42
By Timur Abimanyu, SH.MH MASALAH-MASALAH HUKUM YANG TIMBUL DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DAFTAR ISI Bab I : Pendahuluan Bab II : Otonomi Daerah A.. Pengertian Otonomi Daerah B. Ruang Lingkup Otonomi Daerah. Bab III : PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH A. Hubunagn Hukum antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. B. Pertanggung Jawaban Hukum Otonomi Daerah. C. Masalah-masalah Kewenangan c.1. Masalah berdasarkan faktor Internal c.2. Masalah secara faktor Eksternal. c.3 Tumpang tindihnya Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. D. Analisa Peraturan Perundang-undangan Otonomi Daerah berdasarkan faktor Internal dan faktor Eksternal. Bab IV : Penutup - Kesimpulan

38116831 Makalah Politik Hukum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 38116831 Makalah Politik Hukum

By Timur Abimanyu, SH.MH

MASALAH-MASALAH HUKUM YANG TIMBUL DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

DAFTAR ISI

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Otonomi Daerah A.. Pengertian Otonomi DaerahB. Ruang Lingkup Otonomi Daerah.

Bab III : PELAKSANAAN OTONOMI DAERAHA. Hubunagn Hukum antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.B. Pertanggung Jawaban Hukum Otonomi Daerah.C. Masalah-masalah Kewenangan

c.1. Masalah berdasarkan faktor Internalc.2. Masalah secara faktor Eksternal.c.3 Tumpang tindihnya Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah Pusat dengan

Pemerintah Daerah.D. Analisa Peraturan Perundang-undangan Otonomi Daerah berdasarkan faktor

Internal dan faktor Eksternal.

Bab IV : Penutup- Kesimpulan

Page 2: 38116831 Makalah Politik Hukum

Kata Pengantar

Otonomi Daerah adalah dalam upaya pelaksanaan roda Pemerintahan Pusat yang

memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan pemerintah

oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan asas otonomi

dan tugas pembantu dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dam sistim dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesi (UUD 1945).

Undang-undang otonomi daerah sebelumnya adalah Undang Undang No. 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan, yang telah diganti karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman

yaitu dengan Undang Undang No. 32 Tahun 2004, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri segala urusan pemerintah daerah

dan segala kepentingan masyarakat daerah /setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dimana Daerah

Otonomi, disebut daerah yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur, mengurus segala urusan Pemerintahan,

mengadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan kepentingan masyarakat daerah/setempat

yang menurut prinsip dasar daerah itu sendiri yang berdasarkan aspirasi masyarakat yang tidak

boleh terlepas dari prinsip dasar dan sistim Pemerintahan Pusat yaitu Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Prinsip dasar tersebut tertuang dalam Pasal 2 : ayat (1). Negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan

kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah, (2). Pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi

dan tugas pembantu, dan (3). Dasar pemikiran dan alur pikir dari penulis memilik judul

” Masalah-masalah Hukum Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ” adalah

bertujuan untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana Undang-undang Otonomi Daerah efektif

dapat dijalankan dalam rangka melaksanakan amanat UUD 1945 dan dengan harapan semoga hasil

pemikiran penulis yang berupa makalah dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi dan dikalangan

masyarakat Indonesia pada umumnya.

Page 3: 38116831 Makalah Politik Hukum

Penulis, 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi Daerah adalah dalam upaya pelaksanaan roda Pemerintahan Pusat yang

memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan

pemerintah oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantu dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dan

sistim dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi (UUD 1945). Dengan didasari oleh Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri segala urusan pemerintah daerah dan segala

kepentingan masyarakat daerah /setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dimana Daerah

Otonomi, disebut daerah yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus segala urusan Pemerintahan,

Mengadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan kepentingan masyarakat daerah/setempat

yang menurut prinsip dasar daerah itu sendiri yang berdasarkan aspirasi masyarakat yang tidak

boleh terlepas dari prinsip dasar dan sistim Pemerintahan Pusat yaitu Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Visi dan Misi dari Pemerintah Pusat didalam menjalankan Roda Pemerintahan adalah

untuk mengimplentasikan dalam bentuk realiasi pembangunan nasional yang merata dan

merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh

kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan

nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undangundang Dasar 1945.

Terdapatnya kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan

ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat

dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian

Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam

penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun

Page 4: 38116831 Makalah Politik Hukum

demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain

pihak dan keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan, begitu juga aturan yang

mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan

mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada

kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan

sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan

sumberdaya alam1 dan lingkungan hidup.

Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, yang tidak terlepas dari

masalah pengelolaan lingkungan hidup (Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi

sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi

mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat

penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. 2

Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri3 No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang

pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.

Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan

hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan

yang berpotensi merusak lingkungan hidup dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan

untuk pertambangan di hutan lindung. Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak

semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam

dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.4

1.Disertasi M. Solly lubis, Pengesaran garis politik dan perundang-undangan mengenai pemerintahan di Daerah dan

Garis besar pelaksanaaln di Sumatera Utara (USU Medan. 14 Desember 1983).2.Tri Widodo W. Utomo. Otonomi dan Ancaman Otoritarianisme di Daerah. Artikel dalam Surat kabar Harian Kompas,

Jakarta. 01 April 2003.3.Sumitro Maskun: Perpektif Dunia Usaha Dalam Era Otonomi Daerah, makalah dalam Seminar sehari di

selenggarakan lkatan Magister Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 31 Maret 2001 di Medan.

2

3

4. Dr. Syahrir: Kondisi ekonomi. prospek usaha dan Otonomi Daerah, disajikan dalam Seminar sehari Ikatan Alumi Magister manajemen

Universitar Sumatera Utara Medan, 31 Maret 2001.

Page 5: 38116831 Makalah Politik Hukum

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya

Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang

terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk

mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran

rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,

pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta

penataan ruang. Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan5 (World Summit on Sustainable

Development - WSSD) di Johannesburg Tahun 2002,6 Indonesia aktif dalam membahas dan

berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk

melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang

akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup

yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain.

Dengan pemikiran latar belakang tersebut bahwa terlihat pada peraturan perundang-

undangan Otonomi Daerah sangat berkaitan erat dengan Peraturan perundang-undangan

lainnya seperti salah satunya undang-undang Lingkungan Hidup, yang mungkin saja terjadinya

benturan-benturan atau tumpang tindihnya kewenangan, seperti untuk memenuhi

perekonomian daerah, pemerintahan daerah mengijinkan untuk menggunakan sumber daya

alam yang ada tetapi tidak memperhatikan dampak-dampak negatifnya dan disisi lain peraturan

perundang-undang pencemaran lingkungan hidup sangat melarang untuk menggunakan sumber

daya alam yang dilakukan dengan cara-cara dan penataaan yang baik, contohnya penebangan

liar (terlihat jelas terjadinya benturan kewenangan pada lintas sektoral, yang mengakibatkan

salah satu perundang-undang tersebut menjadi mandul).

Tujuan dan maksud pembahahasan Otonomi Daerah adalah untuk mengetahui

sampai sejauh manakah Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi daerah dapat

efektif berjalan tanpa terjadinya benturan atau tumpang tindihnya kewenangan, baik dengan

Pemerintah Pusat atau dengan kewenangan lintas sektoral seperti perundang-undangan

lingkungan hidup. Gejalan-gejalan pergesekan dan tumpang tindihnya kewenangan atau

kebijakan tersebut harus dihindari sedini mungkin, agar realisai dan implemtasi dari peraturan

5.Akhir-akhir ini, berkembang pula kecenderungan pihak legislatif untuk meningkatkan Anggaran Belanja, bukan untuk sebanyak mungkin dikembalikan kepada masyarakat lewat pembangunan (public service), tetapi untuk meningkatkan honorarium sebagai anggota legislatif daerah (melalui biaya rutin).

6.Harian Republika, Jakarta, Kamis 22 Mei 2003, halaman 3.5

6

Page 6: 38116831 Makalah Politik Hukum

perindang-undang Otonomi Daerah benar-benar efektif dan sesuai dengan nilai-nilai dasar

yang luhur dari Pancasila dan UUD 1945. Jika masalah-masalah tersebut tidak dikaji dan

dianalisa dengan secara mendalam oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah serta

melakukan kajian lintas sektoral yang berkaitan dan berhubungan erat dengan peraturan

perundang-undangan Otonomi Daerah tersebut.

Dengan didasari oleh Kerangka teori dan konsep dari Politik Hukum tentang Otonomi

Daerah adalah sebagai berikut :

UUD 1945 Pasal 1 dan Pasal 18 : ” (1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. (2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat,

dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Dan Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah : “ Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.”

UU Nomer 32 Tahun 2004, Pasal 2 tentang Pemerintahan Daerah :

” (1).Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah., (2).Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembatuan dan (3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah, serta (4).Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.” (Hilaire Barnett : “ Coustutionalisme is the doctrine which governs the legitimacy of government action. By constituonalisme is meant - in relation to constituons written and unwitten conformity with the broad philosophical values within a state.) ”7

Landasan Hukum Otonomi Daerah adalah Pancasila dan Undang Undang Dasar

1945 Republik Indonesia , yaitu 1. Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B,

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D, Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 ayat (4),

Pasal 33, dan Pasal 34, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3851), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4286), 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

7. Hilaire Barmaett, BA,LL.M : Contituanal & Administrative Law, Convendish publishing limited. London, Sydney Fourth Edition, hal. 5.

Page 7: 38116831 Makalah Politik Hukum

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, penulis merumuskan Otonomi Daerah

yaitu : Apakah pemberlakuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

telah efektif dijalankan dan tidak mengalami tumpang tindih didalam mengimplementasikan

undang-undang tersebut ?

Berdasarkan asumsi sementara bahwa Undang-Undang No 32 Tahun 2004 terkesan

didalam implementasinya belum terealisasi dengan sebaik-baiknya, terlihat bahwa undang-

undang terhadap segala kewenangan maupun kebijakannya, mengakibatkan timbulnya

pertentangan dengan undang-undang Lingkungan hidup.8 Mengapa demikian ? Dengan melihat

dari satu sisi pasal-pasal undang-undang Lingkungan Hidup melarang untuk melakukan

penebangan liar dan melakukan pencemaran terhadap Sumber Daya Alam dan disatu sisi yang

lain undang-undang Otonomi Daerah memberi ijin olehkan penebangan terhadap hutan-hutan

lindung dan pencemaran terhadap Sumber Daya Alam atau seakan-akan tidak mau tahu.

Dimana terkesana terjadinya Tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan yang terjadi

pada lintas sektoral dan belum lagi dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait,

seperti bidang pertanahan yang dibawah penguasaan Pemerintah Daerah.

Bab II

Otonomi Daerah

8. R. Otje Salman, Sosiologi Hukum : Suatu Pengantar, (Bandung : Penerbi CV, Armico, 1992), hal.13.

Page 8: 38116831 Makalah Politik Hukum

A.. Pengertian Otonomi Daerah

Pemerintahan daerah/otonomi daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah terdiri dari Gubernur, Bupati, atau

Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan dalam

Pemerintahan Daerah terdapat pula Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yaitu suatu

lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan daerah otonom tersebut

adalah merupakan daerah kesatuan masyarakat hukum9 yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat10 dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan berdasarkan sistim Desentralisasi adalah dimana penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sistim

Dekonsentrasi yaitu berupa pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan kepada instansi vertikal di wilayah

tertentu. Didalam tugasnya Pemerintah Daerah membantu Pemerintah Pusat untuk

melaksanakan tugas tertentu pemerintahan daerah, dengan mempunyai kewenangan membuat

Peraturan daerah (Perda) yang merupakan peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah

kabupaten/kota.11

Dalam hal perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah adalah

suatu sistim pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan 9.Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung, Remadja Karya, 198), hal.53.10. Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofi dan Sosiologis, Gunung Agung, Jakata, 2002, hal. 88.11. W ignjodipoero, Soerojo.Pengantar dan Asas-Asas Hukum Ada (Jakarta : CV.Haji Masagung, 1983), hal.76-77.

10

11

Page 9: 38116831 Makalah Politik Hukum

bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan

mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan

penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

Sebagaimana telah penulis jelaskan diatas, dimana ruang lingkup dari Otonomi Daerah

adalah kewenangan penuh yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

untuk mengurus dan membangun Daerahnya12 dengan perimbangan keuangannya yaitu

berdasarkan suatu sistim pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,

transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan

desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta

besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan tersebut.

Dimana maksud dari Otonomi Daerah adalah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang di amanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dimana pemerintahan daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat13 melalui peningkatan, pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu

daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam arti dimana segala kebijakan

internal dari Pemerintahan Daerah tersebut harus dikelola sepenuhnya untuk kepentingan

daerahnya dengan berdasarkan segala kebijakan yang berupa peraturan daerah baik peraturan

Geburnur, peraturan Bupati maupun peraturan Wali Kota, dimana kebijakan-kebijakan yang

telah diberlakukan tersebut tidak boleh terjadi tumpang tindihnya antar kebijakan dengan

Kebijakan eksternal yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan berlaku secara universal,

mengingat kebijakan Pemerintah Pusat sebagai pelaksana roda pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Tujuan dari Otonomi Daerah14 adalah untuk mencapai efisiensi dan efektivitas

didalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sangat perlu ditingkatkan dengan

12. Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung, Remadja Karya, 198), hal.53.

13. Soerjono Soekanto dan Mustapa Abdullah, Hukum Adat Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press, 1983), hal.193

13

Page 10: 38116831 Makalah Politik Hukum

kearah yang lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar

pemerintahan. daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan

global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan

pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah, perekonomian daerah, keuangan

daerah dan keamanan daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara

Kesatauan Republik Indonesia (NKRI).15 Tercapainya efisiensi dan efektifitas dari otonomi

daerah adalah untuk meringankan beban kerja Pemerintah Pusat, agar segala pengaturan

mengenai pelaksanaan roda pemerintahan daerah terutama dibidang perekonomian, keuangan

keamanan daerah dan Pilkada dapat terealisasi dan terpeliharan oleh masing-masing

Pemerintahan daerah telah diberi kewenangan oleh Pemerintah Pusat untuk melakukan

pembangunan nasional seutuhnya.

Bab IIIPELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

14. Richard Seymour is an MA graduate from the Department of Geography, University of Otago, Dunedin, New Zealand. His thesis focused on regional autonomy and the impacts of political decentralisation on local populations in Indonesia.

15.Sarah Turner ([email protected]) is Assistant Professor at the Department of Geography, McGill University, Montreal, Canada. Her research focuses on how small scale entrepreneurs, street traders and market traders in Southeast Asia, specifically those in Indonesia and Vietnam, make a livelihood.

15

Page 11: 38116831 Makalah Politik Hukum

Dengan dilandasi oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Undang Undang Nomer 32

tahun 2004, dimana pelaksanaan Otonomi Daerah direfleksikan oleh Pemerintah Pusat terhadap

daerah-daerah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pemenuhan

keinginan dari Undang Undang Dasar 1945.

A. Hubungan Hukum antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam Pasal 33 UUD 1945 yang memberikan pesan dan amanat kebijakan

(political messages)16 mengenai format perekonomian nasional (disusun sebagai usaha

bersama di antara semua aktor ekonomi) berdasarkan asas kekeluargaan (brotherhood, bukan

family relationship), bukan gronyisme juga amanat supaya kekayaan alam tanah air ini

dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (bukan secara oligarkis

dan kroniisme), Bahkan supaya fakir miskin dan yatim piatu sebagai kaum lemah beserta

kaum-kaum lemah lainnya, terutama dalam hal kehidupan sehari-hari. Juga dalam hukum

pemerintahan dan kesempatan kerja dan berusaha, ternyata tidak konsekwen dan konsisten

dijadikan sebagai acuan dan referensi konsitusional dalam praktek, kecuali lebih banyak

retorika politis lewat GBHN.

Pada hakekatnya, deviasi dan penyimpangan konstitusional 17 yang terjadi selama

inilah yang harus dikembalikan ke koridor sistim hukum yang sebenarnya, satu upaya besar

rekonstitusionalisasi dalam rangka mencari format konsititusionalisme yang baru bagi

bangsa Indonesia. Dapat prediksi yaitu selama masalah dan kepentingan yang standar dan

prinsipal ini belum terpecahkan dan terselesaikan, maka sistim politik dan sistim

perekonomian berikut sistem dan sub-sub sistim lainnya tidak akan kunjung mendapat

format dan profilnya yang baru yang dinilai memenuhi keinginan masyarakat banyak dan

luas, khususnya bagi Bangsa Indonesia.

16. In 1947, in a Dutch effort to regain control over parts of Indonesia, Indonesia adopted a Federal system of government and until 1950

was known as Republic of the United States of Indonesia (RUSI). According to Sadli (2000), Dutch involvement in that federal attempt is one reason why many nationalists within the central government do not support significant autonomy for the regions.

17.The new laws apply to all Indonesian provinces except Aceh and Papua (former Irian Jaya). These two provinces have been granted ‘special autonomy’ because of the strong independence movements in both. Although the details of what special autonomy will consist of remain hazy, it is likely that a strong military presence will be a condition of any autonomy they do receive.

17

Page 12: 38116831 Makalah Politik Hukum

Suatu kebijakan tanpa kemasan (package of policy)18 yang rapi dan terpadu, dapat terjadi

bahwa daerah-daerah hanya sekedar lahan dan objek (sasaran) dan tidak turut sebagai subjek

dan aktor aktif dalam kerjasama nasional regional dan global. Dengan melalui pemikiran

politis-strategis, kita sadar sepenuhnya bahwa Pemerintahan kita tidak mampu sendirian untuk

membiayai pembangunan nasional perekonomian misalnya, oleh karenanya tak dapat tidak

harus dirangkul potensi sektor swasta (private sectors)19 untuk mendukung beban ini,

(domestic and foreign) setidak-tidaknya melalui penanaman modal dan pengembangan usaha

di sektor pertanian dan perindustrian, lalu kemudian kita akan mengekspor barang jadi dan

setengah jadi ke luar, kita peroleh devisa, lalu kita pergunakan via APBN dan APBD untuk

membiayai proyek-proyek pembangunan Indonesia. Dalam konteks kebijakan yang demikian

dengan perundang-undangan yang mendukung kemudian di terapkannya deregulasi dan

debirokratisasi secara paradigmatik untuk melancarkan proses administrasi buat melayani para

penanam modal (domestic and foreign invertors) juga untuk menarik minat untuk

beroperasi di wilayah dan lahan-lahan Negara Indonesia

Di dalam negara kesatuan, sering muncul isu kepentingan nasional yang dipertentangkan

dengan kepentingan daerah. Dalam konteks ini, pemerintahan Pusat adalah pembela utama

kepentingan nasional. Pemerintahan Pusat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas-

tugas pemerintahan dan pembangunan pada tingkat nasional. Sebelum semuanya dimulai,

harus lebih dulu di redakan gonjangganjing politik dan kekuasaan yang lagi berkobar secara

sentral di tanah air ini. Baru kemudian, duduk bersama dengan pikiran yang jernih dan

ideaf-futuristik, untuk memikirkan format konsitutisionalisme yang dipanjang pas dan

cocok untuk masa depan Bangsa Indonesia.

Bagi Pemerintahan (Pusat) sumber-sumber kekayaan yang ada di daerah-daerah adalah

bagian yang amat penting bagi penghasilan nasional, karena pertambangan, industri,

pertanian, kehutanan dan berbagai bentuk badan usaha di daerah. Menurut kacamata

Pemerintahan (Pusat) sumber kekayaan yang berasal dari suatu daerah adalah milik nasional

yang dihasilkan oleh suatu Daerah tidak bisa hanya digunakan untuk kepentingan daerah

bersangkutan. Asas pemerintahan merupakan salah satu pedoman kerja Pemerintahan (Pusat)

18. Declines in investments from overseas companies have already been noted due to the proliferation of such regional laws. In response, the Ministry of Finance is now planning to revoke at least 80 of them (Kearney, 2002).

19. Such concerns have been voiced by Mandarese, a major ethnic group in the western part of South Sulawesi, who have not gained one of the 24 seats on the local council, and are now calling for a province of their own (Anggraeni, 2001).

19

Page 13: 38116831 Makalah Politik Hukum

sehingga sumbar kekayaan yang ada di daerah tertentu dibagikan pula ke daerah-daerah lain.

Akibatnya, kekayaan suatu daerah tidak dapat dinikmati sendirian oleh Daerah penghasil

kekayaan alam tersebut.

Dan sebaliknya, pemerintah daerah lebih menekankan pada kepentingan daerah dan

dalam pandangan Pemerintah Daerah bahwa sumber-sumber kekayaan yang ada di

daerahnya sering kali dianggap bisa dimanfaatkan untuk kepentingan daerah dan rakyat

daerah itu sendiri. Terutama jika daerah bersangkutan masih terbelakang dan miskin, maka

semakin besar pula tuntutan agar supaya sumber-sumber kekayaan yang ada di daerahnya dapat

digunakan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan dan rakyat di daerah

tersebut.

Sebagai jawaban yang paling utama, harus dimulai untuk menata kembali “hubungan

kekuasaan dan hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah” secara nasional melalui

Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan

kemudian disusul dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang diatur melalui

Peraturan Pemerintahan (PP).

Yang menjadi pertanyaan, adalah sejauh mana konsensus nasional dapat dicapai sebagai

political will, yang akan menjadi landasan politis srategis buat menata hubungan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yaitu hubungan dalam suatu aspek

keadministrasian negara, yang tak dapat dihindari baik dalam konteks Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Dengan forum diskusi mengenai amandemen pasal-pasal UUD 1945,

masalah Pemerintah Daerah dengan masalah Otonomi ini adalah termasuk masalah yang

rentan dan prinsipil. Sampai hari ini belum ada kata-akhir mengenai persoalan akan

dibagaimanakan masalah otonomi daerah ini untuk keperluan di masa yang akan datang.

Disamping mengakui beberapa kebaikannya saya melihat kehadiran UU Nomer. 32 tahun

2004 yang harus lebih disempurnakan sesuai dengan perkembangan jaman.

Karena UU Nomer 32 Tahun 2004, merupakan sebagai acuan yuridis untuk menata

ulang pemerintahan dan pembangunan di daerah, pembangunan di bidang perekonomiannya

termasuk dunia usaha yang dinilai kondusif untuk pengembangan daerah-daerah di

Indonesia. Dengan demikian jelaslah hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah

Daerah sangat erat sekali, dan saling membutuhkan baik secara administrative keuangan

Page 14: 38116831 Makalah Politik Hukum

maupun perekonomian Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang harus harmonis dan

sejalan dengan apa yang diamantkan oleh Undang Undang Dasar 1945.

B. Pertanggung Jawaban Hukum Otonomi Daerah.

Dalam hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai hasil desakan dan pukulan

reformasi dan eforia demokrasi di tahun 1998 dan 1999 dihubungkan dengan moment lahirnya

amandemen UUD 1945 (termasuk amandemen terhadap pasal 18 UUD itu tentang

Pemerintahan Daerah) sebagai hasil desakan lanjut reformasi dan eforia demokrasi itu

khususnya untuk mereformasi konstitusi 1945 di tahun 1999, 2000,2001 dan 2002. Setelah

keluarnya UU mengenai Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah itu apakah semua

permasalahan sudah atau dapat segera diselesaikan ? Ternyata tidak. Bahkan Timbul

masalah-masalah baru sebagai konsekwensi dari pergeseran garis kebijakan politik dan

perundang-undangan itu, Sedangkan disisi lain, peraturan-peraturan untuk pelaksanaan tidak

segera dilengkapi (organieke verordeningen). Terasa kerunyaman bahkan kekurang-kepastian

hukum mengenai status, posisi dan fungsi, dalam konteks hubungan antara pusat dan Daerah,

bahkan juga terasa adanya kesimpangsiuran pandangan dan penafsiran mengenai hakekat

otonomi daerah dalam undang-undang tersebut.

Kerunyaman Transisional, terjadi pergolakan poIitis-yuridis administratif dalam

hubungan antara Pusat dan Daerah. Bahkan antara Propinsi dengan kabupaten / Kota, bahkan Iagi

antara sesama kabupaten / Kota itu sehingga terjadi semacam terputusnya hubungan hirarkis

secara vertikal dan juga seperti hapusnya hubungan koordlinator dan subordinatif di antara

sesama Pemerintahan di Daerah.

Beberapa contoh :

- Tidak semua pihak legislatif maupun eksekutif didaerah Kabupaten dan Daerah Kota itu

dinilai “siap” dalam arti menguasai pemahaman untuk menerapkan undang-undang, dengan

persepsi yang sama.

- Terjadi sikap yang Ekstrim sedemikian, sehingga Daerah-daerah Kabupaten dan Kota

menganggap tidak ada hubungan administratif dan fungsional sama sekali dengan Propinsi,

dan beberapa KDH telah langsung berhubungan dengan Pemerintah pusat tanpa

“sekedar pemberitahuan atau beri kabar pun” kepada Gubernur KDH Propinsi.

Page 15: 38116831 Makalah Politik Hukum

- Timbul kecenderungan Kabupaten untuk mengeruk sebanyak mungkin sumber PAD

seakan-akan kepentingan kesejahteraan masyarakat dinomor duakan, dan belum tentu

terjamin bahwa pungutan-pungutan itu akan membalik (feed back, melting process) sebagai

biaya penanggulangan kepentingan kesejahteraan rakyat (public service). Terjadi semacam

rebutan kedudukan antar kaum politisi dari Parpol dan kalangan aparat birokrat yang telah

meniti karir dengan jenjang pendidikan dan dengan jam terbang pengalaman yang cukup

lama untuk menduduki posisi-posisi eksekutif. Bahkan disana sini terjadi “money politics”

padahal menurut teriakan dan pekik reformasi semula, KKN harus dikikis habis, khususnya

“suap menyuap” dalam hal pencalonan Kepala Daerah dan Wakilnya. Sampai saat ini masih

ada kasus money politics ini, yang belum tuntas pemerosesannya secara yuridis. Apakah ini

tidak bertentangan dengan visi dan misi reformasi dan prinsip demokrasi ?.

- Terlihat adanya kecenderungan pengkaplingan wilayah kekuasaan diantara Kabupaten-

kabupaten dengan semangat otonomi yang meluap-luap dan menganggap tidak harus

adanya lagi campur tangan Pusat terhadap kasusnya meskipun mengaku bahwa negara ini

(masih) negara kesatuan. Apakah merasa tidak perlu adanya lagi koordinasi ataupun

konsultasi?. Dalam praktek dan perkembangan di daerah-daerah, muncul pemeo bahwa

penguasa sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, telah menjadi semacam “raja-

raja kecil” yang mengklaim tidak adanya lagi hubungan kordinatif dan kontrol oleh

Propinsi / Gubernur terhadap Kabupaten / Bupati dan Kota / Walikota. Beberapa contoh

Bupati sudah langsung berhubungan dengan menteri Dalam Negeri “tanpa kordinasi /

konsultasi” lagi kepada Gubernur.

- Terdapat ketidak -pastian mengenai perlu tidaknya penyusunan Program Pembangunan

Daerah (Propeda) Kabupaten, disusun dengan cara menyesuaikan dengan Propeda Propinsi

(termasuk Rencana Strategisnya), dan sebaliknya apakah pemerintah Propinsi masih

punya kewenangan memberikan semacam arahan strategis kepada Kabupaten dan Kota.

Kalaupun tidak mengakui perlunya sub-ordinasi, apakah tidak perlu lagi koordinasi,

sebagai salah satu fungsi manajemen ?.

- Restrukturisasi kelembagaan dan kepegawaian pasti terjadi secara besar-besaran karena

Daerah harus menuntaskan reposisi dan refungsionalisasi para pejabat dan pegawai, yang

tadinya adalah aparat Pusat dan Daerah, (Kanwil, Kandep, Dinas, Cabang Dinas) yang

bersama-sama berada di Daerah yang sama dan rnengenai urusan yang sama atau

Page 16: 38116831 Makalah Politik Hukum

bersamaan.

- Mengenai urusan-urusan tertentu termasuk “pertanahan” misalnya, masih akan menjadi

permasalahan, karena kedua pihak Pemerintah akan dipertanyakan, pihak mana kelak dan

kompeten mengenai urusan pertanahan, apakah kabupaten dan Kota yang menjadi tempat

lokasi tanah ataukah pihak Pusat atau Propinsi. Dengan kata lain, apakah BPN atau akan

ada Dinas Pertanahan Daerah untuk mengurusi pertanahan.

Dasar hukum untuk kewenangan daerah (Kabupaten dan Kota) mengenai

“Pertanahan” ialah pada UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur bidang pemerintahan yang

wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum,

kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industeri, dan

perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga

kerja. Dalam arti dan pentingnya prakarsa daerah dalam penyelenggaraan pelayanan dasar

kepada masyarakat, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota wajib melaksanakan kewenangan

dalam bidang pemerintahan tertentu menurut UU No. 32 Tahun 2004, sesuai dengan

kondisi Daerah masing-masing, dan merupakan kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh

Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak dapat dialihkan Daerah Propinsi.

C. Masalah-masalah Kewenangan

Sebagaimana penulis telah jelaskan diatas, dimana timbul berbagai masalah-masalah

kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terutama di bidang pengelolaan

pendapatan daerah.

c.1. Masalah kewenangan berdasarkan faktor Internal.

Penafsiran terhadap pasal 4 UU No. 32 tahun 2004. Dalam praktek pelaksanaan

UU No. 32 tahun 2004 yang ternyata dapat memberikan tafsiran dalam arti sempit,

sehingga menimbulkan konflik antara Pemerintah Propinsi dengan Kabupaten / Kota dan

sebaliknya antara Kabupaten dengan Kabupaten, dan juga antara Kabupaten dengan

Kota dalam wilayah yang berhampiran. Apabila dicermati pada UU No. 32 tahun 2004

yang menyatakan bahwa Daerah Propinsi. Daerah Kabupaten / Kota masing-masing

berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarkhi satu sama lain.

Dalam hal pembagian Wilayah Daerah Khususnya Wilayah Laut, dimana dalam

implementasinya, seharusnya diterbitkan peraturan pelaksanaannya (organieke

Page 17: 38116831 Makalah Politik Hukum

verordening, mungkin berupa PP atau Keppres), sehingga pelaksanaannya dapat berjalan

dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pedoman Perangkat Daerah, tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom kiranya memerlukan aturan

pelaksanaannya untuk menjadi pedoman mengenai standard dan norma berupa petunjuk

dan arahan dari Menteri yang terkait. Dalam kenyataannya pengintegrasian tersebut

lebih didominasi atas pengalihan status PNS, personil dan beberapa aset serta sebagian

kewenangan yang dinilai dapat dilaksanakan Propinsi.

Sumber penerimaan, khususnya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Menurut pengamatan dan pengalaman, pelaksanaan UU No. 22 tahun 1997 tentang

Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP) juncto PP No. 22 tahun 1997 tentang

Penyetoran dan Jenis-Jenis PNBP, berarti PP ini diharapkan menjadi semacam lex

specialis (aturan khusus). Sedangkan dalam pelaksanaannya. ternyata pengaturan

kewenangan secara teknis diterbitkan (SE, Surat Edaran) dan Keputusan Mentri terkait,

yang difasilitasi oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri. Sedangkan di sisi lain Undang-

Uundang maupun Peraturan Pemerintah mengenai penyerahan kewenangan

pengelolaan PNBP kepada Daerah sama sekali belum diterbitkan, sehingga menimbulkan

keraguan, baik bagi Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten / Kota. Dalam praktek, untuk

mengatasi keraguan yang berkepanjangan itu, maka dengan berpegang pada petunjuk

Menteri “terkait” baik berupa Keputusan maupun Surat Edaran, beberapa Daerah

memberanikan diri menerbitkan Peranan Daerah (Perda) tentang pengelolaan

kewenangan tersebut yang berkaitan dengan “Objek pungutan daerah”.

Untuk Propinsi sudah ditetapkan secara Limitatif (berarti tidak dapat

menetapkan jenis Pajak lain), sedangkan Pajak Kabupaten / Kota masih dapat

menetapkan jenis Pajak Baru selain dari yang telah ditetapkan, sesuai dengan potensi

dan kriteria yaing sudah ditentukan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, dilanjutkan melalui PP No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah, maka Pajak

Propinsi bagi hasilnya kepada Kabupaten/ Kota yang di kelolakan dengan memperhatikan

aspek potensi dan aspek pemerataan. Itu berarti, tidak sepenuhnya hasil penerimaan

Pajak Propinsi dapat dimanfaatkan Propinsi dalam APBD-nya untuk membiayai

penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan Pembangunan dan pelayanan kepada

Page 18: 38116831 Makalah Politik Hukum

masyarakat. Sedangkan disisi lain, Kabupaten / Kota , selain dapat memanfaatkan

sepenuhnya penerimaan yang dikelolanya, juga dapat pula memanfaatkan dana perolehan

penerimaan bagi hasil Pajak Propinsi dalam APBD Kabupaten / Kota itu.

Dihubungkan dengan ketentuan hukum mengenai penyerahan jenis-jenis kepada

daerah, perlu kepastian hukum (rechts zekerheid) sebagai pedoman bagi propinsi maupun

Kabupaten / Kota, supaya tidak terkesan adanya “tarik menarik” diantara instansi-

instansi itu, dan terlihatnya duplikasi mengenai “objek penerimaan pungutan” yang

sama, yang membingungkan para “subjek membayar PNBP” itu sendiri.

c.2. Masalah kewenangan berdasarkan faktor Eksternal.

Dimana UU No. 32 tahun 2004 ditinjau berdasarkan factor eksternal terdapatnya

bermasalahan kewenangan Pemerintah Pusat yang telah dibatasi oleh undang-undang

tersebut, yang sehingga menimbulkan konflik kewenangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, terutama didalam hal pendapatan keuangan daerah. Dimana

Program Pemerintah Pusat untuk menarik anggaran pendapatan daerah yang

mempunyai pendapatan yang surplus dan kemudian dikumpulkan untuk dibagikan pada

daerah-daerah yang minus dalam rangka pemeretaan pembangunan dan pemekaran

wilayah di Indonesia. Begitu pula terhadap permasalahan pembagian Wilayah Daerah

yang khususnya Wilayah Laut, dimana pada implementasinya, Pemerintah Pusat tidak

dapat berbuat banyak terhadap wilayah laut, didalam hal pengelolaan wilayah laut dan

pelestarian lingkungan hidup, yang sehingga menimbulkan tari-menariknya kewenangan

antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, dimana pengawasan Pemerintah

Pusat pada kawasan wilayah laut tidak dapat berjalan dengan sebaik-baiknya karena

terhadang oleh kewenangan Otonomi Pemereintah Daerah tersebut.

Tarik menarik kewenangan secara factor eksternal yaitu antara Pemerintah Pusat

dengan Pemerintah Daerah diberbagai sector, mengakibatkan segala kebijakan

Pemerintah Pusat tidak dapat berjalan dengan sebagi-baiknya, karena daerah otonom ini

merasa telah mutlak untuk menguasai seutuhnya kekayaan alam yang berupa Sumber

Daya Manusia dan Sumber daya alam untuk digunakan dalam penembangan dan

pembangunan dareahnya sendiri.

Kewenangan Pemerintah Pusat mengenai “Pertanahan” sudah tidak dimiliki

secara seutuhnya karena telah diserahkan kepada Pemerintahan Daerah yang wajib

Page 19: 38116831 Makalah Politik Hukum

dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum,

kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industeri, dan

perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga

kerja dan Mengadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dengan demikian

kewenangan Pemerintah Pusat secara factor eksternal sudah dipersempit dengan adanya

undang-undang otonomi daerah. Pemerintah Pusat tidak dapat melakukan pengawasan

secara dekat terhadap asset Negara yaitu kawasan laut, kepulaun dan pertanahan karena

semuanya sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasrkan sistim Otonomi

daerah tersebut.

c.3 Tumpang tindihnya Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah Pusat dengan

Pemerintah Daerah.

Dilihat dari kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan peraturan perundang-

undang Otonomi Daerah, dimana Pemerintah Pusat sebagai pelaksana jalan roda

pemerintahan sesuai dengan amanat dari UUD 1945 yaitu didalam melaksanakan

pemeretaan pembagunan didaerah-daerah tidak tercapai dengan sempurna, mengingat

dengan berlakuknya undang-undang otonomi daerah tersebut, Pemerintah Daerah diberi

kewenangan Otonomi untuk mengurus daerahnya sendiri. Dari proyeksi inilah maka

terkesan Pemerintah Pusat hanya menerima hasilnya dari Pemerintah Daerah, akan tetapi

dalam hal kewenangan pengawasan seperti kawasan laut dan pertanahan Pemerintah

Pusat tidak dapat berbuat banyak.

Apalagi terhadap lintas sektoral seperti peraturan Menteri Lingkungan Hidup,

yang melarang untuk melakukan penebangan liar dan pencemaran lingkungan hidup, di

satu sisi Peraturan Daerah membolehkan melakukan penebangan hutan lindung dan

dampak pencemarannya tidak diperhatikan oleh Pemerintahan Daerah, dengan dalih

karena investasi daerah dan merupakan sumber pemasukan keuangan daerah. Yang

menjadi permasalah yang paling pripsip adalah jika terjadi bencana alam, Pemerintah

Daerah berdalih bahwa dalam masalah bencana alama merupakan kepentingan nasional

dengan demikian Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab terhadap permasalahan

tersebut. Atas dasar segala permasalahan tersebut, maka perlunya ada juklak atau Kepres

atau peraturan sejenisnya untuk menengahi dan memberi jalan pemecahan agar tidak

Page 20: 38116831 Makalah Politik Hukum

terjadi lagi tumpang tindih kewenangan, tarik-menariknya kewenangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tersebut

D. Analisa Peraturan Perundang-undangan Otonomi Daerah berdasarkan faktor Internal

dan faktor Eksternal.

Sebagai analisa dari UU No. 32 Tahun 2004 Bahwa Pemerintahan daerah

adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan perangkat

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati,atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) adalah suatu lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah. Dengan demikian secara Faktor internal bahwa otonomi daerah adalah

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Upaya tersebut dilakukan dengan sistim Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan yang masih didalam lingkung kewenangan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan pula dilakukannya sistim Dekonsentrasi adalah

pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil

pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dengan tugas

pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Analisa berdasarkan factor ekternal adalah kedudukan Pemerintah pusat, yang disebut

Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan

negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Kekuasaan Pemerintah Pusat secara factor eksternal telah

dibatasi oleh undang-undang otonomi daerah yaitu dengan UU No. 32 Tahun 2004.

Page 21: 38116831 Makalah Politik Hukum

Terhadap penyelengaraan pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi

kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam. wilayah

provinsi dan/atau kabupaten/kota yaitu untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas

yang ditetapkan dengan undang-undang yaitu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dan

begitu penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di

daerah dan administrasi pendanaan didanai dari beban anggaran pendapatan dan belanja

negara.

Demikianlah analisa penulis berdasarkan factor internal dan factor ekternal, dimana

dengan realisasi dan implemetasi dari kebijalan UU No. 32 tahun 2004, walaupun Pemerintah

Pusat telah memberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat

masih mempunyai kewajiban terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah di daerah dan administrasi pendanaan yang didanai dibebankan pada

anggaran pendapatan dan belanja Negara Republik Indonesia. Dengan berlakuknya undang-

undang otonomi daerah maka hirarki antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah nampak

tidak terlihat jelas, hal ini dilihat dari berbagai kebijakan Pemerintah Pusat terhadap

Pemerintah Daerah yang sering tidak direalisakan dan di implementasikan oleh Pemerintah

daerah secara baik, dan sebagai akibatnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan

Pemerintah Daerah.

Page 22: 38116831 Makalah Politik Hukum

Bab V P e n u t u p

- Kesimpulan

1. otonomi daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan dalam Pemerintahan Daerah terdapat pula Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).Dalam hal perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistim pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

2. Otonomi Daerah bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas didalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sangat perlu ditingkatkan dengan kearah yang lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah, perekonomian daerah, keuangan daerah dan keamanan daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Dasar Hukum Otonomi Daerah Undang Undang Dasar 1945 dan Undang Undang Nomer 32 tahun 2004, dalam Pasal 33 UUD 1945. Konsensus nasional dapat dicapai sebagai political will, yang akan menjadi landasan politis srategis buat menata hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yaitu hubungan dalam suatu aspek keadministrasian negara, yang tak dapat dihindari baik dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Masalah-masalah kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terutama di bidang pengelolaan pendapatan daerah. Penafsiran terhadap pasal 4 UU No. 32 tahun 2004. Dalam praktek pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004 yang ternyata dapat memberikan tafsiran dalam arti sempit, sehingga menimbulkan konflik antara Pemerintah Propinsi dengan Kabupaten / Kota dan sebaliknya antara Kabupaten dengan Kabupaten, dan juga antara Kabupaten dengan Kota dalam wilayah yang berhampiran. Apabila dicermati pada UU No. 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa Daerah Propinsi. Daerah Kabupaten / Kota masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarkhi satu sama lain yaitu dalam hal pembagian Wilayah Daerah Khususnya Wilayah Laut, dimana dalam implementasinya, seharusnya diterbitkan peraturan pelaksanaannya (organieke verordening, mungkin berupa PP atau Keppres), sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

4. Tinjauan berdasarkan factor eksternal terdapatnya masalahan kewenangan Pemerintah Pusat yang telah dibatasi oleh undang-undang tersebut, yang sehingga menimbulkan

Page 23: 38116831 Makalah Politik Hukum

konflik kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terutama didalam hal pendapatan keuangan daerah. Dimana Program Pemerintah Pusat untuk menarik anggaran pendapatan daerah yang mempunyai pendapatan yang surplus dan kemudian dikumpulkan untuk dibagikan pada daerah-daerah yang minus dalam rangka pemeretaan pembangunan dan pemekaran wilayah di Indonesia. Begitu pula terhadap permasalahan pembagian wilayah Daerah yang khususnya Wilayah Laut, dimana pada implementasinya, Pemerintah Pusat tidak dapat berbuat banyak terhadap wilayah laut, didalam hal pengelolaan wilayah laut dan pelestarian lingkungan hidup, yang sehingga menimbulkan tari-menariknya kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, dimana pengawasan Pemerintah Pusat pada kawasan wilayah laut tidak dapat berjalan dengan sebaik-baiknya karena terhadang oleh kewenangan Otonomi Pemerintah Daerah tersebut.Tarik menarik kewenangan secara factor eksternal yaitu antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah diberbagai sector, mengakibatkan segala kebijakan Pemerintah Pusat tidak dapat berjalan dengan sebagi-baiknya, karena daerah otonom ini merasa telah mutlak untuk menguasai seutuhnya kekayaan alam yang berupa Sumber Daya Manusia dan Sumber daya alam untuk digunakan dalam penembangan dan pembangunan daerahnya sendiri. Begitu pula kewenangan Pemerintah Pusat mengenai “Pertanahan” sudah tidak dimiliki secara seutuhnya karena telah diserahkan kepada Pemerintahan Daerah yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industeri,perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, tenaga kerja dan mengadakan Pilkada.

5. Dengan melihat kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan peraturan perundang-undang Otonomi Daerah, dimana Pemerintah Pusat sebagai pelaksana jalan roda pemerintahan sesuai dengan amanat dari UUD 1945 yaitu didalam melaksanakan pemeretaan pembagunan didaerah-daerah tidak tercapai dengan sempurna, mengingat dengan berlakuknya undang-undang otonomi daerah tersebut, Pemerintah Daerah diberi kewenangan Otonomi untuk mengurus daerahnya sendiri. Dari proyeksi inilah maka terkesan Pemerintah Pusat hanya menerima hasilnya dari Pemerintah Daerah, akan tetapi didalam hal kewenangan pengawasan seperti kawasan laut dan pertanahan Pemerintah Pusat tidak dapat berbuat banyak. Begitu pula terhadap kewenangan lintas sektoral seperti peraturan Menteri Lingkungan Hidup, yang melarang untuk melakukan penebangan liar dan pencemaran lingkungan hidup, di satu sisi Peraturan Daerah membolehkan melakukan penebangan hutan lindung dan dampak pencemarannya tidak diperhatikan oleh Pemerintahan Daerah, dengan dalih karena investasi daerah dan merupakan sumber pemasukan keuangan daerah.

6. Analisa UU No. 32 Tahun 2004 bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan perangkat Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati,atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah suatu lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian secara Faktor internal bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Dengan sistim Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Page 24: 38116831 Makalah Politik Hukum

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang masih didalam lingkung kewenangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pula dilakukannya sistim Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dengan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Page 25: 38116831 Makalah Politik Hukum

DAFTRA PUSTAKA

Azfar, O., Kahkonen, S., Lanyi, A., Meagher, P., and Rutherford, D. 1999: Decentralization, Governance and Public Services. The Impact of Institutional Arrangements. A Review of the Literature. IRIS Centre, University of Maryland, College Park.

Anggraeni, D. 2001: Evaluating the Regional Autonomy Policy. Opinion. Jakarta Post, 17/7/01.Antlov, H. 1999: Civil Society, Good Governance and Participatory Democracy. Paper presented

at the ‘Centre for Regional Autonomy Development workshop’. Cibago, August, 1999.Alm. J., Aten, R. and Bahl, R. 2001: Can Indonesia Decentralise Successfully? Plans, Problems

and Prospects. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37, 83-102.Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu Kajian Filosofi dan Sosiologis, Gunung Agung, Jakata,

2002.AM. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Presfektif Islam, (jakarta : Rajawali, 1987).Bourchier, D. 2000: Habibie’ s Interregnum: Reformasi, Elections, Regionalism and the Struggle for

Power. In Manning, C. and van Diermen, P., Editors, Indonesia in Transition. Social Aspects of Reformasi and Crisis. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 15-37.

Brodjonegoro, B. and Asunama, S. 2000: Regional Autonomy and Fiscal Decentralization in Democratic Indonesia. Unpublished paper, University of Jakarta.

Baswir, 2000: Cited in ‘Regional autonomy policy may end in chaos’, Jakarta Post, 2 1/12/00.Blair, H. 2000: Participation and Accountability at the Periphery: Democratic Local Governance in

Six countries. World Development, 28, 21-39.Bossuyt, J. and Gould, J. 2000: Decentralisation and Poverty Reduction: Elaborating the

Linkages. Policy Management Brief No. 12. Maastricht: ECDPM. On-line: http://www.oneworld.org/ecdpm/pmb/b12 gb .htm

Caragata,W.2001:Autonomy’sLosers.Asiaweek,18/5/01.Online:http://www.asiaweek.com/asiaweek/magazine/nations/0,8782,109281,00.html.

Cohen, M. 2000: Chorus of Discontent. Far Eastern Economic Review, 17/02/00, 24-25.Crook, R. and Manor, J. 1994: Enhancing Participation and Institutional Performance:

Democratic Decentralisation in South Asia and West Africa. London: Overseas Development Administration.

Down to Earth, 2001: Rio Tinto Gold Mine Opposed by People of Poboya. Down to Earth Report, 20/03/01.

Engineering Interpretation diambil dari Bab VII buku Rocoe Pound yang berjudul : Interpretation of Legal History. (USA : Holmes Heach, Plorida, 1986).

Eaton, K. 2001: Political Obstacles to Decentralization. Evidence from Argentina and the Philippines. Development and Change, 32, 10 1-128.

Frans Magnis Suso, Etika Dasa Masalah-masalah Pokok Filsaat Moral, (Yogyakarta, 1985).Forrester, G. 1999: A Jakarta diary, May 1998. In Forrester, G. and May, R., editors, The Fall of

Soeharto. Singapore: Select Books Pte Ltd, 24-69.Geert, Hartz, Cunningham, Turner, dan Levi Strauss, Struktur Sosial, Agama dan Upacara, dikutip

dari www.yahoo.co. Tgl 23 Oktober 2004.German Technical Cooperation, 2000: Capacity Building for Local Governance. A Framework

for Government Action and Donor Support. Draft #2. On-line: www.gtzsfdm.or.id/capacity/cb_index.htm, Report No. WD07.

Hill, H. 1999: The Indonesian Economy in Crisis. Causes, Consequences and Lessons. Allen and Unwin, Australia.

Hutchcroft, P. 2001: Centralization and Decentralization in Administration and Politics: Assessing Territorial Dimension in Authority and Power. Governance, 14, 23-53.

Page 26: 38116831 Makalah Politik Hukum

HLA. Hart, Th Consept of Law, (londn : Oxford University Pes, 1961).Indonesia Forum Foundation, Office of Transitional Initiatives, 2000: Executive Report on

Findings of the Study on Establishing Regional Decentralization in Indonesia/E .R .D .I. National Conference on Regional Autonomy. 15 January - 15 May.

Indonesian Observer, 4/10/00: ‘Regions learning streamlined administration’. Islam, I. 1999: Regional Decentralisation in Indonesia: Towards a Social Accord. Working paper 99/01. Jakarta: United Nations Support Facilityfor Indonesian Recovery.

Jakarta Post, 30/10/00: ‘Central Government must control foreign mining investment’.Kahin, A. 1994: Regionalism and Decentralisation. In Bourchier, D. and Legg, J., Editors,

Democracy in Indonesia. 1950s and 1990s. Victoria, Australia: Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, 204- 213.

Kearney, M. 2002: New Local Taxes Hurting Indonesia’s Economy. The Straits Times, 7/4/02.Kirana Jaya, W. and H. Dick, 2001: The Latest Crisis of Regional Autonomy in Historical

Perspective. In Lloyd, G. and Smith, S., Editors, Indonesia Today: Challenges of History. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 216-228.

Livingstone, I. and Charlton, R. 2001: Financing Decentralized Development in a Low-Income Government in Uganda. Development and Change 32, 77-100.

Muhammad –Hufy, Ahmad, Akhlak Nabi Muhammad SAW : Keluhuran dan Kemuliaan. (jakarta : Bulan Bintang, 1987), h. 15. Bandingkan uraian, Ahmadamin, Etika (Ilmu Akhlak), ( Jakarta : Bulan Bintang, 1987).

Petromindo, 2000: Mining industry anxiously anticipating decentralization era. Pertromindo .com , 27/11/00.

Podger, O. 2001: Regions know what to do to develop themselves. Opinion. Jakarta Post, 29/3/01.Prasetyo, P. 2000: Personal communications, 3 1/3/00.Rondinelli, D. 1990: Decentralization, Territorial Power and the State: A Critical Response.

Development and Change 21, 491-500.Rondinelli, D. and Cheema, G. 1983: Implementing Decentralization policies. In Cheema, G.

and Rondinelli, D., Editors, Decentralization andDevelopment. Policy Implementation in Developing Countries. California: SAGE Publications, 9-14.

Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung, Remadja Karya, 198).

R. Otje Salman, Sosiologi Hukum : Suatu Pengantar, (Bandung : Penerbi CV, Armico, 1992). Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Otonomi Daearh.”Republik Indonesia Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah.”

[Republic of Indonesia Law Number 22, 1999 regarding ‘Regional Governance’].-sudah tidak berlaku lagi.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang “Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.”

Schwarz, A. 2000: A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. New South Wales: Allen and Unwin.

Siegel, J. 1998 ‘Early Thoughts on the Violence of May 13 and 14, 1998 in Jakarta’, Indonesia, vol. 66, October, pp. 76-100.

Slater, D. 1989: Territorial Power and the Peripheral State: The issue of Decentralisation, Development and Change, 20(3), 501-531. 1990: Debating Decentralisation–A Reply to Rondinelli , Development and Change, 21, 501-512.

Sarjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum. (Bandung : Penrit : PT.Citra Aditya Bakti, 1989).Soejono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhdap Masalah-Masalah Sosial, Penerbit

umni, Bandung, 1981.Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (bandung, Aumni, 1982).Soerjono Soekanto dan Mustapa Abdullah, Hukum Adat Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press,

1983).

Page 27: 38116831 Makalah Politik Hukum

Sadli, M. 2000: Establishing Regional Autonomy in Indonesia. The State of the Debate. Paper

presented at the University of Leiden, Holland, 15- 16 May.Samoff, J. 1990: Decentralisation: The Politics of Interventionism, Development and

Change, 21, 513-530.Suharyo, W. 2000: Voices from the Regions: A Participatory Assessment of the New

Decentralization Laws in Indonesia. Report prepared for the United Nations Support Facility for Indonesian Recovery, Jakarta.

Suryahadi, A., Sumarto, S., Suharso, Y., and Pritchett, L., 2000: The Evolution of Poverty during the Crisis in Indonesia, 1996 to 1999. A research working paper. Jakarta: Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU).

Turner, S. and Seymour, R., 2002: Ethnic Chinese and the Indonesian Crisis.In R. Starrs, Editor, Nations under Siege: Globalisation and Nationalism in Asia. New York, Palgrave, MacMillian Press, pp.169- 194.

Wignjodipoero, Soerojo.Pengantar dan Asas-Asas Hukum Ada (Jakarta : CV.Haji Masagung, 1983).