35
ADENOMA PITUITARI Tumor kelenjar pituitari merupakan sekitar lima persen tumor intrakranial. Berasal dari bagian anterior kelenjar dan biasanya jinak. Klasifikasi Dengan tehnik immuno assay (immunositokimia, dengan tehnik ultrastruktur), klasifikasi praktis berdasar pada jenis hormon yang disekresikan. Sekitar setengah adenoma khromofob 'non- functioning' mensekresikan prolaktin. Hipersekretori: adenoma pensekresi prolaktin (prolaktinoma) adenoma pensekresi GH adenoma pensekresi ACTH adenoma pensekresi TSH adenoma pensekresi FSH/LH adenoma stem cell adenoma dengan seret campuran Nonfungsional Dahulu pernah dilakukan klasifikasi berdasar jenis sel tumor yang tampak pada mikroskop cahaya:

Adenoma Pituitari

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Adenoma Pituitari

ADENOMA PITUITARI

Tumor kelenjar pituitari merupakan sekitar lima persen tumor intrakranial. Berasal dari bagian anterior kelenjar dan biasanya jinak.

Klasifikasi

Dengan tehnik immuno assay (immunositokimia, dengan tehnik ultrastruktur), klasifikasi praktis berdasar pada jenis hormon yang disekresikan. Sekitar setengah adenoma khromofob 'non-functioning' mensekresikan prolaktin.

Hipersekretori:

adenoma pensekresi prolaktin (prolaktinoma)

adenoma pensekresi GH

adenoma pensekresi ACTH

adenoma pensekresi TSH

adenoma pensekresi FSH/LH

adenoma stem cell

adenoma dengan seret campuran

Nonfungsional

Dahulu pernah dilakukan klasifikasi berdasar jenis sel tumor yang tampak pada mikroskop cahaya:

adenoma eosinofilik: prolaktin

hormon pertumbuhan

Page 2: Adenoma Pituitari

adenoma basofilik: ACTH

TSH

hormon gonadotropik (FSH, LH)

adenoma khromofob: non-functional

Gambaran Klinis

Efek massa lokal

Nyeri kepala: terjadi pada kebanyakan pasien dengan pembesaran fossa pituitari. Tidak spesifik akan lokasi ataupun asalnya.

Defek lapang pandang: Tekanan pada aspek inferior khiasma optik menyebabkan kuadrantanopia temporal superior mulanya, kemudian menjadi hemianopia bitemporal.

Kompresi sinus kavernosus: Pada beberapa tumor pituitari, perluasan kelateral mungkin menekan saraf yang terletak didinding sinus kavernosus. Saraf III adalah yang paling terancam.

tumor besar --> efek massa lokal ---> kompresi struktur neural sekitar

---> kompresi kelenjar pituitari sekitar

tumor kecil --> efek endokrin ------> menghalangi output hormonal

panhipopituitarisme

------> sekresi berlebih hormon spesifik, a.l. prolaktin, GH, ACTH (biasa lebih dari 1 hormon disekresikan)

Page 3: Adenoma Pituitari

Efek endokrin

1. HIPERSEKRESI

Gejala klinis yang terjadi tergantung hormon yang disekresikan.

Hormon pertumbuhan (GH)

GH merangsang pertumbuhan dan berperan dalam mengontrol

protein, lemak, dan karbohidrat. Merupakan 15-25 % dari

adenoma pituitari.

Kelebihan GH pada dewasa menyebabkan akromegali.

Terjadi perluasan jaringan lunak, kartilago dan tulang

pada muka, tangan dan kaki. Kulit menjadi kasar. Tangan

menjadi lembut serta seperti adonan. Terjadi pembesaran

jaringan lunak jari serta bantalan tumit. Tampak prog-

nathisme dan makroglosia. Pada visera terjadi pembesar-

an jantung, hati dan tiroid. Diabetes terjadi pada 10

persen kasus. Nyeri kepala dijumpai pada 50-75 % ka-

sus. Juga djumpai artralgia dan letargi.

Pada anak sebelum terjadinya fusi sutura tulang,

kelebihan GH menyebabkan gigantisme.

Kadar GH biasanya meningkat hingga > 10ng/ml (nor-

malnya 2-5 ng/ml).

Hiperglikemi biasanya menekan sekresi GH. Contoh

GH diambil bersamaan dengan glukosa darah saat tes to-

leransi glukosa. Gagalnya supresi GH setelah pemberian

glukosa memberikan kepastian adanya tumor.

Page 4: Adenoma Pituitari

Prolaktin

Hormon ini membantu memacu laktasi. Tehnik immuno-assay

menunjukkan prolaktinemia merupakan jenis tumor pitui-

tari tersering (30-70 % adenoma pituitari) dan membantu

diagnostik dini mikroadenoma prolaktin.

Tumor ini tampil dengan infertilitas, amenore dan

galaktore. Amenore primer lebih jarang dibanding peng-

hentian menstruasi pada menarkhe normal. Pada pria

mungkin dengan impotensi, nyeri kepala, perubahan visu-

al, atau tetap tak terdeteksi hingga terjadi efek te-

kanan.

Umumnya prolaktin serum 360U/l dianggap tak normal

namun sebelum memutuskan adanya tumor pensekresi pro-

laktin, penyebab lain harus disingkirkan. Hiperprolak-

tinemia bisa disebabkan stres, hamil, obat (terutama

antagonis dopamin), hipotiroidisme, kelainan ginjal, a-

denoma pituitari dan lesi hipotalamik atau seksi tang-

kai pituitari. Banyak obat termasuk klorpromazina, me-

til dopa, dan estrogen meninggikan prolaktin serum. Ka-

rena hormon tirotropik (TRH) merangsang pelepasan pro-

laktin, kadar prolaktin tinggi pada hipotiroidisme.

Prolaktin berbeda dari hormon pituitari anterior

lainnya karena dikontrol oleh hipotalamus. Lesi hipota-

lamik atau tangkai pituitari menyebabkan defisiensi da-

ri faktor inhibitori prolaktin (PIF) dengan akibat pe-

ninggian prolaktin serum.

Page 5: Adenoma Pituitari

Tes berikut mengarahkan adanya tumor pensekresi

prolaktin, namun kemampuannya terbatas:

tak adanya fluktuasi diurnal normal kadar prolaktin

tak ada atau berkurangnya respons terhadap injeksi

TRH (normalnya meninggi 500 X)

tak adanya respons terhadap metoklopramida (normalnya

meninggi 2000 X)

Terpenting adalah tes kadar prolaktin serum basal, yang

berkisar dari 5-20ng/ml pada orang normal. Kadar 50ng/

ml dijumpai pada 25 % penderita prolaktinoma. 100ng/ml

pada sekitar 50 %, dan kadar 200-300 ng/ml pada 100 %.

Peninggian ringan (<200ng/ml) mungkin juga pada ter-

ganggunya tangkai pituitari, setelah pengurangan inhi-

bisi dopamin normal atas sekresi prolaktin

Hormon adrenokortikotrofik (ACTH)

ACTH merangsang sekresi kortisol dan androgen. Hiper-

sekresi menyebabkan hiperplasia adrenal yang tampil de-

ngan gambaran khas sindroma Cushing. Merupakan 5 % dari

adenoma pituitari.

Sindroma tersebut juga disebabkan oleh tumor adre-

nal atau sekresi ektopik dari karsinoma bronkhial, na-

mun pemberian steroid adalah penyebab tersering.

Page 6: Adenoma Pituitari

Tampilan klinik biasanya moon face, obesitas

(trunkal) jenis buffalo, stria ungu pada perut dan

pinggang, memar dan fragilitas kapiler, penyembuhan lu-

ka tidak baik, intoleransi glukosa, kelemahan dan pe-

ngecilan otot; sering dengan miopati proksimal, osteo-

porosis, DM laten, hipertensi, akne, hirsutisme dan ke-

botakan, peninggian akan ancaman infeksi. Oligomenore,

amenore atau impotensi terjadi pada 70-80 % kasus. Gam-

baran klinis tumor ini terutama karena sekresi berle-

bihan glukokortikoid.

Diagnosis dipastikan dengan temuan peninggian ka-

dar kortisol urin dan plasma yang tak tersupresi oleh

pemberian deksametason.

Pada penyakit Cushing kadar kortisol plasma umum-

nya meninggi walau kadar yang bervariasi luas membatasi

nilai kadar plasma yang didapat. Kehilangan variasi di-

urnal normal pada kadar kortisol plasma lebih membantu

dalam diagnosis sebagai jumlah dari urin 24 jam korti-

sol bebas dan 17-OH kortikosteroid. pengukuran langsung

ACTH plasma umumnya tak membantu. Paling kritis, pada

penyakit Cushing kadar kortisol tak disupresi oleh do-

sis rendah deksametason (4 X 0.5mg/hari) selama dua ha-

ri namun tersupresi oleh dosis tinggi (4 X 2mg) selama

dua hari, hingga kurang dari 50 % nilai dasar. Nonsup-

resi oleh dosis tinggi deksametason, peninggian korti-

sol, dan kadar ACTH rendah abnormal pada darah menun-

jukkan tumor adrenal atau hiperplasia adrenal dibanding

Page 7: Adenoma Pituitari

adenoma pituitari pensekresi ACTH.

Adrenalektomi bilateral untuk penyakit Cushing

terkadang diikuti timbulnya sindroma Nelson: kadar ACTH

tinggi, pembesaran pituitari dan pigmentasi kulit men-

colok.

Lain-lain

Tumor pensekresi TSH,FSH, LH jarang dijumpai.

Adenoma yang besar menekan kelenjar dan mengaki-

batkan endokrinopati multipel. Tes fungsi tiroid basal,

kadar FSH, LH, kortisol, dan prolaktin harus dilakukan.

2. NONFUNGSIONAL

20-25 % adenoma pituitari adalah nonfungsional secara

endokrimologis. Adenoma 'null cell' ini diklasifikasi-

kan kedalam onkositik dan nononkositik. Karena tumor i-

ni tak mensekresikan hormon, sering tak terdeteksi

hingga ukurannya besar, sering meluas keluar sella, de-

ngan gejala disebabkan massanya sendiri. 72 % kasus

mengalami kehilangan penglihatan, 61 % dengan hipopitu-

itarisme, dan 36 % dengan nyeri kepala.

Banyak tumor pituitari didiagnosis sebelum timbul

panhipopituitarisme, namun tumor besar mungkin menye-

babkan gangguan bertahap dari sekresi hormon pituitari.

GH dan gonadotrofin adalah yang pertama terkena, diiku-

Page 8: Adenoma Pituitari

ti TSH, dan ACTH. Panhipopituitarisme hanya terjadi bi-

la lebih dari 80 % pituitari anterior rusak.

Gangguan sekresi GH pada anak-anak menyebabkan

dwarfisme pituitari, terhambatnya pertumbuhan skeletal,

perkembangan seksual terhambat, episoda hipoglikemik,

intelegensia normal. Gangguan sekresi gonadotrofin pada

dewasa menimbulkan amenore, sterilitas dan hilangnya

libido. Sedang gangguan sekresi ACTH pada orang dewasa

menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan androgen, ke-

lemahan otot dan lesu. Sekresi TSH yang terganggu pada

orang dewasa berakibat hipotiroidisme sekunder, BMR ba-

sal rendah, sensitif terhadap dingin, fisik dan mental

yang 'malas', rambut kasar. Gangguan sekresi prolaktin

berakibat kegagalan laktasi.

Sekresi prolaktin paling tahan terhadap kerusakan

pituitari. Defisiensi jarang nyata, biasanya hanya tam-

pil setelah perdarahan post-partum (sindroma Seehan)

sebagai kegagalan laktasi dan gambaran lain panhipopi-

tuitarisme.

Hormon-assay pituitari tak dapat membedakan kadar

'normal' rendah dengan gangguan sekresi, namun kadar

yang rendah hormon pituitari disertai adanya hormon or-

gan target yang rendah memastikan hiposekresi, misalnya

kadar TSH rendah walau tiroksin serum rendah.

Hilangnya respons terhadap tes yang dirancang

untuk meningkatkan hormon pituitari spesifik memberikan

konfirmasi tambahan atas hipofungsi:

Page 9: Adenoma Pituitari

1. GH,ACTH: Tes toleransi insulin; Aksi hipoglikemia

melalui aksis hipotalamik-pituitari akan meninggikan

kadar GH dan ACTH, yang terakhir menyebabkan pening-

katan kortisol plasma secara bermakna.

2. Gonadotrofin: Injeksi hormon pelepas gonadotrofin

(GnRH) menyebabkan peninggian cepat LH dan peninggian

yang lebih lambat dari FSH.

3. Injeksi hormon pelepas tirotrofin (TRH) meninggikan

kadar plasma baik TSH maupun prolaktin.

Tes diatas dapat dilakukan bersama sebagai 'Tes

Stimulasi Pituitari Kombinasi'. Insulin, GnRH dan TRH

diinjeksikan i.v. dan semua hormon pituitari diukur da-

ri contoh darah berulang yang diambil dengan selang dua

jam. Kadar glukosa juga diperiksa untuk memastikan ade-

kuasi hipoglikemia.

Apopleksi Pituitari

Pertama dijelaskan Cushing sebagai perdarahan kedalam

adenoma. Infarksi dengan pembengkakan dapat menimbulkan

gambaran klinis serupa seperti nyeri kepala dengan

onset mendadak, perburukan visus mendadak dan/atau pal-

si okulomotor, serta hipopituarisme akuta. Merupakan

komplikasi jarang tumor pituitari. Kematian menyusul

Page 10: Adenoma Pituitari

kecuali tindakan segera dilakukan.

Adenoma pituitari adalah kelainan yang sangat luar

biasa banyak, 20-35 % dari kelenjar pituitari yang di-

periksa pada seri autopsi yang besar. Pada suatu seri

klinis dijumpai sekitar 35 % adenoma adalah invasif,

namun tidak ganas.

Walau adenoma adalah lesi seller dan supraseller

tersering, lainnya yang bisa menyerupai adenoma yang

harus dipikirkan adalah aneurisma arteria karotid;

kraniofaringioma; sista arakhnoid. epidermoid dan celah

Rathke; hamartoma; tumor demoid, epidermoid, glioma,

meningioma, dan metastatik.

Pemeriksaan Neuroradiologis

Foto polos tengkorak

Tetap berguna sebagai penilai adenoma pituitari. Tumor

besar menyebabkan pelebaran atau ballooning fossa pitu-

itari, penipisan dorsum sella, dan mungkin mengerosi

lantai atau hilangnya lamina dura yang membentuk lan-

tai, elevasi atau erosi prosesus klinoid anterior. Eks-

pansi fossa yang asimetris memberikan gambaran 'dou-

ble floor sejati' pada aspek lateral. Tomografi berguna

untuk menentukan erosi lantai fossa. Mikro adenoma

mungkin menimbulkan mangkuk erosif kecil pada lantai,

terbaik dilihat pada tampilan anteroposterior.

Page 11: Adenoma Pituitari

Angiografi dan sinogram kavernosa

Aneurisma arteria karotid bisa tampil sebagai massa in-

traseller dan mungkin dikira sebagai adenoma pituitari.

Operasi transfenoid dengan ruptur aneurisma dan kemati-

an pernah terjadi. Karenanya arteriografi harus dilaku-

kan. Sinogram dapat memperlihatkan terkenanya sinus ka-

vernosus.

CT scan

Mempunyai kemampuan diagnostik sangat besar. Serial pra

dan pasca kontras harus didapatkan termasuk tampilan

aksial dan koronal dari sella. Mikroadenoma yang hanya

3-4 mm diameternya dapat dilihat sebagai massa hipodens

didalam kelenjar pituitari. Peninggian tinggi kelenjar

melebihi 9 mm juga menunjukkan adanya tumor. Lesi yang

lebih besar tampak berakibat erosi sella. Perluasan in-

tra dan supraseller dari makroadenoma dapat ditentukan

dengan tepat seperti juga hubungannya dengan tangkai

pituitari dan khiasma optik.

CT scan definisi tinggi memberikan lebih banyak

informasi. Tumor besar dapat dilihat dalam tampilan ak-

sial atau koroner baik dengan pelacakan langsung maupun

rekonstruksi. Mikroadenoma diperlihatkan pada 'slices'

yang hanya satu hingga dua milimeter sebagai daerah

berdensitas rendah didalam jaringan glandula atau mem-

perlihatkan deviasi tangkai pituitari dari garis te-

Page 12: Adenoma Pituitari

ngah. Insidens negatif palsu walau bagaimanapun cukup

tinggi.

MRI

Juga berguna dan memberikan keuntungan tampilan sagital

yang istimewa pada daerah ini. Adenoma biasanya ber-

intensitas rendah pada citra pembebanan T-1 dan ber-

intensitas tinggi pada citra pembebanan T-2.

Sisternogram basal

Bila scanner berdefinisi tinggi tidak dimiliki, sister-

nogram basal dapat dilakukan dan jelas memperlihatkan

perluasan lesi supraseller. Kontras radiopak disuntik-

kan kesisterna magna dan menyebar sepanjang dasar teng-

korak. Adanya defek pengisian supraseller berarti ada-

nya ekstensi vertikal dari tumor.

Pengelolaan

Pengelolaan tumor pituitari tergantung jenis penampil-

an. Bila tampil sebagai lesi massa, diperlukan dekom-

presi serta koreksi kelainan endokrin. Pada mikroadeno-

ma, pengobatan gangguan hormonal diutamakan. Tindakan

dini akan mencegah perkembangan lesi massa kemudian ha-

ri. Metodanya adalah dekompresi operatif, radioterapi

dan obat-obatan.

Page 13: Adenoma Pituitari

Adenoma pituitari nonfungsional umumnya tampil se-

bagai massa yang besar. Indikasi operasinya jelas:

gangguan visual progresif baik ketajaman maupun lapang

pandang, disfungsi saraf kranial III,IV, atau VI, pe-

ninggian TIK akibat efek massa lokal, obstruksi CSS dan

hidrosefalus, apopleksi pituitari, serta kebocoran CSS.

Terapi medikal tak ada manfaatnya. Terapi radiasi di-

lakukan pada pasien yang reseksi tumornya tak bisa se-

cara lengkap.

Perluasan tumor keluar fossa pituitari berrisiko

kerusakan visual permanen. Operasi memberikan dekompre-

si cepat dan dengan cara transfenoidal atau transethmo-

idal, risikonya minimal. Tumor besar tak pernah teram-

bil sempurna, karenanya dilanjutkan dengan radioterapi

sebagai pelengkap. Bila radioterapi sebagai tindakan

primer, akan terjadi pembengkakan tumor, sedang penge-

rutan dan pengembalian kadar hormon biasanya lambat

terjadinya.

Pada adenoma yang fungsional, operasi tetap tin-

dakan terpilih pada pasien dengan kelainan Cushing, ak-

romegali atau sindroma Nelson. Keputusan lebih rumit

pada prolaktinoma. Bromokriptin ternyata dapat menor-

malkan kadar prolaktin serum pada pasien dengan mikro

dan makroadenoma. (Bromokriptin adalah agonis dopamin,

yang menurunkan kadar abnormal hormon yang bersirkula-

si, terutama prolaktin. Pada dosis tinggi juga mengu-

rangi sekresi GH). Selanjutnya pengerutan ukuran tumor

Page 14: Adenoma Pituitari

dijumpai bahkan pada tumor besar. Beberapa memikirkan

bromokriptin sebagai terapi inisial untuk tumor pensek-

resi prolaktin, terutama karena terbatasnya efek buruk-

nya. Adenektomi selektif transfenoidal memperlihatkan

tingkat rekurensi rendah, dan dianjurkan sebagai terapi

garis pertama, terutama pada wanita usia beranak. Bebe-

rapa pasien tidak mentolerasi bromikriptin, bahkan pada

dosis rendah dan operasi adalah pilihan yang baik. Pa-

sien yang menghendaki kehamilan sering ditindak secara

bedah namun beberapa kasus juga ditindak dengan obat,

dengan pengawasan sangat ketat selama hamil. Pada kea-

daan ini, pilihan bedah atau medikal harus dipertim-

bangkan untuk masing-masing pasien. Prolaktinoma yang

memperlihatkan pertumbuhan progresif walau dengan tin-

dakan medikal adekuat atau pada adanya kehilangan peng-

lihatan progresif, apopleksi, disfungsi okulomotor, hi-

drosefalus, atau peninggian TIK, operasi jelas diindi-

kasikan.

Bromokriptin memang suatu alternatif untuk mikroa-

denoma pensekresi prolaktin. Penurunan kadar prolaktin

akan memungkinkan kehamilan dilanjutkan, namun terka-

dang hal ini akan menginduksi perluasan tumor secara

cepat. Teoritis, namun belum terbukti, ia berrisiko te-

ratogenik. Obat ini kurang bermanfaat dalam mengontrol

tumor pensekresi GH dan ACTH. Bromokriptin hanya akan

berakibat pengerutan tumor pada 60 % kasus, lainnya te-

tap bertumbuh.

Page 15: Adenoma Pituitari

Mikroadenoma dicapai melalui jalur transfenoidal

yang dipopulerkan lagi oleh Hardy. Bahkan kebanyakan

makroadenoma bisa dicapai secara transfenoidal sebanyak

tumor yang jatuh ke sella selama proses operasi. Perlu-

asan besar keanterior dekat lobus frontal atau kelate-

ral kefossa media mungkin memerlukan operasi transkra-

nial. Operasi ini morbiditas dan mortalitasnya lebih

besar dari jalur transfenoidal, termasuk risiko besar

perburukan visual.

Pada mikroadenoma, seluruh tumor berada dalam fos-

sa pituitari hingga sedikit risiko segera kerusakan vi-

sual dan tindakan diarahkan pada pengurangan kadar hor-

mon. Pendekatan transfenoidal atau transethmoidal me-

ngembalikan secara cepat kadar hormon ketingkat normal

pada 80-90 % kasus.

Radiasi supervoltase memperlihatkan perbaikan

tingkat bebas rekurensi. Indikasinya sisa tumor yang

tampak jelas pada CT scan setelah operasi, kegagalan o-

perasi (rekurensi tumor atau keadaan hipersekretori),

dan tumor besar yang tak dapat direseksi total dengan

aman. Adenoma pituitari adalah radiosensitif dan biasa-

nya dilakukan secara eksternal. Terkadang butir ytrium

atau emas diimplantasikan kefossa pituitari baik mela-

lui pendekatan transfenoidal maupun stereotaktik mela-

lui burr hole frontal.

Page 16: Adenoma Pituitari

Pendekatan operasi

Dari bawah:

1. Transfenoidal: melalui insisi gusi atas ,mukosa hi-

ADENOMA PITUITARI

Tumor kelenjar pituitari merupakan sekitar lima persen

tumor intrakranial. Berasal dari bagian anterior kelen-

jar dan biasanya jinak.

Klasifikasi

Dengan tehnik immuno assay (immunositokimia, dengan

tehnik ultrastruktur), klasifikasi praktis berdasar pa-

da jenis hormon yang disekresikan. Sekitar setengah a-

denoma khromofob 'non-functioning' mensekresikan pro-

laktin.

Hipersekretori:

adenoma pensekresi prolaktin (prolaktinoma)

adenoma pensekresi GH

adenoma pensekresi ACTH

adenoma pensekresi TSH

adenoma pensekresi FSH/LH

adenoma stem cell

adenoma dengan seret campuran

Page 17: Adenoma Pituitari

Nonfungsional

Dahulu pernah dilakukan klasifikasi berdasar jenis sel

tumor yang tampak pada mikroskop cahaya:

adenoma eosinofilik: prolaktin

hormon pertumbuhan

adenoma basofilik: ACTH

TSH

hormon gonadotropik: FSH

LH

adenoma khromofob: non-functional

Gambaran Klinis

Efek massa lokal

Nyeri kepala: terjadi pada kebanyakan pasien dengan

pembesaran fossa pituitari. Tidak spesifik akan lokasi

ataupun asalnya.

Defek lapang pandang: Tekanan pada aspek inferior khi-

asma optik menyebabkan kuadrantanopia temporal superior

mulanya, kemudian menjadi hemianopia bitemporal.

Page 18: Adenoma Pituitari

Kompresi sinus kavernosus: Pada beberapa tumor pituita-

ri, perluasan kelateral mungkin menekan saraf yang ter-

letak didinding sinus kavernosus. Saraf III adalah yang

paling terancam.

tumor besar --> efek massa lokal ---> kompresi struktur

| neural sekitar

|

/--> kompresi kelenjar

pituitari sekitar

tumor kecil --> efek endokrin ------> menghalangi out-

(mikro- | put hormonal

adenoma) | |

| !

| panhipo

| pituitarisme

|

/--> sekresi berlebih

hormon spesifik,

a.l. prolaktin,

GH, ACTH (biasa

lebih dari 1 hor-

mon disekresikan)

Page 19: Adenoma Pituitari

Efek endokrin

1. HIPERSEKRESI

Gejala klinis yang terjadi tergantung hormon yang

disekresikan.

Hormon pertumbuhan (GH)

GH merangsang pertumbuhan dan berperan dalam mengontrol

protein, lemak, dan karbohidrat. Merupakan 15-25 % dari

adenoma pituitari.

Kelebihan GH pada dewasa menyebabkan akromegali.

Terjadi perluasan jaringan lunak, kartilago dan tulang

pada muka, tangan dan kaki. Kulit menjadi kasar. Tangan

menjadi lembut serta seperti adonan. Terjadi pembesaran

jaringan lunak jari serta bantalan tumit. Tampak prog-

nathisme dan makroglosia. Pada visera terjadi pembesar-

an jantung, hati dan tiroid. Diabetes terjadi pada 10

persen kasus. Nyeri kepala dijumpai pada 50-75 % ka-

sus. Juga djumpai artralgia dan letargi.

Pada anak sebelum terjadinya fusi sutura tulang,

kelebihan GH menyebabkan gigantisme.

Kadar GH biasanya meningkat hingga > 10ng/ml (nor-

malnya 2-5 ng/ml).

Hiperglikemi biasanya menekan sekresi GH. Contoh

GH diambil bersamaan dengan glukosa darah saat tes to-

leransi glukosa. Gagalnya supresi GH setelah pemberian

glukosa memberikan kepastian adanya tumor.

Page 20: Adenoma Pituitari

Prolaktin

Hormon ini membantu memacu laktasi. Tehnik immuno-assay

menunjukkan prolaktinemia merupakan jenis tumor pitui-

tari tersering (30-70 % adenoma pituitari) dan membantu

diagnostik dini mikroadenoma prolaktin.

Tumor ini tampil dengan infertilitas, amenore dan

galaktore. Amenore primer lebih jarang dibanding peng-

hentian menstruasi pada menarkhe normal. Pada pria

mungkin dengan impotensi, nyeri kepala, perubahan visu-

al, atau tetap tak terdeteksi hingga terjadi efek te-

kanan.

Umumnya prolaktin serum 360U/l dianggap tak normal

namun sebelum memutuskan adanya tumor pensekresi pro-

laktin, penyebab lain harus disingkirkan. Hiperprolak-

tinemia bisa disebabkan stres, hamil, obat (terutama

antagonis dopamin), hipotiroidisme, kelainan ginjal, a-

denoma pituitari dan lesi hipotalamik atau seksi tang-

kai pituitari. Banyak obat termasuk klorpromazina, me-

til dopa, dan estrogen meninggikan prolaktin serum. Ka-

rena hormon tirotropik (TRH) merangsang pelepasan pro-

laktin, kadar prolaktin tinggi pada hipotiroidisme.

Prolaktin berbeda dari hormon pituitari anterior

lainnya karena dikontrol oleh hipotalamus. Lesi hipota-

lamik atau tangkai pituitari menyebabkan defisiensi da-

ri faktor inhibitori prolaktin (PIF) dengan akibat pe-

Page 21: Adenoma Pituitari

ninggian prolaktin serum.

Tes berikut mengarahkan adanya tumor pensekresi

prolaktin, namun kemampuannya terbatas:

tak adanya fluktuasi diurnal normal kadar prolaktin

tak ada atau berkurangnya respons terhadap injeksi

TRH (normalnya meninggi 500 X)

tak adanya respons terhadap metoklopramida (normalnya

meninggi 2000 X)

Terpenting adalah tes kadar prolaktin serum basal, yang

berkisar dari 5-20ng/ml pada orang normal. Kadar 50ng/

ml dijumpai pada 25 % penderita prolaktinoma. 100ng/ml

pada sekitar 50 %, dan kadar 200-300 ng/ml pada 100 %.

Peninggian ringan (<200ng/ml) mungkin juga pada ter-

ganggunya tangkai pituitari, setelah pengurangan inhi-

bisi dopamin normal atas sekresi prolaktin

Hormon adrenokortikotrofik (ACTH)

ACTH merangsang sekresi kortisol dan androgen. Hiper-

sekresi menyebabkan hiperplasia adrenal yang tampil de-

ngan gambaran khas sindroma Cushing. Merupakan 5 % dari

adenoma pituitari.

Sindroma tersebut juga disebabkan oleh tumor adre-

nal atau sekresi ektopik dari karsinoma bronkhial, na-

Page 22: Adenoma Pituitari

mun pemberian steroid adalah penyebab tersering.

Tampilan klinik biasanya moon face, obesitas

(trunkal) jenis buffalo, stria ungu pada perut dan

pinggang, memar dan fragilitas kapiler, penyembuhan lu-

ka tidak baik, intoleransi glukosa, kelemahan dan pe-

ngecilan otot; sering dengan miopati proksimal, osteo-

porosis, DM laten, hipertensi, akne, hirsutisme dan ke-

botakan, peninggian akan ancaman infeksi. Oligomenore,

amenore atau impotensi terjadi pada 70-80 % kasus. Gam-

baran klinis tumor ini terutama karena sekresi berle-

bihan glukokortikoid.

Diagnosis dipastikan dengan temuan peninggian ka-

dar kortisol urin dan plasma yang tak tersupresi oleh

pemberian deksametason.

Pada penyakit Cushing kadar kortisol plasma umum-

nya meninggi walau kadar yang bervariasi luas membatasi

nilai kadar plasma yang didapat. Kehilangan variasi di-

urnal normal pada kadar kortisol plasma lebih membantu

dalam diagnosis sebagai jumlah dari urin 24 jam korti-

sol bebas dan 17-OH kortikosteroid. pengukuran langsung

ACTH plasma umumnya tak membantu. Paling kritis, pada

penyakit Cushing kadar kortisol tak disupresi oleh do-

sis rendah deksametason (4 X 0.5mg/hari) selama dua ha-

ri namun tersupresi oleh dosis tinggi (4 X 2mg) selama

dua hari, hingga kurang dari 50 % nilai dasar. Nonsup-

resi oleh dosis tinggi deksametason, peninggian korti-

sol, dan kadar ACTH rendah abnormal pada darah menun-

Page 23: Adenoma Pituitari

jukkan tumor adrenal atau hiperplasia adrenal dibanding

adenoma pituitari pensekresi ACTH.

Adrenalektomi bilateral untuk penyakit Cushing

terkadang diikuti timbulnya sindroma Nelson: kadar ACTH

tinggi, pembesaran pituitari dan pigmentasi kulit men-

colok.

Lain-lain

Tumor pensekresi TSH,FSH, LH jarang dijumpai.

Adenoma yang besar menekan kelenjar dan mengaki-

batkan endokrinopati multipel. Tes fungsi tiroid basal,

kadar FSH, LH, kortisol, dan prolaktin harus dilakukan.

2. NONFUNGSIONAL

20-25 % adenoma pituitari adalah nonfungsional secara

endokrimologis. Adenoma 'null cell' ini diklasifikasi-

kan kedalam onkositik dan nononkositik. Karena tumor i-

ni tak mensekresikan hormon, sering tak terdeteksi

hingga ukurannya besar, sering meluas keluar sella, de-

ngan gejala disebabkan massanya sendiri. 72 % kasus

mengalami kehilangan penglihatan, 61 % dengan hipopitu-

itarisme, dan 36 % dengan nyeri kepala.

Banyak tumor pituitari didiagnosis sebelum timbul

panhipopituitarisme, namun tumor besar mungkin menye-

babkan gangguan bertahap dari sekresi hormon pituitari.

Page 24: Adenoma Pituitari

GH dan gonadotrofin adalah yang pertama terkena, diiku-

ti TSH, dan ACTH. Panhipopituitarisme hanya terjadi bi-

la lebih dari 80 % pituitari anterior rusak.

Gangguan sekresi GH pada anak-anak menyebabkan

dwarfisme pituitari, terhambatnya pertumbuhan skeletal,

perkembangan seksual terhambat, episoda hipoglikemik,

intelegensia normal. Gangguan sekresi gonadotrofin pada

dewasa menimbulkan amenore, sterilitas dan hilangnya

libido. Sedang gangguan sekresi ACTH pada orang dewasa

menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan androgen, ke-

lemahan otot dan lesu. Sekresi TSH yang terganggu pada

orang dewasa berakibat hipotiroidisme sekunder, BMR ba-

sal rendah, sensitif terhadap dingin, fisik dan mental

yang 'malas', rambut kasar. Gangguan sekresi prolaktin

berakibat kegagalan laktasi.

Sekresi prolaktin paling tahan terhadap kerusakan

pituitari. Defisiensi jarang nyata, biasanya hanya tam-

pil setelah perdarahan post-partum (sindroma Seehan)

sebagai kegagalan laktasi dan gambaran lain panhipopi-

tuitarisme.

Hormon-assay pituitari tak dapat membedakan kadar

'normal' rendah dengan gangguan sekresi, namun kadar

yang rendah hormon pituitari disertai adanya hormon or-

gan target yang rendah memastikan hiposekresi, misalnya

kadar TSH rendah walau tiroksin serum rendah.

Hilangnya respons terhadap tes yang dirancang

untuk meningkatkan hormon pituitari spesifik memberikan

Page 25: Adenoma Pituitari

konfirmasi tambahan atas hipofungsi:

1. GH,ACTH: Tes toleransi insulin; Aksi hipoglikemia

melalui aksis hipotalamik-pituitari akan meninggikan

kadar GH dan ACTH, yang terakhir menyebabkan pening-

katan kortisol plasma secara bermakna.

2. Gonadotrofin: Injeksi hormon pelepas gonadotrofin

(GnRH) menyebabkan peninggian cepat LH dan peninggian

yang lebih lambat dari FSH.

3. Injeksi hormon pelepas tirotrofin (TRH) meninggikan

kadar plasma baik TSH maupun prolaktin.

Tes diatas dapat dilakukan bersama sebagai 'Tes

Stimulasi Pituitari Kombinasi'. Insulin, GnRH dan TRH

diinjeksikan i.v. dan semua hormon pituitari diukur da-

ri contoh darah berulang yang diambil dengan selang dua

jam. Kadar glukosa juga diperiksa untuk memastikan ade-

kuasi hipoglikemia.

Apopleksi Pituitari

Pertama dijelaskan Cushing sebagai perdarahan kedalam

adenoma. Infarksi dengan pembengkakan dapat menimbulkan

gambaran klinis serupa seperti nyeri kepala dengan

onset mendadak, perburukan visus mendadak dan/atau pal-

si okulomotor, serta hipopituarisme akuta. Merupakan

Page 26: Adenoma Pituitari

komplikasi jarang tumor pituitari. Kematian menyusul

kecuali tindakan segera dilakukan.

Adenoma pituitari adalah kelainan yang sangat luar

biasa banyak, 20-35 % dari kelenjar pituitari yang di-

periksa pada seri autopsi yang besar. Pada suatu seri

klinis dijumpai sekitar 35 % adenoma adalah invasif,

namun tidak ganas.

Walau adenoma adalah lesi seller dan supraseller

tersering, lainnya yang bisa menyerupai adenoma yang

harus dipikirkan adalah aneurisma arteria karotid;

kraniofaringioma; sista arakhnoid. epidermoid dan celah

Rathke; hamartoma; tumor demoid, epidermoid, glioma,

meningioma, dan metastatik.

Pemeriksaan Neuroradiologis

Foto polos tengkorak

Tetap berguna sebagai penilai adenoma pituitari. Tumor

besar menyebabkan pelebaran atau ballooning fossa pitu-

itari, penipisan dorsum sella, dan mungkin mengerosi

lantai atau hilangnya lamina dura yang membentuk lan-

tai, elevasi atau erosi prosesus klinoid anterior. Eks-

pansi fossa yang asimetris memberikan gambaran 'dou-

ble floor sejati' pada aspek lateral. Tomografi berguna

untuk menentukan erosi lantai fossa. Mikro adenoma

mungkin menimbulkan mangkuk erosif kecil pada lantai,

Page 27: Adenoma Pituitari

terbaik dilihat pada tampilan anteroposterior.

Angiografi dan sinogram kavernosa

Aneurisma arteria karotid bisa tampil sebagai massa in-

traseller dan mungkin dikira sebagai adenoma pituitari.

Operasi transfenoid dengan ruptur aneurisma dan kemati-

an pernah terjadi. Karenanya arteriografi harus dilaku-

kan. Sinogram dapat memperlihatkan terkenanya sinus ka-

vernosus.

CT scan

Mempunyai kemampuan diagnostik sangat besar. Serial pra

dan pasca kontras harus didapatkan termasuk tampilan

aksial dan koronal dari sella. Mikroadenoma yang hanya

3-4 mm diameternya dapat dilihat sebagai massa hipodens

didalam kelenjar pituitari. Peninggian tinggi kelenjar

melebihi 9 mm juga menunjukkan adanya tumor. Lesi yang

lebih besar tampak berakibat erosi sella. Perluasan in-

tra dan supraseller dari makroadenoma dapat ditentukan

dengan tepat seperti juga hubungannya dengan tangkai

pituitari dan khiasma optik.

CT scan definisi tinggi memberikan lebih banyak

informasi. Tumor besar dapat dilihat dalam tampilan ak-

sial atau koroner baik dengan pelacakan langsung maupun

rekonstruksi. Mikroadenoma diperlihatkan pada 'slices'

yang hanya satu hingga dua milimeter sebagai daerah

berdensitas rendah didalam jaringan glandula atau mem-

Page 28: Adenoma Pituitari

perlihatkan deviasi tangkai pituitari dari garis te-

ngah. Insidens negatif palsu walau bagaimanapun cukup

tinggi.

MRI

Juga berguna dan memberikan keuntungan tampilan sagital

yang istimewa pada daerah ini. Adenoma biasanya ber-

intensitas rendah pada citra pembebanan T-1 dan ber-

intensitas tinggi pada citra pembebanan T-2.

Sisternogram basal

Bila scanner berdefinisi tinggi tidak dimiliki, sister-

nogram basal dapat dilakukan dan jelas memperlihatkan

perluasan lesi supraseller. Kontras radiopak disuntik-

kan kesisterna magna dan menyebar sepanjang dasar teng-

korak. Adanya defek pengisian supraseller berarti ada-

nya ekstensi vertikal dari tumor.

Pengelolaan

Pengelolaan tumor pituitari tergantung jenis penampil-

an. Bila tampil sebagai lesi massa, diperlukan dekom-

presi serta koreksi kelainan endokrin. Pada mikroadeno-

ma, pengobatan gangguan hormonal diutamakan. Tindakan

dini akan mencegah perkembangan lesi massa kemudian ha-

ri. Metodanya adalah dekompresi operatif, radioterapi

Page 29: Adenoma Pituitari

dan obat-obatan.

Adenoma pituitari nonfungsional umumnya tampil se-

bagai massa yang besar. Indikasi operasinya jelas:

gangguan visual progresif baik ketajaman maupun lapang

pandang, disfungsi saraf kranial III,IV, atau VI, pe-

ninggian TIK akibat efek massa lokal, obstruksi CSS dan

hidrosefalus, apopleksi pituitari, serta kebocoran CSS.

Terapi medikal tak ada manfaatnya. Terapi radiasi di-

lakukan pada pasien yang reseksi tumornya tak bisa se-

cara lengkap.

Perluasan tumor keluar fossa pituitari berrisiko

kerusakan visual permanen. Operasi memberikan dekompre-

si cepat dan dengan cara transfenoidal atau transethmo-

idal, risikonya minimal. Tumor besar tak pernah teram-

bil sempurna, karenanya dilanjutkan dengan radioterapi

sebagai pelengkap. Bila radioterapi sebagai tindakan

primer, akan terjadi pembengkakan tumor, sedang penge-

rutan dan pengembalian kadar hormon biasanya lambat

terjadinya.

Pada adenoma yang fungsional, operasi tetap tin-

dakan terpilih pada pasien dengan kelainan Cushing, ak-

romegali atau sindroma Nelson. Keputusan lebih rumit

pada prolaktinoma. Bromokriptin ternyata dapat menor-

malkan kadar prolaktin serum pada pasien dengan mikro

dan makroadenoma. (Bromokriptin adalah agonis dopamin,

yang menurunkan kadar abnormal hormon yang bersirkula-

si, terutama prolaktin. Pada dosis tinggi juga mengu-

Page 30: Adenoma Pituitari

rangi sekresi GH). Selanjutnya pengerutan ukuran tumor

dijumpai bahkan pada tumor besar. Beberapa memikirkan

bromokriptin sebagai terapi inisial untuk tumor pensek-

resi prolaktin, terutama karena terbatasnya efek buruk-

nya. Adenektomi selektif transfenoidal memperlihatkan

tingkat rekurensi rendah, dan dianjurkan sebagai terapi

garis pertama, terutama pada wanita usia beranak. Bebe-

rapa pasien tidak mentolerasi bromikriptin, bahkan pada

dosis rendah dan operasi adalah pilihan yang baik. Pa-

sien yang menghendaki kehamilan sering ditindak secara

bedah namun beberapa kasus juga ditindak dengan obat,

dengan pengawasan sangat ketat selama hamil. Pada kea-

daan ini, pilihan bedah atau medikal harus dipertim-

bangkan untuk masing-masing pasien. Prolaktinoma yang

memperlihatkan pertumbuhan progresif walau dengan tin-

dakan medikal adekuat atau pada adanya kehilangan peng-

lihatan progresif, apopleksi, disfungsi okulomotor, hi-

drosefalus, atau peninggian TIK, operasi jelas diindi-

kasikan.

Bromokriptin memang suatu alternatif untuk mikroa-

denoma pensekresi prolaktin. Penurunan kadar prolaktin

akan memungkinkan kehamilan dilanjutkan, namun terka-

dang hal ini akan menginduksi perluasan tumor secara

cepat. Teoritis, namun belum terbukti, ia berrisiko te-

ratogenik. Obat ini kurang bermanfaat dalam mengontrol

tumor pensekresi GH dan ACTH. Bromokriptin hanya akan

berakibat pengerutan tumor pada 60 % kasus, lainnya te-

Page 31: Adenoma Pituitari

tap bertumbuh.

Mikroadenoma dicapai melalui jalur transfenoidal

yang dipopulerkan lagi oleh Hardy. Bahkan kebanyakan

makroadenoma bisa dicapai secara transfenoidal sebanyak

tumor yang jatuh ke sella selama proses operasi. Perlu-

asan besar keanterior dekat lobus frontal atau kelate-

ral kefossa media mungkin memerlukan operasi transkra-

nial. Operasi ini morbiditas dan mortalitasnya lebih

besar dari jalur transfenoidal, termasuk risiko besar

perburukan visual.

Pada mikroadenoma, seluruh tumor berada dalam fos-

sa pituitari hingga sedikit risiko segera kerusakan vi-

sual dan tindakan diarahkan pada pengurangan kadar hor-

mon. Pendekatan transfenoidal atau transethmoidal me-

ngembalikan secara cepat kadar hormon ketingkat normal

pada 80-90 % kasus.

Radiasi supervoltase memperlihatkan perbaikan

tingkat bebas rekurensi. Indikasinya sisa tumor yang

tampak jelas pada CT scan setelah operasi, kegagalan o-

perasi (rekurensi tumor atau keadaan hipersekretori),

dan tumor besar yang tak dapat direseksi total dengan

aman. Adenoma pituitari adalah radiosensitif dan biasa-

nya dilakukan secara eksternal. Terkadang butir ytrium

atau emas diimplantasikan kefossa pituitari baik mela-

lui pendekatan transfenoidal maupun stereotaktik mela-

lui burr hole frontal.

Page 32: Adenoma Pituitari

Pendekatan operasi

Dari bawah:

1. Transfenoidal: melalui insisi gusi atas ,mukosa hi-

dung disisihkan dari septum dan fossa pituitari dicapai

melalui sinus sfenoid.

2. Transethmoidal: Insisi dibuat pada dinding orbital

medial dan fossa pituitari dicapai melalui sinus eth-

moid dan sfenoid.

Dengan kedua cara diatas, kelenjar pituitari langsung

dilihat dan dieksplorasi mikro adenomanya. Bahkan tumor

besar dengan ekstensi supraseller dapat dibuang dari

bawah, mencegah perlunya kraniotomi.

Dari atas:

3. Transfrontal: Melalui kraniotomi, lobus frontal di-

retraksi untuk mendapatkan jalur langsung ketumor pitu-

itari. Pendekatan ini biasanya dicadangkan untuk tumor

dengan perluasan yang besar kefrontal dan lateral.

Semua pasien memerlukan perlindungan steroid

sebelum setiap tindakan anestetik atau bedah.

dung disisihkan dari septum dan fossa pituitari dicapai

melalui sinus sfenoid.

2. Transethmoidal: Insisi dibuat pada dinding orbital

Page 33: Adenoma Pituitari

medial dan fossa pituitari dicapai melalui sinus eth-

moid dan sfenoid.

Dengan kedua cara diatas, kelenjar pituitari langsung

dilihat dan dieksplorasi mikro adenomanya. Bahkan tumor

besar dengan ekstensi supraseller dapat dibuang dari

bawah, mencegah perlunya kraniotomi.

Dari atas:

3. Transfrontal: Melalui kraniotomi, lobus frontal di-

retraksi untuk mendapatkan jalur langsung ketumor pitu-

itari. Pendekatan ini biasanya dicadangkan untuk tumor

dengan perluasan yang besar kefrontal dan lateral.

Semua pasien memerlukan perlindungan steroid

sebelum setiap tindakan anestetik atau bedah.