32709982 Penerapan Kooperatif Tipe STAD Dengan Media VCD Untuk Mengetahui Miskonsepsi Pokok Bahasan Kalor

Embed Size (px)

Citation preview

  • PENERAPAN PEMBELAJAR

    STAD DENGAN MEDIA VCD UNT

    ADANYA MISKONSEPSI F

    PADA POKOK BAHASAN P

    FAKULTAS MATEMATIKA

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    PROPOSAL SKRIPSI

    PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

    DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI

    ADANYA MISKONSEPSI FISIKA SISWA KELAS X

    PADA POKOK BAHASAN PERPINDAHAN KALOR.

    Oleh

    Ikmalul Hakim

    4201406500

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2010

    AN KOOPERATIF TIPE

    UK MENGETAHUI

    ISIKA SISWA KELAS X SMA

    ERPINDAHAN KALOR.

    DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

  • 1

    LEMBAR PENGESAHAN

    Proposal yang berjudul " PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

    TIPE STAD DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI ADANYA

    MISKONSEPSI FISIKA SISWA KELAS X SMA PADA POKOK

    BAHASAN PERPINDAHAN KALOR telah disahkan pada :

    Hari :

    Tanggal :

    Semarang, Februari 2010

    Yang Mengajukan

    Ikmalul Hakim

    NIM 4201406500

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Drs. Mosik, M.S Drs. Sri Hendratto, M.Pd

    NIP. 19580724 198303 1 001 NIP. 19470810 197302 1 001

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan Fisika

    Dr. Putut Marwoto, M.Si

    NIP 19630821 198803 1 004

  • 2

    DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    PROPOSAL SKRIPSI

    Nama = Ikmalul Hakim

    NIM = 4201406500

    Prodi. = Pendidikan Fisika

    I. JUDUL

    PENERAPANPEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

    DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI ADANYA

    MISKONSEPSI FISIKA SISWA KELAS X SMA PADA POKOK

    BAHASAN PERPINDAHAN KALOR.

    II. LATAR BELAKANG

    Fisika adalah bidang studi yang dianggap sulit, tetapi apa sumber

    kesulitan didalam belajar fisika jarang diselidiki. Sering dikatakan bahwa

    Fisika sulit karena penggunaan Matematika didalamnya, atau siswa tidak

    dapat menghitung, atau Fisika tidak menarik. Penelitian dari dua

    kadalwuarsa dan sejarah Fisika memperlihatkan bahwa salah satu sumber

    kesulitan utama adalah terjadinya miskonsepsi.

    Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa kesalahan

    pemahaman siswa terhadap suatu konsep fisika adalah sesuatu yang wajar

    dan dapat dianggap sebagai kurang berhasilnya proses belajar mengajar.

    Sehingga tidak perlu menindaklanjuti hal tersebut. Akan tetapi jika dikaji

    lebih jauh permasalahan pendidikan yang mendasar yang berkaitan dengan

    salah pemahaman konsep. Satu hal yang perlu dicatat ialah kesalahan

    pemahaman konsep oleh siswa ini akan secara konsisten akan

    mempengaruhi efektivitas proses belajar selanjutnya daari siswa yang

    bersangkutan. Pemahaman yang salah atau yang berbeda dari pemahaman

  • 3

    para ahli tidak mudah untuk dilupakan dan diganti dengan pemahaman

    baru dan benar dari kacamata masyarakat ilmiah.

    Penelitian tentang miskonsepsi dilakukan oleh Jasien dan

    Oberem(2002) menemukan bahwa para siswa dan para guru fisika

    kesulitan dalam menjelaskan konsep suhu dan kalor.Penelitian mengenai

    miskonsepsi suhu dan kalor juga telah dilakukan Ed van den Berg dan

    Kristyanto Sidkenu Boko dengan subjek penelitian 137 siswa SMP dan

    SMA. Hasil pengujian pilihan ganda, esai, dan wawancara menghasilkan

    gambaran yang konsisten mengenai konsepsi siswa. Antara lain mereka

    mencampur-adukkan konsep suhu dan kalor dan siswa belum memahami

    kesetimbangan termal, kalor jenis dll. Hasil siswa SMP dan siswa SMA

    tidak jauh berbeda dan mirip dengan penelitian sejenis diluar negeri.

    Menurut Jean Piaget(Masril, 2002) bahwa jika proses asimilasi dan

    proses akomodasi dalam individu terjadi, tidak dalam kondisi

    keseimbangan mental dapat menimbulkan kesulitan dalam pemahaman

    konsep dan bahkan dapat terjadi miskonsepsi. Penyampaian informasi

    yang kurang jelas dan kurang lengkap yang diterima oleh siswa dalam

    proses belajar diduga sebagai penyebab miskonsepsi. Bahkan pemilihan

    strategi pembelajaran yang kurang tepat misalnya pemilihan media

    pembelajaran di kelas dapat mengganggu proses berpikir siswa dalam

    memahami konsep-konsep fisika yang dipelajari.

    Seiring dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini,

    pendekatan yang sesuai untuk dikembangkan adalah dengan menyajikan

    fisika dalam berbagai media. Media VCD mungkin cocok diterapkan pada

    pembelajaran sains karena banyak konsep yang abstrak dalam pembelajarn

    sains. Dengan media VCD siswa diharapkan mampu menerangkan

    gagasannya setelah melihat secara langsung melalui pengalaman belajar

    dengan melihat media pengajaran. Karena melalui media VCDsiswa dapat

    melihat fenomena alam tanpa harus pergi kelapangan,sehingga

    pengalaman belajar siswa diharapkan bisa lebih kongkret. Banyak hal-hal

    positif dari pemanfaatan mediaVCD untuk pengajaran sains. Sekalipun

    demikian ada hal penting yang mesti kita antisipasi yakni : munculnya

  • 4

    miskonsepsi dan menurunnya motivasi pada praktikum yang

    sessungguhnya.

    Aldrich,danRogers Yvonne dalam penelitiannya menyebutkan

    bahwa kelemahan media VCD dalam pembelajaran sains antara lain

    praktikum dilakukan hanya pada keadaan ideal. Di dalam media VCD

    animasi dan simulasi hanyalah suatu tiruan dari keadaan yang sebenarnya.

    Tiruan ini bagaimanapun juga tidak akan mampu mendekati keadaan yang

    sesungguhnya. Keadaan tiruan inilah yang memunculkan miskonsepsi.

    Berdasarkan uraian di atas perlu kiranya dikembangkan suatu

    tindakan yang dapat mengatasi kesulitan belajar fisika siswa berupa

    penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD untuk

    memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengemukakan gagasan-

    gagasan terhadap pemecahan suatu masalah dalam kelompoknya masing-

    masing.

    Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian

    mengenai PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

    STADDENGAN MEDIA VCD UNTUK MENGETAHUI ADANYA

    MISKONSEPSI FISIKASISWA KELAS X SMA PADA POKOK

    BAHASAN PERPINDAHAN KALOR.

    III. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

    Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

    permasalahan sebagai berikut:

    1. Apakah penerapan pembelajaran kooperatiftipe STAD dengan media

    VCD dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa?

    2. Apakah ada perbedaaan miskonsepsi fisika siswa yang diberikan

    pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan

    pembelajaran tanpa menggunakan mediaVCD?

  • 5

    IV. TUJUAN PENELITIAN

    Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Mengetahui ada tidaknya miskonsepsi fisika pada siswa sebagai akibat

    penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD.

    2. Mengetahui ada tidaknya perbedaaan miskonsepsi fisika siswa yang

    diberikan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan

    pembelajaran tanpa menggunakan mediaVCD.

    V. MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat penelitian ini adalah:

    1. Pendidik atau calon pendidik: hasil penelitian ini dapat memberikan

    gambaran atau informasi tentang miskonsepsi fisika sebagai akibat

    penggunaan media VCD pembelajaran sehingga dapat digunakan sebagai

    bahan pertimbangan dalam proses belajar mengajar di sekolah sehingga

    pemahaman siswa mengenai konsep dan materi fisika dapat ditingkatkan.

    2. Lembaga pendidikan: guna memberikan informasi awal dan bahan

    referensi untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kondisi

    objektif di lapangan bagi pihak-pihak tertentu yang bermaksud

    mengembangkan atau melakukan penelitian serupa di tempat lain.

    VI. PENEGASAN ISTILAH

    Penegasan istilah dimaksudkan untuk memperoleh pengertian

    tentang istilah sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari

    pembaca. Istilah-istilah yang perlu diberi penegasan dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Pembelajaran Kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar

    adalah suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai

    kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok.

    2. Media VCD (Video Compact Disk) adalah bahan ajar yang merupakan

    kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar animasi,

    dan video) dimana pengoperasiannya perlu alat untuk menayangkan

  • 6

    seperti TV, VCD, Komputer, dan proyektor. VCD pembelajaran yang

    digunakan peneliti adalah VCD Pesona Fisika.

    3. Miskonsepsi Siswa adalah konsepsi siswa terhadap konsep fisika yang

    bertentangan dengan konsepsi para pakar fisika. Dalam penelitian ini, yang

    dimaksud miskonsepsi fisika siswa ialah miskonsepsi pada pokok bahasan

    Perpindahan kalor.

    VII. KAJIAN PUSTAKA

    A. Belajar dan Pembelajaran

    1. Belajar

    Menurut Gagne dan Berliner (1983:252) dalam Catharina

    (2006:2) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu

    organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway

    dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan

    suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan

    informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-

    pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa

    suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri

    sebagai berikut.

    a) belajar adalah perubahan tingkahlaku;

    b) perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena

    pertumbuhan;

    c) tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang

    cukup lama.

    Dari beberapa pengertian belajar dari beberapa ahli di atas,

    dapat disimpulkan pengertian belajar adalah sebagai berikut:

    Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam

    perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang

    menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk

    memperoleh tujuan tertentu.

  • 7

    2. Pembelajaran

    Briggs (1992) dalam Sugandi (2006:9) mengartikan instruction

    atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk

    membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa

    yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan

    mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

    B. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

    Pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar

    adalah suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai

    kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok. Pengajaran kooperatif

    (Cooperative Learning) merupakan pendekatan pengajaran yang berfokus

    pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

    memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Tujuan

    penting dari pengajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada

    siswa keterampilan kerjasama, (Nurhadi, 2004:112).

    Pembelajaran kooperatif baik untuk diterapkan karena selain dapat

    mempelajari materi, siswa juga dapat mempelajari keterampilan

    kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan dalam

    penelitian ini adalah STAD (student team achievement division).

    Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

    (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di

    Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran

    kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran

    kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai

    menggunakan pembelajaran kooperatif.

    Pelaksanaan pembelajaran kooperatif secara singkat dapat dibagi

    dalam 6 fase utama yang mencakup kegiatan siswa dan kegiatan guru

    selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Fase utama secara lengkap

    dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

  • 8

    Tabel.1 Fase utama dalam proses pembelajaran kooperatif

    FASE KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA

    Fase 1

    Menyampaikan

    Tujuan dan

    memotivasi siswa

    Guru menyampaikan tujuan

    pembelajaran yang ingin dicapai

    dan memotivasi siswa.

    Siswa memperhatikan

    penjelasan dari guru

    tentang tujuan belajar

    yang harus dicapai.

    Fase 2

    Menyajikan

    informasi

    Guru menyajikan informasi

    kepada siswa baik dengan media.

    Siswa memperhatikan

    informasi dan

    penjelasan dari guru

    secara aktif.

    Fase 3

    Mengorganisasikan

    siswa dalam

    kelompok-

    kelompok belajar

    Guru menjelaskan pada siswa

    bagaimana caranya membentuk

    kelompok belajar dan membantu

    setiap kelompok agar melakukan

    transisi yang efisien.

    Siswa membentuk

    kelompok-kelompok

    belajar dengan

    bantuan dari guru.

    Fase 4

    Membantu kerja

    kelompok dalam

    belajar

    Guru membimbing kelompok-

    kelompok belajar pada saat siswa

    mengerjakan tugas.

    Siswa mengerjakan

    tugas yang diberikan

    guru dalam kelompok-

    kelompok belajar

    yang telah dibentuk.

    Fase 5

    Evaluasi

    Guru mengevaluasi hasil belajar

    tentang materi yang telah

    dipelajari atau masing-masing

    kelompok mempresentasikan

    hasil kerjanya.

    Siswa menerima hasil

    evaluasi belajarnya

    atau

    mempresentasikan

    hasil kerjanya.

    Fase 6

    Memberikan

    penghargaan

    Guru mencari cara-cara untuk

    menghargai baik upaya maupun

    hasil belajar individu dan

    kelompok.

    Siswa dapat

    termotivasi untuk

    belajar dengan

    adanya penghargaan

    dari guru.

    (Ibrahim, 2000).

  • 9

    Penggunaan model pengajaran kooperatif untuk mengajar mempunyai

    tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman lain dalam mencapai

    tujuan bersama. Adapun keuntungan penggunaan model pengajaran

    kooperatif adalah :

    1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

    keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

    2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif

    mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.

    3. Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan

    keterampilan berdiskusi.

    4. Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu

    serta kebutuhannya dalam belajar.

    5. Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran,

    mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi.

    6. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan rasa

    menghargai dan menghormati antar siswa, dimana mereka telah

    saling bekerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan

    bersama.

    Tetapi disamping adanya keuntungan dalam pembelajaran kooperatif,

    pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan - kelemahan antara

    lain sebagai berikut :

    1. Kerja kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa yang

    mampu, sebab mereka cukup memimpin dan mengarahkan kepada

    mereka yang kurang mampu.

    2. Strategi ini kadang - kadang menuntut pengaturan tempat duduk

    yang berbeda beda dan gaya mengajar yang berbeda - beda pula.

    3. Keberhasilan strategi kelompok ini tergantung kepada kemampuan

    siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri.

  • 10

    C. Media Pembelajaran

    Belajar adalah proses mengolah nilai yang dikonsumsi setiap anak

    didik. Nilai-nilai tidak datang dengan sendirinya, tetapi dapat diambil dari

    berbagai sumber. Salah satu sumber belajar yang ikut membantu guru

    memperkaya wawasan anak didik adalah media pembelajaran. Peranan

    media tidak akan terlihat bila penggunaanya tidak sejalan dengan isi dan

    tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran

    harus dijadikan sebagai acuan dalam menggunakan media.

    Manfaat media dalam proses belajar mengajar antara lain :

    1) Pembelajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai

    penarik perhatian dan membuat siswa terjaga dan memperhatikan.

    2) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan

    gambar sebagai media .pembelajaran dapat mengkomunikasikan

    dengan baik, spesifik dan jelas.

    3) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

    mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

    melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain

    4) Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, oleh karena itu

    mengurangi verbalisme. (Arsyad, 2002).

    Media pembelajaran dalam pembelajaran sains sebagai alat bantu

    belajar dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran

    yang interaktif, efektif dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa terhadap

    konsep-konsep sains yang ditunjukkan oleh media tersebut.

    D. Media VCD

    VCD (Video Compact Disk) adalah bahan ajar yang merupakan

    kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar animasi,

    dan video) dimana pengoperasiannya perlu alat untuk menayangkan

    seperti TV, VCD, Komputer, dan proyektor (Majid, 2004:182). Beberapa

    persepsi guru dan siswa di dalam pemanfaatan multimedia dalam

    pengajaran sains diberikan oleh Barton dalam Pramono (2004:10) di

    bawah ini :

  • 11

    Manfaat dari visualisasi :

    1. Membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat

    2. Menghadirkan reaksi yang tak nampak di dalam lab

    3. Animasi menambah pemahaman

    4. Gambar menambah pemahaman suatu konsep abstrak

    5. Memungkinkan visualisasi yang terlalu kecil, terlalu cepat, terlalu

    lamban atau terlalu berbahaya

    Motivasi yang muncul:

    1. Menimbulkan antusiasme, ketertarikan, dan keterlibatan

    2. Mendorong siswa untuk mendapatkan jawaban atas ketertarikan

    mereka

    3. Siswa merasakan suasana menyenangkan (fun)

    4. Mendorong siswa untuk tetap fokus pada materi

    5. Suatu tool pembelajaran untuk menghadirkan ide-ide yang sukar.

    Kita lihat bahwa banyak hal-hal positif dari pemanfaatan

    multimedia untuk pengajaran sains. Sekalipun demikian ada hal penting

    yang mesti kita antisipasi yakni : munculnya miskonsepsi dan

    menurunnya motivasi pada praktikum yang sessungguhnya. Di dalam

    mediaVCD animasi dan simulasi hanyalah suatu tiruan dari keadaan

    yang sebenarnya. Tiruan ini bagaimanapun juga tidak akan mampu

    mendekati keadaan yang sesungguhnya. Keadaan tiruan inilah yang

    memunculkan miskonsepsi.

    E. Konsep, Peta Konsep, Konsepsi Dan Miskonsepsi

    1. Konsep

    Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau

    ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap

    budaya oleh suatu tanda atau simbol(Ausubel et al., 1978, hal. 105)

  • 12

    Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang

    mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan

    manusia berfikir (bahasa adalah alat berfikir).

    2. Hubungan antara konsep

    Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep

    berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Misalnya, meja

    berhubungan dengan semua ciri yang diperlukan untuk

    memerikannya, misalnya bentuk, jenis bahan, warna, fungsinya (meja

    tulis, meja makan), besarnya, dst. Maka setiap konsep dapat

    dihubungkan dengan banyak konsep lain dan hanya mempunyai arti

    dalam hubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep bersama

    membentuk semacam jaringan pengetahuan didalam kepala manusia.

    Semakin lengkap, terpadu, tepat dan kuat hubungan konsep-konsep

    dalam kepala seseorang, semakin pandai orang itu.

    3. Belajar konsep

    Sering para pelajar hanya menghafalkan definisi konsep tanpa

    memperhatikan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep-

    konsep lainnya. Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan

    konsep yang telah ada dalam kepala siswa, tetapi konsepnya berdiri

    sendiri tanpa hubungan dengan konsep lainnya. Maka konsep yang

    baru tersebut tidak dapat digunakan oleh siswa dan tidak mempunyai

    arti, sebab arti konsep berasal dari hubungan dengan konsep-konsep

    lain.

    4. Peta Konsep

    Peta konsep adalah alat peraga untuk memperlihatkan hubungan

    antara beberapa konsep. Misalnya, konsep kalor dapat digambarkan

    bersama hubungannya dengan konsep-konsep yang lain (Gambar.1).

    Hubungan antar konsep dapat dirincikan dalam pernyataan-

    pernyataan. Tentu pada tingkat SMA guru harus membatasi jumlah

    konsep dan hubungan diantaranya yang diajarkan. Dengan membuat

    peta konsep yang lengkap dulu, pengajar dapat memutuskan bagian

    mana dari peta yang akan diajarkan dan bagian mana yang terpaksa

  • 13

    (sementara) diabaikan. Tentu pengajar yang ingin mengajarkan semua

    konsep dan hubungannya sekaligus tidak akan berhasil.

    5. Konsepsi

    Tafsiaran perorangan terhadap banyak konsep berbeda-beda.

    Misalnya penafsiran konsep ibu atau cinta atau keadilan

    berbeda untuk setiap orang. Tafsiran konsep oleh setiap orang disebut

    konsepsi. Walaupun dalam Fisika kebanyakan konsep memiliki arti

    yang jelas, yang sudah disepakati oleh tokoh Fisika, toh konsepsi

    siswa/mahasiswa berbeda-beda. Tafsiran siswa (konsepsi siswa)

    mengenai konsep kalor berbeda dari tafsiran guru atau buku.

    Gambar.1 Contoh Peta Konsep

    Suhu

    Kalor

    Perubahan

    wujud zat Perpindahan

    Kalor

    Konduksi

    Konveksi

    Radiasi

    Transfer

    Energi

    Pemuaian

    Zat padat

    Zat cair

    Gas

    Kalor Laten

    Asas Black

    Kalor jenis dan

    kapasitas kalor

    Mencair Membeku Menyublim Menguap Mengembun

  • 14

    6. Miskonsepsi

    Memang konsepsi siswa selalu berbeda dengan konsepsi fisikawan.

    Konsepsi fisikawan pada umumnya akan lebih canggih, lebih

    kompleks, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar

    konsep daripada siswa. Kalau konsepsi siswa adalah sama dengan

    konsepsi fisikawan yang disederhanakan, konsepsi siswa tidak dapat

    disebut salah. Tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan

    konsepsi para fisikawan dikatakan sebagai miskonsepsi

    (misconception). Biasanya miskonsepsi menyangut kesalahan siswa

    dalam pemahaman hubungan antar konsep. Misalnya hubungan antara

    gaya dan momentum, atau antara arus dan tegangan, atau antara massa

    jenis dan massa

    7. Prakonsepsi

    Dari banyak penelitian (misalnya Osborne, 1982; Minstrell, 1982)

    ternyata siswa sudah mempunyai konsepsi mengenai konsep-konsep

    Fisika sebelum mereka mengikuti pelajaran Fisika disekolah. Sebelum

    siswa mengikuti pelajaran mekanika (benda yang jatuh, benda yang

    bergerak, gaya, dst.) dan karena itu mereka sudah mengembangkan

    banyak konsepsi (kecepatan, gaya) yang belum tentu sama dengan

    konsepsi fisikawan. Konsepsi semacam ini disebut prakonsepsi.

    8. Derajat Pemahaman Konsep

    Menurut Abraham dan Marek (1992), derajat pemahaman siswa

    dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman, yaitu :

    a) Memahami konsep

    b) Memahami sebagian tanpa salah konsep

    c) Memahami sebagian ada salah konsep

    d) Miskonsepsi

    e) Tidak memahami

    f) Tidak ada respon

    Derajat pemahaman pertama dan kedua termasuk kategori

    memahami, derajat pemahaman ketiga dan keempat termasuk

  • 15

    kategori miskonsepsi, derjat pemahaman kelima dan keenam

    termasuk kategori tidak memahami.

    Secara lengkap katagori tersebut dapat dilihat pada tabel.2

    berikut ini:

    DERAJAT PEMAHAMAN KATEGORI

    a. Tidak ada respon

    1. Memahami sebagian atau kosong

    2. Menjawab Saya tidak tahu

    b. Tidak memahami

    1. Mengulang pertanyaan

    2. Menjawab tetapi tidak berhubungan

    dengan pertanyaan dan tidak jelas

    c. Miskonsepsi Menjawab dengan penjelasan tidak logis

    d. Memahami sebagian ada

    miskonsepsi

    Jawaban menunjukkan konsep yang

    dikuasai tetapi ada pernyataan dalam

    jawaban yang menunjukkan miskonsepsi

    e. Memahami sebagian

    Jawaban menunjukkan hanya sebagian

    konsep yang dikuasai tanpa ada

    miskonsepsi

    f. Memahami konsep

    Jawaban menunjukkan semua konsep

    dipahami dengan semua jawaban benar

  • 16

    Berdasarkan pengelompokan diatas, maka dapat ditentukan derajat

    pemahaman konsep dalam table.3 sebagai berikut.

    No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria

    1. Tidak memahami Tidak ada respon

    Tidak memahami

    a. Tidak ada jawaban / kosong

    b. Menjawab Saya tidak

    tahu

    c. Mengulang pertanyaan

    d. Menjawab tetapi tidak

    berhubungan dengan

    pertanyaan atau tidak jelas

    2. Miskonsepsi Miskonsepsi

    Memahami

    sebagian dengan

    miskonsepsi

    a. Menjawab dengan

    penjelasan tidak logis

    b. Penjelasan menunjukkan

    ada konsep yang dikuasai,

    tetapi ada pernyataan dalam

    jawaban yang menunjukkan

    miskonsepsi

    3. Memahami Memahami

    sebagian

    Memahami

    konsep

    a. Jawaban menunjukkan

    hanya sebagian konsep

    yang dikuasai tanpa adanya

    miskonsepsi

    b. Jawaban menunjukkan

    konsep dipahami dengan

    semua penjelasan benar

  • 17

    F. Perpindahan Kalor

    1. Pengertian Perpindahan Kalor : Perpindahan energi yang mengalir

    dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin ketika

    kedua benda bersentuhan satu sama lain sampai suhunya sama

    dan kesetimbangan termal tercapai.

    2. Perpindahan kalor berlangsung melalui tiga cara yaitu konduksi,

    konveksi, dan radiasi. masing-masing penjabarannya sebagai

    berikut :

    a. Konduksi : Perpindahan kalor melalui suatu zat padat, tetapi

    bagian-bagian zat itu tidak ikut berpindah. Dalam skala

    mikroskopis, konduksi terjadi karena satu partikel bergerak

    cepat dan berinteraksi dengan atom-atom dan molekul

    tetangga. Dari interaksi ini, maka kalor dapat berpindah dari

    satu partikel ke partikel yang lain. Berdasarkan kemampuan

    menghantarkan kalor, zat padat dibedakan menjadi 2 yaitu :

    i. Konduktor : bahan- bahan yang mudah menghantarkan

    kalor.

    Contoh : besi, tembaga, alumunium dll.

    ii. Isolator : bahan-bahan yang sukar atau tidak dapat

    menghantarkan kalor.

    Contoh : kayu, batu, kertas, plastik dll.

    Pada bahan konduktor, perpindahan kalor terjadi melalui

    elektron-elektron bebas dan laju kalor konduksinya dapat

    ditentukan dengan menggunakan persamaan ini :

    =

    Dengan : Q : kalor (J)

    t : waktu (s)

    k : konduktivitas termal (W/m K)

  • 18

    A: luas permukaan (m2)

    d : panjang/tebal bahan (m)

    : perbedaan suhu (K)

    b. Konveksi : Perpindahan kalor yang terjadi karena gerakan

    fluida yang berbeda massa jenis. Konveksi biasanya dibedakan

    menjadi 2 yaitu :

    i. Konveksi alamiah : aliran fluida terjadi karena perbedaan

    massa jenis.

    Contohnya : konveksi gas pada angin laut dan angin darat.

    ii. Konveksi paksa : aliran fluida diarahkan secara sengaj

    untuk tujuan tertentu dengan menggunakan alat.

    Contohnya : mesin pendingin, pengering rambut.

    Laju kalor konveksi ketika suatu benda panas memindahkan

    kalor ke fluida di sekitarnya dapat ditentukan dengan persamaan

    sebagai berikut :

    =

    Dengan : Q : kalor (J)

    t : waktu (s)

    h : koefisien konveksi (W/m2 K)

    A: luas permukaan (m2)

    : perbedaan suhu (K)

    3. Radiasi : merupakan salah satu mekanisme perpindahan kalor

    dalam bentuk gelombang elektromagnetik tanpa melalui zat

    perantara. Contohnya : panas matahari dapat mencapai ke bumi

    dengan mekanisme radiasi, sehingga mampu melewati ruang

    hampa.

    Radiasi kalor memenuhi hokum Stefan-Boltzmann, yaitu

    energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam

  • 19

    bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas

    permukaan (A) dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak

    permukaan itu (T4). Hukum Stefan-Boltzmann dapat dinyatakan

    dalam persamaan sebagai berikut :

    =

    Dengan : = tetapan Stefan-Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2K4) Persamaan di atas hanya berlaku untuk benda hitam

    sempurna.Benda hitam sempurna adalah benda yang mampu

    menyerap dan memancarkan kalor secara sempurna. Untuk benda

    yang bukan benda hitam sempurna, maka berlaku persamaan

    berikut :

    =

    Dengan :e : emisivitas (0 0 1) Emisivitas adalah ukuran suatu pancaran radiasi kalor suatu benda

    dibandingkan dengan benda hitam sempurna. Untuk benda hitam

    sempurna e = 0.

    G. Kesalahpahaman Perpindahan Kalor

    Dalam Pembelajaran fisika, banyak konsepsi siswa tentang konsep

    fisika mengalami miskonsepsi. Jika miskonsepsi tersebut tidak mendapat

    perhatian dalam pembelajaran, miskonsepsi tersebut semakin resisten, dan

    dapat bermuara pada rendahnya kompetensi siswa.

    Sejumlah peneliti ( Tiberghien, 1983, 1985; Erickson, 1979, 1980;

    Stavy & Berkovitz, 1980; Shayer & Wylam, 1981; Duit, 1986) dalam Ed

    van den Berg (1991) telah meneliti konsepsi (dan miskonsepsi) siswa

    mengenai suhu dan kalor. Antara lain mereka menemukan konsepsi-

    konsepsi berikut:

    1. Suhu dan kalor sulit bedakan. Dalam bahasa sehari-hari juga

    demikian. Kata panas kadang-kadang berarti suhu, kadang-kadang

    berarti energi kalor.

  • 20

    2. Kalor masih sering dianggap suatu fluida (materi) seperti pandangan

    fisikawan sebelum pertengahan abad ke-19 (istilah seperti kapasitas

    kalor, aliran kalor, dsb. Masih mengingatkan kita pada sejarah konsep

    kalor). Ada juga siswa yang membedakan antara kalor panas dan kalor

    dingin yang masing-masing dianggap dapat mengalir tersendiri.

    3. Kalor adalah energi dari benda panas.

    4. Suhu adalah ukuran dari campuran kalor panas (heat) dan kalor dingin

    (cold). Kalor panas mengalir dari benda panas ke benda dingin

    sedangkan arah arus kalor dingin sebaliknya.

    5. Suhu sering kali dianggap sebagai variabel ekstensif yang besarnya

    berhubungan dengan jumlah materi (massa). Misalnya, jika 1 liter air

    dengan suhu 600C dipisahkan dalam dua kali liter, ada siswa yang

    berpendapat bahwa suhu masing-masing bagian menjadi 300 C.

    VIII. KERANGKA BERFIKIR

    Pembelajaran Fisika

    Miskonsepsi siswa

    Fisika sulit dan

    tidak menarik

    Tepat

    Pemahaman konsep fisika

    siswa meningkat

    Tidak tepat

    Strategi pembelajaran

    Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

    Media VCD

  • 21

    IX. HIPOTESIS

    Dari rumusan permasalahan dalam penelitian ini yang didukung dengan

    teori teori dalam kajian pustaka, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah.

    1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dapat

    menimbulkan miskonsepsi pada siswa.

    2. Ada perbedaaan miskonsepsi fisika siswa yang diberikan pembelajaran

    kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan pembelajaran tanpa

    dengan media VCD.

    X. METODE PENELITIAN

    A. Subjek Penelitian dan Setting Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

    miskonsepsi fisika pada siswa sebagai akibat penerapan pembelajaran

    kooperatif dengan menggunakan media VCDpembelajaran di kelas X

    pada suatu SMA di wilayah Magelang pada pokok bahasan perpindahan

    kalor.

    B. Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang

    menggunakan rancangan eksperimen Random terhadap Subjek. Dalam

    penelitian ini subjek digolongkan dalam 2 kelompok, 1 kelompok

    eksperimen diberikan pembelajaran dengan menggunakan media VCD, 1

    kelompok kontrol yang tidak diberikan pembelajaran dengan

    menggunakan mediaVCD.

    Desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut

    Group Treatment Tes

    Eksperimen R

    X1 T

    Kontrol X2 T

    Sumber : Metodologi penelitian (Arikunto, 2006 : 87)

    Keterangan

    X1 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD.

  • 22

    X2 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa media VCD.

    T : Tes diagnostik

    C. Identifikasi Variabel

    Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah

    Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media VCD dan

    pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa VCD. Adapun variabel

    terikat adalah miskonsepsi siswa.

    D. Populasi dan sampel

    Penelitian ini menggunakan populasi seluruh siswa kelas X

    SMA Negeri 2 Magelang tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 6

    kelas.

    Sampel dalam penelitian ini diambil, dengan menggunakan

    cara cluster random sampling karena dalam penelitian ini sampel

    yang diambil adalah individu yang tersedia sebagai unit dalam

    populasi (Suryabrata, 1983). Kemudian dari 6 kelas diambil 2 kelas

    secara random yang digunakan untuk kelas eksperimen dan kontrol

    seperti pada desain penelitian.

    E. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

    1. Metode Dokumentasi

    Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan

    mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

    transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger,

    agenda dan sebagainya. (Arikunto 2002 : 236). Dalam penelitian ini,

    metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh jumlah, nama dan

    kelas siswa. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui

    nama siswa dan jumlah siswa, serta dokumen lain yang diperlukan

    dalam penelitian.

    2. Metode tes

    Tes yang digunakan untuk mengetahui miskonsepsi siswa

    adalah tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk

    mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan

  • 23

    kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan pemberian perlakuan

    yang tepat (Arikunto 2002: 34). Bentuk tes yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah tes objektif beralasan. Jadi siswa diminta

    menjawab soal dengan memilih salah satu dari beberapa pilihan

    jawaban kemudian siswa diminta memberi alasan mengapa memilih

    jawaban tersebut.

    F. Instrumen Penelitian

    Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan uji instrumentasi,

    tetapi instrumen dikonsultasikan kepada pembimbing. Hal ini dilakukan

    karena jika dilakukan uji instrumentasi memungkinkan terjadinya

    miskonsepsi pada objek uji coba sehingga dikhawatirkan instrumen

    menjadi tidak valid. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah tes objektif beralasan.

    Adapun penskoran untuk tes objektif beralasan adalah sebagai

    berikut.

    No Jawaban Siswa Skor

    1 Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang

    dipahami benar

    4

    2 Jawaban benar, penjelasan jawaban menunjukkan hanya

    sebagian konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan

    adanya miskonsepsi

    3

    3 Jawaban benar, namun penjelasan tidak sebagaimana

    seharusnya atau terjadi miskonsepsi:

    - Jawaban benar dan siswa memiliki miskonsepsi dimana

    jawaban siswa tidak menyimpang jauh dari konsep fisika

    2

    - Jawaban benar dan siswa memiliki miskonsepsi dimana

    jawaban siswa menyimpang jauh dari konsep fisika

    1

    4 a. Jawaban benar tetapi tidak memberikan penjelasan

    b. Jawaban maupun penjelasan salah

    c. Jawaban maupun penjelasan kosong

    d. Jawaban benar, tetapi penjelasan jawaban tidak

    berhubungan dengan pertanyaan

    0

  • 24

    1. Prosedur Eksperimen

    Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis

    penelitian, yaitu membuktikan Penerapan pembelajaran kooperatif

    tipe STAD dengan media VCD dapat menimbulkan miskonsepsi pada

    siswa. Berdasarkan permasalahannya maka teknik pengumpulan data

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Teknik tes digunakan

    untuk mengukur mikonsepsi siswa. Adapun penelitian yang akan

    dikontrol adalah :

    1. Bahan pelajaran, dikontrol dengan mengambil pokok bahasan

    yang sama yaitu perpindahan kalor.

    2. Pengajar (Guru), dikontrol dengan pelaksanaan proses belajar

    mengajar oleh guru yang sama.

    3. Kondisi selama pembelajaran dikontrol dengan menyamakan

    kondisi ketika pemberian materi yaitu pemberian materi antara

    jam 07.00-13.30 WIB.

    Berikut ini disebutkan tahap-tahap eksperimen, seperti tersebut

    dibawah ini :

    a. Tahap Pra Eksperimen

    Pada tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan peralatan

    serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan

    eksperimen secara teknis, yaitu studi awal, persiapan soal test yang

    akan digunakan dan menyiapkan kelas yang akan dilakukan

    eksperimen.

    b. Tahap Eksperimen

    Tahap kedua ini merupakan tahap dimana dilaksanakan

    semua langkah-langkah yang telah disusun dalam penelitian. Tahap

    ini dilakukan dalam dua langkah,yaitu :

    1) Tahap Perlakuan (eksperimen)

    Perlakuan dalam penelitian ini melibatkan tiga unsur yaitu

    media, peserta didik dan peneliti.Dalam hal ini peneliti

  • 25

    memanipulasi proses belajar mengajar dengan memberikan

    perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

    menggunakan mediaVCD dalam proses pengajaran fisika pada

    kelas yang dilakukan eksperimen yaitu sebanyak 2kali dengan

    waktu 45 menit untuk setiap pertemuan untuk masing-masing

    analisis.

    2) Tahap Tes Akhir

    Setelahmemberikan seluruh perlakuan pada kelompok

    eksperimen dan mengamati proses belajar mengajar di kelas

    kontrol, maka kepada kedua kelas tersebut diberikan tes

    diagnostik. Pemberian tes diagnostik ini bertujuan untuk

    mengetahui ada tidaknya miskonsepsi fisika siswa kelas

    eksperimen dan kelas kontrol.

    G. Teknik Analisis Data

    Teknik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian

    meliputi :

    a. Uji Pesyaratan Analisis

    Analisis tahap awal dilakukan untuk mengetahui apakah kedua

    sampel (kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2) berasal

    dari populasi yang sama. Hal ini bisa diketahui dengan adanya varians

    dan rata-rata yang dimiliki oleh populasi tidak berbeda secara

    signifikan.Pada perhitungan tahap awal terlebih dahulu dilakukan uji

    homogenitas populasi, uji normalitas.

    1. Uji Homogenitas

    Uji homogenitas berfungsi untuk menguji homogen atau

    tidaknya data antar kelompok. Rumus yang digunakan menurut

    Riduan (2005: 120) adalah sebagai berikut :

    =

    Keterangan :

    F = Koefisien F

    = Varians yang terbesar

  • 26

    = Varians yang terkecil Dengan menggunakan kriteria pengujian sebagai berikut :

    Jika Fhitung> Ftabel berarti tidak homogen, dan jika Fhitung< Ftabel

    berarti homogen.

    2. Uji Normalitas

    Uji normalitas untuk mengetahui apakah sebaran dari masing-

    masing skor ubahan berdistribusi normal atau tidak. Penggunaan uji

    normalitas bertujuan untuk mengetahui teknis analisis statistik yang

    akan digunakan pada data akhir. Dihitung dengan menggunakan

    rumus Chi-Kuadrat. Rumus :

    =

    Arikunto 2006 290

    Keterangan :

    2 = Chi-kuadrat

    fo = frekuensi yang diperoleh dari sampel

    fh = frekuensi yang diharapkan dari sampel sebagai pencerminan

    dalam populasi

    Jika harga 2

    hitung < 2

    tabel, dengan derajat kebebasan dk=k 1

    dan taraf signifikansi 5%, berarti distribusi data dinyatakan

    normal.Jika data berdistribusi normal maka teknik analisis statistik

    yang digunakan adalah statistik parametrik dan apabila datanya

    berdistribusi tidak normal maka teknik analisis statistik yang

    digunakan adalah statistik non parametrik.

    b. Teknik Analisis Statistik

    Untuk menguji perbedaan kelas eksperimen dengan kelas

    kontrol dapat diuji dengan menggunakan Rumus Uji-t. Menurut

    Sugiyono (2005: 119), dirumuskan sebagai berikut :

    ,-./ = 012 0134523.2 +

    533.3 37 8

    529.2: 8

    539.3:

  • 27

    Keterangan :

    t : Nilai t hitung

    ; : Banyaknya subyek pada kelompok kontrol ? : Korelasi antara dua sampel

    Harga t yang diperoleh dibandingkan dengan t tabel dengan taraf

    signifikansi =5% dengan dk=n1+n2-2. Jika hargathitung>ttabel, maka

    dapat disimpulkan ada perbedaaan miskonsepsi antara kelas kontrol dan

    kelas eksperimen yang signifikan.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Abraham, Grzybowski, Renner, Marek.1992. Understandings and

    misunderstandings of eighth graders of five chemistry concepts

    found in textbooks.Journal of Research in Science Teaching

    Volume 29, 105 120.

    Aldrich, Frances &Rogers Yvonne.1998. Getting to gript with interactivity

    : helping teachers asses the educational value of CD-ROMs.

    British Journal of Technology Vol 29 No 4 (1998) 321-332.

    Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

    Jakarta : PT Rineka Cipta.

    Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :

    Bumi Aksara.

    Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

    Baser, Mustafa. Effect of Conceptual Change Oriented Instructrion on

    Student Understanding of Heat and Temperature Concept. Journal

    of Maltese Education Research Vol.4 No 1 (2006) 64-79.

    Avaliable at

    http://www.educ.um.edu.mt/jmer[accessed 13/01/2010]

    Chattarina dkk. 2006. Psikologi Belajar. Semarang : Unnes Press.

    Euwe van den Berg. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga:

    Universitas Kristen Satya Wacana.

    Pramono, Gatot.2008. Pemanfaatan Multimedia pembelajaran. Jakarta: Pusat

    Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Departemen

    Pendidikan Nasional.

    Go@ nen, Selahatin.2008.A Study on Student Teachers Misconceptions and Scientifically Acceptable Conceptions About Mass and Gravity.J

    Sci Educ Technol (2008) 17:7081.

    Ibrahim, Muslimin. Fida R. Mohammad nur.Ismono .2000.Pembelajaran

    Kooperatif. Surabaya. UNESA university press.

    Majid, Abdul. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja

    Rosdakarya.

    Masril & Asma, Nur.2002.Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Menggunakan

    Force Concept Inventory dan Certainty of Response Index. Jurnal

    Fisika Himpunan Fisika Indonesia Vol B5 (2002) 0559

    Avaliable at http://hfi.fisika.net[accessed 13/01/2010]

  • 29

    Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta :

    Gramedia.

    Prabu, Alexander and Markus, I Made .2006. Efektivitas Penggunaan Media

    Software Pesona Fisika dalam Pembelajaran Fisika di SMA Santa

    Ursula BSD1. Tangerang: Universitas Pelita Harapan.

    Sugandi, Achmad. 2006. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press.

    Sumarsono, Joko. 2008. Fisika Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat

    PerbukuanDepartemen Pendidikan Nasional

    Sugiyono. 2004. Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.

    Suryabrata, S. 1983. Metodeologi Penelitian, Jakarta : Raja Grafido Persada.