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur

(nonmigas). Melalui infratsruktur, proses produksi juga dapat lebih efisien

karena akan menghasilkan biaya input dan output dalam produksi industri

manufaktur yang rendah (Palei, 2015:319;Mamatzakis, 2008:173).

Jika kegiatan industri manufaktur tidak di tunjang dengan kekuatan

dasar infrastruktur, maka mobilitas faktor-faktor produksi seperti bahan

baku, tenaga kerja bahkan sampai distribusi industri akan menjadi biaya

yang sangat mahal dan akan berdampak terhadap daya saing industri

manufaktur karena akan menghasilkan harga komoditas yang tidak

kompetitif di pasar baik domestik ataupun internasional.

Di samping faktor produksi, Porter’s Competitiveness Diamondjuga

menunjukkan bahwa adanya industri terkait dan industri pendukung

Page 28: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

10

merupakan salah satu bagian dari sistem dasar yang dapat menjadi

competitive advantage dari sebuah industri yang berdampak pada

meningkatnya daya saing industri manufaktur nonmigas. Model ini

menjelaskan bahwa terkonsentrasinya industri hulu dan hilir atau yang

dikenal sebagai aglomerasi industri akan menciptakan kemudahan dalam

mengakses bahan input, hal ini dikarenakan jarak industri terkait dan

pendukung yang cukup dekat dengan industri utama (Cho dan Chang,

2003:87).

Hal senada juga disampaikan oleh Weber dan Kuncoro dalam

Hilmawan (2013:9) yang menjelaskan keuntungan aglomerasi industri akan

menghasilkan minimisasi biaya transportasi. Biaya transportasi merupakan

salah satu komponen biaya yang sangat penting dalam aktivitas produksi

industri manufaktur erat kaitannya dengan biaya produksi, maka dari itu

minimisasi biaya transportasi tentu akan berdampak terhadap penurunan

biaya produksi sehingga menciptakan harga komoditas industri yang lebih

kompetitif di pasar domestik atau internasional. Dengan demikian hal

tersebut akan sangat mendukung peningkatan daya saing industri

manufaktur nonmigas yang berujung pada peningkatan pertumbuhan

ekonomi industri manufaktur nonmigas itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Berkembangnya liberalisasi ekonomi yang mampu meningkatkan

persaingan antar industri manufaktur menjadikan sektor industri manufaktur

Indonesia harus memiliki daya saing yang tinggi, daya saing yang tinggi

dapat dibentuk melalui keunggulan alamiah yang dimiliki oleh Indonesia

seperti Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) yang

melimpah atau biasa dikenal dengan comparative advantage kemudian

dikembangkan dengan baik untuk menghasilkan competitive advantage.

Partomo (2008:68) menjelaskan lebih lanjut bahwa pembangunan

industri yang unggul dan berdaya saing dalam menghadapi persaingan yang

ketat harus dapat memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative

advantage) yang dimiliki dengan efektif dan efisien sehingga dapat

Page 29: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

11

menghasilkan barang dan jasa yang unggul dan mampu bersaing

(competitive advantage).

Industri manufaktur nonmigas merupakan salah satu bagian industri

yang menjadi rencana strategis dalam meningkatkan daya saing dan

produktivitas pembangunan industri nasional setelah berakhirnya era boom

minyak pada tahun 1982. Hal ini menjadikan industri manufaktur nonmigas

sebagai motor utama penggerak perekonomian nasional yang dilihat dari

besarnya kontribusi industri manufaktur nonmigas terhadap Produk

Domestik Bruto (PDB), yaitu mencapai 20,65-22,61 persen (Kemenperin,

2015). Tetapi, tren pertumbuhan industri manufaktur nonmigas periode

tahun 2010-2016 terus mengalami penurunan, bahkan sejak awal tahun 2016

pertumbuhan industri manufaktur nonmigas berada di bawah pertumbuhan

ekonomi nasional.

Penurunan pertumbuhan dan kontribusi yang terus terjadi dapat

menjadi salah satu gejala dari deindustrialisasi dini di Indonesia dan

merupakan hasil akhir dari salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan

industri manufaktur nonmigas di Indonesia, yaitu daya saing sektor industri

manufaktur. Pada tahun 2013, Competitive Industrial Performance (CIP)

Indonesia berada pada peringkat 42 dari 143 negara, di mana peringkat ini

menurun jika dibandingkan pada tahun 2000 yang berada pada peringkat 38

dari 143 negara. Peringkat daya saing industri ini berada di bawah negara

Singapura, Malaysia dan Thailand, walaupun di satu sisi Indonesia masih

berada di atas Vietnam dan Filipina dengan selisih nilai indeks yang tipis.

Dalam mendukung rencana strategis pembangunan industri

manufaktur nonmigas 2015-2019, Kementerian Industri masih

mengutamakan Pulau Jawa sebagai salah satu zona wilayah industri

manufaktur terbesar di Indonesia karena memiliki penyebaran industri

manufaktur sebesar 75 persen dan kontribusi sektor industri manufaktur

terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 70 persen.

Besarnya kontribusi industri manufaktur di pulau Jawa merupakan

peluang dalam meningkatkan daya saing industri manufaktur nonmigas

Page 30: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

12

melalui pengembangan teknologi secara berkelanjutan. Keberadaan investasi

asing langsung merupakan salah satu kunci yang dapat menjadi roda

penggerak sektor industri manufaktur nonmigas di pulau Jawa sehingga

mampu mendorong produktivitas industri yang tinggi. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Namaki (2002:71) menunjukkan bahwa meningkatnya

jumlah Foreign Direct Investment (FDI) dalam dunia industri manufaktur

memiliki dampak positif pada meningkatnya daya saing industri manufaktur.

Berbeda dengan hal itu, Emsina (2014:1) menjelaskan bahwa

keberadaan produktivitas tenaga kerja juga dapat mempengaruhi tingkat

daya saing industri di pasar global. Begitu juga dengan pembangunan

infrastruktur yang merupakan salah satu sistem yang sangat mendasar dan

harus ada dalam meningkatkan daya saing industri manufaktur (competitive

advantage) (Herciu, 2013:274).

Porter’sCompetitiveness Model juga menunjukkan bahwa

terkonsentrasinya industri hulu dan hilir atau yang dikenal sebagai

aglomerasi industri akan menciptakan kemudahan dalam mengakses bahan

input antar industri sehingga akan menghasilkan minimisasi biaya

transportasi yang berujung pada penurunan biaya produksi industri

manufaktur. Zhaohui et all. (2013:4028) menjelaskan bahwa terdapat

hubungan positif yang kuat antara aglomerasi industri dan daya saing

industri manufaktur, dimana keduanya saling berinteraksi dan menghasilkan

sebab dan akibat.

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan, maka dapat

dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah Foreign Direct Investment (FDI) berpengaruh signifikan

terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di

Pulau Jawa?

2. Apakah produktivitas tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap

daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa?

3. Apakah infrastruktur berpengaruh signifikan terhadap daya saing

industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa?

Page 31: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

13

4. Apakah aglomerasi industri berpengaruh signifikan terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan

dilaksanakannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh Foreign Direct Investment (FDI)

terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi

di Pulau Jawa?

b. Untuk mengetahui pengaruh produktivitas tenaga kerja terhadap

daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau

Jawa?

c. Untuk mengetahui pengaruh infrastruktur terhadap daya saing

industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa?

d. Untuk mengetahui pengaruh aglomerasi industri terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau

Jawa?

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan atas penjabaran latar belakang masalah, maka

penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

a. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan informasi dan input bagi pemerintah dalam hal

merumuskan kebijakan untuk mengatasi permasalahan

pembangunan daya saing industri manufaktur nonmigas.

b. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

rujukan ilmiah dan sumbangan pemikiran di lingkungan

akademik terkait pembangunan daya saing industri manufaktur

nonmigas.

Page 32: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

14

c. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khazanah keilmuan terutama terkait pembangunan daya saing

industri manufaktur nonmigas.

Page 33: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Pendukung

1. Transformasi Struktur Ekonomi

Hakikatnya, pembangunan merupakan sebuah proses dan usaha

dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Proses pembangunan negara turut mengalami sebuah perubahan, salah

satunya adalah perubahan struktur perekonomian. Karena selain

mengalami pertumbuhan, perekonomian juga mengalami suatu

perubahan-perubahan mendasar untuk menopang pertumbuhan

ekonomi yang lebih berkualitas dan berkelanjutan. Salah satu

perubahan tersebut dinamakan transformasi struktural ekonomi.

Transformasi struktural merupakan proses perubahan struktur terhadap

komposisi industri dalam perekonomian negara, dengan kata lain

transformasi struktural merupakan proses perubahan struktur ekonomi

negara sehingga kontribusi sektor industri manufaktur telah melampaui

sektor pertanian terhadap Pendapatan Domestik Nasional (PDB)

(Todaro dan Smith, 2011:140).

2. Konsep dan Definisi Industri Manufaktur Nonmigas

Hapsari (2015:19) memaknai istilah industri menjadi dua. Pertama,

industri dapat dimaknai sebagai himpunan perusahaan-perusahaan

yang sejenis. Kedua, industri juga dapat merujuk ke suatu sektor

ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah

barang mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

Kegiatan pengolahan itu sendiri, bersifat masinal, elektrikal, atau

bahkan manual (Dumairy dalam Agustineu, 2004:25).

Sedangkan merujuk pada Badan Pusat Statistik (2017:317) definisi

industri manufaktur merupakan kegiatan ekonomi dalam mengubah

suatu barang dasar menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan

mengubah barang yang kurang nilainya agar menjadi barang yang

lebih tinggi nilainya secara mekanis, kimia, atau dengan tangan serta

Page 34: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

16

memiliki sifat produksinya lebih dekat kepada pemakai akhir. Dengan

demikian industri manufaktur nonmigas dapat dijelaskan sebagai suatu

kegiatan pengolahan industri barang atau jasa yang tidak termasuk

dalam pengolahan hasil minyak dan gas.

Pada seri tahun dasar 2000, industri manufaktur non migas

dibedakan atas dua bagian berdasarkan jumlah tenaga kerja yang

terlibat, yaitu : industri besar dan sedang/TBS (tenaga kerja ≥ 20

orang), serta industri kecil dan rumah tangga/IKKR (tenaga kerja 1-

19).

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan

atau beberapa pendekatan. Di Indonesia industri dikelompokkan

berdasarkan komoditas, skala usaha atapun arus produknya.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) penggolongan yang biasa

digunakan dalam klasifikasi industri berdasar pada Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia (KLBI), KLBI adalah klasifiksi lapangan

yang berdasarkan pada international standard of industrial

classification (ISIC) yang telah direvisi. Adapun klasifikasi industri

manufaktur non migas berdasarkan ISIC tersebut adalah industri

makanan (10), industri minuman (11), industri pengolahan tembakau

(12), industri tekstil (13), industri pakaian jadi (14), industri kulit,

barang dari kulit dan alas kaki (15), industri kayu, barang dari kayu,

gabus dan hasil hutan lainnya (16), industri kertas dan barang dari

kertas (17), industri percetakan dan reproduksi media rekaman (18),

industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (19), industri

farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (20), industri karet,

barang dari karet dan plastik (21), industri barang galian bukan logam

(22), industri logam dasar (23), industri barang logam bukan mesin dan

peralatannya (24), industri komputer, barang elektronik dan optik (25),

industri peralatan listrik (26), industri mesin dan perlengkapan (27),

industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer (28), industri alat

Page 35: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

17

angkut lain (29), industri furnitur (30), industri pengolahan lainnya

(31), industri jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (32).

3. Konsep Daya Saing Industri

a. Definisi Daya Saing Industri

Menurut Tambunan dalam Uliyati (2015:6) daya saing

merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar

negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar

tersebut, artinya adalah jika suatu produk mempunyai daya saing

maka produk tersebut yang banyak diminati konsumen. Pada dunia

yang semakin mengglobal, secara hakikat daya saing erat

hubungannya dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan

kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan

harga paling rendah atau berkualitas baik (Uliyati, 2015:6).

Sedangkan World Economic Forum (2016) mendefinisikan daya

saing sebagai kumpulan faktor-faktor, kebijakan-kebijakan dan

lembaga-lembaga yang menentukan tingkat produktivitas negara

sehingga tingkat kesejahteraan dapat dicapai melalui ekonomi.

Daya saing juga berkaitan dengan seberapa besar sektor

industri di dalam negara yang sedang dalam proses pembangunan

industri untuk bisa berkompetisi baik di pasar global ataupun

domestik. Maka dari itu menurut United Nations Industrial

Development Organization(UNIDO), daya saing industri adalah

kapasitas setiap negara untuk meningkatkan keberadaanya di pasar

internasional ketika sedang berada dalam tahap pembangunan

industri dengan tingkat teknologi dan nilai tambah yang lebih

tinggi. Sedangkan menurut Zhang (2013:2) definisi daya saing

merupakan kemampuan negara untuk memproduksi dan ekspor

industri manufaktur secara kompetitif, hal tersebut mengisyaratkan

bahwa kemampuan dalam produksi tersebut bukan hanya

mencerminkan kemampuan kapasitas industrinya melainkan juga

mencerminkan kecanggihan teknologinya.

Page 36: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

18

b. Pendekatan Daya Saing Industri

Pada dasarnya pendekatan dalam pengukuran suatu daya saing

dapat ditinjau berdasarkan dua indikator, yaitu keunggulan

komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif

(competitive advantage).

1) Keunggulan Komparatif (comparative advantage)

Pendekatan kenggulan komparatif merupakan salah

satu teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam

teori ini, David Ricardo dalam Ramadhan (2009:14)

menyatakan bahwa perdagangan yang saling

menguntungkan antar kedua negara masih dapat

berlangsung sekalipun suatu negara mengalami

ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua komoditi

jika dibandingkan dengan negara lain.

Dengan demikian bedasakan hal tersebut dapat

dijelaskan bahwa sebuah negara akan mendapatkan

keuntungan dari adanya perdagangan internasional dengan

negara lain secara efisien apabila negara tersebut dapat

melakukan spesialisasi perdagangan terhadap barang atau

jasa yang memiliki biaya peluang usaha atau opportunity

cost lebih rendah dibandingkan dengan negara lain

(Salvatore dalam Rosalina, 2013).

Cho dan Moon (2003) juga menjelaskan bahwa prinsip

dari keunggulan komparatif berawal dari adanya variasi

dari kualitas faktor produksi yang berbeda dalam

memproduksi komoditas yang berlainan, khususnya dari

adanya perbedaan produktivitas tenaga kerja antar negara,

wilayah dan daerah yang berbeda.

2) Keunggulan Kompetitif (competitive advantage)

Dalam mencapai suatu daya saing, khususnya dalam

hal ini adalah daya saing industri tentu diharapkan tidak

Page 37: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

19

hanya memiliki keunggulan secara komparatif tetapi juga

memiliki keunggulan secara kompetitif. keunggulan

kompetitif merupakan konsep yang pertama kali

dikembangkan oleh Michael E. Porter. Porter dalam

Isventina (2015:17) menjelaskan terkait adanya persaingan

global yang semakin ketat sehingga suatu negara harus

memiliki keunggulan kompetitif agar dapat bersaing baik

dalam pasar domestik ataupun internasional.

Oleh karena itu, Porter memaparkan bahwa terdapat

empat faktor utama dan dua faktor pendukung yang

membentuk suatu sistem secara bersamaan dalam

menentukan keunggulan bersaing pembangunan industri

yang disebut sebagai porter’s diamond, dimana empat

faktor utama tersebut adalah kondisi faktor (factor

condition), kondisi permintaan (demand condition), industri

terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and

supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan

strategi industri (firm strategy, structure and

rivalry)(Herciu, 2013:274). Porter’s Competitiveness

Diamondtersebut dijelaskan secara lebih lanjut dalam

Ramadhan (2009:12) sebagai berikut :

a) Kondisi Faktor (factor condition)

Faktor-faktor dasar seperti sumber daya dalam

sebuah negara merupakan salah satu hal penting dalam

melakukan persaingan. Sumber daya tesebut tediri dari

lima kelompok, yaitu pertama Sumber Daya Manusia

(SDM) yang terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tesedia,

keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja.

Bahkan Cho dan Moon (2003:113) memaparkan

lebih lanjut bahwa produktivitas tenaga kerja juga

merupakan faktor tepenting dalam menunjang daya saing

Page 38: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

20

negara, khususnya dalam hal ini yaitu industri manufaktur,

karena produktivitas dapat menjadi penentu standar hidup

masyarakat dari sebuah negara, menjadi penentu upah para

pekerja dan penentu tingkat pengembalian modal dalam

proses produksi industri.

Kedua, sumber daya fisik atau alam yang terdiri dari

ketersediaan air, mineral, energi serta sumber daya

pertanian, perikanan, perkebunan dan kehutanan sebagai

bahan baku yang dibutuhkan dalam industri. Ketiga,

sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),

dimana ini terdiri dari ketersediaannya pengetahuan pasar,

teknis, ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam

memproduksi barang dan jasa.

Keempat, sumber daya modal yang terdiri dari

jumlah biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber

modal, aksesbilitas tehadap pembiayaan, kondisi lembaga

pembiayaan dan perbankan. Kelima, sumber daya

infrastruktur yang terdiri dari transportasi, komunikasi,

energi listrik, air besih dan lain-lain.

b) Kondisi Permintaan (demand condition)

Kondisi permintaan juga dapat mempengaruhi daya

saing suatu komoditi, di mana kondisi pemintaan tersebut

dapat berasal dari pasar domestik dan pasar internasional

karena semakin besar permintaan terhadap komoditas

tersebut, maka akan semakin besar produsen mencoba

untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

Keunggulan yang kompetitif dalam industri sebuah

negara juga dapat dicapai apabila industri dapat melihat

pasar akan kebutuhan masyarakat yang jauh lebih maju, hal

ini tentu akan mendukung industri untuk berinovasi lebih

Page 39: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

21

cepat dibandingkan dengan para pesaingnya (Cho dan

Moon, 2003).

c) Industri Pendukung dan Terkait (related and

supporting industry)

Dengan adanya industri pendukung terkait, dapat

menciptakan efisiensi dan sinergi. Industri pendukung

dalam penyediaan faktor produksi atau pasar faktor

produksi (market factor production) dan industri pendukung

dalam proses pasca produksi. Industri terkait dan industri

pendukung dapat mempengaruhi daya saing secara global

melalui pengadaan industri hulu yang menjamin pasokan

input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah,

mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman

yang cepat dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

industri. Begitu juga dengan industri hilir yang mendukung

proses pasca produksi yang mendukung distribusi barang

dari industri utama ke konsumen. Oleh karena itu,

teciptanya industri pendukung yang baik, efisiensi dapat

tecapai terutama dengan berkurangnya biaya transaksi

maupun biaya transportasi.

d) Kondisi Struktur, Persaingan Dan Strategi Industri

(firm strategy, structure and rivalry)

Tingkat persaingan bagi industri akan mendukung

kompetisi dan inovasi. Dengan adanya persaingan, akan

memotivasi industri untuk selalu meningkatkan kualitas

produk yang dihasilkan dan selalu mencapai inovasi baru,

seperti mengembangkan produk, memperbaiki produk yang

ada, berupaya untuk menurunkan harga dan biaya,

mengembangkan teknologi baru, serta memperbaiki mutu

pelayanan. Pada akhirnya dengan didukung adanya

persaingan yang sehat, industri akan mencapai strategi baru

Page 40: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

22

yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan

efisiensi.

c. Pengkuran Daya Saing Industri

Menurut Tripa, et al(2016), banyak metode yang dapat

digunakan untuk mengetahui sebuah daya saing, khususnya dalam

hal ini adalah daya saing sektor industri manufaktur di dalam suatu

wilayah. Namun, metode yang memiliki tingkat perhitungan dan

dapat menyimpulkan dengan akurasi lebih baik karena adanya

keseimbangan antara permintaan dan penawaran dalam komoditas

industri di wilayah, yaitu Revealed Competitiveness Index (Havrila

et al., 2003). Revealed Competitiveness Index (RC) sendiri

merupakan pengukuran daya saing yang pertama kali

diperkenalkan oleh Vollrath pada tahun 1991, di mana metode ini

mengukur daya saing berdasarkan kinerja ekspor yang sama

dengan index Balassa tahun 1965 dan impor dari suatu sektor

industri dalam wilayah yang di konversikan dalam bentuk

logaritma (Cavlin et al., 2014). Formula yang digunakan untuk

mencapai Revealed Competitiveness Index (RC) ini berdasarkan

formula yang dibangun oleh Karaalp et al (2012), yaitu:

RCij = ln(RXAij)-ln(RMAij), di mana:

RXAij = (Xij/Xit) / (Xnj/Xnt)

RMAij = (Mij/Mit) / (Mnj/Mnt)

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa:

RC = Revealed Competitiveness

RXA = Relative Export Advantage

RMA = Relative Import Advantage

Ln = Logaritma Natural

Xij = Ekspor Industri Nonmigas ProvinsiDi

Pulau Jawa

Xit = Total Ekspor Provinsi Di Pulau Jawa

Page 41: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

23

Xnj = Ekspor Industri Non Migas Di Indonesia

Xnt = Total Ekspor Di Indonesia

Semakin tinggi nilai indeks yang dicapai maka akan

semakin memiliki competitive advantage atau daya saing yang

tinggi. Wilayah yang memiliki nilai indeks Revealed

Competitiveness (RC) positif merupakan wilayah yang berdaya

saing (competitive advantage), sedangkan wilayah yang memiliki

nilai indeks Revealed Competitiveness negatif merupakan wilayah

yang tidak berdaya saing (competitive disadvantage).

4. Investasi

Noor (2009:4) mendefinisikan investasi sebagai kegiatan

mengalokasikan atau menanamkan sumberdaya (resources) saat ini,

dengan harapan mendapatkan manfaat di masa yang akan datang.

Investasi dalam teori ekonomi merupakan pengeluaran-pengeluaran

untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi

dengan tujuan untuk menambah barang-barang modal dalam

perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan

jasa di masa depan (Sukirno, 2000:69). Sedangkan Samuelson

(2003:137) menjelaskan bahwa investasi sering kali mengarah pada

perubahan dalam keseluruhan permintaan dan mempengaruhi siklus

bisnis, selain itu investasi mengarah kepada akumulasi modal yang

bisa meningkatkan output potensial negara dan mengembangkan

pertumbuhan jangka panjang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan

awal dari kegiatan pembangunan ekonomi. Investasi memiliki peranan

yang penting terhadap kapasitas produksi, karena investasi juga

merupakan penggerak perekonomian baik untuk penambahan faktor

produksi maupun peningkatan kualitas faktor produksi. Faktor

produksi akan mengalami penyusutan sehingga akan mengurangi

produktivitas dari faktor-faktor produksi tersebut. Agar tidak terjadi

Page 42: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

24

penurunan produktivitas harus diimbangi dengan investasi baru yang

lebih besar dari penyusutan faktor produksi tersebut.

5. Foreign Direct Investment (FDI)

a. Pengertian ForeignDirect Investment (FDI)

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 sebagaimana yang

telah disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 11 Tahun 1970,

Foreign Direct Investment (FDI) merupakan penanaman modal

asing secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan

undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan

perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara

langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.

Ulum (2014:30) dalam penelitiannya menjelaskan FDI (Foreign

Direct Investment) sebagai salah satu ciri penting dari sistem

ekonomi yang mengglobal karena terjadinya arus modal

internaional di mana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau

memperluas perusahaanya di negara lain dalam jangka panjang.

Hal ini mengindikasikan bahwa adanya aliran modal asing

bukan hanya terjadi pemindahan sumberdaya tetapi juga terjadi

pemberlakukan kontrol terhadap perusahaan yang ada di negara

tujuan investasi (biasa disebut „host country‟) dengan cara investor

membeli perusahaan di luar negeri yang sudah atau menyediakan

modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli

sahamnya sekurangnya 10%.

Sedangkan Panayotou dalam Ulum (2014:31) menjelaskan

bahwa FDI lebih penting dalam menjamin kelangsungan

pembangunan dibandingkan dengan modal portofolio, sebab

terjadinya FDI di suatu negara akan diikuti dengan transfer of

technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil

dan lebih profitable. Ungkapan ini juga senada dengan Caves

dalam Zhang (2013:4) yang menyatakan bahwa FDI merupakan

salah satu paket aset yang dapat terlihat dan juga tidak terlihat

Page 43: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

25

seperti modal, teknologi, skills, brand names, berorganisasi, praktik

manajerial, akses dalam pasar.

Dengan demikian peran FDI ini dapat memberikan banyak

manfaat ekonomi dan lainnya untuk negara yang menjadi pilihan

investasi, manfaat ini termasuk meningkatkan lapangan kerja,

peningkatan pendapatan, dampak menguntungkan untuk investasi

lokal, alih teknologi, membaiknya keterampilan tenaga kerja,

meningkatnya ekspor, meningkatkan kebersaingan internasional

dari perusahaan-perusahaan lokal dan meningkatnya persaingan

domestik.

b. Hubungan Forein Direct Investment (FDI) dengan Daya Saing

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Porter dalam tahapan baru

untuk pembangunan nasional yang lebih kompetitif mencantumkan

investment driven sebagai suatu tahap di mana kemampuan dan

ketersediaan untuk melakukan investasi merupakan keunggulan

utama dalam meningkatkan daya saing (Cho dan Moon, 2003:211).

Karena melalui adanya investasi faktor-faktor dasar yang ada

dalam setiap negara dapat melakukan perbaikan sehingga

ditingkatkan dari dasar menjadi lebih lanjut seperti penciptaan

infrastruktur yang modern dan dapat menunjang industri lebih baik.

Kemudian keberadaan FDI juga memiliki beragam keunggulan

yang dapat di manfaatkan untuk meningkatkan daya saing

khususnya sektor industri seperti memperkenalkan teknologi baru

berupa produk, proses serta praktik dalam menjalankan usaha

industri yang lebih invovasi. Oleh karena itu, seiring dengan

pengembangan teknologi yang lebih inovatif, maka perusahaan

yang menanamkan FDI ini juga akan memperkenalkan dan

mengembangkan keterampilan baru dalam teknologi tersebut

(Potterie dan Lichtenberg, 2013:490-497).

Suatu proses produksi dalam industri yang lebih inovatif dapat

menciptakan tingkat produktivitas yang tinggi baik industri padat

Page 44: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

26

modal maupun industri padat karya, tingginya produktivitas ini

tentu akan berpeluang besar dalam meningkatkan kapasitas

produksi dalam industri sehingga mampu meghasilkan produk yang

berkualitas dengan harga kompetitif baik di pasar domestik maupun

internasional.

6. Produktivitas Tenaga Kerja

a. Pengertian Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivits merupakan salah satu faktor yang penting dalam

menunjang daya saing sebuah negara, khususnya daya saing dari

sisi industri. Seperti apa yang diungkapkan oleh Usman dalam

Sunny (2012:297) dalam penelitiannya bahwa banyak sekali faktor

yang diperlukan untuk dapat meningkatkan daya saing di tingkat

industri, faktor tersebut diantaranya adalah produktivitas dan

kualitas. Salah satu produktivitas yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja

merupakan perbandingan antara output yang dihasilkan dalam

suatu industri dengan input tenaga kerja yang digunakan (Martin et

al., 2007:61). Sedangkan, Cho dan Moon mendefinisikan

produktivitas tenaga kerja sebagai nilai output yang diproduksi

oleh suatu unit tenaga kerja atau modal dan menjadi penentu

standar kehidupan tinggi suatu negara dalam jangka panjang.

Standar kehidupan tinggi ini memiliki makna bahwa penentu

kualitas dari sebuah industri dalam suatu negara bukan tergantung

dari seberapa banyak input baik modal atau tenaga kerja yang

digunakan tetapi tergantung dari kapasitas industri untuk mencapai

tingkat produktivitas yang tinggi dan dapat meningkatkannya

secara berkelanjutan.

b. Hubungan Produktivitas Tenaga Kerja dan Daya Saing

Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor kunci

dalam segala aktivitas ekonomi. Karena menggerakkan roda

perekonomian dalam negara atau wilayah tentu tidak luput dari

Page 45: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

27

faktor sumber daya di dalamnya, yaitu tenaga kerja. Tenaga kerja

merupakan salah satu input dalam proses produksi yang

mempengaruhi terciptanya proses output dalam suatu industri.

Oleh karena itu, tenaga kerja yang produktif dalam suatu industri

akan memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas produksi

yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing sektor industri

tersebut (Isventina, 2015:44).

Di sisi lain, Ramadhan (2009:49) juga menjelaskan bahwa

pentingnya produktivitas tenaga kerja dalam proses produksi

karena juga dapat meningkatkan output bukan hanya dari segi

kuantitas tetapi juga dari segi kualitas produksi tersebut. Dengan

demikian, jika kapasitas dan kualitas dalam suatu proses produksi

tinggi maka akan berdampak terhadap harga yang kompetitif di

pasar baik domestik ataupun internasional sehingga akan

menciptakan daya saing suatu industri. Hal ini juga senada dengan

Rosalina (2013:46) yang menyatakan bahwa meningkatnya

produktivitas tenaga kerja mencerminkan tingkat output yang

dihasilkan untuk setiap input yang digunakan meningkat sehingga

akan menentukan keunggulan (daya saing) suatu industri pada

tingkat global, regional maupun dalam negeri.

7. Infrastruktur

a. Pengertian Infrastruktur

Secara umum infrastruktur merupakan salah satu penunjang

dalam menjalankan pembangunan ekonomi yang berupa sarana

dan prasarana. Hal ini juga ditegaskan oleh Familoni (2004:16)

yang menyatakan infrastruktur sebagai basic essential service

dalam proses pembangunan. Mengacu pada pernyataan tersebut

infrastruktur menjadi suatu sarana dan prasarana yang

memudahkan mobilitas dan kegiatan pembangunan ekonomi dalam

suatu negara atau wilayah. Sedangkan Grigg dalam Kodoatie,

(2003:8) menjelaskan infrastruktur sebagai suatu sistem fisik yang

Page 46: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

28

menyediakan transportasi, air, listrik dan fasilitas publik lain yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara

ekonomi maupun sosial.

Di sisi lain, Canning dan Pedroni (2004:11) menyatakan

bahwa salah satu sifat dari infrastruktur adalah menyebarkan

eksternalitas positif. Dengan demikian, adanya infrasruktur

merupakan salah satu faktor dasar utama yang harus tersedia dalam

menjalankan berbagai kegiatan termasuk kegiatan ekonomi yang

memiliki dampak positif berupa efek limpahan (spillover effect)

seperti meningkatkan produktivitas dalam proses produksi

sehingga kapasitas produksinya juga ikut meningkat tanpa hrus

meningkatkan input modal dan tenaga kerja.

b. Penggolongan Infrastruktur

Grigg dalam Kodoatie (2003:101) membagi infrastruktur ke

dalam 13 katagori, diantaranya yaitu:

1) Sistem penyediaan air seperti waduk, penampungan air,

transmisi dan distribusi, fasilitas pengelolaan air (treatment

plant).

2) Sistem pengelolaan air limbah seperti pengumpulan,

pengolahan, pembuangan ulang.

3) Fasilitas pengelolaan limbah padat.

4) Fasilitas pengendali banjir, berupa drainase dan irigasi.

5) Fasilitas lintas air dan navigasi.

6) Fasilitas transportasi seperti jalan, rel, bandar udara.

Termasuk di dalamnya adalah tanda-tanda lalu lintas,

fasilitas pengontrol.

7) Sistem transit publik.

8) Sistem kelistrikan produksi dan distribusi.

9) Fasilitas gas alam.

10) Gedung publik seperti sekolah, rumah sakit.

11) Fasilitas perumahan publik.

Page 47: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

29

12) Taman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain

termasuk stadion.

13) Komunikasi

Sedangkan penggolongan infrastruktur menurut World Bank

dalam Ulum (2014:36) dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Infrastruktur ekonomi, yaitu infrastruktur fisik yang

diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi meliputi

publicutilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi dan

gas), public work ( jalan, bendungan, kanal, irigasi dan

drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan,

lapangan terbang dan sebagainya).

2) Infrastruktur sosial yang meliputi pendidikan, kesehatan,

perumahan dan rekreasi.

3) Infrastruktur administrasi yang meliputi penegakan hukum,

kontrol administrasi dan koordinasi.

Kemudian, pembagian jenis infrastruktur juga dijelaskan

melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 Tentang Komite

Percepatan Penyediaan Infrastruktur yang menyatakan bahwa ada

beberapa jenis infrastruktur yang penyediannya diatur pemerintah,

yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur

pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur

telematika, infrastruktur ketenagalistrikan dan infrastruktur

pengangkutan gas dan minyak bumi.

c. Hubungan Infrastruktur dan Daya Saing

Porter dalam Herciu (2013:274) telah memaparkan bahwa

salah satu faktor yang dapat menentukan keunggulan kompetitif

(competitive advantage) adalah kondisi faktor (factor condition)

sebagai faktor-faktor dasar yang harus terpenuhi dalam suatu

pembangunan, salah satu contoh kondisi faktor yang dimaksud ini

adalah keberadaan infrastruktur dalam suatu negara atau wilayah.

Melalui infrastruktur, proses produksi dapat menjadi lebih efisien

Page 48: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

30

karena akan menghasilkan biaya input dan transaksi dalam

produksi industri yang rendah (Palei, 2015:173).

Hal ini juga senada dengan penjelasan Prasetyo (2010:24) yang

menyatakan bahwa peningkatan fasilitas infrastruktur dapat

mendorong perkembangan teknologi sehingga dapat mencapai

tingkat efisiensi dalam kegiatan produksi. Tingkat efisiensi dalam

suatu proses produksi mencerminkan suatu keuntungan karena

industri dapat menghasilkan output lebih besar karena terciptanya

produktivitas yang tinggi dengan biaya yang seminimal mungkin.

Keadaan produksi dalam industri yang seperti itu tentu akan

berdampak terhadap kuantitas dan kualitas produk yang unggul

dengan harga kompetitif di pasar baik internasional ataupun

domestik dalam suatu negara atau wilayah.

8. Aglomerasi Industri

a. Pengertian Aglomerasi

Aglomerasi merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan

oleh Weber dan disempurnakan oleh Alfred Marshall (1920),

istilah aglomerasi ini membahas tentang penghematan aglomerasi

(agglomeration economies) atau disebut sebagai industri yang

terlokalisir (localized industries) (Yulinda,2016:7). Pernyataan ini

juga senada dengan Hilmawan (2013:5) yang menyatakan bahwa

aglomerasi merupakan suatu fenomena terkonsentrasinya industri

sejenis atau industri yang berhubungan pada lokasi yang sama

untuk memperoleh penghematan industri. Berdasarkan hal tersebut,

Kuncoro dalam Hilmawan (2013:5) menyampaikan kondisi yang

relevan dengan fenomena aglomerasi ini, yaitu kawasan perkotaan

yang di dalamnya menawarkan suatu penghematan biaya akibat

adanya kemudahan aksesbilitas dan keberadaan infrastruktur kota

membuat para investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada

daerah yang memiliki penghematan biaya tersebut (localization

economies).

Page 49: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

31

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aglomerasi

merupakan suatu aktivitas ekonomi yang terkonsentrasi di wilayah

secara spasial karena adanya penghematan secara ekonomi akibat

lokasi yang saling berdekatan.

b. Hubungan Aglomerasi dan Daya Saing

Berbicara tentang bagaimana suatu industri dapat memiliki

daya saing yang unggul tentu dilihat dari berbagai faktor selain

faktor yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu faktor

dominan lainnya adalah adanya aglomerasi industri. Pendekatan ini

telah dijelaskan oleh Michael Porter dalam Porter’s Diamond

Model yang mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif suatu

perusahaan atau industri dipengaruhi adanya industri pendukung

dan terkait (supported and related industry) atau dalam hal ini

dikenal dengan aglomerasi industri. Hal ini juga didukung dalam

prinsip New Economic Geography yang dijelaskan oleh Krugman

dalam Klyenhans dan Drewes (2008:2) yang menyatakan bahwa

terjadinya aglomerasi akan berdampak terhadap penghematan dari

kegiatan industri itu sendiri, diantaranya adalah pertama,

kelimpahan informasi, pengetahuan dan teknologi, jika banyak

industri sejenis yang beraglomerasi pada lokasi yang sama maka

para pekerja dalam industri tertentu secara relatif mudah

berhubungan dengan pekerja-pekerja dari perusahaan lokal

lain.Dengan demikian, pertukaran informasi, pengetahuan dan

teknologi antar para pekerja diberbagai industri akan berlangsung

setiap hari.

Kedua, input lokal yang tidak diperdagangkan, situasi ini

menggambarkan di mana industri yang sejenis mengelompok di

suatu tempat maka ada beberapa input tertentu yang menjadi lebih

efisien jika digunakan secara bersama-sama oleh pekerja di industri

tersebut dibandingkan jika input tersebut dibeli secara individu

oleh industri terkait. Ketiga, ketersediaan tenaga kerja terampil

Page 50: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

32

lokal, tersedianya tenaga kerja yang terampil di wilayah tersebut

akan menyebabkan turunnya biaya tenaga kerja dalam industri

yang berlokasi di wilayah tersebut.

Jika suatu industri berlokasi di wilayah yang sudah memiliki

kelompok pekerja lokal dengan keterampilan khusus yang

diperlukan oleh industri tertentu, maka biaya yang akan

dikeluarkan oleh industri tersebut untuk meningkatkan kemampuan

tenaga kerja seperti pelatihan ulang, biaya mencari dan informasi

secara relative akan rendah.

c. Pengukuran Aglomerasi Industri

Metode yang cukup sederhana untuk mengukur tingkat

konsentrasi atau aglomerasi suatu industri dalam suatu wilayah

dapat dilihat berdasarkan Location Quotient (LQ). Metode LQ

merupakan salah satu pendekatan umum yang banyak digunakan

dalam menganalisis suatu basis perekonomian dalam wilayah,

khususnya mengidentifikasi sektor unggulan yang akan menjadi

sektor utama (leading sektor) dalam kegiatan ekonomi pada

wilayah tersebut.

Adapun pengukuran LQ ini didasarkan pada tingkat

konsentrasi atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui

pendekatan perbandingan baik dalam aspek tenaga kerja ataupun

pendapatan (Yulinda, 206:12). Metode LQ yang digunakan dalam

penelitian ini berfokus pada tingkat konsentrasi dalam aspek tenaga

kerja yang nantinya digunakan untuk mengidentifikasi seberapa

jauh tingkat konsentrasi atau aglomerasi industri manufaktur

nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa. LQ dalam aspek tenaga

kerja dilihat berdasarkan rasio dari peranan tenaga kerja sektor

lokal tertentu terhadap tenaga kerja sektor yang sama di tingkat

yang lebih luas (Kuncoro dalam Yulinda, 2016:12).

Jika dalam perbandingannya tingkat konsentrasi industri pada

suatu wilayah lokal lebih besar dibandingkan tingkat konsentrasi

Page 51: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

33

industri yang sama pada cakupan wilayah yang lebih luas, maka

spesialisasi industri pada wilayah tersebut dapat terjadi yang

artinya wilayah tersebut membentuk suatu aglomerasi industri.

Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat aglomerasi

ini melalui metode LQ mengacu pada penjabaran yang

disampaikan oleh Yulinda (2016:12), yaitu sebagai berikut:

LQir =

Di mana:

LQir = Location Quotient (LQ)

Eit = Tenaga kerja sektor industri (i) pada

provinsi t

Et = Total tenaga kerja pada provinsi t

Eij = Tenaga kerja sektor industri (i) di

Indonesia

Ej = Total tenaga kerja di Indonesia

Jika nilai LQ lebih besar dari satu (LQ > 1), maka dapat

dikatakan bahwa industri (i) terkonsentrasi pada provinsi t yang

artinya provinsi t terdapat aglomerasi industri. Begitu juga

sebaliknya, jika nilai LQ kurang dari satu (LQ < 1), maka dapat

dikatakan bahwa industri (i) tidak terkonsentrasi pada provinsi t

yang artinya provinsi t tidak teraglomerasi. Penjelasan ini sejalan

dengan penelitian Prasetyo (2010:110) yang menyatakan bahwa

aglomerasi industri dapat teridentifikasi jika nilai LQ yang

dihasilkan lebih dari satu (LQ > 1) dan sebaliknya.

B. Penelitian Sebelumnya

Simona Tripa, et allmelakukan analisis daya saing suatu industri

dalam penelitiannya yang berjudul “Revealed Comparative Advantage and

Competitiveness in Romanian Textile and Clothing Industry” pada tahun

2016. Berdasarkan analisis dari hasil kesimpulan beberapa literatur dan

perhitungan matematika dan index statistik seperti Balassa Index

Page 52: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

34

(Revealed Comparative Advantage), Vollrath Index (Revealed

Competitive) dan Lafay Index (LFI). Ketiga metode tersebut membuahkan

dua hasil penelitian dalam analisis daya saing industri (1) berdasarkan

Balassa Index (Revealed Comparative Advantage) industri tekstil di

Romania memiliki daya saing industri tekstil hingga tahun 2004.

Sedangkan Romania tidak memiliki daya saing pada industri tekstil jika

dihitung dengan Vollrath Index dan Lafay Index. (2) Romania memiliki

daya saing pada industri pakaian dalam hasil penghitungan menggunakan

Vollrath Index dan Lafay Index, sedangkan industri pakaian di Romania

tidak memiliki daya jika dihitung melalui Balassa Index (Revealed

Comparative Advantage).

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mihaela Herciu pada

tahun 2013 yang berjudul “Measuring International Competitiveness of

Romania by using Porter‟s Diamond and Revealed Comparative

Advantage”, telah membuktikan secara empiris identifikasi daya saing

internasional Romania melalui model Porter dan Balassa Index. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa Romania tidak memiliki daya saing

industri yang kuat secara keunggulan kompetitif, tetapi di sisi lain masih

memiliki keunggulan komparatif dalam beberapa industri tertentu.

Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Miroslav Cavlin, et all.,

pada tahun 2014 yang berjudul “ Measurement of Comparative Advantage

of Processed Food Sector of Serbia in The Increasing The Export”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif (daya

saing) dari ekspor olahan sektor makanan di Serbia. Metode penelitian

yang digunakan adalah RXA (Relative Export Advantage), RTA (Relative

Trade Advantage), RC (Revealed Competitive), RCA (Revealed

Comparative Advantage), LFI (Lafay Index), GL (Grubel Lloyd Index),

dan Modified Index of Comparative Advantage. Secara keseluruhan hasil

penelitian ini menyatakan bahwa industri olahan sektor makanan memiliki

masing-masing nilai indeks yang positif, artinya bahwa industri olahan

sektor makanan di Serbia memiliki daya saing (keunggulan komparatif).

Page 53: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

35

Di sisi lain, Kevin Honglin Zhang melakukan penelitian yang berjudul

“How Does Foreign Direct Investment Affect Industrial Competitiveness?

Evidence from China” pada tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis peran Foreign Direct Investment (FDI) terhadap daya saing

21 sektor industri manufaktur 31 Provinsi di China. Metode penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu regresi data panel. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa Foreign Direct Investment (FDI)

memiliki dampak positif terhadap daya saing industri manufaktur di

China.

Pada kesempatan yang berbeda, El-Namaki juga melakukan penelitian

yang berjudul “An Analysis of China‟s Competitiveness Between 1995

and 1999” pada tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

hubungan antara peringkat daya saing dengan produktivitas, utang luar

negeri, tingkat keterbukaan ekonomi, Foreign Direct Investment (FDI),

dan GDP (Gross Domestic Product) di Negara China. Secara keseluruhan

penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatnya produktivitas, utang luar

negeri, FDI dan GDP berdampak positif terhadap peningkatan daya saing

di China, sedangkan semakin meningkatnya derajat keterbukaan ekonomi

di China berdampak negatif terhadap daya saing China artinya tidak

menunjukkan peningkatan terhadap peringkat daya saing.

Penelitian selanjutnya berjudul “Labour Productivity as A Factor of

Competitiveness: A Comparative Study” yang ditulis oleh Martin Uzik

dan Renata Vokorokosova pada tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis komparatif produktivitas tenaga antara Slovakia sebagai

negara anggota baru dengan jerman dan 12 negara anggota lama di. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatnya produktivitas tenaga

kerja berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan yang signifikan di

beberapa sektor ekonomi di Slovakia dan cepatnya pertumbuhan

produktivitas tenaga kerja ini tidak mengancam daya saing di negara lain.

Kemudian, Astra Auzina dan Emsina juga melakukan penelitian yang

berjudul “Labour Productivity, Economic Growth and Global

Page 54: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

36

Competitiveness in Post-Crisis Period” pada tahun 2014. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis secara komparatif pengaruh perubahan

produktivitas tenaga kerja dan dampaknya terhadap daya saing

internasional di negara Latvia, Lithuania dan Estonia. Penelitian ini

menyatakan sebuah hasil, yaitu meningkatnya produktivitas tenaga kerja

mendorong perekonomian menjadi lebih baik dan pada akhirnya

berdampak terhadap meningkatnya daya saing global.

Penelitian berjudul “Assessing The Impact of Infrastructure on

Economic Growth and Global Competitiveness” yang di tulis oleh Tatyana

Palei pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk analisis tingkat

pengaruh infrastruktur terhadap daya saing nasional. metode yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis regresi berganda. Hasil dari

penelitian ini menjelaskan bahwa variabel infrastruktur berpengaruh secara

positif terhadap daya saing nasional.

Penelitian lain berjudul “Economic Performance and Public

Infrastructure: An Application to Greek Manufacturing” yang di tulis oleh

Emmanuel Constantine Mamatzakis pada tahun 2008. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pengaruh infrastruktur publik terhadap

kinerja perekonomian khususnya pertumbuhan produktivitas. Industri

manufaktur di Greek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

fungsi matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infratsruktur

publik memiliki pengaruh dan dampak positif terhadap pertumbuhan

produktivitas sehingga infrastruktur publik dapat meningkatkan

pertumbuhan produktivitas serta menghemat biaya input hampir di seluruh

industri manufaktur Greek.

Penelitian selanjutnya berjudul “The Influence of Location on the

Efficiency of Manufacturers in South Africa” yang di tulis oleh Ewert

Kleyhans dan Ernst Drewes pada tahun 2008. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis pengaruh adanya lokasi terhadap efisiensi industri

manufaktur di Afrika Selatan. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan

bahwa faktor-faktor tradisional kemudian diikuti oleh faktor modern

Page 55: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

37

merupakan salah satu faktor penting untuk mengambil keputusan dalam

mempertimbangkan lokasi industri, hal tersebut juga berdampak positif

dalam meningkatkan daya saing industri manufaktur di Afrika Selatan

karena terciptanya efisiensi industri.

Penelitian berjudul “Study on China‟s Electronic Information

Industrial Agglomeration and Regional Industrial Competitiveness” yang

di tulis oleh Xuan Zhaohui, Yongbo dan Wu Aizhi pada tahun 2013

memiliki tujuan untuk menganalisis korelasi antara aglomerasi industri

dan daya saing industri elektronik informasi di seluruh provinsi negara

China. Adapun penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa

antara aglomerasi industri dan daya saing industri elektronik informasi di

China memiliki korelasi positif yang signifikan.

Penelitian lain dalam bentuk tesis yang berjudul “Analisis Daya Saing

Sektor Industri Prioritas Indonesia dalam Menghadapi Pasar ASEAN” di

tulis oleh Isventina pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis tingkat daya saing industri prioritas Indonesia dan faktor-

faktor yang mempengaruhi daya saing tersebut. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA) dan

regresi data panel. Penelitian ini merujuk kepada dua hasil penelitian,

diantaranya (1) sektor industri prioritas Indonesia memiliki daya saing

dengan nilai indeks RCA>1 di ASEAN, kecuali industri kimia, mesin dan

furnitur. (2) berdasarkan regresi data panel, harga ekspor, produktivitas

tenaga kerja dan nilai tukar rill berpengaruh signifikan terhadap daya saing

industri prioritas Indonesia, sedangkan variabel modal tetap tidak

berpengaruh signifikan terhadap daya saing industri prioritas Indonesia.

Page 56: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

38

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti Judul Penelitian Tahun Variabel Hasil Penelitian

1. Simona Tripa Revealed Comparative

Advantage And Competitiveness

In Romanian Textile And

Clothing Industry

2016 Daya Saing Industri Ketiga metode tersebut membuahkan

dua hasil penelitian dalam analisis daya

saing industri, yaitu:

1. Berdasarkan Balassa Index (Revealed

Comparative Advantage) industri tekstil

di Romania memiliki nilai indeks yang

mengindikasikan bahwa Romania

memiliki daya saing industri tekstil

hingga tahun 2004.

2. Romania memiliki daya saing pada

industri pakaian dalam hasil

penghitungan menggunakan Vollrath

Index dan Lafay Index, sedangkan

industri pakaian di Romania tidak

memiliki daya jika dihitung melalui

Balassa Index (Revealed Comparative

Advantage).

Page 57: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

39

2 Mihaela Herciu Measuring International

Competitiveness Of Romania By

Using Porter‟s Diamond And

Revealed Comparative

Advantage

2013 Daya Saing Industri Romania tidak memiliki daya saing

industri yang kuat secara keunggulan

kompetitif, tetapi di sisi lain masih

memiliki keunggulan komparatif dalam

beberapa industri tertentu.

3 Miroslav Cavlin,

et al.

Measurement Of Comparative

Advantage Of Processed Food

Sector Of Serbia In The

Increasing The Export

2014 Daya Saing Industri Industri olahan sektor makanan

memiliki masing-masing nilai indeks

yang positif, artinya bahwa industri

olahan sektor makanan di Serbia

memiliki daya saing (keunggulan

komparatif).

4 Kevin Honglin

Zhang

How Does Foreign Direct

Investment Affect Industrial

Competitiveness? Evidence From

China

2013 Foreign Direct

Investment Dan

Daya Saing Industri

Foreign Direct Investment (FDI)

memiliki dampak positif terhadap daya

saing industri manufaktur di China.

5 El-Namaki An Analysis Of China‟s

Competitiveness Between 1995

And 1999

2002 Produktivitas, Utang

Luar Negeri, Tingkat

Keterbukaan

Ekonomi, Fdi Dan

Gdp

Meningkatnya produktivitas, utang luar

negeri, FDI dan GDP berdampak positif

terhadap peningkatan daya saing di

China, sedangkan semakin

meningkatnya derajat keterbukaan

ekonomi di China berdampak negatif

Page 58: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

40

terhadap daya saing China artinya tidak

menunjukkan peningkatan terhadap

peringkat daya saing.

6 Martin Uzik dan

Renata

Vokorokosova

Labour Productivity As A Factor

Of Competitiveness: A

Comparative Study

2007 Produktivitas Tenaga

Kerja Dan Daya

Saing

Meningkatnya produktivitas tenaga

kerja berdampak positif terhadap

peningkatan pertumbuhan yang

signifikan di beberapa sektor ekonomi

di Slovakia dan cepatnya pertumbuhan

produktivitas tenaga kerja ini tidak

mengancam daya saing di negara lain.

7 Astra Auzina

dan Emsina

Labour Productivity, Economic

Growth And Global

Competitiveness In Post-Crisis

Period

2014 Produktivitas Tenaga

Kerja, Pertumbuhan

Ekonomi, Daya

Saing

Meningkatnya produktivitas tenaga

kerja mendorong perekonomian

menjadi lebih baik dan pada akhirnya

berdampak terhadap meningkatnya daya

saing global.

8 Tatyana Palei Assessing The Impact Of

Infrastructure On Economic

Growth And Global

Competitiveness

2015 Infrastruktur Dan

Daya Saing

Variabel infrastruktur berpengaruh

secara positif terhadap daya saing

nasional.

9 Emmanuel

Constantine

Economic Performance And

Public Infrastructure: An

2008 Infrastruktur Publik

Dan Kinerja

Infratsruktur publik memiliki pengaruh

dan dampak positif terhadap

Page 59: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

41

Mamatzakis Application To Greek

Manufacturing

Ekonomi pertumbuhan produktivitas sehingga

infrastruktur publik dapat meningkatkan

pertumbuhan produktivitas serta

menghemat biaya input hampir di

seluruh industri manufaktur Greek.

10 Ewert Kleyhans

dan Ernst

Drewes

The Influence Of Location On

The Efficiency Of Manufacturers

In South Africa

2008 Aglomerasi Industri,

Efisiensi Dan Daya

Saing

Faktor-faktor tradisional kemudian

diikuti oleh faktor modern merupakan

salah satu faktor penting untuk

mengambil keputusan dalam

mempertimbangkan lokasi industri, hal

tersebut juga berdampak positif dalam

meningkatkan daya saing industri

manufaktur di Afrika Selatan.

11 Xuan Zhaohui,

Yongbo dan Wu

Aizhi

Study On China‟s Electronic

Information Industrial

Agglomeration And Regional

Industrial Competitiveness

2013 Aglomerasi Industri

Dan Daya Saing

Aglomerasi industri dan daya saing

industri elektronik informasi di China

memiliki korelasi positif yang

signifikan.

12 Isventina Analisis Daya Saing Sektor

Industri Prioritas Indonesia

Dalam Menghadapi Pasar

ASEAN

2015 Harga Ekspor,

Produktivitas Tenaga

Kerja, Nilai Tukar

Rill Dan Daya Saing

(1) sektor industri prioritas Indonesia

memiliki daya saing dengan nilai indeks

RCA>1 di ASEAN, kecuali industri

kimia, mesin dan furnitur.

Page 60: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

42

(2) berdasarkan regresi data panel,

harga ekspor, produktivitas tenaga kerja

dan nilai tukar rill berpengaruh

signifikan terhadap daya saing industri

prioritas Indonesia, sedangkan variabel

modal tetap tidak berpengaruh

signifikan terhadap daya saing industri

prioritas Indonesia.

Page 61: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

43

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan maka dapat

dibuat skema alur kerja penelitian yang ditunjukkan bagan berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu jawaban atau dugaan sementara terhadap masalah

penelitian yang kemudian kebenarannya harus diuji secara empiris. Dalam penelitian ini,

berdasarkan latar belakakang masalah, teori dan kerangka pemikiran yang dikemukakan,

maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. H0: Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan Foreign Direct Investment

(FDI) terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di

Pulau Jawa.

Page 62: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

44

H1: Diduga terdapat pengaruh signifikan Foreign Direct Investment (FDI)

terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau

Jawa.

2. H0: Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan produktivitas tenaga kerja

terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau

Jawa.

H1: Diduga terdapat pengaruh signifikan produktivitas tenaga kerja terhadap

daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

3. H0: Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan infrastruktur terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

H1: Diduga terdapat pengaruh signifikan infrastruktur terhadap daya saing

industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

4. H0: Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan aglomerasi industri terhadap

daya saing industri manufaktur nonmigas antar provinsi di Pulau Jawa.

H1: Diduga terdapat pengaruh signifikan aglomerasi industri terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

Page 63: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada industri manufaktur nonmigas pada

enam provinsi di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan menggunakan katagori industri manufaktur

nonmigas berdasarkan ISIC (international standard of industrial classification). Periode

yang digunakan dalam penelitian ini selama periode 2002-2016. Penelitian ini

menggunakan analisis regresi data panel dengan jumlah lima variabel, yaitu satu

variabel dependen dan empat variabel independen. Variabel dependen yang digunakan,

yaitu Daya Saing Industri Manufaktur nonmigas. Sedangkan variabel independen yang

digunakan, yaitu Foreign Direct Investment (FDI), Produktivitas Tenaga Kerja,

Infrastruktur dan Aglomerasi Industri.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder

yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu dikumpulkan berdasarkan laporan realisasi

Foreign Direct Investment (FDI) sektor industri manufaktur nonmigas, produktivitas

tenaga kerja industri manufaktur nonmigas, infrastruktur panjang jalan total pada

provinsi di Pulau Jawa, jumlah tenaga kerja industri manufaktur nonmigas, volume

ekspor dan impor industri manufaktur nonmigas enam provinsi di Pulau Jawa dalam

periode 2002-2016. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari data yang tersedia dalam lembaga-lembaga baik pemerintah terkait seperti

Kementerian Perdagangan RI, Badan Pusat Statistik, Badan Pusat Statistik masing-

masing provinsi, Kementerian Industri RI, Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM).

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan satu hal yang penting dan harus dilakukan dalam

melaksanakan penelitian agar memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Data yang telah diperoleh dari lembaga-lembaga baik pemerintah ataupun independen

terkait juga melalui suatu proses yang dikenal dengan metode pengumpulan data.

Adapun metode pengumpulan data yang dimaksud, yaitu diawali dengan mencari

informasi mendalam melalui studi literatur, kemudian mencarinya di website online

lembaga pemerintah terkait, setelah itu mengambil data secara langsung ke lembaga

Page 64: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

46

terkait apabila data yang tersedia kurang lengkap atau bahkan tidak ada di dalam

website online lembaga terkait.

D. Metode Analisis Data

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif

kuantitatif, yaitu pendekatan analisis yang diukur berdasarkan satuan angka dalam

penelitian sehingga dari data angka yang diperoleh dapat diolah dan berharap

memberikan kesimpulan yang tepat sesuai tujuan.

2. Analisis Data Panel

Penelitian ini menggunakan regresi data panel karena data yang dikumpulkan

berdasarkan waktu ke waktu pada beberapa entitas (cross section). Uji regresi ini

digunakan untuk mengetahui analisis pengaruh variabel independen (bebas) yang

terdiri dari Foreign Direct Investment (FDI), produktivitas tenaga kerja, infrastruktur

dan aglomerasi industri terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas dengan

studi kasus pada provinsi di Pulau Jawa.

Brooks (2008:488-489) menjelaskan bahwa ada kelebihan yang akan diperoleh

ketika menggunakan data panel dibandingkan data time series ataupun cross section

saja, kelebihan tersebut diantaranya adalah pertama, permasalahan yang lebih luas

dan kompleks dapat dijangkau oleh penggunaan data panel dibandingkan dengan data

time series ataupun cross section saja. Kedua, data panel dapat menjangkau dan

mendeteksi terhadap perubahan dinamis dari waktu ke waktu variabel-variabel dan

hubungan antar variabelnya. Ketiga, hasil regresi dapat dipercaya dan tidak bias jika

dalam penggunaan metode panel ini menghasilkan model analisis yang tepat. Hsio

dalamSetiawati dan Setiawan (2013:1) menyatakan bahwa model regresi secara

umum dapat dinyatakan dalam bentuk berikut:

Yit=αit+β‟Xit+μit ; i = 1,2,..., N; t = 1,2,...,T (1)

Di mana:

Yit : Unit cross-section ke-i untuk periode waktu ke-t

β : Vektor konstanta

X : Vektor observasi pada variabel independen

αit : intersep objek ke-i, waktu ke-t

μit : error regresi untuk entitas ke-i, waktu ke-t

Page 65: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

47

3. Estimasi Model Data Panel

a. Common Effect Model

Menurut Ariefianto (2012:149), penggunaan model common effect

merupakan asumsi dasar yang digunakan ketika komponen data tidak bersifat

spesifik baik pada cross section ataupun urut waktu sehingga dapat langsung

menggunakan regresi Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hal tersebut,

maka Setiawati dan Setiawan (2013:2) memaparkan persamaan regresi yang

terbentuk dari asumsi ini sebagai berikut:

Yit=α + β‟Xit + μit ; i = 1,2,...,T (2)

Di mana:

i = Unit Cross Section

t = Periode Waktu

Gujarati dan Porter (2009:594) menyatakan bahwa kekurangan dari

penggunaan common effect model adalah variasi dari setiap unit cross section

tidak dapat dibedakan, yang artinya setiap koefisien estimasi yang dihasilkan

diasumsikan sama untuk setiap unit cross sectionnya. Di samping itu, terdapat

kemungkinan adanya korelasi atau hubungan antar komponen error dengan

variabel-variabel penelitian dalam model. jika hal tersebut terjadi, maka

koefisien perkiraan menjadi bias dan tidak konsisten.

b. Fixed Effect Model

Salah satu keunggulan yang dimiliki dalam regresi data panel ketika

menggunakan Fixed Effect Model (FEM), yaitu dapat mengetahui intersep

masing-masing individu karena adanya perubahan keadaan pada masing-

masing unitentitas. Artinya, model ini mengasumsikan bahwa setiap

komponen variabel memiliki nilai slope yang tetap dengan nilai intersep yang

berbeda-beda untuk setiap unit entitas (Suliyanto, 2011:233).

Gujarati dan Porter menjelaskan persamaan dasar untuk model fixed

effect ini sebagai berikut:

Yit = αi + β‟Xit +μit ; i = 1,2,...,T (3)

Di mana:

i : Unit Cross Section

t : Periode Waktu

Persamaan regresi di atas hampir sama dengan persamaan regresi model

common effect. Perbedaanya terdapat pada peletakkan lambang i di depan

Page 66: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

48

intersep (α) yang memiliki arti bahwa intersep dari unit cross section mungkin

berbeda satu sama lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan karakteristik

masing-masing unit cross section, seperti perbedaan gaya, filosofi manajemen

serta karakteristik pangsa pasar (Gujarati dan Porter, 2009:596).

c. Random Effect Model

Pendekatan random effect menggunakan intersep yang bervariasi untuk

setiap individu dan kontanta sepanjang waktu. Hubungan antara variabel

independen dan dependen diasumsikan sama secara cross section dan time

series (Brooks, 2008:498). Oleh karena itu, seperti yang dikutip dari Setiawati

dan Setiawan (2013:2), persamaan yang secara umum digunakan adalah

sebagai berikut:

Yiy = σ0 + β‟Xit + qit ; i = 1,2,...,N; t = 1,2,...,T (4)

Di mana:

qit : Ԑi + μit

Ԑi : error cross section

Μit : kombinasi komponen error cross section dan time series

Model random effect ini hanya perlu memperkirakan nilai mean intersep

dan variasinya tanpa harus memperkirakan intersep keseluruhan unit cross

section. Oleh karena itu, intersep model ini umumnya merepresentasikan nilai

mean (mean value) dari semua intersep unit cross section. Sedangkan

komponen error (Ԑi) model ini menunjukkan deviasi (acak) intersep masing-

masing unit cross section dilihat dari nilai mean (Gujarati dan Porter,

2009:603).

4. Tahap Analisis

a. Pemilihan Model Estimasi Regresi Data Panel

Berdasarkan uraian di atas, terdapat tiga model yang dapat digunakan

untuk mengestimasi koefisien slope dan intersepsi dari data panel, yaitu model

common effect, fixed effect dan model random effect. Oleh karena itu, uji

Chow dan uji Hausman diperlukan untuk memilih model terbaik di antara

ketiga model tersebut. Tujuannya adalah untuk memastikan akurasi model

yang akan digunakan dalam menganalisis variabel penelitian.

1) Uji Chow

Page 67: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

49

Uji Chow digunakan untuk memilih model yang terbaik antara

common effect dengan fixed effect. Uji ini dibangun berdasarkan

hipotesis:

H0 : Penggunaan common effect model

H1 : Penggunaan fixed effect model

Untuk menguji hipotesis di atas maka digunakan metode

perbandingan antara nilai F model Chow dengan nilai F tabel.

Penghitungannya didasarkan pada rumus sebagai berikut yang

dijelaskan oleh Baltagi (2005:13):

F0 = (RRSS – URSS) / 𝑁−1

URSS / (𝑁.𝑇−𝑁−𝐾)

Di mana:

RRSS = Restricted Residual Sums of Squares (RRSS)

dari commoneffect model (pooled least square)

URSS = Restricted residual sums of squares (RRSS)

dari fixed effectmodel (least dummy square variables)

N = Jumlah Provinsi di Pulau Jawa

T = Jumlah runtut waktu

K = Jumlah variabel dependen dan independen

Sedangkan F tabel dicari dengan df: α,(k-1), (n-k).

Di mana:

df = Degree of Freedom

α = Tingkat signifikansi yang digunakan (0,05)

n = Jumlah pengamatan (ukuran sampel)

k = Jumlah variabel (independen dan dependen)

Apabila nilai uji F model Chow lebih besar dibanding F tabel

maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sebaliknya, jika nilai uji F

model Chow lebih kecil dibanding F tabel maka H0 diterima dan

H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa model common

effect lebih tepat digunakan (Brooks, 2008:491). Cara lainnya

adalah dengan melihat nilai probabilitas cross-section F. Jika

nilainya lebih dari tingkat signifikansi (0,05) yang telah ditentukan

diawal maka model yang terpilih adalah common effect.

Namun,apabila nilainya kurang dari tingkat signifikansi, maka

Page 68: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

50

model fixed effectlebih tepat untuk diterapkan (Ayu dan Disman,

2017:312).

2) Uji Hausman

Uji Hausman digunakan untuk menguji apakah variabel

penjelas tidak berkorelasi dengan efek model. Model efek acak

dianggap tidak bias apabila tidak berkorelasi dengan variabel

penjelas. Dengan kata lain, uji ini bertujuan untuk melihat apakah

terdapat efek random di dalam panel data, yaitu dengan menguji

hipotesis berupa:

H0 : Penggunaan random effect model

H1 : Penggunaan fixed effect model

Perhitungan statistik uji Hausman memerlukan asumsi bahwa

banyaknya kategori cross section lebih besar dibandingkan jumlah

variabel independen (termasuk konstanta) dalam model. Lebih

lanjut, estimasi statistik uji Hausman juga membutuhkan estimasi

variansi cross-section positif dan tidak selalu dapat dipenuhi oleh

model. Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi maka hanya

dapat digunakan model fixed effect (Rosadi, 2012:274).

Alternatif lainnya untuk melakukan uji Hausman adalah dengan

cara membandingkan nilai probability cross section random (p

value) dengan tingkat signifikansi yang telah ditetapkan sejak

awal. Jika nilainya lebih besar dari 0,05 (tingkat signifikansi awal)

maka model yang terpilih adalah randomeffect. Tetapi jika nilainya

lebih kecil dari 0,05 maka model yang terpilih adalah fixed effect

(Brooks, 2008:509).

5. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Gejala multikolinearitas dapat dikatakan terjadi dalam model regresi

jika antar variabel independen (bebas) memiliki tingkat korelasi atau

hubungan satu sama lain yang tinggi atau sempurna (Nurhasanudin,

2017:31). Namun, pada kenyataannya, multikolinearitas sempurna hampir

tidak pernah ada dalam suatu estimasi penelitian, melainkan lebih kepada

multikolinearitas yang hampir mendekati nilai ketentuan ataupun lebih

Page 69: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

51

tinggi dari nilai ketentuannya, artinya multikolinearitas dalam suatu

estimasi bisa menjadi tinggi tetapi tidak sempurna (Gujarati, 2006:61).

Gujarati (2006:66) menjelaskan lebih lanjut dampak yang akan terjadi

ketika terjadinya multikolinearitas, yaitu interval keyakinan akan semakin

lebar yang artinya nilai standard error dari koefisien menjadi tidak

dipercaya sehingga hasil uji t tidak valid dan hasil estimasi menjadi tidak

efisien. Adapun hipotesis yang dibangun dalam uji multikolinearitas, yaitu

H0 jika tidak terjadi multikolinearitas dalam model dan H1 jika terjadi

multikolinearitas dalam model (Rosadi, 2012:52). Metode pair-wise

correlations antar variabel bebas menjadi salah satu cara untuk mendeteksi

asumsi multikolinearitas ini (Hasan, 2017:31).

Jika nilai antar variabel independen (bebas) melebihi 0,8, maka dapat

menolak hipotesis nol (H0) dalam model. Artinya, model regresi

mengandung masalah multikolinearitas (Gujarati dan Porter, 2009:338).

b. Uji Heteroskedastisitas

Setiawan dan Kusrini (2010:103) menjelaskan bahwa jika variansi

dari komponen error bersifat tetap, maka dapat dikatakan estimasi model

penelitian tersebut bersifat homoskedastisitas. Begitu juga dengan

sebaliknya, jika variansi dari komponen error bersifat tidak tetap atau

dengan kata lain tidak konstan, maka dapat dikatakan estimasi model

penelitian tersebut bersifat heteroskedastisitas.

Terjadinya permasalahan heteroskedastisitas akan menyebabkan hasil

perkiraan OLS terhadap interval kepercayaan menjadi tak dapat dipercaya

dan nilai statistik t menjadi tidak valid (Woorldrige, 2009:265). Di sisi lain

Gujarati (2006:93) memaparkan bahwa untuk mengetahui ada tidaknya

permasalahan heteroskedastisitas dapat digunakan uji Glejser, yaitu

dengan meregresikan seluruh variabel independen (bebas) terhadap nilai

residual mutlak dalam estimasi model yang terpilih sehingga persamaan

yang digunakan sebagai berikut:

|ei| = β1 + β2Xi + vi

Di mana:

|ei| = Nilai Absolute Residual

Xi = Variabel Bebas

Adapun Hipotesis dalam uji ini, yaitu:

Page 70: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

52

H0 : tidak terjadinya asumsi heteroskedastis

H1 : terjadinya asumsi heteroskedastisitas

Keputusan yang akan dihasilkan dalam uji Glejser ini, yaitu dengan

melihat probabilitas masing-masing nilai variabel bebas terhadap nilai

residual mutlak yang telah diregresikan, jika nilai probabilitas variabel

independen (bebas) signifikan terhadap nilai residual mutlak, maka

dapat dikatakan hipotesis nol (H0) ditolak sehingga estimasi model

dalam penelitian terdapat masalah heteroskedastisitas (Suliyanto,

2011:98).

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana terdapat

korelasi atau hubungan antara komponen error data pengamatan periode

saat ini dengan komponen error data pengamatan periode sebelumnya atau

dengan kata lain adanya ketergantungan nilai pengamatan saat ini terhadap

nilai pengamatan periode sebelumnya (Setiawan dan Kusrini, 2010:136).

Kemudian, Nachrowi (2002:136) juga menambahkan pernyataan bahwa

terjadinya autokorelasi akan menyebabkan hasil Ordinary Least Square

(OLS) masih tetap tak bias dan konsisten, namun, tidak lagi efisien. Oleh

karena itu, interval kepercayaan menajadi lebar dan uji signifika kurang

kuat yang berakibat hasil yang diperoleh dari uji t dan F tidak akan baik.

Untuk mengetahui ada tidaknya permasalahan autokorelasi, maka

digunakan uji Durbin-Watson. Hipotesis dalam uji ini, yaitu:

H0 : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat autokorelasi

Untuk menguji hipotesis di atas dapat dilakukan dengan melihat nilai

Durbin-Watson dengan nilai dL dan dU. Adapun rumus dalam mencari

nilai Durbin-Watson yang dijelaskan oleh Suliyanto (2011:126) adalah

sebagai berikut:

DW = ∑(e-et-1)2/ ∑et

2

Di mana:

DW = Nilai Durbin-Watson

e = Nilai Residual

et-1 = Nilai residual satu periode sebelumnya

Page 71: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

53

Sedangkan untuk menentukan keputusan uji autokorelasi dapat

menggunakan tabel daerah kritis dari statistik Durbin-Watson dengan

melihat nilai dL dan dU, K = jumlah variabel bebas dan n = ukuran

sampel.

Tabel 3.1

Kriteria Pengujian Autokorelasi Durbin-Watson

Sumber: Gujarati, 2006:14.5

Jika nilai Durbin-Watson berada diantara dU s.d 4-dU, mak H0

diterima sedangkan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa model

persamaan regresi tidak mengandung masalah autokorelasi (Suliyanto,

2011:125).

Metode Generalized Least Square dapat diterapkan pada estimasi

model yang terpilih sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah

asumsi autokorelasi (Setiawan dan Kusrini, 2010:147). Adapun metode

GLS ini didefinisikan oleh Gujarati dan Porter dalam Nurhasanudin

(2017:33) sebagai sebuah metode Ordinary Least Squares (OLS) yang

variabelnya ditransformasi untuk memenuhi standar least squares. Hal ini

juga dijelaskan oleh Fadhilyah (2008:49) bahwa Generalized Least Square

(GLS) dengan pembobotan Cross-Section SUR (Seemingly Unrelated

Regression) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah

autokorelasi.

6. Uji Statistik

a. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi merepresentasikan besaran dari variasi total

yang dapat dijelaskan oleh model, hal ini menunjukkan bahwa koefisien

determinasi mampu memperlihatkan total besaran pengaruh variabel

independen (bebas) yang digunakan terhadap variabel dependen (terikat)

(Nurhasanudin, 2017:40). Jika nilai R2 mendekati angka 1, maka

ketepatannya semakin akurat (Setiawan dan Kusrini, 2010:64).

Kelemahan yang dimiliki oleh koefisien determinasi (R2) adalah bias

terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi.

Page 72: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

54

Jika jumlah variabel bebas dan pengamatan ditambahkan dalam estimasi

model, walaupun dapat dikatakan variabel bebas tersebut tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya, maka nilai R2 akan

tetap meningkat. Oleh karena itu, koefisien determinasi yang telah

disesuaikan (adjusted R square) digunakan agar nilai koefisien determinasi

yang disesuaikan juga memiliki kemungkinan untuk naik ataupun turun

jika terdapat penambahan variabel ataupun pengamatan baru dalam model.

Adapun formula yang telah dipaparkan oleh Suliyanto (2011:59) untuk

menghitung koefisien determinasi yang disesuaikan adalah sebagai

berikut:

R2

adj = R2P(1− R2)

N− P – 1

Di mana:

R2 = Koefisien Determinasi

N = Ukuran Sampel

P = Jumlah variabel bebas

b. Uji Statistik F

Untuk menunjukkan apakah semua variabel independen (bebas) dalam

model memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (terikat) secara

bersama-sama dibutuhkan pengujian regresi secara simultan melalui uji

statistik F. Hipotesis yang akan diuji adalah H0, yaitu semua variabel

independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel

dependen, sedangkan hipotesis alternatifnya (H1) adalah semua variabel

independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan dalam pengujian ini

dapat dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-

tabel (Kuncoro, 2009:239).

Untuk menghitung besarnya nilai F hitung digunakan formula berikut:

F = R2+(𝑘−1)

1−R2+(𝑛−𝑘)

Di mana:

F = Nilai F hitung

R2 = Koefisien Determinasi

k = Jumlah variabel

Page 73: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

55

n = jumlah pengamatan

Sedangkan untuk mencari nilai F tabel, yaitu dengan rumus:

df : α,(k-1), (n-k)

Di mana:

df = Degree of Freedom

α = Tingkat signifikansi yang digunakan (0,05)

n = Jumlah pengamatan (ukuran sample)

k = Jumlah variabel (independen dan dependen)

Jika nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel (F hitung > F tabel), maka

hipotesis alternatif (H1) diterima dan menolak H0. Hal ini memberikan

makna bahwa semua variabel independen secara simultan merupakan

variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen

(Suliyanto, 2011:61).

c. Uji statistik t

Uji statistik t menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel

independen secara individual terhadap variabel dependen. Hipotesis yang

akan diuji adalah H0, yaitu suatu variabel independen tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan, hipotesis

alternatifnya (H1), yaitu variabel independen secara individual (masing-

masing) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Dasar pengambilan keputusan dalam pengujian ini dapat dilakukan dengan

cara membandingkan nilai statistik t dengan statistik kritis menurut tabel

(Kuncoro, 2009:238). Untuk menghitung besarnya statistik t digunakan

rumus berikut:

ti = bj

Sbj

Di mana:

t = Nilai t hitung

bj = Koefisien regresi

Sbj = Kesalahan baku koefisien regresi

Sedangkan, untuk mencari nilai t tabel jika menggunakan penelitian satu

arah, maka df: α, n-k, tetapi jika menggunakan penelitian dua arah maka

df: α/2, n-k.

Di mana:

Page 74: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

56

df = Degree of Freedom

α = Tingkat signifikansi yang digunakan (0,05)

n = Jumlah pengamatan (ukuran sampel)

k = Jumlah variabel (independen dan dependen)

Jika nilai statistik t-hitung lebih besar dibandingkan nilai statistik t-

tabel (t-hitung > t-tabel), maka hipotesis alternatif (H1) diterima dan

menolak H0. Hal ini memberikan makna bahwa variabel independen

secara parsial atau individual berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen (Suliyanto, 2011:62).

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen (terikat), yaitu daya saing industri

manufaktur nonmigas dan empat variabel independen (bebas), yaitu Foreign

Direct Investment (FDI), Produktivitas Tenaga Kerja, Infrastruktur dan

Aglomerasi Industri. Adapun penjelasan dari masing-masing variabel dijelaskan

pada tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Jenis Variabel Indikator Definisi

Dependen Daya Saing

Industri

(Indeks)

Daya saing Industri Manufaktur nonmigas

merupakan kemampuan industri manufaktur

nonmigas untuk berkompetisi di pasar dunia

yang dicerminkan berdasarkan Revealed

Competitiveness Indeks (RCI), yaitu hasil

dari kinerja ekspor dan impor industri

manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau

Jawa terhadap kinerja ekspor dan impor

Indonesia.

Independen Foreign Direct

Investment

(FDI)

Suatu aliran modal asing dari suatu negara

yang telah mendunia baik dalam bentuk

Page 75: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

57

(US$) materil (modal) ataupun non materil. Adapun

non materil yang dimasksud adalah adanya

transfer, pengembangan teknologi, keahlian,

pelatihan dan lain sebagainya dengan tujuan

untuk mencapai pembangunan industri yang

inovatif dan efisien.

Produktivitas

Tenaga Kerja

(Rupiah/Tenaga

Kerja)

Secara umum produktivitas tenaga kerja

memiliki makna banyaknya output dari

proses produksi suatu industri yang dapat

dihasilkan oleh satu input tenaga kerja.

Infrastruktur

Jalan

(Kilometer)

Fasilitas yang dimiliki oleh suatu negara atau

daerah berupa prasarana untuk menunjang

berlangsungnya kegiatan ekonomi seperti

produksi, konsumsi dan distribusi dari sektor

industri manufaktur nonmigas. Adapun

dalam penelitian ini menggunakan jaringan

jalan sebagai indikator variabel karena

jaringan jalan merupakan bagian penting dari

adanya proses aktivitas industri

Aglomerasi

Industri

(Indeks)

Terkonsentrasinya industri-industri terkait

dan pendukung pada suatu wilayah dan

membentuk suatu kawasan industri dalam

memperoleh suatu penghematan ekonomi

Page 76: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pulau Jawa merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia. Adapun

Pulau Jawa ini terdiri dari enam provinsi besar di dalamnya, yaitu Provinsi DKI Jakarta,

Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur.

Di mana masing-masing provinsi yang ada di Pulau Jawa ini memiliki struktur

kebudayaan, politik, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda. Jika di lihat berdasarkan

perekonomiannya, Pulau Jawa masih mendominasi tingkat perekonomian nasional,

yaitu lebih dari 50 persen dibandingkan wilayah lain di luar Pulau Jawa yang hanya

berkontribusi rata-rata sebesar 41,6 persen dalam perekonomian nasional tahun 2012-

2016.

Adapun dari masing-masing provinsi, DKI Jakarta memiliki nilai kontribusi

PDRB terbesar di Pulau Jawa, yaitu rata-rata berkontribusi di atas 15 persen. Diikuti

oleh Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sedangkan Provinsi Banten

dan Yogyakarta memiliki rata-rata kontribusi kurang dari 5 persen.Hal ini dapat dilihat

melalui diagram 4.1 di bawah ini.

Diagram 4.1

Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa

Periode 2012-2106

Sumber: Badan Pusat Statistik, (Diolah)

Kemudian, dalam struktur ekonominya sebagian besar Pulau Jawa disumbang

oleh sektor industri manufaktur (pengolahan) dengan rata-rata sebesar 29 persen selama

lima tahun terakhir 2012-2016. Sektor terbesar kedua yang juga menjadi tumpuan

perekonomian di Pulau Jawa adalah perdagangan besar dengan rata-rata 16 persen.

0

10

20

30

40

50

60

70

JKT BANTEN JABAR JATENG YOGYA JATIM P.JAWA LUARJAWA

2012

2013

2014

2015

2016

Page 77: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

59

Diikuti oleh sektor kontruksi sebagai kontribusi terbesar ketiga, yaitu denganrata-rata

10 persen. Untuk penyumbang terbesar keempat dan kelima diisi oleh sektor pertanian

dan jasa keuangan yang masing-masing memliki rata-rata kontribusi 8-4 persen. Hal ini

dapat dilihat melalui diagram 4.2 di bawah ini.

Diagram 4.2

Kontribusi PDRB Provinsi di Pulau Jawa Berdasarkan Sektor Utama

Periode 2012-2016

Sumber: Badan Pusat Statisti, (Diolah)

Tingginya kontribusi sektor industri manufaktur di Pulau Jawa dikarenakan

pemerintah masih mengutamakan Pulau Jawa sebagai Zona wilayah industri

manufaktur terbesar di Indonesia dengan penyebaran jumlah industri lebih dari 70

persen dibandingkan wilayah lain. Hal ini disebabkan sebagian besar provinsi di Pulau

Jawa sudah memiliki faktor-faktor pendukung yang mampu menopang kegiatan industri

seperti infrastruktur jalan, listrik, air, dan tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM).

Pemerintah khususnya kementerian industrimenjadikan hal ini sebagai peluang besar

dalam menjalankan rencana strategisnya dalam meningkatkan daya saing dan

produktivitas pembangunan industri manufaktur nonmigas.

B. Penemuan dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif Variabel pada Provinsi di Pulau Jawa

a. Daya Saing Industri Manufaktur nonmigas pada Provinsi di Pulau Jawa.

Dalam dunia yang mengglobal dan saling terintegrasi antara satu negara dengan

negara lain, tentu merupakan salah satu peluang besar untuk meningkatkan

kapasitas pembangunan ekonomi suatu negara, salah satunya adalah

pembangunan sektor industri manufaktur nonmigas.

Selain era globalisasi, liberalisasi perlahan juga telah tercipta untuk

mengurangi adanya hambatan dalam melakukan perdagangan antar negara. Hal

2016

2015

2014

2013

2012

28,86

29,22

29,42

29,37

29,27

15,9

16

16,21

16,36

16,44

10,11

10,25

10,31

10,32

10,23

7,4

7,57

7,72

8,05

8,26

5

4,84

4,67

4,71

4,6

Industri Perdagangan Besar Konstruksi Pertanian Jasa Keuangan

Page 78: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

60

tersebut juga merupakan peluang sekaligus tantangan persaingan ketat yang

harus dihadapi. Maka dari itu, pembangunan Industri di Indonesia, khususnya

Pulau Jawa yang merupakan zona wilayah industri terbesar harus memiliki daya

saing yang tinggi. Daya saing ini menggambarkan kemampuan suatu industri

dalam memproduksi dan mengekspor komoditasnya secara kompetitif dan

mampu mempertahankannya di pasar internasional.

Untuk tingkat daya saing industri manufaktur nonmigas masing-masing

provinsi di Pulau Jawa dapat ditunjukkan melalui nilai Revealed

Competitiveness(RC). Rata-rata nilai RC tertinggi di antara enam provinsi di

Pulau Jawa selama tahun 2006-2016 adalah Provinsi Jawa Barat dan Jawa

Tengah. Kedua provinsi tersebut menunjukkan rata-rata nilai RC positif lebih

dari satu (RC > 1), yaitu 1,04 untuk Jawa Barat dan 1,38 untuk Jawa Tengah.

Hal ini dikarenakan nilai RC Jawa Barat dan Jawa Tengah mengalami

peningkatan secara berangsur-angsur. Rata-rata nilai RC Jawa Barat dan Jawa

Tengah yang menunjukkan positif lebih dari satu (RC>1) memberikan arti

bahwa industri manufaktur nonmigas Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah

memiliki daya saing yang kompetitif. Keunggulan kompetitif ini terjadi karena

pangsa ekspor industri manufaktur nonmigas Provinsi Jawa Barat dan Jawa

Tengah terhadap total ekspor Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengahlebih besar

dibandingkan pangsa ekspor industri manufaktur nonmigas secara nasional

terhadap total ekspor Indonesia.

Sedangkan nilai rata-rata indeks daya saing terkecil selama tahun 2002-

2016 dimiliki oleh Provinsi Yogyakarta, dimana nilai rata-ratanya positif lebih

kecil dari satu (RC<1) bahkan hampir mendekati nilai negatif, yaitu 0,0004.

Artinya daya saing industri manufaktur di Provinsi Yogyakarta sangat lemah

dan kurang kompetitif sehingga pangsa ekspor industri manufaktur nonmigas

terhadap total ekspor Provinsi Yogyakarta lebih kecil dibandingkan pangsa

ekspor industri secara nasional terhadap total ekspor Indonesia. Hal ini dapat

dilihat melalui diagram 4.3 di bawah ini.

Page 79: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

61

Diagram 4.3

Perkembangan Nilai Revealed Competitiveness (RC) pada Provinsi di Pulau Jawa

Periode 2006-2016

Sumber: Realisasi Ekspor dan Impor Kemendag, (Diolah)

b. Foreign Direct Investment (FDI) Industri Manufaktur nonmigas pada Provinsi di

Pulau Jawa.

Investasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam penunjang

kegiatan ekonomi suatu negara atau daerah. Adapun kegiatan tersebut

merupakan kegiatan ekonomi yang secara nyata menjadi leading sector dalam

perekonomian nasional Jika dibedakan berdasarkan jenisnya, Foreign Direct

Investment(FDI) merupakan jenis investasi yang memiliki nilai kontribusi

terbesar dari total investasi yang ada, yaitu sebesar 65 persendan zona wilayah

terbesar dari kontribusi FDI di Indonesia adalah Pulau Jawa dengan total FDI

sebesar 14 miliar US$ atau 51 persen dari jumlah FDI yang ada pada seluruh

provinsi di Indonesia (BKPM, 2017).

Besarnya tingkat FDI di Pulau Jawa dikarenakan dukungan dari berbagai

hal yang tentu dapat menunjang usaha para investor lebih mudah dan efisien

seperti halnya memiliki infrastruktur daerah yang cukup baik dibandingkan

dengan wilayah lain. Dari total FDI di wilayah Jawa sebesar 61 persen bergerak

di sektor industri manufaktur khususnya nonmigas.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jakarta 0,06 0,33 0,15 0,23 0,24 0,24 0,23 0,19 0,11 0,12 0,1

Banten -0,34 0,15 0,37 0,26 0,19 0,26 0,46 0,32 0,47 0,49 0,55

Jawa barat -0,77 1,12 2,27 2,4 1,32 3,22 3,52 2,46 2,99 -2,78 -1,58

Jawa Tengah 1,98 1,7 1,64 1,22 1,11 1,33 1,23 1,24 1,13 0,9 0,7

Yogyakarta -0,26 -0,06 0,03 0,03 0,36 0,71 0,33 0,12 -0,16 -0,19 -0,17

Jawa Timur 0,46 0,43 0,51 0,38 0,38 0,51 0,53 0,5 0,43 0,33 0,28

-4-3-2-101234

Page 80: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

62

Diagram 4.4

Perkembangan FDI pada Provinsi di Pulau Jawa Periode 2006-2016

Sumber: BKPM, (Diolah)

Diagram 4.4 menunjukkan perkembangan realisasi FDI sektor industri

manufaktur nonmigasyang cukup baik. Terlihat dari tahun 2010 sampai 2013

Provinsi Jawa Barat menunjukkan wilayah provinsi dengan kontribusi FDI

terbesar sepanjang tahun 2006-2016, yaitu rata-rata 54 persen dengan rata-rata

jumlah nilai FDI sebesar 3,3 miliar US$ kurun waktu 2006-2016.Adapun nilai

FDI tertinggi di Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada tahun 2013, yaitu sebesar

6,7 miliar US$.

Sedangkan Provinsi Yogyakarta merupakan wilayah yang hampir tidak

terlihat perkembangan nilai FDInya karena nilai kontribusi yang sangat rendah

terhadap FDI di Pulau Jawa, yaitu rata-rata hanya sebesar 0,06 persen atau

setara dengan 3,8 juta US$ rata-rata per tahunnya sepanjang 2006-2016.

Besarnya nilai FDI sektor industri yang ada di dalam suatu wilayah

mencerminkan tingginya minat investor dalam membangun sektor industri

manufaktur khususnya nonmigas di wilayah tersebut. Tingginya investasi dalam

suatu wilayah tertentu juga disebabkan oleh banyaknya anggapan para investor

bahwa wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah yang sangat strategis dan

memiliki potensi unggul dalam mengembangkan investasinya di sektor

manufaktur.

c. Produktivitas Tenaga Kerja Industri Manufaktur Nonmigas pada Provinsi di

Pulau Jawa.

Tenaga kerja merupakan salah satu komponen yang dianggap penting

dalam menghasilkan suatu outputpada proses produksi suatu industri.

Perusahaan dalam industri akan mampu untuk meningkatkan kapasitas

0

2000000

4000000

6000000

8000000

10000000

12000000

14000000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jawa Timur

Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

Banten

Jakarta

Page 81: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

63

produksinya melalui tenaga kerja yang produktif. Secara umum kondisi industri

di Indonesia bersifat padat karya, artinya adalah salah satu kondisi faktor

terbesar yang dimiliki oleh Indonesia dalam menjalankan sektor industri adalah

Sumber Daya Manusianya (SDM).

Oleh karena itu, produktivitas dari tenaga kerja memiliki pengaruh nyata

terhadap output industri yang dihasilkan dan pada akhirnya juga akan

menentukan daya saing industri manufaktur. Adapun distribusi penyebaran dari

jumlah tenaga kerja sektor industri manufakturterkonsentrasi pada Pulau Jawa

karena Pulau Jawa merupakan zona wilayah industri terbesar dibandingkan

wilayah lain di luar Pulau Jawa. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan

Pusat Statistik (2017), kontribusi tenaga kerja sektor industri manufaktur

nonmigasdi Pulau Jawa pada tahun 2016 mencapai 75 persen terhadap seluruh

tenaga kerja sektor industri manufaktur yang ada di Indonesia.Adanya jumlah

tenaga kerja yang cukup dominan diharapkan mampu untuk menghasilkan

produktivitas industri yang tinggi dalam rangka mencapai kapasitas output yang

optimum. Hal ini dapat dilihat pada diagram 4.5 di bawah ini.

Diagram 4.5

Kontribusi Tenaga Kerja Industri Manufaktur nonmigas Periode 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, (Diolah)

Adapun rata-rata tertinggi produktivitas tenaga kerja sektor industri

manufaktur nonmigas dan meningkat secara konsistenselama periode 2006-2016

adalah Provinsi Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan nilai

rata-rata akhir periode 2014-2016 masing-masing adalah 366 juta per tenaga

kerja per tahun, 204 juta per tenaga kerja per tahun, 170 juta per tenaga kerja per

tahun, 130 juta per tenaga kerja per tahun. Sedangkan wilayah provinsi yang

12%

75%

5%

3% 4% 1%

Sumatera

Jawa

Bali dan NusaTenggara

Kalimantan

Page 82: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

64

memiliki rata-rata produktivitas tenaga kerja terendah adalah Provinsi

Yogyakarta dengan nilai rata-rata tertingginya hanya sebesar 71 juta per tenaga

kerja per tahunnya.

Nilai produktivitas tenaga kerja yang rendah pada Provinsi Yogyakarta

merupakan cerminan dari kecilnya kontribusi PDRB sektor industri manufaktur

terhadap PDRB sektor industri manufaktur di Pulau Jawa, yaitu kurang dari 5

persen. Di sisi lain, Provinsi Jakarta mencapai nilai produktivitas tenaga kerja

industri manufaktur nonmigas tertinggi pertama dan konsisten diantara provinsi

lain juga merupakan cerminan dari tingginya kontribusi PDRB sektor industri

manufaktur Provinsi Jakarta terhadap PDRB sektor industri manufaktur di Pulau

Jawa, yaitu sebesar 15 persen. Hal ini dapat dilihat berdasarkan diagram 4.6 di

bawah ini.

Diagram 4.6

Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja pada Provinsi di Pulau Jawa

Sumber: Badan Pusat Statistik, (Diolah)

d. Infrastruktur pada Provinsi di Pulau Jawa

Hakikatnya infrastruktur merupakan salah satu penunjang dalam proses

pembangunan industri suatu wilayah yang dapat berupa sarana dan prasarana.

Bahkan infrastruktur merupakan salah satu faktor utama atau dasar yang harus

tersedia dalam suatu wilayah, khususnya jika wilayah tersebut memang menjadi

zona utama dalam pembangunan kawasan industri.

0

100

200

300

400

2006-2009 2010-2013 2014-2016

Jakarta

Banten

Jawa Barat

Jawa Tengah

Yogyakarta

Jawa Timur

Page 83: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

65

Diagram 4.7

Panjang Jalan pada Provinsi di Pulau Jawa

Periode 2006-2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, (Diolah)

Diagram 4.7menunjukkan perkembangan jalan pada masing-masing

provinsi di Pulau Jawa tahun 2006-2016. Rata-rata panjang jalan di Pulau Jawa

kurun waktu 2006-2016 adalah sepanjang 113 juta kilometer. Di mana pada

masing-masing provinsi Pulau Jawa secara keseluruhan tidak terlalu banyak

mengalami perkembangan jalan selama 2006-2016. Hanya saja terlihat

padaProvinsi Jawa Timur mulai dari tahun 2006 hingga 2011 terus mengalami

kenaikan, yaitu dari panjang yang mencapai 36 ribu kilometer tahun 2006

hingga 45 ribu kilometer tahun 2011sehingga mengalami perkembangan

mencapai 25 persen.

Secara keseluruhan Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang

memiliki jalan terpanjang dengan rata-rata panjang jalan mencapai 41 ribu

kilometer, kemudian diikuti oleh Jawa Tengah yang rata-rata panjang jalannya

mencapai 29 ribu kilometer, Jawa Barat dengan rata-rata panjang jalannya

mencapai 25 ribu kilometer pada kurun waktu 2006-2016. Sedangkan provinsi

yang memiliki jalan terpendek dengan rata-rata panjang jalan mencapai 4,5 ribu

kilometer, diikuti oleh Banten dan Jakarta.

Selain perkembangan jalan, infrastruktur jalan juga dapat dilihat dari

tingkat mobilitasnya. Tingkat mobilitas merupakan suatu ukuran kinerja jalan

yang mengamati kemudahan dalam berpindah dan berhubungan erat dengan

kemacetan. Adapun tingkat mobilitas diukur melalui tingkat kepadatan jalan,

yaitu rasio jumlah kendaraan dibagi panjang jalan. Semakin tinggi nilainya,

maka akan menggambarkan semakin padat kendaraan sehingga memberikan arti

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

1400002006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Page 84: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

66

jalan tersebut relatif lebih macet dibandingkan yang lain. Jika nilai rasio adalah

1 kendaraan per meter atau 1000 kendaraan per kilometer maka nilai tersebut

menggambarkan kondisi macet (Prasetyo, 2010:73).

Diagram 4.8

Tingkat Mobilitas Jalan pada Provinsi di Pulau Jawa

Sumber: Badan Pusat Statistik, (Diolah)

Dari diagram 4.8menunjukkan bahwa Provinsi Jakarta memiliki rata-rata

nilai rasio lebih dari 1000 kendaraan per kilometer, yaitu sebesar 1964

kendaraan per kilometer atau 1.96 per meter selama tahun 2006-2016 sehingga

menjadikan Provinsi Jakarta tergolong pada katagori macet. Di sisi lain,

Provinsi Yogyakarta menduduki peringkat kedua sebagai provinsi yang

memiliki tingkat kepadatan jalan tertinggi di Pulau Jawa, di mana nilai rasio

yang dimiliki oleh provinsi ini rata-rata adalah sebesar 682 kendaraan per

kilometer atau 0,68 per meter selama tahun 2006-2016.

Nilai rasio tersebut memberikan arti bahwa sepanjang apapun jalan yang

dimiliki oleh setiap wilayah jika pertambahan jumlah kendaraan jauh lebih besar

tentu akan berdampak terhadap masalah kemacetan yang tinggi dan menurunkan

tingkat mobilitas jalan di wilayah tersebut, rendahnya mobilitas jalan dapat

menghambat aktivitas ekonomi seperti kegiatan investasi, jalur distribusi bahan

baku, distribusi hasil produksi yang pada akhirnya akan berdampak terhadap

peningkatan biaya ekonomi yang tinggi dan menciptakan harga kurang

kompetitif.

e. Aglomerasi Industri pada Provinsi di Pulau Jawa

Besarnya kontribusi sektor industri manufaktur di Pulau Jawa terhadap

perekonomian indonesia dan mencapai pertumbuhan yang cepat tentu tidak

terlepas dari adanya industri manufaktur yang terkonsentrasi pada provinsi di

Pulau Jawa. Tinggi rendahnya konsentrasi industri tergantung dari karakteristik

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000Jawa Timur

Yogyakarta

Jawa Tengah

Jawa Barat

Banten

Jakarta

Page 85: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

67

industri tersebut di masing-masing wilayah. konsentrasinya industri atau

terciptanya aglomerasi di suatu wilayah tentu berdasarkan berbagai

pertimbangan dari para pelaku industri. Adapun berbagai pertimbangan tersebut

merupakan bagian dari kajian atau penilaian para pelaku industri dalam

mendirikan industrinya yang pada akhirnya akan berdampak terhadap

keuntungan ekonomi yang maksmimal.

Tabel 4.1

Indeks Aglomerasi Industri Manufaktur pada Provinsi di Pulau Jawa

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat empat provinsi yang

memiliki rata-rata nilaiLQ lebih dari satu (LQ>1) dan konsisten dari tahun

2008 hingga tahun 2016, yaitu Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi

Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan provinsi lain, yaitu Jakarta dan

Yogyakarta memiliki rata-rata nilai LQ yang kurang dari satu (LQ<1).

Nilai LQ lebih dari satu (LQ>1) menunjukkan bahwa industri

manufaktur nonmigas terkonsentrasi pada empat provinsi tersebut yang

mengindikasikan bahwa Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa

Timur terdapat aglomerasi industri yang cukup kuat. Sedangkan dua provinsi

lain dengan nilai LQ kurang dari satu (LQ<1) menunjukkan bahwa industri

manufaktur nonmigas kurang terkonsentrasi dan mengindikasikan bahwa

Nilai Indeks

Provinsi

Tahun Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa

Timur

2006 0.891253 1.42608 1.08022079 1.158356586 0.591943943 0.87163413

2007 0.663847 0.923498 0.711328435 0.658263823 0.488549615 0.61437786

2008 1.04291 1.66619 1.39931157 1.270869775 0.743270872 1.075312

2009 1.17866 1.94477 1.38337322 1.242881149 0.747938581 1.007887

2010 1.02313 1.72476 1.44929849 1.268555663 0.880388317 1.097741

2011 0.902235 1.74919 1.47552005 1.313309974 0.835781163 1.136017

2012 0.871287 1.76219 1.46391811 1.346461247 0.852321156 1.164954

2013 0.813743 1.68437 1.45251118 1.432085056 0.875950887 1.136634

2014 0.964923 2.07179 1.37199266 1.456044201 0.791973305 1.142182

2015 0.88073 1.71744 1.46085003 1.39203126 0.854848946 1.130153

2016 0.698278 1.84943 1.4519125 1.513167363 0.783745204 1.127716

Rata-

rata 0.90282 1.68361 1.33638519 1.277456918 0.767882908 1.045873

Page 86: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

68

Provinsi Jakarta dan Yogyakarta tidak memiliki tingkat aglomerasi yang cukup

kuat.

Wilayah yang teraglomerasi menunjukkan bahwa kegiatan industri

tersebut telah tertata dengan baik yang membentuk suatu kawasan industri, hal

ini tentu menjadi kemudahan pemerintah dalam menata dan mengawasi kegiatan

industri di wilayahnya.Di samping itu, konsentrasi atau aglomerasi industri pada

suatu wilayah tertentu akan memberikan peningkatan produktivitas ekonomi.

Hal tersebut dapat terjadi karena tujuan dalam menciptakan aglomerasi adalah

penghematan biaya dalam proses produksi. Penghematan biaya ini akan

berdampak terhadap keuntungan industri yang meningkat dan membuat harga

komoditas industri lebih kompetitif.

C. Estimasi Data Penel

Ada tiga pendekatan dalam penggunaan data panel, yaitu (a) pendekatan kuadrat

terkecil Common Effect Model (CEM), (b) pendekatan efek tetap Fixed Effect Model

(FEM), (c) pendekatan efek acak Random Effect Model (REM). Model estimasi terbaik

dalam data panel akan terpilih melalui suatu pengujian, yaitu uji Chow dan uji

Hausman.

1. Uji Chow

Uji Chow digunakan untuk memilih model terbaik antara pendekatan

Common Effect Model (CEM) dengan Fixed Effect Model (FEM). Uji Chow

dilakukan untuk membandingkan nilai Cross-Section F. Adapun kriteria

penilaian uji Chowdalam Cross-Section F dapat dilihat menggunakan nilai

probabilitasnya (Prob). Jika nilai probabilitas cross-section F lebih besar dari

tingkat signifikansi atau alpha (α) 0,05 (Prob > 0,05) maka model yang terpilih

dalam uji Chow ini adalah Common Effect Model (CEM). Sebaliknya, jika nilai

probabilitas cross section F lebih kecil dari tingkat signifikansi atau alpha (α)

0,05 (Prob < 0,05) maka model yang terpilih dalam uji Chow ini adalah Fixed

Effect Model (FEM).

Page 87: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

69

Tabel 4.2

Uji Chow

Sumber: Output Eviews.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Prob) untuk

cross section-Fsebesar 0,0382, lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0,05

(Prob<0,05). Oleh sebab itu, berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa model Fixed Effect lebih tepat digunakan dalam penelitian ini.

2. Uji Hausman

Dikarenakan hasil uji Chow memperlihatkan bahwa model Fixed Effect

lebih baik dibandingkan model Common Effect, maka perlu dilakukan uji

Hausman untuk mengetahui model terbaik antara model Fixed Effect dengan

model Random Effect. Adapun kriteria penilaian uji Hausman dilakukan dengan

cara membandingkan nilai probabilitascross section randomdengan tingkat

signifikansi 5% (0,05).Jika nilai probabilitas cross-section F lebih besar dari

tingkat signifikansi atau alpha (α) 0,05 (Prob > 0,05) maka model yang terpilih

dalam uji Hausman ini adalah Random Effect Effect Model (REM). Sebaliknya,

jika nilai probabilitas cross section F lebih kecil dari tingkat signifikansi atau

alpha (α) 0,05 (Prob < 0,05) maka model yang terpilih dalam uji Hausmanini

adalah Fixed Effect Model (FEM).

Tabel 4.3

Uji Hausman

Sumber: Output Eviews

Hasil dari Uji hausman di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas

cross section random (p value) adalah 1, dengan menggunakan tingkat

signifikansi 5% (0,05) maka nilai tersebut lebih besar dari 0,05 (Prob > 0,05)

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 2.485551 (5,80) 0.0382

Cross-section Chi-square 12.996061 5 0.0234

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.000000 4 1.0000

* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.

Page 88: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

70

sehingga model yang terpilih dalam uji Hausman ini adalah Random Effect

Model (REM). Walaupun demikian, hasil uji tersebut menyatakan bahwa uji

variansi cross sectionyang tidak valid sehingga hausman otomatis menjadi

nol.Yazid dalam Hasan (2017:51) menjelaskan bahwa hasil uji Hausman yang

memiliki nilai probabilitas sama dengan satu (1) menunjukkan suatu model

yang tidak efisien. Hal tersebut mengindikasikan terdapat korelasi antara

variabel bebas dengan komponen error.

Berdasarkan penjelasan Gujarati dan Porter (2009:606), jika suatu

komponen error individu dan satu atau lebih variabel bebasnya memiliki

korelasi, maka estimasi dengan model random effect akan bias, sedangkan

yang diperoleh dari model fixed effect tidak bias. Oleh karena itu, hasil dari

kedua uji tersebut memberikan kesimpulan bahwa model estimasi terpilih

yang lebih baik digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model

(FEM).

D. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinearitas

Gejala multikolinearitas dapat terjadi dalam suatu model estimasi regresi

jika antara satu variabel bebas (independen) memiliki korelasi yang tinggi atau

sempurna dengan variabel bebas (independen) yang lain. Dampak dari adanya

gejala multikolinearitas dapat mengakibatkan nilai standard error dari

koefisien menajdi tidak dipercaya dan hasil estimasi model regresi menjadi

tidak efisien.

Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolinearitas

LNPTK LNINFR LNFDI LNAGLM

LNPTK 1.000000 -0.017735 0.128286 -0.133255

LNINFR 0.119939 1.000000 0.180976 0.062534

LNFDI 0.128286 0.180976 1.000000 0.360270

LNAGLM -0.133255 0.062534 0.360270 1.000000

Sumber: Output Eviews

Berdasarkan hasil uji multikolinearitaspair–wise correlations(Tabel 4.4)

menunjukkan bahwa setiap variabel bebas (independen) tidak memiliki

korelasi terhadap variabel bebas (independen) yang lain. Hal ini ditunjukkan

Page 89: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

71

oleh nilai dari matriks korelasi antara satu variabel bebas dengan variabel

bebas lain berada di bawah 0,80 sehingga variabel bebas (independen) yang

digunakan dalam penelitian ini terbebas dari gejala multikolinearitas.

2. Uji Heterokedastisitas

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa salah satu model estimasi

regresi yang baik adalah model yang bersifat BLUE (Best Linear Unbias

Estimator). Salah satu sifat BLUE yang harus ada dalam model estimasi

penelitian adalah memiliki nilai varian error yang konstan atau disebut

homokedastisitas, sedangkan jika suatu model estimasi tidak memiliki variansi

error yang konstan maka model tersebut dapat dikatakan terdapat gejala

heterokedastisitas. Berdasarkan hal itu, dalam penelitian ini akan

menggunakan uji Glejser untuk menentukan ada atau tidaknya masalah

heterokedastisitas.

Tabel 4.5

Uji Glejser

Sumber: Output Eviews

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai probabilitas (Prob) masing-masing

variabel bebas tidak signifikan secara statistik atau >0,05 sehingga

memberikan kesimpulan bahwa estimasi model dalam penelitian ini tidak

terdapat masalah heterokedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Masalah lain yang menjadikan model estimasi penelitian tidak bias dan

efisien, yaitu autokorelasi. Autokorelasi merupakan hubungan antara residual

dalam satu observasi dengan residual dalam observasi lain. Masalah

autokorelasi ini umumnya terjadi pada data yang bersifat runtun waktu (time

series), karena sifat dari data pada saat ini yang dipengaruhi oleh data-data

masa sebelumnya. Walaupun demikian, masalah autokorelasi ini juga dapat

Variabel Probabilitas

C 0.242975

ZFDI 0.0587

ZPTK 0.8096

ZINFR 0.6762

AGLM 0.5784

Page 90: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

72

ditemukan pada data yang bersifat cross section (lintas-sektoral). Dalam hal

ini, autokorelasi yang demikian disebut sebagai korelasi ruang (spatial

correlation) (Gujarati, 2007:112).

Nilai Durbin-Watson pada hasil olahan eviewsadalah 1.4624. Nilai dL dan

dU masing-masing dengan jumlah k (variabel bebas) = 4 serta n (jumlah

pengamatan) = 90 adalah 1,5656 dan 1,7508. Kemudian nilai 4-dL (4 –

1.5656) adalah 2.4344, nilai 4-dU (4-1.7508) adalah 2.2492. Masing-masing

nilai tersebut dimasukan ke dalam tabel kriteria penilaian Durbin-Watson di

bawah ini:

Tabel 4.6

Hasil Durbin-Watson

Sumber: Output Eviews

Hasil tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai 0 < Durbin-Watson < dL (0 <

1,4624< 1,5656). Dengan demikian, model estimasi penelitian ini terdapat

masalah autokolerasi. Walaupun demikian, hasil pengolahan ini telah

menggunakan estimasi Fixed Effect Model dengan parameter Generalized

Least Square (GLS) dengan Pembobotan Cross-SectionSeemingly

UnrelatedRegression (SUR) seperti yang dilakukan oleh Fadhliyah (2008:49),

artinya masalah autokorelasi dalam model ini telah teratasi. Pada dasarnya,

Masalah autokorelasi yang terdapat dalam suatu model estimasi data panel

merupakan suatu hal yang wajar, karena model estimasi dalam penelitian ini

terdapat data yang bersifat runtun waktu atau time series, di mana data

penelitian pada periode sekarang dan periode sebelumnya kemungkinan dapat

saling ketergantungan.

E. Persamaan Model

Berdasarkan hasil regresi model data panel Fixed Effect Generalized Least Square

pembobotan Cross-Section SUR, maka model estimasinya dijabarkan sebagai berikut:

RCit= 0.347757 + 0,094003FDIit + 0.06829PTKit – 0.176135INFRit

+ 0.163972AGLMit + μit

Keterangan :

RC : Reveald Competitive(Daya Saing Industri)

Page 91: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

73

FDI : Foreign Direct Investment

PTK : Produktivitas Tenaga Kerja

INFR : Infrastruktur

AGLM : Aglomerasi Industri

μit : error term

Hasil estimasi di atas dapat dijelaskan bahwa variabel Foreign Direct

Investment (FDI) akan berpengaruh positif terhadap daya saing industri manufaktur

nonmigas dengan nilai koefisien sebesar 0.094003. Variabel infrastruktur akan

berpengaruh negatif terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas dengan nilai

koefisien sebesar 0.176135. Variabel aglomerasi industri akan berpengaruh positif

terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas dengan nilai koefisien 0,163972.

Variabel produktifitas tenaga akan berpengaruh positif terhadap daya saing industri

manufaktur nonmigas dengan nilai koefisien sebesar 0.068296.

Kemudian, dari hasil estimasi model penelitian data panel yang terlihat pada

tabel juga menunjukkan nilai intersep pada masing-masing provinsi yang diteliti. Di

mana dari hasil tersebut terlihat bahwa terdapat tiga (3) provinsi yang memiliki nilai

intersep yang negatif, yaitu Provinsi Yogyakarta, Banten, Jakarta. Nilai negatif

menunjukkan bahwa keempat provinsi tersebut memiliki tingkat daya saing industri

manufaktur terkecil dari enam provinsi di Pulau Jawa yang diteliti.

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa masing-masing provinsi yang ada di

Pulau Jawa memiliki pengaruh individu yang berbeda-beda untuk setiap perubahan

pada Foreign Direct Investment (FDI), Produktivitas Tenaga Kerja, Infrastruktur dan

Aglomerasi Industri.

Tabel 4.7

Individual Effect

Variabel Koefisien Indv. Effect Prob.

C 0.347757

FDI 0.094003 0.0038

PTK 0.068296 0.0139

INFR -0.176135 0.0345

AGLM 0.163972 0.0186

Fixed Effect Cross

Jakarta-C -0.465241 -0.117484

Page 92: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

74

Banten-C -0.485518 -1.37761

Jawa Barat-C 0.452002 0.799759

Jawa Tengah-C 0.962592 1.310349

Yogyakarta-C -0.675546 -0.327789

Jawa Timur-C 0.211711 0.559468

Sumber: Output Eviews

Provinsi Jakarta

Jika terdapat perubahan pada FDI, Produktivitas TK, Infrastruktur dan Aglomerasi

Industri baik antar provinsi maupun antar waktu, maka Provinsi Jakarta akan

mendapatkan pengaruh individu terhadap daya saing industri menurun sebesar

0.117484 persen.

Provinsi Banten

Jika terdapat perubahan pada FDI, Produktivitas TK, Infrastruktur dan Aglomerasi

Industri baik antar provinsi ataupun antar waktu, maka Provinsi Banten akan

mendapatkan pengaruh individu terhadap daya saing industri menurun sebesar

1.37761persen.

Provinsi Jawa Barat

Jika terdapat perubahan pada FDI, Produktivitas TK, Infrastruktur dan Aglomerasi

Industri baik antar provinsi ataupun antar waktu, maka Provinsi Jawa Barat akan

mendapatkan pengaruh individu terhadap daya saing industri sebesar 0.799759

persen.

Provinsi Jawa Tengah

Jika terdapat perubahan pada FDI, Produktivitas TK, Infrastruktur dan Aglomerasi

Industri baik antar provinsi ataupun antar waktu, maka Provinsi Jawa Tengah akan

mendapatkan pengaruh individu terhadap daya saing industri sebesar 1.310349

persen.

Provinsi Yogyakarta

Jika terdapat perubahan pada FDI, Produktivitas TK, Infrastruktur dan Aglomerasi

Industri baik antar provinsi ataupun antar waktu, maka Provinsi Yogyakarta akan

mendapatkan pengaruh individu terhadap daya saing industri menurun

sebesar0.327789 persen

Page 93: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

75

Provinsi Jawa Timur

Jika terdapat perubahan pada FDI, Produktivitas TK, infrastruktur dan Aglomerasi

Industri baik antar provinsi ataupun antar waktu, maka Provinsi Jawa Timur akan

mendapatkan pengaruh individu terhadap daya saing industri sebesar 0.559468

persen

F. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas

(independen) dalam model penelitian dapat menjelaskan variabel terikat (dependen).

Nilai yang dihasilkan olehAdjusted R-squared(R2) dalam model penelitian adalah

berkisar antara nol sampai dengan satu. Nilai AdjustedR2yang mendekati nilai

nolmemiliki arti bahwa kemampuan variabel bebas (independen) dalam menjelaskan

variabel terikat (dependen) sangat terbatas. Begitu sebaliknya,

nilaiAdjustedR2mendekati nilai satu artinya variabel bebas (independen) mampu

menjelaskan secara informatif dan baik dalam memprediksi variabel terikat (dependen)

(Nurhasanudin, 2014).

Tabel 4.8

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Sumber: Output Eviews

Berdasarkan hasil pengolahan data panel dalam tabel terlihat bahwa nilai Ajusted

R-squared (R2) bernilai 0.731563. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas

(independen) yang dikembangkan dalam model penelitian di atas mampu menjelaskan

variabel terikat atau daya saing industri sebesar 73.15 persen, sedangkan sisanya yang

berjumlah 26.85 persen (100% - 73.15%) dijelaskan oleh variabel lain di luar model

penelitian ini.

G. Pengujian Hipotesis

1. Hasil Uji F statistic

Hasil uji F statistik hakikatnya bertujuan untuk melihat apakah semua variabel

bebas (independen) yang ada dalam model penelitian secara bersama-sama

(simultan) dapat mempengaruhi variabel terikat (dependen). Adapun hasil uji F

statistik dapat memberikan kesimpulan yang tepat dengan cara membandingkan

nilai F statistik hitung yang tertera pada hasil estimasi penelitian dengan F

statistik. Di samping itu kesimpulan hasil F statistik juga dapat dilihat dengan

Adjusted R-square (R2) 0.731563

Page 94: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

76

membandingkan nilai probabilitas F statistik dengan tingkat signifikansi 5 persen

(0,05).

Tabel 4.9

Nilai Probabilitas F-statistic

F-statistic 27.94986

Prob (F-statistic) 0.000000

Sumber: Ouput Eviews

Berdasarkan hasil pengolahan data yang tertera pada tabel 4.9menunjukkan

bahwa nilai F statistik hitung adalah 27,94 dengan nilai probabilitas F statistik

0,0000. Sedangkan nilai F statistik tabel dengan d.f 0,05, 5-1 (k-1), 90-5 (n-k)

adalah 2,48. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa nilai F statistik hitung

(27,94) lebih besar dari nilai F statistik tabel (F-hitung > F-tabel) dan nilai

probabilitas F statistik lebih kecil dari tingkat siginikansi 5 persen (0,000 < 0,05).

Hal tersebut memberikan makna bahwa semua variabel bebas secara bersama-

sama (simultan) merupakan penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat (dependen).

2. Hasil Uji t Statistic

Hasilt-statistichakikatnya bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas

(independen) yang ada dalam model penelitian terhadap variabel terikat

(dependen) secara parsial atau individu. Adapun hasil t-statisticdapat memberikan

kesimpulan yang tepat dengan membandingkan nilai t-statistic hitung dengan t-

statistictabelberdasarkan tingkat signifikansi 5%, k = 5 dan n = 90 atau

membandingkan nilai probabilitas setiap variabel bebas (independen) dengan

tingkat signifikansi 5 persen (0,05).

Tabel 4.10

Nilai Probabilitas t-statistic

Variabel t-statistic Prob.

FDI 2.983112 0.0038

PTK 2.514431 0.0139

INFR -2.150722 0.0345

AGLM 2.402490 0.0186

Sumber: Output Eviews

Page 95: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

77

Hasil t-statistic pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel Foreign

Direct Investment (FDI), produktivitas tenaga kerja, infrastruktur dan aglomerasi

industri secara individu atau parsial masing-masing mempengaruhi daya saing

industri manufaktur nonmigas. Berikut ini merupakan penjelasan hasil pada

masing-masing variabel bebas (independen):

Hasil uji hipotesis pertama (1) : Pengaruh Foreign Direct Investment

(FDI) terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas.

Hasil pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel FDI memiliki nilai t-

statistic hitung sebesar 2.98 lebih besar dari nilait-statistic tabel sebesar 1,99

(2,98> 1,99) dan nilai probabilitas t-statistic sebesar 0.0038lebih kecil dari tingkat

signifikansi 5 persen (0.0038< 0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

H0 ditolak dan menerima H1. Artinya, variabel Foreign Direct Investment (FDI)

berpengaruh signifikanterhadap variabel daya saing industri manufaktur

nonmigas.

Hasil uji hipotesis kedua (2): pengaruh produktivitas tenaga kerja

terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas.

Hasil pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel produktivitas tenaga

kerja memiliki nilai t-statistic hitung sebesar 2.51 lebih besar dari nilai t-statistic

tabel sebesar 1,99 (2.51> 1,99) dan nilai probabilitas t-statistic sebesar 0.0139

lebih kecil dari tingkat signifikansi 5 persen (0.0139< 0,05). Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan menerima H1. Artinya, variabel

produktivitas tenaga kerja berpengaruhsignifikan terhadap variabel daya saing

industri manufaktur nonmigas.

Hasil uji hipotesis ketiga (3): pengaruh infrastruktur terhadap daya saing

industri manufaktur nonmigas.

Hasil pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel infrastruktur memiliki nilai

t-statistic hitung sebesar 2.15 lebih besar dari nilai t-statistic tabel sebesar 1.99

(2.15 > 1.99) dan nilai probabilitas t-statistic sebesar 0.0345 lebih kecil dari

tingkat signifikansi 5 persen (0,0345< 0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa H0 ditolak dan menerima H1. Artinya, variabel infrastruktur berpengaruh

signifikan terhadap variabel daya saing industri manufaktur nonmigas.

Hasil uji hipotesis keempat (4): pengaruh aglomerasi industri terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas.

Page 96: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

78

Hasil pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel aglomerasi industri

memiliki nilai t-statistic hitung sebesar 2.40 lebih besar dari nilai t-statistic tabel

sebesar 1,99 (2.40> 1,99) dan nilai probabilitas t-statistic sebesar 0,009 lebih kecil

dari tingkat (0,009 < 0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak

dan menerima H1. Artinya, variabel aglomerasi industri berpengaruh secara nyata

atau signifikan terhadap variabel daya saing industri manufaktur nonmigas.

H. PembahasanHasil penelitian

1. Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Daya Saing Industri Manufaktur

nonmigas.

Peran investasi salah satunya dalam bentuk aliran modal asing merupakan

faktor penting yang dapat menggerakkan roda perekonomian nasional khususnya

di sektor industri manufaktur nonmigas. sektor industri manufaktur nonmigas di

Pulau Jawa masih menjadi andalan bagi pemerintah khususnya kementerian

industri untuk menjalankan rencana strategisnya dalam meningkatkan daya saing

industri nasional, mengingat kontribusi industri manufaktur nonmigas di Pulau

Jawa cukup besar, yaitu sekitar 61 persen. Adapun dari besarnya kontribusi

tersebut diharapkan para pelaku industri mampu untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat secara berkelanjutan, baik kebutuhan domestik ataupun pasar

internasional.

Pada hasil uji t-statisticmenunjukkan bahwa FDI memberikan pengaruh

secara positif terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas. Hal ini

memberikan makna bahwa jika nilai Foreign Direct Investment (FDI) naik yang

artinya semakin besar nilai investasi yang masuk ke dalam sektor industri

manufaktur nonmigas, maka daya saing industri manufaktur nonmigas pada

povinsi di Pulau Jawa dapat meningkat. Fakta ini sesuai dengan pandangan Porter

yang menjelaskan bahwa investment driven merupakan suatu tahapan dalam

pembangunan nasional, di mana kemampuan dan ketersediaan untuk melakukan

investasi merupakan keunggulan utama dalam meningkatkan daya saing industri.

Pandangan ini sejalan dengan penelitian Namaki (2002:71) yang

menyatakan bahwa keberadaan investasi dalam bentuk FDI dapat mempengaruhi

secara positif terhadap peningkatan daya saing pasar internasionalmelalui

kontribusi FDIpada sektor industri manufaktur strategis.Sektor industri

manufaktur membutuhkan adanya pengembangan teknologi yang berkelanjutan

Page 97: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

79

dalam proses produksinya, pengembangan ini tentu akan menghasilkan kinerja

industri yang jauh lebih inovatif.

Pengembangan teknologi dan pengetahuan baru tersebut dapat berupa proses

dan cara kerja industrinya atau bahkan komoditas yang dihasilkan adalah suatu

inovasi terbaru yang memiliki kualitas tinggi (Potterie dan Lichtenberg

(2001:490-497). Penemuan ini juga diperkuat oleh penelitian Zhang (2013:15)

yang menjelaskan bahwa keberadaan FDI dapat mempengaruhi daya saing

industri manufakturdengan meningkatkan produktivitas industri padat karya yang

secara tidak langsung akan berdampak terhadap peningkatan kualitas Sumber

Daya Manusia melalui transfer pengetahuan, keterampilan dan menciptakan

pelatihan khusus dalam rangka meningkatkan kompetensi para pekerja industri

sehingga produktivitas tenaga kerja industri pun ikut meningkat.

Pengembangan teknologi yang lebih inovatif dalam dunia industri

manufaktur akan mendorong kinerja industri manufaktur berada pada tahap proses

industri yang jauh lebih efisiendan mampu menghasilkan hasil produksi yang

berkualitas tinggi. Keefisienan dalam industri sangat diperlukan karena erat

hubungannya dengan biaya produksi yang akan berdampak terhadap harga

komoditas tersebut.

Semakin tinggi daya saing suatu komoditas maka harga yang ditawarkan

harus semakin kompetitif, yaitu keadaan di mana industri memberikan harga yang

rendah dengan kualitas terbaik dibandingkan komoditas dengan jenis yang sama

di negara lain. Dalam hal ini erat kaitannya degan hukum permintaan yang

menyatakan bahwa pada kondisi cateris paribus (hal lain dianggap konstan) maka

hasil produksi yang memiliki tingkat harga lebih rendah akan banyak diminati

oleh para konsumennya.

Rendahnya daya saing industri manufaktur di Indonesia juga tercermin

berdasarkan produktivitas industrinya yang relatif rendah, adapun tingkat

produktivitas industri ini tergambarkan melalui rata-rata usia mesin yang

digunakan dalam proses produksi sudah tua. Data yang dikeluarkan oleh

Direktorat Statistik ekonomi dan Monoter Bank Indonesia memaparkan bahwa

kondisi mesin yang digunakan dalam industri manufaktur nonmigas Indonesia

sebagian besar atau sekitar 35 persen merupakan mesin lama, jika dibandingkan

dengan persentase mesin baru hanya sekitar 18 persen sehingga kebutuhan para

pelaku industri untuk melakukan investasi cukup tinggi sebagaimana tercermin

Page 98: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

80

dari besarnya keinginan para pelaku industri tersebut untuk melakukan perbaikan

teknologi dan penggantian mesin.

Kemudian dari sisi Sumber Daya Manusia, rata-rata kualitas tenaga kerja di

Indonesia juga cukup relatif rendah, rendahnya kualitas tersebut berdampak

terhadap kinerja produktivitas industri yang rendah, khususnya industri

manufaktur yang bergerak pada sektor padat karya (tenaga kerja). Oleh karena itu,

adanya investasi juga merupakan suatu peluang besar yang dapat melengkapi

kekurangan dari kualitas SDM tersebut melalui transfer pengetahuan,

keterampilan dan pelatihan khusus.

2. Produktivitas Tenaga Kerja Terhadap Daya Saing Industri

Pada dasarnya, tingkat produktivitas tenaga kerja dalam suatu industri di

suatu wilayah mencerminkan seberapa besar kemampuan industri tersebut untuk

mencapai kapasitas produksi optimum dalam proses produksinya walaupun

dengan jumlah input dari tenaga kerja yang sedikit sehingga menciptakan proses

produksi yang efisien. Produktivitas tenaga kerja menjadi salah satu hal yang

mampu menjelaskan daya saing industri dalam penelitian ini tidak terlepas dari

karakteristik industri manufaktur secara umum di Indonesia, yaitu industri

manufaktur yang berbasis padat karya. Terlebih lagi kondisi faktor (factor

condition) yang dominan di Indonesia selain Sumber Daya Alam adalah Sumber

Daya Manusia (SDM).

Hasil t-statistic menunjukkan produktivitas tenaga kerja secara positif dan

signifikan mempengaruhi daya saing industri manufaktur nonmigas.Hal ini

memberikan makna bahwa jika nilai produktivitas tenaga kerja meningkat yang

berarti output per tenaga kerja tinggi, maka daya saing industri manufaktur

nonmigas pada povinsi di Pulau Jawa dapat meningkat. Fakta ini sesuai dengan

pandangan Porter dalam Porter’s Competitivenes Diamond yang menyatakan

bahwa produktivitas tenaga kerja sebagai salah satu potensi faktor produksi yang

mampu dan sangat berarti dalam mendorong terciptanya keunggulan kompetitif

atau daya saing industri.

Fakta ini juga sejalan dengan penelitian Auzina dan Emsina (2014) yang

menyatakan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja mendorong

perekonomian menjadi lebih baik dan pada akhirnya akan berdampak terhadap

peningkatan daya saing nasional.Hal ini juga diperkuat oleh Isventina (2015:45)

Page 99: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

81

yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikansi antara produktivitas

tenaga kerja terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas.

Hal ini disebabkan oleh setiap peningkatan output terhadap input minimum

yang digunakan maka kapasitas produksi optimum akan terpenuhi. Bukan hanya

kapasitas produksi yang optimum, tetapi juga akan akan berdampak terhadap

tingkat efisiensi yang dihasilkan dalam industri sehingga mendorong harga output

menjadi lebih kompetitif.

3. Infrastruktur terhadap Daya Saing Industri Manufaktur nonmigas

Salah satu faktor dasar yang dianggap penting dalam pembangunan sektor

industri di setiap wilayah adalah tersedianya infrastruktur yang memadai sehingga

mampu mendorong pembangunan industri manufaktur di suatu wilayah. Adapun

rata-rata perkembangan jaringan jalan pada provinsi di Pulau Jawa sebagai salah

satu sub infrastruktur yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu

menunjukkan perkembangan pertumbuhan yang cukup banyak.

Pada hasil uji t-statistic menunjukkan bahwa infrastruktur memberikan

pengaruh signifikan terhadap daya saing industri manufaktur nonmigas. Hal ini

menunjukkan bahwa jaringan jalan merupakan salah satu faktor penting dan

menjadi kebutuhan dalam kegiatan sektor industri. Fakta ini sesuai dengan

pandangan Porter dalam konsep Porter’s Competitiveness Diamondyang

menyatakan bahwa suatu keunggulan kompetitif dibangun berdasarkan salah satu

faktor utama, yaitu kondisi faktor (factor condition)yang tersedia dalam suatu

negara atau wilayah tersebut, di mana sumberdaya infrastruktur merupakan salah

satu bagian dari kondisi faktor tersebut.

Pandangan ini sejalan dengan penelitian Palei (2015:172)dan Mamatzakis

(2008:323) yang menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur dalam hal ini

jaringan jalan merupakan salah satu komponen yang krusial (penting) bagi kinerja

perekonomian, hal ini dikarenakan adanya infrastruktur yang dapat meminimalisir

biayainput dan output pada seluruh industri manufaktur sehingga menciptakan

penghematan biaya produksi.

Namun, hasil penelitian yang didapat menyatakan bahwa infrastruktur

jaringan jalan berpengaruh signifikan secara negatif terhadap daya saing industri

manufaktur nonmigas. Hal ini disebabkan karena jaringan jalan memiliki tingkat

kepadatan jalan yang tinggi dan sejalan dengan pernyataan Prasetyo (2010:73)

bahwa sepanjang apapun jaringan jalan yang terdapat dalam suatu wilayah, tetapi

Page 100: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

82

memiliki tingkat kepadatan yang tinggi, maka tingkat mobilitas atau pergerakan

barang atau orang akan menjadi rendah sehingga akan menggangu aktivitas

perekonomian. Aktivitas industri manufaktur yang terganggu karena jaringan

jalan memiliki mobilitas yang rendah maka biaya distribusi baik input atau output

industri akan tinggi sehingga berdampak terhadap peningkatan biaya produksi,

meningkatnya biaya produksi ini tentu akan menciptakan harga yang tinggi dan

tidak kompetitif.

4. Aglomerasi Industri terhadap Daya Saing Industri

Pada hasil uji t-statistic menunjukkan bahwa aglomerasi industri

memberikan pengaruh secara positif dan signifikan terhadap daya saing industri

manufaktur nonmigas. Fakta ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat

aglomerasi industrimanufaktur yang artinya semakin terkonsentrasinya industri

pendukung dan terkait maka akan semakin memberikan peluang yang besar

terhadap peningkatan daya saing industri manufaktur nonmigas.

Fakta ini sejalan dengan pandangan Porter’s Competitiveness Diamondyang

memaparkan bahwa keberadaan industri terkait dan pendukung dapat menjadi

pendorong terciptanya keunggulan kompetitif dalam pembangunan industri

manufaktur di suatu negara/wilayah yang kemudian akan berakhir pada

peningkatan daya saing industri manufaktur nonmigas. Hasil penelitian ini juga

sejalan oleh penelitian Kleynhans dan Drewes (2008) yang menyatakan bahwa

pertimbangan dalam penentuan lokasi industri berdampak positif terhadap

peningkatan daya saing industri manufaktur.

Kemudian diperkuat oleh penelitian Zhaohui, et al, (2013) yang menyatakan

bahwa terciptanya hubungan positif dan signifikan antara aglomerasi industri

dengan peningkatan daya saing industri manufaktur. Fenomena aglomerasi

industri merupakan perwujudan dari para pelakuindustri yang ingin mencapai

keefisienan dalam aktivitas industrinya, artinya setiap pelaku industri akan

menentukan lokasi pembangunan kawasan industri yang akan berdampak terhadap

tingkat profitabilitas atau keuntungan yang maksimal melalui berbagai faktor yang

menjadi pertimbangan.

Lokasi optimal menurut pandangan para pelaku industri merupakan suatu

lokasi yang didasarkan pada penghematan biaya yang diperoleh dalam melakukan

aktivitas industri, baik aktivitas produksinya ataupun pemasaran hasil produksi

tersebut. Oleh karena itu, terkonsentrasinya industri terkait dan pendukung

Page 101: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

83

menjadi salah satu faktor pertimbangan para pelaku industri dalam memperoleh

penghematan biaya tersebut (Hilmawan, 2013:5).

Kondisi ini juga diperkuat oleh Marshall yang menyatakan bahwa

penghematan dan keuntungan dalam aglomerasi dapat terjadi karena kemudahan

akses informasi antar pekerja industri, penggunaan input dapat lebih efisien dalam

industri sejenis dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup.Penghematan biaya

dalam aktivitas industri akibat adanya fenomena aglomerasi inilah yang akan

mendorong keunggulan kompetitif dari industri manufaktur.

Page 102: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya,

penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis

Determinan Daya Saing Industri Manufaktur nonmigas (Studi Kasus: Provinsi di Pulau

Jawa) adalah sebagai berikut:

1. Secara simultan, hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara

variabel FDI, produktivitas tenaga kerja, infrastruktur dan aglomerasi terhadap

daya saing manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

2. Foreign Direct Investment (FDI) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap

daya saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

3. Produktivitas Tenaga Kerja memiliki pengaruh positif signifikan terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

4. Infrastruktur memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap daya saing industri

manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

5. Aglomerasi industri memiliki pengaruh positif signifikan terhadap daya saing

industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, berikut beberapa saran

yang diharapkan bisa bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

1. Bagi para pelaku industri manufaktur, para pelaku seluruh sub sektor industri

manufaktur diharapkan mampu untuk meningkatkan daya saing industri melalui

mengembangkan teknologi dan pengetahuan baru terkait cara kerja, proses

produksi industri yang lebih inovatif. Kemudian mengoptimalkan kebijakan

investasi satu pintu dalam rangka meningkatkan daya saing industri manufaktur

nonmigas.

2. Bagi pemerintah diharapkan meningkatkan anggaran negara untuk perbaikan

kualitas Infrastruktur jaringan jalan bukan hanya sekedar kuantitasnya dan

mengatur regulasi terkait kepadatan jalan yang ada di setiap wilayah agar segala

aktivitas ekonomi, khususnya sektor industri manufaktur setiap wilayah berjalan

dengan baik.

Page 103: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

85

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan mampu untuk lebih spesifik atau

menyempitkan masalah penelitian terkait determinan daya saing industri

manufaktur nonmigas, seperti menganalisis determinan daya saing sub sektor

industri manufaktur yang lebih dipersempit ruang lingkupnya sehingga dapat

diketahui subsektor apa saja yang memang memberikan dampak terhadap daya

saing industri manufaktur nonmigas pada provinsi di Pulau Jawa.

Page 104: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

86

DAFTAR PUSTAKA

Ariefianto, Moch Doddy, “Ekonometrika: Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan

Eviews”, Erlangga, Jakarta, 2012.

Asian Productivity Organization, “APO Productivity Databook 2017”, 2017.

Ayu & Disman, “ Liquidity Risk: Comparison Between Islamic and ConventonalBanking”,

Vol. 20, 2017.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, “Perkembangan Ekonomi Indonesia dan

Dunia”, Deputi Bidang Ekonomi, 2017.

Badan Pusat Statistik, “Banten dalam Angka 2002-2016”.

Badan Pusat Statistik, “DKI Jakarta dalam Angka 2002-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Jawa Barat dalam Angka “2002-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Jawa Tengah dalam Angka 2002-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Jawa Timur dalam Angka 2002-2016”.

Badan Pusat Statistik, “Laporan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di

Indoensia Menurut Lapangan Usaha 2012-2016”, 2017.

Badan Pusat Statistik, “Statistik Indonesia 2002-2017”, 2017.

Badan Pusat Statistik, ”Yogyakarta dalam Angka 2002-2016”.

BKPM, “Perkembangan Realisasi PMA Menurut Lokasi Periode 2002-2016”, Jakarta.

Brooks, Chris, “ Introductory Econometrics for Finance”, 2nd

Edition, Cambridge University

Press, Cambridge, 2008.

Canning, David & Pedroni, Peter, “Infrastructure and Long Run Economic Growth”,

University of Belfast, 2004.

Cho, Dong-Sung & Moon, Hwy-Chang, “From Adam Smith to Michael Porter: Evolusi Teori

Daya Saing”, Salemba Empat, Jakarta, 2003.

Deputi Bidang Ekonomi Kementrian BAPPENAS, “ Perkembangan Ekonomi Indonesia dan

Dunia”, 2017.

Direktorat Statistik Ekonomi dan Monoter, “ Laporan Pemetaan Ekonomi Sektor Industri

Nonmigas”, Bank Indonesia, 2006.

Dwi Agustineu, Selly, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Industri Tekstil di Jawa

Barat”, IPB, 2004.

Emsina, Astra Auzina, “Labour Productivity, Economic Growth and Technology

Competitiveness in Post-Crisis Period”, 19th International Scientific Conference,

2014.

Page 105: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

87

Fadhilyah, Alfi, “ Analisis Pengaruh Nilai Buku Ekuitas dan Laba Per Sahan Terhadap

Harga Saham pada Perusahaan Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2002-

2006”, FEUI, 2008.

Familoni, K.A., “The Role of Economic and Social Infrastructure in Economic

Development:A Global View”, 2004.

Gujarati, Demodar N, “ Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 2”, Erlangga, Jakarta, 2006.

Gujarati & Porter, “Basic Econometrics”, 5th

Edition, The Mc-Graw-Hill Companies,

NewYork, 2009.

Hapsari, Aldila, “Pengaruh Nilai Bahan Baku, Bahan Bakar dan Jumlah Tenaga Kerja

terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Periode 1983-2012”, Skripsi FEB UIN

Jakarta, 2015.

Havrila, Inka & Gunawardana, Pemasiri, “ Analysing Comparative Advantage and

Competitiveness: An Application to Australia’s Textile and Clothing Industries”,

2003.Cavlin, Miroslav, et.all., “Measurement of Comparative Advantage of Processed

Food Sector of Serbia in The Increasing The Export”, 2014.

Herciu, Mihaela, “Measuring International Competitiveness of Romania bu Using Porter’s

Diamond and Revealed Comparative Advantage”, 2013.

Hilmawan, Rian, “Lokasi Industri dan Fenomena Aglomerasi di Indonesia:Perspektif

Ekonomi Regional”, Working Paper LPEB Fakultas Ekonomi Universitas

Mulawarman, 2013.

Isventina, “Analisis Daya Saing Sektor Industri Prioritas Indonesia Dalam Menghadapi

Pasar ASEAN”, Thesis Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, 2015.

Namaki, EL M.S.S, “An Analysis of China’s Competitiveness Between 1995 and

1999”, Vol.12, 2002.

Karaalp, Hacer Simay & Yilmaz, Nazire Deniz, “ Assesment of Trends in The Comparative

Advantage and Competitiveness of Turkish Textile and Clothing Industry in The

Enlarged EU Market”, 2012.

Kementerian Perindustrian, “Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2015-2019”,

2015.

Kementerian Perindustrian, “Berita Industri: Pemerintah Andalkan Pertumbuhan Industri

Pulau Jawa”, 2017.

Kementerian Perdagangan RI, “Perkembangan Realisasi Kinerja Ekspor-Impor Sektor

IndustriManufaktur nonmigas Periode 2002-2016”, Jakarta.

Kodoatie, R.J., “ Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

Page 106: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

88

2003.

Klyenhans, Ewert P.J., “Factors Determining Industrial Competitiveness and The Role of

Spillovers”, North-West University, South Africa, 2016.

Kleynhans, Ewert & Drewes, Ernst, “ The Influence of Location on The Efficiency of

Manufacturers in South Africa”, 2008.

Kuncoro, Mudrajad, “Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, Erlangga, Jakarta, 2009.

Mamatzakis, Emmanuel Constantine, “Economic Performence and Public Infrastructure: An

Application to Greek Manufacturing”, 2008.

Nachrowi, et all., “Penggunaan Teknik Ekonometri Edisi Revisi”, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2002.

Namaki, El M.S.S, “An Analysis of China’s Competitiveness Between 1995 and 1999”,

Volume 12, 2002.

Noor, Henry Faizal, “Investasi:Pengelolaan Keuangan Bisnis dan Pengembangan Ekonomi

Masyarakat”, Cetakan Pertama, Indeks, Jakarta, 2009.

Nurhasanudin, “ Pengaruh Kompetisi, Capital Buffer, Diversifikasi Pendapatan dan Ukuran

Bank Terhadap Stabilitas Bank Syariah di Indonesia”, FEB UIN Jakarta, 2017.

Palei, Tatyana, “Assesing The Impact of Infrastructure on Economic Growth and Global

Competitiveness”, 2015.

Partomo, Tiktik Sartika, “Ekonomi Industri”, Edisi Pertama, Jakarta, Inti Prima, 2008.

Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 Tentang Komite Percepatan Penyediaan

Infrastruktur.

Potterie, B. & Lichtenberg, F., “Does Foreign Investment Tranfer Technology Across

Borders?”, Review of Economic and Statistics, 2001.

Prasetyo, Rindang Bangun, “Dampak Pembangunan Infrastruktur dan Aglomerasi Industri

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia”, IPB, 2010.

Purwoto & Kurniawan, “Kajian Dampak Infrastruktur Jalan Terhadap Pembangunan

Ekonomi dan Pengembangan Wilayah”, Simposium XII FSTPT, 2009.

Ramadhan, Adrian, “Analisis Daya Saing Industri Furniture Rotan Indonesia”, IPB, 2009.

Tripa, Simona & Oana, Loan, “Revealed Comparative Advantage and

Competitiveness in Romanian Textile and Clothing Industry”, 2016.

Ridhwan, et,all. “Analisis Daya Saing dan Strategi Industri Nasional di Era Masyarakat

Ekonomi ASEAN dan Perdagangan Bebas”, Working Paper Bank Indonesia, 2015.

Schwab, Klaus, “The Global Competitiveness Report 2016-2017”, World Economic

Forum, 2017.

Page 107: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

89

Rosadi, Dedi, “Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan Dengan Eviews”, CV. Andi

Offset, Yogyakarta, 2012.

Rosalina, Almira, “Analisis Daya Saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Provinsi

Jawa Barat Tahun 1981-2010”, IPB, 2013.

Samuelson, “ Ilmu Mikro Ekonomi”, Edisi bahasa Indonesia, Media Global Edukasi, Jakarta,

2003.

Sanny, Lim, “Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia”, Forum Ilmiah Volume 9, 2012.

Uzik, Martin & Vokorokosova, Renata, “ Labour Productivity As A Factor of

Competitiveness-A Comparative Study”, 2007.

Setiawan & Kusrini, “ Ekonometrika”, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2010.

Setiawati &Setiawan, “Permodelan Persentase Penduduk Miskin di Jawa Timur dengan

Pendekatan Ekonometrika Panel Spasial”, Vol. 1, 2013.

Suliyanto, “Ekonometrika Terapan Teori dan Aplikasi dengan SPSS”, CV. Andi Offset,

Yogyakarta, 2011.

Sukirno, Sadono, “Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan

Pembangunan”, UI-Pres, Jakarta, 2000.

Todaro, Michael P & Smith, Stephen C, “Pembangunan Ekonomi”, Edisi 11 Jilid , Erlangga,

Jakarta, 2011.

Uliyati, Wiwi, “Analisis Daya Saing dan Determinan Aliran Perdagangan Komoditi

Unggulan Ekspor Indonesia ke Uni Emirat Arab”, IPB, 2015.

Ulum, Miftacul, “Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI), Infratsruktur dan

Pengangguran Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa

Tengah (Periode Tahun 2000-2012)”, FEB UIN Jakarta, 2014.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing

United Nation Industrial Development Organization (UNIDO), “Industrial Development

Report 2016”, 2017.

Woorldrige, Jeffrey M, “ Introductory Econometrics A Modern Approach”, Maon, South

Western Cengage Learning, 2009.

Yulinda, Shelvy, “ Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat Periode 2010-2013”, IPB,

2016.

Zhang, Honglin Kevin, “How Does Foreign Direct Investment Affect Industrial

Competitiveness? Evidence From China”, China Economic Review, 2013.

Page 108: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

90

Zhaohui, et.all., “Study on China’s Electronic Information Industrial Agglomeration and

Regional Industrial Competitiveness”, Vol. 11, 2013.

Page 109: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

91

LAMPIRAN

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.000000 4 1.0000 * Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.

** WARNING: robust standard errors may not be consistent with

assumptions of Hausman test variance calculation.

Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 2.485551 (5,80) 0.0382

Cross-section Chi-square 12.996061 5 0.0234

Model FIX Effect GLS SUR

Dependent Variable: RC

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 03/28/18 Time: 12:19

Sample: 2002 2016

Periods included: 15

Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 90

Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AGLM 0.163972 0.068251 2.402490 0.0186

ZFDI 0.094003 0.031512 2.983112 0.0038

ZINFR -0.176135 0.081896 -2.150722 0.0345

ZPTK 0.068296 0.027162 2.514431 0.0139

C 0.347757 0.083255 4.176996 0.0001 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.758708 Mean dependent var 2.057657

Adjusted R-squared 0.731563 S.D. dependent var 2.536874

Page 110: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

92

S.E. of regression 0.946701 Sum squared resid 71.69940

F-statistic 27.94986 Durbin-Watson stat 1.462427

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.295450 Mean dependent var 0.544833

Sum squared resid 58.38316 Durbin-Watson stat 1.391275

Uji Glejser

Dependent Variable: REABS

Method: Panel Least Squares

Date: 03/28/18 Time: 12:20

Sample: 2002 2016

Periods included: 15

Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 90 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. AGLM 0.128234 0.229812 0.557995 0.5784

ZFDI 0.137848 0.071883 1.917682 0.0587

ZINFR -0.181557 0.433062 -0.419241 0.6762

ZPTK 0.017291 0.071541 0.241689 0.8096

C 0.242975 0.280103 0.867450 0.3883 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.641325 Mean dependent var 0.397098

Adjusted R-squared 0.600974 S.D. dependent var 0.699070

S.E. of regression 0.441592 Akaike info criterion 1.307580

Sum squared resid 15.60030 Schwarz criterion 1.585337

Log likelihood -48.84110 Hannan-Quinn criter. 1.419588

F-statistic 15.89367 Durbin-Watson stat 1.827113

Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Multikolinearitas

AGLM FDI INFR PTK AGLM 1.000000 0.360270 0.062534 -0.133255

FDI 0.360270 1.000000 0.180976 0.128286

INFR 0.062534 0.180976 1.000000 -0.017735

PTK -0.133255 0.128286 -0.017735 1.000000

Page 111: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

93

Tahun Provinsi RC FDI ZFDI PTK ZPTK INFR ZINFR AGLM

2002 jakarta 0.109963106 149895000 -0.5908 187746424.3 -0.4122 7636 -0.79179 1.07273555

2003 jakarta 0.091413893 1660390000 0.61025 191649437.5 -0.3978 7616 -0.79326 1.15099997

2004 jakarta 0.056500273 276993000 -0.4897 179885927.7 -0.4411 7616 -0.79326 1.30471147

2005 jakarta 0.048976881 392617000 -0.3978 212559757.3 -0.3207 7130 -0.82896 0.89241818

2006 jakarta 0.068904258 317076000 -0.4579 238904892 -1.016 7645 -0.79112 0.8912534

2007 jakarta 0.033498855 622493000 -0.215 236227277.7 -0.2335 6540 -0.8723 0.66384688

2008 jakarta 0.159520919 608530000 -0.2261 291901140.8 -0.0283 6185 -0.89838 1.04290931

2009 jakarta 0.230635125 311841000 -0.462 261388486.6 -0.1408 6409 -0.88192 1.17866272

2010 jakarta 0.244097489 357744000 -0.4255 281909273 -1.0002 6866 -0.84835 1.02312656

2011 jakarta 0.241736801 412749000 -0.3818 295167596.8 -0.0163 7094 -0.8316 0.90223513

2012 jakarta 0.233158323 767859000 -0.0994 260437612 -1.0081 7094 -0.8316 0.87128704

2013 jakarta 0.18676647 511916000 -0.303 300643018 -0.9933 7094 -0.8316 0.81374298

2014 jakarta 0.11020691 391846000 -0.3984 283755670.1 -0.0584 7094 -0.8316 0.9649229

2015 jakarta 0.126266555 387712000 -0.4017 330440983.1 0.11368 6956 -0.84174 0.88073045

2016 jakarta 0.099394574 842121000 -0.0404 485537039.8 0.68525 6281 -0.89133 0.69827793

2002 Banten 0.325740998 300396000 -0.4711 128466532.2 -0.6306 4473 -1.02415 1.798416

2003 Banten 0.21108656 267797000 -0.4971 138728181 -1.0529 4473 -1.02415 1.8090165

2004 Banten 0.228680603 275937000 -0.4906 156194708.3 -0.5285 4473 -1.02415 1.70550778

2005 Banten 0.20077724 574169000 -0.2535 144814675.9 -0.5704 4473 -1.02415 1.99080742

2006 Banten -0.335973549 414969000 -0.38 157731258.9 -0.5228 4326 -1.03495 1.42608021

2007 Banten 0.149359777 474722000 -0.3325 175749920.4 -0.4564 4773 -1.00211 0.92349848

2008 Banten 0.374597318 398817000 -0.3929 176422055.6 -0.4539 4806 -0.99968 1.66618669

2009 Banten 0.264677609 1189989000 0.23621 143621130.3 -0.5748 6205 -0.89691 1.94477027

2010 Banten 0.187724204 373730000 -0.4128 136410050.1 -0.6014 6456 -0.87847 1.72475664

2011 Banten 0.259064956 1934218000 0.82798 120820265 -1.0595 6456 -0.87847 1.74919366

2012 Banten 0.457802361 2226830000 1.06064 107288496.9 -0.7087 6506 -0.8748 1.76218573

Page 112: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

94

2013 Banten 0.322598972 2760309000 1.48483 120986543.8 -0.6582 6845 -0.84989 1.68436964

2014 Banten 0.473567937 1535202000 0.5107 101444209.2 -0.7302 6907 -0.84534 2.07179412

2015 Banten 0.494828819 1512526000 0.49267 123980564.4 -0.6472 6907 -0.84534 1.71744253

2016 Banten 0.554115401 2199241000 1.03871 123753233 -1.0585 6976 -0.84027 1.84942706

2002 jabar 0.243428865 641080000 -0.2003 121749780.3 -0.6554 22174 0.2762 1.36675737

2003 jabar 2.724185277 1201349000 0.24525 141369044.4 -0.5831 22356 0.28957 1.55188229

2004 jabar -1.703932266 984010000 0.07243 136261418.3 -0.6019 23017 0.33813 1.36099253

2005 jabar 0.283538848 1831495000 0.7463 137553164.5 -0.5972 24934 0.47896 1.80652917

2006 jabar -0.769554229 1409718000 0.41093 162786961.2 -0.5042 24628 0.45648 1.08022079

2007 jabar 1.119970592 1186367000 0.23333 177742018.3 -0.4491 25679 0.53369 0.71132844

2008 jabar 2.266859891 4327274000 2.73079 176661384.1 -0.453 25857 0.54676 1.39931157

2009 jabar 2.404004406 1508721000 0.48965 171130814.9 -0.4734 25774 0.54067 1.38337322

2010 jabar 1.316881188 1159071000 0.21163 170591161.4 -0.4754 25494 0.5201 1.44929849

2011 jabar 3.215075739 2857442000 1.56207 151940342.5 -0.5441 25500 0.52054 1.47552005

2012 jabar 3.523002911 3868520000 2.36601 134681744.5 -0.6077 24549 0.45068 1.46391811

2013 jabar 2.462188498 6780569000 4.68149 141874239.6 -0.5812 24608 0.45501 1.45251118

2014 jabar 2.994376342 5035520000 3.29394 158033576.1 -0.5217 25156 0.49527 1.37199266

2015 jabar -2.777614758 4165443000 2.60211 156359311.7 -0.5279 25204 0.49879 1.46085003

2016 jabar -1.582349356 4426827000 2.80994 175454582.7 -0.4575 26205 0.57233 1.4519125

2002 jateng 1.568007536 25054000 -0.6901 67255855.56 1.37446 26970 0.62853 1.16985017

2003 jateng 1.64989691 56110000 -0.6654 72898978.7 -0.8354 26262 0.57652 1.21275119

2004 jateng 1.717412568 81873000 -0.6449 81417611.39 1.89635 26305 0.57968 1.15043536

2005 jateng 1.706401318 34618000 -0.6825 66759005.78 1.35615 29056 0.78177 1.95464751

2006 jateng 1.983378463 357579000 -0.4257 75448613.14 1.67638 28358 0.73049 1.15835659

2007 jateng 1.703199585 68183000 -0.6558 89062966.11 2.1781 28490 0.74019 0.65826382

2008 jateng 1.640023216 118335000 -0.6159 98930955.21 2.54176 28904 0.7706 1.27086977

2009 jateng 1.219851942 78712000 -0.6474 107094024.7 -0.7094 29163 0.78963 1.24288115

Page 113: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

95

2010 jateng 1.111546952 29161000 -0.6868 112780355.8 -0.6884 29203 0.79257 1.26855566

2011 jateng 1.326369218 130395000 -0.6063 108373608.3 -0.7047 29110 0.78574 1.31330997

2012 jateng 1.227354055 164317000 -0.5793 97187400.06 2.47751 29342 0.80278 1.34646125

2013 jateng 1.23947616 301409000 -0.4703 92545209.98 2.30643 29703 0.8293 1.43208506

2014 jateng 1.127625674 400353000 -0.3917 101136063.4 -0.7314 30236 0.86845 1.4560442

2015 jateng 0.900561139 471189000 -0.3353 109365396.6 -0.701 30294 0.87271 1.39203126

2016 jateng 0.703722746 478737000 -0.3293 113764922.4 -0.6848 27574 0.6729 1.51316736

2002 yogya -0.190288549 158000 -0.7099 63936689.22 1.25214 4918 -0.99146 0.76915318

2003 yogya -0.310726788 1818000 -0.7086 81794814.36 1.91025 4825 -0.99829 0.72269965

2004 yogya -0.008011509 99000 -0.7099 77129188.47 1.73832 4825 -0.99829 0.7505876

2005 yogya -0.234592052 1194000 -0.709 66729639.82 1.35507 4825 -0.99829 0.86969868

2006 yogya -0.256123943 3573000 -0.7072 76848669.26 1.72798 4859 -0.99579 0.59194394

2007 yogya -0.057576043 528000 -0.7096 58664602.83 1.05786 4833 -0.9977 0.48854962

2008 yogya 0.028626602 7631000 -0.7039 76347873.21 1.70952 4859 -0.99579 0.74327087

2009 yogya 0.032206254 1717000 -0.7086 72764756.58 1.57748 4757 -1.00328 0.74793858

2010 yogya 0.360946615 1677000 -0.7087 80615815.26 1.86681 4753 -1.00358 0.88038832

2011 yogya 0.713468529 779000 -0.7094 63037918.81 1.21902 4592 -1.0154 0.83578116

2012 yogya 0.32750693 2931000 -0.7077 59982709.52 1.10643 4592 -1.0154 0.85232116

2013 yogya 0.12092607 6002000 -0.7052 64154928.68 1.26019 4267 -1.03928 0.87595089

2014 yogya - 0.161287748 7331000 -0.7042 72866717.24 1.58123 4293 -1.03737 0.7919733

2015 yogya -0.189767889 7838000 -0.7038 62656010.13 1.20495 4292 -1.03744 0.85484895

2016 yogya -0.167926971 12197000 -0.7003 80025927.4 -0.8092 3874 -1.06815 0.7837452

2002 jatim 0.371875833 102503000 -0.6285 125428076.2 -0.6418 36337 1.31665 1.02345818

2003 jatim 0.318175827 216665000 -0.5377 156167784.9 -0.5286 36337 1.31665 0.98212818

2004 jatim 0.363138643 149496000 -0.5911 153198947.8 -0.5395 36337 1.31665 1.06538038

2005 jatim 0.464399895 668165000 -0.1787 142946509.7 -0.5773 36803 1.35088 1.53400921

2006 jatim 0.459504183 319625000 -0.4559 158875321.4 -0.5186 36337 1.31665 0.87163413

Page 114: ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38969/1/DEVINA... · ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR NONMIGAS (STUDI

96

2007 jatim 0.42604571 1643810000 0.59706 160584280.8 -0.5123 37027 1.36733 0.61437786

2008 jatim 0.510020129 402844000 -0.3897 184224636.9 -0.4252 37812 1.425 1.07531174

2009 jatim 0.382849368 394058000 -0.3967 198928684.7 -0.371 39852 1.57486 1.00788666

2010 jatim 0.382991812 759750000 -0.1059 195969019.5 -0.3819 44044 1.88282 1.09774053

2011 jatim 0.511340848 432284000 -0.3663 177820681.1 -0.4488 45589 1.99632 1.1360171

2012 jatim 0.52721461 1377724000 0.38549 161211595.1 -0.51 42512 1.77027 1.16495443

2013 jatim 0.503066445 1688684000 0.63274 178364020.6 -0.4468 42555 1.77343 1.13663412

2014 jatim 0.434532537 1410731000 0.41173 191821197.6 -0.3972 42107 1.74052 1.14218174

2015 jatim 0.332882242 669905000 -0.1773 200171663.5 -0.3664 42107 1.74052 1.13015328

2016 jatim 0.284994735 1440800000 0.43564 220707756.1 -0.2907 41740 1.71356 1.12771578