361
Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 1 Peran Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri Melalui Sistem Inovasi Daerah (SiDa) Haryono Badan Litbang Pertanian Abstrak Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan strategis yang terjadi pada akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian untuk terus meningkatkan peranserta yang lebih proaktif dan sistematis, khususnya mendorong peningkatan kesejahteraan petani, dalam memecahkan berbagai persoalan pembangunan pertanian. Pada dasarnya pertanian Bioindustri memiliki prinsip dasar sebagai berikut : 1. Pertanian nol limbah 2. Pertanian nol imported input produksi 3. Pertanian nol imported energi 4. Pertanian pengolah biomasa dan limbah jadi bio-produk baru bernilai tinggi 5. Pertanian terpadu ramah lingkungan 6. Pertanian sebagai kilang biologi (biorefinery) berbasis iptek maju penghasil pangan dan non pangan. Pertanian bioindustri dapat menjadi salah satu roda penggerak dalam menghasilkan bahan alternatif. Dukungan Badan Litbang Pertanian melalui penciptaan teknologi varietas dan teknologi pengembangan sumber bahan alternative perlu terus ditingkatkan sehingga diharapkan mampu membantu kecukupan bahan baku energi dimasa mendatang. Pembangunan pertanian bioindustri dapat dilakukan dengan optimal bilamana didukung dengan potensi sumberdaya lokal yang ada disuatu wilayah. Konsep pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian tidak semata- mata merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan non pangan yang dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk dengan prinsip zero waste. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------- Kata Kunci : Inovasi, Teknologi, Pertanian, Bioindustri Pendahuluan Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan strategis yang terjadi pada akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian untuk terus meningkatkan peranserta yang lebih proaktif dan sistematis, khususnya mendorong peningkatan kesejahteraan petani, dalam memecahkan berbagai persoalan pembangunan pertanian. Perlu diketahui bahwa salah satu yang mendorong pembangunan pertanian ke depan dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa fakta bahwa ketersedian bahan bakar fosil sudah semakin menipis, diperkirakan akan semakin langka dan mahal sepanjang abad 21

Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

  • Upload
    dodung

  • View
    377

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 1

Peran Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri Melalui Sistem Inovasi

Daerah (SiDa)

Haryono

Badan Litbang Pertanian

Abstrak

Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan strategis yang

terjadi pada akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian melalui Badan Litbang

Pertanian untuk terus meningkatkan peranserta yang lebih proaktif dan sistematis,

khususnya mendorong peningkatan kesejahteraan petani, dalam memecahkan berbagai

persoalan pembangunan pertanian. Pada dasarnya pertanian Bioindustri memiliki

prinsip dasar sebagai berikut : 1. Pertanian nol limbah 2. Pertanian nol imported input

produksi 3. Pertanian nol imported energi 4. Pertanian pengolah biomasa dan limbah

jadi bio-produk baru bernilai tinggi 5. Pertanian terpadu ramah lingkungan 6. Pertanian

sebagai kilang biologi (biorefinery) berbasis iptek maju penghasil pangan dan non

pangan. Pertanian bioindustri dapat menjadi salah satu roda penggerak dalam

menghasilkan bahan alternatif. Dukungan Badan Litbang Pertanian melalui penciptaan

teknologi varietas dan teknologi pengembangan sumber bahan alternative perlu terus

ditingkatkan sehingga diharapkan mampu membantu kecukupan bahan baku energi

dimasa mendatang. Pembangunan pertanian bioindustri dapat dilakukan dengan optimal

bilamana didukung dengan potensi sumberdaya lokal yang ada disuatu wilayah. Konsep

pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian tidak semata-

mata merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh

faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan

non pangan yang dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk dengan prinsip zero

waste.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Inovasi, Teknologi, Pertanian, Bioindustri

Pendahuluan

Perkembangan pembangunan nasional dan perubahan lingkungan strategis

yang terjadi pada akhir-akhir ini mendorong Departemen Pertanian melalui Badan

Litbang Pertanian untuk terus meningkatkan peranserta yang lebih proaktif dan

sistematis, khususnya mendorong peningkatan kesejahteraan petani, dalam

memecahkan berbagai persoalan pembangunan pertanian. Perlu diketahui bahwa

salah satu yang mendorong pembangunan pertanian ke depan dapat dilakukan

dengan memperhatikan beberapa fakta bahwa ketersedian bahan bakar fosil sudah

semakin menipis, diperkirakan akan semakin langka dan mahal sepanjang abad 21

Page 2: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 2

dan awal abad 22. Menghadapi kondisi ini maka ke depan, perekonomian setiap

negara haruslah ditransformasikan dari yang selama ini berbasis pada sumber

energi dan bahan baku asal fosil, menjadi berbasis pada sumber energi dan bahan

baku baru dan terbarukan, utamanya bahan hayati.

Tindakan progresif dan komprehensif sangat dibutuhkan dan perlu segera

diintensifkan untuk mengurangi ketergantungan pasokan energi dan bahan baku

industri dari bahan fosil. Disamping menjadi penghasil utama bahan pangan,

pertanian juga dituntut menjadi sektor penghasil bahan non-pangan pengganti

bahan baku hidro-karbon yang berasal dari fosil bagi industri. Teknologi Revolusi

Hijau yang menjadi basis pertanian selama ini haruslah ditransformasikan menjadi

Revolusi Hayati (Biorevolution). Pembangunan bio-industri yang dekat dengan

sumber biomasa merupakan langkah awal strategis meningkatkan nilai tambah

hasil pertanian, dan sekaligus mengurangi ketergantungan pengolahan hasil

pertanian dari energi fosil melalui pemanfaatan ‘limbah’ pertanian sebagai sumber

energi untuk pengolahan.

Pertanian bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan

sumber daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk

menghasilkan berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.

Pengolahan itu tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja,

akan tetapi bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang

bervariasi, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia

yang sebagian besar merupakan para petani. Pengelolaan tanaman berskala

indutsri yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat

Indonesia adalah melalui pertanian bioindustri.

Sistem pertanian-bioindustri merupakan keterpaduan berjenjang sistem

pertanian Terpadu pada tingkat mikro, sistem rantai nilai terpadu pada tingkat

industri atau rantai pasok dan sistem agribisnis terpadu pada tingkat industri atau

komoditas. Sistem usaha pertanian terpadu yang berlandaskan pada pemanfaatan

berulang zat hara atau pertanian agroekologi seperti sistem integrasi tanaman-

ternak ikan dan sistem integrasi usaha pertanian-energi (biogas, bioelektrik) atau

sistem integrasi usaha pertanian-biorefinery yang termasuk pertanian hijau

Page 3: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 3

merupakan pilihan sistem pertanian masa depan karena tidak saja meningkatkan

nilai tambah dari lahan tetapi juga ramah lingkungan sehingga lebih

berkelanjutan. Pengembangan klaster rantai nilai dilaksanakan dengan

mengembangkan bioindustri dan komponen-komponen penunjangnya dalam satu

kawasan guna mengoptimalkan aglomerasi ekonomi (Kementan, 2013b).

Lebih lanjut bahwa pada prinsipnya pertanian bioindustri adalah

peningkatan kualitas, nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Selain itu,

mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan dalam skala ekonomi, baik

integrasi vertikal, mencakup aspek hulu sampai hilir, serta integrasi horizontal

yang mencakup berbagai komoditas dan jenis usaha. Pertanian-Bioindustri

Berkelanjutan adalah konsep pembangunan pertanian masa mendatang,

memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan sumberdaya alam

namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk

menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan non pangan yang

dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk dengan prinsip zero waste.

Kebijakan Pengembangan Pertanian Bioindustri Berbasis Sumber Daya

Lokal

Kebijakan Pengembangan Pertanian Bioindustri Berbasis Sumberdaya

Lokal mengacu pada VISI: “Terwujudnya sistem pertanian‐bioindustri

berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai

tambah tinggi dari sumberdaya hayati pertanian dan kelautan tropika. Pertanian

bioindustri mengacu pada semua aktivitas pertanian dengan iptek maju tanpa

limbah, memanfaatkan dan mengolah limbah/biomasa, memakai sumberdaya

hayati lainnya untuk menghasilkan bahan pangan dan non pangan bernilai tinggi

untuk pembangunan pertanian berkelanjutan. Pada dasarnya pertanian Bioindustri

memiliki prinsip dasar sebagai berikut :

1. Pertanian nol limbah

2. Pertanian nol imported input produksi

3. Pertanian nol imported energi

Page 4: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 4

4. Pertanian pengolah biomasa dan limbah jadi bio-produk baru bernilai

tinggi

5. Pertanian terpadu ramah lingkungan

6. Pertanian sebagai kilang biologi (biorefinery) berbasis iptek maju

penghasil pangan dan non pangan

Kebijakan Pertanian Bioindustri

Konsep Holistik Pertanian Berkelanjutan

Page 5: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 5

Keterkaitan Sumberdaya dalam Pertanian-Bioindustri

Beberapa Contoh Konsep Pertanain Bioindustri Yang Dibangun Di Masing-

Masing Propinsi.

1. Sistem Integrasi Sagu-Ternak di Maluku

Page 6: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 6

2. Pertanian Bioindustri Bawang Merah di Kalteng

3. Model Pertanian Bioindustri Berkelanjutan berbasis Sumberdaya Lokaldi

Sulawesi Tengah

Page 7: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 7

Contoh Pohon Industri Untuk Pertanian Bioindustri Berbasis Sumber Daya Lokal

Page 8: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 8

Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri Melalui Sistem

Inovasi Daerah (Sida)

Sistem Inovasi Pertanian : Mempersempit Kesenjangan Antara Pasokan dan

Permintaan Pangan

Page 9: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 9

Sistem Inovasi Nasional

Sistem Inovasi Daerah

1. Kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan, hubungan, jaringan, interaksi

antar pihak, dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan

kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktik baik/terbaik),

serta proses pembelajaran

2. Pendekatan sistemik /holistik, ketidaklinieran sifatnya, dan pentingnya

interaksi, kemitraan dan sinergitas berbagai elemen sistem serta pentingnya

Page 10: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 10

peran pemerintah untuk menghasilkan koherensi berbagai kebijakan terkait

yang biasa disebut dengan kebijakan inovasi

Actor Dalam Penguatan Sistem Inovasi

Sub Sistem Dalam Sistem Inovasi Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan

Penutup

Pertanian bioindustri dapat menjadi salah satu roda penggerak dalam

menghasilkan bahan alternatif. Dukungan Badan Litbang Pertanian melalui

Page 11: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 11

penciptaan teknologi varietas dan teknologi pengembangan sumber bahan

alternative perlu terus ditingkatkan sehingga diharapkan mampu membantu

kecukupan bahan baku energi dimasa mendatang. Pembangunan pertanian

bioindustri dapat dilakukan dengan optimal bilamana didukung dengan potensi

sumberdaya lokal yang ada disuatu wilayah. Konsep pembangunan pertanian

masa mendatang, memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan

sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor

produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan

non pangan yang dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk dengan prinsip

zero waste

Page 12: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 12

Sistem Inovasi Daerah (Sida) Sebagai Strategi Pencapaian Visi Pemerintah

Melalui Pengolahan Pakan Ternak Berbaisi Limbah Agro Industri Di Prop.

Sulawesi Tengah

Hidayat

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Prov. Sulawesi Tengah

Abstrak

Program Nasional Swasembada Daging Sapi tahun 2014, merupakan salah satu

program prioritas Pemerintah dalam lima tahun sejak tahun 2010, hal tersebut

dimaksudkan untuk mewujudkan ketahanan pangan asal ternak berbasis sumberdaya

local Sistem Inovasi Darah (Sida) merupakan keseluruhan proses pengembangan inovasi

yang melibatkan berbagai pihak meliputi Perguruan tinggi, Pengusaha, komunitas dan

lembaga penelitian pemerintah dan swasta di daerah dalam rangka untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Masyarakat. untuk mewujudkan visi

dan misi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah diperlukan sinergitas berbagai

stakeholder pembangunan yang terkoordinasi dalam suatu sistem dalam rangka

pengembangan dan pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya yang tersedia. Sistem

Inovasi Daerah (SIDa) Provinsi Sulawesi Tengah diharapkan dapat menjembatani

kalangan dunia akademisi, pemerintah dan dunia usaha yaitu seperti Hasil-hasil

penelitian selama ini belum banyak dirasakan betul manfaatnya oleh kalangan bisnis dan

masyarakat umum, Mengindentifikasi potensi dan produktifitas unggulan daerah,

Meningkatkan nilai tambah produksi perekonomian masyarakat sebagai akibat dari

rendahnya penguasaan teknologi dan keterampilan, Meningkatkan populasi ternak, yang

pada kondisi saat ini sulit dipertahankan, apalagi untuk dikembangkan, karena adanya

penyusutan dan alih fungsi lahan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Inovasi, Strategi, Pencapaian, Pengolahan, Limbah, Agriindustri

Pendahuluan

Program Nasional Swasembada Daging Sapi tahun 2014, merupakan salah

satu program prioritas Pemerintah dalam lima tahun sejak tahun 2010, hal

tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan ketahanan pangan asal ternak berbasis

sumberdaya lokal. Program ini dirancang dari hulu–hilir, didukung oleh

kemampuan dalam penguasaan dan pemanfaatan Iptek dengan melibatkan paling

tidak 10 kementerian dan 3 lembaga. Untuk mencapai swasembada daging pada

tahun 2014 tersebut, diperlukan berbagai rumusan kebijakan dan strategi khusus,

antara lain: (1) pembibitan dan pemuliabiakan sapi nasional; (2) terobosan

peningkatan populasi sapi; dan (3) ketahanan pakan nasional. Kebutuhan daging

nasional pada tahu 2014 diprediksi akan meningkat hingga 6% dari 549.000 ton

Page 13: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 13

menjadi Rp 560.000 ton. Pasokan daging dari dalam negeri diperkirakan capai

80%, sisanya 20% masih harus diimpor.

Selain kebijakan dan strategi tersebut, dukungan penguasaan iptek

terhadap swasembada dapat diwujudkan melalui : pertama, peningkatan

kemampuan SDM termasuk juga kapasitas para peternak–petani; kedua,

pengembangan teknologi untuk perbaikan mutu bakalan melalui metoda

inseminasi buatan, embrio transfer atau rekayasa genetika; ketiga,

pengembangan teknologi untuk menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun

dengan teknologi pakan murah; dan keempat, pengembangan kawasan

terpadu/klaster inovasi peternakan–pertanian sebagai wahana untuk

mengintegrasikan dan mensinergikan aktivitas litbang dengan dunia usaha yang

menghasilkan produk industri peternakan–pertanian, seperti industri daging dan

turunannya; industri pakan; industri pupuk dan bahan bakar terbarukan, yang

sering kali disebut dengan 4 F (food, feed, fertilizer, dan fuel).

Untuk mewujudkan harapan kemandirian pakan Ternak di Sulawesi

Tengah dibutuhkan pengembangan wilayah berdasarkan kompetensi inti atau

berbasis komoditas unggulan dengan memanfaatkan limbah-limbah agroindustri

yang berasal dari komuditas unggulan masing-masing klaster yang dipadukan

dengan teknologi, untuk menciptakan dan membangun pusat-pusat unggulan

teknologi dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis, sosial

budaya, dan lingkungan yang bertujuan mengoptimalisasi pemanfaatan bahan

baku lokal dari limbah perikanan, pertanian dan perkebunan untuk pemenuhan

pakan ternak di Sulawesi Tengah dan terciptanya SDM yang mengusai teknologi

pemuliabiakan ternak dan pengolahan pakan ternak dengan sasaran terpenuhinya

sarana dan prasarana pusat pengembangan teknologi pengolahan pakan ternak

dan peningkatan SDM dalam penguasaan teknologi pemuliabiakan ternak dan

pengolahan pakan ternak.

Kerangka Pikir Kebijakan Balitbangda Provinsi Sulawesi Tengah

Page 14: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 14

Sistem Inovasi Daerah (Sida)

Sistem Inovasi Darah (Sida) merupakan keseluruhan proses

pengembangan inovasi yang melibatkan berbagai pihak meliputi Perguruan tinggi,

Pengusaha, komunitas dan lembaga penelitian pemerintah dan swasta di daerah

dalam rangka untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

Masyarakat. Disamping itu juga sistem inovasi daerah membentuk jaringan

koordinasi, informasi dan komunikasi serta kerjasama inovasi. Oleh karena itu

diperlukan langkah-langakah strategi.

Lingkungan Strategis Daerah

2. Tujuan dan Sasaran.

a. Tujuan :

1. Optimalisasi pemanfaatan bahan baku lokal dari limbah perikanan,

pertanian dan perkebunan untuk pemenuhan pakan ternak di Sulawesi

Tengah

2. Terciptanya SDM yang mengusai teknologi pemuliabiakan ternak dan

pengolahan pakan ternak.

b. Sasaran :

1. Terpenuhinya sarana dan prasarana pusat pengembangan teknologi

pengolahan pakan ternak;

2. Peningkatan SDM dalam penguasaan teknologi pemuliabiakan ternak

dan pengolahan pakan ternak.

Page 15: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 15

Kesenjangan Kegiatan Litbang (Inovasi) Dengan Kegiatan Ekonomi

Aspek Ekonomi Makro Daerah

Perkembangan berbagai sektor ekonomi selama tahun 2012 menunjukkan

peningkatan yang berarti, sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar

peranannya terhadap perekonomian Sulawesi Tengah pada tahun 2012 tumbuh

6,19 persen, di mana sebelumnya tumbuh 6,77 persen. Berbagai faktor lain yang

ikut mendukung pertumbuhan sektor pertanian, adalah makin kondusifnya

keamanan secara keseluruhan di Sulawesi Tengah, stabilnya harga, makin

efektifnya pelaksanaan pembangunan pasca krisis, dan penerapan otonomi

daerah. Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 26,99 persen pada tahun

2012 yang dipicu oleh besarnya produksi sub sektor migas. Dilihat dari

peranannya dalam perekonomian secara keseluruhan masih relatif rendah,

padahal komoditi sektor ini, seperti pasir kuarsa, nikel, sirtu merupakan salah

satu komoditi andalan baik diekspor antar pulau maupun digunakan untuk

kebutuhan pembangunan daerah. Dengan masuknya migas sebagai salah satu

komoditas andalan, sektor ini akan menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tengah. Sektor industri pengolahan mengalami peningkatan

nilai tambah sebesar 5,29 persen. Pertumbuhan ini didukung oleh adanya

peningkatan aktivitas dan produksi semua subsektornya. Angka pertumbuhan ini

dirasakan melambat dan relatif sama setiap tahunnya padahal tumpuan

transformasi ekonomi diharapkan pada sektor ini. Dilihat dari peranan sektor

industri pengolahan dalam perekonomian hanya 6,96 persen pada tahun 2011

menempatkan Sulawesi Tengah berada pada daerah non industrialisasi dengan

pangsa NTB lebih kecil dari 10 persen.

Sektor pertanian masih merupakan tumpuan kehidupan perekonomian

daerah ini. Peranannya tetap dominan, hanya sedikit mengalami penurunan

Page 16: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 16

yang tidak signifikan dari 37,22 persen pada tahun 2011 menjadi 35,99 persen

pada tahun 2012. Sektor Jasa-jasa yang berada pada urutan kedua memberikan

peranan sebesar 17,75 persen, meningkat dibanding tahun sebelumnya 17,79

persen. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menempati urutan ketiga

dengan andil sebesar 12,13 persen, sedangkan urutan ke- empat ditempati sektor

bangunan dengan andil sebesar 7,94 persen dan urutan kelima adalah sektor

angkutan dan komunikasi mencapai 7,06 persen yang hanya beda tipis dengan

sektor industry pengolahan 6,59 persen. Adapun sektor-sektor lainnya

sumbangannya masih kurang dari lima persen. Sektor Pertanian yang

memberikan andil 39,14 persen tahun 2011, turun menjadi 38,07 persen tahun

2012, dan tetap merupakan sektor terbesar dalam memberikan andilnya terhadap

PDRB Sulawesi Tengah. Sektor jasa-jasa memberikan andil sebesar 16,08

persen, sedangkan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan andil sebesar

12,85 persen, sektor angkutan dan komunikasi, bangunan, dan industri

pengolahan masing-masing memberikan andil sebesar 7,44 persen, 7,72 persen,

dan 5,82 persen. Selanjutnya sektor-sektor yang lain memiliki andil dibawah

lima persen dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke

tahun.

Kondisi Sistem Inovasi Saat Ini

Kondisi Sistem Inovasi saat ini yang secara umum menggambarkan bagaimana

capaian atau kondisi sesuai dengan ruang lingkup penguatan SIDa. Ruang

lingkup penguatan SIDa, sesuai dengan Perber Menteri Negara Riset dan

Teknologi Nomor 03 Tahun 2012 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun

2012, meliputi:

A. Kebijakan penguatan SIDa;

Kondisi penguatan SIDa Provinsi Sulawesi Tengah saat ini ditinjau dari

kebijakan Pembangunan, belum terintegrasi dalam dokumen Rencana Kerja

Pembangunan Daerah (RKPD) dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD). Hal ini menunjukan bahwa belum terciptanya

sinkronisasi, harmonisasi dan sinergitas program dan kegiatan antar lintas

sektoral (SKPD), karena SIDa itu sendiri belum merupakan bagian dari

penyusunan RKPD dan RPJMD. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah telah

menetapkan lembaga penguatan SIDa melalui Keputusan Gubernur Sulawesi

Tengah Nomor 071/679/Balibangda-G.ST/2013 tanggal 6 Desember 2013

tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penguatan SIDa Provinsi Sulawesi

Tengah.

Page 17: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 17

B. Penataan unsur SIDa;

a. Kelembagaan SIDa

Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor

071/679/Balibangda-G.ST/2013 tanggal 6 Desember 2013 Tentang

Pembentukan Tim Koordinasi Penguatan SIDa Provinsi Sulawesi

Tengah, maka susunan kelembagaan SIDa Provinsi Sulawesi Tengah

terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :

1) Unsur Pemerintah terdiri dari pemerintah daerah 29 lembaga dan

pemerintah pusat 1 lembaga.

2) Unsur akademisi terdiri dari perguruan tinggi 7 lembaga, lembaga

kelitbangan 2 lembaga.

3) Unsur bisnis/dunia usaha terdiri dari lembaga penunjang inovasi

11 lembaga dan dunia usaha 11 lembaga.

b. Jaringan SIDa

Program dan kegiatan ketiga unsur pelaku SIDa belum menunjukkan

terciptanya sinkronisasi, harmonisasi dan sinergitas, masih

menunjukkan adanya ego sektoral dalam perencanaan dan

pelaksanaan. Hal ini dapat dilihat bahwa potensi limbah agroindustri

cukup besar berdasarkan data potensi Sulawesi Tengah. Hasil inovasi

teknologi akan pemanfaatan potensi limbah telah tersedia, namun

belum teraplikasikan sampai pada tingkat masyarakat maupun dunia

usaha. Kondisi ini disebabkan belum berjalannya jaringan para pelaku

inovasi dalam proses transfer knowledge.

c. Sumber daya SIDa

1) Sumberdaya Manusia

Potensi sumberdaya manusia yang terorganisir dalam Tim

Koordinasi Penguatan SIDa Provinsi Sulawesi Tengah, dalam

rangka penguatan dan pengembangan SIDa dapat digambarkan

sebagai berikut :

Tabel 1. Tingkat Pendidikan Unsur SIDa Provinsi Sulawesi

Tengah

No Unsur SIDa Tingkat Pendidikan

Ket. SMA Diploma S1 S2 S3

1 Pemerintah - - 4 22 4

2. Akademisi - - 1 4 4

3. Bisnis/Dunia

Usaha

- - 18 3 1

2) Sarana dan Prasarana Penguatan SIDa.

Fasilitas pendukung dalam rangka penguatan SIDa di Provinsi

Sulawesi Tengah (Pusat Pengembangan Teknologi Pengolahan

Page 18: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 18

Pakan Ternak berbasis Agroindustri bagi Kemandirian Pakan

Ternak di Sulawesi Tengah) dapat digambarkan pada tabel berikut :

No Sarana dan Prasarana

Lembaga/Instansi

KET Pemerin

tah

Akadem

isi

1. Lahan 5 ha 100 ha

2. Gedung kantor, 1 unit -

3. Gedung diklat - 2 unit

4. Gudang bahan baku pakan - -

5. Gudang bahan jadi pakan 1 unit

6. Gedung Laboratorium 1 unit -

7. Alat Laboratorium Analisis

Pakan

- -

8. Mesin Pengolahan pakan ayam 1 paket -

9. Mesin Pengolahan pakan

ruminansia Kecil

1 paket -

10. Mesin Pengolahan pakan

ruminansia Besar

- -

11. Kandang Pendidikan dan

Penelitian.

1 unit -

12. Kebun hijauan 2 ha 5 ha

13. Pusat Pembibitan Ternak 1 unit -

d. Pengembangan SIDa

Pengembangan SIDa Kemandirian Pakan Ternak di Sulawesi

Tengah tidak terlepas dari skema yang telah disusun secara bersama-

sama dari tiga unsur pelaku SIDa Kemandirian Pakan Ternak. Adapun

skemanya sebagai berikut:

Page 19: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 19

Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah yang tertuang dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi

Tengah Tahun 2011-2016 merupakan suatu upaya untuk mencapai kondisi yang

diharapkan sesuai visi yaitu ”SULAWESI TENGAH SEJAJAR DENGAN

PROVINSI MAJU DI KAWASAN TIMUR INDONESIA MELALUI

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN KELAUTAN DENGAN KUALITAS

SUMBERDAYA MANUSIA YANG BERDAYA SAING TAHUN 2020”, dengan

misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing berdasarkan

keimanan dan ketakwaan;

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perberdayaan ekonomi

kerakyatan;

3. Peningkatan pembangunan infrastruktur;

4. Percepatan reformasi birokrasi, penegakan supremasi Hukum dan Ham;

5. Pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan;

Bahwa untuk mewujudkan visi dan misi Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tengah tersebut di atas diperlukan sinergitas berbagai stakeholder pembangunan

yang terkoordinasi dalam suatu sistem dalam rangka pengembangan dan

pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya yang tersedia. Oleh karena itu Sistem

Inovasi Daerah (SIDa) Provinsi Sulawesi Tengah mengambil tema strategi

Technopark Pusat Pengembangan Teknologi Pengolahan Pakan Ternak

Berbasis Limbah Agroindustri Bagi Kemandirian Pakan Ternak di Sulawesi

Tengah dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan berbagai potensi

sumberdaya lokal yang telah dijabarkan dalam Roadmap dan Rencana Aksi.

Sistem Inovasi Daerah (SIDa) Provinsi Sulawesi Tengah dengan

mengambil tema strategi Technopark Pusat Pengembangan Teknologi Pengolahan

Pakan Ternak Lokal Berbasis Limbah Agroindustri Bagi Kemandirian Pakan

Ternak Di Sulawesi Tengah diharapkan dapat menjembatani kalangan dunia

akademisi, pemerintah dan dunia usaha yaitu :

1. Hasil-hasil penelitian selama ini belum banyak dirasakan betul manfaatnya

oleh kalangan bisnis dan masyarakat umum.

2. Mengindentifikasi potensi dan produktifitas unggulan daerah.

3. Meningkatkan nilai tambah produksi perekonomian masyarakat sebagai

akibat dari rendahnya penguasaan teknologi dan keterampilan.

4. Meningkatkan populasi ternak, yang pada kondisi saat ini sulit

dipertahankan, apalagi untuk dikembangkan, karena adanya penyusutan dan

alih fungsi lahan.

5. Pengembangan wilayah berdasarkan kompetensi inti atau berbasis komoditas

unggulan.

Page 20: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 20

Kondisi Yang Akan Dicapai Dalam Pengembangan Sistem Inovasi Daerah

(Sida)

Pada prinsipnya sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan SIDa

Provinsi Sulawesi Tengah menuju terwujudnya Visi pembangunan Provinsi

Sulawesi Tengah yaitu ” Sulawesi Tengah sejajar dengan Provinsi maju

dikawasan Timur Indonesia dalam pengembangan agribisnis dan kelautan

melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing tahun

2020”, dilakukan melalui pengembangan kawasan agrobisnis dengan

mensinergikan berbagai potensi yang ada. Pengembangan tersebut dimaksudkan

untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribinis yang berdaya saing,

berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentraslisasi, yang digerakkan oleh

masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Dalam konteks pembangunan

agribisnis terpadu, kawasan pengembangan yang akan dibentuk harus

memperhatikan kondisi sistem agribisnis ditingkat wilayah yang saling terkait,

yaitu suatu gugusan industri yang terdiri atas 5 (lima) sub sistem, yaitu :

1. Sub Sistem Agribisnis Hulu

2. Sub sistem Usaha Tani

3. Sub Sistem Pengolahan

4. Sub Sistem Pemasaran

5. Sub Sistem Jasa Pendukung

Pengembangan agribisnis mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

pembangunan daerah dan pengembangan wilayah. Oleh karena itu, subsistem

agribisnis pada dasarnya akan menyentuh semua aspek perekonomian masyarakat

di suatu wilayah (daerah) dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan

bahkan nasional. Sistem inovasi merupakan upaya mencapai visi pembangunan

Provinsi Sulawesi Tengah. Karena dalam upaya pengembangan agribisnis

dibutuhkan inovasi yang berbasis iptek, inovasi yang berbasis produksi,

pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang

berkembang. Oleh karena itu pembangunan Technopark Pusat Pengembangan

Teknologi Pengolahan Pakan Ternak Berbasis Agroindustri diharapkan dapat

menciptakan sumberdaya manusia yang professional dan handal dalam

mendukung pengembangan agrobisnis Sulawesi Tengah.

Strategi Dan Arah Kebijakan Penguatan Sistem Inovasi Daerah (Sida)

Untuk memahami kondisi riil potensi sumberdaya dalam mewujudkan visi

dan misi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah melalui pengembangan

teknologi dalam pemanfaatan potensi sumberdaya yang tersedia, diperlukan suatu

pemahaman dan pengetahuan akan kondisi internal maupun eksternal, sehingga

aktifitas perekonomian yang di laksanakan merupakan langkah konkrit dalam

menyusun strategi dan arah kebijakan untuk memahami keunggulan komperatif

Page 21: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 21

dan kompetitif sumberdaya yang dapat didayagunakan dalam melaksanakan

program.

Faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan pengembangan

teknologi dalam pemanfaatan potensi limbah dari berbagai sektor yang dapat

dikelola untuk menghasilkan nilai tambah yang signifikan bagi kemajuan dan

pengembangan industri peternakan di Sulawesi Tengah dapat dianalisis sebagai

berikut :

KEKUATAN/ STRENGTHS

1. Visi Misi Pemprov Sulteng

2. Ketersediaan bahan baku cukup

memadai

3. Budaya beternak masyarakat sangat

tinggi

4. Sarana UPTD Pembibitan Ternak

5. Adanya Badan Koordinasi Penyuluh

bidang Peternakan

6. Sarana Pasar Ternak

7. Adanya dukungan SKPD terkait

8. Tersedianya SMK Peternakan.

KELEMAHAN/ WEAKNESS

1. Limbah pertanian,perikanan,

peternakan, perkebunan belum

termanfaatkan,

2. SDM peternak lokal belum

memiliki ketrampilan pengelolaan

bahan baku pakan ternak

3. Pola perilaku peternak masih

tradisional (bersifat alamiah).

4. Populasi domba endemik Palu

semakin menurun.

5. Sinkronisasi dan sinergitas

program lintas sektoral tidak

terkoordinasi dengan baik.

6. Kinerja Petugas PPL masih sangat

lemah.

7. Belum adanya usaha pengolahan

pakan ternak lokal.

PELUANG/ OPPRTUNITIES

1. Keputusan Menteri Pertanian

tentang Rumpun Domba Palu

2. Hasil-hasil penelitian dan kajian

pengolahan pakan ternak tersedia

3. Tamatan Sarjana Peternakan cukup

memadai

4. Program Nasional Swasembada

Daging 2014

5. Adanya dukungan Kemenristek,

BPPT, Universitas Tadulako dan

BPTP.

ANCAMAN/ THREATH

1. Ketergantungan terhadap produksi

impor

2. Alih fungsi lahan pertanian

semakin berkembang

3. Harga pakan pabrikan tidak

terjangkau oleh peternak

4. ASEAN Economy Community

2015.

Page 22: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 22

Kesimpulan

Mengacu pada potensi - potensi tersebut di atas, dapat dikaji dan dianalisis untuk

menghasilkan suatu peluang peningkatan dan pengembangan industri peternakan

dengan multiplier effect bagi pembangunan di Sulawesi Tengah. Berdasarkan

analisa terhadap faktor-faktor internal dan eksternal strategi untuk mencapai

tujuan pengolahan pakan ternak berbasis limbah agroindustri bagi industri

peternakan di Provinsi Sulawesi Tengah, adalah Meningkatkan populasi ternak

berbasis teknologi dengan dukungan pemerintah pusat dan stakeholder dan

pemanfaatan limbah Agroindustri untuk pakan ternak berbasis teknologi dengan

dukungan pemerintah pusat dan stakeholder.

Page 23: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 23

Peran Perguruan Tinggi Dalam Mendukung Inovasi Teknologi

Sumberdaya Lokal

Gatot Siswo Hutomo

Universitas Taddulako

Abstrak

Pembangunan di Sektor Pertanian saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah terutama

teknologi Bioproses. Teknologi yang dikembangkan tersebut untuk mengoptimalkan hasil

serta mengurangi limbah hasil pertanian. Perguruan tinggi khususnya Fakultas

Pertanian Universitas Tadulako, Palu, akan selalu berlandaskan pada Tri Dharma

Perguruan Tinggi yaitu : Pendidikan/Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada

masyarakat. Peran perguruan tinggi dalam mendukung inovasi teknologi sumberdaya

lokal selalu berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Bidang

Pendidikan/Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat. Beberapa hasil

penelitian telah banyak diaplikasikan kepada industri, UKM dan IKM serta para

pengrajin usaha rumah tangga.Beberapa hasil penelian juga telah diusulkan sebagai

HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) sertausulan patent.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Pendidkan, Inovasi, Teknologi, Sumberdaya lokal

Pendahuluan

Pembangunan di Sektor Pertanian saat ini terus dikembangkan oleh

pemerintah terutama teknologi Bioproses. Teknologi yang dikembangkan

tersebut untuk mengoptimalkan hasil serta mengurangi limbah hasil pertanian.

Perguruan tinggi khususnya Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu, akan

selalu berlandaskan pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu :

Pendidikan/Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat. Bidang

penelitian pertanian telah banyak dikembangkan hasil-hasil penelitian baik di

tingkat budidayanya ataupun di bidang pasca panen dan pengolahannya.

Pengabdian kepada masyarakat juga telah banyak dilakukan yang didasarkan pada

hasil-hasil penelitian yang bersifat aplikatif.

Potensi sumberdaya alam dan hayati yang ada di wilayah Sulawesi Tengah

sangat potensi sebagai sumber bahan pangan. Beberapa varietas lokal yang unggul

seperti bawang merah lokal palu mempunyai ciri khas dalam hal kerenyahannya,

tanaman jagung dan padi juga telah banyak dikembangkan dengan potensi yang

sangat baik meliputi kuota produksi ataupun perannya untuk kesehatan, tanaman

ubi-ubian lokal palu juga sangat beragam dan berpotensi sebagai bahan pangan,

Page 24: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 24

potensi tanaman coklat (kakao) sebagai penyumbang devisa cukup besar juga

sangat berpotensi di Sulawesi Tengah. Investasi industri di Sulawesi Tengah

masih sangat kurang, sehingga diperlukan promosi untuk investasi di bidang

penanganan pengolahannya terhadap hasil-hasil pertanian.

Peran perguruan tinggi dalam menunjang pembangunan pertanian juga telah

banyak dilakukan penelitian di tingkat lokal maupun nasional, bahkan beberapa

penelitian telah dilakukan dengan bekerjasama dengan universitas di luar negeri.

Hasil-hasil penelitian yang ada sebagian besar juga telah diserap oleh industri dan

industri kecil serta diaplikasikan pada industri rumah tangga atau UKM (Usaha

Kecil Mikro).

Hasil-Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah banyak dilakukan oleh Fakultas Pertanian

Universitas Tadulako tidak dapat disebutkan secara keseluruhan tetapi beberapa

hasil penelitian yang berpotensi untuk dapat diterapkan pada industri ataupun

pengabdian kepada masyarakat antara lain yaitu :

1. Modifikasi Karbohidrat (Pati)

Hasil penelitian modifikasi pati juga telah banyak dilakukan oleh Fakultas

Pertanian UNTAD. Modifikasi pati yang telah dilakukan yaitu pengikatan ion

Natrium atau pengikatan gugus asam organik atau anorganik yang dapat

menghasilkan bubur instant, atau beras untuk orang penderita Diabetis, atau

menghasilkan edible film, atau bioplastik yang mudah terdegradasi di tanah.

Modifikasi pati terhadap biji jagung juga dihasilkan jagung instan sebagai

bahan baku soup jagung instan atau Binte instan.

2. Pembuatan Emulsifier

Pembuatan emulsifier mono- dan di-asil gliserol telah dilakukan dengan

menggunakan lipase dari dedak padi dengan reaksi reesterifikasi. Enzym

lipase yang direaksikan dalam bentuk amobil. Mono- dan di-asil gliserol

merupakan bahan emulsifier yang sangat baik dalam membentuk kestabilan

emulsi.

3. Budidaya Hidrophonik

Penelitian budidaya tanaman buah dan sayur secara hidrophonik juga telah

dilakukan antara lai terhadap buah melon, tomat, sawi, bayam dan lombok.

Daerah Sulawesi Tengah yang terdiri dari sebagian besar lahan kering, sangat

cocok budidaya hidrophonik dilakukan, bahkan hama dan kesegaran buah

mudah dikontrol.

4.Pengolahan Buah-buahan

Page 25: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 25

Pengolahan buah Srikaya menjadi gbeberapa produk yaitu sale/jam, jelly,

manisan ataupun dodol juga telah dilakukan. Pengolahan buah lainnya yaitu

salak, nangka, pisang, buah naga dan beberapa buah lainnya, yang diolah

menjadi manisan atau asinan, dodol, keripik atau sirop.

5. Pengolahan coklat

Pengolahan biji coklat meliputi teknik-teknik fermentasi yaitu proses

refermentasi terhadap biji kakao kering yang belum dilakukan proses

fermentasi. Proses fermentasi yang lainnya yaitu proses fermentasi rakyat dan

fermentasi non mikroba dengan malakukan perendaman biji kakao basah ke

dalam asam acetat pH 4,5. Proses pengolahan biji kakao menjadi chocolate

block serta beberapa tahapan proses atara lain alkalisasi dan tempering juga

telah dilakukan. Beberapa UKM pengolah chocolate bar juga telah banyak

dibina oleh Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.

6. Agribisnis

Penelitian agribisnis juga telah banyak dilakukan terhadap beberapa

komoditi antara lain yaitu padi, jagung, kedelai, kacang hijau, bawang merah,

coklat, hortikultura dan hortikultura organik.

7. Daya Tahan Pestisida di dalam tanah

Penelitian degradasi pestisida di dalam tanah juga telah dilakukan, hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui kerusakan pestisida di dalam tanah yang

sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah.

8.Aplikasi Beta-Karoten sebagai pakan ternak

Konsentrat beta-karoten yang dihasilkan dari tongkol jagung yang telah

ditumbuhi oleh jamur Monilia sitophyla, setelah dilakukan sterilisasi

dicampurkan ke dalam pakan ayam akan mengurangi produksi lemak

abdominal pada ayam. Hal ini terlihat konversi pakan sebagai besar mengarah

ke pembentukan daging.

9. Budidaya Tumpangsari

Penelitian Budidaya tumpang sari juga telah dilakukan antara lain jagung

dengan kedelai, kacang tanah dengan jagung, dimaksudkan untuk peningkatan

produksi baik kuantitas maupun kualitasnya serta hemat biaya produksi.

10. Pemanfaatan pod husk kakao

Penelitian pemanfaatan pod husk kakao telah dilakukan untuk

menghasilkan bahan emulsifier antara lai yaitu CMC (Carboxymethyl

Cellulose), MC (Methyl Cellulose), HPC (Hydroxy Propyl Cellulose) dan

Page 26: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 26

pembuatan ekstrak pod husk kakao sebagai sumber Polifenol sebagai

antioksidan dan peroduksi gula cair.

Beberapa hasil penelian juga telah diusulkan sebagai HAKI (Hak

Kekayaan Intelektual) serta usulan patent.

Pengabdian Kepada Masyarakat

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat juga telah banyak dilakukan

namun tidak bisa disebutkan secara keseluruhan, antara lain yaitu :

1. Penanggulangan Penggerek Buah Kakao dilakukan di beberapa daerah yaitu

Kecamatan Palolo, Daerah Donggala, Daerah Pantai Barat dan beberapa daerah

yang lainnya.

2. Pembinaan Pengusaha Bakso telah dilakukan di Wilayah kota Palu.

3. Pembinaan Pengusaha Abon Ikan dan Abon Sapi dilakukan di Wilayah kota

Palu.

4. Pembinaan Pengusaha Bawang Goreng dilakukan di wilayah kota Palu.

5. Pembinaan dan Pembuatan Gula Semut dilakukan di Kecamatan Palolo.

6. Pembinaan dan Produksi VCO di wilayah Kabupaten Donggala dan Kota Palu.

7. Pembinaan dan Produksi Olahan Salak dilakukan di Desa Sirenja.

8. Pembinaan UKM dan IKM pengrajin Chocolate bars dilakukan di wilayah kota

Palu.

Kesimpulan

Peran perguruan tinggi dalam mendukung inovasi teknologi sumberdaya lokal

selalu berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Bidang

Pendidikan/Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat. Beberapa

hasil penelitian telah banyak diaplikasikan kepada industri, UKM dan IKM serta

para pengrajin usaha rumah tangga.Beberapa hasil penelian juga telah diusulkan

sebagai HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) sertausulan patent.

Page 27: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 27

Manajemen Sumberdaya Manusia Dalam Akselerasi Diseminasi Inovasi

Teknologi Spesifik Lokasi

Padang Hamid

Ketua IKA SPP-SPMA Sidera Palu Provinsi Sulawesi Tengah

Abstrak

Provinsi Sulawesi Tengah secara geografis terletak pada wilayah timur Indonesia yang

beriklim tropis serta dilaluinya garis khatulistiwa merupakan suatu keuntungan

tersendiri di daerah, secara umum Sulawesi Tengah terdiri dari duabelas kabupaten dan

satu kota dengan Ibukota berpusat di Kota Palu. Untuk menunjang pertumbuhan

wilayah, sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan di Sulawesi Tengah

merupakan bidang yang sangat strategis dalam mendukung stabilitas pertumbuhan

wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, oleh Sebab Sumberdaya pertanian merupakan

sumberdaya yang dapat diperbaharui kembali (renewable) sehingga dapat dijamin dari

sisi suistainabilitasnya, Sektor pertanian dalam berbagai pengalaman telah terbukti

sangat berperan sebagai instrumen dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat

kecil serta mengurangi kesenjangan pendapatan, Bisnis komoditas pertanian cukup

prospektif dan menjanjikan. Hal ini dapat mendorong investasi baik bagi pengusaha

besar maupun masyarakat pedesaan. Pengembangan usaha pertanian di daerah akan

mengurangi ketergantungan dari wilayah lain termasuk impor, Potensi lahan yang cukup

tinggi memungkinkan pengembangan pertanian di Sulawesi Tengah secara besar-

besaran dan Elastisitas permintaan komoditas petanian terhadap pendapatan umumnya

tinggi sehingga permintaan komoditas pertanian akan sangat sensitif di masa yang akan

datang dengan semakin tingginya pendapatan masyarakat.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Manajemen, Sumberdaya, Inovasi, Teknologi

PENDAHULUAN

Provinsi Sulawesi Tengah secara geografis terletak pada wilayah timur

Indonesia yang beriklim tropis serta dilaluinya garis khatulistiwa merupakan suatu

keuntungan tersendiri di daerah, secara umum Sulawesi Tengah terdiri dari

duabelas kabupaten dan satu kota dengan Ibukota berpusat di Kota Palu. Dalam

menghadapi otonomi Daerah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 22 tahun

1999 diharapkan setiap daerah membuat perspektif dan menyusun rencana kerja

menerapkan dan mengembangkan wilayah secara mandiri yang dapat diwujudkan

dengan konstribusi daerah dari berbagai sektor ekonomi dan tentunya telah siap

dengan perangkat dan aparatur pemerintahan.

Sejalan dengan semangat otonomi daerah di satu sisi dan tantangan global di

sisi yang lain, maka untuk menjaga stabilisasi sosial-ekonomi wilayah Sulawesi

Page 28: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 28

Tengah secara utuh dalam jangka panjang diperlukan strategi menciptakan

keseimbangan dan keserentakan pertumbuhan antar sektor dan antar wilayah

sesuai dengan potensi, kendala, dan peluang masing-masing. Sektor-sektor

strategis yang dapat memberikan kontribusi dalam stabilisasi dan keberlanjutan

pertumbuhan wilayah harus dikelola secara sungguh-sungguh dan memadai.

Untuk menunjang pertumbuhan wilayah, sektor pertanian, peternakan,

perikanan, dan perkebunan di Sulawesi Tengah merupakan bidang yang sangat

strategis dalam mendukung stabilitas pertumbuhan wilayah Provinsi Sulawesi

Tengah, karena:

1. Sumberdaya pertanian merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui

kembali (renewable) sehingga dapat dijamin dari sisi suistainabilitasnya.

2. Sektor pertanian dalam berbagai pengalaman telah terbukti sangat berperan

sebagai instrumen dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat kecil serta

mengurangi kesenjangan pendapatan.

3. Bisnis komoditas pertanian cukup prospektif dan menjanjikan. Hal ini dapat

mendorong investasi baik bagi pengusaha besar maupun masyarakat pedesaan.

Pengembangan usaha pertanian di daerah akan mengurangi ketergantungan

dari wilayah lain termasuk impor.

4. Potensi lahan yang cukup tinggi memungkinkan pengembangan pertanian di

Sulawesi Tengah secara besar-besaran.

5. Elastisitas permintaan komoditas petanian terhadap pendapatan umumnya

tinggi sehingga permintaan komoditas pertanian akan sangat sensitif di masa

yang akan datang dengan semakin tingginya pendapatan masyarakat.

Untuk meningkatkan peran sektor pertanian sebagai penghela

pembangunan ekonomi nasional, Kementerian Pertanian telah menetapkan visi

pembangunan pertanian 2010 - 2014, yaitu “Terwujudnya pertanian industrial

unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan

kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor, dan kesejahteraan

petani”.

Target utama visi pembangunan pertanian ditujukan untuk mewujudkan

empat sukses pembangunan pertanian, yaitu: 1) pencapaian swasembada dan

swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan

nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta 4) peningkatan kesejahteraan petani.

Dalam rangka mewujudkan empat sukses pembangunan pertanian

tersebut, diperlukan dukungan ketersediaan sumberdaya manusia pertanian yang

profesional, kreatif, inovatif, dan berwawasan global. Dukungan tersebut

dilakukan melalui pemantapan sistem penyuluhan, pemantapan sistem pelatihan,

revitalisasi sistem pendidikan, standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian serta

pemantapan sistem pelayanan administrasi dan pelayanan teknis.

Pemantapan dan revitalisasi sistem tersebut ditujukan untuk: 1)

Page 29: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 29

menumbuhkembangkan kelembagaan penyuluhan, kelembagaan petani dan

usaha tani; 2) meningkatkan kapasitas aparatur pertanian dan kompetensi non

aparatur pertanian melalui penyuluhan, pelatihan, pendidikan, standardisasi dan

sertifikasi profesi pertanian; 3) mengembangkan kelembagaan penyuluhan,

pelatihan, dan pendidikan pertanian baik milik pemerintah maupun masyarakat;

serta 4) meningkatkan kualitas pelayanan administrasi dan pelayanan teknis.

Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan adalah pendidikan non formal diluar bangku sekolah untuk

melatih dan mempengaruhi petani (dan keluarganya) agar menerapkan praktek

maju dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, manajemen

penyimpanan dan pemasaran. Tujuannya tidak hanya memperhatikan pendidikan

dan percepatan penerapan praktek maju tertentu, tetapi juga mengubah

pandangan petani, sehingga ia lebih bersedia menerima dan atas prakarsanya

sendiri terus-menerus mencari cara untuk memperbaiki usaha taninya.

Penyuluhan adalah suatu sistem atau pelayanan yang diarahkan untuk membantu

masyarakat petani melalui proses pendidikan, memperbaiki tingkat kehidupan

mereka, serta meningkatkan pendidikan dan standar sosial kehidupan pedesaan

(Farquhar dalam Hawkins et al., 1982).

Penyuluhan sebagai pendidikan diluar sekolah untuk keluarga tani di

pedesaan, dengan cara belajar sambil berbuat sehingga mereka menjadi mau,

tahu dan mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi secara baik,

menguntungkan serta memuaskan. Jadi penyuluhan adalah suatu bentuk

pendidikan yang cara, bahan dan sasarannya disesuaikan dengan keadaan,

kebutuhan, dan kepentingan sasaran. Karena sifatnya yang demikian itu maka

penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal.

Tujuan penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasarannya. Hal

ini merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat

secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia. Dengan

demikian penyuluhan merupakan rangkaian proses perubahan perilaku di

kalangan masyarakat agar mereka memiliki pengetahuan, kemauan dan

kemampuan serta memiliki keterampilan dalam melaksanakan perubahan-

perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan

kesehjateraan masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian.

Proses pendidikan dan dorongan yang dilakukan pada penyuluhan

pertanian ditujukan pada: (a) menimbulkan perubahan dalam hal pengetahuan,

kecakapan, sikap, dan motif tindakan kepada petani kearah tujuan yang telah

ditentukan; (b) menuntun, mempengaruhi pikiran, perasaan dan kelakuan para

petani kearah mencapai jarak dan tingkat semangat yang lebih baik; (c)

Page 30: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 30

menimbulkan dan memelihara semangat para petani supaya selalu giat

memperbaiki usahataninya; dan (d) membantu para petani agar mereka mampu

memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Secara

lebih detail, Rivera (1988), menjelaskan bahwa penyuluhan pertanian terdiri atas

tiga komponen yaitu: (a) kinerja pertanian; (b) pembangunan masyarakat

pedesaan; dan (c) pendidikan non formal secara komprehensif untuk masyarakat

pedesaan.

Sistem kerja penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugas-tugas

pokoknya sebagai penyuluh pertanian baik berhadapan langsung dengan

khalayak sasaran (petani) maupun unsur-unsur pendukung lainnya seperti

aspirasi petani dan keluarganya, kebijaksanaan pembangunan pertanian, program

penyuluhan pertanian, sumber informasi teknologi, inovasi sosial ekonomi serta

pendekatan, metode, teknik penyuluhan pertanian harus mampu menampilkan

kelangsungan proses belajar-mengajar, yang dilandasi dengan interaksi,

komunikasi dan penampilan berbagai aspirasi dalam kegiatan usahatani (Adjid,

1994). Untuk itu diperlukan sistem penyuluhan yang partisipatif, dengan

komitmen bekerja berdasarkan kebutuhan petani dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup masyarakat.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan disatu sisi memberikan

kepastian hukum tentang peran penyuluhan diberbagai bidang (pertanian,

perikanan dan kehutanan), tetapi disisi lain juga menyisakan permasalahan

mendasar seperti penyiapan sumberdaya manusia penyuluh. Sumberdaya

manusia yang handal akan mampu meningkatkan kinerja pelayanan kepada

masyarakat. Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam

reformasi ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan

memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan

global yang selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting

yang menyangkut kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu

mendapatkan perhatian yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua

sumberdaya tersebut merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan

program pembangunan pertanian.

Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam

memajukan pertanian di Sulawesi Tengah. Penyuluh yang siap dan memiliki

kemampuan dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya. Kinerja adalah

prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu

organisasi.

Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu: (a)

bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik

Page 31: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 31

tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang

termasuk penyuluh pertanian; dan (b) bahwa kinerja penyuluh pertanian

merupakan pengaruh dari situasional di antaranya terjadi perbedaan pengelolaan

dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di setiap kabupaten yang menyangkut

beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan

pembiayaan (Jahi dan Leilani, 2006).

Kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh pertanian untuk

meningkatkan kinerjanya, adalah: (a) kemampuan untuk berkomunikasi yaitu

kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan berinteraksi dengan

masyarakat sasarannya; (b) sikap penyuluh antara lain sikap menghayati dan

bangga terhadap profesiny, sikap bahwa inovasi yang disampaikan benar-benar

merupakan kebutuhan nyata sasarannya, dan sikap menyukai dan mencintai

sasarannya dalam artian selalu siap memberi bantuan dan melaksanakan

kegiatan-kegiatan demi adanya perubahan-perubahan pada sasaran; (c)

kemampuan pengetahuan penyuluh, yang terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta

nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi yang disampaikan, latar belakang

keadaan sasaran; dan (d) karakteristik sosial budaya penyuluh (Berlo et al.,

1960).

Departemen Pertanian (2003), merinci standar kinerja seorang penyuluh

dapat diukur berdasarkan 9 (sembilan) indikator keberhasilan yakni: (a)

tersusunnya programa penyuluhan pertanian; (b) tersusunnya recana kerja

tahunan penyuluh pertanian; (c) tersusunnya data peta wilayah untuk

pengembangan teknologi spesifik lokasi; (d) terdesiminasinya informasi

teknologi pertanian secara merata; (e) tumbuh kembangnya keberdayaan dan

kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha; (f) terwujudnya kemitraan

pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan; (g) terwujudnya akses

pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi, dan sarana

produksi; (h) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di

wilayahnya; dan (i) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama.

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kinerja penyuluh tersebut,

maka disimpulkan bahwa kinerja penyuluh adalah prestasi kerja yang dicapai

seorang penyuluh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh.

Konsep Agribisnis

Agribisnis berasal dari akar kata agriculture yang berarti pertanian, dan

bisnis yang artinya usaha komersial. Jadi agribisnis merupakan bisnis dalam

bidang pertanian atau usaha pertanian yang dilaksanakan secara bisnis dengan

menggunakan prinsip-prinsip komersial.

Page 32: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 32

Banyak para pakar melontarkan pengertian agribisnisi dari sudut pandang

yang berbeda-beda, sehingga muncul pengertian agribisnis yang antara lain:

1 Agribisnis merupakan agroindustri, yaitu industri yang memproduksi alat-alat

pertanian, seperti: traktor, spreyer dan sebagainya.

2 Agribisnis merupakan usaha dibidang agroindustri hilir (industri yang

mengolah hasil-hasil pertanian).

3 Agribisnis merupakan gabungan antara agroindustri hilir dan hulu.

4 Agribisnis merupakan bisnis yang berskala besar di bidang usahatani

(misalnya: perkebunan)

Selain itu, Davis dan Goldberg dalam Masyhuri (1994) mengemukakan

agribisnis merupakan penjumlahan semua kegiatan yang berkecimpung dalam

pabrik dan distribusi alat/bahan untuk pertanian, proses produksi pertanian,

pengolahan, penyimpanan dan distribusi hasil ke konsumen.

Konsep agribisnis merupakan suatu konsep yang utuh mulai dari proses

produksi, pengolahan hasil, pemasaran, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan

pertanian. Pakar lain, seperti: Soekartawi (1991); Downey dan Erickson (1992);

Masyhuri (1992), agribisnis adalah satu kesatuan kegiatan besar yang meliputi

“salah satu atau keseluruhan” dari mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan

pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Maksud dari

“ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas” adalah kegiatan usaha

yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh

kegiatan pertanian.

Dari semua pengertian agribisnis tersebut, maka sistem agribisnis dapat

dikelompokkan atas 4 subsistem yakni (1) subsistem input, (2) subsistem

usahatani, (3) subsistem output, dan (4) subsistem penunjang. Subsistem Input

meliputi penyediaan sarana produksi, seperti: benih/bibit unggul bermutu, pupuk,

pakan, pestisida, obat-obatan, dan alat-alat pertanian. Subsistem Usahatani,

meliputi proses produksi sampai menghasilkan komoditas primer, seperti:

tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Subsistem

Output, meliputi: perlakuan prosesing dan pemasaran yaitu pendistribusian

produk atau penjualan secara borongan atau eceran kepada konsumen akhir.

Subsistem Penunjang yaitu semua jasa yang dibutuhkan untuk membantu

pelaksanaan ketiga subsistem lainnya, seperti: lembaga keuangan (Bank), para

peneliti (pakar), PPL dan pengusaha (Investor). Lebih jelasnya, ke-4 subsistem

itu terlihat pada Gambar 1.

Page 33: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 33

Swalayan Restoran Lembaga

Industri Bahan Pangan Perdagangan Dll

Meliputi :

1. Tanaman Pangan

2. Perkebunan

3. Kehutanan

4. Peternakan

5. Perikanan

SUBSISTEM

INPUT

Sarana Produksi:

bibit, pupuk, pakan,

alat/mesin, dll)

SUBSISTEM

USAHATANI

SUBSISTEM

PENUNJANG

SUBSISTEM

OUTPUT

(PROSESING)

Gambar 1. Sistem Agribisnis

Dari Gambar tersebut dapat diuraikan bahwa kegiatan Subsistem Input

(misalnya pabrik pupuk) dapat berjalan lancar jika ditunjang dengan dana (Bank),

dan kualitas pupuk semakin baik jika para peneliti (pakar di bidang pupuk)

bekerja secara profesional. Demikian halnya dengan subsistem lain, akan semakin

lancar aktivitasnya jika ditunjang dengan dana dan jasa lainnya yang terlibat

dalam pengembangan agribisnis. Jadi, keempat subsistem agribisnis hendaknya

bekerja sama untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan sampai dengan

tepat waktu di tangan konsumen akhir. Artinya, agribisnis merupakan sektor

perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi pengusaha

tani dan memasarkan, memroses serta mendistribusikan produk usahatani ke

konsumen akhir.

Untuk mewujudkan hal itu semua, maka para pelaku agribisnis harus

membentuk kelompok dan kelompok itu hendaknya berbadan hukum agar mampu

mengakses lembaga keuangan. Hal itu bisa terlaksana karena tindakan para

pengusahatani cukup rasional dalam mengelola bisnisnya (Schultz, 1984).

Agribisnis terwujud, jika ketiga komponen (Pemerintah, Swasta, dan

Petani/Kelompoktani) saling mendukung dan menunjukkan peranannya masing-

masing, seperti:

1 Pemerintah (birokrasi); (a) memberikan fasilitas kredit dengan bunga rendah

kepada petani (kelompok tani), dan (b) memberikan bimbingan/penyuluhan

teknis dan ekonomis kepada petani (kelompok tani).

Page 34: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 34

2 Swasta (Pengusaha/Super market/ Swalayan); (a) mau bermitra dengan

petani (kelompok tani) dengan menganut prinsip saling tergantung, dan

saling menguntungkan, dan (b) mengutamakan untuk membeli produk

dalam negeri.

3 Petani (kelompok tani/Produsen); (a) membentuk kelompok tani yang

berbadan hukum, (b) mengadopsi dan menerapkan teknologi maju, dan (c)

menghasilkan produk sesuai dengan standar mutu (Antara, 2001).

Manajemen Sumberdaya Manusia dalam akselerasi diseminasi inovasi

teknologi melalui Konsep Agribsnis

Percepatan proses penyampaian dan adopsi teknologi pertanian kepada

pengguna, pada tahun 2005 diluncurkan Program Rintisan dan Akselerasi

Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Pelaksanaan Prima

Tani pada intinya adalah membangun suatu model percontohan Agribisnis

Industrial Pedesaan (AIP). Model AIP diimplementasikan dengan lima

pendekatan yaitu agroekosistem, agribisnis,wilayah, kelembagaan dan

pemberdayaan masyarakat. Tahapan pelaksanaan Prima Tani meliputi:

perencanaan, pembentukan organisasi pelaksana, sosialisasi program, pelaksanan

kegiatan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi dan pembinaan. Selanjutnya

pelaksanaan kegiatan lapangan terdiri dari survei sumberdaya lahan dan air,

pelaksanaan PRA dan baseline survey, penyusunan rancang bangun laboratorium

agribisnis serta implementasi inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Adopsi

inovasi teknologi dalam Prima Tani dilakukan secara langsung dan tidak langsung

yaitu melalui gelar teknologi, demplot, temu lapang, sekolah lapang, lokakarya

serta penyediaan media informasi dan klinik agribisnis (juknis, majalah, liptan,

lefalet, brosur, poster dll).

Konsep agribisnis industrial pedesaan juga dapat dilakukan melalui

pendekatan pengembangan kawasan agribisnis pertanian yang dirumuskan dari

partisipasi semua stakeholder pembangunan kawasan agribisnis pertanian di

Provinsi Sulawesi Tengah. Pelibatan stakeholder tersebut dimaksudkan untuk

mempercepat proses pencapaian tujuan kemandirian kawasan agribisnis pertanian.

Stakeholder yang dilibatkan adalah Perguruan Tinggi dan Balitbangda,

Pemerintah Daerah (BAPPEDA) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP), Dinas atau SKPD terkait, Masyarakat (petani, peternak, nelayan,

pedagang, wiraswasta), dan Swasta atau Koperasi bidang pertanian.

Manajemen sumberdaya manusia melalui konsep ini dapat dilihat pada

Gambar di bawah yang menunjukkan bahwa dalam model terdapat Pusat Studi

Agribisnis Pertanian (PSAP) yang menjadi pusat pengembangan kawasan

sekaligus menjadi simpul jaringan kerjasama (networking) dari stakeholder

pembangunan kawasan agribisnis tersebut. Selain itu, ada empat aliran utama ke

Page 35: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 35

PSAP yaitu aliran inovasi dari Perguruan Tinggi, aliran kebijakan dan kapital dari

dinas atau SKPD terkait, aliran kapital dan pelayanan dari Pemerintah Daerah, dan

aliran sarana produksi dan hasil dari dan ke Swasta/Koperasi. Selanjutnya, terjadi

banyak keterhubungan antara satu stakeholder dengan stakeholder lainnya,

sehingga model ini terlihat seperti “bumi” yang dalam hal ini PSAP yang

dikelilingi oleh beberapa “satelit”.

Gambar 2. Model Pengembangan Kawasan Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah

(Dikutip dari Model Master Plan Pengembangan Peternakan NAD 2006-2011)

Adanya PSAP dalam model ini, selain merupakan pembeda dengan model

lain yang ada juga menunjukkan adanya kesinambungan pemanfaatan kinerja dari

pengembangan kawasan agribisnis, sekaligus menjadi pendorong utama

DINAS/SKPD TERKAIT

SULAWESI TENGAH

KELOMPOK

KOPERASI

SWASTA DI

SULAWESI

TENGAH

PETANI PETANI

PUSAT

STUDI

AGRIBISNIS

PERTANIAN

(PSAP)

PERGURUAN

TINGGI

DI SUL-TENG

PEMERINTAH DAERAH

Aliran

Inovasi

Aliran

sarana

produksi

dan hasil

Aliran kapital

dan pelayanan

Aliran

kebijakan

dan kapital

Kebijakan dan

kapital

Inovasi dan

rekomendasi

Laboratorium

Bisnis

Wirausaha

Kajian

Inovasi

Iklim Bisnis

Penumbuhan

Ekonomi

Sektor Riil

Kelembagaan

Bisnis

Kebijakan

Wilayah

Kebijakan

Sektoral

Page 36: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 36

pertumbuhan. PSAP ini dirancang sebagai usaha pertanian seperti yang dilakukan

oleh petani, yang dikelola oleh petani, peternak dan nelayan yang memiliki

pendapatan harian diluar hasil pertaniannya. Namun, khusus PSAP dikelola oleh

petani maju, sedangkan di petani adalah dikelola oleh petani yang telah mendapat

sertifikat dari PSAP.

DAFTAR PUSTAKA

Adjid, D. A. 1994. Posisi Penyuluhan Pertanian Dalam Dinamika Respon

Usahatani terhadap Tantangan Kemajuan. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Antara, Made. 2001. Kelembagaan Pertanian Salah Satu Kunci Keberhasilan

Dalam Agribisnis. Disampaikan pada Pelatihan/Sosialisasi

Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) Propinsi Sulawesi

Tengah, di Palu, 9 –13 Nopember. 2001.

Berlo, D. K. 1960. The Process Of Communication Holt Rinehart And Winston

Inc. New York.

Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Umum Penyuluhan Pertanian dalam

Bentuk Peraturan Perundangan Tentang Jabatan Fungsional

Penyuluhan Pertanian dan Angka Kreditnya. Jakarta: Badan

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Downey, W.D dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua.

Erlangga. Jakarta.

Hawkins, H. S., A. M. Dunn, dan J. W. Cary. 1982. A Course Manual in

Agricultural and Livestock Extension. Volume 2: The Extension

Process. AUIDP. Canbera.

Jahi, Amri dan Ani, Leilani. 2006. Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa

Kabupaten, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan. Vol. 2 No.2.

Masyhuri. 1992. “Konsep dan Peranan Agribisnis Indonesia”. Dalam Primordia

Edisi VII 1992.

Masyhuri. 1994. “Pengembangan Agribisnis di Indonesia”. Dalam Empirika No.

14/1994.

Page 37: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 37

Mayunar, Zuraida Yursak dan Ratna Wulandari, 2011. PRIMA TANI : Terobosan

Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian “Adanya sinkronisasi,

koordinasi, intensif, kesungguhan dan keberlanjutan membuat

pendapatan petani dan perekonomian wilayah menggeliat" BPTP

Banten.

Rivera, W. M. 1988. “An Overview of Agricultural Extension Systems”. Di dalam

Teknologi System for Small Farmers Issues and Options. Diedit

oleh Abbas M. Kesseba. Westview Press. London.

Schultz. 1984. Agricultural Development in the Third World. The Johns

Hopkins University Press. Baltimore and London.

Soekartawi, 1991. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta

Page 38: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 38

Kebijakan Anggaran Mendukung pembangunan Pertanian di Sulawesi

Tengah

Aminuddin Ponulele

DPRD Provinsi Sulawesi Tengah

Abstrak

Sektor pertanian memilki peran penting dalam pembangunan nasional dimana

hamper 80 % bangsa ini mata pencahariannya bergerak disektor pertanian. Hal ini

menjadi kekautan besar dalam mementukan arah kebijakan pembanguanan pertanian

kedepan. Sebagai pemerintah daerah memandang penting bahwa pembanguan sektor

pertanian harus menjadi sector andalan di Sulawesi Tengah karena menjadi primadaona

karena disampiang penghasil devisa Negara juga dapat meningkatkan taraf hidup para

masyarakat petani yang ada di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci, Kebijakan Anggaran sector pertanian

Pendahuluan

Pembangunan pertanian merupakan suatu sector yang sangat penting untuk

dikembangkan menginga thampir 80% rakyat Indonesia bermata pencaharian

sebagai petani.Jumlah masyarakat yang bergerak disektor pertanian ini bias

menjadi suatu kekuatan besar bilamana bias menentukan arah kebijakan pertanian

yang jelas. Tentu saja sector ini harus mendapat perhatian pemerintah dan menjadi

skalaprioritas utama sebagai sektor yang dapat menjadi primadona bagi

penghasilan devisa Negara sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup para petani.

Bagi pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Legislatif

memandang bahwa pembangunan pertanian di provinsi Sulawesi Tengah harus

menjadi sektor Andalan mengingat bahwa potensi dan lahan pertanian di Provinsi

Sulawesi Tengah masih sangat luas dan terbuka lebar untuk dikelola secara

modern sehingga menghasilkan produk - produk Unggulan yang dapat menjadi

kebanggaan masyarakat serta pemerintah yang pada akhirnya menjadi sumber

penghasilan masyarat. Namun demikian, untuk mencapai hal tersebut, tantangan

dan masalah di Bidang pertanian masih sangat banyak dan belum bisa diatasi baik

Page 39: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 39

secara nasional maupun daerah. Beberapa masalah dan tantangan yang masih kita

hadapi dewasa ini adalah :

Impor hampir semua produk pertanian

Asean Economic Community (AEC 2015).

Daya saing produk pertanian

Kelembagaan

Arah Kebijakan Pembangunan Pertanian di Sulawesi Tengah

Pada dasarnya, pembangunan pertanian nasional memerlukan arah kebijakan

yang komprehensif dan terintegrasi sebagai satu lingkungan kebijakan (policy

environment). Kebijakan Kementerian Pertanian dan sinergi lintas sektor pada

tataran pemerintah pusat diintegrasikan dengan kebijakan pemerintah daerah di

level messo.Pada konteks ini, telah diupayakan implementasi mekanisme

perencanaan program pembangunan pertanian yang terdesentralisasi

(Decentralized Action Plan) sejalan dengan kondisi otonomi daerah saat ini,

termasuk dengan telah mencermati dinamika perubahan iklim. Integrasi kebijakan

ini lebih lanjut disinergikan dengan kebutuhan masyarakat di level mikro dengan

mencermati kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, serta in-formal rules

berupa norma-norma yang berlaku dalam relasi informal masyarakat lokal.

Arah dan tren ekonomi dunia yang bergerak dan terus berkembang di

kawasan Asia, ekonomi Indonesia yang memperlihatkan kemajuan di kawasan

Asia dan ASEAN sehingga diprediksikan bisa menjadi salah satu kekuatan

ekonomi dunia. Berbagai tantangan yang didapati tersebut tidak bisa dihindari

karena akan kita hadapi sebagai suatu Negara yang terlibat dalam kawasan

maupun terlibat dalam percaturan dunia. Harus ada suatu kebijakan yang dapat

mengatasi serta menghadapi tantangan tersebut bilamana kita ingin dihargai

dengan Negara-negara lainnya.

Dengan demikian, dalam konteks Provinsi Sulawesi Tengah, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah sebagai salah satu fungsi Legislatif yakni penggaran,

Maka sudah sepatutnya legislative memberikan perhatian dan dukungan pada

Page 40: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 40

pembangunan pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah. Dukungan ini mutlak

dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan alasan bahwa Luas wilayah Provinsi

Sulawesi Tengah dan masih tersedianya lahan pertanian produktif memungkinkan

tumbuh sebagai daerah penghasil komoditi unggulan pertanian dan salah satunya

adalah Kabupaten SIGI. Dengan pertimbangan dan berdasarkan pada tugas

wewenang legislatif, maka legislative menetapkan anggaran dan membuat

legislasi/peraturan yang berkaitan dengan bidang pertanian. dukungan ini

diharapkan mampu menjadikan pertanian sebagai sektor unggulan dan primadona

kawasan.

Page 41: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 41

Jarak Pagar Dan Potensi Lahan Untuk Pengembangannya Di Kutai Barat

Munawwarah T. dan M. Hidayanto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

Jl. PM. Noor-Sempaja, Samarinda

Email: [email protected] dan [email protected]

Abstrak

Minyak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) sangat prospektif untuk menggantikan

minyak diesel. Kalimantan Timur dengan luas wilayah sekitar 21 juta ha mempunyai

daratan sekitar 17 juta ha, memiliki lahan kering pada topografi datar hingga berbukit

(3%-30%) sekitar 10 juta ha, dan lahan pada topografi bergunung (>30%) 7 juta ha.

Dari luasan tersebut terdapat 7,2 ha yang dapat dikembangkan untuk tanaman jarak

pagar (sekitar 3,5 juta ha sangat sesuai, sekitar 0,7 juta ha sesuai, dan sekitar 2,9 juta

ha sesuai marginal). Potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan jarak pagar di

Kabupatan Kutai Barat yang termasuk dalam klas sangat sesuai (S-1) seluas 44.389 ha,

klas sesuai (S-2) 73.603 ha, dan klas kurang sesuai/sesuai marginal (S-3) 4.276 ha. Pada

tahun 2008 telah dimulai pengembangan budidaya tanaman jarak pagar varietas IP-1P

di Kabupaten Kutai Barat seluas 2 ha dan sampai sekarang telah berkembang di 10

kecamatan.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci : Jatropha curcas L., potensi lahan, Kutai Barat

PENDAHULUAN

Pengembangan BBN (Bahan Bakar Nabati) telah ditetapkan oleh

pemerintah dengan cara pembentukan desa mandiri energi, mengembangkan

bahan tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk BBN sesuai potensi daerahnya,

dan pembentukan zona-zona BBN khusus. Untuk mendukung program tersebut

pemerintah telah mengeluarkan Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan

Energi Nasional yang menetapkan bahwa konsumsi energi nasional pada tahun

2025 akan dipenuhi dari sumber BBN lebih dari 5%. Kebijakan tersebut

ditindaklanjuti oleh Inpres No.1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan

Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Cair. Beberapa jenis tanaman yang

mengandung minyak dapat dimanfaatkan sebagai sumber BBN.

Cadangan minyak bumi Indonesia sebagai sumber energi semakin

berkurang sedangkan konsumsi BBM untuk transportasi, listrik, dan kebutuhan

rumah tangga semakin naik, dan diikuti meningkatnya harga minyak bumi dunia.

Oleh karenanya sudah saatnya dikembangkan sumber energi alternatif terbarukan

berbahan baku minyak nabati, yaitu biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar

dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar.

Page 42: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 42

Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati di Indonesia dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel cukup banyak, antara lain: minyak

kelapa, kelapa sawit, kemiri, kacang tanah, dan jarak pagar. Salah satu sumber

minyak nabati sangat prospektif yang telah mendapat perhatian untuk diteliti dan

dikembangkan di daerah tropika adalah tanaman jarak pagar (Jatropa curcas L).

Minyak jarak pagar tidak termasuk dalam kategori minyak makan, sehingga

pemanfaatan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel tidak akan mengganggu

stok minyak makan nasional.

Minyak jarak pagar dihasilkan dengan mengekstrak biji keringnya baik

secara mekanis maupun kimiawi. Minyak jarak pagar mempunyai komposisi

trigliserida yang mirip dengan minyak kacang tanah. Kadar minyak jarak pagar

yang terkandung dalam bijinya (whoole seed) adalah 30-40%, sedangkan daging

bijinya (kernel) 40-50% dengan potensi produksi 1.590 kg minyak/ha/th

(Soerawidjaja et al., 2005 dalam Hadipernata et al., 2006). Berbeda dengan

minyak nabati lainnya, komponen terbesar minyak jarak pagar adalah trigliserida

yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat (Hambali, et al., 2006). Selain

daging bijinya yang dapat dipres untuk menghasilkan minyak, bagian tanaman

yang lain seperti tempurung biji, daun, dahan, ranting, dan kulit buah dapat diolah

menjadi arang aktif, kompos, dan sabun.

Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan bakar kompor dan juga

minyak lampu untuk keperluan rumah tangga diharapkan dapat mengurangi

ketergantungan pada penggunaan minyak tanah yang harganya diduga akan terus

meningkat dan akan tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan

menengah. Pemanfaatan minyak jarak pagar diharapkan juga dapat mengurangi

penggunaan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga khususnya di pedesaan

dapat berdampak buruk terhadap kelestarian hutan dan lingkungan.

Di tingkat pedesaan, metode transesterifikasi (salah satu tahap dalam

pengepresan biji jarak) masih sulit dilakukan oleh masyarakat awam karena

memerlukan teknologi dan peralatan yang cukup mahal. Oleh karena itu perlu

pendekatan yang berbeda supaya masyarakat awam dapat memanfaatkan minyak

jarak pagar secara lebih mudah. Salah satu metode yang dilakukan dengan

menggunakan kompor bertekanan (kompor yang biasa dijual dipasar tradisional)

yang menggunakan minyak jarak pagar dicampur dengan minyak tanah sebagai

bahan bakarnya. Hasil penelitian Hadipernata et al, (2006) menunjukkan bahwa

perbandingan minyak jarak dan minyak tanah dengan perbandingan 62,5%:37,5%

akan memberikan warna api biru dengan sedikit warna merah, dan masih menyala

dengan lama waktu lebih dari 55 menit. Selain itu jumlah asap lebih sedikit

dibandingkan jika menggunakan100% minyak tanah. Komposisi 62,5%:37,5%

dapat mendidihkan 1 liter air dalam jangka waktu 5,5 menit. Makalah ini akan

Page 43: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 43

menguraikan tentang jarak pagar dan potensi lahan untuk pengembangannya di

Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten Kutai Barat.

Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan jenis tanaman semak atau

pohon yang tahan terhadap kekeringan sehingga tahan hidup di daerah dengan

curah hujan rendah. Tanaman dari keluarga Euphorbiaceae ini banyak ditemukan

di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara dan India. Jarak pagar dapat

diperbanyak dengan stek. Sesuai dengan namanya, tanaman ini awalnya secara

luas ditanam sebagai pagar untuk melindungi lahan dari serangan ternak. Jarak

pagar merupakan tanaman sukulen yang meranggas selama musim kemarau.

Tanaman ini sering digunakan sebagai pengendali erosi ini beradaptasi dengan

baik di daerah yang gersang dan agak tandus.

A. Budidaya Jarak Pagar

1. Syarat Tumbuh

Pertumbuhan jarak pagar sangat cepat. Waktu yang paling baik untuk

menanam jarak pagar adalah sebelum musim hujan. Tanaman jarak pagar

tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan

laut (dpl). Tanaman ini dapat tumbuh pada curah hujan 300 - 2.380 mm/tahun

dengan curah hujan optimum 625 mm/tahun. Tanah gembur sangat sesuai

untuk tanaman jarak pagar sehingga pertumbuhan kurang baik jika ditanam

ditanah yang padat (liat). Temperatur rata - rata yang dibutuhkan jarak pagar

adalah 20-28°C. Tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, antara

lain di tanah berbatu, tanah berpasir, tanah liat, dan bahkan di tanah yang

kurang subur (Hambali et al., 2006).

2. Perbanyakan Tanaman

a. Biji

Perbanyakan tanaman jarak pagar bisa dilakukan dengan biji dan

setek. Biji jarak pagar tidak dapat disimpan terlalu lama. Jika disimpan

lebih dari 15 bulan, daya berkecambahnya akan kurang dari 50 %.

Perkecambahan biji di persemaian memerlukan waktu 10 hari. Jika

perbanyakan menggunakan biji, perakaran tanaman yang akan dihasilkan

cenderung kuat. Perbanyakan dengan biji waktu panen lebih lama dari

pada setek, karena memerlukan waktu kecambah sekitar 1 minggu.

b. Setek

Perbanyakan tanaman jarak pagar dengan setek dapat dilakukan

menggunakan stek dengan panjang sekitar 30 cm batang tua. Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan setek 30 cm

menghasilkan lebih banyak akar dan daya tahannya lebih baik daripada

setek 15 cm. Perbanyakan menggunakan setek, sistem perakarannya lemah

Page 44: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 44

atau dangkal, tetapi tanaman lebih cepat dipanen daripada ditanam dengan

biji (Hambali et al., 2006).

3. Penanaman

Sebagai tanaman pagar atau untuk konservasi tanah, jarak tanam yang

dianjurkan adalah 15-25 cm diantara satu atau dua baris tanaman. Sedangkan

untuk usaha perkebunan (monokultur), terdapat beberapa alternatif jarak

tanam yang dianjurkan, yaitu 3 X 3 m atau 1.111 batang per hektar; 2,5 X 2,5

m atau 1600 batang per hektar; 2 X 2 m atau 2.500 batang per hektar; 2 X 1,5

m atau 3.333 batang per hektar; 1,5 X 1,5 m atau 4.444 batang per hektar; dan

jarak tanam 1 X 1m atau 10.000 batang per hektar. Pada jarak tanam 1 X 1m

akan menghasilkan ketinggian tanaman yang maksimal. Pada jarak tanam 1,5

X 1,5 m akan menghasilkan percabangan tanaman yang maksimal, sedangkan

jarak tanam 1,5 X 2 m akan menghasilkan produksi yang maksimal.

Jarak tanam yang lebar menyebabkan tanaman dapat berbuah lebih

banyak, sedangkan pada jarak tanam yang lebih rapat harus dilakukan

penjarangan. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan

curah hujan. Jika kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman sangat

bergantung pada ketersediaan air.

4. Pemeliharaan

Pemangkasan tanaman jarak pagar perlu dilakukan agar percabangannya

tumbuh banyak dan rimbun. Jika dikembangkan untuk perkebunan, selain

pemangkasan juga dilakukan penjarangan. Penjarangan diperlukan untuk

mengurangi terjadinya kompetisi diantara tanaman yang akan digunakan

sebagai sumber bibit atau setek. Pemangkasan dilakukan secara periodik.

5. Pemupukan

Tanaman jarak pagar memerlukan pupuk NPK. Hasil maksimal akan

diperoleh jika ditambahkan pupuk yang mengandung kalsium, magnesium

dan sulfur. Apabila tanah kekurangan nitrogen bunga akan gugur dan

produksi biji akan terganggu. Jika ditanam langsung menggunakan biji atau

persemaian dari polybag, direkomendasikan menggunakan pupuk Urea 20

gram, pupuk super fosfat (SP) 120 gram, dan pupuk KCl 16 gram.

Pemupukan dilakukan 2 kali setahun dengan 150 kg SP pada dosis pertama,

dan ditingkatkan sebesar 10 % tiap tahunnya serta dengan 180 kg NPK pada

dosis kedua.

6. Pembungaan dan Pembuahan

Jarak pagar termasuk tanaman dengan bunga uniseksual. Kadang-

kadang muncul bunga hermaprodit. Bentuk bunganya mirip cawan yang

Page 45: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 45

berwarna hijau kekuningan. Penyerbukan dilakukan oleh serangga.

Pembentukan buah memerlukan waktu 90 hari, dari pembungaan sampai biji

masak. Bunga betina 4-5 kali lebih banyak daripada bunga jantan. Produksi

bunga dan biji dipeganruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan

unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Jika dalam setahun

hanya terdapat satu kali musim hujan, pembuahan biasanya hanya terjadi

sekali setahun, tetapi jika tanaman diberi pengairan, pembuahan akan terjadi

sampai tiga kali dalam setahun. Buah jarak pagar berbentuk bulat, mempunyai

tiga rongga yang panjangnya 2 cm dan tebalnya 1 cm, berwarna kuning dan

akan berubah menjadi hitam jika sudah matang. Setelah tanaman berumur

lima tahun, tanaman dapat menghasilkan 4-12 ton biji/ha per tahun dengan

kadar minyak 40 %.

7. Panen

Panen buah dilakukan setelah biji masak, yaitu sekitar 90 hari setelah

pembungaan. Biji masak ditandai dengan kulit buah berwarna kuning

kecoklatan kemudian menjadi hitam. Pemanenan dilakukan terhadap biji yang

sudah berwarna hitam. Biji yang sudah dipanen sebaiknya disimpan dalam

suatu wadah yang rapat agar peningkatan kadar air pada biji tidak terjadi

sehingga dapat mencegah kerusakan biji.

8. Pengolahan

Biji yang telah dipanen dikeringanginkan kemudian dikupas untuk

memisahkan biji dari kulitnya. Biji yang telah dikupas langsung dipecah untuk

memisahkan tempurung biji dengan daging biji, kemudian dikeringkan dan

dipres menggunakan mesin pengepres untuk mendapatkan minyak. Minyak

yang masih kotor dimurnikan. Untuk menghasilkan biodiesel, minyak yang

telah dimurnikan dicampur dengan metanol guna mengurangi viskositas

(kekentalan) dan meningkatkan daya pembakaran. Biji jarak yang telah

dipanen harus segera diolah, karena penyimpanan akan menurunkan kadar

minyak biji.

B. Manfaat Tanaman Jarak Pagar

Semua bagian tanaman jarak pagar telah digunakan sejak lama dalam

pengobatan tradisional. Minyaknya digunakan sebagai pembersih perut

(pencahar), mengobati penyakit kulit, dan untuk mengobati rematik. Sari pati

cairan rebusan daunnya digunakan sebagai obat batuk dan antiseptik pasca

melahirkan. Bahan yang berfungsi sebagai penyembuhan luka dan peradangan

juga telah diisolasi dari bagian tanaman jarak pagar. Berbagai ekstrak dari biji

dan daun jarak pagar menunjukkan sifat antimoluska, antiserangga dan antijamur.

Phorbol ester dalam jarak pagar diduga merupakan salah satu racun utamanya.

Proses bioteknologi yang berhubungan dengan pemanfaatan jarak pagar,

antara lain perbaikan genetika tanaman, pengendalian pestisida biologis, ekstraksi

Page 46: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 46

minyak dengan enzim, fermentasi anaerob dari bungkil, pengisolasian bahan

antiperadangan dan enzim pereda luka (Tabel 1).

Tabel 1. Proses bioteknologi yang terlibat dalam pemanfaatan jarak pagar

Proses/produk Prinsip Referensi

Perbaikan dan perbanyakan

Genetika yang cepat

Kultur jaringan Machado et al., 1997

Pengendalian hama biologi Jamur Enthomopathogenous Grimm & Guharay,

1997

Ekstraksi minyak secara

Enzimatis

Protease, (hemi) Selulosa Winkler et al., 1997

Detoksifikasi biji Fermentasi dengan

R. oryzae

Trabi et al., 1997

Produksi biogas Fermentasi anaerob bungkil

Pengepresan dan kulit buah

Staubmann et al., 1997

Bahan anti peradangan Diisolasi dari daun Staubmann et al., 1997

Bahan penyebuhan luka Protease curcain dengan

getah

Nath & Dutta, 1999

Sumber: Gubitz et al., 1999

C. Potensi Lahan Untuk Pengembangan Jarak Pagar di Kutai Barat

Menurut Suharta et al. (2001) Kalimantan Timur yang terletak antara

113044’ BT, 4

024’ LU dan 2

025’ LS memiliki luas sekitar 21 juta ha, dengan luas

daratan ±17 juta ha. Penyebaran lahan kering di provinsi ini (sumber peta

eksplorasi 1:1.000.000), sebagian besar berada pada topografi datar hingga

berbukit (3% - 30%) sekitar 10 juta ha, dan bergunung (>30%) sekitar 7 juta ha.

Dari luas tersebut menurut Mulyani et al, (2006), terdapat sekitar 7,2 juta ha

potensial untuk pengembangan jarak pagar, diantaranya sekitar 3,5 juta ha sangat

sesuai, 0,7 juta ha sesuai, dan 2,9 juta ha sesuai marginal.

Pada tahun 2007 telah dilakukan kerjasama BPTP Kaltim dengan Dinas

Pertanian Kabupaten Kutai Barat dalam rangka melakukan pemetaan kelas

kesesuaian lahan di 10 Kecamatan dan uji adaptasi provenan unggul jarak pagar

yang direkomendasikan untuk wilayah iklim basah, yaitu IP-1P yang berasal dari

KIJP Pakuwon. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa IP-1P sangat sesuai ditanam

di Kabupaten Kutai Barat yang berada pada ketinggian 202 m dpl, jenis tanah

Andisol (Suharta, et al., 2000), dengan zona agroklimat B2 rata-rata curah hujan

2.379 mm/th (BPTP Kaltim, 2001). Kadar minyak yaitu 22,99 % (biji kering).

Page 47: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 47

Tabel 2. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar pada 10 Kecamatan di Kutai

Barat

Simbol Kelas Faktor Pembatas Luas

Ha %

Lahan sesuai

S1 Sangat sesuai 44.389 19,23

S2 oa

Cukup sesuai

Ketersediaan oksigen 1.026 0,44

S2 eh Bahaya erosi 113.190 49,04

S2 oa/rc Ketersediaan oksigen

dan media perakaran

60.654 26,28

S3 oa Sesuai marginal

Ketersediaan oksigen 4.080 1,77

S3 rc Media perakaran 196 0.08

Lahan tidak sesuai

N eh/tc Tidak sesuai Bahaya erosi dan

temperatur udara

6.824 2,96

Penggunaan Lainnya (X)

X2 Pemukiman 53 0,02

X3 Tubuh Air 422 0,18

Jumlah 230.834 100

Sumber: Munawwarah dan Mastur, 2008

PENUTUP

1. Arah kebijakan pengembangan tanaman jarak pagar sebagai tanaman

penghasil bahan bakar nabati adalah tersedianya sumber energi alternatif dari

biofuel yang dilakukan secara berkelanjutan, terdesentralisasi dan terintegrasi

antara kegiatan on farm dan off farm melalui pemanfaatan sumber daya yang

efisien, dan didukung dengan inovasi teknoloigi.

2. Kalimantan Timur memiliki luas sekitar 21 juta ha dengan luas daratan ±17

juta ha. Khusus di Kabupaten Kutai Barat, potensi lahan yang sesuai untuk

pengembangan jarak pagar yang termasuk dalam klas sangat sesuai (S-1)

seluas 44.389 ha, klas sesuai (S-2) 73.603 ha, dan klas kurang sesuai/sesuai

marginal (S-3) 4.276 ha, sehingga total luas lahan di Kutai Barat yang

potensial untuk pengembangan jarak pagar adalah sekitar 119.992 juta ha.

Page 48: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 48

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kaltim. 2001. Laporan Tahunan.

Hadipernata, Mulyana, Djayeng Sumangat dan Wisnu Broto. 2007. Pemanfaatan

Minyak Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) sebagai Bahan Bakar Pengganti

Minyak Tanah dalam Prosiding Lokakarya-II Status Teknologi Tanaman

Jarak Pagar (Jatropa curcas L.). Bogor, 29 Nopember 2006. Badan

Litbang Pertanian. Jakarta.

Hambali, E., Ani Suryani, Dadang, Hariyadi, Hasim Hanafie, Iman K.

Reksowardojo, Mira Rivai, M. Ihsanur, Prayogo Suryadarma, Soekisman

Tjitrosemito, Tatang H. Soerawidjaja, Theresia Prawitasari, Tirto Prakoso,

dan Wahyu Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Mulyani, A., F. Agus, dan D. Allorerung. 2006. Potensi Sumberdaya Lahan untuk

Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L) di Indonesia dalam Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 25 no:4. Badan Litbang.

Deptan. p.130-138.

Munawwarah, T dan Mastur. 2008. Kajian Produksi Jarak Pagar (Jatropa Curcas

L.) di Kutai Barat dengan Berbagai Jarak Tanam. Prosiding: Lokakarya

Nasional IV, Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar menuju

Kemandirian Energi. Malang.

Suharta, Siswanto, dan BH. Prasetyo. 2001. Sumberdaya Lahan Pulau Kalimantan

dalam Mendukung Pengembangan Wilayah. Seminar Hasil Penelitian

Puslitbangtanak. Bappeda Kalimantan Timur. Samarinda.

Page 49: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 49

Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi Pemanfaatan Limbah

Kakao Dan Ternak Sapi Di Kab. Parigi Moutong Sulawesi Tengah

Muh Amin dan Soeharsono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso No. 62 Biromaru

Abstrak

Luas pertanaman kakao di Sulawesi Tengah mencapai 195.725 ha, namun dari sisi

produksi terjadi penurunan selama beberapa tahun terakhir dimana pada tahun 2011

produksi kakako dari 186.875 ton menjadi 168.869 ton tahun 2012 terjadi penurunan

produksi sekitar 9%. Sementara untuk ternak sapi terjadi peningkatan populasi selama

dua tahun terakhir dimana pada tahun 2011 populasi sapi mencapai 211.769 ekor

menjadi 242.564 ekor pada tahun 2012, terjadi peningkatan populasi sekitar 8,7%.

Tujuan Kegiatan ini adalah : Mendiseminasikan inovasi teknologi berbasis integrasi

tanaman kakao dan ternak sapi, mempercepat dan memperluas adopsi inovasi teknologi

kakao dan ternak sapi di wilayah Kec. Sausu Kab. Parimo. Hasil yang dicapai dari

pemanfaatkan limbah tanaman kakao sebagai pakan tambahan memberikan

pertumbuhan bobot badan harian sapi sebesar 0,708 kg/ekor/hari. Sedangkan hasil

analisis pendapatan atas biaya pakan pada pemeliharaan sapi sebesar Rp. 643.249 dan

R/C sebesar 2,04. Sementara pendapatan pupuk organik dari limbah ternak sapi sebesar

Rp. 1.547.500 dengan R/C sebesar 2,19

-----------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Pemberdayaa, Inovasi teknologi kakao dan ternak sapi.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam mendukung kebijakan pembangunan pertanian, Badan Litbang

Pertanian terus mengembangkan berbagai program diseminasi hasil litkaji guna

memacu adopsi dan penerapan inovasi teknologi. Sugiarto, 2003. Menyatakan

bahwa keberhasilan pembangunan pertanian selalu diikuti oleh dukungan

kebijakan yang menyangkut penerapan teknologi, penggunaan sarana produksi,

jenis komoditas dan harga produk komoditas yang bersangkutan. Sejalan dengan

laju pembangunan pertanian yang dinamis seperti saat ini, pendekatan

penyampaian inovasi yang proaktif, progresif, kreatif dan visioner serta mampu

mengakomodasi perkembangan teknologi informasi terkini, menjadi sebuah

Page 50: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 50

keharusan. Mardikanto (1992) mengemukakan bahwa kecepatan adopsi inovasi

oleh seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: umur, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan usahatani, ukuran luas lahan, status kepemilikan

lahan, perilaku masyarakat, keberanian mengambil resiko, aktivitas mencari ide

atau informasi baru, dan sumber informasi yang digunakan. Penerapan inovasi

teknologi merupakan salah satu kunci utama dalam pemanfaatan sumberdaya

petani yang terbatas sesuai kondisinya masing-masing. Dengan penerapan inovasi

teknologi tepat guna diharapkan dapat dicapai peningkatan produksi,

produktivitas, peningkatan efisiensi dan mutu produk yang selanjutnya akan

membawa kepada peningkatan nilai tambah agribisnis bagi kesejahteraan

masyarakat petani.

Propinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi pertanian tanaman kakao

sebagai salah satu komoditas perkebunan unggulan yang berperan penting bagi

perekonomian daerah, maupun sebagai sember pendapatan petani dalam

memenuhi kebutuhan keluarganya. Luas areal pertanaman kakao di Sulawesi

Tengah mencapai 282.540 ha (16,27%) luas tanam kakao Nasional (terbesar)

dengan produksi 168.738 ton (17,97%) total produksi Nasional terbesar ke-2

setelah Sulawesi Selatan (Kementerian Pertanian, 2013). Burhanuddin, (2001)

menyatakan bahwa kulit biji kakao merupakan salah satu limbah dari buah kakao

yang berpotensi sebagai pakan sumber protein atau energi. Kulit biji kakao

mengandung protein kasar 19,27% dan energi bruto 4709 kkal/kg. Namun akhir-

akhir ini produksi kakao petani terjadi penurunan dimana pada tahun 2011

produksi kakako dari 186.875 ton menjadi 168.869 ton tahun 2012 (9%).

Sementara untuk ternak sapi terjadi peningkatan populasi selama dua tahun

terakhir dimana pada tahun 2011 populasi sapi mencapai 211.769 ekor menjadi

242.564 ekor pada tahun 2012, meningkat sekitar 8,7% (BPS Sulawesi Tengah

2013). Rendahnya produktivitas kakao ditingkat petani di akibatkan oleh kurang

optimalnya pemeliharaan tanaman kakako, serangan hama/penyakit serta

kurangnya pemupukan yang dilakukan oleh petani. Oleh karena itu dibutuhkan

inovasi teknologi yang mudah murah dan terjangkau oleh petani.

Page 51: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 51

Terkait dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai

"pabrik kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari

yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik

ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan

kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempurna (Mariyono at all.

2010 ). Petani dapat memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik

untuk pertanamannya sedangkan limbah tanaman dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak yang bernilia gizi tinggi. Kariyasa dan Kasryno (2004),

menyatakan bahwa usaha ternak sapi akan efisien jika manajemen pemeliharaan

diintegrasikan dengan tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri.

Ternak sapi menghasilkan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman,

sedangkan tanaman dapat menyediakan pakan bagi ternak itu sendiri.

METODOLOGI

Kegiatan dilaksanakan di wilayah Kec. Sausu, Kab. Parigi Moutong yang

merupakan salah satu sentra pengembangan kakao dan ternak sapi. Kegiatan ini

berlangsung sejak Agustus hingga Desember 2013. Setiap implementasi inovasi

teknologi diawali dengan penyampaian materi kemudian dilanjutkan dengan

praktek lapang terhadap inovasi teknologi yang diintroduksikan agar petani benar-

benar dapat memahaminya tidak hanya dari aspek kongnitifnya tetapi juga aspek

afektif dan phsikomotoriknya. Penyampaian inovasi teknologi dilakukan secara

partisipatif dengan metode sekolah lapang (SL). Dari setiap tahapan kegiatan

dilakukan pengumpulan data baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data

yang umumnya bersifat kualitatif dikumpulkan melalui wawancara semistruktur,

Focus Group Discussion (FGD) dan pengamatan langsung dilapangan

(observasi). Data dianalisis secara deskriptif melalui tabular analisis dan

intrepetatif. Untuk mengetahui bobo badan harian sapi meggunakan rumus Cole

1996, sementara kelayakan teknologi dilakukan analisis R/C ratio.

Page 52: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 52

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah

Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong memiliki luas wilayah 410,32

km2 dengan ketinggian 16 m dari permukaan laut. Secara geografis, wilayah

Kecamatan Sausu berbatasan dengan Kecamatan Balinggi dan Teluk Tomini di

sebelah utara, Teluk Tomini di sebelah timur, Kebupaten Poso di sebelah selatan

serta Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso di sebelah barat. Secara administrative

Kecamatan sausu memilki 10 desa yaitu Maleali, Sausu Piore, Sausu Torono,

Sausu Trans, Sausu Pakareme, Sausu Gandasari, Sausu Salubanga, Taliabo, Sausu

Tambu, Sausu Auma. Desa yang paling luas diwilayah kecamatan sausu adalah

desa Salubanga dengan luas mencapai 214,86 km2, sedangkan wilayah desa paling

kecil adalah Desa Talibao dengan luas 9,69 km2. Sementara jumlah penduduk

Kecamatan Sausu sebanyak 21.977 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berada di

Desa Sausu Trans, yang merupakan ibu kota kecamatan, sebanyak 5.781 jiwa atau

26,30 persen dari jumlah penduduk kecamatan. Potensi pertanian yang ada

diwilayah Kecamatan Sausu yang merupakan sumber utama perekonomian

masyarakat meliputi sektor perkebunan dengan luas 14.301 ha. Dari luas tersebut,

13.336 ha diantarnya merupakan perkebuaan kakao dengan produksi rata-rata

6.276 kg pertahun. Selanjutnya adalah persawahan dengan luas 1.204 ha,

sementara untuk sektor peternakan khususnya sapi sejumlah 699 ekor.

Karakteristik petani/peternak

Karakteristik petani/peternak merupakan sifat-sifat atau cirri-ciri yang

dimiliki dan melekat pada diri petani/peternak yang berhubungan dengan semua

aspek kehidupan dan lingkungannya. Saleh (1984) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa karakteristik warga desa yang nyata berhubungan dengan

bidang peternakan adalah mata pencaharian, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

keikutsertaan dalam pelaithan, jumlah anggota usia kerja dan tingkat penghasilan.

Untuk melihat karaktersitik petani/ternak yang ada di Desa Torono Kec. Sasusu

Kab. Parigi Moutong (Tabel 1) sebagai berikut:

Page 53: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 53

Tabel 1. Karakteristik petani/ternak di Desa. Sausu Torono Kec. Sausu tahun

2013.

Karakteristi Petani/Peternak Jumlah (orang) Persentase (%)

Umur (thn)

25-35

36-45

46-55

56-65

2

10

8

4

8.3

41.7

33.3

16.7

Pendidikan

SD

SMP

SLTA

SARJANA

15

4

5

0

62.5

16.7

20.8

0

Pemilikan lahan (ha)

< 1

1-2

3-4

> 4

8

16

0

0

33,3

66,6

0

0

Pemilikan Ternak (ekor)

< 4

4-5

6-7

> 7

8

14

0

2

33.3

50,0

0

8.3

Pengalaman Bertani (thn)

5-14

15-23

24-33

34-43

9

11

3

1

37,5

45,8

12,5

4,2

Pengalaman Beternak (thn)

5-14

15-23

24-33

34-43

14

8

0

2

38,3

33,3

0

8,3

Jumlah Tanggungan (org)

< 2

2-3

4-5

>5

1

10

12

1

4,2

41,7

50,0

4,2 Sumber : Data primer diolah 2013

Mayoritas umur petani kakao dan peternak sapi yang ada di Kec. Sausu

berkisar 36-45 tahun (41,7%) merupakan usia produktif dengan tingkat

pendidikan paling tinggi SD (62,5%). Pengalaman berusahatani kakao rata-rata

15-23 tahun sementara dalam pemeliharaan ternak rata-rata memiliki pengalaman

5 sampai dengan 15 tahun atau lebih dulu memelihara tanaman kakao dibanding

Page 54: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 54

beternak, walaupun ada diantara petani/peternak memiliki pengalaman yang

hampir bersamaan dengan berusahatani kakao. Jumlah tanggungan keluarga rata-

rata petani/peternak yang ada di Kec. Sausu Torono 4-5 orang dengan pemilikan

lahan seluas 1-2 Ha/KK atau sekitar 66,6%, dengan kondisi topografi datar hingga

berbukit dengan tingkat kesuburan tanah yang cukup berfariasi. Semakin lama

pengalaman petani/peternak dalam memelihara tanaman kakao dan ternak sapi,

memungkinkan mereka untuk lebih banyak belajar dari pengalaman, sehingga

dapat dengan mudah menerima inovasi teknologi yang berkaitan dengan usaha

tani/ternak menuju perubahan baik secara individu maupun kelompok.

1. Pakan tambahan dari limbah tanaman kakao.

Pemberian pakan pada ternak sapi dari limbah biji kakao diharapkan dapat

meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi. Pemberian pakan tambahan

dari limbah tanaman kakao berupa, plasenta dan debu kakao yang ditambahkan

dengan bekatul padi mineral dan garam dapur merupakan pemanfaatan limbah

kakao yang selama ini terbuang percuma. Limbah kakao merupakan pakan yang

potensial karena tersedia sepanjang tahun, mudah diperoleh dan mengandung

nutrisi tinggi. Suparjo et all (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

kandungan serat kasar kulit buah kakao (KBK) lebih tinggi (42,55%) dibanding

serat kasar rumput gajah (32,47%). Pengolahan limbah kakao sebagai pakan

ternak yang dilakukan oleh kelompok tani Karya Bersama di Kec. Sasusu.

Gambar Pengolahan pakan dari limbah biji kakao

Page 55: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 55

Hasil pengamatan berat badan ternak sapi dengan pemberian pakan

tambahan dari limbah kakao disajikan dalam tabel 4 berikut ini.

Tabel 2. Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi dengan Pemberian pakan dari

Limbah kakao.

No Uraian Tanpa Pakan

Konsentrat

Mengunakan

Pakan

Konsentrat

1 BB Awal 179 273

BB Akhir 204 309

2 PBB (kg) 25 36

3 PBBH (kg/hari) 0,484 0,708

5 Total biaya (Rp) 397,498 608.776

a Total biaya pakan (Rp) 185,207 396,484

- Pakan (2,7%BB) 4,84 7,37

- Hijauan (kg/hari) segar 24,21 21,83

- Hijauan (kg BK/hari) 4,84 4,37

- Proporsi hijauan akan) 100 59.27

- Biaya pakan hijauan (Rp.150/ kg) 185,207 166.984

- Konsentrat (kg BK/hari) - 3

- Porporsi konsentrat (%)) - 40,73

- Biaya pakan onsentrat 1500/kg - 229.500

b Obat- Vitamin (Rp) 50.000 50.000

c Tenaga kerja 0,5 /hari (30.000/OH) 95.625 95.625

d Penyusutan kandang dan peralatan 66.667 66.667

6 Pendapatan Rp 35000/kg PBB (Rp) 863.333 1.263.500

7 Keuntungan (Rp) 339.610 643.249

8 R/C (No. 6/5) 1,65 2,04

9 Konversi pakan 10,01 10,41

10 IOCF (income over eed 551.902 855.541

Sumber : Data Primer 2013

Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa berat badan sapi yang diberi pakan

konsentrat dari limbah tanaman kakao mampu menaikan berat badan sapi yaitu

dari rata-rata BBA 273 menjadi 309 BBA atau terjadi kenaikan rata-rata sebesar

0.708 kg/hari selama 90 hari pemeliharaan. Formulasi yang diberikan

mengandung karbohidrat, protein dan senyawa lainya yang sangat dibutuhkan

oleh ternak sapi dalam masa pertumbuhan badannya. Pemberian pakan konsentrat

pada ternak sapi berpengaruh pada efiiensi penggunaan energy dan protein

ransum sehingga efisiensi penggunaan pakan lebih baik. Ngadiono et al., (2008)

menyatakan bahwa tingkat konsumsi pakan yang lebih baik pada ternak akan

Page 56: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 56

berpengaruh langsung terhadap meningkatnya pertumbuhan, sehingga dalam

waktu yang relatif singkat pertumbuhan daging menjadi optimal dan

menghasilkan berat potong yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil pendapatan atas pemeliharaan sapi yang diperoleh

berdasarkan peningkatan bobot badan selama 3 bulan pemeliharaan. Total biaya

yang ditimbulkan terdiri atas biaya pakan, penyusutan dan tenaga kerja (Tabel 4).

Dengan demikian pendapatan diperoleh dari nilai atas peningkatan bobot badan

pada pemeliharaan sapi potong dengan pakan konsentrat sebesar Rp 1.263.500

lebih tinggi dibanding tanpa pakan kosentrat yaitu sebesar Rp. 863.333 atau

meningkat sebesar 46,4%. Penambahan pakan konsentrat yang disusun dari

limbah buah kakao akan menambah biaya pakan sebesar Rp.396,484,-

Pendapatan atas biaya pakan (income over feed cost/IOFC) merupakan

pendapatan atas besarnya biaya pakan untuk menghasilkan bobot badan selama

masa pemeliharaan ternak sapi. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan bobot

badan dengan pakan kosentrat berkorelasi positif dengan tingkat keuntungan yang

diperoleh peternak. Keuntungan atas analisis finansial menunjukkan bahwa

pemeliharaan ternak sapi dengan pemberian pakan konsentrat dari limbah biji

kakao sebesar Rp. 643.249,- dengan tingkat efisiensi R/C 2,04, sedangkan ternak

sapi tanpa pemberian pakan konsentrat sebesar Rp. 339.610 dengan tingkat

efisiensi R/C 1,65. Berdasarkan hasil yang dicapai terlihat bahwa pemeliharaan

ternaak sapi dengan penambahan pakan konsentrat yang disusun dari limbah biji

kakao lebih menguntungkan dan efisien bila dibandingkan pemeliharaan ternak

sapi tanpa penambahan pakan konsentrat.

2. Pupuk Organik dari Kotoran Ternak Sapi

Pupuk merupakan salah satu unsur penting dan strategis dalam peningkatan

produksi dan produktivitas tanaman serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari sistem usahatani. Pemanfaatan pupuk organik semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya pemahaman petani akan pentingknya pupuk organik dalam

kelangsungan kegiatan usahataninya. Hal ini dilakuakan untuk mengantisipasi

kelangkaan pupuk dan daya beli petai terhadap pupuk an organik. Penggunaan

Page 57: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 57

pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mengembalikan kesuburan

tanah sehingga berdampak pada perbaikan pertumbuhan tanaman. Menurut Nastiti

(2008), pupuk organik dapat memperbaiki kualitas dan kesuburan tanah serta

diperlukan Tanaman. Kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk

membuat pupuk organik (Budiayanto, 2011)

Gambar Proses Pengolahan Pupuk Organik dari Kotoran Ternak

Tabel 3. Analisa pendapatan hasil olahan pupuk organik dari kotoran sapi

No Uraian Satuan Volume Harga

satuan Jumlah (Rp)

I Biaya 1.302.500

- Feses sapi Kg 5.000 100 500.000

- Abu sekam Kg 1.000 100 100.000

- Probiotik Kg 5 15.000 75.000

- Urea Kg 5 3.000 15.000

- Bekatul Kg 100 1.500 150.000

- Karung Plastik Buah 95 1.500 142.500

- Tenaga kerja OH 8 30.000 240.000

- BBM liter 5 6.000 30.000

- Penyusutan Pkt 1 50.000 50.000

II Hasil - Pendapatan kg 4.750 600 2.850.000

III Keuntungan (II-I) Rp 1.547.500

R/C (II/I) 2,19

Sumber : Data Primer 2013

Page 58: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 58

Dengan mengolah kotororan ternak sebagai sumber pupuk organik dapat

memberikan nilai tambah bagi petani serta menjadi alternatif penyediaan pupuk

bagi petani yang selama ini jarang melakukan pemupukan terhadap pertanaman

kakaonya akibat dari keterbatasan modal.

KESIMPULAN

1. Potensi lahan dan pakan ternak yang tersedia dari limbah kakao cukup banyak

dan melimpah. Dukungan teknologi sangat diperlukan agar potensi pakan yang

berasal dari limbah kakao tersebut dapat digunakan secara optimal sebagai

sumber pakan tambahan yang berkualitas bagi ternak sapi.

2. Pemeliharaan ternak dengan memanfaatkan pakan tambahan dari limbah

tanaman kakao memberikan pertumbuhan bobot badan harian sapi sebesar

0,708 kg/ekor/hari sehingga kegiatan semacam ini perlu terus didorong di

wilayah-wilayah yang memiliki potensi pertanaman kakao sebagai sumber

pakan sapi yang berkualitas.

3. Pengolahan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat menjadi sumber

pendapatan bagi petani serta menjadi sumber pupuk alternatif bagi petani yang

selama ini jarang melakukan pempukan pada pertanaman kakaonya.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, 2013. Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka. Biro Pusat

Statistik Provinsi Sulawesi Tengah

Burhanuddin, H. 2001. Level optimal penggunaan kulit biji kakao (Theobromo

cacao L) dalam ransum sapi peranakan Ongole. Thesis. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Budiyanto, Krisno. 2011. “Tipologi Pendayagunaan Kotoran Sapi dalam Upaya

Mendukung Pertanian Organik di Desa Sumbersari Kecamatan

Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal GAMMA 7 (1) 42-49

Kariyasa, K. dan F. Kasryno. 2004. Dinamika Pemasaran dan Prospek

Pengembangan Ternak Sapi di Indonesia. Prosiding Seminar Sistem

Kelembagaan Usaha Tani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Jakarta

Page 59: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 59

Mariyono, Anggraeni,Y., Rasyid,A., 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan

dan Veteriner Mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS)

Tahun 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Mardikanto, 1992. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Universitas

Sebelas Maret.

Ngadiyono. N, G. Murdjito, A. Agus, dan U. Supriyana. 2008. Kinerja produksi

sapi Peranakan Ongole jantan dengan pemberian dua jenis konsentrat

yang berbeda. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33 (4) December 2008

Ngadiyono. N, G. Murdjito, A. Agus, dan U. Supriyana. 2008. Kinerja produksi

sapi Peranakan Ongole jantan dengan pemberian dua jenis konsentrat

yang berbeda. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33 (4) December 2008

Nastiti, Sri. 2008. “Penampilan Budidaya Ternak Rumina nsia di Pedesaan

Melalui Teknologi Ramah Lingkungan.” Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner 2008

Suparjoa, K. G. Wiryawanb, E. B. Laconib, & D. Mangunwidjaja. Performa

Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Media

Peternakan, April 2011, hlm. 35-41 EISSN 2087-4634

Page 60: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 60

Persepsi Petani terhadap Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah di

Kabupaten Bantul

Rahima Kaliky, Susanti Dwi Habsari dan Nur Hidayat

BPTP Yogyakarta

Jl. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman, Yogyakarta.

Telp (0274) 884662/HP 081392491966

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkat pengetahuan dan persepsi petani

terhadap Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah di Kabupaten Bantul.

Penelitian dilakukan di Desa Sumber Agung Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul

pada April 2012 dengan metode survei. Penentuan sampel lokasi dengan metode

simple random. Populasi penelitian adalah petani sawah irigasi. Jumlah sampel

sebanyak 30 orang yang ditentutakan dengan metode simple random. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 93.3 % petani tidak mengetahui arti

HPP, Persentase petani di Bantul tidak mengetahui HPP gabah mencapai 83,3

%; dan sebanyak 10 % petani menyatakan bahwa harga gabah yang dijualnya

didasarkan pada informasi dari kelompok tani. kelompok tani merupakan salah

satu sumber informasi penting bagi petani dalam keputusannya menerima harga

jual gabah.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci : persepsi, petani,gabah, HPP.

PENDAHULUAN

Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah/beras merupakan kebijakan

insentif harga. Kebijakan insentif harga gabah/beras bertujuan untuk melindungi

petani dari anjloknya harga pada saat masa panen. Mengingat tanaman padi

ditanam serentak pada waktu tertentu, sehingga masa panenpun serentak,

akibatnya terjadi kelebihan pasokan (over supply) dan sebaliknya, pada saat

paceklik disebabkan oleh iklim, serangan hama-penyakit dan sebagainya,

mengakibatkan terjadi kelangkaan pasokan beras di pasar. Dilain pihak,

permintaan pasar terhadap beras selalu tinggi.

Page 61: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 61

Terkait pemasaran, karakteristik pemasaran produk pertanian diantaranya

adalah harga produk relatif murah, jumlah produk yang dipasarkan pada

umumnya relatif kecil, rantai pemasaran yang relatif panjang untuk sampai pada

konsumen, pada umumnya produk tidak mengalami perubahan bentuk, resiko

pemasaran relatif tinggi karena fluktuasi harga dan sifat produk pertanian mudah

rusak. Harga produk pertanian yang relatif murah disebabkan oleh bargainning

potition petani yang rendah, petani produsen sebagai price taker akibat asimetri

informasi.

Untuk melindungi petani pada saat musim panen dimana terjadi kelebihan

pasokan (over supply), maka pemerintah memberikan insentif harga melalui

kebijakan penetapan HPP (Harga Pembelian Pemerintah). Salah satu komoditas

pertanian yang ditentukan HPP adalah gabah/beras.Menurut Pambudi (2007),

ditinjau dari segi biaya produksi HPP tersebut akan memberikan keuntungan bagi

petani bila produktivitas minimal mencapai 4,5 ton per ha dan harga input

pertanian tidak mengalami kenaikan.

HPP gabah/beras disesuaikan dengan kualitas, dimana HPP kualitas

premium lebih tinggi dibandingkan dengan HPP kualitas medium. Penetapan

harga berdasar kualitas diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi dan

peningkatan kualitas gabah/beras petani. Dengan demikian diharapkan dalam

jangka menengah/panjang, petani produsen akan merespons untuk memperbaiki

kualitas gabah dengan menggunakan benih bermutu, mekanisasi panen dan

perontokan gabah. Penggilingan padi akan terdorong untuk mempercepat

pengembangan pengeringan mekanis (Sawit, 2009).

Kebijakan HPP tergolong sebagai kebijakan insentif harga yang ditujukan

untuk melindungi petani dan menjamin kepastian harga gabah/beras petani. Oleh

karenanya sangat penting bagi petani untuk mengetahui/memahami tentang

kebijakan HPP tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji

persepsi petani mengenai kebijakan pemerintah tersebut.

Page 62: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 62

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Desa Sumber Agung Kecamatan Jetis Kabupaten

Bantul pada April 2012 dengan metode survei. Penentuan sampel lokasi dan

petani dengan metode simple random. Jumlah responden sebanyak 30 orang. Data

yang dihimpun meliputi persepsi petani terhadap harga pembelian pemerintah

(HPP) untuk gabah dan persepsi petani terhadap HPP gabah tahun 2012. Analisis

data menggunakan analisis statistik deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengetahuan Petani tentang HPP Gabah/Beras

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 93,3 % petani (responden)

di Kabupaten Bantul belum mengetahui/memahami Harga Penetapan Pemerintah

(HPP) gabah/beras. 6,7 % yang mengaku mengetahui pengertian HPP, ternyata

hanya sebagian dari persentasi tersebut yang benar-benar memahami arti HPP,

sedangkan sebagian lainnya memahami HPP sebagai harga jual-beli ditingkat

petani oleh para pedagang pengumpul desa. Kondisi ini menunjukkan bahwa

harga penetapan pemerintah (HPP) untuk gabah/beras belum dipahami dengan

baik oleh petani di wilayah tersebut. Padahal tujuan penetapan HPP oleh

pemerintah adalah untuk melindungi petani dari permain harga oleh

tengkulak/pedagang. Pak Paino, salah seorang petani mengatakan bahwa selama

dia menjadi petani dia belum mengetahui atau memahami tentang HPP gabah

maupun beras. Selama ini dia hanya berpatokan pada harga pasar saja ketika

menjual gabah/beras hasil produksinya.

HPP Gabah dan Beras Menurut Persepsi Petani

Penentuan harga pembelian gabah dan beras oleh pemerintah mulai

diimplementasikan pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama pemerintah

memutuskan menaikkan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani

menjadi Rp2.000 per kg, gabah kering giling (GKG) Rp2.575 per kg,dan beras

Rp 4.000 per kg (Pambudi, 2007).

Page 63: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 63

Pada tahun 2012 Pemerintah kembali menerbitkan kebijakan harga

pembelian pemerintah gabah/beras melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2012 yang

diberlakukan mulai 27 Pebruari 2012. Dalam Inpres tersebut presiden

menginstruksikan harga pembelian gabah kering panen di tingkat petani adalah

Rp. 3.300/kg dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran

maksimum 10%. Tingkat harga ini mengalami peningkatan Rp. 900/kg dari harga

sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2009 yaitu Rp. 2.400/kg.

Meskipun pemerintah telah menerbitkan tingkat harga pembelian

pemerintah untuk gabah, namun kebijakan pemerintah tersebut nampaknya belum

banyak diketahui oleh petani di Kabupaten Bantul seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. HPP gabah menurut petani tahun 2012

HPP menurut petani (Rp/kg) Frekuensi Persentase (%)

2700,00 3 10.0

3200,00 2 6.7

Tidak tahu 25 83.3

Total 30 100

Sumber ; analisis data primer tahun 2012

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petani di kabupaten bantul

(83,3 %) tidak mengetahui HPP gabah dan hanya 6,7 % yang mengetahui

tingkat harga gabah mendekati HPP. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan

pemerintah mengenai HPP gabah kurang tersosialisasikan ditingkat petani.

Kondisi ini perlu menjadi perhatian pihak terkait termasuk penyuluh pertanian.

Topik penyuluhan mengenai HPP perlu dimasukan sebagai salah satu konten dari

rencana kerja penyuluh pertanian setempat. Pengetahuan petani mengenai HPP

gabah perlu ditingkatkan agar petani lebih confidence di dalam bargaining

position sehingga tidak dirugikan dalam menerima harga jual dalam pemasaran

gabah/beras.

Para petani di Kabupaten Bantul memiliki patokan yang berbeda dalam

pemasaran gabah/beras. Beragam patokan petani dalam menerima harga gabah

yang dipasarkannya seperti terlihat dalam Tabel 2 berikut ini.

Page 64: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 64

Tabel 2. Patokan Petani dalam Menerima Harga Jual Gabah

Patokan menentukan harga jual

Gabah Frekuensi Persentase (%)

Ditentukan pedagang 5 16,5

Harga beras 10 33.3

Harga pasar 8 26.6

Informasi dari kelompok tani 3 10

Kualitas gabah 4 13,3

Total 30 100.0

Sumber: Analisis data primer,2012

Tabel 2 menunjukkan, sebagian besar petani (33 %) menyatakan bahwa

patokan harga gabah ditingkat petani didasarkan pada harga beras pada saat

mereka menjual gabahnya dan sebagian kecil petani (10 %) menyatakan bahwa

harga jual gabah didasarkan pada informasi dari kelompok tani. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kebijakan insentif harga gabah/beras berupa HPP tidak

cukup efektif dalam memberikan kontribusi terhadap pembentukan harga di

tingkat lokal. Hal senada juga ditemui di Karwang dan Boyolali dimana adanya

indikasi bahwa kebijakan insentif harga HPP tidak cukup efektif dalam

memberikan kontribusi terhadap pembentukan harga pada tingkat lokal. Hal ini

disebabkan HPP belum banyak dipahami oleh pelaku perberasan pada tingkat

lokal (KRKP, 2012). Lebih lanjut KRKP mengilustrasikan, ketika pemerintah

menaikan harga BBM maka pelaku pasar melakukan penyesuaian dengan

kenaikan tersebut. Namun, ketika HPP dinaikan para pelaku perberasan merespon

dengan cara yang berbeda. Hal ini disebabkan karena instrumen kebijakan ini

tidak menyentuh pada persoalan fundamental yang dihadapi petani padi.

Meskipun petani bukanlah penentu harga, mengingat harga dalam pasar

persaingan sempurna terbentuk melalui mekanisme pasar dan hasil interaksi

antara penawaran dan permintaan sehingga penjual dan pembeli di pasar ini tidak

Page 65: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 65

dapat memengaruhi harga dan hanya berperan sebagai penerima harga (price-

taker). Meskipun demikian para petani perlu dibekali pengetahuan mengenai

patokan harga dasar yang ditetapkan pemerintah sebagai dasar patokan petani

dalam menerima harga.

Mengingat kelompok tani masih diandalkan sebagai rujukan informasi

bagi sebagian petani di Kabupaten Bantul dalam keputusannya menerima harga

jual gabah, maka sosialisasi HPP gabah dan beras perlu dilakukan melalui

kelompok-kelompok tani. Upaya ini perlu di lakukan oleh para penyuluh

pertanian di pedesaan agar petani memiliki pengetahuan/wawasan mengeani HPP

gabah dan beras. Dengan memiliki pengetahuan/wawasan tersebut selanjutnya

diharapkan dapat memiliki confidence dalam bargaining position dan sikap yang

positif di dalam proses pemasaran hasil gabah dan beras yang diproduksinya.

Penerimaan harga jual gabah/beras petani sesuai harga penentuan

pemerintah (HPP) diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani.

Menurut Sunarti dan Ali Khomsan (2013), kesejahteraan keluarga petani

merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya keluarga dan

penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga petani. Kesejahteraan keluarga

berhubungan dengan keberfungsian keluarga. Keluarga yang bisa menjalankan

beragam fungsi yang diembannya, terutama fungsi ekonomi maka memiliki

peluang yang besar untuk sejahtera. Seluruh fokus perhatian keluarga adalah

bagaimana untuk bisa survive. Salah satu faktor yang terkait dengan bisa survive

petani padi adalah menerima harga jual gabah yang wajar, minimal sesuai HPP

yang ditetapkan.

Kesimpulan

Berdasar uraian hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar petani

di Kabupaten Bantul belum mengetahui/memahami Harga Penetapan Pemerintah

(HPP) gabah; Sebanyak 33 % petani menjual gabah dengan berdasar pada patokan

harga beras, dan sebanyak 10 % petani menjual gabah dengan patokan harga

berdasar informasi dari kelompok tani; Kebijakan insentif harga gabah/beras

Page 66: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 66

berupa HPP tidak cukup efektif dalam memberikan kontribusi terhadap

pembentukan harga di tingkat lokal

Saran

Mengingat kelompok tani masih diandalkan sebagai rujukan informasi

bagi sebagian petani di Kabupaten Bantul dalam keputusannya menerima harga

jual gabah, maka sosialisasi HPP gabah termasuk beras perlu dilakukan melalui

kelompok-kelompok tani. Upaya ini perlu dilakukan oleh para penyuluh pertanian

agar petani memiliki pengetahuan/wawasan mengenai HPP gabah dan beras.

Dengan memiliki pengetahuan/wawasan tersebut selanjutnya diharapkan petani

memiliki confidence dalam bargaining position dan sikap yang positif di dalam

proses pemasaran hasil gabah dan beras yang diproduksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Kesejahteraan Petani.

Policy Paper http://kedaulatanpangan.net/wp-

content/uploads/2012/11/Policy-Paper-HPP-3-2012.pdf

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan

Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah

KRKP, 2012. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Kesejahteraan Petani.

Policy Paper. kedaulatanpangan.net/wp-content/.../11/Policy-Paper-HPP-

3-2012.pdf (akses, 26 januari 2015)

Pasar Persaingan sempurna. http://www.manajemenperusahaan.com/pasar-

persaingan-sempurna/ ( Akses 28 Agustus 2013)

Pambudi,R.Sinergi Kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP). Koran Sindo

online 3 April 2007http://www.seputar-

indonesia.com/edisicetak/opini/sinergi-kebijakan-hpp-3.h

Ria Kusumaningrum, 2008. Dampak Kebijakan Harga Dasar Pembelian

Pemerintah Terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia.

Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Page 67: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 67

Sawit, M.H., 2009.Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Muli-Kualitas:

Pengalaman Negara Lain dan Gagasan Untuk Indonesia.Majalah Pangan:

No.55/XVIII/07/2009 http://www.majalahpangan.com/artikel.php?id=150

Sunarti.E dan Ali Khomsan. Kesejahteraan keluarga petani Mengapa sulit

diwujudkan ? https://ml.scribd.com/.../Dr-Ir-Euis-Sunarti-Kesejahteraan-

Keluarga-Peta.2 Jun 2013 (akses 26 Januari 2015).

Page 68: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 68

Analisis Pewilayahan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Di Kabupaten

Sigi Provinsi Sulawesi Tengah

Herawati dan Benyamin Ruruk

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso No.62 Biromaru HP: 081354253360, email:

[email protected]

Abstrak

Proses pembangunan pertanian diperlukan karakteristik wilayah secara komprehensif

ditinjau dari potensi sumberdaya secara fisik maupun aspek sosial ekonomi masyarakat

setempat. Wilayah Kabupaten Sigi, sejak dahulu sudah terkenal sebagai wilayah

pertanian. Kegiatan penelitian analisis pewilayahan berdasarkan komoditas unggulan

yang dilaksanakan ini bertujuan untuk menganalisis data dan informasi tentang kondisi

biofisik dan sosial ekonomi masyarakat serta menetapkan komoditas unggulan wilayah

pada masing-masing kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Sigi. Selain itu

bermanfaat dan mendukung program pembangunan pertanian Kabupaten Sigi. Kegiatan

ini dilaksanakan di 15 kecamatan yang berada di Kabupaten Sigi. Waktu pelaksanaan

kegiatan kajian/survei akan dimulai pada bulan April hingga bulan Oktober 2012.

Jumlah desa lokasi survei seluruhnya sebanyak 30 desa yang tersebar di Kabupaten Sigi.

Pemilihan responden dilakukan secara acak (random sampling) yaitu para petani yang

mengusahakan berbagai macam komoditas pertanian. Jumlah responden yang terpilih

sebanyak 150 orang. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer

dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan untuk menentukan kelayakan

komoditas secara sosial adalah dengan metode Location Quation (LQ) dan analisis R/C

ratio. Hasil analisis komoditas unggulan sub sektor tanaman pangan di Kabupaten Sigi

adalah Padi sawah, Padi gogo, dan Jagung (komoditas unggulan). Disamping itu ada

beberapa komoditas alternatif tanaman pangan yang dapat dikembangkan, seperti

kacang tanah, jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Secara biofisik, komoditas tersebut diatas

layak untuk dibudidayakan karena kesesuian lahan berdasarkan ZAE. Secara sosial (LQ

>1), komoditas tersebut layak dikembangkan karena dapat memberikan peluang

berusaha dan penyerapan tenaga kerja cukup besar serta komoditas tersebut mampu

mencukupi kebutuhan daerahnya. Secara ekonomi (R/C ratio >1), komoditas tersebut

layak dikembangkan karena dapat memberikan keuntungan bagi petani.

-----------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci: analisis pewilayahan, komoditas unggulan, tanaman pangan

PENDAHULUAN

Pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang

hampir sama disebut konsep agro ekosistem. Pada Zona Agro Ekosistem (ZAE),

Page 69: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 69

selain dapat memberikan arahan untuk sistem produksi dan pilihan komoditas

pada masing-masing sistem produksi juga dapat menjadi petunjuk dimana suatu

komoditas pertanian dapat tumbuh baik. Selain itu, pertimbangan informasi lain

seperti; prasarana, pasar dan ketersediaan tenaga kerja juga perlu diperhatikan

agar komoditas yang akan diusahakan dapat lebih menguntungkan. Agar

mencapai komoditas yang tinggi, penetapan komoditas pertanian di suatu wilayah

harus didasarkan pada sifat dan karakteristik lahan yang tersedia. Wilayah dengan

karakteristik biofisik yang sama berpotensi dikembangkan menjadi areal pertanian

dengan komoditas yang sejenis. Dengan mengidentifikasi dan mendelineasi

wilayah dengan karakteristik biofisik yang sama maka komoditas pertanian yang

dapat dikembangkan bisa diarahkan dan direkomendasikan.

Pendekatan pembangunan pertanian yang berorientasi pada komoditas,

mempunyai kelemahan, baik subtantif maupun administratif/manajemen. Secara

subtantif, pendekatan komoditas atas dasar kelayakan teknis saja telah

menimbulkan distorsi yang tidak sejalan dengan signal pasar. Selain itu,

optimalisasi pemanfaatan sumberdaya tidak bisa tercapai dengan baik. Ditinjau

dari aspek manajemen, orientasi komoditas menimbulkan egosektoral, sehingga

memerlukan tambahan biaya untuk koordinasi yang juga sangat kompleks dalam

pelaksanaannya (Sudaryanto, dkk., 1997).

Sehubungan dengan permasalahan-permasalahan diatas, muncul pula

dalam penyusunan program penelitian dan pengembangan pertanian. Orientasi

penelitian menurut komoditas yang tidak dikaitkan dengan perspektif peluang

pasar yang kurang terarah sehingga pemanfaatan hasilnya untuk menunjang

pembangunan ekoregional kurang optimal. Oleh karena itu, diperlukan reorientasi

pendekatan penelitian dan pengembangan pertanian yang memungkinkan

terwujudnya keterpaduan program untuk memecahkan persoalan pada suatu

tipologi wilayah pertanian tertentu.

Pendekatan yang lebih sesuai untuk mangatasi permasalahan diatas adalah

merumuskan program penelitian dan pengembangan pertanian berdasarkan atas

sumberdaya atau ZAE (pengelompokkan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik

yang hampir sama, dimana keragaan tanaman, ternak dan perikanan diharapkan

dapat tumbuh dengan baik). Oleh karena itu, dalam proses pembangunan

pertanian diperlukan karakteristik wilayah secara komprehensif ditinjau dari

potensi sumberdaya secara fisik maupun aspek sosial ekonomi masyarakat

setempat.

Wilayah Kabupaten Sigi, sejak dahulu sudah terkenal sebagai wilayah

pertanian. Namun produksi pertanian yang diharapkan belum tercapai, hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya sarana infrastruktur yang belum

memadai, terjadinya konversi lahan pertanian (alih fungsi), keterbatasan modal

dan SDM pengelola pertanian relatif masih rendah. Program pembangunan

Page 70: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 70

pertanian priode tahun 2009-2011 telah mengalami kecenderungan pertumbuhan

ekonomi (PDRB) Kabupaten Sigi berkembang karena adanya dukungan perbaikan

dan pembangunan infrastruktur yang baik, pemberian bantuan dan fasilitas

alsintan serta pembinaan secara intensif oleh instansi yang terkait kepada

masyarakat petani.

Analisis pewilayahan berdasarkan komoditas unggulan bertujuan

untuk menganalisis data dan informasi tentang kondisi biofisik dan sosial

ekonomi masyarakat serta menetapkan komoditas unggulan wilayah pada masing-

masing kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Sigi. Selain itu bermanfaat

dan mendukung program pembangunan pertanian Kabupaten Sigi yang terdapat 3

(tiga) pilar potensi unggulan yang ada di wilayah Kabupaten Sigi yaitu: Pertanian,

Parawisata, dan UMKM. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Kabupaten

Sigi juga telah menyiapkan arah kebijakan yang mendukung tiga potensi tersebut

dengan melibatkan instansi yang berkompoten menjadi motor penggerak untuk

mempercepat realisasi program prioritas.

MATERI DAN METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini dilaksanakan di wilayah masing-masing kecamatan (15

kecamatan) yang ada di Kabupaten Sigi. Waktu pelaksanaan kegiatan

kajian/survei ini dimulai pada bulan April hingga Bulan Oktober 2012.

Penetapan Lokasi Survei dan Responden

Lokasi survei sosial ekonomi komoditas ditentukan berdasarkan hasil

analisis Location Quation (LQ) yang bersumber dari data produktivitas komoditas

dan luas lahan pertanian masing-masing kecamatan (15 kecamatan) yang berada

diwilayah Kabupaten Sigi selama 5 tahun (2007-2011). Setiap kecamatan dipilih 2

desa yang akan mewakili suatu kecamatan dengan memiliki nilai LQ >1 sebagai

lokasi survei untuk menggali data /informasi dari responden. Jumlah desa lokasi

survei seluruhnya sebanyak 30 desa yang tersebar di Kabupaten Sigi. Pemilihan

responden dilakukan secara acak (random sampling) yaitu para petani yang

mengusahakan berbagai macam komoditas pertanian. Jumlah responden yang

terpilih sebanyak 150 orang. Setiap kecamatan dipilih 10 orang yang diwawancara

dengan menggunakan kuesioner semi struktur untuk memperoleh data primer

tentang kondisi sosial ekonomi komoditas pertanian. Data sekunder diperoleh dari

BPS Propinsi Sulawesi Tengah dan BPS Kabupaten Sigi, BPP, Kantor Camat dan

Desa serta instansi terkait. Adapun lokasi survei dan jumlah responden yang

menjadi sumber informasi/data disajikan pada Tabel 1.

Page 71: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 71

Tabel 1. Lokasi survei dan jumlah responden masing-masing kecamatan di

Kabupaten Sigi, Tahun 2012.

No. KECAMATAN

DESA

(LOKASI

SURVEI)

RESPONDEN/

PETANI

(ORG)

NILAI

LQ PELAKSANA

1. Pipikoro - Murui

- Mamu

5

5

2,09

1,45 Tim Survei

2. Kulawi Selatan - Lawua

- Makujawa/Pili

5

5

1,19

6,25 Tim Survei

3. Kulawi - Mataue

- Sungku

5

5

2,14

3,14 Tim Survei

4. Lindu - Puroo

- Anca

5

5

1,01

3,15 Tim Survei

5. Nokilalaki - Kamarora A

- S o p u

5

5

1,00

1,22 Tim Survei

6. Gumbasa - Pendere

- Kalawara

5

5

3,32

3,48 Tim Survei

7. Dolo Selatan - Sambo

- Wisolo

5

5

1,31

4,75 Tim Survei

8. Tanambulava - Lambara

- Sibalaya Utara

5

5

1,29

1,18 Tim Survei

9. Dolo Barat - Balumpewa

- Kaleke

5

5

2,88

1,57 Tim Survei

10. Marawola Barat - Wawugaga

- Wayu

5

5

1,04

2,37 Tim Survei

11. Marawola - Binangga

- Bomba

5

5

2,16

2,40 Tim Survei

12. Kinovaro - Uwemanje

- Porame

5

5

3,07

5,41 Tim Survei

13. Dolo - T u l o

- Potoya

5

5

1,12

1,03 Tim Survei

14. Sigi Biromaru - Maranata

- Jone Oge

5

5

2,91

2,23 Tim Survei

15. Palolo - Tongoa

- Makmur

5

5

2,00

1,10 Tim Survei

Jml 15 Kecamatan 30 Desa 150 Petani - -

Lokasi survei yang terpilih merupakan desa representatif dari masing-

masing kecamatan yang memiliki data luas lahan, luas panen dan produktivitas

dari beragam komoditas pertanian dengan nilai LQ >1 yaitu untuk mengetahui

kemampuan suatu wilayah dalam sektor kegiatan tertentu, baik ditinjau dari aspek

potensi lahan pertanian maupun dari aspek produktivitas komoditas pertanian.

Analisis Data

Analisis pewilayahan komoditas unggulan dilaksanakan melalui tahapan

kegiatan, yaitu: (1) Pengumpulan data sosial ekonomi, dan (2) Analisis penentuan

komoditas unggulan.

Pengumpulan Data Sosial Ekonomi

Page 72: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 72

Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data

sekunder. Pengumpulam data primer dilakukan dengan metode: (a) Survey

dengan kuesioner semi berstruktur/kualitatif, (b) RRA/kualitatif. Pengumpulan

data sekunder diperoleh dari BPS dan instansi yang terkait, meliputi: luas

tanam/panen, produksi dan produktivitas tanaman pangan.

Analisis Penentuan Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan adalah komoditas yang layak secara biofisik, secara

sosial, dan secara ekonomi. Komoditas tertentu dikatakan layak secara biofisik

apabila komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agro ekosistem.

Komoditas dikatakan layak secara sosial jika komoditas tersebut memberikan

peluang berusaha sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sedangkan

dikatakan layak secara ekonomi jika komoditas tersebut menguntungkan.

Metode yang digunakan untuk menentukan kelayakan komoditas secara

sosial adalah dengan metode Location Quation (LQ), yaitu suatu metode yang

digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan

tertentu. Selain itu, metode yang digunakan untuk menentukan kelayakan

komoditas secara ekonomi adalah dengan metode analisis R/C ratio. Analisis R/C

ratio digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani tanaman pangan.

Alat Analisis Yang Digunakan

1. Analisis R/C Ratio, merupakan alat analisa untuk mengukur biaya dari suatu

produksi, dengan persamaan sbb:

Total Penerimaan

R/C Ratio = ----------------------------

Total Biaya

Kriteria:

- Jika R/C >1; artinya usahatani layak dikembangkan

- Jika R/C < 1; artinya usahatani tidak layak dikembangkan

- Jika R/C = 1; artinya usahatani impas.

2. Analisis B/C Ratio, merupakan alat untuk mengukur tingkat keuntungan

teknologi baru didalam proses peroduksi usahatani, dengan persamaan sbb:

Total Pendapatan

B/C Ratio = -----------------------------

Total Biaya

Kriteria:

- Jika B/C > 1; artinya usahatani menguntungkan

- Jika B/C < 1; artinya usahatani tidak menguntungkan

- Jika B/C = 1; artinya usahatani impas

Page 73: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 73

3. Analisis LQ (Location Quation)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah untuk

menghasilkan komoditas tertentu dalam mencukupi kebutuhannya. Analisis ini

mengacu pada formula Arsyad (1999) dengan persamaan sebagai berikut:

(Nilai Produksi Tan. Pangan Kecamatan) / (Nilai Produksi

Total Kec.)

LQ = -----------------------------------------------------------------------------

(Nilai Produksi Tan. Pangan Kabupaten) / (Nilai Produksi

Total Kab.)

Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai

berikut :

- Jika LQ > 1 Berarti komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber

pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif,

hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah

bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar

wilayah.

- Jika LQ = 1 Berarti Komoditas itu tergolong non basis, tidak memiliki

keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu

untuk diekspor.

- Jika LQ < 1 Berarti Komoditas ini juga termasuk non basis. Produksi

komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi

kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari

luar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Lahan Untuk Pengembangan Komoditas Pertanian

Peta Zona Agroekologi skala 1:50.000 telah dibuat pada tahun 2005 oleh

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Donggala dalam

kegiatan penyusunan masterplan pewilayahan komoditas untuk pengembangan

kawasan agribisnis. Pada waktu itu, Kabupaten Sigi merupakan bagian dari

kabupaten tersebut. Potensi lahan untuk pengembangan komoditas di Kabupaten

Sigi terlihat pada Tabel 2.

Page 74: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 74

Tabel 2. Luasan Pengembangan Pertanian di Kabupaten Sigi Tahun 2012.

No. Pengembangan Pertanian Komoditas Luasan Persentase

(%)

1. Hutan lahan kering Kawasan konservasi 336.010 61,93

2. Pertanian lahan kering

perkebunan/hortikultura/

Konservasi

Kakao, Durian, Lada,

Sawit 87.043 16,04

3. Pertanian lahan kering

perkebunan/hortikultura

Kakao, Durian,

Jeruk, Sawit 51.121 9,42

4. Pertanian lahan kering

tanaman pangan/hortikultura/

Perkebunan/

Peternakan

Jagung,Kacang

tanah, Bawang

merah, Kakao,

Kelapa, Durian,

Lada, Jeruk, Sawit

373 0,07

Jagung,Bawang

merah, Kakao,

Durian, Lada, Jeruk,

Sawit

1.832 0,34

Jagung, Kacang

tanah, Bawang

merah, Kakao,

Durian, Lada, Jeruk,

Sawit

1.529 0,28

Sumber: BPS Kabupaten Sigi dalam Angka, 2012

Analisis Komoditas Unggulan Dan Rekomendasi Berdasarkan Kondisi

Biofisik, Sosial Dan Ekonomi Tanaman Pangan.

Pembangunan di bidang ekonomi yang dilakukan pemerintah dalam

tahapan pembangunan yang dilaksanakan pada sektor industri dengan didukung

oleh sektor pertanian yang tangguh. Perkembangan di sektor pertanian menjadi

lebih penting lagi disebabkan jumlah penduduk yang berusaha di bidang pertanian

masih tergolong sangat besar (BPS, Kab. Sigi, 2012). Gambaran mengenai

kondisi sumberdaya lahan pertanian dan alternatif pengembangan komoditas

unggulan sub sektor pertanian di Kabupaten Sigi akan diuraikan sebagai berikut.

Perkembangan usaha tanaman pangan di Kabupaten Sigi dari tahun ke

tahun relatif meningkat, hal ini sebagai implikasi dari program intensifikasi yang

mempunyai sasaran untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman

pangan dengan mengacuh pada beberapa program pusat dan pemerintah daerah.

Program pembangunan pemerintah yang marak dewasa ini, antara lain program

SL-PTT, KRPL, PUAP dan lainnya. Untuk mendukung program pemerintah

tersebut, maka diperlukan data pewilayahan komoditas unggulan di wilayah

Kabupaten Sigi yang berdasarkan Zona Agro Ekosistem (ZAE) disajikan pada

Tabel 3.

Page 75: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 75

Tabel 3. Analisis komoditas unggulan tanaman pangan masing-masing kecamatan

di Kab. Sigi, tahun 2012.

No Kec.

Alternatif Pengembangan

Komoditas Tanaman Pangan

Komoditas Unggulan

Tanaman Pangan

Luas Komoditas Alternatif Komoditas

Unggulan

Kriteria

R/C

ratio LQ

1.

Pipikoro

544 Jagung, kacang tanah Padi gogo

Jagung

2,21

2,35

1,03

1,03

184 Jagung

182 Padi sawah, jagung, kacang

tanah

2.

Kulawi

Selatan

502 Jagung, kacang tanah - - -

214 Jagung

342 Kacang tanah

882 Padi sawah, jagung

3. Kulawi 423 Jagung, kacang tanah - - -

3.313 Jagung, Padi gogo

366 Kacang tanah

803 Padi sawah, jagung

4. Lindu 10.868 Jagung - - -

1.088 Padi sawah, Padi gogo,

jagung

5.

Nokilala

ki

1.557 Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar Padi sawah 2,71 3,58

956 Padi sawah, jagung

6.

Palolo 89 Jagung, kacang tanah, kac.

Hijau, Ubi kayu, Ubi jalar

Jagung

Kacang

tanah

2,00

2,10

1,07

1,18

1.832 Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar

3.793 Jagung, Kac. hijau

3.441 Padi sawah, Padi gogo,

jagung

7.

Gumbasa 60 Jagung, kacang tanah Jagung 3,33 1,02

26 Jagung, kacang tanah

860 Jagung

1.183 Jagung

303 Kacang tanah

954 Padi sawah, Jagung

8.

Dolo

Selatan

1.425 Jagung, Ubi kayu,Kedelai Jagung 3,86 1,39

690 Jagung, Kac. tanah, Kac.

hijau

1.578 Padi sawah, jagung, U.kayu

9.

Dolo

Barat

191 Jagung, kacang tanah, Jagung

Kacang

tanah

2,15

3,11

2,37

1,21

576 Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar

1.202 Padi sawah, Jagung, Kedelai

Tanambu 839 Jagung, Kacang tanah, - - -

Page 76: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 76

10 lava 550 Jagung

128 Jagung

1.170 Padi sawah, jagung

11.

Dolo 14 Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar Jagung

Kacang

tanah

2,27

2,14

1,10

1,07

2.392 Padi sawah, jagung

12.

Sigi

Biromaru

284 Jagung, kacang tanah - - -

805 Jagung, kacang tanah,

1.275 Jagung, kacang tanah,

941 Jagung

349 Jagung

2 Jagung

4.970 Padi sawah, Jagung

13.

Marawol

a

541 Jagung, Kacang tanah, - - -

87 Jagung

359 Padi sawah, Jagung

968 Padi sawah, Jagung

14. Marawol

a Barat

15 Padi sawah, Padi gogo,

jagung, Kac. Tanah

- - -

15.

Kinovaro 74 Jagung, kacang tanah - - -

239 Padi sawah, jagung, Kac.

tanah

Jumlah 56.429 - - - - Sumber: Data primer Kab. Sigi, 2012.

Analisis komoditas unggulan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam

rangka pengembangan pembangunan pertanian di sub sektor tanaman pangan.

Rekomendasi komoditas unggulan yang dapat diberikan berdasarkan hasil

analisis pewilayahan komoditas unggulan di Kabupaten Sigi maka diusulkan

kepada Pemerintah Daerah atau pengambil kebijakan untuk direkomendasikan.

Jenis tanaman pangan yang baik dikembangkan di wilayah Kabupaten Sigi adalah

Padi sawah, Padi gogo, dan Jagung (komoditas unggulan). Disamping itu ada

beberapa komoditas alternatif tanaman pangan yang dapat dikembangkan, seperti

Kacang tanah, jagung, Ubi kayu dan Ubi jalar. Secara biofisik, komoditas tersebut

diatas layak untuk dibudidayakan karena kesesuian lahan berdasarkan ZAE.

Secara sosial (LQ >1), komoditas tersebut layak dikembangkan karena dapat

memberikan peluang berusaha dan penyerapan tenaga kerja cukup besar serta

komoditas tersebut mampu mencukupi kebutuhan daerahnya. Secara ekonomi

(R/C ratio >1), komoditas tersebut layak dikembangkan karena dapat memberikan

keuntungan bagi petani.

Page 77: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 77

KESIMPULAN

Pendekatan analisis komoditas dan sumberdaya lahan dipandang cukup

memadai dalam pembangunan pertanian spesifik lokasi. Untuk optimalisasi

pemanfaatan sumberdaya lahan tersebut, maka komoditas yang akan

dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya (biofisik)

dan sosial (LQ) dan keadaan ekonomi (R/C ratio) setempat. Dalam konteks yang

lebih global perlu diketahui juga situasi pasar dalam hal ini permintaan dan

penawaran komoditas baik di pasar domestik maupun di pasar dunia.

Pewilayahan komoditas unggulan berdasarkan keadaan sosial/Location

Quation (LQ) serta keadaan ekonomi setempat berpotensi untuk pengembangan

komoditas pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan dan

perikanan. Hasil analisis komoditas tanaman pangan sebagian besar didominasi

oleh jagung dan padi sawah. Sumberdaya lahan Kabupaten Sigi sebagian besar di

dominasi wilayah hutan lindung dan hutan produksi serta sebagian wilayah

pengembangan pertanian lahan sawah dan lahan kering.

DAFTAR PUSTAKA

BBSDLP, 2012. Peta Analisis Sumberdaya Lahan Pertanian dan Kehutan.

BBSDLP Bogor.

Badan Litbang Pertanian, 2011. Atlas Zona Agroekologi Indonesia Skala

1:250.000. dalam Inovasi Mengantisipasi Perubahan Iklim untuk

Kemandirian Pangan. Laporan Tahunan 2010 Badan Litbang Pertanian,

Jakarta. Hal.8.

BPS Sulteng, 2011. Kabupaten Sigi dan Kecamatan Dalam Angkan Tahun 2009-

2011. Badan Pusat Statistik, Palu.

BPS Sulteng, 2011. Kabupaten Donggala dan Kecamatan Dalam Angka Tahun

2007-2009. Badan Pusat Statistik, Palu.

BPS, 2012. Kabupaten Sigi Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Sulawesi

Tengah.

Hutahaean L., R. H. Anasiru, J. Limbongan, D. Bulo, Hartono, M. Rusdi, I. K.

Suwitra, C. Manoppo, A. Habie dan D. Mamesah, 2000. Analisis

Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi (ZAe) Propinsi

Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Biromaru.

Page 78: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 78

Syafruddin, T. Rumajar, J. G. Kindangen, R. Aksono, Abdi Negara, Daniel Bulo,

dan J. Limbongan, 1999. Analisis Zona Agroekologi (ZAe) Propinsi

Sulawesi Tengah (Bio-Fisik). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,

Biromaru.

Sudaryanto, T., A. Suryana, Roosmani ABST., dan S. Arifin, 1997. Keterpaduan

Manajemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Page 79: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 79

Peluang Usahatani Penangkaran Benih Kedelai Pada Lahan Kering Di

Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah

Yakob Langsa

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jl.Lasoso No 62 Biromaru Palu

[email protected]

Abstrak

Kedelai mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan komoditas terpenting

ketiga setelah padi dan jagung. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2010-2014),

kebutuhan kedelai setiap tahunnya + 2.300.000 ton biji kering, namun kemampuan

produksi dalam negeri saat ini baru mampu memenuhi 851.286 ton atau 37,01%.

Permasalahan yang menyebabkan rendahnya produksi dalam negeri, adalah

menurunnya luas tanam dan luas panen kedelai, sedangkan rendahnya produktivitas di

tingkat petani yaitu 13,78 ku/ha, hal ini disebabkan penerapan teknologi yang kurang

memadai terutama penggunaan benih, dimana petani sulit mendapatkan benih yang

berkwalitas. Selain itu juga, luas kepemilikan lahan petani sempit (<0,5 ha) dan adanya

persaingan harga antar komoditi, dimana harga kedelai impor lebih murah dibandingkan

harga kedelai dalam negeri. Satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas kedelai

ditingkat petani adalah ketersediaan benih bermutu dan varietas yang memiliki daya

hasil yang tinggi.Tujuan kegiatan ini adalah memperkenalkan Varietas Unggul Baru

(VUB) kedelai produk Badan Litbang Pertanian serta mendampingi dan mengawal

penyuluh dan petani (kelompok Tani) dalam menerapkan PTT Kedelai. Sehingga hasil

yang diperoleh dapat dijadikan sumber benih. VUB yang digunakan dalam kegiatan ini

adalah Willis, Anjasmoro, Argomulyo, Tanggamus, Kaba, dan Dering 1. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa Varietas Anjasmoro dan Willis, memberikan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan varietas lainnya. Produksi yang dihasilkan masing-

masing varietas adalah Anjasmoro 2,5 t/ha, Willis 2,2 t/ha, Tanggamus 2,08 t/ha,

Dering1 2,08 t/ha, Kaba 1,6 t/ha dan Argomulyo 1,6 t/ha polong kering. Varietas yang

diperkenalkan memberikan B/C rasio diatas satu, sehingga layak untuk dikembangkan.

Kata kunci : Penangkar, kedelai, lahan kering.

PENDAHULUAN

Kedelai mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan komoditas

terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain merupakan bahan pangan juga

merupakan komoditas palawija yang kaya akan protein, sehingga sangat

dibutuhkan dalam industri pangan dan industri pakan. Kebutuhan kedelai terus

meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku

olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan

sebagainya. Kebutuhan kedelai akan terus meningkat seiring dengan

pertumbuhan penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2010-2014),

Page 80: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 80

kebutuhan kedelai setiap tahunnya + 2.300.000 ton biji kering, namun

kemampuan produksi dalam negeri saat ini baru mampu memenuhi 851.286 ton

atau 37,01% dari total kebutuhan dalam negeri (BPS, 2011). Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut, Indonesia harus mengimpor. Beberapa permasalahan yang

menyebabkan rendahnya produksi dalam negeri, adalah menurunnya luas tanan

dan luas panen kedelai, rendahnya produktivitas di tingkat petani yaitu 13,78

ku/ha (BPS, 2012), sedangkan ditingkat penelitian 20,00-35,00 ku/ha. Rendahnya

produktivitas tersebut disinyalir akibat penggunaan benih yang tidak berkwalitas,

dimanan petani menanam benih secara turun temurun. Selain itu senjang hasil ini

sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah dan penerapan teknologinya

(Amrizar, dkk, 2008).

Salah satu komponen paling penting dalam usaha pengembangan tanaman

kedelai adalah benih. Produksi benih yang berkembang secara nasional baru pada

industri benih tanaman padi. Sedang untuk kacang-kacangan termasuk kedelai

sebagian besar masih bersifat informal dan hasil tanpa jaminan mutu/sertifikasi

benih ( Anonimous, 2009 ). Varietas unggul sangat menentukan tingkat

produktivitas kedelai. Badan Litbang Pertanian dan Balitkabi telah melepas

varietas unggul kedelai lebih dari 30 varietas unggul (Balitkabi, 2009). Namun

varietas yang telah dihasilkan belum banyak dimanfaatkan oleh petani. Hal ini

disebabkan oleh distribusi benih ketingkat petani diberbagai daerah belum

optimal, sehingga belum tersedia dalam jumlah, kwalitas ditingkat petani pada

saat dibutuhkan. Upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan distribusi

benih sumber dengan memberikan pendampingan teknologi produksi benih

kepada kelompoktani menjadi penangkar benih diwilayah sentra produksi kedelai.

Desa Kayu Agung Kec.Mepanga merupakan sentra produksi tanaman

kedelai Kab.Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Usahatani Kedelai dengan tujuan

untuk konsumsi khususnya untuk bahan baku temped an tahu telah dilakukan oleh

petani secara berkelanjutan didaerah ini. Petani diwilayah ini hanya menggunakan

varietas willis yang sudah ditanam secara terus menerus karena petani kesulitan

memperoleh benih varietas unggul yang baru.Untuk menyediakan benih unggul

kedelai secara tepat baik varietas, mutu, harga dan jumlah maka perlu adanya

penumbuhan, pembinaan dan pembinaan kelompok tani menjadi penangkar benih

diwilayah ini.

Melalui pendampingan PTT kedelai dalam bentuk demfarm Kelompok

tani suka maju melakukan kegiatan pembelajaran dilahan petani anggota

kelompok. Kegiatan ini merupakan pendampingan PTT kedelai, sehingga

merupakan wadah peneliti dan penyuluh BPTP mensosialisasikan PTT kedelai

sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta dalam menerapkan PTT

kedelai. Setelah peneliti/penyuluh memberikan pembelajaran dalam bentuk SL

maka petani merespon dengan melaksanakan praktek diareal demfarm. Peluang

Page 81: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 81

Usaha untuk memproduksi benih bersertifikat sangat menjanjikan jika dilihat dari

luas areal pertanaman kedelai. Di Kab. Parigi Moutong ada 3000 ha areal

pertanaman kedelai, sedang di Kec, Mepanga ada 200 ha. Sehingga secara kusus

di Kec, Mepanga dibutuhkan benih sebanyak 8 ton dan Kab. Parigi Moutong

ditutuhkan benih sebanyak 120 ton/musim. Melihat prediksi kebutuhan benih

kedelai maka peluang usaha untuk memproduksi benih bersertifikat sangat

menjanjikan.

Pemanfaatan nilai tambah produk kedelai dari konsumsi menjadi benih

akan memberikan tambahan pendapatan. Karena itu melalui pendampingan PTT

kedelai dalam bentuk demfarm tahun 2013 BPTP mengajar petani yang tergabung

dalam kelompok tani Suka maju untuk memproduksi benih kedelai. Kegiatan ini

bertujuan untuk mengetahui hasil pemberdayaan petani dalam menangkarkan

benih dengan menerapkan PTT dan teknologi perbenihan, mampu memproduksi

benih bersertifikat.

BAHAN DAN METODA

Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Kayu Agung Kec.Mepanga Kab.Parigi

Moutong Sulawesi Tengah. Waktu pelaksanaannya dimulai bulan Juli hingga

Oktober 2013.

Pengkajian dilaksanakan di lahan petani seluas 3 (tiga) hektar. Kegiatan ini

merupakan bentuk pendampingan PTT Kedelai. Jumlah petani koperator

sebanyak 6 (enam) orang. Varietas unggul baru (VUB) yang dikaji sebanyak 6

(enam) varietas, yaitu Willis, Anjasmoro, Argomulyo, Tanggamus, Kaba, dan

dering 1. Penerapan teknologi budidayanya menggunakan pendekatan

Pendekatan Teknologi dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Inovasi teknologi PTT

kedelai yang diterapkan adalah: Penggunaan 6 (enam) varietas unggul baru

kedelai, perlakuan benih, olah tanah sempurna, pembuatan saluran drainase,

pengaturan jarak tanam, pengendalian OPT, pengolahan tanah, pemberian pupuk

organik, pemupukan berimbang dan pengendalian gulma.

PTT Kedelai yang diterapkan dilapangan dilakukan secara bertahap yang

dimulai dengan pengolahan tanah sempurna. Kemudian tanah dianalisis dengan

menggunakan PUTK. Hasil analisis tersebut memberikan rekomendasi

pemupukan dengan memberikan pupuk organik sebanyak 500 kg/ha dan kapur 50

kg/ha yang diberikan saat pengolahan tanah terakhir serta dihambur secara merata.

Pupuk Phonska dibutuhkan150 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 12,5 kg/ha.

Pemberian pupuk anorganik dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah

tanam dan diberikan secara larikan dengan jarah 5 cm dari pangkal tanaman.

Penyiangan dilakukan satu kali pada umur 21 hari setelah tanam.

Agar mendapatkan benih yang berkwalitas dan seragam (tidak tercampur

dengan varietas lain maka dilakukan seleksi (roging) sebanyak tiga kali. Kegiatan

Page 82: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 82

ini penting dilakukan untuk mempertahankan kemurnian varietas kedelai yang

ditanam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Kebutuhan dan Peluang

Desa Kayuagung merupakan salah satu dari 13 desa di wilayah Kecamatan

Mepanga Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah yang terletak +

200 Km dari kota Palu. Desa Kayuagung memiliki luas wilayah 12,5 km2.

Pekerjaan penduduk Desa Kayu Agung sebagian besar bertani. Komoditas utama

yang diusahakan adalah tanaman padi dan palawija seperti Kedelai, jagung dan

umbi-umbian.

Proses pembelajaran diambil melalui PRA, yakni untuk mengetahui

permasalahan apa yang dialami dalam melaksanakan kegiatan demfarm kedelai.

Kegiatan pembelajaran dilakukan mulai dari pengolahan tanah hingga

pengemasan benih. Menurut petani permasalahan yang dihadapi petani adalah

sulitnya mendapatkan benih bermutu. Untuk itu BPTP mengajak petani menjawab

permasalahan tersebut dengan melakukan penangkaran benih.

Guna meningkatkan kapasitas petani dalam kelompoknya, maka BPTP

memberikan pembelajaran: a). Penggenalan dan penggunaan VUB, b). Penyiapan

lahan mulai dari pengolahan tanah, pembersihan gulma dan pembuatan bedengan,

c). Pemupukan, d). Pemberian air pada periode tertentu (fase fegetatif, fase

pembungaan dan pengisian polong. Pengendalian hama dan penyakit, pelaksanaan

rouging pada umur 10 – 15 hari umur 21 – 27 hst ( membuang warna dan bentuk

daun yang menyimpang), pasca panen yang ditandai dengan warna daun kuning

kecoklat-coklatan.

Pembelajaran dengan pola Sekolah Lapang

Pelaksanaan Sekolah lapang (SL) dihadiri oleh anggota kelompoktani,

petani sekitar dan petugas lapangan. Dari hasil SL tersebut diharapkan dapat

diterapkan dilahan usaha taninya terlebih bagi petugas lapangan dapat

mengajarkan diwilayah kerjanya terutama dalam mendukung SL-PTT kedelai.

Pengenalan varietas unggul baru adalah varietas yang mempunyai keunggulan

tersendiri seperti berproduksi tinggi, tahan terhadap penyakit tertentu, tahan

terhadap tekanan iklim yang ekstrim dan lain-lain. Varietas ungul baru kedelai

yang diperkenalkan kepada petani pada demfarm kedelai di Kab.Parimou adalah

merupakan produksi badan Litbang Pertanian yang dihasilkan oleh Balitkabi

Malang. Dalam Demfarm ini digunakan enam varietas unggul yakni Willis,

Agromulyo, Anjasmoro, Tanggamus, Kaba dan Dering 1.

Pelaksanaan SL pemupukan dasar dan penanaman direspon oleh petani 45

orang dan petugas lapangan sebanyak 5 orang, materi SL dipandu oleh

Page 83: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 83

peneliti/penyuluh BPTP. Pemberian pupuk dasar ini dengan komposisi organik

sebanyak 500 kg perhektar dan kapur sebanyak 50 kg perhektar didasarkan pada

analisis tanah dengan menggunakan PUTK. Hasil analisis menunjukkan tanah

agak masam dengan PH berkisar antara 5-6, sehingga perlu dilakukan pengapuran

untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Sekolah lapang (SL)

pemupukan ini petani diajar terlebih dahulu untuk mencampur pupuk, dengan

kapur, setiap 100 kg pupuk organik dicampur 10 kg kapur. Pupuk yang sudah

tercampur di hambur secara merata pada areal pertanaman yang dikerjakan secara

bersamaoleh patani yang hadir.

Hasil analisis ditetapkan bahwa tanaman kedelai pada demfarm di desa

Kayu Agung perlu diberi pupuk Phonska 150 kg/ha, SP36 100 kg dan KCL 12,5

kg/ha sedang pupuk urea tidak perlu diberikan karena sudah cukup dalam

kandungan phonska serta tanaman kedelai dapat menfiksasi N dari udara. Ketiga

jenis pupuk tersebut diaduk secara merata lalu diberikan pada tenaman dengan

cara tugal atau larikan dengan jarak 5 cm dari pangkal tanaman. SL pengendalian

OPT disampaikan bahwa hama penting yang menyerang kedelai berbeda pada

setiap fase-fase. Pada fase pertumbuhan, umur 0 – 10 hst, serangan hama yang

perlu diwaspadai yaitu hama lalat bibit, serangan hama ini dapat merugikan petani

sampai 40%, Pada fase vegetatif, 10 hst sampai fase pembungaan, hama penting

yang perlu diwaspadai petani yaitu adanya serangan hama ulat grayak (ulat daun),

Ulat penggulung daun, dan ulat jengkal dan belalang. Serangan hama ini paling

umum yang ditandai dengan gerekan ulat pada daun sampai hanya menyisakan

tulang daun saja. Serangan hama-hama ini dapat mengakibatkan tanaman tidak

dapat berkembang secara optimal karena menggangu proses fotosintesis.

Pengendalian serangan ini dapat dilakukan dengan penggunaan tanaman

perangkap, pemantauan secara dini, penanaman serempak, dan bila gejala telah

menunjukkan 12,5% kerusakan pada daun dapat dilakukan pengendalian dengan

menggunakan insektisida yang berbahan aktif sipermetrin, lamda sihalotrin. Pada

fase ini juga perlu diwaspai adanya serangan penyakit mosaik virus, yang

ditularkan oleh vektor aphids, dan kutu kebul (kutu putih). Gejala serangan

penyakit ini ditandai dengan daun yang mengeriting, dan menunjukkan gejala

mosaik dan klorosis.

Pada fase pembungaan yang perlu diwaspadai adalah serangan layu

pucuk, yang menyebabkan terganggunya proses pembungaan. Pada fase

pengisian polong serangan hama yang perlu diwaspadai yaitu ulat penggerek

polong. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan pemantauan secara dini,

penanaman serempak, tanaman perangkap,serta penggunaan parasitoid larva

Trichogramma sp.

Rouging/Seleksi

Page 84: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 84

Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian

genetik yang tinggi, oleh karena itu rouging perlu dilakukan dengan benar.

Kegiatan rouging adalag uuntuk mengidentifikasi dan menghilangkan tanaman

yang menyimpang. Penangkar benih sebagai pelaksanan roging harus mengenali

dengan baik karakteristik varietas yang diusakan. Menurut Suhartina, dkk 2013)

mengatakan Kegiatan roging pada tanaman kedelai dilaksanakan pada fase

pertumbuhan awal, fase pembungaan dan fase masak. Rouging pada fase

pertumbuhan awal kita harus membuang tanaman lain tanaman yang tumbuh tidak

sehat dan warna hipokotil yang menyimpang. Pada fase pembungaan penangkar

harus membuang tanaman yang warna bunga dan warna bulu yang menyimpang,

sedang roging pada fase masak merupakan kegiatan untuk membuang warna

polong yang menyimpang.

Peluang Penangkaran Benih Kedelai

Sistim produksi benih berbasis komunal perlu dikembangkan untuk

memenuhi kebutuhan benih kedelai baik dari segi jumlah maupun varitas yang

sesuai, yang tersedia teppat waktu. Kelompok tani mempunyai peran yang

strategis untuk mengambil bagian dalam penyediaan benih (menjadi penangkar

benih). Dengan demikian pembinaan kelompok tani menjadi hal penting dalam

rangka kemandirian kelompok. Penyediaan benih dengan cara demikian akan

mempercepat tersedianya benih baik jumlah maupun varietasnya dengan tepat

waktu.

Tabel: Produksi benih kedelai di kelompok tani suka makmur, Desa Kayu

Agung, 2013.

Keterangan Tanggamus Argomulyo Kaba Wilis Dering 1 Anjasmoro

Total

Pengeluaran 7.335.500 7.335.500 7.335.500 7.335.500 7.335.500 7.335.500

Produksi(kg

/ha) 2,080 1.600 1.600 2.200 2.080 2.500

Total

Penerimaan 18.720.000 14.400.000 14.400.000 19.800.000 18.720.000 22.500.000

Keuntungan 11.384.500 7.064.500 7.064.500 12.464.500 11.384.500 15.164.500

R/C 1,5 1,9 1,9 2,6 2,5 3,0

Sumber Data: Data Primer setelah diola 2013.

Peluang untuk memproduksi benih kedelai yang bersertivikat sangat

menjanjikan di Kab. Parigi Moutung. Didaerah ini terdapat areal tanam 3000 ha

setiap musim tanam, dengan demikian dibutuhkan benih kedelai sebanyak 120 ton

setiap musim. BPTP Sulteng mendukung kelompok tani dalam penerapan

teknologi agar petani mampu memproduksi benih bersertifikat. Keberhasilan

petani dalam menghasilkan benih bersertifikat, dapat memberikan kontribusi

dalam menyediakan benih didaerah ini. Benih yang dihasilkan digunakan oleh

Page 85: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 85

petani sekitar yang ada di Kec. Mepanga. Dengan menerapkan teknik budidaya

pada Demfarm kedelai di desa Kayuagung, Kecamatan Mepanga, Kabupaten

Parigi Moutong, maka diperoleh produksi dari masing-masing varietas yaitu,

Anjasmoro 2,5 ton/ha, Argomulyo 1,6 ton/ha, Dering1 2,08 ton/ha, Kaba 1,6

ton/ha Tanggamus 2,08 ton/ha danWillis 2,2 ton/ha. Dari hasil tersebut diketahui

produksi terendah 1,6 ton/ha yang dihasilkan oleh Argomulyo dan Kaba, sedang

hasil tertinggi yaitu 2,5 ton/ha. Dihasilkan oleh Anjasmoro.

Hasil perhitungan nilai R/C ratio pada usaha tani kedelai pada demfarm

kedelai diatas 1, yang terdiri dari Tanggamus 2,08, Argomulyo 1,6, Kaba 1,6,

Wilis 2,2, Dering 1 2,08 dan Anjasmoro 2,5. Artinya, setiap satuan biaya yang

dikeluarkan akan diperoleh hasil penjualan sebesar 1 kali lipat. Hasil ini

menunjukkan bahwa usaha tani kedelai pada demfarm layak untuk dikembangkan

dan diusahakan.

KESIMPULAN

1. Demfarm merupakan wadah pembelajaran petani untuk menerapkan inofasi

teknologi PTT Kedelai.

2. Produksi kedelai masing - masing varietas: Anjasmoro 2,5 ton/ha,

Tanggamus2,08 t/ha, Kaba 1,6 t/ha, Dering 1 2,08 t/ha, Argomulyo 1,6 t/ha

dan Wilis 2,2 t/ha.

3. Analisis Ekonomi dengan B/C Ratio diatas 1. Berarti varietas tersebut layak

untuk di kembangkan dan diusahakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2009. Teknologi Produksi Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau,

Ubi Kayu, Ubi Jalar. Balitkabi. 35 halaman.

Amrizar Nazar, Dewi Rumbaina Mustikawati dan Alvi Yani. 2008. Teknologi

Budidaya Kedelai. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Arwin, Nurfaidah Linda D dan Julianus T. 2011.Peta Parietas Tanaman Pangan.

UPT Pengawasan Mutu dan Sertivikasi Benih Tanaman Pangan dan

Hortikultura. Dinas Pertanian Daerah Propinsi Sulawesi Tengah.

BPS, 2012. Indonesia Dalam Angka. BPS. Jakarta.

Page 86: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 86

Budiharti, T dan S. Hadi. 2005. Komersialisasi varietas unggul dan

perbenihan kedelai di Indonesia.Makalah disampaikan pada

Lokakarya dan Seminar Nasional Pengembangan Kedelai di Lahan

Sub-Optimal. Balitkabi Malang, 26−27 Juli 2005. 17 hal.

Ditjen Tanaman Pangan, 2010. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Padi, Jagung,

Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010. Ditjen Tanaman Pangan

Kementerian Pertanian. 123 p.

Limbongan, J, Yakob Bunga T dan Ruslan Boy, 2001.Pengkajian Beberapa

Varietas Kedelai Menunjang Pengadaan Benih Unggul di Sulawesi

Tengah.Prosiding Seminar Regional Pengembangan Teknologi Pertanian

Spesifik Lokasi di Sulawesi Tengah.

Ruslan Boy dkk., 2012. Laporan Akhir Pendampingan Sl-Ptt Padi, Jagung Dan

Kedelai Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Sulawesi Tengah. Palu.

Suhartina dkk., 2013. Panduan Rouging Tanaman dan Pemeriksaan Benih

Kedelai. Kementerian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Page 87: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 87

Penerapan Teknologi Pola Tanam Dan Analisis Tingkat Pendapatan Pada Usahatani

Tanaman Pangan Lahan Kering Di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah

Hasmari Noer

Staf Pengajar Pada Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu

Abstrak

Ketahanan pangan merupakan program utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan

penduduk Indonesia. Ada tiga tanaman pangan utama yang menjadi prioritas untuk

dikembangkan pemerintah yaitu: padi, jagung dan kedelai. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui penerapan teknologi pola tanam pada usahatani tanaman pangan dan

untuk mengetahui tingkat pendapatan petani tanaman pangan pada lahan kering.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Lokasi penelitian adalah di

Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Teknik penarikan sampel yang

digunakan adalah purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 50 responden yang

tersebar di 3 kecamatan yakni Kecamatan Moro Atas, Kecamatan Petasia dan

Kecamatan Bungku Utara di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.

Pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan studi

pustaka. Hasil dari analisis mengenai usahatani ini akan diuraikan secara deskriptif

dan untuk tingkat pendapatan akan digunakan analisis tingkat pendapatan. Hasil

penelitian menunjukkan Pola tanam I adalah petani melakukan pola pertanaman sejenis,

yaitu padi-padi, jagung-jagung, kedele-kedele dan kacang tanah-kacang tanah. Pola

Tanam II petani melakukan pola tanam padi gogo-jagung dan Pola Tanam III padi

gogo-kedele. Berdasarkan analisa usahatani dari empat komoditas tanaman pangan,

semuanya layak untuk dikembangkan di Kabupaten Morowali kecuali untuk tanaman

padi gogo dengan tingkat produktifitas 1 ton/ha. Oleh karena itu petani dapat

meningkatkan pendapatan apabila produktifitas juga tinggi.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Penerapan teknologi , usahatani, tanaman pangan, lahan kering,

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sebagian

besar penduduk di Indonesia, karena sebagian besar penduduk Indonesia berada

di pedesaan dan hidup pada sektor pertanian. Di samping itu sektor pertanian

masih merupakan andalan penyerapan tenaga kerja dari 95,46 juta angkatan kerja

sekitar 42 persen bekerja di sektor pertanian (BPS, 2007), sebagian besar berada

pada usahatani komoditas tanaman pangan.

Bentuk usaha yang dilakukan petani dalam pengusahaan tanaman pangan

pada lahan kering pada kajian ini pertama adalah tercermin dari adanya penerapan

teknologi pola tanam, yang diusahakan oleh petani tanaman pangan pada lahan

kering. Dari susunan pola tanam apakah itu secara tumpang sari ataupun

Page 88: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 88

monokultur pada dasarnya hal itu dilakukan oleh petani dalam usaha untuk

meningkatkan produksi dan tentunya untuk meningkatkan pendapatannya.

Potensi lahan untuk pengembangan sektor pertanian tanaman pangan

(padi gogo, jagung dan kedelai) berada pada lahan kering yang terdapat di luar

Pulau Jawa. Ketiga komoditi tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan

secara sinergi baik pada lahan sawah maupun lahan kering melaui perbaikan pola

tanam. Walaupun usahatani tanaman pangan yang berada pada lahan kering

diperhadapkan dengan tingkat kesuburan yang rendah, kekeringan dan

ketersediaan benih (Sania et.al, 2002).

Di Indonesia potensi lahan kering baik untuk tanaman semusim maupun

tanaman tahunan seluas 76,2 juta ha. Kabupaten Morowali merupakan salah satu

daerah yang mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman pangan di lahan

kering di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yaitu 692.629 ha (51,24 %) dari total

luas kering di Sulawesi Tengah (Bappeda, 2006). Dari aspek luasan lahan kering

maka kabupaten Morowali mempunyai potensi yang sangat besar. Dari kondisi

tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tetang karakteristik dan potensi

pengembangan usahatani tanaman pangan pada lahan kering di Kabupaten

Morowali Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik wilayah, tingkat penerapan teknologi serta kendala dan peluang

peningkatan produksi dan produktivitas usahatani lahan kering sekaligus sebagai

bahan acuan dalam perbaikan pola tanam dan penerapan teknologi budidaya

tanaman pangan di lahan kering.

Dalam usahatani keluarga merupakan suatu rumah tangga konsumsi yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi secara optimun dan rumah tangga

produksi yang bertujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan yang

merupakan pendapatan dalam usahatani. Pendapatan usahatani komoditas

tanaman pangan adalah nilai bersih dari produksi total usaha komoditas tanaman

pangan yang merupakan selisih antara penerimaan total usahatani dan biaya total

yang dikeluarkan dalam usahatani yang dihitung dalam bentuk uang tunai.

Penerimaan total usahatani tersebut termasuk pula nilai produksi yang dikonsumsi

sendiri atau yang tidak dijual.

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

1. Objek dan Lokasi Penelitian

Objek penelitian ini adalah petani yang melaksanakan usahatani komoditas

tanaman pangan pada lahan kering sebagai mata pencaharian.

Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah di Kabupaten Morowali Provinsi

Sulawesi Tengah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut :

Page 89: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 89

1. Kabupaten Morowali sampai saat ini masih mengandalkan sektor

pertanian sebagai penyumbang PDRB terbesar yaitu sebesar 65,40%

terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku.

2. Kabupaten Morowali adalah daerah yang mempuyai agroekosistem

yang sebagian besar adalah lahan kering dan mempunyai potensi

untuk pengembangan komoditas tanaman pangan dan sebagian petani

mengembangkan usahataninya pada lahan-lahan yang tergolong lahan

kering tersebut dan jumlah petani adalah 87 % dari jumlah penduduk

sebesar 198.998 jiwa (BPS Morowali, 2008)

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Penelitian

deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan dalam penelitian sekelompok

manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat deskripsi,

gambaran,atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang dikehendaki (M.Nasir, 2005).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian survei. Dalam survei ini , informasi dikumpukan dari responden

dengan menggunakan kuesioner. Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei

sampel, dimana informasi dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili

populasi yang ada (Singarimbun et.al, 1984).

3. Metode Analisis

Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Analisis

Tingkat Pendapatan dan Kelayakan usahatani menggunakan R/C ratio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pola Penerapan Teknologi Pola Tanam Pada Usahatani Tanaman Pangan

di Kabupaten Morowali

Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama dalam penelitian ini

yaitu bagaimana penerapan teknologi usahatani komoditas tanaman pangan pada

lahan kering di Kabupaten Morowali, dapat dilihat dari pola tanam yang

dilakukan oleh petani komoditas tanaman pangan pada lahan kering. Dalam

perencanaan penggunaan sember daya alam baik untuk pertanian maupun untuk

penggunaan lainnya, agar dapat bermanfaat secara optimal dan berkelanjutan,

aspek pertama yang harus diketahui adalah karanteristik wilayah. Untuk subsektor

pertanian tanaman pangan karakeristik dan pola curah hujan merupakan salah satu

hal yang harus menjadi acuan dalam penetapan suatu rencara dan menjadi strategi

Page 90: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 90

Stasiun Kolonedale

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

CH

da

n E

T (

mm

)

CH T ET

Stasiun Bungku

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

CH

dan

ET

(m

m)

CH T ET

pengelolaan agar air yang berasal dari hujan atau dari irigasi dapat dioptimalkan

sehingga tidak merusak lingkungan serta dapat memberi hasil optimal. Dalam

penetapan jenis komoditas, waktu tanam dan pola tanam sangat berkaitan dengan

pola curah hujan agar tidak mengalami kegagalan panen. Dari hasil penelitian ini

didapatkan karakteristik dan pola hujan di kabupaten Morowali yang bertujuan

dalam penetapan jenis komoditi dan pola tanam berdasarkan kondisi

agroklimatnya. Petani berdasarkan pengalamannya dalam melaksanakan

usahataninya dapat mengetahui karakteristik dan pola hujan sepanjang waktu,

sehingga petani dapat menetapkan jenis komoditi dan pola tanam yang akan

dilakukannya sesuai dengan pola hujan tadi. Dari hasil penelitian didapatkan tiga

pola tanam yang dilakukan oleh petani. Pola tanam I adalah petani melakukan

pola pertanaman sejenis, yaitu padi-padi, jagung - jagung, kedele - kedele dan

kacang tanah - kacang tanah. Pola Tanam II petani melakukan pola tanam padi

gogo-jagung dan Pola Tanam III padi gogo-kedele, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pilihan Komoditas dan Pola Tanam Berdasarkan Curah Hujan

Pola tanam Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Tanaman pangan lahan kering

Pola tanam I

Padi gogo Padi gogo Palawija

Jagung Jagung Palawija

Kedele Kedele Sayuran

Kacang tanah Kacang tanah Bera

Pola tanam II Padi gogo Jagung Sayuran

Pola tanam III Padi gogo Kedele Bera

Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh LP2SP (2006), Bahwa

Kabupaten Morowali mempunyai karakteristik dan pola hujan tetap, hal ini

terlihat dari dua stasiun yaitu stasiun Bungku dan stasiun Kolonodale seperti

ditampilkan pada Gambar 1.

Sumber: : LP2SP, 2006

Gambar 1. Hasil Perhitungan Surflus-Defisit Air pada Dua Stasiun Pengamatan

Curah Hujan di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah

Pada Gambar1.A dan 1.B terlihat pola curah hujan yang berbeda, sehingga

dalam perencanaan pemgembangan dan pola tanamnya tentu berbeda pula. Pada

A B

Page 91: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 91

gambar tersebut terlihat bahwa wilayah kolonodale mempunyai pola curah hujan

yang jelas, merata dan tidak pernah terjadi defisit, sedangkan pada daerah Bungku

mempunyai pola yang fluktuatif dan terjadi defisit pada bulan September–

Desember. Artinya bahwa potensi kedua wilayah untuk pengembangan usahatani

terutama tanaman pangan sangat berbeda. Pada Gambar 1.A terdapat peluang dan

pengembangan pola tanam padi – padi - palawijah/sayuran sedangkan pada

Gambar 1.B kemungkinan pengembangan dan pola tanamnya adalah

palawija/sayuran-padi-palawija. Tujuan penerapan pola tanam pada usahatani

tanaman pangan adalah agar air dapat termanfaatkan secara maksimal dan

optimal. Agar sumber air dapat dimanfaatkan secara optimal maka ditingkat

lapangan harus disosialisasikan dengan baik dan sebaiknya disertai dengan

pembimbingan yang intensif dari petugas lapangan.

Dari Gambar 1. ada perbedaan karakteristik agroklimat (curah hujan)

antara dua stasiun pengamatan. Pada stasiun Kolonedale, akan dapat ditentukan

dan memilih jenis komoditas serta pola tanam yang akan di kembangkan, yang

harus menjadi pertimbangan selanjutnya adalah aspek ekonomi dan budaya.

Karena kedua aspek ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu

perencanaan dan strategi pemanfaatan sumber daya baik sumberdaya alam

maupun sumber daya air. Hal diatas menunjukkan bahwa fungsi dan peranan dari

petugas di lapangan sangat diharapkan terutama penggunaan alat-alat pencatat

curah hujan disetiap setiap wilayah, hal ini disebabkan setiap wilayah mempunyai

curah hujan yang berbeda-beda sehingga penetapan pola tanam berdasarkan

agroklimat dapat memberikan keuntungan kepada petani.

2. Pendapatan dan Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Tanaman

Pangan pada Lahan Kering di Kabupaten Morowali

Pendapatan dan analisis kelayakan usahatani komoditas tanaman pangan

pada lahan kering di Kabupaten Morowali dilakukan untuk mengetahui kelayakan

finansial usahatani yang diusahakan dan mengetahui berapa besar pendapatan dari

komoditas tanaman pangan pada lahan kering yang diusahakan petani. Dari

analisis ini dapat diketahui apakah usahatani komoditas tanaman pangan pada

lahan kering di Kabupaten Morowali layak dikembangkan atau tidak. Komoditas

utama yang dikembangkan pada lahan kering di Kabupaten Morowali adalah padi

gogo, jagung, kedele dan kacang tanah.

Pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per

usahatani dengan satuan Rp sedangkan indikator analisis kelayakan yang dipakai

adalah R/C ratio (Return Cost Ratio). Soekartawi (1995) menyebutkan bahwa R/C

ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.

Varietas padi gogo yang diusahakan petani di Kabupaten Morowali adalah

dominan varietas lokal dengan biaya benih per kg sebesar Rp. 5.000. Adapun

Page 92: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 92

analisa usahatani komoditas padi gogo dengan berbagai tingkat produktifitas di

Kabupaten Morowali disajikan pada Tabel 1.

Hasil analisis usahatani komoditas padi gogo di Kabupaten Morowali

memberikan gambaran bahwa komoditas padi gogo yang diusahakan dengan

tingkat produktifitas 2,5 ton/ha memberikan pendapatan kotor tertinggi Rp.

7.500.000,- dengan keuntungan bersih sebesar Rp. 4.134.000,- dengan R/C ratio

2,2 dan layak untuk dikembangkan. Pada tingkat produktifitas 1 ton/ha komoditas

padi gogo tetap layak dikembangkan karena R/C ratio tidak kurang dari 1 tapi

tingkat pendapatan rendah,, oleh karena itu untuk komoditas padi gogo tetap layak

untuk dikembangkan pada tingkat produktifitas 1 ton/ha.

Tabel 1. Analisis Usahatani Padi Gogo dengan Berbagai Tingkat

Produktifitas di Kabupaten Morowali Tahun 2010

No Rincian/item Tingkat Produktifitas (Ton/ha)

1,0 2,0 2,5

1. Biaya Sarana Produksi

(Rp/ha)

- Benih

- Pupuk

- Pestisida

- Herbisida

300.000

175.000

50.000

425.000

120.000

105.000

-

225.000

210.000

120.000

140.000

5. Upah buruh/TK (Rp/ha)

a. Pengolahan tanah

b. Menanam*

c. Memelihara

d. Pemupukan*

e. Memanen

800.000

500.000

300.000

-

400.000

800.000

-

600.000

500.000

640.000

800.000

-

600.000

500.000

640.000

6. Pengeluaran lain

a.Pajak

b.Biaya sewa lahan

c.Bunga

15.000

20.000

20.000

8. Total Biaya Usahatani

(Rp.ha)

2.540.000 3.210.000 3.366.000

9 Produksi/Penerimaan 3.000.000 6.000.000 7.500.000

10 Pendapatan Usahatani 460.000 2.790.000 4.134.000

11 R/C 1,18 1,8 2,2

Data Primer tahun 2010

Ket: Harga Gabah Padi Gogo Rp 3000/kg

Komoditas utama lainnya yang dikembangkan di Kabupaten Morowali

adalah jagung, dengan biaya benih per kg sebesar Rp. 5.000. Adapun analisa

usahatani komoditas jagung dengan berbagai tingkat produktifitas di Kabupaten

Morowali disajikan pada Tabel 2.

Page 93: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 93

Hasil analisis usahatani komoditas jagung di Kabupaten Morowali

memberikan gambaran bahwa komoditas jagung yang diusahakan dengan tingkat

produktifitas 4,5 ton/ha memberikan pendapatan kotor tertinggi Rp. 11.250.000,-

dengan keuntungan bersih sebesar Rp. 8.230.000,-, dengan B/C ratio 3,37 dan

layak untuk dikembangkan. Pada tingkat produktifitas 1 ton/ha komoditas jagung

tetap layak dikembangkan karena R/C ratio tidak kurang dari 1 tapi tingkat

pendapatan rendah, oleh karena itu untuk komoditas jagung layak untuk

dikembangkan di Kabupaten Morowali.

Tabel 2. Analisis Usahatani Jagung dengan Berbagai Tingkat Produktifitas di

Kabupaten Morowali Tahun 2010

No Rincian/item Tingkat Produktifitas (Ton/ha)

1,0 2,0 4,5

1. Biaya Sarana Produksi

(Rp/ha)

- Benih

- Pupuk

- Pestisida

- Herbisida

100.000

140.000

70.000

-

150.000

140.000

250.000

-

200.000

375.000

135.000

140.000

5. Upah buruh/TK (Rp/ha)

f. Pengolahan tanah

g. Menanam*

h. Memelihara

i. Pemupukan*

j. Memanen

700.000

400.000

300.000

-

400.000

800.000

600.000

600.000

-

600.000

800.000

450.000

450.000

450.000

-

6. Pengeluaran lain

a.Pajak

b.Biaya sewa lahan

c.Bunga

20.000

20.000

20.000

8. Total Biaya Usahatani

(Rp.ha)

2.130.000 3.160.000 3.020..000

9 Produksi/Penerimaan 2.500.000 5.000.000 11.250.000

10 Pendapatan Usahatani 370.000 1.840.000 8.230.000

11 R/C 1.17 1,58 3,73 Data Primer tahun 2010

Ket: Harga jagung Rp 2.500/kg

Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan analisis hasil usahatani

padi gogo dan jagung di daerah Kabupaten Sikka NTT yang keadaan

agroekosistemnya sama dengan daerah di Kabupaten Morowali yaitu dominasi

praktek usahatani adalah lahan kering, dengan produktifitas 1,0 ton/ha,

menunjukkan bahwa usahatani padi gogo dan jagung layak untuk diusahakan,

Page 94: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 94

karena nilai R/C rationya 1,59 untuk padi gogo dan 1,62 untuk jagung dan

menguntungkan kepada petani (Bernard dkk, 2005)

Salah satu komoditas utama yang diusahakan di Kabupaten Morowali

adalah kedele, dengan biaya benih per kg sebesar Rp. 10.000. Adapun analisa

usahatani komoditas kedele dengan berbagai tingkat produktifitas di Kabupaten

Morowali disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Usahatani Kedele dengan Berbagai Tingkat Produktifitas di

Kabupaten Morowali Tahun 2010

No Rincian/item

Tingkat Produktifitas (Ton/ha)

1,0 1,5 2,5

1. Biaya Sarana Produksi

(Rp/ha)

- Benih

- Pupuk

- Pestisida

- Herbisida

150.000

20.000

140.000

75.000

300.000

300.000

300.000

-

400.000

775.000

300.000

75.000

5. Upah buruh/TK (Rp/ha)

k. Pengolahan tanah

l. Menanam*

m. Memelihara

n. Pemupukan*

o. Memanen

750.000

-

400.000

-

300.000

750.000

750.000

480.000

550.000

-

750.000

600.000

500.000

600.000

600.000

6. Pengeluaran lain

a.Pajak

b.Biaya sewa lahan

c.Bunga

20.000

-

-

20.000

-

-

20.000

-

-

8. Total Biaya Usahatani

(Rp.ha)

1.855.000 3.430.000 4.620.000

9 Produksi/Penerimaan 3.000.000 9.000.000 15.000.000

10 Pendapatan Usahatani 1.145.000 5.570.000 10.380.000

11 R/C 1,61 2,62 3,25 Data Primer tahun 2010

Ket: Harga kedele Rp 6000/kg.

Hasil analisis usahatani komoditas kedele di Kabupaten Morowali

memberikan gambaran bahwa komoditas kedele yang diusahakan dengan tingkat

produktifitas 2,5 ton/ha memberikan pendapatan kotor tertinggi Rp. 15.000.000,-

dengan keuntungan bersih sebesar Rp. 10.380.000,-, dengan R/C ratio 3,25 dan

layak untuk dikembangkan. Pada tingkat produktifitas 1 ton/ha komoditas kedele

tetap layak dikembangkan karena R/C ratio tidak kurang dari 1, oleh karena itu

untuk komoditas kedele layak untuk dikembangkan di Kabupaten Morowali.

Page 95: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 95

KESIMPULAN

1. Pola tanam I adalah petani melakukan pola pertanaman sejenis, yaitu padi-

padi, jagung-jagung, kedele-kedele dan kacang tanah-kacang tanah. Pola

Tanam II petani melakukan pola tanam padi gogo-jagung dan Pola Tanam III

padi gogo-kedele.

2. Berdasarkan analisa usahatani dari empat komoditas tanaman pangan,

semuanya layak untuk dikembangkan di Kabupaten Morowali kecuali untuk

tanaman padi gogo dengan tingkat produktifitas 1 ton/ha. Oleh karena itu

petani dapat meningkatkan pendapatan apabila produktifitas juga tinggi.

3. Masih terdapat peluang peningkatan produksi dan produktivitas tanaman

pangan lahan kering di Kabupaten Morowali dengan cara memperbaiki

penerapan inovasi teknologi

DAFTAR PUSTAKA

Bustanul Arifin, Chrisman. S., M. Husen Sawit, Muajir Utomo. 1997.

Pemberdayaan Lahan Kering Untuk Penyediaan Pangan Abad 21.

Lampung : Perhepi dan Unila.

Bappeda. 2006. Farming System Zone Kabupaten Morowali, Kerjasama dengan

LP2SP Palu Provinsi Sulawesi Tengah.

BPS, 2007. Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik

Geertz,C. 1983. Involusi pertanian, Proses Perubahan Ekologi di Indonesia,

Lembaga Penelitian Sosial Pedesaan IPB dan Yayasan Obor Bharata

Karya Aksara: Jakarta

Soekartawi.1995. Analisis Usahatani. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press). Jakarta.

Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1989. Pertanian Lahan Kering Di Indonesia:

Potensi, Prospek, Kendala Dan pengembangannya. Lokakarya Evaluasi

Pelaksanaan Proyek Pengembangan Palawija SFCDPUSAID. Bogor 6-8

Desember

Page 96: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 96

Usman Hardi. 1990. Prilaku Ekonomi Rumah Tangga Usahatani Sebagai Unit

Produksi dan Konsumsi Terpadu dengan Aplikasi pada Petani Padi.

Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Unpad.

Page 97: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 97

Pemanfaatan Pangan Lokal untuk Produksi Tortilla Fungsional Berbasis

Labu Kuning

If’all

Dosen Tetap Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu

Email : [email protected] HP. 081341039224

Abstrak

Labu merupakan sumber potensial gizi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan

alternatif dengan memprosesnya untuk membentuk makanan olahan seperti makanan

ringan di samping untuk melayani sebagai dikukus, direbus, digoreng, dan makanan

panggang atau memasak dengan zat lain. Labu mengandung 78,77% karbohidrat, 3,74%

protein, 1,34% lemak, dan 2,80% serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

kualitas kimia dan organoleptik labu berdasarkan tortilla yang dihasilkan dari rasio

terbaik dari labu, ubi kayu dan ubi jalar. Penelitian ini menggunakan desain Acak

Lengkap dengan faktor tunggal berbagai bobot Selain labu. Perlakuan yang diuji adalah

tujuh tingkat bobot labu termasuk 500 g, 750 g, 1000 g, 1250 g, 1500 g, 1750 g dan 2000

g. Setiap perlakuan diulang tiga kali; Oleh karena itu, ada 21 unit eksperimental.

Parameter yang diuji adalah karakteristik kimia tortilla seperti konten karoten, kadar air

dan kadar abu, dan kualitas organoleptik termasuk warna, aroma, rasa, renyah dan

kinerja tortilla. Hasil penelitian menunjukkan bahwa labu mempengaruhi seluruh

karakteristik kimia dan semua kualitas organoleptik kecuali kualitas aroma. Isi karoten,

air dan abu meningkat dengan meningkatkan bobot labu. Tingkat kesukaan panelis 'pada

tortilla menurun dengan meningkatnya penggunaan labu. Rasio 1000 g labu sampai 1000

g singkong dan 250 g ubi jalar fluor adalah formula terbaik untuk memproduksi yang

terbaik tortilla kimia dan sifat organoleptik.

-------------------------------------------------------

Key words : Fungsional makanan, labu, tortilla

PENDAHULUAN

Peluang pengembangan labu kuning sebagai bahan pangan berpati cukup

besar dan terus didorong oleh pemerintah. Penggunaannya sebagai bahan

makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui

program diversifikasi pangan di samping peluangnya sebagai bahan baku industri

sangat luas diantaranya pada pembuatan makanan ringan.

Labu kuning termasuk salah satu jenis pangan yang mengandung 78,77%

karbohidrat, 3,74% protein, 1,34% lemak dan 2,90% serat kasar (Hidayah, 2010).

Gardjito dkk. (2006) menyatakan bahwa labu kuning mengandung 31,83% pati

dan diperkaya dengan serat. Selanjutnya Permana (2010) melaporkan bahwa

keripik labu kuning mengandung 11,75% air, 51,48% pati dan 3,40% serat kasar.

Sebagai salah satu komoditas hortikultura yang tergolong famili

Page 98: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 98

Cucurbitaceae, labu kuning memiliki warna oranye yang menandakan bahwa

labu mengandung antioksidan penting yaitu β-karoten. Bahan ini dikonversi

menjadi vitamin A di dalam tubuh. Di dalam proses konversi menjadi vitamin

A, β-karoten menghasilkan banyak fungsi penting untuk kesehatan secara

keseluruhan. Karoten merupakan salah satu pigmen karotenoid (Muchtadi et all.,

2010a) di mana senyawa tersebut berhubungan erat dengan kadar vitamin A di

dalam sayuran. Sebagai contoh, β-karoten yang banyak terdapat di dalam labu

kuning adalah precursor vitamin A (provitamin A) yang penting karena setiap

molekul β-karoten di dalam tubuh manusia akan diproses menjadi dua molekul

vitamin A. Fortifikasi karoten pada makanan dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan kapasitas antioksidan dalam plasma (Holt et al., 2002). Menurut

Winarno (2004), karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning,

oranye, merah oranye serta larut dalam lipida. Karotenoid dibedakan menjadi dua

yaitu xantofil dan hidrokarbon karoten. Karotenoid yang banyak terdapat dalam

bahan makanan adalah β-karoten yang terdapat dalam buah yang berwarna

kuning seperti labu kuning.

Oleh karena kandungan gizi yang cukup lengkap dan harganya relatif

murah, maka labu kuning sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif

pangan masyarakat. Selama ini pemanfaatan labu kuning terbatas hanya dengan

direbus atau bentuk pangan olahan lain yang cenderung tidak tahan lama

(makanan semi basah). Adapun salah satu cara pemanfaatan labu kuning agar

lebih tahan lama adalah dengan mengolahnya menjadi tortilla labu kuning, yang

disubstitusi dengan ubi kayu dan tepung ubi jalar.

Tortilla merupakan salah satu contoh makanan ringan hasil diversifikasi

bahan pangan. Tortilla pada awalnya merupakan makanan khas yang sangat

populer di Meksiko sebagai produk olahan jagung hasil pemasakan alkali,

berbentuk keripik (chips) atau bundar gepeng dengan ukuran ketebalan bervariasi

di tiap negara, oleh karena itu tidak ada standar khusus bagi Tortilla (Pascut et al.,

2004).

Tortilla dapat dibuat dari berbagai bahan terutama yang mengandung pati

atau bahan tidak berpati dengan penambahan tepung pati. Kualitas Tortilla

ditentukan oleh proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati adalah perubahan granula

pati yang membengkak luar biasa, tetapi tidak dapat kembali lagi pada kondisi

yang semula. Granula-granula pati yang tergelatinisasi sempurna akan

mengakibatkan pemecahan sel-sel pati lebih baik selama penggorengan (Siaw et

al., 1985 dalam Permana, 2010).

Penambahan ubi kayu pada pembuatan tortilla berbasis labu kuning

berfungsi untuk mendapatkan kerenyahan dan pengikat adonan yang baik karena

ubi kayu mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin sehingga mempunyai

daya ikat yang tinggi dan membentuk struktur kuat (Wicaksono, 2008). Menurut

Page 99: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 99

Matz (1984), untuk menghasilkan produk dengan mutu yang baik maka tepung

harus mengandung amilopektin tinggi yakni di atas 70%. Sebagian amilosa

dibutuhkan untuk memberikan daya tahan pecah yang memadai dan tekstur dapat

diterima.

Penambahan tepung ubi jalar berfungsi untuk mendapatkan adonan tortilla

yang homogen. Tepung ubi jalar memiliki sifat fisik dan kimia yang sangat

berbeda dengan tepung terigu, hal ini disebabkan tepung ubi jalar telah mengalami

proses gelatinisasi serta pengeringan sehingga telah kehilangan sifat-sifat asal

karbohidrat. Sifat fisik dan kimia yang paling menonjol adalah tingginya nilai

penyerapan air dan nilai kelarutan air, rendahnya pati dan tingginya gula reduksi

sehingga diperoleh adonan yang homogen (Utomo dan Antaralina, 2002).

Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan masalah yaitu bagaimana

mutu kimiawi dan organoleptik tortilla berbasis labu kuning yang dihasilkan dari

rasio terbaik labu kuning, ubi kayu dan ubi jalar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mutu kimiawi dan organoleptik

tortilla berbasis labu kuning yang dihasilkan dari rasio labu kuning, ubi kayu dan

ubi jalar terbaik.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas

Alkhairaat Palu dan Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Tadulako Palu. Penelitian dilaksanakan

mulai Desember 2012 hingga Maret 2013. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimental di Laboratorium. Penelitian ditata

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yakni

penambahan berat labu kuning yang berbeda dan Rancangan Acak Kelompok

(RAK) untuk uji organoleptik. Adapun perlakuan yang diujikan terdiri atas 7 taraf

yaitu :

P1 = 500 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

P2 = 750 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

P3 = 1000 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

P4 = 1250 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

P5 = 1500 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

P6 = 1750 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

P7 = 2000 g labu kuning : 1000 g ubi kayu : 250 g tepung ubi jalar

Seluruh perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 21 unit

penelitian. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diujikan dalam pembuatan

tortilla maka dilakukan analisis sidik ragam dan jika perlakuan berpengaruh nyata

dilanjutkan dengan uji BNJ (α = 0,05). Parameter pengukuran terdiri atas mutu

kimia tortilla yang meliputi kadar karoten, kadar air dan kadar abu serta mutu

Page 100: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 100

organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, kerenyahan dan kenampakan tortilla.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Karoten

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

berpengaruh sangat nyata terhadap kadar karoten tortilla berbasis labu kuning

yang dihasilkan. Adapun kadar karoten tortilla pada masing-masing penambahan

labu kuning disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar karoten tortilla pada masing-masing penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Kadar karoten (mg/100 g) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

9,61c

10,12c

18,45b

18,83b

20,96ab

23,25ab

25,86a

5,37

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

sebanyak 1000-1750 g memberikan kadar karoten yang relatif sama yakni

berkisar 18,45-23,25 g/100 g. Penambahan labu kuning dalam pembuatan tortilla

cenderung meningkatkan kadar karoten produk tersebut. Akan tetapi, apabila

penambahan labu kuning ditingkatkan hingga 2000 g maka karoten yang

terkandung di dalam tortilla tidak berbeda jika dibanding dengan penambahan

1500-1750 g labu kuning. Sebaliknya, penambahan labu kuning kurang dari

1000 g, yakni 500-750 g menghasilkan karoten yang rendah di dalam tortilla yaitu

berkisar 9,61-10,12 g/100 g.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak labu kuning yang

ditambahkan ke dalam adonan maka semakin tinggi kadar karoten tortilla yang

dihasilkan. Hal ini disebabkan labu kuning mengandung β-karoten yang tinggi

yaitu 7,29 mg pada setiap 100 g labu kuning. Selanjutnya hasil uji BNJ α 0,05

membuktikan bahwa penambahan 2000 g labu kuning mengandung kadar karoten

tertinggi di dalam tortilla yaitu 25,86 mg/100 g bahan, hal ini sesuai pendapat

Apandi (1984) bahwa pigmen karotenoid menyebabkan jaringan berwarna kuning,

yang didukung oleh pernyataan Winarno (1997) bahwa karoten terdapat pada

buah yang berwarna kuning seperti labu kuning. Hasil penelitian Latifah dkk,

(2010) menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning dan tepung tapioka

dengan rasio (65:35) memberikan kadar β-karoten di dalam tortilla sebesar

33,24%. Selanjutnya Santosa dan Kusumayanti (2012) membuktikan bahwa di

Page 101: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 101

dalam labu kuning terdapat kandungan β-karoten sebesar 1,15 mg/100 g dan

dalam residu jus buah labu kuning masih terdapat banyak β-karoten yakni 0,95

mg/100 g bahan. Lebih lanjut didukung oleh Gardjito dan Sari (2005)

mengemukakan bahwa labu kuning mengandung provitamin A sebesar 767 μg/g

bahan.

Identifikasi karoten secara spektrofotometri didasarkan atas bentuk

spectrum serapan dan nilai panjang gelombang serapan maksimum (Mappiratu,

1990). Tortilla diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yaitu

450 nm. Warna karoten mempunyai kisaran dari kuning sampai merah, maka

deteksi panjang gelombangnya antara 430-480 nm (Schwartz dan Elbe, 1996

dalam Kuswardhani, 2007). Komponen karoten memiliki sifat penyerapan

panjang gelombang tertentu dan menyerap panjang gelombang yang berbeda

secara maksimum, jika digunakan pelarut yang berbeda. Menurut Goodwin (1976)

dan Baurenfeind (1981) dalam Mappiratu (1990) nilai panjang gelombang serapan

maksimum karoten dalam pelarut heksan adalah 450 nm.

Karoten akan rusak selama proses pengeringan dan penggorengan. Makin

tinggi suhu dan makin lama pemanggangan yang diberikan maka akan semakin

banyak zat warna yang rusak dan akan mudah teroksidasi. Karotenoid merupakan

senyawa alami yang tingkat tidak jenuhannya sangat tinggi sehingga sangat

mudah terdegradasi akibat oksidasi dalam proses pemanasan (Kurniawan, 2012).

Retensi karoten dalam pembuatan biskuit dipengaruh oleh suhu pemanggangan

sehingga pada suhu 190 oC dihasilkan biskuit dengan retensi karoten sebesar

94,79%, retensi karoten terendah 63,22% ditemukan pada suhu pemanggangan

160 oC (Wardani et all., 2010).

Kadar Air

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

berpengaruh nyata terhadap kadar air tortilla berbasis labu kuning yang

dihasilkan. Adapun kadar air tortilla pada masing-masing penambahan labu

kuning disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar air tortilla pada masing-masing penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Kadar air (%) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

1,73b

5,93ab

5,43ab

6,67ab

7,40a

7,87a

8,37a

5,24

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

sebanyak 750-2000 g memberikan kadar air yang relatif sama yakni berkisar

Page 102: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 102

5,93-8,37%. Penambahan labu kuning dalam pembuatan tortilla cenderung

meningkatkan kadar air produk tersebut. Akan tetapi, penambahan labu kuning

kurang dari 750 g yakni 500 g menghasilkan kadar air yang rendah di dalam

tortilla yaitu sebesar 1,73%.

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat

mempengaruhi kualitas bahan. Penurunan jumlah air dapat mempengaruhi laju

kerusakan bahan pangan akibat kerusakan oleh proses mikrobiologis, kimiawi dan

enzimatis (Fardiaz, 1992). Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan

salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan lebih awet. Proses

pengurangan kadar air dapat dilakukan salah satunya melalui proses pengeringan.

Menurut Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010b) pengeringan adalah suatu cara

untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan

dengan cara menyerapkannya menggunakan energi panas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 500 g labu kuning

menghasilkan tortilla dengan kadar air terendah yaitu 1,73% dan penambahan

2000 g labu kuning menghasilkan tortilla dengan kadar air tertinggi, hal ini

disebabkan labu kuning mengandung air yang cukup banyak kemudian

mengalami proses penghancuran dengan penambahan sejumlah air untuk

menjadikan bentuk bubur labu kuning. Inilah yang menyebabkan tingginya air

pada bahan sehingga dengan semakin banyaknya jumlah bubur labu kuning yang

dipergunakan maka kadar air akan semakin meningkat hingga pada tortilla yang

dihasilkan. Dapat pula dikatakan bahwa penambahan 500 g labu kuning + 250 g

tepung ubi jalar + 1000 g ubi kayu merupakan rasio yang seimbang untuk

menghasilkan tortilla dengan kadar air terendah, hal ini diduga bahwa tortilla

berbasis labu kuning mampu mengikat air dan mengandung gluten yang berasal

dari penambahan ubi kayu di mana gluten tersebut berfungsi sebagai pengikat air,

sebagaimana pernyataan Sunaryo (1985) bahwa gluten berfungsi sebagai pengikat

air dan pembentuk elastisitas adonan.

Setelah mengalami penggorengan, kadar air tortilla dapat menurun

sebagaimana yang diuraikan oleh Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010b) bahwa

selama penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler yang lebih

besar terlebih dahulu kemudian digantikan oleh minyak panas. Air keluar dari

permukaan bahan pangan melalui lapisan tipis minyak goreng. Ketebalan lapisan

minyak akan mengontrol laju pindah panas dan pindah massa, yang ditentukan

oleh kekentalan dan kecepatan pengadukan minyak. Adanya perbedaan tekanan

uap air pada bagian dalam bahan pangan yang basah dengan minyak, merupakan

gaya yang mendorong terjadinya kehilangan air.

Kadar air produk tortilla labu kuning berkisar antara 1,73-8,37%. Menurut

Winarno (2004), kadar air bahan yang berkisar antara 3-7% mengindikasikan

tingkat kestabilan optimum bahan tersebut tercapai. Dengan demikian,

Page 103: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 103

pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak makanan

seperti reaksi browning, hidrolisis, atau hidrolisis lemak akan berkurang. Oleh

karena itu, produk keripik tortila labu kuning ini dapat dikatakan memiliki daya

simpan yang baik karena kadar air yang dikandungnya rendah. Selain itu kadar air

dalam bahan pangan juga ikut berperan dalam pembentukan sifat organoleptik

produk. Kadar air akan berpengaruh terhadap kenampakan, tekstur dan citarasa

dari suatu makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2004) bahwa air

merupakan komponen terpenting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi

kenampakan, tekstur serta citarasa makanan.

Kadar Abu

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu tortilla berbasis labu kuning yang

dihasilkan. Adapun kadar abu tortilla pada masing-masing penambahan labu

kuning disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar abu tortilla pada masing-masing penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Kadar abu (%) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

0,03e

0,04de

0,05cd

0,06bc

0,07ab

0,07ab

0,08a

0,01

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

sebanyak 1250-1750 g memberikan kadar abu yang relatif sama yakni berkisar

0,06-0,07%. Penambahan labu kuning dalam pembuatan tortilla cenderung

meningkatkan kadar abu produk tersebut. Akan tetapi, apabila penambahan labu

kuning ditingkatkan hingga 2000 g maka kadar abu yang terkandung di dalam

tortilla relatif sama jika dibandingkan dengan penambahan 1500-1750 g (tidak

berbeda). Sebaliknya, penambahan labu kuning kurang dari 1000 g, yakni 500-

750 g menghasilkan kadar abu yang rendah di dalam tortilla yakni berkisar 0,03-

0,04%.

Kadar abu secara kasar menggambarkan kandungan mineral dari suatu

bahan pangan yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin

besar kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan semakin tingginya mineral

yang dikandung oleh bahan pangan tersebut sebagaimana pernyataan deMan

(1997) bahwa mineral dalam makanan biasanya ditentukan dengan pengabuan

atau insinerasi (pembakaran).

Page 104: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 104

Jika dilihat secara keseluruhan, kadar abu tortilla terus meningkat dengan

semakin tingginya berat labu kuning yang ditambahkan. Data hasil penelitian

menunjukkan bahwa berat 2000 g labu kuning memiliki kadar abu tertinggi yaitu

0,08%, sedangkan kadar abu terrendah diperoleh pada penambahan 500 g labu

kuning yakni sebesar 0,03%. Terjadinya peningkatan kadar abu dapat disebabkan

oleh proses pengolahan seperti pengeringan. Selama proses pengeringan, pada

umumnya kandungan air bahan akan berkurang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata antara

penambahan 2000 g labu kuning dengan penambahan 500 hingga 1250 g labu

kuning diduga karena labu kuning mengandung karbohidrat dalam bentuk

polisakarida yaitu pati dan selulosa yang tinggi dimana semakin tinggi

penambahan berat labu kuning maka semakin meningkat pula kadar abu tortilla.

Hal ini diduga karena labu kuning mengandung karbohidrat 6,6 g/100 g b/b yang

cukup tinggi dan mineral khususnya kalium sebesar 45 mg (Hidayah, 2010).

Warna

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

berpengaruh sangat nyata terhadap warna tortilla berbasis labu kuning yang

dihasilkan. Adapun hasil pengujian organoleptik terhadap warna tortilla pada

masing-masing penambahan labu kuning disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengujian organoleptik terhadap warna tortilla pada masing-masing

penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Warna (Numerik) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

3,32ab

3,40ab

3,88a

3,88a

3,04b

3,32ab

3,24ab

0,65

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan berat 1250 g dan

1000 g labu kuning menghasilkan warna tortilla dengan skor tertinggi yaitu 3,88

(suka) dibanding penambahan labu kuning lainnya, meskipun tidak berbeda nyata

dengan penambahan 2000 g, 1750 g, 750 g dan 500 g labu kuning, tetapi berbeda

nyata dengan penambahan 1500 g labu kuning. Penambahan 1500 g labu kuning

menghasilkan warna tortilla dengan skor terendah yaitu 3,04 (agak suka) berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya namun tidak berbeda nyata dengan penambahan

2000 g, 1750 g, 750 g dan 500 g labu kuning.

Berdasarkan hasil penilaian panelis, skor warna tertinggi diperoleh dari

penambahan 1000 g dan 1250 g labu kuning yaitu 3,88 yang artinya panelis suka

Page 105: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 105

3,6

3,36

3,56

3,283,2

3,52 3,48

3

3,2

3,4

3,6

3,8

500 g 750 g 1000 g 1250 g 1500 g 1750 g 2000 g

Ra

ta-r

ata

og

ra

no

lep

tik

wa

rn

a

Berat labu kuning

terhadap warna tortilla yang dihasilkan. Hal ini diduga bahwa komposisi labu

kuning, ubi kayu dan tepung ubi jalar menghasilkan adonan yang seimbang

sehingga diperoleh warna tortilla yang disukai oleh panelis. Selain disebabkan

oleh bahan baku yakni terjadinya peningkatan kadar beta karoten sebagai pigmen

alami di dalam labu kuning hingga pada kadar tertentu, aktivitas enzim pada

bahan pangan selama pengeringan juga diduga menjadi salah satu faktor

terbentuknya warna kecoklatan pada tortilla. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010b) bahwa bahan pangan yang dikeringkan

berubah warnanya menjadi coklat disebabkan oleh reaksi browning enzimatik.

Selain itu mungkin dipengaruhi oleh peningkatan kadar gula reduksi dan asam

amino di dalam adonan tortilla akibat penambahan labu kuning sehingga

terbentuk warna coklat saat bahan dipanaskan. Hal ini diungkapkan oleh Yuliani

dkk., (2005) bahwa labu kuning mengandung 136 g gula atau 2,09-4,59% gula

total dan 1,1 g protein atau 0,96-1,43% protein.

Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas produk dan

dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan makanan. Baik

tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan ditandai dengan adanya wama

yang merata. Penyebab suatu bahan menjadi berwarna yaitu pigmen yang secara

alami terdapat dalam bahan pangan, adanya reaksi karamelisasi, reaksi Maillard,

oksidasi serta penambahan zat warna alami atau buatan (de Man, 1997).

Aroma

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

tidak berpengaruh nyata terhadap aroma tortilla berbasis labu kuning yang

dihasilkan. Adapun hasil pengujian organoleptik terhadap aroma tortilla pada

masing-masing penambahan labu kuning disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma tortilla pada masing-

masing penambahan labu kuning.

Gambar 1 menunjukkan bahwa penambahan berat 500 g labu kuning

menghasilkan aroma tortilla dengan skor tertinggi yaitu 3,60 (suka) sedangkan

penambahan 1500 g labu kuning menghasilkan aroma tortilla dengan skor

terendah yaitu 3,20 (agak suka).

Page 106: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 106

Aroma makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut, oleh

karena itu aroma merupakan salah satu faktor dalam penentuan mutu. Hasil

pengujian organoleptik terhadap aroma tortilla menunjukkan bahwa tingkat

kesukaan panelis relatif sama terhadap produk tersebut pada seluruh taraf

penambahan labu kuning. Adapun rentang kesukaan panelis yaitu agak suka

sampai suka. Hal ini disebabkan tortilla yang dihasilkan memiliki aroma khas,

sebagaimana pernyataan Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010b) bahwa proses

penggorengan akan membentuk flavor khas gorengan. Oleh karenanya, panelis

menyukai tortilla yang dihasilkan khususnya hasil penambahan 500 g labu

kuning. Winarno (2004) mengemukakan bahwa pada umumnya bau yang diterima

oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran

empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Aroma makanan

menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal ini aroma berkaitan erat

dengan alat panca indera pencium. Aroma yang khas dan menarik dapat membuat

makanan lebih disukai oleh konsumen sehingga perlu diperhatikan dalam

pengolahannya.

Rasa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

yang berbeda berpengaruh nyata terhadap rasa tortilla berbasis labu kuning yang

dihasilkan. Adapun hasil pengujian organoleptik terhadap rasa tortilla pada

masing-masing penambahan labu kuning disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengujian organoleptik terhadap rasa tortilla pada masing-masing

penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Rasa (Numerik) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

3,68ab

3,84a

3,48ab

3,12b

3,16ab

3,56ab

3,20ab

0,69

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan 750 g labu

kuning menghasilkan rasa tortilla skor dengan tertinggi yaitu 3,84 (suka)

dibanding perlakuan lainnya, meskipun tidak berbeda nyata dengan penambahan

2000 g, 1750 g, 1500 g dan 1000 g labu kuning, namun berbeda nyata dengan

penambahan 1250 g labu kuning. Penambahan 1250 g labu kuning menghasilkan

rasa tortilla dengan skor terendah yaitu 3,12 (agak suka) berbeda nyata dengan

Page 107: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 107

penambahan 750 g labu kuning namun tidak berbeda nyata dengan penambahan

2000 g, 1750 g, 1500 g, 1000 g dan 500 g labu kuning.

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Bahan makanan yang

mempunyai sifat merangsang syaraf perasa akan menimbulkan perasaan tertentu.

Tekstur atau konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang

dtimbulkan oleh bahan tersebut (Winarno, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penambahan labu kuning yang berbeda

berpengaruh nyata terhadap rasa tortilla yang dihasilkan. Penambahan 750 g labu

kuning memperoleh nilai kesukaan rasa tertinggi yaitu 3,68 dengan kriteria agak

suka hingga suka. Hal ini diduga disebabkan formula 750 g labu kuning, 1000 g

ubi kayu dan 250 g tepung ubi jalar adalah formula yang seimbang sehingga

menghasilkan rasa tortilla yang disukai oleh panelis.

Peningkatan berat labu kuning cenderung menurunkan tingkat kesukaan

panelis terhadap rasa. Hal tersebut diduga erat kaitannya dengan reaksi Maillard

yang menyebabkan tortilla menjadi agak gosong sehingga mempengaruhi rasa

tortilla. Hal ini didukung oleh pendapat Prarudiyanto dkk. (2009) bahwa dari

reaksi Maillard selain menghasilkan senyawa berwarna coklat terkadang juga

berpengaruh pada nilai gizi dan penyimpangan cita rasa (off-flavour).

Kerenyahan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap rasa tortilla berbasis labu kuning

yang dihasilkan. Adapun hasil pengujian organoleptik terhadap kerenyahan tortilla

pada masing-masing penambahan labu kuning disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengujian organoleptik terhadap kerenyahan tortilla pada masing-

masing penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Kerenyahan (Numerik) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

3,60b

4,24a

3,92ab

3,52b

3,40b

3,84ab

3,68ab

0,61

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan 750 g labu

kuning menghasilkan kerenyahan tortilla dengan skor tertinggi yaitu 4,24 (suka)

dibanding perlakuan lainnya, meskipun tidak berbeda nyata dengan penambahan

1000 g, 1750 g, dan 2000 g labu kuning, tetapi berbeda nyata dengan penambahan

500 g, 1250 g dan 1500 g labu kuning. Penambahan 1500 g labu kuning

menghasilkan kerenyahan tortilla dengan skor terendah yaitu 3,40 (agak suka)

Page 108: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 108

berbeda nyata dengan perlakuan 750 g labu kuning namun tidak berbeda nyata

dengan penambahan 2000 g, 1750 g, 1250 g, 1000 g dan 500 g labu kuning.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penilaian panelis

terhadap kerenyahan memperoleh skor tertinggi yakni 4,24 (suka) yaitu pada

penambahan 750 g labu kuning. Tingkat kerenyahan tersebut dipengaruhi oleh

kadar air tortilla yang relatif rendah sehingga menghasilkan kerenyahan optimal,

sebagaimana pernyataan Muchtadi (1988) bahwa kerenyahan dipengaruhi oleh

jumlah air yang terikat pada matriks karbohidrat, terutama makanan ringan yang

apabila kadar airnya terlalu tinggi akan menyebabkan tekstur menjadi kurang

renyah.

Kerenyahan dipengaruhi oleh kandungan pati pada bahan di mana seluruh

formula tortilla berbasis labu kuning memperoleh tambahan tepung ubi kayu dan

tepung ubi jalar sehingga menghasilkan kerenyahan tortilla yang disukai panelis.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Matz (1984) untuk menghasilkan produk

dengan mutu yang baik maka tepung harus mengandung amilopektin tinggi yakni

di atas 70%. Sebagian amilosa dibutuhkan untuk memberikan daya tahan pecah

yang memadai dan tekstur yang dapat diterima. Lebih lanjut Kumalaningsih dkk.,

(2005) mengemukakan bahwa granula pati mampu mengikat air lebih besar dan

berakibat kadar air bahan menjadi lebih tinggi. Besar kecilnya air yang diserap

dalam granula pati akan menentukan daya kembang pada saat pemasakan.

deMan (1997) juga menyatakan bahwa derajat kekristalan yang tinggi

menyebabkan modulus kekenyalan dan daya renggang serat selulosa menjadi

lebih besar dan mengakibatkan makanan yang mengandung selulosa lebih liat.

Kenampakan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan berat labu kuning

yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kenampakan tortilla berbasis

labu kuning yang dihasilkan. Adapun hasil pengujian organoleptik terhadap

kenampakan tortilla pada masing-masing penambahan labu kuning disajikan pada

Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengujian organoleptik terhadap kenampakan tortilla pada masing-

masing penambahan labu kuning

Berat labu kuning (g) Kenampakan (Numerik) BNJ α 0,05

500

750

1000

1250

1500

1750

2000

3,60ab

3,44ab

3,96a

3,52ab

3,12b

3,00b

3,28b

0,64

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti

berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ ά 0,05

Page 109: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 109

Hasil uji BNJ ά 0,05 menunjukkan bahwa penambahan 1000 g labu

kuning menghasilkan kenampakan tortilla dengan skor tertinggi yaitu 3,96 (suka)

dibanding perlakuan lainnya, meskipun tidak berbeda nyata dengan penambahan

500 g, 750 g, dan 1250 g labu kuning, tetapi berbeda nyata dengan penambahan

1500 g, 1750 g dan 2000 g labu kuning. Penambahan labu kuning lebih dari 1250

g cenderung menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan tortilla.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan labu kuning hingga

1250 g cenderung meningkatkan skor kesukaan panelis terhadap kenampakan

tortilla. Hal ini karena kenampakan produk dipengaruhi oleh warna dan bentuk

produk tersebut. Dari data ini dapat dilihat bahwa panelis cenderung menyukai

produk dengan kenampakan yang cerah yang penilaiannya hampir sama dengan

yang diberikan terhadap kriteria warna.

Kenampakan yang dihasilkan selama proses pengolahan tortilla

dipengaruhi oleh warna produk sebab warna kuning dari labu mengalami

perubahan selama oses pengolahan yang disebabkan adanya reaksi enzim dan non

enzimatis sehingga warna kuning pada labu berubah menjadi kecoklatan.

Sebagaimana pernyataan Apandi (1984) bahwa pigmen karotenoid menyebabkan

jaringan berwarna kuning. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa kandungan

karoten di dalam labu kuning dapat teroksidasi oleh enzim lipoksidase yang

terdapat di dalam jaringan sehingga merusak karotennya, sebagaimana halnya

pada asam askorbat. Oksidasi dapat pula terjadi secara non enzimatis yang

dipengaruhi oleh cahaya.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Penambahan labu kuning berpengaruh nyata terhadap mutu kimia dan mutu

organoleptik tortilla kecuali mutu aroma.

2. Kadar karoten, kadar air dan kadar abu tortilla meningkat sejalan dengan

peningkatan penggunaan labu kuning.

3. Tingkat kesukaan panelis terhadap tortilla cenderung menurun dengan

meningkatnya penggunaan labu kuning.

4. Rasio 1000 g labu kuning terhadap 1000 g ubi kayu dan 250 g tepung ubi jalar

merupakan formula terbaik pada hampir keseluruhan komponen kimiawi dan

organoleptik tortilla.

Rekomendasi

1. Perlu pengembangan alternatif prosedur pengolahan yang lebih cepat untuk

meningkatkan efisiensi produksi tortilla misalnya pada proses pencetakan dan

proses penggorengan.

Page 110: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 110

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengkaji aspek pangan

fungsionalnya.

3. Perlu dilakukan penelitian tentang masa simpan tortilla.

4. Perlu penelitian lanjutan mengenai kelayakan aplikasi formula labu kuning

terbaik, disarankan mengunakan 750-1250 g labu kuning untuk memproduksi

tortilla dalam skala industri menuju tahap industrialisasi dalam rangka

diversifikasi pangan lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap beras dan

impor terigu.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi M., 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.

de Man J.M., 1997. Kimia Makanan. Penerjemah K. Padmawinata. ITB Press,

Bandung.

Fardiaz S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gardjito M., dan T.F.K. Sari, 2005. Pengaruh Penambahan Asam Sitrat Dalam

Pembuatan Manisan Kering Labu Kuning (Cucurbita maxima) terhadap

Sifat-Sifat Produknya. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas

Mulawarman 1(2) : 81-85.

__________., Adnan M, dan Tranggono. 2006. Etilen Luka, Aktivitas Enzim

Peroksidase, Polifenol Oksidase, dan Fenil Alanin Liase pada Irisan

Mesokarp Labu Kuning. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 14(1): 14-

23

Hidayah R., 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh).

http://www.borneotribune.com [26/05/2012].

Holt R.R., S.A. Lazarus, M.C. Sullards, Qin Yan Zhu, D.D. Schramm, J.F.

Hammerstone, C.G. Fraga, H.H. Schmitz and C.L. Keen. 2002.

Procanidin Dimmer B2 (epichatecin(4ß-8)-epichatecin) in Human Plasma

After The Consumption of a Flav-O-Rich Cocoa. J.Clin.Ntr. 76:798-804.

Kumalaningsih, Wignyanto dan Fitria, 2005. Perancangan Unit Pengolahan

Keripik Tortilla Jagung (Corn Tortilla Chips) dalam Skala Industri Kecil.

J.Teknologi Pertanian 6(1) 7-16.

Kurniawan, C., 2012. Kajian Penurunan Beta Karoten Selama Pembuatan Flakes

Ubi Jalar (Ipomea batatas Lam) dalam Berbagai Suhu Pemanggangan.

Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Page 111: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 111

Kuswardhani, D.S., 2007. Mempelajari Proses Pemekatan Karotenoid

dari Minyak Sawit Kasar dengan Metode Fraksinasi Bertahap. Skripsi

tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian

Bogor.

Latifah, T. Susilowati dan T.R. Erlia, 2010. Flake Labu Kuning (Cucurbita

moschata) dengan Kadar Vitamin A Tinggi. Artikel Ilmiah. Program Studi

Teknologi Pangan. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa

Timur, Surabaya.

Mappiratu, 1990. Produksi Beta Karoten pada Limbah Cair Tapioka dengan

Kapang Oncom Merah. Tesis. FPS-Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Matz S.A., 1984. Snack Food Technology. The Avi Publishing Company. Inc.

Westfort. p.12-14.

Muchtadi T.R., 1988. Teknologi Pemasakan Ekstruksi. Pusat Antar Universitas.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muchtadi, T.R., Sugiyono dan F. Ayustaningwarno, 2010a. Ilmu Pengetahuan

Bahan Pangan. Alfabeta, Bandung.

_____________, dan F. Ayustaningwarno, 2010b. Teknologi Proses Pengolahan

Pangan. Alfabeta, Bandung.

Pascut, S., Kelekci, N., Waniska, R.D., 2004. Effects of Wheat Protein Fractions

on Flour Tortilla Quality. Cereal Chemistry 81, 38-43.

Permana A.D., 2010. Pengaruh Proporsi Labu Kuning : Tepung Tapioka dan

Penambahan Natrium Bikarbonat terhadap Karakteristik Keripik Simulasi

Labu Kuning. Skripsi tidak diterbitikan. Surabaya: Fakultas Teknologi

Industri, UPN-Veteran.

Prarudiyanto A., I.W.S. Yasa dan I.W. Ronniah, 2009. Karakteristik Keripik

Tortilla Jagung dengan Penambahan Ampas Tahu. Prosiding Seminar

Nasional FTP-UNUD Bali. 43-51.

Santosa H., dan H. Kusumayanti, 2012. Likuifasi Enzimatik β-karoten sebagai

Fungtional Food yang terdapat dalam Pomace dari Buah Labu Kuning

(Curcubitae mochata). J.Teknik 33 (2) 70-73 ISSN 0852-1697.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Page 112: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 112

Utomo J.S. dan S.S. Antarlina. 2002. Tepung Instan Ubi Jalar untuk Pembuatan

Roti Tawar. Majalah Pangan 11 (38) 54-60 Jakarta.

Wardani D.M., Mappiratu dan Nurhaeni, 2010. Kajian Retensi Karoten Biskuit

berbasis Stearin pada Berbagai Suhu Pemanasan. J.Kimia Sains 2 (1) 21-

31.

Wicaksono, A. 2008. Suksinilasi Pati. http://digital_126123-FAR.050-08-

Suksinilasi pati-Literatur.pdf. [08/06/2013].

Winarno F.G., 1997. Pangan, Gizi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

___________, 2004. Kima Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yuliani, S., E.Y. Purwani, S. Usmiati, dan H. Setiyanto. 2004. Penelitian

Pengembangan Teknologi Pengolahan Pangan Berbasis Sagu, Sukun dan

Labu Kuning. Kegiatan Penelitian Pengembangan Teknologi Pengolahan

Berbasis Labu Kuning (Laporan Akhir). Jakarta: Balai Besar Litbang

Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Page 113: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 113

Pengelolaan Tanaman Terpadu Dua Varietas Unggul Jagung Pada Lahan

Bekas Banjir Di Kabupaten Parigi Moutong

Irwan Suluk Padang, Soeharsono dan Syafruddin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jalan Lasoso 62 Biromaru, Sigi, Sulawesi Tengah

e-mail : [email protected]

Abstrak

Bencana banjir bandang di Kecamatan Parigi Selatan pada tanggal 25 Agustus 2012

telah merusak sarana dan prasarana irigasi serta lahan sawah. Lahan sawah yang rusak

akibat banjir seluas 264,8 ha dan tersebar di Desa Lemusa, Dolago, Boyantongo, Masari

dan Sumbersari. Kajian ini dilakukan pada lahan bekas banjir di Kecamatan Parigi

Selatan Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah pada bulan Desember

2012 sampai Mei 2013 dengan tujuan untuk melakukan kajian kemungkinan pemanfaatan

lahan terdampak banjir. Pengkajian dilaksanakan dua tahap yaitu: tahap pertama

melakukan identifikasi lokasi dan tahap kedua melakukan uji adaptasi varietas unggul

jagung dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Hasil kajian menunjukkan bahwa lahan

sawah yang tertimbun material longsoran tidak dapat lagi digunakan untuk pertanaman

padi, namun masih memungkinkan untuk tanaman palawija seperti jagung. Kajian

adaptasi dilakukan pada dua varietas unggul jagung yaitu Srikandi Kuning dan Lamuru

dan satu varietas jagung lokal sebagai pembanding. Hasil kajian adaptasi

memperlihatkan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman sangat baik untuk dua varietas

unggul jagung yaitu hasil biji kering 5,5 t/ha pada varietas Srikandi kuning dan 4,9 t/ha

pada varietas Lamuru dengan nilai B/C ratio masing-masing varietas 2,03 dan 1,80.

Sedangkan untuk jagung varietas lokal menunjukkan hasil 3,2 t/ha dengan B/C ratio

1,16.

------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci : Jagung, lahan bekas banjir, produktivitas, Parigi Moutong

PENDAHULUAN

Perubahan iklim yang terjadi pada saat ini mengakibatkan terjadinya hal-hal

yang berdampak terhadap sistim budidaya. Salah satu dampak dari perubahan

iklim adalah bencana banjir. Bencana banjir merupakan kejadian yang dapat

terjadi setiap saat dan berdampak pada kerugian, baik korban jiwa maupun materi.

Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan

dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya. Bencana merupakan suatu

peristiwa alam atau lingkungan buatan manusia yang berpotensial merugikan

kehidupan manusia, harta, benda atau aktivitas manusia (Harta, 2009). Dalam hal-

hal tertentu, bencana alam termasuk peristiwa banjir dapat menghancurkan

harapan hidup anggota masyarakat dengan menghilangkan sebagian atau semua

kekayaan yang dimiliki baik yang berbentuk benda hidup, seperti anggota

keluarga, ternak dan tanaman maupun benda mati, seperti rumah, pekarangan,

Page 114: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 114

ladang, dan sawah tempat masyarakat menggantungkan hidup (Sukandarrumidi,

2010).

Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan pada daerah yang biasanya kering

(Himpunan Ahli Teknik, 1984). Aktivitas manusia yang kurang memperhatikan

lingkungan telah banyak memicu dan mempercepat terjadinya bencana alam.

Sebagai contoh pemotongan lereng terjal untuk pemenuhan sarana prasarana jalan

dan pemukiman dapat memicu longsor, dan okupasi badan sungai mengakibatan

berkurangnya dimensi/ukuran palung sungai sehingga terjadi banjir karena sungai

tak mampu menampung aliran air (Paimin, Et All, 2009).

Bencana banjir bandang di Kecamatan Parigi Selatan pada tanggal 25 Agustus

2012 telah merusak sarana dan prasarana irigasi serta lahan sawah. Lahan sawah

yang rusak akibat banjir seluas 264,8 ha dan tersebar di Desa Lemusa, Dolago,

Boyantongo, Masari dan Sumbersari. Areal persawahan tertutup pasir dan

sebagian kecil lumpur serta kayu-kayu glondongan. Akibatnya lahan sawah

tersebut tidak dapat digunakan untuk pertanaman padi. Untuk memulihkan dan

mengaktifkan perekonomian masyarakat di wilayah terdampak banjir, maka

dilakukan pengkajian introduksi varietas unggul jagung dengan inovasi

pengelolaan tanaman terpadu (data belum terpublikasi, merupakan hasil survey

penulis).

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

terpenting, setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.

Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara)

juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber

karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun

tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal

dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung

bulir dan tepung tongkolnya).

Laju permintaan jagung yang semakin meningkat dipicu oleh semakin

tingginya permintaan akan produk peternakan. Menurut Haryono dalam Abidin,

menyatakan bahwa proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total

kebutuhan jagung mencapai 83% (Abidin, 2013). Dengan demikian fungsi jagung

khususnya untuk pakan menjadi sangat penting. Pemanfaatan lahan bekas banjir

di Kabupaten Parigi Moutong perlu dikaji agar petani di wilayah tersebut dapat

mengolah dan memanfaatkan lahan sebagai sumber penghidupan. Teknologi

sistem budidaya komoditas jagung tersedia dan berdasar hasil penelitian diketahui

bahwa ada hubungan positif antara perkembangan industri pakan dengan adopsi

teknologi jagung (Kasryno, 2002).

Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian pemanfaatan lahan terdampak

banjir dengan uji adaptasi jagung dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT)

untuk meminimalisasi kerugian petani.

Page 115: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 115

METODOLOGI

Lokasi

Lokasi pengkajian di lahan bekas Banjir di Desa Lemusa Kecamatan Parigi

Selatan Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah.

Bahan dan Peralatan

Benih jagung, pupuk, alat pengolah tanah, tali ajir dan alat tanam. Benih

jagung adalah varietas Srikandi kuning, Lamuru dan lokal.

Tahapan Kegiatan

Tahapan kegiatan berupa a). persiapan dan b). penelitian lapangan yang terdiri

atas : 1. inventarisasi dan karakterisasi kondisi bio-fisik lahan dan 2. Uji adaptasi

tanaman jagung. Pengamatan fisik dan kimia tanah dilakukan dengan kajian

metode cepat (quick assesment method) dengan alat bantu perangkat uji tanah

kering (PUTK). Aspek yang diamati pada kegiatan inventarisasi kondisi bio-fisik

lahan adalah: kedalaman solum hasil endapan, kadar hara NPK dengan PUTK

sedangkan Pada Kegiatan uji adaptasi tanaman adalah pertumbuhan (tinggi

tanaman 45 hari setelah tanam) dan saat panen (hasil panen tanaman jagung).

Kajian dilaksanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan Desember 2012 hingga Mei

2013.

Pada uji adaptasi varietas unggul jagung menggunakan teknologi dasar dari

pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT). Rancangan

yang digunakan adalah rancangan acak kelompok. Perlakuan adalah : varietas

jagung yang terdiri atas: Varietas Srikandi Kuning, Lamuru dan lokal. Masing-

masing perlakuan diulang 3 kali. Luas plot percobaan 20 m x 50 m. Untuk

mengetahui respon dan varietas unggul jagung dilakukan uji lanjut jika terjadi

perbedaan. Analisis dilakukan dengan Uji anova dengan taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah

Wilayah Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong, Propinsi

Sulawesi Tengah, memiliki luas 199,68 km2 (BPS, 2010). Secara adiministrasi,

Kecamatan Parigi Selatan memiliki batas wilayah, yaitu :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Parigi

Sebelah barat berbatatasan dengan Kota Palu

Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tomini

Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Torue.

Dari aspek demografi, jumlah penduduk Kecamatan Parigi Selatan sebanyak

20.755 jiwa dengan komposisi 10.623 laki-laki dan 10.131 wanita atau seks ratio

105 dan kepadatan 103,8 jiwa per km2. Jarak dari Kota Palu 97 km dengan

waktu tempuh 3-4 jam.

Page 116: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 116

Curah Hujan

Data curah hujan selama 10 tahun terakhir (tahun 2000-2010) dari stasiun

terdekat yaitu Stasiun Dolago disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Curah Hujan di Kecamatan Parigi Selatan selama 10 tahun (Tahun

2000-2010)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2000 65 29 140 184 111 309 239 288 115 145 140 121

2001 77 56 70 120 179 107 123 163 230 245 169 39

2002 148 52 114 233 230 379 461 104 202 62 334 75

2003 49 24 409 279 135 171 24 246 126 71 194 198

2004 138 7 95 138 53 165 437 49 94 112 107 147

2005 144 35 219 285 679 427 368 454 304 302 171 160

2006 93 235 105 184 263 413 331 443 343 122 282 166

2007 63 135 121 243 225 398 460 379 190 152 125 210

2008 159 57 215 267 175 236 295 318 280 251 233 102

2009 102 49 180 140 77 261 192 166 265 113 273 40

2010 78 206 60 254 446 431 188 263 346 170 166 105

Rerata 101.5 80.5 157.1 211.5 233.9 299.7 283.5 261.2 226.8 158.6 199.5 123.9

Sumber: BPP Dolago Kabupaten Parigi Moutong, 2000-2010

Tabel ini menunjukkan bahwa di kecamatan Parigi Selatan mempunyai curah

hujan yang tinggi setiap bulannya. Curah hujan rata-rata terendah terjadi pada

bulan Februari yaitu 80.5 mm, sedangkan pada bulan-bulan lainnya mempunyai

curah hujan di atas 100 mm/bulan. Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi

ketersediaan air dari curah hujan cukup besar untuk dimanfaatkan dalam

budidaya pertanian. Berdasarkan ketersediaan air dan tipe tanah, maka ada 2

(dua) komoditas yang berpeluang untuk dikembangkan, yaitu jagung dan kacang

tanah. Tanaman jagung memiliki kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik

jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6-8.

Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. Jagung

merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-

500 mm (Allen, Raes and Smith. 1998). Kebutuhan air tanaman jagung terbagi

menjadi lima fase, yaitu fase pertumbuhan awal (15-25 hari), fase vegetatif (25-40

hari), fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (35-45 hari) dan fase

pematangan (10-25 hari) (Akil. Et all, 2003). Dengan karakteristik tersebut, maka

tanaman jagung berpeluang untuk diusahakan di lahan bekas bencana banjir

bandang.

Keadaan Tanah

Berdasarkan hasil penelitian/kajian lapangan, maka ditemukan jenis tanah ada

di daerah bekas banjir yang diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy tahun 2003

ditemukan Ordo, yaitu Entisols. Adapun ciri dan hasil pengamatan pada lahan

bekas banjir diuraikan sebagai berikut: Entisols adalah tanah-tanah yang belum

mempunyai perkembangan struktur atau tanah belum berkembang (unripe),

karena proses pengendapan bahan baru yang berlangsung secara berulang-ulang,

Page 117: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 117

sehingga horisonisasi belum terbentuk. Tanah terbentuk dari endapan sungai

dengan penampang dalam, tekstur kasar, dan drainase cepat, diklasifikasikan

kedalam Grup Udipsamments atau tanah Regosol.

Gambar 1. Kenampakan Profil Tanah di Lokasi Kajian

Hasil pengamatan kadar hara terlihat bahwa kandungan bahan organik rendah,

kandungan total N tanah rendah hingga sedang, P-total rendah, K-total rendah

hingga sedang dengan kemasaman (pH) tanah agak masam hingga netral (Quick

Analysis) dengan menggunakan perangkat uji tanah kering (PUTK). Dari data ini

dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah lokasi penelitian/kajian

tergolong sedang. Perubahan mendasar akibat banjir pada tanggal 25 Agustus

2012, tertimbunnya areal persawahan dengan kedalaman antara 40 cm hingga 80

cm dan menghilangkan semua pematang sawah. Hal lain yang dipengaruhi oleh

banjir tersebut adalah rusaknya sarana irigasi. Namun demikian, lahan tersebut

masih berpotensi dikembangkan untuk usahatani lahan kering, diantaranya

tanaman tanaman pangan dan tanaman tahunan. Untuk itu, Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah) melakukan uji coba

pengembangan tanaman jagung dengan menggunakan pendekatan pengelolaan

tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) pada beberapa titik lahan bekas banjir di

Desa Lemusa Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong. Hal ini

menggambarkan bahwa lahan di wilayah bekas banjir di Kecamatan Parigi

Selatan masih dapat dimanfaatkan untuk pertanaman palawija.

Hasil Uji Adaptasi

Pertumbuhan

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman, tanaman jagung

memperlihatkan pertumbuhan yang baik (Gambar 2). Hal lain yang diamati

bahwa petani sudah mulai berkeinginan untuk membuka lahannya masing-

masing, namun terkendala pada modal usahatani.

Page 118: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 118

Secara visual, pertanaman jagung memperlihatkan pertumbuhan dan

perkembangan yang baik sampai menjelang panen. Dari hasil pengamatan, baik

lahan maupun kondisi iklim dan curah hujan, maka komoditi tanaman pangan

yang dianjurkan atau direkomendasikan adalah tanaman agak toleran terhadap

perubahan suhu dan iklim seperti jagung, kacang tanah dan wijen, penerapan

teknologi dan inovasi konservasi lengas tanah dan teknologi sistem pengairan

lahan kering sangat dianjurkan untuk mendukung berhasilnya pertanaman pada

musim kering.

Salah satu aspek penting yang harus menjadi perhatian pada daerah kajian

adalah fluktuasi lengas tanah, sehingga varietas yang dipilih harus toleran

terhadap fluktuasi tersebut. Ada beberapa varietas jagung yang dapat beradaptasi

dengan baik terhadap fluktuasi suhu tersebut seperti Lamuru, Srikandi

kuning/putih dan Sukmaraga. Inovasi konservasi lengas yang paling sesuai adalah

dengan pengembalian sisa tanaman pada saat panen yang dapat berfungsi sebaga

mulsa dan sumber bahan organik. Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah

penggunaan jenis jagung hibrida dan inovasi teknologinya. Untuk itu, dalam

perbaikan dan peningkatan kinerja dan produktivitas petani perlu pendampingan

teknologi dan kajian adaptasi varietas-varietas unggul.

A B C

Gambar 2. Pertumbuhan tanaman jagung di area kajian adaptasi di Kabupaten

Parigi Moutong (A = Pertanaman petani tanpa sentuhan teknologi); B

= Pertanaman jagung dengan pendekatan PTT); (C = Pertanaman

jagung menjelang panen)

Hasil Panen Tanaman

Hasil panen tanaman dari kegiatan pengkajian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari tabel terlihat bahwa varietas Srikandi Kuning menunjukkan hasil yang paling

tinggi dengan nilai 5,5 t/ha, kemudian varietas Lamuru sebesar 4,9 t/ha,

sedangkan yang terendah adalah varietas lokal sebesar 3,2 t/ha. Pada tabel tersebut

Page 119: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 119

terlihat bahwa pertumbuhan tanaman jagung untuk varietas unggul Srikandi

Kuning dan Lamuru menunjukkan hasil yang cukup baik untuk pertumbuhan dan

hasil panen. Kedua varietas tersebut menunjukkan hasil yang berbeda nyata

setelah dilakukan uji Duncan jika dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung varietas lokal. Hasil ini menggambarkan bahwa lahan bekas

banjir masih dapat dimanfaatkan untuk usahatani jagung, meskipun tekstur

tanahnya tergolong kasar dan kandungan hara yang relatif rendah.

Tabel 2. Pertumbuhan dan Hasil Jagung Pada Lahan Kering Bekas Banjir di

Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong

No. Perlakuan/Varietas Tinggi Tanaman (cm) Hasil Panen

Biji (t/ha) 45 Hst Saat Panen

1. Srikandi Kuning 65b 129

b 5,5

b

2. Lamuru 65b 220

c 4,9

b

3. Lokal 60a 100a 3,2

a

KK (%) 12,92 23,94 18,85 Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan

pada taraf 5 %

Kelayakan Usahatani

Salah satu indikator penting dalam suatu sistem usahatani yang dapat dijadikan

tolak ukur terhadap tingkat kelayakan dan efisiensi usahatani adalah kelayakan

usahataninya dengan nilai B/C harus lebih dari 1. Hasil analisis kelayakan

usahatani jagung pada kegiatan ini secara keseluruhan dapat dikatakan layak

dengan nilai B/C ratio diatas 1 dapat dilihat pada Tabel 3. Pendapatan tertinggi

diperoleh pada penggunaan varietas Srikandi Kuning dengan nilai pendapatan

Rp. 11.050.000, dengan nilai B/C ratio 2,07. Akil et,al (2007), melaporkan

bahwa dengan modifikasi pertanaman jagung dapat meningkatkan pendapatan 2-3

kali lipat dibandingkan dengan sistem konvensional.

Tabel 3. Analisis Kelayakan Usahatani Jagung Kajian Pengelolaan Tanaman

Terpadu Pada Lahan Bekas Banjir di Kabupaten Parigi Moutong

Uraian Tanaman Jagung

Varietas Srikandi

Kuning Varietas

Lamuru Varietas

Lokal Biaya Sarana Produksi: (Rp/ha) 2.450.000 2.250.000 1.890.000. Biaya Tenaga Kerja: (Rp/ha) 3.000.000 3.000.000 3.000.000 Total Biaya 5.450.000 5.250.000 4.890.000 Produksi biji/polong (t/ha) 5.5 4,9 3,2 Nilai Produksi (Rp/ha) 16.500.000 14.700.000 9.600.000 Pendapatan (Rp/ha) 11.050.000 9.450.000 5.710.000 Nilai B/C 2.03 1, 80 1,16

Ket: Harga biji jagung Rp. 3.000,-

Untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani pada wilayah ini,

perlu dilakukan perbaikan sistem budidaya dan pengolahan sisa tanaman. Hasil

Page 120: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 120

penelitian Syafruddin dan Saidah, (2006) menunjukkan bahwa dengan modifikasi

sistem pertanaman jagung dapat meningkatkan produktivitas lahan dan

pendapatan pendapatan petani jagung pada lahan kering 33,54% dibandingkan

dengan sistem konvensional (Syafruddin dan Saidah, 2006).

KESIMPULAN

Baik dari segi pertumbuhan maupun hasil menunjukkan bahwa dua varietas

unggul jagung (Srikandi Kuning dan Lamuru) lebih baik daripada varietas lokal.

Untuk perbaikan dan peningkatan kinerja dan produktivitas petani perlu dilakukan

pendampingan teknologi dan kajian adaptasi varietas-varietas unggul.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Pertanian yang telah

membiayai kegiatan pengkajian ini melalui DIPA Tahun 2013, Pemerintah

Kabupaten Parigi Moutong dan instansi terkait yang telah bekerjasama dalam

pelaksanaan kegiatan ini, Bapak Dr. Yopi, B.Agr yang banyak memberikan

bimbingan dan juga kepada teknisi yang telah banyak membantu kegiatan ini di

lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, 2013. Kajian Pengembangan Jagung pada Lahan Sawah sebagai

Tanaman MT III di Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Serealia.

Hal. 713.

Akil. M. E.Y. Hosang dan A. Najamuddin, 2003. Produksi Biomassa dan Biji

Jagung Melalui Pengaturan Populasi dan Jarak Tanam. Makalah di

Sampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung di

Makassar dan Maros, 29-30 September 2003. 14 hal.

Akil. M.. I.U. Firmansyah dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Air Tanaman jagung

dalam Buku Jagung. Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai

Penelitian Tanaman Serealia. Penerbit: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Hal 219-

230.

Allen. RG.. L.S. Pereira. D. Raes and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration-

Guidlines for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation

and Drainade Paper No. 56. Rome.

BPS, 2010. Sulawesi Dalam Angka.

Harta, M, 2009. Pemintaan Resiko Bencana Banjir di Wilayah Gresik Utara,

Tugas Akhir. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Tidak Dipublikasikan.

Page 121: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 121

Himpunan Ahli Teknik, 1984. Diskusi Panel Cekungan Bandung, 10-1- 1984.

Kasryno, F. 2002. Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Paimin, Sukresno dan Irfan Budi Pramono. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan

Tanah Longsor. Tropenbos International Indonesia Programme.

Balikpapan. 38 hlm.

Sukandarrumidi, 2010. Bencana Alam & Bencana Anthropogene: Petunjuk

Praktis untuk Menyelamatkan Diri dan Lingkungan. Penerbit

Kanisius, Yogyakarta. 260 hlm.

Syafruddin dan Saidah, 2006. Produktivitas Jagung dengan Pengaturan Jarak

Tanam dan Penjarangan Tanaman Pada Lahan Kering di Lembah

Palu. Jurnal Penelitian Pertanian 25 (2): 129-134.

Page 122: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 122

Biologi Penggerek Batang Jagung (Ostrinia Furnacalis, Pyralidae: Lepidoptera) dan

Serangannya Pada Tanaman Jagung Provit A1 dan A2

Asni Ardjanhar, Masyitah Muharni, dan Benyamin Ruruk

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jalan LasosoNo.62, Biromaru Telp (0451)482546

Abstrak

Penggerek Batang Jagung (Ostrinia Furnacalis) merupakan salah satu hama utama pada

tanaman jagung. Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20 hingga 80%. Besarnya

kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi O. Furnacalis dan umur tanaman terserang.

Siklus hidup O. Furnacalis ± 27 hingga 46 hari dimana fase telur tiga hingga empat hari, fase

larva terdiri atas lima instar dimana stadia masing-masing instar tiga hingga tujuh hari, fase

pupa tujuh hingga sembilan hari, dan fase ngengat dua hingga tujuh hari. Kegiatan

berlangsung dari bulan Juli hingga September 2014 di desa Pulu Kecamatan Dolo Selatan,

dengan menggunakan dua varietas yaitu Provit A1 dan A2. Pengambilan sampel dilakukan

secara acak pada lima titik secara heksagonal dengan parameter pengamatan jumlah daun,

tinggi tanaman, tinggi kedudukan tongkol, dan jumlah lubang gerek. Rerata hasil pengamatan

untuk Provit A1 tinggi tanaman 209 cm, tinggi tongkol 88.26 cm, jumlah tongkol 2.16 tongkol,

jumlah daun 10.46 helai, dan jumlah lubang gerek 2.26 lubang. Adapun rerata hasil

pengamatan untuk Provit A2 yaitu tinggi tanaman 182 cm, tinggi tongkol 70 cm, jumlah tongkol

1.36 tongkol, jumlah daun 11.40 helai, dan jumlah lubang gerek 1.16 lubang. Persentase

serangan hama O. Furnacalis cukup tinggi pada varietas provit A1 berkisar 90% dan pada

varietas Provit A2 berkisar 80%.

Kata kunci : Penggerek Batang, Serangan, Jagung

PENDAHULUAN

Jagung komposit provit A adalah jagung kaya vitamin A atau beta karoten yang

tinggi, yaitu 0,081 ppm hingga 0,105 ppm, lebih tinggi dibandingkan jagung lainnya

yang mempunyai kandungan beta karoten 0,048 ppm. Jagung komposit ini telah dilepas

oleh Menteri Pertanian dengan nama varietas ProvitA1 dan Provit A2. Potensi hasil

kedua varietas 17-22% lebih tinggi dibanding varietas komposit lain, dan mampu

menghasilkan 6,0-7,0 t/ha (Yasin et all, 2012).

Dalam teknik budidaya jagung kehadiran hama sebagai organisme pengganggu

tanaman (OPT) terkadang tidak dapat dihindari. Salah satu hama yang sering dijumpai

menyerang adalah Penggerek Batang Jagung (Ostrinia Furnacalis Pyralidae:

Lepidoptera) yang merupakan salah satu hama utama pada pertanaman jagung di

Page 123: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 123

Indonesia termasuk di Sulawesi Tengah, seperti halnya yang menyerang pertanaman

jagung Provit A1 dan Provit A2 di desa Pulu Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi.

O. Furnacalis merupakan serangga bermetamorfosis sempurna terdiri dari empat

fase yaitu fase telur, fase larva, fase pupa, dan fase ngengat. Pada fase larva O.

Furnacalis menyerang tanaman jagung mulai dari merusak daun, batang, serta bunga

jantan dan bunga betina. Serangan pada tanaman jagung umur dua dan empat minggu

menyebabkan keruasakan pada daun, pucuk, dan batang. Pada tanaman umur enam

minggu menyebabkan kerusakan pada daun, batang, bunga jantan dan bunga betina,

sedangkan serangan pada tanaman umur delapan minggu menyebabkan kerusakan pada

daun, dan batang (Nonci dan Baco 1987).

METODOLOGI

Kegiatan dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2014, bertempat

di desa Pulu kecamatan Dolo Selatan kabupaten Sigi. Pengambilan sampel dilakukan

secara acak pada lima titik yang berbeda secara heksagonal, dengan parameter

pengamatan tinggi tanaman, tinggi kedudukan tongkol, jumlah tongkol, jumlah daun,

dan jumlah lubang gerek.

HASIL DAN PEMBAHASAN

O. Furnacalis merupakan serangga bermetamorfosis sempurna dengan siklus

hidup ± 27 hingga 46 hari. Siklus hidupnya terdiri dari empat fase yaitu fase telur, fase

larva yang terdiri dari lima instar, fase pupa, dan fase ngengat. Telur penggerek batang

berukuran 0.90 mm (Valdez dan Andalla, 1983). Telur diletakkan secara berkelompok

di bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-

beda. Fase telur biasanya tiga hinga empat hari.

Larva O. Furnacalis terdiri dari lima instar dimana stadium tiap instar lamanya

tiga hingga tujuh hari, larva instar satu sesaat setelah menetas dari telur langsung

menyebar ke bagian tanaman lain. Larva instar satu hingga instar dua memakan daun

muda dan bunga jantan yang belum mekar, sedangkan larva instar tiga sebagian besar

berada pada bunga jantan, meskipun sudah ada pada bagian tanaman lain. Larva instar

lima menggerek batang yang umumnya melalui buku batang, keberadaan larva pada

tanaman dapat diketahui dengan adanya kotoran atau bekas gerekan. Larva berwarna

kristal keputihan, cerah dan bertanda titik hitam pada setiap segmen abdomen.

Setelah melewati fase larva, O. Furnacalis kemudian memasuki fase pupa

dimana pupa terbentuk di dalam batang dengan stadium bervariasi antara tujuh hingga

sembilan hari, pupa berwarna kuning kecokelatan. Menurut Valdez dan Andalla, 1983

ukuran pupa betina lebih besar dari pupa jantan. Keduanya dapat dibedakan, pada pupa

Page 124: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 124

betina ruas terakhir abdomennya terdapat celah yang berasal dari satu titik sedangkan

pada pupa jantan terdapat celah yang terbentuk agak bulat.

O. Furnacalis termasuk serangga nocturnal sehingga ngengat biasanya muncul

dan aktif di malam hari dan segera berkopulasi. Lama hidup ngengat yakni dua hingga

tujuh hari. Ngengat jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran, warna dan

abdomennyan. Ngengat betina memiliki ukuran lebih besar dari ngengat jantan dan

warna sayapnya lebih gelap dari ngengat jantan. Selain itu pada ruas terakhir abdomen

ngengat betina terdapat ovipositor yang tidak terdapat pada ngengat jantan.

Larva O. furnacalis menyerang semua bagian tanaman jagung. Kehilangan hasil

terbesar dapat terjadi saat serangan tinggi pada fase reproduktif (Kalshoven 1981).

Serangga ini mempunyai ciri khas serangan pada setiap bagian tanaman jagung, yaitu

berupa lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal

tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak, dan rusaknya

tongkol. Rerata lubang gerek pada tanaman disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rerata lubang gerek O. Furnacalis pada tanaman jagung Provit a1 dan A2 di

Desa Pulu, 2014.

No. Varietas Rerata Lubang Gerek

1 Provit A1 2,27

2 Provit A2 1,16

Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid, cendawan, predator, bakteri, dan nematoda

mampu menekan serangan. Parasitoid telur yang dapat menekan infestasi serangga ini

adalah Trichogramma spp. T.evanescens efektif memarasit telur O. furnacalis di

laboratorium dengan persentase parasitasi mencapai 97,68% (Pabbage, et all, 1999).

Nonci et all, 1998 melaporkan bahwa parasitasi parasitoid telur penggerek batang di

daerah-daerah sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan berkisar antara 71,56-89,80%.

Cendawan yang berperan sebagai entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan

Metarhizium anisopliae. Predator yang biasa memangsa hama penggerek batang jagung

adalah Micraspis sp. dan Cecopet (Euborellia annulata) Laba-laba dari famili

Argiopidae, Oxyopidae, dan Theriidae dan semut Solenopsis germinate memangsa larva

muda hama penggerek. Bakteri yang digunakan untuk mengendalikan spesies ini adalah

Bacillus thuringiensis subspecies Kurstaki. Nematoda dari famili Steinernematidae juga

efektif mengendalikan O. furnacalis .

Serangan penggerek batang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Waktu tanamyang

baik untuk menghindari serangan penggerek batang adalah pada awal musim hujan, dan

paling lambat empat minggu sejak mulai musim hujan. Kultur teknis berupa

tumpangsari jagung dengan kedelai atau kacang tanah akan mengurangi tingkat

serangan.

Page 125: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 125

Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos,

dikhlorofos, dan karbofuran efektif menekan serangan penggerek batang jagung.

Aplikasi insektisida dianjurkan apabila telah ditemukan satu kelompok telur per 30

tanaman. Insektisida cair atau semprotan hanya efektif pada fase telur dan larva instrar

I-III, sebelum larva masuk ke dalam batang. Pengendalian dengan insektisida granul

yang bersifat sistemik yang diaplikasikan melalui pucuk daun atau akar dapat

mengendalikan penggerek batang pada semua stadium.

Tabel 2. Rerata tinggi tanaman, tinggi kedudukan tongkol, jumlah tongkol, dan jumlah

daun, pada tanaman jagung Provit A1 dan Provit A2, Pulu 2014.

No. Parameter Provit A1 Provit A2

1. Tinggi tanaman (cm) 209.00 182.00

2. Tinggi kedudukan tongkol (cm) 88.26 70.00

3. Jumlah tongkol 2.16 1.36

4. Jumlah daun 10.46 11.40

KESIMPULAN

O. Furnacalis merupakan serangga bermetamorfosis sempurna dengan siklus

hidup terdiri dari empat fase yaitu fase telur, fase larva yang terdiri dari lima instar, fase

pupa, dan fase ngengat, sehingga siklus hidupnya berkisar antara 27 hingga 46 hari.

Hama O. Furnacalis merupakan salah satu hama utama pada pertanaman jagung,

khususnya di desa Pulu persentase serangan hama ini cukup tinggi pada varietas provit

A1 berkisar 90% dan pada varietas Provit A2 berkisar 80%.

DAFTAR PUSTAKA

M. Yasin, Syahrir Mas'ud, Faesal; 2012; Pembentukan Varietas Jagung Komposit Kaya

Vitamin Provit A1 dan Provit A2; Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan

Volume/Nomor : IT07/01; Balai Penelitian Tanaman Serealia;

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Jakarta.701 p.

Nonci, N, J. Tandiabang, D. Baco, dan A. Muis. 1998. Inventarisasi musuh alami

penggerek batang (O. furnacalis) pada sentra produksi jagung di Sulawesi

Selatan. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas, Maros 1999.

Page 126: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 126

Nonci, N. Dan D. Baco; 1991; Pertumbuhan Penggerek Batang Jagung (Ostrinia

Furnacalis Guenee) Pada Berbagai Tingkat Umur Tanaman Jagung (zea mays

L); Agricam Buletin Penelitian Pertanian Maros 6 (3):95-100

Pabbage, M.S., N. Nonci, dan D. Baco. 1999. Efektifitas Trichogramma evanescens

pada berbagai umur telur penggerek batang jagung O. Furnacalis. Laporan

Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas, Maros 2000

Valdez L.L and C.B. Andalla; 1983; The Biology and Behaviour of The Asian Corn

Borrer Ostrinia furnacalis Guenee (Pyralidae Lepidoptera) on Cotton Philipp;

Entomol 6 (5&6) 621-631.

Page 127: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 127

Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pupuk Organik Terhadap Peningkatan

Produksi Kedelai Di Sulawesi Selatan

Idaryanin dan Abd. Fattah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

Abstrak

Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik seperti jerami padi belum

sepenuhnya dilakukan petani. Setelah panen padi umumnya jerami dibakar. Limbah

pertanian tersebut perlu dimanfaatkan dalam upaya memperbaiki kualitas tanah dan

meningkatkan produktivitas kedelai. Tujuan kegiatan adalah meningkatkan produktivitas

kedelai dengan pemanfaataan jerami sebagai pupuk organik sehingga dapat

meningkatkan pendapatan petani. Kajian dilaksanakan di Desa Maccile, Kabupaten

Soppeng, Sulawesi Selatan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK), dengan 6 macam perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Hasil kajian

menujukkan bahwa pemupukan yang dikombinasikan dengan jerami fermentasi, produksi

tertinggi diperoleh pada perlakuan Urea 25 kg ha-1 + SP-36 37,5 kg ha

-1 + KCl 37,5 kg ha

-1

(1/2 Rekomendasi) + 3 ton ha-1

jerami fermentasi dan produksi terendah diperoleh pada

perlakuan tanpa pemberian jerami atau Urea 50 kg ha-1 + SP-36 75 kg ha

-1 + KCl 75 kg

ha-1

(Rekomendasi) (kontrol). Rata-rata tingkat serangan hama pengisap polong pada 6

perlakuan tertinggi diperoleh pada perlakuan Urea 50 kg ha-1 + SP-36 75 kg ha

-1 + KCl 75

kg ha-1 (Rekomendasi) (kontrol) (12,13 %), dan tingkat serangan terendah diperoleh pada

perlakuan Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 5 ton ha-1

mulsa jerami (6,67%).

------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci : limbah pertanian, jerami padi, pupuk organik, kedelai

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pertanian yang

sangat vital bagi ketahanan pangan dan sangat dibutuhkan karena fungsinya yang

strategis sebagai sumber protein nabati, bahan pakan, dan bahan baku olahan

industri. Dalam 100 gram biji kedelai mengandung 40% protein, 18% lemak, 6%

abu, dan 25% karbohidrat.

Kedelai di Sulawesi Selatan umumnya dikembangkan di lahan sawah

setelah panen padi. Potensi pengembangan kedelai cukup tinggi dengan

tersediaanya lahan sawah sekitar 586.987 ha dan lahan kering (kebun/tegalan)

seluas 548.595 ha (Distan Provinsi Sulawesi Selatan, 2010). Luas lahan sawah

tersebut, terdapat luas lahan sawah tadah hujan sekitar 239.055 ha. Pada lahan

sawah tadah hujan umumnya ditanami padi satu kali, setelah itu ditanami palawija

termasuk kedelai. Namun produktivitas kedelai yang dicapai di tingkat petani

masih rendah hanya sekitar 1,4 – 15,07 ton ha-1

(Distan Provinsi Sulsel, 2008).

Page 128: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 128

Sementara rata-rata produksi nasional berkisar 1,3 t/ha dan rata-rata produksi

yang dicapai hasil penelitian Badan Litbang pertanian berkisar 2,50 – 3,05 ton ha-1

(Departemen Pertanian, 2008).

Masalah dihadapi dalam meningkatkan produktivitas kedelai saat ini

adalah kurangnya daya dukung lahan yang produktif. Hal ini disebabkan

terjadinya degradasi serta kerusakan lahan akibat pola pertanian konvensional saat

ini yang lebih mengutamakan penggunaan input tinggi seperti pupuk anorganik

dan pestisida. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas dan kualitas kedelai

harus diupayakan dengan cara-cara yang lebih baik, seperti menggunakan pupuk

organik. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari

alam dengan jumlah dan unsur hara yang bervariasi. Penggunaan pupuk organik

dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena pupuk organik

tersebut dapat meningkatkan air dan hara di dalam tanah, meningkatkan aktivitas

mikroorganisme, mempertinggi kadar humus dan memperbaiki struktur tanah

(Marwoto et al., 2006). Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara

makro dan mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak.

Salah satu yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik adalah limbah

pertanian, dan yang gampang diperoleh serta selalu tersedia adalah jerami padi.

Jerami padi sangat melimpah pada saat musim panen. Bila hasil gabah rata-rata 5

t/ha maka dalam 1 hektar diperoleh jerami ± 7,5 ton dengan asumsi nisbah jerami

adalah 2 : 3 (Arafah, 2007). Jerami padi mengandung hara yang lengkap baik

berupa hara makro maupun mikro. Secara umum hara N,P,K masing-masing

sebesar 0,4 %, 0,2% dan 0,7%, sementara itu kandungan Si dan C cukup tinggi

yaitu 7,9 % dan 40% (Arafah, 2007). Dengan jumlah yang melimpah pada saat

panen, maka pengembalian jerami ke dalam tanah merupakan cara yang baik

untuk mempertahankan kesuburan tanah.

Menurut Melati (2008) pemberian pupuk organik yang tepat dapat

memperbaiki kualitas tanah, tersedianya air yang optimal sehingga memperlancar

serapan hara tanaman serta merangsang pertumbuhan akar. Pemberian pupuk

organik yang berlebihan menyebabkan tanah menjadi asam, sebaliknya bila

diberikan terlalu sedikit pengaruhnya pada tanaman tidak akan nyata. Oleh karena

itu, diperlukan pemberian pupuk organik dalam jumlah yang tepat agar diperoleh

hasil yang optimum. Namun, berapa dosis yang sesuai untuk pupuk organik dari

limbah jerami belum diketahui secara tepat khususnya bagaimana pengaruhnya

terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai. Tujuan dari penelitian adalah untuk

mengetahui dosis pupuk organik dari fermentasi limbah jerami terhadap

pertumbuhan dan produksi kedelai .

Page 129: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 129

BAHAN DAN METODE

Kajian dilakukan pada lahan petani di Desa Maccile, Kecamatan Lalabata,

Kabupaten Soppeng, pada musim kering (MK) 2009. Kajian disusun dalam

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan jumlah ulangan sebanyak 4 ulangan.

Persiapan lahan dilakukan dengan membajak tanah, lalu digaru dan kemudian

diratakan, serta sisa-sisa gulma dibenamkan. Saluran air dibuat berjarak sekitar 2 -

4 m dengan lebar dan kedalaman 40 cm. Tanah dikeringanginkan dan tiga

minggu kemudian baru ditanami. Varietas yang digunakan adalah varietas

Grobogan dengan kebutuhan benih sebanyak 20 kg ha-1

, yang ditanam secara

tugal, dengan jarak tanam antar tugalan berukuran 40 x 15 cm, lubang tugal

sedalam 5 cm, dan 1 - 2 biji per lubang. Setiap macam perlakuan ditanam pada

plot dengan ukuran 10 x 10 m.

Pemupukan dilakukan berdasarkan dosis rekomendasi atau perlakuan yang

akan diberikan. Pupuk N (setengah dosis), P, dan K diberikan pada saat tanam

secara tugal selanjutnya ditutup dengan tanah. Sedangkan setengah dosis N yang

sisa diberikan pada saat penyiangan kedua, dan penambahan jerami padi sebagai

pupuk organik (sesuai perlakuan) diberikan sebagai penutup lubang.

Adapun kombinasi setiap perlakuan terdiri atas :

1. Pupuk anorganik (rekomendasi) + 5 ton jerami sebagai mulsa ha-1

2. Pupuk anorganik (rekomendasi) + fermentasi jerami 1 ton ha-1

3. Pupuk anorganik (rekomendasi) + fermentasi jerami 2 ton ha-1

4. Pupuk anorganik (rekomendasi) + fermentasi jerami 3 ton ha-1

5. Pupuk anorganik (1/2 rekomendasi) + fermentasi jerami 3 ton ha-1

6. Pupuk anorganik (rekomendasi)

Pengendalian gulma dilakukan pada saat tanaman berumur 28 hari setelah

tanam (HST) bila diperlukan. Pemberian air dilakukan pada saat 7, 21, dan 35

HST (tergantung dari keadaan curah hujan), dan pada saat berbunga serta pada

saat pengisian polong. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada tanaman

yang terserang yaitu dengan dicabut ataupun dengan pengendalian vektor Aphis

glycine. Tanaman dipanen pada saat daun telah rontok, polong telah menguning

dan kering.

Data pengamatan yang dikumpulkan pada kajian ini meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm) dilakukan pada 12 MST (menjelang panen)

2. Jumlah cabang dihitung pada saat menjelang panen

3. Jumlah polong per tanaman

4. Jumlah polong hampa per tanaman

5. Tingkat serangan hama per polong

6. Produksi (ton ha-1

)

Page 130: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 130

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kondisi Lingkungan

Dari hasil analisis contoh tanah komposit pada lapisan 0-25 cm, tekstur

tanah tergolong liat berdebu, dimana pH berada pada kisaran netral, C-org

tergolong sedang, P tersedia tergolong sedang, K (me/100 g) tergolong

sedang, Na tergolong rendah, dan KTK tanah tergolong sedang. Dengan

demikian berdasarkan sifat kimia tanah maka status kesuburan tanah

digolongkan dalam kategori sedang.

Tabel 1. Hasil Analisis Tanah sebelum Dilakukan Kajian

Jenis Analisis Nilai Kriteria

pH (H2O) 6,3 Netral

pH (KCl) 5,2 Masam

N total (%) 1,01 Sedang

C org (%) 3,35 Sedang

C/N ratio 6,15 Sedang

P tersedia Bray 1 ppm 38 Sedang

K (me/100 g) 12,4 Sedang

Ca - -

Mg - -

Na 1,07 Rendah

KTK 32,15 Sedang

Tekstur:

pasir (%)

debu (%)

liat (%)

65

40

50

Liat

berdebu

Sumber : Hasil analisis sampel tanah di Lab. Tanah Maros, BPTP Sulawesi Selatan

b. Tinggi tanaman dan jumlah cabang per tanaman

Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa rerata tinggi tanaman yang dicapai

pada 6 perlakuan yang dikaji berkisar antara 52,27 – 54,53 cm. Begitu juga

rerata jumlah cabang per tanaman hampir sama dari semua perlakuan dengan

kisaran 4,01-4,93 cabang. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang dikaji

tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang per

tanaman. Dengan demikian maka perlakuan pemberian mulsa jerami dan

fermentasi jerami pada berbagai kombinasi dosis pemberian tidak berpengaruh

nyata terhadap tinggin tanaman dan jumlah cabang pada tanaman kedelai, tapi

semua perlakuan yang dikaji meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah cabang

dibandingkan dengan kontrol atau tanaman kedelai yang tidak menggunakan

mulsa jerami ataupun fermentasi jerami.

Tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada tanaman kedelai yang

diberikan pupuk anorganik sebanyak Urea 50 kg ha-1

+SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75

kg ha-1

(rekomendasi) + 2 ton ha-1

fermentasi jerami. Demikian pula dengan

Page 131: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 131

jumlah cabang pertanaman, dimana hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan

pemberian pupuk anorganik sebanyak Urea 50 kg/ha+SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75

kg ha-1

(rekomendasi) + 2 ton ha-1

fermentasi jerami (perlakuan 3). Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berupa limbah jerami yang

difermentasi dapat memperbaiki sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Limbah

jerami dapat memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah

untuk udara dan air. Ruangan yang berisi udara akan mendukung bakteri aerob

yang berada dalam akar serta menciptakan kondisi yang optimum bagi sifat

biologi tanah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Arafah (2007) yang

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berupa limbah jerami

meningkatkan tinggi tanaman pada tanaman padi sawah.

Jerami juga merupakan sumber hara seperti Nitrogen, Fosfor, Kalium,

dan unsur lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman serta dapat mengikat unsur-

unsur hara yang mudah hilang sehingga tersedia bagi tanaman dan memperbaiki

keasaman tanah. Selain itu juga dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun

bagi tanaman (Hartatik, 2006). Peningkatan karakter vegetatif seperti tinggi

tanaman dan jumlah cabang terutama disebabkan oleh peranan unsur Nitrogen,

dimana peran tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan secara

keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun.

Tabel 2. Rerata tinggi tanaman dan jumlah cabang pada beberapa dosis limbah

jerami di Desa Maccile, Kecamatan Lalabata, Kab. Soppeng MK.I.

No Perlakuan Rerata tinggi

tanaman (cm)

Rerata jumlah

cabang per

tanaman

1. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 5 ton

ha-1

mulsa jerami

53,30 4,76

2. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 1 ton

ha-1

jerami fermentasi

53,01 4,93

3. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 2 ton

ha-1

jerami fermentasi

54,70 4,60

4. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 3 ton

ha-1

jerami fermentasi

54,53 4,70

5. Urea 25 kg ha-1

+ SP-36 37,5 kg ha-1

+

KCl 37,5 kg ha-1

(1/2 Rekomendasi) +

3 ton ha-1

jerami fermentasi

52,27 4,52

6. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi)

(kontrol)

51,47 4,01

Sumber : Hasil olahan data primer

Page 132: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 132

c. Jumlah polong per tanaman dan jumlah polong hampa per tanaman

Jumlah polong per tanaman untuk setiap perlakuan diperoleh berkisar

108,4 polong-123,47 polong. Demikian juga dengan jumlah polong hampa per

tanaman diperoleh berkisar antara 4,01-9,93 polong. Hal ini menujukkan bahwa

perlakuan yang dikaji tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per

tanaman dan jumlah polong hampa per tanaman.

Hasil tertinggi jumlah polong per tanaman diperoleh pada perlakuan (5)

yaitu pemberian Urea 25 kg ha-1

+ SP-36 37,5 kg ha-1

+ KCl 37,5 kg ha-1

(1/2

Rekomendasi) + 3 ton ha-1

jerami fermentasi yaitu 123,47 polong, sedangkan

terendah diperoleh pada perlakuan (6) yaitu pemberian Urea 50 kg ha-1

+ SP-36

75 kg ha-1

+ KCl 75 kg ha-1

(paket Rekomendasi) (kontrol) yaitu 108,40 polong.

Sedangkan jumlah polong hampa tertinggi diperoleh pada perlakuan Urea 50 kg

ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 3 ton ha-1

jerami

fermentasi (18,07 polong) dan terendah ditemukan pada perlakuan Urea 50 kg

ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 5 ton ha-1

mulsa

jerami (13,16 polong) (Tabel 5).

Komponen produksi tanaman kedelai ditentukan oleh jumlah dan bobot

polong isi. Semakin tinggi nilai komponen tersebut, maka semakin tinggi

produktivitas suatu tanaman. Jumlah polong per tanaman meningkat dengan

pemberian limbah jerami sebanyak 3 ton dan pupuk anorganik setengah dari

rekomendasi. Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen berfungsi untuk

memperbesar bobot dan ukuran biji sementara Fosfat mempengaruhi

pembentukan bunga, buah, dan biji.

Pemberian mulsa organik seperti jerami akan memberikan suatu

lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman karena dapat mengurangi

evaporasi, mencegah penyinaran langsung sinar matahari yang berlebihan

terhadap tanah serta kelembaban tanah dapat terjaga, sehingga tanaman dapat

menyerap air dan unsur hara dengan baik (Marliah, et al, 2011).

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian

mulsa organik berupa jerami padi dapat menurunkan jumlah polong hampa

pertanaman. Hal ini disebabkan karena Jerami padi selain mengandung N juga

mengandung K berkisar antara 1,1%-3,7%. Membenamkan jerami kedalam

tanah akan meningkatkan kandungan K tanah. Dan K yang berasal dari jerami

bersifat larut dalam air dan siap tersedia bagi tanaman kedelai.

Penggunaan mulsa dapat menjaga kelembaban tanah, menjaga tanah

dari daya rusak butiran air hujan, meniadakan pertumbuhan gulma sehingga

dapat mengurangi terjadinya persaingan tanaman dalam memperoleh unsur

hara yang berpengaruh terhadap jumlah polong isi per tanaman. Keadaan ini

merupakan kondisi yang mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

Page 133: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 133

Tabel 3. Rerata jumlah polong dan jumlah polong hampa pada beberapa dosis

limbah jerami di Desa Maccile, Kecamatan Lalabata, Kab. Soppeng

MK.I.

No. Perlakuan

Rerata

jumlah

polong per

tanaman

(polong)

Rerata jumlah

polong hampa

per tanaman

(polong)

1. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 5 ton

ha-1

mulsa jerami

127,47 13,16

2. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 1 ton

ha-1

jerami fermentasi

114,77

17,18

3. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 2 ton

ha-1

jerami fermentasi

121,30 17,79

4. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 3 ton

ha-1

jerami fermentasi

114,87 18,07

5. Urea 25 kg ha-1

+ SP-36 37,5 kg ha-1

+

KCl 37,5 kg ha-1

(1/2 Rekomendasi) + 3

ton ha-1

jerami fermentasi

121,40 16,53

6. Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) (kontrol) 108,40 17,80

Sumber : Hasil olahan data primer

d. Tingkat serangan hama pengisap polong dan produksi kedelai

Pada Tabel 4, terlihat bahwa rerata tingkat serangan hama pengisap

polong pada 6 perlakuan dosis limbah jerami tertinggi diperoleh pada pada

perlakuan (6) yaitu Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) (kontrol) (12,13 %), sedangkan terendah diperoleh pada

perlakuan Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+ KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 5

ton ha-1

mulsa jerami (6,67%) (perlakuan 5). Namun tidak berbeda nyata dari

semua perlakuan pada parameter tersebut.

Rerata produksi yang dicapai pada perlakuan (Tabel 4) terlihat bahwa

produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan Urea 25 kg ha-1

+ SP-36 37,5 kg ha-1

+ KCl 37,5 kg ha-1

(1/2 Rekomendasi) + 3 ton ha-1

(2,23 ton ha-1

). Sedangkan

produksi terendah diperoleh pada perlakuan Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) (kontrol) (1,95 ton ha-1

).

Page 134: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 134

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya

penambahan pupuk yang berasal dari fermentasi limbah jerami dapat

meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik terutama berfungsi menggantikan

peranan kalium karena jerami padi mengandung 1,24 % K (Odjak, 1992).

Menurut Las et al. (1999) pemberian pupuk berdasarkan status tanah berperan

dalam pemeliharaan pelestarian lingkungan termasuk pemanfaatan jerami dalam

mempertahankan kandungan bahan organik. Pemanfaatan jerami sebagai kalium

cenderung lebih efektif meningkatkan hasil dibandingkan dengan pupuk kandang

dan pemberian jerami 2,5-5,0 ton ha-1

dapat menghemat pemakaian pupuk

anorganik sebesar 100 kg KCl ha-1

.

Tabel 4. Rata-rata tingkat serangan hama pengisap polong (%) dan poduksi (ton

ha-1

) pada beberapa dosis limbah jerami di Desa Maccile, Kecamatan

Lalabata, Kab. Soppeng MK.I.

No. Perlakuan

Rerata tingkat

serangan hama

pengisap polong

(%)

Rerata

produksi (ton

ha-1)

1 Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 5

ton ha-1

mulsa jerami

6,67 2,15

2 Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 1

ton ha-1

jerami fermentasi 10,27 2,10

3 Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 2

ton ha-1

jerami fermentasi

11,38 2,02

4 Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi) + 3

ton ha-1

jerami fermentasi 9,52 2,06

5 Urea 25 kg ha-1

+ SP-36 37,5 kg ha-1

+

KCl 37,5 kg ha-1

(1/2 Rekomendasi)

+ 3 ton ha-1

jerami fermentasi

9,40 2,23

6 Urea 50 kg ha-1

+ SP-36 75 kg ha-1

+

KCl 75 kg ha-1

(Rekomendasi)

(kontrol) 12,13 1,95

Sumber : Hasil olahan data primer

KESIMPULAN

1. Dosis limbah jerami sebanyak 3 ton ha-1

yang dikombinasikan dengan pupuk

anorganik Urea 25 kg ha-1

+ SP-36 37,5 kg ha-1

+ KCl 37,5 kg ha-1

memberikan

produksi tanaman kedelai yang tertinggi yaitu 2,23 ton ha-1

Page 135: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 135

2. Penambahan limbah jerami sebagai pupuk organik sebanyak 3 ton ha-1

dapat

menyebabkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik (1/2 dari rekomendasi) di

Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, 2007. Monitoring dan Aplikasi Kandungan Unsur Hara Nitrogen pada

Tanaman Padi. Buletin. Inovasi dan Informasi Pertanian. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian, Sulawesi Selatan. Hal. 19-23

Departemen Pertanian. 2008. Panduan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan

tanaman terpadu (SL-PTT) kedelai. Badan Litbang. Puslitbangtan.

Balitkabi. Jakarta

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan. 2007.

Laporan Tahunan.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan. 2010.

Laporan Tahunan.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Hal 60-63.

Hartatik, W. dan L. R. Widiowati. 2006. Pupuk Kandang. Balai Besar Litbang

Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. 313 hal.

Las I, AK Makarim, Sumarno, S. Purba, M. Mardikarini dan S. Kartaatmadja. 1999.

Pola IP Padi 300, konsepsi dan prospek implementasi sistem usaha

pertanian berbasis sumberdaya. Badan Litbang Pertanian. Jakarta

Marliah A., Nurhayati, dan D. Susilawati. 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk

Organik dan Jenis Mulsa Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Kedelai (Glycine max (L) Merill). Jurnal Floratek. Vol. 6 No. 2 Oktober

2011.

Marwoto, S. Hardaningsih dan A. Taufiq. 2006. Hama, Penyakit, dan Masalah

Hara pada Tanaman Kedelai, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Balai

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. 68 hal.

Page 136: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 136

Melati, M., A. Asiah, dan D. Rianawati. 2008. Aplikasi pupuk organik dan

residunya untuk produksi kedelai panen muda. Bul. Agron. 36 (3) : 204-

213.

Odjak M. 1992. Effecy of potassium fertilizer in increasing qualiy and quantily of

crop yield. Dalam; prosiding Seminar Nasional Kalium, 4 Agusutus 1992.

Ditjen tanaman pangan. Jakarta

Page 137: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 137

Verifikasi Penerapan Kalender Tanam Terpadu Di Sulawesi Tengah

I Ketut Suwitra, Saidah dan Syafruddin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso Nomor 62 Biromaru

e-mail : [email protected]

Abstrak

Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim yang gejalanya mulai tampak telah

menimbulkan bencana alam dan berdampak luas terhadap produksi dan prodktivitas

padi dan tanaman pangan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kejadian El-Nino dan La-

Nina yang berujung pada penurunan produksi padi dan palawija nasional. Agar

ketahanan pangan tetap berlanjut, perubahan iklim ini harus diantisipasi dengan

penyesuaian waktu tanam dan pola tanam pada setiap zona agroekosistem. Sulawesi

Tengah memiliki luas lahan baku sawah 135.241 ha dengan prediksi luas tanam yang

berbeda pada masing-masing musim tanamnya. Oleh sebab itu, tujuan dari kajian ini

adalah untuk mensosialisasikan kalender tanam terpadu kepada pihak pengguna dan

pengambil kebijakan serta memverifikasi keakuratan informasi yang

direkomendasikannya. Metode yang digunakan adalah metode survey di lima kabupaten

lumbung padi yakni Kabupaten Sigi, Parigi Moutong, Donggala, Banggai dan Morowali

pada MT I Tahun 2013. Hasil survey menunjukkan bahwa waktu tanam yang

diaplikasikan diseluruh kecamatan masih mengacu pada bulan-bulan tertentu musim

kemarau (MK) April-September dan musim hujan (MH) Oktober - Maret. Persentase

penyesuaian terhadap waktu tanam, penggunaan pupuk dan varietas unggul baru dengan

Katam Terpadu di masing – masing Kabupaten berturut turut sebagai berikut: 50% -

98%, 50% - 95% dan 35%-90%. Dari kajian ini diharapkan Katam Terpadu menjadi

acuan Pemerintah Daerah dalam memprediksi potensi dan luas tanam pada masing-

masing kecamatan di Sulawesi Tengah.

--------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Katam Terpadu dan Sulawesi Tengah

PENDAHULUAN

Perubahan iklim akibat peningkatan laju emisi (pelepasan) gas rumah kaca

(GRK) merupakan suatu ancaman yang telah memperlihatkan dampak

mengkhawatirkan. Hal itu tercermin dari perubahan pola curah hujan, peningkatan

suhu udara dan naiknya permukaan air laut yang secara langsung mengancam

sistem produksi sektor pertanian. Perubahan pola curah hujan misalnya telah

meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir dan kekeringan sementara naiknya

permukaan laut telah menciutkan lahan pertanian di pesisir pantai akibatnya

salinitas (kandungan garam tinggi) dan genangan.

Haryono (2012) mengemukakan bahwa upaya atau strategi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan jalan menyesuaikan atau

adaptasi kegiatan, teknologi dan pengembangan pertanian yang toleran

Page 138: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 138

(resillience) terhadap perubahan iklim dengan cara penyesuaian waktu dan pola

tanam, penggunaan varietas yang adaptif, tahan terhadap organisme pengganggu

tanaman (OPT) dan pengelolaan air secara efisien.

Sulawesi Tengah mempunyai potensi sawah yang sangat luas, potensi luas

lahan baku mencapai 135.241 ha yang tersebar di 156 Kota/Kecamatan hal ini

merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk peningkatan

produktivitas pada tanaman padi. Bila terjadi peningkatan indeks pertanaman

hingga tiga kali dalam setahun atau yang dikenal dengan istilah IP 300 maka akan

terjadi peningkatan luasan panen seluas 405.723 ha. BPS Sulteng (2013)

melaporkan bahwa luas panen pada Tahun 2012 mencapai 229.080 ha dengan

produksi rata – rata 44,71 kwintal per hektar.

Pada umumnya para petani dalam merencanakan budidaya pertanian

menggunakan pendekatan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun,

namun dewasa ini kearifan lokal tersebut memiliki suatu kelemahan karena tidak

sepenuhnya dapat digunakan dalam menetapkan waktu tanam karena perubahan

sistem irigasi, dan sistem usahatani masyarakat, serta hilangnya sebagian flora dan

fauna yang menjadi indikator penanda musim (Runtunuwu, 2011). Di daerah

Sulawesi Tengah pada umumnya para petani masih menerapkan waktu tanam

pada bulan-bulan tertentu yaitu yang dikenal dengan istilah ASEP (April sampai

September) dan OKMAR (Oktober sampai Maret).

Beberapa kendala yang dihadapi seperti terjadinya fenomena Leveling off

telah ditunjukkan pada produksi padi dalam dua dasawarsa terakhir. Hal ini

mengindikasikan efisiensi penggunaan pupuk semakin menurun, demikian pula

ketidaklestarian lahan dan lingkungan juga mulai muncul. Beberapa hasil uji

tanah yang dilakukan oleh BPTP Sulawesi Tengah mengindikasikan bahwa status

bahan organik pada lahan sawah di Sulawesi Tengah berada dalam taraf sangat

rendah hingga rendah (C-organik < 2%) (Saidah et al, 2011). Ini artinya bahwa

pemberian bahan organik ke dalam tanah mutlak diperlukan agar produksi dan

produktivitas lahan dan tanaman dapat meningkat. Lakitan (2009) melaporkan

bahwa usaha peningkatan produksi beras akan datang menghadapi banyak

kendala seperti perubahan iklim global, perubahan alih fungsi lahan yang

mencapai 110.000 ha per tahun, degradasi lahan dan serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT).

Strategi yang ditempuh oleh Badan Litbang Pertanian adalah dengan

memanfaatkan kekuatan melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Balai Penelitian Agroklimat dan

Hidrologi (Balitklimat), Balai Penelitian Tanah (Balittanah) dan Balai Penelitian

Pertanian Lahan Rawa (Balitra) yang didukung oleh seluruh BPTP telah

menyusun Peta dan Tabel Kalender Tanam Terpadu untuk sentra padi di

Indonesia. Kalender Tanam ini memiliki enam informasi penting yakni : 1)

Page 139: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 139

estimasi waktu dan luas tanam komoditi padi dan palawija; 2) wilayah rawan

banjir, kekringan dan rawan OPT; 3) rekomendasi kebutuhan benih; 4)

rekomendasi dan kebutuhan pupuk; 5) Informasi tanam pada masing-masing

BPP; dan 6) kalender tanam lahan rawa. Oleh sebab itu, informasi penting yang

terdapat dalam Kalender Tanam Terpadu ini perlu di uji keakuratanya melalui

kegiatan verifikasi di lapangan mencakup waktu tanam, rekomendasi penerapan

penggunaan pupuk dan varietas anjuran.

BAHAN DAN METODOLOGI

Kegiatan verifikasi dilakukan di lima kabupaten yang merupakan lumbung

padi Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Sigi, Parigi Moutong, Donggala, Banggai

dan Morowali pada MT I Tahun 2013. Metode yang digunakan adalah metode

survey pada lima kecamatan di masing-masing kabupaten, dengan tahapan

kegiatan sebagai berikut : sosialisasi Katam Terpadu di masing-masing kabupaten

pada lima kecamatan terpilih yang memiliki luas lahan baku sawah terluas; dan

verifikasi dilakukan melalui wawancara kepada petani sebanyak 30 orang pada

masing-masing lokasi dengan cara mengisi form yang telah disiapkan. Lima

kecamatan pada masing-masing kabupaten di Sulawesi Tengah yang ditetapkan

sebagai tempat verifikasi dan validasi Katam Terpadu dapat di lihat pada Tabel 1

berikut ini.

Tabel 1. Verifikasi Katam Terpadu di lima kecamatan pada masing-masing

Kabupaten di Sulawesi Tengah

No Kabupaten Kecamatan Luas Lahan (Ha)

1 Sigi

1. Sigi Biromaru

2. Palolo

3. Gumbasa

4. Tanambulava

5. Dolo Barat

8.275

2.625

2.227,9

2.014,5

1.560

2 Donggala

1. Damsol

2. Balaesang

3. Sojol Utara

4. Sirenja

5. Banawa Selatan

3.750

1.890

1.411

1.322

1.298

3 Parigi Moutong

1. Torue

2. Balinggi

3. Parigi Selatan

4. Mepanga

5. Tomini

8.603

8.224

5.829

5.741

2.273

4 Banggai

1. Toili

2. Toili Barat

3. Masama

4. Batui Selatan

5. Moilong

4.672

4.235

2.863

2.364

2.176

5 Morowali

1. Petasia

2. Witaponda

3. Bumi Raya

4. Petasia Timur

5. Soyo Jaya

2.982

2.216

1.848

1.274

1.126

Page 140: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 140

Verifikasi dilakukan dengan mencocokkan anjuran tanam, rekomendasi

pemupukan dan penggunaan varietas yang terdapat pada kalender tanam (Katam)

Terpadu dengan pola petani (di luar anjuran Katam). Selanjutnya data ditabulasi

dan dibahas secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosialisasi Kalender Tanam Terpadu

KATAM ini memiliki enam informasi penting yakni : 1) estimasi waktu dan

luas tanam komoditi padi dan palawija; 2) wilayah rawan banjir, kekeringan dan

rawan OPT; 3) rekomendasi kebutuhan benih; 4) rekomendasi dan kebutuhan

pupuk; 5) Informasi tanam pada masing-masing BPP; dan 6) kalender tanam

lahan rawa. Dengan adanya Kalender Tanam Terpadu diharapkan para petani

dapat menentukan waktu tanam dan sekaligus menetapkan varietas yang sesuai

dan menggunakan pupuk secara rasional. Hasil sosialisasi terhadap para penyuluh

dan sebagian kecil Gapoktan yang ada di Sulawesi Tengah menggambarkan

bahwa informasi Katam Terpadu sangat dibutuhkan untuk mengatasi

kesemrawutan/kegalauan para petani dalam menentukan masa tanam. Katam ini

diyakini mampu memberikan rambu-rambu yang lebih spesifik terhadap

Organisme pengganggu tumbuhan (OPT), keberadaan iklim setempat, kesesuaian

penggunaan varietas dan penggunaan pupuk, sehingga mampu dijadikan acuan di

masing-masing kecamatan yang memiliki keanekaragaman karakteristik.

Sebagian besar di daerah Sulawesi Tengah khususnya pada tanaman padi

sawah masih menerapkan IP 200 – 250 yang melakukan realisasi tanam pada

bulan-bulan tertentu yakni yang dikenal dengan istilah periode ASEP (April –

September) dan OKMAR (Oktober – Maret). Hal ini menggambarkan masih

adanya peluang untuk peningkatan indeks pertanaman. Langkah strategis yang

harus dilaksanakan adalah memodifikasi pola tanam yang tadinya Padi – Padi atau

Padi – Palawija menjadi Padi – Padi – Padi, Padi – Palawija – Padi atau Padi –

Padi – Palawija. Dengan memanfaatkan kekuatan informasi yang ada pada Katam

Terpadu yang merujuk pada kesesuian iklim, rekomendasi varietas, rekomendasi

pemupukan dan keberadaan OPT di masing-masing kecamatan.

Secara umum belum sesuainya KATAM dengan realitas di lapangan adalah

tidak menetunya pola curah hujan dan musim serta penyimpangan anomali iklim

merupakan dampak dan akan terus terjadi. Kondisi ini sangat dirasakan antara

lain dalam bentuk ancaman banjir dan kekeringan, serangan hama penyakit dan

penurunan rendemen serta kualiatas hasil pertanian (Harijono, 2012). Maka agar

ketahanan pangan tetap berlanjut, perubahan iklim ini harus diantisipasi dengan

penyesuaian waktu tanam dan pola tanam pada setiap zona agroekosistem (Viet et

al., 2001 dalam Runtunuwu, 2011). Kalender Tanam (Katam) Terpadu

disosialisasikan di seluruh Dinas Tingkat II seperti Dinas Donggala, Sigi, Parigi

Page 141: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 141

Moutong, Banggai, dan Morowali. Lima kecamatan terpilih pada masing-masing

kabupaten dapat di lihat pada Tabel 1. Selain itu, Katam Terpadu juga di

sosialisasikan kepada perwakilan penyuluh di Sulawesi Tengah melalui pelatihan

Agribisnis yang diadakan oleh BLPP sebanyak 30 orang peserta, Penyuluh se

Kecamatan Sigi sebanyak 30 orang peserta yang diadakan di KP. Sidondo dan 25

orang penyuluh di Sulawesi Tengah yang mengikuti Sekolah Lapang Iklim (SLI)

diadakan oleh BMKG Palu yang mengadakan kunjungan lapangan sebanyak dua

kali.

Kendala yang dihadapi dalam mensosilaisasikan Katam Terpadu adalah

tidak tersedianya jaringan GSM yang memadai untuk mendownlod informasi

yang termuat dalam Katam tersebut. Keterbatasan SDM yang menguasai IT

menjadi kendala utama. Sosialisasi dilakukan dengan membagikan Katam

Terpadu ke masing-masing BPP terpilih melalui media cetak.

Verifikasi Kalender Tanam Terpadu

Verifikasi adalah tahapan kegiatan untuk memantau akurasi dan kebenaran

informasi atau data yang dihasilkan dari sistem. Verifikasi dilakukan dengan

membandingkan suatu proses dengan suatu sistem dengan kondisi riil di lapangan

atau fakta yang terbentuk. Dalam hal ini, untuk mengetahui sejauh mana aplikasi

Katam Terpadu yang telah dilaunching oleh Badan Litbang Pertanian dapat

diterapkan oleh pengguna teknologi. Hasil verifikasi pada musim tanam (MT) I

dan penggunaan varietas padi di lima kecamatan pada masing-masing kabupaten

dapat di lihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil verifikasi pada MT I dan penggunaan varietas padi di lima

Kecamatan pada masing-masing Kabupaten di Sulawesi Tengah

No Kabupaten Kecamatan Musim Tanam (MT I) Penggunaan varietas

1 Sigi

1. Sigi Biromaru 2. Palolo

3. Gumbasa

4. Tanambulava 5. Dolo Barat

November – Desember November – Desember

November – Desember

November – Desember November – Desember

Cigeulis, Cisantana Cisantana, Cigeulis

Ciherang, Inpari 6

Ciherang, Inpari 6 Inpari 4, Mekongga

2 Donggala

1. Damsol

2. Balaesang

3. Sojol Utara 4. Sirenja

5. Banawa Selatan

Desember – Januari

Desember – Januari

Desember – Januari Desember – Januari

Desember – Januari

Mekongga, Ciliwung

Mekongga, Ciherang

Mekongga, Ciherang Mekongga, Ciherang

Inpari 13. Ciliwung

3 Parigi Moutong

1. Torue 2. Balinggi

3. Parigi Selatan

4. Mepanga 5. Tomini

Januari – Februari Januari - Februari

Januari - Februari

November – Desember November - Desember

Inpari 13, Inpari 14 Inpari 13, Ciherang

Mekongga, Cigeulis

Ciherang, Inpari 6 Ciherang, Mekongga

4 Banggai

1. Toili

2. Toili Barat

3. Masama 4. Batui Selatan

5. Moilong

Desember – Januari

Januari – Februari

Desember – Januari Januari – Februari

Januari – Februari

Ciherang, Mekongga

Inpari 13, Inpari 4

Inpari 4, Ciherang Ciherang, Ciliwung

Ciherang, Cigeulis

5 Morowali

1. Petasia 2. Witaponda

3. Bumi Raya

4. Petasia Timur 5. Soyo Jaya

Desember - Januari Desember - Januari

Desember - Januari

Desember - Januari Desember - Januari

Ciherang, Mekongga Inpari 13, Ciherang

Ciherang, Cigeulis

Ciherang, Cigeulis Ciherang, Mekongga

Page 142: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 142

Hasil verifikasi penggunaan pupuk anorganik (Phonska dan Urea) di lima

kabupaten yakni Sigi (Phonska 200 kg dan Urea 200 kg), Donggala (Phonska 300

kg dan Urea 200 kg), Parigi Moutong (Phonska 150 dan Urea 250 kg), Banggai

(Phonska 200 kg dan Urea 200 kg).

Persentase terhadap kesesuaian anjuran Katam Terpadu dengan pelaksanaan

waktu tanam, penggunaan pupuk dan varietas yang digunakan oleh petani pada

masing-masing kabupaten dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Persentase (%) penerapan Katam Terpadu di Lima Kabupaten Propinsi

Sulawesi Tengah

No Verifikasi Data Kabupaten

Donggala Parigi Moutong Sigi Banggai Morowali

1 Musim Tanam 90 90 98 83 80

2 Dosis

Penggunaan

Pupuk

90 80 95 80 80

3 Pengunaan VUB

Anjuran

90 80 90 73 75

Kabupaten Sigi

Potensi tanam sesuai anjuran Katam pada MT I seluas 21.360 ha. Luas

tanam padi pada Tahun 2012 sebanyak 25.606 ha (MT I) yang terdiri dari 25.589

ha padi sawah dan 17 ha padi ladang, (BPS Sigi, 2013). Selanjutnya di lihat

menurut bulan penanaman padi terluas pada bulan April 4.529 ha. Verifikasi

terhadap waktu tanam di wilayah ini dilaporkan bahwa 98 % telah sesuai dengan

anjuran yang terdapat pada Katam.

Luas tanam palawija (Jagung, Kedelai, Kacang tanah, Kacang Hijau, Ubi

Kayu dan Ubi Jalar) pada Tahun 2012 seluas 9.217 ha (BPS Sigi, 2013). Khusus

pada wilayah yang memiliki pengairan teknis, bila terjadi pemutusan air irigasi

yang disebabkan adanya perbaikan saluran primer, maka para petani melakukan

penanaman Kacang Hijau yang memiliki umur panen sangat genjah. Perbaikan

rutin dilakukan setiap MT III. Ini artinya bahwa telah dilakukan peningkatan

indeks pertanaman dalam satu tahunnya dengan pola tanam Padi – Padi -

Palawija.

Penggunaan varietas unggul baru tidak menjadi kendala yang disebabkan

keberadaan Unit Perbanyakan Benih Sumber yang berlokasi di wilayah ini, seperti

adanya Kebun Percobaan Sidondo, BBI Sidera, BBI Sibowi, BBI Pandere dan

BBU Kulawi. Hal ini terbukti dari penerapan benih unggul baru sesuai dengan

anjuran Katam sebanyak 90 %. Demikian pula halnya penerapan penggunaan

pupuk mencapai 95 % sesuai dengan anjuran yang terdapat pada Katam.

Page 143: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 143

Kabupaten Donggala

Kabupaten Donggala memiliki total luas baku sawah sebanyak 12.452,3 ha

yang tersebar di 15 Kecamatan dengan kondisi iklim normal, bawah normal dan

atas normal. Hasil verifikasi terhadap ketiga komponen yakni waktu tanam,

penggunan pupuk dan varietas unggul baru di wilayah ini sebesar 90 % sesuai

dengan anjuran Katam. Rata-rata penggunaan pupuk Phonska dan Urea sebanyak

300 kg/ha dan 200 kg/ha. Varietas existing di wilayah ini adalah Mekongga dan

Ciherang dengan penggunaan benih berkisar antara 25 – 30 kg/ha, dengan

produksi padi sebanyak 118.567 ton dengan produktivitas rata-rata 47,16 kw/ha

(BPS Sulteng, 2013). Verifikasi terhadap serangan hama yang dominan di wilayah

ini adalah penggerek batang, tikus, hama putih palsu dan ulat grayak.

Kabupaten Parigi Moutong

Kabupaten Parigi Moutong memiliki luas baku sawah yang tertinggi di

Propinsi Sulawesi Tengah sebesar 26.932 ha dengan sifat iklim normal yang

tersebar di 23 Kecamatan. Varietas Unggul Baru (VUB) yang direkomendasikan

sesuai Katam Terpadu adalah Inpari 10, Inpari 6 dan Mekongga. Hasil verifikasi

menunjukkan bahwa ada kesamaan antara rekomendasi KATAM dengan yang

ditetapkan oleh LPTPH setempat yakni Mekongga dan Membramo yang di tanam

pada MT1. Khusus untuk wilayah Kecamatan Torue dan Sausu, para petani telah

mengembangkan varietas Inpari 14. Hasil verifikasi terhadap penggunaan

varietas unggul baru di kabupaten ini sebanyak 80 % sesuai dengan anjuran

Katam.

Secara umum hama dan penyakit yang dominan menyerang tanaman padi

pada MT1 adalah Wereng Coklat, Penggerek Batang, Tikus, Ulat Grayak, Tungro,

Bercak Coklat dan Kresek. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Katam Terpadu

bahkan dalam rekomendasi telah dikatagorikan hingga tingkat serangan (Ringan,

Sedang, Rawan dan Sangat Rawan) dari hama dan penyakit yang telah diprediksi.

Hasil wawancara dengan beberapa petani di Kecamatan Torue telah

menerapkan IP 300 sesuai dengan anjuran yang ada di Kalender Tanam Terpadu.

Sistem tanam yang digunakan adalah sistem TABELA. Sistem tanam ini dianggap

mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja. Dalam satu hektar hanya

memerlukan waktu satu jam saja, sedangkan kalau menggunakan ATABELA

membutuhkan waktu hingga 6 jam. Sulitnya untuk mendapatkan tenaga kerja dan

beragamnya komoditi yang diusahakan oleh masyarakat setempat sangat

membutuhkan inovasi-inovasi teknologi yang spesifik lokasi, efektif dan efisien

serta berkelanjutan.

Pada umumnya para petani di masing-masing kecamatan masih menerapkan

IP 200. Sumber air merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan

Page 144: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 144

Indeks Pertanaman. 90% pada masing-masing kecamatan telah menerapkan waktu

tanam sesuai dengan anjuran katam.

Rekomendasi penggunaan pupuk majemuk Phonska dan Urea untuk

tanaman padi sesuai Katam pada kondisi iklim normal sebanyak 225 kg/ha dan

125 kg/ha. 80 % di wilayah ini telah menggunakan pupuk sesuai dengan anjuran.

20 % hasil verifikasi menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea lebih tinggi

dibandingkan penggunaan pupuk majemuk Phonska. Rata – rata peggunaan pupuk

urea sebanyak 250 kg/ha dan Phonska sebanyak 150 kg/ha. Tingginya

penggunaan pupuk urea diduga karena penggunaan sistem tanam yang tidak

beraturan “HAKIKA” yang menyebabkan populasi tanaman menjadi lebih

banyak, sehingga respon tanaman terhadap pupuk urea menjadi lebih tinggi

dibandingkan dengan sistem tanam tegel atau sistem tanam jajar legowo.

Demikian pula kebutuhan benih dengan sistem ini menjadi lebih tinggi.

Kebutuhan benih padi mencapai 45 – 60 kg/ha lebih tinggi dari yang dianjurkan

Katam sebanyak 25 kg/ha dengan sistem Tapin.

Kabupaten Banggai

Berdasarkan anjuran Katam pada MT I potensi luas tanam untuk Kabupaten

Banggai seluas 12.039 ha. Total luas panen pada kabupaten ini sebesar 36.892 ha

dalam satu tahun (IP 200) jauh lebih tinggi dibandingkan anjuran yang terdapat

pada Katam. Rendahnya prediksi potensi Katam disebabkan oleh dugaan ancaman

kekeringan dengan kriteria sangat rawan, berdasarkan verifikasi, Kabupaten ini

memiliki luas lahan sawah dengan pengairan Teknis seluas 6.173 ha (Bidang

Sumberdaya Air, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulteng dalam BPS Sulteng,

2013). Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan air oleh tanaman padi masih

tercukupi dari sumber pengairan yang telah tersedia.

Verifikasi terhadap waktu tanam dan penggunaan pupuk di wilayah ini

sesuai dengan anjuran Katam sebanyak 83 % dan 80 %. Sulitnya mendapatkan

pupuk dan tingkat kepemilikan modal merupakan faktor pembatas dalam

penerapan penggunaan pupuk sesuai dengan anjuran.

Rekomendasi varietas unggul baru yang telah berdaptasi dengan baik adalah

varietas Inpari 13 dan telah menyebar di enam kecamatan disamping varietas lokal

Super Win yang diduga tahan terhadap hama dan penyakit dan memiliki potensi

hasil tinggi. Verifikasi terhadap penggunaan varietas unggul baru di wilayah ini

sebanyak 73 %.

Kabupaten Morowali

Kabupaten Morowali memiliki luas baku sawah 16.123 ha yang tersebar di

18 kecamatan dengan sifat iklim normal. Berdasarkan anjuran Katam pada MT I

potensi luas tanam Kabupaten Morowali seluas 6.432 ha. Total luas panen MT I

Page 145: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 145

adalah 3.940 ha. Hasil verifikasi terhadap penerapan waktu tanam sebanyak 80 %

sesuai dengan anjuran Katam, bergesernya waktu tanam mengakibatkan tingginya

serangan hama tikus (menurut keterangan Kepala BPP setempat). Serangan hama

tikus pada MT I menyerang tanaman di Kecamatan Witaponda dengan intensitas

serangan mencapai 30%.

Secara umum hama dan penyakit yang dominan menyerang tanaman padi

pada MT2 II adalah Penggerek Batang, Tikus, dan Kresek. Hal ini sesuai dengan

rekomendasi Katam Terpadu bahkan dalam rekomendasi telah dikatagorikan

hingga tingkat serangan (Rawan untuk hama tikus, penggerek batang dan sedang

untuk penyakit Kresek).

Varietas Unggul Baru (VUB) yang direkomendasikan sesuai Katam

Terpadu adalah Inpari 10, Inpari 6 dan Mekongga, Situbagendit dan

Situpatenggang. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa tampilan padi varietas

Mekongga sangat digemari oleh para petani setempat. Hal ini disebabkan

rendemen Mekongga relatif tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya (>60%)

dan ketahanan terhadap serangan OPT. Verifikasi penerapan pupuk dan varietas

unggul baru di wilayah ini sebesar 80 % dan 70 % sesuai dengan anjuran. Belum

sesuainya takaran pupuk yang digunakan oleh petani karena terkait dengan tingkat

kepemilikan modal. Petani lebih banyak menggunakan phonska dan urea,

sedangkan jenis pupuk lainnya relatif tidak digunakan.

KESIMPULAN

1. Kesesuaian terhadap waktu tanam, rekomendasi pemupukan dan penggunaan

varietas sesuai anjuran KATAM Terpadu di lima kabupaten dan kecamatan

telah mencapai angka 73 % hingga 98 % .

2. Belum sepenuhnya dilakukan penerapan KATAM Terpadu di Sulawesi

Tengah, mencakup anjuran penggunaan varietas dan penerapan pengunaan

pupuk.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro U. Kasih, 2012. Sambutan Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Melalui

http://katam.info/main.aspx diakses Tanggal 06/09/2012.

BPS Propinsi Sulawesi Tengah, 2013. Melalui: sulteng.bps.go.id

BPS Kabupaten Sigi, 2013. Melalui: sigikab.bps.go.id

Page 146: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 146

Harijono S.Woro B., 2012. Sambutan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika. Melalui http://katam.info/main.aspx diakses Tanggal

06/09/2012

Haryono, 2012. Pengantar Kalender Tanam Terpadu. Melalui

http://katam.info/main.aspx diakses Tanggal 06/09/2012

Lakitan B. 2009. http://www.ristek.go.id. [24/11/2011].

Runtunuwu E., 2011. Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Bali, NTB, NTT,

Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Info Agroklimat dan

Hidrologi. Volume 6 nomor 3. Juni 2011.

Saidah, Asni Ardjanhar, Ruslan Boy, I Ketut Suwitra, A. Irmadamayanti dan

Irwan Suluk Padang. 2011. Cara Pengelolaan Jerami sebagai Sumber

Bahan Organik pada Budidaya Padi Sawah yang Dapat Meningkatkan

Efisiensi Pemupukan dan Produksi Padi Minimal 15%. Laporan Hasil

Penelitian. Balai Penkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Suswono, 2012. Sambutan Menteri Pertanian Indonesia. Melalui

http://katam.info/main.aspx diakses Tanggal 06/09/2012

Page 147: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 147

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Petani Dalam

Pengelolaan Usahatani Jagung Di Sulawesi Tengah

(Kasus Desa Pulu Kabupaten Sigi)

Herawati, Benyamin R dan Asnidar

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso No.62 Biromaru HP: 081354253360, email:

[email protected]

Abstrak

Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakkan melalui dua program

utama yakni: (1) Ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi (peningkatan

produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selain memanfaatkan lahan

kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan melalui

pengaturan pola tanam. Usaha peningkatan produksi jagung melalui program

intensifikasi adalah dengan melakukan perbaikan teknologi dan manajemen pengelolaan.

Usaha-usaha tersebut nyata meningkatkan produktivitas jagung terutama dengan

penerapan teknologi inovatif yang lebih berdaya saing (produktif, efisien dan

berkualitas). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan

bahwa secara rata-rata, petani yang dilibatkan dalam penelitian ini berumur 52 tahun,

sebagian besar berada pada kisaran 41-64 tahun, berpendidikan tamat SD, pengalaman

usahatani jagung relatif cukup lama diatas 13 tahun, luas lahan yang digarap baik milik

sendiri maupun orang lain berkisar 0,5 – 1 ha, cukup kontak dengan penyuluh dan

mempunyai akses pada sarana produksi. Pengetahuan yang dikuasai petani tentang

pengelolaan usahatani jagung ialah : pemasaran hasil, penggunaan teknologi usahatani

jagung, kendala dan peluang usahatani jagung, dan pemilihan komoditas usahatani dan

penanaman. Karakteristik petani berhubungan nyata dengan pengetahuan mereka

tentang pengelolaan usahatani jagung.

-----------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Usahatani, jagung, karakteristik petani.

PENDAHULUAN

Pada dasarnya petani telah memiliki pengetahuan lokal tentang ekologi

dan pertanian yang terbentuk secara turun temurun dari nenek moyang mereka

dan berkembang seiring dengan waktu. Pengetahuan lokal yang dimiliki petani

bersifat dinamis, karena dapat berhubungan dengan karakteristik internal maupun

dipengaruhi oleh teknologi dan informasi eksternal antara lain kegiatan penelitian,

penyuluhan dari berbagai instansi, pengalaman petani dari wilayah lain dan

berbagai informasi melalui media massa.

Pengetahuan ialah bagian dari kemampuan intelektual atau kognitif petani

tentang teknis produksi dan manajemen usahatani jagung. Menurut

Padmowihardjo (dalam Kurnia, 2010) pengetahuan adalah aspek prilaku yang

Page 148: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 148

berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari dan

kemampuan mengembangkan intelegensia. Pengertian pengetahuan dalam

kegiatan ini adalah segala sesuatu yang diketahui oleh petani berkenan dengan

usahataninya. Pengetahuan petani dalam berusahatani jagung itu meliputi

Sembilan bidang yang harus dikuasai oleh petani agar mampu mengelola

usahatani jagung dengan baik, yaitu: (1) penggunaan benih varietas unggul

(bersari bebas dan hibrida), (2) benih berkualitas dengan daya tumbuh >90% dan

Perlakuan benih/bibit , (3) pemupukan dan pengendalian hama penyakit, (4)

drainase, (5) permodalan, (6) tenaga kerja, (7) penggunaan teknologi, (8) kendala

dan peluang usahatani jagung, dan (9) pemasaran hasil.

Pembangunan pertanian berawal dari kualitas petani sebagai pelaku utama.

Kualitas petani berhubungan dengan karakteristik seperti pendidikan formal, luas

lahan, pengalaman, motivasi dan modal berusahatani. Petani yang berkualitas

merupakan wujud kompetensi yang dimiliki. Kompetensi pada satu sisi boleh

disebut sebagai kemampuan dan pada sisi yang lain disebut juga sebagai keahlian,

yang memiliki aspek-aspek intelektual dan praktis.

Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan selain dapat

meningkatkan ketersediaan pangan, juga mendorong peningkatan pendapatan

petani. Salah satu komoditas pangan yang terus berkembang dan banyak

dibutuhkan adalah usahatani jagung. Sentra produksi jagung di Indonesia

umumnya berada pada ekosistem lahan kering dengan berbagai keragaman baik

iklim maupun tanah. Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis

kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan

makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam

pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri

pangan maupun industri pakan ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin

berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan

jagung akan semakin meningkat pula.

Sasaran pembangunan pertanian khususnya di bidang tanaman pangan

pada masa mendatang adalah terwujudnya kelayakan sistem produksi tanaman

pangan yang berkelanjutan untuk mendukung agribisnis dan agroindustri.

Penanganan dan pembinaan terpadu mulai dari penyediaan teknologi di tingkat

petani, pembinaan usaha tani, pembinaan pasca panen, pengolahan hasil,

pemasaran dan perdagangan sangat di-perlukan. Dengan demikian pendapatan

petani diharapkan dapat meningkat secara proporsional, sesuai kebutuhan hidup

dan tingkat kesejahteraan yang semakin tinggi. Untuk memenuhi hal tersebut,

didalam pengelolaan penanaman jagung diperlukan sistem perbaikan teknologi

budidaya sesuai dengan ciri agroekosistem yang mampu meningkatkan produksi

tanaman jagung.

Page 149: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 149

Untuk pengembangan jagung, penggunaan benih unggul dan bermutu

tinggi menjadi salah satu upaya yang terus dikaji dan disebarluaskan ke petani.

Salah satu penyebab menurunnya produksi jagung diakibatkan oleh kebiasaan

petani dalam budidaya jagung menggunakan benih yang ditanam turun temurun

sehingga produksinya tidak optimal. Benih merupakan salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan budidaya tanaman yang perannya tidak dapat digantikan

oleh faktor lain. Ketergantungan benih hibrida impor, baik benih F1 maupun

parenstoknya (induk F1) akan memperlemah ketahanan pangan, sehingga

Balitsereal juga menghasilkan varietas hibrida, sampai saat ini telah dilepas

varietas hibrida sebanyak 6 varietas dan salah satunya adalah Bima-5. Pengenalan

varietas unggul hibrida yaitu Jagung varietas Bima-5, dan potensi hasil per hektar

mencapai 14,4 ton jagung pipilan kering. Adapun rata-rata hasil setelah lewat uji

multilokasi dan adaptasi di berbagai tempat mencapai 11,3 ton. Berbeda dengan

varietas jagung non-Bima yang daun dan batang umumnya mengering dan

berwarna kuning begitu jagung masuk usia panen. Keunggulan lainnya, tanaman

jagung varietas Bima bisa menghasilkan produksi yang tinggi meskipun ditanam

di lahan marginal (Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia, 2007).

Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakkan melalui

dua program utama yakni: (1) Ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi

(peningkatan produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selain

memanfaatkan lahan kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan

sawah tadah hujan melalui pengaturan pola tanam. Usaha peningkatan produksi

jagung melalui program intensifikasi adalah dengan melakukan perbaikan

teknologi dan manajemen pengelolaan. Usaha-usaha tersebut nyata meningkatkan

produktivitas jagung terutama dengan penerapan teknologi inovatif yang lebih

berdaya saing (produktif, efisien dan berkualitas).

Produktivitas jagung ditentukan oleh hasil interaksi antara varietas dengan

faktor lingkungan. Faktor lingkungan mencakup iklim, jenis tanah, hama dan

penyakit, gulma dan pengelolaan oleh manusia. Manusia memiliki kemampuan

yang disebut pengetahuan untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif..

Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana distribusi petani jagung pada sejumlah karakteristik yang diamati?

(2) Bagaimana pengetahuan para petani itu dalam pengelolaan usahatani jagung?

(3) Seberapa jauh hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan mereka

dalam pengelolaan usahatani jagung?

Sejalan dengan permasalahan diatas, maka penelitian ini secara umum

bertujuan untuk mengidentifikasi dan memaparkan gambaran yang jelas tentang

para petani jagung dan pengetahuan mereka tentang pengelolaan usahatani

jagung. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan:

1. Distribusi para petani jagung pada sejumlah karakteristik yang diamati.

Page 150: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 150

2. Pengetahuan yang perlu mereka kuasai dalam pengelolaan usahatani jagung.

3. Hubungan antara karakteristik petani dengan pengetahuan mereka dalam

mengelola usahatani jagung.

METODE PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah petani jagung di Desa Pulu Kecamatan Dolo

Selatan Kabupaten Sigi, responden diambil secara purposive sampling sebanyak

30 orang petani jagung di lokasi Gelar Teknologi kegiatan Kajian Kemitraan

Pengembangan Penelitian Pertanian Spesifik Lokasi (KKP3SL) BPTP Sulawesi

Tengah. Pemilihan lokasi didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain

adalah: (a) Kabupaten Sigi adalah salah satu daerah yang cukup potensial

pengembangan jagung, (b) Desa Pulu merupakan lokasi kegiatan KKP3SL BPTP

dan Etalase Jagung Dinas Pertanian Provinsi, dan (c) Mempunyai areal lahan

kering maupun sawah yang cukup luas dan produktivitas untuk jagung masih

rendah.

Penelitian ini dilakukan dengan cara survei dengan menggunakan

kuesioner semi struktur dan wawancara mendalam (indeph interview) kepada

petani responden yang terpilih. Data yang dikumpulkan berdasarkan pada dua

jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui

wawancara dan pengisian kuesioner semi struktur. Data sekunder diperoleh dari

demogarfi desa, BPS statistik dan instansi terkait. Data yang telah terkumpul

diolah melalui tahapan editing, coding dan tabulasi dengan interval yang

dihasilkan pada masing-masing hasil pengukuran. Data yang diperoleh diolah dan

dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Data yang terkumpul dianalisis dengan

prosedur statistic deskriptif dan korelasi non parametric seperti analisis uji

korelasi Kendall W (Siegel, 1999) dan untuk memudahkan pengolahan data

digunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Science) versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Umum Wilayah

Desa Pulu terletak di wilayah Kecamatan Dolo Selatan Kabupaten Sigi

dan berada di wilayah kerja Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan (BP3K) Baluase, yang berjarak tempuh dari Desa Pulu ke Ibukota

Kabupaten Sigi sekitar ± 32 km, ke Ibukota Kecamatan Dolo Selatan ± 5 km dan

ke kantor BP3K Baluase berjarak ± 8 km. Batas-batas wilayah adalah: sebelah

utara berbatasan dengan Desa Poi, Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Palu,

sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rogo dan sebelah barat berbatasan

dengan pegunungan Kaliali. Desa Pul berada di ketinggian ± 500 m dpl dan

memiliki kemiringan tanah 25% sebab berada di kaki Gunung Kaliali, kedalaman

Page 151: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 151

air tanah ± 12 m, adapun keadaan tekstur air tanah adalah lempung berpasir

dengan lapisan top soil ± 30 cm, dengan tingkat keasaman tanah pH 6 – 7.

Keadaan iklim berada di tingkat yang sedang yaitu dalam kurun waktu 1

tahun terdapat 1.502 mm curah hujannya dan suhu rata-rata 30 – 350c. Ha ini

disebabkan lebih dipengaruhi oleh adanya hutan lindung di gunung Kaliali yang

merupakan sumber air untuk irigasi pertanian dan konsumsi masyarakat. Potensi

sumberdaya secara keseluruhan jumlah penduduk Desa Pulu berdasarkan sumber

data monografi Desa Tahun 2013 adalah 1.168 jiwa. Lokasi kegiatan penelitian

dan pengkajian di Desa Pulu berada di wilayah Kecamatan Dolo Selatan

Kabupaten Sigi yang termasuk dalam wilayah kerja Badan Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Baluase dengan luas wilayah ± 900 ha terdiri

dari lahan pertanian, perkebunan, hutan produktif dan lindung, pemukiman

penduduk dan lahan tidur. Dari potensi wilayah Desa Pulu terlihat jelas bahwa

mayoritas penduduknya bergantung pada usaha komoditi pertanian (pangan,

palawija dan sayur sayuran), perkebunan (kelapa dalam dan kakao) dan

peternakan (ternak besar dan kecil).

Tanaman pangan merupakan komoditas utama menopang kebutuhan

pangan nasional. Peningkatan produksi pangan terus diupayakan untuk memenuhi

kebutuhan pangan yang terus meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk

dari tahun ke tahun. Potensi lahan persawahan di Desa Pulu ± 89,5 ha, dengan

jumlah petani 82 jiwa. Cara budidaya masyarakat tani masih secara tradisional,

irigasi yang digunakan adalah irigasi desa yang dalam setahun 2 kali musim

tanam yaitu periode April – September dan Oktober – Maret. Pada tahun 2009

terdapat program SL-PTT padi sawah yang kemudian dilanjutkan tahun 2011,

2012 dan 2013. Pencapaian program SL-PTT padi sawah ± 30%, hal ini dapat

dilihat hampir 70% petani sudah melaksanakan sistem tanam jajar legowo 2:1 dan

4:1 dan pada tahun 2012 adopsi inovasi sisem tanam jajar legowo ini telah

mencapai ± 70%. Tahun 2012 di Desa Pulu juga ada program Optimasi Lahan

Padi Sawah berupa bantuan sarana produksi bagi anggota kelompoktani dan

program Kontingensi berupa bantuan 1 unit handtraktor serta 2 unit handtraktor

dari kementerian pertanian. Kesemua bantuan itu sangat membantu petani dalam

melakukan usahataninya.

Komoditas lain yang diusahakan oleh petani di Desa Pulu adalah palawija.

Palawija merupakan komoditas pangan kedua setelah padi sawah. Jenis palawija

yang banyak dibudidayakan oleh petani adalah jagung dengan potensi pertanaman

jagung ± 78,5 ha yang diusahakan sekitar 74 jiwa. Cara budidaya petani jagung di

Desa Pulu juga masih sangat tradisional dengan produksi rata baru mencapai 3 –

3,5 ton/ha. Tahun 2013 telah masuk program SL-PTT jagung mendukung

program ketahanan pangan.

Page 152: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 152

2. Distribusi Responden pada Sejumlah Karakteristik yang diamati.

Karakteristik sosio-demografi petani yang diamati dalam penelitian ini

ialah: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pengalaman berusahatani, (4) luas

lahan usaha,(5) kontak dengan penyuluh, dan (6) ketersediaan sarana produksi.

Deskripsi selengkapnya disajikan pada Tabel1 berikut.

Tabel 1. Deskripsi sejumlah karakteristik petani jagung di Desa Pulu, Tahun 2014.

No. Karakteristik

Responden

Rataan Kisaran Kategori Persen

1. Umur 52 tahun 29 – 77 thn

Muda (29 – 40 thn)

Sedang (41 – 64 thn)

Tua ( > 64 thn)

19,23

53,85

26,92

2. Pendidikan

Formal 6 tahun 6 – 12 thn

Tamat SD (6 thn)

Tamat SMP ( 9 thn)

Tamat SMA (12 thn)

61,54

26,92

11,54

3. Pengalaman

Berusahatani 11 tahun 1 – 20 thn

Rendah (< 7,3 thn)

Sedang (7,3 – 13,8)

Tinggi (> 13,8 thn)

11,54

26,92

61,54

4. Luas lahan 1 hektar 1 – 2 hektar

Sempit (< 0,5 ha)

Sedang (0,5 – 1 ha)

Luas (> 1 ha)

23,08

69,23

7,69

5. Kontak dengan

Penyuluh 5 4 - 13

Rendah (< 7)

Sedang (7 – 10)

Tinggi ( > 10)

15,39

61,54

23,08

6. Ketersediaan

Sarana Produksi 9,5 3 - 12

Rendah (< 6)

Sedang (6 – 9)

Tinggi (> 9)

13,20

34,20

52,60

Keterangan n=26

Umur Responden

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa secara rata-rata, petani yang

dilibatkan dalam penelitian ini berumur 52 tahun, sebagian besar (53,83%) berada

pada kisaran 41 – 64 tahun. Tampaknya sektor pertanian kurang diminati oleh

tenaga kerja usia muda. Namun demikian BPS, 2011 menyatakan umur produktif

tenaga kerja adalah 16 – 64 tahun, maka petani jagung ini masuk dalam kategori

kelompok usia masih produktif untuk mengembangkan diri dan usaha tani. Petani

usia produktif mempunyai kemampuan bekerja atau beraktifitas lebih tinggi

dibandingkan petani yang tidak produktif. Sektor pertanian dalam kontes

beraktifitas idealnya ditekuni oleh usia produktif, hal ini dikarenakan beraktifitas

dalam sektor pertanian harus didukung oleh kekuatan fisik. Kecenderungan lain

bahwa dalam proses adopsi inovasi baru, petani yang berumur muda lebih tanggap

bila dibandingkan dengan petani yang berumur tua. Kelemahan dari petani yang

Page 153: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 153

berumur tua, disatu sisi sudah kurang kekuatan fisik, kemudian lambat dalam

proses pengambilan keputusan, penuh pertimbangan dan kehati-hatian.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat

pendidikan responden dalam mengikuti proses belajar mengajar di bangku sekolah

formal. Pendidikan memudahkan bagi diri petani dan kelompok masyarakat dalam

menerima informasi atau pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber

informasi yang dapat memberikan nilai tambah (add value) dalam pengembangan

usahataninya serta dapat meningkatkan kesadaran dalam memperhatikan setiap

anjuran di bidang pertanian. Tilaar (1997) menjelaskan bahwa fungsi pendidikan

adalah proses menguak potensi individu dan cara manusia mampu mengontrol

potensinya yang telah dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi peningkatan

kualitas hidupnya.

Sebagian besar (61,54%) petani jagung memiliki pendidikan tamat

Sekolah Dasar (SD), namun umumnya petani tergolong usia dewasa awal (early

adult) dan dewasa pertengahan (middle adult) yaitu 19,23% berusia 29 – 40 tahun

dan 53,85% berusia 41 – 64 tahun. Pada usia dewasa awal seseorang punya

kemampuan belajar yang cukup tinggi dan pada usia dewasa pertengahan,

seseorang masih dimungkinkan untuk diberi tambahan pendidikan sesuai dengan

pekerjaan yang dilakukan (Feldman, 1996). Pendidikan non formal dapat

diberikan untuk mendukung tingkat pendidikan formal yang rendah; misalnya

penyuluhan atau pelatihan sesuai kebutuhan petani. Meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia petani lebih utama karena merupakan investasi jangka

panjang di sektor pertanian.

Pengalaman Berusahatani

Sesuatu yang telah dialami seseorang akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Pengalaman usahatani yang

diukur adalah lama (tahun) petani melakukan usahatani jagung. Pengalaman

berusahatani memiliki peranan yang sangat penting bagi petani dalam

mengembangkan usahataninya, dan menerima serta menerapkan teknologi baru.

Lahan kering yang digunakan untuk berusahatani jagung memiliki keterbatasan

tingkat kesuburan tanah relatif rendah; tetapi dengan pengalaman yang cukup

lama, mengantarkan petani untuk bertahan dan berusaha mengatasi kesulitan-

kesulitan tersebut. Sesuai pendapat Mubyarto (2002) yang menyebutkan bahwa

pengalaman dan kemampuan bertani yang dimiliki sejak lama, sehingga telah

menjadi cara hidup (way of life) yang telah memberikan keuntungan dalam

hidupnya. Petani jagung di wilayah penelitian telah berusahatani jagung ini diatas

13 tahun (61,54%), sehingga dapat dikatakan telah memiliki bekal relatif cukup

Page 154: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 154

lama untuk menekuni profesi sebagai petani jagung. Petani belajar bertani

umumnya sejak usia remaja atau dianggap dewasa, maka biasanya sudah mulai

menggarap lahan milik orang tuanya. Umumnya teknik-eknik usahatani yang

dikembangkan oleh para orangtuanya terdahulu tidak berbeda jauh dengan teknik-

teknik yang dikembangkan oleh anaknya sehingga teknik pertanian yang banyak

diterapkan adalah teknologi warisan.

Luas Lahan

Luas lahan usahatani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas lahan

kering petani yang dimanfaatkan usahatani jagung, baik milik sendiri maupun

milik orang lain, yang dihitung dalam hektar. Sejumlah besar (69,23%) petani

yang menggarap lahan 0,5 – 1 hektar menunjukkan bahwa petani mampu bertahan

dan memanfaatkan lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

walaupun pada dasarnya juga memiliki usahatani lainnya seperti kakao dan

kelapa. Ketersediaan lahan merupakan salahsatu faktor penentu keberhasilan

usahatani; namun petani berusaha menyiasati keterbatasan lahan garapannya.

Kegiatan pertanian merupakan pekerjaan yang dikuasainya, sehingga dalam

menghadapi lahannya, petani melakukan upaya (coping mechanism) dengan cara:

(1) bertahan di lahan sempit yang dimiliki dan melakukan pemanfaatan lahan

secara optimal dan (2) menyewa lahan orang lain yang tidak digarap.

Interaksi dengan Penyuluh

Interaksi dengan penyuluh yang diukur adalah tingkat kualitas dan

kuantitas hubungan petani dengan penyuluh, yaitu seberapa akrab petani dengan

penyuluh (keakraban akan memudahkan interaksi), seberapa sering petani

mengikuti kegiatan penyuluhan, serta seberapa sering petani menghubungi

penyuluh jika ada persoalan dalam berusahatani. Diperoleh hasil bahwa interaksi

petani jagung di Desa Pulu dengan penyuluh cukup tinggi. Semua petani

mengenal penyuluh pendampingnya dan sejumlah besar (61,54%) pernah

mengikuti kegiatan penyuluhan dan petani yang lainnya seperti pengurus

kelompoktani sering menghuungi penyuluh jika ada persoalan usahatani.

Hubungan yang akrab antara penyuluh dan petani sangatlah penting, untuk

menuju keberhasilan program penyuluhan. Jika hubungan dekat, maka merupakan

entry point atau pintu masuk bagi penyuluh untuk mengembangkan program

penyuluhan. Petani jagung di Desa Pulu yang terlibat aktif dalam kegiatan

penyuluhan, maka petani tersebut memperoleh pengetahuan, wawasan yang lebih

baik sehingga dapat melakukan cara-cara budidaya jagung sesuai anjuran, seperti:

menggunakan benih-benih yang unggul, melakukan pengolahan tanah,

pemupukan dan mengetahui cara yang tepat mengendalikan hama dan penyakit.

Page 155: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 155

Kegiatan Gelar teknologi yang dilaksanakan merupakan bagian dari

penyuluhan yaitu mendiseminasikan beberapa varietas unggul jagung komposit

dan hibrida beserta cara-cara budidaya dengan pendekatan PTT jagung. Adapun

kegiatan yang dilakukan oleh petani kooperator beserta anggota kelompoktani dan

penyuluh didampingi oleh penyuluh BPTP adalah introduksi Varietas Unggul

Baru (VUB): varietas Lamuru, Srikandi Kuning, Jagung Merah Lokal Sigi dan

Bima-19 URI, melakukan pengolahan tanah minimal, seed treatment benih

menggunakan metalaksil untuk pengendalian penyakit bulai, pemupukan

berimbang sesuai kebutuhan tanaman dengan menggunakan perangkat uji tanah

kering (PUTK), penggunaan furadan, pengendalian gulma dan pembumbunan

serta pemeliharaan tanaman. Kegiatan ini dalam setiap tahapannya dilaksanakan

Sekolah Lapang (SL). Kegiatan pendampingan penyuluh dalam usaha tani jagung

juga dilakukan melalui program SL-PTT jagung oleh Dinas Pertanian Kabupaten

Sigi dan program etalase jagung mendukung agribisnis jagung oleh Dinas

Pertanian Provinsi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, beberapa faktor penyebab

petani di Desa Pulu sangat mengenal penyuluhnya antara lain adalah: (1)

penyuluh bertempat tinggal di desa tersebut, (2) penyuluh aktif dalam kegiatan

desa antara lain pengurus LMD, PNPM, sering mengikuti rapat desa dan lain-lain.

Tempat tinggal penyuluh yang berdekatan dengan wilayah kerja atau bahkan

tinggal di wilayah kerjanya sangat mempengaruhi pengenalan program

penyuluhan maupun pengenalan dengan penyuluh itu sendiri (van Den Ban,

2005). (3) lokasi desa relatif mudah dijangkau, (4) kegiatan penyuluhan

dilakukan, dengan penyuluh pertanian yang aktif sehingga beberapa program

strategis pertanian masuk ke wilayah binaannya. Dengan adanya keinginan agar

petani dapat merasakan bantuan secara merata maka setiap bantuan program

kegiatan diatur bersama dalam kesepakatan rapat Gapoktan bersama penyuluh.

Namun demikian, masih diperlukan peningkatan kompetensi bagi penyuluh

pertanian agar tuntutan terhadap perubahan dapat lebih cepat dirasakan oleh

petani binaan.

Sarana Produksi

Sarana produksi yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat

ketersediaan dan kemudahan petani mendapatkan benih, pupuk, herbisida dan

pestisida. Tingkat ketersediaan sarana produksi bagi petani jagung di lahan kering

di Desa Pulu adalah tinggi, artinya tingkat ketersediaan dan kemudahan yang

tinggi mendapatkan sarana produksi yang dirasakan petani, sehingga sebagian

besar (52,6 persen) petani selalu mempersiapkan sarana produksi (benih, pupuk,

herbisida dan pestisida) untuk kegiatan usahatani dapat diperoleh di Gapoktan

dengan cara meminjam dan dibayar setelah panen dengan bunga yang sangat

Page 156: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 156

rendah untuk pengembangan kelompoktani. Selain itu, sering masuk program

pertanian dan penyuluhan berupa pembinaan dan pemberian bantuan sarana

produksi berupa benih, pupuk dan lainnya. Selain itu, harga sarana produksi di

desa studi relatif terjangkau, sehingga petani dapat membeli dengan mudah

melalui kios-kios yang terdapat di desa. Ketersediaan sarana produksi yang

termasuk kategori tinggi sangat membantu dalam peningkatan kompetensi; sarana

produksi yang dimiliki petani bisa digunakan dalam mempraktekkan dan

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan benih,

pupuk, dan herbisida serta pestisida yang diperoleh melalui penyuluhan atau

pelatihan.

3. Pengetahuan Petani tentang Pengelolaan Usahatani Jagung

Pengetahuan petani dalam pengelolaan usahatani jagung yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif petani tentang teknis produksi

dan manajemen usahatani jagung. Hasil penelitian tentang pengetahuan petani

dalam pengelolaan usahatani jagung dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Pengetahuan petani tentang pengelolaan usahatani jagung.

No. Bidang Pengetahuan dalam

Usahatani Jagung

Skor

Tertimbang

Jenjang

1. Pemasaran hasil 89,77 1

2. Penggunaan teknologi usahatani jagung 88,89 2,5

3. Kendala dan peluang usahatani jagung 88,89 2,5

4. Pemilihan komoditas usahatani dan penanaman 80,43 4

5. Perlakuan benih/bibit jagung 73,11 5

6. Drainase 70,08 6

7. Aspek tenaga kerja 65,66 7

8. Aspek modal 63,51 8

9. Pemupukan dan pengendalian hama penyakit 62,63 9

Rata-rata 75,89

Tabel 2 menunjukkan keempat bidang pengetahuan yang dianggap penting

oleh petani ialah: (1) pemasaran, (2) penggunaan teknologi, (3) kendala dan

peluang usaha, dan (4) pemilihan komoditas dan penanaman. Selain itu, lima

bidang yang jenjangnya lebih rendah ialah (1) perlakuan benih/bibit, (2) drainase,

(3) tenaga kerja, (4) permodalan, dan (5) pemupukan dan pengendalian hama

penyakit. Secara keseluruhan Tabel 2 itu menunjukkan bahwa pengetahuan petani

tentang pengelolaan usahatani jagung relatif baik. Hal ini ditunjukkan oleh rata-

rata skor tertimbang yang diperoleh dari kesembilan bidang pengetahuan

usahatani jagung itu yang mencapai 75,89.

Page 157: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 157

4. Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mereka tentang

Pengelolaan Usahatani Jagung.

Hubungan karakteristik sosio-demografi petani jagung dengan

pengetahuan mereka dalam pengelolaan usahatani jagung dapat dilihat pada Tabel

3 dibawah ini.

Tabel 3. Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mereka tentang

Pengelolaan Usahatani Jagung.

No. Karakteristik Petani Koefisien Korelasi

1. Umur W = 0,96

2. Pendidikan formal W = 0,97

3. Pengalaman berusahatani W = 0,95

4. Luas lahan W = 0,94

5. Kontak dengan penyuluh W = 0,97

6. Sarana produksi W = 0,98

Tabel 3 menunjukkan, bahwa hubungan karakteristik petani jagung dengan

pengetahuan mereka dalam mengelola usahatani jagung pada umumnya sangat

kuat. Koefisien konkordansi Kendall W yang tinggi menunjukkan kesepakatan

yang tinggi. Pembahasan: Setiap petani memiliki karakter yang berbeda, yang

melekat pada dirinya. Interaksi setiap karakter itu dengan unsur-unsur lingkungan

hidupnya akan membentuk kepribadian petani itu. Kemudian, kepribadian itu

akan mempengaruhi orientasi perilaku petani. Jadi petani-petani jagung dengan

karakteristik yang berbeda akan mengekspresikan kebutuhan pengetahuan mereka

akan pengelolaan usahatani jagung yang juga berbeda.

Umur petani yang relatif tua mencerminkan akumulasi pengalaman dan

kehati-hatian dalam membuat keputusan dalam pengelolaan usahatani jagung. Hal

itu menunjukkan bahwa semakin tua umur petani, semakin banyak pengalaman

berusahatani jagung, dan semakin tua petani maka semakin berhati-hati dalam

membuat keputusan, karena mempertimbangkan resiko yang ada. Hal ini selaras

dengan pendapat Fadoli Hermanto (1993).

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator untuk melihat mutu

petani. Selain itu pendidikan formal maupun non formal merupakan modal dasar

petani mengkonsumsi informasi melalui media. Hal ini memudahkan mereka

menyerap suatu inovasi, dan lebih maju dalam menerima dan menyesuaikan

dengan perubahan yang timbul, misalnya dalam pemupukan dan pengendalian

hama penyakit. Karena itu, untuk meningkatkan pengetahuan para petani di

daerah penelitian, perlu ada pendidikan non-formal melalui pelatihan- pelatihan

atau kursus-kursus yang berkaitan dengan kegiatan usahataninya.

Pengalaman berusahatani jagung menunjukkan kesepakatan yang tinggi.

Hal ini karena dalam kurun waktu tersebut petani dapat menambah pengetahuan

Page 158: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 158

yang memadai dengan adanya interaksi yang baik dengan penyuluh, keterlibatan

dalam kelompoktani dan program-program pemberdayaan petani dalam

meningkatkan produksi. Kegiatan tersebut merupakan sumber informasi penting

untuk mendapatkan informasi-informasi dan pengetahuan/teknologi baru dalam

pengembangan pengetahuan petani bahkan memungkinkan untuk sikap dan

keterampilan petani. Pengalaman merupakan sesuatu yang muncul dalam riwayat

hidup seseorang, yang menentukan kemampuannya. Pengalaman seseorang dapat

diperoleh dari pekerjaan atau bidang yang ditekuni, pendidikan dan proses

pendewasaan (Bird, 1989; dalam Syah, 2002).

Kontak dengan penyuluh memberi peluang kepada petani untuk

menambah pengetahuan tentang usahatani yang dikelolanya. Sehingga semakin

sering petani melakukan kontak dengan penyuluh, semakin banyak pengetahuan

yang dapat diperoleh. Terjadinya kontak antara petani dengan penyuluh

menunjukkan terjadinya komunikasi antar kedua pihak, baik dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung. Menurut Wiriatmadja (1990) proses komunikasi

timbul karena penyuluh berusaha mengadakan hubungan dengan petani.

Kartasapoetra, 1987; (dalam Kurnia, 2010) menyatakan bahwa hubungan yang

kontinu antara penyuluh dengan petani dapat mengembangkan rasa kekeluargaan.

Hal ini akan mempermudah dan memperlancar pemberian dan penerimaan

informasi untuk peningkatan produksi.

Ketersediaan sarana produksi seperti : bibit, pupuk, obat-obatan dan alat

pertanian mempengaruhi perilaku petani dalam menerapkan ide baru dalam

kegiatan usahataninya. Artinya bahwa semakin tersedia sarana produksi yang

dibutuhkan maka semakin tinggi kemampuan petani untuk meningkatkan efisiensi

usahataninya. Hasil penelitian tentang pengetahuan petani dalam pengelolaan

usahatni jagung menunjukkan bahwa petani memiliki pengetahuan yang cukup

tinggi tentang pemasaran hasil, penggunaan teknologi pertanian, kendala dan

peluang usahatani jagung dan pemilihan komoditas usahatani dan penanaman.

Pemasaran merupakan kegiatan akhir usahatani. Pemasaran merupakan

salah satu aspek penting dalam sistem usahatani, karena dapat berpengaruh

langsung pada pendapatan petani. Berdasarkan pengematan di lapangan dan

informasi dari kantor kecamatan, diketahui bahwa petani sangat memperhatikan

aspek pemasaran hasil-hasil produksinya. Banyak petani yang menjual hasilnya

kepada para pedagang pengumpul hanya untuk menghindari biaya transportasi ke

pasar kota dan tidak mau repot. Dengan kata lain walaupun menjual dengan harga

lebih murah kepada pedagang pengumpul, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya

transportasi yang besar.

Namun demikian, ada juga petani yang langsung memasarkan hasilnya ke

kota, karena melihat peluang memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dengan

cara ini petani dapat meningkatkan pendapatannya dan dapat membeli kebutuhan

Page 159: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 159

keluarga dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan di kampungnya.

Selain itu, kemampuan petani masih terbatas dalam memilih benih ungggul , cara

pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman, maupun dalam

permodalan. Petani masih menggunakan modal sendiri yang terbatas sehingga

sulit mengembangkan usahanya. Temuan ini sejalan dengan temuan Agussabti

(2002). Kemajuan usahatani terkait dengan modal. Jadi modal berhubungan

dengan kedinamisan petani dalam mengembangkan usahatani jagung.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan

bahwa:

1. Secara rata-rata, petani yang dilibatkan dalam penelitian ini berumur 52

tahun, sebagian besar berada pada kisaran 41 – 64 tahun, berpendidikan tamat

SD, pengalaman usahatani jagung relatif cukup lama diatas 13 tahun, luas

lahan yang digarap baik milik sendiri maupun orang lain berkisar 0,5 – 1 ha,

cukup kontak dengan penyuluh dan mempunyai akses pada sarana produksi.

2. Pengetahuan yang dikuasai petani tentang pengelolaan usahatani jagung ialah

: (1) pemasaran hasil, (2) penggunaan teknologi usahatani jagung, (3) kendala

dan peluang usahatani jagung, dan (4) pemilihan komoditas usahatani dan

penanaman.

3. Karakteristik petani berhubungan nyata dengan pengetahuan mereka tentang

pengelolaan usahatani jagung.

DAFTAR PUSTAKA

Agussabti. 2002. Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi

Inovasi: Kasus petani sayuran di Jawa Barat. Disertasi Doktor, Sekolah

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia. 2007. Intensifikasi Jagung di

Indonesia, Peluang dan Tantangan. Disajikan dalam Seminar dan

Lokakarya Nasional Jagung. Makassar

Fadholi Hernanto. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta: PS Penebar Swadaya.

Mubyarto. 2002. Reformasi Agraria: Menuju Pertanian Berkelanjutan. Jurnal

Ekonomi Rakyat 1:8.

Prabowo, H.E. 2007. Produksi Jagung 2008 Diprediksi Penuhi Kebutuhan

dalam Negeri. http://www.antara.co.id/ [19 Jan 2008].

Siegel, S. 1997 Statistik Nonparametrik : Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Page 160: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 160

Suci Kurnia. 2010. Penyuluhan pada Petani Lahan Marjinal: Kasus Adopsi

Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di Kabupaten Cianjur dan Garut

Provinsi Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Program pascasarjana. IPB

Syah, M. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era

Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Pendidikan dan Pelatihan

Menuju 2020. Jakarta: PT. Grasindo.

van den Ban AW, Hawkins HS. 2005. Penyuluhan Pertanian. Herdiasti AD.

Penerjemah. Terjemahan dari: Agricultural Extension. Yogyakarta.

Kanisius

Wiriatmadja, S. 1986. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian Jakarta: CV.

Yasaguna.

Page 161: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 161

Peranan M-Krpl Terhadap Pendapatan Keluarga Di Desa Lanto Jaya

Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso

Sumarni, , Asnidar dan A. Dalapati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jl Lasoso 62 Biromaru Palu Sulawesi Tengah

Abstrak

Laju inflasi tahun yang ditandai dengan lonjakan harga komoditas pangan sangat

berpengaruh pada ekonomi rumah tangga masyarakat. Oleh karena itu program

M-KRPL yang pada dasarnya memasyarakatkan budaya menanam di lahan

pekarangan dengan tujuan memenuhi gizi keluarga sekaligus mengembangkan

ekonomi produktif rumah tangga dapat sebagai alternatif penguatan ketahanan

ekonomi keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dukungan

intensifikasi pekarangan terhadap ekonomi rumah tangga di Lanto Jaya

Kabupaten Poso. Pendekatan penelitian menggunakan metode survai.

Pengambilan data melalui wawancara menggunakan Kuesioner terstruktur

terhadap 25 orang petani kooperator program M-KRPL di Desa Lanto Jaya

Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Penelitian

dilaksanakan pada bulan September 2012. Data yang diambil meliputi

pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani sebelum dan sesudah program

M-KRPL. Data kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan

tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan intensifikasi lahan

pekarangan mampu memberikan konstribusi pendapatan perbulan terhadap

rumah tangga pada lahan sempit sebesar Rp 85.000, pada lahan sedang Rp

220.000,- serta menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli sayur pada

lahan sempit sebesar Rp. 225.000,- dan lahan sedang Rp. 325.000,-

----------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci: M-KRPL, Pendapatan Keluarga, Desa Lanto Jaya

PENDAHULUAN

Lahan pertanian sangat penting peranannya karena dapat memenuhi

sebagian hajat hidup masyarakat. Disisi lain dinamika perubahan tata nilai

masyarakat, kemajuan ekonomi serta aktivitas pembangunan menyebabkan

penggunaan lahan selain pertanian, antara lain untuk areal pemukiman, industri,

jalan, pendidikan, dan sebagainya yang dipicu antara lain laju kepadatan

penduduk. Laju penduduk yang meningkat pesat serta laju inflasi tiap tahun yang

ditandai dengan lonjakan harga komoditas pangan sangat berpengaruh pada

ekonomi rumah tangga masyarakat. Ketahanan dan kemandirian pangan antara

Page 162: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 162

lain dengan memasyarakatkan budaya menanam dengan mengoptimalkan sumber

daya alam yang ada. Sensus pertanian tahun 1983 menunjukkan bahwa 49 persen

rumah tangga pertanian di Indonesia menguasai kurang dari 0,5 ha lahan.

Penguasaan lahan yang kurang seharusnya mendorong masyarakat petani untuk

melakukan kegiatan- kegiatan produktif yang dapat menopang kehidupan rumah

tangga pertanian. Pemenuhan kebutuhan sehari – hari menyebabkan petani harus

mampu menggunakan sumberdaya yang dimiliki untuk keperluan pemenuhan

kebutuhan hidupnya.

Salah satu bentuk penggunaan sumber daya lahan untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga adalah konsep Rumah Pangan Lestari yang

memanfaatkan lahan pekarangan. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan tujuan

memenuhi pangan dan gizi keluarga sekaligus mengembangkan ekonomi

produktif rumah tangga dan dapat sebagai alternatif penguatan ketahanan ekonomi

keluarga.

Potensi sumber daya lahan pekarangan di Sulawesi Tengah sangat besar

yaitu 144,90 ribu ha (BPS, 2010). Luas pekarangan tersebut sebagai salah satu

sumber penyediaan bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomis

tinggi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah pada tahun 2012

menangkap peluang potensi tersebut dengan melaksanakan pembinaan

pemanfaatan pekarangan dengan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari di

Kabupaten Sigi. Kabupaten sigi sebagai kabupaten yang baru dimekarkan sangat

potensial untuk pengembangan MKRPL. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dukungan intensifikasi pekarangan terhadap ekonomi rumah tangga di

Desa Lolu Kabupaten Sigi.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2012 di Desa Lanto Jaya

Kecamatan Poso Pesisir Propinsi Sulawesi Tengah. Pengambilan data melalui

wawancara menggunakan kuesioner terstruktur terhadap 25 orang petani

pelaksana KRPL.

Data yang diambil meliputi data pelaksanaan program MKRPL, serta data

pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani sebelum dan sesudah program

M-KRPL. Data kemudian dinalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan

tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Lanto Jaya

Page 163: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 163

Desa Lanto Jaya terletak di wilayah Kecamatan Poso Pesisir, merupakan

desa pemekaran yang baru terbentuk tahun 2010. Kecamatan Poso Pesisir terletak

di Wilayah Tomini yang berbatasan dengan pusat ibukota Kabupaten Poso. Secara

umum , luas Wilayah 8.712 ha yang terdiri dari 19 kecamatan dan jarak tempu

ke kota palu 222 km. Jumlah penduduk 209.228, jumlah rumah tangga 49.911,

dan rata penghuni dalam rumah tangga yaitu 4,2 yang bermata pencaharian

utamanya adalah petani. Areal Kabupaten Poso 358 ha lahan pekarangan, 205 ha

ladang, 391 ha perkebunan. Potensi pemanafatan lahan 938,5 lahan belum

termanfatakan ditambahan dengan lahan pada daerah pemukin penduduk. Dengan

melihat potensi Kabupaten Poso maka Kabupaten ini merupakan satu desa

sasaran dan pengembanagan program kegiatan MKRPL. Peta Desa Lanto Jaya

disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Peta Desa Lanto Jaya

Program MKRPL Desa Lanto Jaya

Program MKRPL Desa Lanto jaya merupakan salah satu program yang

pertama dilaksanakan di Desa Lanto Jaya Program tersebut bertujuan untuk

memenuhi pangan dan gizi keluarga, meningkatkan kemampuan keluarga dalam

memanfaatkan pekarangan terutama sayur dan tanaman obat keluarga,

mengembangkan sumber bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan

pekarangan, serta mengembangkan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu

meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau, bersih

dan sehat secara mandiri.

Beberapa tujuan tersebut diwujudkan antara lain dengan pembuatan kebun

bibit desa oleh warga Desa Lanto Jaya. Kebun bibit merupakan unit produksi

benih dan bibit untuk memenuhi kebutuhan pekarangan dalam membangun rumah

pangan lestari. Kebun bibit Desa Lanto Jaya dikembangkan dan dikelolo oleh

Page 164: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 164

PKK yang ada, agar dapat berlanjut secara kontinyu dan mandiri. BPTP Sulawesi

Tengah sebagai pendamping teknologi yang mengawal program KRPL. Bibit

yang dikembangkan di kebun bibit kemudian dibagikan kepada warga masyarakat

Desa Lanto Jaya untuk dikembangkan lebih lanjut dalam memenuhi kebutuhan

gizi dan energi keluarga. Hal ini sesuai dengan sasaran MKRPL yaitu

meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial

dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari.

Program MKRPL juga melakukan optimalisasi pekarangan melalui

penataan pekarangan. Pekarangan selain sisi fungsi sebagai penunjang kebutuhan

sehari – hari, maka pekarangan merupakan sebidang tanah yang dapat di tata

sedemikian rupa sehingga dapat memberi manfaat dan nilai estetika bagi

pemiliknya. Pekarangan mempunyai tiga kategori kelas yaitu pekarangan sempit,

pekarang sedang dan pekarang luas. Pekarangan yang dimiliki oleh masyarakat

Desa Lanto Jaya dikategorikan 2 strata yaitu sempit, dan sedang . Dengan

kategori pekarangan sempit, dan sedang maka kesempatan untuk

mengembangkan dengan berbagai komoditas lebih tersedia.

Tabel 1 . Karakteristik Lahan pekarangan Desa Lanto Jaya, Poso Pesisir

Karakteristik pekarangan Luas lahan Jumlah KK

Sempit <100 m2 25KK

Sedang 100 – 200 m2 45KK

Luas >200 m2 -

Sumber: Data Primer yang diolah, 2012

Pemilihan komoditas yang dikembangkan dalam KRPL berdasarkan

pertimbangan luas lahan, pemenuhan gizi keluarga, serta kemungkinan

pengembangan secara komersial. Produk pertanian termasuk hasil pekarangan

selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga dijual untuk menambah

pendapatan keluarga. Oleh karena itu komoditas yang ditanam di pekarangan

harus sesuai dengan permintaan pasar (market oriented). Berdasarkan

pertimbangan diatas maka pemilihan komoditas yang diberikan yaitu cabai lokal,

terong, daun seledri, kangkung, tomat, sawi,ternak dan ikan serta kelor sebagai

sayuran indegeneous spesifik lokasi. Desa Lanto Jaya sebagian besar hanya

menanam tananam bunga dan buah pepaya yang masih dalam taraf pemula

begitupun ikan dan ternak. Tanaman pekarangan yang sudah lama diusahakan dan

bernilai komersial yaitu ubi jalar. Ubi jalar yang diproduksi oleh desa Lanto Jaya

mempunyai ciri khas tersendiri yaitu warna ungu, dan orens dan mempunyai rasa

manis.Sehingga

Page 165: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 165

Dengan pemilihan komoditas yang lebih beragam maka akan lebih bervariasi

pemenuhan gizi dan peluang pasar yang dijangkau juga lebih besar. Berdasarkan

luas pekarangan maka jenis tanaman yang diusahakan terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis komoditas yang diusahakan berdasarkan luas pekarangan, Desa

Lanto Jaya

Komoditas Lahan Sempit Lahan Sedang

Sayuran cabe, terong, Daun

Seledri, sawi, dan Seledri

cabai, terong, Daun Seledri,

kangkung, tomat, sawi, dan kelor

Buah Tidak ada Pepaya, jambu air, mangga

Umbi-umbian Ubi Jalar Ubi Jalar

Ternak Ayam Ayam,Bebek, dan sapi

Kolam Tidak ada Ikan Nila, dan Lele Sumber: Data primer, 2012

Tabel 2 menunjukkan bahwa sudah variasi pemilihan komoditas sayuran.

Pemilihan komoditas ini mempertimbangkan luas lahan, dan kebutuhan rumah

tangga responden misalnya cabai, tomat dan terong yang merupakan sayuran

utama untuk menu keseharian warga Desa Lanto Jaya. Penanaman sayuran

menggunakan media polibag, dan bekas kemasan kaleng dan sebagian kecil

ditanam langsung menyesuaikan lahan yang tersedia. Pada lahan sedang ditanam

dengan media tanam dalam bedeng-bedeng dengan inovasi teknologi

menggunakan sabut kelapa pada tepi bedengan. Selain sayuran, pada lahan

sedang terdapat tanaman buah pepaya, jambu air dan mangga, ikan lele, nila serta

ternak bebek darat.

Peran MKRPL Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani

Program MKRPL Desa Lanto jaya bertujuan untuk memenuhi pangan dan

gizi keluarga. Pemanfatan pekarangan yang optimal bisa memberikan konstribusi

pendapatan yang cukup besar. Hasil penelitian Karyono, 1981 menyatakan bahwa

20 persen dari jumlah pendapatan keluarga adalah dari pekarangan. Terkait

dengan hal tersebut Ikutut dkk menyatakan apabila dikalkulasikan terhadap

efisiensi pengeluaran keluarga maka produksi sayuran dapat menekan biaya

sampai 30%.

Pemanfaatan lahan pekarangan oleh rumah tangga responden di Desa Lanto Jaya

merupakan usaha untuk memperoleh penerimaan sebagai tambahan penghasilan

maupun pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Besarnya penerimaan dari

pekarangan di tentukan oleh banyaknya produk yang dihasilkan. Jenis usaha sukar

diukur karena skala yang masih rendah sehingga hasilnyapun relatif rendah.

Pemanfaatan hasil sayuran dari pekarangan sebagian untuk dikonsumsi sendiri

atau diberikan kepada saudara ataupun tetangga. Bagian hasil pekarangan yang

Page 166: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 166

dapat di konsumsi mnyebabkan rumah tangga tidak perlu mengeluarkan uang

untuk memperolehnya.

Berdasarkan hal tersebut perhitungan pendapatan pekarangan dalam penelitian ini

dilakukan dengan menghitung penerimaan dari hasil penjualan hasil pekarangan

dan menghitung hasil pekarangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan rata –

rata petani dari hasil pekarangan di lihat pada tabel 3.

Tabel 3. Uraian pendapatan hasil pekarangan petani Desa Lanto Jaya untuk

sayuran

No Uraian Jumlah

1. Penerimaan total

a. Penjualan hasil pekarangan Rp. 232.500

b. Nilai yang dikonsumsi Rp. 225.000

2 Biaya

a. bibit Rp. 15.000

b. pupuk Rp. 35.000

c. Upah Rp. 225.000

3 Pendapatan Rp. 182.000

B/C

Sumber: Analisis data primer, 2012

Pekarangan merupakan salah satu lokasi sistem produksi pertanian yang

berkelanjutan di daerah tropis, yang mempunyai konstribusi terhadap pendapatan

rumah tangga. Tanaman pekarangan mempunyai fungsi subsistem dan komersial.

Tanaman pekarangan dapat digunakan untuk konsumsi sebagai fungsi subsistem

pekarangan, sedangkan beberapa tanaman pekarangan dapat dijual sehingga

memiliki fungsi komersial (Karyono, 1981).

Secara umum pendapatan rumah tangga rata-rata petani responden dalam

satu kali panen adalah Rp. 85.000 sampai Rp. 120.000,- per minggu Sehingga

konstribusi pendapatan tambahan rata-rata bagi petani sebesar Rp.182.000 per

bulan.Untuk melihat pendapatan keluarga dikategorikan berdasarkan skala sempit

dan sedang maka didstribusi pendapatan dapat ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi pendapatan pekarangan berdasarkan skala lahan Desa Lanto

Jaya No Uraian Lahan Luas Lahan Sedang Lahan Sempit

1. Penerimaan total

a. Penjualan hasil

pekarangan

- 275.000 120.000

b. Nilai yang dikonsumsi - 325.000 225.000

2 Biaya

a. a. bibit - 20.000 15.000

b. b. pupuk - 35.000 20.000

c. c. upah 225.000 225.000

3 Pendapatan - 220.000 85.000

Sumber: Analisis data primer, 2012

Page 167: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 167

Pengelolaan lahan pekarangan dengan skala sempit memberikan

konstribusi pendapatan nilai rata rata per minggu Rp85.000, lahan sempit dan

lahan sedang Rp. 220.000 dan lahan luas tidak ada. Sedangkan penghematan

pengeluaran keluarga dapat dilihat dari nilai sayuran yang dikonsumsi yaitu pada

lahan sempit Rp. 225.000,-, untuk lahan sedangRP 325.000,-.

Prosentase nilai sayuran yang dijual dan dikonsumsi akan berbeda-beda

pada luas pekarangan yang berbeda yang ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Presentase nilai hasil pekarangan yang dijual dan dikonsumsi

Skala Lahan Dijual Dikonsumsi

Sempit 34,8% 65,2%

Sedang 37,5% 62,5%

Luas - - Sumber: Analisis data primer, 2012

Semakin sempit pekarangan maka nilai prosentase sayuran yang

dikonsumsi akan semakin besar, sebaliknya prosentase sayuran yang dijual akan

semakin kecil. Hal ini disebabkan pada pekarangan yang sempit produksinya

relatif sedikit sehingga sebagian besar dikonsumsi sendiri. Sedangkan pekarangan

yang sedang dan luas produksinya akan banyak sehingga sisa produksi sayuran

setelah dikonsumsi lebih banyak. Prosentase nilai hasil pekarangan yang dijual

dan dikonsumsi pada skala lahan sempit, sedang dan luas disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa prosentase nilai hasil pekarangan lahan

sempit yang dikonsumsi mencapai 65,2%, dan pada lahan sedang 62,5%

Prosentase penjualan pada lahan sempit 34,8%, dan pada lahan sedang 37,5%.

KESIMPULAN

Intensifikasi lahan pekarangan memberi nilai konstribusi pendapatan per

bulan terhadap rumah tangga pada lahan sempit sebesar Rp.85, lahan sedang

Rp.220.000 serta menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli sayuran

pada lahan sempit Rp. 225.000-, lahan sedang Rp.325.000,

DAFTAR PUSTAKA

Balai Liban Pertanian. 2011. Panduan Umum Kawasan Rumah Pangan Lestari

(KRPL) Kementerian Pertanian Jakarta .

Page 168: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 168

BPS. Propinsi Sulawesi Tengah. 2009. Sulawesi Tengah. dalam Anggka. Palu

Sulawesi Tengah

Hermanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani Penerbit Swadaya. Jakrta

Handawi P. Saliem 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Sebagai Selusi

Pemanfaatan Ketahanan Pangan

Karyadi, Sri Setyati. 1981. Intensifikasi Pekarangan, Prasarana Pada Lokakarya

Usahatani Terpadu, Cisarua 10 – 13 Desember 1981. Dit. Bina Usahatani

Petani Tana Pangan. Bogor

Laporan Hasil Penelitian Aspek Ekonomi dan Sosila Budaya Pekarangan Dalam

Makala Seminar Terbatas Ekomi Pekarangan Dalam Seminar Terbatas

Profil Desa Lolu Tahun 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Lolu tahun 2011 - 2015 .

Petunjuk Teknis Budidaya Abeka Sayuran. Pusat Penelitian dan pengembangan

Hortikultura Badan Penelitian dan Pengemabangan Pertanian.

Kementerian Pertanian Tahun 2011.

Page 169: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 169

Kajian Beberapa Varietas Jagung Hibrida Di Lahan Kering Kab. Sigi

Sulawesi Tengah

Saidah, Herawati dan Syafruddin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Email : [email protected]

Abstrak

Untuk memenuhi kebutuhan nasional dan menekan volume impor jagung, pemerintah

telah mencanangkan program peningkatan produksi sejak tahun 2007 dengan sasaran

swasembada. Salah satu strategi peningkatan jagung nasional adalah dengan

meningkatkan produktivitas yang hingga kini baru mencapai 4,56 t/ha dan Sulawesi

Tengah 3,93 t/ha pipilan kering. Sementara di tingkat penelitian dapat mencapai 5-10

t/ha. Penciptaan dan penggunaan varietas hibrida yang adaptif merupakan salah satu

inovasi teknologi memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas jagung.

Tujuan kajian adalah mengetahui keragaan pertumbuhan dan hasil beberapa varietas

jagung hibrida di Kab. Sigi Sulawesi Tengah. Lokasi pelaksanaanya di Desa Watukilo

Kec. Kulawi Selatan Kab. Sigi. Ada 3 (tiga) varietas yang diuji, yaitu Bima-3, Bima-4

dan Bima-5. Hasil kajian menunjukkan bahwa status hara N rendah, P rendah, K

sedang, pH agak masam dan bahan organik rendah. Dari aspek pertumbuhan, tinggi

tanaman, tinggi kedudukan tongkol dan panjang tongkol masing-masing varietas

berturut-turut adalah Bima-3 226,1 cm; 133,2 cm; 25,7 cm; Bima-4 238,1 cm; 149 cm;

28,1 cm; Bima-5 208,9 cm; 137 cm dan 21,7 cm. Sedangkan produktivitas varietas

Bima-4 memiliki hasil yang tertinggi, yaitu 10,3 t/ha pipilan kering dan disenangi oleh

petani, disusul Bima-3 (9,8 t/ha) dan Bima-5 (8,3 t/ha).

----------------------------------------------------------------------

Kata kunci : Pertumbuhan, produktivitas, jagung, hibrida.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, jagung merupakan makanan pokok setelah beras. Selain itu

juga, jagung diperuntukkan sebagai pakan dan bahan baku beberapa industri

strategis, sehingga setiap tahun kebutuhannya terus meningkat. Sebagai

gambaran, konsumsi jagung nasional pada tahun 1960 adalah sebesar 2,46 juta

ton, dan tumbuh menjadi 10,7 juta ton pada tahun 2012. Sementara produksi

jagung nasional pada 2012 hanya sebesar 8,9 juta ton, sehingga wajar jika

Indonesia pada tahun 2012 harus melakukan impor jagung sebesar 1,5 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan nasional dan menekan volume impor jagung,

pemerintah telah mencanangkan program peningkatan produksi sejak tahun 2007

dengan sasaran swasembada. Salah satu strategi peningkatan jagung nasional

Page 170: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 170

adalah dengan meningkatkan produktivitas yang hingga kini baru mencapai 4,56

t/ha dan Sulawesi Tengah 3,93 t/ha pipilan kering. Sementara di tingkat penelitian

dapat mencapai 5-10 t/ha (http://www.bps.go.id/tnmn pgn.php?kat=3). Menurut

Paryono, et al. (2002) bahwa penyebab adanya kesenjangan hasil tersebut antara

lain karena petani umumnya belum tahu atau tidak menerapkan teknologi hasil

penelitian. Terdapat beberapa alasan mengapa petani tidak menerapkan teknologi

hasil penelitian; (a) teknologi tidak sampai kepada petani, (b) teknologi tidak

sesuai dengan kebutuhan petani, (c) teknologi belum dipahami dan diyakini oleh

petani, (d) petani kesulitan mendapatkan sarana produksi yang dianjurkan, dan (e)

kemampuan modal petani terbatas.

Agar swasembada berkelanjutan dapat dipertahankan, maka target

peningkatan produksinya harus minimal sama dengan pertumbuhan permintaan

dalam negeri. Untuk itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi

jagung melalui berbagai kebijakan dan program, diantaranya adalah melalui

penciptaan dan perakitan varietas unggul baru. Salah satu upaya untuk

meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan menggunakan varietas unggul

yang berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat. Penciptaan

dan penggunaan varietas hibrida yang adaptif merupakan salah satu inovasi

teknologi memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas jagung

dan diproyeksikan pada tahun 2025 sebesar 75% dari luasan areal pertanaman.

Areal pertanaman varietas jagung hibrida hingga saat ini masih didominasi

oleh hibrida yang dihasilkan oleh perusahaan multinasional, sedangkan yang

dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian belum banyak dikenal petani. Untuk itu,

perlu upaya untuk memperkenalkan ke petani varietas jagung hibrida yang

dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Varietas yang populer adalah BISI,

Pioneer, dan NK. Hal ini disebabkan varietas jagung hibrida telah terbukti

memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas. Secara

umum, varietas hibrida lebih seragam dan mampu berproduksi lebih tinggi 15 -

20% dari varietas bersari bebas (Morris, 1995). Selain itu, varietas hibrida

menghasilkan biji yang lebih besar dibandingkan varietas bersari bebas (Wong,

1991) dan penampilannya lebih seragam (Morris, 1995), dimana varietas bersari

bebas pada umumnya memiliki keragaman yang tinggi pada karakteristik tongkol

dan biji (Agrawal, 1997).

Pengembangan varietas unggul baik dari jenis hibrida maupun bersari

bebas, telah berkontribusi nyata terhadap peningkatan produktivitas dan produksi.

Peran varietas unggul sangat strategis karena terkait dengan beberapa hal yakni:

(a) dapat meningkatkan hasil per satuan luas tanam, (b) ketahanan terhadap hama

dan penyakit tertentu, (c) daya adaptasi atau kesesuaian pada wilayah atau

ekosistem spesifik, dan (d) merupakan komponen teknologi yang relatif

mudah/cepat diadopsi petani (Subandi 1988). Hasil penelitian penggunaan

Page 171: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 171

varietas unggul hibrida telah banyak dilakukan. Di Lembar Lombok Barat,

varietas Bima-4 dan Bima-3 memberikan hasil yang tinggi, rata-rata 10,78 t/ha

dan 9,82 t/ha pada panen bulan Agustus, 6,71 t/ha dan 7,05 t/ha (Erawati dan A.

Hipi, 2009). Di Sulawesi Tengah Manoppo (2011) melaporkan hasil yang

diperoleh dari empat varietas jagung hibrida (Bima-3, Bima-4, Bima-5 dan NK-

22) yang diuji menunjukkan bahwa Bima-5 lebih unggul (sesuai) dibanding

dengan VUB Jagung hibrida Bima-3, Bima-4 dan NK-22 dan dapat meningkatkan

produktivitas sebesar 2,26 t/ha atau 63,90%. Di Sulawesi Selatan, Najmah dan

Fadjry Jufry (2013) melaporkan bahwa tanaman jagung yang ditanam di

Kabupaten Takalar menunjukkan hasil yang tertinggi untuk ketiga varietas

(varietas Bima-3, Bima-2, dan Bima-4), yaitu masing-masing 13,1 t/ha, 12,8 t/ha,

dan 10,0 t/ha, sedangkan hasil terendah diperoleh pada Varietas Bima-2 di

Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Soppeng, masing-masing 5,60 t/ha dan

5,75 t/ha. Tujuan kajian adalah mengetahui keragaan pertumbuhan dan hasil

beberapa varietas jagung hibrida di Kab. Sigi Sulawesi Tengah.

METODOLOGI PENELITIAN

Kajian dilaksanakan di Desa Watukilo Kecamatan Kulawi Selatan

Kabupaten Sigi pada Bulan Mei hingga Agustus 2012. Pendekatan yang

digunakan dalam pengkajian ini adalah on farm Research extension dimana petani

dijadikan koperator dan pelaksana kegiatan. Jumlah petani koperator satu orang

dengan luasan kajian satu hektar. Kajian menggunakan 3 (tiga) varietas jagung

hibrida, yaitu Bima-3, Bima-4 dan Bima-5. Penerapan teknologi menggunakan

pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Pengolahan

tanah dilakukan dengan cara olah tanah minimum, jarak tanam 70 cm x 40 cm

dengan 2 biji/lubang dan pemupukan sesuai status hara. Status hara lokasi kajian

adalah N rendah, P rendah dan K sedang deangan pH agak masam (5-6) dan C-

organik rendah, sehingga rekomendasi pemupukannya adalah Phonska 300 kg/ha,

Urea 250kg/ha, dan SP-36 sebanyak 60 kg/ha serta pupuk organik 2 t/ha. Pupuk

organik diberikan seminggu sebelum penanaman dengan disebar saat olah tanah

minimum. Pupuk Phonska dan SP-36 diberikan sekaligus pada saat tanaman

berumur 7 hari setelah tanam dengan cara ditugal pada jarak 5 -10 cm dari

pangkal pohon, sedangkan pemberian urea diberikan pada umur 28 hst sebanyak

125 kg/ha, sisanya berdasarkan bagan warna daun ( BWD) pada umur 40-45 hst.

Untuk mengantisipasi penyakit bulai dilakukan perlakuan benih dengan

menggunakan Metalaksil (Saromil) dengan dosis 2 g per kilogram benih.

Pengendalian hama dilakukan dengan melihat kondisi di lapang. Panen dilakukan

bila tongkol telah matang fisiologis.

Page 172: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 172

Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman saat panen, tinggi

kedudukan tongkol, panjang tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per

baris, berat 1.000 biji dan produktivitas dalam bentul pipilan kering dengan kadar

air 14-16%. Jumlah tanaman yang dijadikan sampel sebanyak 10 (sepuluh)

tanaman. Sedangkan produktivitas diukur berdasarkan ubinan dengan ukuran 3 m

x 5 m dan masing-masing varietas dilakukan 2 (dua) kali pengubinan. Selain data

agronomis, juga dilakukan wawancara terhadap 20 orang petani responden untuk

mengetahui preferensi terhadap varietas yang dikaji.

Data yang diperoleh dianalisis secara sederhana dengan menggunakan nilai

rataan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi Kajian

Desa Watukilo Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi terletak antara

1,6o LS dan 119,25

o BT dengan luas wilayah 12,65 km

2. Jarak dari ibu kecamatan

+ 1 km dan ibukota kabupaten 98 km. Berdasarkan data monografi desa tahun

2010, curah hujan berkisar 1.495-3.949,9 mm/tahun dengan curah hujan terendah

terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi pada bulan April. Rata-rata kelembaban

75-90% dengan rata-rata suhu udara 20-30oC pada malam hari dan siang hari

bekisar antara 31-35oC.

Keadaan topografi Desa Watukilo datar hingga bergelombang (berbukit)

dengan tekstur tanah lempung berpasir. Jenis tanah umumnya aluvial dan

sebagian kecil endapan (sedimen). Status hara N rendah, P rendah, K sedang, C-

organik rendah dengan pH agak masam (5-6). Dari aspek sumberdaya lahan, luas

desa 1.265 hektar yang terdiri atas lahan sawah 132 hektar, perkebunan 239

hektar, kolam 3,55 hektar, tegalan 35 hektar, hutan negara 572,20 hektar, lahan

yang tidak diusahakan 240 hektar dan untuk penggunaan lain-lain seluas 39

hektar. Dari data tersebut di atas, di Desa watukilo sebagian besar masyarakat

petani mengusahakan padi sawah.

Keragaan Agronomis

Karakter agronomis berupa tinggi tanaman, tinggi kedudukan tongkol, dan

panjang tongkol antar varietas sangat beragam sebagaimana disajikan pada Tabel

1 dan Gambar 1. Tinggi tanaman sebelum panen berkisar antara 208,9-238,1 cm.

Tinggi kedudukan tongkol berkisar antara 133,2-149,0 cm, sedangkan panjang

tongkol antara 21,7-28,1 cm. Dari parameter agronomis tersebut, Bima-4

memiliki besaran tertinggi dibandingkan dengan dua varietas lainnya.

Page 173: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 173

Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman, Tinggi Kedudukan Tongkol dan Panjang

Tongkol 3 (tiga) Varietas Jagung Hibrida di Desa Watukilo Kec. Kulawi

Selatan Kab. Sigi, Tahun 2012

Varietas Tinggi Tanaman Tinggi Ked. Tongkol Panjang Tongkol

(cm) (cm) (cm)

Bima-3 226,1 133,2 25,7

Bima-4 238,1 149,0 28,1

Bima-5 208,9 137,0 21,7

Gambar 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman, Tinggi Kedudukan Tongkol dan Panjang

Tongkol 3 (tiga) Varietas Jagung Hibrida di Desa Watukilo Kec.

Kulawi Selatan Kab. Sigi

Dari aspek produktivitas seperti disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2,

Bima-4 mampu berproduksi tinggi dibandingkan dengan dua varietas lainnya,

yaitu 10,3 t/ha pipilan kering dan yang terendah adalah Bima-5 (8,3 t/ha).

Walaupun berat 1.000 biji Bima-3 memiliki nilai yang besar, namun dari aspek

jumlah biji per baris dan jumlah baris per tongkol Bima-4 masih unggul. Jumlah

baris per tongkol antara 13-13,4 dengan jumlah biji per baris berkisar antara 31,4-

33,6.

Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Baris Per Tongkol, Jumlah Biji Per Baris, Berat 1.000

Biji dan Produktivitas 3 (tiga) Varietas Jagung Hibrida di Desa

Watukilo Kec. Kulawi Selatan Kab. Sigi, Tahun 2012.

Varietas Jumlah

baris/tongkol

Jumlah

biji/baris

Berat 1.000 biji

(gr)

Produktivitas

(t/ha)

Bima-3 13 31,4 290 9,8

Bima-4 13,2 33 273 10,3

Bima-5 13,4 33,6 249 8,3

Page 174: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 174

Gambar 2. Rata-Rata Jumlah Baris Per Tongkol, Jumlah Biji Per Baris, Berat

1.000 Biji dan Produktivitas 3 (tiga) Varietas Jagung Hibrida di Desa

Watukilo Kec. Kulawi Selatan Kab. Sigi

Bima-4 memiliki daya adaptasi yang tinggi dibandingkan dengan dua

varietas lainnya. Hal ini diduga disebabkan karena kemampuan suatu varietas

akan memberikan produksi lebih tinggi jika keadaan lingkungan tumbuhnya

optimal. Menurut Kramer (1980) dalam Balitsereal (2006), walaupun interaksi

varietas dengan lingkungan dapat menyebabkan tidak konsistennya hasil pada

setiap lingkungan, namun pada suatu batasan tertentu tanaman memiliki

kemampuan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan yang tidak

menguntungkan. Subandi (1988) berpendapat bahwa varietas-varietas yang dapat

mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan akan cenderung memiliki stabilitas

yang baik, sehingga dalam program pemuliaan harus dapat diperhatikan karakter-

karakter lain yang dapat mendukung stabilitas suatu kultivar. Soemartono (1995)

menyatakan bahwa untuk memperbaiki atau mengembangkan varietas tanaman

agar tahan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan dapat dilakukan

dengan introduksi tanaman budidaya baru atau mengembangkan varietas

tahan/toleran.

Preferensi Petani terhadap Varietas yang Diuji

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 20 responden menunjukkan

100% petani memilih varietas Bima-4. Alasan petani memilih varietas tersebut

karena selain memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki tinggi tanaman

yang lebih pendek dibandingkan dua varietas lainnya tidak mudah rebah dan tetap

hijau daunnya hingga panen dan cocok untuk makanan ternak. Selain Bima-4,

Bima-3 juga mendapat perhatian dari petani karena umurnya lebih pendek

dibandingkan dengan dua varietas lainnya.

Page 175: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 175

KESIMPULAN

1. Jagung hibrida varietas Bima-3, Bima-4 dan Bima-5 mampu beradaptasi

dengan baik di Kab.Sigi dengan kisaran produktivitas antara 8,3-10,3 t/ha

pipilan kering.

2. Bima-4 memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingan dengan dua

varietas lainnya.

3. Preferensi petani terhadap tiga varietas jagung hibrida menunjukkan Bima-4

merupakan pilihan petani, disusul Bima-3 dan Bima-5.

SARAN

Untuk pengembangan varietas jagung hibrida yang dihasilkan Badan Litbang

Pertanian ke depan, perlu dipertimbangkan penyediaan benih di masing-masing

daerah agar lebih efisien dan ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, R.L. 1997. Identifying Characteristics of Crop Varieties. Science

Publishers, Inc. New Hampsire. 124p.

Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, 2006. Usulan Pelepasan Jagung

Hibrida Silang Tunggal. Balisereal Maros-Sulsel.

Erawati T.R dan A. Hipi, 2009. Daya Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru

Jagung Hibrida di Lahan Sawah Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar

Nasional Balitsereal. Puslitbangtan Badan Litbang Pertanian. Bogor. Hal.

31-38.

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. Diakses pada tanggal 7 Oktober

2014.

Manoppo, C.N. 2011. Keragaan Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Jagung

Hibrida Melalui Perbaikan Teknologi Budidaya Tanaman Jagung. Semnas

Inovasi Teknologi Mendukung Ketahanan Pangan dan Swaasembada Beras

Berkelanjutan di Sulawesi Utara. Kerjasama BPTP Sulut dengan Pemda

Provinsi Sulawesi Utara. Manado. Hal. 85-92.

Morris, M. 1995. Asia_s public and private maize seed industries changing. Asian

Seed. 2 : 3-4.

Najmah dan F. Jufry, 2013. Keragaan Hasil dan Kelayakan Usahatani Beberapa

Page 176: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 176

Varietas Jagung Hibrida dengan Pendekatan PTT di Sulawesi Selatan.

Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balitsereal. Maros. Hal. 53-60.

Roy Efendi dan M. Azrai, 2010. Tanggap Genotipe Jagung terhadap

Cekaman Kekeringan: Peranan Akar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman

Pangan. Vol. 29 No. 1. Hal. 1-10. Puslitbangtan. Bogor

Paryono, TJ. Sarjana. E. Kushartanti, T. Suhendrata, B. Budiharjo, D. Prayitno,

2002. Evaluasi Dampak Teknologi Rekomendasi Jawa Tengah. Laporan

Pengkajian BPTP Jawa Tengah.

Subandi. 1988. Perbaikan Varietas. dalam Jagung. Penyunting Subandi,

Mahyudin Syam dan Adi Wijono. Badan Pengkajian dan Pengembangan

Pertanian. Jakarta.

Soemartono.1995. Cekaman lingkungan, tantangan pemuliaan tanaman masa

depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III, Jember. 1-12.

Wong, C. C. 1991. Inbreeding depression after three generations of selfing in five

maize varieties. B. Agric. Sc. Project Report. Universiti Pertanian Malaysia.

Malaysia.

Page 177: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 177

Kajian Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah Mendukung

Kemandirian Pangan Di Sulawesi Tengah

Saidah, Herawati dan Syafruddin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso 62 Biromaru-Kab. Sigi Sulawesi Tengah

[email protected]

Abstrak

Laju pertumbuhan penduduk dan tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia yang

tinggi mengharuskan pemerintah untuk melakukan upaya dan terobosan, diantaranya

meningkatkan produksi padi nasional. Varietas Unggul baru merupakan salah satu

komponen teknologi yang cukup besar sumbangannya terhadap peningkatan produksi

dan produktivitas padi nasional. Untuk itu, perakitan varietas baru harus terus

dilakukan guna mendapatkan varietas yang mempunyai daya hasil tinggi dan mempunyai

daya adaptasi yang luas. Namun tidak semua varietas yang telah dirakit mampu

beradaptasi dengan baik disuatu wilayah. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui

kemampuan adaptasi beberapa varietas unggul baru padi sawah di Kab. Sigi. Penelitian

ini dilaksanakan di Desa Pulu Kec. Dolo Selatan Kab. Sigi pada MT. I Tahun 2012.

Status hara lokasi pengkajian adalah N rendah, P Tinggi dan K rendah. Varietas yang

digunakan sebanyak 3 (tiga), yaitu Inpari 6, Inpari 14 dan Inpari 20. Jumlah petani

koperator sebanyak 4 (empat) orang. Luasan kajian sebesar satu hektar. Teknologi

budidaya yang diterapkan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu

(PTT). Hasil kajian menunjukkan bahwa ketiga varietas yang dikaji memberikan

penampilan yang berbeda, baik dari komponen hasil maupun hasil padi. Varietas Inpari

14 memberikan produktivitas yang tertinggi, yaitu 9,42 t/ha disusul Inpari 6 (8,42 t/ha)

dan Inpari 20 (8,28 t/ha GKP).

---------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Keragaan, padi sawah, varietas.

PENDAHULUAN

Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia adalah kemandirian dan

ketahanan pangan. Pangan dan Gizi merupakan unsur yang sangat penting dan

strategis dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas,

karena pangan selain mempunyai arti biologis juga mempunyai arti ekonomis dan

politis. Implikasinya bahwa penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan dengan

jumlah, keamanan dan mutu gizi yang memadai harus terjamin, sehingga dapat

memenuhi kebutuhan penduduk di seluruh wilayah pada setiap saat sesuai dengan

pola makan dan keinginan mereka agar hidup sehat dan aktif.

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dengan laju pertumbuhan penduduk dan

Page 178: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 178

tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia yang tinggi mengharuskan

pemerintah untuk melakukan upaya dan terobosan, diantaranya meningkatkan

produksi padi nasional. Komoditas ini memiliki peranan pokok dalam

pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia, karena sebagian besar

penduduknya dari 238 juta jiwa mengkonsumsi beras. Kebutuhan beras pada

periode 2005-2025 diproyeksikan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

5,7% per tahun. Dengan demikian, kebutuhan akan beras juga meningkat dari

52,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 65,9 juta ton pada tahun 2025 (Ditjen

Tanaman Pangan, 2010).

Disisi lain, produksi padi masih relatif rendah. Khusus Provinsi Sulawesi

Tengah, produktivitasnya masih di bawah rata-rata nasional, yaitu 4,51 t/ha GKP

(BPS, 2010). Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah

mencanangkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Program

ini menargetkan peningkatan produksi padi rata-rata sebesar 5% per tahun

(Purwanto, 2008). Upaya untuk meningkatkan produksi antara lain dapat dicapai

melalui penggunaan varietas unggul yang memiliki potensi hasil tinggi dan daya

adaptasi yang luas (Budianto, 2002 dan Abdullah et al, 2008). Hal ini terkait

dengan kenyataan bahwa varietas unggul merupakan teknologi andalan yang

dapat diterapkan oleh masyarakat secara luas (Manwan, 1997).

Varietas Unggul baru merupakan salah satu komponen teknologi yang

cukup besar sumbangannya terhadap peningkatan produksi dan produktivitas padi

nasional. Untuk itu, perakitan varietas baru harus terus dilakukan guna

mendapatkan varietas yang mempunyai daya hasil tinggi dan mempunyai daya

adaptasi yang luas. Namun tidak semua varietas yang telah dirakit mampu

beradaptasi dengan baik disemua wilayah.

Program pemuliaan tanaman dewasa ini tidak hanya terfokus pada

pengembangan varietas yang berdaya hasil tinggi, namun juga diharapkan dapat

beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh (Mulusew et al. 2009).

Keuntungan penggunaan varietas unggul spesifik lokasi antara lain dapat

menambah preferensi konsumen terhadap varietas unggul baru dan

menjadi peredam terjadinya endemik hama dan penyakit di suatu wilayah

(Baihaki dan Wicaksana, 2005).

Varietas padi yang unggul untuk suatu daerah belum tentu menunjukkan

keunggulan yang sama di daerah lain, karena di Indonesia sangat beragam

agroekologinya. Hal ini disebabkan adanya pengaruh interaksi antara genotype

dengan lingkungan tumbuh (Satoto et al. 2007, Kasno et al. 2007, Harsanti et al.

2003, Saraswati et al. 2006).

Hasil penelitian Yayat et al (2012) menunjukkan bahwa dengan penggunaan

VUB di Halmahera Tengah dapat meningkatkan produktivitas 0,54-2,46 t/ha

GKP. Hasil pelaksanaan display VUB padi di Sulawesi Tengah menunjukkan

Page 179: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 179

peningkatan produktivitas yang bervariasi, yakni 10 hingga 100% dari

produktivitas yang diperoleh petani sebelumnya (Saidah et al., 2010; Saidah et

al., 2011). Di Jawa Tengah, hasil pelaksanaan demonstrasi 9 (sembilan) VUB

pada Jambore SL-PTT menunjukkan perbedaan yang nyata dengan produksi

tertinggi diperoleh varietas Maro, yakni 9,84 t/ha GKG dan varietas Ciherang

sebagai pembanding memperoleh hasil sebesar 7,94 t/ha GKG (Guswara et al.,

2011). Sedangkan di Gorontalo, varietas yang terbaik adalah Ciherang (Rusliyadi,

et al., 2007).

Tujuan kajian adalah untuk mengetahui kemampuan adaptasi padi sawah

varietas Inpari 6, Inpari 14 dan Inpari 20 di Kab. Sigi Sulawesi Tengah.

BAHAN DAN METODE

Kajian dilaksanakan pada Maret hingga Juli 2012 (MT I) berlokasi di

Desa Pulu Kec. Dolo Selatan Kab. Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Perlakuan

menggunakan 3 (tiga) varietas padi, yaitu Inpari 6, Inpari 14 dan Inpari 20.

Luasan masing-masing varietas adalah Inpari 6 dan Inpari 14 adalah 0,25 hektar,

sedangkan Inpari 20 seluas 0,5 hektar. Dengan demikian total luasan keseluruhan

sebesar satu hektar.

Sistem budidaya yang dilakukan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT). Komponen teknologi yang diterapkan adalah olah

tanah sempurna, luasan pesemaian 4% (400 m2), umur pindah

17 hari sesudah semai, dan s istem tanam yang digunakan adalah

jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm.

Takaran pemupukan berdasarkan hasil anal isis tanah dengan

menggunakan Perangka t Uji Tanah Sawah (PUTS). Status hara lokasi

pengkajian adalah N rendah, P Tinggi dan K rendah. Dengan demikian takaran

pupuk yang diberikan adalah 250 kg/ha Urea, 50 kg/ha SP 36 dan 100 kg/ha KCl.

Pengendalian hama dan penyaki t secara terpadu. Sedang kan

pengendal ian gulma dilakukan dengan mengkombinasikan

penggunaan cara manual dan aplikasi herbisida berdasarkan

kondis i lapangan.

Karakter yang diamati adalah komponen hasil, yaitu jumlah

anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, gabah

isi per malai, gabah hampa per malai, berat 1.000 butir.

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang diambil secara

acak pada masing-masing varietas. Waktu pengamatan menjelang

panen. Untuk hasil gabah dilakukan dengan cara mengambil ubinan

sebanyak 3 set jajar legowo sepanjang 5 m. Ubinan dilakukan sebanyak 3 kali untuk

Page 180: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 180

masing-masing varietas. Selanjutnya data yang diperoleh dirata-ratakan dan

dideskriptifkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah

Desa Pulu merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Kec. Dolo

Selatan Kab. Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan data monografi desa,

jarak desa ini dari ibukota kecamatan + 5 Km dan ibukota kabupaten Sigi + 32

Km dengan luas wilayah + 900 hektar. Desa Pulu memiliki jenis tanah lempung

berpasir dengan pH berkisar 5-6 (agak masam). Status hara tanah sawah

umumnya N sedang, P tinggi dan K rendah. Rata-rata jumlah curah hujan per

tahun 1.502 mm dengan suhu rata-rata berkisar 30-35 oC.

Komoditas pertanian yang dominan diusahakan adalah padi sawah, jagung,

kakao, kelapa, dan beberapa jenis hortikultura. Jumlah penduduk tahun 2013

sebesar 1.168 jiwa dengan prosentase umur produktif > 75%. Sebagian besar

masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Tingkat pendidikan + 30% SD, 25%

SLTP, dan sisanya SLTA, D3 dan sarjana. Jumlah kelompok tani sebanyak 4

(empat) dan 1 (satu) Gapoktan, yaitu Gapoktan Pema Bersatu.

Luas lahan padi sawah Desa Pulu sebesar 89,5 hektar, palawija dan

hortikultura 78,5 hektar, kakao 271 hektar dan kelapa 215 hektar. Sedangkan dari

aspek peternakan, jumlah ternak sapi 231 ekor dan kambing 51 ekor. Dalam

berusahatani, jumlah peralatan usahatani di Desa Pulu terdiri atas : hand traktor 6

unit (3 unit milik kelompok dan 3 unit milik perseorangan), handsprayer 43 unit,

RMU 2 unit, cangkul 174 unit, sabit biasa 42 unit, sabit bergerigi 125 unit, bajak

sapi 30 unit dan power trheser 3 unit.

Berdasarkan observasi lapangan, dalam penerapan teknologi baru, animo

petani sangat besar. Hal ini terbukti sejak diperkenalkan teknologi budidaya padi

sistem tanam jajar legowo 2:1 tahun 2012, hingga kini sudah + 75% yang

menerapkan.

Kondisi Eksisting Usahatani Setempat

Hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) menunjukkan

bahwa system budidaya petani di Desa Pulu masih konvens ional.

Dalam artian varietas yang digunakan hanya 2 (dua) varietas,

yaitu Cisantana dan Cimandi dengan sumber benih berasal dari

panen sebelumnya. Perlakuan benih hanya direndam dalam air

sungai atau dalam saluran irigasi tersier tanpa dibuka dari dalam

karung, setelah itu diperam selama sehari. Jumlah benih yang

digunakan berkisar antara 75 hingga 120 kg/ha dengan luasan

Page 181: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 181

pesemaian yang sangat sempit. Umumnya bibit dipindahkan telah

berumur lebih dari 30 hari setelah semai. Bahkan sebagian petani

ada yang memotong atau memangkas daun padi sebelum ditanam.

Penanaman tidak menggunakan caplak, sehingga jarak tanam

tidak teratur. Petani belum pernah menerapkan s istem tanam jajar

legowo. Jumlah batang per lubang tanam antara 5-10. Petani

beranggapan bahwa semakin banyak benih yang ditanam per rumpun,

semakin banyak jumlah anakan yang akan dihasilkan. Penggunaan pupuk

hanya terbatas urea dan phonska masing-masing sebanyak 50 kg/ha. Cara dan

waktu penggunaannya belum sesuai anjuran. Hama yang sering menyerang adalah

penggerek batang, tikus dan walang sangit, sedangkan penyakit adalah blast leher.

Dalam pengendalian hama dan penyakit, petani biasanya menggunakan

2-3 jenis pestisida yang sudah dicampur tanpa takaran yang jelas.

Produktivitas yang diperoleh petani bervariasi antara 3,0 hingga

4,0 t/ha GKP, tergantung dari kondisi pertanaman dan pemupukan.

Jumlah pupuk yang diberikan sangat bergantung dari besaran modal

yang dimiliki masing-masing petani. Petani belum memahami

sepenuhnya tentang manfaat takaran, waktu dan cara memupuk yang

dianjurkan.

Keragaan Komponen Hasil dan Hasil Padi Varietas Inpari 4, Inpari 6 dan

Inpari 20

Uji adaptasi varietas unggul baru ternyata memberikan hasil yang berbeda-

beda masing-masing varietas. Hasil rata-rata pengamatan terhadap komponen

hasil dan hasil pada tiga varietas padi disajikan pada Tabel 1. Varietas Inpari 6

memiliki jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah

gabah hampa dan berat 1.000 butir yang tertinggi, namun tidak berdampak positif

terhadap produktivitas. Hal ini disebabkan varietas Inpari 6 terkena serangan

penyakit busuk leher (Pyricularia grisea) sehingga banyak gabah hampa yang

mencapai 32,23% per malai. Produktivitas yang tertinggi dicapai Inpari 14

dengan nilai 9,42 t/ha GKP, disusun Inpari 6 (8,42 t/ha) dan Inpari 20 (8,28 t/ha).

Perkembangan sifat-sifat penting varietas unggul padi secara nyata terlihat

pada peningkatan dan keragaman ketahanan terhadap cekaman iklim dan tanah

serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Kedua sasaran tersebut dapat

dicapai antara lain melalui pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya

genetik dengan pembentukan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi dan

tahan terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Budianto, 2002).

Page 182: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 182

Tabel 1. Keragaan Komponen Hasil dan hasil Padi Varietas Inpari 4, Inpari 6 dan

Inpari 20 Di Desa Pulu Kec. Dolo Selatan Kab. Sigi Pada MT I tahun

2012.

No. Varietas

Jumlah

Anakan

Produktif

(batang)

Panjang

Malai

(cm)

Jumlah

Gabah/

Malai

(butir)

Jumla

h

Gabah

Hampa

(bulir)

Jumla

h

Gabah

Isi

(bulir)

Berat

1.000

butir

(g)

Produkti

vitas (t/ha

GKP)

1. Inpari 6 19,5 26,1 206 66,4 139,6 27,77 8,42

2. Inpari 14 19,4 25,5 154,6 5,8 148,8 27,18 9,42

3. Inpari 20 17,9 25,8 156,1 9,1 147 26,11 8,28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Padi sawah varietas Inpari 14 memiliki produktivitas tertinggi (9,42 t/ha

GKP) di bandingkan dua varietas lainnya.

2. Ketiga varietas mampu beradaptasi dengan baik, karena mampu

berproduksi di atas 8,0 t/ha GKP dibandingkan dengan sebelum

diintroduksi VUB, yakni hanya berkisar 3-4 t/ha.

Saran

Untuk mengembangkan ketiga varietas tersebut, diperlukan upaya

penangkaran yang sifatnya komunal atau dalam artian dapat menyediakan benih

untuk lokasi setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B.T., T. Soewito dan Sularjo, 2008. Perkembangan dan Prospek

perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbangtan. Vol. 27 No.

1 Tahun 2008. Hal 1-9.

Baihaki, A. dan N. Wicaksana. 2005. Interaksi genotipe x lingkungan,

adaptabilitas, dan stabilitas hasil, dalam pengembangan

tanaman varietas unggul di Indonesia. Zuriat 16(1):1-8.

BPS Sulawesi Tengah, 2010. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2010. Badan

Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. Palu.

Budianto, J. 2002. Tantangan dan peluang penelitian dan pengembangan

padi dalam perspektif agribisnis. Dalam kebijakan perberasan dan

Inovasi Teknologi Padi. Badan Litbangtan. Puslitbangtan. Bogor.

Page 183: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 183

Ditjen Tanaman Pangan, 2010. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Padi, Jagung,

Kedelai dan Kacang Tanah Tahun 2010. Ditjen Tanaman Pangan

Kementerian Pertanian. 123 p.

Guswara A, Sutopo, M. Yamin, Sumaullah dan P. Sasmita 2011. Keragaan

Beberapa Varietas Padi Hibrida Rakitan BB Padi pada Jambore SL-

PTT di Donohudan Boyolali Jawa Tengah. Dalam Prosiding Seminar

Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2010. BB Padi Sukamandi.

Jawa Barat.

Harsanti, L., Hambali, dan Mugiono. 2003. Analisis daya adaptasi 10

galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua

musim. Zuriat 144(1):1-7.

Kasno, A., Trustinah, J. Purnomo, dan B. Swasono. 2007. Interaksi

genotipe dengan lingkungan dan implikasinya dalam

pemilihan galur harapan kacang tanah. Penelitian Pertanian

Tanaman Pangan 26(3):167-173.

Manwan, I. 1997. Regulasi Pelepasan Varietas Komoditas Pertanian

di Indonesia. Peripi Komda Jatim. Balitkabi. Malang.

Mulusew, F., E. Fikiru, T. Tadesse, and T. Legesse. 2009. Parametric

stability analysis in field pea (Pisum sativum L.) under South

Eastern Ethiopian condition. Agric. Sci. 5(2):146-151.

Purwanto, S., 2008. Implementasi Kebijakan untuk Pencapaian P2BN.

Dalam : B. Suprihanto et.al. Eds. Prosiding Seminar Apresiasi Hasil

Penelitian Padi Menunjang P2BN. Buku 1. Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Jakarta.

Rusliyadi, M., AY. Fadwiwati, RH. Matondang dan Ulina 2007. Sosialisasi

Beberapa Varietas Padi Unggul Baru dengan Pendekatan Pengelolaan

Tanaman Terpadu (PTT) di Provinsi Gorontalo. Dalam Prosiding

Semnas Inovasi dan alih Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung

Revitalisasi Pertanian di Medan, 5 Juni 2007. BBP2TP. Bogor.

Saidah, A. Muis., Lape R., gafur S., Conny M., Herawati, Basrum dan Heni

SR,. 2010. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan SL-PTT

Padi dan Jagung di Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah. Palu.

Page 184: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 184

Saidah, Subagio H., Lape R., gafur S., Conny M., Herawati, Basrum dan Heni

SR,. 2011. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan SL-PTT

Padi dan Jagung di Sulawesi Tengah. BPTP Sulawesi Tengah. Palu.

Satoto, I.A. Rumanti, M. Diredja, and B. Suprihatno. 2007. Yield

stability of ten hybrid rice combinations derived from

introduced cms and local restorer lines. Penelitian Pertanian

Tanaman Pangan 26(3):145-149.

Suhartini, T., W.S. Ardjasa, dan Suwarno. 1992. Evaluasi potensi hasil

varietas dan galur harapan padi pada lahan keracunan Fe. Dalam

Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus. 1992.

Vol. 3. Padi. AARP dan Badan Litbang Pertanian.

Yayat Hidayat, Yopi Saleh, dan Musa Waraiya, 2012. Kelayakan

Usahatani Padi Varietas Unggul Baru Melalui PTT di

Kabupaten Halmahera Tengah. Jurnal Penelitian Pertanian

Tanaman Pangan. Vo. 31 No. 3. Hal. 166-172.

Page 185: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 185

Peluang Dan Strategi Pengembangan Produk Pangan Berbahan

Dasar Ubi Kayu

(Studi Kasus Farmer Managed Extension Activities (FMA) Kabupaten Sigi

Muhammad Abid, Sumarni dan Masyitah Muharni

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

[email protected]

Abstrak

Ubikayu merupakan tanaman pangan yang penting dan produksinya cukup tinggi. Di

Sulawsi Tengah Luas panen ubi kayu yaitu 4.702 ha dengan Produksi mencapai 93.642

ton/ha. Pemanfaatan ubi kayu dalam bentuk tepung dapat menunjang penganeka

ragaman produk olahan dari bahan dasar tepung. Produk pangan berbahan dasar ubi

kayu potensial untuk dikembangkan karena bahan baku yang cukup tersedia. Bahan

dasar ubi kayu bisa sebagai subtusi penggunaan terigu yang masih diinpor. Usaha

pengolahan produk pangan berbahan dasar ubi kayu dilaksanakan di FMA Kabupaten

Sigi, namun dalam pelaksanaanya mengalami berbagai kendala sehingga perlu strategis

dalam pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan

strategis pengembangan produk pangan berbahan dasar ubi kayu di Kabupaten Sigi.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Desember 2011. Metode pengumpulan data

dengan Survey. Data meliputi data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa produk pangan berbahan dasar ubi kayu produksi kelompok tani Popele yang ada

di Desa Fekole Kecamatan Dolo berpeluang untuk dikembangkan dengan menggunakan

strategis bauran pemasaran yaitu perbaikan pada prodak, promosi, lokasi dan harga.

------------------------------------------------------------

Kata kunci: Strategi,olahan ubi kayu, pemasaran

PENDAHULUAN

Perkembangan lingkungan yang strategis membawa implikasi

pengoptimalan di segala aspek pembangunan pertanian. Salah satunya dengan

paradigma nilai tambah pada hasil pertanian untuk meningkatkan keefisien dan

nilai ekonomis dalam setiap mata rantai sistem agribisnis. Peran kegiatan

pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu sub-sistem

agribisnis yang mempunyai peluang besar dalam upaya meningkatkan nilai

tambah produk agribisnis. Dibanding dengan produk segar, produk olahan mampu

memberikan nilai tambah yang sangat besar. Daya saing komoditas Indonesia

masih lemah, karena selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif

dengan kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik (factor–

driven), sehingga produk yang dihasilkan didominasi oleh produk primer atau

bersifat natural recources-based dan unskilled-labor intensive (BP2P, 2005) .

Komoditas umbi umbian sebagai bahan pangan lokal dalam pengembangan

pascapanen di titik beratkan pada perbaikan kualitas diversifikasi serta

Page 186: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 186

pemanfaatan hasil samping dan limbahnya. Ketersediaan pangan lokal di Sulawesi

Tengah cukup beragam, salah satunya adalah ubi kayu. Ubi kayu terdapat di

semua wilayah Sulawesi Tengah baik itu yang tumbuh secara liar maupun yang

dibudidayakan. Tahun 2011 luas panen ubi kayu mencapai 4198 ha (BPS, 2012),

hal ini memberi peluang untuk pengembangan olahan ubi kayu karena bahan baku

tersedia dengan cukup memadai.

Restrukturisasi industri pangan dengan nilai tambah terjadi baik pada skala

modern maupun tradisional. Pada skala tradisional akan melibatkan partisipasi

petani dan merubah pasar yang akan berpengaruh pada tambahan pendapatan

petani. Selain itu diversifikasi produk olahan berasal dari tepung akan mengurangi

penggunaan bahan gandum yang masih impor. Trend impor gandum semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Realisasi impor gandum Indonesia di 2010

menembus 5,85 juta ton atau setara dengan konsumsi terigu 4,3 juta ton.

Diperkirakan setiap tahunnya konsumsi gandum nasional naik 6% (Detik Finance,

2011). Konsumsi gandum Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Berkaitan

dengan meningkatnya permintaan pasar karena semakin bertambahnya jumlah

penduduk. Adanya berbagai produk pangan berbahan dasar beras dan tepung lain

akan menjadi substitusi yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan

baku gandum.

Usaha pengolahan produk pangan berbahan dasar ubi kayu dilaksanakan

tiga Farmer Managed Extension Activities (FMA) di Kabupaten Sigi. Namun

dalam pelaksanaannya mengalami berbagai kendala sehingga perlu strategi dalam

pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peluang dan

strategi pengembangan produk pangan berbahan dasar ubi Kayudi Kabupaten

Sigi.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sigi FMA Desa sasaran FEATI yaitu

FMA Desa fekole Kecamatan dolo barat kabupaten Sigi. yang menerapkan

teknologi pengolahan produk pangan berbahan dasar ubi kayu dan lembaga

pemasaran produk. Metode pengambilan data pada kelompok tani melalui focus

discussion group (FGD) sedangkan data lembaga pemasaran diambil melalui riset

pemasaran sederhana (exploratory riset) di Kabupaten Sigi dan Kota Palu.

Penentuan responden kelompok tani dilakukan dengan purposive sampling,

sedangkan responden lembaga pemasaran dilakukan dengan snow ball sampling.

Penelitian dilaksanakan pada Bulan maret 2010. Data yang diambil adalah data

primer dan data sekunder. Data dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan

peluang pengembangan produk olahan berbahan dasar ubi kayu Sedangkan

strategi pengembangan produk dengan penerapan strategi bauran pemasaran.

Page 187: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 187

Bauran Pemasaran meliputi 4P diperkenalkan pertama kali oleh Kotler (1994).

Ada empat pilar yang mesti diperhatikan oleh manajemen dalam memasarkan

produknya, yaitu karakteristik produk yang ingin dibuat (product), harga yang

ingin ditetapkan (pricing), cara pendistribusian produk ke pelanggan (placing) dan

cara merangsang calon pelanggan untuk membeli produk (promotion).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peluang pengembangan produk pangan berbahan dasar ubi kayu oleh FMA.

1. Ketersediaan sumber daya alam.

Ubi Kayu yang berasal dari Umbia umbian merupakan produk utama

pertanian. Kabupaten Sigi merupakan salah satu kabupaten penghasil umbi

umbian yang penyanggah kebutuhan pangan lokal di Propinsi Sulawesi

Tengah. Produksi ubi kayu pada lima tahun terakhir ini mengalami surplus

terhadap kebutuhan penduduk Kabupaten Donggala sehingga memungkinkan

untuk melakukan diversifikasi produk.

2. Ketersediaan tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita.

Pada FMA yang menjalankan usaha produk pangan berbahan dasar ubi kayu

mampu untuk menggerakkan tenaga kerja wanita yang berarti terjadi

pemberdayaan perempuan.

3. Ketersediaan teknologi.

Teknologi pengolahan tepung ubi kayu banyak tersedia dengan adanya

gilingan beras menjadi tepung di lokasi produksi. Teknologi pengolahan

tepung ubi kayu menjadi berbagai produk makanan juga tersedia baik dari

resep tradisional sampai moderen. Ketersediaan teknologi ini memungkinkan

industri skala rumah tangga dapat melaksanakan produksi.

4. Ketersediaan modal

Modal produksi kelompok bisa berasal dari pinjaman yaitu dari modal

kelompok yang bergulir yang awalnya merupakan dana bantuan dari

pemerintah seperti PUAP dan PNPM Mandiri.

5. Lokasi produksi.

Lokasi produksi berkaitan dengan ketersediaan bahan baku, biaya angkutan,

dan pasar. Lokasi yang berdekatan dengan bahan baku dan pasar akan

meminimalkan biaya transportasi. Bahan baku yang langsung diterima dan

diolah oleh produsen akan menjaga kualitas bahan baku.

6. Pasar

Produk pangan berbahan dasar ubikayu cukup potensial untuk dikembangkan

karena pasar yang tersedia baik untuk kue tradisional maupun kue moderen.

Pasar yang dituju adalah pasar tradisonal maupun pasar moderen bergantung

pada segmentasi pasar yang dilakukan oleh produsen.

Page 188: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 188

7. Analisis ekonomi

Analisis ekonomi menggunakan R/C ratio usaha kue berbahan dasar ubi kayu

disajikan pada tabel 1.

Tabel1. Analisis ekonomi menggunakan R/C ratio usaha kue berbahan dasar

Ubi Kayu

Uraian Kue brownis

Satuan Harga Satuan Nilai

Bahan-Bahan :

Ubi kayu (kg) 50 700 35.000

Telur (butir) 40 1,000 12.000

Gula (kg) 1 12,000 60,000

Soda kue (sdt) 30 500 15,000

Mentega (kg) 4 11,200 44,800

Minyak tanah (liter) 5 8,000 40,000

Kelapa parut (buah) 2 3,000 6,000

Kemasan (buah) 1 1,500 1,500

Upah tenaga kerja (jam) 1 40,000 40,000

Total Pengeluaran 253,000

Produksi (biji) 80

Penerimaan 80 35.000.- 2.800.000,-

Keuntungan 1,826,000

R/C 1,5

Pada Tabel 1 diketahui keuntungan usaha kue sebesar Rp.1.826.600 untuk

setiap 12 kg tepung ubi kayu yang digunakan. Nilai R/C ratio sebesar 1,5

sehingga layak untuk diusahakan.

Strategi pengembangan produk pangan berbahan dasar beras oleh FMA.

Produk pangan berbahan dasar ubi kayu mulai diperkenalkan oleh FMA

pada tahun 2010. Hasil produk yang diperoleh kue kacang, dan kue bronis dan

beberapa produk yang lain. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kelompok

tani usaha kue kacang,dan bronis cukup disukai oleh konsumen. Kelompok wanita

tani telah memasarkan produk ke UMKM yang ada di kota Palu . Pada akhir

tahun 2010 siklus kehidupan produk tersebut telah melewati tahap pengenalan

dan mulai pada pengembangan (Firdaus, 2009). Pada tahap pengenalan produk

baru diluncurkan ke pasar terdapat beberapa kendala terutama dalam pemasaran,

dan harga yang belum terjangkau yang bisa bersaing dengan pasar. Perlu

dilakukan perluasan pasar untuk menaikkan tingkat produksi dan laba disamping

itu juga perlu pemerintah mengatur produksi gandum sebagai sumber utama

produksi terigu , untuk menunjang produksi tepung yang berbahan dasar pangan

lokal. Pasar yang dituju adalah pasar tradisional dan moderen. Untuk menuju ke

Page 189: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 189

pasar yang lebih luas dan menganalisis penetrasi pasar maka dilakukan bauran

pemasaran yang terdiri dari:

A. Produk

Perbaikan produk dapat melalui teknologi pengolahan hasil, variasi rasa, dan

pengemasan. Pada tahap awal petani menggunakan teknologi yang sederhana.

Cara petani memproduksi menggunakan bahan dasar tepung ubi kayu, telur, dan

gula. Perbaikan pada produk yang perlu dilaksanakan yaitu perbaikan teknologi

pengolahan, perbaikan rasa dengan komposisi bahan, dan perbaikan kemasan.

1. Perbaikan teknologi pengolahan

Pada awal produksi petani membuat tepung dengan cara mencuci

kemudian ditiriskan dan langsung dilakukan penjemuran 2-3 hari langsung

dilakukan penggilingan penggilingan. Produk tepung yang dihasilkan

kurang menjamin daya tahan produk sehingga dapat mempengaruhi rasa

produk. Perbaikan teknologi pengolahantepung ubi kayu yang dilaksanakan

adalah perendaman ubi katu dengan menggunakan moka BIMO CF selama

kurang lebih 12 jam kemudian dilakukan pencucian, dan ditiriskan

langsung dilakukan penjemuran. Selama 3-4 hari dan beberapa saat

kemudian siap untuk dilakukan penepungan. Hasil produk penepungan

kemudian dikeringkan sampai mencapai kadar air sangat rendah. Proses

pembuatan tepung cara petani disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema pembuatan tepung beras cara petani

Ubi kayu

Penirisan

Penjemuran

Penggilingan

Pencucian

sawut

Pengayakan

Page 190: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 190

Proses pembuatan tepung dengan inovasi teknologi disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema pembuatan tepung dengan inovasi teknologi

Tepung ubi kayu yang diolah mempunyai standar kekeringan/kadar

air tertentu yang diterapkan pada produksi tepung pada industri rumah

tangga. Kadar air berhubungan dengan penambahan air pada adonan, dan

daya simpan sebagai produk olahan (Suarni, 2009). Tepung dengan

kandungan amilosa yang tinggi lebih banyak menyerap air pada pemasakan

tetapi menjadi lebih cepat menyerap kembali dan cepat keras (Winarno,

2000). Ketrampilan pengaturan kadar air dalam pembuatan kue menjadi

faktor penentu dalam penciptaan tekstur yang diinginkan.

2. Perbaikan kemasan

Kemasan sangat menentukan preferensi konsumen. Tujuan utama

kemasan yaitu memberi wadah yang cocok kepada produk sehingga dapat

melindungi produk dan menarik konsumen sebagai pembeli. Rahman, 2010

mendefinisikan pengemasan sebagai semua kegiatan merancang dan

memproduksi wadah untuk produk. Selain memberikan nilai tambah pada

produk kemasan juga sebagai alat pemasaran.

Ubi kayu

Penirisan

Penjemuran

Penggilingan

Pencucian

sawut

Pengayakan

Perendaman Bimo

CF (12 Jam)

Page 191: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 191

Kemasan yang digunakan petani pada awalnya menggunakan toples

kaca besar yang merupakan ciri khas kemasan makanan di Sulawesi Tengah.

Dengan mempertimbangkan kepraktisan, keekonomisan, dan mutu produk

maka dilakukan perbaikan kemasan. Bahan dan bentuk kemasan yang

digunakan perlu mempertimbangkan sifat dan jenis produk yang dikemas.

Selain itu untuk menjaring pasar maka diperlukan perbaikan kemasan yang

lebih menarik dan komunikatif. Oleh karena itu kemasan yang

direkomendasikan adalah kemasan jenis plastik yang mempunyai ukuran

ketebalan 0,03 mm dan dilanjutkan pencetakan pelabelan dengan

mencantumkan sumber, jenis dan jaminan produk yang di hasilkan.

3. Perbaikan penampilan dan cita rasa

Produk yang dihasilkan petani pada awalnya masih sederhana, berupa

kue tradisional dengan satu macam rasa. Produk dari FMA dilakukan uji

organoleptik berupa rasa, bau, dan penampilan. Penambahan komposisi

bahan dilakukan untuk menambah variasi rasa seperti rasa vanila .

B. Harga

Metode penetapan harga merupakan salah satu komponen penting untuk

menghasilkan laba. Petani karena ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-

besarnya maka memberikan harga yang cukup tinggi. Akibat pemberian harga

yang tinggi adalah penurunan minat konsumen. Oleh karena itu diperlukan

penetapan harga yang tepat.

Penetapan harga yang sesuai untuk produk adalah penetapan harga

berdasarkan biaya yaitu cara penetapan harga dengan menambah marjin tetap

kepada biaya dasar masing-masing produk. Marjin ini dimaksudkan untuk

menutup biaya tetap, biaya penanganan dan sisanya merupakan laba. Secara

matematis rumusnya adalah:

Biaya (1,00) + 1.30 (mark up 30%)=1,3 harga jual (Firdaus,2009). Penetapan

strategi ini dapat diterima konsumen karena produsen dapat memastikan biaya dan

pembeli maupun penjual merasa bahwa penetapan harga dengan menambahkan

angka pada biaya lebih wajar karena sama-sama memperoleh pengembalian yang

wajar atas pengeluaran.

C. Promosi

Salah satu strategi penjualan adalah promosi sebagai aktivitas yang

mengkomunn mengikutiikasikan keunggulan produk dan mempengaruhi

konsumen untuk membelinya. (Mardian, et al, 2009). Promosi dapat dilaksanakan

melalui iklan atau media, interaksi antar individu, infomasi melalui hubungan

masyarakat, dan promosi penjualan melalui kegiatan pemasaran seperti pameran

dan demonstrasi (Firdaus, 2009). Strategi yang diterapkan oleh FMA adalah

promosi perorangan atau interaksi antar individu. Pengembangan promosi antara

lain dengan media yaitu menempatkan nama pada merek kemasan dan mengikuti

Page 192: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 192

berbagai acara pameran produk industri rumah tangga. Strategi ini dilakukan

mengingat rendahnya biaya promosi pada tingkat usaha rumah tangga.

D. Distribusi

Distribusi merupakan cara untuk memindahkan dan menyalurkan produk ke

pelanggan. Saluran distribusi berkenaan jejak penyaluran produk dari produsen

ke konsumen akhir. Lembaga yang terlibat adalah produsen, perantara, dan

konsumen akhir. Perantara dapat berupa pedagang/pejual atau agen. Karena usaha

pengolahan produk berbahan dasar ubi kayu dikelola bersama oleh kelompok

wanita tani maka optimalisasi anggota kelompok sebagai agen pemasaran akan

menunjang pemberdayaan kelompok sehingga semua anggota dapat berpartisipasi

dalam kegiatan.

Aspek lain yg harus diperhatikan adalah luas produksi produk. Luas

produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai

keuntungan yang optimal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam

penentuan luas produksi ini adalah kapasitas alat produksi, jumlah dan

kemampuan tenaga kerja pengelola produksi, kemampuan financial dan

manajemen. Hal ini penting karena kesepakatan dengan pelanggan harus ditepati

untuk memperoleh kepercayaan konsumen.

KESIMPULAN

1. Produk pangan olahan berbahan dasar ubi kayu berpeluang di kembangkan di

Kakabupaten Sigi dengan melihat potensi dan luas panen berdasarkan data

statistik yang adad di BPS tahun 2012.

2. Strategi Pengembangan produk menggunakan strategi bauran pemasaran

dengan produk, harga, promosi, dan distribusi, serta Perbaikan. Penetapan harga

menggunakan metode cost plus. Perluasan promosi melalui media dan kegiatan

pemasaran sedangkan distribusi dengan mengoptimalisasikan sumberdaya

kelompok wanita tani.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BP2P), 2005. Prospek dan Arah

Pengembangan Agribisnis: Dukungan Asek Teknologi Pasca Panen. Balai

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. 2010. Sulawesi Tengah Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. Palu.

Page 193: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 193

Daniels, R. 1974. Breakfast Cereal Technology. Noyes Data Corporation. New

Jersey.

Detik Finance, 2011. Impor Gandum RI hamper 6 juta ton.

www.detik.finance.com. Diakses tgl 10 September 2011.

Firdaus, M. 2009. Manajemen Agribisnis. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 222 hal.

Kotler, P. 1994. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Imlementasi dan

Pengendalian. Penerbit Salemba Empat. Jakara.

Mardian, I., Fitrotin, U., Hastuti, S. 2009. Strategi Bauran Pemasan Dodol Nenas

Skala Rumah Tangga (Studi Kasus Lendang Nangka, Kabupaten Lombok

Timur). Pengemangan Inovasi Pertanian Lahan Marjinal. Badan Penelitian

dan Pengembangan pertanian. Kementrian Pertanian. Hal 137.

Rahman, A. 2010. Strategy Marketing Mix for Small Business. Penerbit

Transmedia. Jakarta, 281 hal.

Suarni. 2009. Teknologi Pembuatan Tepung Campuran Bernutrisi Tinggi Siap

Pakai untuk Bahan Makanan Anak-Anak. Seminar Nasional dan

Workshop Inovasi Teknologi yang Berkelanjutan Mendukung

Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri di Pedesaan. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Palu. 11 Nopember 2009.

Winarno, F.G. 2000. Potensi dan Peran Tepng-tepungan bagi Industri Pangan dan

Prbaikan Gizi. Makalah pada Seminar Nasional Interaktif

Penganekaragaman Makanan untuk Memantapkan Ketersediaan Pangan.

Jakarta.

Page 194: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 194

Pembuatan Tepung Kulit Pisang Raja dengan Menggunakan Metode

Pengeringan Oven dan Sinar Matahari

Asrawaty

Univiversitas Alkhairaat Palu

CP:081327226461, email: [email protected]

Abstrak

Pisang (Musa Paradisiaca L.) merupakan salah satu tanaman buah yang banyak

tumbuh di berbagai pulau di Indonesia, banyak dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Kulit pisang juga sering dianggap sebagai sampah yang sudah tidak

dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pemanfaatan kulit pisang masih sebagai

pakan ternak sapi dan kambing. Kulit pisang memiliki kandungan Vit C, Vit B,

Ca, protein dan lemak yang cukup. Mengurangi angka impor diperlukan

alternatif tepung yang bisa dihasilkan dari tanaman selain gandum. Kulit pisang

merupakan bagian dari tanaman pisang yang jumlah melimpah dan kurang

termanfaatkan dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk tepung,

tepung pisang mempunyai rasa dan bau khas yang dapat digunakan pada

pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung seperti

cake/pancake. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan

tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan. Bahan adalah kulit pisang

raja 1000g dan natrium benzoat 1g. Rancangan Acak Lengkap (RAL) perlakuan:

Pengeringan dengan Sinar Matahari (PS) dan Pengeringan dengan Oven (PO)

diulang tiga kali, uji lanjut BNT α 5%. Pengamatan Rendemen dan Kadar Air

(KA). Hasil penelitian menunjukan perlakuan pengeringan dengan oven

memberikan hasil tepung yang terbaik adalah rendemen 13,80% dan KA 6,79%.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci: Kulit Pisang, Tepung, Pengeringan Oven dan Sinar Matahari

PENDAHULUAN

Pisang (Musa Paradisiaca L.) merupakan salah satu tanaman buah yang

banyak tumbuh di berbagai pulau di Indonesia. Banyaknya jumlah tanaman

pisang yang tumbuh ini membuat tanaman pisang, khususnya buah banyak

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kulit pisang juga sering dianggap sebagai

sampah yang sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh manusia. Penilaian itu

membawa dampak yang negatif bagi nilai guna kulit pisang raja sendiri.

Pemanfaatan kulit pisang sendiri belum banyak dilakukan, selain diberikan

langsung pada ternak, seperti ternak sapi dan kambing. Namun, kulit pisang yang

Page 195: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 195

sering dianggap barang tak berharga itu, ternyata memiliki kandungan Vitamin C,

Vitamin B, Kalsium, Protein dan juga Lemak yang cukup (Munadjim, 1992).

Peningkatan konsumsi terigu dalam negeri menyebabkan tingginya angka

impor terigu dalam negeri. Sementara itu sampai saat ini perkembangan lahan

penanaman gandum dalam negeri belum mampu mengurangi angka impor, maka

diperlukan alternatif tepung yang bisa dihasilkan dari tanaman selain gandum

dalam rangka mengurangi impor gandum. Kulit pisang merupakan bagian dari

tanaman pisang yang jumlah melimpah dan kurang termanfaatkan dan memiliki

potensi untuk dikembangkan menjadi produk tepung (Satuhu & Supriyadi,

2004).

Salah satu pemanfaatan kulit pisang untuk dapat meningkatkan nilai

adalah pemanfaatannya menjadi tepung pisang, dimana tepung mempunyai rasa

dan bau khas sehingga dapat digunakan pada pengolahan berbagai jenis makanan

yang menggunakan tepung dari dalamnya. Dalam hal ini, tepung kulit pisang

dapat menggantikan peran dan tepung lainnya. Jenis-jenis makanan tersebut

antara lain roti, cake/pancake, kue kering, kue lapis, puding, makanan bayi/balita.

Pengolahan tepung kulit pisang ini kita dapat menggunakan 2 cara pengeringan

yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui rendemen dan kadar air terbaik

pada pembuatan tepung kulit pisang raja dengan metode pengeringan sinar

matahari dan oven.

Diharapkan dapat memberikan informasi bahwa kulit pisang mempunyai

potensi sebagai bahan baku pembuatan tepung yang ekonomis dan fungsional

sehingga bisa dijadikan alternatif pengganti tepung dari beras atau terigu.

MATERI DAN METODE

Materi

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Fakultas Pertanian

Universitas Alkhairaat Palu selama 2 bulan yaitu sejak Mei-Juni 2012. Bahan

yang digunakan adalah kulit buah pisang raja 1000g dan Natrium benzoat 1 g.

Metode

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dan 3 (tiga) ulangan, dengan dua perlakuan yaitu: (PS) Pengeringan

dengan Sinar Matahari dan (PO) Pengeringan dengan Oven, analisis data

menggunakan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan

dengan uji BNT dengan taraf signifikan 5%.

Prosedur pengolahan kulit pisang menjadi tepung sebagai berikut:

a. Kulit pisang

Page 196: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 196

b. Sebelum melakukan pengolahan terlebih dahulu disiapkan 1 kilo gram bahan

baku (kulit pisang)/perlakuan

c. Sortasi

Proses sortasi dilakukan untuk memilih kulit pisang yang baik (tidak cacat

fisik) sehingga hasil akhir yang diperoleh mempunyai kualitas yang baik.

d. Pemotongan

Proses pemotongan bertujuan untuk mempermudah dalam proses blender,

digunakan pisau stainless stell dan hasil potongan segera dimasukkan dalam

air, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadi proses pencoklatan

(Susanto dan Saneto, 1994).

e. Perendaman

Setelah kulit pisang telah diiris kecil maka diadakan perendaman kulit pisang

selama 20 menit dalam larutan natrium benzoat, setelah itu ditiriskan.

Perbandingan antara bahan baku dan bahan pengawet yaitu 1:1, misalnya

1000 gr kulit pisang dan 1 gr bahan pengawet. Tujuan perendaman untuk

mencegah browning (Susanto dan Saneto, 1994).

f. Penirisan

Penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah air pada bahan dan

memudahkan proses selanjutnya baik itu pada saat proses pengeringan

dengan menggunakan sinar matahari maupun dengan proses pengeringan

dengan menggunakan oven.

g. Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan dengan dua metode yaitu pengovenan dan

menggunakan sinar matahari. Pada pengeringan dengan menggunakan oven

membutuhkan waktu selama 24 jam dengan suhu 70oC sedangkan

pengeringan dengan sinar matahari membutuhkan waktu selama 4 hari, (6

jam/hari) mulai dari jam 10 sampai jam 3. Pengeringan yang menggunakan

suhu 70oC. Karena proses pengeringan dengan menggunakan suhu lebih

tinggi akan mengakibatkan bahan baku (kulit pisang) yang akan dikeringkan

menjadi browning.

h. Penggilingan dan pengayakan

Penggilingan berfungsi untuk mengecilkan ukuran partikel pada kulit pisang

yang sudah kering. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat blender

maupun alu. Kemudian dilakukan proses pengayakan dengan menggunakan

ayakan 100 mesh.

Page 197: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 197

Adapun bagan alur proses pembuatan tepung kulit pisang dapat dilihat

pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Pisang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rendemen Tepung Kulit Pisang

Hasil pengamatan rendemen tepung kulit pisang dengan cara pengeringan

sinar matahari dan pengeringan pengovenan disajikan pada tabel 2a, dan analisis

ragamnya disajikan pada tabel 2b.

Sortasi

Pemotongan 1kg

0,5 cm-1cm

Perendaman

20 menit

Penirisan

Air,Natrium

benzoat 1 g

Air

Sinar matahari 3-4

hari atau 18 jam

18 jam

Oven

(T=700 C, 24jam)

Penggilingan

pengayakan

Tepung Kulit Pisang

Ampas

Kulit buah

pisang raja

Page 198: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 198

Pengaruh dari perlakuan terhadap rendemen tepung kulit pisang dapat diuji

lebih lanjut dengan menggunakan uji BNT (α = 0,05), dimana diperoleh hasil

sebagaimana terlihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2a. Hasil Uji Lanjut Rendemen Tepung Kulit Pisang

Perlakuan Rata-rata BNT α = 0,05

Oven 13.57a

1.80 Sinar matahari 11.08

b

Keterangan : angka-angka yang dikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata pada taraf uji BNT α=0,05

Pengeringan dengan oven berpengaruh nyata terhadap pengeringan dengan

sinar matahari yang mana F.Hitung lebih tinggi dari pada F.Tabel dan juga

pengeringan dengan oven teksturnya lebih renyah, kadar air lebih sedikit, digiling

menjadi lebih halus dan diayak ampas lebih sedikit sehingga rendemennya lebih

tinggi dari pengeringan sinar matahari.

Kadar air (%)

Hasil pengamatan Kadar air tepung kulit pisang dengan cara pengeringan

sinar matahari dan dengan cara pengeringan oven disajikan pada tabel 3a, dan

analisis ragamnya disajikan pada tabel 3b.

Pengaruh dari perlakuan terhadap rendemen tepung kulit pisang dapat diuji

lebih lanjut dengan menggunakan uji BNJ (α = 0,05), dimana diperoleh hasil

sebagaimana terlihat pada tabel sebagai berikut

Tabel 2b. Hasil Uji Lanjut Kadar Air Tepung Kulit Pisang

Perlakuan Rata-rata BNT α = 0,05

Oven 6.79 a

1.88 Sinar matahari 10.00

b

Keterangan : angka-angka yang dikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata pada taraf uji BNT α=0,05

Rendemen Tepung Kulit Pisang

Pada berbagai pembuatan tepung, baik itu tepung dari gandum maupun

tepung dari kulit pisang seringkali ditambahkan bahan-bahan aditif yang bersifat

untuk meningkatkan mutu dan kualitas dari setiap tepung dan juga bersifat

mencegah terjadi browning pada setiap unsur bahan. ditambahkan pada

pembuatan tepung kulit pisang yaitu natriun benzoat untuk mencegah terjadinya

browning (Sudarmadji, 1984).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap rendemen tepung kulit pisang

diperoleh data bahwa interaksi perlakuan proses pengeringan dengan oven dan

pengeringan dengan matahari memberikan pengaruh yang nyata . Perlakuan pada

Page 199: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 199

pengeringan oven memliki rendemen rata-rata 13,57% sedangkan perlakuan pada

pengeringan sinar matahari lebih rendah dengang rendemen rata-rata 11,08%.

Dari data tersebut diatas pengeringan dengan oven lebih baik dari

pengeringan dengan sinar matahari, karena memiliki remdemen lebih tinggi.

Pengeringan dengan oven suhunya cenderung konstan sehingga tekstur bahan

menjadi lebih renyah, hal ini mentebabkan proses penggilingan lebih sempurna

dan ampas yang dihasilkan lebih sedikit.

Kadar Air

Berdasarkan penelitian pengukuran terhadap kadar air menunjukkan

bahwa semua interaksi perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap

kadar air pada tepung kulit pisang. Interaksi perlakuan yang terbaik atau yang

memberikan nilai kadar air terendah adalah perlakuan pengeringan dengan

menggunakan oven yaitu pada oven pertama (6%), pada oven kedua (8%),

sedangkan pada oven ketiga (6.38%). Sedangkan nilai kadar air yang dihasilkan

pengeringan dengan sinar matahari yaitu pada matahari pertama (10.50%), pada

matahari kedua (9.50%), pada matahari ketiga (10%) semuanya telah memenuhi

standar mutu tepung maksimal 13%. Pengeringan merupakan suatu metode untuk

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara mengeluarkan air

tersebut dengan bantuan energi matahari atau panas lainnya. pengeringan

merupakan metode tertua untuk mengawetkan bahan pangan lainnya. Hal ini

terjadi karena pada keadaan kering, mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh dan

enzim penyebab kerusakan kimia yang tidak dikehendaki tidak akan dapat

berfungsi secara normal tanpa adanya air (Earle,1982).

Pengeringan umbi-umbian sering dilakukan sebagai usaha pengawetan.

Metode pengeringan yang paling mudah dan murah adalah penjemuran. proses

penepungan ini akan menghasilkan bahan-bahan yang siap untuk diolah lebih

lanjut (Muchtadi & Sugiyono, 1992)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa perlakuan

pengeringan dengan oven memberikan hasil tepung yang terbaik. dengan

rendemen yang lebih tinggi yaitu 13,80% dan kadar air yang lebih rendah 6,79%

yang dimana standar mutu tepung maks 13%.

DAFTAR PUSTAKA

Ananingsih, K, 2007. Teknologi Pengolahan Pangan. Unika Soegijapranata.

Semarang

Page 200: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 200

Anonymous, 2005. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Institut

Teknologi Bandung. Bandung

Apriyantono, dkk, 1998. Kadar Air pada Bahan Makanan. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Aryani A. dan Hernawati S, 2007. Kajian Sifat Fisik Dan Kimia Tepung Kulit

Pisang Hasil Pengeringan Oven Dan Jemur. Dikti. Jakarta

Earle, 1982. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu Pangan. Liberty. Yogyakarta.

Hudaya, S, 2000. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dan

Pengawetan Pangan. Unika Soegijapranata. Semarang.

Munadjim, 2007. Teknologi pengolahan kulit pisang. Masa Baru. Bandung.

Munadjim, 1992. Manfaat Bertanam Pisang. IPB Bogor.

Muchtadi dan Sugiyono, 1992. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu

Tepung Beberapa Varietas Pisang. Penelitian Hortikultura. Bandung.

Satuhu dan Ahmad Supriyadi,2004. Budidaya Pengolahan Pisang dan Prospek

Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudarmadji S, dkk, 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian,

Liberty. Yogyakarta.

Suprapti, 2002. Produk-produk tepung kulit pisang. Kanisius. Yogyakarta.

Susanto dan Saneto, 1994. Berbagai Cara Pengawetan dalam Bahan Pangan.

Suara Rakyat. Semarang.

Widowati dan Damardjati, 2001. Teknik dalam Proses Pengawetan Bahan

Pangan. Puslitbang Hortikultura. Jakarta

Winarno, dkk 1980. Metode Pemisahan dan Pengeringan. Kasinius. Yogyakarta.

Page 201: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 201

Penerapan Sistem Agroforestri Dalam Mendukung Optimalisasi Pengelolaan

Usahatani Berkelanjutan

Sri Jumiyati

Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palu

No.HP. 0815 245 75404

Email: [email protected]

Abstrak

Sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat diterapkan melalui

berbagai metode atau sistem seperti agroforestri, penanaman campuran, pengolahan

minimal, Low Input Sustainable Agriculture (LISA) dan pertanian organik dengan syarat

pemberian bahan organik dan masukan bahan kimia sintetis minimum. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pola penggunaan luas lahan, nilai penerimaan, biaya,

pendapatan penggunaan input produksi pada saat optimalisasi usahatani agroforestri

kakao dilaksanakan di Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong Provinsi

Sulawesi Tengah pada bulan Januari sampai dengan April 2014. Kesimpulan

menunjukkan bahwa pada saat optimalisasi penggunaan lahan yang optimum adalah

dengan menerapkan usahatani monokultur kakao 1 ha, Pohon nantu 2 ha,Pohon palapi 1

ha, agroforestri kakao dengan nantu 2 ha dan agroforestri kakao dengan palapi 1ha.

Penerimaan, biaya dan pendapatan optimum berasal dari usahatani agroforestri kakao

dengan nantu dengan peningkatan masing-masing sebesar 35,98%, 25% dan 46%.

Sedangkan penggunaan input produksi optimum terjadi pada saat petani

memaksimumkan penerimaan, kecuali penggunaan bibit yang masih dapat ditambahkan

karena ketersediaan lahan.

-------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci: sistem agroforestri, optimalisasi, usahatani berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan adalah kegiatan yang berupaya untuk

mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber-sumber alam, mengarah pada

investasi, berorientasi pada pengembangan teknologi tepat guna dan berdaya

guna. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah suatu proses

pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia dalam pembangunan (Loekman, 2012). Selanjutnya Luthfi

(2006) menyatakan bahwa pertanian berusaha mengelola ekosistem melalui usaha

pemupukan, penggunaan obat-obatan, irigasi, penggunaan bibit unggul dan

sebagainya untuk memaksimalkan produktivitas, sedangkan alam mengelola

ekosistem untuk memaksimalkan stabilitas lingkungan

Page 202: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 202

Menurut Soleh (2009), pertanian modern akan menghasilkan produksi

yang tinggi tetapi tidak menguntungkan petani dalam jangka panjang, karena akan

menyebabkan terjadinya erosi, tercemarnya air dan tanah. Karena itu, diperlukan

system pertanian terintegrasi yaitu pertanian berkelanjutan yang tidak tergantung

terhadap bahan-bahan kimia sintetis. Cara pertanian berkelanjutan akan

menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu lama serta tetap memelihara

kualitas lingkungan.

Pengelolaan lahan berkelanjutan menurut Winarso dalam Tati dkk (2012)

harus memperhatikan tiga aspek yaitu : a) aspek bio fisik dengan memelihara dan

meningkatkan kondisi fisik dan biologi tanah untuk produksi tanaman dan

keragaman hayati (biodiversity), b) aspek sosial budaya yang harus cocok atau

sesuai dengan kebutuhan manusia baik secara sosial dan budaya pada tingkatan

nasional dan regional, c) aspek ekonomi yang mencakup kegiatan pengelolaan

lahan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Berdasarkan ketiga

aspek tersebut penerapan pertanian berkelanjutan untuk mendapatkan hasil yang

tinggi dalam jangka waktu yang lama dengan tetap memelihara kualitas

lingkungan adalah dengan memperhatikan pengelolaan unsur hara tanah, rotasi

tanaman, karakteristik ekologi dan agronomi sistem penanaman inovatif serta

model integrasi antara pertanian dan peternakan dan/atau perikanan.

Sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat diterapkan

melalui berbagai metode atau sistem seperti agroforestri, penanaman campuran,

pengolahan minimal, Low Input Sustainable Agriculture (LISA) dan pertanian

organik dengan syarat pemberian bahan organik dan masukan bahan kimia sintetis

minimum.

Agroforestri sebagai suatu bentuk sistem pertanian berkelanjutan dan

ramah lingkungan dikembangkan untuk selain untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat juga diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan

pedesaan. Agroforestri diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu

bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan yang dapat meminimalisir

terjadinya penurunan produksi dari waktu ke waktu dan pencemaran lingkungan.

Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumberdaya alam

yang optimal (Fidi, 2009).

Menurut King dan Chandler dalam Usman Rianse dan Abdi (2010),

agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu

meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi

tanaman pertanian termasuk tanaman tahunan dengan tanaman hutan dan/atau

hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran, dilaksanakan pada satu

bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan

budaya masyarakat setempat. Abubakar (2004) menambahkan bahwa agar

agroforestri lebih menguntungkan daripada sistem pemanfaatan lahan non

Page 203: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 203

agroforestri, maka harus ada interaksi-interaksi menguntungkan secara ekonomi

maupun biologi di antara komponen-komponen individualnya. Interaksi-interaksi

tersebut dapat dirasakan baik secara langsung ataupun setelah beberapa waktu.

Pada kenyataannya, interaksi-interaksi jangka panjang yang menguntungkan

secara biologi dan ekonomi yang disebut sebagai kelestarian.

Kabupaten Parigi Moutong sebagai salah satu wilayah yang menjadi sentra

produksi kakao (Theobroma Cacao) di Sulawesi Tengah sejak tahun 1990 bahkan

pada saat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998, para petani kakao

justru mendapat benefit yang luar biasa sehingga para petani kakao tidak

merasakan dampak serius dari resesi ekonomi tersebut. Seiring berjalannya waktu,

popularitas komoditi kakao kian meredup disebabkan terjadinya penurunan

produksi dan produktivitas tanaman, yang disebabkan oleh: a) tingkat serangan

hama dan penyakit yang tinggi, b) usia tanaman, c) pola budidaya yang masih

tradisional, d) krisis hara tanah, e) perubahan iklim global dan f) fluktuasi harga

kakao. Hasil panen yang terus menurun serta harga jual yang tidak stabil,

sementara biaya produksi kian tinggi menghasilkan margin yang relatif sangat

kecil. Hal ini mengakibatkan berkurangnya animo masyarakat untuk

membudidayakan tanaman kakao.

Pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Parigi Moutong bersama-

sama dengan petani diharapkan dapat mencari solusi dalam mengantisipasi

kondisi ini. Walaupun saat ini terdapat Program Gernas Pro Kakao namun

jumlahnya baru mencapai 16,88% dari total kebun kakao rakyat yang ada di

Kabupaten Parigi Moutong (Anonim, 2014).

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka diharapkan sistem

agroforestri dapat memberikan solusi jangka panjang dan berkelanjutan

berdasarkan keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan

lainnya, yaitu dalam hal produktivitas, diversitas, kemandirian dan stabilitas.

B. Tujuan

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis pola penggunaan luas lahan, nilai penerimaan, biaya dan

pendapatan pada saat optimalisasi usahatani agroforestri kakao di Kabupaten

Parigi Moutong.

2. Menganalisis penggunaan input produksi pada saat optimalisasi usahatani

agroforestri kakao di Kabupaten Parigi Moutong.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi

Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa usahatani agroforestri di Kecamatan

Page 204: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 204

Balinggi telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi petani kakao baik

secara ekonomis maupun ekologis. Penelitian dilakukan pada bulan Januari

sampai dengan April 2014.

B. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan mengambil

sampel petani sebanyak 6 orang yang memiliki luas lahan rata-rata 7 ha yang

dialokasikan ke dalam simulasi pengelolaan usahatani agroforestri di Kabupaten

Parigi Moutong.

C. Pengambilan Data

Jenis data penelitian yang dikumpulkan meliputi data primer dan data

sekunder, sebagai berikut:

1. Data primer, yang dihasilkan dari penelitian dan wawancara langsung dengan

petani objek penelitian meliputi pelaksanaan pengelolaan lahan, Input sarana

produksi meliputi bibit, pupuk, insektisida dan tenaga kerja serta besarnya

produksi, harga, penerimaan dan biaya usahatani.

2. Data sekunder yaitu data atau informasi yang telah disajikan dalam bentuk

tulisan atau dokumentasi berupa data statistik maupun hasil penelitian yang

diperoleh dari dinas/instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian.

D. Analisis Data

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka model analisis yang akan

digunakan adalah :

1. Analisis Linear Programming

Optimalisasi usahatani agroforestri kakao di Kecamatan Balinggi

Kabupaten Parigi Moutong dilakukan secara kuantitatif dengan formulasi model

Linear Programming yang dirumuskan sebagai berikut :

a. Memaksimumkan fungsi tujuan (penerimaan) Max

= Variabel Keputusan (optimum penerimaan) nilai produksi usahatani

agroforestri kakao.

= Parameter fungsi tujuan (pendapatan usahatani agroforestri kakao)

Dengan fungsi kendala

= parameter fungsi kendala o untuk variabel keputusan e

= kapasitas kendala o

Model yang digunakan untuk mendapatkan tingkat pendapatan yang

optimum adalah dengan model program linier. Adapun langkah- langkah dalam

menggunakan program linier, sebagai berikut:

Page 205: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 205

1. Menentukan Variabel Keputusan

Variabel keputusan menunjukkan jumlah penerimaan usahatani agroforestri kakao

yang sebaiknya dihasilkan oleh petani agar mencapai kondisi optimum, sehingga

dalam penyusunan model program linier dapat terbentuk beberapa variabel

keputusan

2. Menentukan Fungsi Kendala

Pengelolaan usahatani menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuan

(pendapatan optimum). Dalam usahatani ada berbagai fungsi kendala yang

nantinya menjadi syarat untuk mendapatkan pendapatan optimum seperti luas

lahan, benih/bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja untuk pengolahan tanah,

penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama penyakit, dan panen.

Penerapan program linier pada penelitian ini dilakukan dengan

mengformulasi model program linier yang dirumuskan sebagai berikut:

Memaksimumkan dan meminumkan fungsi tujuan (pendapatan)

Max , untuk i adalah kelompok jenis usahatani hutan

rakyat

Fungsi kendala

- Luas Lahan

- Bibit/benih

- Pembuatan Lubang

- Penanaman

- Pupuk Kandang

- Insektisida

- Pemeliharaan

- Pupuk

- Penjarangan

- Pemanenan

3. Menentukan Fungsi Tujuan

Tujuan utama dari optimalisasi yang dilakukan oleh petani usahatani

agroforestri kakao adalah untuk memaksimumkan penerimaan. Asumsi-asumsi

dasar dalam program linier (linear programming)adalah sebagai berikut:

a. Proportionality, asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai tujuan (Z) dan

penggunaan sumberdaya atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara

sebanding (proportional) dengan perubahan tingkat kegiatan.

b. Additivity, asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling

mempengaruhi, atau dalam linear programming dianggap bahwa kenaikan

dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat

ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai (Z) yang diperoleh dari

kegiatan lain.

Page 206: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 206

c. Divisibility, asumsi ini berarti bahwa keluaran (output) yang dihasilkan oleh

setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan, demikian pula dengan nilai

(Z) yang dihasilkan.

d. Deterministik, asumsi ini berarti bahwa nilai parameter suatu kriteria

optimalisasisi (koefesien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan)

merupakan jumlah dari nilai individu-individu Ce dalam model linear

programming tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Model optimalisasi usahatani agroforestri kakao yang direkomendasikan

melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Luas Lahan Optimum Pada Saat Optimalisasi

Pemanfaatan luas lahan yang optimum untuk mendapatkan pendapatan

optimum merupakan proses kompleks dan melibatkan berbagai input produksi.

Perbandingan luas lahan pada saat optimalisasi dengan tujuan memaksimumkan

penerimaan, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan Luas Lahan Pada Saat Optimalisasi

Gambar 1 menunjukkan bahwa keputusan optimalisasi usahatani

berdasarkan luas lahan dengan tujuan memaksimumkan penerimaan, maka

pemanfaatan luas lahan 7 ha yang optimum dapat dilakukan dengan mengurangi

luas lahan pada usahatani monokultur nantu dari 2,5 ha menjadi 2 ha sedangkan

luas lahan pada usahatani agroforestri kakao dengan nantu ditambahkan dari 1,5

ha menjadi 2 ha. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pemikiran bahwa

dengan input produksi yang tersedia dan pemeliharaan yang dilakukan oleh petani

maka luas lahan pada usahatani agroforestri kakao dengan nantu belum optimum.

Sebaliknya pada usahatani monokultur nantu tidak akan memberikan pendapatan

yang optimum karena penggunaan input produksi dan pemeliharaan tidak

Page 207: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 207

seimbang dengan luas lahan yang dikelola. Petani kakao tidak memberikan

pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman karena besarnya biaya pemupukan

yang harus dikeluarkan oleh petani.

Berbeda dengan luas lahan pada usahatani agroforestri kakao dengan

palapi yang semula seluas 1,5 ha menjadi 1 ha, sebaliknya pada pola tanam

monokultur palapi ditambahkan luas lahannya dari 0,5 ha menjadi 1 ha. Pola

monokultur kakao sebagai pembanding telah diusahakan oleh petani pada luas

lahan yang optimum karena memberikan pendapatan yang optimum sesuai dengan

input produksi yang diberikan. Dengan demikian untuk rekomendasi luas lahan

optimal pada saat optimalisasi usahatani agroforestri dengan tujuan

memaksimumkan penerimaan pada lahan seluas 7 ha adalah dengan menerapkan

sistem monokultur nantu 2 ha, palapi 1 ha, kakao 1 ha, sistem agroforestri kakao

dengan nantu 2 ha dan agroforestri kakao dengan palapi 1 ha.

2. Penerimaan Optimum Pada Saat Optimalisasi

Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan, petani berupaya untuk

meningkatkan produktivitas usahatani dengan memanfaatkan modal dan teknologi

yang tepat, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Penerimaan Pada Saat Optimalisasi

Gambar 2 menunjukkan bahwa penerimaan optimum pada saat

optimalisasi usahatani dengan tujuan memaksimumkan penerimaan, pada luas

lahan 7 ha dapat dicapai dengan meningkatkan penerimaan dari usahatani

agroforestri kakao dengan nantu. Hal ini dikarenakan usahatani agroforestri kakao

dengan nantu selain memberikan tambahan penerimaan karena hasil produksi

Page 208: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 208

berasal dari dua jenis tanaman juga mengurangi biaya produksi karena dapat

mengefisienkan alokasi input produksi.

Penerimaan awal petani adalah sebesar Rp.1.809.860.000, namun setelah

dilakukan optimalisasi usahatani maka penerimaan naik sebesar Rp.7.500.000

menjadi Rp.1.817.360.000. Dengan demikian untuk rekomendasi penerimaan

optimum pada saat optimalisasi usahatani pada lahan seluas 7 ha adalah dengan

mengoptimalkan penerimaan dari usahatani agroforestri kakao dengan nantu

dengan penerimaan optimum sebesar Rp.653.800.000 (35,98%).

3. Biaya Optimum pada Saat Optimalisasi

Biaya produksi pengelolaan usahatani merupakan biaya input produksi

bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja yang di keluarkan petani. Perbandingan

biaya pada saat optimalisasi usahatani agroforestri kakao dengan tujuan

memaksimumkan penerimaan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan Biaya Pada Saat Optimalisasi

Biaya optimum pada saat optimalisasi usahatani dengan tujuan

memaksimumkan penerimaan, pada luas lahan 7 ha dapat dicapai dengan

meningkatkan biaya produksi dari usahatani agroforestri kakao dengan nantu.

Sebaliknya dengan menurunkan biaya pada usahatani monokultur nantu. Hal ini

dilakukan karena usahatani agroforestri kakao dengan nantu lebih menguntungkan

dibandingkan dengan usahatani monokultur kakao maupun nantu. Selain

memberikan tambahan penerimaan karena berasal dari dua jenis tanaman juga

mengurangi biaya produksi karena dapat mengefisienkan alokasi input produksi.

Page 209: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 209

Dengan demikian untuk rekomendasi biaya optimum pada saat

optimalisasi usahatani dengan tujuan memaksimumkan penerimaan pada lahan

seluas 7 ha adalah dengan meningkatkan biaya produksi pada usahatani

agroforestri kakao dengan nantu dari biaya awal sebesar Rp.137.535.000 menjadi

Rp.183.380.000 naik sebesar Rp.163.450.000 atau sebesar 25% dari total biaya

optimum usahatani.

4. Pendapatan Optimum pada Saat Optimalisasi

Perbandingan biaya pada saat dilakukan optimalisasi usahatani dengan

tujuan memaksimumkan penerimaan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 17.

Gambar 4. Perbandingan Pendapatan Pada Saat Optimalisasi

Pendapatan optimum pada saat optimalisasi usahatani dengan tujuan

memaksimumkan penerimaan, pada luas lahan 7 ha dapat dicapai dengan

meningkatkan pendapatan usahatani dari pendapatan awal sebesar

Rp.1.341.420.000 menjadi Rp.1.348.920.000. Pendapatan usahatani naik sebesar

Rp. 7.500.000. Kontribusi dari pendapatan usahatani agroforestri adalah sebesar

Rp.630.430.000 atau sebesar 46% dari keseluruhan pendapatan optimum. Hal ini

menunjukkan bahwa usahatani agroforestri mempunyai prospek bagi peningkatan

pendapatan petani dibandingkan dengan usahatani monokultur.

5. Penggunaan Input Produksi pada Optimalisasi

Input produksi yang digunakan oleh petani akan mempengaruhi

pendapatan optimum petani. Petani yang bertujuan mengoptimalkan usahatani

Page 210: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 210

akan berusaha memaksimumkan penerimaan dengan penggunaan input produksi

untuk peningkatan output (hasil). Penggunaan input produksi pada saat

optimalisasi usahatani dengan tujuan memaksimumkan penerimaan, lebih jelasnya

pada Tabel 5.

Tabel 5. Penggunaan Input Produksi pada Saat Optimalisasi

No

Input produksi

Sisa persediaan

(satuan)

Kenaikan pendapatan

(Rp)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Luas Lahan

Bibit

Bibit Kakao

Pembuatan lubang

Penanaman

Pupuk kandang

Insektisida

Tenaga pemeliharaan

Pupuk NPK

Pupuk Urea

Pupuk KCl

Pupuk TSP

Penebangan

Pemanenan kakao

Pemanenan

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

52.800

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Pada saat optimalsasi usahatani dengan tujuan memaksimumkan

penerimaan, untuk lahan seluas 7 ha dengan penggunaan input produksi yang

telah dilakukan petani di lokasi penelitian menunjukkan bahwa pada saat petani

mencapai pendapatan optimum semua input produksi habis termanfaatkan.

Namun penggunaan input produksi bibit masih dapat ditambahkan karena setiap

penambahan 1 batang bibit pohon akan menyebabkan kenaikan pendapatan

optimum sebesar Rp.52.800. Penggunaan input produksi habis termanfaatkan

ditunjukkan dengan nilai sisa persediaan = 0. Dengan demikian tidak diperlukan

penambahan input produksi karena tidak akan menyebabkan terjadinya

peningkatan pendapatan, sebaliknya jika terjadi penambahan akan menjadi sisa

input yang akan mengurangi penerimaan petani karena merupakan biaya produksi.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada saat optimalisasi penggunaan lahan yang optimum adalah dengan

menerapkan usahatani monokultur kakao 1 ha, nantu 2 ha, palapi 1 ha,

agroforestri kakao dengan nantu 2 ha dan agroforestri kakao dengan palapi 1ha.

Page 211: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 211

2. Pada saat optimalisasi penerimaan, biaya dan pendapatan optimum berasal dari

usahatani agroforestri kakao dengan nantu dengan peningkatan masing-masing

sebesar 35,98%, 25% dan 46%.

3. Pada saat optimalisasi penggunaan input produksi optimum terjadi pada saat

petani memaksimumkan penerimaan, kecuali penggunaan bibit yang masih

dapat ditambahkan karena ketersediaan lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Kakao: Primadona Parigi Moutong yang Kian Meredup. Diakses pada

tanggal 17 Oktober 1968.

Abubakar M.L. 2003. Pendekatan Pengusahaan Hutan dengan Sistem

Agroforestri. Universitas Mulawarman, Samarinda.

Fidi M. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Loekman S. 2012. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian Sebuah Tinjauan

Sosiologis. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Luthfi F. 2006. Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Fakultas

Pertanian Unlam, Banjarbaru.

Soleh S. 2009. Pembangunan Pertanian. Awal Era Reformasi. PT.PP. Mardi

Mulyo, Jakarta.

Tati N dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Usman R dan Abdi, 2010. Agroforestri. Solusi Sosial Ekonomi Pengelolaan

Sumberdaya Hutan. Penerbit Alfabeta, Bandung

Page 212: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 212

Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) dengan Penerapan Sistem Modular

dan Biosekuriti di Desa Tindaki Kabupaten Parigi Moutong

Mawar

Dosen Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat Palu

CP: 085244805805, email: [email protected]

Abstrak

Udang windu (Penaeus monodon) dipilih sebagai andalan utama penghasil devisa oleh

negara Indonesia di bidang perikanan tentu sangat beralasan. Alasan pertama,

Indonesia memiliki luas lahan budidaya yang potensial untuk udang, yakni mencapai

866.550 hektar. Penelitian dilaksanakan Di Desa Tindaki Kec. Parigi Selatan Kab.

Parigi Moutong yang dimulai bulan Januari 2012 - Juni 2013. Tujuan penelitian untuk

mengetahui kelayakan pembesaran udang windu (Penaeus monodon) dengan penerapan

metode modular dan biosekuriti baik secara teknis maupun ekonomis. Diharapkan dapat

menjadi bahan informasi bagi pembudidaya tambak udang windu. Analisis deskriptif

kuantitatif merupakan analisis dengan cara menghitung menggunakan rumus. Rumus

yang digunakan dalam analisa deskriptif kuantitatif untuk menghitung kelayakan yaitu

Benefit Cost Ratio (BCR), Pay Back Periode (PP), dan Break Event Point (BEP). Hasil

penelitian terdiri dari persiapan tambak yaitu; perbaikan konstruksi tambak,

pembuangan lumpur, pengeringan, pembalikan tanah, pengapuran, pemupukan,

pengisian air, dan pemilihan serta penebaran benur. Pembesaran udang windu melalui

penerapan sistem modular dan biosekuriti ditinjau dari segi teknis memenuhi syarat

indikator penilaian hasil panen, dari segi ekonomis hasil panen dengan penerapan sistem

modular dan biosekuriti satu siklus mencapai 530 kg dan hasil penjualan udang sejumlah

Rp. 39.345.000,-/siklus produksi. Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 2,31, dan Pay Back

Periode 0,71 tahun, Break Event Point (BEP) yaitu 13.316.433,5 BEP dalam Rupiah,

204,8 BEP dalam kg untuk ukuran udang size 30 ekor/kg dengan harga Rp. 65.000,- dan

175,1 BEP dalam kg untuk udang size 28 ekor/kg harga jual Rp. 76.000,-.

------------------------------------------------

Kata Kunci : Kelayakan, Pembesaran, Udang Windu, Sistem Modular, Biosekuriti

PENDAHULUAN

Udang windu (Penaeus monodon) dipilih sebagai andalan utama penghasil

devisa oleh negara Indonesia di bidang perikanan tentu sangat beralasan. Alasan

pertama, Indonesia memiliki luas lahan budidaya yang potensial untuk udang,

yakni mencapai 866.550 hektar. Alasan kedua, secara umum Indonesia memiliki

peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen

dan eksportir utama produksi perikanan, terutama udang. Kenyataan ini bertitik

tolak dari besarnya permintaan produk udang, baik di pasar domestik maupun

pasar ekspor (Amri, 2006).

Menurut Rachmatun dan Takarin (2009), pembesaran udang windu

secara intensifikasi sebagai upaya peningkatan hasil dengan menambah input

Page 213: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 213

produksi tanpa adanya perluasan lahan. Intensifikasi adalah peningkatan hasil

produksi dengan memaksimalkan daya dukung lahan atau lingkungan, dapat

diperbesar sampai pada tahap tertentu, bukan tanpa batas. Usaha pembesaran

udang windu di Indonesia pernah mencapai hasil yang sangat memuaskan,

sehingga Indonesia menjadi salah satu produsen udang terbesar di dunia yang

pada tahun 1994 mampu mencapai angka produksi 160.000 ton/tahun. Ternyata

masa kejayaan udang windu terhenti setelah adanya serangan penyakit virus yang

menginfeksi udang di tambak dan bahkan mencemari induk udang di laut.

Keberhasilan produksi udang pada masa lalu, ternyata tidak menyisahkan

prosedur baku yang dapat diterapkan untuk mengulangi keberhasilan tersebut di

masa kini.

Pemecahan masalah pembesaran udang windu di tambak saat ini memang

sudah muncul. Pemecahan masalahnya yaitu adanya suatu kesadaran terhadap

pembesaran udang di tambak yang memperhatikan keseimbangan lingkungan,

sistem manajemen budidaya terpadu seperti penerapan biosekuriti yaitu dengan

melakukan strategi dalam manajemen pembesaran udang windu dengan

melakukan serangkaian langkah – langkah terpadu untuk mencegah masuknya

berbagai penyebab penyakit (virus, bakteri dan jamur), pengelolaan tanah dasar

tambak, pengelolaan kualitas air, penggunaan benih unggul, dan kesehatan hewan

akuatik atau dengan penerapan sistem modular yang lebih ramah lingkungan

(Rachmatun dan Takarina (2009). Desa Tindaki merupakan desa yang terdapat di

daerah pesisir Teluk Tomini dan berada di wilayah Kabupaten Parigi Moutong

Propinsi Sulawesi Tengah. Desa Tindaki memiliki potensi budidaya tambak

udang/ikan yang masih bersifat ekstensif. dengan menggunakan sistem modular.

Penerapan biosekuriti merupakan hal penting dilakukan untuk mencegah

masuknya berbagai penyakit (virus, bakteri, dan jamur) di lokasi pembudidayaan

tambak udang/ikan. Selain penerapan biosekuriti juga harus memperhatikan

kelestarian lingkungan dan daya dukung lahan budidaya, sehingga dapat

melakukan budidaya udang/ikan secara berkelanjutan.

Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pembudidaya tambak

udang windu.

MATERI DAN METODE

Materi

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tindaki Kecamatan Parigi Selatan

Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah, mulai bulan Januari sampai

Juni 2013.

Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang data penelitian dapat

dilihat pada Tabel 01.

Page 214: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 214

Tabel 01. Alat dan Bahan Penelitian

No. Alat dan Bahan Jumlah Keterangan

1. Refraktometer 1 buah Mengukur Salinitas

2. Termometer 1 buah Mengukur Suhu

3. pH Meter 1 buah Mengukur pH Air

4. D.O Meter 1 buah Mengukur Oksigen terlarut

5. Secchi disc 1 buah Mengukur kecerahan

6. Soil Tester 1 buah Mengukur pH Tanah

7. Timbangan 2 buah Menimbang Udang dan Saprotan

8. Jala 1 unit Untuk Sampling Udang

9. Kamera 1 buah Dokumentasi

10. Alat Tulis 1 buah Mencatat Data Di Lokasi

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen pada pembesaran udang windu

(Penaeus monodon) dengan Penerapan Sistem Modular dan Biosekuriti di Desa

Tindaki Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data selama penelitian meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer yakni data yang diperoleh dari hasil percobaan pada

tambak milik salah satu masyarakat berupa pengukuran parameter kualitas air,

parameter tanah dasar tambak, laju pertumbuhan udang dengan penerapan sistem

modular dan biosekuriti, dan untuk mengetahui tingkat kelayakan secara ekonomi

berdasarkan perhitungan produksi yang diperoleh pada saat panen dengan harga

yang berlaku pada saat penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang

diperoleh dari instansi pemerintah Desa Tindaki Kecamatan Parigi Selatan

Kabupaten Parigi Moutong dan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi

Tengah.

Metode Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah melalui seleksi dan klasifikasi, data yang

telah diolah tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan uraian. Untuk mengetahui

kelayakan usaha pembesaran udang windu dengan penerapan sistem modular dan

biosekuriti menggunakan formulasi rumus yaitu:

1. Analisis Benefit Cost Rasio (B/C Rasio)

2. Analisis Pay Back Period (PP)

3. Analisis Break Event Poin (BEP)

1. Benefit Cost Rasio menurut Rahardi (1993).

Total Pendapatan

B/C Rasio = ------------------------------

Total Biaya

Page 215: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 215

Keterangan :

Total Pendapatan = Penerimaan yang merupakan perkalian antara besarnya

Produksi (Kg) dan harga (Rp).

Total Biaya = Biaya tunai atau yang dikeluarkan baik biaya tetap maupun

biaya tidak tetap

2. Menghitung pengembalian investasi digunakan rumus Pay Back Period (PP)

menurut Riyanto (1992).

Investasi

PP = ------------------------

Arus Kas

Keterangan :

Investasi = Modal awal suatu usaha

Arus Kas = Laba + Penyusustan

3. Untuk menghitung biaya dan penjualan yang menghasilkan pulang pokok

(titik impas) rumus Break Event Poin (BEP) menurut Samsudin (1992).

Fixed Cost (FC)

BEP = -------------------------------------------

Variabel Cost (VC)

1- -----------------------------------

Penjualan (S)

Keterangan :

FC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap

S = Penjualan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Tindaki merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan

Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah. Wilayah

Desa Tindaki memiliki Luas wilayah 3.300 Ha yang membentang dari Utara

hingga bagian Selatan dengan kondisi geografi berbukit dan dataran hingga ke

pesisir pantai teluk Tomini. Desa Tindaki memiliki batas – batas wilayah sebagai

berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Desa Nambaru

- Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Tanah Lanto

- Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Tomini

Page 216: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 216

- Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Desa Nambaru

Desa Tindaki terletak sekitar 7 km dari Ibukota Kecamatan Parigi Selatan dan 18

km dari Ibukota Kabupaten Parigi Moutong. Desa Tindaki merupakan daerah

yang memiliki wilayah persawahan yang cukup luas dan memiliki perbukitan

yang menjadi lahan kebun coklat, untuk wilayah dekat pesisir pantai merupakan

lahan kebun kelapa serta dimanfaatkan sebagai lahan tambak udang dan ikan.

Persiapan Tambak

Perbaikan Konstruksi Tambak

Dalam persiapan penebaran terlebih dahulu dilakukan perbaikan

konstruksi tambak, hal ini dilakukan sebagai awal kegiatan sebelum tambak siap

untuk di gunakan. Beberapa bagian tambak yang dianggap kurang sempurna

dibenahi seperti tanggul (pematang), pintu air, saringan pintu air, dan caren.

Bagian tambak yang sering mendapat perhatian besar yaitu Tanggul (pematang)

karena sebagai penahan air. Kondisi tanggul (pematang) sering terjadi kebocoran

disebabkan oleh tekstur tanah yang memiliki tekstur liat berpasir, pembuatan

tanggul (pematang) yang berongga, adanya tumpukan ranting kayu bakau saat

pembuatan tanggul (pematang), dan juga sebagai akibat kepiting.

Pembuangan Lumpur

Pembuangan lumpur, dilakukan untuk membuang lapisan permukaan

tanah yang mengandung timbunan sisa – sisa pakan yang sudah membusuk dan

bahan organik lain yang terakumulasi di dasar tambak. Pembuangan lumpur

tersebut juga untuk menghindari timbulnya gas- gas beracun akibat banyak sisa

pakan dan bahan organik yang tidak terurai dengan sempurna oleh jasad renik.

Pada pembuangan lumpur ini diharapkan dapat mengurangi sisa bahan organik,

sehingga sisa bahan organik yang masih ada dapat seimbang dengan kemampuan

bakteri pengurai yang ada di dasar tambak. Kegiatan pembuangan lumpur ini,

membutuhkan waktu 2 hingga 3 hari untuk luas tambak 0,3 Ha dan dikerjakan

oleh 5 orang pekerja

Pengeringan Tanah Dasar Tambak

Tujuan dari pengeringan tambak ini adalah untuk menyempurnakan

perombakan bahan organik di dasar tambak, dengan proses pengudaraan yang

cukup akan mempercepat proses oksidasi bahan organik tersebut. Selain itu

pengeringan tanah dasar tambak juga bertujuan menghilangkan gas – gas beracun

yang terdapat di dasar tambak juga diharapkan dapat membasmi ikan – ikan liar.

Selanjutnya dilakukan penjemuran dasar tambah hingga mengandung air sekitar

20% atau sudah tampak retak-retak serta terjadi perubahan warna tanah.

Page 217: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 217

Pembalikan Tanah Dasar Tambak

Setelah penjemuran tanah dasar tambak, maka selanjutnya dilakukan

pembalikan tanah dasar. Pembalikan tanah dasar tambak mempunyai tujuan

untuk menyempurnakan pengeringan tanah dasar tambak. Selain itu pembalikan

tanah dasar tambak akan menyempurnakan pengudaraan tanah dasar tambak,

sehingga bahan – bahan organik yang terdapat di lapisan bawah akan teroksidasi

lebih sempurna. Pembalikan tanah dasar tambak dapat dilakukan dengan

menggunakan traktor tangan.

Pengapuran Tanah Dasar Tambak

Pengapuran tanah dasar tambak dilakukan setelah pengeringan dan

pembalikan tanah dasar tambak. Pengapuran dilakukan berdasarkan derajat

keasaman (pH) tanah tambak tersebut, dalam artian dilakukan pengapuran

berdasarkan hasil pengukuran pH tanah dengan menggunakan alat Soil Tester,

dari hasil pengukuran tersebut dapat di tentukan jumlah dan jenis kapur yang akan

digunakan. Untuk pH tanah di lokasi penelitian, berdasarkan hasil pengukuran

dengan alat Soil Tester yaitu rata – rata 6,2. Tujuan dari pengapuran tanah dasar

tambak yaitu untuk meningkatkan pH tanah atau menetralkan pH tanah dasar

tambak.

Kegiatan pengapuran tanah dasar tambak ini dilakukan atau dikerjakan

oleh 1 orang pekerja dan membutuhkan waktu 1 hari. Untuk lebih jelasnya

kebutuhan dan jenis kapur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 01 berikut :

Tabel 02. Dosis dan Jenis Kapur.

pH Tanah CaCO3

Kapur Pertanian

Ca (OH)2

Kapur

Tohor/Gamping

CaMgCO3

Kapur Dolomit

6,2 330 Kg 250 Kg 300 Kg

Data : Hasil Penelitian 2013.

Pemupukan Tanah Dasar Tambak

Kegiatan pemupukan yang diakukan pada tanah dasar tambak, sangat perlu

dilakukan untuk menambah kesuburan lahan tambak. Pupuk yang digunakan

yaitu pupuk urea dan SP 36. Adapun perbandingan penggunaan pupuk yaitu 3:1

dimana pupuk urea 50 kg dan pupuk SP 36 15 kg untuk 0,3 Ha tambak.

Pengisian Air Tambak

Menjamin kebersihan dari air yang akan masuk ke dalam petakan

pembesaran, sebaiknya menggunakan saringan di pintu masuk air dengan waring.

Manfaat dari pemakaian waring ukuran 0,5 mm, selain untuk mencegah masuknya

kotoran juga mencegah masuknya berbagai jenis ikan liar yang dapat menjadi

Page 218: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 218

hama dan pemangsa benur udang yang masih relatif kecil dan mudah untuk

dimangsa.

Volume air yang akan diisi di petakan tambak diukur menggunakan papan

pengukur skala air yang berguna mengukur ketinggian air, sehingga dengan

mudah mengetahui volume air yang diinginkan yaitu sekitar 80 cm diukur dari

pelataran tanah dasar tambak.

Memenuhi volume air yang diinginkan, biasanya digunakan pompa air, hal

ini dilakukan apabila sudah tidak mampu lagi masuk lewat pintu air dengan

mengandalkan air pasang.

Memilih Dan Penebaran Benur

Memilih Benur Windu

Kualitas benur sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan

usaha pembesaran udang di tambak. Kualitas benur dapat dilihat pengaruhnya

pada saat masa pemeliharaan berlangsung hingga tiba saatnya panen. Adapun

benur yang digunakan yakni dari Balai Benih Ikan pantai (BBIP) Kampal.

Memilih benur yang baik dan berkualitas dapat dilakukan dengan

menggunakan cara pengamatan visual. Selanjutnya dilakukan pemilihan benur

dengan menggunakan penilaian terhadap beberapa kriteria yang meliputi :

- Warna benur hitam cerah atau transparan

- Tubuh benur bersih atau tidak kusam

- Aktif pergerakannya atau keaktifan benur yang sehat melawan arus air

- Benur memiliki ukuran seragam atau bertingkat dua ukurannya

- Ukuran benur min 1,3 cm dan telah terbuka ekornya atau benur telah berumur

PL 15.

Sumber: Dokumentasi Hasil Penelitian, 2013

Gambar 01 Pengamatan Benur Windu Secara Visua

Page 219: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 219

Penebaran Benur Windu

Bila air tambak telah siap dari segi volume air maupun dari pertumbuhan

plankton di tambak yaitu telah memiliki kecerahan air paling kurang 40 – 45 cm,

maka tambak dianggap telah memenuhi syarat untuk penebaran benur. Pada saat

akan melakukan penebaran benur windu, terlebih dahulu harus memeriksa atau

mengukur parameter airnya. Parameter air yang diperiksa meliputi suhu, salinitas

dan pH air, hal ini sangat perlu untuk dilakukan karena merupakan awal dari

menuju keberhasilan pemeliharaan.

Pada prinsipnya penebaran benur harus menghindari benur jangan sampai

stres akibat adanya perbedaan antara air di tambak dengan air yang ada di dalam

kantong benur. Sebelum dilakukan penebaran benur sebaiknya dilakukan

aklimatisasi salinitas air tambak.

a. Aklimatisasi Suhu

Aklimatisasi terhadap suhu air yang ada di dalam kantong benur dengan air di

tambak dilakukan dengan cara meletakkan kantong benur ke dalam petakan

tambak. Hal ini dilakukan hingga suhu air di dalam kantong mendekati dengan

suhu air yang sama dengan suhu air di dalam petakan tambak dengan tanda

munculnya embun di dalam kantong plastik benur.

b. Aklimatisasi Salinitas

Aklimatisasi salinitas dilakukan setelah aklimatisasi suhu selesai, kantong

benur windu dibuka dan kemudian dipindahkan ke dalam sebuah wadah

baskom. Kemudian dimasukkan air tambak secara berlahan-lahan ke dalam

wadah baskom yang telah terisi benur windu hingga kondisi air di dalam

wadah baskom mendekati salinitas dan suhu air di dalam tambak. Tujuan dari

aklimatisasi ini adalah untuk menghindari stres benur windu pada saat benur

ditebar di dalam tambak pembesaran.

Aklimatisasi diharapkan agar tingkat sintasan (tingkat kehidupan) dari

benur yang ditebar dapat memberikan keuntungan. Dalam penelitian ini yang

diijadikan sebagai bahan acuan lamanya aklimatisasi benur dengan perbedaan

salinitas yang pernah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi

Sulawesi Tengah pada Tabel 03.

Tabel 03. Perkiraan Aklimatisasi Benur Berdasarkan Perbedaan Salinitas Antara

Air Tambak dan Air Kantong Benur Dari BBIP Kampal (Penelitian,

2010)

Beda Salinitas (ppt) Waktu Aklimatisasi (menit)

5 – 10 ppt 30 – 45

10 – 15 ppt 35 – 45

>15 ppt 45 – 50

Page 220: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 220

Dari hasil penelitian berdasarkan perlakuan dengan menggunakan acuan

Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah tersebut tingkat mortalitas pada masa

penggelondongan hanya 2% dari jumlah tebar.

Pembesaran Udang Windu

Penerapan Sistem Modular

Pada beberapa daerah telah berkembang metode modular pada sistem

pembesaran udang windu maupun ikan bandeng. Sistem modular ini juga dikenal

dengan nama sistem pindah. Pembesaran udang windu dengan sistem modular,

dilakukan dengan memelihara udang pada lahan tambak seluas 0,3 Ha selama

kurang lebih 40 -50 hari dengan padat tebar di petak pentongkolan 6-10 ekor /m2

kemudian udang dipindahkan ke petak yang lebih besar dengan ukuran tambak

0,5 Ha untuk dipelihara dan diberikan pakan buatan hingga panen.

Pada saat umur udang windu telah mencapai 40 – 50 hari, maka udang

windu dapat dipindahkan ke petakan tambak yang lebih besar. Pada saat

pemindahan udang windu dari petak pentokolan ke petakan pembesaran lain,

digunakan alat bubu yang dipasang pada beberapa tempat. Pemasangan bubu

dilakukan pada sore hari dan pada pagi harinya baru diambil udang yang telah

masuk/terperangkap ke dalam bubu tersebut, yaitu bubu terbuat dari waring

berukuran mata jaring 1 mm berbentuk persegi empat dan memiliki alas yang

terbuat pula dari waring dengan ukuran 2x2 m2. Bagian depan dinding bubu yang

terbuat dari waring dibuat celah sehingga udang dapat masuk dengan bantuan

waring penghalang yang dipasang di bagian depan .

Pada saat pengambilan udang dari bubu dilakukan penghitungan udang

yang telah ditangkap dan kemudian dipindakan udang tersebut ke petak tambak

pembesaran. Tujuan dari penghitungan udang saat ditangkap, untuk mengetahui

angka kehidupan dan target rencana tebar pada lahan pembesaran yang baru.

Dengan dilakukannya penerapan metode modular, maka diharapkan udang windu

dapat hidup dan tumbuh dengan cepat serta sehat karena berada di lahan tambak

yang masih bersih dan subur.

Pemindahan total udang windu dari petak pentokolan ke petak pembesaran

dapat pula dilakukan melalui pintu air dengan cara menggunakan kantong panen.

Kantong panen tersebut terbuat dari waring ukuran 1mm yang dipasang pada

pintu air tambak. Penebaran benur udang windu pada metode modular sejumlah

30.000 ekor dengan sintasan (tingkat kehidupan) 53% atau 16.000 ekor yang

dapat bertahan hidup di petak pentokolan/penggelondongan.

Pemberian Pakan

Pada pembesaran udang windu, pemberian pakan perlu untuk diberikan,

akan tetapi pada awal pemeliharaan udang windu, pakan alami masih merupakan

Page 221: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 221

makanan andalan udang sampai umur kurang lebih 40 hari. Pemberian pakan dua

kali sehari.

Pada pemberian pakan buatan (pellet) udang windu dibagi dalam 40%

diberikan pada pagi hari dan 60% diberikan pada sore atau malam hari. Hal ini

dilakukan karena udang windu cenderung aktif mencari makan pada malam hari.

Pada umumnya pemberian pakan pada udang windu berkisar 3% dari berat

tubuh udang tersebut. Berat rata – rata perekor 5 gram, jumlah tebar 16.000

ekor/0,5 Ha dengan sintasan 95% maka perhitungannya adalah sebagai berikut :

a. Biomassa = (16.000 x 95%) x 5 gram

= 76 kg

b. Pakan = 76 x 3%

= 2,28 kg/hari

Jadi pemberian pakan untuk penebaran udang windu dengan jumlah padat

tebar 16.000 ekor/0,5 Ha dengan sintasan 95% dan hasil sampling berat rata

udang 5 gram, maka pakan yang diberikan setiap harinya adalah 2,28 kg. Jumlah

pakan yang diberikan akan terus meningkat volumenya mengikuti umur,

pertumbuhan harian dan populasinya yang tetap mengacu pada hasil sampling,

untuk pemberian pakannya dilakukan pada pagi hari jam 06.00 wita dan sore hari

jam 18.30 wita.

Sampling Populasi Udang Windu

Pada dasarnya pada kegiatan sampling udang bertujuan untuk mengetahui

populasi udang di lahan tambak selain itu dapat pula mengetahui pertumbuhan

rata- rata udang windu yang dipelihara. Untuk udang windu yang masih berumur

dibawah dua bulan, pengecekan dapat dilakukan dengan menghitung jumlah

udang di ancho saat pemberian pakan di ancho. Sedangkan untuk mengetahui

berat udang dapat dilakukan dengan menimbang udang hasil tangkapan melalui

ancho.

Udang windu yang telah berumur lebih dua bulan atau kurang lebih 60

hari, pengecekan populasi dan berat rata-rata udang dapat dilakukan dengan

menggunakan jala lempar. Kegiatan sampling dengan menggunakan jala lempar

dilakukan dengan melakukan pelemparan jala atau sampling sebanyak 5 – 6 kali

untuk luas lahan 0,5 Ha dan kegiatan sampling sebaiknya dilakukan pada pagi

hari. Adapun alat pendukung kegiatan sampling udang yaitu timbangan, ember,

jala lempar, dan kalkulator.

Udang windu yang telah berumur lebih dua bulan atau kurang lebih 60

hari, pengecekan populasi dan berat rata-rata udang dapat dilakukan dengan

Page 222: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 222

menggunakan jala lempar dengan menggunakan rumus perhitungan populasi di

bawah ini :

Populasi = Jumlah Hasil Jala x Luas Lahan x Faktor Koreksi

Luas Buka Jala

Faktor koreksi ini berkisar antara 70 – 90 % dimana tergantung pula dari

bersih atau tidaknya dasar petakan tambak yang dilakukan sampling.

Pengamatan Pertumbuhan Udang Windu

Selanjutnya dilakukan pengamatan perkembangan harian dilakukan. Hal

ini kadang dilakukan dengan melakukan pengamatan udang melalui ancho yang

dipasang pada setiap jembatan ancho. Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan di lokasi penelitian, pertumbuhan udang windu sangat erat

hubungannya dengan penggantian kulit atau moulting. Nafsu makan udang windu

mulai menurun pada 1 – 2 hari sebelum moulting dan aktifitas makannya berhenti

sesaat akan moulting. Pada umumnya udang windu moulting pada malam hari,

proses moulting udang windu dapat berjalan tidak sempurna atau gagal apabila

kondisi udang tidak normal.

Udang windu yang melakukan moulting dalam waktu lama menunjukkan

gejalah kulit luar ditumbuhi lumut. Usaha yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya udang terjangkit lumutan yaitu dengan sering melakukan pergantian air

tambak. Hasil pengamatan pertumbuhan udang windu dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 04. Pertumbuhan Udang Windu.

Umur Udang (Hari) Berat Udang/Ekor (Gram)

29 Hari 2,50 gram

37 Hari 5,50 gram

46 Hari 8,00 gram

55 Hari 10,00 gram

64 Hari 15,00 gram

73 Hari 20,10 gram

82 Hari 24,00 gram

91 Hari 28,00 gram

102 Hari 29.10 gram

110 Hari 31.55 gram

120 Hari 34,00 gram

Sumber : Hasil Penelitian, 2013.

Pertumbuhan udang windu juga dapat terhambat apabila salinitas air di

tambak sangat tinggi, untuk pembesaran udang windu sebaiknya salinitas air di

tambak pembesaran berkisar 10 – 25 ppt. Salinitas yang tinggi dapat

Page 223: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 223

menghambat atau menyebabkan sulitnya udang untuk moulting karena kulit

udang cenderung keras. Suhu air di tambak berhubungan dengan nafsu makan,

pada saat suhu air kurang di bawah 25 0C nafsu makan udang windu menurun

dan kurang aktif untuk mencari makan (Rackmatun dan Takarina, 2009).

Nafsu makan udang dapat diketahui dengan cara melihat isi ususnya dan

tekstur badannya. Udang windu yang nafsu makannya menurun dapat dilihat dari

ususnya yang nampak terputus – putus isi ususnya dan memiliki tekstur daging

badannya yang agak keropos. Pengamatan kesehatan udang windu dapat dilihat

pada Gambar 02.

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian, 2013

Gambar 02. Pengamatan Nafsu Makan Udang.

.

Penerapan Biosekuriti

Penerapan biosekuriti pada pembesaran udang windu sangat perlu

dilaksanakan. Hal ini merupakan suatu strategi dalam manajemen pembesaran

udang, berupa serangkaian tindakan atau langkah – langkah terpadu untuk

mencegah masuknya berbagai penyebab penyakit (virus, bakteri, dan jamur) di

dalam lingkungan budidaya.

Biosekuriti diartikan sebagai usaha mencegah atau mengurangi peluang

masuknya dan menyebarnya suatu penyakit dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Untuk dapat mencegah masuknya penyakit, maka saluran pembuangan (saluran

air sekunder) dan saluran pemasukan air tambak (saluran primer) harus dibedakan

dan dijaga tingkat kebersihannya baik dari predator maupun dari lingkungan air

yang tidak baik.

Penerapan biosekuriti dilakukan sejak awal yakni dengan melakukan hal-

hal sebagai berikut:

Page 224: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 224

1. Melaksanakan persiapan tambak dengan memulai pemeliharaan berupa

pengeringan, pembalikan tanah dasar tambak, dan pengapuran.

2. Memasang saringan waring ukuran mata jaring 0,5 mm untuk pengisian air

pada awal penebaran benur pada pintu air maupun pada pipa pemasukan

dengan menggunakan pompa.

3. Memiliki saluran primer (saluran pemasukan air tambak) dan saluran sekunder

(saluran pembuangan air tambak).

4. Memakai air yang bersih untuk tambak dan menghindari dari masuknya biota

lain yang dapat membawa penyakit seperti kepiting, rajungan dan ikan – ikan

liar.

5. Menggunakan benih udang yang dijamin kesehatannya dan bebas dari virus,

bakteri, dan jamur.

6. Selalu memperhatikan/menjaga kualitas air tambaknya dan mengontrol

pertumbuhan dan kesehatan udang selama masa pemeliharaan.

Panen Udang Windu

Kegiatan panen merupakan akhir dari proses pemeliharaan yang dilakukan

selama kurang lebih lima bulan atau berumur 150 hari. Sebelum dilakukan panen,

terlebih dahulu melakukan pengambilan sampel untuk mengetahui bila ada udang

yang moulting. Selain itu untuk dapat memastikan kualitas udang yang akan

dipanen. Kegiatan panen dilakukan pada pagi hari atau pada saat suhu udara

masih rendah karena udang sangat sensitif terhadap sinar matahari.

Sebelum melakukan panen, terlebih dahulu mempersiapkan tempat udang

box sterofoam, es, pompa air, ember, baskom, keranjang, dan timbangan.

Kegiatan pemanenan dilakukan dengan menyiapkan jaring kantong panen yang

dipasang pada pintu air. Panjang jaring kantong sekitar 6 m yang dipasang di

mulut pintu air tambak, pintu air dibuka sehingga udang ikut hanyut ke arah pintu

air. Udang yang telah dipanen selanjutnya dicuci dengan air bersih dan airnya

ditiriskan pada keranjang untuk ditimbang. Udang yang telah ditimbang,

dimasukkan ke dalam box styrofoam dan diberi es agar kualilitasnya dapat terjaga.

Hasil panen udang windu dengan metode modular sebanyak 530 kg memiliki

ukuran (size) antara 28 - 30 ekor/kg, sintasan di lahan pembesaran 94% dengan

lama umur pemeliharaan mulai dari pentokolan atau pengelondongan hingga

panen berlangsung selama 150 hari.

Analisis Usaha

Modal Usaha dan Pendapatan

Analisis usaha dalam penelitian ini dengan menggunakan data investasi

pemilik tambak sebagai dasar perhitungan biaya tetap sedangkan biaya tidak tetap

bersumber dari peneliti untuk mengetahui layak secara ekonomi.

Page 225: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 225

1. Biaya Investasi

Modal usaha pemilik tambak udang windu sebagai lokasi penelitian berupa

biaya investasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 05. Modal Investasi

No Jenis Barang

Jangka

Usia

Teknis

Harga Penyusutan/

Tahun

1. Lahan Tambak 1 Ha 15 tahun Rp.10.500.000 Rp. 700.000

2. Rumah Jaga 10 tahun Rp. 2.500.000 Rp. 250.000

3. Mesin Pompa 16 PK 5 tahun RP. 1.500.000 Rp. 300.000

4. Jala 4 tahun Rp. 80.000 Rp. 20.000

5. Pipa PVC 8 inchi 5 tahun Rp. 200.000 Rp. 40.000

6. Pipa PVC 6 inchi 5 tahun Rp. 100.000 Rp. 20.000

7. Pintu Air 5 tahun Rp. 300.000 Rp. 60.000

8. Timbangan 50 Kg 5 tahun Rp. 150.000 Rp . 30.000

9. Timbangan 5 Kg 5 tahun Rp. 50.000 Rp. 10.000

10 Baskom 2 tahun Rp. 20.000 Rp. 10.000

11 Ember 2 tahun Rp. 12.000 Rp. 6.000

12 Keranjang Plastik 4 tahun Rp. 100.000 Rp. 25.000

13 Saplak (patiba) 5 tahun Rp. 40.000 Rp. 8.000

14 Cangkul 5 tahun Rp. 40.000 Rp. 8.000

15 Waring Panen 5 tahun Rp. 30.000 Rp. 6.000

16 box strifon 4 tahun Rp. 250.000 Rp. 62.500

17 Refraktometer 5 tahun Rp. 800.000 Rp. 160.000

18 pH Scan 5 tahun Rp. 200.000 Rp. 40.000

19 Alat Tangkap Udang

Bubu

5 tahun Rp. 100.000 Rp. 20.000

20 Saringan Air Untuk

Biosekuriti

2 tahun Rp. 100.000 Rp 50.000

21 Jembatan Ancho dan

Ancho Pakan

2 tahun Rp. 200.000 Rp. 100.000

Jumlah Rp.17.272.000 Rp. 1.925.500 Sumber : Hasil Penelitian, 2013.

Modal investasi untuk usaha tambak udang windu yaitu Rp. 17.272.000,-

2. Biaya Tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan berdasarkan data diolah pada waktu penelitian

untuk proses produksi pertahunnya dapat dilihat pada Tabel 06.

Page 226: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 226

Tabel 06. Biaya Tetap

No. Uraian Biaya Jumlah (Rp)

1. Pajak Usaha Rp. 100.000

2. Biaya Penyusutan Rp. 1.925.500

3. Biaya Perawatan Tambak Rp. 1.000.000

4. Gaji Tenaga Kerja Rp. 8.400.000

Jumlah Rp. 11.425.500

Sumber : Data Diolah Hasil Penelitian, 2013.

3. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap yang dikeluarkan pada saat penelitian dapat dilihat pada

Tabel 07.

Tabel 07. Biaya Tidak Tetap

No Uraian Jumlah Harga

Satuan

Jumlah Harga

(Rp)

1. Benur Pl 15 30.000 Ekor Rp. 33 Rp. 990.000

2. Pupuk Urea 1 Sak Rp. 75.000 Rp. 75.000

3. Pupuk SP 36 1 Sak Rp. 100.000 Rp. 100.000

4. Pakan 250 Kg Rp. 7.000 Rp. 1.750.000

5. Kapur Bangunan 600 Kg Rp. 500 Rp. 300.000

6. Sewa Traktor 1 Ha Rp. 250.000 Rp. 250.000

7. Solar 60 liter Rp. 4.500 Rp. 270.000

8. Es Balok 10 Batang Rp. 20.000 Rp. 200.000

9. Survey Harga Udang

(melalui Telpon)

3 Tempat Rp. 20.000 Rp. 60.000

10. Upah Pekerja Panen 3 Orang Rp. 30.000 Rp. 90.000

11. Perjalanan Bawa Hasil

Panen Ke Makassar PP

3 Hari Rp. 500.000 Rp. 1.500.000

Jumlah Rp. 5.585.000 Sumber : Data Diolah Hasil Penelitian, 2013.

4. Produksi dan Penerimaan

Hasil produksi udang windu untuk satu siklus 530 Kg dengan rincian sebagai

berikut :

- Ukuran size 28 ekor/kg = 445 kg

- Ukuran size 30 ekor/kg = 85 kg

- Harga udang windu ukuran size 28 ekor/kg = Rp. 76.000,-

- Harga udang windu ukuran size 30 ekor/kg = Rp. 65.000,-

Jadi pendapatan hasil penjualan udang windu yaitu :

- Udang windu size 28 ekor/kg sebanyak 445 kg x Rp. 76.000,-= Rp.

33.820.000,-

- Udang windu size 30 ekor/kg sebanyak 85 kg x Rp. 65.000,- = Rp.

5.525.000,-

Page 227: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 227

- Total pendapatan hasil panen udang windu untuk 1 siklus = Rp.

39.345.000,-

5. Total Biaya

Biaya Tetap (FC) + Biaya Tidak Tetap (VC)

Rp. 11.425.500,- + Rp. 5.585.000,- = Rp. 17.010.500,-

6. Pendapatan Bersih

Pendapatan Kotor – Total Biaya

Rp. 39.345.000 - Rp. 17.010.500,- = Rp. 22.334.500,-

7. Arus Kas

Laba + Penyusutan

Rp. 22.334.500,- + Rp. 1.925.500,- = Rp. 24.260.000,-

Dari hasil panen 530 kg/siklus dengan rincian 445 kg ukuran size 28 ekor/kg

harga jualnya Rp. 76.000,- dan 85 kg ukuran size 30 ekor/kg harga jual Rp.

65.000,-.

dengan masa budidaya hingga panen selama 150 hari. Hasil panen di pasarkan

keluar daerah yaitu di perusahaancold storage PT. Multi Monodon Indonesia di

Makassar.

Usaha budidaya udang windu di Desa Tindaki dengan lahan tambak 1 Ha

yang dibagi menjadi dua petak tambak. Ukuran tambak masing-masing berukuran

0,3 Ha untuk penggelondongan/pendederan benur windu (lahan tambak untuk

penerapan metode modular) dan lahan tambak ukuran 0,5 Ha digunakan sebagai

pembesaran dengan modal investasi Rp. 17.272.000,- untuk pembelian lahan,

peralatan kerja, dan rumah jaga. Berdasarkan hasil analisa biaya operasional

produksi (total biaya) sebesar Rp. 17.010.500,- yang meliputi pengadaan benur,

pakan udang, saprotan (pupuk dan kapur) produksi, biaya penyusutan, upah

tenaga kerja, perawatan tambak, dan pajak usaha. Pendapatan bersih untuk usaha

budidaya udang windu adalah Rp. 22.334.500,-.

Analisa Usaha Ekonomi

Menilai layak atau tidaknya usaha pembesaran udang windu (Penaeus monodon)

dengan penerapan metode modular dan biosekuriti dapat dilihat dengan rumus

analisis yaitu :

1. Benefit Cost Ratio :

Total Pendapatan

BC Ratio = ------------------------

Total Biaya

Rp. 39.345.000,-

= ------------------------

Rp. 17.010.500,-

= 2,31

Page 228: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 228

Hasil perhitungan besarnya Benefit Cost Ratio (BCR) diperoleh nilai sebesar

2,31 benefit cost ratio yang lebih besar dari (1), hal ini memberikan petunjuk

bahwa usaha pembesaran udang windu dengan penerapan metode modular dan

biosekuriti layak.

2. Pay Back Periode

Investasi

PP = ------------------------

Arus Kas

Rp. 17.272.000,-

PP = ------------------------

Rp. 24.260.000,

= 0,71 tahun

Jangka waktu 0,71 tahun atau dalam jangka waktu tidak sampai setahun

yaitu 8 bulan 16 hari waktu yang dibutuhkan dalam pengembalian modal.

3. Break Event Point :

Biaya Tetap (FC)

BEP = -----------------------------

Biaya Tidak Tetap (VC)

1- -----------------------------

Penjualan (S)

Rp. 11.425.500,-

BEP = -----------------------------

Rp. 5.585.000,-

1- -------------------------

Rp. 39.345.000,-

Rp. 11.425.500,-

BEP = -----------------------------

1- 0,141

Rp. 11.425.500,-

BEP = -----------------------------

0,858

= 13.316.433.5 BEP dalam Rupiah

Page 229: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 229

= 204,8 BEP dalam kg

(Untuk ukuran size 30 ekor/kg, harga Rp. 65.000/kg)

= 175,1 BEP dalam kg

(Untuk ukuran size 28 ekor/kg, harga Rp. 76.000/kg)

Setelah dilakukan perhitungan Break Event Point, maka diperoleh nilai

sebesar Rp. 13.316.433,5pada tingkat produksi untuk ukuran size 30 ekor/kg

dengan harga jual Rp. 65.000/kg yaitu 204,8 kg sedangkan untuk ukuran udang

size 28 ekor/kg dengan harga jual Rp. 76.000/kg yaitu 175,1 kg. Berdasarkan hasil

perhitungan Break Event Point maka total produksi berada di atas Break Event

Point.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian mengenai

analisis usaha pembesaran udang windu (Penaeus monodon)sistem ekstensif plus

dengan metode modular dan biosekuriti di Desa Tindaki Kecamatan Parigi

Selatan Kabupaten Parigi Moutong yaitu :

1. Penerapan metode modular ini menggunakan dua Lahan petak tambak paling

efektif dimana petak tambak pertama luas lahan 0,3 Ha dan petak pembesaran

0,5 Ha.

3. Penerapan biosekuriti sangat penting dilakukan mengingat pada pembesaran

udang windu sangat rentan terhadap penyakit.

4. Padat penebaran benur 30.000 ekor pada penerapan metode modular dengan

sintasan (tingkat kehidupan) 53% atau 16.000 ekor yang dapat bertahan hidup.

Hasil panen pembesaran udang windu sebanyak 530 kg dengan sintasan 94%

pada lahan tambak pembesaran hingga panen.

5. BCR Usaha pembesaran udang windu sistem ekstensif plus dengan metode

modular dan biosekuriti ini sebesar 2,31 nilai Pay Back Periode 0,71 tahun, dan

nilai Break Event Point adalah 13.316.433,5 dalam Rupiah, 204,8 dalam kg

untuk ukuran udang size 30 ekor/kg harga jual Rp. 65.000,- dan 175,1 dalam

kg untuk ukuran udang size 28 ekor/kg harga jual Rp. 76.000,-.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2006. Kiat Mengatasi Permasalahan Budidaya Udang Windu Secara

Intensif, Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta.

Amri, K dan Kanna I, 2008. Budidaya Udang Vanname Secara Intensif, semi

Intensif dan Tradisional,

Page 230: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 230

Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Effendi, S. 2004. Manajemen Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon). Di

Tambak Ekstensif. Makalah Pelatihan Pembenihan, Pembudidayaan

dan Kesehatan Ikan/Udang se Indonesia Timur. Departemen Kelautan

dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya

Air Payau Takalar.

Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta

Murdjani, M. 2007. Penerapan Better Management Praktices (BMP) pada

Budidaya Udang Windu Intensif. Departemen Kelautan dan Perikanan,

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan

Budidaya Air Payau Jepara.

Nur,aini, YL. 2006. Penyakit pada Budidaya Udang. Departemen Kelautan dan

Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air

Payau. Situbondo.

Rahardi F, Kristiawati R, dan Najarudin. 1993. Agribisnis Perikanan. Penerbit

Penebar Swadaya, Jakarta.

Rachmatun dan Takarina, E.P. 2009. Panduan Manajemen Budidaya Udang

Windu, Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Riyanto, B. 1990. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Penerbit

Gajah mada, Jogyakarta.

Samsudin, L. 1998. Manajemen Keuangan Konsep Aplikasinya dalam

Perencanaan Pengawasan Pengambilan Keputusan. Penerbit

PT.Handirdita. Jakarta.

Taslihan A. Supito, Effendi, 2005. Manajemen Penerapan Biosekuriti pada

tambak Skala semi Intensif dengan penekanan Pengendalian Penyakit

Bercak Putih . Departemen Kelautan dan perikanan Direktorat Jendral

Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau.

Jepara.

Page 231: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 231

Evaluasi Teknis Dan Ekonomis Perikanan Jaring Insang Permukaan

(Surface Gillnet) Di Teluk Kota Palu

Ahsan Mardjudo

Dosen Fakultas Perikanan UNISA Palu

HP. 082192416776 Email: [email protected]

Abstrak

Indonesia adalah negara maritim dan kepulauan yang memiliki berbagai sumberdaya

hayati kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Indonesia terangkai oleh

17.480-an pulau, terdiri dari kawasan pesisir dan lautan dengan panjang garis pantai

95.181 km terbentang dari Sabang hingga Merauke. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui kelayakan usaha ditinjau dari aspek teknis dan ekonomis alat tangkap jaring

insang permukaan yang berada di Teluk Kota Palu. Sedangkan kegunaan penelitian ini

dapat memberikan pemahaman dan motivasi bagi semua orang dalam berusaha dibidang

penangkapan ikan dan untuk menambah kedisiplinan ilmu dibidang teknik usaha

penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang permukaan (Surface

gillnet). Teknik pengoperasian alat tangkap jaring insang permukaan meliputi :

persiapan alat, penurunan alat tangkap (setting), perendaman alat tangkap (Soaking),

penarikan alat tangkap (hauling). Jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh oleh para

nelayan adalah jenis ikan laying, ikaan kembung, ikan selar dan ikan bête-bete yang

dijual langsung kepada konsumen.Usaha Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap

jaring insang permukaan (surface gillnet) menghasilkan nilai BCR 0,82., nilai ini

menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang

permukaan tidak layak dikembangkan, karena Benefit Cost Ratio lebih kecil dari satu

(BCR < 1 ). Break Event Point sebasar Rp. 24.562.222 (BEP rupiah), 2.456,222 (BEP

produk). Payback Period (PP) didapatkan hasil yaitu -81,40 (minus dalapan puluh satu

koma empat puluh). Karena PP negative, maka hasil penelitian tidak layak untuk

dikembangkan. Bila PP-nya positif berarti penelitian layak untuk dikembangkan.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Katakunci : Evaluasi teknis, Ekonomis, Perikana, Jaring insang permukaan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara maritim dan kepulauan yang memiliki berbagai

sumberdaya hayati kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam.

Indonesia terangkai oleh 17.480-an pulau, terdiri dari kawasan pesisir dan lautan

dengan panjang garis pantai 95.181 km terbentang dari Sabang hingga Merauke.

Panjang garis pantai Indonesia adalah yang terpanjang ke empat di dunia setelah

Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Hampir tiga - perempat wilayah Indonesia

berupa laut dengan perkiraan luas total laut mencapai 7,9 juta km atau 790 juta

hektar, termasuk daerah Zona Ekonomi Eksklusif (Subianto P, dkk, 2009).

Page 232: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 232

Kegiatan penangkapan ikan di laut pada akhir-akhir ini semakin

berkembang seiring dengan kemanjuan teknologi penangkapan ikan di laut dan

berhasilnya program motorisasi armada penangkapan ikan di laut oleh pemerintah

dalam hal ini Dirjen Perikanan. Situasi perkembangan kegiatan penangkapan ikan

di laut tersebut dapat dilihat pada perkembangan jenis dan ukuran kapal

penangkapan ikan serta jenis alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan

maupun perusahaan perikanan yang beroperasi di bidang penangkapan ikan di laut

(Satria A, 2001).

Alat tangkap dan teknik penangkapan ikan yang digunakan nelayan

Indonesia umumnya masih bersifat tradisional. Jika ditinjau dari prinsip teknik

penangkapan ikan di Indonesia terlihat telah banyak memanfaatkan tingkah laku

ikan (fish behaviour) untuk tujuan penangkapan ikan. Selain itu nelayan juga

telah mengetahui ada sifat - sifat ikan yang berukuran besar memangsa ikan kecil

sehingga dengan adanya ikan kecil di tempat penangkapan maka ikan - ikan

besar pun akan mendatangi ke tempat tersebut. Hal tersebut membuktikan

perkembangan peradaban manusia, dapat mendorong manusia untuk semakin

kreatif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Gillnet sering diterjemahkan sebagai “jaring insang”, “jaring rahang” dan

lain sebagainya. Gillnet adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang,

memiliki mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih

pendek jika dibandingkan dengan panjangnnya. Tertangkapnya ikan - ikan

dengan Gillnet ialah dengan cara bahwa ikan - ikan tersebut terjerat (gilled) pada

mata jaring atupun terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring (Ayodhyoa, 1981).

Lebih lanjut dikatakan bahwa, perkembangan perikanan tangkap dari waktu ke

waktu terus bergerak dinamis, sehingga peranan alat penangkapan ikan khususnya

jaring insang permukaan (surface gillnet) diharapkan mampu memberikan

pendapatan atau kontribusi bagi masyarakat khususnya masyarakat nelayan.

Teluk Kota Palu memiliki potensi perikanan dan kelautan yang

memungkinkan untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan di

wilayah itu. Usaha penangkapan ikan di wilayah ini sudah lama dilakukan oleh

nelayan setempat, sehingga daerah menjadi penting sebagai sumber pendapatan

para nelayan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Secara umum nelayan kecil di

wilayah ini masih menggunakan alat tangkap jaring insang permukaan yang

tradisional.

Memperhatikan hal tersebut di atas, maka penelitian tentang “Evaluasi

teknis dan ekonomis alat tangkap jaring insang permukaan (Surface gill net) di

Teluk Kota palu” menjadi penting untuk dilakukan, mengingat hal ini akan

menghasilkan informasi terhadap keberlanjutan daripada usaha penangkapan ikan

yang ditekuni oleh nelayan di wilayah ini. Penelitian ini ditekankan pada evaluasi

teknis dan ekonomis usaha perikanan jarring insang permukaan (surface gillnet).

Page 233: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 233

Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi secara teknis

dan ekonomis usaha perikanan jaring insang permukaan (surface gillnet) yang

berada di Teluk Kota Palu. Sedangkan kegunaan penelitian ini dapat memberikan

informasi kepada seluruh stakeholders yang berusaha di perikanan tangkap.

Lebih khusus lagi usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap

jaring insang permukaan (Surface gillnet).

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 4 (empat) bulan, yaitu

dimulai bulan Januari 2014 sampai dengan bulan April 2014, bertempat Teluk

Kota Palu.

Kegiatan penelitian meliputi:

(1) Survey awal penentuan lokasi untuk kegiatan pengoperasian alat tangkap

gillnet permukaan yang sesuai dengan daerah penangkapannya.

(2) Percobaan pengoperasian alat tangkap gillnet permukaan pada bulan Maret

2014.

(3) Pengambilan data-data yang berkaitan dengan biaya-biaya yang digunakan

dalam kegiatan pengoperasian alat tangkap gillnet permukaan.

(4) Alat dan bahan yang digunakan adalah (1) Perlengkapan alat tulis; (2)

Kuesioner (3) Satu unit perahu penangkap ikan; dan (4) Kamera.

2.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang merupakan

suatu metode ilmiah dalam memperoleh keterangan yang lebih jelas tentang fakta

yang ada di lapangan terhadap suatu persoalan tertentu (Suradjiman, 1996).

2.4. Pengumpulan Data

Pencatatan data hasil tangkapan gillnet permukaan pada saat

pengoperasian alat tangkap untuk keperluan data-data teknis. Sedangkan untuk

data-data perhitungan ekonominya adalah melakukan wawancara langsung

terhadap responden yaitu nelayan pemilik alat tangkap gillnet permukaan.

Pengambilan data-data ekonomi dengan cara acak sengaja yaitu peneliti hanya

dapat mengambil 10 nelayan sebagai sampel. Adapun alasan pengambilan sampel

10 nelayan ini adalah karena tingkat homogenitas nelayan.

Page 234: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 234

2.5. Analisis Data

Untuk mengetahui aspek teknis usaha perikanan jarring insang permukaan,

maka digunakan metode analisa deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki,

sedangkan untuk menganalisa aspek ekonomis untuk mendapatkan hasilnya

digunakan rumus Benefit Cost Ratio (BCR) sebagaimana dikemukakan oleh Nazir

(1996), bahwa untuk mengetahui kelayakan usaha atau tingkat efesiensi biaya

yang digunakan dalam suatu usaha dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai

berikut:

B/C Ratio = Total Penerimaan (TR)

Total Biaya (TC)

Keterangan :

Total Penerimaan = Harga Penjualan × Total Produksi

Total Biaya = Biaya Total Yang dikeluarkan Untuk Proses Produksi

Lebih lanjut dikatakan, bahwa untuk menghitung titik impas atau jumlah

penghasilan tetap, maka digunakan perhitungan Break Event Point (BEP) dengan

rumus sebagai berikut :

BEP =

Biaya Tetap

1 - Biaya Tidak Tetap

Total Penerimaan

BEP (Unit) =

Total Biaya

Harga Jual Perkemasan

Sedangkan untuk menghitung masa atau periode yang dibutuhkan dalam

menutupi kembali modal yang ditanamkan dalam usaha penangkapan ikanmaka

digunakan metode analisa Payback Period (Syamsuddin, 1995).

Payback Period = Investasi

Arus kas

Keterangan :

Investasi = Modal awal suatu usaha

Arus Kas = Pendapatan bersih (Laba + Penyusutan)

Page 235: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 235

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Keaadaan Umum Lokasi Penelitian

Luas Wilayah Teluk Palu kurang lebih panjang 16 mil laut dan lebar 4 mil

laut, degan garis pantai di wilayah Teluk Kota Palu diperkirakan 42 Km. Secara

administrasi Teluk Palu masuk dalam wilayah Kota Palu dan Kabupaten

Donggala. Untuk luas wilayah Kota Palu sendiri yaitu 225,80 Km, yang bebatasan

dengan sebelah Utara Kecamatan Tanah Ntovea, Sebelah Timur Kecamatan

Sigibiromaru, sebelah Selatan Kecamatan Dolo, dan sebelah Barat dengan

Kecamatan Banawa (Mardjudo A, 2002). Untuk batas wilayah Teluk Kota Palu

secara administrasi adalah sebelah Selatan sampai kelurahan Watusampu dan

sebelah utara sampai kelurahan Pantoloan.

Perairan Selat Makassar dalam pengelolaan perikanan masuk dalam

kategori Zona I memiliki potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 68.000

ton pertahun, yaitu jenis pelagis kecil sebesar 33.230 ton pertahun (49%), ikan

pelagis besar 14.280 ton pertahun (21%), ikan demersal 13.600 ton pertahun

(20%) dan sisanya 10% termasuk udang (Diskanlut Sulteng, 1997; Mardjudo, A.,

2002), serta potensi terumbu karang, padang lamun dan mangrove (hasil survey

PMB, 2006).

Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Teluk Kota Palu pada umumnya

dlakukan pada sore hari pukul 17.00 sampai subuh sekitar jam 05.00 Wita, tapi

semua kegiatan penangkapan tergantung dari alat tangkap yang digunakan oleh

nelayan setempat. Waktu penangkapan tidak mengenal musim, setiap hari nelayan

melakukan kegiatan penangkapan. Kondisi perairan Teluk Kota Palu biasa juga

pada sore hari terjadi angin kencang menyebabkan gelombang dan ombak besar di

wilayah itu. Tapi justru adanya gelombang, ombak dan arus kencang menjadikan

perairan di sekitar daerah penangkapan (fishing ground) menjadi subur dan

banyak ikan yang bermain mengejar makanannya.

3.2. Deskripsi Jaring Insang Permukaan (surface gillnet)

Jaring insang permukaan (Surface gillnet) termasuk alat tangkap ikan yang

bersifat pasif, yang dipasang dengan cara menghadang arah renang ikan, terutama

untuk ikan yang suka hidup bergerombol. Jaring akan lebih efisien apabila warna

jaring disesuaikan dengan warna air. Masyarakat nelayan di Teluk Kota palu pada

umumnya menggunakan bahan tali nilon (monofilament). Bagian-bagian dari

jaring insang permukaan yang terdapat di lokasi praktek adalah jarring utama, tali

selembar, tali pelampung, pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, dan pemberat.

Adapun gambar konstruki alat tangkap jaring insang permukaan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

Page 236: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 236

Sumber : Hasil Penelitian, 2014.

Gambar 01 : Konstruksi jaring insang permukaan(Surface gillnet)

Keterangan : 1. Pelampung 5. Pemberat

2. Tali pelampung 6. Tali ris bawah

3. Tali Ris Atas 7. Pelampung

4. Jaring

3.3. Metode Pengoperasian Jaring Insang Permukaan (Surface gillnet)

Jarring insang permukaan (Surface gillnet) dalam pengoperasiannya

diklasifikasi ke dalam alat tangkap pasif karena dipasang untuk menghadang arah

gerak ikan. Metode penangkapan dengan alat tangkap di suatu daerah banyak

dipengaruhi oleh karakteristik dan kondisi perairan dimana daerah penangkapan

(fishing ground) memungkinkan untuk melakukan penangkapan ikan. Metode

pengoperasian jaring insang permukaan dalam penelitian dapat digambarkan

dalam berbagain tahapan yang meliputi tahapan persiapan, tahapan penurunan

jarring (setting), tahapan penarikan jarring (hauling) dan tahapan pengambilan

hasil tangkapan. Berikut ini adalah persiapan alat penangkapan sebelum berangkat

menuju daerah penangkapan fishing ground dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian, 2014

Gambar 02 : Persiapan Alat Penangkapan

Page 237: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 237

Penurunan Alat Tangkap (Setting)

Pada saat penurunan jaring (setting) diusahakan agar jaring tersebut

melawan arus karena kedudukan jaring paling baik adalah memotong arus agar

ikan yang berenang dapat melintasi atau menabrak jaring, dengan demikian dapat

tertangkap dengan terjerat ataupun terbelit pada jaring. Penurunan jaring dimulai

dari penurunan pelampung tanda yang diikat pada ujung tali selembar depan,

kemudian tali selembar bawah, lalu jaring dan terakhir tali selembar belakang

pada ujung akhir jaring yang biasanya diikatkan pada perahu.

Adapun proses penurunan alat tangkap jaring insang permukaan dapat

dilihat pada gambar berikut ini :

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian, 2014.

Gambar 03 : Penurunan Alat Tangkap (Setting)

Perendaman Alat Tangkap(Soaking)

Setelah jaring diturunkan, kemudian jaring dibiarkan direndam sekitar 2

jam lamanya. Bila hasil penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kurang

lebih 2 jam, sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang maka jaring dapat

lebih lama direndam di dalam perairan yaitu sekitar 4-5 jam bila daerah

penangkapannya tidak begitu jauh dari pangkalan. Untuk lebih jelasnya proses

perendaman jaring dapat dilihat pada gambar di berikut ini :

Gambar 04 : Proses Perandaman Jaring (soaking).

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian, 2014.

Page 238: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 238

Penarikan Alat Tangkap(Hauling)

Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 2 jam, jaring dapat

diangkat (dinaikkan) ke atas perahu untuk diambil ikannya bila hasil penangkapan

baik, maka nelayan kembali kepangkalan untuk mengeluarkan ikan dari jaring lalu

nelayan tersebut kembali mengoperasikan alat tangkapnya. Urutan pengangkatan

jaring merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat tangkap yaitu dimulai dari

tali selembar belakang, tali selembar muka dan terakhir pelampung tanda.

Berikut adalah kegiatan pada saat penarikan alat tangkap dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian, 2014.

Gambar 05 : Penarikan Alat Tangkap (Hauling)

Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian, 2014.

Gambar 06 :Jenis Ikan hasil tangkapan jaring insang permukaan

Page 239: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 239

3.4. Analisis Ekonomis Jaring Insang Permukaan(surface gillnet)

Modal Usaha

Modal usaha yang digunakan oleh para nelayan di lokasi penelitian

merupakan modal sendiri.Modal digunakan untuk membiayai aktiva tetap dan

aktiva lancer. Aktiva tetap merupakan aktiva yang tahan lama dan secara

berangsur-angsur dapat habis dalam berjalannya proses produksi. Sedangkan

aktiva lancar merupakan aktiva yang dapat habis dalam satu kali proses produksi

dalam jangka waktu yang singkat.

1. Biaya Investasi

Modal usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang

permukaan di lokasi penelitian berupa biaya investasi dapat dilihat pada Tabel

berikut :

Tabel 01 : Biaya Investasi Para Nelayan

RESPONDEN INVESTASI TOTAL

INVESTASI PERAHU MESIN ALAT TANGKAP

A 3,000,000.00 5,000,000.00 1,230,000.00 9,230,000.00

B 3,200,000.00 3,500,000.00 1,200,000.00 7,900,000.00

C 2,250,000.00 3,500,000.00 1,150,000.00 6,900,000.00

D 3,000,000.00 5,000,000.00 1,100,000.00 9,100,000.00

E 3,000,000.00 5,000,000.00 1,100,000.00 9,100,000.00

F 3,000,000.00 5,000,000.00 1,200,000.00 9,200,000.00

G 2,250,000.00 3,500,000.00 1,200,000.00 6,950,000.00

H 3,000,000.00 5,000,000.00 1,200,000.00 9,200,000.00

I 3,000,000.00 5,000,000.00 1,150,000.00 9,150,000.00

J 3,000,000.00 5,000,000.00 1,150,000.00 9,150,000.00

JUMLAH 28,700,000.00 45,500,000.00 11,680,000.00 85,880,000.00

RATA-RATA 2,870,000.00 4,550,000.00 1,168,000.00 8,588,000.00

Sumber : Data Diolah, 2014

Berdasarkan hasil perhitungan di atas biaya investasi rata-rata yang

dikeluarkan oleh nelayan di Teluk Kota Palu adalah sebesar Rp. 8.588.000. Dalam

usaha penangkapan ikan biaya yang dikeluarkan meliputi biaya biaya tetap (fixed

cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang nilainya

diperhitungkan tetap, seperti biaya perawatan dan penyusutan.Sedangkan biaya

tidak tetap adalah semua biaya-biaya yang nilainya tergantung pada kebutuhan

saat produksi berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian jaring insang permukaan,

biaya tetap berjumlah Rp. 2.210.600 dan biaya tidak tetap berjumlah Rp.

6.528.000. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Page 240: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 240

Tabel 02 : Biaya Tetap Pertahun

Responden Penyusutan

(Rp)

Perawatan

(Rp)

Total

(Rp)

A 1,546,000.00 775,000.00 2,321,000.00

B 1,260,000.00 740,000.00 2,000,000.00

C 1,155,000.00 775,000.00 1,930,000.00

D 1,520,000.00 810,000.00 2,330,000.00

E 1,520,000.00 780,000.00 2,300,000.00

H 1,540,000.00 830,000.00 2,370,000.00

G 1,190,000.00 760,000.00 1,950,000.00

H 1,540,000.00 730,000.00 2,270,000.00

I 1,530,000.00 820,000.00 2,350,000.00

J 1,530,000.00 755,000.00 2,285,000.00

Jumlah 14,331,000.00 7,775,000.00 22,106,000.00

Rata-Rata 1,433,100.00 777,500.00 2,210,600.00

Sumber : Data Diolah, 2014

Tabel 03 : Biaya Tidak Tetap (VC) Pertahun

Responden Bensin/Tahun

(Rp)

Komsumsi/Tahun

(Rp) Jumlah

A 2,240,000.00 4,000,000.00 6,240,000.00

B 3,360,000.00 4,800,000.00 8,160,000.00

C 2,240,000.00 2,400,000.00 4,640,000.00

D 2,240,000.00 2,400,000.00 4,640,000.00

E 2,240,000.00 4,000,000.00 6,240,000.00

F 3,360,000.00 4,000,000.00 7,360,000.00

G 3,360,000.00 4,000,000.00 7,360,000.00

H 3,360,000.00 4,800,000.00 8,160,000.00

I 2,240,000.00 4,000,000.00 6,240,000.00

J 2,240,000.00 4,000,000.00 6,240,000.00

Jumlah 26,880,000.00 38,400,000.00 65,280,000.00

Rata-rata 2,688,000.00 400,000.00 6,528,000.00

Sumber : Data Diolah, 2014

Produksi dan Penerimaan

Produksi merupakan suatu proses pendayagunaan segala sumberdaya

yang tersedia untuk mewujudkan hasil yang terjamin kualitasnya dan dikelola

dengan baik sehingga menjadi komoditi yang diperdagangkan. Biaya adalah

sejumlah uang yang dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor

produksi dan bahan penunjang lainnya yang diperlukan.

Page 241: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 241

Jumlah pengoperasian sebagai berikut :

- 1 tahun efektif beroperasi 8 bulan

- 1 bulan efektif beroperasi 20 hari

- 1 hari efektif beroperasi 1 trip

- Jumlah trip dalam 1 tahun 160 trip (20 x 8 bulan = 160)

Tabel 04 : Produksi dan Penerimaan Dalam Satu Tahun

Responden Produksi

(Kg)

Harga

(kg) Total Penerimaan (Rp)

A 696 10,000.00 6,960,000.00

B 632 10,000.00 6,320,000.00

C 752 10,000.00 7,520,000.00

D 712 10,000.00 7,120,000.00

E 784 10,000.00 7,840,000.00

F 672 10,000.00 6,720,000.00

G 768 10,000.00 7,680,000.00

H 680 10,000.00 6,800,000.00

I 744 10,000.00 7,440,000.00

J 760 10,000.00 7,600,000.00

Jumlah 7.200 100,000.00 72,000,000.00

Rata-Rata 720 10,000.00 7,200,000.00

Sumber : Data Diolah, 2014

Jadi total penerimaan rata-rata nelayan dalam satu tahun adalah sebesar

Rp. 7.200.000. Adapun untuk perhitungan total biaya (TC), pendapatan bersih

dan arus kas dapat dilihat di bawah ini :

2. Total Biaya

Biaya tetap (FC) + Biaya tidak tetap (VC)

= Rp. 6.528.000 + Rp. 2.210.600

= Rp. 8.738.600

3. Pendapatan Bersih (laba)

Pendapatan Kotor – Total biaya

= Rp. 7.200.000 – 8.738.600

= Rp. – 1.538.600

4. Arus Kas

Laba + Penyusutan

= Rp – 1.538.600 + Rp. 1.433.100

= Rp. – 105.500

Page 242: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 242

Benefit Cost Ratio

Untuk mengetahui kelangsungan usaha perikanan jaring insang

permukaan dapat dihtiung menggunakan analisis Benefit Cost Ratio dengan

formulasi sebagai berikut :

B/C Ratio =

Total Penerimaan

Total Biaya

=

=

Rp. 7.200.000,-

Rp. 8.738.600,-

Rp. 0,82

Dari perhitungan di atas diperoleh hasil B/C Ratio sebesar 0,82 ini berarti

usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang permukaan

Benefit Cost Ratio lebih kecil dari satu (BCR < 1 ). maka dengan demikian usaha

penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang permukaan (surface

gillnet) di Teluk Kota Palu tidak layak untuk dikembangkan .

Break Event Point (BEP)

Berdasarkan hasil analisis dari besarnya produksi pendapatan kotor dan

besarnya biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan selama satu tahun

untuk semua responden. Adapun perhitungan Break Event Point (BEP) rata-rata

penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing tangan dalah sebagai

berikut :

BEP =

Biaya Tetap

1 - Biaya Tidak Tetap

Total Penerimaan

=

=

=

BEP =

BEP =

Rp. 2.210.600

Rp. 6.528.000

1 -

Rp. 7.200.000

Rp. 2.210.600

1 – 0,91

Rp. 2.210.600

0,09

Rp. 24.562.222 (BEP dalam Rupiah)

Rp. 24.562.222

Rp. 10.000 (Harga ikan/Kg)

2.456,222 kg (BEP dalam produksi)

Page 243: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 243

Pay Back Period(PP)

Pay Back Period merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan

untuk pengembalian modal investasi dari suatu kegiatan dengan menggunakan

arus kas yang dihasilkan oleh usaha penangkapan tersebut. Pengembalian modal

investasi dapat dilihat pada data perhitungan sebagai berikut:

PP =

Investasi

Arus Kas

=

=

Rp. 8.588.000

Rp. – 105.500

- Rp. 81,40

Untuk hasil perhitungan menggunakan Payback Period (PP) didapatkan

hasil -81,40 . Berdasarkan jangka waktu pengembalian investasinya, maka usaha

penangkapan ikan ini tidak layak untuk dilaksanakan.

4. KESIMPULAN

Sesuai hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan aspek ekonomi diperoleh BCR sebesar 0,82 ini berarti usaha

penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang permukaan

Benefit Cost Ratio lebih kecil dari satu (BCR < 1 ) maka dengan demikian

usaha penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang

permukaan (surface gillnet) di Teluk Kota Palu tidak layak untuk

dikembangkan .

2. Secara teknis pengoperasian alat tangkap jaring insang permukaan di

Kelurahan Taipa layak sesuai dengan kemampuan alat tangkap tersebut

untu menangkap ikan. Proses secara teknis meliputi : persiapan alat,

penurunan alat tangkap (setting), perendaman alat tangkap (Soaking),

penarikan alat tangkap (hauling). Jenis ikan hasil tangkapan yang

diperoleh oleh para nelayan adalah jenis ikan lajang dan ikan bête-bete

yang dijual langsung kepada konsumen.

3. Dalam rangka peningkatan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan maka

dengan ini penulis mengharapkan agar instansi terkait, khususnya Dinas

Perikanan dan Kelautan dapat memberikan bantuan-bantuan kepada

masyarakat nelayan berupa sarana dan prasarana penangkapan ikan, agar

nelayan dapat meningkatkan hasil tangkapannya.

4. Perlu adanya pembinaan dan penelitian dari instansi teknik guna untuk

meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam hal teknik

Page 244: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 244

penangkapan ikan serta pengolahan hasil perikanan lainnya demi untuk

meningkatkan pendapatan nelayan. Nelayan juga disarankan supaya

menggunakan alat tangkap lainnya seperti pancing tangan pada saat

operasional sehingga hasil tangkapan tidak semata-mata berharap dari

hasil alat tangkap jaring insang permukaan saja, sehingga dapat

meningkatkan hasil tangkapan para nelayan pada saat operasional.

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa, A. U. 1981.Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan DewiSri

Mardjudo, A., 2002. Studi tentang Selektivitas Pukat Pantai yang digunakan oleh

Nelayan Teluk Palu-Donggala Sulawesi Tengah (Tesis Program

Pascasarjana IPB, Bogor.

Nazir, M. 2002.Metode Penelitian Ghalia Indonesia. Jakarta.

Syamsudin,. 1995. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Dan Aplikasinya

Dalam Perencanaan Pengambilan Keputusan. Penerbit PT. Hanirdita.

Yokyakarta.

Satria, A. 2001. Otonomi Daerah dan Agenda Institusi Pengolahan

Sumberdaya Perikanan (Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional

dan Kongres VI HIMAPIKANI). Makassar.

Subianto P, dkk. 2009. Membangun Kembali Indonesia Raya. Cetakan

Pertama. Institut Garuda Nusantara. Jakarta.

Suradjiman., 1995. Studi Kelayakan Bisnis. Departemen Agribisnis Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 245: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 245

Pengembangan Roti Manis Berbahan Tepung Pangan Lokal

A. Dalapati dan Jonni Firdaus

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso No. 62 Biromaru

Email : [email protected]

Abstrak

Saat ini pengembangan olahan roti utamanya menggunakan tepung terigu secara

keseluruhan. Sebagaimana diketahui tepung terigu berbahan dasar gandum, yang bukan

merupakan tanaman khas Indonesia dan masih harus diimpor dari luar negeri. Untuk

mengurangi ketergantungan produk roti terhadap penggunaan tepung terigu, maka perlu

dilakukan penambahan tepung lain yang sesuai untuk pembuatan roti. Pangan lokal

umumnya masih diolah secara sederhana seperti direbus ataupun digoreng, padahal

pangan lokal ini dapat dapat diolah menjadi tepung yang merupakan bahan dasar

pembuatan roti manis. Pembuatan roti manis sangatlah sederhana dan tidak

membutuhkan peralatan yang rumit, sehingga sangat mudah untuk dikembangkan oleh

industri rumah tangga. Beberapa pangan lokal di Sulawesi Tengah yang dapat diolah

menjadi tepung adalah jagung, pisang, dan ubi kayu. Dengan penambahan 20% tepung

dari pangan local berbahan jagung, pisang dan ubikayu terhadap jumlah total tepung

yang digunakan sudah dapat menghasilkan roti manis yang dapat mengembang dengan

baik dan dengan rasa yang dapat diterima.

Kata kunci : Roti manis, tepung, pangan lokal.

PENDAHULUAN

Roti manis saat ini di Indonesia, sudah merupakan salah satu pilihan untuk

jenis makanan ringan yang cukup mengenyangkan karena mengandung

karbohidrat yang tinggi, sehat dan praktis. Selain itu roti manis juga dapat

disajikan dengan beragam rasa sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat yang

memiliki beragam selera pula. Berdasarkan data susenas tahun 2008 rata-rata

konsumsi roti manis adalah 27 potong/kapita/tahun. Selama periode 2002-2008

konsumsi roti manis ini berkembang 11,1%/tahun (Pusat Data dan Informasi

Pertanian, 2009).

Seperti diketahui roti manis merupakan produk pengembangan dari tepung

terigu. Dengan meningkatnya tingkat konsumsi roti manis dari tahun ke tahun

maka tentu berdampak pada peningkatan konsumsi tepung terigu. Di lain pihak,

tepung terigu sampai saat ini masih merupakan produk yang harus diimpor oleh

Indonesia. Untuk mengurangi penggunaan terigu dalam pembuatan roti manis,

maka dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan pangan lokal yang ada di sekitar

Page 246: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 246

kita yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tepung. Pangan lokal ini

biasanya memiliki nilai ekonomis rendah, sehingga memerlukan pengolahan lebih

lanjut untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Pemanfaatan pangan lokal selama

ini belumlah maksimal, dikonsumsi dalam jumlah terbatas dan hanya diolah

secara sederhana seperti direbus, dibakar atau digoreng. Padahal jika ditinjau dari

nilai gizi, utamanya karbohidrat, maka pangan lokal ini dapat bersaing ataupun

saling melengkapi dengan gandum. Kandungan karbohidrat jagung per 100 gram

bahan adalah 71.98 gram, ubi kayu 34.70 gram dan pisang 23 gram (BB Pasca

Panen, 2008).

Sumberdaya pangan lokal Sulawesi Tengah yang dapat digunakan sebagai

bahan baku tepung cukup beragam, diantaranya adalah jagung, pisang dan ubi.

Komoditas ini ada yang sengaja dibudidayakan dan ada juga yang tumbuh secara

liar. Tahun 2012 produksi komoditas jagung mencapai 141.649 ton, ubi kayu

93.642 ton, dan pisang 4.774,75 ton. Berdasarkan hal tersebut diatas maka

keberadaan pangan lokal tersebut dapat dijadikan peluang untuk dikembangkan

menjadi tepung yang dapat ditambahkan dalam pembuatan roti manis. Hanya

sebelum dikembangkan perlu terlebih dahulu diketahui apakah penambahan

tepung pangan lokal tersebut pada pembuatan roti manis dapat diterima oleh

konsumen.

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan/kesukaan

terhadap roti manis yang dibuat dari campuran tepung terigu sebanyak 80% dan

tepung pangan lokal berbahan jagung, pisang dan ubikayu sebanyak 20%.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pasca Panen BPTP Sulawesi

Tengah pada bulan Juni 2014. Tepung yang digunakan sebagai bahan tambahan

tepung terigu dalam pembuatan roti manis adalah tepung jagung, tepung pisang

dan tepung ubi kayu. Tepung jagung dibuat dengan cara, menggiling jagung

pipilan sehingga berbentuk seperti beras, diayak untuk menghilangkan kotoran

dan kulit ari jagung. Beras jagung kemudian direndam 1 hari, setelah itu bagian

yang mengapung dibuang, jagung dicuci bersih, ditiriskan lalu dikeringkan.

Setelah jagung kering, jagung digiling, diayak, kemudian tepung jagung dikemas.

Diagram alur pembuatan tepung jagung, Pisang dan ubi kayu dapat dilihat

pada gambar 1 dan 2.

Page 247: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 247

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung jagung

Proses pembuatan tepung pisang dan tepung ubi kayu hampir sama.

Pertama-tama pisang/ubi kayu dikupas, lalu dicuci bersih, setelah itu pisang/ubi

kayu disawut. Hasil sawutan ditampung dalam baskom berisi air sehingga seluruh

bagian pisang/ubi kayu terendam, untuk menghindari reaksi browning. Setelah

proses pensawutan selesai, hasil sawutan dicuci bersih lalu segera dijemur.

Sawutan yang telah kering, digiling lalu diayak dan dikemas. Diagram alir

pembuatan tepung pisang dan ubi kayu dapat dilihat pada gambar dua.

Jagung pipilan

Beras jagung

Beras jagung direndam 1 malam

Beras jagung dicuci bersih, bagian mengapung dibuang

Dikeringkan

Digiling

Diayak

Dikemas

Tepung jagung

Page 248: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 248

Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung pisang dan ubi kayu

Perbandingan antara tepung pangan lokal dan tepung terigu yang dilakukan

pada penelitian ini adalah pada percobaan pendahuluan terdiri atas 2 kombinasi

yaitu 30% : 70% dan 50% : 50% dilanjutkan dengan pembuatan roti manis

dengan kompisisi campuran tepung pangan lokal dan tepung terigu 20% : 80%.

Proses pembuatan roti manis diawali dengan pencampuran tepung terigu,

tepung pangan lokal (tepung jagung/pisang/ubi kayu), gula pasir, susu, ragi

diaduk rata, lalu masukkan kuning telur, telur, dan air dingin, kemudian aduk

hingga tercampur rata. Lalu margarine dan garam dimasukkan dan diaduk sampai

adonan kalis. Adonan kalis kemudian didiamkan selama 30 menit. Adonan lalu

dibagi masing-masing ± 30 gram, dibulatkan, dan didiamkan selama 15 menit.

Gas dari adonan dibuang kemudian dibulatkan dan disusun dalam loyang yang

telah diolesi margarine, lalu didiamkan selama 45 menit. Pada menit ke-30 bagian

atas adonan diberi bahan olesan yang merupakan campuran kuning telur dan susu

cair. Setelah 45 menit, adonan dimasukkan dalam oven suhu 150OC dan

Pisang/Ubi kayu dikupas

Hasil kupasan dicuci bersih

Hasil kupasan disawut

Dikeringkan

Digiling

Diayak

Dikemas

Tepung pisang/tepung ubi kayu

Page 249: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 249

dipanggang hingga matang. Diagram alur pembuatan roti manis dapat dilihat pada

gambar tiga.

Pengamatan dilakukan melalui tingkat kesukaan 10 orang panelis terhadap

rasa, aroma, warna roti bagian luar, warna roti bagian dalam dan tekstur dengan

skor penilaian dari 1 (tidak suka), 2 (cukup suka) dan 3 (suka).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pangan lokal yang digunakan dalam pembuatan roti manis ini adalah

jagung, pisang dan ubi kayu. Jagung yang digunakan untuk membuat tepung

adalah jagung kuning dimana jagung ini banyak tersedia di pasar tradisonal dalam

bentuk pipilan kering. Tepung yang dihasilkan oleh jagung kuning ini berwarna

putih kekuning-kuningan. Jenis pisang yang digunakan untuk membuat tepung

adalah pisang lokal yang oleh masyarakat di palu disebut pisang sayur karena

dimanfaatkan untuk membuat sayur. Warna daging buah mengkal adalah putih

kekuning-kuningan. Setelah dijadikan tepung berwarna putih kecoklatan. Sedang

untuk ubi kayu yang digunakan untuk membuat tepung adalah ubi kayu dengan

Tepung pangan lokal dan terigu dicampur dengan bahan kering lainnya

Tambahkan telur dan air, aduk rata

Tambahkan margarine dan garam, diaduk hingga kalis

Diamkan 30 menit

Dibulatkan @ 30 gram, diamkan 15 menit

Gas adonan dibuang, bulatkan, diamkan 45 menit

Olesi permukaan dengan campuran susu cair dan kuning telur

Adonan dioven, suhu 1500 C, hingga matang

Roti Manis

Page 250: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 250

daging buah berwarna putih, setelah dijadikan tepung juga berwarna putih.

Gambar dari ketiga jenis tepung pangan lokal dapat dilihat pada gambar empat.

Tepung ubi kayu Tepung pisang Tepung jagung

Gambar 4. Tepung ubi kayu, tepung pisang dan tepung jagung

Pembuatan roti manis memerlukan gluten untuk pengembangannya. Gluten

banyak dikandung oleh tepung terigu, sedang pada jenis tepung lainnya sangat

sedikit bahkan tidak ada. Komposisi gluten pada beberapa jenis tepung-tepungan

dapat dilihat pada tabel satu.

Tabel 1. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Tepung per 100 gram Bahan

Jenis Tepung Gluten (gram)

Terigu 9,2

Sorgum <1

Beras <1

Jagung <1

Tapioka -

Sagu - Sumber : Suarni dan Sarasutha, 2001

Gluten pada pembuatan roti berfungsi untuk mempertahankan udara yang

masuk kedalam adonan pada saat proses pengadukan dan gas yang dihasilkan oleh

ragi pada waktu fermentasi, sehingga adonan menjadi mengembang (Richana

dkk., 2012). Kandungan gluten pada tepung jagung, ubi kayu dan pisang sangat

sedikit, menyebabkan tepung tersebut tidak dapat digunakan 100% dalam

pembuatan roti manis, karena akan menghasilkan roti yang tidak mengembang.

Oleh karena itu perlu dilakukan pencampuran dengan tepung terigu yang

mengandung gluten tinggi. Komposisi tepung terigu dan tepung pangan lokal

(80% : 20%) ditentukan dengan cara melakukan percobaan pendahuluan.

Awalnya dilakukan percobaan dengan pencampuran tepung pangan lokal dan

tepung terigu dengan 2 kombinasi yaitu 30% : 70% dan 50% : 50%. Hasil yang

diperoleh adalah roti tidaklah mengembang dengan baik dan tidak membentuk

rongga-rongga/pori-pori pada roti seperti halnya pada roti manis dari tepung

terigu. Hal ini disebabkan adonan roti dengan komposisi tepung pangan lokal dan

Page 251: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 251

tepung terigu seperti diatas belum mampu menahan gas CO2 yang terbentuk,

sehingga roti kurang mengembang dengan baik.

Kemudian dilakukan lagi pembuatan roti manis dengan kompisisi campuran

tepung pangan lokal dan tepung terigu 20% : 80%. Secara fisik roti manis yang

dibuat dari campuran tepung pangan lokal (jagung/pisang/ubi kayu) sebanyak

20% dan tepung terigu 80%, hasilnya menghampiri bentuk fisik dari roti manis

berbahan tepung terigu 100%. Dengan penambahan tepung pangan lokal 20%, roti

manis yang dihasilkan masih dapat mengembang dengan baik, dan membentuk

pori-pori roti yang baik seperti halnya roti dari tepung terigu atau adonan roti yang

terbentuk tidak padat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Richana, dkk. (2012)

bahwa substitusi terigu oleh bahan lokal hanya mampu 20% saja. Gambar dari roti

manis tepung pangan lokal dapat dilihat pada gambar lima.

Roti Jagung Roti Pisang Roti Ubi Kayu

Gambar 5. Roti jagung, roti pisang dan roti ubi kayu

Uji sensori untuk penilaian tingkat kesukaan terhadap rasa, aroma, warna

bagian luar, warna bagian dalam, dan tekstur roti manis dari tepung jagung, pisang

dan ubi kayu menunjukkan kisaran penilaian dari cukup suka hingga suka, hal

tersebut dapat dilihat pada tabel dua dibawah ini.

Tabel 2. Rata-rata skor penilaian panelis terhadap rasa, aroma, warna bagian

dalam, dan tekstur dari roti jagung, roti pisang dan roti ubi kayu.

Penilaian Roti Jagung Roti Pisang Roti Ubi Kayu

Rasa 2.5 2.3 2.4

Aroma 2.6 1.9 2.4

Warna bagian luar 2.5 1.7 2.3

Warna bagian dalam 2.8 1.7 2.3

Tekstur 2.3 2.2 2.1

Rata-rata total penilaian 2.5 1.9 2.3

Skor penilaian : 1 = tidak suka, 2 = cukup suka, 3 = suka

Page 252: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 252

Untuk rasa terlihat roti jagung mendapat penilaian suka, sedang roti pisang

dan roti ubi kayu cukup suka. Untuk roti pisang kemungkinan penilaian cukup

suka diperoleh karena karena rasa pisang ada terikut dalam rasa roti manis

tersebut, sedangkan untuk roti jagung dan ubi kayu, rasa jagung ataupun ubi kayu

sudah tidak terikut dalam roti manis tersebut, sehingga menurut panelis rasanya

tidak jauh berbeda dengan rasa roti manis dari tepung terigu yang biasa mereka

konsumsi.

Untuk aroma, yang mendapat skor penilaian yang cukup rendah dibanding

yang lainnya adalah roti pisang. Hal ini disebabkan karena pada pembuatan roti

manis yang ditambahkan tepung pisang, aroma pisang masih terikut sehingga

mengurangi tingkat kesukaan panelis jika dibandingkan dengan roti manis

berbahan tepung jagung dan tepung ubi kayu.

Untuk warna bagian luar dan bagian dalam, roti pisang mendapat skor

penilaian paling rendah. Hal ini disebabkan karena warna bagian luar ataupun

bagian dalam roti pisang adalah kecoklat-coklatan yang merupakan pengaruh dari

tepung pisang yang juga berwarna kecoklat-coklatan. Warna kecoklatan ini tidak

identik dengan warna roti manis dari tepung terigu yang cenderung putih ataupun

kekuning-kuningan. Kedepannya dalam pembuatan roti dari tepung pisang perlu

mempertimbangkan warna dari tepung pisang itu sendiri. Untuk meminimalisir

warna coklat pada roti pisang ini, maka tepung pisang yang digunakan haruslah

memiliki warna mendekati tepung terigu. Warna coklat pada tepung pisang

diakibatkan adanya reaksi enzimatis pada saat pembuatan tepung pisang. Menurut

Agriawati dkk. (2012) reaksi enzimatis ini dapat diminimalisir/dicegah dengan

jalan merendam irisan pisang dalam larutan metabisulfit 1000 ppm selama 5

menit, ditiriskan lalu diblansir dalam air panas kemudian dikeringkan. Pada

percobaan ini, perlakuan pencegahan reaksi enzimatis tidak dilakukan untuk

melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap roti manis yang dihasilkan dari

tepung pisang yang berwarna kecoklatan.

Tekstur dari ketiga roti manis tersebut mendapat penilaian yang sama yaitu

cukup suka. Tekstur dari ketiga roti manis tersebut sudah cukup lembut,

mendekati tekstur dari roti manis yang terbuat dari tepung terigu. Menurut

Suismono dan Richana (2008), pemanfaatan tepung ubi kayu dengan tingkat

subtitusi 10% dapat digunakan untuk bahan pembuatan roti dengan tekstur dan

tampilan yang setara dengan roti dari tepung terigu.

Secara keseluruhan roti jagung mendapat rata-rata total penilaian yang lebih

tinggi dibanding roti pisang dan roti ubi kayu. Roti jagung mendapat penerimaan

panelis dengan kategori suka (2.5), dibanding roti pisang dan roti ubi kayu yang

hanya memperoleh kategori cukup suka. Ini dapat dilihat dari rata-rata skor

penilaian roti jagung untuk setiap kategori rasa, aroma, warna bagian dalam,

warna bagian luar dan tekstur yang nilainya lebih tinggi dibanding roti pisang dan

Page 253: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 253

roti ubi kayu. Dengan kisaran penilaian yang suka hingga cukup suka dari rata-

rata total penilaian mengindikasikan roti manis yang dicampur dengan pangan

lokal dapat diterima dengan baik, dan diharapkan nantinya ketika berkembang

dapat bersaing dengan roti manis yang terbuat dari tepung terigu. Dengan

penambahan 20% tepung pangan lokal pada pembuatan roti manis berarti telah

dapat menghemat penggunaan tepung terigu sebesar 20%.

KESIMPULAN

1. Penambahan tepung pangan lokal 20% terhadap total penggunaan terigu pada

pembuatan roti manis oleh panelis mendapat penilaian suka dengan skor 2.5

untuk roti jagung dan cukup suka untuk roti ubikayu dengan skor 2.3 serta

cukup suka untuk roti pisang dengan skor 1.9.

2. Dengan penambahan tepung pangan lokal 20%, roti manis yang dihasilkan

masih dapat mengembang dengan baik, dan membentuk pori-pori roti yang

baik seperti halnya roti dari tepung terigu atau adonan roti yang terbentuk

tidak padat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada saudara Sumarni, STP yang

telah membantu dalam penyediaan tepung pangan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Agriawati DP, Besman N., dan Dorkas P., 2012. Pembuatan Tepung Komposit

Pisang Lokal Sumatera Utara Jagung dan Produk Olahannya untuk

Substitusi Tepung Terigu. Agrin Vol. 16, No. 1, April 2012.

BB Pasca Panen, 2008. Teknologi Pengolahan untuk Penganekaragaman

Konsumsi Pangan. Broto W, S Prabawati (Ed.). Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

BPS, 2013. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Sulawesi

Tengah.

Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2009. Analisis Konsumsi Pangan. Pusat Data

dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Richana N., Ratnaningsih, Haliza W., 2012. Teknologi Pasca Panen Jagung. Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Page 254: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 254

Suarni dan IGP Sarasutha, 2001. Teknologi Pengolahan Jagung untuk

Meningkatkan Nilai Tambah dan Pengembangan Agroindustri. Prosiding

Seminar Regional Pengembangan Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi di

Sulawesi Tengah.

Suismono dan Richana N., 2008. Peran Teknologi Pengolahan Ubikayu dalam

Upaya Mensubtitusi Terigu dalam Teknologi Pengolahan untuk

Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian, bogor.

Page 255: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 255

Uji Performansi Pengering Matahari Tipe Efek Rumah Kaca Untuk Biji

Kakao (Theobroma Cacao L.)

Jonni Firdaus

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso No.62 Biromaru

Abstrak

Kakao merupakan komoditas unggulan Sulawesi Tengah namun pada tahun 2013 ekspor

kakao cenderung menurun. Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan usaha

tani kakao yakni aspek kuantitas dan aspek kualitas. Salah satu rendahnya nilai tambah

kakao disebabkan kualitas hasil kakao masih dibawah standar mutu. Pengeringan

merupakan salah satu proses yang menentukan kualitas kakao. Tingginya kadar kotoran

kakao dan campuran benda asing akibat proses pengeringan langsung di lantai jemur

beton ataupun menggunakan alas paranet/wiring yang dijemur di pekarangan dan

jalan/badan jalan umum menyebabkan mutu kakao menjadi rendah. Salah satu alternatif,

untuk menekan kadar kotoran dan masih menggunakan matahari sebagai sumber panas

yang rendah biaya, adalah dengan menggunakan alat pengering matahari tipe efek

rumah kaca (ERK). Penelitian ini bertujuan untuk melihat performasi alat pengering tipe

ERK untuk pengeringan kakao. Sebagai pembanding dilakukan pengeringan

menggunakan lantai jemur beton dan para-para bambu. Sebelum dikeringkan biji kakao

difermentasi selama tiga hari. Pengeringan dilakukan denga ketebalan 1 lapis biji kakao.

Pengeringan dilakukan saat cuaca cerah, dari pagi hinga sore hari sampai kadar air

kira-kira 7 %. Pengamatan dilakukan terhadap suhu lingkungan dan alat pengering,

kelembaban lingkungan, lama pengeringan, perubahan kadar air bahan, laju

pengeringan serta mutu kakao. Data dianalisa secara teknis dan menggunakan statistik

deskriptif sederhana. Rata-rata suhu alat pengering ERK (40 oC) lebih kecil bila

dibandingkan dengan pengering para-para bambu (41,8 oC) dan lantai jemur (48,7

oC).

Laju pengeringan tercepat terjadi pada lantai jemur (3,97%air/jam), disusul alat

pengering ERK (2,83%air/jam) dan para - para bambu (2,12%air/jam). Kadar kotoran

yang paling sedikit terdapat pada pengering ERK (12,42%) disusul para - para bambu

(13,21%) dan lantai jemur (16%).

Kata kunci : Kakao, Pengering, Solar Dryer, Efek rumah kaca

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu produk unggulan

Sulawesi Tengah yang meyumbang 18% dari produksi kakao nasional. Pada tahun

2013 total luas perkebunan kakao di Sulawesi Tengah mencapai 282.540 ha

dengan produksi sekitar 168.738 ton (Kementan, 2013).

Pada tahun 2013 terjadi penurunan ekspor kakao Sulawesi Tengah. Secara

umum terdapat beberapa kendala utama yang dihadapi petani dalam

mengembangkan usaha tani kakao yakni aspek kuantitas dan aspek kualitas. Salah

Page 256: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 256

satu rendahnya nilai tambah kakao disebabkan kualitas hasil kakao masih dibawah

standar mutu (beritapalu.com, 2013).

Selain belum dilakukan fermentasi kakao secara menyeluruh, proses

pengeringan kakao juga menyebabkan randahnya kualitas hasil kakao.

Pengeringan kakao yang umum dilakukan petani kakao adalah menjemur

langsung dibawah matahari baik menggunakan lantai jemur beton ataupun

menggunakan alas paranet/wiring dan dijemur di pekarangan bahkan

menggunakan jalan atau badan jalan umum. Hal ini menyebabkan tingginya

kotoran dan campuran benda asing sehingga nilai potongan yang dikenakan

pedagang pengumpul ke patani menjadi lebih tinggi. Pengeringan kakao bertujuan

untuk menurunkan kadar air. Kadar air kakao fermentasi berkisar 51 – 60%

(Napitupulu dan Moratua, 2012). Kadar air yang tinggi menyebabkan

berkembangnya mikroorganisme sehingga biji kakao menjadi busuk dan

berjamur. Kakao harus dikeringkan hingga mencapai kadar air berkisar 6-8%

(Hayati et al. 2012; Ndukwu, 2009).Selain penurunan kadar air, tujuan

pengeringan adalah untuk pembentukan aroma coklat dan memperpanjang umur

simpan. Pada proses fermentasi, akan terjadi proses pembentukan senyawa

prekursor aroma dan akan dihasilkan aroma yang spesifik ketika biji kakao kering

tersebut disangrai. Perubahan komponen kimiawi selama fermentasi biji kakao

akan terus berlangsung hingga berakhirnya proses pengeringan. Pengeringan

bertujuan untuk menghindari fermentasi lebih lanjut, yang dapat menyebabkan

kerusakan produk akibat degradasi senyawa polifenol menjadi amonium nitrogen

dan dihasilkan rasa yang tidak diinginkan (Rahmadewi, 2013).

Pengeringan kakao dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan

langsung dengan penjemuran di bawah sinar matahari dan menggunakan

pengeringan buatan dengan sumber panas dapat berasal dari pembakaran biomasa

ataupun bahan bakar fosil baik gas, minyak maupun batubara.

Pengeringan matahari dianggap sebagai cara terbaik untuk mendapatkan

pengembangan rasa maksimal. Namun, cara ini memiliki kelemahan yaitu waktu

yang panjang dan tenaga kerja yang dibutuhkan banyak, serta kualitas heterogen

selama musim hujan. Selama pengeringan matahari terjadi peningkatan alkohol,

ester dan pyrazines dan penurunan asam, aldehid dan keton (Rahmadewi, 2013).

Perubahan iklim global berdampak pada perubahan cuaca yang tidak menentu

menyebabkan pengeringan menggunakan panas matahari langsung menjadi

terhambat/terganggu.

Ketika kondisi cuaca tidak tidak mendukung, pengeringan secara buatan

dapat digunakan Pengeringan menggunakan pengering buatan menyebabkan laju

pengeringan berlangsung cepat. Namun cara tersebut dapat menurunkan rendemen

kakao kering, menyebabkan kenaikan biaya energi, menyebabkan biji kakao

kering terlalu asam serta terjadi case hardening (Rahmadewi, 2013). Laju

Page 257: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 257

pengeringan yang cepat menggunakan konveksi paksa dengan suhu 60-70 oC

menyebabkan aroma asam yang kuat dan aroma coklatnya menjadi lemah bahkan

menyebabkan aroma coklatnya menjadi hilang (Fagunwa, et al. 2009).

Alternatif untuk mempercepat pengeringan kakao namun tetap

memepertahankan mutu kakao dengann biaya operasianal murah adalah dengan

menggunakan pengering matahari buatan (solar dryer) dengan menerapkan

prinsip efek rumah kaca (ERK). Pengering matahari efek rumah kaca merupakan

alat pengering buatan dimana sumber panas yang berasal dari matahari akan

masuk ke dalam ruang pengering melalui dinding palstik transparan dan sebagian

gelombang cahaya akan terperangkap di dalam ruang pengering sehingga

memanaskan udara di dalam ruang pengering. Alat pengering matahari tipe efek

rumah kaca telah banyak digunakan dalam proses pengeringan produk pertanian

diantaranya temu lawak (Aritestya dan Dyah, 2014), rosella (Wulandani, et al.

2010) dan bawang merah (Kumar dan Tiwari, 2007). Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui performa alat pengering matahari tipe efek rumah kaca dalam

pengeringan kakao.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan di Desa Karya Mukti Kecamatan Damsol

Kabupaten Donggala pada Bulan Oktober 2009, dengan menggunakan bahan

berupa biji kakao yang difermentasi menggunakan karung selama tiga hari.

Pengeringan kakao dilakukan dengan 3 cara yaitu pengeringan menggunakan alat

pengering matahari tipe emisi rumah kaca (ERK), pengeringan dengan lantai

jemur (beton), dan pengeringan dengan para-para bambu. Sumber energi yang

digunakan ketiga cara tersebut berasal dari panas matahari. Biji kakao basah

dihaparkan pada alat pengering / rak alat pengering dengan ketebalan satu lapisan

biji kakao.

Gambar 1. Cara dan alat yang digunakan dalam pengringan kakao : a. Alat

pengering matahari tipe ERK, b. Lantai jemur (beton), c. Para-para bambu.

Page 258: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 258

Pengeringan dilakukan pada saat cuaca cerah dan tidak mendung atau

hujan, dimulai pada pagi hari hinga sore hari. Pengeringan dilakukan sampai

kadar air mencapai kadar air kira-kira 7 %. Pengamatan dilakukan terhadap suhu

lingkungan dan suhu pada alat pengering, kelembaban (RH) lingkungan

menggunakan thermometer bola basah dan bola kering, lama waktu pengeringan,

perubahan kadar air bahan (metode oven), laju pengeringan serta mutu kakao.

Data dianalisa secara teknis dan menggunakan statistik deskriptif sederhana.

HASIL DAN PEMBAHSAN

Dari hasil pengamatan terhadap ketiga alat pengering pada kondisi tanpa

biji kakao diperoleh peningkatan suhu alat pengering dari suhu lingkungan,

seperti di perlihatkan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Perbedaan suhu lingkungan dengan masing - masing alat pengering

dalam kondisi tanpa biji kakao

Rata - rata suhu lingkungan, suhu pada alat pengering tipe ERK, suhu

permukaan lantai beton dan suhu permukaan para-para bambu pada saat

pengamatan secara bertutur-turut adalah 34oC, 40

oC, 41,8

oC dan 48,7

oC. Dari

ketiga alat/cara penjemuran tersebut, beda suhu rata-rata dengan lingkungan

terbesar adalah pada lantai jemur mencapai 14 o

C, disusul para – para bambu 7.8

oC dan pengering buatan ERK 6

oC. Hal ini dipengaruhi oleh jenis bahan dari alat

dimana lantai jemur yang terbuat dari beton lebih banyak menyerap panas. Selain

itu dipengaruhi juga oleh letak biji kakao yang dikeringkan dimana pada lantai

jemur dan para – para bambu, biji kakao bersentuhan langsung dengan bahan

Page 259: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 259

penyerap panas sedangkan pada pengering buatan tipe ERK pengukuran suhu

diletakkan di rak yang memiliki jarak ruang dengan bahan penyerap panasnya

yang apabila diukur rata – rata mencapai rata 48,9 oC

Gambar 2 Hubungan antara suhu lingkungan dengan suhu alat/cara pengeringan

Gambar 2 memperlihatkan bahwa suhu alat pengering tipe ERK

merupakan suhu yang paling rendah selanjutnya suhu pengering para-para bambu

dan yang paling tinggi adalah suhu lantai jemur. Kisaran suhu yang terjadi di

dalam pengering tipe ERK berkisar antara 35-43,9 o

C, suhu pada para-para

bamboo berkisar 36-46,9 oC lantai dan suhu pada jemur berkisar antara 40-54

oC.

Walaupun suhu pengering tipe ERK lebih kecil dari suhu para-para bambu dan

lantai jemur, namun sebaran suhu pada pengering tipe ERK lebih stabil dibanding

dengan dua pengering lainnya hal ini dapat dilihat dari koefisien determinasi R2

yang diperoleh dimana R2 untuk pengering tipe ERK lebih tinggi dibanding

dengan pengering lainnya. Semakin tinggi nilai R2 menunjukkan sebaran suhunya

semakin mendekati garis reggresinya hal ini menunjukkan bahwa perubahan

suhunya relatif stabil dan sebaliknya semakin kecil nilai R2 menunjukkan sebaran

suhunya sangat fluktuatif. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai standar erornya

dimana standar eror suhu pada pengering tipe ERK paling kecil (2,97) bila

dibandingkan dengan pengering para-para bambu (3,53) dan lantai jemur (4,62).

Page 260: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 260

Gambar 3 Penurunan kadar air selama pengeringan (8.30-16.30 WIT) : (a)

Pengering tipe ERK, (b) Pengering Lantai Beton, (c) Pengering Para-para banmbu

Pada Gambar 3 terlihat dari semua cara/alat pengering, laju pengeringan

pada hari pertama lebih tinggi dari pada hari kedua dan ketiga, hal ini dapat dilihat

dari kemiringan setiap kurva yang terbentuk dimana kurva hari pertama lebih

miring dari kurva hari ke duan dan ketiga. Pada hari pertama kadar air masih

tinggi sehingga lebih banyak air yang diuapkan, semakin lama pengeringan kadar

air bahan semakin sedikit sehingga lebih sedikit air yang dapat diuapkan. Hal

inilah yang menyebabkan laju pengeringan pada hari pertama pengeringan lebih

tinggi dari pada hari kedua, dan ketiga.

Hasil pengamatan terhadap proses pengeringan diketahui bahwa laju

pengeringan tercepat adalah pengeringan dengan lantai jemur beton (3.97 % air

bahan/jam), hal ini terjadi karena rata – rata suhu diatas lantai pada saat

pengeringan mencapai 48.9 o

C, lebih tinggi dari pengering buatan tipe ERK dan

dan para – para bambu.

Laju pengeringan pengering matahari tipe ERK lebih tinggi dibandingkan

dengan pengering para – para bambu walaupun rata – rata suhu pengeringan

antara kedua alat sama. Hal ini terjadi diduga karena pada alat pengeringan

matahari tipe ERK, laju aliran udara di dalam alat lebih cepat dibandingkan

dengan udara luar. Sehingga pengangkutan uap air yang ada di sekeliling biji

Page 261: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 261

kakao juga menjadi lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh bentuk alat pengering

buatan yang didesain sedemikian rupa berdasarkan sifat laju aliran udara dimana

udara yang dipanaskan pada bagian penyerap panas akan akan lebih ringan dari

udara di dalam ruangan rak yang lebih dingin sehingga udara yang di bawah

bergerak keatas. Karena pergerakan udara panas ke atas itulah yang menyebabkan

laju pengeringan menjadi lebih cepat. Tabel 2 memperlihatkan keragaan proses

pengeringan pada masing masing alat pengering.

Tebel 1 Keragaan proses pengeringan pada masing - masing alat pengering

Pengering

matahari tipe

ERK

Lantai jemur

beton

Para Para

Bambu

Berat Biji kakao fermentasi (Kg) 23,75 41,5 21

Kadar Air Awal (%) 56.91 65.09 53.44

Kadar Air Akhir (%) 7.00 7.00 7.00

Lama Pengeringan (jam) 17.64 14.65 21.90

Laju Pengeringan(%air bahan/jam) 2.83 3.97 2.12

Rata - Rata suhu pengeringan (oC) 44.60 48.90 44.60

Rata - Rata suhu lingkungan (oC) 36.50

Rata - Rata RH Lingkungan (%) 88.65

Perbedaan cara pengeringan juga menyebabkan adanya perbedaan mutu

kakao yang dihasilkan (Tabel 2):

Tabel 2. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu kakao yang dihasilkan

Pengering

buatan tipe

ERK

Lantai

jemur

beton

Para Para

Bambu

Jumlah biji per 100 gram

AA (maks 85 biji) % 34.88

A (maks 100 biji) %

36.51 33.04

B (maks 110 biji)%

C (maks 120 biji) % 23.2 32.55

Sub (maks > 120 biji) %

33.18

Biji Pipih dan hampa % 29.50 14.31 21.20

Benda asing, kotoran, Biji rusak %, 12.42 16.00 13.21

Tak Terfermentasi % 19.5 18 29

Biji Berjamur % - - -

Berserangga dan berkecambah % - - -

Page 262: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 262

Parameter yang dipengaruhi oleh alat pengering adalah kadar kotoran,

benda asing dan biji rusak. Pada alat pengering buatan tipe ERK, persentase

tersebut lebih sedikit, kemudian disusul para - para bambu kemudian lantai jemur.

Hal ini terjadi karena pada pengering buatan tipe ERK terdapat kawat rak dan

pada para - para bambu terdapat celah yang dapat meloloskan kotoran - kotoran

berupa sisa - sisa plasenta dan pulp yang mengering. Pengeringan pada alat

pengering buatan tipe ERK dalam kondisi tertutup sehingga terhindar dari

masuknya benda - benda asing.

Selain itu parameter yang dipengaruhi oleh pengeringan adalah biji

berjamur dan biji berkecambah. Biji berjamur tidak ada karena proses

pengeringan berjalan dengan cepat (2-3 hari) dan kadar air akhir rata - rata 7%

sedangkan biji berkecambah selain dipengaruhi oleh proses fermentasi juga

dipengaruhi oleh proses pengeringan dimana tidak ditemukan biji berkecambah

hal ini juga disebabkan karena proses pengeringan berlangsung cepat dan kadar

air yang diperoleh rata – rata 7%.

Kesimpulan

1. Rata-rata suhu alat pengering tipe ERK (40 oC) lebih kecil bila dibandingkan

dengan pengering para-para bambu (41,8 oC) dan lantai jemur (48,7

oC)

2. Laju pengeringan tercepat terjadi pada lantai jemur (3,97%air/jam), disusul

alat pengering buatan tipe ERK (2,83%air/jam) dan para - para bamboo

(2,12%air/jam)

3. Kadar kotoran yang paling sedikit terdapat pada pengering buatan tipe ERK

(12,42%) disusul para - para bambu (13,21%) dan lantai jemur (16%).

Daftar Pustaka

Aritestya E dan Dyah W, 2014. Performance of the Rack Type-Greenhouse Effect

Solar Dryer for Wild Ginger (Curcuma xanthorizza Roxb.) Drying,

Elsevier, Energy Procedia 47 ( 2014 ) 94 – 100.

beritapalu.com, 2013. Jumlah Produksi Kakao di Sulteng Menurun,

http://beritapalu.com/berita/ekonomi/2857-jumlah-produksi-kakao-di-

sulteng-menurun [6 Oktober 2014].

Fagunwa AO, OA. Koya, and M.O. Faborode. 2009. Development of an

Intermittent Solar Dryerfor Cocoa Beans. Agricultural Engineering

International: the CIGR Ejournal. No. 1292. Vol. XI.

Farel H. Napitupulu dan Putra Mora Tua, 2012. Perancangan Dan Pengujian Alat

Pengering Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 Kg Per-

Siklus, Jurnal Dinamis,Vol. II, No.10, Hal 8-18.

Page 263: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 263

Hayati R, Yusmanizar, Mustafril, H. Fauzi, 2012. Kajian Fermentasi dan Suhu

Pengeringan pada Mutu Kakao (Theobroma cacao L.), Jurnal Keteknikan

Pertanian, Vol. 26, No. 2, hal 129-135.

Kementan, 2103. Statistik pertanian 2013, Pusat Data dan Informasi Pertanian,

Kementrian Pertanian, Jakarta.

Kumar A dan GN Tiwari, 2007. Effect of mass on convective mass transfer

coefficient during open sun and greenhouse drying of onion flakes,

Elsevier, Journal of Food Engineering 79 (2007) 1337–1350.

Ndukwu M.C. 2009. Effect of Drying Temperature and Drying Air Velocity on

the Drying Rate and Drying Constant of Cocoa Bean Agricultural

Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript 1091. Vol. XI.

Rahmadewi YM, 2013. Evaluasi Coklat Batang dari Biji Kakao Rakyat Hasil

Pengeringan Menggunakan Penjemuran dan Pengering Mekanis, Tesis,

Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta

Wulandani D, Nelwan LO, Subrata IMD, Sutoyo E, Mahardika G 2010. Kinerja

pengering berenergi surya dan biomassa untuk pengeringan rosella

(Hibiscus sabdariffa). Inovasi online; 18(22):61-66.

(http://io.ppijepang.org/j/files/Inovasi-Vol18-Nov2010.pdf) [6 Oktober

2014]

Page 264: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 264

Identifikasi Spesies Lalat Buah yang Terperangkap Pada Perangkap

Melaleuca bracteata pada Tanaman Cabai di Kebun Bibit Induk (KBI)

Kebun Percobaan Sidondo

Asni Ardjanhar, A. Dalapati, Abdi Negara

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Jalan LasosoNo.62, Biromaru Telp (0451)482546

Abstrak

Cabai merah besar (Capsicum annuum L.) merupakan produk hortikultura yang memiliki

nilai ekonomis tinggi, dimana cabai merah besar merupakan bumbu pokok yang hampir

setiap hari digunakan oleh rumah tangga, dalam klasifikasi serangga dan ciri-cirinya,

lalat buah (Bactocera sp) termasuk dalam filum Antrhopoda, kelas Insekta, ordo Diptera.

Penelitian dilkasanakan pada bulan Juli – September 2014 di lahan Kebun Bibit Induk

(KBI) Kebun Percobaan Sidondo, Desa Sidondo III, Kecamatan Biromaru, Kabupaten

Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah, yang bertujuan untuk mengidentifikasi jenis spesies lalat

buah yang terperangkap pada perangkap melaleuca bracteata pada tanaman cabai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies Bactocera adalah Dorsalis dan jumlah

serangga yang terperangkap setiap dua minggu adalah rata-rata 18 ekor, 20 ekor dan 21

ekor.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci : identifikasi, spesies lalat buah, melaleuca bracteata, cabai.

PENDAHULUAN

Cabai merah besar (Capsicum annuum L.) merupakan produk hortikultura

yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dimana cabai merah besar merupakan

bumbu pokok yang hampir setiap hari digunakan oleh rumah tangga. Di daerah

tertentu seperti Menado dan Padang, cabai merah besar sudah merupakan

kebutuhan bumbu pokok setiap harinya, mengingat di kedua daerah ini

masyarakatnya merupakan pencinta masakan bercita rasa pedas. Selain sebagai

bumbu, cabai merah juga dimanfaatkan dalam industri farmasi, sebagai salah satu

bahan dalam pembuatan obat.

Tanaman cabai diperbanyak melalui biji. Biji yang dipilih sebagai benih

untuk ditanam adalah biji yang berasal dari tanaman yang sehat, bebas hama dan

penyakit. Keperluan benih cabai untuk luas lahan 1 ha adalah ± 180 gr, jika

populasi tanaman per ha antara 18.000 – 20.000 tanaman. Cabai dapat ditanam

pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl pada tanah yang kaya

humus, gembur dan tidak tergenang air dengan pH tanah yang ideal sekitar 5-6.

Tanaman cabai sebelum dipindahkan ke lapangan melalui persemaian terlebih

dahulu. Jarak tanam tidak rapat, karena jika rapat dapat berakibat penangkapan

Page 265: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 265

sinar matahari setiap tanaman berkurang dan kelembaban udara sekitar kebun

meningkat. Kelembaban yang tinggi seringkali dapat meningkatkan serangan

hama dan penyakit. Tanaman cabai sudah dapat dipanen pertama kali pada umur

70 – 80 hari setelah tanam tergantung dari jenis cabai yang diusahakan.

Dalam budidaya cabai selain faktor iklim, serangan hama dan penyakit

merupakan faktor yang menurunkan produksi cabai. Hama utama pada tanaman

cabai salah satunya adalah lalat buah. Serangan lalat buah cukup merugikan, dapat

menyebabkan buah cabai menjadi rusak dan busuk karena perilaku lalat buah

betina meletakkan telur pada buah, kemudian telur menetas menjadi larva dan

memakan daging buah, selanjutnya buah akan gugur sebelum waktunya.

Untuk mengatasi serangan lalat buah, dapat dilakukan secara kimiawi

menggunakan insektisida ataupun secara mekanik menggunakan alat perangkap.

Keuntungan penggunaan alat perangkap ini dalam menekan populasi lalat buah

karena sifatnya yang ramah lingkungan, tidak meninggalkan residu pada buah

seperti halnya jika menggunakan insektisida. Cara kerja alat perangkap lalat buah

ini pada dasarnya menyebarkan aroma lalat betina sehingga menarik lalat jantan

dan akhirnya terperangkap dalam alat tersebut dimana didalamnya telah diisi

dengan kertas berperekat. Dengan ditangkapnya lalat jantan, maka generasi baru

dari lalat buah ini dapat ditekan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi spesies lalat buah yang terperangkap dalam perangkap melaleuca

bracteata.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan bulan Juli – September 2014 di lahan Kebun Bibit Induk

(KBI) Kebun Percobaan Sidondo, Desa Sidondo III, Kecamatan Biromaru,

Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah.

Metode

Lahan cabai yang digunakan dalam penelitian ini memiliki luas 325,50 m2

(10,50 m x 31 m). Jarak tanam yang digunakan adalah 70 cm x 50 cm dengan

populasi tanaman sebesar 854 buah. Varietas cabai yang digunakan adalah cabai

merah kencana. Alat perangkap lalat buah berupa kertas segitiga yang didasarnya

diletakkan kertas lem lalat dan di atas kertas terdapat kapas yang digantungkan

pada seutas kawat, dimana sebelumnya kapas tersebut dicelup dalam minyak

melaleuca bracteata. Dengan mencium aroma minyak melaleuca bracteata lalat

akan tertarik masuk kedalam alat perangkap dan akhirnya terperangkap pada lem

lalat. Kertas lem lalat dan kapas akan diganti setiap dua minggu sekali hingga

Page 266: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 266

pengamatan terakhir selama 1 ½ bulan. Perangkap lalat buah yang dipasang

sebanyak 3 buah.

Pengamatan dilakukan terhadap populasi serangga yang tertangkap.

Pengambilan sampel dan identifikasi lalat buah yang tertangkap setiap dua

minggu, dihitung dan diidentifikasi melalui mikroskop untuk mengetahui jenis

spesies yang tertangkap. Spesimen lalat buah yang terperangkap, dikeringkan

kemudian diidentifikasi berdasarkan kunci determinasi serangga lalat buah

berdasarkan Drew (1989), White dan Elson Haris (1992) dan Hollingsworth

(2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil identifikasi pada lalat buah yang terperangkap, maka lalat

buah yang menyerang cabai adalah dari spesies Dorsalis, hal ini sesuai dengan

cirri-ciri morfologisnya, yaitu torak berwarna hitam dan pada bagian dorsal di

daerah pinggir torak dekat pangkal sayap terdapat bercak kuning memanjang.

Abdomennya berwarna cokelat bata, pada bagian dorsalis terdapat gambaran

berupa hutuf T berwarna hitam. Rentang sayap dewasa sekitar 15 mm dengan

tubuh sepanjang 8 mm. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri morfologis yang

dikemukakan oleh Putra, NS (1994).

Berdasarkan hasil pengamatan lalat buah yang terperangkap, rata-rata

jumlahnya hampir sama, namun cenderung menurun. Jumlah lalat buah yang

terperangkap perdua minggunya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah lalat buah yang terperangkap pada minggu kedua sampai

minggu kedua belas

Waktu Pengamatan Jumlah Serangga Tertangkap (Ekor)

Minggu ke-2 (bulan Juli)

Minggu ke-4 (bulan Juli)

Minggu ke-6 (bulan Agustus)

Minggu ke-8 (bulan Agustus)

Minggu ke-10 (bulan September)

Minggu ke-12 (bulan September)

15

25

25

26

26

19

Berdasarkan tabel 1 rata-rata hasil tangkapan perbulannya mencapai 40 – 46

ekor lalat buah. Hasil ini cenderung menurun, hal sama dikemukakan oleh

Kardinan (1997) bahwa tangkapan populasi lalat buah pada beberapa komoditas

seperti belimbing, jambu biji dan mangga cenderung menurun. Hal ini mungkin

disebabkan oleh dua faktor, pertama memang pola fluktuasi populasi lalat buah di

Sidondo demikian bentuknya, artinya pada bulan agustus kedua dan September

kesatu populasi tinggi dan menurun pada bulan september kedua mungkin

penurunan populasi ini merupakan dampak dari pemasangan melaleuca bracteata,

sehingga dengan banyaknya lalat buah yang terperangkap, maka populasinya terus

menurun sejalan dengan waktu.

Page 267: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 267

Lalat buah (B. dorsalis) hidup bersimbiosis mutualisme dengan suatu bakteri,

sehingga apabila lalat meletakkan telur pada buah, maka akan selalu disertai

bakteri dan mungkin disusul jamur yang pada akhirnya mengakibatkan buah

busuk (Hill, 1983). Bakteri ini berada pada dinding saluran telur (Karlie, 1992)

serta dibagian tembolok dan usus (Ria, 1994). Kerusakan buah dapat mencapai

100%. Di Indonesia lalat ini mempunyai inang lebih dari 26 jenis yang terdiri dari

sayuran dan buah (Balai Karantina Pertanian Jakarta, 1994). Seekor lalat betina

mampu meletakkan pada buah sebanyak 1-10 butir dan dalam sehari mampu

meletakkan telur sampai dengan 40 butir. Telur ini kemudian menetas menjadi

belatung dan merusak buah. Sepanjang hidupnya seekor lalat betina mampu

bertelur sampai 800 butir (Metcalf dan Flint, 1951, Karlie, 1992, Samodra 1994).

Salah satu kendala dari agribisnis buah-buahan adalah menurunnya kualitas

dan kuantitas buah sebagai akibat dari serangan lalat buah. Pengendalian dengan

pestisida dirasakan cukup menyulitkan petani, mengingat saat ini harga pestisida

meningkat tajam hingga mencapai 3-5 kali lipat. Salah satu alternatif

pengendalian yang tidak kalah ampuhnya adalah dengan penggunaan pestisida

nabati yang berasal dari daun melaleuca bracteata. Daun melaleuca bracteata

mengandung minyak atsiri dengan rendemen 1,14% sedangkan minyaknya

mengandung 76% komponen utama metal eugenol (C12H14O2) yang bekerja

sebagai pemikat terhadap hama lalat buah. Pohon melaleuca bracteata mudah

diperbanyak dan dibudidayakan serta mampu beradaptasi dengan lingkungan,

sehingga ketersediaan bahan baku dapat berkesinambungan. Hasil pengujian

dibeberapa tempat termasuk di luar Jawa menunjukkan bahwa minyak ini efektif

dalam memerangkap hama lalat buah, bahkan di Jagakarsa, Jakarta Selatan pada

bulan Januari 1997 mampu memerangkap sekitar 1700 lalat buah/bulan.

Pendapatan petani buah belimbing di Jagakarsa, Jakarta Selatan meningkat

sebesar Rp. 13.000/pohon/musim setelah menggunakan minyak melaleuca

(Kardinan, A., 1999). Minyak melaleuca mempunyai prospek yang baik untuk

digunakan sebagai bahan alternatif pengendali populasi hama lalat buah di

Indonesia, bahkan memungkinkan sebagai komoditas ekspor.

Daun melaleuca dapat diproses melalui dua cara, yaitu secara sederhana dan

laboratorium. Cara ekstraksi sederhana lebih berorientasi kepada petani kecil,

sedangkan cara laboratorium lebih berorientasi industri. Cara sederhana yaitu

dengan mencampur daun dengan air (konsentrasi 10%, b/v) yang ditambah 0,10%

deterjen, diendapkan semalaman dan keesokan harinya cairannya dapat

digunakan. Sedangkan cara laboratorium adalah dengan cara penyulingan.

Ekstraksi sederhana (tanpa harus disuling) mampu memerangkap lalat buah

sebanyak 127 ekor/minggu (tabel 2) tidak jauh berbeda dengan hasil tangkapan

minyak sulingan (Kardinan dan Iskandar, 1997).

Tabel 2. Jumlah lalat buah terperangkap pada minggu ke-1 dan ke-2

Page 268: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 268

Perlakuan Jumlah serangga terperangkap

Minggu I Minggu II

ME (tetes 2 minggu) 145 5

ME (tetes tiap minggu) 132 135 Ket : ME = minyak hasil penyulingan

Sumber : Kardinan dan Iskandar, 1997

Hasil observasi mengenai fluktuasi lalat buah didaerah Cilebut dan Citayan

menggunakan minyak melaleuca menunjukkan bahwa populasi lalat buah

berfluktuasi relatif stabil dan merata, yaitu rata-rata tangkapan per bulannya

mencapai 47,75 di Cilebut dan 58 di Citayan (tabel 3). Kedua lokasi tersebut

memang berdekatan sehingga ekosistemnya relatif sama.

Tabel 3. Jumlah lalat buah terperangkap di daerah Cilebut dan Citayan (Jawa

Barat)

Waktu Penangkapan Cilebut Citayan

Oktober 1996

November 1996

Desember 1996

Januari 1997

43

69

29

50

39

94

39

60

Rata-rata 47,75 58,00

Sumber : Kardinan, 1997

KESIMPULAN

1. Lalat buah yang terperangkap menunjukkan lalat buah yang menyerang cabai

di KBI KP Sidondo adalah spesies Dorsalis.

2. Pemasangan perangkap Melaleuca bracteata menyebabkan banyaknya lalat

buah yang terperangkap.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Karantina Pertanian Jakarta 1994. Hasil pemantauan daerah sebar hama lalat

buah (Diptera: Tepritidae) berikut tanaman inangnya. Seminar Nasional

Hasil Pemantauan Hama Lalat Buah 10-11 Pebruari 1994. 30 hal

Drew,R.A.I. 1989. The TropicalFruit Files (Diptera Tephritidae Dacinae) of

Australians and Ocenian Region Queensland Museum.

Hill, D.S. 1983 Agricultural insect pests of the tropics and their control 2nd

ed

Cambridge University Press p. 391-392.

Page 269: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 269

Kardinan, A. 1997 . Pengolahan dan Pengujian berbagai jenis insektisida botani .

Makalah pada Pra Raker II Badan Litbang Pertanian, Evaluasi Penelitian

dan Pengembangan Pertanian , Bogor , 28-30 Januari 1997.

Kardinan , A . dan M. Iskandar . 1997 . Pengaruh daya pikat (attractant) ekstrak

sederhana daun melaleuca bracteata terhadap lalat buah bactrocera

dorsalis.Laporan Hasil Penelitian 1996/97. Balai Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat. 7 hlm.

Kardinan, A. 1999 Prospek Minyak Daun Melaleuca bracteata Sebagai

Pengendali Populassi Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis ) di Indonesia.

Jurnal Litbang Pertanian 1999 . Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat. 17 hlm.

Metcalf ,C.L and W.P Flint. 1951. Destructive and useful insects. Their habits and

control MC. Graw- Hill Book Company inc.p.760-762

Putra, N, S., Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya 43 Hlm.

Ria , A. 1994. Perangkap alami lalat buah dengan bakteri. Trubus 300 TH XXV

November 1994. Hlm 61

White M and M. Elson Harris. 1992. Fruit Files of Economic Significance. Their

Identification and Bionomics CAB International. ACIAR

Page 270: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 270

Potensi Pengembangan Tanaman Kenaf (Hibiscus Cannabinus L.) Di

Kalimantan Timur

M. Hidayanto dan N. Roupik A.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

Jl. PM. Noor-Sempaja, Samarinda

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan komoditas tanaman perkebunan

multiguna dan memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan sebagai

komoditas agroindustri dan agribisnis. Sebagai tanaman penghasil serat alam,

kenaf termasuk tanaman semusim yang mudah dibudidayakan dan dapat

beradaptasi di berbagai tipe lahan, seperti lahan sawah, bonorowo (banjir), tegal

(kering), pasang surut dan gambut. Kalimantan Timur, tanaman kenaf sangat

potensial untuk dikembangkan, karena provinsi ini memenuhi syarat dari

persyaratan ekologi (tanah dan iklim) di samping tersedia lahan yang cukup luas.

Potensi lahan di Kalimantan Timur untuk pengembangan kenaf sangat luas yaitu

sekitar 14 juta ha lahan masam, 900 ribu ha lahan rawa, 330 ribu ha lahan

gambut, 8 ribu ha lahan pasang surut dan 950 ha lahan lebak. Uji adaptasi

tanaman kenaf telah dilaksanakan di Kalimantan Timur sejak tahun 1998, yaitu

dengan uji galur harapan 85-9-75 yang produktivitasnya 3,6 ton/ha, dan galur

CPI 115357 produktivitasnya 2,7 ton/ha.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci: Hibiscus cannabinus L., potensi lahan, galur, Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN

Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan tanaman penghasil serat dari

kulit batangnya. Selain sebagai penghasil serat untuk bahan karung, kenaf dapat

digunakan sebagai bahan baku pulp atau kertas, karpet permadani, pelapis kulit

listrik, bahan penguat plastik, tali pengikat, door trim mobil, fibre board, dan

kerajinan. Sebagai bahan baku pulp, kenaf mempunyai banyak keunggulan

dibanding kayu yaitu lebih ramah lingkungan, lebih efisien tenaga dan biaya, serta

bahan bakunya lebih cepat tersedia (Anonim, 2006).

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas

kenaf di Indonesia adalah tingkat kompetisi dengan komoditas lain dalam

memperoleh lahan yang potensial/subur. Sebagai komoditas non pangan,

pengembangan kenaf di lahan-lahan subur tergeser oleh komoditas pangan. Untuk

Page 271: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 271

mempertahankan keberadaannya, pengembangan kenaf harus diarahkan ke lahan

yang kurang potensial yang banyak terdapat diluar Jawa, khususnya di

Kalimantan yang memiliki lahan Podsolik Merah Kuning (PMK), sulfat masam,

dan gambut (Sudjindro et al., 1999).

Pengembangan areal perkebunan di Kalimantan Timur dari Kawasan

Budidaya Non Kehutanan (KBNK) berdasarkan Tata Ruang Kalimantan Timur

yang telah disepakati seluas ± 6.520.622,73 ha. Pemda Kaltim menetapkan

potensi lahan perkebunan sawit mencapai 4,7 juta ha sementara 0,61 juta ha

diperuntukan bagi pengembangan usaha perkebunan lainnya. Komoditi yang

cocok dikembangkan untuk sektor perkebunan antara lain: karet, kelapa hybrida,

kelapa sawit, kopi, lada, cengkeh dan kakao disamping komoditi perkebunan

lainnya seperti kenaf, abaca, nira, jarak dan tanaman farmasi lainya (Anonim,

2012a).

II. TANAMAN KENAF DI KALTIM

Kenaf merupakan nama untuk tanaman Hibiscus cannabinus di Persia

(Dempsey, 1975). Menurut Ben-Hill et al. (1960) sistematika tanaman kenaf

sebagi berikut:

Kingdom ……………………… Plant Kingdom

Divisio ………………………….. Spermatophyta

Subdivisio ……………………… Angiospermae

Klas …………………………….. Dicotyledeneae

Ordo ……………………………. Malvales

Famili …………………………… Malvaceae

Genus ………………………….. Hibiscus

Species …………………………. Hibiscus cannabius

Menurut Balittas (1996) morfologi tanaman kenaf membentuk akar

tunggang, panjang akar dapat mencapai 25 cm, akar lateralnya tegak lurus pada

akar tunggang, panjangnya 25-30 cm. Dalam keadaan tergenang air akar kenaf

masih dapat bertahan, dengan toleransi terhadap penggenangan tertentu. Batang

kenaf dapat mencapai tinggi 4 m dan diameter 25 mm, tergantung varietas, waktu

tanam, dan kesuburan tanah. Warna batang pada tanaman muda umumnya hijau,

akan berubah menjadi coklat kemerahan pada saat menjelang panen. Daun

tanaman kenaf letaknya berselang-seling, terletak pada cabang dan batang utama.

Kenaf memiliki daun tunggal yang terletak pada bagian bawah dan daun menjari

terletak pada bagian tengah dan atas. Bunga tanaman kenaf terdiri atas kelopak

tambahan, mahkota, benang sari dan putik. Bunga mulai dihasilkan pada minggu

ke 12 setelah tanam. Buah kenaf berbentuk bulat meruncing (kerucut), panjang 2-

Page 272: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 272

2,5 cm dan diameter 1-1,5 cm. di dalam kapsul buah berisi 15-25 biji yang

berbentuk ginjal dan berwarna kelabu agak kecoklatan.

Tanaman kenaf dibudidayakan menggunakan benih, dan benih kenaf harus

berasal dari tanaman penghasil benih. Tanaman kenaf mengalami pertumbuhan

optimal berkisar pada umur 60-98 hari. Menurut Sastrosupadi (1984)

penggenangan berkisar 40-50 cm, tanaman kenaf masih mampu menghasilkan di

atas empat ton per hektar meskipun tanaman tergenang selama 60 hari. Hal ini

disebabkan kenaf memiliki fungsi untuk mengambil udara dari atmosfir yang

dibutuhkan untuk proses metabolism dalam tanaman kenaf.

Menurut Webber dan Bledsoe (2002) batang kenaf memiliki komposisi

35% kulit dan 65% inti, dihitung berdasarkan bobot berat. Kulit kenaf

mengandung serat yang panjang sedangkan bagian inti kenaf mengandung serat

yang leih pendek. Dimensi dan komposisi kimia serat kenaf dapat dilihat pada

Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Dimensi serat kenaf

Tipe serat Panjang sel

(mm)

Lebar sel

(micron)

Tebal dinding

sel (micron)

Lebar lumen

(micron)

Kulit 1,8 – 4,0 14 - 24 3,8 – 8,6 6,6 – 12,8

Inti 0,4 – 1,0 22 - 37 4,8 – 8,2 16,5 – 22,7

Sumber: Liu, 2004

Tabel 2. Komposisi kimia kenaf

Komposisi Kulit (%) Inti (%)

Lignin 21,1 – 23,3 18,7 – 20

Selulosa 53 – 57,4 37,6 – 51,2

Gula 70,6 – 75,9 68,3 – 70,2

Ekstraktif 2,5 – 2,7 1,7 – 1,9

Abu 5,9 – 8,3 2,9 – 4,2

Acetyl 2,0 – 2,7 3,5 – 4,0

Sumber: Sellers et al. (1996) dalam Maail (2006).

2.1. Syarat Tumbuh

Menurut Kirby (1963), spesies Hibiscus memiliki adaptasi yang luas pada

berbagai kondisi tanah dan iklim termasuk panjang hari, namun sensitive terhadap

frost sehingga untuk tujuan penanaman secara komersial hanya dapat dilakukan di

daerah tropis atau subtropis. Hal tersebut diperkuat hasil penelitian Berger (1969)

yang menyatakan bahwa pertumbuhan kenaf terutama dipengaruhi oleh jumlah

hari bebas frost, kesuburan tanah, air dan cahaya matahari. Secara umum, untuk

Page 273: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 273

menghasilkan pertumbuhan yang baik dengan hasil yang optimal, dipengaruhi

oleh faktor curah hujan, kondisi tanah dan panjang hari.

Jenis Tanah

Kenaf memiliki toleransi yang baik pada berbagai macam jenis tanah,

namun tumbuh lebih baik pada tanah gembur, subur dan kaya akan bahan organik.

Di Afrika selatan kenaf tidak mampu tumbuh di lahan banjir saat telah mencapai

ketinggian tertentu (Kirby, 1963). Tanah liat berpasir pH antara 4,4 – 6,5 dengan

ketinggian tempat antara 0 – 600 m di atas permukaan laut sangat cocok bagi

pertumbuhan kenaf. Menurut Berger (1969) spesies Hibiscus memerlukan tanah

lempung berpasir atau lempung liat berpasir yang berdrainase baik dengan pH

antara 6 – 6,8 dan mengandung bahan organik tinggi.

Kebutuhan Air

Menurut Sastrosupadi (1986), kenaf memiliki siklus karbon C3 sehingga

transpirasi dan penggunaan air per satuan berat keringnya tergolong tinggi. Untuk

dapat tumbuh dan berproduksi tinggi, maka kebutuhan air selama pertumbuhan

vegetatifnya harus terpenuhi. Curah hujan yang diperlukan tanaman kenaf

berkisar antara 20 – 25 inch selama 4-5 bulan pertumbuhannya (Kirby, 1963). Hal

tersebut dipertegas oleh Berger (1969) yang menyatakan bahwa kebutuhan curah

hujan tanaman kenaf selama 4-5 bulan berkisar antara 500 – 750 mm.

Hasil penelitian Sastrasupadi dan Sadtuhu (1987) menyimpulkan bahwa

selama 90 hari, kenaf mengevapotranspirasi air sebanyak 600 mm. Kebutuhan air

tersebut telah tercukupi oleh curah hujan, namun hal tersebut masih tergantung

pada sifat fisik tanahnya. Makin porous tanahnya akan semakin besar curah hujan

yang diperlukan.

Panjang Hari

Menurut Lakitan (1995), panjang hari sebagai lama penyinaran matahari

selama waktu sehari semalam (24 jam). Perbedaan lama periode penyinaran

matahari tersebut diakibatkan oleh perbedaan tempat menurut letak lintang bumi.

Kenaf merupakan tanaman hari pendek sehingga jika ditanam pada bulan dengan

periode penyinaran yang pendek akan mengalami pembungaan dini (Sastrasupadi

dan Santoso, 1991). Menurut Kirby (1963) batang kenaf harus tinggi dan

berdiameter besar agar diperoleh produksi serat yang optimal. Untuk itu tanaman

harus diusahakan sedemikian rupa agar periode vegetative tanaman jatuh pada

bulan berfotoperiode panjang. Ritme pergerakan matahari menunjukkan bahwa

matahari berada di khatulistiwa sebanyak dua kali setahun yaitu pada tanggal 21

Maret dan 23 September sedangkan pada tanggal 21 Juni matahari berada di 23,5o

LU dan pada tanggal 21 Desember berada pada 23,5o LS (Lakitan, 1995).

Page 274: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 274

2.2. Pertumbuhan Tanaman Kenaf pada Kondisi Kekeringan

Parsons (1982) membagi perubahan pertumbuhan tanaman akibat

kekeringan menjadi dua bagian, yaitu perubahan secara morfologi dan perubahan

secara fisiologi. Perubahan secara morfologi meliputi pengguguran daun,

perubahan sudut daun dan faktor perakaran sedangkan perubahan secara fisiologis

meliputi perubahan pada stomata, fotosintesis, translokasi dan distribusi asimilat,

penyesuaian keseimbangan osmotic dan akumulasi piroline.

Perubahan Morfologi

Pengguguran daun maupun pengurangan luas daun merupakan cara

tanaman untuk mengurasi kehilangan air (Parsons, 1982). Selain itu

pengembangan tanaman melalui pengurangan total luas daun merupakan cara

yang menguntungkan jika tanaman mampu berkompetisi efektif dengan gulma.

Respon morfologi terhadap kekeringan dapat juga meliputi peningkatan rasio akar

terhadap pucuk. Hal tersebut terjadi akibat penurunan pertumbuhan pucuk atau

peningkatan pertumbuhan akar maupun keduanya (Parsons, 1982).

Perubahan Fisiologi

Parsons (1982) menyatkan bahwa kutikula yang tebal dan berlilin

merupakan hal yang menguntungkan dalam pengurangan kehilangan air. Faktor

lain yang juga penting bagi tanaman untuk bertahan pada kondisi kekeringan

adalah faktor stomata. Hal tersebut antara lain dikemukana oleh Hurd (1976)

bahwa beberapa spesies menutup stomata lebih dini selama terjadi kekeringan.

Terpeliharanya tingkat potensi air yang lebih tinggi tampaknya berhubungan

dengan penutupan stomata yang lebih cepat selama kekeringan. Mansfield dan

Davies (1981) menyatakan pula bahwa penutupan stomata tersebut diperlukan

untuk menurunkan tingkat transpirasi dan untuk melindungi organel daun yang

sensitive terhadap kekeringan. Menurut Bidwell (1974) menyatakan bahwa

cekaman air atau potensi air daun merupakan faktor terpenting dalam

pengontrolan stomata melebihi pengaruh beberapa faktor lain seperti cahaya,

temperature dan konsentrasi CO2. Menurut Parsons (1982) potensi air pada saat

penutupan stomata dipengaruhi oleh umur tanaman, kondisi pertumbuahan, posisi

daun dan tingkat cekaman air yang terjadi. Menurut Khandakar (1995)

menyatakan bahwa kekeringan juga menginduksi sejumlah senyawa metabolik

tanaman. Akumulasi proline dalam jumlah besar (meningkat hingga 100 kali

dibandingkan kondisi normal) merupakan salah satu karakteristik cekaman yang

nyata.

2.3. Potensi lahan Untuk Kenaf di KalimantanTimur

Sejak tahun 1996 telah dilakukan mengembangkan budidaya kenaf

varietas Hc G4 di kabupaten Kutai Kartanegara, dan tahun 1997 telah

Page 275: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 275

dikembangkan di kotamadya Samarinda dan kabupaten Berau. Pada tahun 1998

telah dilakukan uji adaptasi 12 galur kenaf yang menghasilkan galur harapan 85-

9-75 dan Hc G4 dengan produktivitas serat 3,6 ton/ha pada jenis tanah Podsolik

Merah Kuning di Desa Bukit Raya, Kecamatan Sambojo, Kabupaten Kutai

Kartanegara; dan pada jenis lahan gambut di Desa Bukuan, Kecamatan Palaran,

Kota Samarinda dengan produktivitas serat 3,7 ton/ha untuk galur 85-9-75

(Saragih et al., 1998).

Widjaya Adhi et al (1992) dan Subagyo (1997) mendefinisikan lahan rawa

sebagai lahan yang menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem

perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam

setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Menurut PP No. 27 Tahun

1991, lahan rawa adalah lahan yang tergenang air secara alamiah yang terjadi

terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat dan

mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun biologis. Lahan rawa

dibedakan menjadi: (a) rawa pasang surut/rawa pantai, dan (b) rawa non pasang

surut/rawa pedalaman (Keputusan Menteri PU No. 64/PRT/1993). Potensi lahan

gambut di Kalimantan Timur sekitar 332 ribu hektar (Ritung et al, 2011), dan

lahan ini potensial untuk pengembangan tanaman kenaf.

Mulyani et al (2011) menyatakan bahwa penyebaran tanah masam

berdasarkan ordo tanah di Kalimantan Timur yaitu jenis Entisols 13.430 ha,

Inceptisols 4.989.666 ha, Oxisols 624.875 ha, Spodosols 147.766 ha, Ultisols

8.809.912, sehingga luasan lahan masam keselurahan mencapai 14.585.486 ha.

Dari Tabel 3 dan Tabel 4 telihat potensi lahan rawa di Kalimantan Timur

mencapai 904.978 ha, dan telah dibuka mencapai 17.123 ha. Luas lahan rawa dan

lebak berturut-turut mencapai 7.527 ha dan 950 ha (Distan Kaltim, 2011).

Tabel 3. Potensi dan luas lahan rawa yang telah dibuka di Kalimantan Timur.

No Kabupaten Potensi Lahan Rawa

(Ha)

Lahan Rawa yang Telah

dibuka (Ha)

1. Berau 33.372 1.352

2. Kota Tarakan *) 170.898 10

3. Kutai Timur 160.197 800

4. Kota Bontang - -

5. Samarinda 3.845 -

6. Kutai Kartanegara 304.316 2.165

7. Kutai Barat 11.844 817

8. Kota Balikpapan - -

9. Penajam Paser Utara 124.324 -

10. Paser 9.840 844

Jumlah 818.636 5.988 *) Sekarang termasuk wilayah Kalimantan Utara

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2011)

Page 276: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 276

Tabel 4. Luas lahan pasang surut dan lebak di Provinsi Kalimantan Timur

No Kabupaten Pasang Surut (Ha) Lebak (Ha)

1. Berau 588 -

2. Kota Tarakan *) - -

3. Kutai Timur 100 53

4. Kota Bontang - -

5. Samarinda - -

6. Kutai Kartanegara 471 815

7. Kutai Barat - 5

8. Kota Balikpapan - -

9. Penajam Paser Utara 155 -

10. Paser 818 -

Jumlah 2.147 873

*) Sekarang termasuk wilayah Kalimantan Utara

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2011)

KESIMPULAN

1. Kenaf merupakan komoditas tanaman perkebunan multiguna dan memiliki

prospek yang cerah untuk dikembangkan sebagai komoditas agroindustri

dan agribisnis yang ramah lingkungan.

2. Kalimantan Timur potensial untuk pengembangan kenaf, karena memenuhi

syarat dari segi ekologi (tanah dan iklim) dan ketersediaan lahan yang luas.

Potensi lahan di Kaltim untuk pengembangan kenaf sangat luas, terdapat

sekitar 14,6 juta ha lahan masam, 905 ribu ha lahan rawa, 332 ribu ha lahan

gambut, 7,5 ribu ha lahan pasang surut dan 950 ha lahan lebak.

3. Tanaman kenaf telah dikembangkan sejak tahun 1996 di Kalimantan Timur

dan pada tahun 1998 telah dilakukan galur 85-9-75 dan Hc G4 untuk jenis

tanah Podsolik Merah Kuning dengan produksi serat 3,6 ton/ha, serta galur

85-9-75 dengan produksi serat 3,7 ton/ha untuk lahan gambut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Pemanfaatan lahan sulfat masam berwawasan lingkungan dalam

mendukung peningkatan produksi beras nasional. Pengembangan Inovasi

Pertanian Vol 1 No 2.

Anonim. 2012a. Potensi Daerah Provinsi Kalimantan Timur.

http://www.kadinkaltim.com/?p=417 (Diunduh 3 september 2012).

Anonim. 2012b. Kenaf. http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/index.php? Option

=com_content&view=category&id=61&Itemid=112. (Diunduh september

2012).

Page 277: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 277

Balittas. 1996. Kenaf: Buku 1. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat.

Malang.

Berger, J. 1969. The World’s Major Fibre Crop: Their Cultivation and Manuring.

Center d’Etude de’l Azota. Zurich. 294 p.

Bidwell, R. G. S. 1974. Plant Physiology. Macmillan Publ. Co. New York. 643 p.

Dempsey, J. M. 1975. Fiber Crops. Rose Printing Company. Florida.

Hurd, E. A. 1976. Plant Breeding for Drought Resistence. In T. T. Kozlowski

(Ed.). Water Deficits and Plant Growth. Academic Press. Londong. 317-

345 p.

Khandakar, A. L. 1995. Mannual of Methods for Physio-Morphological Studies of

Jute, Kenaf and Allied Germplasm. International Jute Organization. 129 p.

Kirby, R. H. 1963. Vegetable Fibre. Leonard Hill Books Ltd. London. 473 p.

Kramer, P. J. 1963. Water Stress and Plant Growth. Agron. J. 55:31-35.

Lakitan, B. 1995. Dasar-dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

175 p.

Liu, A. 2004. Making Pulp and Paper from Kenaf. CCG International.

Maail, R. S. 2006. Papan Semen-Gypsum dari Core-Kenaf (Hibiscus cannabinus

L.) Menggunakan Teknologi Pengeresan Autoclave. Sekolah Pascasarjana.

Instiut Pertanian Bogor. Bogor. (Tesis).

Masfield, T. A. dan W. J. Davies. 1981. Stomata and Stomatal Mechanism. In L.

G. Paleg dan D. Aspinall (Eds.). The Physiology and Biochemistry of

Drought Resistance in Plants. Academic Press. New York. 315-347 p.

Mulyani, A., A. Rachman, dan A. Dairah. 2011. Penyebaran Lahan Masam,

Potensi dan Ketersediannya Untuk Pengembangan Pertanian. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Parsons, L. R. 1982. Plants Response to Water Stress. In M. N. Christiansen dan

C. F. Lewis (Eds.). Breeding Plants for Favourable Environments. John

Wiley and Sons. New York. 175-189 p.

Purwati, R. D., dan Marjani. 2009. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Kenaf

Terhadap Cekaman Fe pada pH Masam. Buletin Tanaman Tembaku, Serat

dan Minyak Industri. No. 1 Vol. 1 Balai Penelitian Tanaman Tembakau

dan Serat. Malang.

Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, C.

Tafakresnanto. 2011. Peta Lahan Rawa Indonesia Skala 1 : 250.000. Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Page 278: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 278

Sastrosupadi, A. 1986. Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) sebagai Bahan

Baku Pulp. Dalam Soekartawi (Ed.). Komoditi Serat Karung di Indonesia.

UI Press. Jakarta. 206-226 p.

Sastrosupadi dan Sadhutu. 1987. Pengaruh Interval Pemberian Air Terhadap

Pertumbuhan Kenaf dan Yute. Fakultas Pertanian UPN Surabaya. Skripsi.

Sastrosupadi dan B. Santoso. 1991. Penyempurnaan Teknik Budidaya Tanaman

Serat Karung di Lahan Bonorowo dan Lahan Kering. Prosseding Temu

Tugas Penelitian - Penyuluh Bidang Tanaman Perkebunan/Industri. Balai

Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Malang. 190 p.

Saragih, J., Jiyanto, S. Wibowo dan Sudjindro. 1998. Uji Adaptasi Teknologi

Tanaman Kenaf. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Litbang

Pertanian. Samarinda. 39 p.

Sudjindro, B. Heliyanto, R. D. Purwati dan D. Sunardi. 1999. Evaluasi Ketahanan

Galur Kenaf, Yute dan Rosela Terhadap Stress Lingkungan. Laporan Hasil

Penelitian TA. 1998/1999. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat.

Malang.

Webber dan Bledsoe. 2002. Kenaf Hervesting and Processing. Alexandria : ASHS

Press. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/nenu02/pdf/webbe-348.pdf

(Diakses pada tanggal 5 April 2007).

Widjaja-Adhi, I.P.G., K. Nugroho, Didi Ardi S. dan A. Syarifuddin Karama.

1992. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai: Potensi,

Keterbatasan dan Pemanfaatannya. Makalah utama, disajikan dalam

Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan

Rawa. Bogor, 3-4 Maret 1992. SWAMPII. Badan Litbang Pertanian.

Page 279: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 279

Pengendalian Gulma Dengan Herbisida Pratumbuh Pada Budidaya Padi

Sistem Tabela Di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah

I Ketut Suwitra1, Ruslan Boy, Hamka dan Mahfudz

2

1BPTP Sulawesi Tengah, Jl Lasoso No 62 Biromaru 2Universitas Tadulako, Jl Soekarno-Hatta, Palu

e-mail: [email protected]

Abstrak

Gulma merupakan salah satu kelompok organisme pengganggu tanaman (OPT) yang

menjadi pesaing bagi tanaman padi dalam memperoleh hara, air, sinar matahari, CO2,

dan lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis herbisida pra

tumbuh yang efektif untuk mengendalikan gulma berdaun sempit pada budidaya padi

sawah dengan sistem tanam benih langsung (tabela). Aplikasi herbisida ini diharapkan

mampu mengendalikan gulma sejak dini sehingga terjadinya peningkatan produktivitas

pada tanaman padi. Kajian ini dilaksanakan di lahan milik petani Desa Pinamula

Kecamatan Momunu, Kabupaten Buol, Propinsi Sulawesi Tengah.pada Bulan Juli

sampai dengan bulan Desember 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan

acak kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan herbisida pratumbuh yang bersifat sistemik

dan selektif dengan bahan aktif etil Pirazosulfuron (H1), oksifluorfen (H2); klomazone

(H3); dan kuinklorak (H4) dan tanpa pemberian herbisida (Kontrol), yang diulang

sebanyak tiga kali, pada lahan masing-masing seluas 0,5 ha. Hasil kajian menunjukkan

bahwa herbisida berbahan aktif etil pirazosulfuron, klomazone dan Kuinklorak sangat

efektif mengendalikan gulma dari golongan rumput-rumputan (Echinochloa colona) dan

oksifluorfen efektif mengendalikan teki-tekian (Cyperus difformis dan Fimbristylis

miliacea).

---------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Gulma, Herbisida, Pratumbuh, Budidaya, Padi, Tabela

PENDAHULUAN

Di Sulawesi Tengah, sistem tabela sudah mulai memasyarakat dan banyak

digunakan oleh petani padi sawah, terutama di daerah yang ketersediaan tenaga

kerja terbatas, termasuk Kabupaten Buol. Tanam padi sistem tabela memberikan

beberapa keunggulan atau kelebihan dibandingkan cara tanam konvensional

karena lebih efisien. Masalah yang sulit dikendalikan pada usahatani padi dengan

sistem tabela adalah pertumbuhan gulma. Bahkan diduga turut mempercepat

tumbuhnya biji gulma karena besar dan lamanya area yang terbuka disaat awal

tabela sehingga mendorong gulma tumbuh lebih cepat. Masalahnya, benih padi

Page 280: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 280

dan biji gulma tumbuh bersama-sama. Keberhasilan budidaya padi sistem tabela

ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya pengelolaan gulma. Pengelolaan

gulma pada pertanaman padi sawah perlu dilakukan untuk menunjang

pertumbuhan padi optimal. Selain itu juga, sistem tabela ternyata kurang cocok

bila dilakukan saat musim penghujan.

Gulma merupakan salah satu kelompok organisme pengganggu tanaman

(OPT) yang menjadi pesaing bagi tanaman padi dalam memperoleh hara, air, sinar

matahari, CO2, dan lahan (Lamid 1996). Persaingan gulma dengan padi dapat

mengakibatkan penurunan hasil antara 11-55% pada sistem tanam pindah dan

55% pada sistem tabela (De Datta; Bangun; Nyarko dan De Datta; Ridwan dalam

Koloi, 2005). Tanpa pengendalian, gulma mampu menurunkan hasil padi sawah

32-42%, bergantung pada varietas padi yang ditanam dan agroekosistem (Sutanto,

1997). Kehilangan hasil padi sistem tabela lebih tinggi daripada sistem tapin,

yakni 1,0 t/ha bila tidak disiangi (Supaad dan Cheong dalam Koloi, 2005). Selain

itu juga, gulma mampu beradaptasi, tumbuh, dan berkembang pada semua

agroekosistem dan dalam kondisi iklim yang telah berubah. Aplikasi herbisida

termasuk cara pengendalian gulma yang efektif, mudah, dan murah dibandingkan

dengan cara manual (Sutanto, 1997). Namun, penggunaan herbisida sejenis pada

setiap musim tanam dapat menimbulkan resistensi jenis gulma tertentu sehingga

menghendaki alterasi aplikasi bahan aktif yang berbeda (Lamid et al. 1996) .

Pada lahan budidaya padi sawah, dinamika populasi gulma akan

menentukan tindakan pengendalian yang tepat. Pada dinamika populasi gulma,

golongan gulma yang dominan merupakan target utama untuk dikendalikan

karena berpotensi sebagai pesaing tanaman budidaya. Perlu diwaspadai bahwa

gulma minor akan muncul sebagai pesaing pengganti pada musim tanam

berikutnya, oleh karena itu, keberagaman tersebut menghendaki pendekatan

pengendalian yang spesifik (Lamid 1996). Untuk itu pemilihan herbisida yang

selektif dan efektif serta waktu aplikasi yang tepat mutlak dibutuhkan untuk

mengendalikan pertumbuhan gulma dengan sistem tanam tabela. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Djojosoemarto (2008) yang menyatakan bahwa pemilihan

jenis herbisida sangat menentukan keberhasilan pengendalian gulma. Oleh sebab

itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis herbisida pra tumbuh yang

efektif untuk mengendalikan gulma berdaun sempit pada budidaya padi sawah

dengan tabela. Aplikasi herbisida ini diharapkan mampu mengendalikan gulma

sejak dini sehingga terjadinya peningkatan produktivitas pada tanaman padi.

METODOLOGI

Kajian ini dilaksanakan pada Bulan Juli – Desember 2013. Lokasi

pelaksanaan berada di Desa Pinamula Kecamatan Momunu Kab. Buol.

Page 281: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 281

Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah on farm extension, dimana

petani dijadikan koperator. Dalam melaksanakan kegiatan di lapangan

menggunakan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Lahan potensial

yang sesuai dan layak untuk pelaksanaan kegiatan adalah lahan irigasi, baik

dengan irigasi teknis maupun sederhana.

Alat yang dipakai dalam pengkajian ini adalah hand traktor, pacul, hand

sprayer dan alat perontok. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih padi

Inpari 20, pupuk phonska, urea, SP-36 dan KCl (tergantung hasil uji status hara

tanah), pestisida dan herbisida.

Kajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

model matematiknya (Steel and Torrie, 1991) :

Yijk = u + Rk + Ai + δik + Bj + ABij +ijk

Rk = pengaruh kelompok ke-k

• Ai = pengaruh perlakuan faltor A taraf ke-I

• δ ik = pengaruh galat (a)

• Bj = penarguh perlakuan actor B taraf ke-j

• (AB)ij = pengaruh interaksi

• eijk = pengaruh galat (b)

Perlakuannya adalah jenis herbisida pra tumbuh dengan simbol H.

Herbisida yang digunakan adalah yang sistem kerjanya sistemik dan selektif

dengan bahan aktif etil pirazosulfuron (H1), oksifluorfen (H2); klomazone (H3);

kuinklorak (H4) dan Tanpa pemberian herbisida (Kontrol), yang diulang sebanyak

tiga kali. Luas lahan yang digunakan masing-masing 0,5 ha.

Kegiatan diawali dengan survei identifikasi lokasi dan karakterisasi

teknologi yang diterapkan petani. Hal ini ditujukan untuk mengetahui karateristik

lahan, teknologi yang diterapkan dan respon petani terhadap kegiatan yang akan

dilaksanakan. Kegiatan ini juga sekaligus menentukan lokasi dan petani

koperator.

Pada sistem tabela dilakukan pengolahan tanah sempurna dengan

menggunakan traktor. Setelah pembajakan I, sawah digenangi selama 7 hari,

kemudian dilakukan penggaruan yang bertujuan untuk meratakan dan pelumpuran

tanah. Varietas yang digunakan adalah varietas yang eksisting di lapangan. Lahan

sawah yang akan ditanami dalam kondisi macak-macak dan rata, tidak

bergelombang dan tidak tergenang air. Petakan sawah dibuat parit atau caren

keliling.

Sebelum tanam petakan sawah digenangi air dan disemprot dengan

herbisida pra tumbuh berdasarkan masing-masing perlakuan. Pada sistem tabela

ini, sebelum benih ditanam ke lapangan terlebih dahulu direndam sehari semalam

dan 2 hari diperam sampai calon akarnya kelihatan, kemudian masukkan benih ke

Page 282: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 282

dalam alat tabela (atabela) tipe jajar legowo 2:1. Takaran pupuk diberikan

berdasarkan kondisi kesuburan tanah setempat dengan menggunakan PUTS

(Perangkat Uji Tanah Sawah). Penggenangan tipis dilakukan pada hari ke 3-5

setelah tanam. 10-14 hari setelah tanam dilakukan pemupukan dasar dan 15-20

hari setelah tanam dilakukan penyiangan.

Tanaman yang tumbuhnya terlalu rapat/banyak segera dicabut dan ditanam

pada barisan tanaman yang kosong. Untuk pengendalian hama dan penyakit

tanaman dilakukan dengan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT). Panen

dilakukan bila 90% gabah sudah menguning.

Peubah yang diamati adalah identifikasi gulma, persen penutupan total

gulma dan gejala fitoktoksisitas pada tanaman padi. Skoring keracunan didasarkan

atas pengamatan visual yaitu :

0 (tidak ada keracunan) = 0 – 5 % bentuk daun atau warna daun atau

pertumbuhan tanaman tidak normal.

1 (keracunan ringan) = 5 – 20 % bentuk daun atau warna daun atau

pertumbuhan tanaman tidak normal.

2 (keracunan sedang) = 20 – 50 % bentuk daun atau warna daun atau

pertumbuhan tanaman tidak normal.

3 (keracunan berat) = 50 – 75 % bentuk daun atau warna daun atau

pertumbuhan tanaman tidak normal.

4 (keracunan sangat berat) = 75 % bentuk daun atau warna daun atau

Pertumbuhan tanaman tidak normal sampai

tanaman mati

Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam

dan bila terdapat pengaruh yang nyata akibat dari perlakuan dilanjutkan dengan

uji BNJ 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak

diinginkan. Dalam penelitian ini, gulma yang tumbuh dipertanaman padi saat

penelitian pada pengamatan umur 14 HSS (Hari Setelah Sebar) terdiri atas tiga

golongan yaitu rumput-rumputan, daun lebar dan teki-tekian. Identifikasi gulma

pada masing-masing perlakuan dapat di lihat pada Tabel 1 berikut ini.

Page 283: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 283

Tabel 1. Identifikasi gulma pada masing masing perlakuan

Perlakuan Jenis Gulma Golongan Gulma

etil pirazosulfuron (H1) Ludwigia octovalvis

Cyperus difformis

Daun lebar

Teki – tekian

oksifluorfen (H2)

Ludwigia octovalvis

Echinochloa colona

Eichornia crassipes

Ageratum conyzoides

Daun Lebar

Daun sempit

Daun lebar

Daun lebar

klomazone (H3) Ludwigia octovalvis

Cyperus iria

Daun lebar

Teki – tekian

kuinklorak (H4) Ludwigia octovalvis

Fimbristylis miliacea

Daun lebar

Teki – tekian

Tanpa Herbisida

(Kontrol)

Ludwigia octovalvis

Cyperus difformis

Echinochloa colona

Eichornia crassipes

Ageratum conyzoides

Fimbristylis miliacea

Daun lebar

Teki – tekian

Daun sempit

Daun lebar

Daun lebar

Teki – tekian

Ludwigia octovalvis merupakan gulma dengan golongan daun lebar yang

paling dominan pada masing-masing perlakuan, sehingga seluruh perlakuan tidak

memiliki pengaruh yang nyata terhadap keberadaan gulma ini. Ludwigia

octovalvis berkembang biak melalui biji, potongan tanaman dan stolon.

Berkembang pesatnya gulma ini di lokasi penelitian diduga akibat dari

perbanyakan potongan tanaman dari sisa-sisa olahan tanah yang belum sempurna.

Sembodo (2010) melaporkan bahwa gulma yang ber-kembang-biak dengan

umbi dan rimpang sangat sulit dikendalikan karena letaknya di dalam tanah

sehingga mampu untuk tumbuh kembali. Gulma ini dapat ditekan

pertumbuhannya melalui penggenangan dengan air pada stadia peka.

Perlakuan dengan oksifluorfen (H2) memberikan jenis pertumbuhan gulma

yang lebih banyak dibandingkan ke tiga perlakuan lainnya. Menurut Pane (2004),

ketiga golongan gulma tersebut merupakan jenis gulma paling jahat dan memiliki

daya bersaing tinggi di pertanaman padi sawah maupun padi gogo rancah dan

paling awal tumbuh, sedangkan ketiga perlakuan lainnya etil pirazosulfuron (H1),

klomazone (H3) dan kuinklorak (H4) sangat efektif dalam mengendalikan gulma

berdaun sempit (Tabel 1).

Pertumbuhan gulma yang berada didekat tanaman utama akan menyebabkan

terjadinya kerapatan antara tanaman dengan gulma. Kondisi ini menyebabkan

Page 284: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 284

terjadinya persaingan antara gulma dengan tanaman utama. Menurut Pujisiswanto

dan Sembodo (2009) bahwa kerapatan tanaman yang semakin tinggi dapat

mengakibatkan persaingan antar tanaman yang semakin tinggi untuk mendapatkan

faktor tumbuh seperti cahaya, unsur hara dan air. Tingkat persaingan bergantung

pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman,

pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et

al. 2002). Persaingan tanaman dengan gulma terutama dalam hal pengambilan

cahaya matahari, air, hara dan ruang (Andriyani, 2006; Utami, 2004).

Persaingan gulma dengan tanaman padi dimana pertumbuhan dan

perkembangan gulma tidak dikendalikan menyebabkan pertumbuhan dan hasil

tanaman padi berkurang, Suwitra (2013) melaporkan bahwa kehilangan hasil

akibat adanya gulma dipertanaman padi mencapai 42,61%. Hasil survei

identifikasi terhadap keberadaan gulma dominan sebelum dilakukan penelitian di

daerah ini adalah : Aeschinomene sp, Ageratum conyzoides, Amaranthus spinosus,

Echornia crassipes, Echinochloa sp, Ludwigia sp, Mimosa, Monochoria

vaginalis, Ischaemum rugosum, Chyperus difformis, Chyperus iria, Fimbsistylis

sp.

Persen Penutupan Total Gulma

Persen penutupan total gulma yang diamati 14 hari setelah aplikasi

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keberadaan gulma dibandingkan

dengan tanpa pemberian herbisida (Kontrol). Nampak bahwa aplikasi etil

pirazosulfuron (H1), klomazone (H3) dan kuinklorak (H4) yang diberikan sebelum

penanaman padi mampu menekan pertumbuhan gulma total (tabel 2).

Tabel 2. Persentase Penutupan Gulma Total pada Masing-masing Perlakuan

Perlakuan Persen Penutupan Gulma Total

etil pirazosulfuron (H1) 9,45b

oksifluorfen (H2) 11,13b

klomazone (H3) 9,56b

kuinklorak (H4) 9,67b

Tanpa Herbisida (Kontrol) 44,67a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada Uji BNJ taraf 5%

Fitoktoksisitas Tanaman Padi

Penggunaan herbisida pra tumbuh dapat menyebabkan tidak tumbuhnya

benih padi (fitoktoksisitas). Dampak keracunan ini dilihat dari berkurangnya

populasi tanaman dalam satuan luas. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

pada perlakuan oksifluorfen (H2) memberikan populasi tanaman yang paling

Page 285: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 285

rendah (22 tanaman dalam 1 m2), sedangkan pada perlakuan etil pirazosulfuron

(H1) tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan benih padi yang ditanam

secara langsung (Tabela). Selanjutnya rata-rata populasi tanaman akibat

perlakuan herbisida pada tanaman padi dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Rata-rata populasi (rumpun) tanaman pada masing-masing perlakuan

Perlakuan Populasi dalam 1 m2

Tingkat Keracunan

etil pirazosulfuron (H1) 25 Tidak keracunan

oksifluorfen (H2) 22 Keracunan ringan

klomazone (H3) 23 Keracunan ringan

kuinklorak (H4) 23 Keracunan ringan

Fitoktoksisitas pada tanaman padi akibat pemberian herbisida ini dapat

mengakibatkan kematian pada tanaman padi. Hal ini terlihat dari berkurangnya

populasi tanaman. Kematian diduga karena benih padi belum berkecambah

dengan baik, setelah tanaman tumbuh, herbisida ini hanya memberikan pengaruh

keracunan ringan saja. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian pupuk urea pada

umur 7 hari setelah sebar. Hasil pengamatan terhadap komponen pertumbahan

tanaman padi pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa tanaman sangat

respon terhadap unsur N, oleh sebab itu dilakukan pemberian pupuk urea tahap I.

Pemberian dosis pupuk urea disesuaikan dengan rekomendasi setempat sebanyak

250 kg/ha. Pemberian pupuk ini dapat memulihkan pertumbuhan tanaman padi

menjadi normal.

KESIMPULAN

1. Pengendalian gulma dengan herbisida pratumbuh berbahan aktif etil

pirazosulfuron, klomazone dan Kuinklorak sangat efektif mengendalikan

gulma dari golongan rumput-rumputan (Echinochloa colona) dan

oksifluorfen efektif mengendalikan teki-tekian (Cyperus difformis dan

Fimbristylis miliacea).

2. Pengendalian gulma dengan herbisida pratumbuh (etil pirazosulfuron,

klomazone, Kuinklorak dan oksifluorfen) dapat menekan total gulma pada

tanaman padi sawah sistem tabela.

DAFTAR PUSTAKA

Ananto, E.E. 1989. Mekanisasi pertanian dalam usaha tani padi. hlm. 631-652.

Dalam M. Ismunadji, M. Syam, dan Yuswadi (Ed.). Padi, Buku 2.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Page 286: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 286

Djojosoemarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius.

Yogyakarta.

Koloi, S. 2005. Kajian Agronomi Pengembangan Budidaya Padi Tanam Benih

Langsung (tabela) dan Kedelai. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lamid, Z. 1996. Perkembangan pengelolaan gulma dewasa ini di Indonesia.

Prosiding HIGI XIII.

Sutanto, R. 1997. Studi Penyiapan Lahan Dengan Herbisida Glifosat dan Tinggi

Penggenangan Air pada Budidaya Padi sawah Tanpa Olah Tanah. Tesis

(tidak dipublikasikan). PPSUB.

Suwitra IK. 2013. Pemberian Pupuk Organik dan Herbisida Campuran pada

Tanaman Padi Sistem Tabela. Tesis S2 Ilmu Ilmu Pertanian. Universitas

Tadulako.

Page 287: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 287

Kontribusi Teknologi Atabela, Vub Dan Jajar Legowo Dalam Mendukung

IP Padi 300 Di Desa Ogoamas Satu Kec. Sojol Utara Kab. Donggala

Basrum, Syamsyiah Gafur dan Muh. Amin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah

Jl. Lasoso No.62 Biromaru

email: [email protected]

Abstrak

Target dan sasaran produksi padi sawah di Sulawesi Tengah dalam mendukung P2BN

sebesar 52.10 kw/ha pada tahun 2014, dimana pencapaian target tersebut membutuhkan

terobosan nyata di lapangan melalui pnerapan inovasi teknologi terutama yang

disesuaikan dengan kondisi wilayah dan social masyarakat setempat. Kegiatan ini

bertujuan untuk melihat kontribusi dari aplikasi penggunaan atabela jajar legowo 2:1,

penggunaan varietas unggul baru dan system tanam pindah jajar legowo 2;1 di wilayah

Ogoamas 1 Kecamatan Sojol Utara kabupaten Donggala, yang berlangsung dari januari

hingga September 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara

menggunakan kuesioner semi terstruktur dari responden yang dipilih dengan sengaja

(purposive sampling) sebanyak 30 responden (petani koperator 7 orang dan petani non

koperator 23 orang) dan tokoh kunci, serta dilengkapi data sekunder. Data yang

terkumpul lalu diolah, ditabulasi, dianalisis secara deskriptif, lalu diinterpretasi. Hasil

yang diperoleh menunjukkan bahwa penerapan atabela, VUB dan tapin jarwo 2:1 di

Ogoamas 1 memberikan kontribusi positif dengan nilai mBCR 0,8 (setara Rp.

8.018.310/ha/MT). Penggunaan atabela mampu menghemat biaya tenaga kerja

penanaman sebesar Rp. 800.000,- dan waktu panen +15 hari dibandingkan dengan

system tanam tapin dan gugu.

Kata kunci: kontribusi, atabela, VUB, jajar legowo, Sojol Utara.

PENDAHULUAN

Beras merupakan salah satu makanan pokok bangsa Indonesia. Oleh

karena itu, perhatian akan beras yang berasal dari tanaman padi tidak ada henti-

hentinya. Adanya perkembangan terus-menerus di bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi pangan yang begitu pesat memungkinkan meningkatnya produksi, baik

dalam hal kualitas maupun kuantitas. Walaupun demikian, peningkatan produksi

ini masih terus dibayangi oleh laju pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup

tinggi.

Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah potensi penghasil beras

urutan kedua setelah Sulawesi Selatan di kawasan Indonesia bagian timur. Target

dan sasaran produksi padi sawah di Sulawesi Tengah dalam mendukung P2BN

adalah sebesar 1.234.342 ton (51.11 kw/ha) untuk tahun 2013 dan sebesar

Page 288: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 288

1.324.228 ton (52.10 kw/ha) pada tahun 2014 (Dinas Pertanian, 2014). Guna

pencapaian target tersebut maka dibutuhkan suatu terobosan yang sifatnya nyata

di lapangan. Peranan inovasi teknologi sangat diharapkan dalam mewujudkan

tercapainya sasaran yang dimaksud. Berbagai keunggulan teknologi khusunya

mengenai peningkatan produksi padi sawah yang telah dikaji di tingkat BPTP

menunjukkan hasil yang positif dan patut direkomendasikan. Keberhasilan yang

diinginkan tentunya tidak mutlak dicapai jika dipandang sebelah mata saja (hanya

dari sisi teknis), tetapi beberapa hal pendukung lainnya, antara lain faktor non

teknis seperti pembinaan kelompok dan koordinasi antara institusi terkait perlu

disertakan dalam upaya tersebut.

Peningkatan produksi akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan

petani bila ada jaminan pasar dan dengan harga yang lebih memadai. Peningkatan

produksi padi perlu didukung dengan metode budidaya yang tepat, terutama

dengan teknologi berbasis pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu yang

spesifik lokasi (PTT). Beberapa teknologi yang dapat diintroduksikan pada upaya

ini yaitu penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) dan pengaturan sistem tanam.

Seperti yang diketahui secara umum budidaya padi dapat dilakukan dengan

berbagai cara penanaman. Sistem penanaman yang lazim antara lain dengan cara

Tanam Benih Langsung (Tabela) dan tanam pindah (Tapin). Semua sistem tanam

tersebut merupakan solusi dalam membudidayakan padi guna memperoleh

komponen hasil yang optimal. Pemilihan cara menanam padi memiliki kelebihan

dan kekurangan dalam proses budidayanya.

Peningkatan produksi padi juga sangat ditentukan oleh benih unggul yang

digunakan. Saat ini Badan Litbang Pertanian telah merilis berbagai varietas

unggul baru (VUB) padi yang masing-masing memiliki kunggulan dan adaptif di

masing-masing lokasi. Sehingga dalam upaya peningkatan hasil perlu mendorong

penggunaan varietas unggul baru di tingkat petani. Secara umum permasalahan

yang sering dihadapi oleh petani sebagai pelaku utama dan pelaku usaha adalah

minimnya informasi teknologi yang akurat menyangkut budidaya padi sawah,

rendahnya penggunaan benih unggul, ditunjang pula debet air yang belum

mencukupi, kurangnya tenaga kerja, serta sarana pendukung seperti pupuk dan

alsintan yang sering mengalami kelangkaan pada musim tanam.

Untuk itu maka pada tahun 2013 dan 2014 BPTP Sulawesi Tengah sebagai

perpanjangan tangan Badan Litbang Pertanian melakukan kegiatan pendampingan

teknologi sebagai upaya diseminasi inovasi teknologi dengan tujuan peningkatan

produksi padi mendukung swasembada beras. Kegiatan ini antara lain ditujukan

untuk melihat kontribusi dari setiap teknologi yang diaplikasikan, antara lain

penggunaan atabela jajar legowo 2:1, penggunaan varietas unggul baru dalam

mendukung target produksi dalam mencapai swasembada beras.

Page 289: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 289

METODE PELAKSANAAN

Kegiatan berlokasi di Desa Ogoamas 1 Kecamatan Sojol Utara Kabupaten

Donggala. Waktu pelaksanaan pada bulan Januari hingga September 2014,

dengan melakukan wawancara terhadap responden mengenai usahatani padi

sawah yang selama ini telah dilaksanakan, serta hasil inovasi teknologi yang

dirasakan. Penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling)

dengan jumlah sebanyak 30 responden, terdiri atas petani koperator 7 orang dan

petani non koperator 23 orang. Petani koperator adalah petani yang menerapkan

teknologi atabela, VUB dan jajar legowo, sedangkan petani non koperator adalah

petani yang masih berusahatani secara konvensional. Atabela yang digunakan

adalah atabela dengan system jajar legowo 2:1 (jarak tanam 20 x 10 x 40 cm).

Sedangkan VUB yang diintroduksikan adalah berbagai varietas padi Inpari.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan

instrument kuesioner semi berstuktur, dan pengambilan data sekunder serta

wawancara tokoh kunci. Data yang sudah dikumpulkan, diolah, ditabulasi

kemudian dianalisis secara deskriptif, lalu diinterpretasi untuk memberikan

gambaran umum tentang kontribusi teknologi Atabela, VUB dan jajar legowo.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi

Berdasarkan data PRA tahun 2013 Desa Ogoamas 1 merupakan salah satu

dari empat desa yang ada di Kecamatan Sojol Utara Kabupaten Donggala.

Merupakan wilayah ujung utara Kabupaten Donggala dan berbatasan langsung

dengan Kabupaten Toli-Toli. Jarak tempuh ke ibu kota propinsi antara 5-7 jam,

sedangkan ke ibu kota kabupaten antara 8-9 jam. Arti kata Ogoamas berarti air

emas (ogo= air; amas= emas). Luas wilayah Desa Ogoamas 1 adalah 52,3 km2,

terbagi menjadi tiga dusun (Labulang, Pantai Ogoamas, Kampung Baru). Berada

pada ketinggian 0-600 m dpl (dari permukaan laut) memiliki topografi yang relatif

datar hingga berlereng (22,66% wilayah dataran, 13,81% perbukitan, dan 63,53%

pegunungan). Pada umumnya telah termanfaatkan untuk usaha pertanian dan

pemukiman seluas 1.586,5 ha.

Secara geografis batas-batas wilayahnya adalah sebelah utara dengan Laut

Sulawesi, sebelah timur dengan Desa Kombo Kabupaten Toli-Toli, sebelah

selatan dengan Gunung Sojol dan sebelah barat dengan Desa Ogoamas 2. Kondisi

sarana umum (air bersih, komunikasi, penerangan dan transportasi) cukup

tersedia. Secara umum Ogoamas 1 dihuni oleh penduduk etnis Bugis dengan

jumlah penduduk 4.868 jiwa (sex ratio 1,02 didominasi oleh laki-laki), serta

menggantungkan hidup pada bidang pertanian sebagai petani/peternak maupun

Page 290: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 290

sebagai buruh tani, selebihnya bermata pencaharian di bidang jasa, pedagang,

pegawai negeri dan pengrajin industri kecil.

Berdasarkan hasil PRA pada tahun 2013, bahwa dilihat dari usia produktif

penduduk dapat dikatakan bahwa potensi tenaga kerja di desa ini cukup baik,

sehingga peluang peningkatan dan pengembangan pembangunan khususnya di

bidang pertanian terbuka lebar. Namun jika dibandingkan dengan luas lahan

pertanian produktif seluas 1.559,5 ha dengan jumlah warga yang bekerja di

bidang pertanian sebanyak 908 orang, maka penguasaan lahan rata-rata 1,72

Ha/kk. Hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata ketersediaan tenaga kerja dalam

keluarga di Desa Ogoamas 1 yang full dalam kegiatan usahatani hanyalah kepala

rumah tangga (bapak) sedangkan ibu lebih banyak menangani pasca

panen/prosesing hasil seperti penjemuran, pembersihan hasil, dan lain-lain.

Kontribusi tenaga kerja dalam keluarga yang bersumber dari anak juga

sangat kecil yakni 0,36. Hal ini mengindikasikan bahwa di Desa Ogoamas 1,

walaupun tenaga kerja yang tersedia dominan dalam kategori umur produktif tapi

yang terlibat dalam kegiatan pertanian sangat kecil, sehingga praktis untuk

kegiatan usahatani di desa ini membutuhkan tenaga kerja yang bersumber dari

luar desa. Hal ini memberikan informasi kepada kita bahwa untuk pengembangan

pertanian di Desa Ogoamas 1, khususnya yang berkaitan dengan introduksi

inovasi teknologi diperlukan teknologi-teknologi yang tidak banyak menggunakan

tenaga kerja.

Kondisi kelembagaan di Ogoamas 1 cukup lengkap dan sangat tertunjang

oleh lembaga yang berkaitan dengan usahatani yang digeluti oleh masyarakatnya.

Dengan kelembagaan yang ada diharapkan akan cepat membantu petani dalam

pencapaian dan peningkatan hasil yang diinginkan dan petani aktif berpartisipasi

dalam program pembangunan. Adapun kelembagaan di Desa Ogoamas 1 disajikan

pada table berikut.

Tabel 1. Kelembagaan pertanian di Desa Ogoamas 1 Kecamatan Sojol Utara

Kelembagaan Jumlah

Gapoktan 1

Kelompok Tani:

- Kelas Pemula 16 kelompok

- Kelas Lanjut 3 kelompok

- Kelas Madya 1 kelompok

20

Karang Taruna 1

KCD 1

BP3K 1

Posko P2BN 1

BPSB 1

Pengamat Hama 1

KTNA 1

Kelompok Wanita Tani (bidang pengolahan hasil) 2

P3A 1

Sumber: Data PRA 2013.

Page 291: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 291

Karakterisitik Petani dan Usahatani

Cepat lambatnya suatu inovasi diterapkan oleh pengguna teknologi tidak

terlepas dari karakteristik petani. Karakterisitik petani mempengaruhi diri petani

dalam pengambilan keputusan. Karakterisitik petani merupakan status sosial yang

melekat pada seseorang yang mempengaruhi efektivitas dan etos kerja di dalam

usahatani tani tertentu untuk mengukur tingkat produktivitasnya. Karakterisitik

suatu usahatani bertujuan untuk mengetahui sejauhmana potensi lahan, sistem

pengolahan, pemeliharaan dan produktivitas yang diperoleh petani.Berdasarkan

hasil wawancara yang dilakukan diperoleh data mengenai karakteristik petani dan

usahatani padi sawah yang berlangsung di Desa Ogoamas 1, sebagaimana

disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2. Karakterisitik Petani dan Usahatani Padi Sawah di Ogoamas 1 Kec. Sojol

Utara Kab. Donggala, 2014

No. U r a i a n Petani

Koperator

Petani Non

Koperator Ket.

1. Rata2 umur petani (thn) 38,7 44,3

2. Pendidikan terakhir (%):

- SD

- SMP

- SMA

71,4

28,6

0

60,0

20,0

20,0

3. Rata2 pengalaman bertani (thn) 20,9 19,3

4. Pekerjaan sampingan (%):

- Buruh gilingan

- Operator gilingan

100

0

50,0

50,0

Sebahagian

kecil petani

wirausaha

5. Rata2 jumlah tanggungan keluarga (org) 3,3 3,6

6. Status lahan garapan (%):

- Milik

- Penyakap

42,9

57,1

33,3

66,7

7. Rata2 luas lahan garapan (ha) 0,36 0,49

8. Jenis irigasi (%):

- Teknis

- ½ teknis

0

100

0

100

9. Sistem tanam (%):

- Atabela, jarwo 2:1

- Tabela, jarwo 2:1

- Tabela, jarwo 5:1

- Tapin, jarwo 2:1

- Tapin, jarwo 4:1

- Tapin, jarwo 5:1

42,9

0

0

42,9

14,2

0

0

40,0

20,0

20,0

0

20,0

Gugu

Gugu

10. Rata2 umur bibit tapin (hari) 18,0 22,1

11. Jenis varietas ditanam (%):

- Inpari 4

- Inpari 6

- Inpari 10

- Inpari 20

- Banyuasin

- Mekongga

- Cisantana

- Pepe

12,5

25,0

25,0

12,5

12,5

12,5

0

0

0

0

0

70,0

20,0

10,0

Varietas

eksis

Page 292: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 292

No. U r a i a n Petani

Koperator

Petani Non

Koperator Ket.

12. Berlabel (%):

- Putih

- Ungu

- Biru

- Tidak berlabel

71,4

14,3

14,3

0

0

10,0

60,0

30,0

13.

Sumber benih (%)

- BPTP Sulteng

- Kelompok penangkar

- Sesama petani

- Hasil panen sendiri

- BBI Palu

87,5

12,5

0

0

0

0

60,0

20,0

10,0

10,0

14. Jenis hama yang sering menyerang (%):

- Tikus

- Penggerek batang

- Walang sangit

- Wereng coklat

- Keong mas

- Ulat grayak

- Ulat tentara

27,3

27,3

18,1

9,1

9,1

9,1

0

22,9

20,0

25,7

0

11,4

14,3

5,7

15. Jenis penyakit yang menyerang (%):

- Tungro

- Blast

- Beluk

0

0

0

0

0

0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2014

Umur petani koperator dan non koperator masih tergolong usia produktif,

sehingga diharapkan petani memiliki motivasi yang tinggi dalam mengelola

usahataninya secara lebih baik, selain itu diharapkan pula dapat cepat menerima

serta melakukan perubahan. Sedangkan tingkat pendidikan petani yang rata-rata

pada tingkat pendidikan dasar, memerlukan upaya penyuluhan dengan metode

yang tepat sesuai dengan tingkat pendidikan tersebut. Berdasarkan hasil kegiatan

menunjukkan bahwa metode display sangat disukai oleh petani. Dengan cara ini

petani dapat menyaksikan dan merasakan langsung perubahan dan keunggulan

suatu teknologi.

Pengalaman bertani serta tingkat pendidikan dapat mempengaruhi petani

dalam pengambilan kepurtusan untuk mengadopsi suatu inovasi teknologi ke

dalam usahataninya. Melalui pengalaman berusahatani yang sering mengalami

hambatan, terutama menyangkut produksi yang berkaitan dengan benih yang

digunakan, termasuk pula masalah ketersediaan tenaga kerja tanam, akan

mendorong petani mencari informasi dan teknologi yang akan memudahkan dan

lebih murah pengaplikasiannya. Adapun keragaan dari sistem tanam yang

diaplikasikan oleh petani di Ogoamas 1 disajikan dalam tabel berikut ini.

Page 293: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 293

abel 3. Keragaan tiga system tanam padi sawah di Desa Ogoamas 1 Kec. Sojol

Utara Kab. Donggala tahun 2014.

No Kegiatan Introduksi inovasi Cara petani

(gugu tegel) Atabela Jerwo 2:1 Tapin Jarwo 2:1

1 Pengolahan lahan Traktor

(+Rp 800.000)

Traktor

(+Rp 800.000)

Traktor

(+Rp 800.000)

2 Jumlah benih 30-35 kg/ha 25-30 kg/ha 50 kg/ha

3 Pembuatan persemaian - 2 HOK -

4 Cabut bibit - 10-15 HOK -

5 Membagi bibit di petakan - 1 HOK -

6 Penggunaan caplak - 2 HOK -

7 Jumlah tenaga kerja

penanaman

3 HOK/ha 10-15 HOK/ha 10-15 HOK/ha

8 Waktu yang dibutuhkan saat

penanaman

4 jam/ha 6-7 jam/ha 6-7 jam/ha

9 Penyiangan 2 HOK/ha 2 HOK/ha 2 HOK/ha

10 Pemupukan 2 HOK/ha 2 HOK/ha 2 HOK/ha

11 Panen 7-10 HOK/ha 7-10 HOK/ha 7-10 HOK/ha

12 Umur panen (tergantung

varietas)

<15 hari daripada

tapin

Sumber: data primer setelah diolah, 2014

Berdasarkan table di atas bahwa penggunaan atabela jajar legowo 2:1

mampu menghemat biaya produksi dan tenaga, terutama pada pembiayaan

pembuatan persemaian, pencabutan bibit, pembagian bibit serta penggunaan

caplak. Jika lazimnya biaya tanam dengan menggunakan sistem tegel yang biasa

dilaksanakan di Ogoamas 1 sebesar Rp. 1.000.000,- , melalui penggunaan atabela

jajar legowo 2:1 biaya penanaman dapat ditekan hingga + Rp. 200.000,-, sehingga

terjadi pengurangan biaya sebesar 80%. Tenaga kerja yang digunakan pada sistem

atabela sebanyak 3 orang dengan waktu yang diperlukan kurang lebih empat jam

per hektar. Selain itu penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 dari alat tabela

memberikan peningkatan jumlah populasi per luas tanam, sehingga dengan

penambahan populasi akan menambah jumlah malai dan meningkatkan produksi

yang dihasilkan. Efisiensi lainnya dari penggunaan atabela ini adalah

mempercepat waktu panen menjadi + 14-15 hari lebih awal dibandingkan dengan

cara tanam pindah. Dengan demikian terdapat penghematan waktu sehingga

petani bisa lebih cepat panen dan upaya ke arah IP300 dapat dilaksanakan.

Sedangkan berdasarkan hasil ubinan padi sawah dengan menggunakan

VUB pada tahun 2013 menunjukkan terjadi peningkatan produksi per satuan luas.

Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan VUB padi sawah yang memiliki

potensi hasil tinggi, serta ditunjang oleh penggunaan system tanam yang mampu

menambah populasi per satuan luas. Keragaan usaha tani padi sawah yang

berlangsung di Desa Ogoamas 1 pada tahun 2013 disajikan pada table berikut.

Page 294: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 294

Tabel 4. Keragaan tanaman padi dengan penerapan sistem tanam di Ogoamas

1 Kecamatan Sojol Utara Tahun 2013

Introduksi Varietas Rata-rata tinggi

tanaman (cm)

Rata-rata

jumlah anakan

produktif

Produksi

setelah

introduksi

teknologi (ton

GKP/ha

Produksi

sebelum

introduksi

teknologi (ton

GKP/ha)

Tabela jarwo 2:1

Inpari 6 115.53 18.77 9.2 -

Inpari 11 104.50 24.73 8.5 -

Inpari 16 103.47 21.83 9.3 -

Mekongga 114.57 17.67 11.7 -

Tapin jarwo 2:1

Mekongga 116.23 18.60 10 7

Tabela Bubuk (Kontrol)

Mekongga 116.47 28.07 8 -

Sumber: data primer setelah diolah, 2013

Data terakhir menunjukkan bahwa pada saat ini penerapan teknologi

sistem tanam tabela, penggunaan VUB dan model jajar legowo semakin luas

penggunaannya dan meningkat jika dibanding sebelum dan sesudah kegiatan.

Adapun perkembangannya disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Perkembangan Inovasi Teknologi Padi Sawah di Desa Ogoamas 1 Kec.

Sojol Utara Kab. Donggala

Uraian

Luasan (ha)

Jumlah

Petani

(org)

MT.

2013

MT.

2014

MT.

2013

MT.

2014

Benih ;

(Kebiasaan petani: Mekongga, Cisantana, Pepe,

Kelara, Tukad Balian & varietas local (Bone-Bone

& Kerinci (jepang)))

498,0

350,

0

2.79

6

1.960

(Introduksi teknologi: Inpari 4, Inpari 6, Inpari 10

& Banyuasin) 2,0

150,

0 4 840

Sistem Tanam :

ATABELA 2:1 25,95 250 77 1.400

TABELA 2:1 0 50 0 280

TAPIN 2:1 0 25 0 140

TEGEL 484.05 175

2.80

0 980

Rekomendasi Pemupukan 0 200 0 1.330 Sumber: data primer, 2014

Page 295: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 295

Alokasi dan Biaya Tenaga Kerja

Untuk mengetahui alokasi tenaga kerja dan biaya tenaga kerja (TK) yang

dituangkan dalam usahatani padi sawah sistem jajar legowo disajikan pada tabel

dibawah ini

Tabel 6. Alokasi dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah di Desa

Ogoamas 1, 2014

No Biaya TK

Jumlah TK

(org) Waktu *)

(Jam/hari)

Upah TK *)

(Rp/HOK)

Nilai

(Rp/ha) Dalam

Kel.

Luar

Kel.

1. Pengol.

Tanah

- 1-2 3-5 hari Sistem

borongan

700.000-800.000

2. Pembuatan

pesemaian

- 1-2 1-2 hari - Digabung dgn

pengolahan tanah

3. Cabut & bagi

bibit

1-2 1 3-4 jam 50.000 100.000-150.000

4. Penanaman 1-2 10-20 4-5 jam 50.000 400.000-800.000

5. Pemupukan 1 - 2-3 50.000 50.000-100.000

(2x/MT)

6. Penyemprota

n

1 - 4-5 jam 50.000 150.000-200.000

(5-7x/MT)

7. Pencabutan

rumput

1 - 5-6 jam 50.000 100.000-150.000

(1-2x/MT

8. Panen - 10-15 1-2 hari Sistem

borongan

2.500.000-

3.000.000

9. Pengangkuta

n

- 1-2 1 hari Sistem

borongan

750.000-

1.000.000

10. Penjemuran 1 - 3-4 hari 50.000 150.000-200.000

11. Biaya

Gilingan

- - - Sistem

borongan

1.500.000-

2.000.00

12. PBB/tahun - - - - - *)Upah = Rp. 50.000/HOK, 1 hari kerja:7-8 jam (pria atau wanita)

Biaya panen: 4:1, biaya angkutan:10:1, biaya gilingan: 6:1

Selain biaya-biaya tersebut di atas yang digunakan dalam usahatani padi

sawah di Desa Ogoamas 1, masih terdapat pembiayaan lainnya yang disepakati

oleh masyarakat di desa tersebut. Pembiayaan tersebut adalah sumbangan kepada

punggawa galung dan Imam Desa yang disampaikan dalam bentuk beras

sebanyak 10 liter beras per kepala keluarga per musim tanam. Nilai ini jika

dirupiahkan rata-rata senilai Rp. 55.000,-.

Analisis Penerimaan dan Pendapatan Petani

Untuk mengetahui kontribusi inovasi teknologi tehadap penerimaan

pendapatan petani padi sawah disajikan pada tabel dibawah ini.

Page 296: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 296

Tabel 7. Analisis Ekonomi Usahatani Padi Sawah di Desa Ogoamas 1, 2014

No. U r a i a n Petani *)

Koperator

Petani Non **)

Koperator Ket.

1. Rata2 produksi (kg/ha) beras 4.431,4 3.700,7

2. Harga satuan (Rp/kg) beras 6.600 6.600 Rp.330.000/karung

3. Rata2 penerimaan kotor

(Rp/ha/MT)

29.246.930 24.424.490

4. Rata2 jumlah biaya

(Rp/ha/MT)

12.127.700 15.323.570

5. Rata2 pendapatan petani

(Rp/ha/MT)

17.119.230 9.100.920 Perbedaan benefit

= Rp. 8.018.310

6. Rata2 B/C ratio 1,4 0,6 MBCR = 0,8

Sumber: Data primer setelah diolah, 2014.

Penerapan teknologi atabela, VUB dan jajar legowo dapat meningkatkan

penerimaan dan pendapatan petani (Petani Koperator) dibanding dengan

pendapatan yang diterima oleh petani non koperator. Margin pendapatan petani

(MBCR) sekitar 0,8 atau setara dengan Rp. 8.018.310/ha/MT.

KESIMPULAN

Penerapan inovasi teknologi PTT padi sawah di Desa Ogoamas 1

Kecamatan Sojol Utara Kabupaten Donggala, khususnya atabela jarwo 2:1,

penggunaan VUB dan tanam pindah jajar legowo 2:1 rata-rata dapat memberikan

kontribusi terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan petani secara

siginifikan dengan nilai mBCR sekitar 0,8 atau setara dengan Rp.

8.018.310/ha/MT.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2012. Sulawesi Tengah dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sulawesi

Tengah.

Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Cetakan Pertama. Bumi Aksara,

Jakarta.

Dinas Pertanian Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. 2014. Sambutan Gubernur

Sulawesi Tengah pada Acara Panen Perdana Padi Sawah di Desa Ogoamas

1 Kec. Sojol Utara Kab. Donggala. Sulawesi Tengah.

Gafur, S., dkk. 2013. Laporan Akhir Kegiatan m-P3MI 2013 BPTP Sulawesi

Tengah. Sulawesi Tengah.

Page 297: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 297

Dampak Pelaksanaan Program M-Krpl Di Kabupaten Donggala

Provinsi Sulawesi Tengah

Mardiana Dewi, Sumarni dan Muhammad Abid

BPTP Sulawesi Tengah

Jalan Lasoso No.62 Biromaru Sigi, Sulawesi Tengah

Email : [email protected]

Abstrak

BPTP Sulawesi Tengah sebagai perpanjangan tangan badan Litbang di daerah telah

melaksanakan pembinaan M-KRPL di empat Kabupaten yaitu Donggala, Tolitoli, Parigi

Moutong, dan Sigi. Selanjutnya Tahun 2012 kegiatan M-KRPL lebih diperluas tujuh

kabupaten yaitu Donggala, Parigi Moutong, Poso, Morowali, Banggai, Sigi dan Kota

Palu. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan program M-KRPL, maka dilakukanlah

Pengkajian ini. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan

Desember 2013 di Desa Tanahmea Kecamatan Banawa Selatan dan Desa Sibayu

Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala. Analisis data dilakukan secara deskriptif

kuantitatif terhadap keadaan umum wilayah, perkembangan inovasi teknologi pada

Kebun Bibit Desa (KBD), perkembangan petani peserta M-KRPL dan karakteristik

pekarangan, perhitungan skor PPH, analisis usahatani serta pembinaan kelembagaan

dan kerjasama M-KRPL. Telah terbentuk M-KRPL di Desa Tanamea diawali 30 kk

berkembang menjadi 97 kk, dan M-KRPL di Desa Sibayu dari 30 KK berkembang

menjadi 110 kk. Berdasarkan perhitungan skor PPH, diperoleh skor PPH Desa Tanamea

sebesar 62,1 sedangkan Desa Sibayu sebesar 64,2, skor PPH tersebut masih perlu

tingkatkan . Usahatani sayuran untuk seledri dan cabe rawit di Desa Tanamea dan Desa

Sibayu layak dilaksanakan dengan nilai B/C masing-masing sebesar 1,47 dan 1,35.

Dampak program M-KRPL juga telah menciptakan kerjasama desa binaan dengan

beberapa instansi yaitu Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah yaitu memberi

bantuan berupa bibit Durian 56 pohon, bibit Mangga 60 pohon, Nangka 60 pohon, Sukun

60 pohon, dan Jeruk 60 pohon, selain itu bentuk kerjasama dengan Dinas Sosial yakni

adanya bantuan bedah rumah sebanyak 110 unit.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Dampak, M-KRPL, Donggala

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tahun 2002, konsumsi sayuran dan buah di Indonesia diperkirakan

sekitar 59,2 kg/kapita/tahun. Bila dari konsumsi sayuran 15% di antaranya

dibuang karena tidak diperlukan atau karena mengalami kerusakan, berarti

konsumsi bersih dari sayuran tersebut hanya mencapai 47,5 kg/kapita/tahun atau

sekitar 130,1 kg/kapita/hari. Angka ini masih di bawah standar internasional

untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat yakni di atas 150 kg/kapita/hari.

Page 298: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 298

Angka ini belum cukup baik bila dibandingkan dengan konsumsi rata-rata

masyarakat Asia 220 g/kapita/hari dan dunia sebesar 240 g/kapita/hari (Redaksi

Trubus, 2009).

Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang

relatif sempit bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran,

buah-buahan, bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan, serta

bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil, maupun ikan.

Manfaat yang diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat memenuhi

kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran harian rumah

tangga, dan memberikan tambahan pendapatan. Manfaat tersebut akan dapat

diperoleh apabila pekarangan dirancang, direncanakan, dan dikelola dengan baik.

Kawasan Rumah Pangan Lestari diharapkan dapat meningkatkan

ketahanan pangan masyarakat pada tingkat rumah tangga. Selain itu mempercepat

diversifikasi pangan dari semula bertumpu pada beras ke sumber pangan lain

berbasis lokal, seperti sayuran, buah, dan pangan asal hewan. Dari berbagai

tanaman pekarangan baik pada tanaman sayuran, umbi–umbian, toga maupun

apotek hidup dapat menekan penggunaan pangan seperti beras dan terigu, maka

salah satu alternatif untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti substitusi

dari berbagai olahan (Anonim, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan Badan Litbang Pertanian, perhatian petani

terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih terbatas, sehingga

pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum

banyak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Di sisi lain komitmen

pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian

pangan, diversifikasi berbasis pangan lokal perlu diaktualisasikan dalam

menggerakkan budaya menanam di lahan pekarangan baik di perkotaan maupun

di perdesaaan sesuai dengan kebutuhan teknologi. Oleh karena itu sebagai

perpanjangan tangan Badan Litbang yang ada di daerah, maka di tahun 2011

BPTP Sulawesi Tengah melaksanakan pembinaan M-KRPL (Model Kawasan

Rumah Pangan Lestari) di empat Kabupaten yaitu Donggala, Tolitoli, Parigi

Mautong, dan Sigi. Tahun 2012 kegiatan M-KRPL lebih diperluas tujuh

kabupaten yaitu Donggala, Parigi Moutong, Poso, Morowali, Banggai, Sigi dan

Kota Palu. Kegiatan M-KRPL di kedelapan lokasi tersebut dibangun dari

kumpulan Rumah Pangan Lestari (RPL). Adapun tujuan dari Pengkajian ini

adalah untuk mengetahui dampak pelaksanaan program M-KRPL khususnya di

Kabupaten Donggala.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan

Desember 2013 di Desa Tanahmea Kecamatan Banawa Selatan dan Desa Sibayu

Page 299: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 299

Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala. Pemilihan lokasi Pengkajian

dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kedua lokasi tersebut

adalah wilayah binaan kegiatan M-KRPL BPTP Sulawesi Tengah.

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder berdasarkan wawancara dengan petani binaan dan instansi terkait.

Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif terhadap keadaan umum

wilayah, perkembangan inovasi teknologi pada Kebun Bibit Desa (KBD),

perkembangan petani peserta M-KRPL dan karakteristik pekarangan, Pola

Pangan Harapan (PPH), analisis usahatani serta pembinaan kelembagaan dan

kerjasama M-KRPL.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah

Desa Tanamea terletak di Kabupaten Donggala dengan jarak dari ibukota

kabupaten 62 km dengan waktu tempuh dua hingga tiga jam dari ibukota provinsi.

Batas wilayah Desa Tanamea sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan Desa Kumbasa

- Sebelah Timur berbatasan Desa Lumbu Tarombo

- Sebelah Selatan berbatasan Desa Salu Sempu

- Sebelah Barat berbatasan Selat Makasar

Jumlah penduduk Desa Tanamea 1.484 jiwa meliputi jumlah rumah tangga

343 KK, dengan jumlah penduduk laki-laki 788 orang dan perempuan 696 orang

(BPS, 2012). Topografi desa terdiri dari dataran 100 ha, pegunungan dengan

rerata ketinggian 0 – 750 meter dari permukaan laut. Penggunaan lahan meliputi

kebun kelapa 60 ha, kakao 10 ha. Dengan demikian maka ada sekitar 30 ha lahan

yang belum termanfaatkan, diantaranya adalah lahan pekarangan. Lahan yang

belum termanfaatkan ini khususnya pekarangan dapat didayagunakan dengan

jalan menanam sayuran, kacang-kacangan maupun umbi-umbian. Klasifikasi

pekarangan perdesaan dengan karakteristik lahan sempit (<100 m2), sedang (100-

200 m2) dan luas (>200 m

2).

Desa Sibayu merupakan desa pemekaran yang berdiri pada tahun 1865

yang terdiri dari tiga dusun dan 11 RT. Desa Sibayu berupa pesisir pantai dengan

ketinggian 5 - 60 m dpl. Jarak desa dengan ibukota Kabupaten Donggala adalah

115 km dan jarak dari ibukota provinsi 85 km. Luas Desa Sibayu 725 ha km2

dengan batas-batas :

- Sebelah Utara berbatasan sungai Sibayu dan Desa Malino

- Sebelah Timur berbatasan Pegunungan Desa Tada

- Sebelah Selatan berbatasan Desa Pemekaran Sipure

- Sebelah Barat berbatasan Selat Makassar.

Page 300: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 300

Jumlah penduduk Desa Sibayu 1.584 jiwa dengan jumlah kepala keluarga

adalah 496 KK. Jumlah penduduk laki-laki 769 orang dan perempuan 815 orang

(BPS, 2012).

Perkembangan Inovasi Teknologi di Kebun Bibit Desa

Teknologi merupakan salah satu informasi penting di dalam melaksanakan

kegiatan kajian dan kegiatan pendampingan. Salah satunya kegiatan

pendampingan adalah M-KRPL yang dilengkapi dengan Kebun Bibit Desa (KBD)

untuk menyuplai benih sayuran dalam satu kawasan. Luas KBD dibuat berukuran

5 meter x 3 meter. Pendampingan teknologi diaplikasikan dengan beberapa

metode yakni semai langsung dan semai dengan menggunakan tray pesemaian.

Perkembangan teknologi di KBD dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Inovasi teknologi yang berkembang di KBD Kabupaten Donggala, tahun

2013.

No Kecamatan Desa Inovasi Teknologi

Semai langsung Tray Persemaian

1 Banawa Selatan Tanamea - Cabe Terong,

Tomat, Seledri

Daun Sup

2 Balaesang Sibayu Sawi, kangkung

Bayam

Cabe, Terong,

Tomat, Seledri,

Daun Sup, dan

daun bawang

Sumber: Analisis Data Primer.

KBD merupakan salah faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan

M-KRPL. Berdasarkan Tabel 1 Pengembangan KBD di Desa Tanamea dan Desa

Sibayu menunjukkan bahwa inovasi teknologi yang menggunakan tray

persemaian lebih disukai dikarenakan dengan menggunakan tray persemaian jarak

tanam bibit yang disemai dapat diatur lebih mudah, praktis untuk dibawa,

disamping itu tanaman tidak mengalami stress saat dipindahkan ke bedengan dan

media tanam yang lain. Sesuai dengan pendapat Nainggolan (2004) bahwa dalam

rangka pemantapan ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan, agar

memanfaatkan pangan tradisional dengan memperrhatikan hal-hal sebagai berikut

: (1) pangan berbasis sumberdaya wilayah setempat beragam, bergizi dan

berimbang, (2) perbaikan pola konsumsi pangan setempat, (3) mutu dan

keamanan pangan, (4) pemanfaatan teknologi tepat guna, (5) usaha peningkatan

nilai tambah pada pangan tradisional.

Perkembangan Petani Peserta M-KRPL dan Karakteristik Pekarangan

Peserta M-KRPL merupakan kelompok wanita tani atau dasa wisma yang

ada di desa, dengan rata-rata jumlah peserta minimal 30 orang per satu kawasan.

Page 301: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 301

Tiap kabupaten/kota terdiri dari dua kawasan yang akhirnya dapat berkembang,

baik jumlah KK maupun kawasannya. Perkembangan petani dan karakteristik

pekarangan binaan M-KRPL secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan petani dan karakteristik pekarangan di Kabupaten

Donggala, tahun 2013.

Desa Jumlah KK

awal

Pembinaan

Jumlah KK

binaan hingga

Desember 2013

Karakteristik Pekarangan (%)

Sempit Sedang Luas

Tanamea 30 (KK) 97 25,2% 39,3% 34,5%

Sibayu 30 (KK) 110 20.1% 41,0% 38,3%

Sumber : Analisis Data primer

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan karakteristik lahan yang dibina di

kedua desa rata-rata tergolong lahan sedang dengan persentase Desa Sibayu

41,0% dan Desa Tanamea mencapai 39,3%. Dengan melihat presentase kategori

lahan sedang maka kesempatan anggota M-KRPL untuk mengembangkan jenis

sayuran dengan menanam berbagai komoditas lebih tersedia.

Inovasi Teknologi

Teknologi yang diterapkan adalah teknologi yang berasal dari Badan

litbang Pertanian disesuaikan dengan kondisi setempat. Pada umumnya

penanaman dilakukan dengan menanam langsung di lapangan, dalam bedengan,

tabulapot, dan sebagian kecil menanam hidroponik. Untuk bedengan dan pot

digunakan bahan yang tersedia di lapangan yaitu sabut kelapa yang di populerkan

dengan Cocopot. Sebagai media tanam terdiri dari pupuk organik dan tanah

dengan perbandingan 1 : 1. Inovasi teknologi yang berkembang di Desa Tanamea

dan Desa Sibayu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penerapan inovasi teknologi pada M-KRPL Kabupaten Donggala, tahun

2013.

Desa Penerapan Inovasi Teknologi (%)

Cocopot Vertikultur Konvensional

Tanamea 56,6 23,3 20,0

Sibayu 60,0 16,6 21,1

Sumber : Analisis Data Primer.

Tabel 3 menunjukan dari 30 responden sebelum M-KRPL menanam

sayuran tanpa mengetahui teknologi, dan setelah dilaksanakan M-KRPL dari

kedua desa tersebut menerapkan teknologi Cocopot, dan Vertikultur. Terlihat

pada tabel 8 responden dikedua desa menyukai menggunakan cocopot, dengan

persentase tertinggi Desa Tanamea 56,6% disusul Desa Sibayu 60,0%.

Penggunaan cocopot sebagai teknologi yang mudah, murah, praktis didapatkan

dan cara pembuatannya sangat sederhana. Satu wadah atau pot dibutuhkan satu

sampai dua kelapa yang dirangkai menjadi pot baik digantung maupun diletakkan

Page 302: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 302

di atas rak. Keunggulan sabut kelapa sebagai bahan pembuatan media tumbuh

yaitu dapat berfungsi sebagai sumber bahan organik, tersedia secara kontinyu,

dapat menahan air lebih banyak dibanding bahan pot lainnya, dan dapat

digunakan berulang-ulang sebagai media penanaman sayuran. Sedang inovasi

teknologi dengan persentase terendah dengan menggunakan vertilkultur dengan

nilai 16,6% pada Desa Sibayu.

Perhitungan Skor PPH (Pola Pangan Harapan)

Pemilihan komoditas yang dikembangkan dalam M-KRPL berdasarkan

pertimbangan luas lahan, pemenuhan gizi keluarga, serta kemungkinan

pengembangan secara komersial. Pengembangan secara komersial yang

difokuskan pada sayuran dan diversifikasi pangan lokal maka pola makan harus

berfokus pada Beragam, Bergizi, Aman, dan Seimbang maka secara otomatis PPH

dapat meningkat. Perhitungan skor PPH di Kabupaten Donggala secara rinci

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan skor PPH di Kabupaten Donggala, tahun 2013.

Kelompok Pangan

Nilai PPH

Skor Maks Desa

Tanamea Desa Sibayu

Padi-Padian 25,0 25,0 25,0

Umbi-Umbian 2,5 1,2 1,3

Pangan Hewani 24,0 12,1 13,4

Minyak/ Lemak 5,0 2,4 4,4

Buah/Biji Berminyak 1,0 1,0 1,0

Kacang-kacangan 10,0 3,4 3,1

Gula 2,5 1,3 2,5

Sayur/Buah 30,0 16,2 14,4

Lain-lain 0,0 0,0 0,0

Total 100,0 62,1 64,2

Sumber : Analisis data primer

Analisis pendekatan pola pangan harapan berdasarkan tingkat

keanekaragaman atas proporsi keseimbangan energi dari sembilan kelompok

pangan yang menunjukkan nilai PPH dari kedua desa binaan, total nilai PPH

responden di Desa Tanamea adalah 62,1 sedangkan di Desa Sibayu adalah 64,2.

Jika dibandingkan dengan skor maksimal/PPH nasional sebesar 100,0 maka nilai

PPH pada kedua desa tersebut masih rendah. Nilai PPH tersebut masih harus

ditingkatkan, utamanya konsumsi pangan hewani.

Peningkatan nilai PPH terjadi karena konsumsi beras, pangan hewani,

sayur–sayuran, dan buah sudah mulai dikonsumsi secara beragam namun masih

dalam taraf penyesuaian. Menurut Bulkis pada berbagai tipe agroekosistem

ditemukan pula hubungan yang sangat signifikan antara ketahanan pangan rumah

Page 303: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 303

tangga dengan konsumsi energi dan status gizi. Hal ini berarti bahwa ketahanan

pangan rumah tangga menentukan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi.

Selain itu keluarga responden tidak lagi membeli bahan sayuran dan bahan

tambahan makanan lainnya, sehingga keluarga responden dialihkan untuk

membeli bahan pangan yang lain seperti ikan, beras, dan daging. Perubahan sikap

memanfatkan halaman dengan memelihara ternak ayam meskipun nilainya tidak

terlalu besar (Rahayu, dkk. 2012). Juga menunjang terjadinya peningkatan PPH.

Analisis Usahatani Tanaman Sayuran

Kegiatan M-KRPL dengan fokus utamanya pemanfaatan pekarangan telah

memberikan keuntungan secara finansial pada keluarga. Keuntungan dihitung dari

kurangnya pengeluaran keluarga karena sebagian bahan pangan tidak dibeli dan

juga kelebihan dari yang konsumsi dijual sehingga dapat menambah pendapatan

sedangkan pendapatan pokok sebelumnya tidak berkurang. Ada beberapa

komoditi telah dihitung analisa biayanya dalam menerapkan teknologi sebagai

acuan jika ingin di usahakan secara komersial di pekarangan. Jenis sayuran yang

telah dipasarkan di Kabupaten Donggala umumnya adalah seledri dan cabe rawit,

analisis usahataninya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis usahatani tanaman sayuran di Kabupaten Donggala, tahun 2013.

Desa Tanamea Desa Sibayu

Seledri Cabe rawit

No Uraian Nilai

(Rp)

Uraian Nilai (Rp)

1 Pengeluaran Pengeluaran

a. Bibit Seledri 25.000 a. Bibit Cabe 20.000

b. Media & Pupuk

Organik

42.000 b. Media &Pupuk

Organik

45.000

c. Biaya Tenaga

Kerja

30.000 c. Biaya Tenaga Kerja 20.000

Total Biaya 97.000 Total Biaya 85.000

2 Hasil Produksi 3

cocopot

tanaman

seledri

Hasil Produksi 20 bungkus

Nilai Produksi 240.000 Nilai Produksi 200.000

Nilai dikonsumsi 300.000 Nilai dikonsumsi 300.000

Pendapatan 143.000 Pendapatan 115.000

3 B/C 1,47 B/C 1,35

Sumber : Analisis data primer

Berdasarkan analisis usatani di Desa Tanamea pada luasan pekarangan 35

meter bujursangkar mendapatkan nilai B/C 1,47. Sedangkan untuk Desa Sibayu

Page 304: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 304

dengan luasan yang sama mendapatkan nilai B/C 1,35. Nilai ini belum termasuk

produksi yang dikonsumsi oleh petani. Semakin tinggi nilai B/C maka usahatani

tersebut semakin menguntungkan. Hasil pengamatan dan perhitungan kelayakan

usahatani yang dihitung pada kegiatan ini adalah tanaman daun seledri pada

pertanaman cocopot gantung dan tanaman cabe pada cocopot bedengan. Hasil ini

menunjukan bahwa dengan inovasi teknologi pemanfaatan pekarangan dapat

mendukung peningkatan pendapatan rumah tangga sekaligus menghemat

pengeluaran, dapat menjadi sumber pangan berkualitas dan sehat karena tanpa

penggunaan pestisida serta dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar. Oleh karena

itu komoditas yang ditanam di pekarangan disesuaikan dengan kebutuhan dan

permintaan pasar (market oriented).

Pembinaan Kelembagaan dan Kerjasama M-KRPL

Sasaran pembinaan pada ibu rumah tangga dan keluarganya. Pembinaan

dilakukan melalui kelompok tani, PKK, dan kelompok–kelompok yang ada di

desa dengan persyaratan satu kawasan minimal 30 kk yg pekarangannya

berdekatan. Dalam 1 wilayah binaan dapat dibagi lebih dari 1 kelompok. Setiap

kelompok dikoordinir oleh ketua dan dibantu pengurus lainnya. Selain itu juga

melakukan pertemuan secara rutin paling kurang 1 bulan sekali. Kelembagaan

pendukung MKRPL di Kabupaten Donggala dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kelembagaan pendukung kegiatan M-KRPL Di Kabupaten Donggala,

tahun 2013.

Kecamatan Desa Kelembagaan Pendukung

Banawa Selatan Tanamea PKK, dasawisma, aparat desa

Balesang Sibayu PKK, dasawisma, remaja mesjid,

Penyuluh

Sumber : Analisis data primer.

Tabel 6 menunjukan kelembagaan yang mendukung kegiatan M-KRPL di

tingkat desa dan sebagai pelaksana dalam kegiatan model kawasan rumah pangan

lestari yaitu anggota PKK, dasawisma dan dukungan seluruh aparat Desa,

penyuluh yang ada diwilah masing masing. Untuk keberlangsungan lebih lanjut

dari KBD juga dibentuk kelembagaan KBD yang bertujuan agar ketersediaan bibit

dapat berkesinambungan (lestari). Keanggotaan KBD maupun M-KRPL

beranggotakan ibu-ibu anggota KRPL dengan struktur organisasi terdiri dari

ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota. Dalam kelembagaan KBD maupun M-

KRPL yanga ada di Desa Tanamea, penyuluh kurang berpartisifatif, dan Desa

Sibayu, penyuluh, remaja mesjid , PKK, anggota dasawisma aktif dalam

pendampingan M-KRPL. Menurut Simatupang (2006), strategi swasembada

pangan didasarkan pada paradigma ketersediaan pangan (food availability)

terbukti tidak dapat menjamin akses pangan bagi semua keluarga atau individu

yang merupakan inti dari ketahanan pangan. Paradigma yang lebih tepat ialah

Page 305: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 305

perolehan pangan (food entitlement) yang mencakup dimensi ketersediaan, akses,

dan penggunaan.

Kerja sama yang telah dilaksanakan dengan berbagai pihak untuk

pengembangan kegiatan M-KRPL. Bentuk kerjasama yang tela dilakukan di Desa

Tanamea Kecamatan Banawa Selatan yaitu kerjasama dengan Badan Ketahanan

Pangan Kabupaten Donggala dalam hal bantuan bibit sayur, kerjasama dengan

Dinas Perkebunan dalam hal bantuan bibit mangga 60 pohon, Durian 60 pohon,

Nangka 60 pohon dan Jeruk manis 60 pohon. Selain itu Dinas transmigrasi dan

sosial mendukung dalam hal bantuan rumah bedah sebanyak 110 unit, sumur air

bersih 1 Unit, dan perbaikan drainase saluran got untuk tanaman pangan. Selain

kerja sama dengan dinas terkait di Kabupaten Donggala dan Provinsi telah

dilakukan kerja sama dengan Bank Indonesia dalam pendampingan teknologi

dengan membina Desa Toale sebanyak 76 kk.

KESIMPULAN

1. Telah terbentuk M-KRPL di Desa Tanamea Kecamatan Banawa Selatan

diawali 30 kk berkembang menjadi 97 kk, dan M-KRPL di Desa Sibayu

Kecamatan Balaesang dengan jumlah pelaksana kegiatan masing–masing 30

KK dan berkembang menjadi 110 kk.

2. Skor PPH Desa Tanamea sebesar 62,1 dan Desa Sibayu sebesar 64,2.

3. Usahatani sayuran untuk seledri dan cabe rawit di Desa Tanamea dan Desa

Sibayu layak dilaksanakan dengan nilai B/C masing-masing sebesar 1,47 dan

1,35.

4. Telah terjalin kerjasama dengan dinas dan instansi terkait yaitu Dinas

Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah yaitu memberi bantuan berupa bibit

Durian 56 pohon, bibit Mangga 60 pohon, Nangka 60 pohon, Sukun 60

pohon, dan Jeruk 60 pohon, selain itu bentuk kerjasama dengan Dinas Sosial

yakni adanya bantuan bedah rumah sebanyak 110 unit.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Kementerian Pertanian Ingin Merubah 500 Ribu Ha Pekarangan

Menjadi Areal Lahan Tanaman Pangan. http:// informasi-

pertanian.blogspot.com/2011/04/kementerian-pertanian-ingin-merubah.

html.

BPS. 2012. Statistik Daerah Kecamatan Sirenja. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Donggala.

Page 306: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 306

Bulkis, S. 2012. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Perdesaan. Arus Timur,

Makassar.

Nainggolan, K. 2004. Strategi dan Kebijakan Pangan Tradisional dalam Rangka

Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Peningkatan Daya Saing Pangan

Tradisional. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Redaksi Trubus. 2009. Bertanam Sayur dalam Pot. Edisi revisi. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Rahayu, dkk. 2012. Peranan M-KRPL terhadap pendapatan keluarga di Desa

Ojumbou Kecamatan Sirenja Kab. Donggala. Makalah disampaikan pada

Seminar dan Workshop KRPL di Semarang.

Simatupang, P. 2007. Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar

Kebijakan Ketahanan Pangan nasinal. Forum Penelitian Agro Ekonomi

Vol.25 N0.1 Juli. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Badan Litbang Pertanian.

Page 307: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 307

Capaian Kinerja Inventarisasi Plasma NutfahUbi Banggai

Di Sulawesi Tengah

Ruslan Boy

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah

Email: [email protected]

Abstrak

Salah satu hasil inventarisasi Sumber Daya Genetik (SDG) di Sulawesi Tengah adalah

bahan tanaman ubi banggai.Ubi banggai yang diberi nama lokal “baku” dengan arti

yang sesungguhnya adalah ubi, merupakan salah satu plasma nutfah yang dijadikan

sebagai sumber pangan spesifik lokal masyarakat yang berada di kabupaten Banggai

Kepulauan dan Banggai Laut yang telah dibudidayakan oleh masyarakat asli setempat

secara turun-temurun. Penelitian ini ditujukan untuk menginventarisasi aksesi plasma

nutfah ubi banggai di Sulawesi Tengah untuk memperoleh informasi keragaman dan

karakteristik morfologi. Di laksanakan di Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai

Laut pada Bulan Juni 2013 dan April 2014. Menggunakan metode survey dengan jumlah

responden sebanyak 30 responden. Hasil inventarisasi dapat diketahui aksesi ubi

banggai di Banggai Kepulauan 44 aksesi dan Banggai Laut 29 aksesi. Karakteristik ubi

banggai di Banggai Kepulauan yang memiliki warna kulit umbi ungu hitam lebih

dominan22 aksesi, warna daging umbi putih yang dominan 26aksesi serta bentuk umbi

yang dominan oval lonjong 16 aksesi. Sedangkan Banggai Laut warna kulit umbi yang

dominanungu hitam terdiri atas 17 aksesi, warna daging umbi yang dominan putih

20aksesi, bentuk umbi yang dominan oval lonjong 20 aksesi.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci: ubi banggai, inventarisasi, plasma nutfah

PENDAHULUAN

Salah satu hasil inventarisasi Sumber Daya Genetik (SDG) di Sulawesi

Tengah adalah bahan tanaman ubi banggai.Ubi banggai yang diberi nama lokal

“baku” dengan arti yang sesungguhnya adalah ubi, merupakan salah satu plasma

nutfah yang dijadikan sebagai sumber pangan spesifik lokal masyarakat yang

berada di kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut yang telah

dibudidayakan oleh masyarakat asli setempat secara turun-temurun. Komoditas

tersebut, menjadi sumber pangan alternatif pengganti beras dalam

penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi, dan bahkan menjadi sumber bahan

makanan utama bagi masyarakat asli yang berdomisili di wilayah tersebut.Selain

sebagai pangan penting bagi masyarakat setempat, ubi banggai merupakan salah

Page 308: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 308

satu kekayaan keragaman sumberdaya genetik Sulawesi Tengah yang sampai saat

ini belum banyak diketahui informasinya, baik informasi biologi maupun

kandungan nutrisinya.

Belum banyak tereksplorasinya kekayaan sumber daya genetik (SDG) di

Sulawesi Tengah, terutama plasma nutfah tanaman ubi banggai merupakan suatu

potensi yang perlu digali untuk mencari sumber alternatif pengembangan

agribisnis tanaman.SDG merupakan warisan budaya leluhur, terkait dengan sifat-

sifat unik yang tersedia disuatu wilayah secara turun-temurun (Priyatno,

2013).Plasma nutfah merupakan sumberdaya alam ke empat selain air, tanah dan

udara yang harus dilestarikan. Pelestarian plasma nutfah sebagai sumber genetik

akan menentukan keberhasilan program pengembangan pangan (Yusuf et al.

2011).Kecukupan pangan bergantung pada keragaman plasma nutfah yang

dimiliki karena varietas unggul yang sudah, sedang dan akan dirakit merupakan

kumpulan dari keragaman genetik spesifik yang terekspresikan pada sifat-sifat

unggul yang diinginkan. Maka dari itu, plasma nutfah ubi banggai di Banggai

Kepulauan dan Banggai Laut merupakan pangan lokal masyarakat setempat yang

diproduksi dengan tujuan ekonomi atau produksi dan harus dilestarikan. Rauf dan

Lestari (2009) menyatakan pangan lokal adalah pangan yang diproduksi daerah

setempat atau daerah tertentu untuk tujuan ekonomi atau konsumsi.

Berbagai jenis tanaman lokal ubi banggai, telah dibudidayakan secara turun-

temurun oleh petani di Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai

Laut.Tingginya minat petani menanam tanaman ubi banggai disebabkan karena

tanaman tersebut sudah adaptif dengan kondisi biofisik lahan, serta sesuai

preferensi masyarakat asli setempat.Keanekaragaman genetik plasma nutfah ubi

banggai perlu dipertahankan keberadaannya agar dapat dilestarikan dan

dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.Upaya yang dapat

dilakukan untuk mempertahankan keberadaan plasma nutfah tanaman ubi banggai

adalah melalui kegiatan pengelolaan SDG pertanian.Pengelolaan SDG mencakup

pelestarian dan pemanfaatannya.Hal ini memerlukan informasi status dan sebaran

SDG yang ada.Hingga saai ini, informasi tentang status dan sebaran SDG

tanaman ubi banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut masih

sangat terbatas.Untuk itu perlu dilakukan kegiatan inventarisasi plasma nutfah

tanaman ubi banggai tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan inventarisasi aksesi

plasma nutfah tanaman ubi banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan dan

Banggai Laut untuk memperoleh informasi keragaman dan karakteristik mofologi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di 2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Banggai

Kepulauan dan KabupatenBanggai Laut.Waktu pelaksanaan survey dibagi dalam

Page 309: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 309

dua tahap.Tahap pertama dilakukan bulan Juni 2013 dan tahap kedua pada bulan

April 2014.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey, dimana

pada setiap kabupaten ditetapkan secara sengaja (purposive sampling) sebanyak

30 responden. Teknik pengambilan data dengan cara mendatangi rumah petani

contoh (sample) kemudian melakukan observasi dan wawancara. Data yang

dikumpulkan meliputi: nama lokal/jenis tanaman ubi banggai, warna daging umbi,

warna kulit umbi, bentuk umbi, serta umur tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keragaman ubi banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan

Pelaksanaan inventarisasi plasma nutfah ubi banggai di Kabupaten Banggai

Kepulauan ditemukan 44 aksesi tanaman ubi banggai yang terdiri atasBaku

Kokudang, baku tu, baku pusus, baku pauateno, baku liboko, baku balayon, baku

paibatang, baku boyo, baku kombutok, baku mamis, baku sombok, baku siloto,

baku doso memela, baku mosoni sayong, baku tu oloyo, baku babangi, baku

tanduk, baku bun moute, baku kasiabang, baku solovia, baku butun, baku

bololang, baku banggai, baku kulita, baku binongko, baku kadupang, baku

kodung, baku tu memela, baku bung, baku boan, baku mosoni boloy, baku

pasandil, baku memela, baku timbuk, baku potil coklat, baku salabangka, baku

mbol, baku sagu, baku bobongan, baku potil mompok, baku binda, baku tinggoi,

baku pasandil mosoni, serta baku tanduk polungut seperti yang disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Keragaman dan karakteristik morfologi ubi banggai di Kabupaten

Banggai Kepulauan

No Nama Lokal Warna kulit

umbi

Warna

daging umbi

Bentuk

umbi

Umur

panen

1 Baku Kokudang Hitam ungu Ungu Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

2 Baku Tu Putih kuning Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

3 Baku Pusus Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

4 Baku Pauateno Ungu hitam Ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

5 Baku liboko Hitam ungu Kuning Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

6 Baku Balayon Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

7 Baku Paibatang Hitam ungu Ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

Page 310: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 310

No Nama Lokal Warna kulit

umbi

Warna

daging umbi

Bentuk

umbi

Umur

panen

8 Baku Boyo Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

9 Baku Kombutok Hitam ungu Ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

10 Baku Mamis Hitam ungu Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

11 Baku Sombok Putih kuning Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

12 Baku Siloto Putih kuning Putih Silinder 6 - 9 bulan

13 Baku Doso

Memela

Putih kuning Ungu Silinder 6 - 9 bulan

14 Baku Mosoni

Sayong

Hitam ungu Kuning Oval lonjong 6 - 9 bulan

15 Baku Tu Oloyo Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

16 Baku Babangi Hitam ungu Ungu Oval 6 - 9 bulan

17 Baku Tanduk Hitam ungu Kuning Oval 6 - 9 bulan

18 Baku Bun

Moute

Hitam ungu Putih Bundar 6 - 9 bulan

19 Baku Kasiabang Ungu hitam Putih Bundar 6 - 9 bulan

20 Baku Solovia Hitam ungu Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

21 Baku Butun Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

22 Baku Bololang Putih kuning Putih Silinder 6 - 9 bulan

23 Baku Banggai Ungu hitam Ungu Oval 6 - 9 bulan

24 Baku Kulita Putih kuning Putih Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

25 Baku Binongko Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

26 Baku Kadupang Hitam ungu Ungu Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

27 Baku Kodung Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

28 Baku Tu

Memela

Hitam ungu Ungu Oval 6 - 9 bulan

29 Baku Bung Hitam ungu Putih Oval 6 - 9 bulan

30 Baku Boan Ungu hitam Ungu Bundar 6 - 9 bulan

31 Baku Mosoni

boloy

Ungu hitam Kuning Silinder 6 - 9 bulan

32 Baku Pasandil Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

33 Baku Memela Ungu hitam Ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

34 Baku Timbuk Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

35 Baku Potil

Coklat

Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

36 Baku

Salabangka

Ungu hitam Ungu Oval 6 - 9 bulan

37 Baku Mbol Ungu hitam Putih Bundar 6 - 9 bulan

38 Baku Sagu Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

39 Baku Bobongan Ungu hitam Ungu Oval 6 - 9 bulan

Page 311: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 311

No Nama Lokal Warna kulit

umbi

Warna

daging umbi

Bentuk

umbi

Umur

panen

40 Baku Potil

mompok

Hitam ungu Putih Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

41 Baku Binda Ungu hitam Putih Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

42 Baku Tinggoi Ungu hitam Putih Tidak

beraturan

6 - 9 bulan

43 Baku Pasandil

Mosoni

Putih kuning Kuning Oval lonjong 6 - 9 bulan

44 Baku Tanduk

polungut

Hitam ungu Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

Karakteristik aksesi ubi banggai di Kabupaten Banggai Kepulauan yang

memiliki warna kulit umbi ungu hitam terdiri atas 22 aksesi atau 50%, warna

hitam ungu15 aksesi atau 34,10% serta warna putih kuning 7 aksesi atau 15,90%

dari 44 aksesi yang diamati. Sementara jumlah aksesi yang memiliki warna

daging umbi putih 26aksesi atau 59,10%, warna ungu 13 aksesi atau 29,54% serta

warna kuning 5 aksesi atau 11,36 % dari 44 aksesi yang diamati. Bentuk umbi

yang dominan adalah berbentuk oval lonjong 16 aksesi atau 36,36% disusul

bentuk oval 13 aksesi atau 29,54%, tidak beraturan7 aksesi atau 15,91%, bundar 4

aksesi atau 9,10% serta silinder 4 aksei atau 9,10% dari 44 aksesi yang diamati.

Sedangkan umur panen untuk semua aksesi dapat dipanen pada interval waktu 6

samapi 9 bulan.

Keragaman ubi banggai di Kabupaten Banggai Laut

Hasil inventarisasi di Kabupaten Banggai Laut ditemukan 29 aksesi

tanaman ubi banggai yaitu Baku labue, baku apal, baku sombok ungu, baku

sombok moute, baku doso, baku butun babasal, baku butun pauno, baku payot,

baku solopia mosoni, baku solopia moute, baku tanduk, baku tu, baku kuweyang,

baku lembet, baku boan moute, baku boan ungu, baku pusus, baku palabatu, baku

potil, baku penus, baku balayon, baku pauateno, baku kulaluk, baku amangkul,

baku tendetung, baku siloto moute, baku siloto ungu, baku pangilan, serta baku

maukes seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Page 312: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 312

Tabel 2.Keragaman dan karakteristik morfologi ubi banggai di Kabupaten

Banggai Kepulauan

No. Nama Lokal Warna kulit

umbi

Warna

daging umbi Bentuk umbi Umur panen

1 Baku Labue Putih kuning Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

2 Baku Apal Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

3 Baku

Sombok

Ungu

Ungu hitam Putih ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

4 Baku

Sombok

moute

Putih kuning Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

5 Baku Doso Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

6 Baku Butun

babasal

Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

7 Baku Butun

pauno

Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

8 Baku Payot Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

9 Baku Solopia

Mosoni

Hitam ungu Ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

10 Baku

Solopia

Moute

Hitam ungu Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

11 Baku Tanduk Hitam ungu Kuning Oval lonjong 6 - 9 bulan

12 Baku Tu Putih kuning Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

13 Baku

Kuweyang

Ungu hitam Ungu Tidak beraturan 6 - 9 bulan

14 Baku Lembet Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

15 Baku Boan

Moute

Hitam ungu Putih Bundar 6 - 9 bulan

16 Baku Boan

Ungu

Hitam ungu Ungu Bundar 6 - 9 bulan

17 Baku Pusus Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

18 Baku

Palabatu

Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

19 Baku Potil Ungu hitam Putih Bundar 6 - 9 bulan

20 Baku Penus Putih kuning Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

21 Baku

Balayon

Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

22 Baku

Pauateno

Ungu hitam Ungu Oval 6 - 9 bulan

23 Baku Ungu hitam Kuning Oval lonjong 6 - 9 bulan

Page 313: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 313

No. Nama Lokal Warna kulit

umbi

Warna

daging umbi Bentuk umbi Umur panen

Kulaluk

24 Baku

Amangkul

Ungu hitam Putih Oval 6 - 9 bulan

25 Baku

Tendetung

Ungu hitam Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

26 Baku Siloto

Moute

Putih kuning Putih Silindris 6 - 9 bulan

27 Baku Siloto

Ungu

Putih kuning Ungu Silindris 6 - 9 bulan

28 Baku

Pangilan

Hitam ungu Putih Oval lonjong 6 - 9 bulan

29 Baku

Maukes

Ungu hitam Ungu Oval lonjong 6 - 9 bulan

Karakteristik aksesi ubi banggai di Kabupaten Banggai Laut yang memiliki

warna kulit umbi ungu hitam terdiri atas 17 aksesi atau 58,62%, warna hitam

ungu6aksesi atau 20,69% serta warna putih kuning juga 6aksesi atau 20,69% dari

29 aksesi yang diamati. Sementara jumlah aksesi yang memiliki warna daging

umbi putih 20aksesi atau 68,96%, warna ungu 6aksesi atau 20,69% serta warna

kuning 2aksesi atau 6,90%, serta warna putih ungu 1 aksesi atau 3,45%dari 29

aksesi yang diamati. Bentuk umbi yang dominan adalah berbentuk oval lonjong

20aksesi atau 68,96% disusul bentuk oval 3 aksesi atau 10,34%, bundar 3 aksesi

atau 10,34%,silinder 2aksei atau 6,90%, serta tidak beraturan 1 aksesi atau

3,45%dari 29 aksesi yang diamati. Sedangkan umur panen untuk semua aksesi

dapat dipanen pada interval waktu 6 samapi 9 bulan.

Pembahasan

Wilayah penyebaran plasma nutfah ubi banggai di Sulawesi Tengah terdapat di

Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut. Secara umum keragaman

aksesi ubi banggai yang diperoleh di Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai

Laut relatif sama. Namun karakteristik morfologi masing-masing ubi banggai

sangat beragam.Aksesi ubi banggai yang terbanyak jumlahnya dari hasil

inventarisasi ditemukan di Kabupaten Banggai Kepulauan yaitu 44 aksesi

sedangkan di Banggai Laut 29 aksesi.Sebagaimana di ketahui usaha tani ubi

banggai telah ditekuni oleh masyarakat secara turun temurun di dua wilayah

tersebut, dimana ubi banggai sendiri dijadikan sebagai bahan makanan pokok.

Sentuhan teknologi dalam usaha taninya amat minim dan hanya mengharapkan

kondisi alam, namun sekaligus menunjukkan keunggulannya karena lebih bersifat

Page 314: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 314

natural dan berkelanjutan. Untuk itu pengaturan waktu tanam berperan penting

dalam kegiatan usahatani ubi banggai. Umumnya penanaman dimulai pada bulan

Agustus-Oktober.

Hasil inventarisasi dan identifikasi ubi banggai di Banggai Kepulauan oleh

Rostiati et al (2002), teridentifikasi sebanyak 11 spesies tumbuhan yang tergolong

ke dalam family Dioscoreaceae. Jenis-jenis ubi banggai tersebut adalah baku

babanal (Dioscorea warburgiana Uline), baku ondot (Dioscoreahispida Dennst),

baku siloto (Dioscoreacf. deltoidea Wall.), baku tu (Dioscoreaglabra Roxb), baku

makulolong (Dioscoreabulbiferavar.celebica Burkill), baku pusus

(Dioscoreacf.alata), baku butun (Dioscoreaalata L), baku mosoni (Dioscoreasp),

ndolungun (Dioscoreaesculenta (Lour.) Burck), Dioscorea numularia serta

Dioscorea keduensis Burkill.Jenis yang kurang dibudidayakan adalah jenis

Dioscorea hispida karena mempunyai kandungan racun yang cukup tinngi.

Hasil pengamatan di lapangan, usahatani ubi banggai dikembangkan melalui

sistem pertanian lahan kering dan hampir menyeluruh disemua wilayah

Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut.Dapat tumbuh di tanah datar

hingga ketinggian 700 m dpl.Umumnya telah dibudidayakan dan jarang

ditemukan tumbuh liar.Kondisi agroekosistem Banggai kepulauan dan Banggai

Laut dominan dengan lahan kering.Dengan kondisi yang demikian, sangat

mendukung perkembangan tanaman ubi banggai sebagai pangan lokal yang

mempunyai sifat unik dalam merespon perubahan lingkungan

ekstrim.Pengembangan komoditas tersebut, sangat merata di semua tingkat

elevasi lahan baik pada dataran rendah, medium dan tinggi.Titik Sundari dan

Sholihin (2008) menyatakan pengembangan tanaman umbi-umbian, pada saat ini

diarahkan ke lahan-lahan marginal yang ternyata beragam karena perbedaan jenis

tanah, iklim, dan musim.Ragam tersebut memungkinkan timbulnya interaksi

genotipe dan lingkungan terhadap hasil umbi.Lebih lanjut disampaikan oleh Sri

A.R (2004) bahwa Keragaman wilayah, topografi, tanah ketersediaan air, dan

iklim telah membentuk tanaman untuk tumbuh dan beradaptasi pada lokasi yang

spesifik. Kultivar yang mempunyai toleransi yang baik pada keadaan setempat

dikenal dengan varietas lokal.Pangan lokalUbi banggai merupakan salah satu

kekayaan keragaman hayati plasma nutfah tanaman pangan yang sangat penting

sehingga harus dilestarikan. Pemanfaatan ubi banggai untuk konsumsi dan masih

sangat sederhana yaitu cukup dikukus, diebus, digoreng, ataupun dibakar.Saat

inimasih jarang tepung yang terbuat dari ubi banggai serta pemasaran oleh

masyarakat masih terbatas dalam bentuk umbi segar.Menurut Aser (2014) salah

satu jenis umbi-umbian yang berpotensi sebagai bahan pangan sumber karbohidrat

adalah uwi (Dioscorea alata L.), tetapi budidayanya di Indonesia masih terbatas

karena masyarakat pada umumnya tidak mengetahui informasi tentang tanaman

Page 315: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 315

uwi termasuk kandungan nutrisi seperti zat pati, amilosa, amilopektin dan kadar

gula sebagai sumber energi.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

aksesi ubi banggai yang diperoleh di Banggai Kepulauan 44 aksesi dan

Banggai Laut 29 aksesi dan memiliki keragaman yang relatif sama serta

sifat morfologi yang ditunjukkan masing-masing aksesi ubi banggai

sangat beragam.

2. Karakteristik ubi banggai di Banggai Kepulauan yang memiliki warna

kulit umbi ungu hitam lebih dominan22 aksesi, warna daging umbi putih

yang dominan 26aksesi serta bentuk umbi yang dominan oval lonjong 16

aksesi. Sedangkan Banggai Laut warna kulit umbi yang dominanungu

hitam terdiri atas 17 aksesi, warna daging umbi yang dominan putih

20aksesi, bentuk umbi yang dominan oval lonjong 20 aksesi.

DAFTAR PUSTAKA

Aser Yalindua, 2014. Potensi Genetik Klon Tanaman Uwi (Dioscorea alata L.)

Asal Banggai Kepulauan Sebagai Sumber Pangan dalam Menunjang

Ketahanan Pangan Nasional. URI:

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70006. Date: 2014

M.Yusuf, I.Hanarida dan Minantyorini, 2011.Konservasi Plasma Nutfah.Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Rostiati D. R., Ramadhanil dan Rahmat Anasiru, 2002. Inventarisasi dan

Identifikasi Ubi Banggai di Kepulauan Banggai Sulawesi Tengah. Laporan

Penelitian ARMP II. Fakultas Pertanian UNIVERSITAS TADULAKO

Palu.

Sri Astuti Rais, 2004.Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan di Provinsi

Kalimantan Barat.Buletin Plasma Nutfah Vol. 10 No.1 Th 2014.

Titik Sundari dan Sholihin, 2008.Adaptasi dan Stabilitas Hasil Klon-Klon

Harapan Ubi Kayu.Prosiding Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan

Umbi-umbian.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Page 316: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 316

Tri P. Priyatno, 2013. Percepatan Implementasi Program Pemuliaan melalui

Pengelolaan Sumber Daya Genetik dan Analisis Genom.Warta Plasma

Nutfah Indonesia. No 25 Tahun 2013.

Wahid Rauf dan Martina Sri Lestari, 2009.Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal

sebagai Sumber Pangan Alternatif di Papua.Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Bogor.

Page 317: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 317

Produktifitas Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah

Di Kabupaten Banggai

Ruslan Boy

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah

Email: [email protected]

Abstrak

Padi merupakan komoditas strategis dalam ketahanan pangan yang hampir dan bahkan

seluruh masyarakat Indonesia mengandalkan beras sebagai sumber kalori dan protein.

Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi komoditas pangan penting ini senantiasa

mendapat prioritas yang utama dari pada komoditas lainnya. Tujuan penelitian untuk

mengetahui potensi beberapa varietas unggul baru padi sawah yang adaptif dan

diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi padi sawah di Kabupaten Banggai.

Dilaksanakan di Desa Bantayan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai yang

berlangsung dari bulan Mei hingga Agustus 2012. Menggunakan metode Rancangan

Acak Kelompok terdiri dari 4 perlakuan VUB yaitu varietas Inpari 13, Inpari 15, Inpari

20 serta Ciherang (eksisting) dan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak

percobaan. Luas petak percobaan berukuran 5 m x 5 m.Variabel yang diamati terdiri

atas tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, berat 1000 biji, serta hasil

gabah kering panen.Varietas unggul baru Inpari 15 menghasilkan produksi yang

tertinggi 8,13 t/ha dibanding dengan varietas lainnya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci: VUB, adaptasi dan produktivitas

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas strategis dalam ketahanan pangan yang hampir

dan bahkan seluruh masyarakat Indonesia mengandalkan beras sebagai sumber

kalori dan protein.Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, padi selain

berfungsi sebagai makanan pokok juga merupakan sumber mata pencaharian.

Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi komoditas pangan penting ini

senantiasa mendapat prioritas yang utama dari pada komoditas lainnya. Pola

konsumsi berastelah menjadi simbol status sosial dan ekonomi disamping lebih

mengenyangkan daripada pangan lain. Sepanjang pola makan masyarakat masih

terfokus pada beras, akan menuntut pemerintah untuk terus memprioritaskan

pengadaan beras dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat banyak.

Jumlah penduduk yang terus bertambah membutuhkan ketersediaan pangan yang

selaras. Dengan kondisi demikian, tentunya memerlukan upaya khusus dalam

menangani dan menyelesaikan ketersediaan pangan tersebut.

Page 318: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 318

Kabupaten Banggai merupakan salah satu sentra utama penghasil padi di

propinsi Sulawesi Tengah. Produktivitas rata-rata padi sawah sawah di Kabupaten

Banggai baru mencapai 4,47 ton/ha dan Sulawesi Tengah secara keseluruhan 4,65

t/ha (BPS Sulawesi Tengah, 2013). Dalam upaya meningkatkan produksi padi di

Kabupaten Banggai, Pemerintah Daerah terus berupaya melakukan melalui

peningkatan produktivitas dan perluasan percetakan lahan sawah baru. Namun

upaya pencetakan lahan sawah belum mampuh menjawab peningkatan

produktivitas padi sebagimana yang diharapkan, karena belum sepenuhnya

diimbangi dengan implementasi inovasi teknologi produksi padi dalam usahatani

padi ditingkat lapangan oleh petani. Salah satu implementasi inovasi teknologi

terpenting dalam usahatani padi sawah adalah penggunaan varietas unggul baru

(VUB).

Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi dari

paket usahatani padi sawah yang mudah diadopsi oleh petani karena mudah

dilakukan dan murah biayanya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, diperlukan

varietas unggul padi sawah yang berdaya hasil tinggi dan dapat beradaptasi pada

lahan-lahan spesifik lokasi dimasing-masing wilayah khususnya di Kabupaten

Banggai. Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi inovatif

untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan potensi atau

daya hasil, maupun peningkatan ketahanannya cekaman biotik maupun abiotik

(Suprihartono et al.,2007). Hal yang sama disampaikan oleh Faisal dan Bahtiar

(2012) varietas unggul memiliki kelebihan pertumbuhan taanaman lebih seragam

sehingga panen menjadi serempak, rendemen lebih tinggi, mutu hasil lebih tinggi

dan sesuai dengan selera konsumen dan tanaman akan mempunyai ketahanan

yang tinggi terhadap gangguan hama dan penyakit dan beradaptasi yang tinggi

terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil penggunaan input seperti pupuk

dan pestisida. Hasil penelitian Satoto et al. (2009) dalam Ahmadi et al. (2012)

menyatakan penggunaan benih unggul padi mampu meningkatkan produktivitas

padi sekitar 16-36%.

Dalam mendukung keberhasilan peningkatan produksi beras, Balitbangtan

dalam hal ini Balai Besar Padi telah menghasilkan sekitar 240 varietas unggul

padi yang telah disebarkan ke wilayah-wilayah sentra pengembangan padi (BB

Padi, 2013). Sebagai penghasil utama varietas unggul padi, Badan litbang

Pertanian terus berupaya menghasilkan VUB sebagai upaya peningkatan

produktivitas padi. Diharapkan dengan dilepasnya varietas unggul tersebut dapat

diaktualisasikan potensi genetiknya melalui pengembangan teknologi budidaya

dengan Pendekatan pengelolaan Tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT).

Kontribusi varietas unggul dalam peningkatan produktivitas padi mancapai 75%

jika diintegrasikan dengan teknologi pengairan dan pemupukan (Badan Litbang

Pertanian, 2007).

Page 319: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 319

Untuk mendapatkan suatu vaietas unggul padi sawah yang spesifik lokasi

diperlukan varietas yang beradaptasi baik dengan hasil tinggi dan mempunyai

ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik melalui uji varietas yang

dilakukan pada sentra-sentra pengembangan padi sawah. Sebagaiman pernyataan

Zaini (2009) pada kondisi lingkungan yang beragam tidak semua varietas unggul

baru memberikan hasil tinggi. Hal ini mengindikasikan perlu di uji multilokasi

berbagai VUB pada kondisi spesifik lokasi. Ketersediaan berbagai alternatif

pilihan varietas unggul pada suatu wilayah akan berdampak terhadap stabilitas

ketahanan pangan dari cekaman biotik dan abiotik di wilayah tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi beberapa varietas

unggul baru padi sawah yang adaptif dan diharapkan dapat memberikan

peningkatan produksi padi sawah di Kabupaten Banggai.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan disentra produksi padi di Desa Bantayan,

Kecamatan Luwuk Timur,Kabupaten Banggai yang berlangsung dari bulan Mei

hingga Agustus 2012. Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak

Kelompok terdiri dari 4 perlakuan VUB yaitu varietas Inpari 13, Inpari 15, Inpari

20 serta Ciherang (eksisting) dan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 12 petak

percobaan. Luas petak percobaan berukuran 5 m x 5 m. Umur tanaman saat

pindah 18 hari setelah semai, ditanam 1-3 batang per rumpun dengan sistem jajar

legowo 2:1 jarak tanam (40 cm x 20 cm x 10 cm). Menggunakan paket

rekomendasi pemupukan 200 kg NPK Phonska/ha, 133,3 kg N/ha, serta 16 kg

P2O5/ha. Variabel yang diamati terdiri atas tinggi tanaman (cm), jumlah anakan

produktif, panjang malai (cm), berat 1000 biji (gr) serta hasil gabah kering panen.

Semua variabel tersebut diamati pada rumpun tanaman yang sama diambil 10

rumpun per petak. Pengukuran tinggi tanaman dan anakan produktif dilakukan

saat menjelang panen, panjang malai, dan pengamatan 1000 biji serta hasil GKP

saat panen. Data dianalisis statistik menggunakan Analisis Varian (Anova) dan

jika Anova nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

HASIL DAN PEMBAHASAN

KomponenPertumbuhan

Komponen pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman (cm) dan

jumlah anakan produktif seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif VUB di Kabupaten Banggai

Sulawesi Tengah

Page 320: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 320

Varietas TinggiTanaman (cm) Anakanproduktif

Inpari 13 104.56a 14.44

Inpari 15 101.56a 15.58

Inpari 20 94.39b 13.25

Ciherang 102.14a 12.58

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata

pada Taraf uji 5%

Hasil analisis ragam komponen pertumbuhan menunjukkan bahwa Varietas

Inpari 13 menunjukkan tinggi tanaman yang tertinggi dengan nilai 104,56 cmdan

berbeda nyata dengan Inpari 20 tetapi tidak berbeda nyata dengan Inpari 15 dan

Ciherang. Sedangkan untuk jumlah anakan produktif yang terbanyak ditunjukkan

oleh Varietas Inpari 15 dengan jumlah 15,58 dibanding dengan varietas lainnya.

Adanya perbedaan tinggi tanaman dan jumlah anakan setiap varietas disebabkan

setiap varietas memiliki kemampuan berbeda dalam adaptasi terhadap

lingkungannya. Menurut Arfi Irawati dan Marsudin Silalahi (2009) dalam Faisal

dan Bahtiar (2012) bahwa keragaan tinggi tanaman dan jumlah anakan dapat

dipengaruhi oleh kondisi spesifik lokasi dan sifat-sifat genetis yang menjadi

karakteristik varietas-varietas tersebut. Selanjutnya menurut Suparwoto dan

Waluyo (2009) dalam Faisal dan Bahtiar (2012) bahwa selain faktor genetik tinggi

tanaman juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu keadaan air, kesuburan

tanah, jarak tanam dan suhu, begitu juga terhadap pembentukan anakan.

KomponenHasil

Komponen hasil yang diamati terdiri atas panjang malai (cm), berat 1000

biji (gr) serta hasil gabah kering panen (t/ha).

Tabel 2.Panjang malai (cm), berat 1000 biji (gr) serta hasil gabah kering panen

(t/ha) VUB di KabupatenBanggai Sulawesi Tengah

Varietas PanjangMalai

(cm)

Berat 1000 biji

(gr)

Gabahkeringpanen

(t/ha)

Inpari 13 24.85 24.59ab

7.43a

Inpari 15 25.93 25.62a 8.13

a

Inpari 20 24.66 24.69ab

7.07ab

Ciherang 24.07 24.32b 5.07

b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata

pada taraf uji 5%

Hasil analisis ragam komponen hasil menunjukkan panjang malai yang

terpanjang didapatkan pada varietas Inpari 15 dengan nilai 25,93 cm, disusul

Page 321: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 321

Inpari 13 dengan nilai 24,85 cm, Inpari 20 dengan nilai 24,66 cm dan terendah

Ciherang dengan nilai 24,07.

Berat 1000 biji tertinggi diperoleh pada varietas Inpari 15 dengan nilai

25,62 gr dan berbeda nyata dengan varietas ciherang dengan nilai 24,32 gr, tetapi

tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 dan Inpari 20 dengan berat masing-

masing varietas 24,49 gr dan 24,69 gr. Terjadinya perbedaan berat biji yang

ditunjukkan oleh masing-masing varietas karena setiap varietas memiliki sifat dan

karakter yang berbeda dan kondisi ini yang merupakan kelebihan dan kekurangan

yang dimiliki oleh masing-masing varietas.

Hasil gabah kering panen menunjukkan bahwa varietas Inpari 15

menghasilkan produksi yang tertinggi 8,13 t/ha dan berbeda nyata dengan varietas

ciherang 5,07 t/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas inpari 13 dan Inpari

20 dengan nilai produksi masing-masing 7,43 t/ha dan 7,07 t/ha. Sedangkan

varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 dan 15 tetapi tidak

berbeda nyata dengan Inpari 20.Terjadinya perbedaan komponen pertmbuhan dan

hasil dari masing-masing varietas sangat erat kaitannya dengan sifat genetik dan

hasil interaksinya dengan lingkungan. Menurut Prawinata et al. (1981) dalam

Faisal dan Bahtiar (2012) bahwa faktor hereditas dan lingkungan dapat mengatur

proses di dalam tumbuhan untuk menentukan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Makarim dan Suhartatik (2009)

dalam Ruslan Boy et al. (2013) bahwa produktivitas suatu penanaman padi

merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antar faktor genetik varietas

tanaman dengan lingkungan dan pengelolaan melalui suatu proses fisiologik

dalam bentuk pertumbuhan tanaman.

KESIMPULAN

Varietas unggul baru Inpari 15 menghasilkan produksi yang tertinggi 8,13

t/ha dibanding dengan varietas lainnya. Varietas ini sangat adaptif dan berpotensi

untuk dikembangkan serta dijadikan varietas unggulan sebagai pengganti varietas

lainnya yang dikembangkan oleh petani setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, D. Rusmawan, Muzammil, dan Asmarhansyah. 2011. Keragaan Padi

Varietas Inpari di Lahan Bukaan Baru Desa Pergam, Bangka Selatan,

Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Inovasi

Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Bogor.

Badan Litbang Pertanian, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis

Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Page 322: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 322

BPS Sulawesi Tengah, 2013. Statistik Tanaman Pangan. Badan Pusat Statistik

Provinsi Sulawesi Tengah.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2013. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar

Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.

Faisal dan Bahtiar, 2012. Produktifitas Varietas Unggul Baru Padi di Sulawesi

Utara. Prosiding Seminar Nasional InovasiTeknologi Pertanian Spesifik

Lokasi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Bogor.

Ruslan Boy, I. K. Suwitra dan Saidah, 2013. Keragaan Display Varietas Inpari

pada Tiga Lokasi berbeda Terhadap Peningkatan Hasil Padi Melalui PTT di

Kabupaten Banggai. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah.

Suprihartono, B., A.A. Darajat, Satoto, S.E. Baehaki, N. Widiarta, S.D. Indrasari,

O.O. Lesmanadan H. Sembiring, 2007. Deskripsi Varietas Padi. Balai

Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.

Zaini, Z., 2009. Memacu Peningkatan Produktifitas Padi Sawah Melalui Inovasi

Teknologi Budidaya Spesifik Lokasi dalam Era Revolusi Hijau Lestari.

Majalah Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol 2 (1) Hal 35-47.

Page 323: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 323

Eksistensi Inovasi Teknologi Dalam Gerakan Nasional Peningkatan

Produksi Dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) Di Kabupaten Sigi

Yakob Langsa

Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian Sulawesi Tengah

Jln Lasoso.62. Biromaru – Palu

Abstrak

Peluang pasar bagi komoditi ini juga semakin terbuka seiring dengan terjadinya

penurunan produksi negara- negara penghasil kakao lainnya. Oleh ICCO (2008), bahwa

Indonesia adalah Negara produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan

Ghana dengan luas mencapai 1,44 juta hektare sementara produksinya baru berkisar

779.000 ton dan tersebar di beberapa provinsi penghasil kakao. Sejak tahun 2009

pemerintah mencangkan Gerakan Peningkatan produksi dan mutu kakao Nasional, dan

dukungan teknologi dalam pendampingan amat penting, misalnya intensifikasi,

rehabilitasi dan peremajaan. Jika hal itu belum secara utuh dipahami dan diterapkan

oleh petani perlu melakukan kajian untuk perbaikan ke depan. Penelitian ini

mengggunakan metode Fokus Group Discussion (FGD), sampel diambil secara acak

maksimal 15 responden dari desa yang mewaki jumlah responden 175. Hasilnya bahwa

kegiatan intensifikasi dari target areal 3000 ha realisasinya hanya 2.061 ha rehabilitasi

100 ha teraliasi 94,67 ha, dan Peremajaan tidak terlaksana, selain karena pertanaman

masih menguntungkan untuk dipertahankan juga informasi tentang SE masih minim.

Introduksi inovasi teknologi memacu semangat petani untuk lebih fokus, terutama setelah

harga bji kakao di pasaran kembali membaik. Kelemahan lain adalah kemampuan

petani dalam melakukan perawatan hasil sambung samping masih sangat lemah.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci : Inovasi, Teknologi, Gernas, Produksi, Kakao

PENDAHULUAN

Tanaman kakao merupakan sala satu tsnsmsn perkebuanan yang memiliki

nilai ekonomis yang tinggi dan peluang pasarnya masih cukup besar. Hal ini

dapat dilihat dari kecenderungan permintaan pasar dunia semakin meningkat

dengan rata 1,5 jt ton per tahun. Peluang pasar bagi komoditi ini juga semakin

terbuka seiring dengan terjadinya penurunan produksi negara- negara penghasil

kakao lainnya. Oleh ICCO (2008), bahwa Indonesia adalah Negara produsen

kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana dengan luas mencapai

1,44 juta hektare sementara produksinya baru berkisar 779.000 ton dan tersebar di

beberapa provinsi penghasil kakao. Di Indonesia diperkirakan sekitar 1,4 jt rumah

tangga pekebun kakao dan umumnya berskala kecil dengan luas kebun maksimal

2 hektare, termasuk di luar Pulau Jawa (Anonim, 2008). Komoditi kakao sungguh

Page 324: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 324

berkontribusi nyata dalam pengentasan kemiskinan, terbukti saat terjadi krisis

pada tahun 1990an bagi petani kakao khususnya kawasan timur Indonesia

menilainya sebagai hal positif.

Dalam penataan perekonomian wilayah, Sulawesi Tengah masih bertumpuh

pada komoditas pertanian, termasuk biji kakao.komoditas kakao telah dijadikan

sebagai komoditas unggulan di wilayah ini, karena selain memberikan kotribusi

yang besar dalam struktur perekonomian daerah, juga berperan sebagai penyedia

lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk Sulawesi Tengah. Luas areal

perkebunan kakao di Sulawesi Tengah 297.572 ha dengan total produksi 276.600

ton biji kering (Ditjen Bun 200012). Kakao diusahakan petani dan tersebar

hampir di seluruh kabupaten/kota salah satunya di Kabuten Sigi.

Kabuten Sigi sebagai salah satu penghasil kakao di Indonensia memiliki

potensi untuk menghasilkan kakao dengan kualitas yang sangat baik. Hal ini

ditunjang oleh kondisi wilayah dimana wilayahnya mulai dari ketinggian 50 m

dpl sampai 600 m dpl., memiliki iklim seperti curah hujan tahunan dan suhu

harian rata rata yang sangat ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan biji kakao.

Besar harapan bahwa potensi tersebut hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin

untuk perkembangan sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. Masalah

perkakaoan di Kabupaten adalah Pengelolaan budidaya sehingga menimbulkan

serangan Organisme pengganggu Tanaman (OPT) seperti hama Penggerek Buah

Kakao (PBK), Penyakit Busuk Buah, penyakit VCD, penurunan tingkat

produktivitas rendahnya kualitas biji (belum fermentasi) dan tanaman kakao yang

sudah tua serta tingkat kesuburan tanah telah menurun. Oleh karena itu melalui

program Gernas Kakao di Kabupaten Sigi dapat meningkatkan minat petani untuk

menerapkan inovasi teknologi budidaya kakao melalui intensifikasi, rehabilitasi

dan peremajaan kakao.

Dengan latar belakang seperti di atas maka permasalahan yang muncul,

dalam tulisan ini dapat dirumuskan kondisi teknis budidya kakao, kegiatan

intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan serta profil petani peserta Gernas kakao di

Kabupaten Sigi. Tujuannya adalah mengetahui potensi dan permasalahan

pengembangan kakao di Sigi melalui kegiatan Gernas tentang inovasi teknologi

(intensifiaksi, rehabilitasi dan permajaan tanaman kakao)

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Palolo dan Nokilolaki pada

wilayah program Gernas kakao tahun 2012 Kabupaten Sigi, mulai Februari

sampai November 2013. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa

Page 325: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 325

KecamatanPalolo dan Nokilolaki adalah wilayah sentra pengembangan kakao,

dan terdapat kegiatan utama Gernas kakao yaitu Intensifikasi, Rehabilitasi dan

Peremajaan tanaman kakao.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data Primer

dikumpulkan lewat wawancara dengan kuisioner.

Editing/Tabulasi

Tabulasi adalah data primer yang dikumpulkan untuk menjaga konsistensi

dan akurasi data yang telah terkumpul, diverifikasi lalau ditabulasi menggunakan

MS – EXEL. Kemudian dianalisis menggunakan Analisis deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas areal yang ditargetkan di dua kecamatan adalah 3000 ha namun yang

terealisasi hanya 2978 hektare seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Wilayah Kegiatan Intensifkasi program Gernas Kakao di Kabupaten Sigi

2012

No Kecamatan Desa Luas (Ha) Tegakan (pohon) KK

1 2 3 4 5 6

1 Palolo

Sejahtera 290,38 299.380 137

Bahagia 156,00 148.255 65

Berdikari 270,26 268.000 129

Ampera 44,10 44.159 29

Petimbe 146,91 145.700 86

Bobo 72,96 71.730 76

Bakubakulu 72,00 72.855 52

1 2 3 4 5 6

2 Nokilolaki

Rahmat 150 163.400 87

Sopu 268 285.290 172

Bulili 224 231.632 136

Tanah

Harapan 246 244.725 142

Tongoa 143 151.756 93

Jumlah 2.062 2.126.886 1276

Tabel 1 menunjukkan bahwa wilayah kegiatan intensifikasi Gernas kakao

tahun 2012 di Kabupaten pada dua kecamatan, terdapat di semua desa. Dari target

areal intensifikasi kakao seluas 3000 ha, hanya terealisasi sekitar 2061 ha atau

Page 326: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 326

sekitar 70 persen. Hal ini di pengaruhi oleh persyaratan yang harus dipenuhi bagi

kebun kakao untuk kegiatan intensifikasi, berdasarkan Pedoman Teknis yang

diterbitkan oleh Ditjen Perkebunan antara lain;

1. Tanaman masih muda (<10 tahun tetapi kurang terpelihara

2. Jumlah tegakan kakao >70% dari jumlah seharusnya (1000 pohon)

3. Produktivitas rendah (<500 kg/ha/thn) dan masih memungkinkan untuk

dipulihkan

4. Tanaman Penaung >20% dari standar

5. Terserang berat oleh OPT ( PBK, Helopeltis spp, VSD dan busuk Buah)

6. Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian meliputi Ch 1500 – 2500 mm,

kemiringan 0 – 15%, terdepat

Persyaratan di atas memberikan petunjuk bahwa dalam menyelksi Calon

Petani dan Calon Lahan (CPCL) mengacu pada aturan sehingga untuk memenuhi

target arealdengan keterbatasan waktu dan sumberdaya di instansi terkait sulit.

Disamping itu SDM petani peserta Gernas Kakao tahun 2012, masih terbatas

berdasarkan profil tingkat pendidikan peserta yang rata-rata setingkat SLTP,

sehingga memerlukan waktu untuk meyakinkan mereka untuk mengikuti program

tersebut. Hal lain yang mempengaruhi tidak terpenuhinya target areal

intensifkasi adalah semakin banyaknya alih fungsi lahan dan salah satu komoditi

andalan yakni jagung yang telah dicanangkan pemerintah daerah untuk Sigi

sebagai salah satu lumbung jagung di Provinsi Sulawesi Tengah. Peranan

penyuluh dan Tenaga pendamping sangat menentukan dimana mereka sebagai

ujung tombak dalam proses transfer teknologi intensifikasi. Pada kegiatan ini

pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perkebunan membantu pekebun

dalam bentuk.

a. Pupuk majemuk non subsidi berupa briket warna coklat muda sebanyak

200 kg/ha dengan dosis spesifik lokasi 200 g/pohon yang diaplikasikan

pada awal musim hujan.

b. Peralatan handsprayer satu buah tiap 5 hektare.

c. Gunting galah satu buah setiap hectare lahan kakao peserta Gernas kakao.

d. Pestsida, berupa insektisida merek Matador satu liter tiap hektare,

herbisida Toupan 1 liter/ha dan fungisida Nordox satu liter per hektare.

Implikasi dari kondisi di atas memberikan isyarat bahwa kepada pekebun

kakao akan diperkenalkan bentuk pupuk majemuk non subsidi bentuk briket yang

selama ini pupuk Urea bentuk ini kurang disenangi petani karena merasa kurang

efektif. Hal lain dari rekomendasi dosis pemupkan spesifik lokasi semetinya tiap

kecamatan memiliki perbedaan dosis pemupukan karena kondisi tanah yang

berbeda. Kendala bagi petani pada masa akan datang adalah alasan modal untuk

membeli pupuk karena kondisi petani yang mengalami tingkat pproduktivitas

lahannya sangat menurun. Jika petani merasa pemupukan memberikan hasil yang

Page 327: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 327

positif terhadap peningkatan produksi kakao, sebaiknya mereka juga diberi pupuk

bersubsidi seperti petni tanaman pangan agar minat mereka untuk melakukan

pemupukan berimbang semakin meningkat.

Sanitasi Kebun

Sanitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk mengelimir atau

meniadakan serta mengurangi jumlah phatogen yang ada dalam hamparan

pertanaman (Djafruddin. 2000). Jadi pembuangan atau pemangkasan cabang yang

terserang atau mengandung phatogen dapat mengurangi penyebaran atau

mengurang yang akan timbul berikutnya.

Pada tingkat petani kakao, upaya sanitasi lingkungan dilakukan dengan

cara yang beragam. Namun cara yang paling banyak dilakukan adalah sebatas

pada sampah daun saja, kulit buah ditumpuk di sekitar pokok tanaman (34,28%),

sementara sanitasi sampah daun dan kulit buah dilakukan dengan ditimbun

(21,71%)

Tabel 2. Sanitasi Lingkungan pada Tanaman kakao di wilayah Gernas Kakao di

Kabupaten Sigi, 2013

Sumber : Data primer setelah diolah, 2013

NO Kegiatan Sanitasi Total

Petani

Persentase

1 Membenamkan kulit buah sesaat setelah panen

dan buang yang terserang OPT

102 58.29

2 Sampah daun dan kulit buah dikumpul dan

dibakar.

4 2,29

3 Sampah daun dan kulit buah dibiarkan saja, dan

kulit dibuang

15 8,57

4 Sampah daun dan kulit buah dikumpul dan di

buang

3 1,71

5 Sampah daun dan kulit buah dikumpul disekitar

pohon

9 5,14

6 Sampah daun dan kulit buah ditimbun 17 9,71

7 Sampah daun dan kulit buah sebagian dibiarkan

dan sebagian ditimbun

11 6,29

8 Sanitasi dilakukan hanya pada sampah daun saja,

kulit buah ditumpuk di lantai kebun.

14 8

J u m l a h 175 100

Page 328: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 328

Sesungguhnya semua petani responden telah melakukan sanitasi kebun,

namun yang melaksanakan sesuai anjuran hanya 58,29%. Diduga hal ini

disebabkan karena tingkat kemampuan sumberdaya manusia yang tergolong

rendah dimana mereka hanya rata-rata mengecap pendidikan setingkat SLTP.

Untuk menunjukkan bahwa sebetulnya semua petani telah melakukan sanitasi,

namun lebih pada rekah rekah atau mendengar apa kata teman petani atau

tetangga. Akibatnya terjadi ketidaktepatan dalam mengelola kebunnya yang

berakibat pada kondosi kebun kurang sehat yang berimplikasi pada semakin

menurunnya produktivitas kebun. Perlakuan yang diterapkan oleh pekebun

sebelum program Gernas Kakao dilaksanakan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Sanitasi Kebun kakao Sebelum Program Gernas di Kabupaten Sigi, 2013

Sumber : Data primer setelah diolah, 2013

Kegiatan sanitasi yang dilakukan patani resonden sebelum program

Gernas umumnya sampah daun dibiarkan dan kulit buah dibuang (32%) sampah

daun dan kulit buah dibakar (25,14%). Kegiatan sanitasi yang sesuai dengan

anjuran dengan membenamkan kulit buah dan buah yang terserang busuk buah

sesaat setelah panen hanya 20,57% responden. Jika disbanding dengan perlakuan

sanitasi sesuai anjuran sebelum dan setelah Gernas terjadi peningkatan dari 20,57

persen menjadi 58,2ahwa den9%, hal ini menunjkkanlakukan bahwa dengan

pendampingan baik yang dilakukan oleh BPTP Sulawesi Tengah maupun oleh

NO Kegiatan Sanitasi Total

Petani

Persentase

1 Membenamkan kulit buah sesaat setelah panen

dan buang yang terserang OPT

36 20,57

2 Sampah daun dan kulit buah dikumpul dan

dibakar.

44 25,14

3 Sampah daun dan kulit buah dibiarkan saja, dan

kulit dibuang

56 32,00

4 Sampah daun dan kulit buah dikumpul dan di

buang

13 7,43

5 Sampah daun dan kulit buah dikumpul di sekitar

pohon

6 3,43

6 Sampah daun dan kulit buah ditimbun 4 2,29

7 Sampah daun dan kulit buah sebagian dibiarkan

dan sebagian ditimbun

7 4

8 Sanitasi dilakukan hanya pada sampah daun saja,

kulit buah ditumpuk di lantai kebun.

9 5,14

J u m l a h 175 100

Page 329: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 329

tenaga sarjana pendamping yang telah dilatih tentang inovasi teknologi kakao

maupun kelembagaan, secara perlahan ada pemahaman dan kesadaran petani

untuk melakukan anjuran.

Pemupukan

Pekebun peserta, untuk kegiatan intensifikasi mereka diberikan dukungan

berupa bantuan pupuk 200 kg/ha, yang diaplikasikan mengitari pokok tanaman

sejauh 50 – 75 cm dengan cara dibenamkan, untuk setiap pohon cukup 200 g. Dari

175 responden hanya 57,71% yang melakukan sesuai anjuran, sedangkan 42,29 %

yang mengaplikasikan dengan cara menebar di atas permukaan tanah tanpa ada

perlakuan apapun.

Pemangkasan

Pemangkasan kakao adalah tindakan pengurangan sebagian organ tanaman

berupa cabang, ranting, dan daun, karena itu teknologi ini sangat menentukan

perkembangan dan produksi kakao. Beberapa jenis pemangkasan yang mutlak

dipahami dan dilakukan agar usahatani kakao menguntungkan bagi pekebun.

Seperti yang dilakukan oleh petani responden cenderung hanya pemangkasan

produksi, sebab untuk pemangkasan bentuk saatnya telah lewat dimana teknologi

ini dilakukan menjelang tanaman dewasa, namun bila tanaman yang disambung

samping sangat perlu dibentuk.

Kenyataan di lapangan bahwa petani melakukan pemangkasan pemeliharaan

39,43 persen sedangkan pemangkasan produksi dan pemeliharaan hanya 34,86

persen dan pemangkasan produksi saja sekitar 25,71 persen.

Tabel 4. Jenis Pemangkasan pada Tanaman Kakao di Wilayah Gernas kakao

Kabupaten Sigi, 2012

No

Jenis Pemangkasan Petani pelaksana Persentase

1 Pemangkasan Produksi dan

Pemangkasan pemeliharaan.

61

2 Pemangkasan Produksi 45 34,86

3 Pemangkasan Pemeliharaan 69 39,43

Total 175 100

Sumber : Data primer setelah diolah, 2013

Teknologi pemangkasan biasanya dilakukan satu atau dua kali dalam

setahun setelah panen raya, sedangkan pemangkasan pemeliharaan yang

dilakukan dengan membuang cabang cabang liar atau tunas air umumnya satu kali

sebulan atau tergantung waktu dan kemampuan petani. Jka disbanding dengan

Page 330: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 330

kondisi pemangkasan petani responden dari 175 responden hanya 76 (43,43

persen yang melakukan pemangkasn rutin, pemangkasan sekali setahun sebesar

25,71 persen dan yang tidak pernah melakukan sebesar 30,86 persen seperti pada

Tabel berikut.

Tabel 4. Jenis Pemangkasan pada Tanaman Kakao di Wilayah Gernas kakao

Kabupaten Sigi, 2012

No Jenis Pemangkasan Petani pelaksana Persentase

1 Pemangkasan Produksi dan

Pemangkasan pemeliharaan.

76 43,43

2 Pemangkasan Produksi 45 25,71

3 Pemangkasan Pemeliharaan 54 30,86

Total 175 100

Sumber : Data primer setelah diolah, 2013

Dengan program Gernas yang telah dilakukan dan didampingi secara

langsung dilapangan, pemahaman terhadap pentingya pemangkasan seperti

memacu pembungaan, semakin diyakini pula oleh petani bahwa dengan

menerapkan teknologi yang benar kondisi dapat memacu gairah mereka untuk

memperbaiki kebun yang mulai terlantar. Hal yang paling dirasakan adalah

serangan OPT mulai menurun, sehingga setiap melakukan panen hasilnya

cenderung naik, bahkan beberapa yang semula tidak panen samasekali sekarang

kembali menikmati hasilnya.

3. Rehabilitasi

Dari target rehabilitasi kakao di dua kecamatan semuanya terlaksana sebab

jumlah luasannya tidak sebanyak dengan intensifikasi.

Tabel 5. Wilayah kakao Program Rehabilitasi Gernas Kabupaten Sigi, 2012

No Kecamtan Desa Luas(ha) Jumlah

tegakan

Jumlah

KK

1 Nokilolaki Kamarora 36 24.800 19

Sipulung 16 9.436 9

Tana Harapan 25,47 24.500 17

Bulili 16,6 17.000 9

2 Palolo Sejahtera 0,6 500 1

Jumlah 5 94,67 76.236 55

Sumber : Data primer setelah diolah, 2013

Hal ini dipengaruhi oleh kondsi pertanaman di wilayah ini masih di atas rata rata

500 kg/tahun. Sesuai dengan persyaratan bahwa yang diperkenankan untuk

direhabilitasi adalah kebun yang produktivitasnya sudah kurang dari ketentuan

tersebut. Dikaitkan dengan tegakan yang kondisinya masih menguntungkan untuk

Page 331: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 331

dipertahankan, apalagi dengan adanya program intensifikasi dan sanitasi secara

nyata dapat memulihkan tanaman kembali. Selain itu di kedua kecamatan

tersebut hanya dalam jumlah sedikit saja pertanaman yang umurnya di atas 15

tahun, sebab salah satu syarat teknis yakni jika tanaman tersebut sudah lebih dri

15 tahun, ditambah lagi keraguan petani untuk tidak lagi kembali seperti tanaman

semula, terutama dengan penggunaan bibit SE. Peremajaan dengan menggunakan

bibit SE tidak menarik bagi petani,terutama bagi mereka yang telah wara wiri ke

Sulawesi Barat ada kesan bahwa materi tanam ini tidak sesuai untuk digunakan di

wilayah kedua kecamatan tersebut, ditambah lagi bahwa bila diremajakan dengan

bibit SE, lalu pada pasa pertumbuhan dan perkembangan pertanaman mengalami

gangguan seperti, bencana alam, gangguan hama dan penyakit susah untuk

mendapatkan tanaman pengganti. Langsa, Y. dan Muhammad Abid (2012)

bahwa tanaman asal bibit Somatik Embryogenesis dalam pertumbuhanyapada

kondisi agroekosistim yang baik pertumbuhan vegetatifnya (batang, ranting dan

daun) sangat cepat dibending dengan perkembangan akar, akibatnya tanaman

mudah jadi rebah. Kelemahan yang mulai muncul adalah rata rata biji yang

dihasilkan untuk mendapatkan 1 kg biji kering, minimal butuh 1500 biji, ini

berarti klon klon seperti S1, S2, TSH858, UIT1 dan beberapa klon unggul lainnya

memiliki bobot biji yang jauh lebih berat. Contoh misalnya di wilayah Gernas

Kabupaten Sigi untuk klon UIT1 dalam setiap kg biji kering hanya butuh 1100

butir.

Tabel 5. Kondisi Pelaksanaan Gernas kakao di Dua Kecamatan Kabupaten Sigi

Sulawesi Tengah, 2012

Kegiatan Target

(Ha)

Realisasi Kecamatan Desa Jumlah

KK

Intensifikasi 3000 2.061 2 12 1.276

Rehabilitasi 100 94,67 2 5 55

Peremajaan 100 0 0 0 0

Total

Data primer setelah diolah 2013

Berdasarkan luas pertanaman kakao yang dimiliki dua kecamatan tersebut

kurang lebih 8.247 ha, belum semuanya masuk dalam program Gernas, berarti

untuk memacu perbaikan produktivitas kebun kakao dibutuhkan gerakan yang

tetap mengaplikasikan inovasi teknologi bududaya tanaman kakao.

KESIMPULAN

Kenyataan di lapangan bahwa program gernas mampu merubah perilaku pekebun

untuk menerapkan inovasi teknologi baik intensifikasi, Sanitasi maupun

rehabilitas dan peremajaan. Untuk penggunaan pupuk semula kebanyakan hanya

Page 332: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 332

mengandalkan penggunaan pupuk Urea atau ZA, namun dengan bantuan lewat

program Gernas mulai dipahami pentingnya pemupukan secara lengkap.

Target realisasi Intensifikasi di Kecamatan Palolo dan Nokilolaki seluas 3000 ha

terealisasi hanya 2.061 ha (70 %) Rehabilitasi (94,67%) sementara untuk

peremajaan dengan menggunakan bibit SE tidak terlaksana. Pada penerapan

teknologi rehabilitasi masalah yang muncul adalah minimnya pengetahuan

tentang pemeliharaan hasil sambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Pedoman umum Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao

Nasinal 2009 – 2011. Direktorat Jenderal Perkebunan

Departemen Pertanian, Jakarta.

Budianto,J. 2002. Penggunaan Pupuk Berimbang untuk Meningkatkan Produksi

Pertanian dan Penddapatan Petani Indonesia. Prosiding Lokakarya

Pemupukan Berimbang Lembaga Pupuk Indonesia (LPI). Jakarta, 25 Juni

2002.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, 2013. Sulawesi Tengah Dalam Angka

Tahun 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah.

Bakhri, S. A. Ardjanhar dan M.Abid, 2010. Pendampingan Gernas Kakao melalui

media cetak dan demplot di Sulawesi Tengah. Laporan Hasil PengKajian

BPTP Sulteng Tahun 2010. Biiromaru. 23 hal.

Departemen Pertanian. 2008. Sekolah Lapang Pengelolaan Terpadu (SL-PTT)

Jagung. Jakarta.

Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengawalan dan Pendampingan

Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung P2BN Di Lokasi SL-PTT dan

Denfarm SL Agribisnis Padi Tahun 2012. 44 hal.

http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/Pedoman_Pengawalan_da

n_Pendampingan_%28Pusat%29.pdf. Diakses tanggal 12 September

2013.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Luas Areal Perkebunan dan Produksi

Perkebunan Indonesia Menurut Pengusahaan.

Page 333: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 333

Ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/8-

Kelapa Sawit. Diakses 21 Agustus 2013.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2013. Petunjuk Teknis

Pendamping: Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Tahun

2013. 36 hal.

http://psp.pertanian.go.id/assets/file/2014/Juknis%20Pendamping%20PU

AP%202014.pdf. Diakses tanggal 12 September 2014.

Kementerian Pertanian RI. 2012. Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian.

66 hlm.

Kementerian Pertanian RI, 2013. Statistik Pertanian. Kementerian Pertanian.

Jakarta.

Langsa, Y. dan Muhammad Abid. 2012 Keragaan Pertanaman Kakao Asal Bibit

Somatik Embryo Genesis di Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar

Nasional ; Peranan Inovasi dan Kemitraan dalam Mendukung Program

Daerah Sentuh Tanah di Sulawesi Utara. Tahun 2012. ISBN : 978-979-

1415-86-6 . Hal 809 – 817. Hal..

Langsa, Y. dan Denny Mamesah. 2011 Seleksi dan Pemurnian Klon Kakao Asal

Malaysia di Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong . Prosiding

Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan

Pangan dan SwasembadaMoutong . Prosiding Seminar Nasional Inovasi

Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan dan Swasembada

Beras Berkelanjutan di Sulawesi Utara . 1 Desember 2011. : ISBN 978-

979-1415-75-0. Hal ..

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2009. Teknologi Unggulan

Tanaman Cengkeh. http://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/budidaya

cengkeh/puslitbang-perkebunan/. Diakses tanggal 5 Mei 2013.

Syafaat, M. 1990. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Relatif dan

Sikap Petani Menghadapi Resiko Produksi pada Usahatani Sawah di

Lahan Beririgasi Teknis. Jurnal Agro Ekonomi: Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian 2: 30-48.

Page 334: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 334

Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Pala Rakyat Di Provinsi Maluku

Ismatul Hidaya dan Muh. Amin

Balai Pengkajian Teknologi Pertnian Maluku

Jl. Chr. Soplanit Rumah Tiga- Ambon

Abstrak

Analisis kelayakan finansial usahatani tanaman palarakyat dilakukan di Maluku tahun

2006 dengan metode survei berstruktur. Indikator kelayakan yang digunakan Pendapatan

bersih atau keuntungan, rasio pendapatan dengan biaya (B/C), Periode pengembalian

(Pay Back Period), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return atau IRR dan

Analisis kepekaan. Hasil analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa pada tingkat

DF 15 persen, dalam waktu 15 tahun usahatani tanaman perkebunan pala rakyat layak

untuk diusahakan atau menguntungkan dengan nilai NPV yaitu Rp 13.793.598 dengan

tingkat IRR 29,49 persen. Sedangkan nilai net B/C = 2,8 atau (net B/C > 0) artinya

selama 15 tahun usaha perbandingan antara keuntungan bersih dengan biaya yang

dikeluarkan untuk komoditas pala rakyat yaitu 2,8. Tanpa memperhatikan tingkat bunga

(bunga modal), jangka waktu pengembalian modal usahatani tanaman pala rakyat

adalah 8 tahun 6 bulan. Jika terjadi perubahan biaya sebesar 10 persen dan atau benefit

sebesar 10 persen (analisis kepekaan) akan menurunkan nilai NPV sebesar Rp.

12.705.536,75 dan Rp 11.326.176,95, IRR turun menjadi 27,93% dan 27,77% (masih

lebih tinggi dari tingkat bunga yang berlaku), Net B/C turun menjadi 2,52 dan 2,49 ( >

1). Namun pada tingkat suku bunga komersil 15 persen investasi usahatani tersebut

masih tetap layak atau menguntungkan.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata kunci : analisis kelayakan finansial, Usahatani, Pala rakyat

PENDAHULUAN

Pala merupakan tanaman rempah asli Maluku (Purseglove et al. 1995), dan

telah diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun-temurun dalam bentuk

perkebunan rakyat di sebagian besar Kepulauan Maluku. Pala Indonesia memiliki

nilai tinggi di pasar dunia karena aromanya yang khas dan rendemen minyaknya

tinggi.

Luas areal tanaman pala di Maluku mencapai 18.000 ha, terutama tersebar di

Pulau Ambon, Kepulauan Banda, dan Pulau Seram. Lingkungan ekologi seperti

curah hujan, suhu, dan tanah vulkanik serta minimnya serangan hama penyakit

sangat mendukung perkembangan tanaman pala di Maluku. Berdasarkan

Page 335: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 335

pendekatan Zona Agro Ekologi (ZAE), lahan yang tersedia untuk pengembangan

tanaman perkebunan termasuk pala di Maluku mencapai 871.656 ha yang tersebar

di lima kabupaten (Susanto dan Bustaman 2006).

Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman rempah yang

merupakan bahan ekspor non migas dan harganya cukup tinggi. Pala dan Fuli bagi

Indonesia merupakan mata dagangan tradisional yang hampir seluruh produksinya

diekspor. Pala merupakan salah satu komoditas yang cukup potensial di daerah

Maluku, karena bahan bakunya cukup melimpah dan dapat diandalkan sebagai

sumber pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah Maluku. Komoditas ini

telah diusahakan secara turun-temurun sebagai tanaman perdagangan dan

diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat di sebagian besar kepulauan Maluku

(Rieuwpassa, 2006).

Di propinsi maluku tanaman pala hampir tersebar diseluruh kabupaten.

Berdasarkan data statistik, perkembangan luas lahan pala selama 5 tahun terakhir

(2000-2004) di Maluku, mengalami peningkatan rata-rata 20 % pertahun. Pada

tahun 2000, luas lahan pala 8.467 ha dengan produksi per tahun 1.580 ton, sampai

tahun 2004 luas lahan pala meningkat menjadi 9.917.9 ha dengan produksi per

tahun 1.917.2 ton. Dari populasi tanaman yang ada saat ini, 27.48 % merupakan

tanaman telah tua dan kurang produktif (BPS Maluku, 2004).

Hasil penelitian Riewpassa, 2006 menunjukkan walaupun ada

kecenderungan peningkatan luas lahan pala setiap tahun, namun dari hasil

perhitungan rata-rata luas lahan pala yang dimiliki oleh seorang petani di Maluku

hanya 0.68 ha dengan jumlah tanaman pala sebanyak 84 pohon. Bahkan bila

dikaji lebih jauh dapat diketahui bahwa seorang petani pala hanya memiliki luas

lahan pala 0.3 ha dengan jumlah tanaman yang sudah menghasilkan (TM)

sebanyak 37 pohon.

Produktivitas pala diprovinsi Maluku tergolong rendah yaitu 454 kg/ha.

Rendahnyaproduktivitas disebabkan benih yang digunakan berupa benih asalan

(Hadad 1992), serta tingginya prosentase tanaman tua atau kurang produktif dan

pengelolaan yang belum intensif atau pemeliharaan yang sangat sederhana oleh

petani (perkebunan rakyat), petani jarang melakukan pemupukan kegiatan yang

Page 336: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 336

rutin dilakukan hanya pembersihan sekitar pohon ketika mendekati musim panen.

Oleh karena itu perlu dihitung tingkat kelayakan ekonomi usahatani pala rakyat

yang menjadi tujuan dari penelitian ini.

METODE PENELITIAN

Lokasi, data dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai februari 2008,

penelitian dilakukan salah satu sentra produksi pala di Maluku yaitu Kab. Maluku

tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey berstruktur, data

primer diperoleh dari 30 petani contoh sedangkan data sekunder diperoleh dari

Dinas/Instansi terkait seperti Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik serta

beberapa laporan penelitian.

Metode Analisis Data

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan

suatu usahatani adalah analisis finansial. Indikator kelayakan finansial untuk

tanaman perkebunan yang umum digunakan antara lain : Pendapatan bersih atau

keuntungan, rasio pendapatan dengan biaya (B/C), Periode pengembalian (Pay

Back Period), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return atau IRR

(Choliq et al, 2000). Sedangkan untuk melihat tingkat kepekaan suatu usaha atau

investasi digunakan Analisis Kepekaan (Sensitivity Analisys).

Kriteria investasi

- Net Present Value (NPV)

nt

tt

tt

i

CBNPV

0 1 atau DFCBNPV

nt

t

tt

0

Keterangan :

Bt = benefit pada tahun ke-t

Ct = biaya pada tahun ke-t

DF = discount factor

i = tingkat bunga yang berlaku

n = lamanya periode waktu

Page 337: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 337

- Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

nt

t

nt

t

NPV

NPV

CBNet

0

0

Keterangan :

NPV+

= Net Present Value Positif

NPV- = Net Present Value Negatif

- Internal Rate of Return (IRR)

121 iiNPVNPV

NPViIRR

Keterangan :

it = Discount Faktor (tingkat bunga) pertama dimana diperoleh NPV

positif

i2 = Discount Faktor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV

negatif

- Payback Periods (jangka waktu pengembalian investasi)

Investasi

Payback Periods =

Net Benefit rata – rata tiap tahun

- Sensitivity Analysis (Analisis kepekaan)

Asumsi yang digunakan :

1. Jika biaya (cost) naik 10 % dari perkiraan semula sedangkan benefit tetap

2. Jika biaya (cost) tetap keadaannya seperti semula tetapi benefit turun 10

%

Page 338: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 338

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas dan produksi tanaman pala

Jenis pala yang ditemukan di Maluku adalah Myristica fragrans Houtt,

Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt, Myristica specioga Ware,

Myristica Sucedona BL, dan Myristica malabarica Lam. Dari keenam jenis ini,

yang memiliki arti ekonomis penting adalah Myristica fragrans. Jenis ini banyak

diusahakan masyarakat daripada jenis lainnya, disusul jenis Myristica argentea

dan Myristica fattua. Jenis Myristica specioga, Myristica sucedona, dan Myristica

malabarica produksinya rendah sehingga nilai ekonomisnya pun rendah pula.

(Rieuwpassa, 2006)

Luas perkebunan pala di Maluku sampai tahun 2004 sebagian besar

merupakan perkebunan rakyat yaitu 80,69 persen ( 2.969 ha) dari total perkebunan

pala sebesar 3.679,56 ha dan hanya 4,76 persen dan 14,5 persen merupakan

perkebunan besar Negara dan perkebunan besar swasta. Secara umum Luas

tanaman perkebunan pala rakyat di Maluku selama periode 1995 – 2004

mengalami peningkatan walaupun dengan laju yang relative lambat yaitu 0,91

persen pertahun. Sementara itu dari aspek produksi juga menunjukkan bahwa

selama periode 1995 – 2004 terjadi peningkatan setiap tahunnya dengan laju

peningakatan sebesar 3,24 persen. (Tabel 1)

Tabel 1. Luas Areal, produksi dan luas areal menurut komposisi tanaman pala

rakyat di Maluku, 1995 – 2004

Tahun Total luas

areal

Produksi Luas Areal Menurut Komposisi Tanaman

Tan.

Muda

Tan. menghasilkan Tan.

Tua/rusak

1995 9.927 1.520 1.299 4.615 4.013

1996 11.015 1.687 1.507 5.819 3.689

1997 8.783 1.573 1.413 4.115 3.357

1998 8.467 1.580 1.420 3.815 3.232

1999 8.467 1.580 1.420 3.815 3.232

2000 8.467 1.580 1.420 3.815 3.232

2001 8.467 1.580 1.420 3.815 3.232

2002 7.449.9 1.429.1 1.148 3.208.9 3.093

2003 9.917.9 1.911.7 2.787 4.210.9 2.920

2004 9.917.9 1.917.2 2.969 4.222.9 2.726

Laju pertumbuhan luas areal/ tahun 0,91 %

Laju Pertumbuhan produksi/tahun 3,24 %

Page 339: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 339

Pada tahun 2004, komposisi tanaman pala rakyat di Maluku tercatat seluas

2.969 ha (29,93 %) tanaman belum menghasilkan (TBM), 4222,9 ha (42,58 %)

tanaman sudah menghasilkan (TM), dan 2.726 ha (27,48 %) tanaman tua/rusak

(TTR), dengan produktivitas rata-rata 454 kg/ha/tahun. Penyebarannya meliputi

kabupaten Buru seluas 1.693 ha, Seram Bagian Barat seluas 2.281,5 ha, Maluku

Tengah seluas 894 ha, Seram Bagian Timur seluas 2.377,4 ha, dan Maluku

Tenggara seluas 1.305 ha.

Perkebunan Besar Negara seluas 175 ha dengan produtivitas rata-rata 2.023

kg/ha/tahun, dan perkebunan Besar Swasta seluas 535,56 ha dengan produktivitas

rata-rata 3.740 kg/ha/tahun (BPS Maluku, 2004).

Bila dilihat dari tingkat produktivitasnya antara perkebunan rakyat dan

perkebunan besar Negara maupun perkebunan besar swasta maka tampak bahwa

produktivitas perkebunan pala rakyat relative masih paling rendah dibandingkan

dengan yang lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena perkebunan pala rakyat

belum dikelola secara intensif, pengelolaan oleh petani masih sangat sederhana

sekali dan ini merupakan suatu peluang yang cukup besar dalam meningkatkan

produksi pala di Maluku

Produk utama dari pala adalah biji pala dan fuli (bunga pala). Pemasaran

pala rakyat di Maluku belum tertata dalam satu sistem pemasaran yang bersifat

agribisnis karena belum ada lembaga yang menangani pemasaran pala secara

khusus. Petani masih bebas menjual hasil pala untuk pedagang pengumpul di desa

atau di kota kecamatan dan pedagang pengumpul kecamatan menjual di

Kabupaten atau di kota Provinsi. Sistem pemasaran seperti ini yang menyebabkan

harga pala di tingkat petani menjadi rendah.

Berdasarkan infomasi dari berbagai sumber, perkembangan harga biji pala

dan fuli dalam dua tahun terakhir (2005-2006) cenderung meningkat di beberapa

tempat di Maluku seperti di Namlea, Masohi, Bula, Banda dan kota Ambon

(Tabel 2). Sedangkan harga daging buah pala di kota Ambon Rp 2000/kg (20-23

buah) dan harga produk olahan daging buah pala dalam bentuk manisan basah

Rp.2000/bungkus dan kering Rp.3000/bungkus dengan berat rata-rata per bungkus

50 gram (hasil survei harga pasar di kota Ambon, 2006).

Page 340: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 340

Tabel 2. Perkembangan harga biji pala dan fuli tahun 2005-2006 di Maluku

Kab./Kota Tahun 2005 Tahun 2006

Kualitas biji (Rp) Kualitas Fuli (Rp) Kualitas biji (Rp) Kualitas Fuli

(Rp)

No.2 No.1 No.2 No.1 No.2 No.1 No.2 No.1

Namlea

Masohi

Bula

Banda

KT. Ambon

20000

25000

-

-

20000

25000

25000

-

-

25000

370000

33000

-

-

30000

45000

45000

-

-

46000

-

23000

20000

-

23000

-

25000

30000

23000

30000

-

43000

35000

-

47000

-

45000

50000

32000

50000

Sumber : Pedagang pala di setiap Kota Kabupaten & Dinas Pertanian Kabupaten /Kota

Maluku merupakan provinsi kepulauan sehingga transportasi merupakan

kendala utama dalam pemasaran hasil pala. Pada umumnya prasarana jalan dan

jembatan yang menghubungkan sentra-sentra produksi pala sebagian besar belum

terbangun, sehingga biaya usahatani menjadi tinggi dan harga jual kurang

bersaing. Transportasi umumnya lewat laut mengakibatkan lembaga penunjang

cenderung menekan petani. Kondisi ini yang menyebabkan pemasaran cenderung

monopoli dan modal pembeli didominasi sistem ijon yang merugikan pihak

petani. Hal ini merupakan salah satu kendala bagi pengembangan agribisnis pala

di Maluku khususnya di sentra-sentra produksi pala yang belum memiliki

pelabuhan ekspor.

Kendala lain yang dihadapai dalam pengembangan agribisnis pala adalah

masih lambatnya penyebarluasan teknologi maju hasil penelitian, antara lain

teknologi perbanyakan bibit pala unggul klonal (vegetatif), teknologi pengolahan

biji pala dan fuli menjadi minyak atsiri, teknologi pengolahan minyak atsiri

menjadi diversifikasi produk ikutan dan teknologi pengolahan daging buah pala

menjadi berbagai macam makanan ringan.

Kelayakan Ekonomi Usahatani Pala Rakyat

Hasil atau produk dari usahatani pala adalah biji pala dan fully pala. Hasil

survei dilapangan menunjukkan bahwa pada tahun ketujuh tanaman pala petani

sudah mulai menghasilkan dengan tingkat produktivitas perhektar 90 kg biji pala

dan 21 kg fully pala. Sedangkan produksi optimal diperoleh pada umur 11 tahun

keatas, pada umur tersebut rata rata produksi perhektar untuk biji pala 300 kg

Page 341: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 341

dengan harga jual Rp 25.000/kg sedangkan untuk fully 70 kg dengan harga jual

Rp 45.000/kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa daging pala yang dijual

dengan harga Rp 10.000/karung (ukuran 50 kg), dari satu hektar diperoleh kurang

lebih 15 karung daging pala.

Biaya biaya yang dikeluarkan oleh petani antara lain biaya investasi dan biaya

produksi, biaya investasi meliputi sewa lahan, pembukaan kebun, pembelian bibit

dan peralatan, sedangkan biaya produksi terdiri dari penanaman, penyiangan,

penyulaman, pemangkasan, pemanenan, pemisahan fully dari biji, penjemuran

dan transportasi pemasaran.

Hasil analisis financial (tabel 3) menunjukkan bahwa dalam jangka waktu

lima belas tahun usahatani pala rakyat tersebut layak untuk dilakukan pada

Discount Factor 15%. Hal tersebut ditunjukkan oleh empat indikator kelayakan

yaitu periode pengembalian modal (Pay Back Period = PBP), nilai kini bersih

(Net Present Value = NPV), Net B/C dan tingkat bunga maksimal (Internal Rate

of Return = IRR).

Tabel 3. Nilai NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period Usahatani Pala Rakyat

Indikator Kelayakan Kondisi Normal

NPV (Rp.)

Net B/C

IRR (%)

Payback Period (tahun)

13.793.598

2.8

29.49

8 tahun 6 bulan

Jangka waktu pengembalian modal atau PBP pada investasi usahatani pala

tersebut dicapai pada tahun ke delapan bulan ke enam, ini berarti bahwa tanpa

memperhatikan tingkat bunga, investasi atau modal usaha (termasuk opportunity

cost dari tenaga kerja keluarga) bisa kembali dalam waktu delapan tahun enam

bulan. Keuntungan bersih yang dicapai dalam bentuk NPV selama 15 tahun usaha

yaitu sebesar Rp. 13.793.598, nilai ini dapat diartikan bahwa dengan

memperhitungkan bunga modal, petani memperoleh pendapatan bersih (setelah di

discount) rata rata senilai Rp. 1.149.466,5 pertahun (nilai uang sekarang).

Page 342: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 342

Pendapatan bersih ini relativ rendah karena opportunity cost dari lahan dan tenaga

kerja keluarga diperhitungkan sebagai biaya. Sedangkan analisis Net B/C

diperoleh nilai sebesar 2,8 yang berarti bahwa selama 15 tahun usaha, net benefit

yang diperoleh 2,8 kali lipat dari cost yang dikeluarkan (layak, net B/C > 1).

Jika dibandingkan dengan suku bunga komersial yang berlaku di Bank

ternyata pada usahatani pala diperoleh IRR sebesar 29,49% artinya bahwa sampai

pada tingkat suku bunga komersial Bank dibawah 29,49% usaha tersebut masih

menguntungkan. Sebaliknya jika suku bunga naik diatas 29,49% usahatani

tersebut tidak layak lagi, kecuali terjadi peningkatan produksi secara signifikan.

Analisis Kepekaan

Hasil analisis kepekaan (tabel 4) menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga

15 % jika terjadi kenaikan biaya sebesar 10% sedangkan benefit tetap atau

terjadi penurunan benefit sebesar 10% sedangkan biaya tetap, maka akan terjadi

penurunan nilai NPV yaitu Rp. 12.705.536,75 dan Rp 11.326.176,95 atau turun

sebesar 8% dan 18%.

Tabel 4. Nilai NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period Usahatani Pala Rakyat jika

terjadi kenaikan biaya 10% atau penurunan benefit 10%

Indikator Kelayakan Kepekaan (sensitifitas)

Biaya naik 10% Benefit Turun 10%

NPV (Rp.)

Net B/C

IRR (%)

Payback Period

(tahun)

12.705.536,75

2,52

27,93

8 tahun 2 bulan

11.326.176,95

2,49

27,77

8 tahun 3 bulan

Ket : Suku Bunga Komersil 15%;

Begitu juga dengan nilai IRR turun menjadi 27,93% dan 27,77% (masih lebih

tinggi dari tingkat bunga yang berlaku), sedangkan Net B/C turun menjadi 2,52

dan 2,49 ( > 1). Nilai tersebut menunjukkan bahwa usahatani pala rakyat peka

terhadap adanya perubahan biaya dan benefit. Namun pada tingkat perubahan

sebesar 10% usahatani pala rakyat tetap layak untuk diusahakan.

Page 343: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 343

KESIMPULAN

1. Pengelolaan tanaman perkebunan oleh petani masih belum intensif dan

penggunaan input produksi masih sangat rendah bahkan kebanyakan petani

sama sekali tidak menggunakan input produksi, sehingga menyebabkan

tingkat produktivitas tanaman perkebunan di Provinsi Maluku masih relatif

rendah. Ini merupakan peluang yang cukup besar dalam meningkatkan

produksi tanaman perkebunan jika dilakukan pengelolaan secara intensif.

2. Hasil analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa pada tingkat DF 15 %,

dalam waktu 15 tahun usahatani tanaman perkebunan rakyat layak atau

menguntungkan dengan nilai NPV sebesar Rp. 13.793.598. dengan tingkat

IRR 29,49 persen.

3. Dari hasil analisis kelayakan ekonomi diperoleh nilai net B/C = 2,8 yang

berarti usahatani pala rakyat layak secara ekonomi untuk diusahakan

4. Tanpa memperhatikan tingkat bunga (bunga modal), jangka waktu

pengembalian modal usahatani tanaman pala rakyat adalah kelapa 8 tahun 6

bulan.

5. Hasil analisis sensitivitas (kepekaan) menunjukkan bahwa usahatani tanaman

perkebunan pala rakyat peka terhadap adanya perubahan biaya dan benefit.

Perubahan biaya sebesar 10 persen dan atau benefit sebesar 10 persen akan

menurunkan nilai NPV sebesar Rp. 12.705.536,75 dan Rp 11.326.176,95.

Namun pada tingkat suku bunga komersil 15 persen investasi pada usahatani

tersebut masih layak atau menguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2004. Maluku Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku.

Choliq A. et all. 2000. Evaluasi Proyek (Suatu Pengantar). Penerbit CV. Pionir

Jaya. Bandung.

Page 344: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 344

Hadad, E.A. 1992. Pala. Edisi Khusus PenelitianTanaman Rempah dan Obat 8(2):

26−37.

Purseglove, J.W., E.G. Brown, S.L. Green, andS.R.J. Robbins. 1995. Spices.

Longmans,New York. p. 175−228.

Rieuwpassa, A.J, 2006. Kebijakan Infestasi Usahatani Pala di Maluku. Laporan

Akhir Analisis Kebijakan Pertanian: Respond an Antisipatif

Terhadap Isu-Isu yang Berkembang di Maluku. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Maluku.

Susanto, A.N dan Bustaman, S. 2003. Potensi Lahan Beserta Alternatif

Komoditas Pertanian Terpilih Berdasarkan Peta Zona Agroekologi

pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Buru. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Maluku. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian.

Badan Llitbang Pertanian.

Statistik Perkebunanan, 2004, Dinas Perkebunan Kabupaten Maluku Tengah.

Page 345: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 345

Kecenderungan Impor Komoditas Hortikultura dan Kebijakan Peningkatan

Daya Saing di Indonesia

Idha Widi Arsanti

Puslitbang Hortikultura, Jl. Ragunan no 29A Jakarta 12540

Email: [email protected]

Abstrak

Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang bernilai tinggi, di mana

peluang pasar domestik dan ekspor cukup menjanjikan. Namun demikian,

volatilitas harga komoditas hortikultura cukup tinggi sehubungan dengan sifatnya

yang musiman dan resiko budidaya. Beberapa komoditas seperti bawang merah

dan cabai ditengarai menyebabkan inflasi (BPS, 2014). Adanya volatilitas harga

mempengaruhi produksi bawang merah dan cabai, yang kemudian pada waktu-

waktu tertentu menyebabkan defisit dalam negeri. Pada kondisi demikian,

membuka kran impor merupakan solusi yang cepat. Sementara komoditas lain,

yaitu jeruk dan pisang memiliki permasalahan yang relatif sama, yaitu impor

yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi dalam negeri jeruk dan

pisang memadai untuk memenuhi kebutuhan domestik, di sisi lain

keanekaragaman hayati Indonesia pada kedua komoditas tersebut cukup besar.

Terkait dengan hal tersebut di atas, makalah ini mengulas mengenai volatilitas

harga komoditas utama hortikultura, yaitu bawang merah, cabai, jeruk dan

pisang. Di samping itu, impor komoditas tersebut dianalisa secara time series

dan dilakukan forecasting. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 2012-

2014, terjadi fluktuasi yang cukup tajam pada harga bawang merah, cabai,

pisang dan jeruk, di mana data juga menunjukkan nilai impor yang cukup besar.

Sementara nilai ekspor cukup rendah. Untuk kondisi tahun 2015, harga akan

terus berfluktuasi dan impor mengalami peningkatan. Untuk itu diperlukan

kebijakan pemerintah antara lain penguatan sentra produksi dalam negeri dan

fasilitasi distribusi. Di samping itu, pengaturan waktu impor dan pembatasan

pelabuhan impor hanya di luar Pulau Jawa dapat juga diterapkan dan tidak

bertentangan dengan ketentungan perdagangan bebas.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata Kunci: hortikultura, volatilitas, impor.

Page 346: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 346

PENDAHULUAN

Memasuki era pasar bebas ASEAN 2015, subsektor hortikultura

menghadapi tantangan tersendiri, di mana hortikultura sebagai komoditas high

value yang memiliki karakteristik perishable, voluminous dan bulky, harus dapat

sampai di tangan konsumen pasar ASEAN dalam kondisi fresh. Terbukanya

pasar ASEAN, membuka peluang pasar yang lebih besar di kawasan ASEAN,

namun sebagai tantangannya produk-produk di negara ASEAN juga dengan

mudah akan masuk ke Indonesia, sehingga diperlukan upaya khusus untuk dapat

meningkatkan daya saing sayuran Indonesia (Arsanti, 2008). Berlakunya ASEAN

Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) pada tahun 2015 ini

sendiri membawa konsekuensi logis dalam peningkatan kapasitas dan

kontinyuitas produksi serta mutu hasil produk hortikultura. Pada subsektor

hortikultura, pelaksanaan perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) salah

satunya akan berdampak pada semakin terbukanya investasi asing pada industri

hortikultura dari hulu sampai hilir.

Peraturan Presiden No 39 Tahun 2014 tentang Daftar Usaha yang Tertutup

dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,

dipandang sebagai payung hukum pelaksanaan MEA di Indonesia. Perpres

tersebut menyebutkan bahwa usaha perbenihan dan budidaya hortikultura, seperti

anggur, buah semusim, jeruk, apel, buah beri; sayuran daun, sayuran umbi, dan

sayuran buah; tanaman hias dan jamur, diperbolehkan investasi asing maksimal

30%. Usaha pengolahan, wisata agro hortikultura berikut usaha jasanya (masing-

masing maksimal 30% modal asing); usaha penelitian dan uji mutu hortikultura

(maksimal 30% modal asing); penelitian, pengembangan ilmu, serta teknologi

rekayasa (maksimal 49% modal asing). Keterbukaan terhadap penanaman modal

asing ini menjadi tantangan bagi industri hortikultura nasional untuk lebih

produktif dan kompetitif sehingga mampu berswasembada, berdaya saing dan

berdaulat.

Subsektor hortikultura sebelum memasuki era pasar ASEAN, memiliki

peran penting sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi di Indonesia di samping

sebagai sumber peningkatan kesejahteraan petani. Subsektor hortikultura

Page 347: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 347

memberikan peningkatan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PDB, yaitu

dalam kurun waktu tahun 2003-2008, meningkat 32,9 persen dari sebesar 53,89

Trilyun Rupiah menjadi 80,29 Trilyun Rupiah (BPS, 2014). Sementara itu, dari

sektor pertanian yang memberikan kontribusi GDP sebesar 11,36 persen,

hortikultura menyumbang sebesar 16 persen dengan proporsi kenaikan sebesar

68,6 persen pada periode tahun 2012-2013 (BPS 2014). Selama dua dekade

terakhir nilai ekspor hortikultura bersama sektor perikanan menyumbang hingga

17% dari total nilai ekspor bahan pangan (Irawan, 2007). Subsektor hortikultura

dalam beberapa kasus komoditas juga telah dapat meningkatkan pendapatan

petani karena merupakan penyedia lapangan pekerjaan, yang lebih lanjut dapat

mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan.

Di tengah pentingnya peran strategis subsektor hortikultura tersebut dan

juga tanda tanya besar, mampukah menghadapi tantangan era pasar bebas

ASEAN, subsektor hortikultura masih menghadapi permasalahan-permasalahan

dihadapi subsektor hortikultura di dalam negeri yang masih belum terselesaikan,

di antaranya degradasi luas serta kualitas lahan pertanian dan air, semakin

berkurangnya jumlah tenaga kerja pertanian, serta perubahan iklim yang ekstrim

dan serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan penurunan hasil panen.

Permasalahan lain yang juga merupakan kunci kontinuitas produksi hortikultura

adalah tingginya volatilitas harga yang lebih lanjut berdampak pada inflasi, defisit

antara permintaan dan produksi, akibat dis-insentif yang dialami petani untuk

memproduksi dan kecenderungan untuk menggantikan dengan komoditas lain

yang lebih memberikan opportunity cost yang tinggi. Pada tabel 1 di bawah ini,

dapat dilihat kenaikan harga komoditas horikultura, terutama cabai, bawang

merah, bawang putih dan kentang yang disinyalir memicu terjadinya inflasi di

Indonesia. Hampir di setiap bulan, cabai menyumbang proporsi dalam nilai

inflasi di Indonesia. Urutan frekuensi sebagai penyumbang inflasi selanjutnya

diikuti oleh bawang merah, bawang puth dan kentang. Di sisi lain, kemoditas-

komoditas tersebut juga menyumbang terjadinya deflasi.

Page 348: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 348

Tabel 1. Kenaikan Harga Komoditas Cabai, Bawang Merah, dan Kentang

terhadap Inflasi dan Deflasi Indonesia Tahun 2014 Menurut Bulan

Bulan Tahun 2014 Tahun 2014

IHK Inflasi Komoditas Andil Inflasi Deflasi

Januari 110.99 1.07

Cabai merah, cabai rawit,

kentang Bawang merah

Februari 111.28 0.26 Cabai rawit Bawang merah, cabai merah

Maret 111.37 0.08 Cabai rawit, bawang putih Cabai merah

April 111.35 -0.02 -

cabai merah, bawang merah,

cabai rawit, Bawang putih

Mei 111.53 0.16 Bawang merah Cabai merah

Juni 112.01 0.43

Bawang merah dan bawang

putih Cabai rawit dan cabai merah

Juli 113.05 0.93

Bawang merah, cabai merah,

kentang -

Agustus 113.58 0.47 Cabai merah, cabai rawit,

Bawang merah dan bawang

putih

September 113.89 0.27 Cabai merah, Bawang merah

Oktober 114.42 0.47 Cabai rawit, cabe hijau -

November 116.14 1.50 Cabai merah, cabai rawit -

Desember 119.00 2.46

Cabai merah, cabai rawit, cabai

hijau, bawang merah, bawang

putih -

Sumber: BPS 2014, diolah

Selanjutnya jika terjadi kekurangan produksi, langkah yang paling cepat

yang dapat diambil oleh pemerintah adalah melakukan impor komoditas yang

bersangkutan. Saat ini, Indonesia banyak melakukan impor bawang putih dan

jeruk. Perdagangan bebas MEA nantinya, yang menuntut tidak adanya hambatan

perdagangan antar negara, menjadikan masyarakat Indonesia menjadi konsumen

di negara sendiri dengan membanjirnya komoditas impor. Harga bawang putih

China yang sangat murah, merupakan diinsentif bagi petani Indonesia untuk

berusahatani komoditas tersebut, sehingga beralih menanam komoditas lain.

Tujuan

Namun demikian, apakah kebijakan impor senantiasa menjadi solusi yang

terbaik ketika terjadi defisit permintaan dan produksi? Terkait dengan

permasalahan tersebut di atas, tujuan umum dari penulisan makalah ini mengulas

mengenai volatilitas harga komoditas utama hortikultura serta kondisi impor dan

Page 349: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 349

ekspor, yaitu terutama pada bawang merah, cabai, jeruk dan pisang. Secara lebih

spesifik, tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Menganalisis kecenderungan harga komoditas utama hortikultura dan

kecenderungan ke depan,

2. Menganalisis kecenderungan impor dan ekspor komoditas utama

hortikultura dan kecenderungan ke depan,

3. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi permasalahan

fluktuasi harga dan peningkatan impor.

Metode

Analisis harga ekspor dilakukan dengan melihat kecenderungan data

harga, ekspor dan impor selama tahun 2012-2014. Pengambilan data dilakukan

secara sekunder, dengan sumber data dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat

Jenderal Pemasaran Pengolahan hasil Pertanian, Kementerian Pertanian.

Selanjutnya dari data sekunder tersebut, dilakukan analisis peramalan harga,

ekspor dan atau impor pada tahun 2015 dengan menggunakan metode

eksponensial smoothing.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volatilitas Harga Komoditas Hortikultura

Volatilitas harga yang cukup tajam, tidak dikehendaki terjadi, karena akan

menimbulkan domino efek yang cukup besar, terutama pada komoditas

hortikultura. Pada gambar 1 dapat dilihat kecenderungan harga pasar bawang

merah bulanan pada tahun 2012-2014. Pada tahun 2012 dan 2014, volatilitas

harga yang terjadi tidak terlalu tajam. Sementara pada tahun 2013, terjadi

kelangkaan produksi bawang merah yang cukup parah, terutama di pertengahan

tahun, karena tingginya permintaan untuk memenuhi kebutuhan saat Ramadhan

dan Hari Raya Idul Fitri. Pada saat itu, bahkan petani menjual persediaan yang

hendaknya dipakai untuk benih pertanaman selanjutnya, akibatnya terjadi juga

kelangkaan benih bawang merah. Kebijakan pemerintah yang diambil pada saat

Page 350: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 350

itu untuk mengendalikan peningkatan harga adalah membuka kran impor bawang

merah, baik untuk produksi maupun perbenihan.

Sumber: Kementerian Pertanian, 2015

Gambar 1. Harga Bawang Merah, Indonesia, 2012-2014

Pada gambar 2, dilakukan peramalan harga bawang merah untuk tahun

2015. Dengan keberhasilan pemerintah melakukan intervensi sehingga lonjakan

harga yang terjadi pada tahun 2013 dapat dikendalikan relatif stabil pada tahun

2014, maka hasil analisis menunjukkan bahwa harga bawang merah pada triwulan

pertama akan meningkat dari Rp10.000,- menjadi sekitar Rp.14.000,-, namun

kemudian akan stabil hingga akhir tahun 2015. Hal ini akan terjadi tentu saja

dengan asumsi tidak adanya force majeur yang terjadi, misalnya karena adanya

perubahan iklim atau bencana alam, sehingga terjadinya kegagalan panen bawang

merah di Indonesia.

Sumber: Data diolah

Gambar 2. Peramalan Harga Bawang Merah, Indonesia, 2015

Page 351: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 351

Pada gambar selanjutnya, dapat dilihat kecenderungan harga cabai di

Indonesia selama tahun 2012 - 2014. Hampir sama dengan bawang merah, harga

cabai juga melonjak pada pertengahan tahun 2013 akibat kelangkaan produksi

pada saat Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian, berbeda

dengan bawang merah, volatilitas harga cabai masih terus berlangsung pada tahun

2014, di mana pada bulan Juli harga turun sangat tajam, sementara pada akhir

tahun melonjak cukup tajam. Hal ini terjadi karena berdasarkan pengalaman

volatilitas harga pada tahun 2013, pemerintah menggalakkan gerakan menanam

cabai pada awaltriwulan kedua untuk mengantisipasi permintaan pada saat hari

raya yang cukup tajam. Namun karena himbauan tersebut tidak disertai dengan

pengaturan kalender tanam, maka terjadi panen raya di Bulan Juli tersebut.

Meningkatnya harga pada akhir tahun 2014, disebabkan oleh musim hujan yang

berkepanjangan, sehingga banyak areal pertanaman cabai mengalami gagal panen.

Sumber: Kementerian Pertanian, 2015

Gambar 3. Harga Cabai Merah Keriting, Indonesia, 2012-2014

Selanjutnya pada gambar 4, hasil peramalan masih menunjukkan tingginya

harga cabai pada triwulan pertama, namun dengan kecenderungan yang menurun.

Sampai dengan Bulan Mei 2015, selanjutnya harga cabai akan stabil pada kisaran

harga antara Rp35.000,-sampai dengan Rp40.000,-. Tentu saja hal ini akan terjadi

dengan asumsi bahwa tidak ada kehadian yang luar biasa yang mempengaruhi

produksi cabai dalam negeri.

Untuk komoditas buah-buahan, jeruk merupakan komoditas penting yang

sangat tergantung pada impor. Pada gambar 5, harga jeruk dari tahun 2012-2014

Page 352: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 352

terlihat sangat fluktuatif. Perubahan yang sangat tajam terjadi pada Bulan Mei

2013 di mana harga turun cukup tajam hingga mencapai kurang dari Rp5.000,-

dan melonjak cukup tajam pada Bulan Juli hingga mencapai Rp. 28.000,-.

Sumber: Data diolah

Gambar 4. Peramalan Harga Cabai, Indonesia, 2015

Dari tahun ke tahun, jumlah impor jeruk dari China cukup besar masuk ke

Indonesia. Harga jeruk dari China sangatlah murah, sehingga jeruk dalam negeri,

misalnya dari Berastagi dan Kalimantan, tidak dapat bersaing dengan harga jeruk

impor. Fenomena harga jeruk yang menurun dan selanjutnya meningkat cukup

tajam tersebut, disebabkan oleh adanya penerapan kebijakan pemerintah yang

baru, yaitu penutupan Pelabuhan Tanjung Priok untuk impor komoditas

hortikultura segar dan dikhususkannya tiga pelabuhan impor, yaitu Pelabuhan

Tanjung Perak, Surabaya, Pelabuhan Belawan, Medan dan Pelabuhan Makassar.

Karena jarak antara Pelabuhan Tanjung Perak dan sentra konsumen di Jakarta

cukup jauh, maka harga meningkat dengan pesat seiring dengan besarnya biaya

transportasi dan belum siapnya fasilitas distribusi jeruk impor. Selanjutnya pada

gambar 6, pengaruh fluktuasi tahun-tahun sebelumnya masih akan terlihat hingga

semester pertama, dan baru akan stabil pada semester kedua tahun 2015.

Berdasarkan analisis peramalan, harga jeruk akan stabil pada kisaran Rp.

23.000,-. Sehingga masyarakat akan dapat meninkmati lebih banyak lagi jeruk

nusantara.

Page 353: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 353

Sumber: Kementerian Pertanian, 2015

Gambar 5. Harga Jeruk, Indonesia, 2012-2014

Sumber: Data diolah

Gambar 6. Peramalan Harga Jeruk, 2015

Komoditas lain yang juga sangat strategis adalah pisang, di mana

kecenderungan harga pisang stabil pada tingkat harga Rp3.000,- hingga

Rp.4.500,-. Kenaikan selama dua tahun ini lebih disebabkan oleh adanya inflasi

yang terjadi di Indonesia. Dari hasil peramalan, harga pisang juga akan stabil di

mulai pada triwulan kedua tahun 2015.

Page 354: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 354

Sumber: Kementerian Pertanian, 2015

Gambar 7. Harga Pisang, Indonesia, 2012-2014

Sumber: Data diolah

Gambar 8. Peramalan Harga Pisang, 2015

Kecenderungan Ekspor dan Impor Komoditas Hortikultura

Adanya volatilitas harga, baik secara langsung maupun tidak langsung

akan berpengaruh terhadap impor produk hortikultura. Pengaruh langsung terjadi

pada impor bawang merah, di mana peningkatan harga yang cukup tajam pada

pertengahan tahun 2014 akibat kelangkaan barang, ditindaklanjuti oleh

pemerintah dengan membuka kran impor, sehingga impor pada periode yang

sama meningkat (Gambar 9). Di samping itu, secara periodik kelangkaan pasokan

Page 355: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 355

bawang merah terjadi setiap Bulan Desember sampai dengan Januari. Hal ini juga

diakibatkan oleh kurangnya pasokan yang kemudian diikuti dengan meningkatnya

impor. Namun demikian kelangkaan pasokan di akhir tahun tidak menyebabkan

peningkatan harga yang cukup tajam. Masih pada gambar 9, dapat dilihat

kecenderungan ekspor bawang merah yang reltif kecil dan tidak signifikan.

Sumber: BPS, 2015

Gambar 9. Impor dan Ekspor Bawang Merah, Indonesia, 2012-2014

Sementara dengan menggunakan metode peramalan, impor bawang merah

akan cenderung menurun pada tahun 2014 dan kemudian menjadi stabil sejak

pertengahan tahun.

Sumber: Data diolah

Gambar 10. Peramalan Impor Bawang Merah, 2015

Page 356: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 356

Sumber: BPS, 2015

Gambar 11. Impor dan Ekspor Cabai, Indonesia, 2012-2014

Sementara itu, gambar 11 dan 12 menunjukkan kecenderungan impor

cabai dan peramalannya. Apabila dilihat dari perubahannya, terlihat sinifikan di

mana peningkatan harga cabai diikuti dengan peningkatan impor cabai. Peramalan

harga cabai pada tahun 2014 yang masih tinggi pada triwulan pertama, juga

searah dengan peramalan impor yang juga tinggi pada periode yang sama. Mulai

pertengahan tahun 2014, baik peramalan harga maupun impor cabai relatif stabil.

Sumber: Data diolah

Gambar 12. Peramalan Impor Cabai, 2015

Page 357: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 357

Gambar 13 menunjukkan impor jeruk yang cenderung fluktuatif. Pada

pertengahan tahun 2013, di mana terjadi penutupan Pelabuhan Tanjung Priok,

tidak untuk impor komoditas hortikulutra. Impor mengalami penutunan yang

cukup tajam. Hal ini karena banyak sekali buah jeruk yang tertahan di Pelabuan

dan tidak bisa masuk ke Indonesia. Namun demikian, beberapa saat setelah

administrasi impor tertata, terjadi peningkatan impor yang cukup tajam. Pada

gambar selanjutnya, yaitu mengenai peramalan impor jeruk, kondisi yang sama

akan terjadi pada awal tahun 2014, di mana peramalan impor menurun, serta

kemudian meningkat dan stabil mulai Bulan Mei 2014.

Sumber: BPS, 2015

Gambar 13. Impor dan Ekspor Jeruk, Indonesia, 2012-2014

Sumber: Data diolah

Gambar 14. Peramalan Impor Jeruk, 2015

Page 358: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 358

Sumber: BPS, 2015

Gambar 15. Impor dan Ekspor Pisang, Indonesia, 2012-2014

Sumber: Data diolah

Gambar 16. Peramalan Impor Pisang, 2015

Sebagai komoditas yang terakhir adalah pisang yang kecenderungan

impornya dijelaskan pada gambar 15 dan 16. Harga pisang yang stabil relatif

tidak terpengaruh dengan impor komoditas tersebut yang fluktuatif. Namun

demikian dapat dijelaskan, bahwa Indonesia yang memiliki sumber daya genetik

pisang yang melimpah, juga melakukan impor bisang Cavendish. Dari analisis

peramalan impor pisang, terlihat bahwa fluktuasi terjadi pada triwulan pertama

dan selanjutnya impor pisang akan stabil.

Page 359: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 359

Implikasi Kebijakan

Dari analisis kecenderungan dan peramalan beberapa komoditas

hortikultura, masih diperlukan adanya dukungan kebijakan dari pemerintah untuk

memantau pergerakan harga menjadi lebih stabil. Christy, 2000, menyatakan

bahwa terdapat beberapa tingkatan kebutuhan (need) yang memerlukan kebijakan

dari pemerintah. Adapun kebutuhan tersebut terdiri dari useful enablers,

important enablers dan essential enablers masing-masing berurutan dari tingkatan

yang paling tinggi dan paling sedikit, hingga tingkatan yang paling rendan dan

paling massal. Adapun hubungan ketiga kebutuhan tersebut dapat digambarkan

dengan hirarki yang berbentuk segitiga yang dapat dilihat pada gambar 17.

Gambar 17. Hirarki Kebijakan

Berdasarkan permasalahan di atas, kebijakan yang paling perlu untuk

diambil untuk melakukan stabilisasi harga adalah penguatan sentra produksi

komoditas bawang merah, cabai, jeruk dan pisang melalui peningkatan kualitas,

kuantitas dan kontinuitas produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan intensifikasi,

ekstensifikasi di samping juga harus melihat pola tanam dan kalender tanam.

Intensifikasi dapat dilakukan dengan penerapan VUB dan teknologi budidaya

ramah lingkungan atau dengan menerapkan Good Agricultural Practices –

Standard Operational Prosedure (GAP – SOP) berbasis inovasi teknologi

Page 360: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 360

pertanian. Tentu saja yang kemudian diarahkan pada penerapan ASEAN GAP

sehubungan dengan akan diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN.

Kebijakan lain yang tak kalah penting adalah perbaikan sistem pemasaran

dan fasilitasi distribusi. Hal ini penting dilakukan, karena seringkali hasil panen

komoditas di sentra produksi tidak dapat sampai ke tangan konsumen dalam

bentuk segar dan bahkan banyak terjadi losses atau kehilangan, karena busuk di

tengah jalan. Untuk itu perlu dilakukan kajian Supply Chain Management serta

upaya fasilitasi dan peningkatan nilai tambah melalui kajian Value Chain

Management. Dalam hal ini teknologi pengemasan dan cold storage sangatlah

diperlukan, di samping pengolahan menjadi produk lain yang lebih tahan simpan.

Masih disisi budidaya, kebijakan sistem logistik dan pasca panen juga tak kalah

penting untuk dapat menyimpan hasil saat panen raya. Hal ini juga dapat

menghindari terjadinya lonjakan harga yang cukup tinggi.

Kebijakan pemerintah untuk mengatasi volatilitas harga, yaitu dengan

membuka kran impor seperti yang telah diulas di atas, dapat dilakukan. Namun

demikian perlu dipertimbangkan berbagai aspek sosial dan ekonomi, termasuk

kesejahteraan dan dis-insentif yang akan diterima oleh petani. Pengaturan waktu

impor, di mana impor hanya dilakukan pada saat paceklik, merupakan solusi yang

baik. Untuk komoditas bawang merah dan cabai, impor dapat dilakukan pada

Bulan Desember-Februari, yaitu pada saat terjadi kelangkaan produksi di kedua

komoditas tersebut.

Pengaturan pelabuhan untuk impor produk hortikultura yang ditetapkan

saat ini, cukup efektif. Namun akan lebih baik jika pelabuhan impor yang masih

di buka di Tanjung Perak, dapat dialihkan di luar Pulau Jawa. Tentu saja hal ini

akan berimplikasi pada pembangunan infrastruktur dan fasilitasi impor komoditas

hortikultura.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari analisis yang dilakukan di atas, harga komoditas utama hortikultura

masih menunjukkan pola yang volatile untuk beberapa tahun mendatang, yang

tentu saja hal ini akan merugikan produsen maupun konsumen. Kondisi ini

Page 361: Abstrak - sulteng.litbang.pertanian.go.idsulteng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/bptp/Prosiding 14/2 Isi.pdf · pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian

Prosiding Seminar Regional Pekan Agro Inovasi BPTP Sulteng 2014 361

dikarenakan sifat komoditas yang musiman, perishable, bulky, dan voluminous.

Di samping juga adanya perubahan iklim yang cukup ekstrim beberapa tahun

terakhir. Tentu saja perlu adanya penanganan yang intensif dari hulu ke hilir, dan

koordinasi semua pihak untuk percepatannya, terlebih lagi kita sudah harus

memasuki era pasar bebas ASEAN. Kebijakan pemerintah masih diperlukan

terutama penerapan inovasi teknologi pertanian dan penataan rantai nilai. Atas

dasar hasil analisis data impor, impor tidak dapat dibuka begita saja, namun

diperlukan pengaturan waktu impor dan pembatasan pelabuhan impor hanya di

luar Pulau Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Arsanti, I.W. 2008. Evaluation of Vegetable Farming System from Upland Areas

of Indonesia. Dissertation.de, Berlin, Germany

Christy, R.D. 2008. Presentation at GAIF

Irawan, B. 2007. Membangun Agribisnis Hortikultura Terintegrasi dengan Basis

Kawasan Pasar. Forum penelitian agro ekonomi, 21 (1). Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor, Indonesia

Statistik Pertanian. 2014. Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia

Statistik Ekspor dan Impor, Dinamis. 2015. Badan Pusat Statistik, Jakarta,

Indonesia

Statistik Harga. 2015. Ditjen PPHP. Kementerian Pertanian, Jakarta, Indonesia