1
Metroseksual, Kebutuhan Yang Merepresi vi ABSTRAK Maskulin dan maskulinitasnya telah melakukan berabad-abad perjalanan dalam mengejar citra ideal melalui tubuhnya. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan beberapa hasil budaya berupa pahatan patung dewa dan juga kostum atau fashion yang flamboyan yang pernah dipakai oleh para keluarga kerajaan atau bangsawan. Seharusnya menjadi maskulin hanya cukup dengan menghindari domain yang dianggap wilayah feminin. Metroseksual sebuah imej “maskulin baru”, metroseksual sebuah produk kapitalisme modern, atau sebuah upaya penyeragaman kebutuhan maskulin, dimana membaurkan rasionalitas dengan keirasionalan dalam sebuah kebutuhan sehingga para pria/maskulin tidak sadar akan kebutuhan yang merepresi tersebut. Metroseksual membentuk citra tubuh luarnya dengan memilih “berdandansebagai kebutuhan yang harus terpenuhi, tragisnya berdandan adalah kebiasaaan milik perempuan, inilah yang menjadi suatu kontradiksi dan sekaligus fokus penelitian, bagaimana wacana metroseksual tercipta menjadi suatu bentuk kesadaran dan kebutuhan palsu? Dan ideologi apa yang tersembunyi dengan diciptakan wacana metroseksual? Untuk menjawab fokus penelitian tersebut, peneliti menggunakan pendekatan analisis wacana kritis (CDA) milik Norman Fairclough dimana analisis dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: analisis teks, praktik wacana dan praktik sosio- kultural. Penelitian ini berparadigma kritik sosial, dimana peneliti ingin mengungkap ilusi dan mitos yang menyelimuti keberdayaan seorang maskulin dalam setiap tindakannya. Yang menjadi subjek penelitian adalah wacana metroseksual itu sendiri dan yang menjadi unit analisis adalah bahasa. Data yang dipakai untuk membantu melihat permasalahan adalah bahasa/kata-kata yang digunakan/dipakai oleh majalah ME (Male Emporium) edisi no. 43 Agustus 2004, yang berjudul “pria metroseksual = berisi”, dipakai dalam menyajikan wacana metroseksual. Kata kunci: Standarisasi Kebutuhan, Kesadaran yang Terepresi, Estetika dalam Kebutuhan, dan Maskulinitas ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi METROSEKSUAL, KEBUTUHAN YANG MEREPRESI YOGO PRASETYO

ABSTRAK - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/16977/2/gdlhub-gdl-s1-2008-prasetyoyo-15546-abstrak-0.pdf · analisis wacana kritis (CDAmilik Norman Fairclough dimana analisis

  • Upload
    hatruc

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ABSTRAK - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/16977/2/gdlhub-gdl-s1-2008-prasetyoyo-15546-abstrak-0.pdf · analisis wacana kritis (CDAmilik Norman Fairclough dimana analisis

Metroseksual, Kebutuhan Yang Merepresi

vi

ABSTRAK Maskulin dan maskulinitasnya telah melakukan berabad-abad perjalanan dalam mengejar citra ideal melalui tubuhnya. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan beberapa hasil budaya berupa pahatan patung dewa dan juga kostum atau fashion yang flamboyan yang pernah dipakai oleh para keluarga kerajaan atau bangsawan. Seharusnya menjadi maskulin hanya cukup dengan menghindari domain yang dianggap wilayah feminin. Metroseksual sebuah imej “maskulin baru”, metroseksual sebuah produk kapitalisme modern, atau sebuah upaya penyeragaman kebutuhan maskulin, dimana membaurkan rasionalitas dengan keirasionalan dalam sebuah kebutuhan sehingga para pria/maskulin tidak sadar akan kebutuhan yang merepresi tersebut. Metroseksual membentuk citra tubuh luarnya dengan memilih “berdandan” sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi, tragisnya berdandan adalah kebiasaaan milik perempuan, inilah yang menjadi suatu kontradiksi dan sekaligus fokus penelitian, bagaimana wacana metroseksual tercipta menjadi suatu bentuk kesadaran dan kebutuhan palsu? Dan ideologi apa yang tersembunyi dengan diciptakan wacana metroseksual? Untuk menjawab fokus penelitian tersebut, peneliti menggunakan pendekatan analisis wacana kritis (CDA) milik Norman Fairclough dimana analisis dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: analisis teks, praktik wacana dan praktik sosio-kultural. Penelitian ini berparadigma kritik sosial, dimana peneliti ingin mengungkap ilusi dan mitos yang menyelimuti keberdayaan seorang maskulin dalam setiap tindakannya. Yang menjadi subjek penelitian adalah wacana metroseksual itu sendiri dan yang menjadi unit analisis adalah bahasa. Data yang dipakai untuk membantu melihat permasalahan adalah bahasa/kata-kata yang digunakan/dipakai oleh majalah ME (Male Emporium) edisi no. 43 Agustus 2004, yang berjudul “pria metroseksual = berisi”, dipakai dalam menyajikan wacana metroseksual. Kata kunci: Standarisasi Kebutuhan, Kesadaran yang Terepresi, Estetika dalam Kebutuhan, dan Maskulinitas

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi METROSEKSUAL, KEBUTUHAN YANG MEREPRESI YOGO PRASETYO