17
UJIAN AKHIR SEMESTER HUKUM KONTRAK NASIONAL DAN KONTRAK KONSTRUKSI Pengajar:Dr. Ir. Sarwono Hardjomuljadi, M.Sc. Studi Kasus Putusan Perkara Arbitrase Dalam Tingkat Banding oleh Mahkamah Agung Antara PT Angkasa Pura I dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan PT. Hutama Karya KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Disusun Oleh: HENRICO 2011831024 Bandung, 2012

Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

UJIAN AKHIR SEMESTER HUKUM KONTRAK

NASIONAL DAN KONTRAK KONSTRUKSI

Pengajar:Dr. Ir. Sarwono Hardjomuljadi, M.Sc.

Studi Kasus Putusan Perkara Arbitrase Dalam Tingkat Banding oleh

Mahkamah Agung Antara PT Angkasa Pura I dengan Badan Arbitrase

Nasional Indonesia dan PT. Hutama Karya

KEMENTERIAN

PEKERJAAN UMUM

Disusun Oleh:

HENRICO 2011831024

Bandung, 2012

Page 2: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

I. INFORMASI PUTUSAN

1. Nomor Putusan : 231 K/Pdt.Sus/2011

2. Jenis putusan : Perkara Arbitrase Dalam Tingkat Banding

3. Pemohon Kasasi : PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) dahulu penggugat di

Pengadilan Negeri

4. Termohon Kasasi 1. BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI)

2. PT. HUTAMA KARYA (PERSERO)

5 Objek Sengketa 1. Surat Perjanjian Pemborongan No. 37/SPP/PL.10/2007-

DU

2. Putusan BANI No. 326/X/ARB-BANI/2009

6 Informasi Proyek Pembuatan Runway dan Fasilitas Penunjangnya di Bandar

Udara Internasional Lombok.

II. OBJEK GUGATAN

Klaim Permohonan PT. Hutama

Karya Putusan BANI

Kenaikan BBM Rp 29.770.317.159,- Rp 15.000.000.000,-

Percepatan Pekerjaan Rp 9.974.195,159- Rp 4.000.000.000,-;

Pekerjaan Cross Drain Rp 64.087.000,-

Rp. 1.000.000.000,- Pekerjaan Dewatering

selama 12 hari Rp 1.695.276.000

Page 3: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

III. DALIL-DALIL GUGATAN PT ANGKASA PURA I

1. Eskalasi harga akibat kenaikan harga bahan bakar minyak

Eskalasi harga akibat kenaikan harga bahan bakar minyakyang dimohonkan PT

Hutama Karya selaku kontraktor utamakepada PT Angkasa Pura I dinilai sangat

tidak relevan:

1. Adanya dokumen yang bersifat menentukan yang tidak pernah diungkap

oleh PT. Hutama Karyadalam proses pemeriksaan arbitrase terkait perkara,

yang mana dokumen tersebut diyakini dapat mempengaruhi pertimbangan

Badan Arbitrase Nasional Indonesia dalam memberikan putusan.

2. Adapun bukti baru yang bersifat menentukan tersebut berupa Surat

Perjanjian Pemborongan antara oleh PT. Hutama Karyadengan PT

Metropolitan Aulia Mix (sebagai sub kontraktor) tentang Pekerjaan Aspal-

Bandara Internasional Lombok Nomor: PROD.IV/TR.1936/SPP.13/08

tanggal 6 oktober 2008(kontrak dilakukan tanpa sepengetahuan

pemohon)

3. Obyek pekerjaan dalam Kontrak antara PT. Hutama Karyadengan PT MAM

tersebut merupakan salah satu pekerjaan utama yang diatur dalam Surat

Perjanjian Pemborongan (SPP) Nomor: 37/SPP/PL.10/2007-DU tanggal14

Desember 2007 antara PT Angkasa Pura I dan PT. Hutama Karya untuk

pelaksanaan pekerjaan Pembuatan Runway dan Fasilitas Penunjangnya di

Bandara Internasional Lombok.

4. Kontrak antara PT. Hutama KaryadenganPT Metropolitan Aulia Mix

tersebut dibuat setelah terjadinya kenaikan bahan bakar minyak (BBM),

yaitu dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2008 (kenaikan BBM terjadi

pada tanggal 23 Mei 2008)

5. Kontrak tersebut dibuat setelah terjadinya kenaikanharga BBM, nilai

pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak antara PT. Hutama Karyadengan

PTMAM tersebut (dengan nilai sebesar Rp.4.656.109.150,00) berada

dibawah harga satuanyang telah diperjanjikan dalam kontrak yang

disepakati antara Penggugat dan PT. Hutama Karya(subkontrak tidak

memperhitungkan adanya kenaikan BBM).

Page 4: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

Gugatan kepada BANI

BANI menggunakan pertimbangan berdasarkan Pasal 1339 KUHPerdata terkait

dengan asas kepatutan, sebagai berikut: "Bahwa Surat Perjanjian

Pemborongan No. 37/SPP/PL10/2007-DU tanggal 14 Desember 2007

tidak mengatur dengan jelas mengenai pernilaian dan perhitungan

tentang dampak dari terjadinya peristiwa perubahan peraturan

perundang-undangan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah,

namun BANI menilai wajar bila dampak riil akibat dari kebijaksanaan

tersebut dipertimbangkan, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata,

yaitu bahwa perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas

dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian diharuskan oleh kepatutan, dan kebiasaan atau undang-

undang"

Keberatan PT Angkasa Pura I atas putusan BANI

1. Pasal 15 butir 2 Rules and Procedures BANI mengatur bahwa dalam

menerapkan hukum yang berlaku, BANI atau khususnya majelis arbitrase

harus mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian serta

praktek dan kebiasaan yang relevan dalam kegiatan bisnis yang

bersangkutan. Namun dalam pertimbangannya, BANI justru telah tidak

mempertimbangkanketentuan-ketentuan dalam Surat Perjanjian

Pemborongan No. 37/SPP/PL 10/2007-DU tanggal 14 Desember

2007.

2. Asas kepatutan dalam putusan BANI tersebut tidak ada ukuran

yang pasti (sangat relative), sehingga nilai yang diputuskan BANI yang

menjadi kewajiban Penggugat hanya dinilai dari sisi kewajaran menurut

Majelis Arbiter saja dan tidak mempertimbangkan keberatan-keberatan dari

Penggugat

3. BANI juga berpendapat dalam pertimbangan-nya bahwa dengan terbitnya

surat tanggal 20 Oktober 2008 (Bukti P-11), maka Penggugat pada dasarnya

Page 5: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

bersedia memberikan penyesuaian harga karena kenaikan BBM dan

Penggugat tidak menolak untuk diterapkannya perhitungan eskalasi.

4. Surat tanggal 20 Oktober 2008 (Bukti P-11) tersebut adalah surat yang

dikeluarkan Surat Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) No. SP-1100/0502/2009 tanggal 3

September 2009 perihal Laporan Hasil Pendampingan dan Monitoring

Pernbangunan Runway Tahap I Proyek Pembangunan Bandara

Internasional Lombok (Bukti T-5) dengan pokok-pokok hasil pendampingan

sebsqai berikut

a. Nilai kontrak pembangunan runway sebesar Rp.154.000.000.000,-

dengan realisasi fisik kontrak sebesar 100 % dan realisasi keuangan

sebesar 84%.

b. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (2)

SPP Nomor: 37/SPP/PL.10/2007-DU, bahwa kontrak yang ada

bersifat lumpsum dan fixed price, sehubungan dengan hal tersebut,

BPKP tidak dapat menghitung/menetapkan jumlah pengajuan tambahan

biaya penyesuaian harga, biaya percepatan dan biaya cross drain dan

Dewatering kolam penampung.

5. Sampai dengan putusan dikeluarkan oleh BANI, TIDAK TERDAPAT

KEPUTUSAN PEMERINTAH DALAM BENTUK APAPUN yang dapat

digunakan Penggugat sebagai dasar untuk menghitung eskalasi.

2. Penyesuaian Harga Akibat Percepatan Pekerjaan

1. Guna membantu kebutuhan biaya percepatan pekerjaan PT. Hutama Karya,

PT Angkasas Pura telah memberikan uang muka kepada PT. Hutama

Karyasebesar Rp. 30.800.000.000,- (tiga puluh milyar delapan ratus juta

rupiah). Sehingga dengan pemberian uang muka tersebut, Penggugat telah

membantu cash flow Turut Tergugat dalam melaksanakan percepatan

pekerjaan.

2. Hal tersebut juga merupakan bentuk solusi yang diberikan PT Angkasa Pura I

kepada PT Hutama Karya dalam melaksanakan percepatan pekerjaan.

Page 6: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

3. Dari sisi pengelolaan dana, pihak PT Angkasa Pura I telah mengalami

opportunity loss sebesar Rp.3.602.941.222,-

4. Demi kelancaran pelaksanaan percepatan pekerjaan, maka pihak Penggugat

tetap melaksanakan pemberian uang muka tersebut sebagaimana arahan

Menteri Negara BUMN pada rapat tanggal 12 Juni 2008 perihal pemberian

uang muka.

3. Pelaksanaan Pekerjaan di Musim Hujan.

1. Dalam hal ini PT Hutama Karya berpendapat bahwa akibat percepatan pekerjaan

waktu pelaksanaan pekerjaan pada musim kering (dry season) harus

diselesaikan pada musim hujan, BANI menilai seharusnya PT Hutama Karya

sudah dapat mengetahui pada saat permintaan percepatan tanggal 4 Juni

pelaksanaan pekerjaan akan berada pada musim hujan, sehingga pembebanan

biaya akibat inefisiensi produktifitas alat selama 100 hari keseluruhan kepada

PT Angkasa Pura adalah kurang wajar.

2. PT Angkasa Pura I menyatakan menolak terhadap Putusan BANI yang telah

mengabulkan sebagian permohonan Turut Tergugat untuk pembayaran

penyesuaian harga percepatan pekerjaan sebesar Rp. 4.000.000.000,-(empat

milyar rupiah), belum termasuk pajak PPN.

4. Pekerjaan Cross Drain dan Dewatering.

1. Munculnya pekerjaan cross drain dan dewatering ini tidak terlepas dari

pemilihan metode kerja yang dipergunakan oleh PT Hutama Karya untuk

melaksanakan pekerjaan, mengingat dari metode kerja inilah akan dapat

dihitung unit price yang nantinya akan diajukan oleh PT Hutama Karya kepada

PT Angkasa Pura I sebagai penawaran

2. Dengan adanya Penjelasan (Aanwijzing) pekerjaan yang kemudian dilanjutkan

dengan peninjauan lapangan pada saat proses pelelangan pekerjaan, maka PT

Hutama Karya telah memiliki kesempatan untuk melakukanpemilihan metode

kerja yang paling tepat yang dapat ditawarkan kepada PT Angkasa Pura I untuk

melaksanakan pekerjaan.

Page 7: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

3. Apabila metode kerja yang digunakan PT Hutama Karya sudah tepat, maka

pekerjaan Cross drain dan Dewatering ini seharusnya sudah dapat

diperhitungkan dalam penawaran. Dalam hal pekerjaan Cross drain dan

Dewatering diperhitungkan dalam penawaran, maka hitungannya akan masuk

pada Sil of Quantity pekerjaan khususnya pada item pekerjaan tanah, Namun

berdasarkan Rincian Daftar Kuantitas dalam Sil of Quantity pekerjaan PT

Hutama Karya khususnya pada butir 1 (satu) tentang pekerjaan tanah, tidak

terdapat perhitungan mengenai pekerjaan Dewatering dan Cross Drain tersebut.

4. Mengingat pekerjaan Cross Drain dan Dewatering tersebut tidak termasuk dalam

ruang lingkup pekerjaan dan tidak termasuk pula sebagai hal yang

diperhitungkan dalam Sil of Quantity pekerjaan, maka sudah seharusnya pihak

PT Hutama Karya terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ijin kepada PT

Angkasa Pura I untuk melaksanakannya.

5. Namun berdasarkan bukti yang ada, PT Hutama Karya baru mengajukan biaya

pembuatan Cross drain dan Dewatering kepada PT Angkasa Pura I masing-

masing pada tanggal 28 Januari 2009 dan 27 Februari 2009, yaitu pada saat

setelah pekerjaan Cross Drain dan Dewatering selesai dilaksanakan. Fakta ini

diakui pula oleh pihak PT Hutama Karya dalam replik PT Hutama Karya yaitu

pada huruf C butir 7 mengenai permohonan pembayaran penyesuaian harga

karena pekerjaan Cross Drain dan Dewatering

IV. EKSEPSI BANI

1. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa,

mengadili dan memutus perkara berdasarkan kompetensi relatif (exception

relative competentie).

a. Berdasarkan Pasal 71 jo. Pasal 1 angka (4) UUNo.30/1999, suatu upaya

pembatalan putusan arbitrase, harus diajukan secara tertulis

kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi

tempat tinggal Termohon dalam proses pemeriksaan arbitrase.

b. Bahwa Penggugat, dahulu Termohon Perkara Arbitrase

No.326/X/ARBANI/ 2009, berkedudukan di Kota Baru Bandar

Page 8: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

Kemayoran Blok B-12 Kaveling No.2, Jakarta Pusat sebagaimana

tercantum dalam gugatan. Oleh sebab itu, pembatalan tersebut harus

diajukan di Pengadilan Negeri yang meliputi tempat tinggal PT.Angkasa

Pura I (Persero) selaku pihak Termohon,yakni di Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat;

c. putusan BANINo.326/X/ARBBANI/2009 sebagaimana ternyata dalam

Akta Pendaftaran No.08/WASIT/2010/PN.JKT.PST tertanggal 16 Juni

2010 telah diserahkan dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat, dimana hal ini telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh

UU No. 30/1999;

2. Upaya hukum pembatalan putusan arbitrase harus diajukan dalam

bentukpermohonan sehingga gugatan tidak berdasar hokum. Pasal 70 UU

No.30/1999, menyebutkan bahwa suatu putusan arbitrase, termasuk juga

putusan BANI No.326/X/ARB-BANI/2009, hanya dapat dibatalkan dengan

cara mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase, dan

bukan dengan cara mengajukan suatu gugatan.

3. Tenggang waktu untuk mengajukan upaya hukum pembatalan putusan arbitrase

telahlampau.

a. Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari

penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera

Pengadilan Negeri

b. putusan BANI No.326/X/ARB-BANI/2009 telah diserahkan dan

didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan

bukti Akta Pendaftaran No. 08/WASIT/2010/PN.JKT.PST tertanggal 16

Juni 2010, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 59 UU No. 30/1999.

c. Penggugat baru mengajukan upaya hukum pembatalan putusan BANI No.

26/X/ARB-BANI/2009 ini pada tanggal 22 Juli2010.

4. BANI sebagai lembaga arbitrase tidak dapat digugat sebagai pihak dalam perkara

karena berdasarkan Pasal 21 UU No.30/1999 menyebutkan bahwa arbiter atau

majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas

segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk

Page 9: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbitrase,kecuali dapat

dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut”

V. PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 490/Pdt.G/2010/PN. Jkt.Sel,

tanggal 22 November 2010 adalah sebagai berikut

Dalam Eksepsi:

Menolak eksepsi dari Tergugat untuk seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara:

Menolak gugatan PT. Angkasa Pura I selaku penggugat untuk

seluruhnya;

Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam

perkara ini yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp 581.000,-

(lima ratus delapan puluh satu ribu rupiah)

Pertimbangan Pengadilan Negeri:

Majelis Hakim berpendapat bahwa bukti subkontrak yang diajukan Penggugat

sebagai bukti yang barutidak mempunyai hubungan langsung dengan Penggugat

selaku pihak yangberkepentingan karena yang terkait da/am perjanjian

pemborongan aspal BandaraIntemasional Lombok adalah antara Turut Tergugat

dengan PT Metropolitan Aulia Mix

VI. BANDING DI TINGKAT MAHKAMAH AGUNG

Alasan permohonan banding:

Dalam mengambil putusan,Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah

salah menerapkan atau melanggar ketentuan hukum yang berlaku

karena telah tidak seksama dalam pertimbangan putusan.s

Putusan Mahkamah Agung

Page 10: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah tepat dan benar yaitu tidak

salah menerapkanhukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Keberatan/alasan-alasan kasasi tidak relevan dengan adanya(quod-non)

kesalahan penerapan hokum.

2. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah benar mempertimbang-kan bahwa

alasan/keberatan atas permohonan pembatalan putusan arbitrase ditegaskan

dalamPasal 70 huruf a s/d c Undang-Undang No. 30 Tahun 1999,yaitu:

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam permohonan, setelah

putusandijatuhkan, diakui palsu atau dipalsukan;

b. Setelah putusan diambil ditemukan yang bersifat menentukan,

yangdisembunyikan oleh pihak lawan; atau

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yaitu dilakukan oleh salah

satupihak dalam pemeriksaan sengketa;

berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan bandingyang diajukan oleh

Pemohon Banding: PT. ANGKASA PURA I (PERSERO), tersebut harus

ditolak.

VII. ANALISA DAN DISKUSI

1. Terhadap putusan BANI.

a. Terkait dengan eskalasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Dalam hal ini BANI berpendapat kenaikan BBM memiliki dampak yang

signifikan bagi biaya konstruksi terutama dari kenaikan harga material aspal,

sehingga, dampak riil dari kenaikan BBM tersebut harus dipertimbangkan.

Berdasarkan hal tersebut BANI mengabulkan klaim sebesar Rp 15 Milyar.

b. Pada saat kenaikan harga BBM pada tanggal 23 Mei 2008, memang tidak ada

suatu kebijakan apapun dari Pemerintah yang dapat menjadi dasar bagi

penyesuain harga kontrak. Hal ini berbeda pada saat kenaikan BBM pada

bulan Oktober 2005, dimana kenaikan harga BBM tersebut, diikuti dengan

terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.06/2005

penyesuaian Harga Satuan dan Nilai Kontrak Kegiatan Pemerintah Tahun

Page 11: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

Anggaran 2005 yang dapat digunakan sebagai dasar hokum eskalasi harga

kontrak.

c. Tidak ada satupun regulasi peraturan perundangan yang menyatakan secara

jelas bahwa kenaikan harga BBM dapat menjadi dasar dalam eskalasi harga

kontrak. Adapun beberapa peraturan perundangan yang memiliki

“penafsiran” yang dapat digunakan sebagai dasar eskalasi antara lain:

a. Pasal 91 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 j.o Peraturan

Presiden nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa

pemerintah, menyatakan:

i. Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar

kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya,

sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak

menjaditidak dapat dipenuhi

ii. Yang dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar dalam

KontrakPengadaan Barang/Jasa meliputi:

1. bencana alam;

2. bencana non alam;

3. bencana sosial;

4. pemogokan;

5. kebakaran; dan/atau

6. gangguan industri lainnya sebagaimana

dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri

Keuangan danmenteri teknis terkait.

b. Pasal 92Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 j.o Peraturan

Presiden nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa

pemerintah, menyatakan penyesuaian harga dilakukan dengan

ketentuansebagai berikut:

i. penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun

Jamak berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan

dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen

Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan

Page 12: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

ii. tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan

dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan

iii. penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak

Tahun Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta pekerjaan

dengan Harga Satuan timpang.

Jelas bahwa dalam peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,

penyesuaian harga hanya dapat dilakukan pada kontrak tahun

jamak (multi years) serta kontrak harga satuan (bukan kontrak

lumpsum), klausul lain yang dapat digunakan adalah mengenai keadaan

kahar, namun jika memang kenaikan harga BBM merupakan keadaan

kahar, maka hal ini harus dinyatakan dalam keputusan bersama

Kementerian Keuangan serta Kementerian teknis lainnya. Dengan

adanya putusan BANI yang membenarkan adanya eskalasi harga kontrak

karena kenaikan harga BBM, akan membuat kerancuan dalam kemudian

hari, apakah dalam setiap terjadinya kenaikan harga BBM seluruh

kontrak konstruksi harus dieskalasi.

d. Terkait dengan klaim penyesuaian harga akibat percepatan pekerjaan,

putusan BANI dinilai cukup tepat, berdasarkan pertimbangan berikut:

i. Didalam klausula 14.2 tentang Uang Muka, FIDIC Conditions of Contract,

disebutkan bahwa pemberian uang muka merupakan pinjaman tanpa

bunga dalam rangka mobilisasi dan mendukung aliran kas. Jumlah total

uang muka, jumlah tahapan pemberian uang muka, mata uang yang

digunakan serta proporsinya, haruslah sebagaimana dinyatakan dalam

kontrak. Jelas disini, bahwa dalam best practices yang ada, pemberian

uang muka bukan dalam rangka percepatan pelaksanaan

pekerjaan, dalam hal pengguna jasa memberikan jumlah uang muka

yang lebih besar dari apa yang dinyatakan dalam kontrak, hal itu hanya

bisa diartikan sebagai bantuan pengguna jasa dalam rangka aliran

kas kontraktor, bukan sebagai dasar instruksi percepatan tanpa

biaya tambahan diluar harga kontrak.

Page 13: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

ii. Dengan adanya dokumen instruksi percepatan pelaksanaan pekerjaan dari

pengguna jasa, maka alasan PT. Hutama Karya bahwa instruksi

percepatan tersebut akan menimbulkan inefesiensi dalam pelaksaan nya

adalah logis dan tepat, klaim ini layak untuk dikabulkan oleh BANI.

e. Terkait dengan pelaksanaan pekerjaan dimusim hujan, hal ini merupakan

konsekuensi dari instruksi percepatan yang diberikan oleh pengguna jasa,

sehingga dampak inefesiensi produktivitas alat pada saat musim hujan

tersebut secara logis dapat diterima.

f. Terkait dengan klaim pelaksanaan pekerjaan cross drain dan dewatering,

dapat diberikan penjelasan sebagai berikut:

a. Jika memang apa yang dikemukakan PT Angkasa Pura I adalah betul,

bahwa pelaksanaan pekerjaan cross drain dan dewatering tidak ada

dalam daftar metode pekerjaan yang berikan pada saat penawaran,

dan tidak ada persetujuan pengguna jasa terhadap pelaksaan

pekerjaan tersebut, maka menimbang kontrak merupakan kontrak

lump sum, maka seharusnya biaya pengerjaan cross drain dan

dewatering adalah tanggung jawab kontraktor yakni PT Hutama Karya.

b. Sesuai dengan klausula 8.3 tentang rancana kerja, FIDIC Conditions Of

Contract, bahwa kontraktor harus menyampaikan rencana kerja secara

rinci kepada enjinir dalam waktu 28 hari setelah menerima

pemberitahuan tanggal mulai pekerjaan, kontraktor harus

menyampaikan revisi rencana kerja apabila program yang telah dibuat

sudah tidak sesuai dengan kemajuan pekerjaan sebenarnya atau tidak

sesuai dengan kewajiban kontraktor.

Berdasarkan hal-hal diatas sudah selayaknya PT Hutama Karya

mengerjakan pekerjaan ini tanpa diberikan biaya tambahan, karena sudah

menjadi kewajiban PT Hutama Karya juga karena mengingat jenis kontrak

lumps sum yang digunakan.Putusan BANI terhadap hal ini yang

mengabulkan sebagian klaim kurang tepat.

Page 14: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

g. Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang

penyelenggaraan jasa kontruksi menyatakan kontrak kerja konstruksi dengan

bentuk imbalan Lump Sum merupakan kontrak jasa atas penyelesaian

seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang

pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam

proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh

penyedia jasa sepanjanggambar dan spesifikasi tidak berubah. Artinya

risiko kenaikan harga aspal karena kenaikan harga BBM dalam suatu kontrak

lumpsum harusnya ditanggung oleh penyedia jasa (kontraktor). Hal yang

menjadi pertanyaan dari putusan BANI ini, apakah ketika ada

penurunan harga BBM yang berdampak menurunnya harga aspal,

apakah harga kontrak akan disesuaikan menjadi lebih murah?.

h. Didalam klausula 13.7 Penyesuaian akibat perubahan peraturan, FIDIC

Conditions Of Contract, disebutkan bahwa nilai kontrak harus disesuaikan

dengan mempertimbangkan penambahan atau pengurangan biaya akibat

perubahan hukum di negara tersebut atau dalam penjelasan hukum yang

dibuat setelah tanggal dasar dan mempengaruhi kontraktor dalam

melaksanakan kewajibannya berdasarkan kontrak. Pada setiap kenaikan

harga BBM, pasti ditetapkan dengan suatu Peraturan Presiden atau Peraturan

Menteri ESDM. Klausul ini dapat digunakan sebagai Best Practices dalam

pertimbangan eskalasi harga kontrak akibat kenaikan BBM.

i. Didalam klausula 13.8 Penyesuaian Akibat Perubahan Biaya, FIDIC

Conditions Of Contract, penyesuaian biaya dapat dilakukan bila ada suatu

tabel data penyesuaian biaya yang terjadi karena adanya perubahan nilai kurs

mata uang local dengan mata uang asing, hal ini pun harus ditegaskan dalam

kontrak.

Berdasarkan alasan-alasan diatas, penulis berpendapat, putusan BANI yang

mengabulkan klaim dari PT Hutama Karya untuk eskalasi harga kontrak suatu

kontrak lump sum karena adanya kenaikan harga BBM dinilai kurang tepat.

Kecuali jika memang Pemerintah menilai kenaikan harga BBM tersebut

sudah berada pada level risiko dari penyedia jasa yang sangat besar

Page 15: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

dan sifnifikan sehingga berpotensi menimbulkan kerugian yang

massive serta risiko kualitas pekerjaan konstruksi yang dikorbankan,

maka Pemerintah pasti akan membuat suatu kebijakan eskalasi harga

kontrak yang berlaku secara nasional (tidak kasuistis seperti klaim

ini) seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2005 dimana kenaikan

harga BBM mencapai 128 % bila dibandingkan dengan kenaikan

harga BBM pada bulan Mei 2008 yang hanya sebesar 28.7 %.

2. Terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Dalam mengambil putusan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpedoman pada

Pasal 70 huruf a sampai dengan c Undang-Undang No. 30 Tahun 1999,yaitu:

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam permohonan, setelah

putusandijatuhkan, diakui palsu atau dipalsukan;

b. Setelah putusan diambil ditemukan yang bersifat menentukan,

yangdisembunyikan oleh pihak lawan; atau

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yaitu dilakukan oleh salah

satupihak dalam pemeriksaan sengketa;

Hal ini sudah tepat, dan dari keempat dalil gugatan terhadap putusan BANI,

hanya satu yang memenuhi syarat untuk diperiksa dan diperdalam, yakni dalil

nomor 1 tentang eskalasi harga kontrak karena kenaikan harga BBM, dimana

menurut PT Angkasa Pura I, ditemukan suatu dokumen yang bersifat

menentukan namun disembunyikan pihak lawan .Namun dokumen tersebut, yang

merupakan dokumen bukti pelaksanaan kontrak antara PT Hutama Karya dengan

dengan PT Metropolitan Aulia Mix selaku subkontraktor, dinilai Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan tidak dapat memenuhi suatu persyaratan dijadikan sebuah

bukti. Hal ini sudah tepat, karena dokumen tersebut tidak ada hubungannya

dengan objek gugatan, dan hanya sebagian kecil dari lingkup pekerjaan yang

ada.Sedangkan untuk 3 dalil lainnya, pengguna jasa dalam hal ini PT Angkasa

Pura I hanya memberikan argumen dan bukti-bukti lama (tidak ada bukti baru)

sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan dasar dalam pemeriksan

pembatalan putusan BANI.Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memutuskan

Page 16: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

gugatan ini sudah tepat dan berdasarkan dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

3. Terhadap Putusan Mahkamah Agung

Terhadap putusan Mahkaman Agung yang menolak permohonan kasasi dari PT

Angkasa Pura I juga sudah tepat.Mahkamah Agung menilai Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan sudah tepat dan benar yaitu tidak salah menerapkanhukum

dengan pertimbangan alasan-alasan kasasi yang tidak relevan dengan adanya

kesalahpahaman hukum serta pertimbangan hukum dari Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan yang sudah tepat.

VIII. KESIMPULAN

Kesimpulan:

1. Putusan BANI yang mengabulkan klaim dari PT Hutama Karya untuk eskalasi

harga kontrak suatu kontrak lump sum karena adanya kenaikan harga BBM

dinilai kurang tepat. Kecuali jika memang Pemerintah menilai kenaikan harga

BBM tersebut sudah berada pada level risiko dari penyedia jasa yang sangat

besar dan sifnifikan sehingga berpotensi menimbulkan kerugian yang massive

serta risiko kualitas pekerjaan konstruksi yang dikorbankan, maka Pemerintah

pasti akan membuat suatu kebijakan eskalasi harga kontrak yang berlaku secara

nasional (tidak kasuistis seperti klaim ini) seperti yang terjadi pada bulan

Oktober 2005 dimana kenaikan harga BBM mencapai 128 % bila dibandingkan

dengan kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 yang hanya sebesar 28.7 %.

2. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam mengambil putusan sudah tepat, dari

keempat dalil gugatan terhadap putusan BANI, hanya satu yang memenuhi

syarat untuk diperiksa dan diperdalam, yakni dalil nomor 1 tentang eskalasi

harga kontrak karena kenaikan harga BBM, dimana menurut PT Angkasa Pura I,

ditemukan suatu dokumen yang bersifat menentukan namun disembunyikan

pihak lawan, dan setelah dilakukan penelitian dan pendalaman dinilai dokumen

tersebut tidak ada hubungannya dengan objek gugatan, dan hanya sebagian kecil

dari lingkup pekerjaan yang ada, sehingga gugatan terhadap putusan BANI

dinilai tidak beralasan hukum.

Page 17: Analisa Putusan Mahkamah Agung Bidang Konstruksi

3. Mahkamah Agung menilai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah tepat dan

benar yaitu tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan alasan-alasan

kasasi yang tidak relevan dengan adanya kesalahpahaman hukum serta

pertimbangan hukum dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sudah tepat.