38
BAB I PENDAHULUAN Pada era globalisasi saat ini dimana semua kegiatan manusia menjadi dipermudah dengan berbagai sarana dan prasarana yang serba canggih. Hal ini pun berdampak pada dunia kesehatan dan kedokteran. Berbagai penemuan dan penelitian telah dilakukan guna meningkatkan kualitas kesehatan manusia. Salah satu dampaknya dalam dunia kedokteran adalah penemuan berbagai obat-obatan yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit. Namun,obat-obatan yang ada saat ini bagaikan pisau yang bermata dua. Di satu sisi obat-obat tersebut dapat menyembuhkan suatu penyakit tetapi tidak sedikit juga yang mempunyai efek samping terhadap organ-organ tubuh manusia. Salah satu obat yang diduga memberi dampak negatif adalah NSAID (Non Steroid Anti inflamasi Drug). Obat-obat ini diduga menjadi salah satu penyebab gangguan pada system pencernaan. Walaupun gangguan pencernaan bisa disebabkan oleh berbagai etiologi namun di duga bahwa NSAID ini adalah penyebab tersering dari gangguan system pencernaan khususnya pada Gastritis erosif. Gastritis erosif adalah peradangan mukosa gaster yang ditandai dengan edema, hyperemia, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear biasanya dengan beberapa tingkatan pendarahan, keadaan ini dapat bersifat lokal atau difus. Laporan dari Inggris dan Wales mengemukakan lebih dari 45% perdarahan ulkus peptikum berasal dari pasien berusia diatas 60 tahun, dengan penyebab 1

79690055 Makalah Sis Melena Gastritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gastritis

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini dimana semua kegiatan manusia menjadi dipermudah dengan

berbagai sarana dan prasarana yang serba canggih. Hal ini pun berdampak pada dunia kesehatan

dan kedokteran. Berbagai penemuan dan penelitian telah dilakukan guna meningkatkan kualitas

kesehatan manusia. Salah satu dampaknya dalam dunia kedokteran adalah penemuan berbagai

obat-obatan yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit. Namun,obat-

obatan yang ada saat ini bagaikan pisau yang bermata dua. Di satu sisi obat-obat tersebut dapat

menyembuhkan suatu penyakit tetapi tidak sedikit juga yang mempunyai efek samping terhadap

organ-organ tubuh manusia. Salah satu obat yang diduga memberi dampak negatif adalah

NSAID (Non Steroid Anti inflamasi Drug). Obat-obat ini diduga menjadi salah satu penyebab

gangguan pada system pencernaan. Walaupun gangguan pencernaan bisa disebabkan oleh

berbagai etiologi namun di duga bahwa NSAID ini adalah penyebab tersering dari gangguan

system pencernaan khususnya pada Gastritis erosif.

Gastritis erosif adalah peradangan mukosa gaster yang ditandai dengan edema,

hyperemia, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear biasanya dengan beberapa tingkatan

pendarahan, keadaan ini dapat bersifat lokal atau difus. Laporan dari Inggris dan Wales

mengemukakan lebih dari 45% perdarahan ulkus peptikum berasal dari pasien berusia diatas 60

tahun, dengan penyebab terbanyak sekitar 80% berupa faktor predisposisi pemakaian aspirin atau

OAINS lain. Gastritis erosif dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai faktor, dapat dari obat-

obatan, kuman helicobacter dan sebagainya.

1

BAB II

LAPORAN KASUS

Lembar 1

Seorang pasien Tn. A 48 tahun datang ke UGD RS Trisakti dengan keluhan muntah-muntah

cairan seperti kopi dan BAB berwarna hitam.

Lembar 2

Sekitar 2 jam yang lalu Tn. A mengeluh muntah-muntah isi cairan seperti kopi dan BAB

berwarna hitam, Tn. A juga sering mengeluh nyeri di ulu hati, mual, dan kembung terutama

sejak 2 bulan terakhir. Tn. A adalah seorang yang obese, sering mengeluh nyeri pada kedua

lututnya terutama saat dilipat sehingga pasien sering mengkonsumsi obat-obat rematik.

Lembar 3

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Status generalis ;

Kesadaran compos mentis, tampak pucat dan lemah, mimik wajah kesakitan di perut bagian

atas. Pasien dating dengan dituntun oleh istrinya.

Tanda vital :

TD: 95/70 mmHg, nadi: 110x/menit regular, equal, isi kecil; suhu : 36,5 derajat C; pernapasan :

20x/menit

Kepala : mata : konjungtiva anemis +/+; sklera ikterik -/-

Thorax : tidak ada kelainan

Abdomen : inspeksi : tidak tampak kolateral, palpasi: supel, nyeri tekan epigastrium +, hepar dan

lien tidak teraba, perkusi : tympani, ausklutasi : BU+n

Ekstremitas : akral dingin dan pucat

2

Lembar 4

I. Pemeriksaan darah lengkap

1. Hb: 8 g/dL

2. Leukosit: 6200/ul

3. Trombosit: 340.000 /ul

4. Hitung jenis: 0/1/5/51/39/4

5. Ht: 21%

6. LED: 56 mm/jam

7. Bilirubin total: 1,0 mg/dL

8. Direct: 0,6 mg/dL

9. Indirect: 0,4 mg/dL

10. Gamma GT: 36 U/L

11. SGOT: 26 U/L

12. SGPT: 30 U/L

13. Albumin: 3,7 g/dL

14. Asam urat: 7,1 mg/dL

15. GDP/2 jam PP: 97 mg/dl

16. Kolesterol: 238 mg/dL

17. HDL: 38 mg/dl

18. LDL: 168 mg/dl

19. Trigliserid: 278 mg/dl

20. Ureum: 38 mg/dl

21. Kreatinin: 1,1 mg/dl

3

II. Urinalisa

1. Albumin: (-)

2. Reduksi: (-)

3. Leukosit: 5-6/LPB

4. Eritrosit: 1/LPB

5. Silinder: (-)

6. Epitel: (+)

7. Kristal: (+)

8. Bakteri: (-)

III. Pemeriksaan tinja

1. Warna: hitam

2. Benzidin test: +4

3. Lain-lain: (-)

Pemeriksaan foto lutut ; kesan osteoartritis kedua genu

Celah sendi menyempit, tampak osteofit

Pemeriksaan EKG : Dalam batas normal

Lembar 5

USG abdomen : tidak ada kelainan pada organ abdomen bagian atas

Pemeriksaan Gastroskopi :

- Esofagus tidak ada varises

- Lambung tampak cairan seperti kopi (sisa perdarahan)

- Erosi berat pada antrum dengan sisa perdarahan

- Tukak multiple di antrum dengan sisa perdarahan

- Bulbus duodeni tidak tampak ulkus atau erosi, masih tampak sisa darah

Kesan : gastritis erosive di lambung, ulkus lambung multiple, masih menunjukan perdarahan

4

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Untuk menentukan diagnosis yang tepat pada pasien kasus ini, dilakukan hal-hal sebagai

berikut: identifikasi pasien; identifikasi keluhan utama; hipotesis; anamnesis lengkap;

pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang.

Identifikasi Pasien

Identitas pasien adalah sebagai berikut:

- Nama : Tn. A

- Umur : 48 tahun

- Jenis kelamin : Laki-laki

Identifikasi Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien adalah datang kerumah sakit dengan keluhan muntah seperti

kopi dan BAB berwarna hitam.

Hipotesis

Berdasarkan kasus di atas, keluhan utama pasien adalah adanya muntah seperti kopi dan

BAB berwarna hitam. Muntah yang seperti kopi ialah muntah darah atau hematemesis yang

bercampur dengan asam lambung sedangkan BAB yang berwarna hitam atau melena biasanya

terjadi karena adanya gangguan pada saluran cerna bagian atas (SCBA) yang terdapat di

proximal ligamentum treitz dan biasanya melena disertai dengan feses yang berbau busuk dan

konsistensi yang lengket.

Menurut dua keluhan utama yang disampaikan pasien, kedua keluhan ini mengarah pada

perdarahan pada organ-organ Supracolica, sehingga dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai

berikut:

Esofagus bagian distal

- Ruptur pembuluh darah disebabkan oleh varises esofagus karena sirosis hati

- Karsinoma esofagus

5

- Sindrom Mallori Weiss

Gaster

- Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai

dibawah epitel. Faktor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik oleh

getah lambung.

- Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma gastrointestinal yang paling sering

terjadi. Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita, sebagian besar kasus terjadi setelah

usia 40 tahun. Biasanya gejalanya pasien mengalami anoreksia dan penurunan berat

badan.

- Gastritis erosif merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.

Endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin

adalah sebagai agen pencetusnya yang dapat mengganggu sawar mukosa lambung.

Gejalanya nyeri di epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis.

Anamnesis

I. Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan keluhan terjadi ?

Bagaimana konsistesi muntah dan BAB ?

Seberapa banyak dan seberapa sering muntah dan BAB (frekuensi muntah dan

BAB) ?

Apakah adanya keluhan lain ? Tanda-tanda anoreksia (lemah, lemas, pusing,

menurunnya berat badan, dll) ? (untuk indikasi bila ada keganasan)

Apakah ketika mutah atau BAB ada rasa nyeri disekitar perut atau dada ?

Obat apa yang telah dikonsumsi pasien ? (untuk mengetahui obat-obatan yang

dapat menyebabkan terjadinya keluhan )

II. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pernah menderita kejadian yang serupa sebelumnya?

Apakah menderita penyakit keganasan/kanker yang sudah didiagnosa?

Apakah terjadi trauma sebelumnya?

III. Riwayat penyakit dalam keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang menderita kanker saluran cerna ?

6

Anamnesis Lanjutan

Anamnesis lanjutan ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu dalam menegakan

diagnosisd ari kemungkinan beberapa hipotesis yang telah ada. Selain itu juga dapat

menyingkirkan hipotesis hipotesis lain apabila tidak sesuai. Pada kasus ini, anamnesis yang perlu

ditambahkan untuk menguji hipotesis yang telah disebutkan adalah :

Varises Esofagus;

- Apakah disertai penyakit Liver ?

- Bagaimana warna urin ketika BAK ?

Karsinoma Esofagus;

- Apakah terjadi penurunan BB ?

- Apakah pasien mengalami dysphagia ?

- Apakah keluhan sudah berlangsung lama ? (karena keganasan biasanya bersifat kronik)

Sindrom Mallori Weiss;

- Apakah pasien sering mengkonsumsi Alkohol? (terjadinya kerusakan mukosa)

Karsinoma Gaster;

- Apakah terjadi penurunaan BB ?

- Keluhan telah berlangsung lama ?

- Apakah darahnya samar ?

Gastritis Erosif & Ulkus Peptik;

- Apakah pasien merasakan nyeri lambung ?

- Jika sendawa, apakah sifatnya asam ?

- Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan rematik ?

Pemeriksaan Fisik

I. Status generalis:

Kesadaran: compos mentis Normal

Tampak pucat dan lemah Anemia

Kesakitan di perut bagian atas Nyeri di ulu hati

Pasien datang dituntun oleh istrinya Sakitnya hebat dan pasien lemah

7

Tanda Vital:

TANDA VITAL HASIL PASIEN NILAI NORMAL INTERPRETASI

Suhu 36,5 ° 36,5° – 37,2°

Normal.

Membuktikan

tidak ada reaksi

inflamasi.

Denyut nadi 110x/menit 60-100x/menit

Sedikit

meningkat,

sebagai

kompensasi

terhadap presyok

Tekanan darah 95/70 mmHg 130/85 mmHgHipotensi ;

Presyok

Pernafasan 20x/menit 16-20x/menit Normal

Kepala : - Mata : Konjungtiva Anemis +/+ Anemia

Sklera Ikterik -/- tidak mengalami sirosis

Thorax : -

Abdomen :

- Inspeksi : tak tampak kolateral (caput medussa) tidak sirosis

- Palpasi : Nyeri epigastrium (+)

Supel tidak ada peritonitis

Hepar dan lien tidak teraba tidak mengalami sirosis

- Ausklutasi : bising usus + normal

- Perkusi : timpani tidak ada cairan

Ekstremitas : Akral dingin dan pucat presyok

8

Pemeriksaan Penunjang

II. Pemeriksaan darah lengkap

1. Hb: 8 g/dL Menurun, menandakan bahwa pasien anemis (Pada pria N: 13-18 g/dL)

2. Leukosit: 6200/ul Normal (N: 5000-10.000/ul)

3. Trombosit: 340.000 Normal (N: 150.000-450.000)

4. Hitung jenis: 0/1/5/51/39/4 Normal (N: 0-1/ 1-3/ 2-6/ 50-70/ 20-40/ 2-8)

5. Ht: 21% Menurun (Pada pria N: 40-48%) Hemodilusi atau Anemia

6. LED: 56 mm/jam Meningkat, menandakan adanya penyakit kronis atau keganasan

(Pada pria N: 0-10 mm/jam)

7. Bilirubin total: 1,0 mg/dL Normal (N: < 1 mg/dL)

Direct: 0,6 mg/dL Meningkat (N: < 0,25 mg/dL)

Indirect: 0,4 mg/dL Normal (N: < 0,75 mg/dL)

8. Gamma GT: 36U/L Normal (N: < 36U/L)

9. SGOT: 26U/L Normal (N: < 34U/L)

10. SGPT: 30U/L Normal ( N: < 38U/L)

11. Albumin: 3,7 g/dL Normal (N: > 5,5 g/dL)

12. Asam urat: 7,1 mg/dL Meningkat (N: < 6 mg/dL)

13. GDP/2 jam PP: 97 mg/dl Rendah (N: 138 mg/dL)

14. Kolesterol: 238 mg/dL Meningkat (N: < 200 mg/dL)

15. HDL: 38 Menurun (N: > 50) hiperlipidemia

16. LDL: 168 Meningkat (N: < 100)

17. Trigliserid: 278 Meningkat (N: < 170)

18. Ureum: 31 mg/dl Normal (N: 20-40 mg/dL)

9

Tidak ada gangguan pada hepar

menandakan pasien obese

tidak ada kelainan pada ginjal

19. Kreatinin: 1,1 Normal (N: 0,5-1,5)

III. Urinalisa

1. Albumin: (-) normal

2. Reduksi: (-) normal

3. Leukosit: 5-6/LPB normal (N: <8/LPB)

4. Eritrosit: 1/LPB normal (N : <2/LPB)

5. Silinder: (-) normal

6. Epitel: (+) normal (selama masih dalam batas normal)

7. Kristal: (+) normal (selama masih dalam batas normal)

8. Bakteri: (-) normal

Pemeriksaan tinja:

1. Warna: hitam perdarahan saluran cerna bagian atas

2. Benzidin test: +4 menandakan adanya darah di feses (melena)

3. Lain-lain: (-)

IV. Pemeriksaan foto roentgen/ x-ray lutut

- Osteoartritis kedua genu

- Celah sendi menyempit, tampak osteofit

V. Pemeriksaan EKG

- Dalam batas normal

VI. Pemeriksaan Gastroskopi

- Esofagus tidak ada varises → tidak mengalami sirosis hati

- Lambung tampak cairan seperti kopi (sisa perdarahan) → gastritis erosif/tukak

multiple

10

Pasien menderita osteoartritis

- Erosi berat pada antrum dengan sisa perdarahan → gastritis erosif daerah antrum

- Tukak multiple di antrum dengan sisa perdarahan → adanya tukak multiple daerah

antrum

- Bulbus duodeni tidak tampak ulkus atau erosi, masih tampak sisa darah

Kesan : gastritis erosif di lambung, ulkus lambung multiple, masih menunjukan

perdarahan

VII. Pemeriksaan USG abdomen

USG abdomen : tidak ada kelainan pada organ abdomen bagian atas

Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

Diagnosis Kerja pada pasien ini menurut kami berdasarkan data data yang telah didapat

adalah Hematemesis Melena ec Gastritis Erosif & Tukak Lambung Multiple daerah

Antrum. Karena berdasarkan hasil pemeriksaan Gastroskopi ditemukan adanya erosi berat dan

tukak multiple di gaster bagian antrum.

Diagnosis banding pada pasien ini adalah Hematemesis Melena karena ;

- Sindrom Mallori Weiss

- Varices Esofagus

- Karsinoma Esofagus/Gaster

Patofisiologi OAINS menyebabkan Gastritis Erosif

Radang (Inflamasi)

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang

disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.Inflamasi

adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyarang,

menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat perbaikan jaringan.Cara kerja AINS untuk

sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis prostaglandin, dimana kedua jenis cyclooxygenase

diblokir.AINS yang ideal diharapkan hanya menghambat COX II (peradangan) dan tidak COX I

(perlindungan mukosa lambung), juga menghambat lipooxygenase (pembentukan

11

leukotrien).Tersedia tiga obat dengan kerja selektif, artinya lebih kuat menghambat COX II

daripada COX I.

Mediator Radang

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan migrasi sel.

Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan (inflamasi) diantaranya adalah

histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin. Histamin merupakan mediator pertama yang

dilepaskan dari sekian banyaknya mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.

Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan

permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan potensi prostaglandin1.Asam arakhidonat

merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen

utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian

besar berada dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh

suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2 diaktivasi untuk

mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat1. Sebagai penyebab inflamasi,

prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau

substansi lain yang dibebaskan secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien.

Prostaglandin mampu menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan

terlibat pada terjadinya nyeri, inflamasi dan demam.

Biosintesis prostaglandin dan penghambatnya 7

Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

Fosfolipid

Dihambat kortikosteroid enzim pospolipase

Asam arakidonat

Hidroksiperoksid Endoperoksid PGG2/PGH

12

Dihambat AINS

Enzim siklooksigenase COX 1 & COX 2Enzim Lipoksigenase

Leukotrien PGE2, PGF2,PGD2 Prostasiklin

TX2

Obat-obat antiinflamasi

Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid (Glukokortikoid)

Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali dipublikasikan, dianggap

jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan. Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan

dengan terapi kortikosteroid kronis mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol

pembengkakan akut penyakit sendi. Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan

yang disebabkan karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta

penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal glukokortikoid bekerja

singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang menyebabkan pengurangan jumlah sel pada

daerah peradangan.

Obat Antiinflamasi Non-Steroida (AINS)

Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur kimianya, perbedaan

kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat farmakokinetiknya.Obat ini efektif untuk

peradangan akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada

memar akibat olah raga.Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum

sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi.Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)

terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim

lipoksigenase.

Penghambat enzim siklooksigenase (Penghambat COX) :

1. Penghambat COX 1: Menghambat prostaglandin di sendi, gaster dan ginjal dan

mencegah agregasi trombosit. Contoh : Ibuprofen dan diklofenak.6

2. Penghambat COX 2 selektif : Hanya menghambat prostaglandin di tempat terjadinya

reaksi inflamasi saja. Contoh : Meloksikam

Penatalaksanaan

13

Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari penatalaksanaan nonmedikamentosa dan

medikamentosa.

Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, dapat diberikan edukasi;

Atasi obese dengan diet dan olahraga yang sesuai

Mengganti pemakaian OAINS COX 1 dengan COX 2.

Perhatikan hygiene perorangan, agar tidak terinfeksi Helicobacter pylorii.

Batasi makanan tertentu seperti kopi, pedas, asam yang dapat merangsang sekresi asam

lambung.

Sedangkan untuk terapi medikamentosa, yang dapat diberikan adalah

Atasi Shock Rehidrasi akibat muntah dengan NaCl + Na Laktat.

Transfusi Mengembalikan kondisi kurangnya darah akibat muntah darah.

Stop perdarahan Vasopresin, Balon tamponade

Beri obat untuk lambungnya : PPI, Sucralfat, antacid

Stop Obat AINS.

Istirahat yang cukup dan konsumsi obat yang teratur.

Eradikasi kuman HP bila terdapat indikasi.

Komplikasi

Perforasi

Jaringan Parut

Karsinoma Lambung

Prognosis

Ad Vitam : Ad Bonam

14

Ad Fungsionam : Dubia Ad Malam, karena bisa terjadi jaringan parut yang dapat

menyebabkan perdarahan masif

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan

proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis dan atau melena. Untuk keperluan

klinik, dibedakan perdarahan varises esophagus dan non-varises, karena antara keduanya

terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.

Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan

atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi

kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang

telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan

perdarahan saluran pencernaan atas yang signifikan.

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter, dengan bau

busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena menunjukkan perdarahan

saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult

blood) positif menunjukkan perdarahan pada usus halus dan bukan melena.

ETIOLOGI

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan,

misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis

adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan

15

indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum

Treitz. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun

perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena.

Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:

1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).

Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan

hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan

hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra.

Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus

hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises

esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan

perdarahan yang bersifat fatal.

2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)

Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi, sedikitnya

ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus disetiap tempat

dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding posterior

16

bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau

arteria gastroduodenalis.

3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali etiologi yang dapat menyebabkan

terjadinya gastritis, antara lain endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H.

pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal

5. Esofagitis

Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis. Esofagitis

refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis.

Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus bagian bawah yang bekerja dengan

kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang

berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan,

perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

6. Sindroma Mallory-Weiss

Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat yang

berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa

lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah esofagogastrikum

junction.

7. Keganasan

Keganasan, misalnya kanker lambung.

8. Angiodisplasia

Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada traktus intestinalis.

PATOFISIOLOGI PERDARAHAN SCBA

Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises esofagus.

Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan

peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi porta. Peningkatan

17

tekanan pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika sinistra

yang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan meningkat pula. Peningkatan tekanan pada vena

esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varices esofagus.

Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya perdarahan

ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises. Darah dari pecahnya varises

esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang terdapat

pada lambung.

Darah yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah berwarna

kehitaman. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi sebagai hematemesis. Selain

dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama

feses yang menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena).

Hematemesis dan melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak peptik (ulcus

pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah destruksi sawar mukosa lambung

yang dapat menyebabkan cedera atau perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan

menimbulkan ulkus pada lambung.

18

Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung

mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang

mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,

merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler

terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.

Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan.

Sama seperti varises esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan atau

melena.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa 1) anemia

defisiensi besi dan 2) hematemesis dan atau melena. Jadi hematemesis dan atau melena adalah

gejala klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas yang didasari oleh suatu penyakit primer,

misalnya varises esophagus, ulkus peptikum, gastritis, dan lain-lain.

Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba, volumenya besar,

disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah kehitaman. Perdarahan pada ulkus

peptikum seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan

perdarahan awal yang lebih kecil, disertai darah yang mengalami perubahan (“coffee ground”).

Perdarahan pada gastritis biasanya merah terang dengan volume yang sedikit. Adanya penurunan

berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.

DIAGNOSIS

Diagnosis pada gejala hematemesis dan melena bertujuan mencari tahu tentang:

- Kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut

- Lokasi yang tepat dari sumber perdarahannya

- Sifat perdarahannya.(sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit)

- Derajat gangguan yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma,

kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal.

Diagnosa perdarahan SCBA ditegakkan melalui:

1. Anamnesis

19

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti:

- Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan radiologik

- Pemeriksaan endoskopik

- Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Anamnesis

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau

kesadarannya menurun dapat diambil alloanamnesa dari keluarganya. Beberapa hal yang perlu

ditanyakan antara lain :

- Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati

seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?

- Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami sebelumnya?

- Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum

alkohol atau jamu-jamuan?

- Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?

- Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus menerus

tetapi sedikit-sedikit?

- Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?

Pemeriksaan fisik

Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa keadaan

umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu badan dan apakah ada

tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati berupa

koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera ditolong dan diatasi

dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai keadaan

umum membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus,

perlu dicari tanda-tanda sirosis hati dengan hipertensi portal seperti: hepatosplenomegali, ikterus,

asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding

perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu dipikirkan

kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati lobus kiri.

20

Pemeriksaan penunjang diagnosis

- Pemeriksaan laboratorik

Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap

tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti golongan darah,

Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan,

morfologi darah tepi dan fibrinogen.

Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT kolinesterase,

protein total, albumin, globulin, HBSAg, AntiHBs.

Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok

adalah kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu, amoniak.

- Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mula-mula

dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti dengan pemeriksaan

lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan dalam

berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah

terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.

- Pemeriksaan endoskopik

Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah dapat dilakukan di

beberapa rumah sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarang-pengarang luar negeri dan

juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini sangat penting untuk

menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung ketrampilan dokternya,

endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera

setelah hematemesis berhenti. Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan

yang sedang berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises

esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik

pada perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik

adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga

dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi.

21

- Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnosa hematemesis/melena bila diduga

penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung memberi

informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal,

keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah

perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir

dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada

lambung dan pankreas juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati hanya dapat

dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai bagian kedokteran nuklir. Dengan

pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan hipertensi portal atau suatu keganasan di hati

dapat ditegakkan.

MANAJEMEN PENGELOLAAN

Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada

umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya

adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah

perdarahan ulang.

Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:

- Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.

- Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.

- Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan.

- Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.

- Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan.

- Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah

perdarahan ulang.

-

PENANGANAN PERDARAHAN SCBA

Tindakan umum

1. Resusitasi

22

2. Lavas lambung

3. Hemostatika

4. Antasida dan simetidin

Tindakan khusus

Medik intensif

1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik

2. Sterilisasi dan lavement usus

3. Beta bloker

4. Infus vasopresin

5. Balon tamponade

6. Sklerosis varises endoskopik

7. Koagulasi laser endoskopik

8. Embolisasi varises transhepatik

Tindakan bedah

1. Tindakan bedah darurat

2. Tindakan bedah elektif

Tindakan Umum

RESUSITASI

Infus/Transfusi darah

Penderita dengan perdarahan 500-1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl

0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose

5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%,

perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfusi sebesar 25% dari volume

normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala

diperlukan transfusi sampai 40-50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80-

100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah

23

pengawasan tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya

DIC, defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana

darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang seling

dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap

pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya

keracunan asam sitrat.

LAVAS LAMBUNG DENGAN AIR ES

Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung dan

lavas air es, mula-mula setiap 30 menit-1 jam. Bila air kurasan lambung tetap merah, penderita

terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau jernih, maka disarankan

dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat menentukan lokasi perdarahannya. Pada

perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es, diperlukan tindakan medik

intensif yang akan dibicarakan kemudian. Sedangkan pada perdarahan ulkus peptikum, gastritis

hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhenti dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50-

100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan pada diet makanan lunak/bubur saring dalam porsi

kecil setiap 1-2 jam.

HEMOSTATIKA

Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10-40 mg sehari parenteral, karena

bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi kompleks protrombin. Pemberian asam traneksamat

dan karbazokrom dapat pula diberikan.

ANTASIDA DAN SIMETIDIN

Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai simetidin 200 mg tiap 4-6 jam i.v.

berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada

penderita dengan ulkus peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida

diberikan dalam dosis lebih rendah setiap 3-4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per

oral 200 mg tiap 4-6 jam. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :

- sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per oral.

- pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam.

24

- somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.

Tindakan khusus

MEDIK INTENSIF

Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik

Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul

Noradrenalin atau Aramine 2-4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin

(Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang

menyemprotkan larutan trombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di

lambung, sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung apakah

perdarahannya berhenti dan apakah

terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan endoskop.

Sterilisasi usus dan lavement usus

Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu dilakukan

tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati hepatik yang disebabkan antara

lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh bakteri usus. Hal ini

dapat dilakukan dengan jalan :

- Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4 x 1 gram

atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang.

- Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan 400 cc yang

bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa nasogastrik.

Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12-24 jam. Untuk pencegahan

ensefalopati hepatik dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000-1500 cc per hari. Bila penderita

25

telah berada dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus

Comafusin Hepar 1000-1500 cc per hari.

Beta Bloker

Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol, oksprenolol,

alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita sirosis hati, akibat

penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat

golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung, juga pada

penderita asma dan penderita gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.

Infus Vasopresin

Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler sehingga terjadi

penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan

portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami kontraksi, maka

selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum juga ikut berhenti. Vasopresin

terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus yang perdarahannya tetap

berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit

dilarutkan dalam 100-200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10-20 menit intravena. Efek samping

pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah angina pektoris, infark miokard,

fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada penderita-penderita jantung koroner dan usia lanjut,

karena efek vaso kontriksi dari vasopresin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang

mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian

infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama

dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam

berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek samping yang

ditemukan. Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SCBA berkisar antara 35-100%,

perdarahan ulang timbul pada 21-100% dan mortalitas berkisar pada 21-80%.

Balon tamponade

Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube

diperlukan pada penderita-penderita varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung

26

setelah lavas lambung dan pemberian infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini

merupakan pilihan pertama pada penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat

diberikan infus vasopresin. Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon

di daerah kardia dan esofagus yang akan menekan, dan dengan demikian menghentikan

perdarahan di esofagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon, masing-masing untuk lambung

dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang mengkompresi daerah distal

esofagus dan kardia.

Sklerosis varises endoskopik

Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan penyuntikan

bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium morrhuate melalui esofagoskop

kaku atau serat optik. Karena pemakaian esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan

sebagai komplikasi dapat terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang

lebih banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus dengan 2

saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran pertama, penghisapan

perdarahan yang mungkin terjadi dapat dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan

dapat paravasal atau intravasal. Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti,

tetapi tergantung dari keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang

mengalami perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini

perdarahan dapat dihentikan pada 80-100%, perdarahan ulang terjadi pada 10-40% sedangkan

mortalitas selama dirawat mencapai 30%. Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube

atau infus vasopresin, terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas

umumnya membutuhkan 2-3 x terapi dengan jangka waktu 7-10 hari. Mortalitas penderita yang

diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4-14%. Komplikasi metoda ini yang pernah

dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari esofagus, effusi

pleura, mediastinitis.

Koagulasi laser endoskopik

Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik gagal dalam

menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan terapi koagulasi dengan

Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai

27

91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SCBA

lainnya seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi

laser endoskopik.

Embolisasi varises transhepatik

Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai mencapai vena

porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin tersebut sepanjang vena porta

sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras angiografin. Pada transhepatik

portal-venografi ini akan terlihat vena-vena kolateral utama termasuk varises esofagus.

Selanjutnya sebanyak 30-50 cc Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan

suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus umumnya segera

berhenti. Metoda ini belum banyak laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan

sering mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites.

Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum

tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus

yang baru.

TINDAKAN BEDAH

Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan perdarahan masih

berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti pintasan portosistemik atau

transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus. Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli

atau duodeni serta keganasan SCBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan

tindakan bedah. Bila tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita

membaik dan pemeriksaan diagnostik telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah

elektif setelah 6 minggu.

28

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab, dan pemeriksaan penunjang lainnya

didapatkan bahwa pasien ini menderita Hematemesis Melena ec Gastritis Erosif & Tukak

Lambung Multiple daerah Antrum. Selain itu dari hasil pemeriksaan radiologi didapatkan

gambaran osteoartritis pada kedua lutut pasien, keadaan osteoartrirtis tersebut diduga karena

berat badan pasien yang berlebihan atau pasien menderita obesitas. Maka untuk mengurangi

nyeri yang terdapat pada lututnya pasien ini mengkonsumsi sembarang obat AINS. Obat-obatan

AINS inilah yang diduga sebagai faktor penyebab terbesar timbulnya masalah pada pasien

karena telah dijabarkan diatas bagaimana cara kerja obat-obat AINS tersebut menghambat enzim

siklooksigenase pada lambung yang sangat penting untuk pembentukan prostaglandin, dimana

prostaglandin ini berfungsi untuk melindungi dinding lambung atau sebagai sitoprotektor dari

asam lambung atau HCl yang bersifat korosif terhadap dinding lambung. Penanganan untuk

pasien ini ada dua cara yaitu non medikamentosa dan medika mentosa. Untuk penatalaksanaan

nonmedikamentosa, dapat diberikan edukasi seperti atasi obese dengan diet dan olahraga yang

sesuai, mengganti pemakaian OAINS COX 1 dengan COX 2, perhatikan hygiene perorangan,

agar tidak terinfeksi Helicobacter pylorii, batasi makanan tertentu seperti kopi, pedas, asam yang

dapat merangsang sekresi asam lambung. Sedangkan untuk terapi medikamentosa, yang dapat

diberikan adalah mengatasi shock pasien dengan NaCl + Na Laktat, transfusi darah untuk

mengembalikan kondisi kurangnya darah akibat muntah darah pasien, stop perdarahan denga

menggunakan obat-obatan vasopresin, atau menggunakan balon tamponade, memberi obat untuk

lambungnya seperti PPI, Sucralfat, antacid, istirahat yang cukup dan konsumsi obat yang teratur,

29

dan eradikasi kuman HP bila terdapat indikasi. Untuk prognosis pada pasien ini secara

keseluruhan baik apabila diikuti dengan penatalaksanaan yang baik dan adekuat.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer Arief. M, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 : 492 . Jakarta : media

ausculapius FKUI .

2. Priana A. Patologi Klinik Untuk Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi.

Jakarta : Universitas Trisakti ; 2010. p 7,15,21,24-5.

3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 th ed.

Jakarta : Penerbit ECG; 2005. P 422-3.

4. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna

Publishing. 2009. p 447-51.

5. Dorland W. Kamus kedokteran Dorland. Ed 31. Jakarta : 2007 ; EGC. p. 892.

6. NSAID. Available from http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm. Accesed

on. Jan 1. 2012

7. Anti inflamasi. Available from www.scribd.com/doc/74485644/antiinflamasi . Accesed

on. Jan 1. 2012

8. SCBA. Available from

pustaka.unpad.ac.id/.../pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas... Accesed on. Jan 1.

2012

30