91
ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI DESA SASAK PANJANG KECAMATAN TAJURHALANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : SIGIT MAULANA NIM : 1112044200011 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2017 M

ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA

DI DESA SASAK PANJANG KECAMATAN TAJURHALANG

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

SIGIT MAULANA NIM : 1112044200011

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2017 M

Page 2: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat
Page 3: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat
Page 4: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat
Page 5: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

ABSTRAK

Sigit Maulana, 1112044200011, “ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI DESA SASAK PANJANG KECAMATAN TAJURHALANG KABUPATEN BOGOR “. Program Studi Hukum Keluarga, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2017 M.

Perkawinan dalam hukum islam yaitu akad yang sangat kuat atau “Mitsaqon Gholizon” untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan pada prinsipnya sudah dianggap sah apabila rukun dan syaratnya sudah terpenuhi. Namun di indonesia ini bangsa yang penuh kenekaragaman adat istiadat tidak hanya syarat dan rukun perkawinan yang ada didalam hukum agama saja, masih ada syarat-syarat yang dijalankan menurut adat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat sunda yaitu prosesi adat Nyapun, seorang pengantin di Sapun terlebih dahulu, untuk diberikan nasehat-nasehat dan do’a-do’a menurut adat istiadat sunda. Tujuan utama dari

dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tradisi Nyapun yang ada di desa Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang Bogor ditinjau dari aspek hukum.

Metodelogi penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan antropologi hukum, jenis penelitian ini adalah skripsi, kriteria dan sumber data dari penelitian ini adalah tradisi masyarakat, sedangkan untuk teknik pengumpulan data penulis menggunakan teknik wawancara langsung,observasi lapangan, dan dokumentasi, setelah mendapatkan data-data dan menganalisisnya kemudian ditarik suatu kesimpulan, adapun teknik analisis yang penulis gunakan adalah teknik deskriptif-analisis.

Hasil yang dicapai dari penelitian ini penulis mendapatkan beberapa kesimpulan diantaranya adalah tradisi Nyapun yang dilaksanakan oleh masyarakat sunda di desa Sasak Panjang tidaklah bertentangan dengan hukum islam, tradisi Nyapun ini dianggap sebagai adat istiadat yang baik, karena didalamnya berisikan do’a-do’a kebaikan untuk pengantin.

Kata kunci : Perkawinan, Tradisi Nyapun, Adat Sunda

Pembimbing : Dr. Sirril wafa M.Ag

Daftar pustaka : Tahun 1857 s.d 2016

Page 6: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

KATA PENGANTAR

حـمن الر ح يم ـبـسـم هللا الر

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Adat Nyapun Dalam Tradisi Perkawinan Sunda Di Desa Sasak Panjang Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor” sebagai syarat guna

memeperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Keluarga Jurusan Administrasi Keperdataan Islam Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada manusia pilihan yaitu baginda nabi Muhammad SAW.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan, pengorbanan, dan kesulitan penulis hadapi. Namun tidak terlepas dari petunjuk dan pertolongan Allah SWT. Serta berkat berbagai dorongan serta bimbingan dari semua pihak, sehingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar sebagai Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr.H. Abdul Halim, M.A dan Arip Purqon, M.A, sebagai Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr.Siril Wafa M.A, selaku dosen pembimbing yang telah tekun dan sabar serta meluangkan waktu dengan penuh keikhlasan untuk membimbing dan memberikan kritik maupun saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, yang telah ikhlas mengamalkan ilmunya kepada penulis selama studi. Semoga keberkahan ilmunya akan tetap mengalir.

5. Kepada staf dan karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas syariah dan hukm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi refrensi dalam penulisan skripsi ini.

6. Kepada ayahanda Namat Rohaya yang senantiasa mengiringi setiap langkahku dengan doa yang tulus dan ikhlas, Secara khusus untuk almarhumah ibunda tercinta umi Royanih sujud baktiku kepadamu segala iringan do’a dan usaha selama hidupmu tak ada kata yang pantas

Page 7: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

dan layak yang bisa kugantikan untuk kalian berdua, “ Robbighfirlii Waliwaalidayya Warhamhumaa Kamaa Robbayaanii Shoghiiroo”.

Saudara-saudariku tercinta kaka dan adikku, terima kasih yang tak terhingga atas curahan dukungan doa-doa dan kasih sayang yang telah kalian berikan.

7. Para narasumber yang telah meluangkan waktu dan turut mendukung suksesnya penelitian ini : Ki Tuing, Ki Jamal, KH.A.Amri, H.Ahmad Sugandi.

8. Sahabat-sahabat AKI (Administrasi keperdataan islam) angkatan 2012 yang tak akan terlupakan, selama empat tahun perjuangan dan kebersamaan pada masa menimba ilmu semoga persahabatan ini kekal selamanya.

9. Terima kasih juga kepada semua yang telah berjasa membantu dalam pembuatan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat sebagai amal ibadah dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Ciputat, 10 April 2017 Penulis Sigit Maulana

Page 8: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................... 5

C. Pembatasan Dan Rumusan Masalah ................................. 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 6

E. Metodelogi Penelitian ........................................................ 7

F. Review studi Terdahulu ...................................................... 10

G. Sistematika Penulisan.......................................................... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Nikah ............................................................... 14

B. Syarat Dan Rukun Perkawinan ......................................... 18

C. Hukum Perkawinan Menurut Fuqoha ............................... 20

D. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan ...................................... 26

BAB III GAMBARAN UMUM DESA SASAK PANJANG KAB.BOGOR

DAN PROSESI PERKAWINAN ADAT SUNDA

A. Kondisi Kehidupan Masyarakat Sunda Bogor ............... 31

1. Kondisi geografis ...................................................... 31

2. Kondisi sosial dan kependudukan ............................ 32

B. Pengertian Adat Nyapun .................................................. 37

Page 9: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

C. Proses Upacara Perkawinan Adat Sunda Di

Desa Sasak Panjang ......................................................... 40

BAB IV HUKUM ADAT NYAPUN DAN PENDAPAT ULAMA DAN

TOKOH MASYARAKAT

A. Pendapat Ulama Dan Tokoh Masyarakat Tentang

Adat Istiadat Nyapun ................................................. 44

B. Korelasi Antara Hukum Adat Nyapun

Dengan Hukum Islam ................................................. 47

C. Hukum Adat Nyapun Pada Perkawinan

Adat Sunda ................................................................. 54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 60

B. Saran-Saran .................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 64

LAMPIRAN

Page 10: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Allah menjadikan manusia dalam bermacam-macam bangsa dan suku

untuk saling kenal mengenal dan saling menghormati seperti yang disebutkan

dalam surat al hujurat ayat 13.

م ك م ر اك ا ان و ف ار ع ت ل ل ائ ب ـق با و و ـع ش م ك انل ـ ع ج ى و ث ا ن و ر ك ذ ن م م ك نـق ل ا خ ان اس ها الن يا اي

ر ي ب ـ خ يم ـ لع للا ,ان م ك ـاتق للا د ن ـع

Artinya : “ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki, seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa

bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal”.1

Ada banyak sekali cara dalam saling mengenal satu sama lain,

diantaranya adalah pernikahan, dimana pernikahan sebagai tali persatuan baik

antar individu ataupun kelompok. Pernikahan dilihat dari beberapa aspek,

diantaranya adalah aspek sosial, agama, hukum, adat dan budaya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah berarti perjanjian antara

laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri secara resmi.2 Sedangkan kata

kawin menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis,

1 Departemen Agama RI. “Al-Qur’an dan Terjemahannya”. Bandung: Gema Risalah.

1992. 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,

Balai Pustaka,1994) cet ke-3 Edisi ke- 2 h.614

Page 11: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

2

melakukan hubungan kelamin atau persetubuhan.3 Perkawinan adalah sebuah

akad atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak yang setara antar laki-laki

dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan, berdasarkan

hukum yang berlaku atas kerelaan dan kesukaan untuk hidup bersama.4 Pasal

2 dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “perkawinan dalam

hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat Mitsaqon

Ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya adalah ibadah”.5

Secara sosial, adat dan budaya, sesorang yang telah menikah atau

berkeluarga akan lebih dihargai, dihormati oleh orang yang belum menikah.

Akan tetapi dalam semua hampir sistem budaya, upacara atau adat perkawinan

menjadi bagian dari salah satu bagian tersendiri dan dalam banyak hal

memiliki fungsi dan identitas atas budaya yang diwakilinya.

Upacara perkawinan dalam konteks budaya merupakan salah satu

tradisi yang bersifat ritualistik. Sebagaimana halnya aspek-aspek dalam

kehidupan lain dalam sistem kebudayaan tersebut. Prosesi yang dilakukan

sebagai serangkaian upacara perkawinan tersebut biasanya menghadirkan

sejumlah simbol-simbol budaya yang mewakili norma-norma budaya, oleh

karena itulah sering pula disebut upacara perkawinan adat.6

Pada prosesi perkawinan adat Sunda misalnya terdapat beberapa

rangkaian prosesi yang melibatkan beberapa simbol, baik berupa tindakan

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,

Balai Pustaka,1994) cet ke-3 Edisi ke- 2 h 456 4 Mulia, Hukum Perkawinan (Jakarta,2004) h.15 5 Zainal Abidin Abu Bakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam

Lingkungan Peradilan Agama”, cet ke-3(Jakarta, Yayasan AL Hikmah.1993) hal.307 6 Aep Saepudin, Makna Filosofi Tembang Sawer dalam Upacara Adat Sunda,

Yogyakarta, 2010, h.1

Page 12: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

3

maupun bahasa verbal melalui kata-kata dalam bentuk syair dan tembang.

Semua ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam prosesi adat Sunda,

sebagaimana pula pada adat perkawinan yang dapat ditemui pada tempat dan

budaya lainnya.7

Adat Sunda memiliki spesifikasi tersendiri dalam membagi suatu

pernikahan, yaitu pernikahan biasa dan pernikahan diam-diam, pernikahan

biasa adalah pernikahan yang aturan dan tata cara pernikahannya mengikuti

ketentuan dan aturan dinegara ini. Sedangkan pernikahan diam-diam adalah

pernikahan yang aturan dan tata caranya sama dengan aturan yang berlaku,

namun juga mengikuti adat yang berlaku. Dalam pernikahan ini terbagi dalam

beberapa macam adat pernikahan, yaitu: kawin gantung, kawin keris, kawin

sembunyi, kawin kias, kawin panyelaturun karanjang dan unggah karanjang.8

Kebudayaan Sunda termasuk kebudayaan tertua. Kebudayaan Sunda

yang ideal kemudian sering dikaitkan sebagai kebudayaan raja-raja Sunda. Ada

beberapa wadka dalam budaya Sunda tentang satu jalan keutamaan hidup. Etos

dan watak Sunda itu adalah cager,bager,singer dan pinter. Kebudayaan Sunda

juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi

bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan, hampir

semua masyarakat sunda beragama Islam hanya beberapa yang bukan

beragama Islam. Walaupun berbeda, pada dasarnya seluruh kehidupan di

tujukan untuk alam semesta. Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu

7 Aep Saepudin, Makna Filosofi Tembang Sawer dalam Upacara Adat Sunda,

(Yogyakarta, 2010) h.1 8 Proyek Inventaris Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara Perkawinan

Adat Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta,1992) h. 64-69

Page 13: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

4

yang membedakannya dari kebudayaan kebudayaan lain. Secara umum

masyarakat Jawa Barat atau Tataran Sunda, sering dikenal dengan masyarakat

religius. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo “silih asih,silih

asah dan silih asuh, saling mengasihi, saling mempertajam diri, dan saling

melindungi.” Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas

seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, kepada yang lebih tua dan

menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan

magis dipertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat, seperti

upacara adat pernikahan yang begitu banyak dan begitu beragam. Namun dari

keberagaman adat istiadat ini, jika ditinjau dari segi syariat terkadang ada adat

istiadat yang memang bertentangan dengan syariat Islam, dan tidak jarang

terjadi pada adat istiadat yang dikenal sudah mengakar pada masyarakat

sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang dikenal memegang erat adat

istiadat, bentuk pertentangan atau penyimpangan adat terhadap syariat Islam

pada gilirannya bahkan bisa sangat meodai keimanan.

Salah satu kebudayaan Sunda adalah upacara adat Nyapun yaitu

setelah diadakannya akad nikah secara syariat islam, lalu dilanjutkan dengan

prosesi adat istiadat yang didalamnya berisikan adat Nyapun , prosesnya adalah

pasangan suami istri ini ditempatkan di tempat yang sudah disediakan setelah

itu seorang penganten menyawer uang recehan dengan dibacakan mantra-

mantra yang berisikan mantra/jampe bercampur dengan ayat ayat Alquran,

maka disinilah timbul permasalah di era modern ini, bagaimanakah hukum

yang terkandung didalamnya yang bisa berbenturan dengan ajaran agama

Page 14: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

5

Islam, apakah adat semacam ini tidak bertentangan syariat ajaran islam, Maka

penulis dalam meniliti salah satu rangkaian upacara perkawinan ini membagi

dan merumuskan secara teratur agar terhindar dari kesalahpahaman dan

pelebaran masalah yang ada.

Dari berbagai macam kegiatan dan sebagian gambaran prosesi dalam

kasus yang terjadi di desa Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang Kabupaten

Bogor, sedikit banyaknya suatu permasalahan dapat teridentifikasi maka

penulis rumuskan dengan mengangkat dalam tema judul “ ADAT NYAPUN

DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI DESA SASAK

PANJANG KECAMATAN TAJURHALAN KAABUPATEN BOGOR”.

B. Indentifikasi Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka penulis identifikasi sebagai berikut:

1. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memahami perbedaan

hukum Islam dan Adat.

2. Sering terjadi permasalahan di kalangan masyarakat desa Sasak Panjang

yang berkaitan dengan hukum adat dan hukum Islam.

3. Bagaimanakah proses perkawinan adat Nyapun ini di desa Sasak panjang

4. Bagaimana pemahaman para ulama dan tokoh adat terhadap tradisi adat

Nyapun ini.

5. Bagaimana relasi antara hukum Islam dan hukum adat terhadap tradisi

Nyapun ini.

Page 15: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

6

C. Batasan dan rumusan masalah

1. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang penulis kemukakan di atas,

agar permasalahan yang akan penulis bahas tidak meluas, maka penulis

membatasinya hanya sekitar pemahaman adat Nyapun pada perkawinan

adat sunda.

Fokus penelitian ini terbatas pada masalah hukum adat Nyapun di

desa Sasak Panjang.

2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pemahaman adat Nyapun pada tradisi perkawinan Sunda

di Desa Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor?

b. Bagaimana pendapat ulama dan para tokoh masyarakat tentang adat

Nyapun di desa Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang Kabupaten

Bogor?

c. Bagaimana relasinya antara hukum Islam dan hukum adat terhadap

adat Nyapun ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1. Tujuan Penelitian :

Page 16: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

7

a. Untuk mengetahui pemahaman dan implementasi dalam adat Nyapun

di desa Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor.

b. Untuk mengetahui pendapat para ulama dan para tokoh masyarakat

tentang status hukum Nyapun di desa Sasak Panjang kecamatan

Tajurhalang Kabupaten Bogor.

c. Untuk menjalaskan korelasinya antara hukum Islam dan hukum tradisi

adat Nyapun di Desa Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang

Kabupaten Bogor.

2. Manfaat Penelitian :

a. Bagi penulis, untuk menambah ilmu pengetahuan dibidang hukum

adat serta mengembangkan ilmu dibidang Hukum adat.

b. Bagi Akademik, untuk memperluas informasi dalam rangka

menambah dan meningkatkan khazanah pengetahuan.

c. Bagi masyarakat, untuk memberikan informasi wawasan dan

pemahaman baru mengenai adat Nyapun pada perkawinan adat sunda.

E. Metode Penelitian.

1. Jenis penelitian.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang bertujuan untuk

memperoleh data dengan cara mengamati dan melihat langsung pada obyek

di lapangan. Data diperoleh dari wawancara dengan tokoh-tokoh

masyarakat dan masyarakat yang terlibat dalam adat istiadat Nyapun dalam

Page 17: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

8

perkawianan adat sunda. Terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini

penulis menggunakan metode kualitatif.

Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang

dapat diamati.9 Penelitian ini bersifat deskriptif, yang berusaha memaparkan

tentang adat Nyapun pada perkawinan adat Sunda, analisis untuk dinilai dari

sudut pandangan hukum Islam.

2. Metode Pendekatan

Pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan normatif, Penelitian

hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian

hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam aturan

syariat atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.10

a. Data Primer

Data emperis yang diperoleh secara langsung dari respoden di

lokasi penelitian, baik berupa wawancara langsung terhadap masyarakat

adat setempat, tokoh masyarakat, ulama setempat dan pejabat desa

Sasak Panjang kecamatan Tajurhalang.

b. Data Sekunder

Data yang dijadikan landasan teori dalam memecahkan dan

menjawab masalah. Data sekunder ini sumbernya diperoleh melalui

9 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Tindakan, ( Bandung:

PT Refika Aditama, 2012), h.181. 10 Amiruddin dan H. Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT

Raja Orafindo Persada, 2004, Cetakan Pertama), h. 118

Page 18: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

9

studi pustaka berupa buku, dokumen, majalah, karya ilmiah, surat kabar

dan lain lain yang berhubungan dengan objek penelitian.

3. Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian.

a. Lokasi Penelitian

Dalam hal ini, Penulis akan meneliti beberapa desa di kecamatan

Tajurhalang, khususnya di desa Sasak Panjang, penulis mengambil

lokasi ini karena masih banyak masyarakat yang masih menggunakan

adat istiadat Nyapun.

b. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian yang dilakukan di mulai pada bulan

Januari sampai dengan maret 2017.

4. Teknik Pengumpulan Data.

a. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi,

dalam hal proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor

yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.11

Teknik Wawancara yaitu mengumpulkan data secara langsung

melalui Tanya jawab berdasarkan pertanyaan untuk memperoleh data

dan informasi yang diperlukan

b. Dokumentasi

Metode ini dilakukan dengan cara mengkaji sumber-sumber

tertulis yang berkaitan dengan pokok bahasan permasalahan.

11 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta, h. 108.

Page 19: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

10

Dokumentasi dari mengumpulkan data, berkas, dokumen. Sedangkan

dokumen yang di butuhkan dalam penelitian ini adalah dokumen yang

berasal dari lokasi penelitian.

c. Observasi

Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan

secara sistematis mengenai gejala gejala yang diteliti. Penulis akan

mengamati secara langsung di tempat penelitian dengan adanya adat

istiadat Nyapun dalam pernikahan Sunda.

5. Teknik Penulisan.

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam Skripsi ini mengacu

kepada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkn oleh Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

F. Review Studi Terdahulu.

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang telah ditulis oleh yang

lainnya, maka penulis me-review beberapa skripsi dan tesis terdahulu yang

pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang ditemukan oleh

penulis di beberapa skripsi, yaitu:

No Nama

penulis/judul/tahun Keterangan Perbedaan

1. AHMADI,

Pernikahan Kalangkah

Didalam skripsi ini

mengangkat skripsi yang

Pada skripsi yang

penulis angkat ini

Page 20: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

11

Dalam Adat Sunda

Menurut Hukum Islam

Di Indonesia, 2015,

program studi akhwal

syakhsiyah, fakultas

syariah dan hukum UIN

jakarta.

berkaitan pernikahan

kalangkah di adat sunda

menurut hukum islam di

indonesia, dalam skripsi

ini, dia membahas hanya

beberapa bagian resepsi

yang terjadi pada adat

sunda, yaitu adat kalangka

dikhususkan pada

perkawinan Nyapun,

yaitu prosesi ketika

sudah pada

perkawinannya. Dari

segi hukumnya

maupun dari segi

kegiatannya.

2. AEP SAIPUDIN,

Makna filosofi tembang

sawer dalam acara

perkawinan adat sunda,

2010, jurusan aqidah

filsafat, di fakultas

ushuluddin UIN sunan

kali jaga, Jogjakarta

Pada skripsi ini, penulis

membahas dari segi

filosofi filosofi acara adat

sawer, walaupun sama

dalam hal pelaksanannya,

di tempat lain adat nyapun

disebut juga adat sawer,

sehingga dalam skripsi ini

di bahawa tentang adat

sawer dan makna makna

filosofinya.

Pada skripsi ini

hanya membahas

makna filosofi dari

acaranya, tembang

atau syair syairnya,

penulis disini tidak

membahas masalah

dari segi hukum baik

itu hukum islam

maupun hukum adat.

3. ABDUL AZIZ

AdatIstiadat Perkawinan

Sunda Dan Kaitannya

Menurut Hukum Islam,

Skripsi ini pula masih

membahas secara

menyeluruh hampir adat

istiadat perkawinan unda,

Pada perbedaan

skripsi ini dengan

penulis, skripsi ini

membahas semua

Page 21: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

12

2015, Prodi akhwal

syakhsiyah fakultas

syariah di UIN Bandung

penulis skripsi ini

mengangkat pandangan

beberapa ulama salafi

maupun kontemporer

dengan mengaitkannya

terhadap hukum islam

adat istiadat hukum

adat sunda sehingga

tidak mendalam, dan

penulis disini

mengangkatnya

lebih pada tinjauan

ushul fiqh

G. Sistematika Penulisan.

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat

sistematika penulisan dengan membagi kepada lima bab, tiap-tiap bab terdiri

dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB PERTAMA

Pokok besar mengenai latar belakang,identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, riview

studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan sebagai dasar

pemikiran bagi bab-bab selanjutnya.

BAB KEDUA

Dalam bab ini akan membahas landasan teori yang terkait dengan

tema skripsi, dengan menjelaskan uraian sekilas tentang gambaran umum

pernikahan, syarat dan rukun pernikahan,hukum pernikahan,tujuan dan

hikmah pernikahan

Page 22: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

13

BAB KETIGA

Dalam bab ini akan membahas dan menguraikan landasan teori yang

terkait dengan tema skripsi, dengan menjelaskan uraian sekilas tentang letak

geografis serta bagaimana kondisi masyarakat dalam kehidupan

keberagamaan, sosial, pendidikan, ekonomi, serta budaya, pengertian dari

adat nyapun serta proses pelaksaan upacara adat perkawinan sunda.

BAB KEEMPAT

Dalam bab ini akan membahas pandangan masyarakat setempat, para

ulama dan tokoh adat setempat, serta korelasi adat Nyapun ini dengan

hukum syariat islam.

BAB KELIMA

Merupakan bagian terakhir dari penyusunan skripsi ini yang berisikan

kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, serta saran sebagai solusi dari

permasalahan

Page 23: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

14

BAB II

PEMBAHASAN

TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Nikah

Secara etimologi, nikah atau zawaj dalam bahasa Arab artinya adalah

mendekap atau berkumpul. Sedangkan secara etimologi, nikah adalah

pengumpulan dan perhimpunan atau bisa dikatakan suatu ungkapan tentang

perbuatan bersetubuh dan sekaligus akad. Dalam terminologi Syar’i, nikah

didefinisikan sebagi akad tazwij yakni suatu ikatan khusus yang

memperbolehkan seorang lelaki melakukan istimta’(bersenang) dengan

perempuan dengan cara jima’, menyentuh, mencium, dan lain-lain.1

Menurut syara’, nikah adalah akad antara calon suami istri untuk

membolehkan keduanya bergaul sebagai suami istri.2 Akad nikah adalah

artinya perjanjian untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang

wanita dengan seorang laki-laki.3 Selain itu, menurut pengertian fuqoha,

perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan hokum kebolehan

hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau zawaj yang semakna keduanya.4

Sedangkan menurut golongan Malikiyah, nikah adalah akad yang

mengandung ketentuan hukum semata-semata untuk membolehkan watha’

1 Purna Siswa III Aliyah Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Esensi Pemikiran Mujtahid,

(Kediri: Perdana, 2003), h.25 2 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang No 1 Tahun

1974, (Jakarta: PT.Dian Rakyat, 1986), h.28 3 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Universitas indonesia, 1974), h. 63 4 Zakiah Drjat, Ilmu Fiqih Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bakti,1995), h. 37

Page 24: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

15

bersenang-senang dan menikmati yang ada pada diri wanita yang boleh nikah

dengannya.5

Adapun pengertian (ta’rif) perkawinan menurut pasal 2 kompilasi

hukum islam adalah perkawinan, yaitu akad yang sangaat kuat atau

Mitsaaqaan Ghaalizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan

melaksanakannya merupakan ibadah. Maksud melakukan perbuatan ibadah

berarti melaksanakan ajaran agama. Perkawinan salah satu hukum yang dapat

dilaksanakan oleh mukallaf yang memenuhi syarat.

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa beberapa definisi

diantaranya adalah :

ل ح و ة ء ر الم ب ل ج الر اع ت م ـت س ا ك ل م ـد ي ف ـي ل ع ار الش ه ع ض و د ق ع ـو اه ع ر ش اج و الز

.ل ج لر اب ة ء ر لم ا اع ت م ـت س ا

Artinya :” Perkawinan menurut Syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’

untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan

perempuan dan menghalalkan bersenang-senang perempuan

dengan laki-laki”.6

Menurut Hanafiyah, kawin adalah akad yang memberi faedah untuk

melakukan mut’ah secara sengaja, artinya kehalalan seorang laki-laki untuk

beristimta’ dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi

sahnya perkawinan tersebut secara syar’i. Selain itu, menurut Hanabilah

5 Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), h.3 6 Abdur Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h.7-8.

Page 25: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

16

kawin adalah akad yang menggunakan lafaz nikah yang bermakna tazwij

dengan mengambil manfaat untuk bersenang-senang.7

Golongan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa kata nikah itu berarti

akad dalam arti yang sebenarnya (hakiki), dapat berarti juga untuk hubungan

kelamin, namun bukan dalam arti sebenarnya (arti majazi), penggunaan kata

untuk bukan arti sebenarnya itu memerlukan penjelasan di luar kata itu

sendiri.

Ulama golongan Syafi’iyah ini memberikan definisi sebagaimana

disebutkan di atas melihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan

dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul

sedangkan sebelum akad tersebut berlangsung di antara keduanya tidak boleh

bergaul8.

Menurut Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya Al-ahwal Al-

syakhsyiyyah, mendefinisikan nikah sebagai akad yang menimbulkan akibat

hukum berupa halalnya melakukan persetubuhan antara laki-laki dengan

perempuan, saling tolong menolong, serta menimbulkan hak dan kewajiban

diantara keduanya.9 dengan redaksi yang berbeda, Imam Taqiyuddin di dalam

kifayat al-akhyar mendefinisikan nikah ibarat tentang akad yang masyhur

7 Abdurrahman al-Jaziri,Kitab ‘ala Madzahib Al-arba’ah,(t.tp: Dar Ihya al-Turas al-

arabi,1986), Juz IV, h.3 8Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana,2007), h. 37 9Muhammad Abu Zahrah, Al-akhwal Al-syakhsyiyyah, (Qohirah: Dar al-fikr al-

Arabi,1957), h. 19

Page 26: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

17

yang terdiri dari rukun dan syarat, serta yang dimaksud dengan akad adalah

al-wathi’(bersetubuh).10

Menurut perspektif fikih yang mana telah dijelaskan oleh Wahbah al

Zuhaily, mengenai perkawinan adalah akad yang membolehkan terjadinya

istimta’(persetubuhan) dengan seorang wanita, atau melakukan wathi’, dan

berkumpul selama tersebut bukan wanita yang diharamkan baik sebab

keturunan atau sepersusuan.11

Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan

adalah “ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengertian perkawinan

terdapat lima unsur didalamnya adalah sebagai berikut:

1. Ikatan lahir bathin

2. Antar seorang pria dengan seorang wanita

3. Sebagai suami istri

4. Membentuk keluarga(rumah tangga) yang bahagia dan kekal

5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan

bahwa ikatan suami istri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, perkawinan

merupakan perikatan yang suci, perikatan tidak dapat melepaskan dari agama

10 Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayatul Akhyar Juz II, (Jakarta: Dar al-kutub al-Islamiyah, 2004) h.35.

11 Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami WA Adilatuhu Juz VII, (Damsyiq Dar al-Fikr, 1989), h. 29.

Page 27: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

18

yang dianut suami istri. Hidup bersama suami istri dalam perkawinan tidak

semata-mata untuk tertibnya hubungan seksual tetap pada pasangan suami

istri tetapi dapat membentuk rumah tangga yang bahagia, rukun,aman serta

harmonis antara suami istri.

Para ulama mutaakhirin mendefinisikan nikah mengandung aspek

akibat hukum yaitu termasuk unsur hak dan kewajiban suami istri, serta

bertujuan mengadakan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong. Oleh

karena perkawinan termasuk ke dalam syariat agama islam, maka di dalam

hukum tersebut terkandung maksud dan tujuan, yaitu mengharapkan Ridha

Allah SWT.

B. Syarat dan Rukun Perkawinan

Rukun adalah sesuatu yang harus ada, yang menentukan sah dan

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian

pekerjaan itu.Sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada yang

menentukan sah dan tidak sahnya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu

tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, selain itu sah adalah suatu

pekerjaan (ibadah) yang memenuhi syarat dan rukun.

Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing

rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Adapun rukun terdiri dari:

1. Adanya calon suami istri yang akan melakukan pernikahan

2. Adanya wali dari pihak wanita

3. Adanya dua orang saksi

Page 28: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

19

4. Sighat akad nikah.12

Tentang jumlah rukun para ulama berbeda pendapat:

a. Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima

macam:

1) Wali dari pihak perempuan

2) Mahar (mas kawin)

3) Calon pengantin laki-laki

4) Calon pengantin perempuan

5) Sighat akad nikah.13

b. Imam Syafi’i mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima:

1) Calon pengantin laki-laki

2) Calon pengantin perempuan

3) Wali

4) Dua orang saksi

5) Sighat akad nikah14

c. Menurut ulama hanafiyah rukun nikah itu hanya ijab dan

kabul.

d. Menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat:

1) Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan

2) Adanya wali

12 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010) h. 46

13 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010) h. 46

14 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010) h.

46

Page 29: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

20

3) Adanya dua orang saki

4) Dilakukan dengan sighat tertentu.15

Sedangkan syarat nikah adalah:

1. Syarat calon suami

a. Islam

b. Lelaki yang tertentu

c. Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri

d. Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut

e. Bukan dalam ihram haji atau umrah

f. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

g. Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa

h. Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah

dijadikan isteri.

2. Syarat calon isteri

a. Islam

b. Perempuan yang tertentu

c. Bukan perempuan mahram dengan bakal suami

d. Bukan seorang khunsa

e. Bukan dalam ihram haji atau umrah

f. Tidak dalam idah

g. Bukan isteri orang

3. Syarat wali

15 Nur,Djamaan. Fiqih Munakahat. )Semarang:Dina Utama Semarang. 1993) h.38

Page 30: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

21

a. Islam, bukan kafir dan murtad

b. Lelaki dan bukannya perempuan

c. Baligh

d. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

e. Bukan dalam ihram haji atau umrah

f. Tidak fasik

g. Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya

h. Merdeka

i. Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya

4. Syarat-syarat saksi

a. Sekurang-kurangya dua orang

b. Islam

c. Berakal

d. Baligh

e. Lelaki

f. Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul

g. Dapat mendengar, melihat dan bercakap

h. Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan

melakukan dosa-dosa kecil)

i. Merdeka

5. Syarat ijab

a. Pernikahan nikah ini hendaklah tepat

b. Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran

Page 31: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

22

c. Diucapkan oleh wali atau wakilnya

d. Tidak diikatkan dengan tempo waktu

6. Syarat qabul

a. Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab

b. Tiada perkataan sindiran

c. Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)

d. Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah

kontrak)

e. Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)

f. Menyebut nama bakal isteri

g. Tidak diselangi dengan perkataan lain.16

h. Majelis ijab qabul itu harus dihadiri minimal 4 orang calon suami atau

wakilnya, wali, dan dua orang saksi.17

Menurut jumhur ulama, para ulama bersepakat bahwa pernikahan baru

dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul

antar wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara

pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak

sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad.18

Dengan terpenuhinya rukun-rukun tersebut, maka pernikahan telah

terlaksana dan masing-masing pasangan dapat saling berhubnungan sesuai

16 Sayed Bakri Syatha, Haasyyyah I’Anatu Ath-Thalibiin, (Baerut: Daarulkutub, Juz 3,

T.th), h 431-503 17 Yayan Sopyan, Islam Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum

Nasional (Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka, 2012), h. 126 18 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2006), h. 309

Page 32: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

23

aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, dan dengan itu pula, berlaku

seluruh hak dan kewajiban atas diri masing-masing.19

C. Hukum Perkawinan Menurut Fuqoha

Hukum asal nikah adalah mubah (boleh). Akan tetapi, hukum mubah

ini bisa berubah menjadi salah satu dari empat hukum lain tergantung dari

illat hukumnya, yaitu: wajib, haram, sunnah dan makruh, sesuai dengan

kondisi seseorang yang akan melaksanakannya. Ketentuan ini berdasarkan

dalil-dalil berikut:

Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 32:

ا لص و ن ك م ىم اا ال ي م و ح ان ك ا او و ب اد ك م ع ن م ـي ن م ل ح ن م هللام ي غ ـن ه اء ف ق ر ون ي كـ ا ن م ائ كـ

ع ل ي م ع س هللا و و ل ه (٣٢)النور:ف ض

Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui. (Q.S An-Nur :32)

ل ك ف ىذ ة إ ن م ح ر و د ة و ب ي ن ك مم ع ل ج او ك ن واإ ل ي ه ت س ال ج و أ ز ك م أ نف س ن ل ك مم ل ق خ ۦأ ن ت ه اي ء ن م و

ون ي ت ف ك ر م ق و ات ل ال ي

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum:21].

19 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013) h. 195-196

Page 33: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

24

ن و ت ذك ـر ل ك م ل عـ ـي ن ج و ل ق ـن از خ ء ش ي ك ل ن م و

Artinya: “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya

kamu mengingat kebesaran Allah SWT” (Az-Zariyat : 49).

Hadist Nabi riwayat Imam Bukhari dari Abdurahman bin Yazid:

د ث ن ا ح , أ ب ى د ث ن ا ح , ي اث غ ب ن ف ص ح ب ن ر ع م د ث ن ا ح ع ن ة , ار ع م د ث ن ي :ح ق ال , ش ا أل ع ـم

ع ب د هللا ف ق ال , هللا ع ل ىع ـب د د و اال س و ة ع ل ـق م ع م ل ت د خ : ق ال ي د , ي ز ب ن ن م ح ع ب د ال ر ع م ك ن ا

ف ق د ش ي ئ ا, ن ج ب اال س ل مش ب ا و ع ل يه ل ىهللا س ل م:ي االن ي ىص و ل ىهللا ع ل يه هللا ص ل س و ل ن ار ال

ج , ل لف ر ن ص أح و ر ل ب ص ل ,ف ا ن ه أ غ ض ج و ة ف ل ي ت ز الب اء ن ك م ت ط اع م اس ن ,م الش ب اب ع ش ر م ل م ن م و

( . اء ج و ل ه ف ا ن ه وم بالص ف ع ل يه ع ن ع عبدالرحمن(ي ست ط وم بالص ف ع ل يه عن البخارى اه و ر

Artinya: “ Telah memberitakan kepada kami Umar Ibnu Hafsh Bin Ghais,

telah memberitakan ayah saya, telah memberitakan Alamsi, dia telah berkata: didapatkan dari Abdur Rahman Bin Yazid, mengatakan: telah datang saya (kepada Rasul) dengan Alqomah dan Alaswad serta Abdullah, maka Abdullah bertanya kepada Nabi SAW di karenakan dia belum menemukan jodoh terbaik, maka Rasulullah SAW bersabda kepada kami : Wahai golongan pemuda-pemuda! Barangsiapa diantara kamu yang ada kemampuan (kawin dan nafkah lahir batin), hendaklah kamu kawin, karena faedahnya untuk menutup mata dan memelihara kemaluan (dari pekerjaan yang terlarang). Dan barang siapa diantaramu yang tak mampu, hendaklah kamu berpuasa (menahan diri dari nafsu birahi). Karena itulah salah satu obatnya”.20

Hukum asal perkawinan dasarnya adalah mubah (boleh),21 Namun,

hukum mubah ini bisa berubah sesuai kondisi dan situasi.22 Dalam hal ini, ada

20 Imam Al-hafizh Abi Dawud Sulaiman bin Al-asyats Al-sajatani Al-azdi, Sunan Abi

Daud, Beirut: Dar Al Fikr,1998) Hadits ke 2050, h.310 21 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2015), h. 381

Page 34: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

25

beberapa perbedaan pandangan diantara para ulama dalam memberikan syarat

dan kriteria lima hukum nikah, diantaranya:

1. Pernikahan Yang Wajib

Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu

secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal

itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila

jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi

seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya

2. Pernikahan Yang Sunnah

Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah

mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh

kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau

pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. Orang yang punya

kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak

sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya

untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.

3. Pernikahan Yang Haram

Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi

haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua,

tidak mampu melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah

22 Mohammad Saifulloh al Aziz, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang, 2005),

h. 473

Page 35: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

26

berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan

menerima keadaannya.

4. Pernikahan Yang Makruh

Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak

sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh

bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa

mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk

menikah meski dengan karahiyah.

5. Pernikahan Yang Mubah

Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang

mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang

mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi

mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga

tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi

tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.23

D. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut hukum islam adalah memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan

bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga.

Sejahtera hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni

kasih sayang antar anggota keluarga, Sedangkan menurut sayid sabiq “ inti

23 Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah, (Jakarta: Pustaka Setia) h. 16-21

Page 36: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

27

pernikahan adalah ridha dan kesepakatan antar kedua belah pihak yang

terangkum dalam sebuah ikatan.24

Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu

mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT

untuk mengabdikan dirinya kepada sang Khalik. Penciptanya dengan segala

aktifitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi, yakni manusia yang antara

lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti

tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan

perkawinan.25 Adapun tujuan perkawinan antara lain sebagai berikut :

1. Mendapatkan keturunan

Naluri manusia cenderung untuk mempunyai keturunan yang sah,

keabsahan anak keturunan yang diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat,

negara dan kebenaran keyakinan agama Islam memberikan jalan untuk itu,

Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup bahagia dunia dan

akhirat. Kebahagiaan dunia akhirat itu dicapai dengan hidup berbakti

kepada Allah SWT secara sendiri-dendiri, berkeluarga dan bermasyarakat.

Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh

kehadiran anak-anak yang merupakan buah hati dan belahan jiwa. Banyak

orang yang hidup berumah tangga kandas karena tidak mendapat karunia

anak. Sebagai mana yang tercantum dalam surat Al-Furqon ayat 74

berbunyi:

ي ذ ر ن او اج و ا ز ن ل ن ام ب ـن اه ـب ر ن ل و و قـ يـ ي ن الذ ...)الفرقاناو ي ن ة ا ع (٧٤ت ن اق ر

24 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013) h. 235 25 Abdur Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat,(Bogor: Kencana,2003), h 22

Page 37: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

28

Artinya: “Dan orang orang berkata: “Ya Tuhan kami anugrahkanlah

kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai

penyenang hati (kami),,,, (Q.S.Al-Furqon25/27)

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai keinginan untuk

berhubungan anatar pria dan wanita, sebagaimana firman Allah SWT

pada surat Al Baqoroh ayat 187 yang menyatakan:

...)البقرة ل ه ن ل ب اس أ ن ت م و ل ك م ل ب اس ه ن ا لىن س ائ ك م ف ث الر ي ام ل يل ة الص م ل كـ ل (۱۸٧-٢-أ ح

Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa

bercampur dengan istri-istri kamu, mereka adalah pakaian

bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka..(Q.S Al-

Baqoroh:187).

Disamping perkawinan itu untuk pengaturan naluri seksual juga

untuk menyalurkan cinta kasih sayang dikalangan pria dan wanita secara

harmonis dan bertanggung jawab. Namun, penyaluran cinta dan kasih

sayang yang di luar perkawinan tidak akan menghasilkan keharmonisan

dan tanggung jawab yang layak, karena didasarkan atas kebebasan yang

tidak terkait oleh satu norma.26

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan.

26 Abdur Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana,2003), h. 28

Page 38: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

29

Orang-orang yang tidak melakukan penyalurannya dengan

perkawinan akan mengalami ketidakwajaran dan dapat menimbulkan

kerusakan, baik kerusakan diri sendiri ataupun orang lain bahkan

masyarakat, karena manusia mempunyai nafsu sedangkan nafsu itu

cenderung untuk mengajak kepada perbuatan yang tidak baik

sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 53:

ف س النـ ....)يوسفال ....ا ن ة ب السـوء ار (٥٣م

Artinya: “...Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.

(Q.S Yusuf 53)

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak

serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta

kekayaan yang halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan ketenteraman

hidup, ketenangan dan ketenteraman untuk mencapai kebahagiaan, yang

mana dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan ketenteraman keluarga

tergantung dari keberhasilan pembinaan yang harmonis antara suami istri

dalam satu rumah tangga.

Dari sekian banyak tujuan-tujuan perkawinan banyak pula hikmah

yang terdapat dalam perkawinan, Hikmah perkawinan itu menurut ajaran

Page 39: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

30

Islam adalah untuk memelihara manusia(pemuda) dari pada pekerjaan yang

maksiat yang membahayakan diri,harta dan pikiran.27 diantaranya:

1. Terciptanya hubungan antar laki laki dan perempuan yang bukan mahrom,

dalam satu ikatan suci yang halal dan diridhai Allah SWT.

2. Mendapatkan keturunan yang sah dari hasil pernikahan yang sah, karena

pernikahan merupakan sarana terbaik untuk memperbanyak keturunan,

menjaga kelangsungan hidup, serta menghindari keterputusan nasab.28

3. Terpeliharanya kehormatan suami istri dari perbuatan zina

4. Terjalinnya kerjasama antara suami istri dalam mendidik anak dan

menjaga kehidupannya

5. Menjalin silaturahmi antara keluarga besar pihak suami dan pihak istri.

27 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan dalam Islam; Tuntutan Keluarga

Bahagia,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1994)cet.ke-3, h.31 28 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013) h. 203

Page 40: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

31

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA SASAK PANJANG KAB.BOGOR DAN

PROSESI PERKAWINAN ADAT SUNDA

A. Kondisi Kehidupan Masyarakat Sunda Bogor

Pada masa sekarang masyarakat Sunda Bogor hidup dalam susunan

kependudukan menurut kelurahan atau Desa.1 Wilayah desa Sasak Panjang di

kecamatan Tajurhalang Bogor saat ini tidak hanya di tinggali orang orang

sunda semata, namun berbagai pendatang mulai menetap sehingga kondisi

kehidupan sunda di desa ini mulai bergeser sedikit demi sedikit, karena di

desa ini tidak hanya ditinggali orang sunda saja, penduduk asli di desa ini

adalah suku Sunda dan Betawi2. Di lihat dari kehidupannya bisa dilihat dari

berbagai kondisi untuk mengetahui lebih dalam masyarakat desa Sasak

Panjang, yaitu:

1. Kondisi geografis

Desa Sasak Panjang adalah salah satu dari 7 desa yang terletak di

kecamatan Tajurhalang kabupaten Bogor, desa ini adalah desa terluas di

bandingkan desa-desa yang lain di kecamatan Tajurhalang, luas wilayah desa

Sasak Panjang 565,670 Ha, adapun batas-batas wilayah desa Sasak Panjang

dapat dilihat tabel dibawah ini,yaitu:

1 Zulyani Hidayat, Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: LPJES,1996), h. 58 2 Juheri Irawan S.Sos (sekretaris Desa Sasak Panjang, Wawancara, Desa Sasak Panjang)

Page 41: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

32

Tabel 1.1

Batas-Batas Wilayah Desa Sasak Panjang

No Batas wilayah Keterangan

1. Sebelah utara Berbatasan dengan Desa citayam

2. Sebelah timur Berbatasan dengan Desa Nanggerang

3. Sebelah barat Berbatasan dengan Desa kalisuren

4. Sebelah selatan Berbatasan dengan Desa Tajurhalang

Sebagian luas desa terdiri atas dataran kering, pemukiman, serta

persawahan dan ladang3.

2. Kondisi kependudukan dan sosial

a. Kependudukan

Desa Sasak Panjang berpenduduk yang mencapai 27,788 orang

dengan uraian laki-laki 13.723 dan perempuan 14.065 orang.4

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk Menurut Umur/Usia

No Umur/usia laki-laki dan perempuan Jumlah

1. 0-9 Tahun 2881

2. 10-19 Tahun 3843

3. 20-29 Tahun 6481

4. 30-39 Tahun 5205

5. 40-49 Tahun 4016

3 Arsip Data Kantor Desa Sasak Panjang Tahun 2016. 4 Arsip Data Kantor Desa Sasak Panjang Tahun 2017.

Page 42: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

33

6. 50-59 Tahun 3109

7. 60-69 Tahun 1739

8. 70 Tahun ke atas 584

JUMLAH 27.788WA

b. Bidang keagamaan

Dalam bidang keagamaan mayoritas warga desa Sasak Panjang

adalah beragama Islam atau bisa dikatakan 99.0% penduduknya beragam

Islam, adapun sisanya beragama Kristen. Untuk mendukung pelaksanaan

ibadah di desa Sasak Panjang tersedia fasilitas-fasilitas ibadah,5 yang bisa

dilihat tabel di bawah ini.

Tabel 1.3

Sarana Keagamaan

No Jenis Jumlah Lokasi

1. Masjid Jami 14

2. Langgar/Mushola 20

3. Pondok pesantren 4

4. Gereja 1 Komp.Inkopad

Selain digunakan sebagai sarana ibadah dalam hal Sholat lima

waktu, tempat ibadah tersebut juga digunakan oleh warga desa Sasak

5 Arsip Data Kantor Desa Sasak Panjang Tahun 2016.

Page 43: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

34

Panjang sebagai tempat mengadakan pengajian dan peringatan-

peringatan hari besar Islam, seperti Isra’Miraj, Maulid Nabi dan lainnya.

c. Kondisi budaya dan istiadat

Disamping menganut agama Islam, masyarakat desa Sasak Panjang

juga sebagaian masih menjalankan aturan budaya dan adat istiadat yang

berlaku di desa Sasak Panjang, budaya dan Adat istiadat tersebut

merupakan suatu hukum yang tidak terkonviksi (tidak tertulis),

disampaikan secara lisan, turun temurun yang diakui oleh masyarakat.

d. Kondisi ekonomi

Jika ditinjau dari sisi ekonomi, perekonomian di desa ini cukup

pesat, sekalipun daerah di sini masih berupa desa, namun perekonomian

sangat pesat karena dengan adanya toko-toko sparepart kendaraan

bermotor, toko-toko di sini sampai menyebrang desa sebelah, banyaknya

toko di sini salah satu pengaruh percampuran budaya di desa ini. Dan

bisa di lihat fasilitas kemajuan perekonomian dibawah ini.6

Tabel 1.4

Sarana Tempat Usaha

No Jenis Jumlah

1 Konveksi 1

2 Toko sparepart motor(bengkel) 150

3 Kios bensin 40

4 Warnet 16

6 Arsip Data Kantor Desa Sasak Panjang Tahun 2016.

Page 44: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

35

5 Toko 25

6 Waserda(warung serba ada) 4

7 Warung 200

8 Penggiling padi 2

9 Pengrajin makanan ringan 9

10 Counter pulsa 30

11 Penjual makanan matang 32

12 Loket pembayarn listrik 41

13 Pertukangan 532

14 Biro jasa 14

15 Penjahit 32

16 Lainnya (selain yang disebutkan diatas) 5

e. Kondisi pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

pembangunan, baik pendidikan formal maupun non formal dan

pendidikan pula memiliki peran yang sangat penting bagi bangsa dan

merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan

manusia. Desa Sasak Panjang termasuk desa yang sangat memperhatikan

pendidikan dengan adanya fasilitas-fasilitas pendukung belajar mengajar

Page 45: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

36

yang ada di desa Sasak Panjang,7 fasilitas tersebut bisa di lihat tabel di

bawah ini:

Tabel 1.5

Saran Pendidikan

No Jenis sarana pendidikan Jumlah

1. TK 4

2. RA 2

3. PAUD 7

4. TKA/TPA 5

5. PLAY GROUP 3

6. SD NEGERI 4

7. SD SWASTA 2

8. MI 3

9. SLTP SWASTA/TSANAWIYAH 4

10. SLTA 2

11 PONDOK PESANTREN 4

Meskipun ada beberapa fasilitas pendidikan yang belum ada di

desa Sasak Panjang ini, namun masalah pendidikan tidak terlalu

terbelakang, hal ini terbukti dengan adanya warga desa Sasak Panjang

yang bisa melanjutkan pendidikannya kejenjang Perguruan Tinggi atau

7 Arsip Data Kantor Desa Sasak Panjang Tahun 2016.

Page 46: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

37

bisa dikatakan sudah ada warga yang menyelesaikan Sarjana strata satu

atau strata dua.

B. Pengertian Adat Nyapun

Adat Nyapun yang ada di adat Sunda khususnya desa Sasak Panjang

bisa diartikan atau disamakan dengan adat Nyawer yang ada pada suku

Betawi atau adat Saweran di sebagian tradisi Jawa, walaupun dalam tradisi

ini berbeda tata cara dan pelaksanaanya, namun pada hakikatnya adalah

sama.8 Menurut ki Tuing tokoh adat tradisi Nyapun, yang disebut tradisi

Nyapun adalah nasehat-nasehat perkawinan, Nyapun adalah tradisinya

sedangkan Sapun adalah pekerjannya.9 sedangkan menurut tokoh adat

Nyapun yang lainnya yaitu Bapak Jamal adalah “Nyapun adalah do’a-do’a

yang dipanjatkan untuk si pengantin,10 Jika di telusuri lebih lanjut dari

pendapat dua tokoh adat tersebut serta naskah syair-syair yang ada, dapat

disimpulkan bahwa Nyapun memang berisikan nasihat-nasihat dan do’a-do’a

yang dipanjatkan untuk si pengantin. Yang dimaksudkan pengantin yang baru

ini diberikan nasehat-nasehat oleh tokoh adat yang diakui dan dipanjatkan

do’a-do’a keselamatan agar pernikahannya selalu diliputi keberkahan dan

jodohnya langgeng tidak ada perceraian.

Ada beberapa syarat yang harus ada ketika si pengantin akan

melakukan proses adat Nyapun, yaitu barang-barang yang akan digunakan

dalam tradisi Nyapun,diantaranya adalah:

8 Wawancara pribadi dengan bapak Jamal.bogor, 10 maret 2017. 9 Wawancara pribadi dengan Ki Tuing.bogor, 9 maret 2017. 10 Wawancara pribadi dengan bapak Jamal.bogor, 10 maret 2017.

Page 47: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

38

1. Kursi

Kursi harus tersedia 2 kursi dan pengantin wanita harus di

tempatkan di sebelah kiri pengantin pria, dengan maksud bahwa seorang

pria yang tulang rusuknya berkurang satu sudah dilengkapi dengan

kembalinya tulang rusak pria yang hilang.

2. Payung

Payung ini harus memayungi kedua pengantin yang sedang di

Sapun, yang mengartikan keberkahan selalu memayungi keluarga yang

baru ini. Dan sebagai lambang kewaspadaan

3. Beras

Mengartikan pasangan suami istri ini agar hidupnya berkecukupan,

makmur, karena beras juga melambangkan kemakmuran.

4. Uang receh

Selain kemakmuran pangan yang disimbolkan dengan beras, uang

receh melambangkan kemakmuran dari segi ekonomi, agar si pengantin

yang baru ini, ekonominya selalu bagus dan baik.

5. Kunyit (koneng temen)

Warna kuning diibaratkan sebagai emas, kedua mempelai

diharapkan hidup tidak kekurangan bahkan lebih

6. Bunga-bunga

Bunga mengartikan kasih sayang, agar si pengantin pria dan

pengantin wanita rasa kasih sayangnya tidak pernah hilang dan selalu

terjaga.

Page 48: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

39

7. Batok kelapa

Barang-barang yang ada seperti beras, bunga, uang receh dan

kunyit yang sudah dipotong-potong harus ditempatkan di dalam batok

kelapa, ini mengartikan bahwa semua sumber rizki yang mereka

dapatkan harus hemat dan bisa menabung di satu tempat dengan bekal

kebersamaan.

Alat-alat yang sudah disebutkan di atas harus dipenuhi seluruhnya

sebelum dilaksanakan tradisi Nyapun. Apabila terdapat kekurangan dari alat-

alat tersebut maka tradisi nyapun tidak bisa dilaksanakan, dan setelah lengkap

alat-alat ini, maka prosesi adat nyapun bisa dilaksanakan oleh tokoh adat

Nyapun.11

Apabila alat-alat sudah terpenuhi semua, maka barang-barang seperti

beras, uang receh, bunga, dan kunyit yang sudah dipotong-potong kecil di

tempatkan menjadi satu di dalam batok kelapa, sedangkan kursi ditempatkan

untuk pengantin pria dan perempuan, dan pengantin perempuan di dudukkan

di kursi sebelah kiri dengan arti bahwa seorang pria yang tulang rusuknya

berkurang satu sudah dilengkapi dengan kembalinya si pengantin wanita

sebagai tulang rusak pria yang hilang. Lalu kedua pengantin di payungi

dengan ditemani tokoh adat yang nantinya bertugas memandu dan

membacakan syair-syair dan do’a khusus tradisi Nyapun, sambil di bacakan

syair-syair dan do’a tersebut, tokoh adat melempari uang, beras, kunyit,

11 Wawancara pribadi dengan Ki Tuing, Bogor, 9 Maret 2017.

Page 49: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

40

bunga yang ada di dalam batok yang sudah disiapkan ke pengantin pria dan

wanita.12

C. Proses Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Desa Sasak Panjang

Pada saat dilaksanakannya upacara perkawinan masyarakat Bogor

khususnya desa Sasak Panjang memiliki cara khusus dalam pelaksanaan

perkawinan. Pelaksanaan perkawinan diatur mulai dari perencanaan sampai

dengan selesainya perkawinan tersebut. Jadi pelaksanaan perkawinan dalam

masyarakat tidak bisa dilakukan dengan sembarangan dan tanpa persiapan

yang matang walaupun dasarnya adalah tidak wajib menjalankan adat istiadat

tersebut. Berikut adalah tata cara pelaksanaan perkawinan yang berlaku

dalam masyarakat desa Sasak Panjang.13

1. Lamaran

Dalam tahap ini pihak laki-laki dan keluarganya datang kerumah

mempelai wanita dengan tujuan melamar pihak wanita, dan hanya

dihadiri oleh pihak keluarga pria dan wanita saja, pada tahap ini biasanya

para orang tua membahas besarnya mahar yang akan diberikan dan kapan

waktu pelaksanaanya berlangsung.

2. Seserahan

Prosesi setelah lamaran, keluarga mempelai pria datang kembali

dengan membawa barang-barang perlengkapan untuk mempelai wanita di

luar mahar untuk mempelai perempuan sebagai tanda jadi untuk

kelanjutan dilaksanakannya perkawinan.

12 Wawancara pribadi dengan Ki Jamal, Bogor, 10 Maret 2017 13 Wawancara pribadi dengan bapak Jamal.bogor, 10 maret 2017.

Page 50: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

41

3. Resepsi perkawinan

Resepsi perkawinan yang dilaksanakan tersebut penulis bagi dalam

beberapa bagian resepsi, yaitu mangkat, resepsi,dongdang dan ngendong

tiga hari

a. Mangkat

1) Pada prosesi ini, keluarga menyiapkan tempat untuk tamu dan

makan-makanan yang nanti akan disajikan, dan di malam harinya

biasanya di laksanakan pengajian yang biasanya di hadiri oleh

warga masyarakat sekitar.

2) Untuk mempelai lelaki biasanya kirim-kirim rokok untuk

mempererat silaturahmi agar dibantu untuk bebesanan kerumah

mempelai wanita.

b. Resepsi

1) Calon pengantin pria dijemput oleh keluarga mempelai wanita

dengan dikalungkan bunga melati, dan langsung menuju tempat

di mana akad nikah akan dilaksanakan.

2) Akad nikah: semua rukun dan syarat pernikahan yang ada pada

hukum agama Islam harus sudah terpenuhi di tempat pelaksanaan

akad nikah, pengantin wanita lalu didudukan di sebelah kiri

pengantin pria dan dikerudungi dengan kain panjang yang berarti

penyatuan dua insan yang murni.

3) Setelah akad secara agama sudah dilaksanakan lalu pengantin di

bawa dan dilaksanakanya adat nyapun tersebut.

Page 51: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

42

4) Duduk di pelaminan: setelah akad nikah adat prosesi nyapun,

maka pasangan pengantin langsung menuju kursi pelaminan

untuk menyambut tamu undangan.

4. Dongdang

Setelah resepsi perkawinan selesai dilaksanakan maka akan ada

pembagian makanan sisa dari resepsi dan sedikit uang sebagai ucapan

terima kasih kepada orang-orang yang telah berperan aktif membantu

pelaksanaan resepsi perkawinan.

5. Ngendong tiga hari

Setelah tiga hari pernikahan tibalah apa yang di sebut ngendong

tiga hari,14 Keluarga mempelai wanita datang ke rumah mempelai pria

dengan mengantarkan pengantin wanita, namun hanya istilah saja

ngendong tiga hari, namun hakikatnya hanya untuk mengantarkan

pengantin wanita untuk diserahkan keluarga pria.

14 Ngendong : Menginap di rumah mempelai laki-laki

Page 52: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

43

BAB IV

HUKUM ADAT NYAPUN DAN PENDAPAT ULAMA DAN TOKOH

MASYARAKAT

Tradisi Jika ditinjau dari sudut pandang Islam memiliki aturan sendiri

dalam pembahasan para ulama, Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup

telah menjelaskan bagaimana kedudukan tradisi (adat istiadat) dalam agama itu

sendiri. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah tradisi dipercaya dapat

mengantarkan keberuntungan, kesuksesan, keberhasilan bagi masyarakat tersebut.

Akan tetapi eksistensi adat istiadat tersebut juga tidak sedikit menimbulkan

polemik jika ditinjau dari kacamata Islam.

Allah berfirman dalam Al Qur’an :

ه ه ا بان ان لاو أاوا نان ه بانءا ن أال فاي نان عالاي ه قانلهوا ال ناتبعه ما لا الل ن أانزا ه اتبعهوا ما إذاا قيلا لاهه وا

ا ٢:١٧٠ تادهو لا ياه ا شاي ئن وا لا ياع قلهو

Artinya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”mereka menjawab, ”(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).”Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah:170)

د نان عالاي ه جا ن وا بهنان ما س سهول قانلهوا حا إلاى الر ه وا لا الل ن أانزا ا إلاى ما تاعانلاو إذاا قي لا لاهه وا

ا ]٥:١٠٤ تادهو لا ياه ا شاي ئن وا و لا ياع لامه ه ه ا بان ان لاو أاوا نان بانءا

Artinya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti)

apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.” Mereka

menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek

Page 53: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

44

moyang kami (mengerjakannya).”Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS Al-Maidah:104)

Kedua ayat tersebut menjelaskan tentang orang-orang yang lebih patuh

pada ajaran dan perintah nenek moyangnya daripada Syariat yang diwahyukan

oleh Allah didalam Al-Qur’an. Lalu bagaimana sikap kita? Adanya syariat tidak

berupaya menghapuskan tradisi, Islam menyaring tradisi tersebut agar setiap nilai-

nilai yang dianut dan diaktualisasikan oleh masyarakat setempat tidak bertolak

belakang dengan Syariat. Sebab tradisi yang dilakukan oleh setiap suku bangsa

yang notabene beragama Islam tidak boleh menyelisihi syariat. Karena kedudukan

akal tidak akan pernah lebih utama dibandingkan Wahyu Allah SWT.

A. Pendapat Ulama dan Tokoh Masyarakat Setempat Tentang Adat

Istiadat Nyapun.

Membaca sejarah yang ada, adat dan budaya di Indonesia mempunyai

pengaruh yang besar dan ia hidup dan tumbuh menyesuaikan diri dengan

perkembangan sejak zaman dahulu. Seperti upacara pernikahan yang

berlangsung di desa Sasak Panjang khususnya adat Nyapun. Pada dasarnya

adat Sunda yang berlangsung di desa Sasak Panjang ini adalah serapan dari

dua budaya, yaitu budaya Sunda dan budaya Betawi, yang menyatu menjadi

satu tradisi.1

Menurut ki Tuing (tokoh adat Nyapun) Tradisi masyarakat desa Sasak

Panjang pun sebenarnya sama, dahulu ada beberapa tradisi yang mungkin

digunakan sebagai alat persembahan dewa-dewi, karena sebelum Islam

1Wawancara pribadi dengan Ki Tuing. Bogor, 9 maret 2017

Page 54: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

45

datang, masyarakat menganut paham Animisme dan Dinamisme, setelah

Islam datang tradisi-tradisi tersebut digunakan sebagai alat penyebaran agama

Islam. Adat Nyapun itu sendiri adalah sebuah doa-doa serta nasihat-nasihat

yang diberikan untuk pengantin, agar dalam mengarungi bahtera rumah

tangganya selamat dunia akhirat2, dan kedudukannya di dalam syarat dan

rukun pernikahan tidak mempengaruhi sah dan tidaknya pernikahan, sama

halnya didalam syarat dan rukun pernikahan yaitu adanya khutbah nikah yang

eksistensinya sama. Dari setiap prosesi pernikahan yang dilaksanakan di desa

Sasak Panjang tersebut mempunyai filosofi dan makna yang sangat kental.

Setiap bagian dari upacara tersebut memberikan sebuah keagungan akan

sebuah kearifan lokal. Setiap unsur berisi dari prosesi doa dan harapan akan

kelanggengan dan kebahagiaan kedua mempelai yang akan mengaruhi

bahtera rumah tangga3.

Menurut H.Ahmad Sugandi (tokoh masyarakat) menuturkan bahwa

Menurut Syariat, nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak

terlalu rumit. Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan

persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena

paradigma budaya yang terlalu disakralkan justru malah menimbulkan

kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun pada saat

pernikahan4. Hal ini disebabkan diantaranya karena sesuatu yang telah

menjadi budaya atau adat istiadat. Dalam hal ini lah masyarakat di desa sasak

panjang memandang bahwa upacara pernikahan yang mereka laksanakan

2Wawancara pribadi dengan Ki Tuing. Bogor, 9 maret 2017 . 3 Wawancara pribadi dengan bapak Jamal.bogor, 10 maret 2017. 4 Wawancara pribadi dengan H.Ahmad Sugandi. Bogor, 10 maret 2017.

Page 55: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

46

bukanlah suatu keharusan yang harus ada dalam sebuah pernikahan. Sehingga

apabila ada masyarakat yang tidak melaksanakan upacara tersebut maka tidak

mendapatkan sanksi apa pun.

KH.Ahmad Amri S.Ag (ketua MUI desa sasak panjang) Beliau

berpendapat mengenai adat istiadat yang berlaku di desa Sasak Panjang ini

bahwa sebuah tradisi yang bisa dijadikan sebuah pedoman hukum adalah:

1. Tradisi yang telah berjalan sejak lama yang dikenal oleh masyarakat

umum.

2. Diterima oleh akal sehat sebagai sebuah tradisi yang baik.

3. Tidak bertentangan dengan nash Al-Quran dan Hadis Nabi Saw.

Beliau berpendapat bahwa melaksanakan tradisi Nyapun yang asal-

usulnya adalah adat istiadat yang berisikan nasihat-nasihat dan jelas

menuhankan Allah SWT dan bahkan menyebutkan tentang Nabi-nabi Nya

dan beliau mengatakan itu tidak bermasalah,dan tidak meaksanakanya adat

tersebut pun tidak bermasalah, karena tidak mengurangi syarat dan rukun

pernikahan, karena itu hanya sebatas tradisi atau kebiasaan yang baik, namun

apabila tradisi ini sudah menyimpang dari syariat apalagi sampai menyentuh

wilayah ketauhidan maka tidak boleh dilaksanakan. Beliau mengisyaratkan

bahwa adat istiadat yang sudah menjadi kebiasaan itu bisa menjadi hukum,

namun bisa gugur jika ada pengaruh kesyirikan dan kekufuran5.

5 Wawancara pribadi dengan KH.Ahmad Amri. Bogor, 10 maret 2017

Page 56: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

47

B. Korelasi Antara Hukum Adat Nyapun Dengan Hukum Islam

Adat dan budaya mempunyai pengaruh yang besar dalam proses

pengambilan hukum Islam. Imam Malik bin anas menjadikan ‘amal

penduduk Madinah sebagai pijakan utama dalam pengambilan hukum.

Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya memberikan perbedaan hukum

karena perbedaan adat-istiadat di suatu daerah tertentu. Begitu juga imam

Syafi`i, sudah jamak diketahui bahwa hasil ijtihad beliau berbeda ketika

bermukim di Baghdad dan Mesir. Maka lahirnya dua Qaul yang sangat

masyhur yaitu qoul qodim dan qoul jadid. Salah satu yang menjadikan

perbedaan adalah adat istiadat yang berbeda di dua kota besar tersebut.

Sumber hukum Islam terbagi menjadi dua, manshus (berdasarkan

nash) dan Ghairu manshush (tidak berdasarkan nash). Manshush terbagi

menjadi dua yaitu al-Quran daan al-Hadis, Ghairu manshush terbagi

menjadi dua yakni mutafaq ‘alaih (ijma’ dan qiyas) dan mukhtalaf fih

(istihsan, ‘urf, istishab, sad addzarai, masalahah mursalah, qoul shohabi, dan

lain-lain).

Dalam istilah bahasa arab, adat dikenal dengan istilah ‘adat atau‘urf

yang berarti tradisi. Ahli bahasa Arab ada yang menyamakan kata adat

dengan ‘urf, karena kedua kata itu memiliki arti yang sama, maka kata ‘urf

adalah sebagai penguat terhadap kata adat.6 Kedua istilah tersebut

mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda. Dalam pembahasan

6 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II (Cet. I; Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),

h. 363

Page 57: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

48

lain, ‘adat atau ‘urf dipahami sebagai sesuatu kebiasaan yang telah berlaku

secara umum di tengah-tengah masyarakat. Di seluruh penjuru negeri atau

pada suatu masyarakat tertentu yang berlangsung sejak lama.7 ‘Urf menurut

penyelidikan bukan merupakan dalil syara’ tersendiri. Pada umumnya, ‘urf

ditunjukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menunjang

pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengaan ‘urf

dikhususkan lafal yang ‘amm (umum) dan dibatasi yang mutlak, karena ‘urf

terkadang qiyas ditinggalkan.

Ulama Hanafiyah menggunakan istihsan dalam berijtihad dan salah

satu bentuk istihsan itu adalah bentuk istihsan al-‘urf (istihsan yang

menyandar pada al-‘urf ). Oleh ulama Hanafiyah, al-‘urf itu didahulukan

atas qiyas khafi dan juga didahulukan atas nash yang umum. Ulama

Malikiyah menjadikan‘Urf atau tradisi yang hidup di kalangan ahli Madinah

sebagai dasar menetapkan hukum dan mendahulukannya dari hadis ahad.

Ulama Syafi’iyah banyak menggunakan al-‘urf dalam hal-hal yang tidak

ditemukan ketentuan batasannya dalam syara’ maupun dalam penggunaan

bahasa.8 Bila hukum telah ditetapkan berdasarkan al-‘urf, Al-‘Urf atau adat

itu digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Namun

penerimaan ulama atas adat bukanlah karena semata-mata ia bernama adat

atau al-‘urf. Al-‘Urf atau adat bukanlah dalil yang berdiri sendiri. Adat atau

al-‘urf itu menjadi dalil karena ada yang mendukung atau ada tempat

7 Moh. Fadal Kurdi. Kaidah-Kaidah Fikih. (Jakarta. Artha Rivera), h. 69 8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II (Cet. I; Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),

h. 374

Page 58: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

49

sandarannya, baik dalam bentuk ijma’ atau maslahat. Adat yang berlaku di

kalangan umat telah diterima sekian lama secara baik oleh umat.

Menurut imam Syatibi dan imam Qayim al Jauziah, menerima dan

menjadikan ‘urf sebagai dalil syara’ dalam menetapkan hukum, apabila

tidak ada nash yang menjelaskan hukum suatu masalah yang dihadapi.9 Para

ulama menyatakan bahwa ‘urf merupakan salah satu sumber dalam istinbath

hukum, menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil sekiranya tidak ditemukan

nash dari al-Quran atau Al-Hadis.10

Para ulama’ berpendapat bahwa adat atau tradisi dapat dijadikan

sebagai dasar untuk menetapkan hukum syara’ apabila tradisi tersebut telah

berlaku secara umum di masyarakat tertentu. Sebaliknya jika tradisi tidak

berlaku secara umum, maka ia tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan. Syarat lain yang

terpenting adalah tidak bertentangan dengan nash. Artinya, sebuah tradisi

bisa dijadikan sebagai pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan

nash al-Qur’an maupun al-Hadis11. Menurut Wahbah Az-Zuhaili

mengungkapkan bahwa sifat ‘Urf ini harus sejalan dengan tindakan dan

tujuan syara’.12 Karena itu, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini

harus ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat.

9 Nasrun Harun, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacan Ilmu, 1997), h. 142 10 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010) h. 418 11 Nasrun Harun, Ushul Fiqh, (jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), h.143 12 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al Islam (beirut: Dar al-Fikr, 1986), h. 757

Page 59: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

50

Nash yang dimaksudkan adalah nash yang bersifat qath’i (pasti),

yakni nash yang sudah jelas dan tegas kandungan hukumnya, sehingga tidak

memungkinkan adanya takwil atau penafsiran lain, Namun yang terpenting

untuk ditekankan adalah, bahwa tradisi ini bukanlah landasan yuridis yang

berdiri sendiri, yang bisa mencetuskan hukum baru. Tetapi, harus dibarengi

dan berhadapan dengan nash-nash yang lain. Penerapannya juga melihat

kebutuhan primer, maslahat yang bersifat umum, mencegah kesulitan, dan

meringankan hal yang sukar.

Maka, tidak semua adat istiadat istiadat itu bisa diterima, hanya yang

benar dan baik (shahih) saja, bukan yang buruk (fasid) dari segala aspeknya.

Standar adat yang pertama adalah tidak bertentangan dengan dalil syar`i,

tidak menghalalkan yang haram, dan tidak membatalkan sesuatu yang sudah

wajib.

Sedangkan jika ditinjau dari segi keabsahannya, ‘urf atau adat dibagi

menjadi dua, yaitu:

1. ‘Urf Sahih, yaitu suatu hal yang baik yang menjadi kebiasaan suatu

masyarakat, tidak bertentangan dengan ajaran agama, sopan santun,

dan budaya yang luhur. Misalnya pemberian pihak laki-laki kepada

calon istrinya dalam pelaksanaan pinangan dianggap sebagai hadiah,

bukan mahar. Ini seperti juga kebiasaan penduduk kota Baghdad

dulunya untuk menyiapkan makan siang bagi tukang yang bekerja

dalam pembangunan rumah.

Page 60: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

51

2. ‘Urf Fasid (adat kebiasaan yang tidak benar), yaitu suatu adat yang

menjadi kebiasaan yang sampai pada penghalalan sesuatu yang

diharamkan oleh Allah (bertentangan dengan ajaran agama), undang-

undang negara dan sopan santun. Misalnya menyediakan hiburan

perempuan yang tidak memelihara aurat dan kehormatannya dalam

sebuah acara atau pesta, dan akad perniagaan yang mengandung

riba13.

Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan bahwa pada saat Islam datang

dahulu, masyarakat telah mempunyai adat istiadat dan tradisi yang berbeda-

beda. Kemudian Islam mengakui yang baik diantaranya serta sesuai dengan

tujuan-tujuan syara’ dan prisnsip-prinsipnya. Syara’ juga menolak adat

istiadat dan tradisi yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Disamping itu

ada pula sebagian yang diperbaiki dan diluruskan, sehingga ia menjadi

sejalan dengan arah dan sasarannya. Kemudian juga banyak hal yang telah

dibiarkan oleh syara’ tanpa pembaharuan yang kaku dan jelas, tetapi ia

biarkan sebagai lapangan gerak bagi al-‘urf al-shahih (kebiasaan yang

baik). Disinilah peran ‘urf yang menentukan hukumnya, menjelaskan

batasan-batasannya dan rinciannya14.

Para ulama ushul fiqih berdasarkan ijma’ menyatakan bahwa suatu

‘urf, baru dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum

syara’ apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

13 Moh. Fadal Kurdi, Kaidah Kaidah Fikih. (Jakarta. Artha Rivera,2008 ), h. 154-155 14 Moh.Fadal Kurdi. Kaidah Kaidah Fikih. (Jakarta. Artha Rivera,2008), h. 69

Page 61: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

52

a) ‘Urf berlaku secara umum, artinya ‘urf itu berlaku dalam

mayoritas kasus yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dan

keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut.

b) ‘Urf itu telah masyarakat ketika persoalan yang kita tetapkan

hukumnya itu muncul, artinya, ‘urf yang akan dijadikan

sandaran hukum itu lebih dahulu ada sebelum kasus yang akan

ditetapkan hukumnya.

c) ‘Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara

jelas dalam suatu transaksi.

d) ‘Urf tidak bertentangan dengan nash.

Telah dijelaskan diatas bahwa sebuah tradisi yang berjalan secara

umum di tengah-tengah masyarakat memiliki kekuatan hukum bagi mereka.

Artinya, tradisi tersebut dapat dibenarkan untuk terus dipertahankan.

Sebaliknya, jika sebuah tradisi belum berlaku secara umum, maka tradisi

tersebut tidak bisa dijadikan sebagai ketetapan hukum. dalam Al-Qur’an

juga diceritakan mengenai sebagian kebiasaan masyarakat Arab yang

ditetapkan sebagai hukum. Diantaranya adalah dalam surat an-Nur ayat 58,

yaitu:

لثا ثا كه ن م ا له لحه واا غه له ب يا لا نا ي ذ لا ا وا كه ن نه ما ي اا ت كا لا ما نا ي ذ نل مه كه ن ذ أ تا س يا ل او نه ما ا ـنا ي ذ ـن ال ها يه ٲا ن يا

ت ما لوة صا د ع ا ن م وا ة را ي ه الظ نا م كه ن ا يا ث ا و عه ضا تا نا ي ح وا ر ج فا ال وة ل صا ل ب قا ن م ر

ا ن ه دا ع ا ح نناجه ه ي لا عا لا وا كه ي لا عا سا ي لا كه ـل ت ر و عا ثا ـ لـشان ء ثا لع ا كه ي لا عا ا و افه و

(۸٥ر: )النو . ي ك حا ي لـ عا للاه ليت وا ا ه كه لا للاه نه ي ـبا يه كا ذ ل ا ض عه لى ا عا كه ـضه ع ا

Page 62: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

53

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."(Q.S.An-Nur: 58).

Memelihara ‘urf dalam sebagian keadaan juga dianggap sebagai

memelihara maslahat itu sendiri. Hal ini bisa disebut demikian karena

diantara maslahat manusia itu adalah mengakui terhadap apa yang mereka

anggap baik dan biasa, karena maslahah yang selaras dengan tujuan syariat

Islam dan tidak ada petunjuk tertentu yang membuktikan tentang

pengakuannya dan penolakannya.15 dan keadaan mereka tersebut telah

berlangsung selama bertahun-tahun dan dari satu generasi ke generassi

berikutnya. Sehingga ini menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka yang

sekaligus sukar untuk ditinggalkan dan berat bagi mereka untuk hidup tanpa

kebiasaan tersebut.16

Diantara masalah yang bisa dijadikan sebagai ketetapan hukum adalah

tradisi Nyapun. Tradisi tersebut lumrah terjadi di daerah Sunda khususnya di

desa sasak panjang, sehingga tradisi tersebut dapat dibenarkan terus

berlangsung di tengah-tengah masyarakat. jika dilihat dari berlangsungnya

dari acara Nyapun tersebut, didalamnya tidak ada tindakan atau unsur yang

15 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007 cet, ke-11) h. 247 16 Yusuf Al-Qardhawi, Keluasan dan Keluasan Hukum Islam. (Semarang: Bina

Utama.1993),h. 21

Page 63: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

54

mengharamkan sesuatu yang halal atau pun menghalalkan sesuatu yang

haram. Ini disebabkan karena tradisi semacam itu tidak bertentangan dengan

nash.

C. Hukum Adat Nyapun Pada Perkawinan Adat Sunda

Indonesia adalah negara yang dibangun oleh pilar-pilar keragaman,

baik itu etnik, budaya, adat maupun agama. Untuk yang terakhir, agama di

indonesia hadir dan berkembang dengan segala norma yang mengikat setiap

penganutnya. Selanjutnya, norma ini mulai menyerap dalam institusi

masyarakat.17

Adat atau ‘urf dengan persyaratan-persyaratan tertentu dapat dijadikan

sandaran untuk menetapkan suatu hukum, bahkan didalamnya sistem hukum

Islam kita kenal qa’idah kulliyah fiqhiyah yang berbunyi;18

ة ما ك حا مه ةه عا ي ر شا ةه ندا عا ال

a. Maksudnya, adat dapat dijadikan hukum untuk menetapkan suatu

hukum syara’

ى ع ر شا ل ي ل دا ت ن ثا ف ر عه نل ته نالث

b. Sesuatu yang ditetapkan adat atau ‘urf seperti yang ditetapkan

dalil syara’

ةه ما ك حا مه ةه ندا العا

17 Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: RM.Book,2012) h. 11

18 Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih Metode Hukum Islam (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2000), h. 185.

Page 64: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

55

c. Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum

Dengan kaidah tersebut, hukum Islam dapat dikembangkan dan

diterapkan sesuai dengan tradisi (adat) yang sudah berjalan. Sifat al-Qur’an

dan al-Sunnah yang hanya memberikan prinsip - prinsip dasar dan karakter

keuniversalan hukum Islam, dapat dijabarkan kaidah ini dengan melihat

kondisi lokal dengan masing-masing daerah.

Maka dapat dikatakan bahwa adat istiadat yang berada di desa Sasak

Panjang merupakan adat istiadat yang tidak dilarang oleh syar’i,

Hal ini hukum adat dapat berlaku apabila oleh beberapa sebab, yaitu:

1. Tradisi yang berlangsung di desa Sasak Panjang telah berlangsung

sejak lama dan dilaksanakan secara turun temurun. Sehingga adat

istiadat ini merupakan produk dari nenek moyang mereka yang

kemudian mereka warisi dan dilaksanakan sampai sekarang.

2. Tradisi upacara pernikahan dengan adat Sunda yang dilaksanakan di

desa Sasak Panjang Bogor, merupakan tradisi yang baik dan perlu

dilestarikan. Ini seperti yang diungkapkan oleh para tokoh masyarakat

dalam wawancara yang kami lakukan. Dalam tradisi tersebut

terkandung makna dan filosofi yang baik, yang bertujuan untuk

memberikan do’a dan bahagia serta harapan yang baik bagi kehidupan

mempelai. Tradisi tersebut juga memberikan pendidikan yang baik

bagi para generasi masyarakat dalam mewarisi tradisi nenek moyang.

Page 65: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

56

3. Pelaksanaan tradisi Nyapun yang dilaksanakan tersebut tidak ada yang

bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Bahkan upacara

pernikahan tersebut merupakan sebuah acara yang sesuai dengan

tujuan dari sebuah walimah dalam Islam, yaitu memberikan rasa

kebahagiaan kepada kedua mempelai.

Maka dengan adanya sebab diatas sudah sesuai dengan ketentuan

kaedah ushul fiqh yaitu:

ةه ما ك حا مه ةه ندا العا

Artinya: “ Adat itu bisa menjadi hukum”.

Qaidah yang lain:

“Menetapkan (suatu hukum) dengan dasar (‘urf), seperti menetapkan

(hukum) dengan dasar nash.”

Kaidah-kaidah tersebut memberikan peluang pada kita sebagai umat

muslim untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum, apabila tidak ada

nash yang menjelaskan ketentuan hukumnya. Bahkan meneliti dan

memperhatikan adat (‘urf) untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam

menetapkan suatu ketentuan hukum merupakan suatu keharusan. Akan

tetapi, tidak semua adat (‘urf) manusia dapat dijadikan dasar hukum. Yang

dapat dijadikan dasar hukum adalah adat (‘urf) yang tidak bertentangan

dengan prinsip-prinsip dasar dan tujuan-tujuan hukum Islam itu sendiri.

Budaya lokal disuatu daerah berdiri tepat di belakang nash-nash syar`i. Bisa

menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan hukum, tanpa

Page 66: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

57

mengubah hukum asal yang sudah tetap. Tetap bisa diadopsi dan diadapsi,

dipilah dan dipilih, yang sesuai dilestarikan dan dijadikan pegangan, yang

tidak sesuai harus dibuang.

Dan jika ditelusuri lebih dalam adat istiadat dan tradisi yang terdapat

dalam upacara pernikahan di desa Sasak Panjang sudah dapat dijadikan

sebagai sebuah pedoman. Sehingga keberadaan akan tradisi tersebut telah

mendapatkan legitimasi dari syara’.

Melihat prosesi upacara pernikahan adat Nyapun yang dilaksanakan di

desa Sasak Panjang tersebut menunjukkan pemahaman masyarakat desa

Sasak Panjang akan makna pernikahan sebagai pekerjaan yang mulia yang

disyariatkan oleh agama. Dalam berbagai ayat Al-Quran dan Hadis

disebutkan bahwa tujuan dari adanya pernikahan adalah untuk membentuk

keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah serta untuk meneruskan

keturunan dari seseorang. Maka pelaksanaan prosesi upacara pernikahan di

desa Sasak Panjang tersebut sudah sesuai dengan tujuan nikah yang

disyariatkan dalam Islam.

Sedangkan dalam metode dan prosesi upacara pernikahan atau

dikalangan masyarakat Arab disebut sebagai walimah, Islam sendiri tidak

menentukan cara dan metode bagaimana sebuah walimah dalam hukum

islam itu harus dilaksanakan. Semuanya dikembalikan kepada adat-istiadat

yang berlangsung di daerah yang bersangkutan. Islam hanya memberikan

batas-batasan terhadap hal-hal yang tidak diperbolehkan atau dilarang ketika

Page 67: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

58

melaksanakan sebuah upacara pernikahan dan memberikan beberapa

anjuran di dalamnya.

Prosesi upacara yang dilaksanakan di desa tersebut bertujuan untuk

memberikan nasehat-nasehat dan ungkapan rasa kebahagiaan dari para tetua

adat dan para orang tua kepada kedua mempelai.

Dalam Islam juga ditekankan bahwa dalam pesta perkawinan ini wajib

dijauhkan dari acara yang tidak sopan dan porno, bercampur gaul antara

laki-laki dan perempuan. Begitu pula perkataan yang keji dan tak pantas

didengarkan masyarakat. Dalam hal ini juga diterapkan dalam upacara

pernikahan yang dilaksanakan di desa Sasak Panjang khususnya suku sunda.

Dalam pesta acara tersebut tidak terdapat hal-hal melanggar syariat Islam.

Bahkan dalam prosesi acara tersebut berisikan pujian-pujian kepada Tuhan

yang maha kuasa dan sanjungan dan doa kepada kedua mempelai.

Syariat nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak

terlalu rumit. Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan

persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun

karena paradigma budaya yang terlalu disakralkan oleh masyarakat maka

akan menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun

pada saat pernikahan. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang telah menjadi

budaya atau adat istiadat. Mempertimbangkan faktor sosiologis sangat

penting bila melihat hukum Islam dengan segala dinamikanya, antara lain

bukanlah semata-mata sebagai lembaga hukum yang menekankan aspek

spiritual, tetapi juga merupakan sistem sosial yang utuh bagi masyarakat

Page 68: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

59

yang didatanginya. Oleh karena itu, hukum Islam harus tetap eksis dalam

masyarakat sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi dalam waktu

dan ruang tertentu. Dari sudut pandang inilah nilai prinsip ‘illat (penalaran

ta’lili) sangat penting untuk dijadikan dasar dalam menetapkan hukum Islam

sesuai dengan kondisi masyarakat tertentu Dalam hal ini lah masyarakat di

desa Sasak panjang memandang bahwa upacara pernikahan yang mereka

laksanakan khususnya adat Nyapun bukanlah suatu keharusan yang harus

ada dalam sebuah pernikahan. Sehingga apabila ada masyarakat yang tidak

melaksanakan upacara tersebut maka tidak mendapatkan sanksi apa pun.

Page 69: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adat Nyapun adalah nasihat-nasihat dan do’a-do’a yang dipanjatkan

untuk pengantin, Yang dimaksudkan pengantin yang baru ini diberikan

nasehat-nasehat oleh tokoh adat yang diakui dan dipanjatkan do’a-do’a

keselamatan agar pernikahannya selalu diliputi keberkahan dan jodohnya

langgeng tidak ada perceraian. sedangkan Nyapun adalah tradisinya dan

Sapun adalah pekerjannya.

Tradisi Nyapun di dalam hukum islam memang tidak dijelaskan, hal

itu hanya terdapat didalam adat. Oleh karena itu, diberlakukan atau

tidaknya adat ini tidak akan mempengaruhi pernikahan tersebut sah atau

tidak. adat mengenai Nyapun ini harus dilestarikan sebagai simbol

identitas bangsa namun perlu ada penyaringan dan penyesuaian dengan

hukum Islam agar tidak bertentangan. Penyesuaian tersebut diantaranya

mengenai harapan sesuatu setelah melakukan tradisi tersebut yang tidak

sesuai dengan Al-Quran dan Hadis.

Tradisi Nyapun yang terdapat di desa Sasak Panjang dapat

dilestarikan dengan catatan bahwa sesuatu yang bertentangan dengan

hukum Islam harus diubah agar tidak terjadi pertentangan antara hukum

adat dengan hukum Islam.

Adat Nyapun dalam tradisi perkawinan di desa Sasak Panjang bukan

merupakan unsur penting atau rukun dalam sahnya suatu perkawinan.

Page 70: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

61

Akan tetapi adat Nyapun dalam prakteknya yang sekarang ini hadir

sebagai unsur tambahan dalam rangka pelestarian tata cara yang sudah

dikenal turun temurun, sedangkan seluruh isinya sudah di saring dari hal-

hal yang dinilai bertentangan dengan syaariat Islam.

Adat atau ‘urf dengan persyaratan-persyaratan tertentu dapat dijadikan

sandaran untuk menetapkan suatu hukum, bahkan didalamnya sistem

hukum Islam kita kenal qa’idah kulliyah fiqhiyah yang berbunyi;

العادة شريعة محكمة

a. Maksudnya, adat dapat dijadikan hukum untuk menetapkan suatu

hukum syara’

الثابت بالعرف ثابت بدليل شرعى

b. Sesuatu yang ditetapkan adat atau ‘urf seperti yang ditetapkan

dalil syara’

العادة محكمة

c. Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum

Dengan kaidah tersebut, hukum Islam dapat dikembangkan dan

diterapkan sesuai dengan tradisi (adat) yang sudah berjalan. Sifat al-

Qur’an dan al-Sunnah yang hanya memberikan prinsip-prinsip dasar dan

karakter keuniversalan hukum Islam, dapat dijabarkan kaidah ini dengan

melihat kondisi lokal dengan masing-masing daerah. menerima dan

menjadikan adat atau ‘urf sebagai dalil syara’ dalam menetapkan hukum,

apabila tidak ada nash yang menjelaskan hukum suatu masalah yang

Page 71: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

62

dihadapi. Para ulama menyatakan bahwa ‘urf merupakan salah satu

sumber dalam istinbath hukum.

Menurut para ulama’ sebuah tradisi yang bisa dijadikan sebuah

pedoman hukum adalah:

1. Tradisi yang telah berjalan sejak lama yang dikenal oleh masyarakat

umum.

2. Diterima oleh akal sehat sebagai sebuah tradisi yang baik.

3. Tidak bertentangan dengan nash Al-Quran dan Hadis Nabi Saw.

Karena itu, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini harus ditolak

dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat. i dalil sekiranya

tidak ditemukan nash dari al-Quran atau Al-Hadis.

B. Saran

1. Bagi masyarakat desa Sasak Panjang, hendaknya berupaya

mempertahankan tradisi ini sebagai salah satu identitas kebangsaan

yang terkandung di dalamnya yang berisikan norma kearifan lokal

agar masyarakat lebih bisa memahami hubungan antara ajaran Islam

dengan tradisi-tradisi yang berkembang di desa Sasak Panjang,

sehingga setiap perkembangan zaman dapat di respon dengan baik

tanpa harus meninggalkan nilai-nilai luhur tradisi ini.

2. Para ulama dan tokoh masyarakat berkewajiban memberikan

penjelasan mengenai nilai kearifan yang terdapat dalam tradisi Nyapun

ini, khsusnya mengenai hukum yang ada didalamnya yang baik

Page 72: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

63

maupun yang fasid, seperti menghamburkan beras yang ada didalam

prosesnya. karena sebagian dari masyarakat belum mengetahuinya,

sehingga ada masyarakat yang berpandangan kurang baik tentang

tradisi ini.

3. Para tokoh adat yang masih memahami dan menguasai dinamika

kebudayaan sunda, diharapkan untuk menulis dan melestarikan adat

istiadat sunda khususnya adat Nyapun yang sudah semakin berkurang.

4. Diharapkan agar perbedaan adat istiadat teruatama dalam hukum

perkawinan tidak membuat adanya perpecahan diantara sesama bangsa

indonesia khususnya umat Islam.

Page 73: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

63

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Abu Bakar, Zainal. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan AL Hikmah, 1993.

Amiruddin dan Askin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2004, Cetakan Pertama. Asmin. Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang No 1

Tahun 1974. Jakarta: PT.Dian Rakyat, 1986. Azdi (al), Abi Dawud Sulaiman bin Al-asyats Al-sajatani, Sunan Abi Daud.

Beirut: Dar Al Fikr,1998, Hadits ke 2050.

Departemen Agama RI. “Al-Qur’an dan Terjemahannya”. Bandung: Gema

Risalah. 1992.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. jakarta: Balai Pustaka, cet ke-3 Edisi ke- 2. 1994.

Darajat, Zakiah. Ilmu Fiqih Jilid 2. Yogyakarta: Dana Bakti, 1995.

Djazuli dan Aen, Nurol. Ushul Fiqih Metode Hukum Islam, Jakarta: PT Greafindo Persada, 2000.

Djaman, Nur. Fiqih Munakahat. Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993.

Fadal, Moh. Kurdi. Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta: Artha Rivera, 2008

Ghazaly, Abdur Rahman. Fiqh Munakahat. Bogor: Kencana, 2003.

Jawad Mughniyah, Muhammad. Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2006.

Jaziri (al), Abdurrahman. Kitab ‘ala Madzahib Al-arba’ah, Libanon: Dar Ihya al-Turas al-arabi, 1986, Juz IV.

Harun, Nasrun. Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Hidayat, Zulyani. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. jakarta: LPJES, 1996.

Husaini(al), Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad. Kifayatul Akhyar Juz II, jakarta: Dar al-kutub al-islamiyah, 2004.

Mulia. Saleh. Hukum Perkawinan. Jakarta: Ghalia, 2004.

Page 74: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

64

Nuruddin, Amir dan akmal Tarigan, Azhar. hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi kritis perkembangan Hukum islam dari fikih, UU No 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Prenada Media Group, 2006.

Ponpes Al-Falah, Fiqih Lintas Mazhab, Kediri: Perdana, 2010.

Purna Siswa III Aliyah Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Esensi Pemikiran Mujtahid. kediri: Perdana, 2003.

Qardhawi (al), Yusuf. Keluasan Dan Keluesan Hukum Islam. Semarang : Bina Utama, 1993.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013.

Saepudin, Aep. Makna Filosofi Tembang Sawer Dalam Upacara Adat Sunda. Yogyakarta: Kencana, 2010.

Saifulloh, Mohammad al Aziz. Fiqih Islam Lengkap, Surabaya: Terbit Terang,

2005. Sopyan, Yayan. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2010.

Sopyan, Yayan. Islam Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional. Jakarta: RM. Book, 2012.

Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama, 2012.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2007. Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jilid II, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999.

Cet. Ke-1. Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan dalam Islam, Tuntutan Keluarga

Bahagia, jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1994, cet.ke-3. Thalib, Sayuti. Hukum Keluarga Indonesia. jakarta: universitas indonesia, 1974. .

Zahrah, Muhammad Abu. Al-akhwal Al-syakhsyiyyah. Qohirah: Dar al-fikr al- Arabi, 1957.

Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2010.

Page 75: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

65

Zuhaily, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami Wa Adilatuhu Juz VII, Damaskus: Dar al-

Fikr, 1989

Zuhaily, Wahbah. Ushul Fiqh al Islam, Beirut: Dar al-Fikr, 1986

Jurnal

Aji, Ahmad Mukri. “Pandangan Al-Ghazali tentang maslahah Mursalah”. Ahkam

IV, NO.08 Jakarta: 2014. Proyek Inventaris Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, Upacara

Perkawinan Adat Jawa Barat,. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1992.

wawancara

Arsip Data Kantor Desa Sasak Panjang Tahun 2016.

Wawancara pribadi dengan Ahmad Sugandi, Bogor, 10 maret 2017.

Wawancara pribadi dengan Ahmad Amri, Bogor, 10 maret 2017.

Wawancara pribadi dengan Juheri Irawan, Bogor, 9 maret 2017.

Wawancara pribadi dengan Ki Jamal, (Bogor, 10 maret 2017.

Wawancara pribadi dengan Ki Tuing, Bogor, 9 maret 2017.

Page 76: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAMPIRAN

Page 77: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN SEKRETARIS DESA SASAK PANJANG

BAPAK JUHERI IRAWAN S.Pd

1. Bagaimana gambaran umum masyarakat desa Sasak Panjang?

Jawab : pada dasarnya masyarakat desa sasak panjang khususnya dan

masyarakat kecamatan tajurhalang umumnya adalah percampuran dua

budaya, yaitu budaya sunda dan betawi, dana masyarakat ini sudah

menyatu sejak lama baik dari adat-istiada maupun tata cara kehidupan

yang mereka jalani.

2. Bagaimana kondisi kultur dan budaya yang ada di desa Sasak

Panjang ?

Jawab : Masyarakat desa Sasak Panjang jika ditinjau dari segi bahasa

terbagi dua bagian yaitu, bahasa sunda dan bahasa betawi, karena daerah

ini terjadinya percampuran budaya yang lumayan lama, dan masyarakat

desa sasak panjang ini sebagian masih berpegang teguh terhadap adat

istiadat setempat. Namun dengan adanya pergeseran budaya, sampai saat

ini masyarakat desa sasak panjang semakin banyak yang meninggalkan

adat istiadat yang ada,

3. Apakah ada dukungan dari pemerintah untuk menjaga dan

melestarikan tradisi dan budaya yang ada di desa Sasak Panjang

kecamatan Tajurhalang ?

Jawab : ada, bukti dari dukungan pemerintah dengan diadakannya kepala

seksi kesenian dan budaya yang secara khusus menangani masalah

kesenian dan budaya yang ada, namun hanya sebatas di kecamatan dan

belum ada di desa. Namun program-programnya sampai ke desa-desa juga,

Page 78: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

dengan maksud mengangkat, mengembangkan, dan melestarikan nilai –

nilai tradisi yang ada di kecamatan tajurhalang.

4. Menurut Bapak seberapa kuatkah masyarakat di desa ini memegang

adat istiadat ?

Jawab : ya , sebagian masyarakat masih disini masih menggunakan adat

turun temurun dari nenek moyang, namun yang terlihat sudah relavan

dengan zaman sedikit demi sedikit ditinggalkan secara otomatis.

Sasak Panjang 10 Maret 2017

Peneliti Sekretaris Desa

Sigit Maulana Juheri Irawan S.Pd

Page 79: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN KETUA MUI DESA SASAK PANJANG

KH. AHMAD AMRI S.Ag

1. Apa yang kiyai ketahui tentang adat Nyapun di desa Sasak Panjang ?

Jawab : itu adalah tradisi di dalam prosesi perkawinan dengan di doa-

doakan oleh penyapun dengan di lempari beras dan uang receh

2. Bagaimana pandangan hukum islam tentang tradisi nyapun ?

Jawab : Kalo di dalam islam tidak adat aturan mengenai tradisi ini, karena

ini hanyalah adat, seandainyapun ada bersangkutan dengan adat yang

dibolehkan karena adat ini berisikan doa-doa dan nasehat-mnasehat yang

baik untuk pengantin sebagaimana seperti khutbah nikah, sebuah tradisi

yang bisa dijadikan sebuah pedoman hukum adalah:

1. tradisi yang telah berjalan sejak lama yang dikenal oleh masyarakat

umum.

2. Diterima oleh akal sehat sebagai sebuah tradisi yang baik.

3. Tidak bertentangan dengan nash Al-Quran dan Hadis Nabi Saw.

melaksanakan tradisi Nyapun itu tidak bermasalah, dan tidak

meaksanakanya adat tersebut pun tidak bermasalah, karena tidak

mengurangi syarat dan rukun pernikahan, karena itu hanya sebatas tradisi

atau kebiasaan yang baik, namun apabila tradisi ini sudah menyimpang

dari syariat apalagi sampai menyentuh wilayah ketauhidan maka tidak

boleh dilaksanakan.

3. Menurut kiyai bagaimana sebenarnya posisi islam terhadap adat

istiadat?

Jawab: memang ada kaidah “ al-adah adawa” yang artinya meninggalkan

kebiasaan maka akan menimbulkan kesalahpahaman. Tetapi itu adalah

adat yang dianggap bertentangan dengan syariat, kalau yang bertentangan

Page 80: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

dengan syariat, jelas sekuat apapun adat tersebut harus ditinggalkan sebab

adat itu bukanlah agama, adat adalah kebiasaan sekelompok rang atau

sekkelompok daerarah sedangkan agama adalah sifatnya unversal untuk

rahmatan lil ‘alamain, sehingga kalau dilihat seberapa kuat adat

memepengaruhi agama, tidak boleh jika adat mendominasi agama. Bahkan

jika ada adat yang bertentangan dengan syariat, maka adat tersebut tidak

boleh dilakukan.

4. Bagaimana menurut kiyai sebagai masyarakat dan ketua MUI desa

Sasak Panjang, apakah adat ini perlu dihapus atau tidak ?

Jawab : tidak perlu di hapus, namun jangan dimaknai adat ini suatu

keharusan, artinya jika ingin dilaksanakan, di laksanakan saja menurut

biasanya, tapi jangan dimaknai bahwa itu adalah keharusan secara adat

maupun syariat.

Sasak Panjang 10 Mmaret 2017

Peneliti Ketua MUI desa Sasak panjang

Sigit Maulana KH.Ahmad Amri

Page 81: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN TOKOH MASYARAKAT DESA SASAK PANJANG

H. AHMAD SUGANDI

1. Apa yang anda keahui tentang tradisi adat Nyapun ?

Jawab : tradisi ini adalah tradisi Saweran kepada pengantin agar selamat.

2. Apakah anda tahu sejarah adanya tradisi Nyapun ?

Jawab : kalo tradisi ini sudah turun temurun sejak dahulu, namun semakin

sedikit yang melaksanakannya karena semakn modernnya masyarakat saat

ini.

3. Menurut bapak seberapa kuatkah masyarakat di desa ini memegang

adat istiadat ?

Jawab : sebagian masih sangat kuat, khususnya para keturunan para tokoh

adat, namun hanya di beberapa kalangan saja.

4. Bagaimana pandangan bapak terhadap adat Nyapun yang ada di

dalam perkawinan adat sunda ini ?

Jawab : menurut saya jika ditinjau dari segi Syariat, nikah dalam Islam

sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit. Apabila sebuah ritual

pernikahan telah memenuhi rukun dan persyaratannya, maka sebuah

pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena paradigma budaya yang

terlalu disakralkan justru malah menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik

sebelum pernikahan ataupun pada saat pernikahan.

5. Adakah nilai psotif yang didapat dari pelaksanaan tradisi tradisi bagi

masyaraakat ?

Page 82: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

Jawab : nilai terutama dari pelaksanaan adat ini adalah mengagungkan

Allah SWT dan Rosulullah karena dengan berdoa dan memuji pujian

sholawat yang didalamnya bentuk keagungan Allah SWT.

6. Apakah menurut bapak tradisi Nyapun dalam tata caranya ada

penyelewengan dari agama ?

Jawab : menurut yang saya perhatikan itu tidak ada, karena tradisi ini tidak

mengandung kesyirikan, yang meminta selain kepada Allah SWT, atau

membuat sesaji untuk leluhur, dan tradisi-tradisi di desa ini menurut say

sudah bersih dari segala hal kesesyirikan, karena adat – istiadat yang sepeti

itu sudah ditinggalkan denagn sendirinya.

Sasak Panjang 10 Maret 2017

Peneliti Tokoh Masyarakat

Sigit Maulana H.Ahmad Sugandi

Page 83: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN PELAKU NYAPUN

INTAN DWI PUTRA

1. Apa yang anda ketahui tentang tradisi Nyapun ?

Jawab : sebuah adat yang menurut saya adalah do’a dan nasehat orang tua,

karena seperti yang saya dengarkan saat say di sapun, isinya adalah

nasehat-nasehat dan doa-doa.

2. Kenapa anda melaksanakan tradisi nyapun pengantin pada saat

perkawinan ?

Jawab : karena saya menikah dengan orang sunda tulen, jadi saya

mengikuti adat istiadat mereka, walupun di laksanakanya di desa Sasak

Panjang jadi saya di sapun, dan karena mengikuti perintah orang tua juga.

3. Apakah anda tahu maksud dari dilaksanakannya nyapun pengantin ?

Jawab : pada intinya agar selamat, dan meminta kepada Allah agar

diberikan kesehatan dan keberkahan dalam perkawinan yang akan kami

lewati dan kami di nasehati oleh tokoh adat.

4. Apakah anda stuju dengan diadakannya tradisi nyapun pengantin ?

Jawab : menurut saya setuju saja, karena ini adalah bagian dari budaya,

dan tidak adanya penyelewengan pada hukum syariat agama. Bahkan

menurut saya ini sangat baik karena sudah melestarikan budaya yang ada,

walaupun dasarnya adalah perintah orang tua saya untuk menjalankan adat

ini.

Page 84: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

Sasak Panjang 10 februari 2017

Peneliti Pelaku

Sigit Maulana Intan Dwi Putra

Page 85: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN TOKOH ADAT DESA SASAK PANJANG

KI TUING

1. Apakah yang disebut dngan tradisi Nyapun ?

Jawab : disebut tradisi Nyapun adalah nasehat-nasehat perkawinan,

Nyapun adalah tradisinya sedangkan Sapun adalah pekerjannya.

2. Apakah fungsi dari diadakannya tradisi Nyapun ?

Jawab : Yang dimaksudkan pengantin yang baru ini diberikan nasehat-

nasehat oleh tokoh adat yang diakui dan dipanjatkan do’a-do’a

keselamatan agar pernikahannya selalu diliputi keberkahan dan jodohnya

langgeng tidak ada perceraian.

3. Darimanakah asal usul tradisi Nyapun ?

Jawab : tidak tahu, tapi ini sudah adat istiadat sejak zaman dahulu orang

tua kami yang turun temurun, namun tidak harus di laksanakan. Namun

ketika di laksanakan harus terpenuhi kebutuhan yang di wajibkan.

4. Apakah tradisi ini masih dipegang teguh oleh masyarakat

jawab : tradisi ini hanya sebagian saja yang menjalankannya, sebenarnya

saya juga cukup kasihan, karena adat istiadat ini semakin punah dan tidak

terlaksana di masyarakat.

5. Apakah syarat syarat diadakannya tradisi Nyapun

Jawab : dasarnya adat ini memang tidak wajib, namun adat ini jika di

laksanakan syarat-syaratnya menjadi wajib, dan banyak syarat-syarat

Page 86: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

yang harus ada, dintaranya: Kursi (dengan maksud bahwa seorang pria

yang tulang rusuknya berkurang satu sudah dilengkapi dengan

kembalinya tulang rusak pria yang hilang), Payung (mengartikan

keberkahan selalu memayungi keluarga yang baru ini. Dan sebagai

lambang kewaspadaan), Beras (Mengartikan pasangan suami istri ini

agar hidupnya berkecukupan, makmur), Uang receh (melambangkan

kemakmuran dari segi ekonomi, agar ekonominya selalu bagus dan

baik), Kunyit (Warna kuning diibaratkan sebagai emas, kedua

mempelai diharapkan hidup tidak kekurangan bahkan lebih), Bunga-

bunga (mengartikan kasih sayang, agar si pengantin rasa kasih

sayangnya tidak pernah hilang dan selalu terjaga), Batok kelapa

(Barang-barang yang ada ditempatkan di dalam batok kelapa, ini

mengartikan bahwa semua sumber rizki yang mereka dapatkan harus

hemat dan bisa menabung di satu tempat dengan bekal kebersamaan.)

Sasak Panjang 10 februari 2017

Peneliti Tokoh Adat

Sigit Maulana Ki Tuing

Page 87: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

LAPORAN WAWANCARA

DENGAN TOKOH ADAT DESA SASAK PANJANG

KI JAMAL

1. Menurut bapak, apa itu adat Nyapun ?

Jawab : Nyapun adalah do’a-do’a yang dipanjatkan untuk si pengantin.

2. Bagaimanakah tata cara perkawinan di desa Sasak Panjang ?

Jawab : Tata cara perkawinan di desa Sasak Panjang ada 5 tahapan waktu

yang berbeda, yaitu : 1. Lamaran 2. Seserahan 3. Resepsi perkawinan 4.

Dongdang dan 5. Ngendong 3 hari, semua itu melalui proses yang

panjang, dan adat Nyapun ada pada proses resepsi perkawinan, adat ini di

laksanakan setelah akad perkawinan dilaksanakan.

3. Bagaimana proses tata cara adat nyapun di laksanakan ?

Jawab : Apabila alat-alat sudah terpenuhi semua, maka barang-barang

seperti beras, uang receh, bunga, dan kunyit yang sudah dipotong-potong

kecil di tempatkan menjadi satu di dalam batok kelapa, sedangkan kursi

ditempatkan untuk pengantin pria dan perempuan, dan pengantin

perempuan di dudukkan di kursi sebelah kiri dengan arti bahwa seorang

pria yang tulang rusuknya berkurang satu sudah dilengkapi dengan

kembalinya si pengantin wanita sebagai tulang rusak pria yang hilang.

Lalu kedua pengantin di payungi dengan ditemani tokoh adat yang

nantinya bertugas memandu dan membacakan syair-syair dan do’a khusus

tradisi Nyapun, sambil di bacakan syair-syair dan do’a tersebut, tokoh adat

Page 88: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

melempari uang, beras, kunyit, bunga yang ada di dalam batok yang sudah

disiapkan ke pengantin pria dan wanita.

4. Apakah adat nyapun ini harus di laksanakan ?

Pada dasarnya adat nyapun ini tidak diharuskan, tapi orang-orang dari

dahulu sudah menjadi kebiasaan, jadi jika tidak di laksanakan sebagian

masyarakat yang masih memegang adat terasa kurang afdhol saja, namun

sekarng sifatnya lebih kepada tontonan saja.

Sasak Panjang, 10 Maret 2017

Peneliti Tokoh Adat

Sigit Maulana Ki Jamal

Page 89: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

WAWANCARA DENGAN KETUA MUI DESA SASAK PANJANG,

KH.AHMAD AMRI S.Ag

WAWANCARA DENGAN TOKOH MASYARAKAT

H. AHMAD SUGANDI

Page 90: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

WAWANCARA DENGAN TOKOH ADAT

BAPAK / KI JAMAL

WAWANCARA DENGAN KI TUING

Page 91: ADAT NYAPUN DALAM TRADISI PERKAWINAN SUNDA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44507/1/SIGIT MAULANA-FSH.pdfadat-istiadat daerah tertentu, khususnya pada adat

PROSESI ADAT NYAPUN