27
Subyek : TugasKelompok Mata Kuliah : Hukum danEtikaBisnis WaktuPenyerahan : 25 Mei 2012 Dosen : Prof. Dr. Ir Aida Vitayala Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja PT Dirgantara Indonesia Ditinjau dari Teori Egoisme Kelompok DISUSUN OLEH: ARIE WIBOWO IRAWAN (P056110763.40E) BASUKI RAHMANTO (P056110803.40E) MOCHAMAD MULJANA (P056110883.40E) MUHAMMAD IQBAL (P056110893.40E) PRASETIYO (P056110923.40E) YUNIASTUTI W (P056111003.40E) MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Subyek : TugasKelompok Mata Kuliah : Hukum danEtikaBisnis WaktuPenyerahan : 25 Mei 2012 Dosen : Prof. Dr. Ir Aida Vitayala

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja

PT Dirgantara Indonesia Ditinjau dari Teori Egoisme Kelompok

DISUSUN OLEH:

ARIE WIBOWO IRAWAN (P056110763.40E) BASUKI RAHMANTO (P056110803.40E) MOCHAMAD MULJANA (P056110883.40E) MUHAMMAD IQBAL (P056110893.40E) PRASETIYO (P056110923.40E) YUNIASTUTI W (P056111003.40E)

MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

1 Kelompok 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang atas seizin-Nya kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah yang berjudul “Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja pada PT Dirgantara

Indonesia ditinjau dari teori Egoisme Kelompok”. Kami menyadari makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan, sehingga kami berharap akan mendapat masukan dari semua pihak (dosen, rekan-rekan dari

kelompok lain, dan pembaca) guna perbaikan di masa-masa yang akan datang.

Dalam penulisan makalah ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak

yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis, selaku dosen mata Kuliah Hukum dan Etika Bisnis.

2. Nara sumber yang tulisannya kami jadikan referensi dalam penulisan makalah ini.

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam

penulisan makalah ini.

Semoga apa yang telah kami kerjakan dapat bermanfaat bagi pengembangan diri kami dan bagisiapa saja yang

membacanya.

Bogor, 24 Mei 2012

Page 3: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

2 Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................................ 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................................................... 2

1. PENDAHULUAN .......................................................................................................................................................... 3

1.1. LATAR BELAKANG ......................................................................................................................................... 3

1.2. TUJUAN PENULISAN ...................................................................................................................................... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................................ 5

2.1. PENGERTIAN EGOISME ................................................................................................................................ 5

2.2. TEORI EGOISME PSIKOLOGIS ..................................................................................................................... 5

2.2.1.ARGUMEN PENDUKUNG TEORI EGOISME PSIKOLOGIS .............................................................. 5

2.2.2.TANGGAPAN KRITIS TEORI EGOISME PSIKOLOGIS...................................................................... 6

2.3. TEORI EGOISME ETIS ................................................................................................................................... 7

2.3.1.ARGUMEN PENDUKUNG TEORI EGOISME ETIS ............................................................................. 8

2.3.2.TANGGAPAN KRITIS TEORI EGOISME ETIS .................................................................................... 9

2.4. TEORI EGOISME KELOMPOK, EGOISME DICERAHI &UTILITARIANISME .......................................... 11

2.5. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) .................................................................................................. 12

3. PROFIL SINGKAT PERUSAHAAN (PT DIRGANTARA INDONESIA) ................................................................. 14

4. STUDI KASUS ........................................................................................................................................................... 15

4.1. PENYEBAB TERJADINYA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)..................................................... 15

4.2. KRONOLOGIS KASUS/PERKARA ............................................................................................................... 16

5. PEMBAHASAN .......................................................................................................................................................... 18

5.1. EGOISME KELOMPOK DEWAN DIREKSI DAN PEMERINTAH……………………………………… ....... 18

5.2. EGOISME KELOMPOK KARYAWAN YANG DI PHK ................................................................................. 19

5.3. EGOISME KELOMPOK KARYAWAN YANG INGIN MEMPERTAHANKAN DAN MELAKUKAN

PEMBAHARUAN DI PT DIRGANTARA INDONESIA .................................................................................. 20

5.4. EGOISME DICERAHI .................................................................................................................................... 23

6. KESIMPULAN ............................................................................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................................... 26

Page 4: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

3 Kelompok 2

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya suatu perusahaan dibentuk dalam rangka untuk menciptakan nilai tambah dan

mendapatkan keuntungan. Sebagai entitas bisnis (business entity) banyak orang menganggap bahwa

keberadaan perusahaan hanya sekedar sebagai mesin dan sarana untuk memaksimalkan keuntungannya dan

melipatgandakan modal yang telah ditanamkan oleh pemiliknya. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, sebuah

bisnis terikat dengan etika. Etika dalam bisnis mengikat semua orang yang terlibat di dalamnya, baik secara

personal maupun lembaga. Dengan kata lain etika mengikat pemilik, direktur, manajer, pimpinan unit kerja dan

kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/ perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya

harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab.

Perusahaan yang hanya berorientasi pada pencapaian keuntungan semata tanpa mengindahkan etika

dan norma bisnis, akan membuat manajemen perusahaan cenderung berpandangan bahwa suatu nilai dianggap

baik apabila menguntungkan perusahaan dan sebaliknya dianggap buruk apabila merugikan perusahaan.

Modal, mesin dan karyawan hanya dianggap sebagai faktor produksi dan semua aktivitasnya diarahkan untuk

mencapai tujuan utama, yaitu memaksimalkan keuntungan. Dalam teori etika bisnis, pandangan seperti ini

disebut sebagai egoisme. Karena perusahaan sebagai lembaga yang dikelola oleh manajeman yang terdiri

beberapa orang, maka egoisme seperti ini disebut sebagai egoisme kelompok. Ketika perusahaan sudah tidak

mendatangkan keuntungan lagi, manajemen perusahaan akan melakukan tindakan yang menurutnya rasional

dan baik, misalnya melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya secara sepihak.

Di perusahaan, egoisme kelompok tidak hanya terjadi pada manajemen saja. Dari sisi karyawanpun

juga dapat timbul egoisme kelompok, karena pada dasarnya, kepentingan setiap orang yang bekerja di sebuah

perusahaan adalah sama, yaitu mendapatkan manfaat dari segi ekonomi. Ketika perusahaan melakukan PHK

secara sepihak, namun disisi lain karyawan tersebut masih membutuhkan pekerjaan sebagai sumber nafkah

atau mata pencahariannya, maka secara manusiawi ia akan merasa bahwa kepentingannya terganggu. Dalam

kondisi seperti ini, karyawan bersangkutan cenderung akan memandang sesuatu dari sudut pandang

kepentingannya. Dan tindakan perusahaan yang berlawanan dengan kepentingannya dianggap sebagai

tindakan yang tidak benar. Pandangan seperti ini dapat disebut sebagai egosime etis, yaitu pandangan yang

dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Apabila PHK dilakukan secara massal, egoisme etis akan

meningkat derajatnya menjadi egoisme kelompok, karena semua karyawan yang terkena PHK akan cenderung

memiliki pandangan yang sama dan merasa kepentingan mereka terganggu. Egoisme kelompok manajemen

dan egoisme kelompok karyawan yang berbenturan akan menimbulkan konflik.

PT Dirgantara Indonesia (PT DI), pada tahun 2002 melakuan PHK terhadap ribuan karyawannya.

Tindakan perusahaan yang notabene dimiliki oleh pemerintah tersebut menimbulkan konflik yang berlarut-larut

Page 5: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

4 Kelompok 2

dan penyelesaiannya memakan waktu sangat lama. Serikat Pekerja PT DI menilai langkah tersebut melanggar

Undang-undang Ketenagakerjaan. Keputusan soal pemutusan hubungan kerja sebagian besar karyawan PT DI,

membuat kecewa ribuan karyawan PT DI yang diwakili Ketua Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan (SP

FKK) PT DI, Bapak Arif Minaldi. Arif mengingatkan, keputusan sidang kabinet terbatas tersebut makin membuat

para karyawan untuk melakukan perlawanan terhadap Direksi PT DI. Arif juga menilai, jika PHK benar-benar

dilakukan, berarti direksi telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Arif menambahkan, cara-cara yang

dilakukan terhadap para karyawan PT DI yang akan di PHK adalah cara-cara biadab dan tidak mengerti kondisi

karyawan PT DI.1

Kasus yang terjadi pada PT DI menarik perhatian kelompok kami untuk menganalisa dari sisi etika

bisnis, khususnya tentang Egoisme Kelompok. Analisa ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kami

terhadap mata kuliah Hukum dan Etika Bisnis.

1.2. TujuanPenulisan

Tujuan dari penulisan analisis kasus ini antara lain :

1. Untuk mengetahui bagaimana relevansi antara tindakan PT Dirgantara Indonesia dalam melakukan

pemutusan hubungan kerja dengan etika, norma bisnis dan hukum ketenagakerjaan.

2. Untuk mengetahui apakah tindakan pemutusan hubungan kerja oleh manajemen PT Dirgantara

Indonesia didasarkan oleh faktor egoisme kelompok atau ada faktor lain yang lebih sesuai dari sisi etika

dan norma bisnis.

3. Untuk mengetahui apakah tindakan perlawanan yang dilakukan oleh karyawanPT Dirgantara Indonesia

didasarkan oleh faktor egoisme kelompok semata atau karena faktor lain yang bersifat normatif.

1 Dikutip dari sumber : TEMPO Interaktif, terbit di Jakarta pada Kamis, 15 Januari 2004

Page 6: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

5 Kelompok 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PengertianEgoisme

Egoisme adalah tingkah laku yg didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri daripada untuk

kesejahteraan orang lain. Biasanya teori egoism mengemukakan tentang segala perbuatan atau tindakan yang

disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan diri sendiri. Sebelum berbicara lebih jauh tentang teori-teori

egoisme (egoisme kelompok dan egiosme etis), kita perlu memahami tentang teori Egoisme Psikologis sebagai

dasarnya.

2.2. PengertianEgoisme Psikologis

Egoisme psikologis pada pokoknya berpendapat bahwa kodrat manusia dalam kenyataannya secara

psikologis cenderung memilih tindakan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Menurut faham ini, apa yang

disebut sebagai sikap altruis (sikap mau mencintai dan berkorban diri demi kepentingan orang lain) hanyalah

mitos belaka. Kalau dalam praktek kehidupan sehari-hari nampaknya terjadi, hal itu memang hanya nampaknya

saja demikian. Sebab apabila orang mau meneliti apa motivasi sesungguhnya yang mendorong dilakukan

tindakan itu, akan menjadi nyata bahwa tindakan altruis itu tidak lain hanyalah bentuk terselubung dari cinta diri.

2.2.1. Argumen Pendukung Teori Egoisme Psikologis

Setiap tindakan yang dilakukan dengan bebas pada dasarnya muncul dari pilihan pelakunya untuk

melakukan sesuatu yang paling ia ingini untuk dilakukan. Misalnya seorang yang menyumbangkan uangnya ke

proyek sosial pengumpulan dana bagi para korban gempa bumi tidak dapat dikatakan bahwa ia bersikap altruis,

dan yang memakainya untuk menonton film juga tidak dapat dikatakan bersikap egois. Karena pada keduanya,

si pelaku hanyalah melakukan apa yang masing-masing memang paling mereka ingin lakukan. Yang satu justru

merasa senang dan bahagia kalau dia dapat menyumbangkan uangnya pada proyek sosial, sedangkan yang

lain merasa senang dan bahagia kalau dapat melakasanakan apa yang ia inginkan, dan dalam hal ini yang ia

inginkan adalah menonton film. Jadi kedua-duanya sebenarnya mencari apa yang menguntungkan untuk dirinya

sendiri.

Suatu tindakan hanya nampaknya saja tidak bersifat egois atau altruis. Kalau motivasi sesungguhnya

dapat diketahui, maka akan menjadi nyata bahwa tindakan itu sebenarnya didasari oleh cinta diri. Misalnya

orang yang menyumbangkan uangnya ke proyek sosial tadi, setelah melakukan apa yang ingin dia lakukan, ia

merasa senang dan puas dan kemudian dapat tidur dengan pulas di waktu malam karena merasa telah

menunaikan tugasnya dengan baik. Sedangkan kalau ia tidak menyumbangkan uangnya pada proyek sosial,

Page 7: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

6 Kelompok 2

maka hati nuraninya terus merasa terganggu. Jadi dalam melakukan pemberian dana itu sebenarnya ia

mempunyai pamrih pribadi.

Untuk menjelaskan pendapat di atas, Thomas Hobbes (1588-1679) dan kemudian dikembangkan oleh

Moritz Schlick (1881-1936) mengajukan pendapat bahwa untuk menilai suatu tindakan, orang perlu menemukan

motivasi sesungguhnya dari tindakan tersebut, dan untuk ini orang perlu tidak hanya berhenti pada penafsiran

yang dangkal. Menyebut suatu tindakan sebagai ungkapan sikap altruis menurut dia merupakan suatu

penafsiran yang terlalu dangkal terhadap kejadian yang sesungguhnya. Kalau orang mau mengakui kenyataan,

motivasi yang sesungguhnya selalu mengandung unsur cinta diri. Sebagai contoh misalnya apa yang disebut

cintakasih. Motivasi yang sesungguhnya di balik tindakan menolong orang lain adalah mau menunjukkan

bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, lebih mampu, lebih unggul dari yang ditolong. Dalam tindakan

berbelaskasih, alasan yang sebenarnya mengapa kita mempunyai rasa belaskasih terhadap sesama manusia

yang menderita adalah karena kita sendiri berharap agar kalau kita berada dalam situasi macam itu orang lain

pun berbelaskasih atau mau menolong kita. Pada orang yang berbelaskasih ada kekhawatiran bahwa

penderitaan atau kemalangan yang sama mungkin saja suatu saat nanti menimpa dirinya.

2.2.2. Tanggapan Kritis Teori Egoisme Psikologis

Pendapat berbeda diungkapkan oleh beberapa ahli tentang egoisme psikologis. Salah satunya seperti

yang dikemukakan oleh James Rachels, argumentasi yang mendasari faham egoisme psikologis sepintas

nampak sulit dibantah, namun argumentasinya sebenarnya muncul karena beberapa kerancuan pengertian.

Kalau kerancuan tersebut dapat diurai, menjadi jelas bahwa argumentasi mereka yang menganut egoisme

psikologis tidak dapat dipertahankan. Sekurang-kurangnya terkandung tiga jenis kerancuan pengertian dalam

argumentasi yang dikemukakan oleh para penganut dan penganjur egoisme psikologis.

Kerancuan yang pertama adalah kerancuan pengertian antara egoisme dalam arti mendahulukan

kepentingan diri sendiri (selfishness) dan egoisme dalam arti berguna untuk diri sendiri (self-interest), keduanya

tidaklah sama. Sebagai ilustrasi, apabila saya mematuhi hukum yang berlaku atau bekerja keras di kantor, ini

tidak dapat dikatakan bahwa saya egois dalam arti hanya mendahulukan kepentingan diri saya sendiri.

Perbuatan itu memang pada dasarnya berguna (atau mungkin lebih tepat atau bernilai) untuk diri saya sendiri.

Arti yang kedua ini sebenarnya tidak tepat untuk disebut egois. Dalam pengertian egois sebenarnya selalu

terkandung penilaian negatif bahwa si pelaku tidak mempedulikan kepentingan orang lain dan hanya

mementingkan kepentingan dirinya sendiri.

Kerancuan yang kedua adalah kerancuan antara pengertian perilaku yang mengejar kepentingan diri

(self-interested behavior) dan perilaku yang disukai, karena memberi nikmat (the pursuit of pleasure). Dalam

kehidupan sehari-hari banyak hal seringkali kita lakukan memang karena kita menyukainya. Tetapi kenyataan

bahwa kita melakukan suatu perbuatan karena kita menyukainya, atau bahwa perbuatan itu membawa

kenikmatan tersendiri bagi kita, tidak dengan sendirinya dapat dikatakan bahwa perbuatan kita itu muncul

Page 8: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

7 Kelompok 2

berdasarkan motif egoisme, dalam arti hanya mengejar kepentingan diri sendiri. Sebagai contoh, apabila ada

orang yang suka menghisap rokok kretek setelah makan siang, karena hal itu terasa nikmat untuknya, kita tidak

dapat mengatakan bahwa perbuatan orang itu dengan sendirinya bermotifkan egoisme. Namun apabila dalam

menghisap rokok tersebut ia sama sekali tidak peduli akan keluhan tetangganya yang terganggu dengan asap

rokok, maka perbuatan itu dapat dikatakan sebagai perbuatan yang egois.

Kerancuan yang ketiga adalah kerancuan pengertian bahwa suatu perhatian akan kepentingan diri

sendiri selalu tidak dapat diselaraskan dengan kepentingan sejati dari orang lain. Karena sudah jelas bahwa

setiap orang (atau hampir setiap orang) selalu memperhatikan apa yang menjadi kepentingannya, para

penganut egoisme psikologis menarik kesimpulan bahwa setiap orang itu egois dan tidak pernah secara

sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan orang lain. Tentu saja anggapan ini keliru. Pengejaran

kepentingan diri sendiri tidak dengan sendirinya bertabrakan dengan kepentingan orang lain. Walaupun memang

tidak jarang terjadi bahwa timbul tabrakan antara kepentingan diri kita sendiri dengan kepentingan orang lain.

Namun hal ini tidak dapat digeneralisasikan dan diartikan bahwa kita mendahulukan kepentingan diri sendiri

seraya mengorbankan kepentingan orang lain. Kenyataan bahwa ada orang yang secara tulus berkorban untuk

orang lain, seperti seorang ibu bagi anaknya, seorang gadis bagi pemuda idamannya membuktikan bahwa

dalam berbuat seseorang pada dasarnya secara psikologis tidak selalu didorong oleh egoisme.

Dalam usaha untuk menemukan faktor pokok yang menentukan tindakan manusia, para penganut

egoisme psikologis melupakan bahwa motivasi tindakan manusia itu dapat bersifat kompleks. Menyatakan

bahwa semua tindakan manusia pada dasarnya didorong oleh motivasi egois merupakan suatu penyederhanaan

yang mengabaikan kompleksitas tersebut. Pernyataan yang bersifat reduksionistik (terlalu menyederhanakan) itu

juga mengungkapkan sikap yang terlalu sinis terhadap perbuatan baik orang. Dengan alasan menekankan

kejujuran untuk mengakui apa yang sesungguhnya menjadi motivasi seseorang untuk bertindak, lalu secara sinis

terlalu cepat curiga akan maksud baik orang lain.

2.3. Teori Egoisme Et is

Egoisme etis adalah suatu faham etika normatif yang menyatakan bahwa setiap orang wajib memilih

tindakan yang paling menguntungkan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, menurut faham ini, tindakan yang

baik dan dengan demikian wajib diambil adalah tindakan yang menguntungkan bagi diri sendiri. Satu-satunya

kewajiban manusia adalah mengusahakan agar kepentingannya sendiri dapat terjamin. Ini tidak berarti bahwa

kepentingan orang lain harus senantiasa diabaikan. Karena, bisa jadi demi pencapaian hasil yang paling

menguntungkan untuk diri sendiri, orang justru perlu mengindahkan kepentingan orang lain. Namun dalam hal ini

kenyataan bahwa tindakan itu membawa keuntungan atau kebaikan untuk orang lain bukanlah hal yang

membuat tindakan tersebut benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah fakta bahwa tindakan itu

menunjang usaha untuk memperoleh apa yang paling menguntungkan bagi dirinya.

Page 9: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

8 Kelompok 2

Faham ini juga tidak bermaksud menganjurkan untuk mencari nikmat pribadi sepuas-puasnya, seperti

halnya diajarkan oleh faham Hedonisme. Justru dalam banyak hal faham Egoisme Etis melarang pencarian

nikmat pribadi, karena hal itu dalam jangka panjang justru tidak menguntungkan. Yang dianjurkan oleh Egoisme

Etis adalah agar setiap orang melakukan apa yang sesungguhnya dalam jangka panjang akan menguntungkan

untuk dirinya (“A person ought to do what really is to his or her own best advantage, over the long run”)

Egoisme Etis memang menganjurkan “selfishness” tetapi bukan “foolishness”.

2.3.1. Argumen Pendukung Teori Egoisme Etis

Argumen pertama yang biasanya dipakai untuk mendukung Egoisme Etis adalah kenyataan bahwa

kalau kita mau mengusahakan hal-hal yang menguntungkan semua pihak, masing-masing orang justru wajib

memperhatikan kepentingannya sendiri. Karena yang paling tahu tentang apa yang paling dibutuhkan oleh

seseorang adalah orang itu sendiri, dan bukan orang lain. Kalau kita cenderung mau mengurusi orang lain,

dapat terjadi bahwa kita justru tidak menguntungkan semua pihak.

Seperti dinyatakan oleh Robert G. Olson dalam bukunya The Morality of Self-Interest (1968), “The

individual is most likely to contribute to social betterment by rationally pursuing his own best long-range interests”

(“Masing-masing individu akan menyumbang pada perbaikan sosial [kalau masing-masing individu] secara

rasional mengejar apa yang dalam jangka panjang menjadi kepentingannya sendiri yang paling baik”). Masing-

masing orang sendiri lah yang paling tahu akan apa yang diinginkan dan dibutuhkannya. Kita tidak pernah tahu

persis apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain. Kalau kita mencampuri urusan orang lain, campur tangan

ini justru malah hanya merusak kesejahteraannya, karena bersifat ofensif bagi kebebasannya untuk menentukan

diri. Mencampuri urusan orang lain dapat melanggar prinsip “privacy” seseorang. Menjadikan orang lain sebagai

objek atau sasaran perbuatan karitatif kita, sama saja dengan merendahkan martabatnya. Dengan

memperhatikan kepentingan orang lain, kita dapat menciptakan situasi ketergantungan dan kurang menghargai

kemampuan serta harga diri orang yang ditolong.

Argumen yang kedua mendasarkan diri pada keunggulan Egoisme Etis dibandingkan dengan Etika

Altruis dalam menjunjung tinggi nilai hidup masing-masing individu. Seperti dinyatakan oleh Ayn Rand (dalam

bukunya The Virtues of Selfishness), Egoisme Etis merupakan satu-satunya filsafat moral yang menghormati

integritas kehidupan masing-masing individu. Menurut dia, Etika Altruis bersifat merusak nilai hidup manusia

sebagai individu di dunia ini. Etika Altruis yang cenderung mengatakan pada setiap orang “hidupmu hanyalah

sesuatu yang bersifat sementara dan pantas dikorbankan,” dapat dikatakan cenderung menolak nilai diri pribadi

manusia. Perhatian pokok kaum altruis bukan bagaimana dapat hidup sepenuh-penuhnya di dunia ini, tetapi

bagaimana mati suci (bagaimana mengorbankan hidup ini) bagi orang lain. Perhatian pokok macam ini dapat

membuat orang kurang menghargai dan memperkembangkan hidupnya semaksimal mungkin. Argumen tersebut

kalau mau dirumuskan secara singkat akan berbunyi sebagai berikut:

Page 10: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

9 Kelompok 2

1) Setiap pribadi manusia hanya memiliki satu hidup untuk dihayati. Kalau kita memandang setiap individu

bernilai sungguh-sungguh, atau kalau setiap individu secara moral bernilai dalam dirinya sendiri, maka

kita mesti menyetujui bahwa hidup kita yang satu ini amatlah penting untuk dipertahankan dan

dikembangkan sepenuhnya.

2) Etika Altruis memandang hidup masing-masing individu sebagai suatu yang bila perlu mesti direlakan

untuk dikorbankan bagi orang lain.

3) Maka Etika Altruis tidak menganggap serius nilai hidup masing-masing individu manusia.

4) Sedangkan, Egoisme Etis, yang memperkenankan setiap pribadi manusia memandang hidupnya

sendiri sebagai bernilai paling tinggi, sungguh mengambil serius nilai hidup masing -masing individu

manusia; bahkan Egoisme Etis dapat dikatakan merupakan satu-satunya teori moral yang melakukan

hal itu.

5) Maka Egoisme Etis merupakan teori moral yang wajib diterima.

Argumen yang ketiga yang biasanya dipakai untuk mendukung teori moral Egoisme Etis adalah

kemampuannya untuk secara jelas dan sederhana memberikan satu prinsip dasar untuk menjelaskan macam-

macam aturan dan pedoman perilaku manusia sehari-hari. Di balik macam-macam aturan yang mengikat

manusia dalam hidupnya sehari-hari, seperti: tidak boleh menyakiti orang lain, wajib mengatakan yang benar,

wajib menepati janji, dsb., menurut Egoisme Etis, ada satu prinsip dasar, yakni prinsip mengejar kepentingan diri

sendiri. Aturan-aturan tersebut dapat diterangkan berdasarkan prinsip mengejar kepentingan diri sendiri.

Mengapa kita tidak boleh menyakiti orang lain, misalnya, dapat dijelaskan demikian: apabila kita biasa menyakiti

orang lain, maka orang lain pun tidak akan segan-segan atau ragu-ragu untuk menyakiti kita. Kalau kita

menyakiti orang lain, orang itu akan melawan dan membalas. Dapat terjadi pula bahwa karena kita menyakiti

orang lain, kita akan dihukum dan dimasukkan penjara karenanya. Dengan menyakiti orang lain, akhirnya kita

sendiri akan rugi. Maka pada dasarnya merupakan keuntungan bagi diri kita sendiri apabila kita tidak menyakiti

orang lain. Logika pemikiran yang sama dapat dipakai untuk menjelaskan aturan-aturan lain yang wajib kita

patuhi setiap hari.

2.3.2. Tanggapan Kritis Teori Egoisme Etis

Kalau kita perhatikan argumen pertama di atas secara kritis, maka akan nampak bahwa argumen

tersebut sebenarnya tidak mendukung prinsip egoisme etis. Mengapa demikian? Alasan pokok yang diberikan

dalam argumen pertama untuk mendukung Egoisme Etis adalah bahwa kalau setiap orang mengejar apa yang

dalam jangka panjang menjadi kepentingannya sendiri yang paling baik, maka perbaikan sosial atau

terpenuhinya kepentingan semua pihak justru akan terjamin, karena masing-masing individu lah yang paling tahu

apa yang dia butuhkan. Apabila Egoisme Etis kita asumsikan konsisten dengan prinsipnya, maka ia tidak perlu

peduli akan perbaikan sosial atau keterjaminan bahwa kepentingan semua pihak akan lebih terpenuhi.

Page 11: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

10 Kelompok 2

Kenyataan bahwa dalam argumen pertama hal tersebut dipedulikan dan bahkan dijadikan alasan untuk bersikap

egoistik, maka walaupun Egoisme Etis menganjurkan untuk berperilaku egoistik, prinsip dasariah yang

melandasinya justru tidak egoistik.

Dalam argumentasi kedua, Egoisme Etis nampaknya keluar sebagai teori moral yang lebih baik atau

lebih masuk akal daripada Etika Altruis. Akan tetapi hal itu terjadi karena faham Etika Altruis digambarkan

sedemikian ekstrim, sehingga tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya diajarkan olehnya. Dalam argumen

tersebut diberi kesan bahwa Etika Altruis itu mengajarkan bahwa kepentingan diri sendiri itu sama sekali tidak

bernilai dibandingkan dengan kepentingan orang lain, sehingga setiap tuntutan untuk mengorbankannya demi

kepentingan orang lain wajib dipenuhi. Akan tetapi gambaran tentang Etika Altruis, sebagaimana diberikan oleh

Ayn Rand sebagai penganjur Egoisme Etis, itu tidak fair, karena yang diajarkan oleh Etika Altruis tidak seekstrim

dalam gambaran tersebut. Yang diajarkan oleh Etika Altruis adalah bahwa meskipun hidup masing-masing

individu di dunia ini merupakan suatu yang amat bernilai, namun bukanlah satu-satunya nilai dan juga bukan

nilai yang mutlak. Usaha mencapai kebahagiaan hidup sejati manusia tidak lepas dari perlunya bersikap baik

terhadap orang lain dan kerelaan untuk berkorban bagi manusia lain. Kalau hal tersebut samasekali diabaikan,

karena nilai hidup masing-masing individu di dunia ini dimutlakkan, maka kebahagiaan sejati manusia justru tidak

akan tercapai. Demikianlah, dengan terlalu memutlakkan nilai hidup masing-masing individu manusia, Egoisme

Etis justru akan menggagalkan usahanya sendiri untuk mengejar apa yang paling menunjang bagi terpenuhinya

kepentingan diri yang sejati.

Berkenaan dengan argumentasi ketiga, argumen ini pun tidak berhasil menegakkan Egoisme Etis

sebagai teori moral normatif yang dapat dan perlu diterima. Argumen tersebut hanya mampu menunjukkan

bahwa sebagai pedoman umum dapat dikatakan bahwa memang lebih menguntungkan bagi diri sendiri untuk

melaksanakan kewajiban dan tidak melanggar larangan sebagaimana diatur dalam pedoman perilaku sehari-

hari. Berusaha untuk tidak menyakiti orang lain memang pada umumnya lebih menguntungkan untuk diri sendiri.

Tetapi hal ini tidak selalu demikian. Terkadang dalam kenyataannya, orang lebih beruntung kalau dapat

menyakiti orang lain terlebih dulu daripada disakiti olehnya. Maka kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain dan

kewajiban-kewajiban moral yang lain tidak dapat diturunkan dari prinsip egoistik untuk mencari apa yang paling

menguntungkan untuk diri sendiri.

Selain itu, seandainya benar bahwa dengan mendermakan uangnya kepada orang miskin pada

akhirnya diri sendirilah yang diuntungkan, kiranya tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa keuntungan diri

sendirilah yang menjadi motif pokok tindakan mendermakan uang kepada orang miskin. Yang seringkali terjadi

adalah bahwa motif pokok tindakan tersebut memang kepentingan orang yang ditolong, sedangkan untuk diri

sendiri itu hanyalah sekunder atau merupakan akibat samping dari tindakan mau menolong orang lain tersebut.

Seandainya betul bahwa semua tindakan altruistik itu bermotifkan kepentingan egoistik, maka hidup sosial

manusia akan menjadi lebih sulit, karena dipenuhi rasa kecurigaan. Setiap perbuatan baik akan selalu

ditanggapi dengan sikap sinis, karena bukan kepentingan orang yang ditolong yang menjadi fokus perhatian,

Page 12: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

11 Kelompok 2

tetapi diri sendiri. Orang yang mendapatkan pertolongan sulit untuk berterima kasih, karena melulu hanya

dijadikan sarana saja bagi pemenuhan kepentingan diri si penolong saja.

Egoisme Etis biasanya mendasarkan diri pada apa yang dikemukakan oleh Egoisme Psikologis. Tetapi

kita sudah lihat di atas, bahwa pendapat pokok Egoisme Psikologis tidak dapat dipertahankan. Sebagaimana

Egoisme Psikologis, Egoisme Etis meredusir kompleksitas motivasi tindakan manusia pada motif mencari apa

yang menguntungkan bagi diri sendiri, namun ini tidak sesuai dengan kenyataan. Bahwasanya Egoisme Etis

dapat menjelaskan kewajiban moral atas dasar prinsip kepentingan diri atau motif mencari apa yang

menguntungkan bagi diri sendiri, belumlah merupakan bukti bahwa kepentingan diri merupakan satu-satunya

dasar bagi kewajiban moral. Hanya kalau dapat dibuktikan bahwa kepentingan diri merupakan satu-satunya

dasar bagi kewajiban moral, maka Egoisme Etis sebagai suatu teori moral normatif tidak dapat diterima.

2.4. Egoisme Kelompok, Egoisme Dicerahi &Ut il itarianisme

Egoisme kelompok (in group egoism) adalah egoisme yang hanya melihat kepentingan/kenikmatan

atau kebahagiaan kelompok. Sedangkan kelompok adalah kumpulan individu yang saling memiliki hubungan

dan saling berinteraksi sehingga mengakibatkan tumbuhnya rasa kebersamaan dan dan rasa memiliki. Menurut

Soerjono Soekarto adanya kesadaran sebagi anggota kelompok yang bersangkutan, adanya hubungan timbal

balik antara anggota dengan anggota yang lainnya dalam kelompok tersebut. Adanya faktor pengikat yang

dimiliki bersama misalnya kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dll. Memiliki

struktur, kaidah, dan pola prilaku yang sama dalam bersistem dan berproses.

Sedangkan egoisme dicerahi (enlightened egoism) adalah egoisme yang mengikuti standar moral

yang didasarkan pada pengejaran kepentingan diri sendiri dan kepentingan pihak lain melalui negosiasi untuk

kepentingan bersama. Selangkah lebih maju dari egoisme dicerahi adalah universalisme etis atau

utilitarianisme (utilis = berguna; utility=kegunaan) yaitu "the greatest happiness of the greatest number of the

people". Disebut universalisme karena yang menjadi norma moral bukanlah hasil atau akibat baik bagi si pelaku

sendiri, melainkan juga bagi semua atau sebagian besar orang. Utilitarianisme adalah suatu aliran filsafat yang

menyatakan bahwa manfaat terbesar untuk paling banyak orang haruslah menjadi tujuan utama tindakan

manusia. Utilitarianisme itu sendiri dibedakan menjadi utilitarianisme hedonistik (mengukur tingkat kesenangan

dan ketidaksenangan) dan utilitarianisme eudaimonistik (jumlah kebahagiaan tertinggi di antara pihak yang

terlibat).

Page 13: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

12 Kelompok 2

2.5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Tidak ada jaminan perusahaan selalu berhasil dalam bisnis karena dalam menjalankan operasinya

perusahaan dituntut untuk menghasilkan keuntungan. Dengan keuntungan ini, perusahaan dapat beroperasi

normal dan berkembang. Namun, ada kalanya keuntungan tidak selalu diperoleh. Sekalipun biaya telah

dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan dan usaha-usaha penghematan telah dilakukan, perusahaaan

bisa saja merugi. Pada kondisi ini, pimpinan perusahaan bisa membuat beberapa opsi untuk menyelamatkan

perusahaan, dimana salah satu opsinya adalah melakukan PHK dengan alasan efisiensi.

PHK itu sendiri diatur oleh KUHPerdata bab 7a bagian 5, dan bersifat publik yaitu mengenai ijin untuk

memutuskan hubungan kerja diatur dalam UU No.12/1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan

swasta, dan Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep‐78/Men/2001 tentang

perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Nomor Kerja Kep‐150/Men/2000tentang

penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan

ganti kerugian di perusahaan menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan hubungan kerja dalam suatu

perusahaan.2

Pemutusan hubungan kerja ialah pemberhentian waktu kerja secara sepihak yang dilakukan oleh

perusahaan atau pun tempat kerja. Berdasarkan UU RI No.13 pasal 150 Tahun 2003 yang berkaitan dengan

pemutusan hubungan kerja, bahwa perusahaan dilarang pemutusan kerja dengan alasan (pasal 153):

Sakit tidak melebihi 12 bulan dengan keterangan dokter.

menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara.

menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

pekerja/buruh menikah.

pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di

dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian

kerja bersama;

mendirikan, menjadi anggota,pengurus serikat pekerja berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang

melakukan tindak pidana kejahatan;

karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik,

atau status perkawinan.

2 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150/Men/2000 dengan sumber: http://www.djlk.depkeu.go.id/danapensiun/Data/Peraturan/Kepnaker1502000.pdf

Page 14: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

13 Kelompok 2

Hak yang diperoleh pekerja dari perusahaan diatur dalam pasal 156,yang berisikan perhitungan pesangon

atau uang.Jaminan yang berhak diterima. Pekerja berhak meminta hak–hak nya yang ada pada

perusahaan. Apabila Perusahaan menyelewengkan maka pekerja berhak mengadukan kepada pihak

berwajib.

Pemutusan hubungan kerja atau PHK dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. PHK demi hukum, hal tersebut terjadi tanpa perlu adanya suatu tindakan, terjadi dengan sendirinya

misalnya karena berakhirnya waktu atau karena meninggalnya pekerja.

2. PHK oleh pihak pekerja, hal tersebut terjadi karena keinginan dari pihak pekerja dengan alasan dan

prosedur tertentu.

3. PHK oleh pihak pengusaha, hal tersebut terjadi karena keinginan dari pihak pengusaha dengan alasan,

persyaratan dan prosedur tertentu.

4. PHK oleh putusan pengadilan, hal tersebut terjadi karena alasan-alasan tertentu yang mendesak dan

penting, misalnya terjadi peralihan kepemilikan, peralihan asset atau pailit.

Apabila pada kasus PHK telah dilakukan maka pekerja dan pengusaha dapat melakukan mediasi

berupa perundingan. Jika perundingan benar‐benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat

memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial. Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis

kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.

Page 15: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

14 Kelompok 2

3. PROFIL SINGKAT PERUSAHAAN (PT DIRGANTARA INDONESIA)

PT Dirgantara Indonesia (DI) atau sering disebut Indonesian Aerospace Inc. merupakan industri

pesawat terbang yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara. Perusahaan ini

dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. PT. DI didirikan pada 26 April1976 dengan nama PT. Industri Pesawat

Terbang Nurtanio dan BJ Habibie sebagai Presiden Direktur. Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian

berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985. Setelah

direstrukturisasi, IPTN kemudian berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000.

Gambar 1. Sikumbang - Pesawat Era Nurtanio

PT. Dirgantara Indonesia tidak hanya memproduksi berbagai pesawat tetapi juga helikopter, senjata,

menyediakan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat.

PT. Dirgantara Indonesia juga menjadi sub-kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar di dunia

seperti Boeing, Airbus, General Dynamic, Fokker dan lain sebagainya. PT. Dirgantara Indonesia pernah

mempunyai karyawan sampai 16 ribu orang. Karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, PT. Dirgantara

Indonesia melakukan rasionalisasi karyawannya hingga menjadi berjumlah sekitar 4.000 orang. Pada awal

hingga pertengahan tahun 2000-an PT. Dirgantara Indonesia mulai menunjukkan kebangkitannya kembali,

banyak pesanan dari luar negeri seperti Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, Filipina dan lain-lain. Meskipun

begitu, karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun dan jaminan hari

tua kepada mantan karyawannya, DI dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat pada 4 September 2007. Namun pada tanggal 24 Oktober 2007 keputusan pailit tersebut dibatalkan.

Tahun 2012 merupakan momen kebangkitan PT. Dirgantara Indonesia. Pada awal 2012 PT. Dirgantara

Indonesia berhasil mengirimkan 4 pesawat CN235 pesanan Korea Selatan. Selain itu juga sedang berusaha

menyelesaikan 3 pesawat CN235 pesanan TNI AL, dan 24 Heli Super Puma dari EUROCOPTER. Selain

beberapa pesawat tersebut PT. Dirgantara Indonesia juga sedang menjajaki untuk membangun pesawat C295

(CN235 versi jumbo) dan N219, serta kerja sama dengan Korea Selatan dalam membangun pesawat tempur

siluman KFX.

Page 16: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

15 Kelompok 2

4. STUDY KASUS

4.1. Penyebab Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

PT Dirgantara Indonesia adalah BUMN yang didirikan berdasarkan cita-cita founding father Republik

Indonesia. Dalam pidato pada tahun 1950-an, berjudul "Meng-Garudalah Bangsaku", Soekarno meminta

kesungguhan warga negara Indonesia yang cinta dirgantara untuk menguasai dan mendirikan industri pesawat

terbang di Indonesia. Dengan semangat itu, Wiweko, Nurtanio dll, dengan peralatan seadanya, mendirikan

bengkel pesawat terbang dan pesawat terbang kecil. Kemudian Soekarno mendirikan Industri Pesawat Terbang

Berdikari pada tahun 1960-an, yang kemudian dikembangkan oleh Soeharto menjadi industri dirgantara dengan

nama PT. Nurtanio yang selanjutnya berubah menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

Kini cita-cita, hasil jerih payah, keringat, darah dan airmata putra-putra Indonesia yang cinta

dirgantara kandas di tengah jalan. Sebanyak 6.600 karyawan PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara, para

engineer dan teknisi yang mempunyai keahlian dan pengalaman belasan tahun, akan diberhentikan karena

lemahnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah konkrit yang dihadapi oleh sektor industri.

Apakah benar PHK merupakan benar solusi satu-satunya?, ataukah mungkin terdapat alternatif lain untuk

menyelamatkan PT Dirgantara Indonesia sehingga bisa menjadi kebanggaan untuk generasi mendatang.

Akibat dari krisis ekonomi pada tahun 1998, pemerintah pada saat itu terpaksa menghentikan

investasi tambahan yang diperlukan untuk pengembangan lebih lanjut dari PT. IPTN, terutama dalam kaitannya

dengan investasi pengembangan pesawat N250 yang sangat mahal. Harus pula diakui bahwa sebelumnya,

biaya pengembangan dan operasi PT. IPTN sangat tidak efisien terutama terlihat dalam bentuk pembelian

peralatan yang serba mahal tetapi tidak tepat guna. Selama kepemimpinan Habibie tersebut, banyak inefisiensi

terjadi sehingga dapat dikatakan PT. IPTN merupakan suatu industri serba mahal (high-cost aircraft industry),

yang tidak sensitif terhadap permintaan pasar. Padahal banyak kasus di negara lain yang juga memiliki industri

penerbangan yang bekerja dengan prinsip efisiensi dan struktur biaya yang kompetitif seperti industri pesawat di

China, India, Korea Selatan, Brazil, dll.

Selama tahun 1998 sampai akhir 1999, PT. IPTN terus mengalami kesulitan likuiditas dan modal

kerja yang berdampak pada operasi perusahaan. Menko Perekonomian pada tahun 2000 berupaya keras

mencari solusi untuk menyelamatkan PT. IPTN. Salah satu pilihan adalah penutupan perusahan seperti yang

dianjurkan oleh IMF. Namun saat itu Indonesia mempunyai keyakinan lain, kerugian finansial bagi negara jika

perusahaan ditutup akan sangat mahal dan investasi sumber daya manusia dalam bentuk belasan ribu pegawai

yang terdidik dan memiliki keahlian akan hilang sia-sia. Disamping itu, negara kepulauan yang sangat luas

seperti Republik Indonesia jelas memerlukan industri penerbangan dan maritim asalkan kompetitif dan sesuai

dengan permintaan pasar.

Page 17: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

16 Kelompok 2

Dengan pertimbangan seperti itu, akhirnya pemerintah memutuskan untuk tetap mempertahankan

PT. IPTN tetapi dengan melakukan perubahan paradigma dari high-cost aircraft industry (industri penerbangan

serba-mahal) menjadi competitive-cost aircraft industry (industri penerbangan kompetitif). Pengembangan

produk tidak boleh dilakukan atas dasar pengaruh kekuasaan Negara atau (power approach). Strategi

"technology push" diubah menjadi "market pull". Produksi harus ditentukan berdasarkan analisa permintaan

pasar serta kemampuan daya saing. Bukan ditentukan oleh selera managemen yang "hobby dengan teknologi".

4.2. Kronologis Kasus/Perkara

Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan Serikat Pekerja Karyawan PT Dirgantara pada Hari

Rabu Tanggal 18 Februari 2004.3 Dengan gugatan ini, hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang

salah satunya adalah memutuskan ada rasionalisasi karyawan, dibatalkan. Inilah kronologi kasus ini:

Tahun 2003

11 Juli

PT Dirgantara Indonesia ditutup. Keluar SK Dirut Edwin Soedarmo yang merumahkan semua (9.600)

karyawan.

14 Juli

Menaker Jacob Nuwa Wea menyatakan tindakan merumahkan karyawan ilegal.

19 Agustus

RUPSLB Dirgantara mengukuhkan SK Dirut dan menyetujui PHK 6.000 karyawan. BPPN menjadi pemilik

92,7 persen saham Dirgantara.

21 Agustus

Menaker minta SK Dirut dicabut.

3 September

Ratusan karyawan Dirgantara unjuk rasa di Jakarta.

1 Oktober

Karyawan Dirgantara hanya menerima 10-25 persen gaji.

6 Oktober

Dirut Dirgantara mencabut SK merumahkan karyawan. Sebagai gantinya, diterbitkan 2 SK baru:

permohonan izin PHK 3.900 karyawan yang tidak mengikuti seleksi ulang dan merumahkan sementara

2.600 karyawan yang menunggu hasil seleksi.

7 Oktober

PTUN memerintahkan pencabutan SK 11 Juli.

3 Dikutip dari TEMPO Interaktif, Bandung dengan Headline: Kronologi Kasus PT Dirgantara Indonesia pada tanggal 19 Pebruari 2004

Page 18: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

17 Kelompok 2

22 Oktober

Karyawan Dirgantara mengajukan gugatan perdata hasil RUPS 19 Agustus 2003 tentang restrukturisasi dan

rasionalisasi serta RUPSLB 22 Agustus 2003 tentang penggantian komisaris.

4 November

Rapat KKSK memutuskan BPPN akan menalangi pesangon karyawan.

13 November

Sidang kabinet terbatas menyetujui PHK 6.600 karyawan. Ditargetkan selesai pada 21 November 2003.

1 Desember

Perundingan bipartit karyawan dan manajemen Dirgantara buntu. Depnaker mengambil alih persoalan ini

23 Desember

Dirgantara tidak mampu lagi membayarkan gaji karyawan yang terkena PHK. Karyawan memblokir

perusahaan.

30 Desember

Dirut Dirgantara Edwin Soedarmo menolak anjuran Menaker membayar pesangon 2 kali ketentuan UU.

Tahun 2004

13 Januari

Sidang pertama perundingan karyawan dan manajemen Dirgantara di Depnaker gagal.

15 Januari

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) meminta manajemen dan karyawan Dirgantara

melakukan negosiasi ulang, dan 718 karyawan setuju PHK.

29 Januari

P4P meluluskan rencana PHK terhadap 6.600 karyawan.

12 Februari

Serikat Pekerja Dirgantara mengajukan banding atas putusan P4P ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara.

18 Februari

PTTUN mengabulkan gugatan Serikat Pekerja.

23 Februari

Pesangon untuk 6.600 karyawan yang diberhentikan sebesar Rp 440 miliar, akan dibayarkan.

Page 19: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

18 Kelompok 2

5. PEMBAHASAN

Dalam kasus PT Dirgantara Indonesia, dilihat dari sisi etika bisnis terkait dengan teori egoisme

kelompok, melibatkan 3 pihak yang saling berhadapan, yaitu kelompok jajaran direksi dengan dukungan

pemerintah yang berkuasa yang ingin menutup dan mem-PHK karyawan, berhadapan dengan karyawan yang

terancam di PHK dan memperjuangkan nasibnya agar mendapat pesangon dengan layak, dan pihak ke 3 yang

ingin mempertahankan dan melakukan pembaharuan di PT Dirgantara Indonesia.

5.1. Egoisme Kelompok Dewan Direksi dan Pemerintah

Selama krisis moneter sejak tahun 1997 kondisi perekonomian nasional mengalami keterpurukan.

Kondisi ini sangat berpengaruh besar terhadap iklim usaha di Negara kita. Banyak perusahaan-perusahaan baik

kecil, sedang maupun perusahaan besar tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya. Perusahaan-

perusahaan banyak melakukan efisiensi usaha untuk tetap dalam kondisi yang survive. Efisiensi tersebut

dilakukan untuk mengurangi jumlah biaya produksi, salah satu efisiensi yang dilakukan adalah dengan

melakukan Pemutusan Hubungan kerja (PHK) masal. PT Dirgantara Indonesia sebagai suatu Badan Usaha Milik

Negara pun juga ikut terimbas permasalahan krisis moneter tersebut. Sesuai anjuran dari IMF, upaya yang

dilakukan juga sama, yaitu melakukan PHK masal terhadap jumlah karyawan.

Egoisme kelompok yang muncul dari Dewan Direksi dan Pemerintah sebagai alasan utama dari

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT Dirgantara Indonesia (DI) adalah bahwa Pemerintah sudah tidak sanggup

lagi membiayai semua operasional perusahaan misalnya pembelian bahan baku pesawat, dan pembelian

barang-barang yang diperlukan perusahaan. Selain itu pemerintah tidak sanggup lagi menanggung beban biaya

dan kerugian yang dialami oleh PT Dirgantara Indonesia secara terus menerus. Dengan tidak adanya

kemampuan pemerintah ini, maka PT DI tidak sanggup untuk menyelesaikan proyek-proyek yang sudah

disepakati dalam pembuatan pesawat yang bernilai besar misalnya pesanan negara Pakistan, Thailand,

Malaysia, dan lain-lain. Maka direksi PT DI mengambil keputusan dengan merumahkan semua karyawan

sebanyak 9.600 karyawannya.

Tanggapan Direksi terhadap PHK PT DI, pihak direksi menganggap bahwa seluruh hak dari karyawan

telah dipenuhi PT DI. Dalam hal ini PT DI sudah memenuhi kewajibannya setelah PHK yaitu membayar

pesangon, pesangon dibayarkan yaitu dua kali dari ketentuan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,

kompensasi pensiun, dan jaminan hari tua, berdasarkan rumusan yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut.

Menurut direksi PT DI bila rumusan mengenai pembayaran pesangon tidak tepat, maka MA harus memberikan

rumusan baku berapa jumlah jumlah pesangon yang harus dibayarkan ke karyawan, sebab sekarang ini

rumusannya memang tidak ada, lagipula perusahaan setelah memPHK-kan karyawannya beberapa waktu

kemudian ada seratusan lebih karyawan yang ditarik lagi oleh perusahaan untuk menjadi karyawan kontrak.

Karyawan tersebut direkrut sesuai dengan kompetensinya dan kebutuhan proyek serta karyawan inipun bisa

Page 20: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

19 Kelompok 2

bertambah sesuai dengan volume bisnis perusahaan. Sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan ini direksi

PT DI sangat menentang keras pendapat dari mantan karyawan yang menyatakan bahwa dalam proses PHK

yang dilakukan tidak sesuai prosedur, sebab dalam beberapa hal direksi telah memenuhi hak-hak karyawan dan

bahkan memperkerjakan mantan karyawannya lagi menjadi pekerja kontrakan. Selain itu juga didukung putusan

MA yang memenangkan Direksi untuk dalam hal ini berhak dan sah memberhentikan sebagian karyawannya

dikarenakan alasan-alasan yang telah diajukan oleh perusahaan.

5.2. Egoisme Kelompok Karyawan yang di PHK

Dari kelompok karyawan menyatakan bahwa perumahan karyawan (PHK) ini ilegal, karena

menganggap perumahan (PHK) ini tidak sesuai prosedur, sebab belum ada pertemuan bipartit antara serikat

pekerja dan direksi. Maka dengan ini bertentangan dengan Pasal 151 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa jika segala upaya telah dilakukan, akan tetapi PHK tidak dapat

dielakkan lagi. Maka maksud PHK tersebut harus dirundingkan oleh PT. DI dan serikat pekerja atau dengan

pekerja apabila pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja. Bahkan penyebab PHK yang

dijadikan alasan oleh direksi PT DI tidak mendasar sesuai dalam ketentuan Pasal 153 UU No.13 Tahun 2003

tidak ada ketentuan yang mengharuskan perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan alasan yang tidak

terdapat dalam Pasal tersebut. Dalam hal inipun tidak ada ketentuan dalam UU ketenagakerjaan tentang istilah

perumahan karyawan, maka dengan alasan ini dapat dikatakan bahwa alasan PHK PT.DI tidak sesuai dengan

UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 9.600 karyawan PT Dirgantara Indonesia

(PT DI) yang terjadi pada tahun 2003 yang lalu bisa dikatakan pelanggaran HAM, sebab dalam hal ini proses

tersebut dimulai dengan perumahan secara mendadak dan tidak disosialisasikan kepada karyawannya, selain itu

juga tidak dikonsultasikan dengan komisaris. Seharusnya ada dua hal yang mesti diperhatikan oleh Pemerintah.

yaitu masalah hukum berkaitan dengan pemecatan dan masa depan PT DI. Dalam masalah hukum misalnya,

direksi melakukan pelanggaran HAM dalam melakukan PHK karyawan sebab dilakukan tanpa dikonsultansikan

terlebih dahulu dengan komisaris. PHK massal ini telah mengabaikan hak-hak pekerja yang terdapat dalam UU

No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta telah melanggar perjanjian kerja yang telah disepakati dahulu

antara karyawan dengan direksi PT DI. Selain itu akibat PHK itu juga muncul masalah-masalah kemanusiaan,

ekonomi, sosial, keamanan, dan lain-lain yang akan dihadapi pekerja dan keluarganya. Hal ini terlihat dari konflik

horizontal yang terjadi antara pekerja dengan jajaran manajemen. Akibat perselisihan itu, terjadi pengahancuran

barang-barang milik karyawan yang berbeda pendapat. Sedang mengenai masa depan PT DI sebaiknya

Pemerintah mempertahankan perusahan penerbangan tersebut karena ini adalah aset nasional dan proyek yang

strategis bagi masa depan bangsa.

Tanggapan Karyawan PT DI atas PHK Menanggapi keputusan MA tersebut (tentang sahnya PHK),

sebagian besar karyawan PT DI menyatakan bahwa tetap pada pendirian mereka bahwa PHK itu merupakan

Page 21: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

20 Kelompok 2

pelanggaran HAM, dan pelanggaran UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Para karyawan bukan

hanya mendapatkan prosedur pemutusan hubungan kerja tidak manusiawi, akan tetapi juga kompensasi dana

pensiun secara penuh sesuai PP No.8 Tahun 1981 tentang Pengupahan. Menurut karyawan PHK ini tidak

memalui pengkajian yang matang, maka mereka menolak prosedur PHK yang dilakukan direksi dan menuntut

melalui jalur hukum, meskipun dalam hal ini karyawan kalah dan PHK tetap berjalan.

Bahkan setelah putusan PHK ini sah berdasarkan hukum dan sudah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap pun, karyawan tidak mendapatkan pesangonnya secara penuh, terutama kompensasi pensiun, ada yang

kurang 75%, ada yang 25% atau 10% akan tetapi rata-rata kekurangannya adalah 50% sehingga karyawan

tetap menuntut agar hak-hak mereka dipenuhi oleh perusahanan guna menjamin kehidupan keluarga mereka.

Karyawan mengakui memang pada saat ini perusahaan sedang merugi akan tetapi bukan berarti perusahaan

mesti melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan tanpa

mengorbankan karyawan, seperti meminimalisasi pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang tidak perlu, dan

yang paling penting adalah promosi yang harus dilakukan pemerintah Indonesia terhadap negara lain agar

membeli pesawat terbang hasil buatan PT DI. Lebih lanjut, diperlukan kucuran dana yang besar ke PT. DI agar

proyek-proyek yang sudah ada dapat dilaksanakan, dengan asumsi nantinya dana yang diberikan oleh

pemerintah akan terganti pada saat perusahaan menjual pesawat-pesawatnya ke negara lain. Dengan skema

seperti ini PT.DI akan mendapatkan keuntungan yang signifikan serta dapat menutupi pengeluaran rutin

perusahaan, sehingga pada akhirnya PHK tidak perlu dilakukan.

5.3. Egoisme Kelompok yang Ingin Mempertahankan dan Melakukan Pembaharuan di PT DI.

Kelompok ini beranggapan kasus PT Dirgantara Indonesia (DI) merupakan salah satu contoh dari

ketidakmampuan pemerintahan yang berkuasa saat itu dalam menangani berbagai masalah sektor riil yang

dihadapi oleh bangsa Indonesia, sehingga terjadi peningkatan pengangguran menjadi 40% pada akhir tahun

2003. Peningkatan pengangguran tersebut terjadi karena tidak adanya visi, lemahnya kepemimpinan dan

ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah konkrit di sektor riil, salah satunya adalah

PT. Dirgantara Indonesia.

Kelompok ini juga menganggap kasus PT Di merupakan penghianatan terhadap cita-cita founding

father Republik Indonesia (Soekarno) untuk mendirikan industri pesawat terbang mengingat wilayah indonesia

yang luas. Idealnya, PT Dirgantara Indonesia sebagai simbol BUMN yang merefleksikan kecintaan warga negara

Indonesia terhadap dirgantara. Ironisnya, ada sebanyak 6.600 karyawan PT. Industri Pesawat Terbang

Nusantara, para insinyur dan teknisi yang mempunyai keahlian dan pengalaman belasan tahun, akan

diberhentikan karena kepemimpinan yang tidak memiliki visi dan lemahnya kepemimpinan untuk menyelesaikan

masalah-masalah konkrit yang dihadapi oleh sektor industri. Menurut kelompok ini, hal ini sangat menyedihkan,

mengingat masih ada alternatif lain untuk menyelamatkan PT Dirgantara Indonesia sehingga bisa kembali

menjadi kebanggaan untuk generasi mendatang. Kelompok ini menganggap bahwa PT DI perlu diselamatkan

Page 22: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

21 Kelompok 2

dengan melakukan pembaharuan secepatnya. Yaitu dengan melakukan perubahan paradigma dari high-cost

aircraft industry (industri penerbangan serba-mahal) menjadi competitive-cost aircraft industry (industri

penerbangan kompetitif). Pengembangan produk tidak boleh dilakukan atas dasar pengaruh kekuasaan Negara

atau (power approach). Strategi "technology push" diubah menjadi "market pull". Produksi harus ditentukan

berdasarkan analisa permintaan pasar serta kemampuan daya saing. Bukan ditentukan oleh selera manajemen

yang "hobby dengan teknologi".

Perubahan paradigma tersebut diperlukan agar PT. IPTN dapat bertahan dan berkembang

dikemudian hari. Dengan persetujuan Presiden pada waktu itu, pihak manajemen mengambil langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Mempertahankan visi pendirian industri penerbangan, tetapi mengubah cara kerja dan modus operandi dari

industri bersangkutan sesuai dengan paradigma baru yaitu industri penerbangan yang harus kompetitif.

Sebagai bagian dari perubahan paradigma tersebut, kami mengubah nama PT. IPTN menjadi PT Dirgantara

Indonesia (PT DI).

2. Menetapkan bahwa periode tahun 2000-2003 sebagai periode konsolidasi dan survival bagi PT DI. Jika

periode ini dilewati dengan selamat, maka setelah tahun 2004 PT DI baru dapat memasuki periode

pengembangan selanjutnya. Selama periode konsolidasi dan survival perlu dilakukan reorientasi bisnis,

restrukturisasi SDM, restrukturisasi keuangan dan peningkatan kinerja perusahaan.

3. Dalam rangka re-orientasi bisnis perusahaan selama periode konsolidasi, PT DI diminta untuk lebih

memfokuskan diri pada produksi spare parts dan komponen untuk raksasa perusahaan dunia seperti

Boeing, Airbus, British Aerospace dll, karena Indonesia kompetitif dalam produksi parts dan komponen.

Produksi lainnya hanya dibatasi pada produksi helikopter, pesawat CN-235 dan peralatan pendukung

persenjataan.

4. Melakukan perombakan direksi dan komisaris dengan kriteria integritas, kepemimpinan, kemampuan teknis,

dan dikenal dikalangan industri penerbangan dunia. Kriteria yang terakhir sangat diperlukan karena dalam

periode penyelamatan manajemen harus mampu mendapatkan order pekerjaan dari Boeing, Airbus, British

Aerospace. Disamping itu, dilakukan pengurangan jumlah direksi dari 9 menjadi 5 orang, dan menunjuk

kepala staf Angkatan Udara sebagai Komisaris Utama (Ex-Officio).

5. Meminta PT DI diaudit dari segi finansial maupun prospek masa depan. Audit finansial dilakukan oleh Ernst

& Young, sementara audit prospek masa depan dilakukan oleh Deloitte Touche. Kesimpulan audit Deloitte

Touche adalah bahwa PT DI memiliki infrastruktur, permesinan dan produk yang mampu dijadikan modal

untuk membangun masa depan PT DI yang lebih baik.

6. Melakukan restrukturisasi hutang dan pengurangan beban finansial. Berdasarkan hasil proses due dilligence

Ernst & Young dan Deloitte Touche, dan komitmen jajaran Direksi Baru untuk melakukan restrukturisasi

perusahaan, rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang kami pimpin memutuskan program

restruturisasi hutang, dengan pola "debt to equity swap", hutang PT Dirgantara Indonesia dijadikan

Page 23: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

22 Kelompok 2

Penyertaan Modal Sementara. PT Dirgantara Indonesia berubah status, dari Debitur menjadi "anak

perusahaan" BPPN. Untuk meningkatkan efisiensi lalu lintas bahan baku dan komponen, serta untuk

mengurangi beban biaya untuk produksi pesawat terbang dan helikopter, Menteri Keuangan memberi status

Kawasan Berikat kepada PT Dirgantara.

Hasil Program Penyelamatan PT DI Periode 2000-2002 adalah dikeluarkannya laporan audit

keuangan PT Dirgantara Indonesia oleh Ernst & Young untuk tahun buku 2001 - 2002, dengan status wajar

tanpa pengecualian. Berdasarkan audit Ernst & Young tersebut, terbukti kinerja PT DI menunjukkan hasil

yang menggembirakan, antara lain :

1. Penjualan meningkat dari Rp. 508 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp. 689 milyar tahun 2000 dan

meningkat lagi menjadi Rp. 1,4 triliun tahun pada 2001.

2. Merubah perusahaan dari keadaan rugi menjadi untung. Tahun 1999 perusahaan mengalami kerugian

sebesar Rp. 75 milyar, sementara pada tahun 2000 kerugian menurun menjadi Rp. 73 milyar dan pada

tahun 2001 kerugian berubah menjadi keuntungan sebesar Rp. 11 milyar.

3. Diversifikasi bisnis menghasilkan segmen pasar baru seperti bisnis jasa rekayasa dan rancang bangun

pesawat terbang (Engineering & Technology Services) sebesar 3 %, jasa pembuatan perangkat lunak

sistim antariksa dan teknologi informasi sebesar 5 % dan bisnis rekayasa interior pesawat terbang

0,5%.

4. Penurunan beban biaya produksi seperti diperlihatkan oleh peningkatan efisiensi tenaga kerja. Rasio

penjualan per tenaga kerja meningkat dari 66 juta rupiah pada tahun 2000 menjadi 137 juta rupiah pada

2001.

5. Kepercayaan pelanggan luar negeri mulai kembali meningkat, ditandai dengan keberhasilan

memperoleh kontrak penjualan 2 buah pesawat terbang CN 235 versi VVIP untuk digunakan oleh

Presiden Korea Selatan, 2 buah pesawat terbang CN 235 versi VIP yang akan digunakan untuk pejabat

tinggi Kementerian Pertahanan dan Angkatan Udara Malaysia, serta 2 buah pesawat CN 235 untuk

Angkatan Udara Pakistan. Disamping itu, PT DI memperoleh kontrak jangka panjang 10 tahun untuk

pembuatan komponen sayap untuk pesawat terbang penumpang terbesar di dunia super jumbo Airbus

A380 dari British Aerospace. Selain itu Angkatan Udara Turki juga telah menunjuk konsorsium

kerjasama PT DI dan Thales Perancis untuk mengembangkan pesawat CN 235 tipe patroli maritim.

Demikian juga Pemerintah Iran memberikan kepercayaan kepada tenaga ahli PT Dirgantara Indonesia

untuk mengerjakan proyek konversi pesawat terbang Rusia menjadi pesawat kargo untuk operasi

pasukan militer.

Tampak jelas bahwa upaya penyelamatan PT DI pada periode 2000-2002 berhasil mencapai target

perbaikan kinerja perusahaan seperti terlihat dalam bentuk peningkatan penjualan, kontrak baru,

keuntungan operasi dan pengurangan kerugian netto dari Rp. 73 milyar pada tahun 2000 menjadi

Page 24: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

23 Kelompok 2

keuntungan sebesar Rp. 11 miliar pada tahun 2001. Ternyata jika ada visi yang jelas, dan kepemimpinan

yang memahami aspek teknis, PT DI dapat diselamatkan.

Komponen yang paling sulit dalam penyelamatan tersebut adalah perubahan budaya kerja

perusahaan. Budaya serba mahal, jor-joran tanpa memperhatikan aspek kompetitif sangat sulit untuk

berubah. Upaya manajemen untuk memperbaiki budaya kerja tersebut agar berdasarkan prinsip

kompentensi dan beban kerja, bukan senioritas ternyata mendapatkan perlawanan dari sejumlah karyawan

senior. Manajemen saat itu tidak melakukan sosialisasi yang memadai untuk mengubah budaya kerja dan

efisiensi perusahaan. Sementara itu, sebagian tokoh pekerja, tanpa memahami tujuan konsolidasi dan

survival perusahaan, menuntut kenaikan gaji pada saat kondisi perusahaan belum terlalu baik.

5.4. Egoisme Dicerahi

Titik temu antara Karyawan dan Direksi PT DI, akhirnya tercapai setelah terjadi banyak perdebatan

dalam pertemuan-pertemuan antara direksi mantan-mantan karyawan dengan serikat pekerja karyawan dalam

hal ini diwakili oleh SP-FKK. Dalam hal ini sebagian besar karyawan anggota dari SPF-KK PT DI meminta surat

pemutusan kerja di kantor PT DI, pasalnya karyawan menyadari akan sangat sulit untuk benar-benar

mendapatkan haknya secara utuh yang diberikan oleh perusahaan karena sulitnya menghadapi masalah

administrasi yang akan membelit mereka. Oleh karena itu, karyawan pasrah dengan uang pesangon yang

sekarang sudah disepakati dalam pertemuan direksi yaitu dua kali gaji ditambah dana pensiun yang akan

dibayar perusahaan secara diangsur, walaupun mungkin dalam hati kecil sebagian dari meraka masih merasa

keberatan dan menginginkan hak meraka dibayar utuh.

Selain itu sebagian karyawan juga mengungkapkan rasa senang dengan adanya penarikan lagi

beberapa mantan karyawan PT DI sebagai pekerja kontrak, sebab meskipun hanya berstatus karyawan kontrak

namun dapat mengurangi beban meraka dalam menghidupi keluarga. Sedangkan bagi karyawan yang tidak

dipekerjakan lagi, mereka akan mendapatkan pesangon 25-100 juta bagi karyawan yang sudah bekerja minimal

10 tahun atau yang sudah mempunyai jabatan struktural. Keputusan ini sebetulnya masih menyisakan rasa

ketidakpuasan terutama bagi karyawan yang masa kerjanya belum lama, yang berarti hanya mendapatkan

sedikit pesangon. Terlepas dari berbagai argumen dan sikap pro-kontra terhadap kesepakatan akhir dari kedua

belah pihak, keputusan bersama ini sudah bisa dikatakan adil baik dari segi karyawan maupun direksi. Sampai

sejauh ini perusahaan telah mempersiapkan dana sebesar Rp 440 milyar untuk pesangon karyawan yang akan

dibayarkan secara bertahap.

Page 25: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

24 Kelompok 2

6. KESIMPULAN

Dari kasus PT. Dirgantara Indonesia dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Egoisme kelompok yang muncul dari Dewan Direksi dan Pemerintah sebagai alasan utama dari

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah bahwa Pemerintah sudah tidak sanggup lagi membiayai

semua operasional perusahaan misalnya pembelian bahan baku pesawat, dan pembelian barang-

barang yang diperlukan perusahaan. Selain itu pemerintah tidak sanggup lagi menanggung beban

biaya dan kerugian yang dialami oleh PT Dirgantara Indonesia secara terus-menerus, sehingga PHK

merupakan pilihan terbaik yang dapat diambil untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Namun,

PHK terhadap 9.600 karyawan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang terjadi pada tahun 2003 yang lalu

bisa dikatakan sebagai pelanggaran HAM, sebab dalam hal ini proses tersebut dimulai dengan

perumahan secara mendadak dan tidak disosialisasikan kepada karyawannya, selain itu juga tidak

dikonsultasikan dengan komisaris. Dalam hal ini seharusnya ada dua hal yang mesti diperhatikan oleh

pemerintah, yaitu masalah hukum berkaitan dengan pemecatan dan masa depan PT Dirgantara

Indonesia itu sendiri.

2) Egoisme kelompok dari para karyawan korban PHK tercermin dari sikap mereka yang menolak

prosedur PHK yang dilakukan direksi dan menuntut melalui jalur hukum. Meskipun dalam hal ini

karyawan kalah dan PHK telah menjadi ketetapan hukum, mereka tetap melakukan berbagai penolakan

dan perlawanan hingga masalah menjadi berlarut-larut.

3) Selain dari pihak direksi dan pemerintah, tampak ada egoisme dari pihak ketiga, yaitu kelompok yang

Ingin mempertahankan dan melakukan pembaharuan di PT DI. Mereka beranggapan kasus

PT Dirgantara Indonesia (DI) merupakan salah satu contoh dari ketidakmampuan pemerintahan yang

berkuasa saat itu dalam menangani berbagai masalah sektor riil (salah satunya PT. Dirgantara

Indonesia) yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

4) Dari sisi hukum, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Berdasarkan hukum yang sudah tertulis di dalam UU No 37 tahun 2004 pasal 2 ayat (1) dan pasal

2 ayat (5) beserta penjelasan dalam pasal 2 ayat (5), seharusnya PT. Dirgantara Indonesia dapat

dipailitkan. Tetapi oleh MA dibatalkan karena terjadinya perbedaan persepsi terhadap “Badan

Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik” dengan penjelasan yang tedapat

di dalam UU No 37 tahun 2004 pasal 2 ayat 5 yaitu BUMN yang seluruhnya milik negara dan tidak

terbagi atas saham.

Terdapat pertimbangan oleh MA terhadap kasus pailit PT. Dirgantara Indonesia:

1. Pertambahan pengangguran jika PT. DI dipailitkan karena diprediksi tidak dapat membayar

hutang–hutang yang sudah dimiliki,

Page 26: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

25 Kelompok 2

2. Potensi dan asset yang dimiliki oleh PT. Dirgantara Indonesia mampu dioptimalisasi dalam

penggunaannya demi perekonomian Indonesia.

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) memberikan kesempatan bipartit:

serikat karyawan dan direksi PT. Dirgantara Indonesia (PT DI), untuk menyelesaikan masalah di

perusahaan itu. Keputusan ini diambil, lantaran tidak tercapai kesepakatan pada sidang terakhir, di

kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), antara direksi PT DI yang

bersikeras melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 6.600 orang karyawan dan pihak

karyawan yang menilai proses PHK tidak dilakukan secara benar.

Page 27: Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerjayuniastuti40e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/files/2012/06/Tugas-HBE... · Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB 3 Kelompok 2 1. PENDAHULUAN 1.1

Analisa Kasus Pemutusan Hubungan Kerja HEB

26 Kelompok 2

7. DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia, UU No. 13, Tahun 2003

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep‐150/Men/2000 tentang

penyelesaian pemutusanhubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uangpenghargaan masa

kerja, dan ganti kerugian diperusahaan menetapkan beberapa prosedur tentangpemutusan hubungan

kerja dalam suatu perusahaan.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep-

78/Men/2001 tentang Perubahan Atas Beberapa Pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik

Indonesia Nomor Kep-150/Men/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Dan

Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Dan Ganti Kerugian Di Perusahaan.

TEMPO Interaktif, terbit di Jakarta pada Kamis, 15 Januari 2004 dengan Headline: Kasus

Dirgantara Indonesia, P4P Putuskan Bipartit.

TEMPO Interaktif, Bandung dengan Headline: Kronologi Kasus PT Dirgantara Indonesia pada

tanggal 19 Pebruari 2004.