49
MENGENALI DAN MENGATASI GANGGUAN JALAN NAFAS Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Bagian Ilmu Anestesi Disusun Oleh : Medina Mardianty 4151111062 Guntur Bayu BP 4151111063 Nissa Hera Utami 4151111065 Reksa Wira Utama 4151111066 Shofy Trisnawaty M 4151111068 Firman Noor Habibi 4151111070 Ikeu Kurlita 4151111078 Pembimbing : dr. Djoni Kusumah Pohan, Sp. An, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN

Airway unjani anestesi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kuliah anestesi

Citation preview

Page 1: Airway unjani anestesi

MENGENALI DAN MENGATASI GANGGUAN JALAN NAFAS

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Bagian Ilmu Anestesi

Disusun Oleh :Medina Mardianty 4151111062Guntur Bayu BP 4151111063Nissa Hera Utami 4151111065Reksa Wira Utama 4151111066Shofy Trisnawaty M 4151111068Firman Noor Habibi 4151111070Ikeu Kurlita 4151111078

Pembimbing :dr. Djoni Kusumah Pohan, Sp. An, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI2013

Page 2: Airway unjani anestesi

PENDAHULUAN

Saluran napas atas yang terdiri dari hidung, faring, laring, sampai trake-

bronkus dapat mengalami suatu gangguan oleh berbagai sebab. Gangguan ini

seringkali menyebabkan suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan diagnosis

dan penanangan yang cepat, misalnya obstruksi saluran napas atas karena benda

asing, yang sering terjadi pada anak-anak. Hal ini memerlukan analisa yang cepat,

mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang sesuai,

untuk memastikan adanya obstruksi, sehingga dapat mengambil tindakan yang

cepat dan akurat.

Penyebab sumbatan jalan napas yang sering kita jumpai adalah dasar lidah,

palatum molle, darah atau benda asing yang lain. Dasar lidang sering menyumbat

jalan napas pada penderita koma karena pada penderita koma otot lidah dan leher

lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang

faring. Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi. Benda asing

seperti darah di jalan napas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukan oleh

penderita tidak sadar dapat menyumbat jalan napas. Penderita yang mendapat

anestesi atau tidak dapat terjadi lariongospasme dan ini biasanya terjadi oleh

karena rangsangan jalan napas atas pada penderita stupor atau koma yang

dangkal. Sumbatan jalan napas dapat juga terjadi pada jalan napas bagian bawah,

dan ini terjadi sebagai akibat bronkospasme, masuknya isi lambung atau benda

asing ke dalam paru.

Page 3: Airway unjani anestesi

3

Page 4: Airway unjani anestesi

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Saluran Pernafasan

Berdasarkan letaknya saluran pernafasan terdiri dari saluran pernafasan atas

dan saluran pernafasan bawah yang mempunyai peranan penting dalam proses

pernafasan, yaitu untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel

tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh

kembali ke atmosfer. Secara anatomi, proses pernafasan ini dimulai dari hidung

sampai ke parenkim paru.

Saluran nafas atas dimulai dari hidung hingga faring. Udara masuk melalui

rongga hidung dan mengalami proses penghangatan, pelembaban, dan

penyaringan dari segala kotoran kemudian masuk ke daerah faring dan diteruskan

ke saluran nafas bawah (laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli). Di dalam

laring terdapat pita suara dan otot-otot yang dapat membuatnya bekerja. Di atas

laring terdapat epiglotis yang berfungsi sebagai pintu gerbang yang

menghantarkan udara yang menuju ke trakhea dan benda padat atau cairan ke

esophagus. Sedangkan di bawah laring terdapat trakea yang terdiri dari cincin-

cincin tulang rawan.

Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi

sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi

(pertukaran gas).

Saluran pernafasan pars konduksi terdiri rongga hidung, rongga mulut,

faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius atau bronkus

Page 5: Airway unjani anestesi

4

terminalis. Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara

atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan

disebut dengan “dead space”. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti

proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.

Gambar 1 Saluran pernafasan

Organ yang yang termasuk pars respirasi adalah bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli. Pada bagian respirasi akan terjadi

pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang

terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris.

Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi

adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus

subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius.

Page 6: Airway unjani anestesi

5

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris terdiri dari bronkus

utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua,

bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai

percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian

yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh

belas sampai ke sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus

respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua yang

merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris adalah

percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi.

B. Fisiologi Pernafasan

Respirasi adalah proses mengambil oksigen dan melepaskan karbon

dioksida. Pernapasan manusia meliputi proses inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi

adalah pemasukan udara luar ke dalam tubuh melalui alat pernapasan. Ekspirasi

adalah pengeluaran udara pernapasan dari alat pernapasan. Proses masuk

(inspirasi) dan keluarnya udara (ekspirasi) pada pernapasan berkaitan erat dengan

perbedaan volume dan tekanan udara. Proses inspirasi dan ekspirasi diatur oleh

kerja otot-otot diafragma dan otot-otot antar tulang rusuk. Empat fungsi utama

pernafasan yaitu, ventilasi paru, diffusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah,

transport O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh,

regulasi ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.

Sistem respirasi atau sistem pernafasan mencakup semua proses pertukaran

gas yang terjadi antara atmosfir melalui rongga hidung, faring, laring, trakea,

Page 7: Airway unjani anestesi

6

bronkus, bronkiolus, paru-paru, alveolus, dan sel-sel melalui dinding kapiler

darah.

Respirasi terdiri dari eksterna dan interna. Respirasi eksterna adalah

pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli paru-paru dengan darah kapiler di sekitar

alveoli. Sedangkan respirasi interna adalah Pertukaran O2 dan CO2 antara darah di

kapiler tubuh dengan sel-sel jaringan tubuh.

Mekanisme pernapasan pada manusia ada dua macam yaitu pernapasan

perut dan pernapasan dada. Secara ringkas proses inspirasi dan ekspirasi pada

pernapasan dada dan pernapasan perut dijelaskan sebagai berikut.

1. Pernapasan dada atau costal breathing.

Inspirasi dimulai dari otot interkostalis eksterna yang berkontraksi.

Akibatnya, tulang-tulang rusuk terangkat ke atas dan menyebabkan rongga dada

dan volume paru-paru membesar sehingga tekanan udara di paru-paru lebih kecil

dibanding tekanan udara di atmosfer. Akibatnya udara luar masuk ke dalam paru-

paru. Sebaliknya, ketika ekspirasi otot interkostalis internal berelaksasi sehingga

tulang-tulang rusuk menjadi turun dan volume rongga dada pun menurun

sehingga tekanan udara di paru-paru lebih besar dibandingkan di atmosfer,

akibatnya udara keluar dari paru-paru ke atmosfer.

2. Pernapasan perut atau diaphragmatic breathing.

Pernapasan perut melibatkan aktivitas otot-otot diafragma yang membatasi

rongga perut dan rongga dada. Pada saat inspirasi abdomen bergerak ke arah luar

sebagai akibat berkontraksinya otot diafragma yang turun ke bawah secara

mendatar, sehingga rongga dada membesar dan menurunkan tekanan udara di

Page 8: Airway unjani anestesi

7

paru-paru. Pada saat ekspirasi otot-otot diafragma berelaksasi dengan cara

mengendur dan cenderung melengkung ke atas. Akibatnya, tekanan udara di

dalam paru-paru menjadi lebih tinggi karena volume rongga dada maupun rongga

paru-paru mengecil.

Proses pernapasan dimulai dari oksigen yang dihirup pada saat menarik

napas akan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi

alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau

pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Hemoglobin

yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa

hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein.

Hasil pernapasan yang dikeluarkan adalah berupa CO2.

Sebenarnya reaksi pernapasan berupa pengolahan O2 menjadi energi dan

penglepasan CO2 tersebut dilakukan di dalam sel dan terjadi pada bagian yang

disebut mitokondria. Peristiwa respirasi di dalam sel ini disebut pula sebagai

oksidasi. Jadi, organ pernapasan berfungsi untuk mengambil udara pernapasan,

menampung, kemudian mendistribusikannya ke seluruh jaringan, serta

selanjutnya mengeluarkannya dalam bentuk udara hasil pernapasan.

Udara hasil pernapasan selain CO2 adalah H2O (uap air). Oleh karena

itulah, apabila kamu mengembuskan napas di kaca akan terbentuk titik-titik air.

Titik-titik air itu terjadi karena peristiwa pengembunan uap air hasil pernapasan.

Udara masuk melalui alveolus dengan cara difusi menembus dinding

alveolus dan masuk ke pembuluh darah kapiler. Selanjutnya oksigen berikatan

dengan hemoglobin sel darah merah membentuk oksihemoglobin dan diedarkan

Page 9: Airway unjani anestesi

8

ke seluruh tubuh. Disini oksigen berperan dalam proses oksidasi metabolisme

biologi. Karbon dioksida sebagai hasil osksidasi diangkut oleh darah menuju

paru-paru melewati jantung terlebih dahulu. Di paru-paru karbon dioksida

menembus dinding alveolus dengan cara berdifusi dan akan dihembuskan keluar

melalui alat pernafasan ketika bernafas.

C. Gangguan Jalan Nafas

Gangguan jalan nafas dapat timbul secara mendadak atau perlahan-lahan,

sebagian atau total, dan progresif atau berulang. Takipneu mungkin merupakan

tanda dini yang menunjukan adanya bahaya jalan nafas atau ventilasi. Oleh

karena itu penting untuk melakukan penilaian ulang terhadap kelancaran jalan

nafas dan kecukupan ventilasi. Khusunya penderita yang mengalami penurunan

kesadaran yang seringkali memerlukan pemasangan airway definitif.

Pembunuh tercepat adalah ketidakmampuan darah untuk memberikan

oksigen ke otak dan organ vital lainnya tau disebut hipoksia. Pencegahan hipoksia

memerlukan jalan nafas yang terlindungi, terbuka dan ventilasi yang adekuat

merupakan prioritas yang harus didahulukan dibandingkan keadaan lainnya.

Kematian dini karena masalah jalan nafas, dapat dicegah dan kematian

biasanya disebabkan oleh 1). Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan oksigen,

2). Ketidak mampuan untuk membuka jalan nafas, 3). Kegagalan mengetahui

adanya kebutuhan ventilas, 4). Ketidak mampuan memberikan ventilasi yang

benar.

Page 10: Airway unjani anestesi

9

Sumbatan jalan nafas dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumbatan total

dan sumbatan partial tetapi dapat juga timbul secara perlahan-lahan.

1) Sumbatan Jalan Nafas Total

Pada sumbatan jalan nafas total dapat berbeda pada penderita yang sadar

dan tidak sadar. Bila penderita sadar, penderita memegang leher dan gelisah,

sianosis mungkin ditemukan dan mungkin masih ada kesan masih bernafas

(walaupun tidak ada ventilasi). Bila penderita tidak sadar kadang tidak ada gejala

apa-apa, mungkin hanya sianosis saja. Dalam keadaan ini harus ditentukan

dengan cepat adanya sumbatan total. Bila ada sumbatan dikeluarkan dengan

sapuan jari (finger sweep) kedalam faring sampai dibelakang epiglotis. Apabila

tidak berhasil dan tidak ada perlengkapan sesuai (laringoskop, dan forsep) maka

dapat dilakukan Abdominal Thrust dalam keadaan penderita berbaring.

Sumbatan total biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu

menyangkut dan menyumbat di pangkal laring. Pada sumbatan total korban

biasanya tidak dapat bernafas, berbicara atau batuk dan

biasanya tampak memegangi leher. Sumbatan jalan nafas total bila

tidak dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia

(kombinasi antara hipoksemia dan hiperkarbi), henti nafas dan henti jantung.

Sehingga diperlukan tindakan yang segera.

2) Sumbatan Jalan Nafas Partial

Sumbatan partial dapat menyebabkan kerusakan otak, henti nafas dan henti

jantung sekunder. Sumbatan jalan nafas parsial dapat disebabkan berbagai hal,

Page 11: Airway unjani anestesi

10

biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga menimbulkan beraneka ragam

suara atau disebut suara nafas tambahan, tergantung dari penyebabnya :

Cairan (darah,sekret, aspirasi lambung) di daerah hipofaring

Timbul suara berkumur (gurgling), suara bernafas bercampur suara

cairan. Dalam keadaan ini tindakan yang dilakukan finger sweep,

penghisapan cairan (suction).

Pangkal lidah yang jatuh ke belakang

Keadaan ini dapat terjadi pada keadaan korban tidak sadar (koma), atau

patahnya tulang rahang bilateral. Timbul suara mengorok (snoring) yang

harus diatasi dengan perbaikan jalan nafas dengan atau tanpa alat (chin

lift, jaw thrust, pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa

endotrakheal).

Penyempitan di laring atau trachea

Sumbatan jalan nafas yang terjadi perlahan-lahan dapat mengancam atau

potensial menjadi sumbatan total. Diperlukan kewaspadaan dalam

menangani kasus demikian karena pada saat-saat awal gejala tidak jelas

terlihat, sehingga tindakan terapi definitif harus dilakukan lebih dini.

Penyempitan di laring atau trachea dapat disebabkan edema karena

berbagai hal, misalnya luka bakar, radang, timbulnya hematom ataupun

desakan neoplasma. Timbul suara crowing atau stridor respiratoar.

Kejadian ini khas terjadi pada trauma inhalasi akibat luka bakar, yang

ditandai dengan luka bakar yang mengenai wajah atau leher, alis mata,

Page 12: Airway unjani anestesi

11

bulu mata, dan hidung hangus terbakar, lidah berwarna hitam karena

timbunan karbon, sputum berwarna hitam, riwayat terkurung dalam api.

D. Tanda Objektif Sumbatan Jalan Nafas

Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya

sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen),

dan raba (feel).

1. Look

Tentukan apakah pasien mengalami agitasi atau penurunan kesadaran.

Agitasi menunjukkan kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh

karena sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran memberi kesan

adanya hiperkarbia yang mungkin disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan

jalan napas.

Perhatikan juga gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi

berbaring waktu inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan

waktu ekspirasi dinding dada dan dinding perut turun. Pada sumbatan jalan napas

total dan parsial berat, waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding

perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerak nafas ini

disebut see saw atau rocking respiration.

Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda

tambahan adanya sumbatan jalan napas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir

menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Pada

penderita trauma perlu dilihat adanya deformitas daerah maksilofasial atau leher

Page 13: Airway unjani anestesi

12

serta adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi, dan muntahan yang dapat

menyumbat jalan nafas.

2. Listen

Dengarkan suara pernafasannya dan ada tidaknya suara nafas tambahan.

Adanya suara napas tambahan berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara

nafas tambahan berupa dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan

(crowing/stridor). Snoring disebabkan oleh lidah menutup orofaring, gargling

karena secret, darah, atau muntahan dan crowing/stridor karena anya penyempitan

jalan napas karena spasme, edema, dan pendesakan. Penderita yang melawan dan

berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh

dianggap karena keracunan atau mabuk.

3. Feel

Diraba hembusan napas yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada

tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan

sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur di

daerah maksilofasial, bagaimana posisi trachea.

E. Pengelolaan Jalan Nafas

Pengelolaan jalan nafas dapat dilakukan penghisapan (suction) dengan

kateter penghisap lunak( soft/flexible tipped) atau kateter rigid seperti yang

dipakai di kamar operasi (rigid tip). Untuk cairan (darah, sekret dsb) dapat dipakai

Page 14: Airway unjani anestesi

13

soft tip, tetapi untuk materi yang kental (sisa makana dsb) sebaiknya memakai tipe

yang rigid.

Soft tip kateter dapat dipakai untuk melakukan penghisapan daerah hidung

atau naso-farinks serta dapat dimasukkan melalui tube endo-tracheal. Rigid tip

dapat menyebabkan timbulnya refleks muntah bila tersinggung dinding farinks

atau bahkan dapat menimbulkan perdarahan. Walaupun demikian rigid tip lebih

disukai karena manipulasi alat lebih mudah dan penghisapan lebih efisien.

Cara melakukan suction rigid tip yaitu ujung tip harus selalu terlihat (jangan

suction membuta). Sedangkan memakai soft tip masuk ke arah naso-farinks harus

selalu diukur, jangan sampai terlalu jauh. Pada fraktur basis kranii alat yang

dimasukkan lewat hidung selalu ada kemungkinan masuk rongga tengkorak,

sehingga sucion melalui naso-farinks merupakan kontra-indikasi apabila dicurigai

ada fraktur basis kranii. Bila penderita muntah dan nampaknya suction tidak akan

menolong, maka kepala harus dimiringkan. Pada penderita trauma, maka jangan

sekali-kali memiringkan kepala saja, seluruh penderita harus dimiringkan dengan

cara “log roll”. Prosedur suction akan juga menghisap oksigen yang ada dalam

jalan nafas. Karena itu lamanya suction maksimal 15 detik pada orang dewasa dan

5 detik pada anak kecil.

1) Pembebasan jalan napas tanpa alat

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan

membebaskan jalan napas pada sumbatan jalan napas akibat lidah jatuh ke

belakang adalah sebagai berikut:

Page 15: Airway unjani anestesi

14

a. Head Tilt (ekstensi kepala)

Dengan menekan kepala (dahi) ke bawah maka jalan napas akan berada

dalam posisi yang lurus dan terbuka.

b. Chin Lift (angkat dagu)

Mengangkat dagu menggunakan jari dengan maksud lidah yang menyumbat

jalan napas dapat terangkat sehingga jalan napas terbuka. Jika dilakukan

dengan benar cara ini tidak akan banyak menimbulkan gerakan pada tulang

leher.

Gambar 2 Head Tilt dan Chin Lift

c. Jaw Thrust (mendorong rahang)

Mendorong rahang ke arah depan dengan maksud yang sama dengan chin lift.

Rahang diangkat ke atas oleh jari tengah di sudut rahang, dorongan di dagu

dilakukan dengan menggunakan ibu jari, dan jari telunjuk sebagai

penyeimbang di rahang.

Page 16: Airway unjani anestesi

15

Gambar 3 Jaw Thrust

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan

membebaskan jalan napas pada sumbatan yang disebabkan oleh cairan adalah

sebagai berikut:

a. Finger Sweep

Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak sadar. Pada

tindakan ini, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda padat

atau cairan yang mengganggu jalan napas. Terlebih dahulu mulut korban

dibuka dengan menggunakan manuver Chin Lift atau Jaw Thrust,.Untuk

mengeluarkan cairan, dapat dibantu dengan menggunakan bahan yang mudah

menyerap cairan. Jangan memasukkan jari terlampau dalam karena bisa

menimbulkan rangsang muntah.

b. Recovery Position

Posisi ini dapat digunakan untuk membuang cairan dari rongga mulut atau

jalan napas. Jika cairan sulit keluar maka dapat dibantu dengan finger sweap.

Tindakan ini tidak dapat dilakukan pada korban dengan tanda adanya cedera

Page 17: Airway unjani anestesi

16

pada leher, tulang belakang, atau cedera lain yang dapat bertambah parah

akibat posisi ini.

Sumbatan jalan napas akibat benda asing padat paling sering ditemukan

pada korban yang tersedak (Chocking). Korban tersedak biasanya ditandai dengan

korban merasa seperti tercekik, paling sering berkaitan dengan makanan, sulit

berbicara, sianosis, penurunan keadaran. Usaha-usaha yang dilakukan untuk

menangani korban dengan sumbatan jalan napas yang diakibatkan oleh benda

padat (chocking), antara lain :

a. Back Blow – Back Slap

Tepukan pada punggung di antara kedua tulang belikat , dengan maksud

memberikan tekanan yang besar pada rongga dada, dapat dilakukan pada

semua usia –korban.

Pada korban yang masih sadar, tepukan punggung dapat dilakukan dalam

keadaan berdiri. Penolong menopang tubuh korban di bagian dada

menggunakan tangan terkuat, Tubuh korban sedikit dibungkukkan untuk

memudahkan benda asing keluar melalui mulut. Pada korban yang tidak sadar,

tepukan pada korban dapat dilakukan pada posisi korban miring stabil, dengan

syarat tidak ada cedera leher dan tulang belakang.

b. Abdominal Thrust

Tekanan pada perut di gunakan untuk memberikan tekanan pada rongga dada.

Tekanan dilakukan di daerah antara pusat dan processus xiphoideus. Pada

korban sadar dapat dilakukan sambil berdiri. Penolong seperti memeluk

korban dari belakang dan melakukan tekanan dengan kedua tangan ke arah

Page 18: Airway unjani anestesi

17

belakang atas. Pada korban tidak sadar, tekanan pada perut dapat dilakukan

dengan menaiki tubuh korban. Tekanan diberikan dengan sudut 45O ke arah

belakang atas.

Pertolongan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada korban anak-anak

dibawah usia 8 tahun, bayi, wanita hamil, dan orang gemuk.

c. Chest Thrust

Tekanan pada dada dilakukan dengan memberikan tekanan di daerah 2/3

processus xiphoideus. Pada orang dewasa tekanan diberikan dengan bantuan

berat badan penolong –sama dengan pijatan jantung luar. Sedangkan pada

bayi, tekanan cukup dilakukan dengan dua jari.

Semua usaha pembebasan jalan napas pada penderita tersedak dilakukan

sebanyak 5 kali, setalah itu lakukan evaluasi terhadap jalan napas, jika tidak

ada perbaikan, maka usaha tersebut dapat diulangi.

Bila usaha-usaha penanganan jalan napas telah dilakukan dan jalan napas

dinyatakan bebas, kembali lakukan penilaian (re-evaluasi), jika ditemukan

hembusan napas maka pertahankan jalan napas. Jika tidak ada hembusan napas

maka segera periksa pernapasan (breathing).

2) Pembebasan Jalan Napas dengan Alat Sederhana

a) Orofaringeal airway

Alat ini lebih lebih popular sebagai “guedel” walaupun ada tipe lain seperti

misalnya mayo atau williams. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa

Page 19: Airway unjani anestesi

18

orofaringeal airway tidak boleh dipasang pada penderita sadar atau penderita

setengah sadar yang berusaha menolak alat ini. Pemaksaan alat ini dapat

menimbulkan gag reflex atau muntah yang dapat menyebabkan aspirasi.

Gambar 4 Orofaringeal airway (kanan) dan cara pemasangannya (kiri)

Ukuran panjang oropharingeal airway dihitung dari sudut mulut ke angulus

mandibula. Pemasangan alat ini bisa dengan 2 cara, yaitu cara pertama mulut

dibuka lalu dimasukkan terbalik. Bila sudah mencapai palatum molle lalu

dilakukan rotasi. Sedangkan cara kedua, mulut dibuka dengan tong spatel, lalu

dengan berhati-hati dimasukkan kebelakang.

Tabel 1 Ukuran orofaringeal airway orang dewasaUkuran Orofaringeal Airway Orang

Dewasa

Large 5

Medium 4

Small 3

Page 20: Airway unjani anestesi

19

b) Nasofaringgeal airway

Tidak boleh dipasang bila ada kecurigaan fraktur basis kranii anterior (keluar

darah dari hidung atau mulut, ada “bril hematom” dsb), karena mungkin

masuk rongga otak. Panjang tube yang dapat dihitung dari pangkal cuping

hidung sampai cuping telinga. Diberikan pada penderita yang masih

memberikan respon karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinan

untuk terjadinya muntah. Cara pemasangan yaitu selalu usahakan masuk

lubang hidung kanan, walaupun lubang kiri juga boleh, tube diberi pelumas,

lalu dimasukkan secara perlahan. bila ada hambatan, langsung ditarik keluar

dan dicoba sebelahnya, tube terlalu panjang bila setelah pemasangan tidak ada

hembusan udara melalui lumen dari tube (masuk kedalam esofagus).

Gambar 5 Nasofaringeal airway

c) Laryngeal Mask Airway (LMA)

Laryngeal Mask Airway adalah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri atas

pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembangkempiskan seperti balon pada pipa trakhea. Tangkai pipa LMA

Page 21: Airway unjani anestesi

20

dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk

menjaga supaya lubang tetap paten.

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan

laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan antara lain agar dapat

dipasang langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan bila intubasi trakea

diramalkan akan mengalami kesulitan. LMA memang tidak dapat

menggantikan kedudukan intubasi trakea tetapi ia terletak di antara sungkup

muka dan intubasi trakea.

Pemasangan hendaknya menunggu anestesi cukup dalam atau menggunakan

pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut faring-laring. Setelah

alat terpasang untuk menghindari tergigitnya pipa napas maka dapat dipasang

gulungan kain kasa atau pipa napas mulut faring (OPA).

Gambar Laryngeal Mask Airway

Page 22: Airway unjani anestesi

21

4. Pembebasan Jalan Nafas Definitif

Indikasi pemberian jalan napas definitif yaitu:

Kebutuhan untuk perlindungan airway

Kebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadar Apneu Paralisis neuromuskuler Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha napas yang tidak adekuat Takipnea Hipoksia Hiperkabia Sianosis

Bahaya aspirasi Perdarahan Muntah-muntah

Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan hiperventilasi singkat bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan Hematoma leher Cedera laring trakea Stridor

a) Intubasi endotracheal (oro/nasotracheal intubation)

Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan

memposisikan pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff (balon)

ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan

stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.

Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien

harus terlentang dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah

ketegangan pinggang selama laringoskopi. Persiapan untuk induksi dan intubasi

juga melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan napas yang dalam

dengan oksigen 100 %.

Page 23: Airway unjani anestesi

22

Gambar 6 Alat‐alat Intubasi Endotrakeal

Persiapan untuk intubasi antara lain :

a) Jalur intravena yang adekuat

b) Obat‐obatan yang tepat untuk induksi dan relaksasi otot

c) Pastikan alat suction tersedia dan berfungsi

d) Peralatan yang tepat untuk laringoskopi termasuk laringoskop dengan blade

yang tepat, ETT dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet.

e) Pipa endotrakeal

Pipa endotrakeal digunakan untuk menghantarkan gas anestesi langsung ke trakea

dan memfasilitasi ventilasi dan oksigenasi. Pipa endotrakeal biasanya terbuat dari

plastik Polyvinyl Chlorida yang merupakan cetakan dari bentuk jalan napas

setelah dilembutkan karena terpapar dengan temperatur tubuh. Bahan dari ETT

juga harus bersifat radiopaq untuk mengetahui posisi ujung distal ke karina dan

transparan agar dapat dilihat sekresi atau aliran udara yang dibuktikan oleh adanya

pengembunan uap air pada lumen pipa selama ekshalasi. Bentuk dan rigiditas

ETT dapat diubah dengan penggunaan stylet. Ujung dari pipa dapat dimiringkan

Page 24: Airway unjani anestesi

23

untuk membantu penglihatan dan masuknya melewati pita suara. Pipa Murphy

memiliki lubang (Murphy Eye) untuk menurunkan risiko oklusi bagian bawah

pipa yang berbatas langsung dengan karina atau trakea. Resistensi aliran udara

terutama tergantung dari diameter pipa, tetapi juga dipengaruhi oleh panjang dan

lekukan pipa. Ukuran ETT biasanya didesain dalam millimeter dari diameter

internal, atau kadang kadang dalam skala French (diameter eksternal dalam

millimeter kali 3). Pemilihan diameter pipa selalu berdasarkan antara aliran

maksimal dengan ukuran besar dan trauma jalan napas yang minimal.

Tabel 1. Panduan ukuran pipa endotrakealUsia Diameter (millimeter) Panjang (centimeter)Bayi 3,5 12Anak 4+ usia/4 14+ usia/2Dewasa perempuan

7,0-7,5 24

Dewasa laki-laki 7,5-9,0 24

f) Cuff sistem pada pipa endotrakeal

Kebanyakan ETT untuk dewasa memiliki system inflasi cuff yang terdiri dari

valve, pilot balloon, inflating tube dan cuff. Valve mencegah udara keluar setelah

pengisian cuff. Pilot balloon menyediakan udara untuk pengisian cuff dan

berfungsi sebagai panduan. Inflating tube berfungsi untuk menghubungkan valve

dengan cuff dan menyatukan dengan dinding pipa. Dengan menutupi trakea, cuff

ETT memberikan tekanan positif dan dapat mengurangi aspirasi. ETT tanpa cuff

biasanya digunakan pada anak‐anak untuk meminimalisasi risiko trauma akibat

tekanan dan batuk setelah intubasi. Ada dua tipe utama dari cuff ETT yaitu high

pressure low volume dan low pressure high volume. Cuff yang high pressure

Page 25: Airway unjani anestesi

24

memiliki hubungan dengan iskemik dan kerusakan mukosa trakea sehingga

kurang cocok untuk intubasi yang lama. Cuff low pressure kemungkinan dapat

meningkatkan nyeri tenggorokan, aspirasi, ekstubasi spontan, dan kesulitan

insersi. Karena cuff low pressure kurang menyebabkan kerusakan mukosa, maka

cuff tipe ini lebih dianjurkan dalam pemakaiannya. Tekanan cuff tergantung dari

beberapa faktor antara lain inflasi volum, diameter cuff dan hubungannya dengan

trakea, regangan cuff dan trakea dan tekanan intratorakal. Tekanan cuff mungkin

meningkat selama anestesi umum yang disebabkan oleh perpindahan N2O dari

mukosa trakea ke dalam cuff ETT.

Cuff high volume low pressure dikatakan memiliki efek minimal terhadap

gangguan mukosa trakea dari pada cuff high pressure low volume. Cuff low

pressure kadang-kadang dengan mudah menjadi over inflasi sehingga

menghasilkan tekanan yang akan melewati tekanan perfusi kapiler.

Tekanan cuff ETT dihantarkan ke mukosa dan dinding trakea, ketika tekanannya

tinggi dapat menyebabkan iskemik pembuluh darah dan perubahan perubahan

mukosa lainnya seperti, kehilangan siliar, ulkus, perdarahan, subglotis stenosis,

trakeal oesophageal fistel dan granuloma.

g) Orofaringeal

h) Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan sirkuit

anestesi yang berfungsi

i) Monitor pasien termasuk elektrokardiografi, pulse oksimeter dan tekanan darah

noninvasive

j) Tempatkan pasien pada posisi Sniffing Position selama tidak ada kontraindikasi

Page 26: Airway unjani anestesi

25

k) Alat‐alat untuk ventilasi

l) Alat monitoring karbon dioksida untuk memastikan ETT dalam posisi yang

tepat.

Indikasi pemasangan ETT yaitu 1). Henti jantung dan sedang dilakukan

kompresi jantung luar, 2). Pasien-pasien dengan ventilasi yang tidak adekkuat

(walaupun o.s. sadar), 3). Melindungi airway (koma, areflexia, henti jantung)

4).Tidak dapat diventilasi dengan adekuat dengan cara-cara yang konvensional

pada pasien-pasien yang tidak sadar.

Komplikasi pemasangan ETT antara lain gigi patah, bibir laserasi,

perdarahan, hematom, ruptur trachea.

b) Intubasi nasotracheal

Apneu adalah kontraindikasi intubasi nasotracheal. Kontra indikasi yang lain

adalah fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis cranii anterior.

c) Needle/surgical cricothyroidotomi

Ketidakmampuan intubasi trachea adalah indikasi jelas untuk surgical airway.

Bila edema glottis, fraktur larinks atau perdarahan oropharyngeal yang berat

menghambat intubasi trachea dapat dipertimbangkan surgical airway.

Pemasangan jarum (needle crico-thyroidotomy) merupakan cara sementara

untuk dalam keadaan emergensi memberikan oksigen sampai dapat dipasang

surgical airway.

Jet insufflation dilakukan memakai jarum ukuran 12 atau 14 (anak 16/18)

melalui membrane cricothyroid. Jarum kemudian dihubungkan dengan

oksigen pada flow 15 liter/menit (40-50 psi) dengan Y-connector, atau dengan

Page 27: Airway unjani anestesi

26

tube yang dilubangi pada sisinya. Kemudian dilakukan insufflasi 1 detik tutup,

4 detik buka dengan memakai ibu jari. Jet insfflation hanya dapat dilakukan

untuk 30-45 menit, karena CO2 akan terakumulasi secara perlahan (yang akan

berbahaya, terutama pada penderita trauma kapitis). Jet insufflation harus

berhati-hati bila ada sumbatan total glottis oleh benda asing. Walaupun ada

kemungkinan benda asing terdorong keluar oleh tekanan oksigen, namun ada

kemungkinan lain yakni rupture paru dengan pneumo-thorax. Dalam keadaan

ini flow oksigen hanya 5-7 liter/menit. Surgical needle cricothyroidotomy

dilakukan dengan insisi kulit sampai membrana cricothyroid.

d) Tracheostomy

Terdapat 4 dasar indikasi yaitu obstruksi saluran nafas atas, insuffisiensi

ventilasi akibat penumpukan secret, insuffisiensi mekanik, dan tindakan elektif

(operasi mayor pada kepala leher dan pasien dengan KU meragukan). Prinsip

dasar tindakan trakeostomi adalah prosedur sesederhana mungkin, level terendah

obstruksi harus ditentukan, perhatikan masalah medis lain yang berhubungan.

Tidak ada kontra indikasi mutlak untuk tindakan tracheostomy. Akan tetapi

tindakan ini harus ditangguhkan apabila terdapat tumor laring dengan OSNA

grade I, leher tidak stabil, dan hematom laring yang luas.

Keuntungan tracheostomy antara lain 1). Membebaskan jalan nafas di atas,

2). Mengurangi dead space, 3). Menurunkan resistensi aliran udara, 4).

Mengurangi kerja otot pernafasan, 5). Aspirasi cabang bronchial lebih mudah, 6).

Pernafasan penderita lebih bebas, 7). Media pemberian obat-obatan dan

humidifikasi, 8). Menurunkan tekanan batuk.

Page 28: Airway unjani anestesi

27

Sedangkan kerugian tindakan ini adalah filtrasi udara tidak sempurna,

humidifikasi tidak sempurna, segi kosmetik mengganggu, komplikasi tidak

diinginkan.

Jenis tracheostomy berdasarkan letak stoma antara lain trakeostomi letak

tinggi, trakeostomi letak tengah, dan trakeostomi letak rendah. Sedangkan

berdasarkan waktu dan cara melakukan tindakan yaitu trakeostomi emergensi,

trakeostomi elektif, dan Minitrakeostomi (krikotirodotomi dan trakeotomi

perkutaneus).

Ukuran / jenis kanul tergantung ukuran trakea dan kebutuhan individu.

Optimalnya diameter dalam leba, fungsinya menurunkan resistensi jalan nafas dan

diameter luar lebih kecil untuk mencegah stenosis.

Gambar 7 Jenis-jenis Kanul Trakeostomi

Cara pemasangan kanul trakeostomi yaitu kanul trakeostomi masuk ke

stoma, kemudian cek pasage udara, balon dikembangkan, dan suctioning.

Kemudian lakukan fiksasi kanul trakeostomi dan pasang kassa yang berfungsi

untuk menutup luka insisi dan mencegah terjadinya emfisema.

Page 29: Airway unjani anestesi

28

Gambar 8 Pemasangan trakeostomi

Perawatan Post Trakeostomi terdiri dari humidifikasi, suctioning dan

penggantian kanul. Humidifikasi dilakukan untuk mencegah infeksi trakea dan

terbentuknya krusta dengan menggunakan nebulizer. Bila terdapat krusta

tambahkan NaCl fisiologis. Sedangkan suctioning dilakukan untuk menjaga

kebersihan dan sumbatan dari secret.

Dekanulasi dilakukan bila terdapat komplikasi trakeostomi kondisi yang

memerlukan trakeostomi menetap dan faktor individual. Komplikasi trakeostomi

dibagi menjadi komplikasi intra operatif / segera dan komplikasi lanjut.

Komplikasi intra operatif / segera antara lain, Apneu, Perdarahan,

Emfisema sub kutan, Pneumo mediastinum, Pneumotoraks, Cedera Kartilago

krikoid, Trakeitis dan trakeobronkitis, Fistula trakeaesofageal, Paralisis N.

laringeus rekuren, Malposisi kanul, Obstruksi Kanul.

Sedangkan komplikasi lanjut antara lain Perdarahan terlambat, Stenosis

trakea, Fistula trakeoesofageal terlambat, Disfagia, Fistula trakeokutaneus,

Page 30: Airway unjani anestesi

29

Infeksi, Malposisi kanul, Cardiac arrest, Jaringan parut leher, Trakeomalasia,

Dekanulasi sulit.

F. Algoritma Penanganan Gangguan Jalan Nafas

ALS (ADVANCED LIFE SUPPORT)

Exposure, Evaluasi & Secondary Survey (bleeding, bebat-bidai)

Pasien tidak sadar

Call for help

Bernafas Tidak bernafas/Gasping

pertahankan jalan nafas bebas beri oksigen/nafas bantuan

raba arteri radialis

Pijat jantung 1 siklus raba carotis 10”

ada tidak ada tidak ada ada

posisi shock pasang infus

ekstra cairan

CPR 30 : 2, 2 menit pasang monitor

Nafas buatan, teruskan, evaluasi

manajemen shock shockable un-shockable

Bebaskan jalan nafas (hed tilt, chin lift, jaw

thrust)Look : pengembangan dada, retraksi intercosta Listen : dengarkan, suara tambahan (sumbatan parsial: snoring, gargling, crowing) Feel : rasakan hawa nafasnya

Page 31: Airway unjani anestesi

30

Keperluan Segera Airway Defintif

Kecurigaan cedera sevikal

Oksigenasi/Ventilasi

BenafasApneu

Intubasi Nasotrakeal atau orotrakeal dengan

imobilisasi servikal segaris

Intubasi orotrakeal dengan imobilisasi

servikal segaris

Tidak dapat intubasi

Cedera maksilofasial berat

Tambahan Farmakologik

Airway Surgical

Tidak dapat intubasiTidak dapat intubasi

Intubasi orotrakeal

Tidak dapat intubasi

Page 32: Airway unjani anestesi

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore, K.L., Agur, A.M.R. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta.2002

2. Guyton, A.C., Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta.2006

3. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Saving. Edisi 7. IKABI. Jakarta. 2004.

4. Boies, L.R., et al. Boies; Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. EGC. Jakarta. 1997.

5. De Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2005