Upload
enda-rafiqoh
View
58
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ADENOMA PITUITARI
Tumor kelenjar pituitari merupakan sekitar lima persen tumor intrakranial. Berasal dari bagian anterior kelenjar dan biasanya jinak.
Klasifikasi
Dengan tehnik immuno assay (immunositokimia, dengan tehnik ultrastruktur), klasifikasi praktis berdasar pada jenis hormon yang disekresikan. Sekitar setengah adenoma khromofob 'non-functioning' mensekresikan prolaktin.
Hipersekretori:
adenoma pensekresi prolaktin (prolaktinoma)
adenoma pensekresi GH
adenoma pensekresi ACTH
adenoma pensekresi TSH
adenoma pensekresi FSH/LH
adenoma stem cell
adenoma dengan seret campuran
Nonfungsional
Dahulu pernah dilakukan klasifikasi berdasar jenis sel tumor yang tampak pada mikroskop cahaya:
adenoma eosinofilik: prolaktin
hormon pertumbuhan
adenoma basofilik: ACTH
TSH
hormon gonadotropik (FSH, LH)
adenoma khromofob: non-functional
Gambaran Klinis
Efek massa lokal
Nyeri kepala: terjadi pada kebanyakan pasien dengan pembesaran fossa pituitari. Tidak spesifik akan lokasi ataupun asalnya.
Defek lapang pandang: Tekanan pada aspek inferior khiasma optik menyebabkan kuadrantanopia temporal superior mulanya, kemudian menjadi hemianopia bitemporal.
Kompresi sinus kavernosus: Pada beberapa tumor pituitari, perluasan kelateral mungkin menekan saraf yang terletak didinding sinus kavernosus. Saraf III adalah yang paling terancam.
tumor besar --> efek massa lokal ---> kompresi struktur neural sekitar
---> kompresi kelenjar pituitari sekitar
tumor kecil --> efek endokrin ------> menghalangi output hormonal
panhipopituitarisme
------> sekresi berlebih hormon spesifik, a.l. prolaktin, GH, ACTH (biasa lebih dari 1 hormon disekresikan)
Efek endokrin
1. HIPERSEKRESI
Gejala klinis yang terjadi tergantung hormon yang disekresikan.
Hormon pertumbuhan (GH)
GH merangsang pertumbuhan dan berperan dalam mengontrol
protein, lemak, dan karbohidrat. Merupakan 15-25 % dari
adenoma pituitari.
Kelebihan GH pada dewasa menyebabkan akromegali.
Terjadi perluasan jaringan lunak, kartilago dan tulang
pada muka, tangan dan kaki. Kulit menjadi kasar. Tangan
menjadi lembut serta seperti adonan. Terjadi pembesaran
jaringan lunak jari serta bantalan tumit. Tampak prog-
nathisme dan makroglosia. Pada visera terjadi pembesar-
an jantung, hati dan tiroid. Diabetes terjadi pada 10
persen kasus. Nyeri kepala dijumpai pada 50-75 % ka-
sus. Juga djumpai artralgia dan letargi.
Pada anak sebelum terjadinya fusi sutura tulang,
kelebihan GH menyebabkan gigantisme.
Kadar GH biasanya meningkat hingga > 10ng/ml (nor-
malnya 2-5 ng/ml).
Hiperglikemi biasanya menekan sekresi GH. Contoh
GH diambil bersamaan dengan glukosa darah saat tes to-
leransi glukosa. Gagalnya supresi GH setelah pemberian
glukosa memberikan kepastian adanya tumor.
Prolaktin
Hormon ini membantu memacu laktasi. Tehnik immuno-assay
menunjukkan prolaktinemia merupakan jenis tumor pitui-
tari tersering (30-70 % adenoma pituitari) dan membantu
diagnostik dini mikroadenoma prolaktin.
Tumor ini tampil dengan infertilitas, amenore dan
galaktore. Amenore primer lebih jarang dibanding peng-
hentian menstruasi pada menarkhe normal. Pada pria
mungkin dengan impotensi, nyeri kepala, perubahan visu-
al, atau tetap tak terdeteksi hingga terjadi efek te-
kanan.
Umumnya prolaktin serum 360U/l dianggap tak normal
namun sebelum memutuskan adanya tumor pensekresi pro-
laktin, penyebab lain harus disingkirkan. Hiperprolak-
tinemia bisa disebabkan stres, hamil, obat (terutama
antagonis dopamin), hipotiroidisme, kelainan ginjal, a-
denoma pituitari dan lesi hipotalamik atau seksi tang-
kai pituitari. Banyak obat termasuk klorpromazina, me-
til dopa, dan estrogen meninggikan prolaktin serum. Ka-
rena hormon tirotropik (TRH) merangsang pelepasan pro-
laktin, kadar prolaktin tinggi pada hipotiroidisme.
Prolaktin berbeda dari hormon pituitari anterior
lainnya karena dikontrol oleh hipotalamus. Lesi hipota-
lamik atau tangkai pituitari menyebabkan defisiensi da-
ri faktor inhibitori prolaktin (PIF) dengan akibat pe-
ninggian prolaktin serum.
Tes berikut mengarahkan adanya tumor pensekresi
prolaktin, namun kemampuannya terbatas:
tak adanya fluktuasi diurnal normal kadar prolaktin
tak ada atau berkurangnya respons terhadap injeksi
TRH (normalnya meninggi 500 X)
tak adanya respons terhadap metoklopramida (normalnya
meninggi 2000 X)
Terpenting adalah tes kadar prolaktin serum basal, yang
berkisar dari 5-20ng/ml pada orang normal. Kadar 50ng/
ml dijumpai pada 25 % penderita prolaktinoma. 100ng/ml
pada sekitar 50 %, dan kadar 200-300 ng/ml pada 100 %.
Peninggian ringan (<200ng/ml) mungkin juga pada ter-
ganggunya tangkai pituitari, setelah pengurangan inhi-
bisi dopamin normal atas sekresi prolaktin
Hormon adrenokortikotrofik (ACTH)
ACTH merangsang sekresi kortisol dan androgen. Hiper-
sekresi menyebabkan hiperplasia adrenal yang tampil de-
ngan gambaran khas sindroma Cushing. Merupakan 5 % dari
adenoma pituitari.
Sindroma tersebut juga disebabkan oleh tumor adre-
nal atau sekresi ektopik dari karsinoma bronkhial, na-
mun pemberian steroid adalah penyebab tersering.
Tampilan klinik biasanya moon face, obesitas
(trunkal) jenis buffalo, stria ungu pada perut dan
pinggang, memar dan fragilitas kapiler, penyembuhan lu-
ka tidak baik, intoleransi glukosa, kelemahan dan pe-
ngecilan otot; sering dengan miopati proksimal, osteo-
porosis, DM laten, hipertensi, akne, hirsutisme dan ke-
botakan, peninggian akan ancaman infeksi. Oligomenore,
amenore atau impotensi terjadi pada 70-80 % kasus. Gam-
baran klinis tumor ini terutama karena sekresi berle-
bihan glukokortikoid.
Diagnosis dipastikan dengan temuan peninggian ka-
dar kortisol urin dan plasma yang tak tersupresi oleh
pemberian deksametason.
Pada penyakit Cushing kadar kortisol plasma umum-
nya meninggi walau kadar yang bervariasi luas membatasi
nilai kadar plasma yang didapat. Kehilangan variasi di-
urnal normal pada kadar kortisol plasma lebih membantu
dalam diagnosis sebagai jumlah dari urin 24 jam korti-
sol bebas dan 17-OH kortikosteroid. pengukuran langsung
ACTH plasma umumnya tak membantu. Paling kritis, pada
penyakit Cushing kadar kortisol tak disupresi oleh do-
sis rendah deksametason (4 X 0.5mg/hari) selama dua ha-
ri namun tersupresi oleh dosis tinggi (4 X 2mg) selama
dua hari, hingga kurang dari 50 % nilai dasar. Nonsup-
resi oleh dosis tinggi deksametason, peninggian korti-
sol, dan kadar ACTH rendah abnormal pada darah menun-
jukkan tumor adrenal atau hiperplasia adrenal dibanding
adenoma pituitari pensekresi ACTH.
Adrenalektomi bilateral untuk penyakit Cushing
terkadang diikuti timbulnya sindroma Nelson: kadar ACTH
tinggi, pembesaran pituitari dan pigmentasi kulit men-
colok.
Lain-lain
Tumor pensekresi TSH,FSH, LH jarang dijumpai.
Adenoma yang besar menekan kelenjar dan mengaki-
batkan endokrinopati multipel. Tes fungsi tiroid basal,
kadar FSH, LH, kortisol, dan prolaktin harus dilakukan.
2. NONFUNGSIONAL
20-25 % adenoma pituitari adalah nonfungsional secara
endokrimologis. Adenoma 'null cell' ini diklasifikasi-
kan kedalam onkositik dan nononkositik. Karena tumor i-
ni tak mensekresikan hormon, sering tak terdeteksi
hingga ukurannya besar, sering meluas keluar sella, de-
ngan gejala disebabkan massanya sendiri. 72 % kasus
mengalami kehilangan penglihatan, 61 % dengan hipopitu-
itarisme, dan 36 % dengan nyeri kepala.
Banyak tumor pituitari didiagnosis sebelum timbul
panhipopituitarisme, namun tumor besar mungkin menye-
babkan gangguan bertahap dari sekresi hormon pituitari.
GH dan gonadotrofin adalah yang pertama terkena, diiku-
ti TSH, dan ACTH. Panhipopituitarisme hanya terjadi bi-
la lebih dari 80 % pituitari anterior rusak.
Gangguan sekresi GH pada anak-anak menyebabkan
dwarfisme pituitari, terhambatnya pertumbuhan skeletal,
perkembangan seksual terhambat, episoda hipoglikemik,
intelegensia normal. Gangguan sekresi gonadotrofin pada
dewasa menimbulkan amenore, sterilitas dan hilangnya
libido. Sedang gangguan sekresi ACTH pada orang dewasa
menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan androgen, ke-
lemahan otot dan lesu. Sekresi TSH yang terganggu pada
orang dewasa berakibat hipotiroidisme sekunder, BMR ba-
sal rendah, sensitif terhadap dingin, fisik dan mental
yang 'malas', rambut kasar. Gangguan sekresi prolaktin
berakibat kegagalan laktasi.
Sekresi prolaktin paling tahan terhadap kerusakan
pituitari. Defisiensi jarang nyata, biasanya hanya tam-
pil setelah perdarahan post-partum (sindroma Seehan)
sebagai kegagalan laktasi dan gambaran lain panhipopi-
tuitarisme.
Hormon-assay pituitari tak dapat membedakan kadar
'normal' rendah dengan gangguan sekresi, namun kadar
yang rendah hormon pituitari disertai adanya hormon or-
gan target yang rendah memastikan hiposekresi, misalnya
kadar TSH rendah walau tiroksin serum rendah.
Hilangnya respons terhadap tes yang dirancang
untuk meningkatkan hormon pituitari spesifik memberikan
konfirmasi tambahan atas hipofungsi:
1. GH,ACTH: Tes toleransi insulin; Aksi hipoglikemia
melalui aksis hipotalamik-pituitari akan meninggikan
kadar GH dan ACTH, yang terakhir menyebabkan pening-
katan kortisol plasma secara bermakna.
2. Gonadotrofin: Injeksi hormon pelepas gonadotrofin
(GnRH) menyebabkan peninggian cepat LH dan peninggian
yang lebih lambat dari FSH.
3. Injeksi hormon pelepas tirotrofin (TRH) meninggikan
kadar plasma baik TSH maupun prolaktin.
Tes diatas dapat dilakukan bersama sebagai 'Tes
Stimulasi Pituitari Kombinasi'. Insulin, GnRH dan TRH
diinjeksikan i.v. dan semua hormon pituitari diukur da-
ri contoh darah berulang yang diambil dengan selang dua
jam. Kadar glukosa juga diperiksa untuk memastikan ade-
kuasi hipoglikemia.
Apopleksi Pituitari
Pertama dijelaskan Cushing sebagai perdarahan kedalam
adenoma. Infarksi dengan pembengkakan dapat menimbulkan
gambaran klinis serupa seperti nyeri kepala dengan
onset mendadak, perburukan visus mendadak dan/atau pal-
si okulomotor, serta hipopituarisme akuta. Merupakan
komplikasi jarang tumor pituitari. Kematian menyusul
kecuali tindakan segera dilakukan.
Adenoma pituitari adalah kelainan yang sangat luar
biasa banyak, 20-35 % dari kelenjar pituitari yang di-
periksa pada seri autopsi yang besar. Pada suatu seri
klinis dijumpai sekitar 35 % adenoma adalah invasif,
namun tidak ganas.
Walau adenoma adalah lesi seller dan supraseller
tersering, lainnya yang bisa menyerupai adenoma yang
harus dipikirkan adalah aneurisma arteria karotid;
kraniofaringioma; sista arakhnoid. epidermoid dan celah
Rathke; hamartoma; tumor demoid, epidermoid, glioma,
meningioma, dan metastatik.
Pemeriksaan Neuroradiologis
Foto polos tengkorak
Tetap berguna sebagai penilai adenoma pituitari. Tumor
besar menyebabkan pelebaran atau ballooning fossa pitu-
itari, penipisan dorsum sella, dan mungkin mengerosi
lantai atau hilangnya lamina dura yang membentuk lan-
tai, elevasi atau erosi prosesus klinoid anterior. Eks-
pansi fossa yang asimetris memberikan gambaran 'dou-
ble floor sejati' pada aspek lateral. Tomografi berguna
untuk menentukan erosi lantai fossa. Mikro adenoma
mungkin menimbulkan mangkuk erosif kecil pada lantai,
terbaik dilihat pada tampilan anteroposterior.
Angiografi dan sinogram kavernosa
Aneurisma arteria karotid bisa tampil sebagai massa in-
traseller dan mungkin dikira sebagai adenoma pituitari.
Operasi transfenoid dengan ruptur aneurisma dan kemati-
an pernah terjadi. Karenanya arteriografi harus dilaku-
kan. Sinogram dapat memperlihatkan terkenanya sinus ka-
vernosus.
CT scan
Mempunyai kemampuan diagnostik sangat besar. Serial pra
dan pasca kontras harus didapatkan termasuk tampilan
aksial dan koronal dari sella. Mikroadenoma yang hanya
3-4 mm diameternya dapat dilihat sebagai massa hipodens
didalam kelenjar pituitari. Peninggian tinggi kelenjar
melebihi 9 mm juga menunjukkan adanya tumor. Lesi yang
lebih besar tampak berakibat erosi sella. Perluasan in-
tra dan supraseller dari makroadenoma dapat ditentukan
dengan tepat seperti juga hubungannya dengan tangkai
pituitari dan khiasma optik.
CT scan definisi tinggi memberikan lebih banyak
informasi. Tumor besar dapat dilihat dalam tampilan ak-
sial atau koroner baik dengan pelacakan langsung maupun
rekonstruksi. Mikroadenoma diperlihatkan pada 'slices'
yang hanya satu hingga dua milimeter sebagai daerah
berdensitas rendah didalam jaringan glandula atau mem-
perlihatkan deviasi tangkai pituitari dari garis te-
ngah. Insidens negatif palsu walau bagaimanapun cukup
tinggi.
MRI
Juga berguna dan memberikan keuntungan tampilan sagital
yang istimewa pada daerah ini. Adenoma biasanya ber-
intensitas rendah pada citra pembebanan T-1 dan ber-
intensitas tinggi pada citra pembebanan T-2.
Sisternogram basal
Bila scanner berdefinisi tinggi tidak dimiliki, sister-
nogram basal dapat dilakukan dan jelas memperlihatkan
perluasan lesi supraseller. Kontras radiopak disuntik-
kan kesisterna magna dan menyebar sepanjang dasar teng-
korak. Adanya defek pengisian supraseller berarti ada-
nya ekstensi vertikal dari tumor.
Pengelolaan
Pengelolaan tumor pituitari tergantung jenis penampil-
an. Bila tampil sebagai lesi massa, diperlukan dekom-
presi serta koreksi kelainan endokrin. Pada mikroadeno-
ma, pengobatan gangguan hormonal diutamakan. Tindakan
dini akan mencegah perkembangan lesi massa kemudian ha-
ri. Metodanya adalah dekompresi operatif, radioterapi
dan obat-obatan.
Adenoma pituitari nonfungsional umumnya tampil se-
bagai massa yang besar. Indikasi operasinya jelas:
gangguan visual progresif baik ketajaman maupun lapang
pandang, disfungsi saraf kranial III,IV, atau VI, pe-
ninggian TIK akibat efek massa lokal, obstruksi CSS dan
hidrosefalus, apopleksi pituitari, serta kebocoran CSS.
Terapi medikal tak ada manfaatnya. Terapi radiasi di-
lakukan pada pasien yang reseksi tumornya tak bisa se-
cara lengkap.
Perluasan tumor keluar fossa pituitari berrisiko
kerusakan visual permanen. Operasi memberikan dekompre-
si cepat dan dengan cara transfenoidal atau transethmo-
idal, risikonya minimal. Tumor besar tak pernah teram-
bil sempurna, karenanya dilanjutkan dengan radioterapi
sebagai pelengkap. Bila radioterapi sebagai tindakan
primer, akan terjadi pembengkakan tumor, sedang penge-
rutan dan pengembalian kadar hormon biasanya lambat
terjadinya.
Pada adenoma yang fungsional, operasi tetap tin-
dakan terpilih pada pasien dengan kelainan Cushing, ak-
romegali atau sindroma Nelson. Keputusan lebih rumit
pada prolaktinoma. Bromokriptin ternyata dapat menor-
malkan kadar prolaktin serum pada pasien dengan mikro
dan makroadenoma. (Bromokriptin adalah agonis dopamin,
yang menurunkan kadar abnormal hormon yang bersirkula-
si, terutama prolaktin. Pada dosis tinggi juga mengu-
rangi sekresi GH). Selanjutnya pengerutan ukuran tumor
dijumpai bahkan pada tumor besar. Beberapa memikirkan
bromokriptin sebagai terapi inisial untuk tumor pensek-
resi prolaktin, terutama karena terbatasnya efek buruk-
nya. Adenektomi selektif transfenoidal memperlihatkan
tingkat rekurensi rendah, dan dianjurkan sebagai terapi
garis pertama, terutama pada wanita usia beranak. Bebe-
rapa pasien tidak mentolerasi bromikriptin, bahkan pada
dosis rendah dan operasi adalah pilihan yang baik. Pa-
sien yang menghendaki kehamilan sering ditindak secara
bedah namun beberapa kasus juga ditindak dengan obat,
dengan pengawasan sangat ketat selama hamil. Pada kea-
daan ini, pilihan bedah atau medikal harus dipertim-
bangkan untuk masing-masing pasien. Prolaktinoma yang
memperlihatkan pertumbuhan progresif walau dengan tin-
dakan medikal adekuat atau pada adanya kehilangan peng-
lihatan progresif, apopleksi, disfungsi okulomotor, hi-
drosefalus, atau peninggian TIK, operasi jelas diindi-
kasikan.
Bromokriptin memang suatu alternatif untuk mikroa-
denoma pensekresi prolaktin. Penurunan kadar prolaktin
akan memungkinkan kehamilan dilanjutkan, namun terka-
dang hal ini akan menginduksi perluasan tumor secara
cepat. Teoritis, namun belum terbukti, ia berrisiko te-
ratogenik. Obat ini kurang bermanfaat dalam mengontrol
tumor pensekresi GH dan ACTH. Bromokriptin hanya akan
berakibat pengerutan tumor pada 60 % kasus, lainnya te-
tap bertumbuh.
Mikroadenoma dicapai melalui jalur transfenoidal
yang dipopulerkan lagi oleh Hardy. Bahkan kebanyakan
makroadenoma bisa dicapai secara transfenoidal sebanyak
tumor yang jatuh ke sella selama proses operasi. Perlu-
asan besar keanterior dekat lobus frontal atau kelate-
ral kefossa media mungkin memerlukan operasi transkra-
nial. Operasi ini morbiditas dan mortalitasnya lebih
besar dari jalur transfenoidal, termasuk risiko besar
perburukan visual.
Pada mikroadenoma, seluruh tumor berada dalam fos-
sa pituitari hingga sedikit risiko segera kerusakan vi-
sual dan tindakan diarahkan pada pengurangan kadar hor-
mon. Pendekatan transfenoidal atau transethmoidal me-
ngembalikan secara cepat kadar hormon ketingkat normal
pada 80-90 % kasus.
Radiasi supervoltase memperlihatkan perbaikan
tingkat bebas rekurensi. Indikasinya sisa tumor yang
tampak jelas pada CT scan setelah operasi, kegagalan o-
perasi (rekurensi tumor atau keadaan hipersekretori),
dan tumor besar yang tak dapat direseksi total dengan
aman. Adenoma pituitari adalah radiosensitif dan biasa-
nya dilakukan secara eksternal. Terkadang butir ytrium
atau emas diimplantasikan kefossa pituitari baik mela-
lui pendekatan transfenoidal maupun stereotaktik mela-
lui burr hole frontal.
Pendekatan operasi
Dari bawah:
1. Transfenoidal: melalui insisi gusi atas ,mukosa hi-
ADENOMA PITUITARI
Tumor kelenjar pituitari merupakan sekitar lima persen
tumor intrakranial. Berasal dari bagian anterior kelen-
jar dan biasanya jinak.
Klasifikasi
Dengan tehnik immuno assay (immunositokimia, dengan
tehnik ultrastruktur), klasifikasi praktis berdasar pa-
da jenis hormon yang disekresikan. Sekitar setengah a-
denoma khromofob 'non-functioning' mensekresikan pro-
laktin.
Hipersekretori:
adenoma pensekresi prolaktin (prolaktinoma)
adenoma pensekresi GH
adenoma pensekresi ACTH
adenoma pensekresi TSH
adenoma pensekresi FSH/LH
adenoma stem cell
adenoma dengan seret campuran
Nonfungsional
Dahulu pernah dilakukan klasifikasi berdasar jenis sel
tumor yang tampak pada mikroskop cahaya:
adenoma eosinofilik: prolaktin
hormon pertumbuhan
adenoma basofilik: ACTH
TSH
hormon gonadotropik: FSH
LH
adenoma khromofob: non-functional
Gambaran Klinis
Efek massa lokal
Nyeri kepala: terjadi pada kebanyakan pasien dengan
pembesaran fossa pituitari. Tidak spesifik akan lokasi
ataupun asalnya.
Defek lapang pandang: Tekanan pada aspek inferior khi-
asma optik menyebabkan kuadrantanopia temporal superior
mulanya, kemudian menjadi hemianopia bitemporal.
Kompresi sinus kavernosus: Pada beberapa tumor pituita-
ri, perluasan kelateral mungkin menekan saraf yang ter-
letak didinding sinus kavernosus. Saraf III adalah yang
paling terancam.
tumor besar --> efek massa lokal ---> kompresi struktur
| neural sekitar
|
/--> kompresi kelenjar
pituitari sekitar
tumor kecil --> efek endokrin ------> menghalangi out-
(mikro- | put hormonal
adenoma) | |
| !
| panhipo
| pituitarisme
|
/--> sekresi berlebih
hormon spesifik,
a.l. prolaktin,
GH, ACTH (biasa
lebih dari 1 hor-
mon disekresikan)
Efek endokrin
1. HIPERSEKRESI
Gejala klinis yang terjadi tergantung hormon yang
disekresikan.
Hormon pertumbuhan (GH)
GH merangsang pertumbuhan dan berperan dalam mengontrol
protein, lemak, dan karbohidrat. Merupakan 15-25 % dari
adenoma pituitari.
Kelebihan GH pada dewasa menyebabkan akromegali.
Terjadi perluasan jaringan lunak, kartilago dan tulang
pada muka, tangan dan kaki. Kulit menjadi kasar. Tangan
menjadi lembut serta seperti adonan. Terjadi pembesaran
jaringan lunak jari serta bantalan tumit. Tampak prog-
nathisme dan makroglosia. Pada visera terjadi pembesar-
an jantung, hati dan tiroid. Diabetes terjadi pada 10
persen kasus. Nyeri kepala dijumpai pada 50-75 % ka-
sus. Juga djumpai artralgia dan letargi.
Pada anak sebelum terjadinya fusi sutura tulang,
kelebihan GH menyebabkan gigantisme.
Kadar GH biasanya meningkat hingga > 10ng/ml (nor-
malnya 2-5 ng/ml).
Hiperglikemi biasanya menekan sekresi GH. Contoh
GH diambil bersamaan dengan glukosa darah saat tes to-
leransi glukosa. Gagalnya supresi GH setelah pemberian
glukosa memberikan kepastian adanya tumor.
Prolaktin
Hormon ini membantu memacu laktasi. Tehnik immuno-assay
menunjukkan prolaktinemia merupakan jenis tumor pitui-
tari tersering (30-70 % adenoma pituitari) dan membantu
diagnostik dini mikroadenoma prolaktin.
Tumor ini tampil dengan infertilitas, amenore dan
galaktore. Amenore primer lebih jarang dibanding peng-
hentian menstruasi pada menarkhe normal. Pada pria
mungkin dengan impotensi, nyeri kepala, perubahan visu-
al, atau tetap tak terdeteksi hingga terjadi efek te-
kanan.
Umumnya prolaktin serum 360U/l dianggap tak normal
namun sebelum memutuskan adanya tumor pensekresi pro-
laktin, penyebab lain harus disingkirkan. Hiperprolak-
tinemia bisa disebabkan stres, hamil, obat (terutama
antagonis dopamin), hipotiroidisme, kelainan ginjal, a-
denoma pituitari dan lesi hipotalamik atau seksi tang-
kai pituitari. Banyak obat termasuk klorpromazina, me-
til dopa, dan estrogen meninggikan prolaktin serum. Ka-
rena hormon tirotropik (TRH) merangsang pelepasan pro-
laktin, kadar prolaktin tinggi pada hipotiroidisme.
Prolaktin berbeda dari hormon pituitari anterior
lainnya karena dikontrol oleh hipotalamus. Lesi hipota-
lamik atau tangkai pituitari menyebabkan defisiensi da-
ri faktor inhibitori prolaktin (PIF) dengan akibat pe-
ninggian prolaktin serum.
Tes berikut mengarahkan adanya tumor pensekresi
prolaktin, namun kemampuannya terbatas:
tak adanya fluktuasi diurnal normal kadar prolaktin
tak ada atau berkurangnya respons terhadap injeksi
TRH (normalnya meninggi 500 X)
tak adanya respons terhadap metoklopramida (normalnya
meninggi 2000 X)
Terpenting adalah tes kadar prolaktin serum basal, yang
berkisar dari 5-20ng/ml pada orang normal. Kadar 50ng/
ml dijumpai pada 25 % penderita prolaktinoma. 100ng/ml
pada sekitar 50 %, dan kadar 200-300 ng/ml pada 100 %.
Peninggian ringan (<200ng/ml) mungkin juga pada ter-
ganggunya tangkai pituitari, setelah pengurangan inhi-
bisi dopamin normal atas sekresi prolaktin
Hormon adrenokortikotrofik (ACTH)
ACTH merangsang sekresi kortisol dan androgen. Hiper-
sekresi menyebabkan hiperplasia adrenal yang tampil de-
ngan gambaran khas sindroma Cushing. Merupakan 5 % dari
adenoma pituitari.
Sindroma tersebut juga disebabkan oleh tumor adre-
nal atau sekresi ektopik dari karsinoma bronkhial, na-
mun pemberian steroid adalah penyebab tersering.
Tampilan klinik biasanya moon face, obesitas
(trunkal) jenis buffalo, stria ungu pada perut dan
pinggang, memar dan fragilitas kapiler, penyembuhan lu-
ka tidak baik, intoleransi glukosa, kelemahan dan pe-
ngecilan otot; sering dengan miopati proksimal, osteo-
porosis, DM laten, hipertensi, akne, hirsutisme dan ke-
botakan, peninggian akan ancaman infeksi. Oligomenore,
amenore atau impotensi terjadi pada 70-80 % kasus. Gam-
baran klinis tumor ini terutama karena sekresi berle-
bihan glukokortikoid.
Diagnosis dipastikan dengan temuan peninggian ka-
dar kortisol urin dan plasma yang tak tersupresi oleh
pemberian deksametason.
Pada penyakit Cushing kadar kortisol plasma umum-
nya meninggi walau kadar yang bervariasi luas membatasi
nilai kadar plasma yang didapat. Kehilangan variasi di-
urnal normal pada kadar kortisol plasma lebih membantu
dalam diagnosis sebagai jumlah dari urin 24 jam korti-
sol bebas dan 17-OH kortikosteroid. pengukuran langsung
ACTH plasma umumnya tak membantu. Paling kritis, pada
penyakit Cushing kadar kortisol tak disupresi oleh do-
sis rendah deksametason (4 X 0.5mg/hari) selama dua ha-
ri namun tersupresi oleh dosis tinggi (4 X 2mg) selama
dua hari, hingga kurang dari 50 % nilai dasar. Nonsup-
resi oleh dosis tinggi deksametason, peninggian korti-
sol, dan kadar ACTH rendah abnormal pada darah menun-
jukkan tumor adrenal atau hiperplasia adrenal dibanding
adenoma pituitari pensekresi ACTH.
Adrenalektomi bilateral untuk penyakit Cushing
terkadang diikuti timbulnya sindroma Nelson: kadar ACTH
tinggi, pembesaran pituitari dan pigmentasi kulit men-
colok.
Lain-lain
Tumor pensekresi TSH,FSH, LH jarang dijumpai.
Adenoma yang besar menekan kelenjar dan mengaki-
batkan endokrinopati multipel. Tes fungsi tiroid basal,
kadar FSH, LH, kortisol, dan prolaktin harus dilakukan.
2. NONFUNGSIONAL
20-25 % adenoma pituitari adalah nonfungsional secara
endokrimologis. Adenoma 'null cell' ini diklasifikasi-
kan kedalam onkositik dan nononkositik. Karena tumor i-
ni tak mensekresikan hormon, sering tak terdeteksi
hingga ukurannya besar, sering meluas keluar sella, de-
ngan gejala disebabkan massanya sendiri. 72 % kasus
mengalami kehilangan penglihatan, 61 % dengan hipopitu-
itarisme, dan 36 % dengan nyeri kepala.
Banyak tumor pituitari didiagnosis sebelum timbul
panhipopituitarisme, namun tumor besar mungkin menye-
babkan gangguan bertahap dari sekresi hormon pituitari.
GH dan gonadotrofin adalah yang pertama terkena, diiku-
ti TSH, dan ACTH. Panhipopituitarisme hanya terjadi bi-
la lebih dari 80 % pituitari anterior rusak.
Gangguan sekresi GH pada anak-anak menyebabkan
dwarfisme pituitari, terhambatnya pertumbuhan skeletal,
perkembangan seksual terhambat, episoda hipoglikemik,
intelegensia normal. Gangguan sekresi gonadotrofin pada
dewasa menimbulkan amenore, sterilitas dan hilangnya
libido. Sedang gangguan sekresi ACTH pada orang dewasa
menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan androgen, ke-
lemahan otot dan lesu. Sekresi TSH yang terganggu pada
orang dewasa berakibat hipotiroidisme sekunder, BMR ba-
sal rendah, sensitif terhadap dingin, fisik dan mental
yang 'malas', rambut kasar. Gangguan sekresi prolaktin
berakibat kegagalan laktasi.
Sekresi prolaktin paling tahan terhadap kerusakan
pituitari. Defisiensi jarang nyata, biasanya hanya tam-
pil setelah perdarahan post-partum (sindroma Seehan)
sebagai kegagalan laktasi dan gambaran lain panhipopi-
tuitarisme.
Hormon-assay pituitari tak dapat membedakan kadar
'normal' rendah dengan gangguan sekresi, namun kadar
yang rendah hormon pituitari disertai adanya hormon or-
gan target yang rendah memastikan hiposekresi, misalnya
kadar TSH rendah walau tiroksin serum rendah.
Hilangnya respons terhadap tes yang dirancang
untuk meningkatkan hormon pituitari spesifik memberikan
konfirmasi tambahan atas hipofungsi:
1. GH,ACTH: Tes toleransi insulin; Aksi hipoglikemia
melalui aksis hipotalamik-pituitari akan meninggikan
kadar GH dan ACTH, yang terakhir menyebabkan pening-
katan kortisol plasma secara bermakna.
2. Gonadotrofin: Injeksi hormon pelepas gonadotrofin
(GnRH) menyebabkan peninggian cepat LH dan peninggian
yang lebih lambat dari FSH.
3. Injeksi hormon pelepas tirotrofin (TRH) meninggikan
kadar plasma baik TSH maupun prolaktin.
Tes diatas dapat dilakukan bersama sebagai 'Tes
Stimulasi Pituitari Kombinasi'. Insulin, GnRH dan TRH
diinjeksikan i.v. dan semua hormon pituitari diukur da-
ri contoh darah berulang yang diambil dengan selang dua
jam. Kadar glukosa juga diperiksa untuk memastikan ade-
kuasi hipoglikemia.
Apopleksi Pituitari
Pertama dijelaskan Cushing sebagai perdarahan kedalam
adenoma. Infarksi dengan pembengkakan dapat menimbulkan
gambaran klinis serupa seperti nyeri kepala dengan
onset mendadak, perburukan visus mendadak dan/atau pal-
si okulomotor, serta hipopituarisme akuta. Merupakan
komplikasi jarang tumor pituitari. Kematian menyusul
kecuali tindakan segera dilakukan.
Adenoma pituitari adalah kelainan yang sangat luar
biasa banyak, 20-35 % dari kelenjar pituitari yang di-
periksa pada seri autopsi yang besar. Pada suatu seri
klinis dijumpai sekitar 35 % adenoma adalah invasif,
namun tidak ganas.
Walau adenoma adalah lesi seller dan supraseller
tersering, lainnya yang bisa menyerupai adenoma yang
harus dipikirkan adalah aneurisma arteria karotid;
kraniofaringioma; sista arakhnoid. epidermoid dan celah
Rathke; hamartoma; tumor demoid, epidermoid, glioma,
meningioma, dan metastatik.
Pemeriksaan Neuroradiologis
Foto polos tengkorak
Tetap berguna sebagai penilai adenoma pituitari. Tumor
besar menyebabkan pelebaran atau ballooning fossa pitu-
itari, penipisan dorsum sella, dan mungkin mengerosi
lantai atau hilangnya lamina dura yang membentuk lan-
tai, elevasi atau erosi prosesus klinoid anterior. Eks-
pansi fossa yang asimetris memberikan gambaran 'dou-
ble floor sejati' pada aspek lateral. Tomografi berguna
untuk menentukan erosi lantai fossa. Mikro adenoma
mungkin menimbulkan mangkuk erosif kecil pada lantai,
terbaik dilihat pada tampilan anteroposterior.
Angiografi dan sinogram kavernosa
Aneurisma arteria karotid bisa tampil sebagai massa in-
traseller dan mungkin dikira sebagai adenoma pituitari.
Operasi transfenoid dengan ruptur aneurisma dan kemati-
an pernah terjadi. Karenanya arteriografi harus dilaku-
kan. Sinogram dapat memperlihatkan terkenanya sinus ka-
vernosus.
CT scan
Mempunyai kemampuan diagnostik sangat besar. Serial pra
dan pasca kontras harus didapatkan termasuk tampilan
aksial dan koronal dari sella. Mikroadenoma yang hanya
3-4 mm diameternya dapat dilihat sebagai massa hipodens
didalam kelenjar pituitari. Peninggian tinggi kelenjar
melebihi 9 mm juga menunjukkan adanya tumor. Lesi yang
lebih besar tampak berakibat erosi sella. Perluasan in-
tra dan supraseller dari makroadenoma dapat ditentukan
dengan tepat seperti juga hubungannya dengan tangkai
pituitari dan khiasma optik.
CT scan definisi tinggi memberikan lebih banyak
informasi. Tumor besar dapat dilihat dalam tampilan ak-
sial atau koroner baik dengan pelacakan langsung maupun
rekonstruksi. Mikroadenoma diperlihatkan pada 'slices'
yang hanya satu hingga dua milimeter sebagai daerah
berdensitas rendah didalam jaringan glandula atau mem-
perlihatkan deviasi tangkai pituitari dari garis te-
ngah. Insidens negatif palsu walau bagaimanapun cukup
tinggi.
MRI
Juga berguna dan memberikan keuntungan tampilan sagital
yang istimewa pada daerah ini. Adenoma biasanya ber-
intensitas rendah pada citra pembebanan T-1 dan ber-
intensitas tinggi pada citra pembebanan T-2.
Sisternogram basal
Bila scanner berdefinisi tinggi tidak dimiliki, sister-
nogram basal dapat dilakukan dan jelas memperlihatkan
perluasan lesi supraseller. Kontras radiopak disuntik-
kan kesisterna magna dan menyebar sepanjang dasar teng-
korak. Adanya defek pengisian supraseller berarti ada-
nya ekstensi vertikal dari tumor.
Pengelolaan
Pengelolaan tumor pituitari tergantung jenis penampil-
an. Bila tampil sebagai lesi massa, diperlukan dekom-
presi serta koreksi kelainan endokrin. Pada mikroadeno-
ma, pengobatan gangguan hormonal diutamakan. Tindakan
dini akan mencegah perkembangan lesi massa kemudian ha-
ri. Metodanya adalah dekompresi operatif, radioterapi
dan obat-obatan.
Adenoma pituitari nonfungsional umumnya tampil se-
bagai massa yang besar. Indikasi operasinya jelas:
gangguan visual progresif baik ketajaman maupun lapang
pandang, disfungsi saraf kranial III,IV, atau VI, pe-
ninggian TIK akibat efek massa lokal, obstruksi CSS dan
hidrosefalus, apopleksi pituitari, serta kebocoran CSS.
Terapi medikal tak ada manfaatnya. Terapi radiasi di-
lakukan pada pasien yang reseksi tumornya tak bisa se-
cara lengkap.
Perluasan tumor keluar fossa pituitari berrisiko
kerusakan visual permanen. Operasi memberikan dekompre-
si cepat dan dengan cara transfenoidal atau transethmo-
idal, risikonya minimal. Tumor besar tak pernah teram-
bil sempurna, karenanya dilanjutkan dengan radioterapi
sebagai pelengkap. Bila radioterapi sebagai tindakan
primer, akan terjadi pembengkakan tumor, sedang penge-
rutan dan pengembalian kadar hormon biasanya lambat
terjadinya.
Pada adenoma yang fungsional, operasi tetap tin-
dakan terpilih pada pasien dengan kelainan Cushing, ak-
romegali atau sindroma Nelson. Keputusan lebih rumit
pada prolaktinoma. Bromokriptin ternyata dapat menor-
malkan kadar prolaktin serum pada pasien dengan mikro
dan makroadenoma. (Bromokriptin adalah agonis dopamin,
yang menurunkan kadar abnormal hormon yang bersirkula-
si, terutama prolaktin. Pada dosis tinggi juga mengu-
rangi sekresi GH). Selanjutnya pengerutan ukuran tumor
dijumpai bahkan pada tumor besar. Beberapa memikirkan
bromokriptin sebagai terapi inisial untuk tumor pensek-
resi prolaktin, terutama karena terbatasnya efek buruk-
nya. Adenektomi selektif transfenoidal memperlihatkan
tingkat rekurensi rendah, dan dianjurkan sebagai terapi
garis pertama, terutama pada wanita usia beranak. Bebe-
rapa pasien tidak mentolerasi bromikriptin, bahkan pada
dosis rendah dan operasi adalah pilihan yang baik. Pa-
sien yang menghendaki kehamilan sering ditindak secara
bedah namun beberapa kasus juga ditindak dengan obat,
dengan pengawasan sangat ketat selama hamil. Pada kea-
daan ini, pilihan bedah atau medikal harus dipertim-
bangkan untuk masing-masing pasien. Prolaktinoma yang
memperlihatkan pertumbuhan progresif walau dengan tin-
dakan medikal adekuat atau pada adanya kehilangan peng-
lihatan progresif, apopleksi, disfungsi okulomotor, hi-
drosefalus, atau peninggian TIK, operasi jelas diindi-
kasikan.
Bromokriptin memang suatu alternatif untuk mikroa-
denoma pensekresi prolaktin. Penurunan kadar prolaktin
akan memungkinkan kehamilan dilanjutkan, namun terka-
dang hal ini akan menginduksi perluasan tumor secara
cepat. Teoritis, namun belum terbukti, ia berrisiko te-
ratogenik. Obat ini kurang bermanfaat dalam mengontrol
tumor pensekresi GH dan ACTH. Bromokriptin hanya akan
berakibat pengerutan tumor pada 60 % kasus, lainnya te-
tap bertumbuh.
Mikroadenoma dicapai melalui jalur transfenoidal
yang dipopulerkan lagi oleh Hardy. Bahkan kebanyakan
makroadenoma bisa dicapai secara transfenoidal sebanyak
tumor yang jatuh ke sella selama proses operasi. Perlu-
asan besar keanterior dekat lobus frontal atau kelate-
ral kefossa media mungkin memerlukan operasi transkra-
nial. Operasi ini morbiditas dan mortalitasnya lebih
besar dari jalur transfenoidal, termasuk risiko besar
perburukan visual.
Pada mikroadenoma, seluruh tumor berada dalam fos-
sa pituitari hingga sedikit risiko segera kerusakan vi-
sual dan tindakan diarahkan pada pengurangan kadar hor-
mon. Pendekatan transfenoidal atau transethmoidal me-
ngembalikan secara cepat kadar hormon ketingkat normal
pada 80-90 % kasus.
Radiasi supervoltase memperlihatkan perbaikan
tingkat bebas rekurensi. Indikasinya sisa tumor yang
tampak jelas pada CT scan setelah operasi, kegagalan o-
perasi (rekurensi tumor atau keadaan hipersekretori),
dan tumor besar yang tak dapat direseksi total dengan
aman. Adenoma pituitari adalah radiosensitif dan biasa-
nya dilakukan secara eksternal. Terkadang butir ytrium
atau emas diimplantasikan kefossa pituitari baik mela-
lui pendekatan transfenoidal maupun stereotaktik mela-
lui burr hole frontal.
Pendekatan operasi
Dari bawah:
1. Transfenoidal: melalui insisi gusi atas ,mukosa hi-
dung disisihkan dari septum dan fossa pituitari dicapai
melalui sinus sfenoid.
2. Transethmoidal: Insisi dibuat pada dinding orbital
medial dan fossa pituitari dicapai melalui sinus eth-
moid dan sfenoid.
Dengan kedua cara diatas, kelenjar pituitari langsung
dilihat dan dieksplorasi mikro adenomanya. Bahkan tumor
besar dengan ekstensi supraseller dapat dibuang dari
bawah, mencegah perlunya kraniotomi.
Dari atas:
3. Transfrontal: Melalui kraniotomi, lobus frontal di-
retraksi untuk mendapatkan jalur langsung ketumor pitu-
itari. Pendekatan ini biasanya dicadangkan untuk tumor
dengan perluasan yang besar kefrontal dan lateral.
Semua pasien memerlukan perlindungan steroid
sebelum setiap tindakan anestetik atau bedah.
dung disisihkan dari septum dan fossa pituitari dicapai
melalui sinus sfenoid.
2. Transethmoidal: Insisi dibuat pada dinding orbital
medial dan fossa pituitari dicapai melalui sinus eth-
moid dan sfenoid.
Dengan kedua cara diatas, kelenjar pituitari langsung
dilihat dan dieksplorasi mikro adenomanya. Bahkan tumor
besar dengan ekstensi supraseller dapat dibuang dari
bawah, mencegah perlunya kraniotomi.
Dari atas:
3. Transfrontal: Melalui kraniotomi, lobus frontal di-
retraksi untuk mendapatkan jalur langsung ketumor pitu-
itari. Pendekatan ini biasanya dicadangkan untuk tumor
dengan perluasan yang besar kefrontal dan lateral.
Semua pasien memerlukan perlindungan steroid
sebelum setiap tindakan anestetik atau bedah.