Analisa Rawan Bencana Longsor Dan Banjir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Cara analisis

Citation preview

ANALISA RAWAN BENCANA LONGSOR DAN BANJIR

A. Analisa Rawan LongsorLongsor merupakan gejala alam untuk mencapai kondisi kestabilan kawasan. Seperti halnya banjir, sebenarnya gerakan tanah merupakan bencana alam yang dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan dengan besar curah hujan. Dan lagi, secara alamiah telah nampak, bahwa suatu kawasan memiliki tatanan geologis lebih mudah longsor dibanding daerah lain. Batuan yang mudah desintegrasi, pola patahan batuan, perlapisan batuan, ketebalan tanah lapuk, kemiringan curam, kandungan air tinggi dan getaran gempa merupakan sifat geologis yang mempengaruhi proses longsoran, manusia dapat sebagai faktor pemacu proses longsoran, misalnya secara sengaja melakukan penambahan beban, penambahan kadar air, penambahan sudut lereng. Karena faktor kadar air merupakan hal yang cukup dominan, maka longsor sering terjadi di musim hujan.

MetodologiSecara umum, diagram alur yang digunakan dalam menghasilkan pemodelan tanah longsor ini diperlihatkan berikut ini.Diagram?

Sumber DataJenis data yang digunakan untuk kebutuhan analisis potensi tanah longsor ini adalah:1. DEM (Digital Elevation Model), menggunakan DEM dari SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) yang memiliki resolusi 90 m.2. Tutupan Lahan, sumber: Dinas Tata Kota & penyesuaian dengan hasil interpretasi citra Landsat tahun 2000 2003.3. Litologi (Jenis batuan) sekala 1:250.000.4. Curah Hujan, sumber: Badan Meteorologi & Geofisika dari tahun 1996 2001.

Pemodelan Stability Index MappingStability Index Mapping merupakan metodologi yang diarahkan kepada pemodelan tentang stabilitas lereng (e.g. Hammond et al., 1992; Montgomery and Dietrich, 1994). Stability Index Mapping ini lebih diarahkan kepada klasifikasi stabilitas bentuk medan yang berasal dari kondisi topografis lereng pada catchment area tertentu serta dari parameter-paramaeter kuantitatif material dan iklim (hydrologic wetness parameter). Setiap parameter tersebut akan dideliniasikan pada nilai grid numerik di daerah studi. Variavel-variabel topografis secara otomatis akan dihitung dari digital elevation model (DEM) data. Nilai dari Stability Index (SI) ini didefinisikan sebagai kemungkinan bentuk yang stabil dan seragam pada suatu lokasi, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Sumber: A Stability Index Approach to Terrain Stability Hazard Mapping, Utah State University et al

Secara umum, kondisi tingkat kestabilan secara morfologi pada suatau wilayah akan dapat diketahui tingkatannya. Pada tahap ini, pemodelan stability index mapping ini merupakan tahap untuk mengukur indikator awal dari kestabilan sebuah lereng sesuai dengan kemiringannya. Pemodelan terhadap lereng ini juga akan mengikut sertakan variabel-variabel dari model hidrologi berupa flow direction, flow accumulation pada unit DAS (Daerah Aliran Sungai), dengan asumsi bahwa tingkat kestabilitasan sebuah lereng sangat dipengaruhi oleh daur hidrologi yang kita temui setiap hari. Model ini juga akan lebih akurat jika disertai dengan adanya data yang berupa lokasi-lokasi yang pernah terjadi longsoran sebelumnya untuk mengetahui karakteristik stablitas lereng pada daerah tertentu.

Berikut dijabarkan beberapa metode yang diikutsertakan dalan penentuan nilai stability index untuk wilayah sampel studi seperti diperlihatkan pada gambar berikut.

1. Pit filling correction; melakukan koreksi terhadap kemungkinan adanya lubang-lubang pada nilai elevasi yang tinggi dari sebuah dem. Seperti terlihat pada gambar berikut.

2. Slope dan Flow Direction; penurunan data dem menjadi lereng (slope) dalam satuan tertentu dan penurunan data arah aliran (flow direction) untuk mengetahui arah aliran air pada sebuah topografis.SlopeFlow Direction

3. Contributing Area; penurunan untuk membuat deliniasi dari wilayah yang memiliki kontribusi (contributing area) terhadap daur hidrologis pada daerah lainnya.

4. Saturation; untuk mengethaui tingkat kebasahan pada daur hidrologis.

5. Stability Index; model akhir untuk mengetahui tingkat kestabilan sebuah topografis berdasarkan daur hidrologis tertentu.

Hasil dari nilai Stability Index ini pada wilayah kajian diperlihatkan pada peta berikut ini.

Secara umum, model Stability Index ini jika dibandingkan pengaruhnya pada sebuah lereng di luasan daerah tertentu diperlihatkan pada grafik berikut ini.

Sumber: A Stability Index Approach to Terrain Stability Hazard Mapping, Utah State University et al

Pemodelan Spasial Potensi Tanah LongsorPada tahap ini, variabel-variabel pengaruh lainnya yang berpotensi akan diikutsertakan, seperti; Stability Index, Tutupan Lahan dan Jenis Batuan.

Metode yang digunakan untuk melakukan pemodelan potensi tanah longsor ini adalah menggunakan Fuzzy Logic, yaitu teknik yang sangat fleksibel dalam melakukan pemodelan spasial yang melibatkan banyak/beberapa tematik sebagai input datanya (Bonham-Carter, 19xx).Persamaan dari Fuzzy Logic adalah sebagai berikut:Fuzzy Logic = SumTotal Product(1- ) , dimana:

SumTotal = 1 Sum1,2,3..j; Sum1,2,3..j = Sum1Sum2Sum3...Sumj; Sum1 = 1 Peta1; Peta2 = 1 Peta2; Peta3 = 1 Peta3; Peta(x) = 1 Peta(x); Product = Peta1Peta2Peta3...Petax;

Model alir dari formula Fuzzy Logic tersebut diperlihatkan berikut ini.

Dalam hubungannya dengan nilai fuzzy logic ini, nilai klasifikasi stability index sebelumnya akan dilakukan konversi ke nilai fuzzy logic ini, seperti terlihat berikut;STABILITY INDEX VALUESTABILITY CLASSFUZZY LOGIC VALUE

1.5 to 10Stable0.01

1.25 to 1.5Moderately Stable0.25

1.0 to 1.25Quasi-Stable0.50

0.5 to 1.0Lower Threshold0.75

0.001 to 0.5Upper Threshold0.99

0Defended1

Sehingga hasilnya akan berupa peta potensi tanah longsor dalam format grid berdasarkan tingkat klasifikasi potensinya (tinggi, sedang, rendah, dll). Berikut digambarkan bagan alir dalam melakukan pemodelan tanah longsor.

Nilai Fuzzy Variabel1. Fuzzy Stability Index2. Fuzzy Tutupan Lahan3. Fuzzy Jenis Batuan4. Fuzzy Curah Hujan5. Nilai Fuzzy Logic

Untuk mendapatkan klasifikasi dari potensi tanah longsor nilai fuzzy logic tersebut, digunakan kategori klasifikasi Natural Breaks (Jenks) dalam 4 (empat) kelas, yaitu; 0 = Tidak Berpotensi 0 0.588 = Potensi Rendah 0.588 0.693 = Potensi Sedang 0.693 0.903 = Potensi TinggiSeperti terlihat pada Peta berikut ini.

Analisa Rawan BanjirMeningkatnya banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia, sering dikaitkan dengan pembabatan hutan di kawasan hulu dari sistim daerah aliran sungai (DAS). Banjir, sebenarnya merupakan bencana alam paling dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan besar curah hujan. Secara klasik, walaupun tidak tepat betul, yang dituduh sebagai biang keladi banjir adalah petani, yang menebang hutan di bagian hulu DAS. Penebangan dan pengelolaan hutan yang terbatas, tidak begitu saja dapat mempengaruhi sistim pengaturan air maupun pembudidayaan hutan menjadi ladang, lahan pertanian atau pemukiman. Apalagi jika disertai dengan pemadatan tanah dan erosi yang berat. Penebangan hutan dan pemadatan tanah tidak memberikan kesempatan air hujan untuk meresap ke tanah. Sebagian besar menjadi aliran permukaan dengan pelumpuran. Apalagi didukung oleh sungai yang semakin dangkal dan menyempit, bantaran sungai yang penuh dengan penghuni, serta penyumbatan saluran air. Padahal, sekali kawasan terkena banjir, berikutnya akan mudah banjir lagi. Karena pori permukaan tanah tertutup sehingga air sama sekali tidak dapat meresap. Banjir umumnya terjadi di dataran, hilir dari suatu DAS yang memiliki pola aliran rapat. Dataran yang menjadi langganan banjir umumnya memiliki kepadatan pendudukan tinggi. Secara geologis, berupa lembah atau bentuk cekungan bumi lainnya dengan porositas rendah. Umumnya berupa delta maupun alluvial. Selain pantai utara Jawa, dataran Bengawan Solo, dataran Sungai Citarum dan Sungai Brantas, Tinggi Bandung, dataran Sumatera Utara, Kalimantan Timur, merupakan kawasan potensi banjir.

Untuk mengetahui pontensi banjir pada suatu wilayah, unit analisis yang digunakan adalah dalam satuan DAS (Daerah Aliran Sungai), sehingga diperlukan suatu pemodelan spasial hidrologi dalam menentukan batas-batas DAS tersebut.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah satuan wilayah berupa sistem lahan dengan tutupan vegetasinya yang dibatasi oleh batas-batas topografi alami (seperti punggung-punggung bukit) yang menerima curah hujan sebagai masukan DAS, mengumpulkan dan menyimpan air, sedimen dan unsur hara lain, serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai untuk akhirnya keluar melalui satu sungai utama ke laut atau ke danau (Pawitan, 2001). Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan wilayah potensi banjir ini adalah sebagai berikut:

METEDOLOGISumber DataJenis data yang diperlukan untuk melakukan pemodelan guna mengetahui potensi banjir diantaranya adalah sebagai berikut:1. DEM (Digital Elevation Model), menggunakan DEM dari SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) yang memiliki resolusi 90 m (Peta 1. Wilayah Ketinggian).2. Tutupan Lahan, sumber: Departemen Kehutanan & penyesuaian dengan hasil interpretasi citra Landsat tahun 2000 2003 (Peta 3. Tutupan Lahan).3. Litologi (Jenis batuan) sekala 1:250.000 (Peta 4. Jenis Batuan).4. Curah Hujan, sumber: Badan Meteorologi & Geofisika dari tahun 1996 2001 (Peta 5. Curah Hujan Rata-rata Tahunan).

Pemodelan Spasial Daerah Aliran SungaiTahapan yang dilakukan pada tahap ini adalah dititikberatkan kepada penurunan algoritma tentang hidrologi dan geomorfologi yang berupa:1. Sink; merupakan bagian yang sering terdapat pada lembah yang sempit di mana lebar lembah tersebut lebih kecil dari ukuran sel2. Flow Direction; merupakan arah di mana air mengalir ke luar dari sebuah sel dem (Meijerink et al., 1994). Seperti terlihat pada gambar berikut.

3. Flow Accumulation; untuk mengetahui ke mana arah air akan mengalir, sehingga dapat digambarkan daerah apa yang mempunyai kelebihan air yang mengalir melaluinya dibandingkan dengan daerah lain. Seperti terlihat pada gambar berikut.

4. Stream Channel.5. Stream Link Seperti terlihat pada gambar berikut.

6. Pembuatan Watershed. Seperti terlihat pada gambar berikut.

Proses penurunan model hidrologis tersebut diatas diperlihatkan bagan alir berikut ini.Diagram

Penentuan Area Potensi BanjirPenentuan Aliran PermukaanPersamaan ketersediaan air untuk limpasan atau aliran permukaan digunakan untuk menghitung jumlah air yang tersedia bagi limpasan permukaan berdasarkan kejadian hujan tertentu pada tipe atau kondisi tanah dan jenis penutupan lahan di suatu lokasi.

Dengan informasi ini, jumlah air yang tersedia untuk limpasan pada setiap sel dalam DAS dapat diduga, dan kemudian diakumulasikan untuk suatu permukaan arah aliran salah satu metode untuk menduga aliran permukaan ini yaitu metode Soil Conservation Service (SCS) yang mengembangkan indeks yang disebut Runoff Curve Number atau CN (nilai kurva limpasan). CN ini berkisar antara 0 100 dan menyatakan pengaruh terhadap tanah, keadaan hidrologi, dan kandungan air sebelumnya pada kondisi II (Bras, 1990; Wanielista, 1990; Arsyad, 2000).

Pada wilayah studi, nilai CN yang dihasilkan diperlihatkan pada tabel berikut.

NoTUTUPAN LAHANKELOMPOKHIDROLOGI TANAH

ABCD

1Airport79869092

2Belukar Rawa100100100100

3Hutan Lahan Kering Primer25557077

4Hutan Lahan Kering Sekunder25557077

5Hutan Mangrove Primer100100100100

6Hutan Mangrove Sekunder100100100100

7Hutan Rawa Primer100100100100

8Hutan Rawa Sekunder100100100100

9Hutan Tanaman Keras25557077

10Pemukiman79869092

11Perkebunan62717881

12Pertambangan62717881

13Pertanian Lahan Kering51677680

14Pertanian Lahan Kering Campur51677680

15Rawa100100100100

16Savana30587178

17Sawah59707881

18Semak/Belukar29577077

19Tambak59707881

20Tanah Terbuka30587178

21Transmigrasi59748286

22Tubuh Air100100100100

Untuk mendapatkan kriteria kelompok hidrologi tanah, digunakan peta jenis batuan dengan pertimbangan bahwa tema jenis batuan ini sebagai batuan induk penyusunnya. Kriteria kelompok hidrologi tanah ini lebih dititikberatkan untuk mengetahui tingkat infiltrasi maupun runoff. Arti dari klasifikasi tersebut adalah:1. Kelompok A: Infiltrasi Tinggi [Runoff Rendah]2. Kelompok B: Infiltrasi Sedang [Runoff Sedang]3. Kelompok C: Infiltrasi Rendah [Runoff Sedang sampai Tinggi]4. Kelompok D: Infiltrasi Sangat Rendah [Runoff Sangat Tinggi]Hasil dari kelompok hidrologi tanah dan Nilai Kurva Limpasan (CN) pada peta diperlihatkan berikut ini.