85
AGAMA dan SPIRITUALITAS dalam PSIKIATRI Dr. Jan Prasetyo, SpKJ (K)

Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

AGAMA dan SPIRITUALITAS dalam PSIKIATRI

Dr. Jan Prasetyo, SpKJ (K)

Page 2: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• PEMIKIRAN 1

Page 3: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Definisi Agama

• Definisi “agama” secara konklusif sulit untuk dirumuskan

• Umat manusia sepanjang sejarah telah memiliki “kepercayaan” dengan pelbagai kegiatan/praktek religius yang beraneka ragam

• Ada ciri / karakteristik yang khas dalam sistim kepercayaan dan kegiatan tersebut yang umumnya dikenali sebagai “agama”

Page 4: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Ciri-ciri khas suatu agama (deskripsi universal)

• Kepercayaan kepada Tuhan atau tuhan-tuhan• Peribadatan, pemujaan, penyerahan diri• Kepercayaan akan adanya jiwa • Kepercayaan pada yang gaib dan wahyu yang

diterima • Pemisahan yang suci dari yang kotor / tidak

pantas• Pencarian keselamatan• Mitos

Page 5: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Pengertian Agama seringkali kabur/ tumpang tindih antara:

• Agama sebagai ajaran, keyakinan, pedoman dan way of life – “spiritualitas”

dengan

• Agama sebagai institusi, organisasi, wadah, yang berfungsi sebagai pelaksana, pengarah dan “pengawas”, dan bertindak atas nama ajaran agama

Page 6: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Alasan manusia beragama

Motivasi manusia untuk beragama:• Merupakan fitrah manusia • Sebagai sarana pencapaian tujuan hidup di dunia dan di

akhirat• Mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat• Sebagai sarana proses aktualisasi diri dan berlanjut

mencapai kesucian jiwa (kembali ke fitrah)• Menjadi manusia yang ber “Jiwa sehat dan berakhlak

tinggi”

Mencapai suatu keadaan spiritual yang sehat

Page 7: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Alport & Ross et al. : 2 tipe orang beragama:

• Tipe intrinsik : “which implies a sincere commitment to one’s beliefs, which are internalized and serve as a guiding motivation of behavior”.

• Tipe extrinsik : “ which implies the use of religion to obtain status, security, self- justification, and sociability.

Page 8: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Kegunaan agama dalam kesehatan jiwa

Definisi Kesehatan Jiwa menurut WHO :

“A state of well-being in which the individual realizes his or her own abilities, can cope with the normal stresses of life, can work productively and fruitfully, and is able to make a contribution to his or her community”

Page 9: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Melihat berbagai faktor yang relevan untuk kesehatan jiwa, keterlibatan agama terbukti mempunyai korelasi yang bermakna dengan:

• Well-being, happiness and life satisfaction• Hope and optimism• Purpose and meaning of life• Higher self esteem• Bereavement adaptation• Greater social support and less loneliness• Lower rates of depression and anxiety• Less delinquency and criminal activity• Greater marital stability

(Koenig et al, 2001)

Page 10: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• PEMIKIRAN 2

Page 11: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Definisi spiritualitas

• “Spirituality is a distinctive, potentially creative and universal dimension of human experience arising both within the inner subjective awareness of individuals and within communities, social groups and traditions.

• It may be experienced as relationship with that which is intimately ‘inner’, immanent and personal, within the self and others, and/or relationship with that which is wholly ‘other’, transcendent and beyond the self.

• It is experienced as being of fundamental or ultimate importance and is thus concerned with matters of meaning and purpose in life, truth and values.”

(Cook, 2004a: pp 548-549) .

Page 12: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Bagaimana spiritualitas individu berkembang

Meliput perkembangan i aspek-aspek fungsi mental :» Perkembangan kognitif» Perkembangan afektif-emosi» Perkembangan psikososial

Perkembangan moral Kesehatan jiwa

Spritualitas

Page 13: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Spritualitas yang sehat/sakit

Jiwa yang sehat/sakit

Moralitas yang tinggi/rendah

(penghayatan agama secara benar/tidak benar)

Hubungan spiritualitas, agama dan kesehatan jiwa

Page 14: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Spiritualitas dan agama telah semakin diakui sebagai komponen penting dalam meningkatkan keswa (Koenig, 2005):

• Promote a positive world view• Help to make sense of difficult situations• Give purpose and meaning• Discourage maladaptive coping• Enhance social support• Promote “other directedness”• Helps to release the need for control• Provide and encourage forgiveness• Encourage thankfulness • Provide hope

Page 15: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• PEMIKIRAN 3

Page 16: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

The Age of Reason (abad ke 18)Penemuan2 ilmiah dan kedudukan rasio

• Ilmu mengungkap mengenai fenomena dan keadaan alam semesta (faham naturalistik) (QS30:21-24; QS22:5; S96:1-8; S3:190-191; QS16:65-69)

• Penjelasan naturalistik vs supernaturalistik: ayat qauniyah dan qauliyah (QS25:2; QS41:53-54)

• Penindasan faham2 naturalistik yang dianggap berbahaya bagi kepercayaan dan dogma (faham supernaturalistik) gereja di masa itu.

• Sebagai hal penting yang mencuat dimasa itu :

Akal mengendalikan emosi

Page 17: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Kedudukan Ilmu Allah & Ilmu manusia (1)

• Hanya manusialah yang merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna yang mampu mencari ilmu.

• Yang diperintahkan untuk iqra’ ayat2 Allah di alam semesta, melalui telinga, mata akal dan hatinya untuk memperoleh ilmu

• Ilmu Allah meliputi segala sesuatu (QS18:109; QS31:27)

Page 18: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Kedudukan Ilmu Allah dan ilmu manusia (2)

• Ilmu manusia sangat terbatas. Ilmu diajarkan pd manusia atas dan sebatas izinNya, bagi yang mau mendengar, melihat, dan berpikir dengan akal dan hatinya (QS 2:31-33, 255; QS 17:36,85; QS7:179; QS22:46)

• Manusia berilmu tidak akan sombong dan takabur, tetapi akan semakin mengagungkan nama Allah, Maha Pencipta segala sesuatu yang hanya sebagian kecil mampu ditemukan oleh ilmu manusia (QS17:37,83; QS96:6-7)

Page 19: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Kedudukan Ilmu Allah dan Ilmu manusia (3)

• Orang berilmu akan takut kepada Allah, mengakui keagunganNya, keEsa-anNya sedbagai Maha Pencipta (QS35:28).

• Ilmu melingkari dan berpusat pada Allah• Ilmu berkiblat ke Allah dan fitrah manusia

(QS3:7; QS32:15; QS3:190-191; QS36:33-40; QS30:21-24)

• Ilmu-ilmu diajarkan pada MANUSIA. Tidak ada ilmu manusia barat atau ilmu manusia timur. Yang ada adalah ilmu yang HAQ atau yang BATHIL.

Page 20: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• PEMIKIRAN 4

Page 21: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Masalah-masalah agama

• Perselisihan pemahaman ajaran antara kelompok agama mayor(S29:46)

• Perselisihan pemahaman ajaran antar sekte dalam agama tertentu (konservatif vs liberal) (S Rum: )

• Terjadinya konflik kepentingan antara pimpinan atau antara jema’ah – pembentukan kelompok tandingan,dsb dapat menimbulkan perpecahan

• Tidak ada organisasi / kepemimpinan yang bebas dari kepentingan2, skandal finansial, politik, fitnah, dsb. (S2:42,44,188)

Page 22: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Dilema agama

Apakah agama benar-benar memberikan rahmatan lil aalamiin

• Melalui pembentukan manusia2 yang berkepribadian tangguh, yang akhlakul kariim?

Ataukah sebaliknya, • Membentuk manusia-manusia “sakit” yang

agresif, intoleran, munafik, menimbulkan permusuhan, perpecahan dan peperangan di dunia, yang akhirnya akan mengarah pada kehancuran ?

Page 23: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Fakta yang ada (1)

Tidak ada satupun agama yang monolit, semuanya terdiri dari sekte / aliran :

• Mempunyai “kepercayaan inti” yang sama, tetapi masing2 punya keunikannya sendiri

• Ditentukan oleh “pimpinan” agama dan karakteristik jema’ah

• Berbeda dan tidak sepaham mengenai teks/ayat2 suci tertentu dan praktek ritual (QS30:32 ; S23:52-54)

Page 24: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Fakta yang ada (2)

Sepanjang sejarah telah terjadi krisis keimanan pada penganut agama,yang tampak dalam :

• Keraguan / kehilangan iman, perpindahan ke agama lain

• Kelompok ekstrim berusaha menggantikan nilai-nilai tradisional agama tertentu dengan intoleransi, dan militerisme

• Ketakutan akan invasi pengaruh luar yang melunturkan keimanan mainstream, dengan pelbagai bentuk penghakiman, pemaksaan, penindasan, dsb.

(S109;S34:24-26; S6:108; S2:190-193)

Page 25: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Dilema spiritualitas

Spiritualitas dan agama • Bertujuan untuk kesejahteraan manusia, sebagai

“rahmatan lil aalamin”, dan menjanjikan kepada manusia untuk pengembangan dan transformasi diri kearah kesempurnaan

Mencegah disfungsi dan patologi ?

• Menimbulkan akibat de-humanisme yang patologik dan mengancam kesejahteraan / kehidupan ?

Page 26: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Beberapa fakta/perisitwa dunia yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir, menggambarkan bagaimana nilai-nilai spiritual dapat menjadi patologik dan berbahaya, bila DOKTRIN berada di atas segalanya, di atas keselamatan dan kesejahteraan umat manusia:– Jonestown massacre di hutan Guyana 1978– Serangan gas Sarin di Tokyo oleh Aum Shinrikyo

1995– Bom bunuh diri menara WTC di Amerika 9/11/2001– Bom di Inggris 7 Juli 2005

Page 27: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Dampak negative spiritualitas terhadap Keswa

• Ada dua pertanyaan yang dapat ditanyakan mengenai konsep” spiritualitas yang patologik”:

1. Kapankah keyakinan, praktek dan pengalaman spiritual menjadi patologis?

2. Apakah suatu kondisi/keadaan mental yang psikopatologik dapat dipahami sebagai sesuatu yang spiritual?

Page 28: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• PEMIKIRAN 5

Page 29: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Psikopatologi

Definisi psikopatologi :• Ilmu yang mempelajari

– Manifestasi gangguan jiwa (mental) – gejala dan diagnosis (pendekatan deskriptif fenomenologik)

– Sebab / proses terjadinya gangguan jiwa (mental) - (pendekatan psikodinamik)

• Suatu keadaan jiwa / mental yang patologik / “maladjusted”.

Page 30: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Manifestasi psikopatologi (Pendekatan deskriptif fenomenologik)

• Gejala psikopatologi (gangguan jiwa) dapat terlihat dalam beberapa bentuk:

• waham (delusi) dan halusinasi• mania• depresi – excessive guilt & suicidal• cemas• obsesif Kompulsif

• perilaku psikopatik – “Moral Defectives”

• Bila substansi utama dari konflik berhubungan dengan agama, manifestasi gejala akan diwarnai

oleh isu-isu keagamaan dan mystik

Page 31: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Waham – keyakinan2 yang salah yang diyakininya sebagai benar, walaupun berbagai fakta telah membuktikan kesalahan itu (waham kebesaran, waham kejaran, waham mistik/magik, waham nihilistik/dosa)

• Halusinasi – persepsi indera tanpa ada stimulus yang nyata : auditif, visual, taktil, rasa dan bau

• Euphoria-mania – perasaan berlebihan dalam rasa gembira, bahagia, nikmat, optimisme, dengan pikiran2 yang melambung tinggi.

• depresi – individu perasaan berlebihan dalam rasa bersalah, kesedihan, pesimisme, ketidak berdayaan, keputus-asaan, sering disertai dengan pikiran dan percobaan bunuh diri

Page 32: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Cemas berlebihan – perasaan cemas / takut berlebihan mengenai keadaan saat ini, masa depan, yang tidak berdasar pada sebab yang faktual

• Obsesi kompulsi – dorongan2 pikiran dan/atau kegiatan2 yang berulang tanpa tujuan yang jelas,, walaupun individu sadar bahwa hal2 itu tidak perlu, tapi ia tidak mampu untuk mengendalikan dorongan mengulang-ulang itu.

• Disosiasi – perubahan kesadaran sebagian atau keseluruhan untuk waktu tertentu, dimana individu merasakan dan melakukan hal-hal diluar kesadaran dan kendali diri yang biasa.

• Agitasi-impulsivitas – perillaku agresif psikomotor yang tidak terkendali, sering timbul dengan tiba-tiba./ tidak terduga.

Page 33: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Gangguan psikopatik (“Moral Defectives”)

Individu menderita defisit akhlak, yang menjadi pola dasar dalam kehidupanya di masyarakat – “penyakit hati” (dalam arti penyakit qalbu?), yang tanda-tandanya

a.l. – “White Colour Crimes”– Kedengkian, dendam, keserakahan, kebohongan, tipu, irihati

dan sirik, khianat angkuh, intoleran – kehilangan kesanggupan untuk: memberi/memelihara kasih, bertenggang rasa, rukun dan kebersamaan, saling percaya dan harapan,

– Menggunakan agama sebagai rasionalisasi melampiaskan “penyakit hati” nya itu.

(QS 2: 8-20; QS 63: 1-9)

Page 34: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• The manifestation of spiritual emergencies ranges from a simple yet profound experience of psychological renewal and individuation, through’peak experience’ (episodes of unitive consciousness), the shamanic crisis’, ‘past life experiences’, ‘near death experience’, possession states’ and the awakening of ‘kundalini’ (Grof & Grof , 1989)

• Symptoms of a spiritual emergency often involve – An intensification of feeling– Visions and perceptual changes– Unusual thought processes– A variety of physical sensations

Page 35: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Kundalini phenomena Suatu keadaan psiko-spiritual dengan manifestasi gejala-gejala sbb (Sanella, 1978)

• Motor phenomena including automatic body movements and postures, unusual breathing patterns and occasionally paralysis.

• Sensory phenomena including tickling, heat and cold sensations, inner lights and visions, inner sounds

• Interpretive phenomena such as unusual or extreme emotion, distortions of thought processes, detachment, dissociation

• Neurophysiological phenomena such as ‘out-of-body’ experiences and paranormal experiences.

Page 36: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Pendekatan deskriptif fenomenologik

Skema pendekatan psikopatologi

PSIKOEDUKATIF

SOSIO

KULTURAL

ORGANO-

BIOLOGIK

Page 37: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Aspek biologik

Page 38: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

What is psychiatry without a brain?

• Peran otak sebagai “the organ of the mind”• Brain activity = brain circuits = neuronal activities Peran sebagai faktor inrinsik / “nature”• Lingkungan : keluarga, masyarakat, budaya, agama, pendidikan dsb Peran sebagai faktor ekstrinsik / “nurture”• Interaksi antara “Nature” dan “Nurture”

• Modal dasar Proses Hasil Akhir “ Nature “ “ Nature” “Nurture” Outcome Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Page 39: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Brain circuits

Page 40: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Neurotransmitters in schizophrenia / psychosis

• Dopamine hypothesis– Hyperactivity of dopamine neurons mediates

positive symptoms– Hypoactivity of dopamine neurons mediates

cognitive, negative and affective symptoms

• Glutamate hypothesis– Post excitotoxic overactivity of glutamate system

“burn out” of neuronal system behavioral deficits state of negative symptoms

Page 41: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Key dopamine pathways in the brain:

– Mesolimbic positive symptoms of schizophrenia

– Mesocortical cognitive, negative & affective symptoms

– Nigrostriatal part of the extra pyramidal system, controls movements

– Tuberoinfundibular controls prolactine release

Dopaminergic pathways

Page 42: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Mesolimbic pathway

Page 43: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Mesocortical pathway to DLPFC

Page 44: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Key glutamate pathways

• Stephen Stahl’s Essential Psychopharmacology 3rd edition, 2008

Page 45: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Neurodegenerative hypothesis of schizophrenia

• Bioneurological facts:– The presence of functional & structural abnormalities

demonstrated in neuroimaging studies (fMRI, PET), imaging malfunctioning circuits of the brain of schizophrenics

suggest that a neurodegenerative process with progressive loss of neuronal functioning may be going on during the course of schizophrenia

Glutamate may cause neuronal death/damage by a process where the normal excitatory function of glutamate run amok, which is called excitotoxicity

Page 46: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Brain circuits in depression

Page 47: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Neurotransmitters in depression

• Monoamine hypothesis• Malfungsi dari sistim trimonoaminergik (NE, SE,

DA) dipelbagai ciruit otak, berkaitan dengan:– Produksi, metabolisme, reuptake (neurotransporter), kekurangan serotonin, norepinefrin, dopamin di

celah synaps– Keterlibatan neurotransmitter dan area otak yang

berbeda-beda, tergantung profil gejala yang ada– Reseptor-reseptor (presynaps, postsynaps,

neurotransporter), yang terlibat : 5HT1A,2A,2C ; alpha 2A, 2B, 2C, alpha 1, NET, D1, D2, DAT, dsb.

Page 48: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Depressed mood circuits

Page 49: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Suicidal ideation circuits

Page 50: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Guilt/worthlessness circuits

Page 51: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Brain circuits pada anxiety

• Amygdala, memainkan peran sentral pada anxietas dan ketakutan,

• Mempunyai koneksitas resiprokal dengan regio-regio otak yang luas :

Hypothalamus, hippocampus, thalamus, brainstem sites (PAG, raphe nucleus, locus coeruleus, PBN), orbital prefrontal cortex, anterior cingulate cortex.

• Gejala anxietas/ketakutan berhubungan dengan malfungsi dari amygdala-centered circuits

Page 52: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Neurotransmitters in anxiety

• Neurotransmitters yang meregulasi circuits itu meliputi :

serotonin (5HT), gamma-aminobutiric acid (GABA), glutamate, corticotrophin releasing factor (CRF), and norepinephrine (NE); in addition, voltage- gated ion channels are involved in neurotransmission within these circuits

Page 53: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif
Page 54: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif
Page 55: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif
Page 56: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif
Page 57: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif
Page 58: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Hipotesis: • Gangguan mental tidak disebabkan oleh gen tunggal

dan juga tidak oleh abnormalitas genetik tunggal yang halus, tetapi oleh kontribusi kecil2 multipel dari beberapa gen.

• Semuanya berinteraksi dengan stressor dari lingkungan• Bukan hanya sekedar gen dominan atau resesif,

melainkan suatu set dari faktor2 risiko yang kompleks yang membuat seseorang menyimpang kearah suatu penyakit, tetapi tidak menyebabkannya (“complex genetics”)

Genes and psychiatry

Page 59: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Stahl’s Essential Psychopharmacology, 2008

Page 60: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Genome Environment

Gen expression

Gene regulation

Mutation

Page 61: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Pathway from genes to “mental illness”

Genes Mental illness (moral defectives) (Genotypes) (Phenotypes)

Endophenotypes Biological endophenotypes

Symptom endophenotypes Stress diathesis

Resume, Prasetyo Jan, 2010

Page 62: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Model Stress-Diathesis

• Berkembangnya gejala2 psikiatrik seringkali merupakan hasil dari interaksi pengaruh genetik dan lingkungan : stress-diathesis model

• Stressor kingkungan – dapat menambah risiko, atau diathesis, bagi berkembangnya suatu gangguan mental

• Individu2 dengan genome normal memiliki circuit2 normal aktivasi normal dari circuit2 sebagai respons terhadap stressful events

• Mereka memiliki biological phenotype yang normal• Individu2 seperti itu tidak akan mengekspresikan suatu

penyakit, tetapi sebaliknya akan memperlihatkan suatu phenotype normal tanpa gejala perilaku yang menyimpang

Page 63: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Stahl’s Essential Psychopharmacology, 2008

Page 64: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

(genetically biased circuit but no symptoms)

• Stahl’s Essential Psychopharmacology, 2008

Page 65: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• (stress-diathesis model of psychiatric symptoms)

• Stahl’s Essential Psychopharmacology, 2008

Page 66: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Aspek psiko-edukatif-sosio-spiritual

Page 67: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Konsep makna psikodinamik dari suatu gangguan mental

• Konsep psikodinamika mengenai genesis gangguan mental, menyatakan bahwa gangguan itu terjadi sebagai akibat dari adanya masalah dalam perkembangan ego dan kepribadian, yang kmd mencapai kulminasi sebagai kesulitan adaptif di masa remaja dan dewasa muda dikonsepsikan dalam pelbagai :

Teori psikoanalitik: Sigmund Freud / Karl Abraham, Melanie Klein, Edward Bibring, Edith Jacobson, Silvano Arieti, Heinz Kohut, John Bowlby

Teori interpersonal transaksional : Eric Berne Teori Belajar (Learning theory) – past & present :

Classical dan Instrumental Conditioning : Pavlov, Skinner Teori kognitif (CBT/RET-REBT) : Aaron Back, Albert Ellis.

Page 68: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Pandangan klasik teori-teori tersebut menyatakan bahwa gangguan mental / emosional-perilaku umumnya berakar di masa anak dan berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti misalnya:

– Gangguan dalam hubungan ibu-anak (infant-mother attachment / relationship)

– Perpisahan/kehilangan (real or imagined) di masa anak– Introjeksi dan defens2 immatur yang menetap hingga dewasa– Represi amarah, ambivalensi (love & hate) terhadap objek cinta,

yang kemudian diarahkan ke dalam diri (introjeksi)– Gagalnya menumbuhkan “a positive sense of self esteem & self

cohesion”, di masa anak.– Kontaminasi Adult Ego state oleh Parent / Child Ego States– Konsekuensi dari pembelajaran di masa lalu.

Page 69: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Makna psikodinamik gangguan keswa perspektif spiritualitas

• Spiritual emergency is a term first coined by Stanislav Christina Grof (1989) to describe a range of dramatic experiences and unusual states of mind that suggest :

both a crisis and an opportunity of rising to a new level of awareness or ‘ spiritual emergence’.

Page 70: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Dampak negatif agama terhadap kesehatan jiwa

Konig et al identify 3 groups of these1. Meningkatnya jumlah dan jenis pengalaman stres

biasanya karena berlebihan dalam penyerahan diri atau praktek ritual agama penelantaran tanggung jawab lainnya, atau, interpretasi yang terlalu kaku mengenai ayat-ayat kitab suciperilaku pemaksaan terhadap orang lain

2. Dampak negatif dalam sikap dan proses kognitif, termasuk cara berpikir yang rigid / legalistik, rasa bersalah yang berlebihan, stigmatisasi terhadap orang dengan keyakinan agama yang berbeda, pembenaran atau menyembunyikan pemiikiran2 , sikap dan perilaku yang patologik/maladaptif.

Page 71: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

3. Perilaku coping yang terganggu termasuk misalnya, menolak untuk mencari pertolongan medik yang sesuai karena terlalu percaya dan mengandalkan ritus-ritus dan nasehat dogmatis keagamaan..

Dampak-dampak negatif itu, dalam psikiatri harus dijelaskan dari aspek “model bio-psiko-sosial” gangguan psikiatrik.

Page 72: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Hal-hal yang dapat mengarahkan agama ke psikopatologi (1)

• “Persepsi” agama diajarkan dari manusia ke manusia melalui proses pembelajaran bisa kontributif / protektif terhadap timbulnya psikopatologi

• Persepsi itu dapat menggerakkan dan menimbulkan respons emosi/afek yang kuat dan mendalam.

• Motivasi beragama “tipe extrinsik” (Allport)• Agama digunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok,

rasionalisasi kebencian dan dendam, intoleransi, perilaku yang tak bertanggung jawab, penindasan, permusuhan dan peperangan

(S2:190-192; S60:8-9; S30:32; S6:108; S23:52-54)

Page 73: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Hal-hal yang dapat mengarahkan agama pada psikopatologi (2)

• Keimanan (faith) memerlukan adanya kepercayaan pada yang gaib, sehingga batas antara “wahyu” dan sisipan-sisipan rekayasa dapat menjadi kabur dan mudah dimanipulasi

• Kaburnya batas antara iman dan mitos, antara berpikir abstrak dan konkrit.

• Persepsi dan interpretasi guru dan jemaah yang tidak lepas dari latar belakang : sosial, intelektual, pembelajaran, pengalaman, kepentingan, kebutuhan psikologik

Page 74: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Hal-hal yang dapat mengarahkan agama pada psikopatologi (3)

Ketidak seimbangan RASIO & EMOSI• Akan mencuatkan konflik antara penjelasan2 ilmiah

rasional vs dogmatis irasional• Intensitas emosi yang ditimbulkan dapat sedemikian luar

biasa konflik kejiwaan mencetuskan berbagai jenis dan intensitas reaksi perilaku defensif.

• Akal sering terkalahkan, sehingga terjadilah pengrusakan, penghancuran, pembunuhan, dsb. yang justru bertentangan dengan hakekat agama.

Page 75: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Spiritualitas sehat >< patologik

Chambers et al, 1994; Kendall, 2006

“Rather than attempting to classify groups into ‘good’ or ‘bad’, ‘harmful and not harmful’, and their beliefs into ‘true’ or ‘false’, it can be helpful to consider a continuum with a critical point after which a group can progress to become harmful, if it takes its beliefs and/or practices to the extreme”

Page 76: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Batista (1996) mendeskripsikan spiritualitas patologik, melalui eksplorasi apakah spiritualitas itu merupakan :

”Spiritual defences – are spiritual beliefs that prevent people from expressing their actual, embodied, emotional self”

atau

”Offensive spirituality – the assertion of one’s self as spiritually developed as a means of constraining another person. It is the narcistic use of spiritual persona or spiritual identification”

Page 77: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Formulasi bio-psIkososial

• Perumusan masalah dan usaha mencari solusi harus meliputi tiga dimensi pengalaman manusia experience (biologik, psikologik dan sosial)

• Merumuskan gejala dan problema manusia dalam konteks holistik manusia, dan manusia dalam konteks keluarga, komunitas dan budaya.

• Dengan memasukkan riwayat spiritual proses perumusan dan solusi menjadi lebh sempurna

formulasi bio-psikososio-spiritual

Page 78: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• PEMIKIRAN 6

Page 79: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Implikasi dalam intervensi terapi

Modal dasar Modal dasar Proses Proses Hasil Hasil AkhirAkhir “ “ Nature “ “Nature” “Nurture” OutcomeNature “ “Nature” “Nurture” Outcome Faktor Intrinsik Faktor EkstrinsikFaktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik Manifestasi perilaku (Normal / Patologik)Rekayasa genetik? manipulasi lingkungan pendidikan, psikoterapi, psikotropika, intervensi di circuit otak / endophenotypes mutasi epigenetik/regulasi genetik ( stimulasi fisik-mental-spiritual, sosialisasi, nutrisi )

Page 80: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Intervensi terapeutik psikiatrik

• Perencanaan dan pelaksanaan terapi, harus di tujukan pada kesejahteraan pasien secara holistik buat atas dasar formulasi diagnostik

bio-psikososial-spiritual

Yang ditegakkan atas hasil evaluasi faktor-faktor biologik, stressor psikososial, kekuatan dan kelemahan pasien, motivasi, ‘psychological mindedness’.

Page 81: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Target terapi psikiatrik

• Secara garis besar, target terapi psikiatrik adalah:– Mengurangi / menghilangkan gejala yang

menyebabkan penderitaan– Membantu mengatasi konflik– Memperbaiki mekanisme defens kearah yang lebih

sehat – Mendorong perkembangan kepribadian menjadi lebih

positif / lebih matang– Mengembalikan fungsi sosial dalam masyarakat

Page 82: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Modalitas terapi :• Terapi biologik

– Psikofarmakoterapi memperbaiki keseimbangan neurotransmitters dalam brain circuits yang terkait perbaikan information processing

– Terapi biomolekuler• Neuronal system : re development, maturasi sel, migrasi,

synaptogenesis, neuronal death, dsb.• Genetic mutation, rekayasa genetik, stem cell, dsb

• Psikoterapi– Pendekatan psikoterapi baku (analitik, behavioral,

kognitif, interpersonal, dsb.)– Terapi spiritual dan religi semakin diakui sebagai

komponen penting dalam pengobatan psikiatrik.

Page 83: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

• Lukoff (1996 b)

Evaluation for medication ( a necessary clinical decisiion may need to be made between allowing the ‘psychotic’ experience full expression with natural resolution, or, using medication to suppress symptoms in order to alleviate damaging psychological distress)

• Scotton (1996 b) and House (2001)Interventions desinged to treat Kundalini without

suppressing symptoms with conventional psychiatric treatment produce better outcomes.

Page 84: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

Kepustakaan:

1. Buah dari Penghayatan Agama, Prof.Dr.dr. DB.Lubis, SpKJ (K), 2008 – untuk kalangan sendiri, tidak dipublikasi

2. Penyakit Hati (Qolbu) dan Psikiatri, Prof.D.B.Lubis, SpKJ(K), 2009 – untuk kallangan sendiri, tidak dipublikasi

3. ESQ, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Ary Ginanjar Agustian, Penerbit Arga, 2001.

4. Bahan Renungan Kalbu, pengantar Mencapai Pencerahan Jiwa, bahan Renungan ke-9, Bab. Agama Islam, hl.207-243, Ir. Permadi Alibasyah, Penerbit; Cahaya Makrifat Bandung, 2005.

5. Mensucikan Jiwa, Bab 3, Hakikat Pensucian Jiwa, Sa’id Hawwa, Alih Bahasa: Aunur Rafiq Shaleh Tmhid, Lc. Robbani Press, 1999.

6. Tren Pluralisme Agama, Tinjauan Kritis, Dr. Anis Malik Toha, Perspek

7. Spirituality and Psychiatry, Edited by Chris Cook, Andrew Powell & Andrew Sims,RCPsych Publications, 2009.

8. Stahl’s Essential Psychopharmacology, Neuroscientific Basis and Practical Applications, Stephen Stahl, 3rd Edition, University of San Diego, Cambridge University Press, 2008

Page 85: Agama,Psikopatologi, Neuroscience - Perspektif

TERIMA KASIH