49005398 BAB II Anestesi

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering adalah nyeri. Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan tubuh Untuk menjaga homeostasis, tubuh melakukan mekanisme untuk segera melakukan pemulihan pada jaringan tubuh yang mengalami perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi reaksi kimia dalam tubuh sehingga nyeri dirasakan oleh pasien. Pada proses operasi digunakan anestesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar, ia akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan. Nyeri post operasi sering menjadi masalah bagi pasien dan merupakan hal yang paling mengganggu, sehingga perlu dilakukan intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri. Salah satu bentuk intervensi tersebut adalah terapi musik. Perawat menghabiskan lebih banyak waktu bersama pasien dibandingkan dengan tenaga perawatan profesional lainnya, maka perawat mempunyai kesempatan untuk menghilangkan nyeri dan efek yang membahayakan.

Metode penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan non-farmakologis. Pendekatan farmakologis yang biasa digunakan adalah analgetik golongan opioid untuk nyeri yang hebat dan golongan non steroid untuk nyeri sedang atau ringan. Perilaku dan teknik non-farmakologi dapat digunakan bersama dengan penatalaksanaan farmakologi untuk mengurangi nyeri akut. Salah satu cara yang cocok untuk mengurangi nyeri pada anak post1

operasi secara non-farmakologis adalah distraksi. Penatalaksanaan nyeri pada anak dengan teknik disraksi merupakan salah satu cara yang cocok pada anak post operasi.

Pada anak, teknik distraksi sangat efektif digunakan untuk mengalihkan nyeri, hal ini disebabkan karena distraksi merupakan metode dalam upaya untuk mengurangi nyeri anak dan sering membuat pasien lebih menahan nyerinya. Hal ini ditegaskan kembali oleh Taylor (1997) yang mengatakan bahwa teknik distraksi ini terbukti efektif digunakan pada anak. Supaya distraksi lebih efektif perawat harus peka terhadap situasi yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Distraksi ini bisa dilakukan secara visual, auditori, taktil kinestik dan projek. Salah satu teknik distraksi adalah dengan terapi musik yang bertujuan untuk menurunkan nyeri pada anak.

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : Mengetahui bagaimana keperawatan post operatif Mengetahui berbagai komplikasi post operatif Mengetahui monitoring post operatif

2

BAB II ISI

Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola dikamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi (Recovery Room atau Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara bertahap tanpa keluhan dan ,ulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual muntah, menggigil dan kadang-kadang perdarahan. Unit perawatan pasca anestesi (UPPA) harus berada dalam satu lantai dan dekat kamar bedah, supaya kalau timbul kegawatan dan perlu segera diadakan pembedahan ulang tidak akan banyak mengalami hambatan. Selain itu karena segera setelah pembedahan dan anestesi dihentikan, pasien sebenernya masih dalam keadaan anestesi dan perlu di awasi dengan ketat seperti masih berasa di kamar bedah. Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimiter, oksimeter denyut, EKG, peralatan resusitasi jantung paru dan obatnya harus disediakan tersendiri dari kamar bedah. 2.1 Tujuan perawatan pascaoperasi Tujuan perawatan pascaoperasi untuk memulihkan kesehatan fisiologi dan psikologi antara lain;

Mempertahankan jalan nafas Mempertahankan ventilasi/oksigenasi Memepertahankan sirkulasi darah Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury

2.2 Penatalaksanaan Pasca Anastesi3

Ruang pulih pasca anestesia (RPPA), merupakan syarat mutlak, dan harus dilengkapi dengan perawat terlatih dalam jumlah cukup. Pasien sebaiknya dipindahkan ke RPPA di atas kereta yang dapat diubah posisinya (tilting trolley), dalam posisi lateral/semiprone. Oksigen diberikan melalui sungkup muka. RPPA ini penting karena keadaan pasien masih dalam keadaan anestesi dan belum stabil. Tanda-tanda vital dicatat pada saat tiba di RPPA, dan diulang dengan jangka waktu yang makin panjang, misalnya 5 menit, 10menit, 30 menit dan seterusnya sampai saat pulang. Bila keadaan pasien membaik maka dipindahkan ke ruang rawat tapi bila keadaan memburuk maka dipindahkan ke ICU (intensive care unit). 2.3 Tahap keperawatan post operatif 1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.4

Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.

Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab. Pemindahan Pasien Pertimbangkan letak insisi, perubahan vaskuler, dan pemajanan Posisi tidur tidak menyumbat drain atau selang drainage Pemindahan harus dilakukan dengan perlahan dan cermat Gown yang basah harus segera diganti dengan gown kering Gunakan selimut yang ringan Pertimbangkan perlunya pengikat di atas lutut dan siku Pertahankan keselamatan dan kenyamanan Pasang pagar pengaman di kedua sisi tempat tidur 2. Perawatan post anestesi di ruang pemulihan Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk : (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set5

pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase. Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah : Fungsi pulmonal yang tidak terganggu Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam Mual dan muntah dalam kontrol Nyeri minimal

3. Transportasi pasien ke ruang rawat Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien : a. Perencanaan Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.6

b. Sumber daya manusia (ketenagaan) Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang. c. Equipment (peralatan) Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi siap pakai. d. Prosedur Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya. Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien. e. passage (jalar lintasan) Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya. 4. Perawatan di ruang rawat Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu : a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi b. Manajemen Luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.

7

c. Mobilisasi dini. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir. d. Rehabilitasi. Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala e. .Discharge Planning. Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi. Ada 2 macam discharge planning Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi) Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail. Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy : a. Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma b. Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah disiapkan)

2.4 Ruang Perawatan Pasca Operatif 2.4.1 Recovery RoomRecovery Room Recovery room (RR) atau sering disebut juga sebagai Post-Anesthesia Care Unit (PACU) merupakan suatu tempat dimana pasien pulih kembali dari efek anesthesi pasca operasi dan pasien mendapatkan perawatan pasca operasi. Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan. Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di Recovery Room ( Ruang pulih Sadar) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami kompikasi operasi, dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan) atau bahkan dipulangkan. Ruang pemulihan hendaknya diatur agar selalu bersih, tenang, dan alat-alat yang tidak berguna disingkirkan. Suatu recovery room dapat berbentuk perorangan maupun suatu ruangan lebar yang dipartisi untuk banyak pasien. Untuk menjaga area tersebut tetap steril dan mencegah penyebaran kuman, pengunjung dari luar perlu menggunakan gaun operasi8

beserta topo, atau dapat dilarang masuk sama sekali. Pengecualian pada anak-anak, keberadaan orangtua pada masa pemulihan akan meminimalisir terjadinya trauma post operatif pada anak tersebut. Setiap area pasien dilengkapi dengan berbagai peralatan monitoring medis. Sebaliknya, semua alat yang diperlukan harus berada di RR. Sirkulasi udara harus lancar dan suhu di dalam kamar harus sejuk. Bila perlu dipasang AC. Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-bagus, perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score), barulah klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan). Syarat recovey room 1. Tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak dibuthkan. 2. Warna ruangan lembut dan menyenangkan. 3. Pencahayaan tidak langsug 4. Pafon kedap suara 5. Peraatan yang mengontrol atau menghilangkan suara (misal: karetpeindung tempat tidur supaya tidak mengeuarkan suara saat terbentur). 6. Tersedia peralatan standar: alat bantu pernafasan; oksigen; laringoskopi; set trakheostomi, peralatan bronkial; kateter; ventilator mekanik; dan peralatan suction) 7. Peralatan kebutuhan sirkulasi: pengukur tekanan darah; peralatan parenterasi; plasma sekunder; set intravena; defibrilator; kateter vena; dan torniquet. 8. Balutan bedah, narkotik, dan medikasi kedaruratan. 9. Set kateterasi dan peralatan drainase. 10. Tempat tidur pasien yang dapat diakses dengan mudah, aman dan dapat digerakkan dengan mudah. 11. Suhu ruangan berkisar antara 20-22,2 C dengan ventilasi ruangan yang baik. Content ( isi RR) Perawat Ahli anesthesia dan ahli bedah Alat pemantau dan peralatan khusus.9

Monitoring Pasca operasi di recovery room Monitoring klinis dapat dibagi menjadi pengamatan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation); suhu (temperature), dan tingkat kesadaran (conscious level) 1. Monitoring jalan nafas (airway) Dapat diamati dengan mengobservasi tanda-tanda sumbatan seperti retraksi dinding thorax atau supraklavikula pada saat inspirasi dan/atau munculnya bising nafas. Jalan nafas yang baik paing mudah dipertahankan pada posisi miring ke kiri . Posisi ini memungkinkan lidah dan pallatum molle jatuh ke arah depan jauh dari rongga orofaring. Pemeliharaan jalan nafas yang baik dapat disebut sebagai aspek terpenting dalam perawatan post operasi. Penggunaan endotracheal tube merupakan salah satu cara untuk menjaga jalan nafas pada masa pemulihan. Pada penggunaan obat anesthesia yang lambat dieeminasi (seperti eter dan halotan), endotrakheal tube baik untuk digunakan sampai refleks laring kembai pulih. Penghisapan cairan di orofaring harus dilakukan sebelum pelepasan endotracheal tube untuk mencegah adanya aspirasi arah atau lendir. Ahli anesthesia harus selalu mendampingi sampai pasien tersadar. Masalah yang sering muncul pada jalan nafas antara lain: obstruksi nafas parsial (nafas berbunyi) atau total (tidak ada suara nafas), idah jatuh menutup faring, atau edema laring.10

Selain itu dapat terjadi spasme laring karena laring terangsang oleh benda asing, dara, ludah, sekret atau sebelumnya ada riwayat kesulitan pada saat intubasi trakhea. Bila terjadi obstruksi karena kejang laring, selain perlu oksigen 100% haus dibersihkan jalan nasfas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson) dan kalau tak berhasil perlu dipertimbangkan muscle relaxant. Obstruksi nafas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbia, hiperkapnia, PaCO2>45 mmhg) atau saturasi oksigen menurun (hipoksemia) dangkal sering akibat muscle relaxant masih bekerja. 2. Pernafasan (breathing) Respirasi dapat diamati dengan memonitor pergerakan dada atau dengan melakukan ekspirasi melalui telapak tangan pada mulut atau hidung pasien. Oksigenasi juga dapat diperkirakan dalam beberapa derajat dengan mengamati warna pasien. Warna kebiruan menunjukkna terjadinya hipoksia, dan ha ini paling mudah dilihat pada sektar bibir atau lidah. Untuk dapat menentukan warna tersebut dibutuhkan pencahayaan yang baik. Pemberian suplementasi oksigen dapat mencegah terjadinya hipoksemia, tetapi masalah yang muncul adalah tidak bisa terdeteksinya apnea oleh pulse oxymeter. Kecepatan nafas dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bradipneum dan takpneu . Bradipneu atau nafas ambat biasanya terjadi akibat penggunaan opioid selama operasi dan biasanya disertai dengan pupil yang mengecil. Hal ini dapat menghilang secara spontan setelah obat anesthesia tereliminasi dan pasien tersadar. Takipnea atau nafas cepat dapat berkaitan dengan agen volatile tertentu (khusunya eter), asidosis, hipovolemia, nyeri, hipokseia, atau masalah respirasi lain. 3. Sirkulasi (circulation) Sirkulasi dapat diamati dengan palpasi nadi (takikardia mengarahkan pada deplesi volume) dan dengan merasakan perifer (tangan yang dingin dengan perfusi buruk mengarahkan pada hipovolemia atau hipotermia akibat operasi yang lama). Kecepatan jantung harus berada pada keadaan normal, kira-kira 60-90 kali per menit. Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakhea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapnia dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama kana menyebabkan gagal11

ventrike kiri, infark miokird, disritmia, edema paru atau perdarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitropusid (niprus) 0,5-1,0 mikrogram/kgBB/menit. Hipotensi yag diakibatkan isian balik vena (venous return) menurun disebabkan oleh beberapa ha seperti perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksio miokardium kurang kuat atau tahanan vaskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah terjadinya hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan hipoksemia dan kerusakan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikan oksigen 100 % dan infus kristaloid RL atau asering 300-500 ml. Disritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis, hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung. Hipotensi adalah komplikasi kardiovaskuler yang paling sering muncul selama dan setelah pemberian obat sedatif dan analgesia. Monitoring reguler terhadap status sirkulasi pasien, termasuk denyut jantung, tekanan darah, temperatur, warna kulit, dan denyut nadi perifer, dapat meengidentifikasi maslah sehingga penanganan yang sesuai dapat dilakukan. Lebih jauh lagi, pengamatan terhadap status cairan tubuh pasien dapat memfasilitasi pemberian cairan yang tepat dibutuhkan pasien. Hal ini membutuhkan perhitungan dari pengurangan status cairan pasien selama puasa dan kebutuhan cairannya. Anjuran perhitungan kebutuhan cairan Berat (kg) 20 kg mL/jam 4 ml/kg/jam 40 ml+2mL/kg diatas 10 kg 60 ml+1mL/kg diatas 20 kg

4. Suhu (temperature) Hipotermia adalah salah 1 masalah yang juga sering muncul dan membutuhkan monitoring dan penatalksanaan dini. Hipotermia kebanyakan muncul selama tindakan operasi dilakukan, tetapi juga dapat muncul pada pasien yang diberi obat sedatif untuk prosedur diagnostik ataupun terapi. Hipotermia juga menyebabkan kesulitan tubuh untuk mengkompensasi12

terhadap penggumpalan darah, yang pada beberapa pasien dapat menyebabkan komplikasi, seperti pada pasien yang menjalani angiografi atau kateterisasi. Penggunaan selimut hangat dan penyesuaina suhu pendingin atau penghangat ruangan biasanya berguna untuk mengembalikan keadaan suhu pasien ke normal. 5. Tingkatan kesadaran (Conscious Level) Tingkat kesadaran harus dimonitor dengan mengobservasi kembalinya berbagai refleks; seperti; refleks berkedip, refleks menelan, dan refleks bersuara, serta berespon tehadap perintah. Pada pasien yang menjalani anesthesia regional (spinal atau epidural), tingginya blokade harus diamati sampai efek anesthesi tersebut menghilang. Cara termudah untuk mengujinya adalah dengan mengukur titik dimana pasien tidak lagi dapat merasakan sensasi dingin (menggunakan etil klorida atau es). Akan lebih aman apabila meletakkan pasien pada posisi duduk terlalu cepat, karena hal ini bisa saja menyebabkan terjadinya hipotensi postural. Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernafasan dilakukan paling tidak setiap dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukkan setiap 15 menit, selama 2 jam pertama. Dan setiap 30 menit selama 4 jam berikutnya. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar kembali sambil meakukan pemeriksaan suhu. Kriteria pemulangan /pemindahan pasien pengamatan terus menerus terhadap pasien harus dilakukan sampai pasien mencapai kondisi stabil menurut criteria standar, kemudian baru pasien dapat dipulangkan atau dipindahkan ke ruang rawat inap. American society of anesthesiologist menyatakan bahwa criteria pemulangan harus dibuat untuk meminimalisir resiko depresi system saraf pusat pasca dikeluarkan dari ruang pemulihan Masalah pulih sadar pada anestesi rawat jalan tidak hanya dinilai asal pasien telah sadar, tetapi ada hal-hal yang penting dan perlu diperhatikan mengingat pasien ini akan lepas dari pengawasan dokter/perawat/rumah sakit. Sementara itu efek dari obat anestesi tidak semuanya telah hilang. Dianjurkan memakai sistem penilaian pulih pasca anesthesia(Stuart Score) sebagai berikut : I. Kesadaran : sadar penuh respons terhadap rangsang 2 113

tak ada respon II. Jalan nafas : Batuk bila diperintah/menangis Dapat memelihara jalan nafas sendiri Perlu pemeliharaan jalan nafas III Pergerakan: Pergerakan 4 ekstremitas Pergerakan 2 ekstremitas Tak ada ekstremitas yang bergerak IV Kardiovaskuler Tekanan Darah berubah 50%

0 2 1 0 2 1 0 2 1 0

Jumlah nilai keseluruhan pasien yang telah mencapai nilai >8 baru boleh dipulangkan. Meridy mengatakan, tidak ada hubungan antara lama anestesia dan masa pulih mencoba uji "titik Trieger" untuk menilai kemampuan psikomotor pasca anestesia pada orang dewasa.Oggs dan kawan-kawan menguji daya ingat ("memory") pasca anestesia dengan memory dan digit span test, menyimpulkan bahwa daya ingat baru dapat pulih setelah 3 jam. Jadi setelah penilaian seperti cara di atas, dikaji lagi apakah ada hipoksia, rasa kurang nyaman, atau memang kesakitan. Pemberian analgetika pasca anestesia harus dipikirkan dengan masak, karena seseorang dapat merasa gelisah oleh berbagai sebab. Karena semua obat analgetika dapat menambah rasa mengantuk, mual dan muntah pasca anestesia. Untuk nyeri yang hebat dapat dipertimbangkan pemberianpetidin 1 mg/kg atau codein fosfat 1,5 mg/kg intramuskulus. Pasien sebaiknya masuk ke RPPA setelah pasien mulai sadar. Pada waktu pulang, setiap pasien harus dikawal oleh orang lain. Sebaiknya memakai taksi atau mobil pribadi, dengan catatan, si pengawal tidak boleh mengemudikan mobil tersebut. Harus diberikan instruksi tertulis mengenai perawatan di rumah, kemungkinan penyulit yang dapat timbul, dan saat harus memberitahukan ke Rumah Sakit. Penting ditekankan kepada pasien mengenai perlunya pemberian cairan. Minum harus diberikan sedikit demi sedikit dan sering, karena kekerapan muntah pasca anestesia pada pasien cukup besar yaitu 11 -- 21%. Apabila muntah14

sampai mengganggu usaha pemberian cairan, dapat diberikan obat anti emetik, seperti Dramamin 2 mg/kg bb per rektal atau intramuskulus. Selain itu juga, untuk menilai masa pulih sadar ini Steward menbagi dalam 3 tahap:1. Immediate recovery : kembalinya kesadaran, kembalinya reflex protektif jalan

napasdan aktiitas motor yang singkat. Tahap ini singkat dan dapat dengan tepat diikuti denhagan menggunakan scoring system 2. Intermediate recovery: kembalinya fungsi koordinasi, hilangnya perasaan pusing subjektif. Tahap ini kira-kira 1 jam setelah anestesi yang tak terlalu lama. Dalam tahap ini mungkin pasien sudah dapat dipulangkan asal ada pendamping yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Longterm recovery: tahap ini dapat berlangsung berjam jam bahkan berhari-hari tergantung dari lamanya anestesi. Untuk pengukurannnya perlu tes pshychomotor, sehingga tidak praktis untuk dilakukan di klinis

STEWARD scoring system

Kesadaran

jalan napas

Gerakan

Criteria bangun respon terhadap stimuli tidak ada respon Bangun atas dasar perintah atau menangis mempertahankan jalan napas dengan baik perlu bantuan untuk mempertahankan menggerakkan anggota badan dengan tujuan gerakan tanpa maksud tidak bergerak ROBERTSON SCORING SYSTEM

skor 2 1 0 2 1 0 2 1 0

Criteria

skor 15

Kesadaran

sadar penuh, mata terbuka, berbicara tertidur ringan, ringan sekali mata terbuka mata terbuka atas perintah atau bila namany a Dipanggil respon terhadap cubitan di telinga tak ada respon membuka mulut dan atau batuk atas perintah tak ada batuk volunter, jalan napas bebas tanpa bantuan obstruksi jalan napas bila leher flelsi tetapi tanpa bantuan bila ekstensi tanpa bantuan terjadi obstruksi mengangkat tangan dengan perintah gerakan tak berarti tak bergerak

4 3 2 1 0

Jalan napas

3 2 1 0 2 1 0

Aktivitas

Aldrete Scoring system

Aktivitas

kriteria dapat bergerak volunter atau atas perintah

in 4 anggota gerak 2 anggota gerak 0 anggota gerak mampu bernapas dan batuk secara Bebas dyspnea, napas dangkal atau 2 1 0

recovery score 15 30 45 2 1 0 2 1 0 2 1 0

60 out 2 1 0 2 1 0

2

2

2

2

2

2

respirasi

1

1

1

1

1

1 16

Terbatas Apnea tensi 20 mmHg Preop tensi 20-50 mmHg Preop tensi 50 mmHg Preop sadar penuh kesadar an bangun waktu Dipanggil tidak ada respon Normal pucat kelabu Sianotik

0 2

0 2

0 2

0 2

0 2

0 2

Sirkulasi

1 0

1 0

1 0

1 0

1 0

1 0

2 1 0 2 1 0

2 1 0 2 1 0

2 1 0 2 1 0

2 1 0 2 1 0

2 1 0 2 1 0

2 1 0 2 1 0

Warna Kulit

Perbandingan dari ketiga tabel diatas: Dari table scoring system diatas bila dilihat dengan teliti, jelas scoring menurut Robertson dan Steward lebih mudah dapat dilakukan dibanding aldrete scoring Aldrete scoring system sekarang lebih banyak digunakan sekarang sebagai acuan

untuk menentukan keadaan pasien di ruang pulih sadar karena keadaan pasien yang dinilai lebih terperinci dan lebih spesifik dibanding scoring system yang lain (Steward dan Robertson scoring kurang spesifik dan kurang terperinci, hanya secara gambaran umum saja) Dalam melakukan memindahkan pasien dari ruang pulih sadar, perhatikan Aldrete score :1. pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat (Aldrete score 8) 2. pasienharus dimasukkan ke dalam ruang ICU (Aldrete score 8 baru boleh dipulangkan 5. room (RR) atau sering disebut juga sebagai Post-Anesthesia Care Unit (PACU) merupakan suatu tempat dimana pasien pulih kembali dari efek anesthesi pasca operasi dan pasien mendapatkan perawatan pasca operasi6. Bila pengaruh obat bius sudah tidak berbahaya lagi, tekanan darah stabil-

bagus, perafasan lancar-adekuat dan kesadaran sudah mencukupi (lihat Aldered Score), barulah klien dipindahkan ke kamarnya semula (bangsal perawatan)

30

7. Monitoring linis dapat dibagi menjadi pengamatan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation); suhu (temperature), dan tingkat kesadaran (conscious level) 8. Setelah tindakan pembedahan atau anestesi, sering dijumpai hal-hal yang tidak diinginkan akibat stress pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa gangguan nafas, gangguan kardiovaskuler, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan terkadang perdarahan

DAFTAR ISI

Daftar Isi......ii Bab. I Bab.II PENDAHULUAN........................................................................1 ISI

2.1 Tujuan perawatan pascaoperasi.......................................................... 3 2.2 Penatalaksanaan Pasca Anastesi......................................................... 4 2.3 Tahap keperawatan post operatif 4 2.4 Ruang Perawatan Pasca Operatif....................................................... 8 2.4.1 Recovery Room........................... 8 2.4.2 ICU . 19 2.5 Terapi Cairan...................................................................................... 23 2.6 Komplikasi Pasca Operatif................................................................ 26 Bab.III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan........ 31 Daftar Pustaka

31