21
ALOPESIA ANDROGENIKA Nabila Sindami Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2012 PENDAHULUAN Alopesia androgenika (male pattern alopecia) adalah kebotakan progresif umum yang terjadi akibat pengaruh faktor predisposisi genetik dan androgen terhadap folikel rambut 1,2 . Meskipun pola kebotakan pada perempuan berbeda dengan laki-laki, namun female pattern alopecia juga sering disebut alopesia androgenika karena karakteristik kebotakan yang sama pada kedua kelompok gender yaitu ditandai dengan pemendekan fase anagen, pemanjangan fase telogen, dan pengecilan folikel rambut yang mengakibatkan batang rambut tumbuh semakin menipis pada setiap siklus 2 . Kebotakan biasa dimulai pada usia 20-an atau awal usia 30-an dengan pola yang khas yaitu dimulai dari rambut bagian frontal dan vertex sehingga garis rambut tampak mundur, menyisakan rambut di bagian parietal saja 2,3 . Sedangkan pada perempuan, pola kebotakan lebih diffuse dan dimulai dari puncak kepala 2,3 . Prevalensi alopesia androgenika pada kelompok laki- laki ras Kaukasia mencapai 30% pada usia 30-an tahun dan 50% pada usia 50-an tahun 4 . Angka kejadian alopesia androgenika meningkat seiring dengan pertambahan usia,

Alopesia androgenika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Alopesia androgenika

ALOPESIA ANDROGENIKA

Nabila SindamiBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad HoesinPalembang 2012

PENDAHULUAN

Alopesia androgenika (male pattern alopecia) adalah kebotakan progresif

umum yang terjadi akibat pengaruh faktor predisposisi genetik dan androgen

terhadap folikel rambut1,2. Meskipun pola kebotakan pada perempuan berbeda

dengan laki-laki, namun female pattern alopecia juga sering disebut alopesia

androgenika karena karakteristik kebotakan yang sama pada kedua kelompok

gender yaitu ditandai dengan pemendekan fase anagen, pemanjangan fase telogen,

dan pengecilan folikel rambut yang mengakibatkan batang rambut tumbuh

semakin menipis pada setiap siklus2. Kebotakan biasa dimulai pada usia 20-an

atau awal usia 30-an dengan pola yang khas yaitu dimulai dari rambut bagian

frontal dan vertex sehingga garis rambut tampak mundur, menyisakan rambut di

bagian parietal saja2,3. Sedangkan pada perempuan, pola kebotakan lebih diffuse

dan dimulai dari puncak kepala2,3.

Prevalensi alopesia androgenika pada kelompok laki-laki ras Kaukasia

mencapai 30% pada usia 30-an tahun dan 50% pada usia 50-an tahun4. Angka

kejadian alopesia androgenika meningkat seiring dengan pertambahan usia, dapat

dilihat dari data tambahan yang menunjukkan sebanyak 80% laki-laki dari ras

Kaukasia mengalami kebotakan di usia 70 tahun2. Ras dan jenis kelamin terbukti

memiliki hubungan dengan peningkatan angka kejadian alopesia androgenika.

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa prevalensi alopesia androgenika pada

laki-laki Afrika mencapai empat kali lebih rendah dibandingkan pada ras

Kaukasia begitu pula dengan ras Asia2,4,5. Pada perempuan, angka kejadian

alopesia androgenika juga meningkat seiring pertambahan umur, yaitu sebanyak

5% pada ras Cuacasia berumur 30 tahun dan 40% pada umur 70 tahun dan hanya

11,8% perempuan berumur 70 tahun di China yang mengalami kebotakan2,5.

Page 2: Alopesia androgenika

Alopesia androgenika dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita

meskipun sebenarnya merupakan hal yang lazim terjadi dan bukan merupakan

penyakit serius bila dilihat dari sudut pandang medis. Penderita alopesia

androgenika sering mengalami psikologis seperti frustasi dan kehilangan rasa

percaya diri terutama pada perempuan6,7. Tidak ada terapi yang efektif untuk

menghambat progesivitas dari alopesia andogenika, meskipun pengobatan tetap

bisa dilakukan, batang rambut tidak dapat tumbuh selebat dan setebal dulu1,2.

Tujuan penulisan referat ini untuk menguraikan lebih lanjut mengenai

etiologi, patogenesis, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, diagnosis

banding, penatalaksanaan, dan prognosis alopesia androgenika untuk dapat

membantu dokter menentukan diagnosis dan memberikan tatalaksana yang baik.

PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi Rambut

Rambut adalah produk keratin pada folikel rambut, dimana pergerakan

batang rambut diatur oleh otot erektor pili dan memiliki satu kelenjar sebasea tiap

batangnya. Serat rambut terdiri dari tiga lapisan sel yaitu sebuah kutikula luar,

korteks (yang membentuk sebagian besar serat dalam rambut) dan medula8.

Gambar 1. Anatomi folikel rambut8

2

Page 3: Alopesia androgenika

Siklus folikel rambut terjadi seumur hidup sejak dari dalam rahim. Adapun

beberapa fase pertumbuhan rambut normal sebagai berikut (Gambar 2):

1. Fase anagen adalah fase dimana sel-sel matriks melalui mitosis membentuk

sel-sel baru mendorong sel yang lebih tua ke atas. Fase ini lamanya 3 tahun

(1000 hari) dengan rentang waktu 2-6 tahun.

2. Fase katagen adalah fase dimana terjadi masa peralihan yang didahului oleh

penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut

menyempit, bagian di bawahnya melebar dan mengalami kornifikasi sehingga

terbentuk gada (club). Masa peralihan ini berlangsung selama 1-2 pekan.

3. Fase telogen adalah fase istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel dan

berbentuk tunas kecil yang membuat rambut baru sehingga rambut gada akan

terdorong keluar. Fase ini berlangsung selama 3-5 bulan.2

Gambar 2. Siklus pertumbuhan rambut2

Etiologi

1. Faktor Genetik

Pengaruh faktor genetik terhadap kejadian alopesia androgenetika belum

diketahui secara pasti. Menurut Osborn, male pattern balding diturunkan melalui

sifat autosomal dominan pada laki-laki dan autosomal resesif pada

perempuan2,4,8,9. Dengan kata lain, laki-laki memiliki faktor predisposisi kebotakan

3

Page 4: Alopesia androgenika

bila mereka mewarisi gen “BB” ataupun “Bb”, sedangkan perempuan hanya akan

memiliki faktor predisposisi bila mewarisi gen “BB”2,4,8,9. Namun penelitian baru-

baru ini menunjukkan bahwa alopesia androgenika lebih konsisten dengan pola

penurunan poligenik2,4,8,9. Dari sebuah penelitian pada tahun 1984, tidak

ditemukan distribusi bimodal fenotip pada populasi yang jelas mengalami

kebotakan dan yang jelas tidak mengalami kebotakan pada laki-laki dan

perempuan, yang merupakan indikasi penurunan sifat autosomal dominan.

Bersamaan dengan itu, faktor resiko kebotakan meningkat seiring dengan

banyaknya jumlah anggota keluarga yang mengalami kebotakan, menunjukkan

kesesuaian dengan pola penurunan poligenik2,8,9. Dari penelitian Victorian Family

Heart Study, didapatkan 81,5% laki-laki dengan kebotakan memilki ayah yang

juga menderita alopesia androgenika8. Gen penyebab alopesia androgenika masih

terus diteliti. Ellis, et al. menemukan kaitan antara alopesia androgenika dengan

gen polimorfik androgen reseptor pada kromosom X yaitu gen Stu1 RFLP8. Gen

Stu1 RFLP ditemukan lebih banyak pada laki-laki yang menderita alopesia

androgenika yaitu sebanyak 98,1% laki-laki botak 30an tahun dan 92,3% laki-laki

botak 70an tahun8. Selain itu, ditemukan peningkatan 5α-dihydrotestosterone

(DHT) dan 5α-reduktase pada kejadian alopesia androgenika4,8. Kedua enzim

tersebut disintesis oleh gen SRD5A1 dan SRD5A24,8. Banyak gen yang dicurigai

sebagai faktor predisposisi dari alopesia androgenika seperti gen insulin, gen

aromatase, dan area non-rekombinan pada kromosom Y, namun hubungan pasti

gen tersebut dengan alopesia androgenika dan pola kebotakan belum ditemukan

sampai sekarang4,8.

2. Pengaruh Hormonal

Pada masa pubertas, androgen mempengaruhi folikel rambut vellus pada

pubis, axilla, janggut dan dada untuk tumbuh menjadi batang rambut yang lebih

tebal dan panjang8,9. Namun, selama masa pubertas, androgen juga mengakibatkan

batang rambut yang tebal dan berpigmen mengecil dan tumbuh menjadi rambut

vellus8. Tidak ada penjelasan yang pasti mengenai efek yang bertolak belakang

dari androgen8,9. Orang yang mandul, terutama laki-laki, tidak mengalami

4

Page 5: Alopesia androgenika

kebotakan mengindikasikan bahwa alopesia androgenika disebabkan oleh aktivasi

reseptor androgen folikular oleh DHT8. Peningkatan level DHT ditemukan pada

penderita alopesia androgenika, namun mekanisme spesifik pengaruh DHT

terhadap folikel rambut masih belum diketahui8.

Selain pengaruh secara sistemik, androgen juga memiliki pengaruh lokal

terhadap folikel rambut2,4,8. Reseptor androgen hanya terdapat pada sel dermal

papila2,3,8. Namun distribusinya berbeda pada tiap regio dan diketahui bahwa

reseptor androgen paling sedikit ditemukan pada regio oksipital, karena itu

alopesia androgenika tidak pernah mengenai regio oksipital8.

Tipe Alopesia Androgenika

Hamilton-Norwood membagi tingkat kebotakan pada laki-laki beberapa tingkatan

sebagai berikut2:

5

Page 6: Alopesia androgenika

Gambar 4. Klasifikasi male pattern alopecia menurut Hamilton-Norwood2

Tingkat kebotakan pada perempuan juga dibagi dalam beberapa tingkatan

menurut Ludwig sebagai berikut:

Gambar 5. Klasifikasi female pattern alopecia menurut Ludwig8

Kebotakan pada perempuan lebih diffuse dibandingkan pada laki-laki3.

Biasanya terjadi kebotakan pada puncak kepala tanpa melibatkan kerontokan pada

garis rambut bagian frontal2. Kebotakan pada bagian parietal juga dapat terjadi

pada female pattern alopecia2

6

Page 7: Alopesia androgenika

Patogenesis

Reseptor androgen pada folikel rambut hanya terdapat pada dermal

papila2,4,8. Saat androgen memasuki sel dermal papila, gen SRD5A1 dan SRD5A2

akan memproduksi enzim 5α-reduktase yang mengubah androgen menjadi

DHT4,8. Pada penderita alopesia androgenika, gen SRD5A1 dan SRD5A2

memproduksi lebih banyak enzim 5α-reduktase sehingga lebih banya DHT yang

terbentuk4,8. DHT kemudian berikatan dengan reseptor androgen dan masuk ke

dalam nukleus dari sel dermal papila dan terjadi proses transkripsi. Peningkatan

jumlah DHT menyebabkan durasi proses mitosis dari sel sepitel dermal papila

menjadi lebih singkat, sehingga waktu bagi sel dermal papila untuk

berdiferensiasi menjadi lebih sedikit8,10. Proses mitosis yang terganggu ini

menyebabkan dermal papila semakin mengecil pada tiap siklus pertumbuhan

rambut10. Dermal papila mengontrol ukuran dan tebal dari batang rambut yang

tumbuh, karena itu pada penderita alopesia androgenika yang dermal papilanya

mengecil, rambut yang tumbuhpun semakin memendek dan menipis4,8.

Pemendekan durasi miitosis dermal papila juga berarti pemendekan fase

anagen, karena fase anagen sendiri terdiri dari fase mitosis sel dermal papila yang

berdiferensiasi menjadi akar rambut dan batang rambut4,8. Pemendekan fase

anagen mengakibatkan berkurangnya waktu pertumbuhan batang rambut4,8,10.

Gambar 3. Pengecilan dermal papila pada alopesia androgenika9

Gejala klinis

7

Page 8: Alopesia androgenika

Tanda klinis yang penting dari alopesia androgenika adalah batang rambut

yang menipis dan memendek sampai akhirnya digantikan rambut vellus1,2.

Penderita juga sering mengalami kerontokan saat keramas dan menyisir rambut

akibat meningkatnya jumlah rambut telogen2,4,8. Tampak pola kebotakan

frontotemporal dan vertex yang biasa disebut “Professor Angles”, sedangkan pada

perempuan tampak pola yang lebih diffuse dimulai dari puncak kepala2,3. Kulit

kepala tampak licin tanpa rambut dan pori-pori rambut tidak terlihat tanpa

menggunakan loop1,8. Pada kasus yang berat, terkadang ditemukan lesi kulit

berupa skuama seboroik1,2,3.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan trikogram dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis

alopesia androgenika. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mencabut 50 batang

rambut dan menghitung perbandingan jumlah rambut anagen dan telogen1,2. Pada

orang normal, akan didapatkan 80-90% rambut anagen (terdapat selubung putih

yang panjang dibagian akar rambut); sedangkan pada seseorang dengan alopesia

androgenika, jumlah rambut telogen (selubung putih didak nampak, dan bagian

akar rambut lebih besar dan lebar) lebih banyak dibandingkan rambut anagen1,2,8.

Pemeriksaan dermatopatology dapat dilakukan dengan hasil yang

ditemukan adalah pengecilan ukuran folikel rambut dan terkadang hampir atrofi1.

Pemeriksaan hormon yaitu total testosteron, testosteron bebas, sulfat

dehidroepiandrosteron (DHEAS), dan prolaktin dapat dilakukan pada penderita

alopesia androgenika perempuan1.

Penegakan Diagnosis

Diagnosis klinis alopesia androgenika dapat ditegakkan berdasarkan

riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, dan riwayat kebotakan dalam

keluarga1. Dari riwayat perjalanan penyakit, didapatkan kebotakan yang

berlangsung lama dan progesif1,2,8. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,

didapatkan pola kebotakan yang khas yaitu pola “Professor Angles” dimana

tampak kemunduran garis rambut frontal dan kebotakan pada bagian vertex pada

8

Page 9: Alopesia androgenika

pria dan pola kebotakan diffuse dimulai dari puncak kepala pada perempuan1,2,3,8.

Temuan klinis berupa pola yang khas, perjalanan penyakit yang progresif dan

lama, ditambah dengan adanya riwayat kebotakan dalam keluarga, cukup untuk

menegakkan diagnosis alopesia androgenika1,2.

Diagnosis Banding

Terdapat beberapa kemungkinan penyakit lain yang harus dipikirkan saat

menegakkan diagnosis alopesia androgenika yaitu alopesia areata, telogen

effluvium, anemia karena defisiensi besi, gangguan hormon tiroid (hipertiroid,

hipotiroid), dan lupus eritematosus. Pada alopesia areata, lesi berbatas jelas pada

area tertentu ataupun pada seluruh kulit kepala1,3. Berbeda dengan alopesia

androgenika yang lesinya lebih diffuse dimulai dari frontal dan vertex, atau

dimulai dari puncak kepala pada wanita1,2,3. Selain itu, rambut pada alopesia areata

khas disebut exclamation mark hair yang berarti batang rambut menipis ke arah

pangkal dan rambut disekitar lesi tampak normal tapi mudah dicabut1,3. Pada

alopesia androgenika, rambut tampak halus dan memendek sampai akhirnya

batang rambut tidak tumbuh dan hanya tampak rambut vellus1,2,3.

Kerontokan rambut pada telogen effluvium juga terjadi secara diffuse dan

kerontokan rambut terjadi setiap hari1,8. Membedakan telogen effluvium dan

alopesia androgenika cukup sulit dilakukan, diagnosis mungkin dapat dilakukan

dengan cara menganalisa rambut rontok yang mana pada telogen efflovium,

semua rambut yang rontok merupakan rambut telogen1,2. Riwayat kehamilan,

penggunaan pil KB, dan “crash” diet juga digunakan untuk menghilangkan

kemungkinan telogen effluvium1,8.

Tes darah lengkap digunakan untuk menghilangkan kemungkinan

kerontokan rambut akibat anemia defisiensi besi1. Pemeriksaan hormon pada

perempuan seperti total testosteron, testosteron bebas, sulfat

dehidroepiandrosteron (DHEAS), dan prolaktin dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan kerontokan rambut akibat gangguan tiroid1. Sedangkan pada lupus

eritematosus biasanya lesi terjadi pada kepala, hidung, muka, dan leher dimana

9

Page 10: Alopesia androgenika

gambaran lesi berupa makula merah atau bercak meninggi, berbatas jelas dengan

sumbatan keratin pada folikel rambut.2,3

Penatalaksanaan

Terapi alopesia androgenika meliputi terapi sistemik, terapi topikal, dan

terapi kosmetik2,8. Terapi utama untuk alopesia androgenika adalah terapi topikal

dengan solusio minoxidil. Penggunaan topikal solusio Minoxidil 5% 2x per hari

pada laki-laki dengan alopesia androgenika membantu menurunkan jumlah

rambut rontok dan juga meningkatkan pertumbuhan rambut kembali2,8. Minoxidil

terbukti dapat mengubah rambut vellus menjadi batang rambut tebal pada 30%

pasien yang diterapi dengan topikal minoxidil, namun pemulihan sepenuhnya dari

kebotakan hanya ditemukan pada 10% pasien8. Begitu pula pada pasien

perempuan yang diterapi dengan solusio minoxidil 2% 2x per hari, terjadi

peningkatan pertumbuhan rambut pada kurang lebih 60% penderita female pattern

alopecia8.

Obat sistemik dapat juga diberikan bersama dengan obat topikal. Pada

pasien laki-laki yang mengalami kebotakan dapat diberikan Finasterid yang

merupakan antagonis dari enzim 5α-reduktase dengan dosis 1mg per hari2,8.

Pengobatan oral dengan antiandrogen seperti Spironolactone digunakan untuk

perempuan dengan alopesia androgenika karena antiandrogen dapat memblokir

reseptor dari DHT dan menghambat biosintesis dari androgen8. Spironolactone

diberikan dengan dosis 100-300mg/hari, namun dosis yang biasa digunakan

adalah 200mg/hari8. Terapi kombinasi dari obat topikal dan sistemik baik pada

laki-laki maupun perempuan dilakukan selama 6 bulan dan kemudian dilakukan

pemantauan kembali2,8.

Terapi kosmetik pada pasien alopesia areata biasanya dengan

menggunakan wig atau rambut palsu. Umumnya wig hanya digunakan pada

pasien wanita dan jarang pada pasien laki-laki1,2,8. Selain itu, berbagai prosedur

operasi dapat dilakukan antara lain hair grafts dan implantasi rambut2,8. Hair

grafts dilakukan untuk menyebar rambut pada bagian perietal dan oksipital merata

pada seluruh kulit kepala8. Sedangkan untuk transplantasi rambut masih terus

10

Page 11: Alopesia androgenika

mengalami perbaikan karena implantasi serat rambut pada kulit kepala dapat

menyebabkan komplikasi berupa infeksi8.

Penderita alopesia androgenika sering mengalami psikologis seperti

frustasi dan kehilangan rasa percaya diri terutama pada perempuan, karena itu

dianjurkan untuk memberikan terapi psikologis bagi penderita alopesia6,7.

Tidak ada terapi yang efektif untuk menghambat progesivitas dari alopesia

andogenika, meskipun pengobatan tetap bisa dilakukan, batang rambut tidak dapat

tumbuh selebat dan setebal dulu1,2. Keberhasilan terapi alopesia androgenika

bergantung secara subjektif kepada kepuasan dari penderita terhadap hasil dari

terapi, karena pasien perlu diberikan infromasi mengenai alopesia androgenika itu

sendiri yang merupakan penyakit akibat faktor keturunan dan hormon1,2,3. Pasien

perlu diberi informasi mengenai cara pengobatan yang lama dan harus teratur

serta efek samping dari pengobatan.

Prognosis

Sebanyak 30-60% pasien penderita alopesia androgenika mengalami

perbaikan setelah diberikan terapi topikal dan sistemik, meskipun tidak

sepenuhnya mengembalikan kondisi rambut seperti semula8. Selain itu, hair grafts

dapat membantu memperbaiki kebotakan dan menghasilkan garis rambut frontal

yang cukup natural8. Keberhasilan dari terapi sendiri bergantung secara subjektif

pada kepuasan penderita dengan hasil yang dicapai6.

KESIMPULAN

Alopesia androgenika (AGA) adalah kebotakan progresif umum yang terjadi

akibat pengaruh faktor predisposisi genetik dan androgen terhadap folikel

rambut1,2. Female pattern alopecia juga sering disebut alopesia androgenika

karena karakteristik kebotakan yang sama dengan AGA yaitu ditandai dengan

pemendekan fase anagen, pemanjangan fase telogen, dan pengecilan folikel

rambut yang mengakibatkan batang rambut tumbuh semakin menipis pada setiap

siklus2. Kebotakan dimulai pada usia 20-an atau awal usia 30-an dengan pola yang

khas yaitu fronto temporal dan vertex sehingga garis rambut tampak mundur,

11

Page 12: Alopesia androgenika

menyisakan rambut di bagian parietal saja2,3. Sedangkan pada perempuan, pola

kebotakan lebih diffuse dan dimulai dari puncak kepala2,3.

Prevalensi alopesia androgenika pada kelompok laki-laki ras Kaukasia

mencapai 30% pada usia 30-an tahun dan 50% pada usia 50-an tahun4. Angka

kejadian alopesia androgenika meningkat seiring dengan pertambahan usia baik

pada laki-laki maupun perempuan. Ras dan jenis kelamin terbukti memiliki

hubungan dengan peningkatan angka kejadian alopesia androgenika. Prevalensi

alopesia androgenika pada laki-laki Afrika mencapai empat kali lebih rendah

dibandingkan pada ras Kaukasia begitu pula dengan ras Asia2,4,5. Etiologi dan

patogenesis belum diketahui jelas tetapi terdapat beberapa teori yang diduga

berhubungan dengan kejadian alopesia areata antara lain faktor genetik dan

hormonal2,4,8,9.

Pada alopesia androgenika, batang rambut di bagian kebotakan akan

menipis dan memendek sampai akhirnya digantikan rambut vellus akibat

pemendekan fase anagen, pemanjangan fase telogen, dan pengecilan folikel

rambut1,2,8. Batang rambut akan terus memendek dan menipis sampai akhirnya

batang rambut tidak tumbuh melewati kulit kepala sehingga kulit kepala tampak

licin tanpa rambut dan pori-pori rambut tidak terlihat tanpa menggunakan loop1,8.

Terapi alopesia androgenika meliputi terapi topikal solusio minoxidil,

sistemik antiandrogen dan antagonis 5α-reduktase, operasi ,dan terapi kosmetik

dengan wig2,8. Sebanyak 30-60% pasien penderita alopesia androgenika

mengalami perbaikan setelah diberikan terapi topikal dan sistemik, meskipun

tidak sepenuhnya mengembalikan kondisi rambut seperti semula8. Selain itu, hair

grafts dapat membantu memperbaiki kebotakan dan menghasilkan garis rambut

frontal yang cukup natural8.

12

Page 13: Alopesia androgenika

DAFTAR PUSTAKA

1. Disorders of Hair Follicles and Releated Disorders. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas &Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Company, 2009; p. 68-75.

2. Paus R, Olsen EA, Messenger AG. Disorders of Hair and Nails. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. Chicago: McGraw-Hill Company, 2008; p. 766-769.

3. Diseases of the Skin Appendages. In: James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrews’ Disease of The Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: WB Saunders Company, 2006; p. 749-752.

4. Ellis JA, Sinclair R, Harrap SB. Androgenetic Alopecia: Pathogenesis and Potential for Therapy. Cambridge University Press, 2002. Available from: http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=202002, 19 November 2002.

5. Wang TL, et al. Prevalence of Androgenetic Alopecia in China: a Community-based Study in Six Cities. Available from: http://www.pkuph.com.cn/medicine/lib/sci_web_pdf/pk-wangtl.pdf, British Journal of Dermatology 2010;162;843-847.

6. Stough D, et al. Psychological Effect, Pathophysiology, and Management of Androgenetic Alopecia in Men. Available from: http://www.singlehair.com/articles/Mayo_Clinic_Psychological_Effect.pdf, October 2005;80(10):1316-1322.

7. Cash TV, Price PV, Savin RC. Psychological Effects of Androgenetic Alopecia on Women: Comparisons with Balding Men and with Female Control Subjects. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8408792, Old Dominion University, 1993 Oct;29(4):568-75.

8. Berker DAR, Messenger AG, Sinclair RD. Disorders of Hair. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed.. Massachusetts: Blackwell Publishing Company, 2004; pp. 63.15–63.30.

9. Sinclair RD. Male Androgenetic Alopecia. Available from: http://www.hairlossfight.com/research/male_androgenetic_alopecia.pdf, JMHG Elsevier Ireland, Desember 2004;Vol. 1;No. 4;pp. 319–327.

10. Rebora A. Pathogenesis of Androgenetic Alopecia. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15097964, University of Genoa Italy, 2004 May;50(5):777-9.

13