Upload
duongkhue
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA
DAERAH KOTA MALANG
DESY IRIANTY
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing
dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Daerah Kota Malang
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Desy irianty
NIM H14090005
iv
ABSTRAK
DESY IRIANTY. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Industri Pariwisata Daerah Kota Malang. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.
Pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam sistem perekonomian
nasional yang memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi
industri pariwisata terhadap perekonomian Kota Malang. Penelitian ini
menggunakan analisis kuantitatif. Analisis yang digunakan untuk menganalisis daya
saing industri pariwisata yaitu Competitiveness Monitor (CM) dengan kota
pembandingnya adalah Kota Blitar, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi industri pariwisata menggunakan Ordinary Least Square (OLS).
Hasil analisis Competitiveness Monitor menunjukkan indikator pengaruh pariwisata,
indikator sumberdaya manusia, dan indikator keterbukaan, dan indikator sosial, Kota
Malang berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan Kota Blitar. Berdasarkan
hasil dengan metode OLS menunjukkan jumlah hotel dan jalan beraspal kualitas
baik berpengaruh nyata dan signifikan terhadap industri pariwisata.
Kata kunci: Daya saing, OLS, Pariwisata.
ABSTRACT
DESY IRIANTY. The Competitiveness and The Factors that Affect The Tourism
Industry to Malang City. Supervised by TANTI NOVIANTI.
Tourism is one of the strategic sectors in the national economy system that
contributed greatly to the country’s foreign exchange. This study is aim to asses the
analyses of competitiveness and the factors that affect the tourism industry to the
economy in Malang City. This study were used quanttitive analyses. Analyses the
competitiveness of the tourism industry is Competitiveness Monitor (CM) with the
comparison is Blitar City, While the factors that affect the tourism industry were
used Ordinary Least Square (OLS). The Competitiveness Monitor show that the
influence of tourism indikators, human resources indikators, openness indikators,
and social indikator in Malang City are higher than Blitar City. Based on the
Ordinary Least Square show that the number of hotel and good quality of street as a
real and significant impact on the tourism industry.
Keywords: Competitiveness, OLS, Tourism
v
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI INDUSTRI PARIWISATA
DAERAH KOTA MALANG DAN KOTA BLITAR
DESY IRIANTY
DEPARTEMEN ILMU EEKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
vi
vii
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri
Pariwisata Daerah Kota Malang
Nama : Desy Irianty
NIM : H14090005
Disetujui oleh
Tanti Novianti, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
pariwisata, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Industri Pariwisata Daerah Kota Malang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si. selaku
pembimbing, Dr. Wiwiek Rindayati, dan Dewi Ulfa Wardani, M.Si selaku dosen
penguji, serta seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi IPB, serta teman-teman di
IPB khususnya Ovilla, aci, stannia, tata, Tami, Iwi, Mala, Dita, Anti, dan Tika yang
telah memberikan bimbingan, motivasi, saran sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada orangtua,
Departemen Manajemen IPB, Ilmu Ekonomi IPB, serta teman-teman semua atas
doa, dukungan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Desy Irianty
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
Penelitian Terdahulu 9
Kerangka Pemikiran 10
METODE PENELITIAN 12
Jenis dan Sumber Data 12
Metode Analisis 12
GAMBARAN UMUM 18
Kondisi Umum Kota Malang 18
Objek Wisata Kota Malang 20
Perkembangan Jumlah Wisatawan 21
HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Analisis Daya Saing Industri Pariwisata Kota Malang 22
Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kota Malang 27
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 37
x
DAFTAR TABEL
1. Distribusi persentase PDRB Kota Malang atas dasar harga konstan
2000 Menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%)
3
2. Distribusi persentase PDRB Kota Blitar atas dasar harga konstan
2000 Menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%)
4
3. Luas kecamatan (Km2) dan persentase terhadap luas kabupaten (%) 19
4. Struktur penduduk Kota Malang berdasarkan piramida penduduk 19 5. Kunjungan wisatawan yang berkunjung di hotel berbintang dan tak
berbintang
22
6. Perkembangan indikator daya saing pariwisata Kota Malang dan
Kota Blitar pada tahun 2007-2011
23
7. Indikator lingkungan Kota malang dan Kota Blitar periode
2010-2011
25
8. Daya saing pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar 27 9. Hasil estimasi OLS faktor-faktor yang memengaruhi industri
pariwisata Kota Malang
27
DAFTAR GAMBAR
1. Penerimaan devisa dari wisatawan 2008-2011 (US $ juta) 1 2. Distribusi PDRB Kota Malang menurut kelompok sektor (%) 2 3. Kerangka pemikiran 11
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis daya saing Kota Malang dengan Kota Blitar 33 2. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata
Kota Malang
33
3. Uji normalitas 34 4. Uji heteroskedastisitas 34 5. Uji autokorelasi 34 6. Uji multikolinieritas 35 7. Peta pariwisata Kota Malang 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pariwisata memberikan peluang terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional dan regional serta menjadi tumpuan pemerintah dalam menunjang
kesejahteraan masyarakat. Pariwisata di Indonesia memiliki pengaruh terhadap
sistem perekonomian nasional dengan memberikan kontribusi besar terhadap devisa
negara, dimana pada tahun 2011 mencapai US $ 8554 juta (Kemenparekraf 2012).
Sektor pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, dan standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya
(Wahab 1992).
Industri pariwisata dianggap mampu menciptakan lapangan kerja serta
pembangunan ekonomi, dimana pada tahun 2011 mencapai Rp 7.44 Triliun
(Kemenparekraf 2012). Pembangunan ekonomi merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mewujudkan keadaan yang lebih
baik. Dalam hal pembangunan ekonomi juga dilaksanakan untuk memacu
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata (Raharjo 2006).
Pariwisata merupakan bisnis yang terus berkembang di Indonesia. Kegiatan
pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu negara tujuan wisata.
Keuntungan dari sektor pariwisata adalah sumbangan terhadap neraca pembayaran
dalam mendatangkan devisa, terciptanya kesempatan kerja, serta adanya
kemungkinan bagi masyarakat di negara penerima wisatawan tersebut untuk
meningkatkan tingkat pendapatan dan standar hidup (Saptutyaningsih 2003).
Pertumbuhan pariwisata di Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan 5.94
persen pada tahun 2012. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang datang
pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011, jumlah wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia sebanyak 654952 wisatawan. Jumlah
tersebut meningkat mencapai 693867 wisatawan pada tahun 2012 (BPS 2012). Hal
ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata semakin dikenal masyarakat
internasional.
Gambar 1 Penerimaan devisa dari wisatawan 2008-2011 (US $ juta)
Sumber: Kemenparekraf 2012
7347.66297.99
7603.458554.39
0
2000
4000
6000
8000
10000
2008 2009 2010 2011
Wisataw
an
Tahun
2
Pada Gambar 1, terlihat bahwa penerimaan devisa dari sektor pariwisata pada
tahun 2011 mencapai US $ 8554.39 juta, sedangkan pada tahun 2010 penerimaan
devisa dari sektor pariwisata mencapai US $ 7603.45 juta. Hal ini mengindikasikan
bahwa penerimaan devisa mengalami peningkatan sebesar 13.16 persen pada tahun
2011. Sementara penerimaan devisa pada sektor pariwisata pada tahun 2008
mencapai US $ 7347.60 juta, sedangkan pada tahun 2009 mencapai US $ 6297.99
juta. Hal ini mengindikasikan perolehan devisa mengalami penurunan sebesar 16.16
persen pada tahun 2009. Hal ini disebabkan karena kecenderungan wisatawan yang
membatasi pengeluaran akomodasi selama berada di Indonesia dan menurunnya
daya beli wisman sebagai imbas krisis keuangan global. Meskipun demikian, jumlah
wisatawan mancanegara yang berkunjung meningkat menjadi 6.4 juta wisatawan
pada tahun 2009 (BPS 2010).
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi
dan sumberdaya alam yang dapat dikembangkan di sektor pariwisata. Kota Malang
merupakan salah satu daerah di wilayah Jawa Timur yang menjadikan pariwisata
sebagai program unggulan di daerah tersebut. Penetapan sektor pariwisata sebagai
sektor unggulan dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat
dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata terhadap PDRB Kota malang
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Distribusi persentase PDRB Kota Malang menurut kelompok sektor
tahun 2011 (%)
Sumber: BPS Kota Malang 2012
Sektor pariwisata termasuk dalam sektor tersier. Berdasarkan Gambar 2,
terlihat bahwa sektor tersier memberikan kontribusi yang paling dominan terhadap
pembentukkan PDRB yang mencapai 65.16 persen. Berbanding terbalik dengan
perkembangan kontribusi sektor primer yang hanya mencapai 0.35 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa sektor tersier memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB
Kota Malang. Perkembangan Kota Malang sebagai kota tujuan wisata semakin
meningkat dan meluas khususnya pada jenis wisata belanja, kuliner, alam, seni,
budaya dan sejarah.
Industri pariwisata menjadi salah satu fokus pembangunan Kota Malang. Kota
Malang memiliki kekayaan alam yang berpotensi menjadi objek wisata yang
menarik. Beberapa objek wisata Kota Malang yang sudah berkembang dan sering
dikunjungi wisatawan diantaranya, Taman Rekreasi dan Pemandian Wendit,
Museum Brawijaya, Pemandian Watu Gede, Museum Bentoel, Pasar Minggu
3
Semeru, dan Wisata Kuliner Pulosari. Perkembangan potensi alam yang masih dapat
dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata dapat memberikan kontribusi
terhadap PDRB Kota malang. Dapat dilihat pada Tabel 1, sektor pariwisata dalam
lima tahun terakhir memberikan kontribusi yang paling dominan terhadap
pembentukan PDRB selama periode dari tahun 2007 hingga 2011. Perekonomian
Kota Malang mulai bertransformasi dari sektor pertanian ke sektor pariwisata
berdasarkan distribusi persentase menurut lapangan usaha disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Distribusi persentase PDRB Kota Malang atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha tahun 2007-2011 (%)
SEKTOR 2007 2008 2009 2010 2011
Pertanian 0.48 0.44 0.42 0.40 0.35
Pertambangan dan penggalian 0.06 0.05 0.05 0.04 0.04
Industri pengolahan 32.91 32.13 30.89 30.29 30.06
Listrik dan air bersih 0.40 0.39 1.71 1.70 1.68
Bangunan 2.47 2.61 2.51 2.67 2.70
Perdagangan, hotel, dan restoran
Perdagangan besar & eceran
Hotel
Restoran
37.69
33.80
1.15
2.01
38.18
34.54
1.14
2.02
40.17
34.96
1.17
2.04
40.74
30.16
0.65
9.93
41.17
30.54
0.65
9.98
Pengangkutan dan komunikasi 4.77 4.80 3.26 3.28 3.28
Keuangan 8.66 8.82 7.67 7.66 7.63
Jasa-jasa 12.56 12.58 13.30 13.22 13.08
Sumber: BPS Kota Malang 2012
Pada Tabel 1, terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran
memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kota Malang. Distribusi persentase
PDRB sektor pariwisata menunjukkan share yang meningkat pada tahun 2007
berkisar antara 37.69 persen menjadi 41.17 persen pada tahun 2011. Jumlah
kontribusi hotel dan restoran mengalami peningkatan, terlihat pada tahun 2010
jumlah restoran menunjukkan peningkatan sebesar 79.45 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa kontribusi jumlah hotel dan restoran di daerah Kota Malang
dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB pariwisata. Tingginya kontribusi
pariwisata terhadap pembentukan PDRB menunjukkan bahwa pariwisata merupakan
sektor yang penting bagi Kota Malang.
Kota Blitar merupakan kota pembanding yang digunakan untuk menganalisis
perkembangan daya saing Kota Malang. Penetapan Kota Blitar menjadi kota
pembanding karena memiliki potensi dan daya tarik wisata. Kota Blitar terkenal
sebagai Kota Patria yang didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa
unggulan sehingga menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan untuk
mengembangkan ekonomi daerah. Kota Blitar merupakan salah satu tempat
kepahlawanan pejuang bangsa seperti Adipati Aryo Blitar, Bung Karno, Sodancho
Supriyadi.
4
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi besar terhadap
PDRB Kota Blitar. Distribusi persentase PDRB pariwisata menunjukkan share yang
meningkat pada tahun 2007 berkisar antara 23.53 persen menjadi 31.40 persen pada
tahun 2011. Tingginya kontribusi sektor pariwisata terhadap pembentukan PDRB
menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor unggulan Kota Blitar disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Distribusi Persentase PDRB Kota Blitar atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha pada tahun 2007-2011 (%)
SEKTOR 2007 2008 2009 2010 2011
Pertanian 8.15 7.12 7.99 7.70 7.48
Pertambangan dan penggalian 0.04 0.02 0.02 0.02 0.02
Industri pengolahan 13.40 11.67 11.77 11.48 11.30
Listrik dan air bersih 3.09 1.59 1.40 1.42 1.37
Bangunan 5.60 4.18 4.89 5.22 5.20
Perdagangan, hotel, dan restoran
Perdagangan besar & eceran
Hotel
Restoran
23.53
18.41
0.86
4.25
29.31
25.57
0.65
3.09
29.55
25.76
0.56
3.23
30.65
26.85
0.57
3.23
31.40
27.49
0.58
3.33
Pengangkutan dan komunikasi 14.08 13.47 11.32 11.10 11.14
Keuangan 12.87 11.24 12.09 12.15 12.24
Jasa-jasa 19.24 21.38 20.97 20.26 19.86
Sumber: BPS Kota Blitar 2012
Pariwisata menjadi suatu industri yang penting karena manfaat-manfaat
ekonomisnya sehingga setiap daerah mulai bersaing untuk mengembangkan potensi
daerah yang dimiliki. Daerah yang memiliki daya saing pariwisata yang lebih
unggul dapat dilihat dari pengembangan potensi yang dimiliki, sarana dan prasarana
yang memadai, serta pelayanan yang baik dan memuaskan (Sholeh 2010).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa sektor pariwisata mengalami
pertumbuhan yang positif. Hal ini mempelihatkan bahwa potensi pariwisata daerah
sudah dapat memberikan kontribusi cukup baik. Namun, kontribusi sektor pariwisata
masih dapat ditingkatkan, terlihat bahwa masih banyaknya potensi wisata yang
belum berkembang, sehingga dipelukan suatu penelitian yang dilakukan agar
pengembangan potensi berjalan secara optimal.
Perumusan Masalah
Kota Malang merupakan salah satu daerah di wilayah Jawa Timur yang
menjadikan pariwisata sebagai program unggulan di daerah tersebut. Penetapan
sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dilakukan dengan melihat adanya potensi
alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata terhadap
5
PDRB pariwsata. Pada Tabel 1, terlihat bahwa nilai kontribusi Kota Malang selalu
meningkat pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Akomodasi Pariwisata tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas wisata yang
merupakan salah satu faktor penting seperti hotel, restoran, penginapan, kafe, dan
sarana pendukung lainnya. Akomodasi di Kota Malang mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Jumlah akomodasi yang ada di Kota Malang pada tahun 2011 sebanyak
65 yang terdiri dari 10 hotel berbintang, 42 hotel melati, dan 13 akomodasi lainnya.
Jumlah wisatawan yang menginap di hotel pada tahun 2011 tercatat sebesar
47421orang, jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar 67547 orang (BPS
2012). Kota Blitar sebagai kota pembanding yang digunakan untuk menganalisis
perkembangan daya saing industri pariwisata karena memiliki potensi dan daya tarik
wisata. Kota Blitar terkenal sebagai kota patria yang didukung oleh sistem
perdagangan barang dan jasa unggulan sehingga menjadikan sektor pariwisata
sebagai sektor unggulan untuk mengembangkan ekonomi.
Daya saing pariwisata memiliki peranan yang sangat penting terhadap
kunjungan wisatawan karena manfaat-manfaat ekonomisnya, sehingga setiap daerah
mulai bersaing untuk mengembangkan potensi daerah yang dimiliki. Daya saing
pariwisata dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti indikator pengaruh
pariwisata, indikator daya tingkat harga, indikator infrastruktur, indikator kondisi
lingkungan, indikator tingkat harga, indikator keamanan, indikator sosial serta
indikator teknologi. Posisi daya saing yang semakin baik akan meningkatkan daya
tarik wisata sehingga jumlah wisatawan akan meningkat. Jumlah kunjungan
wisatawan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu persaingan dalam menarik
karakteristik wisatawan dengan objek wisata di daerah destinasi lain. Karakteristik
objek wisata yang ditawarkan memiliki daya tarik wisata alam. Karakteristik
wisatawan yang datang pun memiliki mayoritas wisatawan yang berasal dari
Jabodetabek.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan daya saing sektor industri pariwisata Kota Malang
dengan Kota Blitar?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perkembangan daya saing sektor industri pariwisata Kota Malang
dengan Kota Blitar.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat member manfaat bagi berbagai
pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:
6
1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan
masukan untuk perumusan kebijakan mengenai pengembangan sektor pariwisata
di Kota Malang dengan memerhatikan indikator-indikator penentu daya saing.
2. Bagi pelaku industri pariwisata, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
referensi untuk meningkatkan kinerja industri pariwisata Kota Malang
3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tentang
bagaimana potensi dan masalah yang ada pada industri pariwisata di Kota
Malang.
4. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan
menjadikan bahan rujukan dalam membuat karya tulis lainnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis perkembangan daya saing industri pariwisata Kota
Malang dan Kota Blitar dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri
pariwisata Kota Malang. Metode yang digunakan untuk melihat perkembangan daya
saing pariwisata adalah metode Competitiveness Monitor dan periode waktu yang
digunakan untuk analisis daya saing adalah tahun 2007 hingga 2011. Analisis ini
difokuskan terhadap beberapa indikator daya saing industri pariwisata, antara lain:
Pengaruh pariwisata, infrastruktur, lingkungan, harga, keterbukaan, teknologi, dan
keamanan tempat wisata. Namun, indikator pengaruh pariwisata yang diukur dengan
PAD pariwisata diubah menjadi PDRB pariwisata, indikator teknologi dan Indikator
lingkungan dengan pengukuran kualitas udara tidak dibahas dalam penelitian ini
karena keterbatasan data yang tersedia.
Analisis tentang daya saing industri pariwisata difokuskan untuk melihat daya
saing industri pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar. Tujuannya adalah untuk
melihat bagaimana perkembangan indikator-indikator yang dianalisis. Sementara,
metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
industri pariwisata Kota Malang adalah metode Regresi Linier Berganda (Ordinary
Least Squre) dan periode yang digunakan adalah pada tahun 2002 hingga 2011.
Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain adalah jumlah hotel,
tingkat tenaga kerja, tingkat hunian hotel, dan jalan beraspal kualitas baik.
Tinjauan Pustaka
Menurut Halim (2004) pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor
pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor
ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan
pembangunna daerah.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
daerah pada periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
dilihat dari atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB pada
dasarnya merupakan nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit
7
ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahunnya.
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tmbah barang dan jasa yang
dihitung dengan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar
(BPS 2000).
Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu
kata Pari berarti penuh, seluruh, atau semua dan kata Wisata berarti perjalanan.
Menurut Wahab (1992) pariwisata mengandung tiga unsur antara lain: manusia
(unsur insan sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang
sebenarnya tercakup oleh kegiatan sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiskan
dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat tujuan). Jadi definisi
pariwisata merupakan salah satu industri baru yang mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf
hidup dan dalam hal mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima
wisatawan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Damanik dan
Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan rekreasi di luar
domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain.
Pariwisata sebagai serangkaian kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
perorangan atau kelompok dari tempat tinggal asalnya ke berbagai tempat lain
dengan tujuan melakukan kunjungan wisata dan bukan untuk bekerja atau mencari
penghasilan di tempat tujuan. Kunjungan bersifat sementara dan pada waktunya
akan kembali ke tempat semula (Heriawan 2004).
Menurut Yoeti (2003), syarat suatu perjalanan disebut sebagai perjalanan
pariwisata apabila: (1) Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, di luar
tempat kediaman orang tersebut biasa tinggal; (2) Tujuan perjalanan semata-mata
untuk bersenang-senang, dan tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang
dikunjungi; (3) Semata-mata sebagai konsumen di tempat yang dikunjungi. World
Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah menjadi
fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan kehidupan dan
pergaulan global antara bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi penting bagi
kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan ekonomi, sosial,
budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan
pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena adanya
kegiatan pariwisata. Pihak yang melakukan permintaan adalah wisatawan,
pemerintah, serta swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata. Menurut Yoeti
(2003), permintaan dalam kepariwisataan dapat dibagi menjadi dua yaitu potential
demand dan actual demand. Potential demand adalah sejumlah orang yang
berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata. Sedangkan actual demand adalah
orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik
Wisata (DWT).
Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah destinasi
kepada wisatawan yang real maupun potensial. Penawaran pariwisata mencakup
seperti hotel, restoran, transportasi domestik dan lokal, industri kerajinan, jasa
8
hiburan, serta biro perjalanan. Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen
penawaran wisata terdiri dari Triple A, yang terdiri dari:
1. Atraksi
Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata yang memberikan kenikmatan
kepada wisatawan. Atraksi dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya , dan buatan.
2. Aksebilitas
Aksebilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang
menghubungakn wisatawan ke daerah tujuan wisata. Akses ini tidak hanya
menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu,
kenyamanan, dan keselamatan.
3. Amenitas
Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan
pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar
proses mendefinisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang
lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1)
kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya; (2) kemampuan menghubungkan
dengan lingkungannya; (3) kemampuan meningkatkan kinerja; (4) kemampuan
menegakkan posisi yang menguntungkan.
Daya saing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai kemampuan
usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang
dihadapi. Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1)
mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2) dapat
meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam kondisi regional ekonomi maupun
entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3) kepercayaan
bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat
bergantung pada tingkat sumber daya relatif atau keunggulan kompetitif. Konsep
keunggulan kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan perusahaan untuk
memperkuat posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan
perbedaan dengan yang lainnya.
Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan
untuk melihat daya saing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor
diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC) pada
tahun 2001 sebagai alat ukur daya saing pariwisata. Analisis ini menggunakan
delapan indikator yang digunakan untuk melihat daya saing. Indikator tersebut
antara lain (World Tourism Organization 2008):
1. Indikator pengaruh pariwisata, menunjukkan pencapaian perkembangan
ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut.
2. Indikator persaingan tingkat harga, menunjukkan harga komoditi yang
dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata.
3. Indikator perkembangan infrastruktur, menunjukkan perkembangan infrastruktur
di daerah tujuan wisata.
4. Indikator lingkungan, menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran
penduduk dalam memelihara lingkungannya.
5. Indikator sumberdaya manusia, menunjukkan kualitas sumberdaya manusia
daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
turis.
9
6. Indikator keterbukaan, menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi wisata
terhadap kunjungan wisatawan asing di daerah tujuan wisata.
7. Indikator sosial, menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata
di daerah destinasi.
8. Indikator kemajuan teknologi, menunjukkan perkembangan infrastruktur dan
teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk teknologi
tinggi di daerah tujuan wisata.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pariwisata dan daya saing sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas sektor
pariwisata antara lain:
Floriyana (2011) dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing dan faktor-
faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur dengan
menggunakan Competitiveness Monitor untuk analisis daya saing, sedangkan faktor-
faktor yang memengaruhi PAD pariwisata Kabupaten Cianjur menggunakan
Ordinary Least Square (OLS).
Analisis daya saing menggunakan Kabupaten Bogor sebagai daerah
pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa indikator perkembangan
infrastruktur, indikator keterbukaan, dan indikator pengaruh pariwisata
menunjukkan pertumbuhan yang negatif sejak tahun 2006 hingga 2010, sedangkan
indikator sosial, indikator lingkungan, indikator sumberdaya manusia, dan indikator
persaingan tingkat harga cenderung konstan
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten
Cianjur terhadap pembentukan PAD menggunakan beberapa variabel, antara lain:
jumlah hotel, jumlah restoran, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel dan
tingkat tenaga kerja sektor pariwisata. Hasil analisis menunjukkan jumlah hotel,
jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, dan tingkat tenaga kerja sektor
pariwisata berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap industri pariwisata.
Jumlah restoran ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata
Kabupaten Cianjur.
Sholeh (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing dan pengaruh
industri pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Bogor dengan menggunakan
Competitiveness Monitor untuk mengukur trend perkembangan daya saing dan
metode regresi untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi PAD pariwisata
Kabupaten Bogor.
Analisis daya saing menggunakan Kota Yogyakarta sebagai daerah
pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan dari Human
Tourism Indikator, Price Competitiveness Indikator, Human Resources Indikator,
dan Sosial Development Indikator sejak tahun 2004 hingga 2008 terus meningkat.
Environment Indikator dan Technology Advencement Indikator mengalami
perkembangan yang konstan. Analisis pengaruh industri pariwisata terhadap
pembentukan PAD menggunakan beberapa variabel, antara lain adalah jumlah hotel,
jumlah wisatawan, dan pajak hiburan. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Bogor.
Yulianti (2009) menganalisis faktor-faktor penentu daya saing dan preferensi
wisatawan dalam berwisata dengan menggunakan pendekatan porter’s diamond dan
10
metode probit menyebutkan bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang
memengaruhi daya saing kepariwisataan Kota Bogor menarik dan beragam namun
tidak diiringi jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini karena
fasilitas kepariwisataan yang kurang memadai baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Selain itu, anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan
kepariwisataan Kota Bogor masih sangat kurang untuk membiayai peningkatan
kualitas dan kuantitas kepariwisataan Kota Bogor.
Faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke
Kota Bogor menurut penelitian ini adalah variabel pendidikan, intensitas biaya, dan
kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. Hal ini
memperlihatkan semakin besar nilai variabel-variabel tersebut maka semakin besar
pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke Kota Bogor
Trisnawati (2007) melakukan penelitian dengan judul analisis daya saing
industri pariwisata untuk meningkatkan ekonomi daerah “kajian perbandingan daya
saing pariwisata antara Surakarta dan Yogyakarta”. Bertujuan untuk mengukur
indeks daya saing industri pariwisata antara Surakarta dan Yogyakarta. Metode
analisis yang digunakan adalah Competitiveness Monitor (CM).
Hasil analisis yang menunjukkan bahwa indeks daya saing pariwisata
Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Price Competitiveness
Indikator (PCI), Yogyakarta mempunyai indeks yang lebih tinggi dibandingkan
Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indikator (IDI) menunjukkan
bahwa pendapatan per kapita di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata,
namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan
Surakarta. Environment Indikator (EI) menunjukkan bahwa tingkat kepadatan
penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata. Technology
Advancement Indikator (TAI) menunjukkan indeks nilai Yogyakarta lebih tinggi.
Human Resources Indikator (HRI) menunjukkan bahwa indeks pendidikan di
destinasi Yogjakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Openess Indikator (OI)
daya saing pariwisata destinasi Yogyakarta kembali menunjukkan angka yang lebih
tinggi. Indikator terakhir, Social Development Indikator (SDI) menunjukkan bahwa
rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta. Hal
ini mengindikasikan bahwa daya saing pariwisata Yogyakarta secara menyeluruh
lebig tinggi dibandingkan Surakarta. Indikatoe-indikator menunjukkan bahwa
pariwisata Yogyakarta lebih unggul.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah daerah
penelitian, variabel, dan periode waktu yang digunakan. Daerah yang dianalisis pada
penelitian ini adalah Kota Malang. Variabel yang digunakan adalah jumlah hotel,
jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, tingkat tenaga kerja pariwisata.
Data yang digunakan merupakan data sekunder dengan periode waktu dari tahun
2002 hingga 2011.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian terdahulu, analisis daya saing dilakukan dengan
metode Competitiveness Monitor, sedangkan analisis faktor-faktor yang
memengaruhi dilakukan dengan Ordinary Least Square. Variabel bebas yang
digunakan adalah jumlah hotel dan jalan beraspal kualitas baik, yang menunjukkan
bahwa keduanya merupakan faktor utama yang memengaruhi penawaran pariwisata.
11
Faktor lain yang memengaruhi penawaran pariwisata adalah jumlah restoran, jumlah
wisatawan, tingkat tenaga kerja pariwisata, tingkat hunian hotel, dan pajak hotel.
Penelitian-penelitian terdahulu menjadi rujukan untuk penyusunan kerangka
pemikiran dalam penelitian ini.
Kerangka pemikiran yang mencakup perkembangan sektor pariwisata yang
memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kota Malang dan Kota. Dimana kota
tersebut memiliki objek wisata yang beraneka ragam dan potensi yang besar untuk
menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama PDRB. Sehingga analisis
perkembangan daya saing pariwisata penting dilakukan untuk menunjukkan
perkembangan sektor pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar. Analisis mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata diperlukan untuk melihat
variabel apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata. Sehingga
dapat membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan daerah
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Kerangka pemikiran
Perkembangan industri pariwisata
Kota Malang dan Kota Blitar
Analisis faktor-faktor yang
memengaruhi industri pariwisata
Analisis perkembangan daya saing
PDRB
Competitiveness Monitor
Ordinary Least Square (OLS)
Kontribusi perkembangan industri
pariwisata Kota Malang dan Kota
Blitar
Kebijakan pemerintah daerah untuk
meningkatkan pembangunan industri
pariwisata
12
Metode Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data yang
digunakan untuk analisis daya saing merupakan data sekunder dari tahun 2007
hingga 2011. Sedangkan, analisis faktor-faktor yang memengaruhi pariwisata
menggunakan data time series dari tahun 2002 hingga 2011. Data yang digunakan
pada penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik
(BPS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif. Selain itu, sumber juga terdapat pada literatur yang ada di perpustakaan IPB,
media massa, dan internet.
Metode Analisis
Analisis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan dua metode, yaitu
metode Competitiveness Monitor (CM) untuk menganalisis daya saing, dan
Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
daerah Kota Malang.
Competitiveness Monitor (CM)
Metode yang digunakan dalam penelitian daya saing adalah Competitiveness
Monitor (CM). Kota Blitar merupakan kota pembanding untuk menganalisis daya
saing industri pariwisata Kota Malang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah indeks daya saing pariwisata yang dibentuk dari delapan indikator penentu
daya saing pariwisata yang telah ditetapkan oleh World Tourism Organization
(WTO). Kedelapan indikator tersebut adalah sebagai berikut (World Tourism
Organization 2008):
1. Indikator Pengaruh Pariwisata
Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat
kedatangan turis pada daerah tersebut. Indikator ini diukur dengan menggunakan
Tourism Impact Index (TII). Besarnya TII dapat dihitung dengan rumus berikut:
2. Indikator Daya saing Tingkat Harga (IDHT)
Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama
berwisata di daerah tujuan wisata. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini
adalah Purchasing Power Party (PPP) dan rata-rata tarif minimum hotel berbintang.
IDHT = f(PPP, rata-rata tarif minimum hotel berbintang)
3. Indikator Perkembangan Infrastruktur (IPI)
Indikator ini menunjukkan infrastruktur di daerah tujuan wisata. Pengukuran
yang digunakan untuk indikator ini adalah panjang jalan beraspal dan kualitas jalan.
Rumus dari indikator ini adalah sebagai berikut:
TII = PDRB pariwisata
PDRB total
13
IPI = f(panjang jalan beraspal,kualitas jalan)
4. Indikator Lingkungan
Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam
memelihara lingkungannya. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah
indeks kepadatan penduduk, dan indeks kualitas udara menggunakan temperatur.
Kepadatan penduduk = Jumlah penduduk
Luas wilayah
Kualitas udara = temperatur
5. Indikator Sumberdaya Manusia (ISM)
Indikator ini menunjukkan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut
sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih kepada turis. Pengukuran yang
digunakan untuk indikator ini adalah indeks pendidikan yang dapat diukur dengan
rumus sebagai berikut:
ISM = f(angka melek huruf, rata-rata lama sekolah)
6. Indikator Keterbukaan (IK)
Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap kunjungan
wisatawan asing di daerah tujuan wisata. Rumus untuk mengukur indikator
keterbukaan adalah sebagai berikut:
IK = Jumlah wisatawan asing yang menginap di hotel
Total tamu hotel
7. Indikator Sosial
Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis dalam berwisata di
daerah destinasi. Ukuran SDI adalah rata-rata masa tinggal turis di daerah destinasi.
SDI = rata-rata masa tinggal turis asing
Metode Competitiveness Monitor tidak memiliki standar baku untuk melihat
tinggi atau rendahnya nilai daya saing dari setiap indikator. Analisis ini hanya
membandingkan hasil pengukuran daya saing Kota Malang dengan daerah
pembandingnya, yaitu Kota Blitar. Pemilihan Kota Blitar sebagai daerah
pembanding dilakukan karena Kota Blitar dalam kawasan Provinsi Jawa Timur dan
memiliki kontribusi besar terhadap PDRB menurut lapangan usahanya pada sektor
pariwisata.
- Uji-t
Uji-t digunakan untuk menguji apakah rata-rata satu grup sampel berbeda
dengan grup sampel lainnya (Juanda 2009). Setelah mendapatkan nilai masing-
masing indikator, maka dapat dilakukan uji t untuk melihat signifikan perbedaan
daya saing di Kota Malang dan Kota Blitar. Uji-t yang dilakukan dengan
menggunakan software SPSS.
14
Hipotesis:
Ho : β1 ≤ 0 i = 1,2,3,…0
H1 : β1 > 0
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut:
Jika t-hitung ≥ tα/2 (n-k) maka tolak H0
Jika t-hitung < tα/2 (n-k) maka terima H0
Jika t-hitung > t-tabel (tα/2 (n-k) maka tolak H0, artinya daya saing Kota
Malang lebih tinggi dibandingkan daya saing Kota Blitar. Jika t-hitung < tα/2 (n-k)
maka terima H0 hal ini berarti daya saing Kota Malang relatif sama atau lebih
rendah dibandingkan daya saing Kota Blitar.
Analisis Regresi Berganda
Dalam penelitian ini analisis untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi
industri pariwisata Kota Malang. Metode analisis yang digunakan adalah metode
Regresi Linier Berganda (ordinary Least Square) dengan menggunakan software
Microsoft Excel 2007 dan software SPSS.
Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linier berganda. Analisis regresi
linier berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X (variabel
bebas) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel tak bebas) yang
merupakan akibat. Analisis regresi linier berganda merupakan suatu metode yang
digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel bebasnya.
Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel, namun juga
mengukur besaran hubungan kausalitasnya.
Menurut Walpole (1995), model regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Y = b0 + b1 x1 + b2 x2 + br xr
Keterangan:
r = 1,2,3,..,N
b0 = intersep
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Sektor Pariwisata Kota Malang Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang
menggunakan PDRB sektor pariwisata sebagai variabel dependen. Variabel
independen yang digunakan antara lain jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik,
tingkat hunian hotel, dan tingkat tenaga kerja sektor pariwisata. Model persamaan
untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi sektor adalah sebagai berikut:
PDRBPart = αo + αJHt + αJBKBt + αTPTKPt+αTHHt + et
Keterangan:
PDRBPart = Jumlah produk domestik regional bruto sektor pariwisata
pada periode t (Rupiah)
JHt = Jumlah hotel dan akomodasi lainnya pada periode t (Unit)
15
JBKBt = Jalan beraspal kualitas baik pada periode t (Km)
TPTKPt = Tingkat tenaga kerja pariwisata pada periode t (Persen)
THHt = Tingkat hunian hotel pada periode t (Persen)
et = error term
Langkah selanjutnya adalah mengubah data-data yang berada pada persamaan
tersebut ke dalam bentuk logaritma untuk mempermudah dalam melihat respon dari
setiap variabel independen yang digunakan terhadap variabel dependen.
LnPDRBPart = αo + αLnJHt + αLnJBKBt + αTPTKPt + αTHHt + et
Keterangan:
LnPDRBPart = Jumlah produk domestik regional bruto sektor pariwisata
pada periode t (Persen)
LnJHt = Jumlah hotel dan akomodasi lainnya pada periode t (Persen)
LnJBKBt = Jalan beraspal kualitas baik pada periode t (Persen)
TPTKPt = Tingkat tenaga kerja pariwisata pada periode t (Persen)
THHt = Tingkat hunian hotel pada periode t (Persen)
et = error term
Kemudian model tersebut dianalisis menggunakan kriteria-kriteria uji agar
model tersebut memenuhi persyaratan metode analisis Ordinary Least Square
(OLS), seperti tidak ada masalah-masalah normalitas, autokorelasi,
heteroskedastisitas, dan multikolinieritas.
Identifikasi Model
Setelah mendapatkan parameter estimasi yang dianggap sesuai, maka
dilakukan tiga uji kriteria terhadap parameter tersebut, yakni uji kriteria statistik, uji
ekonometrika, dan uji ekonomi.
- Uji Kriteria Statistik
Tujuan pengujian adalah melihat korelasi antar variabel persamaan, yaitu
dengan menggunakan uji t, uji F, dan uji koefisien determinasi.
Uji t dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, apakah
variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variabel tak bebas. Perbandingan
antara t-statistik dengan nilai t-tabel dapat menunjukkan daerah atau wilayah
penolakan. Selain itu, uji ini digunakan untuk keabsahan dari hipotesis dan
membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau
tidak.
Hipotesis:
Ho : β1 = 0 i = 1,2,3,…0
H1 : β1 ≠ 0
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t sebagai berikut:
Jika t-hitung ≥ tα/2 (n-k) maka tolak Ho
Jika t-hitung < tα/2 (n-k) maka terima Ho
16
Jika t-hitung ≥ t-tabel (t /2( − )), maka tolak Ho hal ini berarti variabel bebas
yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya pada taraf nyata
α. Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (t /2( − )), maka terima H0 hal ini berarti
variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel bebasnya
pada taraf α.
Uji F adalah untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak
bebas secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F-hitung. Uji F juga
digunakan untuk mengetahui kelayakan model yang diajukan untuk menduga
parameter yang ada pada persamaan.
Hipotesis:
H0 : βo = β1 = β2 = … = βn = 0 (variabel bebas tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel tak bebas)
H1 : minimal ada salah satu β1≠ 0 (paling sedikit ada satu variabel
bebas yang berpengaruh nyata
terhadap variabel tak bebas)
β = dugaan parameter
Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut:
Jika F-hitung > (F( −1, − ), maka tolak H0
Jika F-hitung < (F( −1, − ), maka terima H0
Jika hasil F-hitung > F-tabel (F( −1, − )), maka tolak H0 minimal terdapat
variabel bebas yang nilainya tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap variabel tak
bebas. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel (F( −1, − )), maka terima H0 hal ini
berarti tidak ada variabel bebas yang dapat menjelaskan secara nyata keragaman dari
variabel bebas.
Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R
2 digunakan untuk melihat sejauh
mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebas dan untuk
melihat seberapa kuat variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak
bebas serta untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan pada model dapat
menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat R-squared,
yaitu:
a. Merupakan besaran non-negatif.
b. Batasnya adalah 0 ≤ R2
≥ 1. Jika R2 bernilai 1 ada suatu kecocokan sempurna,
sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas
dengan variabel tak bebas.
Uji Kriteria Ekonometrika
Uji ekonometrika dilakukan untuk memastikan estimator bersifat BLUE, maka
harus dilakukan uji asumsi yang memastikan estimator menyebar normal dan bebas
dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas.
Uji asumsi normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term
terdistribusi secara normal (Firdaus 2004). Model regresi seperti ini disebut model
regresi linear normal klasik. Regresi normal klasik mengasumsikan bahwa tiap €i
didistribusikan secara normal dengan:
17
1. Rata-rata : E (€i) = 0
2. Varians : E (€i) = σ2
3. Cov (€i, €j) : E (€i, €j) = 0, i ≠ j
Uji asumsi autokorelasi sering ditemukan pada berbagai penelitian adalah
adanya hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan
estimasi obserbasi yang lain. Nisbah antara observasi inilah yang disebut menjadi
tidak bias, nilai galat baku terkorelasi sehingga ramalan menjadi tidak efisien, dan
ragam galat berbias. Uji Durbin Watson (Uji DW) biasa digunakan untuk melihat
ada atau tidaknya autokorelasi pada model. Nilai hitung statistik d dibandingkan
dengan d tabel, yaitu dengan batas bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil
perbandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif.
2. Jika d > 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif.
3. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif
4. Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah
sebagai berikut (Gujarati, 1993):
a. Menghilangkan variabel bebas yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel
tak bebas.
b. Apabila terjadi kesalahan dalam hal spesifikasi model, hal ini dapat di atasi
dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model non-
linier atau sebaliknya.
Uji asumsi heteroskedastisitas adalah suatu model dikatakan baik apabila
memenuhi asumsi homoskedastisitas atau memiliki ragam error yang sama.
Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians
gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan.
Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir
OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians yang minimum
(efisiensi). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas maka akan
berakibat sebagai berikut:
a. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang minimum
atau estimator tidak efisien.
b. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya
akan mempunyai varian yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien.
c. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan
menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varian.
Memeriksa keberadaan heteroskedastisitas salah satunya dapat ditujukkan
dengan White-Heteroskedastisity Test, dimana tidak perlu asumsi normalitas dan
relatif mudah. Hipotesis yang digunakan untuk menguji keberadaan
heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
Hipotesis:
H0 : = 0 (homoskedastisitas)
H1 : ≠ 0 (heteroskedastisitas)
18
Jika nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata yang digunakan maka
hipotesis Ho diterima yang berarti tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada
model. Jika nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata yang digunakan,
maka hipotesis H0 ditolak yang berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada
model. Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga
model yang baru akan memiliki error term dengan varian yang konstan.
Uji asumsi multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna
antara beberapa atau semua variabel yang ada pada model. Multikolinearitas
menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error
setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Gujarati (1993) mengemukakan
tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut:
a. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.
b. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang
nyata.
c. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (r tinggi).
d. R2
< r menunjukkan adanya masalah multikolinearitas.
Solusi untuk mengatasi masalah multikolinieritas menurut Gujarati (1993)
adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.
b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu.
c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi.
d. Mentransformasikan data.
e. Mendapatkan tambahan data baru.
Uji Ekonomi
Uji ekonomi dilakukan dengan mencocokan tanda dan besaran dalam model
dengan teori ekonomi. Jika model dan besaran hasil estimasi sesuai dengan teori
ekonomi mengenai pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabelterikat,
maka model dapat dikatakan baik.
GAMBARAN UMUM
Kondisi Umum Kota Malang
Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena
potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang secara geografis berada pada
posisi 112.060
-112.070 Bujur Timur, 7.06
0-8.02
0 Lintang Selatan, dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang
2. Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab. Malang
3. Sebelah Selatan : Kec. Wagir dan Kec. Pakisaji Kab. Malang
4. Sebelah Barat : Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab. Malang
19
Luas wilayah Kota Malang sebesar 110.06 km2
yang terbagi dalam lima
wilayah kecamatan yaitu kecamatan Kedungkandang, Kecamatan Sukun,
Kecamatan Klojen, Kecamatan Blimbing, dan Kecamatan Lowokwaru. Kota Malang
berada pada ketinggian 440 hingga 667 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim
Kota Malang selama tahun 2010 tercatat rata-rata suhu udara berkisar 23.20
C hingga
24.40 C. Rata-rata suhu udara Kota Malang selama tahun 2010 lebih rendah
dibandingkan tahun 2009. Suhu absolut terendah terjadi pada bulan Mei mencapai
190
C dan tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 29.20
C.
Tabel 3 Luas kecamatan (km2) dan persentase terhadap luas kabupaten (%)
Kecamatan Luas kecamatan (km2)
Persentase terhadap luas
kabupaten (%)
Klojen 8.8 8.0
Blimbing 17.8 16.1
Lowokwaru 22.6 20.5
Kedungkandang 39.9 36.2
Sukun 20.9 19.0
Sumber: BPS Kota Malang 2011
Pada Tabel 3, terlihat bahwa luasan kabupaten dan persentase luasan
kabupaten, wilayah Kedungkandang merupakan terluas dari Kota Malang. Luasan
Kecamatan Kedungkandang adalah 39.9 km2 atau 36.2 persen dari total wilayah
Kota Malang. Kecamatan Lowokwaru merupakan wilayah terluas kedua dengan
luasan 22.6 km2 atau 20.5 persen dari total Kota Malang.
Luas wilayah Kota Malang yang memiliki luas 110.06 km2 dengan jumlah
penduduk 820243 jiwa, maka kepadatan penduduk Kota Malang sebesar
7453 jiwa/km2. Penyebaran kepadatan penduduk di kecamatan Kota Malang
kepadatan penduduknya paling besar berada di wilayah kecamatan Klojen
11994 jiwa/km2 dan yang terendah berada di wilayah kecamatan Kedungkandang
4374 jiwa/ km2 (BPS 2012).
Tabel 4 Struktur penduduk Kota Malang berdasarkan piramida penduduk
Kelompok Umur Laki-laki
(jiwa)
Perempuan
(jiwa)
Jumlah laki-
laki dan
perempuan
(jiwa)
Persentase
(%)
0-14 94411 89757 184168 22
15-64 291085 299584 590669 72
65+ 19057 26349 45406 6
Total 404553 415690 820243 100
Rasio Jenis Kelamin 97.321
Sumber: BPS Kota Malang 2011
20
Pada Tabel 4, terlihat bahwa jumlah penduduk Kota Malang berdasarkan hasil
sensus penduduk diseluruh wilayah Indonesia tahun 2010 tercatat jumlah penduduk
Kota Malang sebesar 820243 jiwa, yang terdiri dari 404553 jiwa penduduk laki-laki
dan 415690 jiwa penduduk perempuan. Berdasarkan struktur penduduk Kota
Malang perbandingan antara penduduk laki-laki dengan perempuan sebesar 97.32
persen, artinya dari 97 hingga 98 penduduk laki-laki dari 100 penduduk perempuan.
Struktur penduduk berdasarkan piramida penduduk, maka Kota Malang digolongkan
sebagai penduduk tua karena persentase jumlah penduduk kelompok umur 15-64
tahun sebesar 72 persen lebih dari 60 persen maka masuk kelompok penduduk tua.
Objek Wisata di Kota Malang
Kota Malang memiliki objek wisata yang bermacam-macam yaitu objek wisata
alami, wisata buatan, dan wisata budaya. Beberapa objek wisata Kota Malang yang
berkembang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Taman Rekreasi dan Pemandian Wendit
Taman Rekreasi dan Pemandian Wendit merupakan kolam renang yang luas,
baik untuk dewasa dan anak-anak, terdapat perahu dayung, dan water technology.
Masyarakat mempunyai kepercayaan pemandian wendit memiliki khasiat membuat
wajah tampak lebih muda dan mata air wendit merupakan salah satu sumber air bagi
PDAM Kota Malang. Didalamnya terdapat monumen pesawat Mig-19 yang dahulu
berada di bandara Abdul Rachman Saleh.
2. Taman Tlogomas
Taman tlogomas terletak di daerah Tlogomas yang berjarak 7 km dari pusat kota.
Taman tlogomas merupakan tempat rekreasi yang dilengkapi kolam renang dan
arena bermain.
3. Taman Rekreasi Kota
Taman rekreasi kota terletak di tengah Kota Malang yaitu berada di jalan
Simpang Majapahit, tepatnya dibelakang Gedung Balaikota Malang. Taman Kota
Malang adalah untuk memenuhi keinginan masyarakat akan sarana rekreasi dan
tempat bermain anak-anak di tengah kota yang memadai dan terjangkau.
4. Museum Brawijaya
Museum Brawijaya di Kota Malang didirikan pada tanggal 4 Mei 1968, untuk
dapat menikmati barang-barang peninggalan sejarah didalam museum Brawijaya
cukup mengeluarkan uang Rp 1500,- perorang, relatif sangat murah dan bisa
dijangkau untuk semua kalangan. Semboyan dari museum Brawijaya Malang adalah
“Citra Uthapana Cakra”. Berasal dari bahasa sansekerta Citra berarti sinar, Uthapana
berarti yang membangkitkan, dan Cakra adalah kekuatan. Berarti jika disatukan arti
semboyan tersebut mempunyai makna “Sinar Yang Membangkitkan Kekuatan”.
Untuk pengunjung, Museum Brawijaya Malang terhitung cukup terkenal, mulai dari
sabang sampai merauke, bahkan dari luar negeri juga pernah mengunjungi Museum
tersebut, diantaranya Australia, Jepang, China, Amerika dan negara-negara besar
lainnya.
21
5. Pemandian Watu Gede
Pemandian Watu Gede merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan
Singosari. Pada jaman kerajaan dahulu, tempat ini sering dipakai sebagai tempat
pemandian oleh raja-raja Singosari. Menariknya dari pemandian ini yaitu sumber
airnya yang tersebar disisi pemandian dengan debit air yang cukup tinggi. Letaknya
kurang lebih 10 km dari pusat kota Malang, 100 m dari stasiun kereta api Singosari.
6. Kebun Teh Wonosari
Kebun teh wonosari terletak sekitar 30 km dari Malang. Kesenangan perkebunan
ini memberikan sebuah panorama yang sepesial, cantik berkesan dari perkebunan
teh. Perkebunan ini merupakan sebuah wilayah pada landaian dari arjuno gunung
sampai desa Toyomarto Singosari, daerah Wonosari. Wisatawan dapat menonton
dan menikmati kesan spesial, yaitu melihat proses teh itu dibuat dan bisa
menikmatinya secara langsung.
7. Museum Bentoel
Berawal dari seorang bernama Ong Hok Liong dibantu keluarganya yang
memulai pembangunan pabrik rokok sederhana di jalanan Pecinan (Wiromargo)
pada tahun 1925. Berkat keuletannya, ia berhasil menjadikan industri rokok yang
didirikannya itu menempati lima besar industri rokok kretek di negeri Indonesia.
Perusahaan ini berada di Jl. Pecinan Kecil no.32 Malang yang sekarang bernama Jl.
Wiromargo. Pada masa sekarang, rumah ini digunakan sebagai museum sejarah
Pabrik Rokok P.T. Bentoel.
8. Wisata Kuliner Pulosari
Kawasan wisata kuliner Pulosari merupakan kios-kios sederhana kaki lima dan
menjadi salah satu tempat kuliner yang sering dikunjungi, terdapat berbagai aneka
jajanan seperti jagung bakar, roti bakar, dan pisang bakar. Kawasan yang terletak
pada Jalan Pulosari sangat digemari oleh masyarakat malang terutama para kawula
muda untuk menghabiskan waktu di malam hari.
Perkembangan Jumlah Wisatawan
Akomodasi di Kota Malang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Jumlah
akomodasi yang ada di Kota Malang pada tahun 2011 sebanyak 65 yang terdiri dari
10 hotel berbintang, 42 hotel melati, dan 13 akomodasi lainnya. Rata-rata masa
tinggal wisatawan berkisar 4.96 hingga 5.56 hari (BPS 2012). Akomodasi Pariwisata
tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas wisata, yang merupakan salah satu faktor
penting pariwisata untuk datang berkunjung ke suatu objek wisata seperti hotel,
restoran, penginapan, kafe, dan sarana pendukung lainnya.
Daya tarik wisata yang terdapat di Kota Malang meningkat sejak tahun 2007
hingga 2010, namum sejak tahun 2011 jumlah wisatawan domestik mencapai
123818 dan 13340 wisatawan untuk tamu asing pada hotel berbintang, hal ini
mengindikasikan pertumbuhan wisatawan domestik dan asing mencapai 23.14
persen dan 36.62 persen pada tahun 2011. Sementara pada hotel tak berbintang
jumlah tamu domestic yang datang mengalami penurunan mencapai 13.66 persen
pada tahun 2011. Hal ini di duga karena kurangnya akomodasi yang diberikan
22
seperti hotel berbintang hanya berjumlah 10 hotel dan harga yang ditawarkan tinggi
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kunjungan wisatawan yang berkunjung di hotel berbintang dan tak
berbintang daerah Kota malang
Tahun Hotel Berbintang Hotel Tak Berbintang
Asing Domestik Asing Domestik
Nilai (wisatawan)
Trend (%)
2007 10290
(14.33)
118596
(9.03)
231
(-5.71)
98070
(10.73)
2008 10290
(0)
140429
(18.41)
160
(-30.73)
117350
(19.66)
2009 19689
(91.34)
155129
(10.46)
156
(-2.5)
117549
(0.16)
2010 20916
(6.23)
161098
(3.85)
186
(19.23)
133527
(13.59)
2011 13340
(-36.62)
123818
(-23.14)
304
(-63.44)
115284
(-13.66)
Sumber: BPS Kota Malang 2012
PEMBAHASAN
Analisis Daya Saing Industri Pariwisata Kota Malang
Menurut Porter (1995) konsep daya saing dapat didefinisikan sebagai
kemampuan usaha suatu perusahaan dalam indikator untuk menghadapi berbagai
lingkungan yang dihadapi. Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal
berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2)
dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam kondisi regional ekonomi
maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3)
kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
Metode yang digunakan dalam penelitian daya saing pariwisata Kota Malang
dan Kota Blitar adalah Competitiveness Monitor (CM). Kota Blitar merupakan kota
pembanding yang digunakan untuk menganalisis daya saing industri pariwisata Kota
Malang. Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan
untuk melihat daya saing. Analisis ini menggunakan 8 indikator untuk menganalisis
daya saing diantaranya adalah indikator pengaruh pariwisata, indikator daya saing
tingkat harga, indikator perkembangan infrastruktur, indikator lingkungan, indikator
sumberdaya manusia, indikator kemajuan teknologi, indikator keterbukaan, dan
indikator sosial. Hasil analisis daya saing dengan menggunakan Competitiveness
Monitor untuk daerah Kota Malang dan Kota Blitar disajikan pada Tabel 6.
23
Tabel 6 Perkembangan indikator daya saing pariwisata Kota Malang dan Kota
Blitar pada tahun 2007-2011
Indikator Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 Trend
(%)
Tourism
Impact Index
Kota
Malang 0.377 0.382 0.402 0.407 0.412 2.18
Kota
Blitar 0.235 0.306 0.299 0.306 0.312 6.27
Purchasing
Power Parity
Kota
Malang - - 45.850 52.490 61.110 13.35
Kota
Blitar - - 35.620 42.860 45.930 11.79
Persentase
Jalan Beraspal
Kualitas Baik
Kota
Malang 80.480 85.026 93.550 93.550 93.550 3.62
Kota
Blitar 63.602 71.152 88.249 99.306 99.810 10.4
Indeks
pendidikan
Kota
Malang 0.111 0.111 0.111 0.111 0.112 0.23
Kota
Blitar 0.098 0.098 0.099 0.099 0.100 0.5
Indikator
Keterbukaan
Kota
Malang 0.032 0.027 0.061 0.214 0.188 39.89
Kota
Blitar 0.011 0.009 0.009 0.008 0.015 11.95
Rata-Rata
Lama Tinggal
Wisatawan
Kota
Malang 0.870 0.840 0.940 4.190 5.560 27.32
Kota
Blitar 0.670 0.520 0.540 0.530 0.750 6.07
Sumber: BPS Kota Malang dan Kota Blitar (diolah)
1. Indikator Pengaruh Pariwisata
Pengaruh pariwisata merupakan indikator daya saing yang digunakan untuk
melihat sejauhmana kontribusi industri pariwisata terhadap perekonomian. Indikator
ini diukur dengan menggunakan Tourism Impact Index.
Pada Tabel 6, terlihat bahwa Perkembangan indikator pengaruh pariwisata
Kota Malang cenderung meningkat pada tahun 2007 hingga tahun 2011 dan
pertumbuhan dari tahun ke tahun selalu menunjukkan nilai yang cenderung positif
sebesar 1.31 persen hingga 1.21 persen. Sedangkan, perkembangan pengaruh
pariwisata Kota Blitar menunjukkan trend yang berfluktuatif namun cenderung
meningkat mencapai 0.02 persen pada tahun 2011. Pertumbuhan negatif hanya
ditunjukkan pada tahun 2009 mencapai 2.34 persen, sedangkan tahun-tahun lainnya
cenderung mengalami pertumbuhan yang positif. Nilai Tourism Impact Index Kota
Malang lebih rendah dibandingkan dengan nilai TII Kota Blitar. Hal ini
menunjukkan bahwa kontribusi sektor pariwisata Kota Blitar terhadap PDRB sudah
optimal dan pertumbuhan dari tahun ke tahun menunjukkan nilai yg cenderung
positif sebesar 6.27 persen.
24
2. Indikator Daya Saing Tingkat Harga
Daya saing tingkat harga merupakan indikator untuk melihat persaingan harga
antara Kota Malang dan Kota Blitar. Pengukuran yang digunakan adalah Purchasing
Power Parity (PPP) atau kemampuan dayabeli dan rata-rata tarif hotel berbintang
empat. Pada Tabel 6, terlihat bahwa kemampuan dayabeli Kota Malang lebih tinggi
dibandingkan dengan kemampuan dayabeli Kota Blitar. Artinya, harga barang dan
jasa di Kota Malang lebih besar dibandingkan Kota Blitar. Tingkat harga barang dan
jasa yang lebih tinggi di Kota Malang disebabkan karena permintaan dari barang dan
jasa tersebut meningkat sehingga harga yang ditawarkan menjadi tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan di Kota Malang lebih besar
dibandingkan dengan kunjungan wisatawan yang berada di Kota Blitar.
Pada tahun 2013 rata-rata tarif hotel berbintang empat di Kota Malang adalah
Rp 717400 per malam. Sedangkan, rata-rata tarif hotel berbintang empat di Kota
Blitar adalah Rp 630400 per malam. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata tarif
hotel berbintang empat Kota Malang lebih mahal dibandingkan dengan rata-rata tarif
hotel berbintang empat di Kota Blitar. Hal ini mengindikasikan Kota Blitar
mempunyai potensi untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang menginap di hotel-
hotel yang berada di kawasan wisata karena rata-rata tarif hotel berbintang empat
relatif rendah dibandingkan Kota Malang.
3. Indikator Perkembangan Infrastruktur
Infrastrutur merupakan Indikator penting karena dapat mendatangkan
wisatawan apabila infrastruktur pada tujuan wisata kualitasnya baik begitu pula
sebaliknya. Sementara Kedatangan wisatawan dapat meningkatkan pendapatan
daerah sehingga dapat meningkatkan kualitas infrastruktur.
Infrastruktur Kota Malang pada tahun 2007 hingga 2009 mengalami
peningkatan yang positif sebesar 3.62 persen. Namun, Pada tahun 2009 hingga 2011
pertumbuhan infrasruktur Kota Malang tidak mengalami peningkatan. Hal ini
dikarenakan tidak adanya perbaikan jalan dari pemerintah daerah karena proyek
pembangunan infrastruktur jalan belum di anggap sebagai kebutuhan mendasar
sebagai pendukung dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan. Fokus
pembangunan Kota Malang sepanjang tahun 2012 adalah pembangunan toko (Fadra
et al 2013).
Infrastruktur Kota Blitar menjadi fokus pembangunan pariwisata, sehingga
pemerintah daerah melakukan perbaikan jalan yang sebelumnya jalan berkerikil
menjadi beraspal. Kualitas jalan yang berada di Kota Blitar pada tahun 2007 hingga
2011 mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 10.4 persen. Panjang jalan
kualitas baik pada tahun 2007 adalah sebesar 63.6 persen dari total panjang jalan dan
pada tahun 2011 mencapai 99.81 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
perkembangan infrastruktur Kota Malang lebih rendah dibandingkan Kota Blitar
disajikan pada Tabel 6.
4. Indikator Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu indikator penting sebagai daya tarik
wisatawan untuk berkunjung ke objek tujuan wisata. Indikator ini menunjukkan
hubungan antara kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara
lingkungannya. Indikator lingkungan menggunakan pengukuran yaitu kepadatan
penduduk dan kualitas udara. Kualitas lingkungan dan jumlah wisatawan memiliki
hubungan linier. Semakin baik kualitas lingkungan yang dimiliki oleh suatu kawasan
25
wisata, maka wisatawan akan semakin tertarik untuk berkunjung pada tujuan wisata
tersebut. Namun, kualitas lingkungan tergantung pada aktivitas manusia.
Kepadatan penduduk di Kota Malang semakin besar yang pada awalnya adalah
7645.13 org/km2 menjadi 8125.95 org/km
2 dan pertumbuhan penduduk Kota malang
pada tahun 2011 mencapai 6.16 persen. Sementara, kepadatan penduduk Kota Blitar
mengalami peningkatan yang pada awalnya 4314.73 org/km2 menjadi 4395.89
org/km2. Namun, pertumbuhan penduduk Kota Blitar pada tahun 2011 mencapai
1.88 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kepadatan penduduk Kota Blitar lebih
rendah dibandingkan Kota Malang. Artinya, Kota Blitar dapat meningkatkan jumlah
wisatawan karena daerah tujuan wisata lebih nyaman dan aman dibanding Kota
Malang jika dilihat dari kepadatan penduduk.
Rata-rata temperatur udara di Kota Malang pada tahun 2010 hingga 2011
dalam penelitian ini mencapai 24.080C hingga 23.53
0C. Sementara, rata-rata
temperatur udara Kota Blitar mencapai 27.180C hingga 29
0C. Wisatawan yang
berkunjung ke tempat tujuan objek wisata lebih menyukai Kota Malang. Hal ini
mengindikasikan bahwa Kota Malang lebih sejuk karena rata-rata udaranya lebih
rendah dibandingkan dengan Kota Blitar disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Indikator lingkungan Kota Malang dan Kota Blitar periode 2010-2011
Tahun Kota Malang Kota Blitar
2010 2011 2010 2011
Kepadatan Penduduk
(org/km2)
Trend (persen)
7654.13
(2.63%)
8125.95
(6.16%)
4314.73
(1.32%)
4395.89
(1.88%)
Rata-rata Temperatur
Udara (0C)
24.08 23.53 27.18 29.00
Sumber: BPS 2012
5. Indikator Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan indikator penting dalam aspek sosial.
Semakin tinggi sumberdaya manusia maka hasil yang dikerjakan akan semakin
tinggi. Indikator yang digunakan adalah indeks pendidikan yang meliputi angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sejak tahun 2007 hingga 2011 kualitas
pendidikan Kota Malang menunjukkan nilai yang konstan di kisaran 0.111 hingga
0.112. Sedangakan, Kota Blitar pada tahun 2007 hingga 2011 mengalami
peningkatan yang positif setiap tahun sebesar 0.097 hingga 0.100. Hal ini
mengindikasikan bahwa kualitas pendidikan Kota Malang relatif sama dengan Kota
Blitar.
Indeks pendidikan dapat dilihat dari pertumbuhan angka melek huruf dan rata-
rata lama sekolah. Pertumbuhan angka melek huruf Kota Malang 97.19-97.2 persen
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan angka melek huruf Kota Blitar
96.78-97.25 persen. Sedangkan apabila dilihat dari rata-rata lama sekolah
pertumbuhan Kota Malang lebih baik dibandingkan dengan Kota Blitar. Rata-rata
lama sekolah di Kota Malang pada tahun 2007 hingga 2011 sebesar 10.82 tahun.
Rata-rata lama sekolah di Kota Blitar pada tahun 2007 hingga 2011 sebesar 9.3
tahun (BPS 2012).
26
6. Indikator Keterbukaan
Keterbukaan merupakan indikator penting dalam sektor pariwisata. Semakin
tinggi tingkat keterbukaan maka semakin besar informasi yang didapat mengenai
tujuan wisata di daerah tersebut. Implikasinya adalah jumlah wisatawan yang
berkunjung semakin meningkat. Pengukuran yang digunakan untuk melihat
indikator keterbukaan dalam penelitian ini adalah jumlah tamu mancanegara yang
menginap di hotel berbintang dan non-berbintang.
Pertumbuhan indikator keterbukaan di Kota Malang menunjukkan nilai yang
berfluktuatif, trend hingga tahun 2011 mencapai 39.89 persen. Nilai terendah
ditunjukkan pada tahun 2009 sebesar 0,061, sedangkan nilai tertinggi ditunjukkan
pada tahun 2010 sebesar 0.214. Sedangkan, pertumbuhan indikator keterbukaan di
Kota Blitar hingga tahun 2011 mencapai 11.95 persen. Nilai terendah di Kota Blitar
pada tahun 2010 sebesar 0.008, sedangkan nilai tertinggi pada tahun 2011 yaitu
sebesar 0.015. Indikator keterbukaan pada sektor pariwisata Kota Malang lebih
besar dibandingkan dengan Kota Blitar. Hal ini dibuktikan dengan nilai indikator
keterbukaan Kota Malang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterbukaan Kota
Blitar. Artinya, informasi yang didapat mengenai tujuan wisata Kota Malang sudah
tinggi sehingga jumlah wisatawan asing yang menginap di hotel berbintang dan non-
berbintang semakin meningkat disajikan pada Tabel 6.
7. Indikator Sosial
Sosial merupakan indikator penting dalam industri pariwisata. Indikator sosial
menjadi salah satu faktor penting dilihat dari kenyamanan dan keamanan di daerah
tempat tujuan wisata. Indikator sosial menggunakan pengukuran yaitu rata-rata
lama tinggal turis untuk menunjukkan kenyamanan dan keamanan suatu daerah
tujuan wisata. Semakin lama wisatawan yang tinggal di daerah tujuan wisata maka
semakin nyaman dan aman untuk didatangi dengan wisatawan.
Pada Tabel 6, terlihat bahwa pertumbuhan rata-rata lama tinggal turis di Kota
Malang dan Kota Blitar cenderung berfluktuatif. Kota Malang rata-rata lama masa
tinggal turis tertinggi adalah 5.5 hari dan pertumbuhan indikator sosial hingga tahun
2011 mencapai 27. 31 persen. Pada tahun 2009 rata-rata lama masa tinggal turis 0.9
hari dan pada tahun 2010 rata-rata masa tinggal turis 4.1 hari, hal ini
mengindikasikan bahwa Kota Malang mengalami peningkatan yang relatif tinggi
mencapai 77.56 persen. Hal ini diduga karena tujuan objek wisata Kota Malang
semakin diminati oleh wisatawan dan informasi terhadap objek wisata semakin
terbuka dan optimal. Sedangkan Kota Blitar rata-rata lama tinggal wisatawan
tertinggi adalah sebesar 0.75 dan pertumbuhan indikator sosial hingga tahun 2011
mencapai 6.07 persen. Indikator sosial dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
rata-rata lama tinggal turis Kota Malang lebih besar dibandingkan rata-rata lama
tinggal turis di Kota Blitar. Hal ini mengindikasikan Kota Malang lebih nyaman dan
aman untuk dikunjungi wisatawan.
27
Perbedaan daya saing pariwisata antara Kota Malang dengan Kota Blitar
signifikan maka dilakukan uji-t. Hasil uji-t dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.
Tabel 8 Daya saing pariwisata Kota Malang dan Kota Blitar
Indikator t-value Probabilitas
Pengaruh Pariwisata 6.565 0.001*
Daya saing Tingkat Harga 2.174 0.980
Perkembangan Infrastruktur 0.612 0.557
Sumberdaya Manusia 22.511 0.000*
Keterbukaan 2.331 0.048*
Sosial 1.873 0.098**
Keterangan: *signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
**signifikan pada taraf nyata α = 10 persen
Pada Tabel 8, dapat terlihat bahwa hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa
indikator daya saing pariwisata Kota Malang lebih besar dibandingkan Kota Blitar.
Indikator pengaruh pariwisata, indikator sumberdaya manusia, indikator
keterbukaan, dan indikator sosial menunjukkan nilai yang signifikan, artinya posisi
daya saing indikator-indikator tersebut lebih besar dibandingkan Kota Blitar.
Sedangkan, indikator daya saing tingkat harga, indikator perkembangan infrastruktur
tidak signifikan yang artinya daya saing indikator-indikator ini relatif sama atau
lebih rendah dibandingkan Kota Blitar.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kota Malang
Tabel 9 Hasil estimasi OLS terhadap faktor-faktor yang memengaruhi industri
pariwisata Kota Malang
Variabel Koefisien Probabilita
s
VIF
Konstanta -4.900 0.522 -
Jumlah hotel 4.008 0.034*
5.236
Jalan beraspal kualitas
baik
0.247 0.004*
3.332
Tingkat Hunian Hotel 0.004 0.361 2.285
Tenaga Kerja Pariwisata 0.077 0.281 1.139
F-Statistik 52.288 0.000
R-Squared 0.977
R-Squared (Adj) 0.958
Durbin Watson 1.883
Keterangan: *signifikan pada taraf nyata α = 5 persen
Berdasarkan hasil dari tabel di atas, persamaan regresi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
LnPDRBPart = -4.9 + 4.008LnJHt + 0.247LnJBKBt + 0.004THHt + 0.077TPTKPt
28
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa hasil estimasi yang dihasilkan dari
analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang adalah
nilai koefisien determinasi R-square (Adj) adalah 95.8 persen. Artinya 98.5 persen
keragaman variabel dependen adalah PDRB dapat dijelaskan oleh model yaitu
jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, dan tingkat tenaga
kerja pariwisata, sedangkan sisanya sebesar 4.2 persen keragaman yang tidak dapat
dijelaskan oleh model regresi yang digunakan.
Nilai Probabilitas F-statistik yang dihasilkan adalah sebesar 0.000 yang artinya
variabel-variabel independen dalam penelitian ini berpengaruh nyata terhadap
variabel dependennya pada taraf nyata 5 persen. maka dengan tingkat selang
kepercayaan 95 persen, dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah hotel, panjang
jalan beraspal kualitas baik secara bersama-sama signifikan memengaruhi
pendapatan asli daerah. Selanjutnya, hasil uji-t menunjukkan bahwa jumlah hotel
dan panjang jalan kualitas baik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
PDRB dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan, tingkat hunian hotel, dan
tenaga kerja pariwisata tidak berpengaruh signifikan.
Uji normalitas yang digunakan adalah metode Kolmogorov-Smirnov Test yang
terdapat di software SPSS. Hasil yang didapat dari hasil uji normalitas dengan
menggunakan Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dari plot yang menunjukkan
bahwa pola sisaan terdistribusi secara normal disajikan pada lampiran uji normalitas.
Uji heteroskedastisitas yang digunakan adalah metode Breusch Pagan. Hasil
pengujia melalui grafik menunjukkan bahwa sebaran plot menyebar secara acak
yang berarti unsur ragam yang digunakan adalah homogeni sehingga tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas pada model persamaan disajikan pada lampiran uji
heteroskedastisitas.
Uji autokorelasi dilakukan untuk menunjukkan tidak ada sisaan yang
menyebar bebas pada model persamaan. Pengujian dilakukan denga melihat Durbin-
Watson Statistika. Dari hasil estimasi, nilai Durbin-Watson Statistik yang diperoleh
adalah 1.833. Artinya, tidak ada autokorelasi karena nilai Durbin-Watson Statistik
mendekati dua.
Uji multikolinieritas dapat dilihat melalui Variance Inflation Factor atau VIF,
yaitu pengukuran multikolinieritas untuk peubah bebas ke-i. nilai VIF lebih besar
dari 10 dapat menunjukkan adanya multikolinieritas. Berdasarkan hasil estimasi
pada model, nilai VIF variabel-variabel yang digunakan tidak melebihi 10. Artinya,
tidak ada indikasi model persamaan regresi yang digunakan memiliki gejala
multikolinieritas.
Hasil analisis dari Tabel 9 menunjukkan jumlah hotel berpengaruh secara
nyata terhadap PDRB sektor pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari uji-t statistik yang
memperlihatkan bahwa jumlah hotel berpengaruh positif dan signifikan pada taraf
nyata 5 persen. Nilai koefisien regresinya adalah 4.008, artinya setiap peningkatan
jumlah hotel sebanyak satu persen akan meningkatkan PDRB pariwisata sebanyak
4.008 persen (ceteris paribus). Tingginya nilai koefisien dari variabel jumlah hotel
menunjukkan bahwa elastisitas dari perubahan jumlah hotel terhadap pembentukan
PDRB pariwisata cukup besar. Keberadaan hotel akan semakin meningkatkan daya
tarik wisata karena dengan adanya hotel sebagai salah satu elemen atraksi pariwisata
akan meningkatkan kenyamanan dalam berwisata.
Jalan beraspal kualitas baik berpengaruh signifikan pada taraf 5 persen dengan
koefisien positif sebesar 0.247, artinya jika jalan beraspal kualitas baik naik sebesar
satu persen maka akan meningkatkan PDRB pariwisata sebesar 0.247 persen
29
(ceteris paribus). Jalan beraspal kualitas baik yang berpengaruh positif
menunjukkan pentingnya infrastruktur transportasi industri pariwisata.
Tingkat hunian hotel tidak berpengaruh terhadap PDRB pariwisata, artinya
pengaruh perubahan tingkat hunian hotel terhadap PDRB adalah 0. Kontribusi hotel
terhadap PDRB semakin menurun pada tahun 2011 mencapai 0.65 persen disajikan
pada Tabel 1. Hal ini diduga disebabkan karena wisatawan membatasi pengeluaran
akomodasi untuk menginap di hotel berbintang dan tidak berbintang.
Tingkat tenaga kerja pariwisata tidak berpengaruh terhadap PDRB pariwisata,
artinya pengaruh perubahan tingkat tenaga kerja pariwisata terhadap PDRB adalah
0. Hal ini disebabkan oleh harga tempat wisata yang murah sehingga tenaga kerja
yang bekerja di tempat tujuan wisata kurang produktif seperti tempat wisata museum
dan taman rekreasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Berdasarkan hasil analisis Competitiveness Monitor, apabila dibandingkan antara
Kota Malang dengan Kota Blitar bahwa indikator pengaruh pariwisata, indikator
sumberdaya manusia, indikator keterbukaan, dan indikator sosial menunjukkan
pertumbuhan Kota malang lebih besar dibandingkan Kota Blitar. Sedangkan,
indikator daya saing tingkat harga, dan indikator perkembangan infrastruktur
cenderung konstan. Pertumbuhan indikator-indikator penentu daya saing
Competitiveness Monitor yang cenderung konstan perlu menjadi perhatian
pemerintah daerah Kota Malang, agar memperbaiki dan meningkatkan faktor-
faktor pendukung sektor pariwisata.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kota Malang adalah jumlah
hotel dan jalan beraspal kualitas baik karena berpangaruh nyata dan signifikan
terhadap PAD industri pariwisata. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan
dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam pembangunan sektor
pariwisata Kota Malang.
Saran
1. Meningkatkan infrastruktur, salah satunya kualitas jalan beraspal perlu
dilakukan. Kualitas jalan beraspal dapat menjadikan akses ke tempat wisata lebih
nyaman dilalui wisatawan. pemerintah daerah harus memerhatikan
perkembangan infrastruktur terutama yang terkait dengan industri pariwisata. 2. Pengembangan akomodasi perlu dilakukan, terutama pengembangan hotel
berbintang dengan kualitas yang baik. Pembangunan hotel berbintang sebaiknya
dilakukan di daerah-daerah yang dekat dengan objek wisata. 3. Pada waktu yang akan datang, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor permintaan pariwisata yang memengaruhi industri pariwisata di
Kota malang.
30
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta
(ID): Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistika. 2007. Kota Malang dalam Angka Tahun 2007-2012. Badan
Pusat Statistik, Jakarta (ID): Badan Statistika Kota Malang.
Badan Pusat Statistika. 2012. Kota Blitar dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat
Statistik, Jakarta (ID): Badan Statistika Kota Blitar.
Badan Pusat Statistika. 2012. Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007-2012. Badan Pusat Statistik, Jakarta
(ID): BPS
Badan Pusat Statistika. 2012. Kota Malang dalam Angka Tahun 2012. Badan Pusat
Statistik, Jakarta (ID): Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang .
Danamik&Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari teori ke aplikasi. Yogyakarta
(ID): Andi Offset
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Floriyana, I. P. Analisis Daya saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri
Pariwisata Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): IPB
Gujarati, D. 1993. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [Penerjemah]. Jakarta
(ID): Erlangga.
Heriawan. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata pada Perekonomian Indonesia:
Suatu Model Pendekatan I-O dan SAM [Tesis]. Bogor (ID): IPB
Halim, A.2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta (ID): AMP YKPN
[Kemdiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2007tentang standar proses. Jakarta
(ID): Kemendiknas.
[Kemenparekraf] Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2009. Undang-
Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Jakarta (ID):
Kemenparekraf.
Porter, M. E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Manganalisis Industri dan Pesaing.
Jakarta(ID): Erlangga.
Saptutyningsih, E. 2003. “Dampak Perubahan Pengeluaran Wisatawan Terhadap
Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, Pendekatan Structural Path
Analysis (SPA)” dalam SNSE Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan 8(1):
1-18.
Sholeh, M. 2010. Analisis Daya saing dan Pengaruh Industri Pariwisata Terhadap
Perekonomian Daerah Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): IPB
Trisnawati, R, Wiyadi dan Priyono, E. Analisis Daya saing Industri Pariwisata
untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah: (Kajian Perbandingan Daya saing
Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyajarta. Jurnal Ekonomi
Pembangunan: 61-70.
Wahab, S.1992. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta (ID): Pradnya Paramita.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. Bambang Sumantri
[penerjemah]. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Yoeti, O. 2003. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi.
Jakarta (ID): Jakarta.
31
Yulianti, K. 2009. Analisis Faktor-faktor Penentu Daya saing dan Preferensi
Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
[WTO]. 1995. Concept, Definition, and Classification for Tourism Statistiks. World
Tourism Organization, Madrid. [internet]. [diunduh Febuari 2013]. Tersedia
pada http://pub.unwto.org/webroot/store/shops /1013/1033-1.pdf.
[WTO]. 2008. Tourism Highlight 2008 Edition. UNWTO Publication
Departement,Peru. [internet]. [diundur Maret 2013]. Diakses melalui
http://tourlib.net/wto/WTO_highlight_2008.pdf.
Wego .Hotel Blitar. [internet]. [diunduh Maret 2013]. Tersedia pada
http://www.wego.co.id/hotel/indonesia/blitar.
Agoda. Hotel Malang. [internet]. [diunduh Maret 2013]. Tersedia pada
http://www.agoda.web.id/asia/indonesia/malang.html.
Peta Wisata Kota Malang. [internet]. [diunduh Maret 2013]. Tersedia pada
http://www.malangkota.go.id/img/PETA-WISATA.jpg.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Analisis Daya saing Kota Malang dengan Kota Blitar (Uji-t)
Group Statistik
Kota N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
TII Malang 5 .3959 .01561 .00698
Blitar 5 .2917 .03187 .01425
IPI Malang 5 89.2314 6.12826 2.74064
Blitar 5 84.4239 16.45097 7.35710
IDTH Malang 5 31.8900 29.60994 13.24197
Blitar 5 24.8820 23.02042 10.29505
ISM Malang 5 .1113 .00018 .00008
Blitar 5 .0991 .00119 .00053
IK Malang 5 .1041 .08969 .04011
Blitar 5 .0106 .00260 .00116
SDI Malang 5 2.4800 2.23963 1.00159
Blitar 5 .6020 .10281 .04598
Lampiran 2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kota
Malang
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistiks
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -4.900 7.119 -.688 .522
JH 4.008 1.388 .451 2.887 .034 .191 5.236
JBKB .247 .049 .625 5.008 .004 .300 3.332
TPTKP .077 .064 .125 1.207 .281 .438 2.285
THH .004 .004 .073 1.004 .361 .878 1.139
34
Lampiran 3 Uji Normalitas
Lampiran 4 Uji hereroskedastisitas
Lampiran 5 Uji autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .988a .977 .958 .16002 1.883
35
Lampiran 6 Uji multikoliniearitas
Model
Collinearity Statistics
Toleranc
e VIF
1 (Constan
t)
JH .191 5.236
JBKB .300 3.332
TPTKP .438 2.285
THH .878 1.139
36
Lampiran 7 Peta Wisata Kota Malang
Gambar 4 Peta pariwisata Kota Malang
Sumber: http://www.malangkota.go.id/img/PETA-WISATA.jpg
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 5 Desember 1991 dan
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Djunaedi dan Hasanah.
Penulis telah lulus pendidikan dasar pada tahun 2003 di SDI Manaratul Islam,
pendidikan tingkat menengah pertama pada tahun 2006 di SMPN 86 Jakarta dan
tingkat menengah atas pada tahun 2009 di SMAN 46 Jakarta. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dengan mengambil jurusan Ilmu
Ekonomi Studi Pembangunan.
Selama kuliah, penulis aktif dalam kepanitian seperti FEM mengajar sebagai
guru, Ekspresso, Femily day serta mengajar les matematika di Jakarta untuk
pendidikan tingkat dasar dan menengah. Selama SMA penulis pernah mengikuti
olimpiade Matematika tingkat Kotamadya. Selama SMP penulis pernah mengikuti
olimpiade Biologi. Selama SD penulis pernah mengikuti lomba cerdas cermat dan
mendapatkan juara kedua.