33

Click here to load reader

44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

NASKAH AKADEMIK

KAJIAN STANDAR ISI

PENDIDIKAN MENENGAH (SMA)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT KURIKULUM 2007

Page 2: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 i

Abstrak

Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan harapan dan tantangan yang akan dihadapi oleh anak bangsa baik pada masa kini maupun masa yang akan datang. Kajian kebijakan kurikulum SMA bertujuan untuk memberikan masukan kepada BSNP terkait dengan penyempurnaan dokumen standar isi dan pelaksanaannnya serta pengembangan kurikulum SMA di masa depan.

Ruang lingkup kajian ini adalah standar isi jenjang SMA. Naskah akademik ini tersusun berdasarkan hasil sintesis dari rangkaian kegiatan yang meliputi penyusunan desain, kajian dokumen standar isi, kajian pelaksanaan standar isi, diskusi hasil kajian dokumen, diskusi hasil kajian pelaksanaan standar isi, studi dokumentasi, analisis data hasil kajian, penyusunan hasil kajian, presentasi hasil kajian, dan penyusunan laporan. Peserta kegiatan ini terdiri atas unsur perguruan tinggi (UPI), praktisi pendidikan (kepala sekolah dan guru), dinas pendidikan, dan Pusat Kurikulum.

Kajian ini dilakukan melalui seminar, diskusi fokus, kajian dokumen., dan rapat kerja/workshop.

Hasil kajian ini menghasilkan beberapa temuan, yaitu dari segi dokumen standar isi SMA dan pelaksanaan standar isi tersebut. Dari segi dokumen, terdapat temuan berupa mata-mata pelajaran yang memiliki jam pelajaran yang sempit (hanya 1 jam pelajaran) untuk mata pelajaran sejarah dan geografi di kelas x. Selain itu, ditemukan pula adanya ketidakseimbangan beban belajar pada core program tertentu yang memerlukan tambahan jam pelajaran.

Hasil kajian kebijakan kurikulum SMA berupa rekomendasi, yaitu perlunya penataan kembali beban belajar pada beberapa mata pelajaran, materi yang seharusnya diberikan di kelas x, penambahan jam pelajaran pada core program, penjurusan, dan perlunya sosialialisasi standar isi dan pemberian layanan profesional kepada stakeholder secara komprehensif. Selain itu, direkomendasikan pula bentuk comprehensif school yang mewadahi siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau siswa yang hanya menyelesaikan program wajib belajar.

Page 3: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 ii

KATA PENGANTAR Pemberlakuann UU Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional, Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional pendidikan, standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pmbiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dari kedelapan standar isi tersebut, standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan acuan utama dalam pengembangan KTSP. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan .

Pengembangan kurikulum telah dilakukan oleh sebagian satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dengan mengacu pada standar isi. Pengembangan kurikulum tersebut perlu ditelaah untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan pelaksanaan standar isi tersebut. Hasil pengkajian antara lain berupa naskah akademik : 1. Kajian Kebijakan Kurikulum SD 2. Kajian Kebijakan Kurikulum SMP 3. Kajian Kebijakan Kurikulum SMA 4. Kajian Kebijakan Kurikulum SMK 5. Kajian Kebijakan Kesetaraan Dikdas 6. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Agama 7. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Kewarganegaraan 8. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa 9. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika 10. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA 11. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS 12. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Keterampilan 13. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Kesenian 14. . Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran TIK 15. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pendidikan Jasmani Salah satu hasil kajian di atas adalah Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum SMA. Naskah akademik ini memberikan gambaran tentang kajian pelaksanaan standar isi SMA dan permasalahannya yang digunakan sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan.

Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada pihak erbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, Dinas Pendidikan, dan praktisi pendidikan yang telah membantu Pusat Kurikulum dalam menghasilkan naskah akademik ini.

Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, Diah Harianti

Page 4: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 iii

DAFTAR ISI Abstrak Kata Pengantar

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Ruang Lingkup

D. Landasan Yuridis

Bab II Kajian Teoretis

Bab III Temuan Kajian dan Pembahasan

A. Kajian Dokumen

B. Kajian Lapangan

C. Pembahasan Temuan kajian Dokumen dan Lapangan

Bab IV Kesimpulan dan Rekomensasi

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Jangka Pendek

C. Rekomendasi Jangka Panjang

Page 5: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disingkat sebagai UU Sisdiknas 20/2003.

Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan, harapan, dan tantangan yang akan dihadapi oleh anak bangsa baik pada masa kini maupun masa yang akan datang. Pendidikan di masa depan memainkan peran penting sebagai tonggak fundamental bangsa untuk meraih cita-citanya. Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan perkembangan teknologi dan informasi yang sedemikian pesat mengharuskan perlunya perancangan di sektor pendidikan secara tepat. Dunia pendidikan nasional harus mampu melahirkan generasi dengan sumber daya manusia yang unggul agar bisa menghadapi tantangan di masa depan tersebut.

Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Sistem pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pengembangan dunia pendidikan nasional Indonesia di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum karena kurikulum merupakan jantung dunia pendidikan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum di masa depan secara tepat perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga dapat bersaing di era globalisasi tersebut.

Posisi, fungsi, dan kurikulum suatu lembaga pendidikan adalah suatu konsep masyarakat mengenai cara mempersiapkan anggota masyarakat dalam perannya di masa mendatang. Fungsi suatu lembaga pendidikan merupakan harapan atau keinginan masyarakat dalam mendidik generasi muda sehingga mampu berperan dalam mempertahankan nilai-nilai yang dianggap baik, memperbaiki nilai-nilai lama menjadi nilai yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan mengembangkan nilai-nilai baru yang berguna bagi masyarakat. Fungsi suatu lembaga pendidikan terus berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan yang berlaku di masyarakat. Masyarakat yang berkembang menuntut fungsi baru yang mungkin sama tetapi lebih tinggi derajatnya dibandingkan sebelumnya atau fungsi baru yang sama dalam derajat sebelumnya tetapi memiliki dimensi yang berbeda. Tuntutan masyarakat tersebut dapat pula merupakan kedua-duanya yaitu mempertahankan apa yang sudah ada ditambah dengan dimensi baru yang diperlukan masyarakat.

Page 6: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 2

Tuntutan masyarakat disebabkan adanya perubahan nilai dalam masyarakat, perubahan sistem sosial, perubahan dalam perekonomian, perubahan politik, perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perubahan kebijakan pendidikan, dan berbagai masalah yang terjadi dalam dunia internasional. Perubahan sistem sosial merupakan perubahan yang dirancang secara sistematis agar terjadi tetapi perubahan sistem sosial itu dapat pula terjadi karena berbagai faktor yang tidak dalam kontrol dan tidak direncanakan. Perubahan sistem sosial yang dirancang mungkin berkaitan dengan aspek kehidupan lain misalnya ketika terjadi perubahan dalam sitem ketatanegaraan dari sistem yang sentralistis ke desentralistis, kehidupan ekonomi dari agraris ke industri, masyarakat bisnis atau masyarakat knowledge-economy. Perubahan sistem nilai dalam masyarakat terjadi akibat dari terjadinya berbagai perubahan dalam masyarakat dan sebagaimana perubahan lainnya menuntut lembaga pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan baru yang diperkirakan tersebut.

Adanya gejala sosial yang mudah bergejolak dalam kekerasan, merusak (destructive), ancaman disintegrasi terhadap kesatuan bangsa, adanya ekslusivisme kesukuan/provinsialisme yang semakin kuat adalah kenyataan yang harus dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia. Kondisi yang demikian diperburuk oleh turunnya kualitas hidup yang diakibatkan oleh krisis moneter dan ekonomi. Sementara itu, orientasi kehidupan ke arah materialistis dan hedonisme semakin kuat. Kenyataan-kenyataan semacam ini tidak dapat diabaikan begitu saja oleh lembaga pendidikan dan para pengambil kebijakan dalam pendidikan. Pendidikan harus peduli dan berupaya mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan yang lebih baik dengan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik, sikap hidup yang lebih membangun citra kebangsaan yang positif, produktif, dan mengangkat harkat bangsa dalam kontribusi terhadap masyarakat dunia. Kebijakan pendidikan yang mengabaikan kenyataan ini sebagai masalah pendidikan dan mengungkung diri pada masalah perenial akan sangat merugikan kehidupan bangsa di masa mendatang.

Perubahan yang disebabkan perkembangan kehidupan dunia internasional dalam politik, ekonomi, komunikasi, dan sebagainya menyebabkan adanya tuntutan baru terhadap pendidikan. Kesepakatan antarpemerintah dalam Asia-Pacific Economy Cooperation (APEC), ASEM dan kesepakatan lain menyebabkan adanya warna dan tuntutan kehidupan baru bagi masyarakat Indonesia. Untuk bisa bersaing dalam kehidupan yang demikian terbuka bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan tertentu, sikap tertentu, dan nilai tertentu yang memungkinkan mereka hidup lebih baik, menjadi tuan dan bukan kuli di negeri sendiri. Kurikulum harus mampu memberi pengalaman belajar yang mampu mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan yang diperlukan untuk kehidupan masa mendatang. Artinya, kurikulum harus berfungsi menghasilkan generasi muda yang mampu mengembangkan kehidupan dirinya dan kehidupan bangsanya sesuai dengan tuntutan masyarakat pada waktu itu.

Ketika posisi dan fungsi suatu lembaga pendidikan berubah maka kurikulum pun harus berubah. Kurikulum adalah operasionalisasi dari posisi dan fungsi lembaga pendidikan yang diinginkan masyarakat. Dalam tulisan mengenai kurikulum Oliva (1997:12) mengatakan "Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas". Konsep yang dimaksudkan Oliva adalah konsep masyarakat mengenai suatu pendidikan. Oleh karena itu, posisi dan fungsi suatu lembaga pendidikan

Page 7: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 3

di suatu masyarakat tertentu menentukan kurikulum mana yang akan digunakan. Oleh karena itu pada bagian lain Oliva mengatakan bahwa “curriculum is the response to the societal needs”.

Posisi kurikulum yang demikian dapat dilakukan apabila kurikulum mengajukan pertanyaan yang tepat yaitu mengenai manusia dengan kualitas apa yang ingin dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan. Tantangan yang muncul di masyarakat dapat dikategorikan dalam berbagai jenjang tantangan seperti jenjang nasional, lokal, dan lingkungan terdekat (daerah). Tantangan tersebut tidak muncul begitu saja tetapi merupakan hasil rekonstruksi oleh sekelompok orang dan umumnya dilegalisasikan oleh pengambil keputusan. Rekonstruksi tersebut menyangkut berbagai dimensi kehidupan dalam jenjang-jenjang yang dirancang akan dimasuki oleh tamatan lembaga pendidikan tersebut. Rekonstruksi itu memang sulit dan menjadi semakin sulit ketika dia harus merajut berbagai kepentingan yang berkenaan dengan berbagai jenjang dan dimensi kehidupan. Kesalahan umum yang terjadi adalah rekonstruksi tersebut direduksi menjadi pertanyaan masyarakat mengenai disiplin ilmu yang diajarkan di lembaga pendidikan. Kemudian posisi kurikulum dikerdilkan menjadi jawaban terhadap apa yang harus dikuasai peserta didik dari disiplin ilmu yang telah ditetapkan. Posisi ini adalah posisi kurikulum disiplin ilmu dan bukan kurikulum.

B. Tujuan Kajian standar isi kurikulum pendidikan menengah (SMA) bertujuan : 1. Memperoleh gambaran tentang keunggulan dan kelemahan standar isi SMA ditinjau

dari isi dokumen dan pelaksanaannya. 2. Memperoleh berbagai kesimpulan tentang standar isi dari segi implementasi dan

sebagai naskah dokumen . 3. Memberikan saran jangka pendek berupa penyempurnaan standar isi. 4. Memberikan saran jangka panjang berupa usulan bentuk standar isi atau kurikulum

untuk masa depan. C. Ruang Lingkup

Secara umum standar isi mencakup kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan. Kegiatan pengkajian ini dibatasi pada kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, dan kalender pendidikan. Sedangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan tidak dikaji pada kegiatan saat ini.

Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Jenjang pendidikan menengah antara lain dapat berbentuk SMA/ MAN. Pengkajian standar isi ini dibatasi pada jenjang SMA. D. Landasan Yuridis I. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Bab IX : Standar Nasional Pendidikan

Pasal 35 ayat (1) , (2), (4)

Page 8: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 4

(1) : Standar Isi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Standar

Nasional Pendidikan

(2) : Standar Isi dijadikan acuan pengembangan kurikulum

(4) : Standar isi lebih lanjut diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Bab X : Kurikulum

Pasal 37 ayat (1)

Kurikulum pendidikan menengah memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olah raga; keterampilan/ kejuruan; muatan lokal.

Pasal 38 ayat (1)

Kerangka dasar dan struktur kurikulum Pendidikan dasar ditetapkan pemerintah

BAB XVI : Evaluasi

Pasal 57

(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Pasal 58

(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Pasal 59

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

II. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

1. Bab X : STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN Pasal 63

(1)Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

Page 9: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 5

a. penilaian hasil belajar oleh pendidik; b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Pasal 66 (1) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.

(2) Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. (3) Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak- banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.

Pasal 67 (1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan. (2) Dalam penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, dan satuan pendidikan. (3) Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 68

Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Bab XII : EVALUASI Pasal 78 Evaluasi pendidikan meliputi:

a. evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan BAB III : Standar Isi tentang Beban Belajar

Pasal 11 ayat (1):

Beban belajar untuk SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat pada` jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS)

ayat (4) : Beban belajar minimal dan maksimal bagi SMA/MA yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul dari BSNP.

Pasal 12 ayat (2)

Beban belajar efektif per tahun ditentukan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

Page 10: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 6

Pasal 18

(1) Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur

(2) hari libur dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester

(3): Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

III. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah IV. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan menengah V. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 24 tahun 2006

pelaksanaan Permen No. 22 Sedangkan kegiatan pengkajian standar isi ini mengacu pada Peraturan Mendiknas no. 24 tahun 2006 Pasal 7, yang memuat tugas Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan antara lain: a. mengembangkan model-model kurikulum sebagai masukan bagi BSNP b. memberikan usulan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau Menteri.

Page 11: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 7

BAB II

KAJIAN TEORETIS

Pembaharuan sistem pendidikan termasuk di dalamnya pembaharuan kurikulum sering disikapi sebagai dampak dari perubahan sistem politik. Berbagai kepentingan masuk di dalamnya yang menimbulkan lebih banyak ”penolakan” terhadap adanya perubahan tersebut.

Fullan (2001) ”The New Meaning of Educational Charge” menyebutkan bahwa akan timbul perbedaan persepsi antara pemegang kebijakan dan pelaku kebijakan untuk setiap perubahan pada sektor pendidikan. Dari sisi pemegang kebijakan, terdapat asumsi dasar bahwa guru cenderung kurang menyukai adanya perubahan. Mereka juga meyakini bahwa umumnya pemegang kebijakan kurang memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi pada saat dilaksanakannya proses pembelajaran.

Bennie dan Newstead (1999) menguraikan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kendala dalam implementasi kebijakan pendidikan terutama dikaitkan dengan kurikulum. Faktor dimaksud mencakup antara lain waktu, harapan-harapan dari pihak orangtua, kurangnya bahan pembelajaran termasuk buku-buku pelajaran pada saat implementasi kurikulum yang baru, kekurangjelasan konsep kurikulum dan pengetahuan dikaitkan dengan kuriklum baru tersebut.

Menurut Charles dan Jones (1973), setiap perubahan pada sektor pendidikan seharusnya diikuti dengan upaya mengamati berbagai bentuk operasional di lapangan sebagai tindak lanjut dan implikasi dari kebijakan perubahan tersebut. Setiap kendala atau hambataan harus segera diantisipasi sebelum menimbulkan masalah yang besar dan kompleks. Ketidakmampuan mengatasi kendala-kendala tersebut akan menyebabkan kegagalan dalam implementasi kebijakan atau perubahan tersebut.

Suatu studi menunjukkan bahwa umumnya hambatan yang ditemui dalam implementasi suatu kurikulum adalah kurangnya kompetensi guru. Seringkali terjadi bahwa implementasi suatu kurikulum baru tidak diikuti dengan pengimbangan kemampuan guru dan tindakan bagaimana meningkatkan kemampuan guru sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dimaksud (Hargreaves, 1995). Fennema dan Franke (1992) mendukung pernyataan Hargreaves (1995) bahwa kemampuan baik secara keterampilan dan pengetahuan seorang guru akan mempengaruhi proses pembelajaran di kelas dan menentukan sejauh mana kurikulum dapat diterapkan. Suatu studi yang dilakukan oleh Taylor dan Vinjevold (1999) mengungkapkan bahwa kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh rendahnya pengetahuan konseptual guru, kurang penguasaan terhadap topik yang diajarkan dan kesalahan interpretasi dari apa yang tertulis dalam dokumen kurikulum.

Menurut Middleton (1999), berhasil tidaknya implementasi kurikulum yang diperbarui cenderung ditentukan oleh persepsi atau keyakinan yang dimiliki oleh tenaga pengajar atau guru. Perubahan kurikulum berkait dengan perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak bagi para guru di mana mereka perlu melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan kemungkinan akan memberikan ketidaknyamanan lingkungan pembelajaran bagi guru yang bersangkutan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa para guru akan bersikap mendukung implementasi dimaksud apabila mereka memahami kurikulum baru tersebut secara rasional dan praktikal.

Page 12: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 8

Bennie dan Newstead (1999) menyarankan untuk diadakannya penataran bagi guru secara intensif untuk dapat memahami filosofi dan substansi dari kurikulum yang baru. Agar berhasil, mereka menyarankan untuk cenderung menunda implementasi kurikulum sebelum diperoleh keyakinan secara faktual bahwa para guru benar-benar tahu apa yang seyogyanya dilakukan dengan kurikulum yang baru. Dengan kata lain, implementasi suatu kurikulum baru memerlukan waktu dalam proses transisinya.

Untuk mengetahui apakah kebijakan baru mengenai kurikulum telah menyebabkan adanya perubahan, dapat dievaluasi oleh setidak-tidaknya tiga indikator (Fullan, 2001). Pertama, sejauhmana materi-materi baru atau yang direvisi digunakan oleh guru-guru. Kedua, sejauh mana pendekatan-pendekatan pengajaran yang baru telah diterapkan dalam proses kegiatan-kegiatan belajar di kelas. Ketiga, sejauhmana guru-guru berkeyakinan bahwa kebijakan berdampak kepada perbaikan mutu dan proses pembelajaran. Ketiga indikator tersebut secara bersama-sama akan menentukan tercapai tidaknya tujuan-tujuan perubahan pendidikan.

Page 13: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 9

BAB III TEMUAN KAJIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Dokumen

1. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar Struktur program merupakan bagian penting dalam sebuah proses pembelajaran karena dari sanalah dapat terbentuk sistem kegiatan belajar mengajar yang diharapkan dapat berhasil secara maksimal. Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap struktur program SMA, terdapat beberapa temuan.

I. Ketidakseimbangan antara mata pelaran dengan bebannya. a. Kelas X Pada kelas X, terdapat mata pelajaran yang waktunya sangat sempit , yaitu mata pelajaran sejarah dan geografi dengan alokasi waktu hanya 1 jam pelajaran saja. Hal ini tentu sangat menyulitkan di dalam pengelolaannya. Berbagai persiapan yang harus dilakukan guru, termasuk memberikan apersepsi kepada siswa dalam sebuah mata pelajaran sungguh tidak memungkinkan bila hanya dialokasikan denga 1 jam pelajaran (45 menit). Mata pelajaran sejarah tidak hanya menginformasikan berbagai fakta dan kejadian semata. Mata pelajaran ini menuntut siswa selalu mengkaji informasi/fakta/kejadian secara cerdas dan arif sehingga menghasilkan kesimpulan dari materi tersebut secara proporsional. Penanaman nilai-nilai sejarah pada siswa juga harus diberikan mata pelajaran ini melalui KBM yang variatif dan bermakna. Oleh sebab itulah mata pelajaran sejarah di kelas ini direkomendasikan untuk ditambah dari 1 jam pelajaran menjadi 2 jam pelajaran.

Mata pelajaran geografi juga direkomendasikan untuk menambah jumlah jam pelajaran dari 1 jam pelajaran menjadi 2 jam pelajaran. Selain persiapan yang harus dilakukann guru dalam sebuah pembelajaran, materi geografi juga sangat kompleks. Kondisi geografis Indonesia yang sangat unik menyebabkan kajian geografi menjadi sesuatu yang harus didiskusikan antara siswa dan guru secara komprehensif sehingga hasil pembelajaran ini membuat siswa memahami,menghargai, dan mencintai negara mereka. Peristiwa alam yang banyak terjadi di Indonesia seperti tsunami, gempa bumi, banjir, gunung meletus, dan longsor mengharuskan mata pelajaran geografi memberikan informasi kepada siswa dan mendiskusikannya.

b. Kelas XI dan XII Program IPA Mata pelajaran sejarah pada program ini diberi alokasi waktu hanya 1 jam saja. Untuk itu, mata pelajaran ini pada program ini direkomendasikan juga untuk ditambah dari 1 jam pelajaran menjadi 2 jam pelajaran. Program IPA yang berorientasi pada sains bukan berarti tidak memerlukan mata pelajaran sejarah. Mata pelajaran sejarah pada program IPA atau pada program lainnya tidak boleh dipandang sebagai sebuah kajian materi yang hanya menambah beban siswa, melainkan harus menjadi alat perekat bangsa sebab melalui sejarahlah seseorang atau suatu bangsa dapat belajar dari kesalahan atau mengacu pada sebuah keberhasilan. Hal yang harus dilakukan adalah bagaimana menjadikan pelajaran ini sebagai sebuah pembelajaran yang variatif dan bermakna bagi anak.

c. Kelas XI dan XII Program IPS Mata pelajaran ekonomi pada program ini direkomendasikan ditambah dari 4 jam menjadi 5 jam. Adanya materi akuntasi dan ekonomi lingkungan sebagai core program IPS

Page 14: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 10

menyebabkan mata pelajaran ini harus memiliki waktu yang cukup agar kompetensi yang disyaratkan tercapai.

d. Mata Pelajaran Keterampilan/ Bahasa asing kelas X. Banyaknya mata pelajaran di Indonesia pada sistem pendidikan di setiap jenjang mendapatkan respon dari beberapa negara. Mereka menganggap bahwa jumlah mata pelajaran di Indonesia termasuk yang cukup banyak. Pendapat ini seolah mengesankan bahwa siswa Indonesia harus mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi/pengetahuan tanpa melihat sisi-sisi lainnya, seperti psikologi anak, sumber daya manusia, dan sarana prasarana.

Keterampilan/Bahasa Asing, khususnya bahasa asing pada kelas X dianggap belum sebagai keharusan untuk diberikan pada kelas X ini. Pengajaran bahasa asing selain bahasa Inggris tentunya memerlukan konsekuensi yang harus dipikirkan. Hal utama yang harus dipikirkan adalah ketersediaan sumber daya manusia (guru) yang akan mengajar mata pelajaran bahasa asing ini. Kota-kota besar mungkin tidak menjadi masalah dengan hall ini, tetapi kita harus juga memikirkan daerah-daerah terpencil di wilayah NKRI. Adanya mata pelajaran ini pada struktur program SMA kelas X mengharuskan setiap sekolah untuk memberikan mata pelajaran ini. Usulan yang diajukan mengenai hal ini adalah menjadikan mata pelajaran ini sebagai kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam kegiatan pengembangan diri. Siswa yang berminat pada bahasa asing selain bahasa inggris dapat berkonsultasi kepada guru pembimbing untuk mengembangkan kemampuan berbahasa asingnya.

e. Kelas XI dan XII Program Bahasa Mata pelajaran bahasa asing pada program ini direkomendasikan ditambah 1 jam sehingga menjadi 5 jam pelajaran. Kedudukan mata pelajaran ini harus sama dengan mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang memiliki alokasi waktu sebanyak 5 jam. Penambahan ini juga dengan mempertimbangkan core program bahasa. B. KAJIAN PELAKSANAAN 1. Standar Isi a. Konsep Muatan Lokal Konsep muatan lokal masih belum dipahami secara benar oleh sebagaian besar sekolah. Untuk itu diusulkan kalimat yang menegaskan bahwa bahwa tujuan mulok adalah untuk mempertahankan dan mengembangkan keunggulan/potensi daerah dan membangun kesadaran lingkungan pisik daerah dan sosial budaya daerah. Materi dapat diberikan antara lain dalam bentuk seni budaya daerah, bahasa daerah, industri, dan kerajinan daerah.

b. Konsep Pengembangan Diri Pengembangan diri dalam struktur program tidak perlu mencantumkan jumlah ekuivalen jam karena banyak kegiatan yang bisa dikembangkan. Diusulkan agar pengembangan diberi tanda bintang serta keterangan bahwa jumlah jamnya diserahkan sekolah sesuai dengan kebutuhan Pengembangan diri masih diterjemahkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Padahal, kegiatan ekstrakurikuler hanya salah satu bagian dari pengembangan diri. Diusulkan perlu ada sosialisasi yang komprehensif tentang konsep pengembangan diri, yaitu sebagai pengembangan potensi minat , bakat, dan kepribadian dengan berbagai kegiatan.

Page 15: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 11

Keterampilan /bahasa asing, selain bahasa Inggris dapat sebagai salah satu kegiatan dalam pengembangan diri. c. Konsep life skill Life skill belum dipahami secara menyeluruh. Life skill hanya diartikan sebagai keterampilan vokasional. Diusulkan perlu sosialisasi life skill secara menyeluruh. Life skill harus dipahami oleh seluruh satuan pendidikan sebagai kecakapan hidup yang terwujud melalui proses pengembangan diri secara terus menerus.

d. Penjurusan Kriteria dari pusat yang menetapkan ketuntasan sebagai syarat masuk penjurusan menimbulkan multitafsir, sehingga semua anak bisa memilih program jurusannya. Perlunya pernyataan bahwa kriteria penjurusan diarahkan pada minat dan kemampuan. Diusulkan perlu ditambah kriteria penjurusan bahwa nilai pada ciri khas kelompok penjurusan harus lebih tinggi dari nilai KKM.

e. Sosialisasi Kebijakan Sebuah kebijakan baru selalu melahirkan berbagai respon baik positif maupun negatif. Ketika sebuah kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada pelaku pendidikan digulirkan, hal ini tentu akan menimbulkan dampak yang akan merugikan pihak lain. Kebijakan yang diharapkan oleh penerimanya adalah sebuah kebijakan yang sudah melalui pertimbangan dan tahap-tahap tertentu. Adanya kebijakan baru dalam dunia pendidikan tanpa melalui tahap penerapan dan kajian implementasi terlebih dahulu akan memberikan dampak yang pada akhirnya akan mengganggu kebijakan itu sendiri.

Diusulkan agar setiap kebijakan dari pusat harus melalui penerapan dan kajian implementasinya terlebih dahulu karena selama ini yang terjadi adalah kebijakan baru dibuat setelah hal baru diterapkan.

f. Ujian Nasional Ujian nasional masih belum bermakna bagi proses kelanjutan pendidikan ke PTN dan masih belum diperhitungkan dalam seleksi masuk PTN. Hal ini mengakibatkan siswa hanya sekadar lulus. Siswa-siswa yang pintar dari sekolah-sekolah unggulan sebagian besar tidak berusaha untuk mendapatkan nialai yang maksimal melainkan hanya sekadar lulus saja. Ini disebabkan oleh tidak adanya pembobotan nilai UN dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Para siswa tersebut beranggapan tidak perlunya nilai tinggi pada UN karena hal itu tidak mempengaruhi seleksi di perguruan tinggi negeri . Untuk itu diusulkan harus ada kerja sama antara Dirjend Mandikdasmen dengan Perguruan Tinggi dalam rangka memperhitungkan UN sebagai bagian dari seleksi masuk PTN, salah satunya pembobotan NEM sebagai penentuan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

B. KEADAAN PENDIDIKAN SMA DI INDONESIA

1. PENDIDIKAN SMA MASA KINI Pada saat sekarang pendidikan di jenjang SMA dianggap sebagai kelanjutan linear dari pendidikan SMP. Konsep pendidikan tersebut memang sudah berlaku lama dan diwariskan sejak zaman sebelum kemerdekaan. Konsep tersebut adalah bahwa pendidikan SMA adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan studi ke

Page 16: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 12

pendidikan di atasnya (pendidikan tinggi) dan untuk bekerja. Konsep ini menggambarkan bahwa pendidikan SMA harus mempersiapkan dua jenis tamatan yaitu mereka yang akan bekerja dan mereka yang akan melanjutkan atau sebagaimana kenyataan sekarang ini pada setiap tamatan SMA terdapat dua kemampuan yaitu kemampuan untuk melanjutkan dan kemampuan untuk bekerja.

Tugas ini bukan ringan dan dalam kenyataannya sulit dipenuhi oleh kurikulum SMA. Kurikulum SMA yang berlaku sejak masa sebelum kemerdekaan sampai saat kini tidak berubah dalam jenis dan filosofinya. Model kurikulum SMA adalah kurikulum yang dikelompokkan sebagai kurikulum disiplin ilmu sedangkan filosofi pendidikan yang digunakan adalah esensialisme. Pada kurikulum disiplin ilmu maka tujuan pendidikan adalah menghasilkan tamatan dengan intelektual tinggi menurut kaidah disiplin ilmu. Dalam pandangan ini, seseorang yang dianggap warga terhormat adalah warga yang memiliki tingkat intelektual tinggi dan pendidikan disiplin ilmu adalah pendidikan yang paling tepat untuk menghasilkan tamatan yang demikian.

Bagi mereka yang tidak mau melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi kurikulum SMA tidak menyiapkan peserta didik dengan kemampuan untuk bekerja. Secara jelas, kurikulum SMA tidak pernah memberikan pengalaman yang dapat digunakan untuk mencari kehidupan di masyarakat. Kurikulum SMA yang berlaku tidak memberikan kemampuan hidup secara umum di masyarakat apalagi untuk dapat meniti kehidupan dengan kemampuan khusus. Kemampuan khusus tersebut pada saat sekarang memang dirancang untuk SMK bukan untuk SMA. Dengan demikian kurikulum SMA yang berlaku pada saat sekarang tidak mampu mengembangkan ”life skills” baik yang disebut sebagai ”social skills”, ”communicative skills”, apalagi ”economic/vocational skills”. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kurikulum SMA yang berlaku saat sekarang tidak mampu memenuhi tujuan kelembagaannya.

Kurikulum SMA yang berlaku pada saat kini dikembangkan berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003, PP nomor 19 tahun 2005, Permen Diknas nomor 22 tahun 2006 dan Permen Diknas nomor 23 tahun 2006. UU nomor 20 tahun 2003 mengatur bahwa kurikulum suatu satuan pendidikan dikembangkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan standar isi (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006) dan standar kompetensi lulusan (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006). Kurikulum yang dikembangkan dan dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan suatu gerakan baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Gerakan ini disesuaikan dengan arah perkembangan politik berkenaan dengan sistem pemerintahan dan kekuasaan yang desentralistis. Wewenang mengatur pendidikan ada pada pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam KTSP kepentingan nasional dan kepentingan daerah berada dalam satu garis yang searah bukan kontinum. Kepentingan nasional tidak boleh dikorbankan oleh kepentingan daerah dan demikian pula sebaliknya, kepentingan daerah tidak boleh dikorbankan oleh kepentingan nasional. Kedua kepentingan tersebut harus berjalan harmonis.

Sayangnya gerakan baru dalam pengembangan kurikulum tersebut tidak mengubah wajah kurikulum SMA secara fundamental. Hal itu terjadi karena fungsi SMA sebagai lembaga pendidikan di jenjang pendidikan menengah tidak berubah dari fungsi sebelumnya. Fungsi SMA masih merupakan kelanjutan jenjang pendidikan dasar dan dalam perspektif yang sama pula. Oleh karena itu, peran pendidikan SMA tidak mampu secara maksimal mewujudkan fungsinya sebagai persiapan bagi mereka yang melanjutkan ke perguruan

Page 17: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 13

tinggi dengan baik. Dalam keadaannya sekarang, pendidikan SMA tidak pula mampu mewujudkan fungsinya untuk mempersiapkan peserta didik bagi kehidupan. Fungsi SMA sudah harus berubah menghadapi tantangan baru masyarakat global yang penuh persaingan dan tuntutan terhadap pendidikan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas lebih baik.

2. PENDIDIKAN SMA MASA MENDATANG Pandangan bahwa pendidikan di SMA adalah kelanjutan dari pendidikan dasar hanya dapat dipertahankan apabila Indonesia memiliki kebijakan wajib belajar 12 tahun. Dengan kebijakan pendidikan wajib belajar 12 tahun maka pendidikan di SMA adalah pendidikan untuk seluruh bangsa. Pendidikan yang demikian harus bersifat pendidikan umum dan berlaku bagi semua warga tanpa memperhatikan kemampuan, cita-cita dan kekhususan yang diharapkan. Dalam konteks kebijakan pendidikan yang demikian maka posisi pendidikan di SMA sebagai kelanjutan linear dari pendidikan dasar sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan.

Pendidikan SMA harus dilihat dari sudut pandangan baru yaitu sebagai pendidikan persiapan untuk ke perguruan tinggi. Pendidikan yang demikian dikenal dengan nama ”pre-university education” atau matrikulasi. Dalam sistem pendidikan Inggeris, selain kedua istilah tersebut terkadang digunakan juga istilah ”college” untuk SMA. Negera-negara seperti Malaysia dan Singapura menempatkan pendidikan SMA sebagai pendidikan persiapan ke universitas. Di Jerman, lembaga pendidikan yang memiliki fungsi persiapan ke perguruan tinggi dinamakan ”gymnasium”, di Belanda disebut VWO. Dalam memberi fungsi baru ini pendidikan SMA adalah pendidikan khusus bagi mereka yang akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan bagi mereka yang akan memasuki dunia kerja. Apabila fungsi ini yang akan dikenakan kepada SMA yang akan datang maka konsep pendidikan SMA semacam ini dikenal di Inggris dengan nama ”comprehensive school”. Konsep ini dapat menempatkan SMA untuk menjalankan fungsinya sebagai persiapan bagi mereka yang akan melanjutkan studinya ke perguruan tinggi dan mereka yang akan memasuki dunia kerja. Pengertian ”comprehensive” dimaksudkan melingkupi kedua peran tersebut.

Keuntungan dalam model ”comprehensive school” ini adalah pada fleksibilitas bagi peserta didik. Mereka dapat mengambil program yang mempersiapkan diri mereka khusus untuk perguruan tinggi tetapi mereka memiliki kesempatan pada waktu yang bersamaan dapat pula memilih paket program yang mempersiapkan diri mereka untuk memasuki dunia kerja. Kerugiannya adalah beban belajar lebih besar dan sekolah tidak dapat menentukan dari awal berapa orang yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi dan berapa yang akan memasuki dunia kerja. Perencanaan pendidikan menjadi lebih kompleks dan demikian pula dengan penganggarannya.

a. KURIKULUM UNTUK SMA BARU Sesuai dengan fungsi SMA sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi maka kurikulum yang digunakannya harus mengalami penyesuaian dengan fungsi tersebut yaitu kurikulum yang mempersiapkan peserta didik untuk pendidikan mereka di perguruan tinggi. Selain itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan landasan filosofis pendidikan Indonesia yang memandang manusia sebagai suatu kesatuan utuh jasmani dan

Page 18: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 14

rohani maka kurikulum SMA masa mendatang harus pula memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan minat dan aspek keperibadian lainnya. Dengan perkataan lain, kurikulum di SMA tidak hanya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan yang dipersyaratkan untuk ke perguruan tinggi tetapi juga untuk memberikan berbagai kesempatan mengembangkan berbagai pilihan yang sesuai dengan minat peserta didik.

Untuk memenuhi tujuan tersebut maka kurikulum SMA terdiri dari dua kelompok mata pelajaran wajib dan kelompok mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib terdiri atas mata pelajaran wajib yang bersifat umum dan mata pelajaran wajib yang disesuaikan dengan tuntutan perguruan tinggi. Mata pelajaran wajib umum adalah mata pelajaran yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik dan yang sesuai dengan keputusan pemerintah terdiri atas Bahasa Indonesia, Agama, Bahasa Inggeris, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Mata kuliah wajib yang disesuaikan dengan tuntutan pendidikan di perguruan tinggi di fakultas/program studi yang akan dimasuki peserta didik. Mata pelajaran wajib ini terdiri atas kelompok:

- Bahasa Indonesia - Bahasa Asing - Matematika - Science - Ilmu Sosial - Pendidikan Jasmani - Pendidikan Musik

Dalam setiap kelompok mata pelajaran terdapat mata pelajaran yang diperlukan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan untuk mereka yang tertarik secara pribadi. Oleh karena itu setiap mata pelajaran yang ada dalam kelompok di atas terdiri atas mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan pada tingkat ”proficiency” dan mata pelajaran yang ”advanced”. Mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan ”proficiency” diikuti oleh mereka yang wajib mempelajarinya karena tuntutan bidang studi di perguruan tinggi yang akan ditempuhnya dan bagi mereka yang tertarik mata pelajaran tersebut karena minat pribadi. Mata pelajaran yang mengembangkan tingkat kemampuan ”advanced” hanya diikuti oleh mereka yang akan melanjutkan studi di perguruan tinggi yang menuntut penguasaan tingkat tersebut. Misalkan seseorang yang akan melanjutkan ke bidang teknologi harus menguasai matematika pada jenjang ”advanced” sedangkan seseorang yang akan melanjutkan studi ke bidang ekonomi mungkin cukup memiliki penguasaan matematika pada jenjang ”profiency”.

Demikian pula bagi mereka yang belajar bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib umum maka tingkat penguasaan yang dipersyaratkan adalah pada jenjang kemampuan ”profiency” sedangkan bagi mereka yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi di bidang yang berkenaan dengan bahasa dan sastra persyaratannya haruslah pada jenjang ”advanced”. Hal yang sama diterapkan juga kepada bahasa Inggris dimana jenjang ”advanced” dipersyaratkan bagi mereka yang akan melanjutkan studi dalam bahasa Inggeris sedangkan jenjang ”profieciency” adalah bagi mereka yang mengambil bidang studi lain selain bahasa Inggris.

Jenjang ”proficiency” dan jenjang ”advanced” suatu mata pelajaran ditentukan oleh ahli bidang tersebut dan guru yang mengajar. Kesepakatan tersebut tidak dilakukan pada setiap

Page 19: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 15

sekolah tetapi dapat dilakukan pada tingkat nasional. Hasil kesepakatan tersebut menjadi Standar Kompetensi Lulusan dan ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Ketetapan tersebut harus diPahami oleh setiap satuan SMA dan guru yang mengajar mata pelajaran tersebut. Guru harus memahami dengan jelas kriteria dan indikator yang membedakan antara jenjang ”proficiency” dan ”advanced” yang mungkin saja untuk setiap mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran berbeda dari kelompok mata pelajaran lainnya.

b. STRUKTUR KURIKULUM DAN PENJURUSAN Kurikulum SMA terdiri atas dua jenjang yaitu jenjang pendidikan awal/umum dan jenjang pendidikan khusus. Jenjang pendidikan awal adalah jenjang dimana seluruh peserta didik mengikuti mata pelajaran yang sama. Jenjang ini diberikan pada tahun pertama dan maksudnya adalah memantau kemampuan dan minat peserta didik. Pada jenjang ini peserta didik dinilai dari prestasi belajar dalam berbagai mata pelajaran, hasil dari kegiatan konseling, dan prestasi peserta didik di bidang-bidang lain di luar mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Dari awal peserta didik dan orang tua sudah harus mengetahui tujuan dari jenjang pendidikan umum ini.

Tahun kedua adalah tahun penjurusan. Berdasarkan hasil penilaian terhadap prestasi belajar dan berbagai kegiatan yang telah dilakukan pada tahun pertama, saran dari konselor dan masukan dari orang tua maka peserta didik dan guru menentukan bidang studi yang akan diikutinya di perguruan tinggi. Berdasarkan penentuan tersebut maka rancangan kurikulum bagi mereka ditentukan: mata kuliah apa yang wajib diikuti, beban sks serta jenjang kemampuannya, dan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan beserta jadwal. Pada waktu itu juga peserta didik menentukan mata pelajaran yang akan diambil sesuai dengan minatnya.

Mata pelajaran yang diikuti karena minat peserta didik tidak boleh dibatasi oleh kategori keilmuan. Artinya, seseorang yang akan melanjutkan pelajaran ke bidang teknologi dan oleh karenanya mengambil matematika dan fisika sebagai mata pelajaran wajib tidak harus mengambil biologi (jika tidak dipersyaratkan) tetapi dapat mengambil sastra, drama, musik, atau bidang sosial. Di sini yang menentukan adalah minat dan bukan kelompok atau kategori keilmuan.

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas maka struktur kurikulum SMA terdiri atas bersama pada tahun pertama dan tahun penjurusan pada tahun kedua dan ketiga. Pada tahun pertama bersama peserta didik mengikuti mata pelajaran sebagai berikut:

- Pendidikan Agama untuk kepribadian - Bahasa Indonesia untuk skill berbahasa dan estetika - Pendidikan Kewarganegaraan untuk kepribadian - Bahasa Inggris untuk skill berbahasa - Pendidikan Sejarah untuk semangat kebangsaan - Pendidikan Olahraga untuk kesehatan dan hobi - Pendidikan Kesenian untuk kepribadian dan estetika - Matematika untuk cara berbikir dan ketrampilan - IPS untuk introduction to social sciences (ways of thinking, basic concepts,

ways of doing, benefit and impact on life and environment)

Page 20: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 16

- IPA untuk introduction to science (ways of thinking, basic concepts, ways of doing, benefit and impact on life and environment)

- Muatan lokal (studi wilayah yang berkenaan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, fisik)

Mata pelajaran tersebut tidak perlu dalam SKS yang tinggi, cukup dalam rentangan 2 – 4 SKS. c. SISTEM KREDIT SEMESTER (SKS) dan SISTEM PAKET Setiap mata pelajaran diberi beban SKS yang dapat memiliki bobot dari 2 – 4 SKS. Setiap bobot SKS terdiri atas kegiatan tatap muka, kegiatan berstruktur, dan kegiatan mandiri. Batas minimal penguasaan, baik untuk tingkat ”proficiency” maupun ”advanced” ditentukan oleh kegiatan dan penguasaan pada kegiatan tatap muka dan berstruktur. Kegiatan mandiri adalah bonus yang dapat menutupi kekurangan pada pencapaian dalam tatap muka dan kegiatan berstruktur tetapi juga dapat meningkatkan pencapaian yang sudah memenuhi batas minimal dan untuk mendapatkan special remark jika pencapaian pada tatap muka dan berstruktur telah maksimal.

Paket adalah keseluruhan mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik untuk suatu bidang studi di perguruan tinggi. Paket tersebut terdiri atas mata pelajaran wajib umum dan kelompok mata pelajaran wajib yang harus diikuti karena diwajibkan perguruan tinggi.

Beban belajar untuk setiap paket antara 25 - 30 SKS per minggu. Untuk SMA yang berstatus ”comprehensive school” maka paket terdiri dari paket pendidikan umum sebagai kelanjutan dari tahun pertama dan vokasional untuk mempersiapkan mereka masuk ke dunia kerja. Paket vokasional di SMA harus berbeda dari Sekolah Menengah Kejuruan. Paket vokasional itu bersifat mengembangkan kemampuan dalam berbagai bidang yang sesuai dengan program studi yang ada di SMA. d. PENILAIAN HASIL BELAJAR Penilaian hasil belajar dilakukan guru pada setiap akhir suatu pokok bahasan dan bersifat formatif. Guru harus menilai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki peserta didik untuk suatu mata pelajaran. Berdasarkan hasil penilaian tersebut maka guru memberikan ”remedial” untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki peserta didik.

Peserta didik yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, pada akhir SMA tidak diadakan UN untuk menentukan kelulusan. Secara prinsipiil setiap SMA dapat mendaftarkan peserta didiknya untuk masuk ke perguruan tinggi yang diinginkannya. Artinya, pada akhir tahun ketiga peserta didik SMA mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi. Untuk itu maka perlu ada kerjasama dan kesepakatan antara perguruan tinggi dan pengelola SMA pada tingkat nasional. Seperti dikatakan pada bagian awal, kesepakatan tersebut diperlukan untuk menentukan kurikulum SMA dan sistem ujian masuk ke perguruan tinggi.

Jika dalam pertimbangan tertentu suatu perguruan tinggi menetapkan peserta didik sebuah SMA tertentu dapat langsung mendaftarkan diri ke perguruan tinggi yang bersangkutan,

Page 21: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 17

maka peserta didik SMA tersebut tidak perlu mengikuti tes atau ujian masuk perguruan tinggi. Dalam konteks yang lebih global SMA tertentu dapat saja mendaftarkan peserta didiknya untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di luar negeri. Dalam konteks yang demikian maka kurikulum tahun kedua dan ketiga SMA tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan dari perguruan tinggi di negara di mana peserta didik tersebut akan kuliah.

Sedangkan bagi mereka yang akan menyelesaikan pendidikan wajib belajarnya maka mereka tidak juga perlu mengikuti UN (dalam konsep sekarang ini) tetapi mereka perlu mengikuti ujian untuk keterampilan vokasionalnya dan mendapatkan sertifikat.

Page 22: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 18

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN 1. Standar Isi belum banyak dipahami secara komprehensif oleh stake holder terutama

guru dan siswa. 2. Ada beberapa mata pelajaran yang alokasi waktunya sangat sempit (1 jam) sehingga

menyulitkan dalam pengelolaan pembelajaran. 3. Jumlah jam pelajaran pada yang menjadi core program tertentu masih ada yang

kurang. 4. Nilai tambah UN belum ada. Nilai UN masih belum memiliki bobot yang digunakan

sebagai salah satu pertimbangan masuk UMPTN. 5. Sosialisasi kebijakan harus dilakukan setelah kebijakan itu diterapkan.

REKOMENDASI JANGKA PENDEK 1. Perlu sosialisasi secara komprehensif tentang standar isi untuk semua stake holder ( terutama guru ). 2. Perlu penataan kembali jumlah jam pelajaran pada mata-mata pelajaran yang

waktunya sempit melalui penambahan jam pelajaran. 3. Jumlah jam pelajaran pada program tertentu harus ditambah sebagai core program. 4. Perlu pembobotan UN sebagai kriteria masuk PTN.

REKOMENDASI JANGKA PANJANG 1. Untuk masa mendatang konsep tentang pendidikan SMA perlu difokuskan pada

pengertian pendidikan persiapan ke perguruan tinggi. Dengan konsep tersebut maka mereka yang memasuki pendidikan SMA adalah mereka yang memang merencanakan studi ke perguruan tinggi. Untuk itu struktur kurikulum, penjurusan, dan sistem pemilihan mata pelajaran harus diubah disesuaikan dengan fungsi baru tersebut.

2. Apabila Pemerintah akan menetapkan SMA sebagai bagian dari wajib belajar yaitu wajib belajar 12 tahun maka SMA direkomendasikan menjadi ”comprehensive school”. Dengan fungsi sebagai ”comprehensive school” maka SMA harus memiliki jalur kurikulum bagi mereka yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi dan bagi mereka yang akan menyelesaikan wajib belajar. Untuk yang akan menyelesaikan wajib belajar perlu ada paket pendidikan vokasional yang mungkin sifatnya untuk bidang pekerjaan umum dan jasa, bukan pekerjaan yang bersifat teknologi.

Page 23: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 19

LAMPIRAN

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PELAKSANAAN STANDAR ISI

Satuan Pendidikan : SMA

No. Aspek Permasalahan PemecahanMasalah

1. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar Kelas X Mulok Pengembangan Diri

Mata pelajaran sejarah dan geografi sangat sempit dengan alokasi 1 JP. Konsep Mulok belum jelas

1. Pengembangan diri tidak perlu mencantumkan jumlah ekuivalen jam karena banyak kegiatan yang bisa dikembangkan

2. Pengembangan diri masih diterjemahkan

Mata pelajaran sejarah direkomendasikan ditambah menjadi 2 JP, geografi 2 JP yang diambil dari JP keterampilan bahasa asing. Keterampilan bahasa asing dapat diberikan pada aspek pengembangan diri. Perlu penegasan bahwa tujuan mulok adalah untuk mempertahankan dan mengembangkan keunggulan/potensi daerah dan membangun kesadaran lingkungan pisik daerah dan sosial budaya daerah. Materi dapat diberikan antara lain dalam bentuk seni budaya daerah, bahasa daerah, industri, dan kerajinan daerah. Cukup diberi tanda bintang dan keterangan bahwa jumlah jamnya diserahkan sekolah sesuai dengan kebutuhan Perlu ada sosialisasi yang komprehensif tentang konsep pengembangan diri, yaitu

Page 24: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 20

sebagai keg.ekstrakuriku-ler. Padahal keg.ekskul hanya salah satu bagian dari pengembangan diri.

sebagai pengembangan potensi minat , bakat dan kepribadian dengan berbagai kegiatan. Keterampilan /bahasa asing, selain bahasa Inggris dapat diberikan dalam pengembangan diri. Untuk itu, perlu ditanyakan minat anak.

Kelas XI dan XII Program IPA Standar Isi TIK

Mata pelajaran sejarah dengan 1 JP sangat sempit sehingga menyulitkan dalam pengelolaannya. Materi TIK dalam standar isi tidak sesuai dengan perkembangan teknologi

Mata pelajaran sejarah direkomendasikan ditambah menjadi 2 JP.

Materi diarahkan pada pembelajaran yang bersifat aplikasi sebagai pengembangan pemanfaatan pengetahuan dan dapat diterapkan ke dalam proses pembelajaran mata pelajaran lain.

Page 25: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 21

Kelas XI Program IPS

Jam ekonomi masih kurang dengan adanya materi akuntasi, ekonomi lingkungan.

Ekonomi direkomendasikan ditambah dari 4 jp menjadi 5 JP sebagai core program IPS.

Kelas XI dan XII Program bahasa

Mata pelajaran bahasa asing masih perlu penambahan jam

Direkomendasikan ditambah 1 jam menjadi 5 jam

2. Penjurusan Kriteria dari pusat yang menetapkan ketuntasan sebagai syarat masuk penjurusan menimbulkan multitafsir, sehingga semua anak bisa memilih program jurusannya.

Perlunya pernyataan bahwa kriteria penjurus-an diarahkan pada minat dan kemampuan. Perlu ditambah kriteria penjurusan: Nilai pada ciri khas kelompok penjurusan harus lebih tinggi dari nilai KKM

3. Sosialisasi Sosialisasi tentang berbagai kebijakan dari pusat belum merata kepada semua stake holder, terutama:

1. guru 2. siswa 3. orang tua 4. PT 5. Ormas

1. Diusulkan semua kebijakan diimplementasikan sesudah sosialisasi.

2. Frekuensi sosialisasi

ditambah dengan materi yang komprehensif kepada semua stake holders dengan memperhatikan bentuk layanan yang sesuai dengan mereka (dinas, guru, siswa, orang tua, PT, Ormas, dll)

3. sekolah dapat

Page 26: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 22

berinisiatif untuk mendapatkan sosialisasi

4. Harus ada anggaran

tersendiri dari pusat, dinas provinsi, dinas kota/kab untuk menambah peserta diklat.

5. Layanan Profesional

Belum merata sampai di sekolah Akses masih sulit

Harus ada kerja sama antarpusat/unit utama departemen agar dapat memperbanyak dokumen layanan profesional yang didistribusikan ke setiap sekolah/daerah. Akses diperluas untuk seluruh masyarakat, dapat dilakukan dalam bentuk model-model dan layanan interaktif melalui media teknologi informasi (mailing list)

Page 27: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 23

6. PENILAIAN a. (UN)

Belum ada alat ukur yang terstandar untuk menilai pencapaian hasil belajar UN tidak bermakna bagi proses kelanjutan pendidikan ke PT. UN masih belum diperhitungkan dalam seleksi masuk PTN

Perlu ada penilaian eksternal oleh lembaga independen. Harus ada kerja sama antara Dirjend Mandikdasmen dengan Perguruan Tinggi dalam rangka memperhitungkan UN sebagai bagian dari seleksi masuk PTN, salah satunya pembobotan NEM sebagai penentuan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

7. Relevansi Guru Masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya

Harus ada sertifikasi alih fungsi bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

9. Life skill Konsep life skill belum dipahami secara menyeluruh. Life skill hanya diartikan sebagai keterampilan vokasional.

Perlu sosialisasi life skill secara menyeluruh. Life skill harus dipahami oleh seluruh satuan pendidikan sebagai kecakapan hidup yang terwujud melalui proses pengembangan diri secara terus menerus.

10. SKS Konsep Pelaksanaan SKS belum ada.

Perlu segera disusun struktur kurikulum SKS dan pedoman pelaksanaan.

Page 28: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 24

KAJIAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMA)

1. STRUKTUR PROGRAM Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas X

D. Alokasi Waktu Komponen

Semester 1

Usulan Semester 2

Usulan

A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4 4 4

5. Matematika 4 4 4 4

6. Fisika 2 2 2 2

7. Biologi

8. Kimia

2

2

2

2

2

2

2

2

9. Sejarah

10. Geografi

11. Ekonomi

12. Sosiologi

1

1

2

2

2

2

2

2

1

1

2

2

2

2

2

2

13. Seni Budaya 2 2 2 2

13. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

2 2 2 2

14. Teknologi Informasi dan Komunikasi

15. Keterampilan /Bahasa Asing

2

2

2

Diwadahi di pengem-

bangan diri

2

2

2

Diwadahi di pengem-

bangan diri

B. Muatan Lokal

2

2

2 2

C. Pengembangan Diri

D.

2*) *) 2*) *)

Page 29: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 25

D. Alokasi Waktu Komponen

Semester 1

Usulan Semester 2

Usulan

Jumlah 38 38 38 38

*) dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sekolah

Page 30: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 26

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPA

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Komponen

Smt 1

Usul- an Smt

2

Usul- an Smt

1

Usul-an Smt 2 Usulan

A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama

2

2 2 2 2 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2 2 2 2 2 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 4 4 4

5. Matematika 4 4 4 4 4 4 4 4

6. Fisika 4 4 4 4 4 4 4 4

7. Kimia 4 4 4 4 4 4 4 4

8. Biologi 4 4 4 4 4 4 4 4

9. Sejarah 1 2 1 2 1 2 1 2

10. Seni Budaya 2 2 2 2 2 2 2 2

11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

2 2 2 2 2 2 2 2

12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 2 2 2 2

13. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 2 2 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 2 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) *) 2*) *) 2*) *) 2*) *)

Jumlah 39 39 39 39 39 39 39 39

Page 31: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 27

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPS

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII Komponen Smt

1

Usul- an Smt

2

Usul- an Smt 1 Usul-

an Smt 2 Usul- an

A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama

2

2

2

2

2

2

2

2

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2 2 2 2 2 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 4 4 4

5. Matematika 4 4 4 4 4 3 4 4

6. Sejarah 3 3 3 3 3 3 3 3

7. Geografi 3 3 3 3 3 3 3 3

8. Ekonomi 4 5 4 5 4 5 4 5

9. Sosiologi 3 3 3 3 3 3 3 3

10. Seni Budaya 2 2 2 2 2 2 2 2

11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

2 2 2 2 2 2 2 2

12. Teknologi Informasi dan Komunikasi

2 2 2 2 2 2 2 2

13. Keterampilan/Bahasa Asing

2 2 2 2 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 2 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) *) 2*) *) 2*) *) 2*) *)

Jumlah 39 40 39 40 39 40 39 40

Page 32: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 28

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program Bahasa

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Komponen

Smt 1

Usulan Smt 2

Usulan Smt 1

Usulan Smt 2

Usulan

A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan

2 2 2 2 2 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5 5 5 5 5

4. Bahasa Inggris 5 5 5 5 5 5 5 5

5. Matematika 3 3 3 3 3 3 3 3

6. Sastra Indonesia 4 4 4 4 4 4 4 4

7. Bahasa Asing 4 5 4 5 4 5 4 5

8. Antropologi 2 2 2 2 2 2 2 2

9. Sejarah 2 2 2 2 2 2 2 2

10. Seni Budaya 2 2 2 2 2 2 2 2

11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

2 2 2 2 2 2 2 2

12. Teknologi Informasi dan Komunikasi

2 2 2 2 2 2 2 2

13. Keterampilan 2 2 2 2 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 2 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) *) 2*) *) 2*) *) 2*) *)

Jumlah 39 40 39 40 39 40 39 40

Page 33: 44_Kajian Kebijakan Kurikulum SMA

Kajian kebijakan kurikulum SMA 2007 29

DAFTAR PUSTAKA

Fullan, M.G. 2001. The new meaning of educational change. London: Routledge Falmer.

Bennie, K. & Newstead, K. 1999. “Obstacles to implementing a new curriculum.” dalam M.J. Smith & A.S. Jordaan (Eds.) Proceedings of the National Subject Didactics Symposium (pp. 150-157). Stellenbosch: University of Stellenbosch.

Nolder, R. 1990. “Accommodating curriculum change in mathematics: Teachers’ dilemmas.” dalam Booker, G., Cobb, P. & de Mendicuti, T.N. (Eds.). Proceedings of the Fourteent Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education (pp. 167-174). Mexico City, Mexico.

Charters, W. & Jones, J. (1973). On the neglect of the independent variable in program evaluation. Unpublished paper. Eugene: University of Oregon.

Hargreaves. A. 1995. A changing teachers, changing times. New York, NY: Teachers College Press.

Fennema, E. & Franke, M.L. 1992. “Teachers’ knowledge and its impact.” Dalam Grouws, D.A. (Ed.). Handbook of research on mathematics teaching and learning (pp. 147-164). New York, United States: MacMillan.

Taylor, N. & Vinjevold, P. 1999. Getting learning right: Report of the President’s Education Initative Research Project. Johannesburg, South Africa: Joint Education Trust.

Middleton, S. 1999. Between a rock and shifting sands: Issues of curriculumimplementation in secondary schools. Paper disajikan dalam “The Telecom Technology Education Conference”, Kings College, Auckland, New Zealand, 16 April 1999.

Hawkins, A.S. & Kapadia, R. 1984. “Children’s conceptions of probability—A psychological and pedagogical review.” Educational Studies in Mathematics, 15, 349-377.