10
Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII 137 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI DESA MPANAU KECAMATAN BIROMARU KABUPATEN SIGI 1) Ulfawarni Derek, 2) Sudirman 1) Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi 2) Bagian AKK FKM Unismuh Palu ABSTRAK Diare adalah suatu penyakit tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsisten dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dari 1 kali). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diare. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei Analitik dengan desain kasus kontrol (Case Control Study). Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang pernah menderita Diare di Desa Mpanau. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang pernah Menderita Diare dengan jumlah 63 orang dan kontrol adalah Masyarakat yang tidak menderita Diare sebanyak 63 orang, sehingga total keseluruhan responden 126 orang. Hasil penelitian didapatkan nilai Odd Ratio dengan confidence interval 95% = 20,195 (7,938-51,376),penyediaan air bersih merupakan faktor resiko kejadian Diare, nilai Odd Ratio = 8,105 (3,637-8,069) pembungan tinja merupakan faktor resiko kejadian Diare dan nilai Odd Ratio 3,172 (1,506-6,682) tempat pembungan sampah merupakan factor resiko kejadian Diare. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Biromaru, Program dalam upaya pencegahan penyakit Diare harus terus dilakukan dan lebih di tingkatkan dengan metode-metode penyuluhan yang lebih mudah di pahami masyarakat. Kemudian Mengalang kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Kelurahan Mpanau dengan harapan akan mudah mengerakan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit Diare. Daftar Pustaka : ( 2000 : 2012 ) Kata Kunci : Diare, penyediaan Air Bersih, Tempat Pembungan Tinja, Pembungan Sampah. PENDAHULUAN Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Adisasmito, 2007). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (Adisasmito, 2007). Kebijakan pemerintah dalam memberantas penyakit diare antara lain

7. Ulfa Dan Sudirman

Embed Size (px)

Citation preview

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    137

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI DESA MPANAU KECAMATAN BIROMARU KABUPATEN SIGI

    1) Ulfawarni Derek, 2)Sudirman1)Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi2)Bagian AKK FKM Unismuh Palu

    ABSTRAK

    Diare adalah suatu penyakit tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsisten dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dari 1 kali). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diare.

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei Analitik dengan desain kasus kontrol (Case Control Study). Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang pernah menderita Diare di Desa Mpanau. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang pernah Menderita Diare dengan jumlah 63 orang dan kontrol adalah Masyarakat yang tidak menderita Diare sebanyak 63 orang, sehingga total keseluruhan responden 126 orang.

    Hasil penelitian didapatkan nilai Odd Ratio dengan confidence interval 95% = 20,195 (7,938-51,376),penyediaan air bersih merupakan faktor resiko kejadian Diare, nilai Odd Ratio = 8,105 (3,637-8,069) pembungan tinja merupakan faktor resiko kejadian Diare dan nilai Odd Ratio 3,172 (1,506-6,682) tempat pembungan sampah merupakan factor resiko kejadian Diare.

    Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Biromaru, Program dalam upaya pencegahan penyakit Diare harus terus dilakukan dan lebih di tingkatkan dengan metode-metode penyuluhan yang lebih mudah di pahami masyarakat. Kemudian Mengalang kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Kelurahan Mpanau dengan harapan akan mudah mengerakan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit Diare.

    Daftar Pustaka : ( 2000 : 2012 )Kata Kunci : Diare, penyediaan Air Bersih, Tempat Pembungan Tinja,

    Pembungan Sampah. PENDAHULUAN

    Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Adisasmito, 2007).

    Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (Adisasmito, 2007).

    Kebijakan pemerintah dalam memberantas penyakit diare antara lain

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    138

    bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB). Departemen Kesehatan Repuplik Indonesia melalui keputusan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan dan pemantauan program pemberantasan diare dengan tujuan khusus menurunkan angka kematian pada semua umur dari 54 per 100.000 penduduk menjadi 28 per 100.000 penduduk, menurunkan angka kematian balita akibat diare dari 2,5 per 1000 balita menjadi 1,25 per 1000 balita, dan menurunkan angka fatalitas kasus Case Fatality Rate (CFR) diare pada KLB dari 1-3,8 % menjadi 1,5 % (Depkes R.I., 2000).

    Faktor yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh kita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Noerlandra, 2006).

    Faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005).

    Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan

    imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).

    Pada tahun 2011 jumlah penderita diare di Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 59.468 penderita, sedangkan untuk Kabupaten Sigi jumlah kasus sebanyak 7,126 Penderita (Dinkes Propinsi Sulawesi Tengah, 2011). Jumlah kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Biromaru untuk tahun 2010 tercatat 1211 kasus dan pada tahun 2011 sebanyak 1.322 kasus. Dari 18 Desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Biromaru jumlah penderita Diare terbanyak di Desa Mpanau (Puskesmas Biromaru, 2011).

    Desa Mpanau merupakan salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigidengan jumlah penduduk 9.462 jiwa dan 2.327 KK. Jumlah penderita diare di Desa Mpanau pada tahun 2010 sebanyak 1211 kasus dan tahun 2011sebanyak 1322 (Program Diare PKM Biromaru, 2011).

    Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare adalah kontaminasi oleh kuman melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan penderita, sedangkan faktor-faktor lainnya meliputi faktor lingkungan dan kebiasaan hidup yang tidak sehat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-

    BAHAN DAN METODEJenis penelitian ini adalah

    observasional analitik dengan desain case control study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Pada desain penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap kasus (yang terkena penyakit), kemudian identifikasi dilanjutkan secara retrospektif untuk mengetahui adanya faktor faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian kasus. Sebagai kontrol dalam penelitian ini dipilih responden yang berasal dari populasi yang tidak memiliki kasus yang karakteristiknya hampir sama / serupa dengan kasus

    POPULASI DAN SAMPEL1.Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.Populasi dalam penelitian ini yaitu semua kasus / penderita Diare tahun 2012sebanyak 168 orang2.Sampel

    Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian. Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini digunakan rumus Slovin

    HASILa. Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare

    Tabel Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan

    Kecamatan Biromaru

    Penyediaan Air Bersih

    Kejadian Diare

    Menderita

    n %

    Tidak Bersih 47 74.6

    Bersih 16 25.4

    Total 63 100 Sumber : Data primer,2013

    -146 Artikel VII

    139

    Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain

    yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Pada desain penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap kasus (yang terkena penyakit), kemudian identifikasi dilanjutkan secara retrospektif

    faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian kasus. Sebagai kontrol dalam penelitian ini dipilih responden yang berasal dari populasi yang tidak memiliki kasus yang karakteristiknya hampir sama / serupa

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

    semua 12

    Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan objek

    Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini digunakan

    Keterangan :n = Besar sampelN = Besar populasid2 = Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)Sehingga jumlah sampel keseluruhan sebanyak 126 responden yang terdiri dari 63 kasus dan 63 kontrol.Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple random sampling yang bertujuan agar sampel yang di ambil dapat mewakili semua responden yang ada di desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.ANALISIS DATA

    Dilakukan untuk mengetahui frekuensi distribusi masing-masing variabel yang diteliti baik variabel bebas maupun variabel terikat dengan menggunakan komputer, untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) melalui tabulasi silang dengan menggunakan dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan 0,05.

    Air Bersih dengan Kejadian DiareTabel 1

    Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare Di Desa Mpanau Kabupaten Sigi Tahun 2013

    Kejadian DiareTotal OR Tidak

    Menderita n % n %

    20.19(7,938-51,736)

    8 12.7 55 43.7

    55 87.3 71 56.3

    63 100 126 100

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    137

    Tabel 1 menunjukan sebanyak 47 (74.6 %) responden yang penyediaan airnya tidak Bersih menderita Diare, sedangkan responden yang penyediaan airnya bersih sebanyak 57 (87.3%) tidak menderita Diare.Berdasarkan hasil

    perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 20.19 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah penyediaan air yang tidak bersih merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    b. Hubungan Tempat Pembuangan Tinja dengan Kejadian Diare.

    Tabel 2Hubungan Tempat Pembuangan Tinja dengan KejadianDiare

    Di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi Tahun 2013

    Sumber: Data primer,2013

    Tabel 2 menunjukan sebanyak 44 (69.8 %) responden yang tempat pembuangan tinjanya tidak baik menderita Diare. Sedangkan responden yang tempat pembuangan tinjanya baik sebanyak 49 (78.8%) tidak Menderita Diare.

    Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 8.105 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan tinja yang tidak baik merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    Tempat Pembuangan Tinja

    Kejadian Diare

    Total ORMenderita

    Tidak Menderita

    n % n % n %

    8.105(3,637-18,064)

    Tidak Baik 44 69.8 14 22.2 58 46.0

    Baik 19 30.2 49 78.8 68 54.0

    Total 63 100 63 100 126 100

    140

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    138

    c. Hubungan Pembuangan Sampah dengan Kejadian DiareTabel 3

    Hubungan Tempat Pembuangan Sampah dengan KejadianDiare Di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru

    Kabupaten Sigi Tahun 2013

    Pembuangan Sampah

    Kejadian DiareTotal OR

    MenderitaTidak

    Menderita n % n % n %

    3.172(1,506-6,682)

    Tidak memenuhi syarat

    46 73,0 29 46,0 75 59,5

    Memenuhi syarat

    17 27,0 34 54,0 51 40,5

    Total 63 100 63 100 126 100 Sumber : Data Primer, 2013

    Tabel 5.11 menunjukan sebanyak 46 (73,0 %) responden yang tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat menderita Penyakit Diare. Sedangkan responden yang kondisi tempat pembuangan sampahnya memenuhi syarat sebanyak 34 (54,0 %) tidak Menderita Penyaki Diare.

    Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 3.172 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    PEMBAHASAN1. Hubungan Penyediaan Air Bersih

    Dengan Kejadian Diare. Hasil penelitian yang

    dilakukan di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru diperoleh data bahwa 63 responden yang menderita Diare sebanyak 47 responden (74.6%) penyediaan airnya tidak bersih dan 16 responden (25.4%) penyediaan airnya bersih. Sedangkan 63 responden yang tidak menderita Diare, Sebanyak 8 responden (12.7%) penyediaan airnya tidak bersih dan 55 responden (87.3%)

    penyediaan airnya bersih. Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 20.19 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah penyediaan air yang tidak bersih merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    Menurut peneliti penyediaan air bersih merupakan faktor resiko kejadian Diare karena air merupakan kebutuhan sehari-hari dan apabila masyarakat tidak menyediakan air bersih untuk keperluannya maka dpat menyebebkan Diare. Karena air yang tidak bersih mengandung kuman penyakit dan zat-zat yang berbahaya salah satunya yang dapat menyebabkan diare.

    Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa penelitian ini sejalan dengan pendapat Sutomo (2002) yang menyatakan bahwa sumber air minum yang dikonsumsi di rumah-rumah pada daerah pedesaan dan responden yang menggunakan air bersih memiliki kecenderungan lebih kecil menderita penyakit diare. Sebaliknya responden yang tidak menggunakan air bersih memiliki kecenderungan menderita penyakit diare.

    141

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    138

    Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Irianto (2004) yang menyimpulkan bahwa penyediaan air berhubungan dengan kejadian diare pada balita dan merupakan faktor risiko kejadian diare dan sebanyak 87,5% menggunakan sumber air minum yang tidak terlindung.

    Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kumaninfeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapatditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yangtercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makananyang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).

    Hasil penelitian lain yang serupa adalah Zubir (2006) penelitian mengenai faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan jenis sumber air minum. Tabel 5.9 menunjukan bahwa kejadian Diare ternyata dialami pula oleh 25.4% responden meski penyedian airnya bersih. Sedangkan 12.7 % responden tidak mengalami kejadian Diare padahal penyediaan airnya bersih. Menurut Irianto (2000) Ada 6 faktor utama yang meningkatkan risiko diare yang menetap atau resisten, yakni:1. Usia: risiko terkena diare persisten,

    terutama setelah suatu episode diare akut, lebih tinggi pada bayi-bayi yang usianya kurang dari setahun.

    2. Nutrisi buruk: malnutrisi meningkatkan lamanya diare dan risiko diare persisten

    3. Mekanisme kekebalan alami: anak-anak yang memiliki mekanisme kekebalan tubuh yang buruk, entah karena malnutrisi, penyakit atau

    factor-faktor lainnya, mermiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena diare persisten

    4. Infeksi sebelumnya: risiko terkena diare persisten meningkat 3- 4 kali selama bulan-bulan setelah episode diare akut. Banyak bayi terkena diare persisten setelah terkena infeksi campak.

    5. Susu hewan: anak-anak yang minum susu hewan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena diare persisten. Hal ini dapat disebabkan oleh:a) Susu hewan yang

    terkontaminasi bakteripenyebab penyakit

    b) Kerusakan dinding usus oleh protein yanga ada dalam susu hewan

    c) Intoleransi terhadap laktosa, yakni suatu protein yang ada dalam susu.

    d) Beberapa mekanisme yang belum diketahui

    6. Bakteri yang menyebabkan penyakit: kurang dari 50% anak-anak dengan diare persisten mengalami infeksi bakteri penyebab penyakit. Dari beberapa bakteri penyebab diare persisten, Escherichia Coli, shigella, cryptosporidium lebih umum.

    2. Hubungan kondisi tempat pembuangan tinja Dengan Kejadian Diare.

    Hasil penelItian yang dilakukan di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru diperoleh data bahwa 63 responden yang menderita Diare sebanyak 44 responden (69.8%) tempat pembungan tinjanya tidak baik dan 19 responden (30.2%) tempat pembungan tinjanya baik. Sedangkan 63 responden yang tidak menderita Diare, Sebanyak 14 responden (22.2%) tempat pembungan tinjanya tidak baik dan 49 responden (77.8%) tempat pembungan tinjanya

    142

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    139

    baik. Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 8.105 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan tinja yang tidak baik merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    Menurut peneliti tempat pembungan tinja merupakan faktor resiko merupakan faktor resiko kejadian Diare karena apabila kondisi tempat pembungan tinjanya tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan. Dan apabila ada vektor seperti lalat hinggap di tempat tersebut dan kemudian hinggap lagi ke sumber makanan yang akan di komsumsi, maka dapat menyebabkan Diare. Dengan belum memiliki jamban sendiri, dapat menyebabkan timbulnya kejadian diare karena kotoran tinja yang tidak terkubur rapat akan mengundang lalat maupun tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan.

    Penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan berkembang biak.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahadi (2005) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare di Desa Panganjaran Kabupaten Kudus,yaitu sebanyak 68,7% penduduk telah memiliki jamban keluarga. Kejadian diare pada balita ini disebabkan karena sebanyak 22,1% tinja manusia dibuang di kebun atau pekarangan rumah.

    Penelitian lain yaitu Zubir (2006) menyimpulkan bahwa selain sumber air

    minum tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang penting dalam mempengaruhi kejadian diare. Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapat mencemari lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air. Dari lingkungan yang tercemar tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat, tidak mencuci tangan dengan sempurna setelah bekerja atau bermain di tanah (anak-anak), melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wibowo (2004) disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan tempat pembuangan tinja.

    Tabel 5.10 menunjukan bahwa kejadian Diare ternyata dialami pula oleh 30.2% responden meski tempat pembungan tinjanya baik. Sedangkan 22.2% responden tidak mengalami kejadian Diare tempat pembungan tinjanya tidak baik. Seperti yang sudah di jelaskan di atas, menurut Subagyo (2008), ada dua faktor yang dominan yang menyebabkan Diare yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare .

    Faktor Gizi menyebabkan gizi kurang dan memperberat Diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut..Faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak

    143

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    140

    mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.Faktor Makanan/minuman yang dikonsumsiKontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan (Soebagyo, 2008)3. Hubungan Tempat pembungan

    sampah Dengan Kejadian Diare.Hasil penelitian yang dilakukan di

    Desa Mpanau Kecamatan Biromaru diperoleh data bahwa 63 responden yang menderita Diare sebanyak 46 responden (73,0%) tempat pembungan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan 17 responden (27,0%) tempat pembuangan sampahnya memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan 63 responden yang tidak menderita Diare, Sebanyak 29 responden (46,0%) tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan 34 responden (54,0%) tempat pembungan sampahnya memenuhi syarat kesehatan . Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 3.172 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan memang merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    Menurut peneliti terdapatnya hubungan antara tempat pembungan sampah dengan kejadian Diare karena apabila kondisi tempat pembungan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan dan manjadi tempat berkembangbiaknya kuman penyakit. Apabila ada vektor seperti lalat hinggap di tempat tersebut dan kemudian hinggap lagi ke sumber

    makanan yang akan di komsumsi, maka dapat menyebabkan Diare.

    . Penelitian ini sejalan dengan pendapat Apriadji (2002), Tempat pembungan sampah yang baik adalah yang mudah dibersihkan, kuat dan awet, tertutup dan ditempatkan jauh dari penmukiman. Karena kondisi Tempat pembungan sampah yang buruk akan mendukung penyebaran penyakit lewat vector penyakit. Hasil penelitiannya menunjukkan Tempat pebungan sampah dengan Kondisi sedang banyak terjadi kejadian diare. Hal ini terbukti dengan hasil analisis yang menunjukkan hubungan antara kondisi Tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare.

    Tempat pembungan sampah tidak selalu berupa bak khusus yang terbuat dari batu bata dan semen, karena tidak semua pemukiman dapat menyediakannya (Apriadji, 2002). Tempat pembungan sampah dapat disediakan dalam bentuk bin /tong sampah atau dibuat sendiri oleh masyarakat berupa lubang galian dengan desain/konstruksi sederhana. Yang terpenting diupayakan adalah agar lokasi Tempat pembungan sampah agak jauh dari lokasi rumah dan tertutup sehingga tidak menjadi sarang perindukan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, dll serta menimbulkan aroma yang tidak sedap. Juga pemandangan yang terjadi menjadi buruk dan tidak estetis.

    Tabel 5.11 menunjukan bahwa kejadian Diare ternyata dialami pula oleh 27.0% responden meski tempat pembungan sampahnya memenuhi syarat. Sedangkan 46.0 % responden tidak mengalami kejadian Diare padahal tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan. Keadaan perumahan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan higienedan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari

    144

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    141

    ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003).

    Pembungan Air limbah juga merupakan faktor yang juga menentukan sanitasi lingkungan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003)KESIMPULAN1. Penyediaan air yang tidak bersih

    merupakan faktor resiko kejadian penyakit Diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    2. Tempat pembuangan tinja yang tidak baik merupakan faktor resiko kejadian penyakit Diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    3. Tempat Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko kejadian penyakit Diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    SARANProgram dalam upaya

    pencegahan penyakit Diare harus dilakukan dan lebih di tingkatkan dengan metode-metode penyuluhan yang lebih mudah di pahami masyarakat. Kemudian melakukan kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Kelurahan Mpanau agar masyarakat aktif dalam upaya

    pencegahan penyakit Diare. Diharapkan juga bagi Dinas kesehatan Kabupaten Sigi untuk melakukan kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam upaya pencegahan penyakit Diare. DAFTAR PUSTAKAAdisasmito. 2007. Faktor Resiko Pada

    Bayi Dan Balita Di Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta.Apriadji.W.H, (2002). MemprosesSampah. Penebar Swadaya. Jakarta

    Andrianto. R. 2008. Penanganan Dan Pengelolahan Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta.Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Kainisus. Yogyakarta

    Darmasetiawan. 2004. Daur Ulang Sampah dan Pembuntan Kompos. Ekamitra Engineering. Jakarta.Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta.Dirjen PPM dan PL .2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta

    Dinkes Provinsi Sulawasi Tengah. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011. Palu.

    Hendarwanto. 2006. Diare Akut Karena Infeksi . Pusat Informasi Dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

    Irianto J. 2000. Prediksi Keparahan Diare Menurut faktor-faktor yang berpengaruh pada anak balita di Indonesia. Center for research and development of health ecology. http : // digilib.3w Litbang. Depkes. Go. Id ( diakses 17 juli 2013)

    Kolopaking. M. S. 2002. Penatalaksaan Muntah Dan Diare Akut . Rineka Cipta. Jakarta.

    145

  • Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146 Artikel VII

    142

    Notoatmojo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.Noerlandra. 2006. Kejadian Diare Dan Lingkungan Keluarga. Garmedia. Jakarta

    Puskesmas Biromaru. 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Biromaru Tahun 2012. Sigi.

    Ratnawati. 2009. Factor-Faktor Perilaku Pemyebab Diare. Peneliti Skripsi UNS. Surakarta.Rahadi. E. B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di DesaPeganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. UMS. http : // etd. library. ums.ac.id. Diakses, 15 Juli 2013

    Sander . M. A. 2005. Hubungan Factor Sosio Budaya Dengan Kejadian Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika.

    Setyorogo. S. 2002. Dalam Pemberantasan Peranan Air Ber sih Dan Sanitasi Penyakit Menular. Sanitasi Vol. Ii No. 2. Ylki. Jakarta.

    Sakung. J. 2011. Panduan Penulisan Dan Penilaian Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Universitas Muhammadiyah. Palu

    Soemirat. J.2002.Kesehatan Lingkungan . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.Soemirat. J. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Gajah Mada University. PressYogyakarta.

    Soebagyo. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.

    Zubir. ( 2006). Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Diakses. www. Jurnal kesmas.org/ . Diakses 15 Juli 2013

    Widjaja. M. 2002. Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita. Kawan Pustaka. Jakarta.

    Widoyono. 2008. Epidemiologi Penularan Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Tropis. Erlangga. Jakarta.

    Wibowo (2004). Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita Kedokteran Masyarakat. Http: // last3arthtree. files. wordpress. com Diakses, 15 Juli 2013

    146

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI DESA MPANAU KECAMATAN BIROMARU KABUPATEN SIGI

    1) Ulfawarni Derek, 2)Sudirman

    1)Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi

    2)Bagian AKK FKM Unismuh Palu

    ABSTRAK

    Diare adalah suatu penyakit tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsisten dari tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 kali atau lebih dari 1 kali). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diare.

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei Analitik dengan desain kasus kontrol (Case Control Study). Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang pernah menderita Diare di Desa Mpanau. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang pernah Menderita Diare dengan jumlah 63 orang dan kontrol adalah Masyarakat yang tidak menderita Diare sebanyak 63 orang, sehingga total keseluruhan responden 126 orang.

    Hasil penelitian didapatkan nilai Odd Ratio dengan confidence interval 95% = 20,195 (7,938-51,376),penyediaan air bersih merupakan faktor resiko kejadian Diare, nilai Odd Ratio = 8,105 (3,637-8,069) pembungan tinja merupakan faktor resiko kejadian Diare dan nilai Odd Ratio 3,172 (1,506-6,682) tempat pembungan sampah merupakan factor resiko kejadian Diare.

    Diharapkan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Biromaru, Program dalam upaya pencegahan penyakit Diare harus terus dilakukan dan lebih di tingkatkan dengan metode-metode penyuluhan yang lebih mudah di pahami masyarakat. Kemudian Mengalang kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Kelurahan Mpanau dengan harapan akan mudah mengerakan masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit Diare.

    Daftar Pustaka: ( 2000 : 2012 )

    Kata Kunci: Diare, penyediaan Air Bersih, Tempat Pembungan Tinja, Pembungan Sampah.

    Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal 137-146Artikel VII

    142

    PENDAHULUAN

    Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Adisasmito, 2007).

    Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (Adisasmito, 2007).

    Kebijakan pemerintah dalam memberantas penyakit diare antara lain bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB). Departemen Kesehatan Repuplik Indonesia melalui keputusan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan dan pemantauan program pemberantasan diare dengan tujuan khusus menurunkan angka kematian pada semua umur dari 54 per 100.000 penduduk menjadi 28 per 100.000 penduduk, menurunkan angka kematian balita akibat diare dari 2,5 per 1000 balita menjadi 1,25 per 1000 balita, dan menurunkan angka fatalitas kasus Case Fatality Rate (CFR) diare pada KLB dari 1-3,8 % menjadi 1,5 % (Depkes R.I., 2000).

    Faktor yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh kita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Noerlandra, 2006).

    Faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005).

    Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).

    Pada tahun 2011 jumlah penderita diare di Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 59.468 penderita, sedangkan untuk Kabupaten Sigi jumlah kasus sebanyak 7,126 Penderita (Dinkes Propinsi Sulawesi Tengah, 2011).

    Jumlah kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Biromaru untuk tahun 2010 tercatat 1211 kasus dan pada tahun 2011 sebanyak 1.322 kasus. Dari 18 Desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Biromaru jumlah penderita Diare terbanyak di Desa Mpanau (Puskesmas Biromaru, 2011).

    Desa Mpanau merupakan salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi dengan jumlah penduduk 9.462 jiwa dan 2.327 KK. Jumlah penderita diare di Desa Mpanau pada tahun 2010 sebanyak 1211 kasus dan tahun 2011 sebanyak 1322 (Program Diare PKM Biromaru, 2011).

    Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare adalah kontaminasi oleh kuman melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan penderita, sedangkan faktor-faktor lainnya meliputi faktor lingkungan dan kebiasaan hidup yang tidak sehat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    BAHAN DAN METODE

    Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain case control study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Pada desain penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap kasus (yang terkena penyakit), kemudian identifikasi dilanjutkan secara retrospektif untuk mengetahui adanya faktor faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian kasus. Sebagai kontrol dalam penelitian ini dipilih responden yang berasal dari populasi yang tidak memiliki kasus yang karakteristiknya hampir sama / serupa dengan kasus

    POPULASI DAN SAMPEL

    1.Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua kasus / penderita Diare tahun 2012 sebanyak 168 orang

    2.Sampel

    Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian. Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini digunakan rumus Slovin

    Keterangan :

    n=Besar sampel

    N=Besar populasi

    d2=Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)

    Sehingga jumlah sampel keseluruhan sebanyak 126 responden yang terdiri dari 63 kasus dan 63 kontrol.

    Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple random sampling yang bertujuan agar sampel yang di ambil dapat mewakili semua responden yang ada di desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    ANALISIS DATA

    Dilakukan untuk mengetahui frekuensi distribusi masing-masing variabel yang diteliti baik variabel bebas maupun variabel terikat dengan menggunakan komputer, untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) melalui tabulasi silang dengan menggunakan dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan 0,05.

    HASIL

    a. Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare

    Tabel 1

    Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare Di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi Tahun 2013

    Penyediaan Air Bersih

    Kejadian Diare

    Total

    OR

    Menderita

    Tidak Menderita

    n

    %

    n

    %

    n

    %

    20.19

    (7,938-51,736)

    Tidak Bersih

    47

    74.6

    8

    12.7

    55

    43.7

    Bersih

    16

    25.4

    55

    87.3

    71

    56.3

    Total

    63

    100

    63

    100

    126

    100

    Sumber : Data primer,2013

    Tabel 1 menunjukan sebanyak 47 (74.6 %) responden yang penyediaan airnya tidak Bersih menderita Diare, sedangkan responden yang penyediaan airnya bersih sebanyak 57 (87.3%) tidak menderita Diare.Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 20.19 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah penyediaan air yang tidak bersih merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    b. Hubungan Tempat Pembuangan Tinja dengan Kejadian Diare.

    Tabel 2

    Hubungan Tempat Pembuangan Tinja dengan KejadianDiare

    Di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru

    Kabupaten Sigi Tahun 2013

    Tempat Pembuangan Tinja

    Kejadian Diare

    Total

    OR

    Menderita

    Tidak Menderita

    n

    %

    n

    %

    n

    %

    8.105

    (3,637-18,064)

    Tidak Baik

    44

    69.8

    14

    22.2

    58

    46.0

    Baik

    19

    30.2

    49

    78.8

    68

    54.0

    Total

    63

    100

    63

    100

    126

    100

    Sumber: Data primer,2013

    Tabel 2 menunjukan sebanyak 44 (69.8 %) responden yang tempat pembuangan tinjanya tidak baik menderita Diare. Sedangkan responden yang tempat pembuangan tinjanya baik sebanyak 49 (78.8%) tidak Menderita Diare.

    Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 8.105 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan tinja yang tidak baik merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    c.

    140

    d. Hubungan Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare

    Tabel 3

    Hubungan Tempat Pembuangan Sampah dengan Kejadian

    Diare Di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru

    Kabupaten Sigi Tahun 2013

    Pembuangan Sampah

    Kejadian Diare

    Total

    OR

    Menderita

    Tidak Menderita

    n

    %

    n

    %

    n

    %

    3.172

    (1,506-6,682)

    Tidak memenuhi syarat

    46

    73,0

    29

    46,0

    75

    59,5

    Memenuhi syarat

    17

    27,0

    34

    54,0

    51

    40,5

    Total

    63

    100

    63

    100

    126

    100

    Sumber : Data Primer, 2013

    Tabel 5.11 menunjukan sebanyak 46 (73,0 %) responden yang tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat menderita Penyakit Diare. Sedangkan responden yang kondisi tempat pembuangan sampahnya memenuhi syarat sebanyak 34 (54,0 %) tidak Menderita Penyaki Diare.

    Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 3.172 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    PEMBAHASAN

    1. Hubungan Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare.

    141Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru diperoleh data bahwa 63 responden yang menderita Diare sebanyak 47 responden (74.6%) penyediaan airnya tidak bersih dan 16 responden (25.4%) penyediaan airnya bersih. Sedangkan 63 responden yang tidak menderita Diare, Sebanyak 8 responden (12.7%) penyediaan airnya tidak bersih dan 55 responden (87.3%) penyediaan airnya bersih. Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 20.19 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah penyediaan air yang tidak bersih merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    Menurut peneliti penyediaan air bersih merupakan faktor resiko kejadian Diare karena air merupakan kebutuhan sehari-hari dan apabila masyarakat tidak menyediakan air bersih untuk keperluannya maka dpat menyebebkan Diare. Karena air yang tidak bersih mengandung kuman penyakit dan zat-zat yang berbahaya salah satunya yang dapat menyebabkan diare.

    Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa penelitian ini sejalan dengan pendapat Sutomo (2002) yang menyatakan bahwa sumber air minum yang dikonsumsi di rumah-rumah pada daerah pedesaan dan responden yang menggunakan air bersih memiliki kecenderungan lebih kecil menderita penyakit diare. Sebaliknya responden yang tidak menggunakan air bersih memiliki kecenderungan menderita penyakit diare.

    Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Irianto (2004) yang menyimpulkan bahwa penyediaan air berhubungan dengan kejadian diare pada balita dan merupakan faktor risiko kejadian diare dan sebanyak 87,5% menggunakan sumber air minum yang tidak terlindung.

    Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).

    Hasil penelitian lain yang serupa adalah Zubir (2006) penelitian mengenai faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan jenis sumber air minum. Tabel 5.9 menunjukan bahwa kejadian Diare ternyata dialami pula oleh 25.4% responden meski penyedian airnya bersih. Sedangkan 12.7 % responden tidak mengalami kejadian Diare padahal penyediaan airnya bersih. Menurut Irianto (2000) Ada 6 faktor utama yang meningkatkan risiko diare yang menetap atau resisten, yakni:

    1. Usia: risiko terkena diare persisten, terutama setelah suatu episode diare akut, lebih tinggi pada bayi-bayi yang usianya kurang dari setahun.

    2. Nutrisi buruk: malnutrisi meningkatkan lamanya diare dan risiko diare persisten

    3. 142Mekanisme kekebalan alami: anak-anak yang memiliki mekanisme kekebalan tubuh yang buruk, entah karena malnutrisi, penyakit atau factor-faktor lainnya, mermiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena diare persisten

    4. Infeksi sebelumnya: risiko terkena diare persisten meningkat 3- 4 kali selama bulan-bulan setelah episode diare akut. Banyak bayi terkena diare persisten setelah terkena infeksi campak.

    5. Susu hewan: anak-anak yang minum susu hewan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena diare persisten. Hal ini dapat disebabkan oleh:

    a) Susu hewan yang terkontaminasi bakteri penyebab penyakit

    b) Kerusakan dinding usus oleh protein yanga ada dalam susu hewan

    c) Intoleransi terhadap laktosa, yakni suatu protein yang ada dalam susu.

    d) Beberapa mekanisme yang belum diketahui

    6. Bakteri yang menyebabkan penyakit: kurang dari 50% anak-anak dengan diare persisten mengalami infeksi bakteri penyebab penyakit. Dari beberapa bakteri penyebab diare persisten, Escherichia Coli, shigella, cryptosporidium lebih umum.

    2. Hubungan kondisi tempat pembuangan tinja Dengan Kejadian Diare.

    Hasil penelItian yang dilakukan di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru diperoleh data bahwa 63 responden yang menderita Diare sebanyak 44 responden (69.8%) tempat pembungan tinjanya tidak baik dan 19 responden (30.2%) tempat pembungan tinjanya baik. Sedangkan 63 responden yang tidak menderita Diare, Sebanyak 14 responden (22.2%) tempat pembungan tinjanya tidak baik dan 49 responden (77.8%) tempat pembungan tinjanya baik. Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 8.105 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan tinja yang tidak baik merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    Menurut peneliti tempat pembungan tinja merupakan faktor resiko merupakan faktor resiko kejadian Diare karena apabila kondisi tempat pembungan tinjanya tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan. Dan apabila ada vektor seperti lalat hinggap di tempat tersebut dan kemudian hinggap lagi ke sumber makanan yang akan di komsumsi, maka dapat menyebabkan Diare. Dengan belum memiliki jamban sendiri, dapat menyebabkan timbulnya kejadian diare karena kotoran tinja yang tidak terkubur rapat akan mengundang lalat maupun tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan.

    Penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan berkembang biak.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahadi (2005) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare di Desa Panganjaran Kabupaten Kudus,yaitu sebanyak 68,7% penduduk telah memiliki jamban keluarga. Kejadian diare pada balita ini disebabkan karena sebanyak 22,1% tinja manusia dibuang di kebun atau pekarangan rumah.

    143 Penelitian lain yaitu Zubir (2006) menyimpulkan bahwa selain sumber air minum tempat pembuangan tinja juga merupakan sarana sanitasi yang penting dalam mempengaruhi kejadian diare. Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapat mencemari lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air. Dari lingkungan yang tercemar tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat, tidak mencuci tangan dengan sempurna setelah bekerja atau bermain di tanah (anak-anak), melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Wibowo (2004) disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan tempat pembuangan tinja.

    Tabel 5.10 menunjukan bahwa kejadian Diare ternyata dialami pula oleh 30.2% responden meski tempat pembungan tinjanya baik. Sedangkan 22.2% responden tidak mengalami kejadian Diare tempat pembungan tinjanya tidak baik. Seperti yang sudah di jelaskan di atas, menurut Subagyo (2008), ada dua faktor yang dominan yang menyebabkan Diare yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare .

    Faktor Gizi menyebabkan gizi kurang dan memperberat Diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut..Faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.Faktor Makanan/minuman yang dikonsumsi Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan (Soebagyo, 2008)

    3. Hubungan Tempat pembungan sampah Dengan Kejadian Diare.

    Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru diperoleh data bahwa 63 responden yang menderita Diare sebanyak 46 responden (73,0%) tempat pembungan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan 17 responden (27,0%) tempat pembuangan sampahnya memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan 63 responden yang tidak menderita Diare, Sebanyak 29 responden (46,0%) tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan 34 responden (54,0%) tempat pembungan sampahnya memenuhi syarat kesehatan . Berdasarkan hasil perhitungan Odds Rasio (OR), nilai OR = 3.172 berarti OR hitung > 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Interpretasi nilai OR pada penelitian ini adalah tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan memang merupakan faktor resiko terjadinya Diare.

    144Menurut peneliti terdapatnya hubungan antara tempat pembungan sampah dengan kejadian Diare karena apabila kondisi tempat pembungan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mencemari lingkungan dan manjadi tempat berkembangbiaknya kuman penyakit. Apabila ada vektor seperti lalat hinggap di tempat tersebut dan kemudian hinggap lagi ke sumber makanan yang akan di komsumsi, maka dapat menyebabkan Diare.

    . Penelitian ini sejalan dengan pendapat Apriadji (2002), Tempat pembungan sampah yang baik adalah yang mudah dibersihkan, kuat dan awet, tertutup dan ditempatkan jauh dari penmukiman. Karena kondisi Tempat pembungan sampah yang buruk akan mendukung penyebaran penyakit lewat vector penyakit. Hasil penelitiannya menunjukkan Tempat pebungan sampah dengan Kondisi sedang banyak terjadi kejadian diare. Hal ini terbukti dengan hasil analisis yang menunjukkan hubungan antara kondisi Tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare.

    Tempat pembungan sampah tidak selalu berupa bak khusus yang terbuat dari batu bata dan semen, karena tidak semua pemukiman dapat menyediakannya (Apriadji, 2002). Tempat pembungan sampah dapat disediakan dalam bentuk bin /tong sampah atau dibuat sendiri oleh masyarakat berupa lubang galian dengan desain/konstruksi sederhana. Yang terpenting diupayakan adalah agar lokasi Tempat pembungan sampah agak jauh dari lokasi rumah dan tertutup sehingga tidak menjadi sarang perindukan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, dll serta menimbulkan aroma yang tidak sedap. Juga pemandangan yang terjadi menjadi buruk dan tidak estetis.

    Tabel 5.11 menunjukan bahwa kejadian Diare ternyata dialami pula oleh 27.0% responden meski tempat pembungan sampahnya memenuhi syarat. Sedangkan 46.0 % responden tidak mengalami kejadian Diare padahal tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan. Keadaan perumahan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003).

    Pembungan Air limbah juga merupakan faktor yang juga menentukan sanitasi lingkungan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003)

    KESIMPULAN

    1. Penyediaan air yang tidak bersih merupakan faktor resiko kejadian penyakit Diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    2. Tempat pembuangan tinja yang tidak baik merupakan faktor resiko kejadian penyakit Diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    3. Tempat Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko kejadian penyakit Diare di Desa Mpanau Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi.

    SARAN

    145Program dalam upaya pencegahan penyakit Diare harus dilakukan dan lebih di tingkatkan dengan metode-metode penyuluhan yang lebih mudah di pahami masyarakat. Kemudian melakukan kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Kelurahan Mpanau agar masyarakat aktif dalam upaya pencegahan penyakit Diare. Diharapkan juga bagi Dinas kesehatan Kabupaten Sigi untuk melakukan kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam upaya pencegahan penyakit Diare.

    DAFTAR PUSTAKA

    Adisasmito. 2007. Faktor Resiko Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta.

    Apriadji.W.H, (2002). MemprosesSampah. Penebar Swadaya. Jakarta

    Andrianto. R. 2008. Penanganan Dan Pengelolahan Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Kainisus. Yogyakarta

    Darmasetiawan. 2004. Daur Ulang Sampah dan Pembuntan Kompos. Ekamitra Engineering. Jakarta.

    Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta.

    Dirjen PPM dan PL .2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta

    Dinkes Provinsi Sulawasi Tengah. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011. Palu.

    Hendarwanto. 2006. Diare Akut Karena Infeksi . Pusat Informasi Dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

    Irianto J. 2000. Prediksi Keparahan Diare Menurut faktor-faktor yang berpengaruh pada anak balita di Indonesia. Center for research and development of health ecology. http : // digilib.3w Litbang. Depkes. Go. Id ( diakses 17 juli 2013)

    Kolopaking. M. S. 2002. Penatalaksaan Muntah Dan Diare Akut . Rineka Cipta. Jakarta.

    Notoatmojo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

    Noerlandra. 2006. Kejadian Diare Dan Lingkungan Keluarga. Garmedia. Jakarta

    Puskesmas Biromaru. 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Biromaru Tahun 2012. Sigi.

    Ratnawati. 2009. Factor-Faktor Perilaku Pemyebab Diare. Peneliti Skripsi UNS. Surakarta.

    Rahadi. E. B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa

    Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. UMS. http : // etd. library. ums.ac.id. Diakses, 15 Juli 2013

    Sander . M. A. 2005. Hubungan Factor Sosio Budaya Dengan Kejadian Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika.

    Setyorogo. S. 2002. Dalam Pemberantasan Peranan Air Ber sih Dan Sanitasi Penyakit Menular. Sanitasi Vol. Ii No. 2. Ylki. Jakarta.

    Sakung. J. 2011. Panduan Penulisan Dan Penilaian Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah. Palu

    Soemirat. J.2002.Kesehatan Lingkungan . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

    Soemirat. J. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Gajah Mada University. Press

    Yogyakarta.

    Soebagyo. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.

    Zubir. ( 2006). Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Diakses. www. Jurnal kesmas.org/ . Diakses 15 Juli 2013

    Widjaja. M. 2002. Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita. Kawan Pustaka. Jakarta.

    Widoyono. 2008. Epidemiologi Penularan Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Tropis. Erlangga. Jakarta.

    Wibowo (2004). Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita Kedokteran Masyarakat. Http: // last3arthtree. files. wordpress. com Diakses, 15 Juli 2013

    146