6. Program Berantas Dhf

  • Upload
    yunskii

  • View
    55

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

helping

Citation preview

Program Pemberantasan DHF oleh PuskesmasDwi Nurani Diningsih

102009069

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat

[email protected]

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dangue Hemorrhagic Fever (DHF). DHF di Indonesia, pertama kali dicurigai berjangkit di Surabaya dan di Jakarta pada tahun 1968 dan kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh Indonesia. Penyakit ini juga dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sehingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum dapat diatasi sepenuhnya oleh karena sulitnya memutuskan matarantai penularan serta belum ditemukannya vaksin pencegahnya. Sekarang DHF telah menjadi penyakit epidemi di lebih dari 100 negara. Tindakan Pencegahan DBD lebih efektif dilakukan melalui perubahan perilaku masyarakat yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.1Tujuan

Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui upaya manajemen program puskesmas dalam melakukan pemberantasan DHF melalui tindakan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, serta protektif.

2. Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan, sikap, tindakan masyarakat tentang pemberantasan penyakit DHF.

3. Untuk melatih masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

4. Untuk mengetahui status kejadian DHF disuatu wilayah.

II. PEMBAHASANIstilah yang tidak diketahui:

DHF (Demam Hemorrhagic Fever/Demam Berdarah Dengue): Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 (baca: virus dengan tipe 1-4) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya.2 CFR (Case Fatality Rate/Angka Kematian Kasus): Jumlah kematian penyakit X di bagi dengan jumlah penderita penyakit X.3 Endemik: penyakit yang asli atau menyebar terbatas padapopulasi, masyarakat atau wilayah tertentu.4 Sporadik: terjadi satu demi satu; tersebar secara luas; bukan merupakan epidemic atau endemic.5

Revitalisasi: sebuah proses, cara, atau perbuatan menghidupkan dan menggiatkan kembali.5PENGERTIAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang dalam istilah asing Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anakanak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarab Dengue pada orang dewasa. Indonesia termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue. Serangan wabah umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun. Faktor lingkungan memainkan peranan bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air tergenang dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat ideal bagi penyakit tersebut. 2EPIDEMIOLOGI

Sebagai model epidemiologi penyebaran penyakit infeksi yang dibuat oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DHF juga dipengaruhi interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut:21. Faktor penjamu (target penyakit, inang), dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit DHF.

2. Faktor penyebar (vector) dan penyebab penyakit (agen), dalam hal ini adalah virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vector penyebar penyakit DHF.3. Faktor lingkungan, yakni lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak penularan pennyakit DHF.

Berbagai upaya untuk memutus mata rantai penularan penyakit DHF dapat ditempuh dengan cara memodifikasi faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Perbaikan kualitas kebersihan (sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti selaku vector penyakit DHF, serta pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita penyakit DBD adalah beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini. Namun, yang penting sekali diperhatikan adalah peningkatan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perubahan prilaku masyarakat terhadap penyakit ini, akan sangan mendukung percepatan upaya memutus mata rantai penularan penyakit DHF. Dan pada akhirnya, mampu menekan laju penularan penyakit mematikan ini di masyarakat.

Gambar 1. TriEpidemiologi

Sumber publichealth.com

Faktor Pejamu (Target penyakit, Inang)

Meskipun penyakit DHF dapat menyerang segala usia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular penyakit yang berpotensi mematikan ini. Di daerah endemic, mayoritas kasus penyakit DHF terjadi pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. 2Di Indonesia, penderita penyakit DHF terbanyak berusia 5-11 tahun. Secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita, tetapi angka kematian lebih banyak pada anak perempuan dibanding laki-laki. Anak-anak cenderung lebih rentan dibandingkan kelompok usia lain, salah satunya adalah faktor imunitas yang relative lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Selain itu, pada kasus-kasus berat, yakni DHF derajat 3 dan 4, komplikasi terberat yang kerap muncul yaitu syok, relative lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan sering kali tidak tertangani dan berakhir dengan kematian penderita. 2Faktor AgenVirus

Karakteristik virus dengue merupakan anggota family Flaviviridae. Keempat tipe virus dengue menunjukkan banyak persamaam karakteristik dengan flavivirus lain. Hal ini memungkinkan terjadinya reksi-silang pada pemeriksaan serologis antara virus dengue dan virus lain dari family flaviviridae. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan bagi dokter dalam memilih jenis pemeriksaan uji lab, berdasarkan nilai sensitivitas maupun spesifitasnya.

Virus dengue memiliki kode genetic (genom) RNA rantai tunggal, yang dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid) ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid (lemak). Genom flavivirus mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobases), dan urutan genim lengkap telah dikenal untuk mengisolasi keempat tipe virus yang masing-masing mengode nukleokapsid dan protein inti (C), protein yang berkaitan dengan membrane (M), protein pembungkus (E), dan tujuh gen protein nonstructural (NS). 2

Gambar 2. Flavivirus

Sumber www.stanford.edu

Virus dengue bersifat labil terhadap panas (termolabil). Sifat ini mesti diperhatikan ketika hendak melakukan isolasi ataupun mengultur virus. Ada empat tipe virus penyebab DHF, yaitu; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Masing-masing dari virus ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di lab. Infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya. 2VektorMorfologi nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh bewarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4cm, dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis putih keperakan. Dibagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertical dibagian kiri dan kanan yang menjadi cirri dari nyamuk spesies ini. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil daripada betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antenna nyamuk jantan. Kedua cirri ini dapat diamati dengan mata telanjang. 2Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk ini meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips bewarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman (tidak aktif, tidur). 2

Gambar 3. Siklus hidup Aedes aegyptiSumber medicastore.com

Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk deawa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam menghisap darah. 2Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegyptiNyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin, yang diperlukan untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energy dan nectar bunga ataupun tumbuhan. 2Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda bewarna hitam atau merah. Penyakit DHF/DBD kerap menyerang anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak cenderung duduk di dalam ruang kelas selama pagi hingga siang haari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. 2 Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vector, yaitu kemampuan untuk menyebarkan virus. Infeksi virus dengue dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berkali-kali menusukkan alat penusuk dan pengisap darahnya (prosboscis), tetapi tidak berhasil menghisap darah, sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, resiko penularan penyakit DHF menjadi semakin besar. 2Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuhnyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiapkali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.

Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang berkembangbiaknya. 2Selain itu, di dalam rumah juga banyak terdapat baju yang tergantung atau lipatan gorden, di tempat-tempat inilah biasanya nyamuk Aedes aegypti betina dewasa bersembunyi.

Distribusi Nyamuk Aedes aegyptiNyamuk Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropics yang banyak ditemukan antara garis lintang 350U dan 350S. distribusi nyamuk ini dibatasi oleh ketinggian, biasanya tidak dapat dijumpai pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1.000m, meski pernah ditemukan pada ketinggian 2.121m di India dan 2.200m di Kolombia.Nyamuk Aedes aegypti betina merupakan vector penyakit DHF yang paling efektif dan utama. Hal ini karena sifatnya yang sangat senang tinggal berdekatan dengan manusia dan lebih senang menghisap darah manusia, bukan darah hewan (antropofilik). Selain Aedes aegypti, ada pula nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris yang dapat berperan sebagai vector DHF, tetapi kurang efektif. 2Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di daerah perkotaan lebih intensif dari pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi didaerah perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan sehingga memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes Aegypti) menyebarkan virus dengue dari satu orang keorang lain yang ada disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti biasanyatidak lebih dari 100 meter). Selain itu mobilitas penduduk dikota pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Jumlah Dati II yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue dari tahun ke tahun meningkat. Dalam tahun 1992 hanya ada 187 Dati II terjangkit, dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 211 Dati ll. Masih terus meningkatnya jumlah Dati II yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue salah satu penyebabnya karena masih kurangnya upaya penggerakkan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang nyamuk penular penyakit Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), di berbagai daerah. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) Hasil Pemantauan Jentik Berkala (pm) di seluruh Propinsi dalam 6 tahun terakhir (1991-1996) berkisar 78,6-83,69. Angka ini masih jauh lebih rendah dari 95% yaitu angka yang diharapkan untuk dapat membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue. ABJ yang dicapai di beberapa daerah, sifatnya sangat dinamis, selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung dari upaya penggerakkan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuknya (PSN DBD). Hal ini tampak dari data lampiran 2, dimana ratarata ABJ meningkat dari tahun 1991 s/d 1994, namun kemudian menurun kembali mulai tahun 1995 dan 1996.

Faktor Lingkungan

Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah. Vector penyakit DHF ini diketahui banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainya. 2Jumlah penderita DHF umumnya meningkat pada awal musim hujan, yaitu antara September hingga Februari, di mana banyak terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng bekas, ban bekas, maupun benda-benda lain yang mampu menampung sisa air hujan. Di daerah urban penduduk padat, puncak penderita penyakit DHF adalah bulan Juni atau Juli, bertepatan dengan awal musim kemarau. 2Karena itu, kesadaran masyarakat untuk membersihkan lingkungan, mengubur sisa-sisa barang bekas serta menutup tempat-tempat penampungan air bersih, menjadi salah satu upaya efektif dalam menekan laju penularan penyakit DHF.MANAJEMEN PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT DBD

Setiap puskesmas dengan penuh tanggung jawab harus melaksanakan pencatatan pelaporan sesuai dengan system yang berlaku dengan bimbingan petugas tingkat kabupaten, melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam alternative tindakan berdasarkan hasil pemantauan. (Depkes RI, 1998). 6Fungsi dari manajemen puskesmas

a. Planning

Planning adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi, sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Tanpa ada fungsi perencanaan tidak akan ada kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui proses perencanaan akan ditetapkan tugas-tugas pokok staf, dan dengan tugas-tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman superfisi, dan menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf untuk menjalankan tugas-tugasnya. Ada perencanaan tertulis mengenai:

Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD yang datang ke puskesmas

Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.

Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok

Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik

Surveilans vector: melalui Pengamatan Jentik Berkala

Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan Fogging focus

Pencatatan dan Pelaporanb. Organizing

Adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Atas dasar pengertian tersebut, fungsi pengorganisasian juga meliputi proses mengintegrasikan semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh sebuah organisasi atau mengatur sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi. Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari: 6a. Unsur pimpinan : Kepala Puskesmasb.b. Unsur pembantu pimpinan : Urusan Tata Usahac. Unsur Pelaksana.Unit yang terdiri dari tenaga/pegawai dalam jabatan fungsional. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas daerah masing-masing. Unit-unit terdiri dari:Unit I, Unit II, Unit III, Unit IV, Unit V, Unit VI, Unit VII.

Kepala Puskesmas, mempunyai tugas memimpin, mengawasi dan mengkoordinasikegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional. Kepala Urusan Tata Usaha, mempunyai tugas di bidang kepegawaian, keuangan,perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan. Unit I.mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencanadan perbaikan gizi. Unit II,mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit,khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium sederhana. Unit III,mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan mulut, kesehatan tenaga kerjadan manula. Unit IV,mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat, kesehatansekolah dan olah raga, kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya. Unit V,mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatanmasyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat. Unit VI,mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengobatan rawat jalan dan rawat nginap. Unit VII,mempunyai tugas melaksanakan kefarmasian. 6c. Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating)

Adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan dukungan sumber daya yang tersedia. Kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu suksesnya manager dalam melaksanankan fungsi manajemen ini. Dalam hal ini inti pokok manajemen adalah bagaimana seorang manager mampu mengembangkan kebijakan dan strategi kepemimpinannya untuk mecapai motivasi kerja staf. 6 Penemuan penderita tersangka DBD Kasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas Rujukan penderita DBD Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per tahun) Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per tahun) Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan Fogging focus Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabahd. Controlling/ Monitoring

Adalah proses untuk mengamati secara terus-menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan. Fungsi manajemen ini memerlukan perumusan standar kinerja staf (standar performance sesuai dengan prosedur tetap). Standar digunakan manager untuk menilai hasil kegiatan staf atau unit (kelompok) kerja. Jika ditemukan penyimpangan, fungsi pengawasan managerial harus mampu melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang telah terjadi. 6 Penilaian OperasionalPenilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase (coverage) pemberatasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengasapan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan. Penilaian Epidemiologi:Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD. Penilaian epidomiologis dilakukan dengan membandingkan data kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut digambarkan dalam grafik per mingguan, 4 mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.Dalam penanggulangan DBD, menurut WHO, suatu panitia pengorganisasian atau pengkoordinasian harus dibuat dan harus terdiri atas administrator, ahli epidemiologi, praktisi, ahli entomologi, dan pekerja dari laboratorium virus. Tanggung jawab dari panitia yang dibuat ini biasanya ditetapkan surat keputusan menteri kesehatan. Panitia tersebut harus:

Menyusun dan mendistribusikan protokol untuk diagnosis klinis dan pengobatan DBD/DSS.

Menyiapkan dan menyebarkan DBD/DSS untuk petugas perawatan kesehatan, masyarakat, dan media massa.

Merencanakan dan menerapkan program pelatihan untuk petugas perawatan kesehatan dan pembantunya (misalnya staf rumah sakit, peserta didik kedokteran, perawat, teknisi laboratorium).

Mengkaji kebutuhan terhadap cairan intravena, obat-obatan, produk darah, peralatan perawatan intensif, materi penyuluhan dan peralatan untuk memindahkan pasien.

Mengawasi penggunaan suplai dan hasil program perawatan klinis (setiap hari bila perlu).

Mengkoordinasikan penelitian klinis tentang DBD/DSS selama wabah.Hasil dari penerapan tindakan diatas, maka suatu program pemberantasan dan penanggulangan dapat dibuat untuk selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi kesehatan yang berurusan langsung dengan masyarakat, di Indonesia dikenal sebagai PUSKESMAS. 6Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991). Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 6Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif. Manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan (untuk mencapai tujuan dan sasaran), pelaksanaan, pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan diatas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan (Depkes RI, 2006). 6Bentuk manajemen program oleh PUSKESMAS dalam menanggulangi Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut: 61. Tujuan :a. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD.

b. Mencegah dan menanggulangi KLB.

c. Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

2. Sasaran :

Sasaran nasional (2000)a. Morbiditas di kecamatan endemik DBD < 2 per 10.000 penduduk.

b. CFR 800 KDa) tentunya akan memberikan efek hipertonis dalam cairan darah. Konsentrasi salah satu jenis koloid, Dekstran (550 Kda) juga masih terlalu tinggi untuk infus pasien DBD. Yang ideal adalah cairan yang isotonis dan isoosmotik dengan cairan tubuh, yakni konsentrasi sekitar 100-300 KDa. Perlu hati-hati pula dengan pemberian koloid yang terlalu banyak. Karena bisa menyebabkan volume vaskularoverloadsehingga beban jantung meningkat yang berakibat decompensatio cordis (payah jantung). 9Setelah 24 jam pasca syok cairan tetap diberikan sebanyak 10 ml/kg bb. Bila tanda vital baik, volume cairan dapat diturunkan menjadi 7 ml/kg bb, selanjutnya 5 ml, dan 3 ml. Jumlah urine > dari 2 ml kg bb/ jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi telah membaik. Jika syok belum teratasi juga, oksigen layak untuk diberikan. Analisis gas darah diperlukan untuk koreksi kedaan asidosis metabolik dan elektrolit. Bila terdapat gangguan koagulopati (Disseminated Intravascular Coagulation) perlu diberikan terapi plasma segar beku dan suspensi trombosit untuk mencegah perdarahan lebih hebat lagi. 9Setelah hemodinanik stabil, pasien diterapi rumatan (maintenance) dengan infus kristalloid dosis rumatan (3 ml/kg/jam). Setelah itu lanjutkan dengan dekstrosa agar tidak terjadi ketosis. Pemberian nutrisi anti radikal bebas yang biasa kita sebut antioksidan dirasa sangat perlu. Bisa terdiri dari makanan yang mengandung vitamin C, vitamin E, -Karoten dan Selenium.

Penderita penyakit DBD yang baru sembuh, memerlukan langkah rehabilitatif berupa pemulihan kondisi fisik melalui makanan bergizi, vitamin dan istirahat cukup untuk mencapai kembali kebugaran jasmani. 9TINDAKAN PROTEKTIFPenyakit DBD sampai saat ini belum ada obat dan vaksinnya, untuk itu yang bisa dilakukan adalah melakukan tindakan protektif dengan mencegah dan membatasi penyebarap penyakit DBD melalui upaya memutuskan rantai penularan. Tindakan protektif dipengaruhi oleh prilaku dan kebiasaan masyarakat. 101. Prilaku Masyarakat

Adalah reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Atau dapat pula diartikan suatu tindakan yang dilatarbelajangi oleh pengetahuan, sikap dan praktek.

a. Pengetahuan

Merupakan hasil daru tahu, kemudian meningkat menjadi memahami, mengaplikasi, menganalisis, dan mensistesis serta mengevaluasi dari obyek yang diterima oleh panca indera. Indicator untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi: 10 pengetahuan tentang sakit (penyebab, gejala, cara pengobatan, cara penularan, cara pencegahan DBD)

pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan

pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (cara pembuangan sampah yang sehat)Salah satu pengetahuan adalah tentang penanaman tanaman antinyamuk seperti cayuputih, sereh,jahe, lengkuas, kemangi, kencur, jeruk purut, lavender. Pengetahuan mengenai pemeliharaan ikan cupang, cere kepala timah dapat pula dilakukan untuk pemberantasan biologic. 10b. Sikap

Merupakan penilaian dari reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Indicator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesadaran seperti diatas: 10 sikap tentang sakit (penyebab, gejala, cara pengobatan, cara penularan, cara pencegahan DBD)

sikap tentang cara pemeliharaan kesehatan

sikap tentang kesehatan lingkungan (cara pembuangan sampah yang sehat)

c. Praktik./Tindakan

Merupakan proses lanjutan yang diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapi. Indikato praktik kesehatan ini mencakup:

praktik/tindakan sehubungan dengan penyakit mencakup pencegahan dan pengobatan penyakit DBD

praktik/tindakan sehubungan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan mencakup mengkonsumsi makanan dan gizi seimbang

praktik/ tindakan sehubungan kesehatan lingkungan mencakup pembuangan sampah pada tempatnya.2. Kebiasaan Masyarakat

Berhubungan dengan penyakit DBD adalah kebiasaan tidur siang san menggantung baju. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan menggigit vector penyakit DBD yang aktif pada pagi dan siang hari serta kesenangan vector untuk beristirahat dan bersarang didalam rumah pada baju/barang yang tergantung. Untuk mengubah kebiasaan masyarakat mungkin kesulitan tetapi yang bisa dilakukan adalah memberi pemahaman tindakan protektif seperti memakai obat nyamuk bakar/elektrik/spray/repellen atau memakai kelambu saat tidur siang serta melipat baju yang bergantungan. 10PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau kekuatan (strength) kepada masyarakat, peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakat secara bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya. 11Seperti kita ketahui bersama bahwa peran serta masyarakat sangat penting dalam menanggulangi DBD. Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau

jentik (Jumantik). Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat

agar dapat secara mandiri dan sadar untuk selalu peduli dan membersihkan sarang nyamuk

dan membasmi jentik nyamuk Aedes Aegypti. Tujuan Umum rekrutmen Jumantik adalah menurunkan kepadatan (populasi) nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes Aegypti) dan jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), melalui penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus. Tugas pokok seorang Jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik serta melaporkan hasil kegiatan tersebut kepada Supervisor dan Petugas Puskesmas sehingga akan dapat dihasilkan sistem pemantauan jentik berkala yang berjalan dengan baik. Untuk itu peran Jumantik akan dapat maksimal apabila masyarakat dapat membantu kelangsungan kegiatan dengan kesadaran untuk memberikan kesempatan kepada Jumantik memantau jentik dan sarang nyamuk di rumahnya. 11Jumantik adalah petugas yang berasal dari masyarakat setempat atau petugas yang ditunjuk oleh unit kerja (pemerintah atau swasta) yang secara sukarela mau bertanggung jawab melakukan pemantauan jentik secara rutim, maksimal seminggu sekali di wilayah kerja serta melaporkan hasil kegiatan secara berkesinambungan ke kelurahan setempat. Jumantik tidak hanya terdiri dari petugas pusat kesehatan masyarakat tetapi juga dari masyarakat sekitar dan anak-anak sekolah. Memantau jentik tidaklah terlalu sulit jika kita sudah mengenal cirri-ciri jentik nyamuk Aedes aegypti. Jentik nyamuk ini memiliki cirri yang khas yaitu selalu bergerak aktif di dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah untuk mencari makanan dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong. Bentuk kepompong adalah seperti koma, gerakannya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk baru.Pemeriksaan jentik dilakukan dengan memeriksa tempat penampungan air di sekitar rumah. Jika tidak ditemukan jentik di permukaan, tunggu selama kurang lebih 1 menit karena untuk bernafas jentik akan muncul ke permukaan. Cocokkan ciri jentik dengan ciri-ciri jentikaedes aegypti. Jika sudah dipastikan jentik tersebut adalah jentikaedes aegypti, maka dilakukan abatisasidan pencatatan. 11Abatisasi yaitu memberikan abate pada tempat penampungan air di mana jentik ditemukan untuk membunuh jentik yang ada. Sedangkan pencatatan yang dilakukan meliputi tanggal pemeriksaan, kelurahan tempat dilakukan pemantauan jentik, nama dan alamat keluarga, jumlah semua penampungan air yang diperiksa, serta jumlahcontaineryang di temukan jentik. Data tersebut akan digunakan untuk menghitung angka bebas jentik. Hasil pencatatan ini dilaporkan ke Puskesmas setempat dan kemudian diserahkan ke Dinas Kesehatan.

Angka Bebas Jentik (ABJ)

Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan tingkat partisipaki masyarakat dalam mencegah DBD. Apabila angka bebas jentik suatu daerah rendah, maka kemungkinan penduduk daerah tersebut untuk terkena demam berdarah adalah lebih besar dibanding daerah lain yang angka bebas jentiknya lebih besar. ABJ yang diharapkan adalah >95%. Cara menghitung Angka Bebas Jentik (ABJ): 11

KEJADIAN LUAR BIASA DHF DI INDONESIA

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus untuk terjadinya wabah. Sementara, Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah. 12Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian relatif tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode 2-5 tahunan sedangkan angka kematian cenderung menurun. 12Pada tahun 2004 terjadi KLB DBD di Indonesia. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dalam press release tanggal 16 Februari 2004, menetapkan bahwa telah terjadi KLB di Indonesia dan ditetapkan 12 propinsi sebagai propinsi KLB, sementara itu Kalimantan Tengah dan 8 delapan propinsi lainnya ditetapkan sebagai propinsi dengan peningkatan kasus. 12Jumlah kasus KLB DBD yang dilaporkan pada tahun 1998 2009 tampak berfluktuasi. Demikian juga dengan jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari tahun 1998 2009 tampak berfluktuasi. Tampak pada tahun 1998 dan 2004 jumlah kab/kota melaporkan kejadian KLB DBD paling tinggi yaitu 104 kab/kota dan 75 kab/kota. Pada tahun tersebut juga dilaporkan jumlah kasus DBD mengalami peningkatan. Tahun 1998 kasus KLB menyumbang 58% (41.843/72.133) dari total laporan kasus DBD, sedangkan tahun 2004 kasus KLB hanya menyumbang 9,5% (7.588/79.462) dari kasus DBD. Setelah tahun 2004 AI dan kasus absolut DBD terus meningkat namun laporan kasus KLB dan jumlah kab/kota yang melaporkan KLB terus menurun. Hal ini apakah karena adanya keengganan melaporkan terjadinya KLB DBD oleh pemerintah daerah atau karena lemahnya sistem pelaporan KLB, untuk mengetahuinya perlu diteliti lebih lanjut. 12

Gambar 4. Grafik kejadian KLB DBD

Sumber www.depkes.go.id

Untuk menentukan KLB, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai klasifikasi daerah (kelurahan) endemis DBD : 12 Desa rawan I (endemis) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD

Desa rawan II (sporadic) yaitu desa yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD

Desa rawan III (potensial) yaitu dalam 3 tahun tidak ada kasus, tetapi berpenduduk padat, transportasi rawan, dan ditemukan jentik >5%

Desa bebas yaitu desa yang tidak pernah ada kasusUntuk diingat, kriteria penetapan suatu daerah sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa), sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.1501/Menkes/Per/X/2010, disebutkan bahwa timbulnya kasus yang sebelumnya tidak ada, atau tidak dikenal pada suatu daerah. Jumlah kasus dalam periode 1 bulan menunjukkan, kenaikan 2 kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata kasus perbulan tahun sebelumnya. 12Kriteria penetapan KLB Demam Berdarah Dengue:

1. Timbulnya penyakit demam berdarah dengue yang sebelumnya tidak ada di suatu daerah tingkat II2. Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih dibandingkan jumlah kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya.Dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/MENKES/SK/VIII/202 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dirumuskan indikator KLB DBD yaitu:

Angka kesakitan (morbiditas) DBD adalah jumlah kasus DBD di suatu wilayah tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk di wilayah dan kurun waktu yang sama, dikalikan 100.000 (DEPKES 2003).III. PENUTUPKesimpulan

Penyakit Demam Berdarah Dengue/Demam Hemorrhagic Fever merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh keadaan sanitasi lingkungan yang buruk. Setiap penyakit dilihat dari segi epidemiologi terdiri dari faktor host, agent, lingkungan. Dalam hal ini yang berperan menjadi host adalah manusia, sebagai agent yaitu vector melalui nyamuk. Manajemen dalam menanggulangi DBD tentunya harus berdasarkan atas POAC (Planning, Organisating, Actuating, Controlling). Menajemen tersebut tentunya dibuat oleh PUSKESMAS sebagai pelayanan kesehatan strata pertama yang memiliki program. Telah banyak diketahui upaya PUSKESMAS dalam menanggulangi penyakit DBD berupa pemberian penyuluhan, pemberdayaan masyarakat, kuratif, rehabilitative, dsb. Untuk itu, kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan peran serta masyarakat adalah sebuah kesatuan yang amat penting dalam menanggulangi DBD.DAFTAR PUSTAKA

1. Kesmas. Unsrat, 2011. Diunduh dari ejournal.unsrat.ac.id, 15 Juni 2012.

2. Fadjari TH. Apa yang dokter anda tidak katakana tentang demam berdarah. Bandung: Konsulen spesialis penyakit dalam R.S. Hasan Sadikin FK UNPAD, 2010. h. 5-99.

3. Case fatality rate. Semarang:Fakultas Kesehatan Masyarakat. Diunduh dari cmsfkm.unimus.ac.id, 15 Juni 2012.

4. Endemik. Diunduh dari kamuskesehatan.com, 15 Juni 2012.

5. Kamus saku kedokteran Dorland. Alih bahasa, Poppy Kumala[et.al]; copy editor edisi bahasa Indonesia, Dyah Nuswantari. Ed. 25. Jakarta: EGC, 2008. h. 1012.

6. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan komunitas. Jakarta : EGC, 2009. h. 22-4.

7. World Health Organization. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue : panduan lengkap/WHO; alih bahasa, Palupi Widyastuti; editor edisi bahasa Indonesia, Salmiyatun. Jakarta: EGC, 2004. h. 95-100.

8. Modul communication for behavioral impact. Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan departemen kesehatan RI, 2008. h. 67-9.

9. Nasronuddin. Penyakit musiman yang kian mewabah. Majalah Farmacia Edisi: 2006. h. 48.

10. World Health Organization. Demam berdarah dengue diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan pengendalian/WHO; alih bahasa, Palupi Widyastuti; editor edisi bahasa Indonesia, Salmiyatun. Jakarta: EGC, 2004. h. 103-7.

11. Demam berdarah dan kesehatan masyarakat. Diunduh dari www.anneahira.com, 16 Juni 2012.

12. Achmadi UF. Buletin jendela epidemiologi berbasis wilayah. Diunduh dari www.depkes.go.id, 16 Juni 2012.