60
PENGARUH TERAPI ANTIBIOTIKA TERHADAP KADAR HIDROGEN PEROKSIDA (H 2 O 2 ) Kajian Pada Saliva Neonatus dengan Risiko Sepsis di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Periode Agustus – Oktober 2010 Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Oleh : Anisa Ikawati I1A007076

A Anisa Kti Bejo

  • Upload
    b3djo76

  • View
    424

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: A Anisa Kti Bejo

PENGARUH TERAPI ANTIBIOTIKA TERHADAP KADAR HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2)

Kajian Pada Saliva Neonatus dengan Risiko Sepsis di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin

Periode Agustus – Oktober 2010

Karya Tulis IlmiahDiajukan guna memenuhi sebagian syarat

untuk memperoleh derajat Sarjana KedokteranUniversitas Lambung Mangkurat

Oleh :Anisa Ikawati

I1A007076

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN

BANJARBARU

Desember, 2010

Page 2: A Anisa Kti Bejo

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Banjarbaru, 3 Desember 2010

Anisa Ikawati

ii

Page 3: A Anisa Kti Bejo

Karya Tulis Ilmiah oleh Anisa Ikawati iniTelah diperiksa dan sisetujui untuk diseminarkan

Banjarbaru, 3 Desember 2010Pembimbing Utama

dr. Ari Yunanto, Sp. A (K), SHNIP. 19521124 197904 1 001

Banjarbaru, 3 Desember 2010Pembimbing Pendamping

Drs. Eko Suhartono, M. SiNIP. 19680907 199303 1 004

iii

Page 4: A Anisa Kti Bejo

ABSTRAK

PENGARUH TERAPI ANTIBIOTIKA TERHADAP KADAR HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2), KAJIAN PADA SALIVA NEONATUS DENGAN

RISIKO SEPSIS DI RUANG PERINATOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN

PERIODE AGUSTUS-OKTOBER 2010

Anisa Ikawati

Sepsis neonatal merupakan suatu infeksi berat akibat bakteri yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada sepsis neonatal diduga kadar hidrogen peroksidase (H2O2) pada saliva akan lebih tinggi setelah pemberian antibiotika dibandingkan dengan sebelum pemberian antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh terapi antibiotika terhadap kadar H2O2

pada saliva neonatus dengan risiko sepsis di Ruang Perinatologi RSUD Ulin periode agustus-oktober 2010. Penelitian ini merupakan penelitian studi eksperimental. Sampel berjumlah 27 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi dan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling dengan metode consecutive sampling. Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian antibiotika dan variabel terikatnya adalah kadar H2O2. Kadar H2O2 diukur absorbansinya pada panjang gelombang 505 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar H2O2 sebelum pemberian antibiotika adalah sebesar 42,022 uM dan rata-rata kadar H2O2 setelah pemberian antibiotika adalah sebesar 33,500 uM. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan uji t berpasangan yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok tersebut. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah terdapat penurunan kadar H2O2 yang bermakna pada saliva sebelum pemberian antibiotika dibandingkan dengan setelah pemberian antibiotika.

Kata-kata kunci: Sepsis neonatal, H2O2

iv

Page 5: A Anisa Kti Bejo

ABSTRACT

ANTIBIOTIC THERAPY INFLUENCE TOWARD PEROXIDE HYDROGEN (H2O2) DEGREE, STUDY IN SALIVA NEONATUS WITH

RISK SEPSIS AT PERINATOLOGY ROOM ULIN HOSPITAL BANJARMASIN

Anisa Ikawati

Neonatus sepsis is a high infection that cause of spreading bacterium to whole of newborn baby. in sepsis neonatal be guessed that hydrogen peroksidase (H2O2) degree in saliva is higher after gift antibiotic than before. This research was aimed to analyze the effect of antibiotic therapy towards H2O2 degree in saliva neonatus with risk sepsis at perinatology room ulin hospital Banjarmasin august - october 2010 period. It was experimental research. A total sample of 27 neonatus patients were taken with non-probability sampling technique with consecutive sampling method. Independent variable of this research was antibiotic gift and the dependent variable was H2O2 degree. H2O2 degree measuresed the absorbance in wavelength 505 nm. The result showed that the mean of H2O2 degree in saliva before antibiotic gift was 42,022 uM and the mean of H2O2 degree in saliva after antibiotic gift was 33,500 uM. It was analyzed with t pair test that showed significant differences among groups. It is concluded that H2O2 degree before antibiotic gift is higher than after.

Keywords: Neonatal sepsis, H2O2

v

Page 6: A Anisa Kti Bejo

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN.................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii

ABSTRAK.................................................................................................. iv

ABSTRACT.................................................................................................. v

DAFTAR ISI............................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sepsis Neonatal 4

B. Patofisologi Sepsis Neonatal 6

C. Stres Oksidatif pada Sepsis Neonatal 7

D. Antibiotika Sebagai Terapi pada Sepsis Neonatal 10

E. Hidrogen Peroksida (H2O2) pada Saliva 12

BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 14

vi

Page 7: A Anisa Kti Bejo

B. Hipotesis 15

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 16

B. Populasi dan Sampel 16

C. Bahan dan Alat Penelitian 17

D. Variabel Penelitian 18

E. Definisi Operasional 18

F. Prosedur Penelitian 19

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 20

H. Cara Analisis Data 20

I. Waktu dan Tempat Penelitian 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 22

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan............................................................................... 26

B. Saran...................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 8: A Anisa Kti Bejo

BIBLIOGRAFI

1. BBLSR : Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

2. CHD : Congenital Heart Disiese

3. CONS : Coagulase-Negative Staphylococcus

4. GBS : Group B Streptococcus

5. H2O2 : Hidrogen Peroksida

6. HOCl : Hypochlorous acid

7. ISK : Infeksi Saluran Kemih

8. IL-1 : Interleukin 1

9. LPS : Lipopolisakarida

10. MOF : Multiple Organ Faillure

11. MPO : Myeloperoxidase

12. NADH : Nicotinamide adenine dinucleotide

13. NO : Nitrit Oksida

14. PMN : Polymorphonuclear Neutrophils

15. RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

16. SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome

17. SNR : Senyawa Neutrofil Reaktif

18. SOD : Superoksida Dismutase

19. SOR : Senyawa Oksigen Reaktif

20. SPO : Salivary Peroksidase

21. TNF : Tumor Necrosis Factor

viii

Page 9: A Anisa Kti Bejo

22. TCA : Tricarboxylic acid

ix

Page 10: A Anisa Kti Bejo

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Label Sampel Darah Pre dan Post Terapi

2. Media Pengiriman Sampel

3. Pita Oranye untuk Penanda Sampel Penelitian

4. Inform Concent

5. Skema Prosedur Penelitian

6. Hasil Pengukuran Kadar Hidrogen peroksida pada Pemeriksaan Saliva Neonatus dengan Risiko Sepsis

7. Berat Badan Lahir dan APGAR score menit ke-1 pada Neonatus dengan Risiko Sepsis

8. Perhitungan Hasil dan Statistik

x

Page 11: A Anisa Kti Bejo

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik yang secara patofisiologis dihasilkan

oleh efek infeksi lokal atau sistemik dalam bulan pertama kehidupan. Angka

kejadian sepsis neonatal di beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara

1,5%-3,7% dan angka kematian berkisar antara 37%-80% (1). Dalam

penelitiannya, Yunanto (2009) melaporkan insidensi sepsis neonatal di RSUD

Ulin Banjarmasin sebesar 17,3% (2).

Telah terbukti bahwa PMN dan produk-produknya berperan besar dalam

patogenesis sepsis. Jaringan yang rusak dan terinfeksi mengaktivasi sistem

komplemen, mengeluarkan sitokin, dan selanjutnya mengaktivasi neutrofil (3).

Aktivitas neutrofil akan menghasilkan SOR dan menjadi mekanisme kunci sistem

imunitas bawaan. Mekanisme yang berperan penting dalam patogenesis sepsis ini

disebut sebagai respiratory burst (4).

Pembentukan SOR selain sebagai lini pertahanan, juga dapat menyebabkan

kerusakan berbagai struktur biomolekul yang selanjutnya berdampak pada

kematian sel, inaktivasi enzim, mutasi, dan lain-lain (5). SOR yang terbentuk

adalah H2O2, singlet oxygen, asam hipoklorat, kloramin, radikal hidroksil dan

anion superoksida (6). Anion superoksida yang dibebaskan akan dikatalisis oleh

SOD menghasilkan H2O2 (5). Pada penelitian ini, oksidan yang diperiksa adalah

H2O2, karena H2O2 bersifat stabil dan paling mudah diperiksa dengan

spektrofotometer (7).

1

Page 12: A Anisa Kti Bejo

Pilihan antibiotika untuk sepsis neonatal harus berdasarkan prosedur tetap di

rumah sakit. Untuk itu Clark (2006) merekomendasikan ampisilin dan gentamisin

digunakan sebagai lini pertama untuk penatalaksanaan sepsis neonatal (8). Pada

penelitian yang dilakukan Wang (2009), antibiotika meningkatkan produksi dari

superoksida yang kemudian akan berubah menjadi H2O2 (9).

Saliva sering digunakan untuk diagnosis penyakit sistemik karena

mengandung unsur-unsur serum. Unsur ini diperoleh dari vaskularisasi lokal

kelenjar saliva dan mencapai kavitas oral melalui aliran cairan ginggival. Dalam

penelitian ini digunakan saliva sebagai cairan diagnostik karena saliva memiliki

manfaat tersendiri dibandingkan serum, yakni saliva bisa dikumpulkan secara non

invasif dan tidak memerlukan peralatan khusus (10).

Saat ini belum banyak penelitian ilmiah yang membahas tentang pengaruh

terapi antibiotika terhadap kadar H2O2 pada saliva bayi dengan risiko sepsis

neonatal sehingga perlu dilakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh terapi antibiotika terhadap kadar H2O2 pada saliva

neonatus dengan risiko sepsis di Ruang Perinatologi RSUD Ulin Banjarmasin?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh terapi

antibiotika terhadap kadar H2O2 pada saliva neonatus dengan risiko sepsis di

Ruang Perinatologi RSUD Ulin Banjarmasin.

2

Page 13: A Anisa Kti Bejo

Tujuan khusus penelitian ini untuk mengukur kadar H2O2 pada saliva

neonatus dengan risiko sepsis yang diterapi antibiotika di RSUD Ulin

Banjarmasin.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang

pengaruh terapi antibiotika terhadap kadar H2O2 pada saliva neonatus dengan

risiko sepsis dan menjadi dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya serta

menjadikan saliva sebagai bahan pemeriksaan baru untuk sepsis neonatal..

3

Page 14: A Anisa Kti Bejo

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Sepsis Neonatal

American College of Chest Physician and Society of Critical Medicine

(ACCP/SCCM Consensus conference) tahun 1992 mendefinisikan sepsis sebagai

respon inflamasi sistemik karena infeksi dengan manifestasi SIRS (11).

Sepsis neonatal dapat dibedakan berdasarkan onset penyakit, yakni antara

lain :

1. Sepsis neonatal dengan onset cepat/early onset sepsis (EOS), gejala muncul

kurang dari 4 hari pertama setelah lahir.

2. Sepsis neonatal dengan onset yang lama/late onset sepsis (LOS), gejala

muncul dalam kurun waktu 5-30 hari setelah lahir.

3. Sepsis neonatal dengan onset yang lebih lama/very late onset, yakni gejala

muncul lebih dari 30 hari setelah lahir (12).

Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif, gram positif, virus dan

jamur. Penyebab tersering sepsis adalah kuman gram negatif. Bakteri gram negatif

mempunyai lapisan LPS atau endotoksin pada dinding luar bakteri. Sepsis dapat

juga disebabkan oleh eksotoksin atau lapisan peptidoglikan dari bakteri gram

positif (11,13)

Pada EOS, kultur organisme yang predominan adalah GBS (47%), diikuti

oleh E coli (23%), spesies Staphylococcous (13%) dan gram negatif batang aerob

selain E coli (8%). Riwayat kehamilan pada pasien-pasien ditinjau untuk

mengidentifikasi faktor risiko EOS. Empat puluh tiga persen adalah prematur,

4

Page 15: A Anisa Kti Bejo

26% terdapat demam, 46% terjadi pecah ketuban dan 20% suspek

korioamnionitis. Untuk grup LOS, kultur organisme predominan adalah CONS

(39%), diikuti E coli (9%), Candida albicans (8%) dan gram negatif batang aerob

selain E coli (20%) (12).

Patofisiologi sepsis terutama berhubungan dengan agen infeksius yang

masuk ketubuh neonatus. Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif, gram

positif, virus dan jamur. Streptococci grup B dan Escherichia coli merupakan

penyebab tersering kasus sepsis neonatus (14).

Menurut Guerina, faktor risiko sepsis dikelompokkan dalam 2 kelompok

yaitu faktor risiko mayor dan faktor risiko minor. Bila terdapat 1 faktor risiko

mayor atau 2 faktor risiko minor maka kecurigaan terhadap sepsis dapat

dipikirkan (15).

1. Faktor risiko mayor antara lain:

a. ketuban pecah> 24 jam

b. ibu demam; saat intrapartum suhu >38oC

c. korioamnionitis

d. denyut jantung janin yang menetap > 160x/menit

e. ketuban berbau.

2. Faktor risiko minor antara lain:

a. ketuban pecah > 12 jam

b. ibu demam; saat intrapartum suhu >37,5oC

c. nilai APGAR rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5<7)

d. BBLSR <1500 gram

5

Page 16: A Anisa Kti Bejo

e. usia gestasi < 37 minggu

f. kehamilan ganda

g. keputihan pada ibu yang tidak diobati

h. ibu dengan ISK/ tersangka ISK yang tidak diobati.

B. Patofisiologi Sepsis Neonatal

Sepsis neonatal dimulai dari infeksi bakteri pada neonatus. Kolonisasi awal

bakteri pada neonatus biasanya terjadi setelah membran maternal ruptur. Pada

sebagian besar kasus, janin terinfeksi oleh mikroba ketika ia melewati jalan lahir

selama proses persalinan. Jika rupturnya membran terjadi dengan durasi lebih dari

24 jam, flora normal vagina dari ibu dapat naik dan menyebabkan inflamasi pada

membran fetus, umbilical cord, dan plasenta (16). Tahap berikutnya dapat terjadi

infeksi pada fetus, bayi lahir prematur, sepsis neonatal, hingga bayi lahir mati

akibat aspirasi cairan amniotik yang sudah terinfeksi (17).

Sistem kekebalan alami (nonspesifik) adalah pertahanan lini pertama tubuh

terhadap infeksi yang diaktifkan bila ada patogen masuk. Sistem kekebalan yang

didapat (spesifik) akan membantu sistem kekebalan alami melalui aktivitas dari

sel limfosit. Sistem imun akan diaktifkan oleh protein patogen yang dapat berasal

dari berbagai mikroorganisme, misalnya endotoksin (Lipopolysaccaharide),

peptidoglycan, lipoechoic acid, lipopeptide, flagelin, mannan dan RNA virus

untuk memfagositosis bakteri tersebut. Penggunaan oksigen dalam proses

fagositosis ini disebut dengan respiratory burst (12,18,19).

Produksi sitokin proinflamasi semakin meningkat jika terdapat infeksi yang

menghasilkan endotoksin. Reaksi dari sitokin proinflamasi ini yang

6

Page 17: A Anisa Kti Bejo

bermanifestasi sistemik sebagai SIRS atau sepsis. SIRS ditandai dengan adanya

hipersitokinemia. Peningkatan respon imun yang berlebihan ini ternyata berakibat

buruk pada pasien. Pasien dapat mengalami fase syok dan MOD dan berakhir

pada MOF dan kematian (20).

C. Stres Oksidatif pada Sepsis

Mekanisme respiratory burst akan mengawali munculnya stres oksidatif

pada sepsis. Pada mekanisme tersebut, terjadi ketika netrofil dan sel fagositik

lainnya menelan bakteri, sel tersebut akan memperlihatkan peningkatan konsumsi

oksigen yang cepat (21). Keadaan ini terjadi bukan untuk respirasi mitokondrial,

tetapi untuk menghasilkan SOR dan SNR (22). SOR yang terbentuk adalah O2,

H2O2, hypochlorous acid, chloramines, singlet oxygen dan hydroxyl radical.

HOCl merupakan oksidator yang sangat kuat yang dibentuk dari H2O2 oleh enzim

MPO yang terdapat pada granula azurophilic neutrofil (6).

H2O2 merupakan oksidan kuat namun bereaksi lambat dengan substrat

organik. Oksidan ini dianggap toksik hanya dalam konsentrasi tinggi. Akumulasi

H2O2 dapat berbahaya bila terdapat bersama dengan ion Fe2+ atau chelating agent

karena akan terbentuk radikal hidroksil yang juga akan terbentuk setelah

menerima e- ketiga (23).

Pada keadaan sepsis, SOR dan SNR dihasilkan dari berbagai sumber, antara

lain, hasil respirasi sel di mitokondria, aktivasi xantin oksidase sebagai hasil dari

iskemia dan reperfusi, respiratory burst yang berhubungan dengan aktivasi

netrofil dan metabolisme asam arakidonat. Aktivasi neutrofil akan memproduksi

ion superoksida sebagai agen sitotoksik sebagai bagian dari respiratory burst (24).

7

Page 18: A Anisa Kti Bejo

SOR dan SNR sebagai bagian respiratory burst, dalam jumlah yang tepat

akan menguntungkan bagi tubuh yang mengalami infeksi. SOR dan SNR

memiliki sifat mikrobisidal yang membantu mengeradikasi kuman pathogen.

Terbentuknya SOR dan SNR pada proses fagositosis, menyebabkan terbentuknya

peroksidase lipid pada membran sel, sehingga mikroorganisme tersebut dapat lisis

(5).

Selain sebagai lini pertahanan, SOR dan SNR dapat berdampak negatif bagi

tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila pembentukan SOR atau SNR lebih besar dari

aktivitas antioksidan yang meredamnya. Keadaaan ini disebut sebagai stres

oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan biomolekular meliputi

kerusakan sel, inaktivasi enzim, mutasi dan lain-lain (5,24).

Selama terjadi stres oksidatif pada sepsis, kerusakan oleh SOR dapat terjadi.

Kerusakan meliputi oksidasi DNA dan protein dilanjutkan dengan kerusakan

membran karena peroksidase lipid, menyebabkan perubahan permeabilitas

membran, modifikasi struktur dan fungsi protein. Kerusakan oksidatif pada

membran mitokondrial juga dapat terjadi, menyebabkan membran depolarisasi

dan pemutusan rantai fosforilasi oksidatif dan merubah respirasi sel. Hal ini pada

akhirnya akan menyebabkan kerusakan mitokondria, yang akan membentuk

sitokrom C, aktivasi apoptosis (24).

Pada keadaan sepsis netrofil juga memproduksi nitrit oksida sebagai radikal

bebas, senyawa ini kemudian akan bereaksi dengan superoksida untuk

memproduksi peroksinitrit sebagai oksidan yang lebih kuat. Banyaknya netrofil

pada keadaan sepsis yang sebelumnya diduga dapat mengeradikasi kuman

8

Page 19: A Anisa Kti Bejo

patogen ternyata juga dapat berakibat kerusakan jaringan yang luas karena

produksi oksidan yang berlebihan (24,25)

Selain itu, toksin mikroba akan merangsang produksi TNF dan IL-1

menyebabkan terjadinya adhesi dari leukosit pada endothel dan mensekresi

protease dan metabolit arakidonat. Selain aktif membunuh, neutrofil juga melukai

endothelium dengan mediator-mediator yang dilepaskannya. Mediator-mediator

tersebut dapat meningkatkan permeabilitas membran, sehingga terjadi aliran

cairan yang tinggi protein kedalam paru dan jaringan yang lain. Di satu sisi, sel

endothelial yang teraktivasi dapat melepaskan NO, sebuah vasodilator poten yang

berperan sebagai mediator utama pada shock septik (26).

Endothelium yang terluka akan mengaktivasi sistem koagulasi, sehingga

keseimbangan prokoagulan dan antikoagulan didalam tubuh terganggu, dimana

faktor prokoagulan meningkat dan faktor antikoagulan menurun. LPS

menstimulasi sel endothelial untuk meregulasi faktor jaringan, sehingga sistem

koagulasi teraktivasi. Fibrinogen lalu dikonversi menjadi fibrin, sehingga

terbentuklah trombi mikrovaskular yang dapat memperbesar trauma pada

pembuluh darah (26). Keseimbangan yang terganggu ini menjadi salah satu aspek

penting selain faktor inflamasi tubuh dan peranan sel endotel serta monosit dalam

menentukan prognosis dari pasien sepsis. Perubahan jalur sinyal dalam sel pada

sepsis akhirnya akan menyebabkan luka pada jaringan dan disfungsi multiorgan.

Selanjutnya akan terjadi shock pada sirkulasi dan redistribusi aliran darah (27).

9

Page 20: A Anisa Kti Bejo

D. Antibiotika Sebagai Terapi pada Sepsis Neonatal

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat

membasmi mikroba lain. Termasuk didalamnya adalah antimikroba yaitu obat

pembasmi mikroba, dimana yang dimaksudkan mikroba disini adalah jasad renik

yang tidak termasuk kelompok parasit. Definisi lain antibiotika menurut Roger

adalah obat yang merupakan senyawa hasil sintesis dan semisintesis dari

mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lain yang mampu menimbulkan penyakit (28).

Pilihan antibiotika untuk sepsis neonatal harus berdasarkan prosedur tetap di

rumah sakit. Sebelumnya telah dilaporkan bahwa sefalosporin atau karbapenem

yang digunakan untuk neonatus prematur dapat meningkatkan risiko berikutnya

akibat sepsis jamur. Untuk itu direkomendasikan penggunaan ampisilin dan

gentamisin sebagai lini pertama untuk penatalaksaan sepsis neonatal (8).

Ampisilin merupakan antibiotika berspektrum luas. Aktivitasnya meliputi

kokus gram positif dan beberapa kokus gram negatif seperti Escheichia coli dan

Haemophilus influenzae. Mekanisme kerja ampisilin ialah menghambat sintesis

dinding sel mikroba. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi

daripada diluar sel maka kerusakan dinding sel kuman menyebabkan terjadinya

lisis. Pemberian ampisilin pada bayi prematur dan neonatus menghasilkan kadar

dalam darah yang lebih tinggi dan bertahan lama dalam darah dibandingkan

dengan orang dewasa (29,30).

Antimikroba golongan beta laktam kebanyakan dapat meningkatkan sistem

fagosit. Meskipun beberapa beta laktam dapat menurunkan produksi oksidan

10

Page 21: A Anisa Kti Bejo

melalui hambatan terhadap MPO, namun tidak memperlihatkan efek yang berarti

terhadap fungsi fagosit dari neutrofil (6). Ternyata antimikroba golongan beta

laktam dapat menimbulkan perubahan pada membran sel sehingga memudahkan

sistem fagosit untuk memfagosit mikroba yang diberikan beta laktam (31).

Selain itu beberapa beta laktam misalnya meropenem dapat meningkatkan

opsonisasi dari komplemen sehingga memudahkan sistem fagosit. Amoxicillin-

clavulanic acid dapat meningkatkan kemampuan mikrobisidal neutrofil dan

meningkatkan produksi interleukin (6). Meskipun demikian namun beberapa beta

laktam diperkirakan dapat menimbulkan efek neutropenia (32).

Gentamisin adalah suatu kompleks aminoglikosida yang diisolasi dari

Micromonospora purpurea. Mekanismenya dengan menghambat sintesis protein

sel mikroba, dengan cara mengganggu komponen genetik RNA dalam ribosom sel

mikroba, sehingga terjadi kesalahan pembacaan kode-kode genetik pada waktu

sintesa protein, dan terbentuklah protein abnormal yang akan mengganggu fungsi

sel mikroba. Obat ini efektif terhadap organisme gram positif maupun gram

negatif. Gentamisin sistemik diindikasikan untuk infeksi oleh gram kuman negatif

yang sensitif, antara lain : Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Eschericia

coli dan Enterobacter. Kuman-kuman ini menyebabkan bakterimia, meningitis,

osteomielitis, pneumonia, infeksi luka bakar, infeksi saluran kencing, infeksi

telinga-hidung-tenggorok dan tularemia. Dalam keadaan tertentu gentamisin

digunakan pula terhadap gonore dan infeksi Staphylococcuc aureus (33,34).

Pengaruh antimikroba golongan aminogikosid terhadap sistem fagosit masih

meragukan atau kontroversial. Pada kadar di bawah kadar hambat minimal atau

11

Page 22: A Anisa Kti Bejo

pada konsentrasi terapi, aminoglikosid dapat menghambat metabolisme oksidatif

dan dapat menghambat kemotaksis, namun secara klinis masih kontroversial (6).

Pengobatan dengan kombinasi beta laktam dan aminoglikosid diakui lebih

unggul dari monoterapi untuk sepsis berdasarkan manfaat yang potensial seperti

sinergisme in vitro dan pencegahan resistensi (35).

Hasil penelitian Michael (2007), antibiotika golongan bakterisid

(aminoglikosida, kuinolon, dan beta-laktam) berinteraksi dan menstimulasi

oksidasi NADH melalui transpor elektron dalam siklus TCA. Hiperaktivasi

transpor elektron akan menstimulasi formasi superoksid, pembentukan superoksid

dalam keadaan in vivo selalu diikuti oleh pembentukan H2O2 (36).

E. H2O2 pada Saliva

H2O2 adalah senyawa turunan oksigen yang bersifat oksidan kuat, dan

bereaksi lambat dengan substrat organik. Senyawa ini dianggap toksik pada kadar

tinggi (antara 10-100 uM) (5,37). Meskipun bukan radikal bebas, akumulasi

senyawa ini dapat berbahaya bila terdapat bersama-sama dengan logam (Fe dan

Cu) atau zat pengelat (chelating agent) (37).

H2O2 mempunyai efek bakterisidal. Secara langsung H2O2 dapat melisiskan

dinding bakteri. H2O2 berpotensi untuk membunuh kuman dengan cara merusak

komponen-komponen sel, mengakibatkan kerusakan DNA, dan menghambat

proses transport membran (5).

Dengan H2O2 sebagai oksidan, peroksidase defensive seperti SPO dan MPO

menggunakan ion inorganik untuk menghasilkan antimikroba yang secara umum

lebih efektif dari H2O2 itu sendiri. Rekasi oksidasi yang dikatalisis oleh sistem

12

Page 23: A Anisa Kti Bejo

peroksidase di kavitas oral diatur jumlah H2O2 yang tersedia. Sistem dual-oksidase

dari kelenjar saliva adalah sumber endogen dari H2O2. Bakteri oral juga

memproduksi H2O2 selama glikolisis anaerobik. Sumber ketiga dari H2O2 adalah

dari aktivasi neutrofil saat oxidative burst (38).

13

Page 24: A Anisa Kti Bejo

BAB IIILANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Sepsis adalah suatu respon inflamasi yang bersifat sistemik akibat adanya

infeksi berat. Berawal dari masuknya bakteri ke dalam tubuh dan dikenali sebagai

benda asing yang patogen, hal ini akan menghasilkan mediator yang dapat

mengaktivasi sistem imun untuk memfagositosis bakteri tersebut. Penggunaan

oksigen dalam proses fagositosis ini disebut dengan respiratory burst atau ledakan

pernapasan dan terjadi pembebasan senyawa oksigen reaktif pada saat proses

fagositosis (24). Selain proses fagositosis yang melawan patogen, spesies oksigen

reaktif pun juga dapat membunuh patogen tersebut (39,40).

H2O2 adalah salah satu senyawa SOR, saat senyawa oksigen reaktif yang

dihasilkan berlebihan dan terjadi ketidakseimbangan dengan antioksidan endogen

maka akan terjadi stres oksidatif dan menyebabkan kerusakan sel dan endotel

sekitar. Jika kerusakan terus terjadi seiring dengan koagulasi dan inflamasi serta

apoptosis sel akan mengakibatkan kerusakan sistemik sehingga terjadi sepsis

(39,40,41).

Antibiotika memiliki sifat membunuh bakteri (bakterisid) atau

menyebabkan bakteri diam (bakteriostatik) digunakan untuk melawan kuman

patogen penyebab sepsis dan mencegah terjadinya sepsis. Hasil penelitian

Michael (2007), antibiotika golongan bakterisid (aminoglikosida, kuinolon, dan

beta-laktam) memicu terjadinya radikal hidroksil. Antibiotika golongan bakterisid

berinteraksi dan menstimulasi oksidasi NADH melalui rantai transpor elektron di

14

Page 25: A Anisa Kti Bejo

sekitar siklus TCA. Hiperaktivasi rantai transpor elektron menstimulasi formasi

superoksid, pembentukan superoksid dalam keadaan in vivo selalu diikuti oleh

pembentukan H2O2 (36).

Keterangan panah :

: Mengaktivasi : Mengandung: Menghasilkan : Mengkatalisis

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Pengaruh Terapi Antibiotika Terhadap Kadar Hidrogen Peroksida (H2O2)

B. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, dapat dibuat hipotesis bahwa terapi antibiotika

meningkatkan kadar H2O2 pada saliva bayi dengan risiko sepsis neonatal.

15

ANTIBIOTIKA (BAKTERISID)

RESPIRATORY BURST

Bakteri Penyebab

Sistem Imunitas Seluler SOR O2-

H2O2

SOD

OH-

NO- , dll

Page 26: A Anisa Kti Bejo

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan mengukur kadar H2O2

pada saliva bayi dengan risiko sepsis neonatal sebelum dan sesudah pemberian

antibiotik.

B. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan adalah bayi dengan risiko sepsis neonatal yang

dirawat selama periode Agustus - Oktober 2010 di Ruang Perinatologi RSUD

Ulin Banjarmasin. Sampel diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi,

yakni neonatus dengan salah satu faktor risiko mayor sepsis neonatal atau dengan

dua faktor risiko minor, terlahir di RSUD Ulin, hanya mendapat terapi ampisilin-

gentamisin, tidak meninggal atau pulang sebelum sampel post terapi diambil, dan

tidak memiliki kelainan bawaan yang berat seperti CHD, atresia ani, atresia

esofagus, ventrikel septal defect.

Faktor risiko mayor antara lain (15):

1. ketuban pecah > 24 jam

2. Ibu demam; saat intrapartum suhu > 38o C

3. Korioamnionitis

4. Denyut jantung janin yang menetap > 160x/menit

5. Ketuban berbau

16

Page 27: A Anisa Kti Bejo

Faktor risiko minor antara lain:

1. Ketuban pecah > 12 jam

2. Ibu demam; saat intrapartum suhu >37,5o C

3. Nilai APGAR rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5<7)

4. BBLSR <1500 gram

5. Usia gestasi < 37 minggu

6. Kehamilan ganda

7. Keputihan pada ibu yang tidak diobati

8. Ibu dengan ISK/ tersangka ISK yang tidak diobati.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non-probability

sampling dengan metode consecutive sampling.

C. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah H2O2, FeCl3, aquadest, O-Fenantrolin, NaCl

0,9%, buffer fosfat (pH 7,0), es batu, preparasi saliva.

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah alat gelas (Pyrex), spuit injeksi 1 cc, suction

(Mucous Extractor), alat gelas dan tabung reaksi kecil (Pyrex®), rak tabung reaksi,

aluminium foil, sentrifus (G.P.®), stopwatch (Hanhart®), inkubator (GFL®),

mikropipet dan tip mikropipet (Brand®), termos es, freezer bersuhu -200,

spektrofotometer (Genesys 20), kuvet, plastik es dan pita warna oranye.

17

Page 28: A Anisa Kti Bejo

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian antibiotika.

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar H2O2 pada saliva bayi

dengan risiko sepsis neonatal.

3. Variabel pengganggu

a. Suhu penyimpanan, dikendalikan dengan menyimpan sampel di dalam

freezer jika pengiriman sampel tidak bisa segera dilakukan dan penggunaan

toples berisi es batu untuk menjaga suhu selama pegiriman sampel.

b. Sterilitas alat dan bahan penelitian, dikendalikan dengan sterilisasi alat

sebelum penggunaan dan mejaga kesterilan bahan.

E. Definisi Operasional

1. Bayi dengan risiko sepsis neonatal

Bayi baru lahir dengan umur 1-28 hari dan memiliki minimal 1 faktor risiko

mayor atau 2 faktor risiko minor sepsis yang menjalani rawat inap di Ruang

Perinatologi RSUD Ulin pada periode Agustus - Oktober 2010.

2. Antibiotika

Senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan pada pengenceran tinggi

mampu menghambat mikroorganisme penyebab sepsis, yaitu kombinasi ampisilin

dan gentamisin.

18

Page 29: A Anisa Kti Bejo

3. H2O2

Senyawa oksidan yang kuat. Dilakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah

pemberian antibiotika. Kadar hidrogen peroksida diukur menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 505 nm.

4. Saliva

Seluruh air liur yang disekrisikan ke dalam rongga mulut dari kelenjar

parotis, submaksilaris, sublingualis dan kelenjar mukosa kecil mulut lainnya dari

sepsis neonatal yang diambil sesaat setelah bayi lahir dengan Mucous Extractor

dan antara hari ke 3 - 5 menggunakan spuit 1 cc tanpa jarum.

F. Prosedur Penelitian

Setiap bayi dengan umur 1-28 hari yang sedang menjalani rawat inap di

Ruang Perinatologi RSUD Ulin pada periode Agustus-Oktober 2010 dan memiliki

sedikitnya 1 faktor risiko mayor atau 2 faktor risiko minor adalah subjek

penelitian.

Hal pertama yang dilakukan adalah meminta persetujuan dan memberikan

penjelasan kepada orang tua dari neonatus yang menjadi subjek penelitian dalam

bentuk inform concent. Lalu subjek penelitian diambil salivanya menggunakan

Mucous Extractor oleh tenaga medis. Saliva yang berada dalam Mucous

Extractor, kemudian diikat selangnya lalu dimasukkan ke dalam plastik dan diberi

label yang berisi keterangan berupa nomor dan nama bayi, serta waktu

pengambilan saliva. Mucous Extractor dimasukkan ke dalam termos es dan

dibawa ke Laboratorium Biokimia FK Unlam. Jika tidak memungkinkan untuk

19

Page 30: A Anisa Kti Bejo

segera melakukan pengiriman, maka tabung disimpan dalam freezer bersuhu –

20OC.

Cara pemeriksaan kadar H2O2 yaitu sebanyak 1 µm H2O2 200 µl + 160 µl

PBS pH 7,4 + 160 µl FeCl3 dilarutkan dalam 750 ml aquadest + 160 µl O-

fenantrolin (120 mg O-fenantrolin dilarutkan dalam 100 ml aquadest). Kemudian

diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah itu disentrifus 12.000 rpm

selama 10 menit. Supernatan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 505

nm.

Pengambilan sampel post dilakukan dalam waktu 5 hari setelah pemberian

terapi. Setelah pemberian terapi, kaki bayi yang menjadi subjek penelitian diberi

pita oranye dan dilepas setelah pengambilan sampel post dilakukan.

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data diambil berdasarkan hasil pengukuran kadar H2O2 pada saliva bayi

dengan risiko sepsis neonatal yang diterapi antibiotika. Pengumpulan data

dilaksanakan selama bulan Agustus - Oktober 2010. Data yang didapatkan akan

dimasukkan ke dalam tabel.

H. Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dengan uji Saphiro-Wilk dan

diperoleh data terdistribusi secara normal. Selanjutnya data dianalisis secara

statistik menggunakan uji-t berpasangan.

20

Page 31: A Anisa Kti Bejo

I. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Perinatologi RSUD Ulin Banjarmasin dan

Laboratorium Kimia/Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat Banjarbaru dan terlaksana pada bulan Agustus - Oktober 2010.

21

Page 32: A Anisa Kti Bejo

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pengaruh terapi antibiotika terhadap kadar hidrogen

peroksida (H2O2) pada saliva neonatus dengan risiko sepsis di Ruang Perinatologi

RSUD Ulin Banjarmasin telah dilaksanakan pada periode Agustus-Oktober 2010.

Adapun subjek penelitian ini berjumlah 27 neonatus yang memenuhi kriteria

inklusi. Data yang telah diperoleh disajikan pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Data jumlah, rerata berat badan lahir, rerata APGAR, serta rerata kadar H2O2 pada saliva neonatus dengan risiko sepsis preterapi dan post-terapi antibiotika.

Keterangan n Rerata Stdev

KadarH2O2 pre 27 42,022 8,796

Kadar H2O2post 27 33,500 7,784

Apgar Score 27 4,629 2,059

BB 27 2922,222 654,031

Dari tabel 5.1 dapat dketahui bahwa sampel yang memenuhi inklusi

sebanyak 27 dari keseluruhan sampel sebanyak 63. Lepasnya beberapa sampel di

akibatkan oleh subyek penelitian pulang opname terlebih dahulu sebelum

pengambilan sampel post terapi. Rerata berat badan lahir bayi dalam batas normal,

namun rerata nilai APGAR pada bayi dalam penelitian ini memiliki interpretasi

agak rendah, yaitu 4,654, sehingga diperlukan tindakan medis segera seperti

22

Page 33: A Anisa Kti Bejo

penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk

membantu bernapas.

1 20.000

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

Diagram 5.2.Rerata Kadar H2O2 pada saliva neonatus dengan risiko sepsis preterapi antibiotika dengan post-terapi antibiotika

23

Preterapi Post terapi

Page 34: A Anisa Kti Bejo

Hasil pemeriksaan kadar H2O2 yang diperoleh diuji normalitas dengan uji

Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan termasuk dalam sampel kecil

(< 50 sampel) didapatkan nilai p=0,051 untuk data sebelum pemberian terapi

antibiotika dan nilai p=0,071 untuk data setelah pemberian terapi antibiotika,

yang menunjukkan data tersebut normal sehingga untuk analisis data selanjutnya

bisa dilakukan uji t berpasangan. Data H2O2 kemudian dianalisis dengan uji t

berpasangan yang menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat

perbedaan bermakna pada rerata data sebelum dan setalah pemberian antibiotika.

Kelompok sebelum pemberian terapi antibiotika memiliki kadar H2O2 yang

lebih tinggi. Hal ini karena terjadi peningkatan produksi SOR pada sepsis

neonatal. Pada keadaan sepsis, SOR dan SNR dihasilkan dari berbagai sumber,

antara lain, hasil respirasi sel di mitokondria, aktivasi xantin oksidase sebagai

hasil dari iskemia dan reperfusi, respiratory burst yang berhubungan dengan

aktivasi netrofil dan metabolisme asam arakidonat. Akibatnya, H2O2 yang

terbentuk semakin banyak, yaitu dihasilkan langsung akibat fagositosis dan hasil

reaksi katalisis SOD terhadap O2 (24).

Pada kelompok berikutnya, yaitu kelompok yang telah mendapatkan terapi

antibiotika memiliki kadar H2O2 yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok

yang belum mendapatkan terapi antibiotika. Kecenderungan menurunnya kadar

H2O2 pada kelompok yang telah mendapatkan terapi antibiotika diduga akibat

menurunnya aktivitas fagositosis terhadap bakteri yang menyebabkan respiratory

burst menurun. Penurunan aktivitas fagositosis dapat disebabkan berkurangnya

bakteri yang beredar dalam tubuh akibat pemberian antibiotika. Dengan demikian,

24

Page 35: A Anisa Kti Bejo

apabila jumlah kuman menurun, maka kadar H2O2 sebagai respon oksidatif

antimikrobanya juga akan semakin kecil. Namun, meskipun terjadi penurunan,

kadar H2O2 pada kelompok yang telah mendapatkan terapi antibiotika masih

dianggap toksik karena kadarnya antara 10-100 uM, yakni 33,500 uM.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotika pada

neonatus dengan risiko sepsis tidak meningkatkan ROS. Hal ini dapat dilihat dari

tidak terjadinya peningkatan kadar H2O2 pada saliva setelah pemberian

antibiotika. Hal ini diduga terjadi karena aktivitas antibiotika dengan jalur

membunuh bakteri melalui target obat lebih tinggi dibandingkan dengan

aktivitasnya dalam pembentukan radikal hidroksil (SOR). Selain itu banyak

bakteri yang telah mati, sehingga aktivitas fagositosis berkurang akibatnya H2O2

yang terbentuk pun berkurang. Dugaan lain adalah konsentrasi H2O2 sedikit

karena sebagian besar telah diubah ke dalam bentuk radikal hidroksil melalui

reaksi Fenton yang juga berpotensi membunuh bakteri.

Antibiotika ampisilin dan gentamisin, antibiotika lini pertama yang

diberikan pada bayi dengan risiko sepsis, merupakan antibiotika golongan beta

laktam dan aminoglikosid. Kerja obat golongan beta laktam bekerja dengan

menghambat sintesis dinding sel bakteri. Sementara itu golongan aminoglikosid

dengan menghambat ribosom sehingga terjadi mistranslasi protein. Antibiotika

selain membunuh bakteri dengan berinteraksi terhadap target obat, pada golongan

tertentu dapat menstimulasi pembentukan SOR. Pada penelitian Kohanski dkk

(2007) menunjukkan bahwa antibiotika bakterisidal, seperti aminoglikosid dan

beta laktam dapat menstimulasi pembentukan radikal hidroksil melalui reaksi

25

Page 36: A Anisa Kti Bejo

Fenton (36). Radikal hidroksil dapat menyebabkan kerusakan DNA, protein dan

lipid yang akhirnya mengakibatkan kematian sel. Dengan demikian obat

bakterisidal juga berpotensi membunuh bakteri melalui bentuk radikal hidroksil.

Keterbatasan dari penelitian ini, yaitu jumlah sampel yang minimal sehingga

belum dapat menggambarkan secara umum kadar H2O2 pada saliva bayi dengan

risiko sepsis neonatal yang diberikan terapi antibiotika. Pada penelitian

selanjutnya, diharapkan agar dapat menambah jumlah sampel sehingga hasil yang

diperoleh dapat mewakili populasi sampel dan mengendalikan variabel

pengganggu.

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai

berikut:

1. Rerata kadar Hidrogen Peroksida (H2O2) sebelum pemberian terapi antibiotika

pada saliva neonatus dengan risiko sepsis di RSUD Ulin Banjarmasin periode

agustus – oktober 2010 adalah sebesar 42,022 uM sedangkan rerata kadar

Hidrogen Peroksida (H2O2) setelah pemberian terapi antibiotika adalah sebesar

33,500 uM.

2. Terdapat penurunan kadar Hidrogen Peroksida (H2O2) setelah pemberian

terapi antibiotika dibandingkan sebelum pemberian terapi antibiotika pada

26

Page 37: A Anisa Kti Bejo

saliva neonatus dengan risiko sepsis di RSUD Ulin Banjarmasin periode

agustus – oktober 2010.

3. Terdapat perbedaan kadar H2O2 yang bermakna secara statistik setelah

pemberian terapi antibiotika dibanding sebelum pemberian terapi antibiotik

pada saliva neonatus dengan risiko sepsis di RSUD Ulin Banjarmasin periode

Agustus-Oktober 2010.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah sampel

sehingga hasil yang diperoleh dapat mewakili populasi sampel dan mengendalikan

variabel pengganggu. Kelengkapan data penting agar dapat mengendalikan faktor-

faktor yang mempengaruhi penelitian.

27

Page 38: A Anisa Kti Bejo

0

DAFTAR PUSTAKA

1. Setyawati, Ariningrum D, Sari IUS, Lutfia E. Penampilan diagnostik parameter-parameter hematologis untuk diagnosis sepsis neonatal. Berkala Ilmu Kedokteran 2006;38:31

2. Yunanto A. Kualitas pelayanan bayi baru lahir di RSUD Ulin Banjarmasin. Disampaikan pada Simposium Pencegahan Preeklampsi dan Penatalaksanaan Kegawatan Bayi Baru Lahir Menuju Keamanan Persalinan dan Kesehatan Bayi Baru Lahir, 10 April 2010, Banjarmasin.. Banjarmasin: Perinansia Cabang Kalimantan Selatan, 2010

3. Trautinger F, Hammerle AF, Poschl G, MickscheM. Respiratory burst capability of polymorphonuclear neutrophils and TNF-α serum levels in relationship to the development of septic syndrome in critically ill patients. J Leukoc Biol 1991;49:449

4. Tung JP, Fraser JF, Wood P, Fung YL. Respiratory burst function of ovine neutrophils. BMC Immunology 2009;10:1

5. Suhartono E, Hasyim F, Setiawan B. Kapita selekta biokimia radikal bebas, antioksidan dan penyakit. Banjarmasin: Pustaka Banua, 2006

6. Labro MT. Interfence of antibacterial agent with phagocyte function; Immunomodulation or “immuno-fairy tales”?. Clinical Microbiology Review 2000;13:621-636

7. Suhartono E, Setiawan B. Models of peroksidative indeks and advanced oxidation protein product (AOPP) from salivary lung tuberculosis patient based on duration of treatment, 16-18 Februari 2009, Malang. Malang: International Conference Molekular and Clinical Aspect of HIV AIDS, Tuberculosis and Malaria, 2009

8. Clark RH, Barry TB, Alan RS, Dale RG. Empiric use of ampicillin and cefotaxime, compared with ampicillin and gentamicin, for neonates at risk for sepsis is associated with an increased risk of neonatal death. Pediatrics 2006;117:68

9. Wang X, Zhao X. Contribution of oxidative damage to antimicrobial lethality. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2009;53:1395

10. Kaufman E, Lamster IB. The diagnostic applications of saliva. Crit Rev Oral Biol Med 2002;13:197

0

Page 39: A Anisa Kti Bejo

1

11. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, et al. Definition for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis ACCP/SCCM consensus conference. Chest 1992; 101:1644

12. Bizzaro MJ, Raskind C, Baltimor RS, Gallagher PG. Seventy-five years of neonatal sepsis at yale: 1928-2003. Pediatric 2005;116;596-598

13. KD Horn. Evolving strategies in the treatment of sepsis and systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Q J Med 1998;91:265

14. Eschenbach DA. Prevention of neonatal group b streptococcal infection. N Engl J Med 2002;347:280

15. Guerina NG. Bacterial and fungal infection. In: Cloherty JP, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care. 4th ed. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers; 1998. p.271-300. Diambil oleh Yadav AK, Wilson CG, Prasad PL, Menon PK. Polymerase chain reaction in rapid diagnosis of neonatal sepsis. Indian Pediatr 2005; 42: 681-5

16. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico L. Diagnosis of neonatal sepsis: A clinical and laboratory challenge. Clinical Chemistry 2004;50:279

17. Kaufman, David and Fairchild, Karen. Clinical Microbiology of Bacterial and Fungal Sepsis in Very-Low-Birth-Weight Infants. Clinical Microbiology Rev 2004;17:645

18. Kapil Kapoor, Sriparna Basu, B. K. Das and B. D. Bhatia. Lipid Peroxidation and Antioxidants in Neonatal Septicemia. Journal of Tropical Pediatrics 2006;5:372-375

1

Page 40: A Anisa Kti Bejo

2

19. Carrigan DS, Scott G, and Tabrizian M. toward resolving the challenges of sepsis diagnosis. Clin chem 2004;50;8;1301-1314

20. Aryana SIGP, Biran IS. Konsep baru kortikosteroid pada penanganan sepsis. Dexa Media, 2006;19:4

21. Ward, Richard A., Nakamura, Michio., McLeish, Kenneth R. Priming of the Neutrophil Respiratory Burst Involves p38 Mitogen-activated Protein Kinase-dependent Exocytosis of Flavocytochrome b558-containing Granules. The Journal Of Biological Chemistry 2000;275(47):36713

22. Suhartono E. Stres Oksidatif dan Nitrosaif pada sepsis. Seminar Nasional : “Pathobiology sepsis” from Basic Science to Clinical Perspective, 2008 November 2nd, Banjarbaru. Banjarbaru: FK UNLAM, 2008

23. Lautan J. Radikal bebas pada eritrosit dan lekosit. Cermin Dunia Kedokteran 1997;116:50

24. Macdonald J, Galley HF, Webster NR. Oxidative stress and gene expression in sepsis. British Journal of Anaesthesia 2003;90:221-222

25. Marodi, Laszlo. Neonatal Innate Immunity to Infectious Agents. Infection and Immunity 2006;74:1999

26. A.Russell, James. Management sepsis. N Engl Med 2006;355:1700-1701

27. Bochud PY, Calandra. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ 2003 ; 326:264

28. Roger H. Obat anti bakteri praktis dalam farmakologi. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1990

29. Istiantoro YH, Vincent HSG. Penicilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. jakarta: FKUI, 1995

30. Chamberss HF, Hadley WK and Jawetz E. Beta-lactam Antibiotics and Other Inhibitors of Cell Wall Synthesis. In : Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology.7st ed. San Fransisco: A simon and schuter company, 1998

31. Insua H, Perez P, Martinez, et al. Meropenem-induced alteration of the susceptibility of Escherichia coli and Staphylococcus aureus to the bactericidal activity of human polymorphonuclear leukocytes. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 1997;39:226-227

2

Page 41: A Anisa Kti Bejo

3

32. Lianou PE, Votta EG, Papavassiliou JT, et al. In vivo potentiation of polymorphonuclear leukocyte function by ciprofloxacin. J Chemother 1993;5:223

33. Gan SG dan Vincent HSG. Aminoglikosid dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FKUI,1995

34. Chamberss HF, Hadley WK and Jawetz E. Aminoglycosides and Spectinomycin. In : Katzung BG, editor. Basic and Clinical Pharmacology.7st ed. San Fransisco: A simon and schuter company, 1998.

35. Paul M, Silbiger IB, Weiser KS, Leibovici L. β-lactam monotherapy versus β-lactam-aminoglycoside combination therapy for sepsis in immunocompetent patients: systematic review and meta-analysis of randomised trials. BMJ 2004;10:1

36. Kohanski MA, Dwyer DJ, Hayete B, Lawrence CA, Collins JJ. Common mechanism of cellular death induced by bactericidal antibiotics. Cell. 2007;130:797–798

37. Suhartono E, Fachir H, dan Setiawan B. Stres oksidatif dasar dan penyakit. Banjarbaru: Pustaka Banua, 2007

38. Ashby, MT. Inorganic Chemistry of defensive peroxidases in the human oral cavity. J Dent Res 2008;87;900

39. Cinel I, Dellinger RP. Advances in pathogenesis and management of sepsis. Current Opinion in Infectious Diseases 2007;20:345–352

40. Eaton S. Impaired energy metabolism during neonatal sepsis: the effects of glutamine. Proceedings of the Nutrition Society 2003;62:745–751

41. Buchori, Prihatini. Diagnosis sepsis menggunakan procalcitonin. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2006;12:131-137

42. Batra S, Kumar R, Seema, Kapoor AK, Ray G. Alterations in antioxidant status during neonatal sepsis. Ann Trop Paediatr . 2000; 20(1):27-33

43. Yunanto A, Setiawan B, Suhartono E. Kapita selekta biokimia peran radikal bebas pada intoksikasi dan patobiologi penyakit. Banjarmasin: Pustaka Banua, 2009

44. Roberta P, Lucia B, Nigel A, et al. Enzyme-catalyzed mechanism of isoniazid activation in class I and class III peroxidases. J of Biol Chem. 279(37); 2004:39000-9

3

Page 42: A Anisa Kti Bejo

4

4