Akidah Sebagai Dasar Pendidikan Akhlak

Embed Size (px)

Citation preview

AKIDAH SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN AKHLAK Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu, jika seseorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, Akidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya dengan benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkan-Nya. Adapun yang dapat menyempurnakan akidah yang benar terhadap Allah adalah berakidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul utusan-Nya yang mempunyai sifat jujur dan amanah dalam menyampaikan risalah Tuhan Mereka. Keyakinan terhadap Allah, Malaikat, Kitab, dan para Rasul-rasul-Nya berserta syariat yang mereka bawa tidak akan dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan akan adanya hari Ahkir dan kejadian-kejadian yang menggiringnya seperti hari kebangkitan, pengmpulan, perhitungan amal dan pembalasan bagi yang taat serta yang durhak dengan masuk surga atau masuk neraka. Di samping itu, akidah yang benar kepada Allah harus diikuti pula dengan akidah atau kepercayaan yang benar terhadap kekuatan jahat dan setan. Merekalah yang mendorong manusia untuk durhaka kepada Tuhannya. Mereka menghiasi manusia dengan kebatilan dan syahwat. Merekalah yang merusak hubungan baik yang telah terjalin di antara sesamanya. Demikianlah tugas tugas setan sesuai dengan yang telah digariskan Allah dalam penciptaannya, agar dia dapat memberikan pahala kepada orang-orang yang tidak mengikuti setan dan menyiksa orang yang menaatinya. Dan semua ini berlaku setelah Allah memerpingatkan umat manusia dan mengancam siapa saja yang mematuhinya setan tersebut. Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikannya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang akan mengantarkan mereka mendapatkan ridha Allah dan akan membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Ketidakberesan dan adanya keresahan yang selalu menghiasi kehidupan manusia timbul sebagai akibat dari penyelewengan terhadap akhlak akhlak yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Penyelewengan ini tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada kesalahan dalam berakidah, baik kepada Allah. Malikat, rasul, kitab-kitab-Nya maupun hari Akhir. Untuk menjaga kebenaran pendidikan akhlak dan agar seseorang selalu dijalan Allah yang lurus, yaitu jalan yang sesuai dengan apa yang telah digariskan-Nya, maka akidah harus dijadikan dasar pendidikan akhlak manusia. DEFINISI AKHLAK 1.Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali Kata al-khalq Fisik dan al-khuluq akhlak adalah dua kata yang sering dipakai bersaman. Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya si fulan baik lahirnya juga batinnya. Sehingga yang dimaksud dengan kata al-khalaq adalah bentuk lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya.

Hal ini karena manusia tersusun dari fisik yang dapat dilihat dengan mata kepala, dan dari ruh yang dapat ditangkap dengan batin. Masing-masing dari keduanya memiliki bentuk dan gambaran, ada yang buruk ada pula yang baik. Dan ruh yang ditangkap oleh mata batin itu lebih tinggi nilainya dari fisik yang ditangkap dengan penglihatan mata. Yang dimaksud dengan ruh dan jiwa di sini adalah sama. Kata al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perubahanperubahan dengan mudah tanbpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk. Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata, dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga terwujudlah keindahan lahir manusia itu. Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq akhlak. Jika keempat rukun itu terpenuhi, indah dan saling bersesuaian, maka terwujudlah keindahan akhlak itu. Keempat rukun itu antara lain: 1)Kekuatan ilmu 2)Kekuatan marah 3)Kekuatan syahwat 4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi 1)Kekuatan Ilmu Keindahan dan kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga menjadi mudah mengetahui perbedaan antara juur dan dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan kebatilan dalam beraqidah, dan antara keindahan dan keburukan dalam perbuatan. Jika kekuatan ini telah baik, maka lahirlah buak hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak akhlak yang baik. Seperti difirmankan Allah SWT., ..Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak . (Al-Baqarah: 269). 2)Kekuatan marah Keindahannya adalah jika mengeluarkan marah itu dan penahannya sesuai tuntutan hikmah. 3)Kekuatan syahwat Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia berada di bawah perintah hikmah. Maksudnya perintah akal dan syariat. 4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi Adalah kekuatan dalam mengendalikan syahwat dan kemarahan di bawah perintah akal dan syariat. Perumpamaan akal adalah seperti seorang pemberi nasihat dan pemberi petunjuk Kekuatan keadilan adalah kemampuan, dan perumpamaannya adalah seperti pihak yang menjadi pelaksana dan pelaku bagi perintah akal. Dan kemarahan adalah tempat yang padanya dilaksanakan perintah tadi itu. Perumpamaannya adalah seperti anjing pemburu, yang perlu dilatih, sehingga gerak-geriknya sesuai dengan perintah, bukan sesuai dengan dorongan syahwat dirinya. Sementara perumpamaan syahwat adalah seperti kuda yang ditunggangi untuk mencari hewan

buruan, yang terkadang jinak dan menuruti perintah, dan terkadang pula binal. Siapa yang dapat mewujudkan kesimbangan unsur-unsur tadi, ia pun menjadi sosok yang berakhlak baiks secara mutlak. Sementara orang yang hanya dapat mewujudkan keseimbangan sebagian unsur itu saja, maka ia menjadi orang yang berakhlak baik jika dilihat pada segi yang baik itu saja, seperti orang yang sebagian wajahnya indah, sementara sebagian lainnya buruk. Keindahan kekuatan kemarahan dan keseimbangannya digambarkan dengan keberanian Keindahan kekuatan syahwat dan keseimbangannya digambarkan dengan sifat iffah menjaga kesucian diri Jika kekuatan marah seseorang cenderung ke arah bertambah maka ia dinamakan dengan tahwwur sembrono. Sedangkan, jika cenderung melemah dan berkurang maka dinamakan pengecut. Jika kekuatan syahwat cenderung bertambah maka ia dinamakan serakah, sedangkan jika cenderung melemah dan berkurang dinamakan statis. Yang terpuji adalah sikap seimbang yang merupakan keutamaan, sedangkan dua sikap yang cenderung bertambah dan melemah adalah dua hal yang tercela. Sedangkan keadilan, jika ia terluput maka ia tak mempunyai dua sisi ekstrem, berlebihan atau kurang, tapi ia mempunyai satu lawan dan antonimnya, yaitu kezaliman. Sementara hikmah, tindakan menguranginya ketika menggunakannya dalam perkara-perkara yang tidak baik dinamakan kebusukan dan kerendahan. Sementara tindakan berlebihan padanya dinamakan kedunguan. Maka sikap pertengahannyalah yang dinamakan dengan hikmah. Dengan demikian, pokok-pokok utama akhlak ada empat, yaitu: Hikmah, keberanian, iffah, menjaga kesucian diri, dan keadilan. Hikmah adalah kondisi kekuatan kemarahan yang tunduk kepada akal, dalam maju dan mundurnya. Kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat dengan kendali akal dan syariat. Keadilan adalah kondisi jiwa dan kekuatannya memimpin kemarahan dan syahwat, dan membimbingnya untuk berjalan sesuai dengan tuntutan hikmah, juga memegang kendalinya dalam melepas dan menahannya, sesuai dengan tuntutan kebaikan. Dari keseimbangan pokokpokok tersebut, terwujudlah seluruh akhlak yang mulia.

2.Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariif al-Jurjani Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Tarifat sebagai berikut: Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merennung. Jika sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk kemudian Al-Jurjani kembali berkata Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan kadang-kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan, selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya. Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang akhlaknya dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan karena ia tidak punya uang atau karena ada halangan. Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma, karena ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer

Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak berbeda dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini mengambil ilmu dari sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits yang menyifati akhlak yang baik atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh akal dan syariat. 3.Menurut Ahmad bin Musthafa (Thasy Kubra Zaadah) Ia seorang ulama ensiklopedia mendefinisikan akhlah sebgai berikut; Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat. Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua keburukan, yakni sebagai berikut: Hikmah, merupakan kesempurnaan kekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah, dan yang kedua adalah berlebihan. Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya keberanian dan yang kedua adalah berlebihan keberanian. Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat tersebut, sedangkan yang kedua adalah berlebihnya sifat tersebut. Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang, dan masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan anatara dua keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu akhlak disebutkan penjelasan detail tentang hal-hal ini. Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari posisi pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan itu Topik ilmu ini adalah insting insting diri, yang membuatnya berada di posisi petengahan antara sikap mengurangi dan berlebihan Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, Tuan raja, hendaknya anda bersikap pertengahan dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan mengurangi adalah kelemahan Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna dalam perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi sosok yang terpuji 4.Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi Ia berkata, Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak. Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak. Segala tindakan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu seperti Qudrat kemampuan berbeda dengan dudrat, yaitu ia tidak wajib ada bersama makhluk ketika ia mengerjakan sesuatu

seperti wajibnya hal itu menurut para ulama Asyari dalam masalah Qudrat Kemudian at-Tahanawi berkata, Akhlah terbagi atas hal sebagai berikut Keutamaan, yang merupakan dasar bagi apa yang sempurna Kehinaan, yang merupakan dasar bagi apa yang kurang Dan selain keduanya yang menjadi dasar bagi selain kedua hal itu Penjelasannya adalah bahwa jiwa yang mampu berbicara, ketika berkaitan enggan fisik dan Pengendalian atas fisik, serta memerlukan tiga kekuatan Pertama, kekuatan yang mampu memikirkan apa yang dibutuhkan dalam membuat perencanaan dan aturan. Yang dinamakan dengan kekuatan akal, kekuatan berbicara, insting, dan jiwa yang tenang dan dikatakan pula sebagai kekuatan yang menjadi dasar untuk memahami hakikathakikat, keinginan untuk memperhatikan akibat-akibat setiap perbuatan, dan membedakan antara yang mendatangkan manfaat dan mengasilkan kerusakan. Kedua, kekuatan yang mendorong seseorang untuk mendapatkan apa yang memberi manfaat bagi fisiknya dan cocok dengannya, seprti makanan, minuman dan lainnya, dan hal itu dinamakan dengan kekuatan syahwat, unsur hewani dan nafsu amarah Ketiga, kekuatan yang dapat menghindari seseorang dari sesuatu yang dapat merusak dan membuat pedih tubuhnya, dan hal itu dikatakan pula sebagai dasar untuk maju dalam keadaan sulit, dan pendorong untuk berkuasa dan meningkatkan derajat diri. Kekuatan ini dinamakan dengan kekuatan amarah dan ganas, serta nafsu lawwanah. Kemudian ia berkata bahwa dari keseimbangan kondisi kekuatan instingtif lahirlah Hikmah, Hikmah itu adalah suatu keadaan kekuatan akal praktis yang berada pada posisi pertengahan antara berfikir terlalu mengkhayal kondisi berlebih dari kekuatan ini, yaitu ketika seseorang menggunakan kekuatan pemikiran untuk memikirkan apa yang tak seharusnya dipikirkan, seperti perkara-perkara yang mustasyaabihat samat dan bentuk yang tak seharusnya sperti menyalahi syariat. Dan antara kebodohan dan kedunguan yang merupakan kondisi kekurangan Hikmah, yaitu ketika seseorang mematikan kekuatan berfikirnya secara sengaja. Dan berhenti dari mendapatkan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Keseimbangan kekuatan syahwat melahirkan sifat iffah menjaga kesucian diri iffah itu sendiri adalah kekuatan syahwat yang moderat antara bertindak berlebihan dan melanggar etika sifat kurangnya berarti jatuh dalam terus mengikuti dorongan merasakan kelezatan apa yang ia senangi, dengan kesatisan sifat lebihnya iffah yang merupakan kondisi vakum dari usaha mendapatkan kelezatan sesuai dengan kadara yang diperbolehkan akal dan syariat. Dalam sifat iffah tersebut nafsu syahwat tunduk terhadap kekuatan Pikiran Kesimbangan kekuatan marah melahirkan keberanian. Keberanian itu adalah suatu kondisi kekuatan marah, yang bersifat moderat antara tindakan sembrono yang merupakan kondisi berani yang berlebihan yaitu maju untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan sifat pengecut, sikap khawatir atas apa yang tak seharusnya dikhawatirkan, dan ia adalah kondisi kurang berani. Dalam kekuatan keberanian ini, sifat buas menjadi tunduk kepada kekuatan berfikir, sehingga maju dan mundurnya kekuatan ini sesuai dengan pertimbangan pemikiran, tanpa mengalami kebingungan ketika menghadapi masalah-masalah besar, dan karena itu perbuatannya menjadi indah dan kesabarannya menjadi terpuji. Jika keutamaan yang tiga itu bercampur, maka terjadilah dari percampuran itu kondisi yang sama, yaitu keadilan. Karena hal ini, maka keadilan digambarakan sebagai sikap tengah atau moderat, dan itulah yang dimaksud dengan Sabda Rasulullah sawa ini

Paling baik perkara adalah yang pertengahan Kemudian at-Tahanawi meneruskan perkataannya, dan ia pun berbicara tentang akhlah yang agung, ia berkata bahwa akhlak agung bagi para shalihin adalah berpaling daru dua semesta, dan menghadap hanya kepada Allah semata secara total. Al-Wasithi berkata bahwa akhlak yang agung adalah tidak memusuhi dan tidak dimusuhi Athaa berkata bahwa akhlak yang agung adalah melepaskan pilihan dan penolakannya atas segala kesulitan dan cobaan yang diturunkan Allah SWT. Akhlak yang agung bagi Nabi SAW adalah yang disinyalir dalam firman Allah SWT Dan sesungguhnya kamu benar-benar-benar berbudi pekerti yang agung (al-Qalam:4) dans sesuai yang dikatakan oleh Aisyah r.a bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur'an, yang bertindak sesuai dengan Al-Qur'an dan telah tertanam kuat dalam diri, sehingga beliau menjalaninya tanpa kesulitan.

5.Kesimpulan Para ulama Islam yang menulis tentang akhlak itu menjelaskan bahkan menkankan pa yang diperhatikan oleh para penulis barat, yaitu bahwa akhlak yang baik adalah apa yang dinilai baik oleh akal dan syariat. Sedangkan akal saja tak cukup untuk menilai baik dan buruknya suatu perbuatan. Oleh karena itu, Allah mengutus para Rasul dan menurunkan pertimbangan (Kitab Suci) bersama mereka yang memperlakukan manusia dengan penuh keadilan Demikianlah, ukuran akhlak yang baik jika sesuai dengan syariat Allah. Berhak mendapatkan ridha-Nya dan dalam memegang akhlak yang baik ini sambil memperhatikan pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat kebaikan dunia dan akherat Sub judul ini berbicara tentang segi etimologi pendidikan akhlak, maka kami masih perlu penjelasan dimensi-dimensi maknawi bagi pendidikan bagi pendidikan akhlak ini.

http://murtadinkafirun.forumotion.net/t9801-akhlakul-karimah

Akhlakul Karimahhamba tuhan on Mon 28 Feb 2011 - 15:14Akal dan nurani seorang setiap manusia dapat dilihat melalui kelakuan yang biasa ia tampakkan dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang. Aisyah ra pernah menuturkan: Rasulullah bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan. (HR. Ahmad) Al-Husein cucu Rasulullah saw menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasulullah saw terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: Beliau saw senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Seorang lelaki menemui Rasulullah saw dan bertanya, Ya Rasulullah, apakah agama itu?. Rasulullah saw menjawab, Akhlak yang baik. Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kanannya dan bertanya, Ya Rasulullah, apakah agama itu?. Nabi saw menjawab, Akhlak yang baik. Kemudian ia menghampiri Nabi saw dari sebelah kiri dan bertanya, Ya Rasulullah, apakah agama itu?. Dia bersabda, Akhlak yang baik. Kemudian ia mendatanginya dari sebelah kirinya dan bertanya, Apakah agama itu?. Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda, Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik. (al-Targhib wa al-Tarhib 3:405) Nabi saw bersadba, Aku menjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang-orang yang berakhlak baik. (HR. Abu Dawud) Dengan demikian, ibadah dan akhlak merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ibadah dan akhlak laksana pohon dengan buahnya. Kualitas akhlak merupakan cermin dari kualitas ibadah seseorang. Setiap manusia pastilah memiliki akhlak. Dan setiap akhlakqul karimah merupakan buah dari ketaataannya kepada Allah swt. Kata akhlak secara etimologi berasal dari kata al-akhlaaqu yang merupakan bentuk jamak dari kata alkhuluqu yang berarti tabiat, kelakuan, perangai, adat kebiasaan atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.

Pengertian Akhlak Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan nilainilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran. Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah. Peranan Akhlakul Karimah Dalam Kehidupan Aqidah yang kuat merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan Islam. Kemudian syariah dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan membuatnya semakin rimbun, tampak subur, teduh dan kian menjulang. Sementara akhlak adalah buah yang akan dihasilkan oleh pohon yang berakarkan aqidah serta bercabang syariah dan berdaun ibadah. Pohon yang baik, tentunya akan menghasilkan buah yang baik. Maka aqidah, syariah serta ibadah yang mantab tentunya akan menghasilkan akhlak yang mantab pula, yaitu akhlakul karimah. Akhlak merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat mendasar dan vital. Hal ini dibuktikan dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka bumi ini yang tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, sebagimana tertuang dalam salah satu hadits Rasulullah saw yang artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda: Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) Berdasarkan hadits di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya akhlak yang mulia bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun bagi seluruh manusia. dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. QS. Al Anbiyaa: 107 Ayat ini dikaitkan dengan hadits yang berbunyi Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) menyiratkan satu isyarat bahwa Rasulullah saw diutus untuk akhlak manusia yang merupakan kunci untuk mendapatkan rahmat Allah swt. Akhlak mulia menjadi salah satu perintah vital di dalam Al Quran yang dilaksanakan dengan meneladani Rasulullah saw.

Aisyah ra. ditanya mengenai akhlaq Rasulullah saw, maka beliau menjawab Akhlaq Rasulullah adalah Al Quran. (HR. Muslim) Dunia ini adalah alam sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau bahkan hewan dan tumbuhan untuk dapat saling berinteraksi dengan baik. Dan itulah urgensi dari akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat melahirkan kehidupan sosial yang tenteram tanpa gontok-gontokan. Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. QS. Adz Dzariyaat:56 Dan tentunya, ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu. Nabi saw bersabda, Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?. Mereka menjawab, Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Beliau lalu menjelaskan, orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya. Namun ia pernah mencela orang, mencaci orang, memakan harta orang, memukul dan menumpakan darah orang. Maka iapun harus memberikan pahala baiknya kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua, diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka iapun dilemparkan ke neraka. (HR. Muslim dan Tirmidzi) Rasulullah saw bersabda, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman. Mereka bertanya, Siapa ya Rasul?. Beliau menjawab, Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari keburukannya. (HR. Muslim dan Imam Ahmad) Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, Wahai Rasulullah, fulanah terkenal rajin mengerjakan shalat, berpuasa dan berzakat. Hanya saja, ia sering menyakiti tetangganya. Rasul saw menjawab, Dia di neraka. Lalu disebutkan ada seorang wanita yang shalat, puasa dan zakatnya biasa saja tetapi ia tidak menyakiti tetangganya. Maka Rasul saw menjawab, Dia di surga. Bagaimana mungkin seorang yang rajin beribadah dapat masuk neraka, sementara yang biasa-biasa saja masuk surga hanya karena yang rajin beribadah suka menyakiti tetangganya sedangkan yang biasa-biasa saja tidak pernah menyakiti tetangganya? Mudah saja. Loginya, seorang yang biasa menyakiti tetangganya tentunya ia mempunyai hutang yang harus dibayar di akhirat. Bagaimana jika hutang atau dosa kepada tetangganya itu ternyata jauh lebih besar ketimbang amal ibadahnya? Tentu saja jawabannya adalah Neraka. Yang harus kita ingat adalah, kita tidak pernah tahu bahwa keburukan yang kita lakukan kepada sesama dan kita anggap sepele ternyata besar di mata Allah swt karena meninggalkan luka yng teramat mendalam di hati hamba-Nya. Sebaliknya, kita juga tidak pernah tahu

manakala amala ibadah yang kita sangka sangat besar, ternyata sangat sepele bahkan tidak bernilai di mata Allah swt karena berunsur riya dan sebagainya. Wallahualam Syarat-Syarat (Kriteria) Akhlak Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai akhlak jika ia memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: 1. Dilakukan berulang-ulang (continue). Jika dilakukan sekali saja atau jarang-jarang maka tidak dapat disebut sebagai akhlak. Sebagai contoh: jika seseorang tiba-tiba memberi hadiah kepada orang lain karena alasan tertentu maka orang tersebut tidak dapat dikatakan berakhlak mulia. 2.Timbul dengan sendirinya, tanpa pikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi kebiasan baginya. Jika suatu pernuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa maka perbuatan itu bukanlah pencerminan akhlak. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, 1993:102) Sifat Akhlak Islami Bagaimanakah yang dimaksud dengan akhlak Islami? Akhlak Islami bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, sifatnya tetap (tidak berubah-ubah) dan ia berlaku untuk selamanya-lamanya. Sedangkan etika dan moral hanya bersumber dari adat istiadat dan pikiran manusia, ia hanya berlaku pada waktu tertentu dan di tempat tertentu saja, ia selalu berubah-ubah (berubah-ubah seiring bergantinya masa dan kepemimpinan). Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos yang berarti kebiasaan. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Baik dan buruk dalam pandangan akhlak adalah bergantung pada Al Quran dan Hadits yang selamanya tidak akan pernah berubah. Sedangkan dalam pandangan etika dan moral, baik dan buruk adalah bergantung kepada adat istiadat dan pemikiran manusia yang masih berlaku di suatu waktu dan tempat. KESIMPULAN Kemuliaan akhlak adalah maklumat utama bagi ajaran Islam sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw tentang tujuan pengutusan beliau ke muka bumi: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) Berdasarkan pengertiannya, maka akhlak bukanlah sesuatu yang ada dan melekat pada diri seseorang dengan sendirinya, melainkan ditanam dan dilekatkan melalui suatu usaha atau proses (pembiasaan). Fungsi akhlakul karimah dalam kehidupan adalah sebagai buah dari satu-satunya latar belakang diciptakannya manusia, yaitu untuk beribadah (menyembah) kepada Allah swt. Karena akhlakul karimah merupakan cermin dari berbagai aktivitas ibadah kepada Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini maka ibadah hanyalah sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki nilai dan manfaat apa-apa.

Materi tambahan bebashttp://id.wikipedia.org/wiki/Aqidah

Akidah (Bahasa Arab: ; transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Etimologi 2 Pembagian akidah tauhid 3 Catatan kaki 4 Referensi 5 Pranala luar

[sunting] EtimologiDalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu ( ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu ( ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( ) yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1] Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikatmalaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.[3]

[sunting] Pembagian akidah tauhidWalaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:

Tauhid Al-Uluhiyyah, mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata. Tauhid Ar-Rububiyyah, mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini. Tauhid Al-Asma' was-Sifat, mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.

Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4] Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.[5]

http://alislamu.com/aqidah/683-definisi-aqidah.html Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) : Kata "aqidah" diambil dari kata dasar "al-aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).

"Al-Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " Aqdan" (ikatan sumpah), dan " Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89). Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan alMu'jamul Wasiith: (bab: Aqada). Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah. Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi) Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

Aqidah Islamiyyah: Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah SAW.

Aqidah Islamiyyah: Jika disebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Nama lain Aqidah Islamiyyah: Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman. Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu aqidah. Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 33-35.

http://www.shiar-islam.com/doc50.htm

AKHLAK YANG MULIAOleh Syed Hasan Alatas Nabi s.a.w.bersabda yang maksudnya: "Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan budipekerti yang mulia."(H.R.Ahmad) Akhlak ataupun budipekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik akan membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat syaitoniah, berpegang teguh kepada sendi-sendi keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan, kerakusan dan kezaliman. Manusia yang berakhlak mulia, suka tolong menolong sesama insan dan makhluk lainnya. Mereka senang berkorban untuk kepentingan ersama.Yang kecil hormat kepada yang tua,yang tua kasih kepada yang kecil.Manusia yang memiliki budi pekerti yang mulia, senang kepada kebenaran dan keadilan, toleransi, mematuhi janji, lapang dada dan tenang dalam menghadapi segala halangan dan rintangan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke darjat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan

membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya. Nabi s.a.w.bersabda yang bermaksud: "Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik akhlaknya."(H.R.Ahmad) Manusia yang paling baik akhlaknya ialah junjungan kita Nabi s.a.w. sehingga budi pekerti beliau tercantum dalam al-Quran, Allah berfirman yang maksudnya: "Sesungguhnya engkau (Muhammad), benarbenar berbudi pekerti yang agung. "Sesuatu Ummat bagaimanapun hebat Kekuatan dan Kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya telah binasa, maka Ummat itu akan mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak, mereka sanggup melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya. Mereka sanggup berbohong, membuat fitnah, menjual marwah diri dan keluarga, malah dengan tidak segan silu lagi dia menjual Agama dan Negaranya.

Membangun Akhlakul KarimahPosted by WD on September 6, 2011 Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. (Al-Araaf: 199) Ayat ini menurut Az-Zamaksyari dan Ibnu Asyur termasuk kategori Ajmau Ayatin fi Makarimil Akhlak, ayat yang paling komprehensif dan lengkap tentang bangunan akhlak yang mulia, karena bangunan sebuah akhlak yang terpuji tidak lepas dari tiga hal yang disebutkan oleh ayat diatas, yaitu memaafkan atas tindakan dan prilaku yang tidak terpuji dari orang lain, senantiasa berusaha melakukan dan menyebarkan kebaikan, serta berpaling dari tindakan yang tidak patut.

Imam Ar-Razi pula memahami ayat ini sebagai manhaj yang lurus dalam bermuamalah dengan sesama manusia yang jelas menggambarkan sebuah nilai akhlak yang luhur sebagai cermin akan keluhuran ajaran Islam, terutama di tengah ketidak menentuan bangunan akhlak umat ini. Secara tematis, mayoritas tema surah Al-Araaf memang berbicara tentang prilaku dan perbuatan tidak bermoral dan jahil orang-orang musyrik, maka menurut Ibnu Asyur, sesungguhnya ayat ini merupakan solusi yang ditawarkan oleh Al-Quran atas perilaku umumnya orang-orang musyrik. Bahkan posisi ayat ini yang berada di akhir surah Al-Araaf sangat tepat dijadikan sebagai penutup surah dalam pandangan Sayid Quthb dalam tafsir Fi Dzilalil Quran karena merupakan arahan dan taujih langsung Allah swt kepada Rasul-Nya Muhammad saw dan orang-orang yang beriman bersama beliau saat mereka berada di Makkah dalam menghadapi kebodohan dan kesesatan orang-orang jahiliyah di Makkah pada periode awal perkembangan Islam. Berdasarkan tematisasi ayat yang berbicara tentang akhlak memaafkan, maka ayat yang mengandung perintah memaafkan ternyata ditujukan khusus untuk Rasulullah SAW sebagai teladan dalam sifat ini. Dalam surah Al-Baqarah: 109 misalnya, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar tetap menjunjung tinggi akhlak memaafkan kepada setiap yang beliau temui dalam perjalanan dakwahnya. Allah swt berfirman, Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Bahkan dalam surah Ali Imran: 159, Allah menggambarkan rahasia sukses dakwah Rasulullah saw yang dianugerahi nikmat yang teragung dari Allah swt yaitu nikmat senantiasa bersikap lemah lembut, lapang dada dan memaafkan terhadap perilaku kasar orang lain , Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Secara redaksional, perintah memaafkan dalam ayat Makarimil Akhlak di atas bersifat umum dalam segala bentuknya. Ibnu Asyur menyimpulkan hal tersebut berdasarkan analisa bahasa pada kata Al-Afwu yang merupakan lafadz umum dalam bentuk tariful jinsi (keumuman dalam jenis dan bentuk memaafkan). Memaafkan disini bisa diartikan sebagai sikap berlapang dada, tidak membalas prilaku buruk orang, bahkan mendoakan kebaikan untuk mereka. Namun tetap keumuman Al-Afwu disini tidak mutlak dalam setiap keadaan dan setiap waktu, seperti terhadap orang yang membunuh sesama muslim dengan sengaja tanpa alasan yang benar, atau terhadap orang yang melanggar aturan Allah swt secara terang-terangan berdasarkan nash AlQuran dan hadits yang mengecualikan keumuman tersebut. Demi keutamaan dan keagungan kandungan ayat diatas, Rasulullah saw menjelaskannya sendiri dalam bentuk tafsir nabawi yang tersebut dalam musnad Imam Ahmad dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah saw pernah memberitahukan kepadanya tentang kemuliaan akhlak penghuni dunia. Rasulullah saw berpesan: Hendaklah kamu menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang justru berusaha memutuskannya, memberi kepada orang yang selalu berusaha

menghalangi kebaikan itu datang kepadamu, serta bersedia memaafkan terhadap orang yang mendzalimimu. Penafsiran Rasulullah saw terhadap ayat diatas sangat jelas korelasinya. Seseorang yang menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya berarti ia telah memaafkan. Seseorang yang memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian berarti ia telah datang kepadanya dengan sesuatu yang maruf. Serta seseorang yang memaafkan kepada orang yang telah berbuat aniaya berarti ia telah berpaling dari orang-orang yang jahil. Bahkan secara aplikatif, perintah ayat ini mampu membendung emosi Umar bin Khattab saat mendengar kritikan pedas Uyainah bin Hishn atas kepemimpinan Umar. Uyainah berkata kepada Umar, Wahai Ibnu Khattab, sesungguhnya engkau tidak pernah memberi kebaikan kepada kami dan tidak pernah memutuskan perkara kami dengan adil. Melihat reaksi kemarahan Umar yang hendak memukul Uyainah, Al-Hurr bin Qays yang mendampingi saudaranya Uyainah mengingatkan umar dengan ayat Makarimil Akhlak, Ingatlah wahai Umar, Allah telah memerintahkan nabi-Nya agar mampu menahan amarah dan memaafkan orang lain. Sungguh tindakan engkau termasuk prilaku orang-orang jahil. Kemudian Al-Hurr membacakan ayat ini. Seketika Umar terdiam merenungkan ayat yang disampaikan oleh saudaranya. Dan semenjak peristiwa ini, Umar sangat mudah tersentuh dengan ayat-ayat Al-Quran yang menegur tindakan atau prilakunya yang kurang terpuji. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas). Sungguh dalam keseharian kita, di sekeliling kita, tipologi orang-orang jahil, orang-orang yang mengabaikan aturan, norma dan nilai-nilai kebaikan Islam akan sering kita temui. Jika sikap yang kita tunjukkan kepada mereka juga mengabaikan aturan Allah swt, maka bisa jadi kita memang termasuk kelompok orang-orang jahil seperti mereka. Namun kita berharap, mudahmudahan nilai spritualitas dan moralitas yang telah tertanam selama proses madrasah Ramadhan masih tetap membekas dan mewarnai sikap dan prilaku kehidupan kita, sehingga tampilan akhlak yang mulia senantiasa menyertai ucapan, sikap dan tindakan kita terhadap sesama, untuk kebaikan bersama umat. Allahu Alam. Sumber:http://www.dakwatuna.com/2007/11/315/membangun-akhlakul-karimah/

http://lockets-chokyulate.blogspot.com/akhlak tercela PERILAKU TERCELA ( DENDAM DAN MUNAFIK ) Indikator Diharapkan siswa dapat: 1. menjelaskan pengertian dendam dan munafik, 2. membaca dan mengartikan dalil naqli tentang dendam dan munafik, 3. menjelaskan akibat negatif dari sifat dendam, dan

4. menjelaskan akibat negatif dari sifat munafik. Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa berinteraksi dengan yang lain. Islam mengajarkan agar setiap mukmin menjaga keseimbangan dalam berinteraksi, baik yang bersifat habluminallah maupun hablumminanas. Islam sangat menjunjung tinggi norma-norma pergaulan, dengan cara mengembangkan sikap saling menghormati dan menghargai. Kita dilarang memiliki sifat dendam dan munafik. Karena keduanya hanya akan menimbulkan kekacauan dan memutus tali persaudaraan. A. Dendam 1. Pengertian dan Dalil Naqli Dendam Dendam adalah rasa marah yang tidak terlampiaskan atau tidak tersalurkan sehingga di dalam hati menjadi sifat buruk yang selalu berkeinginan membalas perbuatan orang lain. Sifat dendam dilarang dalam Islam, oleh karena itu setiap muslim harus menjauhinya. Perhatikan Sabda Rasulullah SAW. berikut.

Artinya: "Janganlah kamu saling bermarah-marahan, jangan saling dengki, dan jangan saling tak acuh satu sama lain. Tetapi jadilah kamu semua bersaudara. Islam melarang umatnya saling bermusuhan lebih dari tiga hari." (H.R. Bukhari Muslim)

Artinya: "Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang menaruh dendam kesumat." (H.R. Bukhari Muslim) Sebagai orang muslim diperintahkan agar menjadi orang yang pemaaf atas segala tindak kejahatan yang menimpa kita. Karena sifat suka memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang takwa. Coba perhatikan Firman Allah berikut. Artinya : . dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S.An Nur:22) Maupun orang lain. Oleh karena

Artinya: ".... (surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di wakfu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnyau memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (Q.s.Ali lmran: 133-134)

Artinya: "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (Q.S. Al A'raf: 199)

Dendam harus kita hindari, jangan sampai sedikit pun rasa dendam ada dalam lubuk hati kita. Hendaknya kita sebagai muslim selalu ingat dan meneladani keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. memberikan suri tauladan kepada kita dan seluruh umat manusia pada umatnya. Beliau tidak pernah menaruh rasa dendam sedikit pun terhadap kaum Quraisy Makkah walaupun kaum Quraisy Makkah memusuhi, mengancam, bahkan akan membunuhnya. Buktinya, setelah kaum Quraisy takluk dan Makkah dikuasai kaum muslimin, Rasulullah SAW. tidak menghukum dan tidak menyakiti mereka. Bahkan Rasulullah SAW. memaafkan mereka. Rasulullah SAWtelah memberikan banyakcontoh perilaku pemaaf, sebagaimana contoh berikut. a. Saat di Makkah, Rasulullah mengalami berbagai cobaan, tantangan, pengusiran, siksaan bahkan percobaan pembunuhan. Puncak dari perbuatan jahat orang-orang kafir itu mendorong Rasulullah dan para pengikutnya hijrah ke Madinah. Beberapa tahun di Madinah Islam menjadi kuat dan mampu membebaskan kembali kota Makkah. Pada saat itulah sebenarnya waktu yang tepat bagi Rasulullah dan pengikutnya untuk membalas siksaan dan perlakuan jahat orang-orang kafir Quraisy dahulu. Tetapi, apakah pembalasan itu dilakukan oleh Rasulullah dan pengikutnya? Ternyata tidak, bahkan Rasulullah memasuki kota Makkah dengan muka tertunduk dan tidak ada tetesan darah sedikit pun. Ini artinya Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak dendam, apa pun yang telah dilakukan para musuh. Dengan demikian, kita harus menjadi orang yang pemaaf. Ketika orang-orang Thaif tidak menerima kehadiran Rasulullah dan para pengikutnya, bahkan rombongan Rasulullah disambut dengan lemparan batu. Malaikat Jibril menawari Rasulullah untuk menghancurkan kaum itu. Namun Rasulullah mencegah, bahkan mendoakan orang Thaif itu sebagai berikut. b. Artinya : "Ya Allah, berikanlah petunjukatas kaumku, karena sesungguh nya mereka itu belum mengetahui." 2. Akibat Negatif dan Cara Menghindari Sifat Dendam Akibat negatif dari sifat dendam antara lain. a. Hilangnya ketenangan jiwa. b. Berusaha menghindari bila bertemu dengan orang yang dibenci. c. Selalu marah ketika orang lain menceritakan kebaikan orang yang kita dendami. d. Membatasi pergaulan. e. Menyesal dikemudian hari. f. Dikucilkan oleh masyarakat. g. Tidak disenangi oleh teman. h. Rusaknyatalipersaudaraan. i. Di akhirat diancam siksa. Cara menghindari sifat dendam antara lain. a. Menyadari bahwa sesama muslim adalah saudara.

b. Meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. c. Orang yang menaruh dendam, hendaknya menahan diri dari sikap marah, melecehkan, dan mengejek terhadap orang yang didendami. d. Kita hendaknya bersikap ramah, ceria, dan sopan terhadap siapa saja. e. Kita hendaknya berusaha untuk bekerj'a sama dan memerangi hawa nafsu dari ajakan rayuan setan. f . Orang yang didendami hendaknya melaksanakan hal-hal berikut. 1) Berbuat baik serta bersilaturahmi kepada orang yang menaruh dendam. 2) Memenuhi hak-hak orang yang menaruh dendam kepadanya, menolong, dan bersikap ramah kepada orang yang menaruh dendam. 3) Jangan menzalimi orang yang menaruh dendam kepadanya. B. Munafik 1. Pengertian dan Dalil Naqli Munafik Munafik berasal dari bahasa Arab artinya orang yang lahirnya berbeda dengan isi hatinya atau manis di mulut lain di hati. Menurut istilah, munafik adalah orang yang lahirnya mengaku beriman kepada Allah SWT. tetapi hatinya tidak beriman. Sikap tersebut dijelaskan dalam Firman Allah SWT. berikut. Artinya : "Di antara manusia ada yang mengatakan, "Kami beriman kepada Allah dan hari akhir." Padahal, mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman." (Q.S. Al Baqarah: 8) Artinya : "Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al Munafiqun:2) Ciri-ciri orang munafik yaitu: apabila berkata ia berdusta (tidak ada kenyataan), apabila berjanji ia mengingkari (tidak menepati), dan apabila dipercaya ia mengkhianati (tidak melaksanakan amanat yang diberikan). Baca dan pahamilah Sabda Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut.

Artinya : "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, apabila berkata ia berdusta, dan apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia berkhianat." Hadis di atas hanya menjelaskan secara garis besar saja, namun sebenarnya masih ada ciri-ciri yang lain seperti: bermuka dua, pengecut, kikir, lari dari peperangan, penakut, dan sombong. 2. Akibat Negatif dan Cara Menghindari Sifat Munafik Akibat negatif dari sifat munafik antara lain. a. Orang itu tidak akan dipercaya orang lain. Terjadi konflik dalam dirinya, sehingga tidak ada ketentraman, keraguan menghantuinya, hatinya akan mengalami sakit. b. Orang lain terjerumus dengan ajakannya. c. Kerugian masyarakat semakin besar, karena orang-orang munafik itu selalu menumbuhkan kerusakan.

d. Dijauhi oleh teman dan masyarakat. e. Di akhirat akan mendapat siksa. Cara menghindari sifat munafik antara lain. a. Menyadari bahwa sifat munafik merupakan perbuatan tercela. b. Menyadari bahwa sifat munafik merugikan diri sendiri dan orang lain. c. Meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Begitu besar akibat yang ditimbulkan perbuatan nifak, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah Allah memberikan hukuman yang berat bagi mereka yang melakukan, sebagaimana dijelaskan dalam surat At Taubah ayat 68. Baca dan pahamilah Firman Allah SWT. berikut. Artinya : "Allah mengancam orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknat mereka, dan bagi mereka azab yang kekal." (Q.S. At Taubah: 60) Dalam surat An Nisa' ayat 145 juga dijelaskan tentang ancaman Allah SWT. terhadap orang munafik sebagai berikut. Artinya: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka." (Q.S. An Nisa': 145)

http://rifki.tibandung.com/2010/09/05/akhlak-nabi-muhammad-saw/

Akhlak Nabi Muhammad SAWSedikit share, tanpa bermaksud sok tahu dan paling tahu karena ini juga dapet dari timeline twitter saya dari bapak Quraishshihab dengan keyword #akhlaknabi. Langsung aja baca-baca ya gan, bantu sundul juga (pak tarno masuk kaskus bercanda)1. 2. 3. 4. 5. Nabi SAW tdk melepaskan tangannya saat berjabat sebelum mitranya melepasnya. Nabi SAW tidak pernah mengulurkan kaki di hadapan sahabat2nya. Nabi SAW menoleh dgn seluruh badannya, menunjuk dgn seluruh jarinya. Nabi SAW berbicara perlahan dgn dialek mitra bicaranya. Nabi SAW kalau berbicara sesekali menggigit bibir tanda berpikir, menepuk telapak kiri dgn jari telunjuk. 6. Cetusan yg plg buruk dlm percakapan Nabi SAW; Apa yg terjadi pada org itu? Semoga dahinya berlumur lumpur.

7. Harta Nabi SAW yg plg mewah adl sepasang alas kaki berwarna kuning, hadiah dari Negus, penguasa Abissinia. 8. Nabi SAW tinggal di pondok kecil beratap jerami yg kamar2nya dipisahkan oleh batang2 pohon yg direkat dgn lumpur bercampur kapur. 9. Nabi SAW sendiri yg menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu dan menjahit alas kakinya yg putus. 10. Santapan Nabi SAW yg plg mewah, meski jrg dinikmatinya, adl madu, susu dan lengan kambing. 11. Nabi SAW gagah berani, memiliki senyum yg sgt memikat dan malu mempermalukan orang. 12. Nabi SAW menghimpun dlm dirinya 4 tipe manusia scr sempurna, pekerja, pemikir, pengabdi Allah dan seniman. 13. Nabi SAW selalu memilih yg termudah, selama halal, bila berhadapan dgn pilihan. 14. Senyumnya menyejukkan, dilukiskan sbg butir salju di oase. 15. Tdk pernah sakit gigi, krn beliau bersiwak tdk kurang 10 kali sehari.

Daftar pustaka cREATED : Drs. Abd. Rohim School : PAsca STAIN Cirebon Editor : anakciremai.blogspot.com