84
ABSTRAK Pembelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) dengan Memanfaatkan Limbah Pertanian pada Anak Tunagrahita Ringan Mirnawati ([email protected]) Kata kunci: pembelajaran SBK, limbah pertanian, anak tunagrahita ringan Pembelajaran SBK yang selama ini diajarkan kepada anak tunagrahita ringan monoton pada salah satu keterampilan saja yaitu menggambar, hal ini mengakibatkan anak merasa bosan dan kreatifitas anak tidak terasah. Pembelajaran keterampilan yang tidak variatif dirasa tidak cukup menjadi bekal bagi anak tunagrahita ringan untuk hidup mandiri di masyarakat. Anak tunagrahita yang mengalami hambatan intelektual perlu dibekali keterampilan vokasional untuk mewujudkan kemandirian bagi anak dari segi finansial sehingga tidak selamanya bergantung pada orang tua. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui pembelajaran SBK dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung yang dapat dioalh menjajdi berbagai jeis keterampilan yang bernilai seni juga bernilai jual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan pembelajaran SBK yang dilakukan oleh guru dan menggambarkan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X di SLB Negeri Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung. Subjek dalam penelitian ii adalah siswa tunagrahita ringan kelas X di SLB Negeri Tabalong berjumlah tiga orang. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pembelajaran SBK yang dilakukan oleh guru dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung meliputi dua tahap yaitu tahap mengumpulan alat dan bahan, dan tahap pengolahan bahan. Adapun kreatifitas anak tunagrahita ringan X di SLB Negeri Tabalong dalam membuat karya seni dari limbah pertanian kulit jagung menunjukkan keberagaman, ada yang menghasilkan karya seni berupa hiasan bunga tulip, ada yang membuat bros, dan juga ada yang membuat kotak serba guna.

ABSTRAK - ULMeprints.ulm.ac.id/4132/1/6. Pembelajaran SBK (Seni Budaya...ABSTRAK Pembelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) dengan Memanfaatkan Limbah Pertanian pada Anak Tunagrahita

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ABSTRAK

Pembelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) dengan Memanfaatkan

Limbah Pertanian pada Anak Tunagrahita Ringan

Mirnawati

([email protected])

Kata kunci: pembelajaran SBK, limbah pertanian, anak tunagrahita ringan

Pembelajaran SBK yang selama ini diajarkan kepada anak tunagrahita

ringan monoton pada salah satu keterampilan saja yaitu menggambar, hal ini

mengakibatkan anak merasa bosan dan kreatifitas anak tidak terasah.

Pembelajaran keterampilan yang tidak variatif dirasa tidak cukup menjadi bekal

bagi anak tunagrahita ringan untuk hidup mandiri di masyarakat. Anak

tunagrahita yang mengalami hambatan intelektual perlu dibekali keterampilan

vokasional untuk mewujudkan kemandirian bagi anak dari segi finansial sehingga

tidak selamanya bergantung pada orang tua. Salah satu upaya untuk mewujudkan

hal tersebut adalah melalui pembelajaran SBK dengan memanfaatkan limbah

pertanian kulit jagung yang dapat dioalh menjajdi berbagai jeis keterampilan yang

bernilai seni juga bernilai jual.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk

menggambarkan pembelajaran SBK yang dilakukan oleh guru dan

menggambarkan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X di SLB Negeri

Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah pertanian

kulit jagung. Subjek dalam penelitian ii adalah siswa tunagrahita ringan kelas X di

SLB Negeri Tabalong berjumlah tiga orang. Analisis data yang digunakan adalah

deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa pembelajaran SBK yang

dilakukan oleh guru dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung meliputi

dua tahap yaitu tahap mengumpulan alat dan bahan, dan tahap pengolahan bahan.

Adapun kreatifitas anak tunagrahita ringan X di SLB Negeri Tabalong dalam

membuat karya seni dari limbah pertanian kulit jagung menunjukkan

keberagaman, ada yang menghasilkan karya seni berupa hiasan bunga tulip, ada

yang membuat bros, dan juga ada yang membuat kotak serba guna.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang

diamanatkan dalam PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, tidak hanya terwadahi dalam satu mata pelajaran karena budaya

itu sendiri mencakup segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni

Budaya dan Keterampilan (SBK), aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri

tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya dan

Keterampilan pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis

budaya. Mata Pelajaran SBK diberikan di sekolah karena keunikan perannya

yang tak mampu diemban oleh mata pelajaran lain. Keunikan tersebut terletak

pada kegiatan ekspresi, estetik, dan kreatif yang ditawarkannya melalui

pendekatan: “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, dan “belajar tentang

seni.”

Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran SBK tidak hanya

berorientasi dalam penguasaan materi ajar tetapi juga berorientasi pada

peningkatan kreativitas siswa dalam mengembangkan sebuah keterampilan

kerajinan tangan. Mata Pelajaran SBK merupakan program pilihan yang dapat

diberikan kepada peserta didik yang diarahkan kepada penguasaan satu jenis

keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat. Mata

Pelajaran SBK bertujuan untuk menumbuh kembangkan berbagai potensi anak

1

2

didik sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Adapun tujuan utama

pendidikan keterampilan sesuai dengan tujuan instruksional antara lain (a)

memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk

melakukan pekerjaan guna memperoleh pendapatan (nafkah), (b) memiliki

pengetahuan dasar tentang berbagai bidang pekerjaan yang terdapat di

lingkungan masyarakat sekitar sekurang-kurangnya mampu menyesuaikan diri

di dalam masyarakat dan memiliki kepercayaan diri, (c) memiliki suatu jenis

keterampilan yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan

lingkungan.

Mata Pelajaran SBK selain diberikan di Sekolah Reguler tetapi juga

menjadi salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Khusus/ SLB.

Lembaga ini memberikan pendidikan bagi peserta didik yang menyandang

kelainan fisik, mental, perilaku atau gabungan. Salah satu yang menjadi tujuan

adanya mata pelajaran SBK di Sekolah Luar Biasa adalah untuk

mempersiapkan siswa agar dapat memiliki keterampilan sebagai bekal untuk

memasuki dunia kerja.

Anak tunagrahita salah satu dari beberapa anak berkebutuhan khusus

perlu mendapatkan pelayanan pendidikan agar dapat mengembangkan

potensinya secara optimal. Khusus untuk jenjang SMALB, prioritas utama

dalam pembelajaran tidak difokuskan pada bidang akademik, akan tetapi lebih

ditekankan pada keterampilan vokasional. Pembelajaran keterampilan

diberikan supaya anak bisa hidup mandiri. Pada kenyataannya sebagian besar

anak tunagrahita ringan yang telah lulus sekolah ternyata tidak bekerja,

3

sedangkan harapan dari orangtua kepada guru-guru begitu besar agar anaknya

kelak setelah lulus dari sekolah setidaknya memiliki keterampilan yang bisa

mereka gunakan agar bisa hidup mandiri, tidak berdiam diri dan

menghabiskan waktu saja di rumah tanpa melakukan aktivitas yang

bermanfaat.

Pembelajaran keterampilan diharapkan bisa menjadi prioritas,

sehingga selama anak tunagrahita ringan mengenyam pendidikan di sekolah

tersebut, mereka memiliki salah satu keterampilan yang bisa mereka jadikan

modal untuk terjun ke masyarakat.

Mata Pelajaran SBK bagi anak tunagrahita ringan bertujuan untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bakat dan minat

sebagai sikap dasar untuk melakukan suatu pekerjaan di dalam masyarakat

sehingga dapat memperoleh penghasilan untuk keperluan dirinya dan

masyarakat sekitar. Ruang lingkup bahan pengajaran SBK bagi anak

tunagrahita ringan tidak jauh berbeda dengan bahan pengajaran bagi anak

normal, hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan bakat dan minat

serta kemampuan, agar anak bisa melakukannya sendiri di rumah dengan

harapan bisa menjadi mata pencahariannya kelak.

Menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2013:47) tunagrahita ringan

disebut juga dengan istilah debil atau tunagrahita yang mampu didik. Sebutan

tersebut karena anak tunagrahita kategori ini masih dapat menerima

pendidikan sebagaimana anak normal, tetapi dengan kadar ringan dan cukup

menyita waktu. Mengembangkan kemampuan anak semaksimal mungkin

4

merupakan tugas dan kewajiban orangtua. Seperti halnya mengasuh anak pada

umumnya, orangtua juga bisa mengembangkan kemampuan anak tunagrahita

ringan semaksimal mungkin. Jangan terlalu banyak menuntut apalagi

membandingkan mereka. Cukup berikan dukungan dengan apa yang bisa

mereka kerjakan. Bisa jadi anak tergolong ke dalam tingkat intelegensi

rendah, tetapi tetap memiliki bakat yang bisa diandalkan semacam melukis

atau membuat kerajinan tangan.

Menurut Libal ( 2009:94) anak tunagrahita ringan dengan IQ 50-55

hingga sekitar 70. Anak pada tingkat cacat mental ini akan belajar dengan

lambat di sekolah, tetapi kelainan mereka tidak terlihat jelas saat mereka di

luar lingkup sekolah. Saat tumbuh lebih dewasa, mereka akan mampu

memiliki keterampilan sosial dan komunikassi yang memadai. Umumnya

mereka mencapai prestasi akademis kira-kira setingkat kelas enam. Akan

tetapi pilihan karier mereka agak terbatas. Tetapi dengan pengawasan dan

dukungan dari keluarga atau masyarakat, mereka mampu menopang hidupnya

sendiri.

Menurut Lyen 2002 (Mangunsong, 2009:130-133) diluar pendidikan,

beberapa keterampilan dapat mereka lakukan untuk bekerja pada pekerjaan

semi-skilled. Namun mereka membutuhkan bantuan dalam mengatur

pendapatan. Menurut Fajar (2002) mendefinisikan keterampilan sebagai

kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur

akademik.

5

Salah satu keterampilan hidup yang bisa diberikan kepada anak

berkebutuhan khusus yaitu menguasai salah satu jenis keterampilan yang bisa

diandalkan sebagai lahan mencari penghasilan di kemudian hari. Seperti

membuat kerajinan tangan, main musik, dan hal lain yang sesuai dengan minat

serta kemampuan masing-masing anak. Anak tunagrahita ringan masih

memiliki potensi untuk berkembang dalam bidang membaca, menulis dan

berhitung sederhana, mereka juga dapat dididik keterampilan dalam

kehidupan sehari-hari serta dapat diberikan latihan-latihan keterampilan

sederhana yang memerlukan program khusus dan bimbingan khusus, agar

dapat mengembangkan potensi yang dimiliki seoptimal mungkin sebagai

bekal hidup mandiri di masyarakat. Pemberian keterampilan merupakan

modal bagi keberlangsungan dan kemandirian di kemudian hari karena tidak

mungkin ABK terutama anak tunagrahita ringan harus selalu didampingi oleh

orangtua sampai kelak mereka dewasa.

Pembelajaran keterampilan pada mata pelajaran SBK ada beberapa

macam yang bisa dipelajari oleh siswa, salah satunya yaitu membuat gambar

alam, benda, karya seni melalui teknik lipat, gunting, tempel dengan berbagai

bahan. Namun dari hasil pengamatan, keterampilan yang dilaksanakan hanya

pada salah satu keterampilan saja yaitu menggambar. Pembelajaran

keterampilan yang diberikan terlalu monoton, akhirnya mereka menjadi bosan.

Kebosanan para siswa dalam mengikuti pelajaran SBK tersebut terlihat dari

(a) siswa tidur dikelas ketika jam pelajaran berlangsung, (b) siswa asik

6

bermain handphone dan, (c) siswa ada yang sama sekali tidak mengerjakan

tugas yang diberikan oleh guru.

Pembelajaran keterampilan menggambar dirasa kurang sebagai salah

satu keterampilan yang bisa dijadikan modal bagi anak tunagrahita ringan

untuk hidup mandiri ditengah masyarakat. Karena itulah maka peneliti tertarik

untuk mengenalkan pelajaran keterampilan yang belum pernah mereka

praktekkan yaitu membuat karya seni dari kulit jagung. Keterampilan ini

sangat menarik bagi siswa karena bahannya mudah didapat dan tidak

memerlukan biaya yang mahal. Alasan mengapa kulit jagung dipilih sebagai

bahan dasar pembuatan karya seni antara lain (a) jagung merupakan hasil

pertanian lokal yang mudah didapatkan, terutama di pasar-pasar tradisional,

(b) untuk membuat karya seni dari kulit jagung tidak memerlukan biaya yang

mahal, (c) karya seni yang terbuat dari bahan kulit jagung mempunyai nilai

jual dan, (d) kita bisa mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan

oleh limbah organik salah satunya yaitu dengan memanfaatkan kulit jagung.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pembelajaran SBK (Seni

Budaya dan Keterampilan) dari limbah pertanian pada anak tunagrahita ringan

Kelas X di SLB Negeri Tabalong.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah

diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang perlu untuk dibahas oleh

penulis adalah

7

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran SBK (Seni Budaya dan

Keterampilan) dari limbah pertanian pada anak tunagrahita ringan Kelas X

di SLB Negeri Tabalong.

2. Bagaimana kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X SLB Negeri

Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah

pertanian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dianalisis, maka tujuan dari

penelitian ini untuk:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan pembelajaran SBK (Seni

Budaya dan Keterampilan) dari limbah pertanian pada anak tunagrahita

ringan Kelas X di SLB Negeri Tabalong.

2. Mendeskripsikan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X SLB Negeri

Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah

pertanian

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dianalisis, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang terhadap pengembangan

teori dan konsep pembelajaran pada umumnya, serta teori dan konsep

mengembangkan kreativitas anak tunagrahita ringan.

8

2. Manfaat Praktis

a. Siswa

Memberikan masukan kepada anak tunagrahita ringan pada umumnya

dan anak tunagrahita ringan kelas X pada khususnya melalui

pengenalan pembelajaran keterampilan yang berbeda dari biasanya

dengan tujuan supaya anak termotivasi untuk menumbuhkan

kreativitas mereka. Setidaknya mereka memiliki salah satu

keterampilan yang nantinya bisa mereka gunakan setelah lulus

sekolah.

b. Guru

Memberikan masukan kepada guru khususnya untuk perbaikan dalam

mata pelajaran SBK agar lebih bervariasi dan pemberian pelajaran

keterampilan yang bisa dijadikan modal bagi anak tunagrahita ringan

agar mampu hidup mandiri di masyarakat.

c. Sekolah

Memberikan masukan kepada sekolah agar lebih memperhatikan

pelayanan yang diberikan pada siswa, khususnya anak tunagrahita

ringan. Pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, pemberian

pembelajaran SBK lebih ditekankan pada keterampilan vokasional

sebagai bekal anak tunagrahita ringan untuk hidup mandiri di tengah

masyakarat.

9

E. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini bertujuan untuk menyamakan persepsi

dan menghindari terjadinya salah penafsiran. Oleh karena itu perlu diperjelas

terlebih dahulu batasan-batasan konsepsinya pada bagian definisi operasional,

yakni sebagai berikut:

a. Anak tunagrahita ringan adalah mereka yang mengalami

keterbelakangan mental. Anak tunagrahita yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah anak tunagrahita ringan kelas X SLB Negeri

Tabalong

b. Pembelajaran SBK merupakan pembelajaran yang berhubungan

dengan seni, dalam penelitian ini pembelajaran SBK terkait aspek

keterampilan yaitu aspek kecakapan hidup ( life skills ) yang meliputi

keterampilan vokasional membuat kerajinan tangan dari limbah

pertanian.

c. Limbah pertanian yaitu bahan yang dibuang di sector pertanian.

Adapun limbah pertanian dalam penelitian ini yaitu limbah pasca

panen berupa kulit jagung.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Menurut Efendi

yang dikutip oleh Abdullah (2013), istilah berkebutuhan khusus secara

eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai kelainan atau

penyimpangan dari kondisi ratarata anak normal umumnya yaitu dalam hal

fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus

dikelompokkan ke dalam kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan

karakteristik sosial.

a. Kelainan Fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih

organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan

pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara

normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada; alat fisik indra,

misalnya kelainan pada indra pendengaran (tunarungu), kelainan pada

indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara

(tunawicara); alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang

10

11

(poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat

gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan anggota

badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa

tangan atau kaki, amputasi dan lain-lain. Kelainan pada alat motorik

tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.

b. Kelainan Mental

Anak dalam aspek kelainan mental adalah anak yang memiliki

penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam

menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat

menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih

(supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal).

Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut

tingkatannya dikelompokkan menjadi: a) anak mampu belajar dengan

cepat (rapid learner), b) anak berbakat (gifted), dan c) anak genius

(extremely gifted).

Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau

tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan

yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti

tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara

khusus. Kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan anak

tunagrahita mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap

fase perkembangannya. Anak tunagrahita tidak bisa menentukan

bagaimana mereka harus menjaga kesehatan, mengatur pola makan,

12

dan mencegah mereka dari penyakit yang mengancam kesehatannya.

Anak tunagrahita sedang sampai berat bahkan tidak bisa mengurus

dirinya sendiri dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan

akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi.

c. Kelainan Perilaku Sosial

Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang

mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan,

tata tertib, norma sosial, dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang

dikategorikan dalam kelainan perilaku sosial ini, misalnya kompensasi

berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan, pelanggaran hukum

atau norma maupun kesopanan (Amin & Dwidjosumarto, 1979).

Menurut Mackie yang dikutip oleh Abdullah (2013), anak yang

termasuk dalam kategori kelainan perilaku sosial adalah anak yang

mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang

berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.

B. Hakikat Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian Anak Tunagrahita

Menurut AAMD (American Association of Mental Deficiency)

(Somantri, 2007:103) mendefiniskan tunagrahita sebagai keterbelakangan

mental yang menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara

jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan

terjadi pada masa perkembangan. Dalam kepustakaan bahasa asing

13

digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental

delyciency, mental defective, dan lain-lain. Anak tunagrahita atau dikenal

juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya

mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di

sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental

membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan

dengan kemampuan anak tersebut. Dari beberapa pengertian di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak dengan kondisi

kecerdasan jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan

intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

Menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2014:46) di Indonesia ,

pemerintah RI memiliki istilah yang resmi, yaitu "tunagrahita" merujuk

pada anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental. Anak tunagrahita

di fokuskan pada anak-anak dengan tingkat kecerdasan jauh di bawah

anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga membutuhkan

pelayanan pendidikan khusus. Kecerdasan jauh di bawah normal ini diukur

dari kecerdasan rata-rata anak sesuai dengan usia biologis mereka.

Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika ( Libal, 2009: 21)

mencantumkan tiga kriteria diagnosis tunagrahita antara lain:

a. Secara nyata fungsi intelektual dibawah rata-rata,

b. Keterbatasan yang nyata dalam setidaknya dua dari keterampilan-

keterampilan antara lain (a) komunikasi, (b) perawatan diri, (c)

kemampuan tinggal di rumah, (d) keterampilan sosial/antarpribadi, (e)

14

penggunaan sumber-sumber kemasyarakatan, (f) arahan diri, (g)

keterampilan akademis fungsional, (h) pekerjaan, (i) rekreasi, (j)

kesehatan, (k) keamanan.

c. Terjadi sebelum usia 18 tahu

Menurut Mangunsong (2009:129) menyebut tunagrahita sebagai

keterbelakangan mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan

ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata

disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri

(berperilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-

orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki

perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami

kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki intelegensi di bawah

rata-rata anak normal sehingga mengakibatkan perkembangannya kurang

optimal. Mengalami gangguan perkembangan dan menunjukkan perilaku

adaptif dalam kehidupan sehari-hari.

2. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Menurut Kemis dan Rosnawati ( 2013:12) penggolongan anak

tunagrahita untuk keperluan pembelajaran sebagai berikut:

a. Educable

Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam

akademik setara dengan anak regular pada kelas 5 Sekolah Dasar.

15

b. Trainable

Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri,

dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk

mendapat pendidikan secara akademik.

c. Custodial

Dengan pemberian latihan yang terus-menerus dan khusus dapat

melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan

kemampuan yang bersifat komunikatif.

Klasifikasi anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran sebagai

berikut:

a. Taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai

lamban belajar ( Slow Learner) dengan IQ 70-85

b. Tunagrahita mampu didik (Educable Mentally Retarded) dengan IQ

50-75 atau 75.

c. Tunagrahita mampu latih (Trainable Mentally Retarded) IQ 30-50 atau

35-55.

d. Tunagrahita butuh rawat (Dependent or Profoundly Mentally

Retarded) dengan IQ di bawah 25 atau 30.

Klasifikasi Anak tunagrahita secara Medis-Biologis sebagai

berikut:

a. Tunagrahita taraf perbatasan ( IQ:68-85)

b. Tunagrahita ringan (IQ: 36-51)

c. Tunagrahita sedang ( IQ: 36-51)

16

d. Tunagrahita sangat berat (IQ: Kurang dari 20)

Penggolongan anak Tunagrahita secara sosial-psikologis

berdasarkan kriteria psikometrik yaitu:

a. Tunagrahita ringan (Mild Mental Retardation) IQ: 55-69.

b. Tunagrahita sedang (Moderate Mental Retardation) IQ: 40-54

c. Tunagrahita berat (Severse Mental Retardation) IQ: 20-39

d. Tunagrahita sangat berat (Profound Mental Retardation) IQ: 20 ke

bawah.

Penggolongan anak tunagrahita secara sosial-psikologis menurut

kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf intelegensi, tetapi

berdasarkan kematangan sosial, yaitu: Ringan, Sedang, Berat, sangat

berat. Menurut Somantri (2007:106-109) pengelompokkan pada umumnya

didasarkan pada taraf intelegensinya yang terdiri dari keterbelakangan

ringan, sedang dan berat. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita

kebanyakan diukur dengan tes Standford Binet dan Skala Weschler

(WISC) sebagai berikut:

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut moron atau debil. Kelompok ini

memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala

Weschler (WISC) memiliki IQ 68-55. Mereka masih dapat belajar

membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan

pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada dasarnya

akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak

17

terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi

skilled, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak

tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit

pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak

mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen, tidak bisa

mengelola penghasilannya sendiri, tidak dapat merencanakan masa

depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak

tungrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik

seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar

membedakan secara fisik antara anak tungrahita ringan dengan anak

normal.

b. Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini

memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut Skala

Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai

perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik

mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti

menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan

dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak

tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca,

dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial,

misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya dan lain-lain.

masih dapat dididk mengurus diri sendiri seperti mandi, berpakaian,

18

makan,minum dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana

seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan

sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari anak tunagrahita sedang

membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih

dapat bekerja di tempat kerja terlindung.

c. Tunagrahita Berat

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot.

Kelompok ini dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat

berat. Tunagrahita berat memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet

dan Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat memiliki IQ

dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala

Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat

dicapai kurang dari tiga tahun. Anak tunagrahita berat memerlukan

bantuan perawatan seperti dalam hal berpakaian, mandi, makan dan

lain-lain. Bahkan memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang

hidupnya.

3. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Menurut Mangunsong (2009: 145) tunagrahita ringan disebut juga

dengan istilah debil dan mampu didik. Pada umumnya penampilan anak

tungrahira ringan tidak berbeda dengan anak normal sebayanya, tetapi

dapat diketahui setelah menempuh pembelajaran yang bersifat akademik

dengan ketidakmampuannya mengikuti. Mereka bisa mencapai

kemampuan membaca sampai kelas 4-6. Meskipun memiliki kesulitan

19

membaca tetapi mereka dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar

yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memerlukan

pengawasan dan bimbingan serta pendidikan dan pelatihan khusus.

Biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.

Menurut Pratiwi dan Murtiningsih ( 2013:47) anak- anak yang

tergolong tunagrahita ringan disebut juga dengan istilah debil atau

tunagrahita yang mampu didik. Sebutan tersebut karena anak tunagrahita

kategori ini masih dapat menerima pendidikan sebagaimana anak normal,

tetapi dengan kadar ringan dan cukup menyita waktu. Anak tunagrahita

ringan rata-rata memiliki tingkat intelegensi antara 50-80. Dengan tingkat

intelegensi tersebut, anak tunagrahta ringan bisa melakukan kegiatan

dengan tingkat kecerdasan anak-anak normal usia 12 tahun. Cukup bagus

apabila terus dilatih dan dibiasakan untuk belajar dan berpikir, asalkan

tidak terlampau dipaksakan sehingga mereka merasa sangat terbebani.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak

tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki hambatan intelektual di

bawah anak-anak normal pada umumnya. Mereka masih mampu untuk

membaca, menulis dan berhitung setingkat pelajaran anak kelas 4-6 SD.

Keterampilan sosial mereka dapat dikembangkan lagi untuk menjalani

hidup yang lebih baik.

4. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Menurut Mangunsong ( 2009:67) Anak yang memiliki kemampuan

untuk dididik bila di lihat dari segi pendidikan. Mereka pun tidak

20

memperlihatkan kelaianan fisik yang mencolok. Walaupun perkembangan

fisiknya sedikit agak lambat. Tinggi dan berat badannya mereka tidak

berbeda dengan anak-anak lain, tetapi berdasarkan hasil observasi mereka

kurang dalam hal kekuatan, kecepatan, dan koordinasi serta sering

memiliki masalah kesehatan. Mereka masih bisa dididik di sekolah umum,

meskipun sedikit lebih rendah dari pada anak-anak normal pada umumnya.

Biasanya rentang perhatian mereka juga pendek sehingga sulit

berkonsentrasi dalam jangka waktu lama.

Mereka terkadang mengalami frustasi ketika diminta berfungsi

secara sosial atau akademis sesuai usia mereka sehingga tingkah laku

mereka bisa menajdi tidak baik, misalnya acting out atau menolak

melakukan tugas kelas. Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu

atau pendiam. Namun hal ini dapat berubah, bila mereka banyak diikutkan

untuk berinteraksi dengan anak lainnya. Di luar pendidikan beberapa

keterampilan dapat mereka lakukan tanpa selalu mendapat pengawasan.

Mereka yang IQ nya lebih tinggi mampu menikah, berkeluarga, dan

bekerja pada pekerjaan semi skilled. Namun mereka membutuhkan

bantuan dalam mengatur pendapatan.

Menurut Somantri ( 2007:106) anak tunagrahita ringan tidak

mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan

membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa

depan dan bahkan suka berbuat kesalahan. Mereka secara fisik tampak

seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar

21

mebedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak

normal. Berdasarkan pendapat di atas karakteristik anak tunagrahita secara

umum mengalami kelemahan dalam pemikiran, namun di sisi lain

kemampuan yang lain masih dapat dikembangkan khususnya yang

berkaitan dengan bidang keterampilan.

5. Kebutuhan Anak Tunagrahita Ringan

Seperti anak normal pada umumnya, anak tunagrahita ringan juga

memiliki kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi. Beberapa kebutuhan

anak tunagrahita ringan meliputi:

a. Kebutuhan Belajar

Menurut Somantri (2007:111) anak tunagrahita lebih banyak

memerlukan pengulangan sehingga membutuhkan waktu belajar yang

lebih lama di bandingkan anak normal.

b. Kebutuhan Sosial

Menurut Libal (2009:57) kebutuhan sosial mencakup kebutuhan untuk

berinteraksi dengan orang lain seperti teman sebaya. berpartisipasi

dalam kelompok, mengekspresikan perasaan dengan benar, hak untuk

mengembangkan diri dengan bantuan, dukungan dan koreksi dari

orangtua dan masyarakat agar dapat belajar dan tumbuh.

c. Kesempatan Untuk Bekerja

Menurut Delphie (2009:121) memperoleh kesempatan untuk bekerja

adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan orang dewasa. Ini

merupakan salah satu cara orang memperoleh kesadaran akan tujuan

22

hidup, prestasi,rasa percaya diri, dan kepuasan. Melalui kesempatan

kerja, kita berprestasi dan mengkomunikasikan status kedewasaan kita

dalam masyarakat. Bagi banyak penyandang tunagrahita, kesempatan

bekerja adalah suatu cara mendapatkan kemandirian dan kedewasaan

dalam dunia yang masih sering memperlakukannya seperti anak kecil.

6. Permasalahan yang Dihadapi Anak Tunagrahita Ringan

Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan

disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah pula akan

berakibat langsung kepada kehidupan sehari-hari mereka, sehingga ia

banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya. Masalah-masalah yang

dihadapi mereka secara umum meliputi: masalah belajar, masalah

penyesuaian diri terhadap lingkungan masalah gangguan bicara dan bahasa

serta kepribadian.

a. Masalah Kesulitan Belajar

Menurut Kemis dan Rosnawati (2013: 22) aktivitas belajar

berkaitan langsung dengan kemampuan kecerdasan di dalam kegiatan

belajar sekurang-kurangnya dibutuhkan kemampuan mengingat dan

kemampuan untuk memahami, serta kemampuan untuk mencari

hubungan sebab-akibat. Anak-anak pada umumnya dapat menemukan

kaidah dalam belajar. Setiap anak akan mengembangkan kaidah sendiri

dalam mengingat, memahami dan mencari hubungan sebab-akibat

tentang apa yang mereka pelajari. Sekali kaidah itu ditemukan, maka ia

23

akan dapat belajar secara efisien dan efektif. Setiap anak biasanya

mempunyai kaidah belajar yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Keadaan seperti itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita.

Mereka mengalami kesulitan untuk berpikir secara abstrak. Belajar

apapun harus terkait denan objek yang bersifat konkrit. Kondisi seperti

itu ada hubungannya dengan kelemahan ingatan jangka pendek,

kelemahan dalam bernalar, dan sukar sekali dalam mengembangkan

ide. Hasil penelitian Zaenal Alimin menunjukkan bahwa anak

tunagrahita mengalami apa yang disebut dengan cognitive deficite yang

tercermin dalam salah satu atau lebih proses kognitif seperti: persepsi,

daya ingat, mengembangkan ide, evaluasi dan penalaran.

Menurut Sudrajat dan Rosida ( 2013: 25) anak tunagrahita

dalam mempelajari sesuatu kerap kali melakukannya dengan cara

coba-coba (and error). Mereka tidak dapat menemukan kaidah dalam

belajar, tidak dapat melihat objek yang dipelajari secara gestalt, dan ia

lebih melihat sesuatu hal secara terpisah-pisah. Jadi melihat unsur

nampak lebih dominan. Akibat dari kondisi seperti ini mereka

mengalami kesulitan dalam memahami hubungan sebab-akibat.

Berdasarkan uraian di atas bisa disimpulkan bahwa dengan

keterbatasan kemampuan berpikir anak tunagrahita yang berada di

bawah rata-rata anak normal pada umumnya, tidak dapat dipungkiri

bahwa mereka sudah tentu mengalami kesulitan belajar. Tentunya

kesulitan tersebut terutama dalam bidang akademik, mereka sukar

24

dalam mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal,

oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan

pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak

tersebut.

b. Masalah Penyesuaian Perilaku

Menurut Sudrajat dan Rosida (2013:27) anak tunagrahita

mengalami kesulitan dalam memahamai dan mengartikan norma

lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita sering melakukan

tindakan yang tidak sesuai dengan lingkungan dimana mereka berada.

Tingkah laku anak tunagrahita sering dianggap aneh oleh sebagian

anggota masyarakat karena mungkin tindakannya tidak lazim dilihat

dari ukuran normatif atau karena tingkah lakunya tidak sesuai dengan

perkembangan umurnya.

Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran

normatif lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan

mengartikan norma, sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya

berkaitan dengan ketidak sesuaian antara perilaku yang ditampilkan

dengan perkembangan umur. Semakin dewasa anak tunagrahita

semakin lebar selisih yang terjadi. Dilihat dari usia mereka memang

dewasa, tetapi perilaku yang ditampilkan nampak seperti anak-anak.

Hal ini yang mungkin menimbulkan persepsi masyarakat menajdi salah

menilai anak tunagrahita, ia dianggap orang gila akibat anak

25

tunagrahita berperilaku aneh, tidak jarang mereka diisolasi dan

kehadiranya ditolak lingkungan.

Menurut Somantri (2007:106) disadari bahwa kemampuan

penyesuaian perilaku mereka dengan lingkungan sangat dipengaruhi

oleh tingkat kecerdasan. Anak tunagrahita kurang mampu untuk

mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan buruk,

dan membedakan yang benar dan salah. Ini semua karena

kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat

membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatannya.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas maka bisa

disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan kurang mampu

menyesuaikan perilaku mereka dengan norma yang ada dikarenakan

keterbatasan intelegensi mereka. Mereka kesulitan dalam membedakan

mana yang baik dan buruk. Perilaku mereka didasarkan pada prinsip

"trial and error". Biarkan saja mereka mencoba belajar, memang akan

banyak kesalahan yang akan mereka lakukan namun tugas kita untuk

memberikan bimbingan dan arahan kepada mereka. Jangan membatasi

mereka tetapi dampingi mereka, dengan begitu mereka akan belajar

mengetahui resiko dari perbuatan mereka.

c. Gangguan Bicara dan Bahasa

Kemampuan bahasa pada anak-anak diperoleh dengan sangat

menakjubkan melalui beberapa cara, pertama; anak dapat belajar

bahasa apa saja yang mereka dengar sehari-hari dengan cepat. Hampir

26

semua anak normal dapat menguasai aturan dasar bahasa kurang lebih

pada usia 4 tahun. Kedua; bahasa apapun memiliki kalimat yang tidak

terbatas, dan kalimat-kalimat dari bahasa yang mereka dengar

sebelumnya. Hal ini berarti anak-anak belajar bahasa tidak sekedar

meniru ucapan yang mereka dengar, anak-anak harus belajar konsep

grametikal yang abstrak dalam menghubungkan kata-kata menjadi

kalimat.

Menurut Ingal (Kemis dan Rosnawati, 2013:29) anak-anak

dimanapun dan belajar bahasa apapun ternyata melalui tahapan dan

proses yang sama. Dapat dipastikan bahwa perolehan bahasa dan

bicara itu sendiri merupakan bagian sifat biologis manusia. Kenyataan

menunjukkan bahwa anak-anak tunagrahita yang mengalami gangguan

bicara dibandingkan dengan anak-anak normal. Kelihatan dengan jelas

bahwa terdapat hubungan positif antara rendahnya kemampuan

kecerdasan dengan kemampuan bicara yang dialami. Hal yang lebih

serius dari gangguan bicara adalah gangguan bahasa, dimana seseorang

anak mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kosa

kata serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari bahasa yang

digunakan.

Menurut Warren & Yoder (Mangunsong, 2007:135),

mengungkapkan bahwa secara umum, anak tunagrahita mengikuti

tahap-tahap perkembangan bahasa yang sama dengan anak norma,

tetapi perkembangan bahasa mereka biasanya terlambat muncul,

27

lambat mengalami kemajuan, dan berakhir pada tingkat perkembangan

yang lebih rendah. Mereka juga mengalami masalah dalam memahami

dan menghasilkan bahasa. Perkembangan bahasa yang buruk dan

masalah dalam mengatur tingkah lakunya sendiri (self regulation)

saling berhubungan. Karena banyak strategi self regulation

berdasarkan pada dasar-dasar ilmu bahasa. Anak yang buruk

keterampilan bahasanya akan terhambat dalam menggunakan taktik

self regulationnya.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpukan bahwa

anak tunagrahita ringan mengalami masalah dalam perkembangan

bicara dan bahasa. Kesulitan dalam berbicara yang dialami oleh anak

tunagrahita ialah gangguan ujaran. Ganguan ujaran berkaitan dengan

kemampuan artikulasi. Sedangkan ganguan dalam bahasa adalah

ketidakmampuan anak tunagrahita dalam menggunakan atau

memahami sintaksis yang kompleks, atau terbatasnya kosakata, atau

ketidakmampuan menggunakan bahasa secara benar.

Masalah kemampuan bahasa yang rendah pada anak

tunagrahita mengisyaratkan bahwa pendidikan yang diberian kepada

mereka seyogianya dirancang sebaik mungkin dengan menghindari

penggunaan bahasa yang kompleks. Bahasa yang digunakan

hendaknya berbentuk kalimat tunggal yang pendek, gunakan media

atau alat peraga untuk mengkonkretkan konsep-konsep abstrak agar ia

dapat memahaminya.

28

d. Masalah Penyaluran ke tempat kerja

Menurut Mc-Donnel, Hardman, & McDonell (Mangunsong,

2007: 162) memang anak tunagrahita agak sukar memperoleh

pekerjaan yang stabil, dan biasanya mereka dibayar dengan gaji yang

rendah. Namun kebanyakan orangtua beranggapan bahwa apapun

pekerjaannya, bagaimana mereka dibayar, semua akan diterima dengan

senang hati. Lagipula, penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya,

dengan pelatihan yang sesuai, individu tunagrahita dapat menjalani

pekerjaan dan menjadi berhasil, diukur melalui beberapa hal seperti

kehadiran, kepuasan pemberi kerja, dan lama menjadi pekerja.

Menurut Delphie ( 2009: 118), sama seperti orang lain, para

penyandang cacat intelektual memiliki kelemahan sekaligus kekuatan.

Dengan menemukan dan mengembangkan keterampilan dan bakat-

bakat seseorang, banyak orang dapat memperoleh pekerjaan yang

dapat dikuasainya dengan baik dan dapat dinikmati. Kehidupan anak

tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri

kepada orang lain terutama kepada keluarga (orangtua) dan masih

sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas

pada anak tunagrahita ringan.

Menurut Haghurst (Desmita, 2014:186) membedakan

kemandirian atas tiga bentuk kemandirian yaitu:

1) Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.

29

2) Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

3) Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi

berbagai masalah yang dihadapi.

4) Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi

dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.

Berdasarkan pendapat diatas bisa disimpulkan bahwa,

kehidupana anak tungrahita ringan benar-benar memprihatinkan.

Sebenarnya anak tunagrahita ringan mampu melakukan pekerjaan

sederhana, namun pada kenyataannya mereka sulit untuk bekerja atau

pun mendpatkan pekerjaan. Setelah selesai mengikuti program

pendidikan ternyata masih banyak yang sangat menggantungkan diri

dan membebani kehidupan keluarga. Perlu adanya imbangan dari pihak

sekolah untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan non-akademik baik

itu berupa kerajinan tangan, keterampilan, dan sebagainya yang

diharapkan dapat membekali mereka untuk terjun ke masyarakat.

C. Hakekat Pembelajaran SBK

1. Hubungan Antara Seni dan Kreativitas

Terdapat banyak pengertian atau definisi tentang kreativitas, tetapi

hampir semua definisi tersebut sepakat bahwa kreativitas merupakan

aktivitas berpikir di luar kebiasaan cara berpikir orang biasa pada

umumnya. Walaupun kreativitas bayak dipersepsikan sebagai bakat

30

alamiah sejak lahir, tetapi fakta yang berkembang menunjukkan bahwa

kreativitas dapat dipelajari dan diajarkan.

Menurut Mulyasa ( 2012: 92) kreativitas adalah kemampuan

individu untuk berkreasi dan menghasilkan karya. Dengan berkreasi,

individu dapat mengaktualisasikan dirinya, dan sebagaimana

dikembangkan Maslow dengan teori kebutuhannya yang sangat terkenal;

aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tinggi dalam

hidup manusia.

Menurut Maslow ( Desmita, 2014:65) kebutuhan aktualisasi diri

adalah kebutuhan untuk memenuhi dorongan hakiki manusia untuk

menjadi orang yang sesuai degan keinginan dan potensi dirinya. Dengan

perkataan lain, self-actualization adalah kecenderungan untuk berjuang

menjadi apa saja yang mampu kita raih, motif yang mendorong kita untuk

mencapai potensi secara penuh dan mengekspresikan kemampuan kita

yang unik. Kebutuhan ini diwujudkan dengan jalan membuat segala

sesuatu yang terbaik atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidang

masing-masing. Menurut Suyadi (2014:164) seni dengan beragam

ekspresinya, seperti tarian, drama dan lain sebagainya, merupakan

kebutuhan batiniah yang sangat mendasar bagi setiap manusia. Inilah

sebabnya, kehidupan suatu bangsa atau negara tidak akan kosong dari

budaya yang di dalamnya syarat dengan jiwa seni. Seni memiliki

kontribusi besar atas perkembangan pemikiran suatu bangsa. Bahkan, seni

merupakan puncak pemikiran dan budaya (akal dan budi) suatu bangsa.

31

Studi ekperimentasi teknologi pencitraan otak menunjukkan bahwa

seni mempunyai struktur paling mendasar dari setiap fungsi otak. Musik,

misalnya mempunyai struktur neurologis pada cortex auditori, di mana

bagian otak ini hanya merespons intonasi-intonasi musikal. Ternyata tarian

memmpunyai basis neurologis pada sebagian otak besar (cerebrum) dan

otak kecil (cerebellum) yang secara khusus mengkoordinasikan semua

jenis gerakan, mulai berlari cepat hingga ayunan kompleks bahkan

gerakan lembut-halus dari tangan. Para ahli saraf mengatakan bahwa tidak

ada area tertentu pada otak yang bertangungjawab untuk berpikir secara

kreatif. Bahkan, melalui elektroensefalografi (EEG) mereka melihat bahwa

bagian-bagian otak lebih banyak yang aktif akibat stimulasi kreatif

daripada aktivitas yang tidak kreatif. Lebih dari itu, area-area otak yang

semula bertanggung jawab atas kognisi dan emosi turut terlibat aktif dalam

memproses stimulasi yang kreatif.

Seni merupakan salah satu stimulasi kreatif. Artinya, melibatkan

seni dalam pembelajaran dapat meningkatkan lebih banyak area-area

dalam otak daripada tanpa melibatkan seni. Keterlibatan diri dalam seni

dapat meningkatkan spontanitas dan ekpsresi diri, mengontrol efek-efek

pembatasan dari inhibisi dan menghasilkan karya-karya kreatif.Oleh

karena itu, seni harus diajarkan di sekolah-sekolah sebagai kurikulum

wajib, bukan pilihan. Kegiatan-kegiatan seni dalam ekstrakulikuler yang

hanya diikuti oleh beberapa siswa pecinta seni tidak memadai lagi karena

hal itu sama saja dengan membiarkan anak-anak yang kurang minat pada

32

seni semakin kering jiwanya. Dengan demikian, pelajaran seni bukan

hanya untuk calon seniman. Namun, mempelajari seni juga bukan hanya

karena untuk meningkatkan kemampuan kognitif akademik. Mempelajari

seni harus dijiwai oleh kesadaran budaya sebagai anak bangsa.

2. Pengertian Seni Budaya dan Keterampilan (SBK)

Konsep dasar pendidikan seni pada dasarnya dapat dibagi dalam

dua kategori, yaitu seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni.

Konsep yang pertama seni dalam pendidikan, pada awalnya dikemukakan

oleh golongan esensialis yang menganggap bahwa secara hakiki materi

seni penting diberikan kepada anak. Dengan demikian menurut konsep ini,

keahlian seni seperti melukis, menyanyi, menari dan sebagainya perlu

diajarkan kepada anak dalam rangka pengembangan dan pelestariannya.

Artinya lembaga pendidikan dan pendidik berperan untuk mewariskan,

mengembangkan, dan melestarikan berbagai jenis kesenian kepada anak

didiknya.

Konsep yang kedua adalah konsep pendidikan melalui seni.

Berdasarkan konsep ini, seni dipandang sebagai sarana atau alat untuk

mencapai tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan seni itu sendiri.

Konsep pendidikan melalui seni inilah yang kemudian dianggap paling

sesuai untuk diajarkan atau diselenggarakan di sekolah umum, khususnya

pada tingkat sekolah dasar. Seni digunakan dalam pembelajaran disekolah

untuk mendorong perkembangan peserta didiknya secara optimal,

menciptakan keseimbangan rasional dan emosional. Pendidikan seni pada

33

hakekatnya merupakan proses pembentukan manusia melalui seni.

Pendidikan seni secara umum berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan setiap anak (peserta didik) menemukan pemenuhan dirinya

dalam hidup, untuk mentransmisikan warisan budaya, memperluas

kesadaran sosial dan sebagai jalan untuk menambah pengetahuan.

3. Latar Belakang Mata Pelajaran SBK Di Sekolah Menengah Atas

Luar Biasa Untuk Tunagrahita Ringan (SMALB/C)

Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No.

19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, tidak hanya

terwadahi dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri mencakup

segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspeak

budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni.

Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan

pendidikan seni yang berbasis budaya. Pendidikan seni budaya diberikan

di sekolah karena keunikan perannya yang tak mampu diemban oleh mata

pelajaran lain. Keunikan tersebut terletak pada kegiatan ekspresi, estetik,

dan kreatif yang ditawarkannya melalui pendekatan: “belajar dengan seni,”

“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”

Seni budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan

multikultural. Multilingual bermakna pengembangan mengekspresikan diri

dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran

dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan

beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman,

analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara

34

harmonis unsur estetika, logika, kinestetik, dan etika. Sifat multikultural

mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran

dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan

Mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap menghargai,

bertoleransi, demokratis, beradab, serta kemampuan hidup rukun dalam

masyarakat dan budaya yang majemuk. Seni budaya memiliki peranan

dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan

memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai

multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal,

visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta

kecerdasan adversitas (AQ), kecerdasan kreativitas (CQ), dan kecerdasan

spiritual dan moral (SQ).

Berdasarkan uraian di atas maka bisa disimpukan bahwa bidang-

bidang seni seperti rupa, musik, tari, dan teater, memiliki kekhasan

tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam

pendidikan seni, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan

tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan

konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya

eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks

budaya masyarakat yang beragam.

35

4. Tujuan Mata Pelajaran dan Ruang Lingkup Pelajaran SBK Di

Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Untuk Anak Tunagrahita Ringan

(SMALB/C)

Tujuan Mata Pelajaran SBK di SMALB/C menurut Badan Standar

Nasional Pendidikan, Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut.

a. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya

b. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya

c. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya Menampilkan peran

serta dalam seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun global.

Ruang Lingkup Mata Pelajaran SBK Di SMALB/C ( Badan

Standar Nasional Pendidikan, 2006) meliputi aspek-aspek:

a. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam

menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-

mencetak, dan sebagainya

b. Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal,

memainkan alat musik, apresiasi karya musik

c. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh

dengan dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari

d. Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan memadukan

seni musik, seni tari dan peran

e. Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup ( life skills )

yang meliputi keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan

vokasional dan keterampilan akademik.

36

Diantara kelima bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan

satu bidang seni sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia serta

fasilitas yang tersedia. Pada sekolah yang mampu menyelenggarakan

pembelajaran lebih dari satu bidang seni, peserta didik diberi kesempatan

untuk memilih bidang seni yang akan diikutinya. Pada tingkat SMALB,

mata pelajaran seni budaya disesuaikan dengan kebutuhan dan

perkembangan peserta didik.

5. Sifat Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pendidikan

Seni Budaya dan Keterampilan memiliki sifat multilingual,

multidimensional, dan multikultural. Hal ini ditegaskan dalam Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).

a. Sifat Multilingual

Sifat multilingual dimaksudkan bahwa melalui seni dapat

mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif

dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak,

peran, dan berbagai perpaduannya. Untuk memiliki kemampuan ini,

peserta didik dapat mempelajari berbagai disiplin pendidikan seni

seperti seni rupa, seni musik, seni tari atau seni drama baik secara

terpisah maupun secara terpadu.

37

b. Sifat Multidimensional

Maksud dari sifat multidimensional adalah melalui pendidikan

seni dapat dikembangkan beragam kompetensi meliputi konsepsi

(pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi

dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika,

kinestetika, dan etika.

c. Sifat Multikultural

Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni

menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap

beragam budaya Nusantara dan Mancanegara. Hal ini merupakan

wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang

hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang

majemuk. Melalui pendidikan ini peserta didik mengenal

keanekaragaman karya dan hasil budaya dari berbagai daerah, suku

bangsa bahkan dari berbagai negara.

6. Konsep Karya Kerajinan dalam Pendidikan Seni Budaya dan

Keterampilan

Membuat sebuah karya kerajinan merupakan salah satu bidang

keterampilan dalam Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan. Cabang

kesenian ini pada dasarnya memprioritaskan kepada keterampilan tangan

dalam bentuk benda hasil kerajinan. Pada bidang keterampilan, siswa

diharapkan bisa mencakup segala aspek kecakapan hidup yang meliputi

keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional, dan

keterampilan akademik. Dalam prakteknya berdasarkan rambu-rambu

38

KTSP, bidang keterampilan ini membekali siswa untuk bisa membuat

karya kerajinan tangan atau pendukung kegiatan seni rupa lainnya.

Keterampilan kerajinan dalam Seni Budaya dan Keterampilan

memfasilitasi siswa untuk pemenuhan dirinya melalui pengalaman

apresiasi dan berkarya seni kerajinan berdasarkan sesuatu yang dekat

dengan kehidupan dan dunianya (dunia siswa). Melalui berkarya kerajinan

di sekolah, siswa dapat melakukan studi tentang warisan artistik dan

sebagai salah satu bentuk yang paling signifikan dari pencapaian prestasi

manusia. Sehingga pengalaman siswa dalam berkarya kerajinan di sekolah

diharapkan dapat memberi inspirasi yang berguna bagi mereka untuk

melanjutkan pendidikannnya hingga menjadi mahluk dewasa.

Jenis karya kerajinan pada dasarnya sangat beragam. Keragaman

ini dipengaruhi juga oleh pengertian kerajinan yang sangat luas meliputi

berbagai kegiatan produksi benda pakai maupun benda hias. Satu hal yang

menunjukkan karakteristik karya kerajinan diantaranya adalah pengunaan

teknologi sederhana dan sentuhan tangan yang cukup dominan.

7. Materi Kurikulum Pembelajaran SBK Di Sekolah Menengah Atas

Untuk Tunagrahita Ringan (SMALB/C) 5

Menurut Munandar (2012:137) kurikulum adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai isian bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Menurut Mumpuniarti (Suharyati, 2012) menjelaskan bahwa

pengembangan kurikulum bagi siswa tunagrahita ialah menyediakan

program untuk persiapan kemandirian dalam lingkup terbatas di

39

masyarakat sesuai dengan masing-masing kondisi siswa. Siswa tunagrahita

dengan kondisi tingkat kategori ringan, sedang dan berat, setiap kategori

memiliki kebutuhan program yang berbeda-beda.

Program pembelajaran SBK bertujuan untuk melatih dan

mengembangkan potensi kemampuan peserta didik agar mampu menjadi

insan yang mandiri. Lama pendidikan selama 2 semester, dengan

pelaksanaan pengajaran 24 jam per minggu. Pembelajaran SBK mencakup

segala aspek kecakapan hidup (life skill) yang meliputi keterampilan

personel, keterampilan sosial, keterampilan vokasional, dan keterampilan

akademik.

Materi yang dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah

membuat karya seni dari kulit jagung. Tujuannya adalah untuk

menumbuhkan kreativitas anak tunagrahita ringan. Hal ini sesuai dengan

tujuan pengajaran SBK yakni agar anak tunagrahita ringan dapat

menumbuhkembangkan kreativitas dengan belajar membuat karya seni

dan bangga dengan karya seni yang mereka hasilkan. Dengan begitu anak

tunagrahita ringan telah mengapresiasi seni dengan cara yang benar.

Dalam penelitian ini, mata pelajaran SBK yang diambil untuk kelas X

Tunagrahita Ringan Semester I. Kompetensi Dasar yaitu membuat gambar

alam, benda, karya seni melalui teknik lipat, gunting, tempel dengan

berbagai bahan. Indikatornya yaitu membuat karya seni dari kulit jagung.

Dibawah ini adalah tabel KI, KD, dan Indikator Mata Pelajaran

SBK yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian ini.

40

Sekolah : SMALB/C

Mata Pelajaran : SBK

Kelas/Semester : X/I

Tema : Berbagai Pekerjaan

Kompetensi Inti :

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya sesuai

dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus.

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),

santun, responsif dan pro-aktif, dan menunjukkan sikap sebagai

bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi

secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan

khusus.

KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,

konseptual, dan prosedural sesuai dengan kemampuan anak

berkebutuhan khusus berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan

wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah

abstrak sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus

terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah

41

secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah

keilmuan.

Tabel 2.1 KD Mata Pelajaran SBK Membuat Karya Seni dari Kulit Jagung

NO KD Materi Pokok Pembelajaran

1. SBK 4.3 Membuat

gambar alam, benda,

karya seni melalui

teknik lipat, gunting,

tempel dengan

berbagai bahan

Cara pengolahan

media karya seni

Membuat karya

seni dari kulit

jagung.

D. Hakekat Limbah Pertanian

1. Pengertian dan Jenis Limbah

Limbah merupakan buangan atau sisa yang dihasilkan dari suatu

proses atau kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa

suatu usaha dan/atau kegiatan.

Berdasarkan dari wujud limbah yang dihasilkan, limbah dibagi

menjadi tiga yaitu limbah padat, limbah cair dan gas dengan penjelasan

sebagai berikut:

a. Limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah padat

bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang

memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran,

potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam

b. Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut

dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair

42

adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna

pakaian, dan sebagainya.

c. Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas.

Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu

bergerak sehingga penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas

adalah gas pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar

minyakjuga menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi

lingkungan.

Menurut A. K. Haghi, 2011 menyatakan bahwa berdasarkan

Sumber yang menghasilkan limbah dapat dibedakan menjadi lima yaitu:

a. Limbah rumah tangga, biasa disebut juga limbah domestik.

b. Limbah industry merupakan limbah yang berasal dari industri pabrik.

c. Limbah pertanian merupakan limbah padat yang dihasilkan dari

kegiatan pertanian, contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, kayu

dan lain-lain.

d. Limbah konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak

digunakan lagi dan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan

atau perubahan. Jenis material limbah konstruksi yang dihasilkan

dalam setiap proyek konstruksi antara lain proyek pembangunan

maupun proyek pembongkaran (contruction and domolition). Yang

termasuk limbah construction antara lain pembangunan perubahan

bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau bangunan

43

komersial). Sedangkan limbah demolition antara lain Limbah yang

berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan.

e. Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan

tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik

menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk

keperluan industri dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau

menjadi radioaktif dapat disebabkan karena pengoperasian instalasi

nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.

2. Pengertian dan Jenis Limbah Pertanian

Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah

atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil

utamanya. Berdasarkan artinya pengertian limbah pertanian dapat diartikan

sebagai bahan yang dibuang di sector pertanian. Secara garis besar limbah

pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah

pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi dalam kelompok

limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah industri

pertanian.

Limbah pertanian dapat digolongkan ke dalam 4 kelompok yaitu:

a. Limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi

yang terkumpul sebelum atau sementara hasil utamanya diambil.

Sebagai contoh daun, ranting, atau daun yang gugur sengaja atau tidak

biasanya dikumpulkan sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya

dibakar saja.

44

b. Limbah pertanian panen yaitu limbah pertanian saat panen cukup

banyak berlimpah. Golongan tanaman serealia misalnya yang populer

di Indonesia antara lain batang atau jerami saat panen padi, jagung,

dan mungkin sorgum.

c. Limbah pertanian pasca panen yaitu materi-materi biologi yang

terkumpul setelah panen, misalnya kulit atau jeroan pada ternak

potong.

d. Limbah industri yaitu buangan dari pabrik/industri pengolahan hasil

pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru limbah ini yang

banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara

baik. Jenis industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan

penanganannya limbah industri pertanian ini bisa dikelompokkan

berdasarkan komponen bahan bakunya, apakah limbah karbohidrat,

protein atau lemak demikian juga bisa dikelompokkan berdasarkan

fasanya yang terbesar apakah cairan atau padatan. Untuk

penanganannya, limbah cair biasanya dikelompokkan lagi berdasarkan

BOD (Biological Oxygen Demand)-nya.

Berdasarkan jenis wujud limbah pertanian diklasifikasikan atas

tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Ketiga jenis

limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu

persatu sesuai dengan proses yang ada di industri pertanian.

45

a. Limbah Padat

Bahan-bahan buangan baik dari limbah pra panen, limbah

panen, limbah pasca panen dan limbah industri pertanian yang

wujudnya padat dikelompokkan pada limbah padat, contoh : Daun-

daun kering, jerami, sabut dan tempurung kelapa. Jika limbah-limbah

tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan

tertentu akan menyebabkan/menimbulkan keadaan tidak higienis

karena menarik serangga (lalat,kecoa) dan tikus yang seringkali

merupakan pembawa berbagai jenis kuman penyakit.Limbah padat

dapat diolah menjadi pupuk dan makanan ternak.

b. Limbah cair

Limbah cair industri pertanian sangat banyak karena air digunakan

untuk : 1) membersihkan bahan pangan dan peralatan pengolahan, 2)

menghanyutkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki (kotoran).

Limbah cair yang berasal dari industri pertanian banyak

mengandung bahan bahan organik (karbohidrat, lemak dan protein)

karena itu mudah sekali busuk dengan menimbulkan masalah polusi

udara (bau) dan polusi air.

d. Limbah gas

Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat

pengolahan hasil-hasil pertanian, misalnya gas yang timbul berupa uap

air pada proses pengurangan kadar air selama proses pelayuan teh dan

46

proses pengeringannya. Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan

bahaya yang harus disalurkan lewat cerobong.

3. Kerajinan Tangan dari Limbah Pertanian Kulit Jagung

Kulit jagung merupakan limbah hasil pertanian, keberadaannya

hanya dianggapi sebagai sampah dan tidak berguna sama sekali. Namun

apabila kita bisa berpikir kreatif sampah tersebut dapat disulap menjadi

anea macam kerajinan tangan yang bernilai dan memiliki daya guna

tinggi. Bahkan ada beberapa pengrajin yang mampu memasarkan

produknya hingga ke mancanegara karena produk dari kulit jagung yang ia

buat sangat unik dan diminati oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia.

Berikut beberapa contoh kerajinan tangan dengan bahan dasar kulit jagung

(bunga dari kulit jagung)

(kotak tisu dari kulit jagung)

47

(keranjang dari kulit jagung)

(kipas dari kulit jagung)

48

48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, melainkan

data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen

pribadi, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan penelitian

kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik fenomena

secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan

kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan realita empirik

dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

pembelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) yang dalam hal ii dibatasi

pada kegiatan kerajinan tangan dari limbah pertanian kulit jagung pada anak

tunagrahita kelas X SLB Negeri Tablong

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang mempelajari masalah-maslaah yang terjadi di dalam

masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi

tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, sikap-sikap, pandangan-

pandangan, serta proses-proses yang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari

suatu fenomena.Menurut Mustofa dan Tisnawati (2009:30), penelitian

48

49

deskriptif bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-

banyaknya dari suatu fenomena.

Penelitian ini akan membahas tentang proses pelaksanaan

pembelajaran SBK pada anak tunagrahita ringan yaitu membuat karya seni

dengan menggunakan kulit jagung. Pembelajaran SBK membuat karya seni

dari kulit jagung ini didasarkan pada tujuan diberikannya keterampilan

vokasional yaitu untuk memacu kreativitas sehingga dapat menjadi bekal anak

tunagrahita ringan untuk memghadapi dunia kerja.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita ringan di kelas X

sebanyak 3 siswa, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri Tabalong, Mabuun Rt 02

Kabupaten Tabalong.

E. Sumber Data

Menurut Mustofa dan Tisnawati (2009:68) sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, catatan lapangan, ucapan

responden, deskriptif jelas apa adanya, selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut, sumber data

dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran kerajinan tangan dalam

mengolah kulit jagung menjadi karya seni yang dilakukan dengan observasi

langsung, wawancara kepada guru mata pelajaran SBK.

50

F. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2013:222) dalam Penelitian kualitatif, yang menjadi

instrumen utama adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human

instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis

data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Selain diri

sendiri, instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara

(catatan kecil, kamera handphone), observasi unjuk kerja siswa dan

dokumentasi.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian,

karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar

mendapatakan data yang valid. Kegiatan mengumpulkan data dalam suatu

penelitian sangat membutuhkan ketelitian, kecermatan serta penyusunan

program yang terinci. Hal ini mempunyai maksud agar diperoleh data yang

benar-benar relevan dengan tujuan penelitian itu sendiri. Data dipakai sebagai

bahan baku dalam penelitian. Pengambilan data dari sumbernya mempunyai

metode dan cata-cara tertentu. Tiap metode yang berbeda, perangkat

pengumpul data pun dapat berbeda. teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian di antaranya ialah :

1. Observasi Partisipan

Observasi ialah metode pengumpulan data secara sistematis melalui

pengamatan secara lansgung dan pencatatan terhadap fenomena yanng

51

diteliti. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari

orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa

yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Data

yang diperoleh dengan menggunakan teknik observasi partisipan akan

lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari

setiap perilaku yang nampak.

2. Wawancara

Interview atau wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh

data dengan jalan mengadakan wawancara dengan nara sumber atau

responden menggunakan panduan wawancara. Teknik wawancara

mempunyai kelebihan penanya dapat menerangkan secara detail

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Tujuan penulis menggunakan

metode ini adalah untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang

apa saja permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan

pembelajaran keterampilan membuat karya seni dari kulit jagung, untuk

mengetahui seperti apa pendapat dan harapan orang tua terhadap masa

depan anak mereka kelak dan tanggapan masyarakat tentang karya seni

yang dihasilkan oleh anak tuangrahita ringan. Dalam penelitian ini

wawancara dilakukan kepada guru mata pelajaran SBK, orang tua siswa

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang.

52

Dalam penelitian ini dokumentasi yang diperoleh berupa foto-foto

kegiatan pembelajaran SBK dalam membuat karya seni dari kulit jagung

dan foto karya seni dari kulit jagung yag dibuat oleh anak tunagrahita

ringan kelas X dan dokumen lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini

H. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data bermaksud

mengorganisasikan data yang terdiri dari catatan lapangan, hasil observasi

pelaksanaan pengolahan karya seni dengan memanfaatkan kulit jagung

sebagai upaya untuk menumbuhkan kreativitas anak tunagrahita ringan, dan

pelaksanaan wawancara dengan guru, orangtua.

Setelah itu peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut

dengan menggunakan analisis secara deskriptif -kualitatif untuk

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul

dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi

yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan

menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.

I. Pengujian Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono

(2012:121) meliputi uji kredibilitas data, uji transferabiliti, uji depenability,

dan uji confrimability.45 Pada penelitian ini digunakan uji kredibilitas untuk

53

menguji keabsahan data. Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi.

Triangulasi data diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber

dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Terdapat 3 triangulasi dalam

keabsahan data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi

waktu. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber.

Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Triangulasi sumber akan dilakukan pada guru mata pelajaran SBK, siswa

tunagrahita ringan, orangtua siswa.

J. Tahap-Tahap Penelitian

Moleong (Ghony dan Fauzan, 2014:144) mengemukakan pelaksanaan

penelitian ada empat tahap yaitu : (1) Tahap sebelum ke lapangan, (2) Tahap

pekerjaan lapangan, (3) Tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan.

Tahap-tahap yang ditempuh dalam penelitian ini sebagi berikut:

1. Tahap sebelum ke lapangan meliputi tahap penentuan fokus, penyesuaian

pradigma dengan teori, penjajakan alat penelitan, mencakup observasi

lapangan dan permohonan ijin kepada subjek yang diteliti, konsultasi

fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian, membuat RPP dan

instrumen penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan dilakukan melalui observasi partisipan,

wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan bahan-bahan yang

berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran SBK yaitu membuat karya

seni dari kulit jagung sebagai upaya menumbuhkan kreativitas anak

54

tunagrahita ringan, Observasi partisipan dan wawancara dilakukan dengan

melibatkan guru, orangtua siswa

3. Tahap analisis data meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui

observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan guru, orang

tua siswa dan ibu-ibu PKK. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai

dengan konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan

pengecekan keabsahan data dengan mengecek sumber data yang didapat

dan metote perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar

dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses

penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.

4. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian

dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian

makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan

dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan dan saran demi

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Pembelajaran SBK dari Kulit Jagung

Pelaksanaan pembelajaran keterampilan dari kulit jagung pada anak

tunagrahita ringan kelas X di SLB Negeri Tabalong dilaksanakan secara

berkelompok yang meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan peralatan dan

bahan dan pengolahan produk, adapun bentuk karya seni yang akan diajarkan

guru adalah membuat bunga dari kulit jagung Langkah-langkah dalam

pelaksanaan pembuatan karya seni bunga dari kulit jagung pada anak

tunagrahita ringan kelas X sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat dan bahan

Sebelum membuat karya seni dari kulit jagung, yang pertama

dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan berupa gunting,

setrika listrik yang akan digunakan untuk menyetrika kulit jagung agar rapi

sehingga mudah untuk dipola, botol AQUA bekas berukuran 1.5 liter yang

digunakan sebagai vas bunga, lem tembak sebagai alat perekat, batu kerikil

berwarna yang dipakai sebagai batu hias dalam aquarium, tangkai bunga

menggunakan ranting pohon yang kering, dan terakhir yaitu pita digunakan

sebagai hiasan botol.

Permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita ringan kelas X saat

menyiapkan alat dan bahan antara lain (a) mereka tidak tau seperti apa lem

tembak itu, sehingga lem yang mereka sediakan adalah lem kertas biasa, (b)

botol AQUA bekas yang disediakan tidak sesuai ukuran diminta, anak

tunagrahita ringan menyediakan botol AQUA bekas yang berukuran 600 ml,

(c) ranting pohon yang mereka ambil adalah ranting pohon berukuran sedang

dan, (d) masih kurang rapi dalam menyusun peralatan dan bahan.

Berdasarkan permasalahan di atas maka solusi yang diberikan oleh

guru antara lain (a) guru mengenalkan satu per satu alat dan bahan yang akan

digunakan kepada anak tunagrahita ringan, kemudian masing-masing anak

diminta untuk melakukannya sendiri, (b) guru mengenalkan perbedaan botol

AQUA yang berukuran 600 ml dengan botol berukuran 1.5 liter kepada anak

tunagrahita ringan, (c) guru memperlihatkan contoh ranting pohon yang

digunakan dan membantu anak tunagrahita ringan kelas X dalam

menyedaikan ranting pohon tersebut dan, (d) guru membantu mengajarkan

anak tunagrahita ringan cara menyusun peralatan dan bahan agar terlihat rapi.

Gambar 4.1 mengumpulkan kulit jagung di pasar

Gambar 4.2 alat dan bahan yang sudah terkumpul

2. Pengolahan Produk

Pada tahap pengolahan produk, langkah pertama adalah melepaskan kulit

jagung satu per satu dengan hati-hati agar kulit jagung tidak sobek atau

rusak.

Gambar 4.3 Melepaskan kulit jagung satu persatu

Langkah kedua, kulit jagung yang sudah dilepas lalu dijemur sampai

kering di bawah sinar matahari agar kulit jagung kering merata.

Gambar 4.5 Kulit jagung yang telah dilepas lalu dijemur.

Langkah ketiga adalah kulit jagung yang sudah kering lalu dipilih dan

dipilah. Guru dan anak tunagrahita ringan bersama-sama memilih kulit

jagung yang masih bagus. Setelah dipilih maka selanjutnya adalah

memilah kulit jagung. Kulit jagung yang bertekstur keras digunakan

sebagai daun dan kulit jagung yang bertekstur lembut digunakan untuk

membuat kelopak bunga.

Gambar 4.5 Guru bersama-sama dengan anak tunagrahita ringan kelas X

memilih dan memilah kulit jagung yang sudah dijemur.

Langkah keempat adalah menyetrika kulit jagung agar mendapatkan

permukaan kulit jagung yang rapi. Pada kegiatan menyetrika, pertama-

tama guru memberikan contoh bagaimana caranya menyetrika kulit jagung

agar rapi. Pertama, guru menyetrika bagian depan kulit jagung, setelah

bagian depan kulit jagung sudah rapi maka selanjutnya adalah menyetrika

bagian belakang kulit jagung. Setelah guru memberi contoh, maka anak-

anak bergantian mempraktekan kegiatan menyetrika kulit jagung dengan

bimbingan dan pengawasan guru agar kecelakaan kecil pada saat

menyetrika dapat dihindarkan.

Gambar 4.7 Guru memberikan contoh kepada anak tunagrahita ringan kelas X

cara menyetrika kulit jagung yang benar agar didapat hasil yang

rapi.

Gambar 4.7 Guru membimbing anak tunagrahita ringan kelas X menyetrika

kulit jagung.

Langkah kelima adalah membuat kelopak bunga, dengan cara membuat

pola pada kulit jagung. Masing-masing anak membuat kelopak bunga

sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh guru. Kelopak bunga yang sudah

dipola kemudian digunting. Agar ukuran kelopak tidak jauh berbeda maka

pola kelopak pertama ditempelkan pada sehelai kulit jagung lainnya lalu

dipotong mengikuti pola kelopak yang sebelumnya sudah digunting.

Gambar 4.9 Membuat pola kelopak bunga pada kulit jagung.

Langkah keenam adalah membuat putik bunga. Untuk membuat putik

dilakukan dengan mengambil sehelai kulit jagung kemudian gunting

memanjang seukuran jari kelingking lalu diberi lem.Setelah diberi lem,

kulit jagung tadi dililitkan memutar pada tangkai yang sudah disiapkan.

Lilit hingga tak ada bagian dari ujung tangkai yang terlihat. Setelah selesai

dililitkan maka tahap selanjutnya adalah anak-anak mulai merekatkan

kelopak bunga pada putik satu demi satu, hinga membentuk kuntum bunga

yang indah.

Gambar 4.9 Guru memberi contoh cara membuat putik kepada anak

tunagrahita ringan.

Langkah ketujuh adalah menempelkan kelopak satu persatu pada putik

hingga terbentuk kuntum bunga yang indah.

Gambar 4.10 Guru memberi contoh cara menempelkan kelopak bunga pada

putik.

Gambar 4. 11 Anak mempraktekan cara menempelkan kelopak pada putik.

Langkah kedepalan yaitu membuat pot bunga dari botol aqua bekas.

Bagian atas botol digunting, kemudian dibagi menjadi 4 bagian sama rata

lalu digunting.

Gambar 4.12 menggunting bagian atas botol bekas untuk dibuat vas bunga.

Langkah kesembilan adalah menggunting satu per satu bagian botol

memanjang ke arah bawah sehingga membentuk rumbai, kemudian lipat

menyerong ke arah kanan agar rumbai tersebut keliatan lebih rapi.

Gambar 4.12 Menggunting bagian samping botol dengan lebar 1 cm hingga

terbentuk rumbai-rumbai botol.

Langkah kesepuluh adalah merangkai bunga di dalam vas yang berisi

batuan kecil berwarna-warni.

Gambar 4.13 Guru dan anak tunagrahita ringan kelas X bersama-sama

merangkai bunga di dalam vas.

Permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita ringan kelas X

pada tahap pengolahan produk antara lain (a) anak tunagrahita ringan

masih ada yang belum bisa dengan tepat memilih dan memilah kulit

jagung yang bagus untuk bahan membuat karya seni, (b) ketika

menggunting pola kelopak bunga pada kulit jagung, tangan anak

tunagrahita ringan terlihat gemetar sehingga hasil guntingan pola kelopak

ada yang tidak rata, (c) anak tunagrahita ringan kesulitan dalam membuat

putik bunga dari kulit jagung yang dililitkan memutari tangkai bunga

sehingga lem yang sudah dibubuhkan pada kulit jagung keluar dari pola

dan, (d)) anak tunagrahita ringan kesulitan dalam menggunakan setrika

listrik ketika menyetrika kulit jagung, dikarenakan takut kalau tangannya

melepuh.

Berdasarkan permasalahan di atas maka solusi yang diberikan oleh

guru antara lain (a) guru memperlihatkan cara memilih kulit jagung yang

bagus digunakan sebagai bahan membuat karya seni yaitu kulit jagung

yang bersih dan tidak sobek, sedangkan cara untuk memilah kulit jagung,

guru meminta setiap anak tunagrahita ringan untuk menyentuh kulit

jagung agar bisa merasakan tekstur kulit jagung. Kulit jagung yang keras

digunakan untuk sebagai daun dan kulit jagung yang halus digunakan

untuk membuat kelopak bunga. (b) anak tunagrahita ringan diajarkan cara

memegang gunting yang benar dan bersama-sama dengan guru berlatih

menggunakan gunting agar tangannya tidak gemetar lagi (c) Guru

mencontohkan kepada anak tunagrahita ringan cara melilitkan kulit jagung

pada tangkai untuk membuat putik bunga, kemudian setiap anak diminta

untuk melakukannya sendiri secara perlahan dengan bimbingan guru, (c)

Guru mengajarakan dan membimbing anak anak tunagrahita ringan

menyetrika kulit jagung dengan benar. Ketika mereka merasa ketakutan,

maka guru membantu menenangkan mereka dengan cara menyentuh

pundak anak saat menyetrika sebagai bentuk dukungan dan kepercayaan

guru terhadap kemampuan yang mereka miliki sehingga kepercayaan diri

anak muncul kembali.

B. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan Di Kelas X dalam Membuat Karya

Seni dari Kulit Jagung

1. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan MJ

Nama : M. J

Umur : 19 tahun

Hasil karya : Bunga Tulip

a. Proses pengolahan karya seni

1) Langkah pertama yang dilakukan oleh anak M. J adalah membuat

pola kelopak bunga pada kulit jagung. Setelah selesai membuat

pola kelopak pada setiap kulit jagung maka anak M. J mulai

menggunting pola tersebut.

2) Langkah kedua, kelopak tersebut lalu ditempelkan mengelilingi

tangkai bunga hingga terbentuk kuntum bunga tulip. Langkah

ketiga yaitu menempelkan daun pada tangkai bunga.

b. Permasalahan yang dihadapi

Permasalahan anak M. J dalam membuat karya seni dari kulit

jagung antara lain (a) kurang rapi dalam memasang lem pada kelopak

bunga dan daun. Lem yang dipasang terlalu banyak sehingga sebagian

lem tersebut keluar dari pola dan, (b) anak M. J masih belum rapi

dalam merangkai kelopak menjadi kuntum bunga.

Berdasarkan permasalah di atas maka solusi yang diberikan

oleh guru antara lain (a) guru mencontohkan cara memasang lem pada

kelopak bunga dan daun agar terlihat lebih rapi yaitu dengan menekan

perlahan lem tembak agar lem yang hendak dipasang keluar sedikit

demi sedikit dengan begitu tidak ada lem yang keluar dari pola daun,

(b) guruu mencontohkan cara merangkai kelopak sampai terbentuk

kuntum bunga yaitu dengan cara memasang kelopak bunga

mengelilingi putik.

c. Deskripsi karya seni

Karya seni yang dibuat oleh anak M. J adalah bunga Tulip.

Kelopak bunga berbentuk oval memanjang, berwarna ungu, kuning

dan merah. Daunya berwarna hijau melekat di sisi kiri dan kanan pada

tangkai bunga.

2. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan S. A

Nama : S. A

Umur : 25 Tahun

Hasil karya : Bross kupu-kupu

a. Proses pengolahan karya seni

1) Langkah pertama yang dilakukan anak S. A adalah membuat

sayap kupu-kupu. Anak S. A membuat pola berbentuk daun pada

kulit jagung yang sudah diwarnai lalu mengguntingnya.

2) Langkah kedua anak S. A mulai menempelkan pola sayap yang

sudah digunting tadi pada kain flanel yang digunakan sebagai

lapisan dasar. Setelah membentuk sayap kupu-kupu bagian atas,

lalu anak S. A menempelkan sayap bagian bawah tepat di bawah

sayap kanan dan kirinya.

3) Langkah ketiga anak S. A mengambil putik bunga hias lalu

memberikan lem disekitar putik tersebut dan memasukkan putik

tersebut ke dalam manik-manik. Ternyata putik tersebut adalah

antena kupu-kupu. Manik-manik berbentuk bulat itu dijadikan

sebagai tubuh dari kupu-kupu tersebut.

4) Langkah keempat yaitu menempelkan bagian tubuh kupu-kupu

tepat ditengah kedua pasang sayap kupu-kupu. Setelah terbentuk

pola kupu-kupu yang utuh maka tahap berikutnya adalah

menggunting kain flanel mengikuti pola kupu-kupu agar terlihat

rapi.

b. Permasalahan yang dihadapi

Permasalahan anak S. A dalam membuat karya seni dari kulit

jagung antara lain (a) kurang rapi dalam merekatkan pola sayap kupu-

kupu ke kain flanel, sehingga posisi kedua sayap kupu-kupu tidak rata

dan, (b) anak S. A kurang rapi dalam menggunting kain flanel mengikuti

pola sayap kupu-kupu.

Berdasarkan permasalah di atas maka solusi yang diberikan oleh

guru antara lain (a) mencontohkan cara yang benar yaitu sebelum

ditempel kedua sayap terlebih dahulu dirangkai di atas kain flanel.

Setelah itu pastikan bahwa posisi kedua sayap sudah sama rata, barulah

dipasang lem dan (b) guru mencontohkan cara menggunting kain flanel

yaitu menggunting harus secara pelan mengikuti pola sayap kupu-kupu.

c. Deskripsi karya seni

Karya seni yang dibuat oleh anak S. A berupa bross kupu-kupu

berwarna coklat dengan alas flanel berwarna kuning, bros kupu-kupu

berwarna kuning dengan kain flanel berwarna hitam sebagai alas, dan

bros kupu-kupu dengan kombinasi warna coklat dan merah dengan kain

flanel berwarna ungu sebagai alasnya. Antena kupu-kupu berwarna pink

terbuat dari putik hias dengan manik-manik bulat berwarna kuning yang

direkatkan sebagai tubuh kupu-kupu. Bros tersebut dibungkus dalam

plastik pembungkus transparan.

3. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan S. A

Nama : L.H

Umur : 19 Tahun

Hasil karya : Kotak serba guna

a. Proses pengolahan karya seni

1) Langkah pertama yang dilakukan anak L.H adalah membuat garis

pada sebidang kardus dengan ukuran 10x10 sebanyak 4 buah.

2) Langkah kedua adalah menggunting kardus sesuai pola yang

sudah digambar.

3) Langkah ketiga, anak L. H lalu merekatkan potongan-potongan

kardus agar membentuk kotak berbentuk persegi dengan

menggunakan lem.

4) Langkah keempat, kotak yang sudah direkatkan tadi lalu pada

bagian dalam dan luar dilapisi kulit jagung yang tidak berwarna.

Anak L. H secara hati-hati mulai menempelkan satu per satu kulit

jagung pada setiap sisi kotak agar hasilnya lebih rapi.

5) Langkah kelima adalah, ketika semua sisi kardus telah dilapisi

oleh kulit jagung maka tahap berikutnya anak L. H lalu

menggunting bagian kardus dengan ukuran 1x15 untuk dijadikan

sebagai bunga. Kardus lalu dipotong sesuai ukuran. Kemudian

anak L. H merobek bagian luar kardus sehingga yang didapat

adalah permukaan kardus yang bergelombang. Permukaan kardus

yang bergelombang tadi lalu digulung membentuk bulatan dengan

bagian bergelombang berada luar. Setelah itu ujung gulungan tadi

direkatkan menggunakan lem agar gulungan tidak terbuka.

6) Langkah keenam adalah menempelkan daun pada sisi kiri dan

kanan, kemudian kardus yang sudah digulung tadi ditempelkan

tepat diantara kedua buah daun yang berwarna hijau sehingga

membentuk sebuah bunga yang indah.

b. Permasalahan yang dihadapi

Permasalahan anak L. H dalam membuat karya seni dari kulit

jagung antara lain (a) anak L. H agak kaku dalam menggunakan gunting,

karena takut hasil guntingannya tidak bagus dan, (b) garis yang

digambar anak L. H berbeda ukurannya.

Berdasarkan permasalah di atas maka solusi yang diberikan oleh

guru antara lain (a) mengajak anak L. H untuk lebih sering belajar

menggunakan gunting dengan cara melatih anak L. H membuat pola

kelopak pada kulit jagung dan, (b) guru mengoreksi ukuran garis yang

digambar oleh anak L. H, jika ada garis yang berbeda ukurannya maka

selanjutnya guru membimbing anak L. H untuk menggambar kembali

garis sesuai dengan ukuran yang sebenarnya.

c. Deskripsi karya seni

Karya seni yang dibuat oleh anak L. H berupa kotak serbaguna

berbentuk persegi. Menggunakan bahan berupa kardus dan kulit jagung

yang tidak diwarnai. Bagian dalam dan luar kotak dilapisi dengan kulit

jagung tidak disetrika sehingga menghasilkan permukaan yang

bergelombang. Bunga yang digunakan sebagai hiasan terbuat dari

bagian dalam kardus yang bergelombang, digulung membentuk bulatan.

Pada kedua sisinya diberi daun berwarna hijau.

BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pelaksanaan pembelajaran pembuatan karya seni dari kulit jagung pada

penelitian ini meliputi tahap persiapan alat dan bahan, tahap pengolahan produk.

proses pembelajaran berlangsung, guru secara penuh membimbing anak-anak

tunagrahita melakukan tahap demi tahap. Bimbingan dan motivasi yang diberikan

guru kepada anak tunagrahita ringan kelas X, membuat anak menjadi lebih

percaya diri dan bersemangat.

Menurut pendapat Azzet (2014:85) bahwa dalam memberikan kebebasan

berkreativitas kadang kala tak semulus yang direncanakan. Sebab, tidak semua

anak didik dapat mengembangkan kreativitas dengan sendirinya. Menghadapi hal

ini, sudah tentu seorang guru harus bisa memberikan semangat, motivasi,

sekaligus pancingan agar anak didik dapat mengembangkan kreativitasnya.

Pancingan yang dimaksudkan di sini adalah upaya seorang guru membantu anak

didik dengan cara memberikan bimbingan secara nyata mengenai langkah-

langkah atau tahapan demi tahapan di dalam berkreasi.

Tugas secara individu yang diberikan oleh guru kepada anak tunagrahita

ringan bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas x.

Guru membebaskan anak dalam berkreasi, kebebasan berkreasi itu berupa kreatif

dalam mengungkapkan ide/gagasan serta kreatif dalam menciptakan suatu produk

yang sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran anak itu sendiri.

Menurut Mulyasa (2012:118) setiap anak memiliki kreativitas yang harus

digali dan diasah sehingga mereka akan terlatih untuk menghasilkan ide dan karya

kreatif. Untuk menggali dan mengasah kreativitas anak agar anak dapat

berkembang secara optimal , maka dibutuhkan guru yang memiliki karakteristik

ialah (1) kreatif dan menyukai tantangan, (2) menghargai karya anak, (3)

menerima anak apa adanya, (4) motivator, (5) ekspresif, penuh pengahayatan, dan

peka pada perasaan, (6) mencintai seni dan keindahan, (7) memiliki rasa cinta

yang tulus terhadap anak,( 8) tertarik pada perkembangan anak, (9) mau dan

mampu mengembangkan potensi anak, (10) hangat dan semangat, (11) dinamis

dan konsisten, (12) mau bermain dan berbagi, (13) luwes, tanggap, dan peduli,

(14) memberi kebebasan untuk belajar dari lingkungan dan, (15) bebas dan

mampu memberikan kebebasan anak didik yang sedang mengalami masa tumbuh

dan berkembang perlu dikembangkan kreativitasnya secara maksimal. Hal ini

penting agar segala potensinya dapat berkembang secara maksimal. Disinilah

seorang guru mempunyai peran besar guna mengembangkan potensi yang ada

dalam diri anak didik dengan memberikan kebebasan kepada mereka untuk

berkreativitas.

Kreativitas anak diwujudkan dalam menghasilkan suatu ide atau gagasan

dan produk yang merupakan hasil ciptaan mereka sendiri sesuai dengan imajinasi

masing-masing anak. Menurut Mulyasa (2012:103) pengembangan kreativitas

anak dapat dilakukan mealalui karya nyata. Melalui karya nyata, setiap anak akan

menggunakan imajinasinya untuk membentuk suatu bangunan atau benda sesuai

dengan khayalannya. Dalam menciptakan suatu karya nyata bukan hanya

kreativitas yang akan berkembang dengan baik tetapi juga kemampuan kognitif

anak. Karya nyata anak dapat berupa sesuatu yang baru baginya atau merupakan

inovasi karya- karya yang sudah ada, dan setiap anak bebas mengekspresikan

kreativitasnya sehingga mereka akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama

lain. Melalui karya nyata ini memberikan kesempatan pada setiap anak untuk

menciptakan benda buatan sendiri yang belum pernah ditemuinya. Mereka juga

bisa memodifikasi sesuatu benda yang telah ada sebelumnya.

Kegiatan anak tunagrahita ringan dalam membuat karya seni dari kulit

jagung telah menumbuhkan kreativitas anak baik dalam aspek aptitude dan non-

aptitude. Pada aspek non-aptitude, kreativitas yang muncul dalam diri anak selain

berupa tumbuhnya sikap percaya diri terhadap kemampua mereka dalam

mengerjakan tugas secara individu, keuletan anak dalam mngerjakan tugas hingga

selesai, apresiasi estetik terhadap karya seni yang dibuatnya dan kemandirian

siswa dalam membuat karya seni . Pada aspek aptitude, kreativitas anak yang

muncul adalah tumbuhnya kelancaran anak dalam mengemukakan ide/gagasan

mereka dalam membuat karya seni, fleksibilitas dalam memecahkan dan mencaro

solusi dari masalah yang mereka hadapi saat membuat karya seni, serta aspek

orisinalitas adalah keaslian ide/gagasan dalam membuat produk serta produk yang

dibuat adalah produk yang baru dan benar-benar berasal dari buah pikiran mereka

sendiri.

Ciri-ciri Utama dari kreativitas menurut Guilford (Munandar, 2012:10) dia

membedakan antara aptitude dan non-aptitude yang berhubungan dengan

kreativitas. Ciri-ciri aptitude dari kreativitas antara lain (1) kelancaran, (2)

kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir. Sedangkan ciri-ciri non-aptitude atau

afektif antara lain (1) kepercayaan diri, (2) keuletan, (3) apresiasi estetik, dan (4)

kemandirian.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitianmaka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran SBK yang dalam hal ini kreatifitas dalam membuat kerya seni

dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung dapat menumbuhkan

kreativitas pada anak tunagrahita ringan kelas X. Kreativitas yang tumbuh

pada anak tunagrahita ringan berupa ide/ gagasan yang tercermin dalam

produk yang mereka hasilkan.

Melalui pembelajaran keterampilan yang lebih bervariasi yaitu

membuat karya seni dari limbah pertanian kulit jagung, anak tunagrahita

ringan kelas X mendapatkan salah satu keterampilan yang bisa menjadi bekal

awal mereka untuk dapat hidup mandiri di tengah masyarakat serta dapat

menjadi sumber penghasilan setelah selesai menempuh pendidikan di SLB

Negeri Tabalong.

B. Saran

1. Bagi anak tunagrahita ringan kelas X agar terus berlatih dalam

memanfaatkan kulit jagung sebagai bahan untuk membuat produk yang

lebih bagus dan berbeda dari sebelumnya serta memiliki nilai seni dan

nilai jual yang tinggi.

2. Bagi guru mata pelajaran agar memperkaya pengetahuan tentang berbagai

macam produk yang bisa dibuat dengan menggunakan kulit jagung

sehingga pembelajaran keterampilan lebih bervariasi lagi.

3. Bagi sekolah agar menjalin kerjasama dengan instansi lain sebagai wadah

bagi anak tunagrahita ringan menyalurkan kreativitas mereka terutama

dalam membuat produk dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit

jagung.

DAFTAR PUSTAKA

Azzet, Akhamd Muhaimin. 2014. Menjadi Guru Favorit. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media.

A.K. Haghi. 2010). Waste Management. Canada :Nova Science.

Bandi, dkk. 2009. Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Jakarta:

Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI

Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting

Pendidikan Inklusi. Sleman: PT. Intan Sejati Klaten.

Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda.

Fadlillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2014. Pendidikan Karakter

Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almanshur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Irawati. 2014. Makalah Pendidikan Keterampilan (Online). Diakses pada tanggal

10 September 2015.

http://warnet178meulaboh.blogspot.in/2014/07/makalah-pendidikan

keterampilan.html

Kemis, dan Ati Rosnawati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Tunagrahita. Jakarta: Luxima.

Kustawan, Dedi dan Yani Meimulyani. 2013. Mengenal Pendidikan Khusus &

Pendidikan Layanan Khusus Serta Implikasinya. Jakarta: Luxima.

Libal, Autumn. 2009. Namaku Bukan Si Lamban ( Pemuda Penyandang

Tunagrahita). Sleman: PT. Intan Sejati Klaten.

Mangunsong, Frida. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi (LPSP3).

M. Dzaelani, Bisri. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Arya Duta.

Mulyasa. 2012. Manajemen PAUD. Bandung: Rosda.

Munandar, Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT.

Asdi Mahasatya.

Mustofa, Bisri dan Tin Tisnawati. 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah

Menghadapi Sertifikasi. Semarang: CV. GHYYAS PUTRA

Pratiwi, Ratih Putri dan Afin Murtiningsih. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak

Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Fadilah, Safrizal. 2013. Life Skill (Online). Diakses Pada Tanggal 10 September

2015. http://safrizaldepp.blogspot.com/2013/07/life-skill_16.html.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun

Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Sudrajat, Dodo dan Lilis Rosida. 2013. Pendidikan Bina Diri Bagi Anak

Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualititatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suharyati. 2012. Kemampuan Siswa Tunagrahita Ringan Dalam Keterampilan

Memasang Payet Kerudung Di SLB Negeri Pembina. Yogyakarta.

Suyadi. 2014. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Rosda.

Tatang, Siti Marjam. 2007. Kreasi Bunga Kering dan Bunga Pres ( Untuk

Dekorasi Rumah dan Acara Khusus). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.