65
1 Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah melaksanakan bidang kewenangan urusan wajib dan urusan pilihan dan sesuai dengan amanat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 bahwa untuk menjamin tercapainya sasaran dan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015, diperlukan pedoman penyusunan, pengendalian dan evaluasi hasil rencana kerja pembangunan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015. Pengendalian dan evaluasi RKPD Tahun 2015, meliputi: pengendalian kebijakan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Dalam hal RKPD Tahun 2015 tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dalam tahun berjalan, maka dapat dilakukan perubahan yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Perubahan RKPD tersebut menjadi landasan penyusunan perubahan KUA dan PPAS untuk menyusun Perubahan RAPBD Tahun 2015. Pengendalian dan Evaluasi RKPD Tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan program/kegiatan yang tertuang didalam APBD Tahun Anggaran 2015. Program dan kegiatan yang tertuang di APBD Tahun 2015 dalam penyusunannya mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi papua barat Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi papua barat Tahun 2012-2017. APBD Provinsi Papua Barat Tahun anggaran 2015 ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 3 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015, yang sebelumnya didahului dengan adanya Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan DPR Papua Barat Nomor 910.2/2331/GPB/2014 dan Nomor 910.2/455/DPR-PB/2014 tanggal 20 Desember 2014 tentang Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015 dan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan DPR Provinsi Papua Barat Nomor 910.2/2332/GPB/2014 dan Nomor 910.2/456/DPR-PB/2014 tanggal 20 Desember 2014 tentang Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015, dengan merujuk pada Peraturan Gubernur Provinsi Papua Barat Nomor 29 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015. Sesuai dengan Lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 didalam Perubahan RKPD Tahun 2015 dan Perubahan Renja SKPD Tahun 2015 dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaannya dalam tahun berjalan menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan perkembangan keadaan, meliputi: 1. Memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan bahwa penyusunan RAPBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015

3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

1

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah melaksanakan bidang kewenangan urusan wajib dan urusan pilihan dan sesuai dengan amanat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 bahwa untuk menjamin tercapainya sasaran dan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015, diperlukan pedoman penyusunan, pengendalian dan evaluasi hasil rencana kerja pembangunan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015.

Pengendalian dan evaluasi RKPD Tahun 2015, meliputi: pengendalian kebijakan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Dalam hal RKPD Tahun 2015 tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dalam tahun berjalan, maka dapat dilakukan perubahan yang kemudian ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Perubahan RKPD tersebut menjadi landasan penyusunan perubahan KUA dan PPAS untuk menyusun Perubahan RAPBD Tahun 2015. Pengendalian dan Evaluasi RKPD Tahun 2015 dapat dilihat berdasarkan program/kegiatan yang tertuang didalam APBD Tahun Anggaran 2015.

Program dan kegiatan yang tertuang di APBD Tahun 2015 dalam penyusunannya mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi papua barat Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi papua barat Tahun 2012-2017. APBD Provinsi Papua Barat Tahun anggaran 2015 ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 3 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015, yang sebelumnya didahului dengan adanya Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan DPR Papua Barat Nomor 910.2/2331/GPB/2014 dan Nomor 910.2/455/DPR-PB/2014 tanggal 20 Desember 2014 tentang Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015 dan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan DPR Provinsi Papua Barat Nomor 910.2/2332/GPB/2014 dan Nomor 910.2/456/DPR-PB/2014 tanggal 20 Desember 2014 tentang Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015, dengan merujuk pada Peraturan Gubernur Provinsi Papua Barat Nomor 29 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015.

Sesuai dengan Lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 didalam Perubahan RKPD Tahun 2015 dan Perubahan Renja SKPD Tahun 2015 dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaannya dalam tahun berjalan menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan perkembangan keadaan, meliputi:

1. Memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan bahwa penyusunan RAPBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

TAHUN 2015

Page 2: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

2

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

tercapainya tujuan bernegara, Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyatakan bahwa RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD, maka untuk menjaga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran, Perubahan RKPD Tahun 2015 yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah menjadi landasan penyusunan Perubahan KUA dan Perubahan PPAS untuk menyusun Perubahan APBD Tahun 2015.

2. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kerangka ekonomi daerah dan kerangka pendanaan, prioritas dan sasaran pembangunan, rencana program, dan kegiatan prioritas daerah;

3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan; dan/atau

4. Keadaan darurat dan keadaan luar biasa sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. Pergeseran pagu kegiatan antar SKPD, penghapusan kegiatan, penambahan kegiatan baru/kegiatan alternatif, penambahan atau pengurangan target kinerja dan pagu kegiatan, serta perubahan lokasi dan kelompok sasaran kegiatan;

6. Perubahan RKPD Tahun 2015;

7. Perubahan Renja SKPD Tahun 2015;

8. Dalam hal keadaan darurat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

1.2 Tujuan dan Sasaran

Dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang ada, maka penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) Provinsi papua barat Tahun Anggaran 2015 bertujuan untuk :

1. Memberikan pedoman umum atas perubahan asumsi-asumsi kebijakan umum APBD Tahun Anggaran 2015;

2. Menyesuaikan perubahan prediksi penerimaan Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain pendapatan yang sah; 3. Menyesuaikan penetapan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (SILPA) sesuai Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor …. Tahun 2015 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2014; 4. Menyesuaikan perubahan pemberian hibah dan bantuan sosial dengan

berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD;

5. Melakukan perubahan kebijakan pengganggaran terkait dinamika permasalahan yang timbul di masyarakat yang perlu mendapat penanganan secara cepat dengan memperhatikan prioritas nasional, regional dan daerah

6. Melakukan penajaman prioritas kegiatan melalui pergeseran anggaran, penambahan alokasi anggaran dan penjadwalan ulang beberapa kegiatan dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015; 7. Melakukan penyesuaian penempatan kode rekening sesuai ketentuan yang

berlaku.

1.3 Dasar Pertimbangan Perubahan

Dasar pertimbangan dilakukannya Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015 disusun dengan memperhatikan hasil capaian kinerja pelaksanaan kegiatan APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015 sampai dengan bulan Juni 2015. Hasil capaian kinerja tersebut menunjukkan terjadinya perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi-asumsi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015, diantaranya :

Page 3: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

3

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; 2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit

organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja; 3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun anggaran sebelumnya

harus digunakan untuk tahun berjalan; 4. Keadaan darurat; dan 5. Keadaan luar biasa.

1.3.1 Dasar Pertimbangan Evaluasi RKPD 2015 sampai dengan Triwulan II

Berdasarkan hasil evaluasi RKPD Tahun 2014 (tahun lalu) yang dapat menjadi representasi sementara terhadap implementasi pelaksanaan RKPD Tahun 2015, bahwa :

1. Secara menyeluruh kinerja pelaksanaan program Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2015 hingga triwulan II tidak kurang dari 50% hal ini belum tercapai sesuai dengan target atau sudah mencapai 50%, terutama program-program untuk penyelenggaraan pelayanan dasar atau wajib.

2. Untuk beberapa program dan kegiatan yang capaiannya belum mencapai 50% hingga triwulan II hal tersebut dikarenakan terbentur masalah waktu, kendala administrasi dan ada beberapa program yang tidak dilaksanakan karena perubahan regulasi.

3. Tingkat kinerja program yang dapat dikategorikan rendah tersebut mencerminkan bahwa kinerja SKPD secara umum belum baik. Belum tercapainya target atau kinerja yang maksimal, mengindikasikan bahwa masih ada program yang stagnasi. Artinya program-program belum dapat berjalan seperti yang direncanakan.

4. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program pendukung pencapaian sasaran dan tujuan maka terdapat beberapa indikator yang didukung oleh lebih dari satu urusan. Dalam pelaksanaannya, urusan tersebut dilakukan oleh beberapa SKPD sehingga seringkali menimbulkan permasalahan dalam koordinasi. Kesulitan untuk melakukan koordinasi yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan program. Hal ini menyebabkan capaian kinerja pada indikator urusan tersebut menjadi rendah.

Dapat dikatakan sebagai representasi awal untuk Tahun 2014, mengingat program/kegiatan tersebut bersifat reguler dan didalam skema penganggaran yang terjadi kasus tersebut dapat terjadi kembali pada Tahun 2014. Hasil raport SKPD yang disajikan sampai dengan Triwulan I menunjukkan bahwa terdapat 1.850 kegiatan dan yang realisasi penyerapan keuangannya masih < 5%. Namun prediksi awal tersebut akan dievaluasi kembali berdasarkan hasil evaluasi RKPD Tahun 2015 Triwulan II pada Rancangan Akhir Perubahan RKPD Tahun 2015.

1.3.2 Dasar Pertimbangan Perubahan Kebijakan Pusat

Dasar pertimbangan perubahan kebijakan pusat menjadi landasan didalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2015. Perubahan kebijakan pusat dalam hal ini akan terkait dengan asumsi ekonomi makro terutama terkait dengan inflasi dan penurunan suku bunga, serta kebijakan nasional dalam peningkatan akselerasi kinerja daerah.

1.3.3 Dasar Pertimbangan Proyeksi Belanja

Dasar pertimbangan proyeksi belanja disusun berdasarkan usulan dari SKPD dalam bentuk program/kegiatan yang diperbandingkan dengan angka pagu APBD murni Tahun Anggaran 2015. Berdasarkan APBD Murni Tahun 2015 angka belanja langsung seluruh SKPD adalah sebesar Rp 2.950.450.680.422,00, sedangkan usulan pengajuan perubahan dari masing-masing SKPD untuk anggaran belanja langsung adalah sebesar Rp 3.764.152.498.036,00 dan angka perubahan yang disampaikan adalah sebesar Rp 813.701.817.614,00. Dasar pertimbangan pengajuan usulan berdasarkan proyeksi belanja tersebut disusun berdasarkan kebutuhan SKPD yang dalam hal ini, meliputi :

1. Penambahan pagu anggaran karena kenaikan tarif dasar listrik, tarif dasar telepon, kenaikan harga barang, inflasi, penambahan indikator dan keluaran atau target kinerja, serta penambahan usulan kegiatan baru;

Page 4: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

4

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

2. Pengurangan pagu anggaran karena penyesuaian antara Daftar Pagu Anggaran (DPA) dengan Standar Belanja, pengurangan indikator dan keluaran atau target kinerja, sisa anggaran dari pelaksanaan kegiatan secara riil (misal : sisa lelang, sisa perjalanan dinas karena at cost, dan lain sebagainya) dan lain sebagainya;

3. Penambahan/pengurangan indikator dan keluaran atau target kinerja namun tanpa menambah atau mengurangi jumlah pagu anggaran.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka diperlukan Perubahan terhadap Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015 sebagai dasar didalam Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran APBD (KUPA). Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan asumsi-asumsi dalam pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang terjadi karena perubahan asumsi makro yang berimbas pada stuktur APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015, maupun untuk menampung tambahan belanja prioritas yang belum diakomodir dalam APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015.

1.4 Dasar Hukum

Dasar pertimbangan dilakukan Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah adalah, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah;

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

10. Peraturan Presiden Nomor 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015;

11. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2015 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara Tahun Anggaran 2015;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015.

13. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-undang Nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58);

Page 5: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

5

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

20. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

21. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014;

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517);

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembangunan Wilayah Terpadu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1563);

25. Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 41 Tahun 2014, tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015;

26. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Nomor 4);

27. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 Provinsi Papua Barat (Lembaran Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2012 Nomor 72);

28. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Papua Barat (Lembaran Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2009 Nomor 32);

29. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 3 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015;

1.5 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan penyusunan Rancangan Awal Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran, dasar pertimbangan perubahan, dasar hukum, dan sistematika pembahasan penyusunan Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015.

BAB II EVALUASI HASIL RKPD TAHUN 2015 SAMPAI DENGAN TRIWULAN KE II

Pada bab ini berisi mengenai gambaran umum wilayah Provinsi papua barat, evaluasi pelaksanaan RKPD Tahun 2015 sampai dengan Triwulan ke II, serta Perubahan Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

BAB III RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH DALAM 2015

Pada bab ini berisi mengenai rencana program dan kegiatan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Tahun Anggaran 2015 murni dan setelah dilakukan perubahan dan

Page 6: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

6

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

pembahasan antara Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dengan Tim Anggaran Pembangunan Daerah (TAPD).

BAB IV PENUTUP Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi hasil penyusunan Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015.

Page 7: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

7

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

BAB 2 EVALUASI HASIL RKPD

TAHUN 2015 SAMPAI

DENGAN TRIWULAN II

2.1 Kondisi Umum Daerah

2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi

2.1.1.1 Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Provinsi Papua Barat mencapai 97.024,27 Km² (berdasarkan Papua Barat Dalam Angka Tahun 2014) habis dibagi menjadi 12 kabupaten dan 1 kota, yang terdiri atas 175 Distrik dan 1.927 Kampung. Saat ini terdapat penambahan. Sementara rencana pembentukan Kota Manokwari masih dalam tahapan legislasi antara masyarakat, pemerintah Kabupaten Manokwari dan DPRD Kabupaten Manokwari.

Tabel 2.1. Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Kabupaten/Kota Ibukota Jumlah

Distrik

Jumlah

Kampung

Jumlah

Kelurahan

Fakfak Fakfak 9 118 5

Kaimana Kaimana 7 84 2

Teluk Wondama Raisei 13 75 1

Teluk Bintuni Bintuni 24 115 2

Manokwari Manokwari 9 151 9

Sorong Selatan Teminabuan 13 119 2

Sorong Aimas 18 122 18

Raja Ampat Waisai 24 117 4

Tambrauw Sausapor 12 84 0

Maybrat Kumurkek 24 158 1

Manokwari Selatan -

6 57 0

Pegunungan Arfak -

10

179

0 Kota Sorong Sorong 6 0 31

Total 175 1.297 70

Sumber: BPS, Papua Barat Dalam Angka 2014.

Sedangkan untuk batas wilayah secara administratif adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Samudera Pasifik

Sebelah Selatan : Laut Banda dan Provinsi Maluku

Sebelah Barat : Laut Seram dan Provinsi Maluku

Sebelah Timur : Provinsi Papua

Page 8: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

8

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

1. Letak dan Kondisi Geografis

a. Provinsi Papua Barat secara astronomis terletak pada 24°-132° Bujur Timur dan 0°-4° Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut.

b. Wilayah Provinsi Papua Barat terdiri dari 7,95% merupakan puncak gunung, 18,73% berada di lembah. Wilayah lain lebih dari separuhnya berada di daerah hamparan. Seluruh wilayah kabupaten/kota di Papua Barat berbatasan dengan laut, namun hanya 37,04% desa yang berada di daerah pesisir. Wilayah desa lainnya tidak berbatasan dengan laut (bukan pesisir), yaitu sebesar 62,96%.

Gambar 2.1 Persentase Kampung/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah

Sumber: Sensus Potensi Desa (Podes), 2011 (angka sementara)

2. Topografi

a. Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Kondisi topografi antar wilayah di Provinsi Papua Barat cukup bervariasi. Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi barrier transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan pemanfaatan lahan.

b. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40% dengan bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik, sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor.

3. Geologi

a. Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua Barat (bersama Papua) merupakan produk dari pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Australia. Kondisi inilah yang menyebabkan wilayah ini rentan terhadap gempa bumi, karena berada

Page 9: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

9

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

dalam lintasan sesar besar. Informasi yang dipetakan oleh Badan Meteorogi dan Geofisika menunjukkan bahwa Papua Barat merupakan kawasan yang aktif mengalami gempa bumi yang potensial menimbulkan tsunami.

b. Karakteristik bencana yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu Gempa dan Tsunami. Kawasan rawan bencana alam ini meliputi kawasan rawan gempa dan tsunami yang terletak di daerah pesisir maupun daratan di Provinsi Papua. Umumnya daerah patahan aktif Sesar Sorong merupakan zona yang sangat rawan gempa bumi. Wilayah Manokwari merupakan daerah yang paling rawan gempa. Akan tetapi, secara umum wilayah Papua Barat rawan terhadap gempa bumi.

4. Hidrologi

a. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategori terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Berdasarkan data-data pada tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah Pengembangan Sorong.

Tabel 2.2 Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat

Kabupaten Wilayah Sungai Nama Das Luas (km2)

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wasian 4.851,000

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Sebyar 12.981,400

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Kasi 693,200

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Mangopi 1.917,200

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Prafi 1.169,300

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maruni 193,320

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Masawui 111,110

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Ransiki 584,300

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Windesi 23,560

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wasimi 617,400

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wondiwoi 172,820

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Woworama 279,700

Kaimana, Nabire A2-27 Omba Omba 8.610,200

Kaimana A2-27 Omba Laenatum 379,500

Kaimana A2-27 Omba Lengguru 1.870,000

Kaimana A2-27 Omba Berari 1.029,900

Kaimana, Fak Fak A2-27 Omba Madefa 4.605,570

Fak Fak, Fak Fak A2-27 Omba Karufa 477,400

Fak Fak A2-27 Omba Bedidi 1.355,600

Fak Fak A2-27 Omba Fak Fak 88,760

Page 10: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

10

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Kabupaten Wilayah Sungai Nama Das Luas (km2)

Fak Fak, T. Bintuni A2-27 Omba Bomberai 2.033,300

Sorong Selatan, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wariagar 6.720,000

Manokwari, Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kamundan 9.732,250

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kais 4.232,740

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Sekak 830,700

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Waromga 810,430

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Seremuk 884,600

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Karabra 5.989,230

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Kladuk 3.131,150

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Klasegun 848,510

Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Misol 848,160

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Salawati 368,910

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Samate 82,000

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Batanta 69,490

Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Waigeo 598,160

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Remu 46,440

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Warsamson 2.437,131

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Mega 1.048,340

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maon 682,300

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wesauni 626,933

T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Kasuari 1.971,850

T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Wagura 1.799,100

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Arumasa 2.497,000

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Muturi 5.381,300

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005

b. Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari sungai besar di Papua Barat sebagian besar mengalir di wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai tersebut menjadi sebuah sistem daerah aliran sungai yang mengalir

Tabel 2.3 Debit Sungai Dirinci Menurut DPS di Provinsi Papua Barat

No. No.

DPS

Nama

DPS SWS

Catchment

Area (Km2) Qn (m3/s) Kabupaten

1 17 Omba B - 49 8,610.200 316.919 Kaimana, Nabire

2 18 Laenatum B - 49 379.500 29.086 Kaimana

3 19 Lengguru B - 49 1,870.000 141.454 Kaimana

4 20 Berari B - 49 1,029.900 96.869 Kaimana

5 21 Madefa B - 50 4,605.570 374.730 Kaimana, Fak Fak

6 22 Karufa B - 49 477.400 38.903 Kaimana, Fak Fak

7 23 Bedidi B - 49 1,355.600 107.968 Fak Fak

8 24 Fak Fak B - 49 88.760 11.747 Fak Fak

9 25 Bomberai B - 49 2,033.300 146.870 Fak Fak, T. Bintuni

10 26 Kasuari B - 50 1,971.850 142.232 T. Bintuni

11 27 Wagura B - 50 1,799.100 165.546 T. Bintuni

12 28 Arumasa B - 50 2,497.000 127.979 T,Wondama

13 29 Muturi B - 50 5,381.300 476.337 T. Bintuni, Manokwari

14 30 Wasian B - 50 4,851.000 364.562 T. Bintuni, Manokwari

15 31 Sebyar B - 50 12,981.400 825.032 T. Bintuni, Manokwari

Page 11: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

11

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

No. No.

DPS

Nama

DPS SWS

Catchment

Area (Km2) Qn (m3/s) Kabupaten

16 32 Wariagar B - 50 6,720.000 432.319 Sorong Selatan,

Manokwari

17 33 Kamunda

n

B - 50 9,732.250 796.177 Manokwari, Sorong

Selatan

18 34 Kais B - 50 4,232.740 221.554 Sorong Selatan

19 35 Sekak B - 50 830.700 46.634 Sorong Selatan

20 36 Waromga B - 50 810.430 50.282 Sorong Selatan

21 37 Seremuk B - 50 884.600 58.182 Sorong Selatan,

Sorong

22 38 Karabra B - 50 5,989.230 302.739 Sorong Selatan,

Sorong

23 38 Kladuk B - 50 3,131.150 195.716 Sorong

24 39 Klasegun B - 50 848.510 58.497 Sorong

25 40 Misol B - 50 848.160 53.437 Raja Ampat

26 41 Salawati B - 50 368.910 27.064 Sorong

27 42 Samate B - 50 82.000 6.183 Sorong

28 43 Batanta B - 50 69.490 5.338 Sorong

29 44 Waigeo B - 50 216.500 13.309 Raja Ampat

30 45 Remu B - 50 46.440 4.721 Sorong

31 46 Warsamso

n

B - 50 2,437.131 147.467 Sorong

32 47 Mega B - 50 1,048.340 120.947 Sorong

33 48 Koor B - 50 1,202.800 140.594 Sorong

34 49 Maon B - 50 682.300 104.163 Manokwari

35 50 Wesauni B - 50 626.933 108.648 Manokwari

36 51 Kasi B - 50 0.000 128.883 Manokwari

37 52 Mangopi B - 50 1,917.200 222.960 Manokwari

38 53 Prafi B - 50 1,169.300 161.814 Manokwari

39 54 Maruni B - 50 193.320 25.129 Manokwari

40 55 Masawui B - 50 111.110 18.958 Manokwari

41 56 Ransiki B - 50 584.300 76.153 Manokwari

42 57 Windesi B - 50 23.560 3.574 T,Wondama

43 58 Wasimi B - 50 617.400 45.854 T,Wondama

44 59 Wondiwoi B - 50 172.820 18.816 T,Wondama

45 60 Woworam

a

B - 50 279.700 30.974 T,Wondama

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005.

Tabel 2.4 Luas dan Penyebaran Danau di Provinsi Papua Barat

No. Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten

01 Aiwasa 10,240 Kaimana

02 Laamora 16,740 Kaimana

03 Urema 12,600 Kaimana

04 Mbula 6,024 Kaimana

05 Kamakawalor 23,340 Kaimana

06 Berari 6,916 Kaimana

07 Makiri 7,527 Tel. Bintuni

08 Tanemot 17,640 Tel. Bintuni

Page 12: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

12

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

No. Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten

09 Anggi Gigi 21,370 Manokwari

10 Anggi Gita 22,830 Manokwari

11 Ayamaru 10,850 Sorong Sel.

12 Hain 4,596 Sorong Sel.

Sumber: Dinas PU (2003). Studi Aplikasi SWS di Tanah Papua

5. Klimatologi a. Provinsi Papua Barat memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim

penghujan. Pada Bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada Bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim penghujan.

b. Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas curah hujan, yaitu kelas I dengan curah hujan antara 0 s.d. 1000 mm/tahun; kelas II dengan curah hujan antara 1000 s.d. 2000 mm/tahun; kelas III dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun; kelas IV dengan curah hujan antara 3000 s.d. 4000 mm/tahun; dan kelas V dengan curah hujan antara 4000 s.d. 5000 mm/tahun. Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000 s.d. 3000 mm/tahun.

Tabel 2.5 Keadaan Iklim menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Uraian Minimum Maksimum

Suhu Udara Rata-rata 22,40

(Fakfak)

32,60

(Kota Sorong)

Rata-rata Kelembaban Udara 83,25

(Manokwari,Bintuni)

91,10

(Fakfak)

Tekanan Udara Rata-rata 993,45

(Fakfak)

1.010,20

(Maybrat)

Curah Hujan 2779,3

(Kaimana)

4.072,7

(Fakfak)

Hari Hujan 237

(Kaiamna)

274

(Maybrat, Raja Ampat)

Rata-rata Penyinaran Matahari 45,78

(Sorong Selatan, Sorong,

Tambrauw)

91,32

(Fakfak)

Sumber: Papua Barat Dalam Angka Tahun 2014

6. Penggunaan Lahan

Pencatatan data mengenai penggunaan lahan di Papua Barat masih sangat terbatas. Data mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan relatif lebih sulit dilakukan. Berikut ini adalah data penggunaan lahan di Provinsi Papua Barat yang dibedakan ke dalam beberapa kategori penggunaan lahan secara umum.vu

Page 13: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

13

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Tabel 2.6 Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis Penggunaan Tahun 2010 (Ha)

Kab./Kota Kampung/

Perumahan Sawah Tegalan Kebun

Kebun

Campur Hutan Semak

Tanah

Rusak

Lain-

lain

Fak-Fak - - - - - - - - -

Kaimana 1.754,73 - 424,27 4.426,73 5.395,91 173.280,12 37.489,11 84.731,3

Teluk Wondama - - - - - - - - -

Teluk Bintuni 19.636,95 - 169,64 9.642,64 4.303,06 1.844.082,43 23.600,67 - 115.430,82

Kab./Kota Kampung/

Perumahan Sawah Tegalan Kebun

Kebun

Campur Hutan Semak

Tanah

Rusak

Lain-

lain

Manokwari 11.466,2 3.974,47 5.905,59 12.838,57 15.999,48 1.292.134,84 141.863,38 - 47.794,83

Sorong Selatan 3.907,35 - 90,52 - 29.372,48 1.015.973,59 55.831,44 - 82.428,59

Sorong - - - - - - - - -

Raja Ampat 29.533,54 - 132,48 - 994,87 699.981,84 26.343,14 - 29.602,61

Kota Sorong - - - - - - - - -

Tambrauw - - - - - - - - -

Maybrat - - - - - - - - -

Papua Barat 66.289,77 3.974,47 6.712,50 26.889,76 55.955,79 6.590.452,82 285.127,74 - 359

Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2012, BPS.

2.1.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah

Sektor unggulan yang ada di Papua Barat adalah pertanian subsektor perikanan dan kehutanan, pertambangan migas, dan bangunan. Untuk sektor pertanian dapat dikembangkan pada daerah datar dengan kondisi keairan yang baik pada daerah tengah kepala burung. Untuk lebih detail mengenai potensi pengembangan wilayah Papua Barat adalah sebagai berikut :

1. Pertanian a. Sektor pertanian sampai dengan Tahun 2008 selalu memberikan kontribusi

utama dalam perekonomian Papua Barat Persentase penduduk yang bekerja sebagai petani pun sampai saat ini selalu memiliki persentase tertinggi. Sejak Tahun 2009, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar kedua dalam PDRB Papua Barat. Di Tahun 2013 kontribusinya sebesar 11,65% dan persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 48,71%. Persentase yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 2,21% dibandingkan dengan data tahun 2012 (Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2014)

b. Produksi dan luas panen tanaman jagung Tahun 2013 mengalami sedikit kenaikan. Luas panen meningkat dari 1.199 Ha di Tahun 2012 menjadi 1.278 Ha di Tahun 2013 . Sedangkan produksinya juga meningkat dari 2.049 Ton di Tahun 2012 menjadi 2.138 Ton di Tahun 2013. Peningkatan luas panen dan produksi jagung sedikit mendongkrak produktivitas jagung. Di Tahun 2013 produktivitasnya meningkat menjadi 17,10 Kw/Ha dibandingkan dengan Tahun 2012 sebesar 17,09 Kw/Ha.

c. Komoditas unggulan di subsektor perkebunan diantaranya adalah Pala, Kelapa Sawit, dan Kakao. Perkebunan kelapa sawit berada di Kabupaten Manokwari, sedangkan perkebunan pala terutama di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana.

i. Produksi kelapa sawit tahun 2013 mencapai 22.581 ton dengan luas areal perkebunan aktif adalah perkebunan rakyat seluas 15.423 Ha.

Page 14: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

14

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

ii. Produksi pala mencapai 1.916 ton dengan luas areal perkebunan seluas 13.405 Ha. Luas lahan me ingkat, namun produksinya tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan pembukaan areal kebun baru yang belum menghasilkan produksi.

iii. Produksi kakao mencapai 9. 729 ton dengan areal seluas 6.756 Ha.

d. Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling signifikan adalah pada peternakan babi. Ternak babi meningkat dari 76.420 ekor di Tahun 2011 menjadi 80.666 ekor di Tahun 2012. Jumlah tersebut kembali meningkat di Tahun 2013 menjadi 97.583 ekor. Tingginya peningkatan jumlah ternak babi diduga terjadi karena tingginya permintaan konsumsi daging babi. Sedangkan pada ternak sapi dan kambing, peningkatannya tidak setinggi pada ternak babi.

e. Jumlah produksi perikanan Tahun 2013 mencapai 121.773,5 ton. Tiga kabupaten/kota dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong, Kabupaten Manokwari, dan Fakfak, dengan nilai produksi berturut-turut adalah 38.143,6 ton; 23.217,0 ton; dan 14.253,4 ton. Beberapa komoditi ekonomis penting perikanan yang merupakan sumberdaya perikanan dari perairan 4 (empat) wilayah pengembangan seperti (kakap, kerapu dan napoleon) memiliki peluang ekspor yang besar dengan permintaan yang tinggi di pasaran luar negeri.

f. Sumber daya kehutanan masih sangat potensial untuk lebih mengembangkan nilai tambah dari produksi hasil hutan, tanpa harus mengabaikan kelestarian lingkungan hidup.

2. Pertambangan dan Energi a. Papua Barat adalah salah satu provinsi yang kaya akan Sumber Daya Alam

(SDA). Banyak potensi SDA berupa bahan tambang di Papua Barat yang masih belum tereksplorasi maupun yang telah dieksploitasi untuk dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Dua tambang besar yang dimiliki Papua Barat adalah tambang minyak di Kabupaten Sorong dan tambang Liquid Natural Gas (LNG) di Kabupaten Teluk Bintuni. Bahkan tambang LNG ini diperkirakan memiliki kandungan gas alam cair yang besar dan termasuk tiga produsen LNG terbesar di Indonesia.

b. Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku sektor pertambangan dan penggalian Papua Barat Tahun 2013 mencapai 2.895,69 miliar Rupiah. Nilai tersebut setara dengan 5,69 % dari total PDRB Papua Barat yang mencapai 50.908,7 miliar Rupiah. Kontribusi sektor ini adalah yang terbesar keenam di Papua Barat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,90%) dan sektor Jasa-jasa (6,72%).

c. Cadangan bahan tambang baik mineral non logam maupun non logam masih tinggi. Potensi pertambangan yang dieksplorasi dan dieksploitasi di Papua Barat adalah pertambangan nikel di pulau-pulau sekitar Kepala Burung seperti Waigeo. Potensi batu gamping dapat dijumpai di sekitar Pegunungan Kemum.

d. Khusus untuk potensi minyak dan gas di daerah Papua Barat ada pada Cekungan Bintuni, Cekungan Salawati, dan Cekungan Waiponga.

Page 15: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

15

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

3. Industri Pengolahan a. Kontribusi sektor industri pengolahan dalam perekonomian Papua Barat

memiliki prospek yang sangat baik. Sektor ini terus mengalami peningkatan share terhadap total PDRB. Di tahun 2013 kontribusinya meningkat sangat signifikan menjadi 54,28%. Kontribusi sektor industri pengolahan menempati posisi pertama dalam PDRB Papua Barat sejak Tahun 2009.

b. Pada Tahun 2010 sektor ini tumbuh mencapai 120,02% dibandingkan Tahun 2009 dipicu oleh mulai beroperasinya industri LNG di Kabupaten Teluk Bintuni.

c. Di tahun 2012 ada 28 perusahaan industri besar sedang. Industri tersebut hanya terbagi menjadi enam kategori lapangan usaha menurut KBLI dua digit (lihat box). Jenis industri terbanyak yaitu industri makanan sebesar 50,00 persen, industri terbanyak kedua adalah industri kayu (selain mebeller) yaitu sebesar 21,43 persen, dan terbanyak ketiga adalah industri minuman (10,71%). Industri lainnya adalah industri barangbarang dari batubara, pengilangan minyak bumi, dan pengolahan minyak bumi; jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan; serta industry pencetakan dan reproduksi media rekaman dengan persentase kurang dari 10 persen.

d. Menurut sebarannya, industri besar-sedang hanya terdapat di empat

kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Teluk Bintuni (5,92%), Manokwari (19,05%), Sorong (14,29%), dan Kota Sorong (57,14%).

e. Menurut kepemilikannya, sebesar 9,52% adalah milik pemerintah pusat; 4,76% milik pemerintah daerah; 61,90% milik swasta nasional dan asing; serta 4,76% adalah milik pemerintah pusat dan asing.

4. Konstruksi PDRB sektor konstruksi Papua Barat Tahun 2013 mencapai 2.483,29 miliar Rupiah. Share sektor ini terus mengalami peningkatan beberapa tahun ini. Kontribusinya sebesar 7,73% di Tahun 2013. Walaupun bukan sebagai kontributor utama dalam PDRB Papua Barat namun pertumbuhannya berada pada peringkat keempat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (peringkat ketiga). Sektor bangunan/konstruksi mampu menyerap banyak tenaga kerja (memiliki nilai pengganda tinggi).

5. Hotel dan Pariwisata a. Subsektor hotel dan pariwisata cukup menjanjikan meskipun kontribusinya

hanya sekitar 6,55% dari total PDRB Papua Barat. Pertumbuhan subsektor ini cukup pesat. Pada Tahun 2013 jumlah hotel menjadi 100 unit, yang terdiri dari 11 hotel bintang dan 89 hotel melati. Hotel berbintang hanya tersebar di Kabupaten Fakfak, Manokwari, dan Kota Sorong.

b. Jumlah objek wisata di Papua Barat Tahun 2013 sebanyak 152 objek. Objek wisata tersebut terdiri dari 82 objek wisata alam, 10 objek wisata tirta/bahari, 45 objek wisata budaya, dan 15 objek wisata agro. Objek wisata yang telah mendunia saat ini adalah objek wisata bawah laut di Kepulauan Raja Ampat

c. Papua Barat terkenal dengan panorama keindahan alam yang eksotis. Sebagian besar panorama alam tersebut bahkan masih sangat alami dan belum terjamah komersialisasi pariwisata. Sebagian besar objek wisata

Page 16: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

16

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

belum terekspos sehingga belum banyak dikenal khalayak umum. Salah satu objek wisata yang mulai popular adalah wisata bawah laut Kepulauan Raja Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau. Hanya sekitar 35 pulau yang berpenghuni. Perairan Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan diperkirakan menjadi nomor satu untuk kelengkapan dan keanekaragaman hayati flora dan fauna bawah laut saat ini.

d. Wisata alam lain yang menjadi andalan Papua Barat adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama. Panjang garis pantainya 500 Km dengan luas daratan mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 Ha dengan rincian 80.000 Ha kawasan terumbu karang dan 12.400 Ha lautan.

e. Ekowisata di kepala burung Pulau Papua terdapat Cagar Alam Pegunungan Arfak di Kabupaten Manokwari, dengan luas mencapai 68.325 Ha dengan ketinggian mencapai 2.940 mdpl. Terkenal dengan wisata habitat burung pintar di daerah Mokwam dan hasil pertanian hortikultura beruba sayur-mayur. Terdapat juga Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita yang berada pada ketinggian 2000 mdpl.

f. Baru-baru ini di Kabupaten Manokwari ditemukan sebuah gua yang diklaim sebagai gua terdalam di Dunia oleh tim ekspedisi speleologi (ahli gua) Perancis di Kawasan Pegunungan Lina di Iranmeda, Distrik Didohu dengan kedalaman gua mencapai 2000 meter.

g. Di Kabupaten Kaimana terdapat wisata pantai dan laut Teluk Triton disamping keindahan panorama Senja di Kaimana yang melegenda.

6. Transportasi dan Komunikasi

a. Dalam perekonomian Provinsi Papua Barat Tahun 2014, sektor pengangkutan (transportasi) dan komunikasi memang tidak memberikan kontribusi hanya 4,75% dengan nilai agregat PDRB sebesar 2.416,98 miliar Rupiah (ADHB) atau 838,22 miliar Rupiah (ADHK).

b. Pada Tahun 2014, sektor transportasi dan komunikasi memiliki angka pertumbuhan tertinggi kedua terhadap Tahun 2013 dibandingkan dengan sektor tersier lainnya.

c. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program Pengembangan Infrastruktur Dasar. Program tersebut rencananya akan membangun dan meningkatkan jalan Trans Papua dan Trans Papua Barat.

d. Sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan laut dan udara. Namun tren pengguna fasilitas perhubungan laut cenderung menurun, sebaliknya jumlah pengguna fasilitas perhubungan udara meningkat signifikan antara tahun 2011-2013. Namun, kondisi ini berubah pada tahun 2013. Jumlah pengguna fasilitas laut agak berkurang, sementara jumlah pengguna fasilitas udara cenderung meningkat terutama untuk jumlah penumpang yang melakukan embarkasi.

Page 17: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

17

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

7. Perbankan dan Investasi a. Dalam tiga tahun, fasilitas kredit perbankan yang disalurkan ke masyarakat

baik rupiah maupun valuta asing lebih banyak digunakan untuk investasi. Penggunaan kredit untuk keperluan modal kerja/usaha justru lebih kecil digunakan dari penggunaan kredit untuk keperluan konsumsi.

b. Penggunaan kredit perbankan untuk modal kerja/usaha meningkat dari 42,46% di Tahun 2009 menjadi 48,79% di Tahun 2012. Hal tersebut menyiratkan bahwa kesadaran masyarakat untuk berwirausaha semakin membaik. Sedangkan lebih tingginya penggunaan kredit untuk konsumsi daripada untuk investasi menunjukkan perilaku konsumtif masyarakat dan meskipun ada penurunan yang signifikan ditahun 2013, persentasenya cenderung stabil.

2.1.1.3 Wilayah Rawan Bencana

Secara geologi, Provinsi Papua Barat memiliki struktur yang cukup kompleks dengan kelurusan umum berarah barat-timur (diapit dua lempeng tektonik, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik) yang berpengaruh terhadap kerawanan terhadap gempa tektonik berpotensi diikuti oleh tsunami. Seluruh wilayah kepala burung rawan gempa bumi. Dari data, daerah Tsunami di wilayah ini, tingginya mencapai 15 m, meliputi daerah Oransbari, Yapen, dan Nabire. Sebagai gambaran, zona rawan gempa bumi berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada Gambar 2-2. Untuk tingkat kerawanan bencana lainnya seperti banjir dan longsor di wilayah Papua Barat, kondisi lingkungan yang rata-rata memiliki tekstur pergunungan yang terjal dan dataran rendah di bagian tengah yang mengalir sungai-sungai secara intensif berpotensi tinggi memberikan kontribusi bencana yang fluktuatif. Sebagai gambaran, zona rawan longsor berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada Gambar 2-3. Belum ada jalur resmi evakuasi bencana yang direncanakan, baik dalam skala regional maupun lokal. Bencana alam besar yang terjadi pada Oktober 2010 di Kabupaten Teluk Wondama seharusnya menjadi pemantik bagi pemerintah untuk segera membuat rencana jalur evakuasi bencana. Alat pemadam kebakaran dinamis berupa mobil pemadam kebakaran dengan jumlah yang sangat terbatas telah ada di setiap ibukota kabupaten kecuali di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat. Untuk alat pemadam kebakaran statis berupa hidran umum belum banyak terdapat di area publik atau pusat permukiman penduduk, hanya terdapat di gedung-gedung tertentu saja misalnya gedung kantor pemerintahan. Perangkat posko bencana baru terdapat dengan jumalah yang terbatas di Kabupaten Manokwari, selebihnya masih mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga pemerhati kebencanaan dan sifatnya insidental. Perangkat peringatan dini belum dimiliki oleh wilayah-wilayah potensi bencana tsunami dan gempa bumi. Perangkat evakuasi belum dimiliki selain mengandalkan kendaraan milik pemerintah, polisi, dan tentara.

Page 18: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

18

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Gambar 2.2 Zona Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tingkat Kerawanan

(Zona 1 paling rawan gempa, sedangkan Zona 6 paling aman dari gempa)

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028

Gambar 2.3 Zona Rawan Longsor Papua Barat Berdasarkan Tingkat Kerawanan

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028

2.1.1.4 Aspek Demografi

1. Sejak pertama kali dilaksanakan sensus penduduk pada Tahun 1971, Papua Barat mengalami pertumbuhan penduduk dengan oika kurva mirip distribusi logistik.

2. Data paling mutakhir jumlah penduduk Papua Barat tahun 2013 adalah sebesar 828.293 jiwa, yang terdiri dari 436.903jiwa penduduk laki-laki (52,75 persen) dan 391.390 jiwa penduduk perempuan (47,25 persen), Jumlah tersebut menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terkecil di Indonesia, kontribusinya hanya sekitar 3,31% terhadap total penduduk nasional.

Page 19: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

19

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

3. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 3,41 %. Laju pertumbuhan penduduk Papua Barat adalah yang terbesar ke-empat di Indonesia setelah Provinsi Papua (5,39%), Provinsi Kepulauan Riau (4,95%), dan Provinsi Kalimantan Timur (3,81%). Pertumbuhan penduduk yang relative tinggi ini juga dipengaruhi tingkat migrasi masuk karena memiliki faktor penarik migran akibat SDA dan prospek ekonominya. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi di Kabupaten Sorong Selatan (5,41% per tahun) dan terendah adalah Kabupaten Tambrauw (0,38% per tahun)

4. Struktur penduduk Papua Barat dapat diketahui dari komposisi penduduk menurut kelompok umur. Dalam Gambar 2-4, piramida penduduk menggambarkan struktur penduduk yang dibagi ke dalam kelompok umur. Dari komposisi sebaran penduduk menurut kelompok umur tersebut piramida Papua Barat termasuk dalam piramida ekspansive atau muda. Hal ini tampak dari bentuk piramida penduduk dimana penduduk lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur usia muda (kelahiran tinggi) atau piramida mempunyai alas yang lebar. Selain itu dilihat dari besarnya median umur, Provinsi Papua Barat pada tahun 2013 tergolong pada penduduk usia intermediate atau menengah karena memiliki median umur 24,42 tahun. Sesuai dengan kriteria penduduk usia menengah adalah bila median umur di suatu daerah berada pada rentang 20-30 tahun.

Gambar 2.4 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat

Sumber: Papua Barat Dalam Angka BPS 2013

5. Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota masih dominan di dua daerah yaitu di Kota Sorong (25,58%) dan Kabupaten Manokwari (18,13%). Hampir setengah dari total penduduk Papua Barat tinggal di kedua daerah tersebut. Kota Sorong menjadi pintu gerbangnya Papua Barat dari ‘dunia luar’ karena terdapat Bandar Udara dan pelabuhan kapal besar sebagai pintu masuk penumpang dan barang dari dan ke Papua Barat maupun kabupaten lainnya di Papua Barat.

6. Kabupaten Manokwari semakin padat ketika Papua Barat dimekarkan dari Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari ditetapkan sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat. Sebagai pusat pemerintahan, Kabupaten

Page 20: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

20

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Manokwari aktif membangun, mulai dari fasilitas pemerintahan, akses transportasi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya.

7. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Papua Barat adalah provinsi dengan kepadatan terendah di Indonesia. Kepadatan penduduknya hanya 8,54 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk tertinggi di Papua Barat berada di Kota Sorong sebesar 38,79 jiwa/Km2 sementara kepadatan penduduk terendah adalah Kabupaten Tambrauw yaitu 2,58 jiwa/Km2.

8. Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio), jumlah penduduk laki-laki di Papua Barat lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Sex ratio Papua Barat adalah sebesar 111,63 persen, artinya diantara 100 orang penduduk perempuan terdapat sekitar 111—112 orang penduduk laki-laki. Sex ratio tertinggi berada di Kabupaten Teluk Bintuni (123,89%) dan terendah di Kabupaten Pegunungan Arfak (98,80%).

9. Dependency ratio atau rasio ketergantungan Papua Barat mencapai 55,90 persen, artinya dari 100 orang yang masih produktif (15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 55-56 orang yang belum produktif (0-14 tahun) dan tidak produktif (65 tahun keatas). Beban tanggungan perempuan lebih besar daripada laki-laki, terlihat dari rasionya yaitu 65,33% untuk laki-laki dan 66,92% untuk perempuan.

Tabel 2.7 Indikator Kependudukan Provinsi Papua Barat Tahun 2010-2013

Uraian 2010 2011 2012 2013

Jumlah Penduduk (jiwa) 760.422 789.013 816.280 828.293

Pertumbuhan Penduduk (%) 2,23 3,76 3,46 1,47

Sex Ratio (%) 111,98 111,86 111,74 111,63

Jumlah Rumah Tangga (ruta) 168.080 185.156 189.649 182,950

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4,52 4,26 4,30 4,53

Penduduk menurut kelompok umur (%)

0-14 34,13 34,15 31,90

15-64 64,22 64,20 66,17

65+ 1,65 1,65 1,94

Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2014.

Penduduk Asli Papua di Papua Barat 1. Jumlah penduduk asli Papua adalah 405.074 jiwa, terdiri dari 208.658 laki-laki dan 196.416

perempuan. Dengan demikian, jumlah penduduk non asli Papua sudah hampir berimbang dengan penduduk asli Papua dengan perbandingan 46,73% dan 53,27%.

2. Dari 405.074 jiwa penduduk asli Papua yang tinggal dalam 84.747 rumah tangga tersebut, 91,76% benar-benar penduduk asli Papua karena memiliki ayah dan ibu Papua. Sementara itu, yang memiliki ayah Papua atau ibu Papua saja sebesar 2,28% dan 2,12%.

3. Sex ratio Penduduk asli Papua 106,23%.

4. Penduduk asli Papua tersebar di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. Persentase penduduk asli Papua terbesar berada di Kabupaten Maybrat (96,04%) dan Kabupaten Tambrauw (95,67%). Sementara penduduk asli papua terkecil berada di Kabupaten Sorong (37,38%) dan Kota Sorong (32,56%).

5. Berdasarkan distribusinya, lebih dari seperempat penduduk asli Papua tinggal di Kabupaten Manokwari. Jumlahnya mencapai 107.857 jiwa (26,63%). Sedangkan Kota Sorong memberikan kontribusi terbesar kedua, yaitu 62.070 jiwa (15,32%). Kontributor terkecil penduduk asli papua adalah Kabupaten Tambrauw, yaitu 1,45%.

6. Struktur penduduk penduduk asli papua sangat berbeda dengan penduduk non asli papua. Pada piramida penduduk asli papua, penduduk usia muda sangat dominan karena dipengaruhi oleh

Page 21: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

21

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

tingkat fertilitas yang tinggi. Sedangkan struktur penduduk non asli papua didominasi oleh penduduk usia produktif, terutama 25-29 tahun.

7. Dependency ratio pada penduduk non asli papua hanya sebesat 47,27% sedangkan pada penduduk asli papua sebesar 64,07. Rendahnya dependency ratio pada penduduk non asli papua tidak lepas dari tingginya persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 67,90, terutama disumbang oleh penduduk laki-laki.

Tabel 2.8 Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat

Uraian Penduduk Asli Papua Penduduk Non Asli Papua

Jumlah Penduduk (jiwa) 405.074 355.348

Laki-laki 208.658 193.740

Perempuan 196.416 161.608

Persentase Penduduk (%) 53,27 46,73

Sex Ratio (%) 106,23 119,88

Median Umur (th) 16,39 20,19

Dependency Ratio (%) 64,07 47,27

Penduduk menurut kelompok umur (%)

0-14 37,30 30,57

15-64 60,95 67,90

65+ 1,75 1,53

Jumlah Rumah Tangga 84.747 83.333

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2011

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Aspek kesejahteraan masyarakat terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga, dipaparkan sebagai berikut,

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

1. Pertumbuhan PDRB

Dalam perkembangan PDRB Papua Barat, baik dari segi nilai tambah bruto maupun kontribusi sektoral memiliki kontribusi terhadap PDB Nasional sekitar 0,64% di Tahun 2012, yang berarti kapasitas perekonomian wilayah ini masih sebatas pada level lokal saja. Nilai absolut PDRB Papua Barat (harga konstan Tahun 2000) pada Tahun 2012 sebesar Rp. 13.780,12 miliar, naik menjadi Rp. 15.061,52 miliar pada Tahun 2013. Kenaikan ini sangat positif dan menunjukan perubahan yang signifikan terhadap pembangunan Provinsi Papua Barat.

Gambar 2.5 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2009-2013

Keterangan: * = angka sementara

**= angka sangat sementara

Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2012

Page 22: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

22

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Terkait dengan tingkat kesejahteraan, meskipun PDRB Provinsi Papua Barat memiliki laju pertumbuhan yang cukup baik namun prosentase tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat berada di posisi kedua nasional. Berbagai faktor berpengaruh atas kenaikan garis kemiskinan seperti kebijakan energi, kebijakan harga, kelancaran arus distribusi barang, kondisi alam dan lain-lain. Papua Barat tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dari luar disamping dari internal wilayah ini sendiri. Garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan karena perbedaan harga barang dan jasa antara Kota dan Desa dimana harga di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.

PDRB Dengan Migas

a. Dalam kurun waktu tahun 2009-2013 kondisi perekonomian Papua Barat secara umum dapat dikatakan stabil memperlihatkan pertumbuhan yang tinggi dan menunjukkan percepatan setiap tahunnya. Namun pada tahun 2012 dan tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi Papua Barat mengalami perlambatan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi mencapai 9,30 persen pada tahun 2013.

b. Pada tahun 2013, pertumbuhan tertinggi sebesar 12,66 persen dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor bank dengan pertumbuhan mencapai 18,77 persen dibandingkan tahun 2012 (10,66 persen). Selanjutnya diikuti sektor industri pengolahan yang mencapai pertumbuhan sebesar 12,19 persen dengan sumbangan pertumbuhan terbesar sekitar 5,60 persen terhadap kinerja pertumbuhan total Provinsi Papua Barat.

c. Secara umum, laju pertumbuhan ekonomi sektor pada tahun 2013 mengalami perlambatan pada lima sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian (0,19 persen), sektor industri pengolahan (12,19 persen), sektor bangunan (11,37 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (10,22 persen) serta sektor jasa-jasa (8,69 persen) dibandingkan tahun 2012.

d. Sementara empat sektor lainnya mengalami pecepatan pertumbuhan (kinerja pertumbuhan yang lebih baik), yaitu sektor pertanian (3,52 persen), sektor listrik dan air bersih (9,02 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (11,76 persen) serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (12,66 persen). Sektor industri pengolahan mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang tergolong sangat tinggi mulai tahun 2009 saat industri pengolahan gas alam cair (LNG) di Kabupaten Teluk Bintuni beroperasi, namun pertumbuhannya mengalami perlambatan dari tahun ke tahun hingga mencapai pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 sebesar 12,19 persen.

Page 23: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

23

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Tabel 2.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Persen), Tahun 2009-2013

Keterangan : *Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan (Persen), Tahun 2008–2013

No Sektor 2008 2009 2010 2011 2012* 2013**

1 Konsumsi Rumah Tangga

a. Makanan

b. Bukan Makanan

10,57

10,96

9,73

6,18

6,85

4,74

6,43

6,17

7,00

9,78

9,42

10,54

8,45

6,50

12,61

8,12

6,43

11,54

2 Lembaga Swasta Nirlaba 5,30 19,91 5,57 7,40 3,97 17,33

3 Konsumsi Pemerintah 12,38 7,42 15,08 2,35 5,60 12,15

4 Pembentukan Modal Tetap

Bruto

3,04 4,90 7,73 10,86 14,86 17,81

5 Perubahan Stok -0,38 -10,58 -276,99 154,37 -197,28 -218,88

6 Ekspor

a. Luar Negeri

b. Antar Propinsi

-6,98

-8,98

-2,35

-12,34

-19,28

-23,63

70,03

111,17

3,79

54,49

62,15

11,48

21,66

25,09

-6,32

29,99

31,91

9,09

7 Dikurangi Impor -4,03 -23,74 3,80 8,91 71,62 11,90

a. Luar Negeri

b. Antar Propinsi

-90,72

-2,35

-84,98

-23,63

29,59

3,79

2.352.72

7,85

186,84

70,43

-4,85

12,19

Keterangan : * angka sementara

** angka sangat sementara,

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

Struktur Ekonomi a. Sektor-sektor utama perekonomian Papua Barat pada periode 2009- 2011

adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60 persen PDRB Papua Barat. Namun pada tahun 2012-2013, ketiga sektor utama perekonomian Papua Barat adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor bangunan. Ketiganya memberikan kontribusi lebih dari 70 persen terhadap PDRB Papua Barat.

b. Kontribusi sektor pertanian mencapai 23,15 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2013 hanya memberikan kontribusi 11,65 persen. Sementara sektor industri pengolahan pada tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 28,06 persen. Pada tahun 2010 sektor industri pengolahan menjadi sektor utama

Page 24: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

24

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

bahkan kontribusinya mencapai lebih dari 50 persen mulai tahun 2011. Bahkan tahun 2013, kontribusi sektor ini mencapai 54,28 persen.

c. Selama kurun tahun 2009-2013, kontribusi sektor industri pengolahan memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tergolong kurang baik karena meski sektor industri pengolahan dominan dalam menggerakkan perekonomian Papua Barat, namun justru penggeraknya berasal dari industri pengolahan migas yang nilai tambahnya hanya dinikmati oleh penduduk di luar wilayah Papua Barat. Umumnya sektor pertanian yang lebih menyerap jumlah tenaga kerja dibandingkan sektorsektor lainnya. Namun demikian, kontribusi pertumbuhan sektor ini hanya sekitar 20-10 persen saja menopang perekonomian Papua Barat.

d. Sektor pertanian merupakan sektor yang banyak diusahakan oleh penduduk di Papua Barat sebagai sumber penghidupan. Demikian juga dengan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2009 sebesar 12,50 persen menjadi sebesar 5,69 persen pada tahun 2013.

Gambar 2.6 Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

(persen), Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara

** angka sangat sementara

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014, BPS

Hal yang patut dicermati adalah sektor pertambangan dan penggalian tidak lagi termasuk tiga sektor utama penyumbang perekonomian Papua Barat pada tahun 2012 karena kontribusinya digeser oleh sektor bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertambangan dan penggalian bahkan turun peringkat secara signifikan menjadi urutan keenam setelah sektor jasa-jasa. Penurunan ini mungkin disebabkan kinerja pertambangan dan penggalian yang lebih rendah dibandingkan kedua sektor tersebut. Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa mencatat peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012- 2013.

PDRB Tanpa Migas

Pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang tercipta pada tahun 2013 sebesar 7,83 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh 12,66 persen. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran 11,76 persen; sektor bangunan 11,37 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi 10,22 persen; sektor pertambangan dan penggalian

Page 25: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

25

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

10,19 persen; sektor listrik dan air bersih 9,02 persen; sektor jasa-jasa 8,69 persen; sektor industri pengolahan 4,58 persen. Sementara sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 3,52 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi tanpa migas Papua Barat selama tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel 2-8.

Tabel 2.11 Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha (persen) Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara

** angka sangat sementara

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014, BPS

a. Dalam rentang waktu empat tahun terakhir, tiga sektor utama yang mendominasi penciptaan PDRB tanpa migas di Papua Barat adalah sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap PDRB tanpa migas Papua Barat.

Tabel 2.12 Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku (persen) Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara

** angka sangat sementara

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

Page 26: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

26

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

b. Besarnya sumbangan dari sektor pertanian pada tahun 2013 mencapai 26,31 persen. Sedangkan pada tahun 2009 sektor pertanian menyumbang 34,64 persen. Sementara terdapat enam sektor yang mengalami peningkatan kontribusi pada tahun 2013 dibandingkan keadaan tahun 2012, yaitu sektor pertambangan dan penggalian (1,76 persen), listrik dan air bersih (0,67 persen), bangunan (17,47 persen), perdagangan, hotel dan restoran (15,59 persen), pengangkutan dan komunikasi (10,72 persen), serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (4,47 persen).

2. Laju Inflasi Provinsi a. Indeks Harga Konsumen (IHK) Papua Barat tahun 2013 sebesar 163,94%

artinya terjadi kenaikan harga secara umum sebesar 63,94% dibandingkan dengan harga tahun dasar 2007, atau dengan kata lain, harga secara umum saat ini hampir satu setengah kali lebih mahal daripada Tahun 2007. Selama Tahun 2011-2013, inflasi lebih banyak terjadi daripada deflasi. Bila mencermati fluktuasi yang ada, tampaknya perkembangan harga belum terkontrol dengan baik. Sepanjang 36 bulan tersebut, hanya 16 kali terjadi penurunan IHK (deflasi), 20 bulan lainnnya terjadi kenaikan IHK (inflasi).

b. Selama Januari 2011 – Juni 2013 inflasi gabungan tertinggi sebesar 3,86% yang terjadi di Agustus 2013. Sedangkan deflasi terendah terjadi di Maret 2011 sebesar -0,70%.

c. Inflasi Tahun 2012 tercatat 4,99%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 6,98%. Inflasi kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu 2,09. Sampai bulan Juli pada Tahun 2013 inflasi terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

d. Laju inflasi perdesaan Tahun kalender Tahun 2012 sebesar 27,51%, lebih tinggi dari Tahun 2011 sebesar 5,55%. Berarti tingkat kenaikan harga di Tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2011.

e. Selama Januari 2011 - September 2013 Laju inflasi Tahun Kalender gabungan tertinggi sebesar 10,97% yang terjadi di Agustus 2013. Sedangkan deflasi terendah terjadi di April 2011 sebesar -1,59%.

f. Inflasi Tahun 2012 tercatat 4,99%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 6,98%. Inflasi kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,09%. Pada Tahun 2012 inflasi terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

g. Inflasi Tahun 2013 turun menjadi 0,91%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 1,68%. Inflasi kelompok pengeluaran sandang memiliki tingkat deflasi, yaitu sebesar -0,14%.

h. Laju inflasi perdesaan Tahun kalender Tahun 2013 sebesar 50,59%, lebih tinggi dari Tahun 2012 sebesar 27,51%. Berarti tingkat kenaikan harga di Tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2012.

3. Indeks Gini

Bila diperbandingkan, diperoleh fakta bahwa gini ratio tahun 2010-2013 di Provinsi Papua Barat ketimpangan distribusi pendapatan umumnya semakin

Page 27: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

27

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

meningkat. Hal ini dijelaskan oleh nilai koefisien gini ratio yang cenderung mengalami peningkatan dari 0,37 di tahun 2010 menjadi 0,39 di tahun 2011. Pada tahun 2012 koefisien gini ratio kembali meningkat menjadi 0,42 sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan sehingga menjadi 0,41.

4. Tingkat Pemerataan Pendapatan Menurut Bank Dunia

Tingkat kemerataan pendapatan menurut Bank Dunia dengan mengelompokkan menjadi 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan menengah dan 20 persen penduduk berpendapatan teratas juga menggambarkan kondisi yang serupa. Ketidakmerataan pendapatan terutama terjadi pada kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah dan 20 persen berpendapatan teratas. Pada tahun 2013 pada kelompok berpendapatan rendah, distribusi pendapatan yang semestinya diterima 40 persen penduduk ternyata hanya 16,03 persen. Sementara pada kelompok penduduk dengan pendapatan teratas yang semestinya menerima distribusi pendapatan sebesar 20 persen ternyata pada kelompok ini menikmati 48,38 persen dari total pendapatan.

2.1.2.3 Fokus Kesejahteraan Sosial

1. Pendidikan

Angka melek huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Provinsi Papua Barat tahun 2013 mencapai 94,14 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 dan 2012 masing-masing sebesar 93,74 persen dan 93,39 persen. Selama tahun 2010-2013 angka melek huruf Papua Barat mengalami peningkatan 0,40 persen, sedangkan selama periode 2011- 2013 meningkat sebesar 0,75 persen. Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh informasi bahwa selama kurun waktu tiga tahun Kota Sorong memiliki angka melek huruf tertinggi diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 99,14 persen; 99,69 persen; dan 99,71 persen. Angka melek huruf Kota Sorong mengalami stagnasi karena AMH Kota Sorong sudah tergolong dalam AMH tinggi sehingga sangat sulit untuk mengalami peningkatan. Hal ini seringkali disebabkan angka buta huruf terjadi pada penduduk usia lanjut yang sudah enggan untuk belajar membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya.

Tabel 2.13 Perkembangan Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2011- 2013

Sumber: Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 28: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

28

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Sementara angka melek huruf terendah selama kurun waktu dua tahun berada di Kabupaten Tambrauw, yakni masing-masing sebesar 77,33 persen (2011) dan 77,38 persen (2012), sedangkan angka melek huruf terendah di tahun 2013 ada pada Kabupaten Pegunungan Arfak (74,89). Selain rendah, angka melek huruf Kabupaten Pegunungan Arfak juga tertinggal jauh dengan kabupaten/kota lainnya. Jarak terdekat AMH adalah dengan Kabupaten Manokwari Selatan, itupun dengan selisih 2,56 persen. Diperlukan usaha keras untuk mengejar ketertinggalan ini, karena dengan gap 2,56 persen mungkin butuh waktu beberapa tahun untuk mencapainya. Rendahnya angka melek huruf di kabupaten ini diduga oleh minimnya fasilitas pendidikan dan tenaga pendidikan, serta sulitnya akses transportasi ke pemukiman penduduk yang sebagian besar masih tinggal di daerah terpencil.

a. AMH Menurut Jenis Kelamin

Angka melek huruf penduduk laki-laki tahun 2012 sebesar 98,30 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2011 yaitu sebesar 95,82 persen. Angka melek huruf penduduk laki-laki kembali mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 98,32 persen terhadap tahun 2012, atau mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen. Angka melek huruf menurut jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Perkembangan Angka Melek Huruf Menurut Jenis Kelami Provinsi Papua Barat Tahun 2011 - 2013

Sumber: Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Angka melek huruf perempuan selalu lebih rendah dari angka melek huruf penduduk laki-laki namun menunjukkan tren yang sama dengan penduduk laki-laki. Angka melek huruf perempuan tahun 2013 meningkat sebesar 1,16 persen menjadi 93,95 persen dibandingkan tahun 2012.

b. Angka Buta Huruf

Sebaran kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya menurut kabupaten/kota dan angka buta huruf dapat dilihat pada Tabel 2.11 Secara agregat, kemampuan membaca huruf latin, huruf arab dan huruf lainnya berturut-turut adalah 95,92 persen; 19,08 persen; dan 1,29 persen. Kemampuan penduduk membaca huruf latin tertinggi berada di Kota Sorong

Page 29: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

29

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

yakni sebesar 99,39 persen dan yang terendah berada di Kabupaten Tambrauw sebesar 74,58 persen.

Tabel 2.14 Persentase Kemampuan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas membaca Huruf Latin, Huruf Arab, Huruf Linnya dan Angka Buta Huruf Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Angka buta huruf diperoleh dari banyaknya penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak mampu membaca huruf latin dan atau huruf lainnya dibagi dengan jumlah penduduk usia 10 tahun keatas atau seratus persen jumlah penduduk dikurangi dengan persentase angka melek huruf maka diperoleh angka buta huruf. Pada angka buta huruf batasan umur yang digunakan juga penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Namun angka buta huruf juga dapat dihitung untuk penduduk diatas 15 tahun atau sesuai dengan kebutuhan analisis. Angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas tertinggi terjadi di Kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 25,42 persen. Sementara angka buta huruf terendah berada di Kota Sorong yaitu sebesar 0,61 persen. Sementara angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas secara umum di Papua Barat adalah 4,00 persen.

c. Rata-rata lama sekolah

Rata-rata lama sekolah menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk umur 15 tahun keatas.

Page 30: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

30

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Gambar 2.8 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Papua Barat Tahun 2008 - 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Berdasarkan Gambar 2.8, rata-rata lama sekolah Provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 8,53 tahun atau mengalami peningkatan dari tahun 2012 dan 2011 yakni sebesar 8,45 tahun dan 8,26 tahun. Rata-rata lama sekolah Provinsi Papua Barat tahun 2013 sebesar 8,53 artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat baru mampu menempuh pendidikan sampai kelas 2 SLTP atau putus sekolah di kelas 3 SLTP.

d. Angka Partisipasi Sekolah (APS)

APS penduduk usia 7-12 tahun mengalami peningkatan dari 94,38 persen di tahun 2011 menjadi 95,56 persen di tahun 2012. APS pada usia ini kembali meningkat menjadi 95,58 persen di tahun 2013. Kondisi yang sama terjadi pada penduduk usia 13-15 tahun. Pada kondisi ini APS mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu dari 88,59 persen menjadi 91,65 persen. Di tahun 2013 APS di usia ini kembali mengalami peningkatan menjadi 92,81 persen. Tren yang selaras terjadi pada APS penduduk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun dengan APS usia 7-12 tahun, kedua kelompok umur ini juga terus mengalami peningkatan angka APS dan mempunyai kesamaan pola pergerakan. APS Penduduk usia 16-18 mengalami peningkatan dari 65,40 persen di tahun 2011 menjadi 67,18 persen di tahun 2012. Kemudian kembali mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi 72,04 persen. APS penduduk usia 19-24 tahun mengalami peningkatan dari 18,31 persen di tahun 2011 menjadi 19,90 persen di tahun 2012, di tahun 2013 APS usia 19-24 mengalami peningkatan cukup signifikan menjadi 24,00 persen.

Page 31: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

31

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Gambar 2.9 Angka Partisipasi Sekolah (APS) meurut Kelompok Umur di Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Pada tahun 2013, APS penduduk usia 7-12 tahun mencapai 95,58 persen berarti masih ada sekitar 4,42 persen penduduk usia 7-12 tahun yang tidak dapat mengenyam pendidikan atau telah putus sekolah. Demikian pula pada penduduk usia 13-15 dan 16-18 persen, terdapat 7,19 persen dan 27,96 persen pada kelompok umur tersebut yang tidak melanjutkan sekolahnya. Sementara pada penduduk usia 19-24 hanya 24,00 persen saja yang melanjutkan sekolah. Peningkatan APS penduduk usia 7-12, 13-15, 16-18, dan 19-24 mengindikasikan bahwa partisipasi penduduk untuk bersekolah SD/MI/sederajat, SLTA/MA/sederajat, dan perguruan tinggi mengalami peningkatan. Tren peningkatan ini memberikan optimisme bahwa angka APS untuk semua jenjang kelompok umur akan terus mengalami peningkatan di masa mendatang.

e. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Secara agregat, di tahun 2013 terjadi peningkatan APK di jenjang pendidikan SD/MI, SLTA/MA, dan perguruan tinggi dibandingkan dengan tahun 2012, sedangkan pada jenjang pendidikan SLTP/MTs mengalami penurunan APK. Khusus untuk jenjang pendidikan SD/MI memang terjadi kenaikan APK, tetapi hal ini justru merupakan sesuatu hal yang kurang baik karena nilai APK pada jenjang pendidikan SD/MI berada semakin jauh diatas angka 100 persen. Jadi APK SD/MI turun semakin mendekati angka 100 persen, artinya bahwa penduduk yang bersekolah SD/MI semakin mendekati usia sekolah yang tepat pada jenjang pendidikan tersebut (7-12 tahun). Semakin jauh diatas 100 persen maka semakin besar penduduk yang bersekolah pada jenjang pendidikan tersebut berada diluar range usia pada jenjang pendidikan yang sedang dijalani.

Page 32: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

32

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Tabel 2.15 Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2011-2013 Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

APK SD tahun 2013 sebesar 105,27 persen artinya masih terdapat penduduk diluar usia sekolah SD/MI (7-12 tahun) yang sedang bersekolah SD/MI karena APK berada diatas 100 persen. Dengan kata lain, jika semua penduduk diusia 7-12 tahun bersekolah maka akan ada sekitar 5 persen siswa yang sedang bersekolah SD/MI berada diluar usia sekolah SD/MI (7-12 tahun) Menurut data Susenas 2013, APK SD/MI seluruh kabupaten/kota di Papua Barat berada diatas 100 persen. Kabupaten Fak-Fak adalah APK SLTP/MTs Papua Barat tahun 2012 sebesar 90,95 persen mengalami penurunan menjadi 87,71 persen pada tahun 2013, setelah sebelumnya mengalami peningkatan dari 87,73 persen di tahun 2011. APK SLTP/MTs sebesar 87,71 persen mengandung arti banyaknya penduduk yang sedang bersekolah di SLTP/MTs hanya sebesar 87,71 persen diantara penduduk berumur 13-15 tahun, selebihnya tidak sedang menempuh pendidikan, oleh karena putus sekolah, masuk kedalam usia sekolah lainnya, atau alasan lainnya untuk tidak melanjutkan sekolah. Distribusi APK SLTP/MTs menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kabupaten Maybrat memiliki APK yang tertinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya yakni sebesar 108,95 persen. Kabupaten Teluk Wondama memiliki APK SLTP/MTs terendah yaitu sebesar 65,13, artinya lebih dari sepertiga diantara penduduk usia 13-15 tahun sedang tidak bersekolah di SLTP/MTs karena putus sekolah atau sebab lainnya.

f. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka partisipasi murni Provinsi Papua Barat tahun 2013 mengalami peningkatan di semua level pendidikan dibandingkan tahun 2012. APM SD/MI meningkat menjadi 89,94 persen pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 88,97 persen. APM SD/MI sebesar 89,94 persen

Page 33: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

33

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

mempunyai makna sekitar 89-90 orang diantara 100 penduduk usia 7-12 tahun sedang bersekolah SD/MI dan tepat berumur 7-12 tahun. APM SLTP/MTs meningkat menjadi 60,99 persen di tahun 2013 setelah pada tahun sebelumnya sebesar 59,76 persen. APM SLTP/MTs jauh lebih kecil dibandingkan dengan APM SD/MI hal ini memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk usia 13-15 tahun yang ikut berpartisipasi sekolah SLTP/MTs dibandingkan dengan penduduk yang berpartisipasi sekolah SD/MI pada usia 7-12 tahun menurun tajam atau dengan kata lain banyak penduduk yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP/MTs pada penduduk berusia 13-15 tahun maupun putus sekolah disaat SLTP/MTs.

Tabel 2.16 Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

APM SLTA//MA tahun 2013 hanya mencapai 54,20 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2012 yang semula sebesar 46,46 persen. Pada jenjang pendidikan ini, APM-nya juga lebih rendah dari APM SLTP/MTs. Artinya tingkat partisipasi penduduk usia 16-18 tahun yang bersekolah SLTA/MA tepat pada umur 16-18 tahun lebih rendah dibandingkan partisipasi penduduk usia 13-15 tahun yang bersekolah SLTP/MTs tepat pada usia 13-15 tahun. Dapat diartikan pula proporsi penduduk yang berusia 16-18 tahun untuk melanjutkan sekolah di SLTA/MA lebih kecil dibandingkan dengan proporsi penduduk usia 13-15 tahun untuk melanjutkan pendidikan SLTP/MTs. Kecenderungan yang terlihat dari APM untuk jenjang pendidikan SD sampai dengan perguruan tinggi adalah bahwa semakin tinggi jenjang

Page 34: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

34

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

pendidikan yang ditempuh seseorang maka tingkat partisipasinya semakin rendah. Dengan demikian dapat diartikan pula semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh maka angka putus sekolahnya semakin besar. Berdasarkan sebarannya menurut kabupaten/kota, APM tertinggi untuk jenjang pendidikan SD/MI berada di Kabupaten Sorong yaitu sebesar 94,12 persen; APM SLTP/MTs berada di Kabupaten Maybrat sebesar 74,98 persen; APM SLTA/MA di Kabupaten Fak-Fak sebesar 75,61 persen; dan APM Perguruan Tinggi berada di Kabupaten Manokwari sebesar 34,73 persen. Tren perkembangan APM untuk semua jenjang pendidikan memang mengalami peningkatan, namun angka APM untuk jenjang pendidikan SLTP/MTs keatas masih relatif rendah. Apalagi gap antara APM SD/MI dengan SLTP/MTs dan APM SLTA/MA dengan APM perguruan tinggi terlalu jauh. Hal ini menginformasikan bahwa siswa putus sekolah terbesar terjadi ketika siswa menyelesaikan pendidikan SD/MI dan SLTA/MA ke jenjang pendidikan selanjutnya.

g. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Secara umum di Papua Barat masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah dapat dilihat pada Tabel 2.14

Tabel 2.17 Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Hal ini tampak pada besarnya persentase penduduk yang berpendidikan SD kebawah. Pada tahun 2013 persentase penduduk yang berpendidikan SD kebawah hampir dari separuh penduduk berusia 10 tahun di Papua Barat atau sebesar 48,16 persen. Persentase penduduk yang berpendidikan dibawah SD mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu menjadi 23,46 persen. Sementara penduduk yang berpendidikan SLTA keatas pada tahun 2013 adalah sebesar 33,51 persen dengan rincian 24,26 persen berpendidikan SLTA/sederajat dan

Page 35: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

35

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

9,25 persen berpendidikan perguruan tinggi. Kondisi penduduk yang berpendidikan SLTA keatas pada tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2012. Pada tahun 2012 penduduk yang berpendidikan SLTA keatas 37,25 persen (27,03 persen berpendidikan SLTA dan 10,22 persen berpendidikan perguruan tinggi) atau mengalami penurunan sebesar 3,74 persen. Kondisi ini menandakan terdapat penurunan kualitas pendidikan dengan meningkatnya persentase pendidikan rendah dan menurunnya persentase pendidikan tinggi. Kualitas pendidikan dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan menurut sebaran kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kota Sorong memiliki kualitas sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan tertinggi yang paling baik. Kota Sorong mempunyai persentase penduduk dengan pendidikan SLTA keatas terbesar diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 49,08 persen. Disamping itu, Kota Sorong juga memiliki persentase penduduk yang berpendidikan SD kebawah yang paling kecil yaitu hanya 29,69 persen. Disisi lain, Kabupaten Tambrauw menjadi kabupaten dengan kualitas pendidikan sumber daya manusia paling rendah diantara kabupaten/kota lainnya. Persentase penduduk yang berpendidikan rendah di Kabupaten Tambrauw mencapai 79,95 persen dengan rincian 59,68 persen tidak punya ijazah (tidak pernah sekolah/tidak tamat SD) dan 20,26 persen hanya tamatan SD. Sedangkan persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (SLTA keatas) terendah juga terdapat di Kabupaten Kabupaten Tambrauw yaitu hanya 10,23 persen.

2. Kesehatan

a. Secara umum angka harapan hidup di masing-masing daerah selalu mengalami kemajuan. Dapat dilihat pada Tabel 2.15, di tahun 2013 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat mencapai 69,14 tahun artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat dapat menjalani hidup selama 69 tahun. Angka harapan hidup tertinggi berada di Kota Sorong sebesar 72,80 tahun dan angka harapan hidup terendah di Kabupaten Tambrauw sebesar 66,48 tahun. Kemajuan angka harapan hidup dapat digambarkan dengan membandingkannya antar tahun. Perkembangan angka harapan hidup tahun 2021-2013 Papua Barat tercatat tidak mengalami peningkatan maupun penurunan selama satu tahun. Peningkatan angka harapan hidup tertinggi terjadi di Kota Sorong sebesar 0,28 tahun dalam waktu satu tahun. Kabupaten Tambrauw tidak mengalami perubahan dalam waktu satu tahun. Perkembangan angka harapan hidup di Papua Barat di tahun 2011-2013 mengalami peningkatan sebesar 0,33 tahun selama dua tahun. Peningkatan tertinggi AHH untuk dua tahun terakhir terjadi di Kabupaten Raja Ampat sebesar 0,57 tahun, sedangkan Kabupaten Tambrauw memiliki kemajuan peningkatan AHH terkecil yaitu sebesar 0,17 tahun.

Page 36: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

36

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Tabel 2.18 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Perkembangan angka harapan hidup per tahun di Papua Barat tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu periode jangka waktu satu tahun. Hal ini berarti bahwa kondisi angka kematian bayi (infant mortality rate) di Papua Barat termasuk dalam kategori Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun penurunan angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga implikasinya adalah angka harapan hidup yang dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir menjadi lambat untuk mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari perkembangan angka harapan hidup yang tidak melebihi satu digit dalam kurun waktu satu tahun. Kondisi tersebut juga terjadi untuk kondisi nasional, penurunan angka kematian bayi terjadi secara gradual bahkan mengarah melambat.

b. Ditahun 2013, selisih tertinggi dari rata-rata anak lahir hidup dengan rata-rata anak masih hidup berada pada kelompok usia wanita antara umur 45-49 tahun yaitu sebesar 0,47 poin, dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Rata-rata Anak Lahir Hidup dan Masih Hidup Menurut Kelompok Wanita Usia Subur di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 37: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

37

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Jadi resiko kematian terbesar berada kelompok wanita yang berada pada usia 45-49 tahun. Sedangkan selisih dari rata-rata anak lahir hidup dan masih hidup secara keseluruhan hanya 0,24 poin.

c. Status gizi buruk pada balita di Papua Barat tahun 2013 tercatat mencapai 11,9 persen, sedangkan gizi kurang mencapai 19,0 persen. Angka ini masih diatas angka nasional yang hanya mencapai 5,7 persen dan 13,9 persen. Sementara status gizi normal dan lebih sebesar 69,1 persen atau masih berada dibawah angka nasional yang mencapai 80,4 persen

3. Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin Provinsi Papua Barat (September) tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan dengan (Maret) tahun 2013 yaitu menjadi sebesar 234,23 ribu jiwa (27,14 persen) dari 224,27 ribu jiwa (26,67 persen). Meskipun persentase penduduk miskin tidak mengalami peningkatan yang signifikan, namun persentase penduduk miskin Papua Barat masih berada pada peringkat kedua kemiskinan di Indonesia. Tingginya jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat ini terutama terkonsentrasi di daerah perdesaan mencapai 221,38 ribu jiwa (94,51 persen) dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya sebesar 12,85 ribu jiwa (5,49 persen) dari total penduduk miskin. Garis kemiskinan, jumlah dan persentase penduduk miskin dapat dilihat pada Tabel 2.16

Tabel 2.19 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku Papua Barat Dalam Angka 2014

Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,65% di Tahun 2012 (September) menjadi 0,62% di Tahun 2013 (September) dan Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan dari 0,15% di Tahun 2012 (September) menjadi 0,12% di Tahun 2013 (September). Penurunan kedua indeks kemiskinan

Page 38: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

38

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

mengandung makna bahwa kondisi kemiskinan di Papua Barat semakin membaik. Artinya rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan semakin dekat dan ketimpangan pendapatan antar penduduk miskin semakin rendah. Dapat dilihat pada Tabel 2.17.

Tabel 2.20 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Tahun 2012-2013

Sumber : Buku Papua Barat Dalam Angka 2014

4. Kesempatan Kerja

a. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 2007- 2013 mencapai 16,79 persen dan laju pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 0,87 persen, elastisitas kesempatan kerja Papua Barat hanya mencapai 0,05 persen. Artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi satu persen hanya akan menciptakan kesempatan kerja sebesar 0,05 persen.

b. Angkatan kerja Tahun 2013 meningkat menjadi 370.750 orang dari 361.597 orang di Tahun 2012 dan 369.619 orang di Tahun 2011. Pada periode 2011-2013, peningkatan angkatan kerja diikuti oleh peningkatan penduduk yang bekerja namun jumlah penduduk yang menganggur justru juga mengalami peningkatan. Jumlah penduduk bekerja meningkat dari 341.741 orang di Tahun 2012 menjadi 353.619 orang di Tahun 2013. Sementara jumlah penganggur menurun dari 19.858 orang di Tahun 2012 menjadi 17.131 orang di Tahun 2013.

2.1.3 Aspek Pelayanan Umum Pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa pelayanan yang menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Page 39: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

39

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Secara umum penjelasan mengenai pelayanan umum terbagi kedalam dua urusan pokok yang terkait dengan layanan urusan wajib dan layanan urusan pilihan.

2.1.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib

1. Pendidikan

a. Pada tahun 2013, APS usia 7-12 tahun mencapai 95,58 persen, berarti masih ada 4,42 persen penduduk usia 7-12 tahun yang tidak mengenyam pendidikan atau telah putus sekolah. Dekimikan penduduk usia 13-15 dan 16-18 persen, terdapat 7,19 persen dan 27,96 persen pada kelompok umur tersebut yang tidak melanjutkan sekolahnya. Sementra pada penduduk usia 19-24 tahun hanya 24,00 persen saja yang melanjutkan sekolah.

b. Rasio Siswa/Guru: Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/guru pada tahun 2011 mencapai 22 siswa, pada tahun 2012 mencapai 20 siswa dan pada tahun 2013 mencapai 22 siswa.

c. Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/guru pada tahun 2011 mencapai 15 siswa, pada tahun 2012 mencapai 14 siswa dan pada tahun 2013 mencapai 16 siswa

d. Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/guru tetap pada tahun 2011 mencapai 13 siswa, pada tahun 2012 mencapai 12 siswa dan pada tahun 2013 terjadi penurunan menjadi 11 siswa.

e. Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011 mencapai 141 siswa per sekolah, tahun 2012 134 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 145 siswa per sekolah.

f. Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011 mencapai 209 siswa per sekolah, pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi 195 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 197 siswa per sekolah.

g. Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011 mencapai 168 siswa per sekolah, pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi 160 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 163 siswa per sekolah.

2. Kesehatan

a. Rumah Sakit,

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang menyediakan berbagai pelayanan kesehatan. Distribusi penyebaran rumah sakit diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan Gambar 2.11, ditunjukkan bahwa dari 13 kabupaten/kota di Papua Barat pada tahun 2013, belum semua kabupaten memiliki fasilitas rumah sakit, seperti di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat.

Page 40: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

40

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Gambar 2.11 Jumlah Rumah Sakit yang Telah Beroperasi dan Rasio Penduduk Rumah Sakit Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat tahun 2013, ketersediaan rumah sakit milik pemerintah mengalami peningkatan jumlah dari 4 unit rumah sakit di tahun 2007 menjadi 9 unit rumah sakit, sedangkan rumah sakit TNI mengalami penambahan dari 2 unit pada tahun 2007 menjadi 4 unit rumah sakit di tahun 2011. Rumah sakit swasta dari tahun 2007 hingga 2012 tidak mengalami perubahan dalam segi kuantitas. Sedangakan pada tahun 2013, rumah sakit swasta menurun menjadi 3 unit. Jika dibandingkan jumlah penduduk, maka pada tahun 2013 dapat dikatakan bahwa 16 rumah sakit di Papua Barat harus melayani 828.293 penduduk. Hal ini juga berarti bahwa satu rumah sakit melayani sebanyak 51.768 penduduk. (Lihat Gambar 2.12.).

Gambar 2.12 Jumlah Rumah Sakit Menurut Jenisnya di Provinsi Papua Barat Tahun 2008-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

b. Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu

Puskesmas di Papua Barat terdistribusi paling banyak di Kabupaten Manokwari, yaitu 24 puskesmas, sedangkan yang paling sedikit adalah

Page 41: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

41

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Kabupaten Tambrauw, yaitu lima buah puskesmas. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang paling banyak ada di Kabupaten Manokwari dibandingkan dengan daerah lain, yaitu terdapat 24 puskesmas, 53 Puskesmas Pembantu, 43 polindes, dan 250 posyandu. Mengingat Kabupaten Manokwari dan kabupaten lainnya di Papua Barat memiliki kondisi geografis yang relatif sulit dengan infrastruktur angkutan darat yang belum seluruhnya terhubung dengan baik, serta biaya transportasi yang mahal, maka salah satu pilihan yang tepat adalah dengan mobile clinic seperti yang diagendakan dalam rencana aksi percepatan pembangunan Papua Barat.

Tabel 2.21 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Lain halnya dengan Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, sebagai kota besar di Papua Barat hanya memiliki 6 Puskesmas, 31 Puskesmas Pembantu, 5 polindes dan 89 posyandu. Dilihat dari jumlah penduduk, Kota Sorong memiliki penduduk sebanyak 211.840 penduduk di tahun 2013 yang tidak jauh beda dengan Kabupaten Manokwari yang berjumlah 150.179 jiwa. Sedikitnya fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Pustu, dan Posyandu tidak terlalu bermasalah, hal ini dikarenakan Kota Sorong memiliki rumah sakit dalam jumlah yang memadai sebagai sarana kesehatan yang dipilih oleh masyarakat untuk berobat. Disamping itu kondisi wilayah yang terkonsentrasi membuat penduduk akan dengan mudah menemukan tempat-tempat pelayanan kesehatan baik berupa rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu maupun polindes.

c. Tenaga Kesehatan

Jumlah dokter dalam suatu wilayah tertentu menentukan tingkat pelayanan kesehatan. Rasio antara jumlah dokter yang tersedia dengan jumlah penduduk yang membutuhkan layanan kesehatan idealnya proporsional. Semakin besar rasio penduduk terhadap dokter maka semakin banyak penduduk yang harus dilayani. Implikasinya adalah semakin besar jumlah penduduk yang akan tidak terlayani atau semakin sulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter.

Page 42: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

42

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Jika diperhatikan dari jumlah penduduk Papua Barat tahun 2013 dan jumlah dokter yang tersedia, maka rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter di Papua Barat adalah sebesar 7.599, atau mengandung makna bahwa satu dokter rata-rata melayani sekitar 7.599 orang. (dapat dilihat pada tabel 2.19)

Tabel 2.22 Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Jumlah dokter di Papua Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, distribusinya pun belum tersebar dengan alokasi yang baik. Data sementara menunjukkan rasio penduduk terhadap jumlah dokter tahun 2013 meningkat menjadi 7.599 dibandingkan dengan 3.459 ditahun 2012, jika dilihat periode beberapa tahun sebelumnya menunjukkan peningkatan rasio. Artinya terjadi coverage yang lebih buruk dalam hal akan tertanganinya penduduk dengan peningkatan jumlah dokter dimana jumlah penduduk juga mengalami peningkatan. Rasio penduduk terhadap dokter tertinggi berada di Kabupaten Teluk Bintuni, dimana seorang dokter harus melayani sekitar 14.149 penduduk. Besarnya rasio tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Fakfak yang memiliki rasio terkecil yaitu sebesar 4.431 penduduk per seorang dokter. Kabupaten Raja Ampat juga memiliki rasio penduduk terhadap dokter tertinggi kedua. Coverage tanggungan seorang dokter di Kabupaten Raja Ampat memang besar, ditambah dengan kondisi geografisnya yang merupakan wilayah kepulauan akan semakin menyulitkan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Sedangkan hanya Kabupaten Tambrauw dan Maybrat yang tidak memiliki dokter dan memiliki karakter wilayah terpencil dengan akses transportasi yang sulit pula sehingga tidak seluruh wilayah tersebut dapat terjangkau pelayanan kesehatan. Dampaknya adalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh dokter harus menuju kabupaten terdekat yang memiliki dokter yaitu Kabupaten Sorong. Terpenuhinya kebutuhan penduduk akan dokter dan tenaga kesehatan lainnya tidak hanya masalah jumlah, namun juga distribusinya merata disetiap kabupaten sampai ke wilayah terpencil sekalipun.

3. Lingkungan Hidup

Page 43: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

43

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa sebesar 43,74 persen rumah tangga di Papua Barat memiliki fasilitas air minum sendiri; 27,65 persen milik bersama; 25,38 persen fasilitas umum; dan 3,23 persen tidak ada fasilitas air minum. Perkembangan kondisi penggunaan air bersih mengalami perbaikan kualitas, hal ini terlihat dari persentase penggunaan fasilitas air sendiri yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan persentase penggunaan fasilitas air minum milik umum dan tidak memiliki fasilitas, meskipun fasilitas air minum milik sendiri sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya (lihat Gambar 2.13). Kabupaten Sorong menduduki posisi tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Papua Barat sebagai kabupaten yang rumah tangganya memiliki fasilitas air minum sendiri (81,38%). Sedangkan Kabupaten Maybrat adalah yang terendah diantara kabupaten/kota lainnya yang rumah tangganya memiliki fasilitas air minum sendiri yaitu sebesar 15,79 persen.

Gambar 2.13 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Bersih Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Rumah tangga di Kabupaten Teluk Wondama terbanyak memiliki fasilitas air minum bersama (46,57%), sedangkan untuk kab/kota yang rumah tangganya memiliki fasilitas air minum umum terbesar yaitu Kabupaten Maybrat (77,11%). Kondisi penggunaan fasilitas air minum memiliki karakteristik yang berbeda pada beberapa kabupaten/kota. Sebagian besar diantaranya telah memiliki kondisi yang lebih baik dengan menggunakan fasilitas air minum milik sendiri maupun yang digunakan secara bersama. Namun di beberapa kabupaten seperti Maybrat, Raja Ampat, Tambrauw dan Sorong Selatan persentase penggunaan fasilitas air minum milik umum dan bahkan tidak memiliki fasilitas umum masih relatif tinggi. Kondisi ini tentunya mempengaruhi kualitas kebersihan dan kesehatan lingkungan dari masyarakat (lihat Tabel 2.20).

Page 44: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

44

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Tabel 2.23 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

4. Sarana dan Prasarana Umum

a. Jaringan Jalan

Infrastruktur utama yang berperan penting dalam aspek daya saing daerah merupakan sarana dan prasarana yang terkait dengan sistem transportasi. Wilayah Papua Barat secara regional sangat bergantung kepada moda transportasi udara yang menjangkau hampir seluruh wilayah kabupaten/kota. Selain keberadaan transportasi udara, moda transportasi laut dan darat ikut berperan dalam pengembangan wilayah Papua Barat. Untuk wilayah laut, keberadaan pelabuhan sebagai simpul pengangkut orang maupun barang tersebar menjadi tiga pelabuhan utama. Untuk Pelabuhan internasional wilayah Papua Barat terdapat di Kota Sorong, sedangkan dua pelabuhan utama lainnya merupakan pelabuhan nasonal di wilayah Manokwari dan Kaimana. Berbeda dengan kedua jenis transportasi sebelumnya, salah satu kunci pencapaian transportasi darat terlihat dari perkembangan rasio panjang jalan per jumlah kendaraan yang menunjukan angka perbandingan 1:0.077 pada tahun 2006. Angka ini berarti setiap satu kendaraan dilayani oleh jalan dengan panjang 0,077 km. Peningkatan pada sektor ini terjadi hingga menunjukan angka perbandingan 1:0,101 pada tahun 2009.

Page 45: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

45

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Gambar 2.14 Sistem Transportasi Provinsi Papua Barat

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat

Gambar 2.15 Kondisi Jalan Strategis di Provinsi Papua Barat

Sumber: Laporan Indikasi Program Pengembangan Infrastruktur Provinsi Papua Barat, 2012

b. Jaringan Irigasi

i. Banyaknya sungai besar yang mengalir di seluruh wilayah Provinsi Papua Barat dan beberapa danau cukup menguntungkan dalam upaya penyediaan air bersih. Persentase sumber air bersih berasal dari sungai mencapai 34,3%, mata air 15,7 % dan sumber lainnya 50 % Namun tetap saja hal tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan air bersih penduduk sampai ke rumah tangga di daerah-daerah terpencil karena keterbatasan kapabilitas untuk menjangkau dari sumber air. Adanya keterbatasan ini menuntut perlu dicari alternatif lokasi lain yang dapat dijadikan sebagai catchment area/waduk guna dapat menampung air sungai.

Page 46: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

46

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

ii. Sebagian besar wilayah memakai sistem pompa dan sistem gravitasi. Sistem pompa dilakukan pada sumber pengambilan air (water intake) ke rumah pompa (water treatment plant). Sedangkan dengan sistem gravitasi, air cukup dialirkan dari sumber atau unit produksi ke unit/blok distribusi reservoir. Untuk mengetahui rencana dan realisasi saluran irigasi Prrovinsi Papua Barat pada Tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel 2-3 berikut,

iii. Pengadaan saluran irigasi yang dapat meningkatkan kapasitas produksi pertanian terus diupayakan pemenuhannya mencapai target yang telah ditetapkan. Hingga saat ini baru dilakukan proses pembangunan saluran irigasi seluas 9.929 Ha, jauh dibawah target realisasi seluas 28.651 Ha

Tabel 2.24 Rencana dan Realisasi Saluran Irigasi Provinsi Papua Barat Tahun 2009

Lokasi Rencana

(Ha)

Realisasi

(Ha) Hambatan

Produksi

(ton/Ha)

Kab. Manokwari 12,666 5,100 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 20.80

Kab. Teluk Bintuni 2,500 450 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.00

Kab. Sorong 9,104 2,413 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 44.85

Kab. Raja Ampat 250 155 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 8.60

Kab. Fakfak 1,431 1,431 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.25

Kab. Sorong Selatan 1,500 300 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 2.65

Kab. Teluk Wondama 1,200 80 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.00

Total 28,651 9,929 95.15

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, 2009

c. Pada tahun 2012 di Provinsi Papua Barat terdapat 705 masjid, 2.307 gereja protestan, 199 gereja katholik, 50 pura dan 14 vihara. Secara total terdapat 3.274 tempat peribadatan di Provinsi Papua Barat

5. Rumah Tinggal Bersanitasi a. Persentase rumah tangga yang memiliki jamban sendiri, pembuangan akhir

tinja, dan jenis kloset angsa selama tahun 2010-2012 mengalami peningkatan. Rumah tangga yang memiiki jamban leher angsa mengalami peningkatan dari 66,35 % pada tahun 2010 menjadi 75,56 % pada tahun 2012. Rumah tangga yang memiliki jamban sendiri mengalami penurunan dari 18,72% pada tahun 2010 menjadi 11,16% pada tahun 2012. Rumah tangga yang memiliki pembuangan akhir tinja mengalami penurunan dari 12,44 % pada tahun 2010 menjadi 10,62 % pada tahun 2012.

b. Rumah tangga yang memiliki kloset leher angsa mengalami peningkatan yaitu sebesar 66,35% pada tahun 2010 menjadi 75,56% pada tahun 2012. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB pada periode 2010-2012 mengalami penurunan dari 2,49 menjadi 2,66.

6. Persampahan

Persampahan belum betul-betul dikelola secara terpadu di Provinsi Papua Barat. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya dimiliki oleh Kabupaten Sorong tepatnya di Distrik Makbon. Persampahan di Kota Sorong di Klasaman sudah tidak layak karena sangat dekat dengan pemukiman dan dikhawatirkan akan terjadi pencemaran air tanah di pemukiman masyarakat pada saat musim hujan (system open dumping). sedangkan di wilayah lainnya, pengelolaan sampah dilakukan

Page 47: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

47

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

secara individual oleh masing-masing rumah tangga atau instansi, biasanya dengan cara ditimbun, dibakar, atau bahkan dibuang ke sungai atau laut. Hingga saat ini memang dianggap belum menumbulkan masalah karena jumlahnya belum signifikan, namun bukan berarti tidak perlu diperbaiki dan dikelola secara terpadu.

7. Rumah Layak Huni

Rumah tangga di Papua Barat yang memiliki akses terhadap air minum layak sebesar 67,32 persen. Dimana, Kota Sorong memiliki akses paling tinggi, yaitu 88,43 persen. Sedangkan Kabupaten Teluk Wondama memiliki akses yang paling buruk, yaitu hanya 13,16 persen. Akses sanitasi layak secara umum di Papua barat hanya dapat dicapai oleh lebih dari setengah terhadap total rumah tangga (51,83 persen), sedangkan kecukupan luas lantai diatas 7,2 m2 /kapita hanya sekitar tiga per empat dari total rumah tangga (79,41%). Dari sisi daya tahan rumah hampir seluruh rumah di Papua Barat memiliki daya tahan yang baik (97,76%), karena sebagian besar telah menggunakan atap bukan ijuk/rumbia/lainnya (95,10%), jenis dinding bukan dari bambu/lainnya (96,91%), jenis lantai sebagian besar bukan dari tanah/lainnya (97,32%) dengan minimal dua kriteria terpenuhi.

Tabel 2.25 Persentase Rumah Tangga menurut Pengkategorian Rumah Kumuh menurut Kabupaten/Kota 2013 (%)

Kota Akses air

minum layak

Akses Sanitasi Layak

Sufficient Living Area (>7,2 m2/ org)

Durability of Housing

Fakfak 87,15 34,46 83,67 99,82

Kaimana 67,25 53,13 83,45 100,00

Teluk Wondama 13,16 73,21 71,65 94,84

Teluk Bintuni 75,47 62,69 85,51 99,24

Manokwari 67,33 58,90 80,45 97,32

Sorong Selatan 45,46 30,56 64,83 86,03

Sorong 81,41 44,47 82,76 99,23

Raja Ampat 36,48 27,81 76,34 96,54

Tambrauw 27,38 43,82 75,68 76,34

Maybrat 25,48 22,77 80,86 99,69

Kota Sorong 88,43 68,41 75,95 100,00

Papua Barat 67,32 51,83 79,41 97,76 Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

2.1.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan

1. Penanaman Modal

a. Jumlah proyek dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebanyak 37 proyek. Jumlah ini mengalami penurunan dari Tahun 2011 dengan jumlah proyek sebanyak 85 proyek dan tahun 2012 sebanyak 22 Proyek.

b. Jumlah proyek dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebanyak 119 proyek. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebanyak 61 proyek, 2011 sebanyak 40 proyek, tahun 2012 sebanyak 31 proyek.

Page 48: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

48

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

c. Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebesar 16.410.858 juta rupiah. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2.599.5999 juta rupiah.

d. Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebesar 407.922 ribu US $ . Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2012 yaitu sebesar 1.578.696 ribu US $.

2. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sejak Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2011, koperasi mengalami penurunan, Pada Tahun 2010 sejumlah 701 unit koperasi kemudian menurun menjadi 373 unit pada tahun 2012 dan kemudian bertumbuh menjadi 412 unit koperasi dan terus mengalami pertumbuhan sampai pada tahun 2013 dengan 626 unit koperasi aktif dan 811 koperasi tidak aktif yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.

3. Ketenagakerjaan a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menggambarkan persentase

penduduk usia 15 tahun keatas yang termasuk dalam angkatan kerja. TPAK Papua Barat mengalami penurunan dari tahun 2012. TPAK tahun 2013 sebesar 66,41 persen menurun dibandingkan tahun 2012 (67,12 persen).

b. TPAK tertinggi 2013 dicapai oleh Kabupaten Sorong Selatan yaitu sebesar 72,71 persen. Artinya adalah dari 100 orang penduduk usia kerja sekitar 72- 73 orang diantaranya tergolong sebagai angkatan kerja. Sementara TPAK terendah berada di Kabupaten Fakfak yaitu hanya mencapai 61,20 persen.

Gambar 2.16 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

c. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Papua Barat pada periode 2011— 2013 terus mengalami penurunan. TPT menurun tajam dari 8,94 persen di tahun 2011 menjadi 5,49 persen di tahun 2012, kemudian di tahun 2013 juga masih mengalami penurunan menjadi 4,62 persen. Pengangguran 4,62 persen berarti dalam setiap 100 orang angkatan kerja terdapat 4—5 orang berstatus sebagai pengangguran. TPT menurut gender di tahun 2013 tercatat TPT laki-laki lebih baik dari pada TPT perempuan. TPT laki-laki sebesar 4,37 persen, sedangkan TPT perempuan jauh lebih tinggi mencapai 5,08 persen. Lebih rendahnya TPT laki-laki salah satunya diduga karena penduduk laki-laki, terutama berstatus sebagai kepala rumah tangga, memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anggota rumah tangganya. Selain itu, lebih banyak lapangan pekerjaan yang lebih sesuai diisi oleh pekerja laki-laki dan lebih fleksibel dengan masalah jam kerja.

Page 49: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

49

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Gambar 2.17 Tingkat Pengangguran Tebuka (TPT) menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

2.1.4 Aspek Daya Saing Daerah

1. Kemampuan Ekonomi Daerah

a. Berdasarkan PDRB Provinsi Papua Barat penggunaan tercatat pengeluaran rumah tangga tahun 2013 mencapai 17.996,15 miliar rupiah. Kondisi ini tumbuh dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 8,12 persen dengan nilai agregat pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 15.208,56 miliar rupiah. Pertumbuhan di tahun 2012-2013 lebih rendah dibandingkan dengan periode 2011-2012 yang tumbuh 8,45 persen dengan nilai tambah PDRB tahun 2011 untuk pengeluaran rumah tangga sebesar 13.142,73 miliar rupiah. Kontribusi konsumsi rumah tangga pada perekonomian dalam PDRB dari sisi penggunaan relatif tinggi, kontribusinya mencapai 35,35 persen di tahun 2012. Sebelum tahun 2009, share pengeluaran konsumsi rumah tangga berkisar antara 50-65 persen. Sejak mulai berproduksinya LNG Tangguh pada akhir tahun 2009 dan kemudian mulai diekspor, LNG yang memiliki nilai tambah besar tersebut berdampak terhadap semakin menurunnya kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDRB. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Papua Barat terus mengalami peningkatan. Di tahun 2011 rata-rata pengeluaran hanya Rp 596.743/kapita/bulan, kemudian di tahun 2012 nilainya mengalami peningkatan menjadi Rp 816.137/kapita/bulan. Di tahun 2013, rata-rata pengeluaran kembali meningkat cukup signifikan, yaitu menjadi Rp 876.253/kapita/ bulan.

b. Pola pengeluaran makanan di Papua Barat cenderung tinggi beberapa tahun sebelum 2012, namun setelah itu persentasenya berangsur menurun. Di tahun 2011 persentase pengeluaran makanan mencapai 53,84 persen menurun menjadi 48,68 persen (2012) dan sedikit meningkat menjadi 49,18 persen (2013).

c. Kondisi perumahan tahun 2013 di Papua Barat secara umum sedikit demi sedikit terus mengalami perbaikan kualitas dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2013, lebih dari dua per tiga rumah tangga telah memiliki rumah dengan status milik

Page 50: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

50

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

sendiri yaitu sebesar 72,46 persen. Sedangkan untuk status sewa 10,2 persen, kontrak 2,15 persen, dan lainnya (dinas, bebas sewa, milik family, lainnya) sebesar 15,19 persen.

d. NTP Papua Barat tahun 2013 sebesar 99,64 persen lebih lebih rendah dibandingkan dengan NTP tahun 2012 sebesar 101,62 persen. Dengan demikian, nilai NTP terlihat cenderung mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir. Nilai NTP 99,64 persen mengandung makna petani mengalami kerugian usaha sebesar 0,36 persen terhadap tahun dasar 2007.

2. Fasilitas Wilayah / Infrastruktur

a. Aksesibilitas

i. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program Pengembangan Infrastruktur Dasar. Selama ini belum seluruhnya kabupaten/kota belum terhubung dengan jalan darat. Sebagian pembangunan jalan sedang dilakukan, meskipun sebagian kabupaten telah terhubung namun belum dibuka untuk umum. Dengan masih terbatasnya akses perhubungan lewat darat, sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan via laut dan udara.

ii. Panjang jalan di Papua Barat tahun 2012 hanya 7.351,71 Km, kondisi ini mengalami perbaikan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sepanjang 6.403,25 Km. Kondisi panjang jalan tersebut terbagi menjadi 997,55 Km (13,57%) jalan negara; 749,66 Km (10,20%) jalan provinsi; dan 5.604,50 Km (76,23%) adalah jalan kabupaten. Sedangkan menurut jenis permukaanya terbagi menjadi 1990,50 Km (27,07%) jalan aspal; 2.299,95 Km (31,28%) jalan dengan permukaan kerikil; 2.388,96 Km (32,50%) jalan dengan permukaan tanah; dan 672,31 Km (9,15%) adalah jalan dengan permukaan lainnya.

iii. Peningkatan pada jumlah armada selama 2012-2013 tidak terjadi pada jumlah penumpang kapal datang (debarkasi) dan berangkat (embarkasi). Pada tahun 2012 jumlah penumpang datang 313,0 ribu orang (debarkasi) dan 326,9 ribu orang (embarkasi) dengan armadanya 681 unit. Di tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 294,8 ribu orang (debarkasi) dan 276,4 ribu orang (embarkasi) dengan armada sejumlah 767 unit.

iv. Jumlah penumpang pesawat udara cenderung meningkat selama 2012-2013. Jumlah penumpang datang mencapai 569,77 ribu orang dengan jumlah penerbangan 14.289 dan berangkat 612,4 ribu orang dengan jumlah penerbangan 14.289 kali di tahun 2012. Rata-rata penumpang pesawat untuk debarkasi sebesar 40 orang dan 43 penumpang untuk embarkasi.*)

3. Penataan Ruang

Sampai dengan Tahun 2013, belum ada RTRW baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota (yang sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang) yang sudah dijadikan Peraturan Daerah (Perda). Sehingga upaya pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian penataan ruang pun belum optimal. Belum dapat diketahui berapa persen ketaatan wilayah terhadap RTRWnya.

Page 51: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

51

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

4. Fasilitas Keuangan dan Perbankan

Di tahun 2012 jumlah kantor bank hanya 116 unit yang terdiri dari 23 unit bank swasta nasional, 92 unit bank persero dan pemerintah daerah serta 1 unit perkreditan rakyat. Di tahun 2013 jumlahnya meningkat menjadi 129 unit kantor bank, yang terbagi menjadi 24 unit bank swasta nasional, 102 unit bank persero dan pemerintah daerah serta 3 perkreditan rakyat.

5. Fasilitas Air Bersih Persentase terbesar rumah tangga pengguna air bersih memiliki sendiri fasilitasnya, sebesar 49,02%. Meningkat dari kondisi Tahun 2009 yaitu sebesar 46,65% dari total rumah. Sementara 25,33% menggunakan air bersih secara bersama dan 16,73% masih menggunakan fasilitas umum. 8,92% tidak memiliki akses terhadap air bersih.

6. Fasilitas Energi Listrik Rumah tangga di Papua Barat 82,24% yang menggunakan listrik PLN. Belum seluruh desa di Papua Barat teraliri listrik dan belum seluruh kabupaten mendapatkan pasokan listrik 24 jam dalam sehari. Masyarakat yang tidak teraliri listrik 24 jam biasanya menggunakan genset. Untuk desa-desa yang tidak teraliri listrik, terutama di daerah yang jauh dari ibukota kabupaten umumnya menggunakan pelita/senter/obor/lainnya.

Kondisi penggunaan energi listrik terutama yang memanfaatkan listrik negara (PLN) masih belum maksimal. Belum seluruh kabupaten mendapatkan pasokan listrik 24 jam, seperti contohnya di Kabupaten Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Tambrauw, dan Maybrat. Hanya 32,37% desa saja yang telah terjangkau layanan PLN. Sulitnya kondisi geografis dan terbatasnya ketersediaan energy listrik menjadi penyebab belum meratanya pasokan listrik. Dari total 189.649 rumah tangga di Papua Barat, hanya 107.002 rumah tangga yang terdaftar sebagai pelanggan PLN.

Gambar 2.18 Cakupan Pelayanan Listrik dan Air Bersih Pada Perkampungan

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, 2009

7. Fasilitas Telekomunikasi a. Untuk jaringan telekomunikasi di Provinsi Papua Barat berkembang pesat

melalui pelayanan provider telepon selular yang mulai mengembangkan jaringan paling tidak di kawasan perkotaan ataupun ibukota setiap distrik di masing-masing kabupaten/kota. Untuk di kawasan perkampungan, penggunaan telepon satelit masih diandalkan.

b. Telekomunikasi menggunakan jaringan internet juga berkembang cukup pesat meskipun hanya di kawasan perkotaan dengan layanan gabungan dari

Page 52: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

52

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

provider telepon seluler maupun dari PT.Telkom sebagai perusahaan negara yang menangani masalah penyediaan layanan komunikasi. Untuk sistem jaringan nirkabel untuk internet, belum dikembangkan secara umum dan gratis dari pemerintah. Namun di banyak tempat umum, sudah mulai disediakan dengan jenis dan ketentuan layanan yang berbeda-beda dan sebagian besar bersifat komersil.

c. Kantor pos juga masih diandalkan oleh masyarakat baik untuk pengiriman surat/dokumen dan barang. Kantor pos besar hanya terdapat di dua wilayah yaitu Kota Sorong dan Manokwari sementara kantor pos pembantu terdapat di semua wilayah kecuali Kabupaten Raja Ampat. Kebutuhan pos di Raja Ampat dipenuhi oleh rumah pos dan kantor pos desa.

8. Iklim Investasi a. Kondisi investasi di Papua Barat menunjukan kecenderungan yang terus

membaik. Peningkatan jumlah proyek yang dijalankan memberikan gambaran meningkatnya kepercayaan publik dalam menanamkan modal yang dimilikinya. Penanaman modal yang berasal dari dalam negeri maupun asing atau luar negeri secara jumlah memang mengalami peningkatan, namun secara nilai tidak terlalu meningkat.

b. Penggunaan kredit perbankan untuk keperluan investasi meningkat dari 11,87 persen di tahun 2012 menjadi 18,89 persen di tahun 2013, sedangkan penggunaan untuk keperluan konsumsi sedikit menurun dari 39,33 persen menjadi 39,21 persen. Hal ini tersirat bahwa kesadaran masyarakat untuk berinvestasi dalam perbankan menunjukkan kondisi semakin membaik. Penurunan pada penggunaan kredit untuk konsumsi yang jauh lebih kecil dibandingkan penurunan kredit untuk keperluan modal kerja menunjukkan masih adanya kecenderungan perilaku konsumtif masyarakat di Papua Barat.

Gambar 2.19 Posisi Kredit Perbankan Rupiah dan Valas menurut Jenis Penggunaan 2009-2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2014

b. Di Provinsi Papua Barat Pada Tahun 2010 telah terjadi 89 kasus kriminal. 74 kasus atau sekitar 83,1% diantaranya telah ditangani oleh pihak yang berwenang. Kasus yang paling banyak terjadi adalah kasus pencurian kendaraan bermotor yaitu sebanyak 15 kasus (16,85%). Kasus yang paling sedikit terjadi adalah kasus pemerkosaan yaitu sebanyak 1 kali (1,12%). Tidak ada kasus kejahatan terhadap kepala negara.

Page 53: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

53

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

9. Sumber Daya Manusia

a. Berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir, ternyata persentase penduduk yang bekerja sebagian besar berpendidikan rendah. Sebesar 39,81 persen penduduk yang bekerja berlatar belakang pendidikan rendah (20,48 persen belum bersekolah/tidak tamat SD dan 19,33 persen tamat SD). Diantara penduduk yang bekerja tersebut hanya 13,23 persen yang berijazah diploma dan sarjana.

b. Secara nasional peringkat IPM Papua Barat berada pada ranking 31 dari 34 provinsi. Posisi peringkat tersebut mengalami penurunan dibandingakan dengan kondisi tahun sebelumnya. Peringkat tersebut masih berada di atas Provinsi NTT (32), NTB (33), dan Papua (34). IPM tertinggi di Papua Barat selama tiga tahun terakhir selalu berada di Kota Sorong. Capaiannya di tahun 2013 sebesar 78,92 persen. Sementara IPM terendah berada di Kabupaten Tambrauw dengan capaian hanya sebesar 51,54 persen.

c. Capaian IPM wilayah Maluku dan Papua tahun 2012 termasuk kategori menengah, namun secara peringkat keempat provinsi ini masih tergolong papan bawah di tingkat nasional. Peringkat terbaiknya diraih oleh Provinsi Maluku dengan capaian IPM sebesar 72,70 persen dan hanya berada pada urutan ke-22. Sedangkan Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua hanya berada diurutan 30, 31, dan 34

Gambar 2.20 IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2014

.

2.2 Evaluasi Hasil RKPD Provinsi Papua Barat sampai dengan Triwulan II

Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dilakukan pada tahun berjalan (2015) pada Triwulan ke II.

Page 54: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

54

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

2.2.1 Evaluasi Hasil RKPD Provinsi Papua Barat sampai dengan Triwulan II

Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD merupakan suatu proses untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Melalui evaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan akan dihasilkan informasi kinerja yang dapat menjadi masukan bagi proses perencanaan dan penganggaran yang didukung oleh ketersediaan informasi dan data yang lebih akurat. Dengan demikian, program pembangunan menjadi lebih efisien, efektif, disertai dengan akuntabilitas pelaksanaannya yang jelas. Keberhasilan pencapaian sasaran pada semua tingkat pelaksana pembangunan akan dapat diukur dengan menggunakan indikator kinerja yang telah didefinisikan secara tepat sebelumnya. Evaluasi terhadap status dan kedudukan pencapaian kinerja pembangunan daerah dilakukan dengan menggunakan Indikator Kinerja Utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

Page 55: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

55

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Tabel 2.26 Evaluasi Hasil Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tahun 2015 (hal 55 s.d 74)

Page 56: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

75

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

2.3 Perubahan Kebijakan Umum APBD

2.3.1 Kondisi Perekonomian Nasional

Tantangan eksternal yang dihadapi oleh perekonomian domestik pada tahun 2015 adalah belum stabilnya perekonomian dunia, termasuk negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Tiongkok yang diperkirakan akan kembali mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut yang disertai dengan penurunan harga komoditas global terutama harga minyak mentah dunia berpotensi memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. Dalam merespon kondisi eksternal tersebut, Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia telah menempuh berbagai kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian domestik terutama stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi. Pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah strategis di bidang fiskal terutama dalam menjaga kesinambungan fiskal dan upaya mendukung perbaikan defisit neraca berjalan. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah mengusulkan perubahan atas asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015, sebagai berikut: 1) Inflasi diperkirakan mencapai 5,0 persen atau lebih tinggi dari asumsi dalam APBN tahun 2015 sebesar 4,4 persen. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia melalui sinergi kebijakan serta koordinasi pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah senantiasa berupaya mengendalikan laju inflasi pada tahun 2015 agar tetap pada rentang sasaran inflasi tahun 2015 sebesar 4,0 ± 1,0 persen. 2) Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS diperkirakan berada pada kisaran Rp12.200 per USD yang semula asumsinya dalam APBN tahun 2015 sebesar Rp11.900 per USD. Sementara itu, relatif ketatnya likuiditas global sebagai dampak peningkatan suku bunga acuan oleh the Fed diperkirakan berpotensi memberikan tekanan terhadap perkembangan nilai tukar rupiah ke depan. 3) Suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan akan turut mengalami tekanan dan sedikit lebih tinggi di atas asumsi APBN tahun 2015 yaitu dari 6,0 persen menjadi 6,2 persen. 4) Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berada pada kisaran rata-rata USD70 per barel atau lebih rendah dari asumsi ICP dalam APBN tahun 2015 sebesar USD105 per barel. Rendahnya harga minyak dunia diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2015 mengingat pasokan minyak yang masih berlebih, terutama dengan adanya potensi pemanfaatan shale oil dan gas. Lifting minyak diperkirakan akan terealisasi sebesar 849 ribu barel per hari, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi dalam APBN tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 900 ribu barel per hari. 6) Lifting gas bumi diperkirakan mencapai 1.177 ribu barel setara minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2015 yang ditetapkan sebesar 1.248 ribu barel setara minyak per hari. Perubahan Kebijakan dalam RAPBN Perubahan Tahun 2015 RAPBN Perubahan tahun 2015 diajukan sebagai langkah untuk menyesuaikan perubahan asumsi dasar ekonomi makro, menampung perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2015, dan juga untuk menampung inisiatif- inisiatif baru Pemerintahan terpilih sesuai dengan visi dan misi yang tertuang dalam konsep Nawacita dan Trisakti. Kebijakan yang paling esensial yang ditempuh oleh Pemerintah dalam RAPBN Perubahan tahun 2015 adalah pengalihan belanja kurang produktif ke belanja yang lebih produktif dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran dan prioritas pembangunan. Kebijakan tersebut antara lain ditempuh melalui efisiensi belanja subsidi dengan tidak memberikan subsidi untuk BBM jenis premium, subsidi tetap (fixed subsidy) untuk BBM jenis minyak solar, dan tetap

Page 57: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

76

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

memberikan subsidi untuk BBM jenis minyak tanah. Kebijakan tersebut selain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah dalam mendanai program/kegiatan yang lebih produktif, juga dimaksudkan untuk mewujudkan APBN yang lebih sehat dengan meminimalisir kerentanan fiskal dari faktor eksternal seperti fluktuasi harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah. Sementara itu, perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal dan langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2015 juga dilakukan baik pada pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran. Mengacu pada perkembangan kondisi tersebut, asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015 diperkirakan mengalami penyesuaian sebagai berikut :

Tabel 2.27 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2014

No Indikator Makro RAPBN APBN RAPBN-P APBN-P

1 Pertumbuhan ekonomi (%,yoy)

5,6 5,8 5,8 5,7

2 Inflasi (%,yoy) 4,4 4,4 5,0 5,0

3 Tingkat bunga SPN 3 bln (%) 6,2 6,0 6,2 6,2

4 Rupiah (Rp/US$) 11.900 11.900 12.200 12.500

5 Harga minyak mentah Indonesia(US$/barel)

105 105 70 60

6 Lifting minyak (barel/har) 845.000 900.000 849.000 825.000

7 Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari)

1.248 1.248 1.77 1.221

2.3.2 Kondisi Perekonomian Provinsi Papua Barat

Ekonomi Papua Barat triwulan I-2015 dibanding triwulan I-2014 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar 1,50 persen. Kontraksi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 10,87 persen; Pertambangan dan Penggalian sebesar 4,99 persen; dan diikuti oleh Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 2,12 persen. Sedangkan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Pendidikan; dan Jasa Keuangan dan Asuransi. Struktur PDRB Papua Barat dengan migas menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada triwulan I-2015 didominasi oleh Industri Pengolahan (30,39 persen); Pertambangan dan Penggalian (18,57 persen); dan Konstruksi (13,74 persen). Sedangkan PDRB Papua Barat tanpa migas menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku didominasi oleh Konstruksi (25,02 persen); Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (19,55 persen); dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (17,28 persen). Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Papua Barat triwulan I-2015 (y-on-y), Konstruksi memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,75 persen, diikuti Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 0,69 persen; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,49 persen; dan Perdagangan Besar-Eceran; Reparasi MobilSepeda Motor sebesar 0,43 persen. Sementara yang memiliki sumber pertumbuhan terendah adalah Industri Pengolahan (-3,46%); Pertambangan dan Penggalian (-0,96%). Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2015 Terhadap Triwulan IV-2014 (q-to-q) Pertumbuhan ekonomi Papua Barat triwulan I-2015 terhadap triwulan IV-2014 masih sangat dipengaruhi oleh Industri Pengolahan yang mengalami kontraksi sebesar 2,39 persen.

Page 58: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

77

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Kontraksi juga terjadi pada lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 2,55 persen; Jasa Pendidikan sebesar 2,37 persen; dan Pertambangan dan Penggalian sebesar 2,27. Kontraksi dari lapangan usaha tersebut mengakibatkan ekonomi Papua Barat mengalami kontraksi di triwulan I-2015 sebesar 1,78 persen. Hal ini disebabkan oleh besarnya kontribusi lapangan usaha tersebut pada perekonomian di Papua Barat, terutama lapangan usaha Industri Pengolahan dan Pertambangan dan Penggalian karena adanya komoditi minyak dan gas bumi didalamnya. Provinsi Papua Barat pada bulan April 2015 terjadi inflasi sebesar 0,08 persen, atau terjadi kenaikan IHK dari 116,00 pada bulan Maret 2015 menjadi 116,10 pada bulan April 2015. Tingkat inflasi tahun kalender April 2015 sebesar 0,80 persen, sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (April 2015 terhadap April 2014) sebesar 6,80 persen. Inflasi di Provinsi Papua Barat terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada hampir semua kelompok pengeluaran yakni : kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,79 persen; kelompok sandang 0,53 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,33 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,14 persen; kelompok kesehatan 0,13 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,04 persen. Adapun kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks yakni kelompok bahan makanan -0,69 persen. Inflasi yang terjadi di Provinsi Papua Barat dipengaruhi oleh kenaikan indeks yang signifikan pada beberapa sub kelompok, yaitu: sub kelompok bumbu-bumbuan 8,11 persen; sub kelompok buah-buahan 2,01 persen; sub kelompok kacang-kacangan 1,91 persen; sub kelompok daging dan hasil-hasilnya 1,70 persen; serta sub kelompok transpor 1,10 persen. Sedangkan beberapa sub kelompok yang mengalami deflasi yaitu: sub kelompok ikan segar -5,10 persen; sub kelompok sayur-sayuran -3,08 persen; sub kelompok ikan diawetkan -1,84 persen; sub kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya -0,51 persen; serta sub kelompok lemak dan minyak -0,34 persen.

Page 59: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

78

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

BAB 3 RENCANA PROGRAM

DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH DALAM PERUBAHAN

RKPD TAHUN 2015

3.1 Rencana Perubahan Kebijakan Umum Anggaran

Rencana Perubahan Kebijakan Umum Anggaran Tahun 2015 meliputi perubahan terhadap komponen pendapatan, belanja dan pembiayaan.

3.1.1 Perubahan Kebijakan Pendapatan Daerah

Dengan melihat kondisi aktual kinerja ekonomi daerah dan nasional, serta memperhatikan realisasi APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015 dan evaluasi kinerja bidang pendapatan sampai dengan bulan Juni 2015, maka kebijakan pendapatan perubahan APBD Provinsi Papua Barat diarahkan sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli Daerah yang dianggarkan dalam Perubahan APBD T.A 2015

mempertimbangkan: a. Perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber

pendapatan. b. Realisasi Pendapatan Asli Daerah sampai dengan semester I tahun 2015;

1. Penyesuaian dana perimbangan yang bersumber dari Pemerintah Pusat dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

3.1.2 Perubahan Kebijakan Belanja Daerah

Sesuai hasil evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2015 sampai dengan bulan Juni 2015 serta memperhatikan sinkronisasi kebijakan belanja dari pemerintah pusat, maka kebijakan belanja perubahan APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015 diarahkan sebagai berikut:

3.1.2.1 Belanja Tidak Langsung

Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Belanja Pegawai 1) Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memperhatikan perubahan peraturan penggajian PNS dengan berdasar pada realisasi pembayaran gaji sampai bulan Juni 2014;

2) Tambahan penghasilan hanya diberikan kepada PNS/CPNSD dan direncanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 25 Tahun 2014 tentang Standar Biaya Perjalanan Dinas, Eksploitasi Kendaraan, Tambahan

Page 60: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

79

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

Penghasilan PNS, Honorer, Sewa Mobilitas Darat dan Konsumsi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat.

3) Penganggaran belanja gaji, tunjangan dan biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000;

4) Penyediaan dana penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi PNSD yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

5) Penganggaran belanja uang representasi/tunjangan dan belanja penunjang komunikasi insentif Pimpinan dan Anggota DPRD serta penunjang operasional pimpinan DPRD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 beserta perubahan-perubahannya serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007;

6) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi daerah mempedomani pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.

b. Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan 1) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan

pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD harus mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD;

2) Penganggaran bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja bantuan keuangan, obyek belanja bantuan keuangan kepada partai politik dan rincian obyek belanja nama partai politik penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang bantuan keuangan kepada partai politik.

c. Belanja Bagi Hasil Pajak Penganggaran dana bagi hasil pajak daerah yang bersumber dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota harus mempedomani Undang-undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Tata cara pengganggaran dana bagi hasil tersebut harus memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada tahun anggaran 2015, sedangkan pelampauan target tahun anggaran 2014 yang belum direalisasikan kepada pemerintah kabupaten/kota ditampung dalam perubahan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

d. Belanja Tidak Terduga

Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2014 dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan

Page 61: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

80

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulan bencana alam dan bencana social, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran 2015, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.

3.1.2.2 Belanja Langsung

Penyesuaian alokasi belanja Program/kegiatan yang bersumber dari pemerintah pusat;

a. Penyesuaian sasaran Program/kegiatan memperhatikan dinamika permasalahan yang timbul di masyarakat.

b. Rencana anggaran atas kegiatan-kegiatan yang waktu pelaksanaannya baik secara administratif maupun fisik tidak dapat diselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2015 dihindari, dan direncanakan dalam APBD Tahun Anggaran berikutnya;

c. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pembangunan fisik (kontruksi) memperhatikan batas waktu penyelesaian sampai dengan batas akhir pembayaran pekerjaan pada minggu kedua bulan Desember 2015 dan tidak dapat diluncurkan pada tahun anggaran berikutnya, kecuali mengalami force majeur.

d. Belanja pegawai

1) Pemberian honorarium bagi pegawai dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan dibatasi dengan mempertimbangkan asas efisiensi, kepatutan dan kewajaran serta pemerataan penerimaan penghasilan, yang besarnya mengacu pada standarisasi satuan harga tahun 2015.

2) Upah/honor THL dihitung sesuai ketentuan tentang pedoman pemberian upah bagi tenaga honorer daerah/THL dan penetapan upah bagi tenaga honorer daerah dan pekerja harian lepas di jajaran Pemerintah Provinsi Papua Barat Tahun 2015.

f. Belanja Barang dan Jasa

1) Belanja barang dan jasa di setiap SKPD digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan tidak menambah nilai aset/modal, termasuk belanja pemeliharaan.

2) Dalam perubahan APBD, anggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan riil dan dikurangi dengan sisa barang persediaan tahun anggaran 2015.

3) Penganggaran belanja perjalanan dinas daerah, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri dilakukan secara selektif, frekuensi dan jumlah harinya dibatasi.

4) Belanja pemeliharaan aset barang, infrastruktur, kontruksi dianggarakan pada belanja barang dan jasa

5) Penganggaran belanja modal yang akan diserahkan kepemilikannya kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dialokasikan pada belanja barang dan jasa.

6) Penyesuaian penggunaan jenis BBM bagi kendaraan dinas.

Page 62: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

81

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

g. Belanja Modal

1) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengadaan aset tetap berwujud, yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan menambah nilai aset/modal.

2) Biaya pendukung dalam rangka proses pengadaan belanja modal dikapitalisasi pada nilai belanja modal tersebut.

3) Nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap adalah pengeluaran pengadaan baru dan penambahan nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi, renovasi dan restorasi yang meliputi:

a) Pengeluaran untuk pengadaan per satuan peralatan dan mesin, dan alat olahraga yang sama dengan atau lebih dari Rp.1.000.000,-.

b) Pengeluaran untuk pembangunan gedung dan bangunan yang sama dengan atau lebih dari Rp. 10.000.000,-.

c) Nilai satuan minimum aset tetap dikecualikan terhadap pengeluaran untuk tanah, jalan/ irigasi/ jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.

4) Penganggaran perubahan belanja modal memperhatikan skala prioritas kebutuhan dan jadwal waktu proses pengadaannya, mengingat perubahan APBD mempunyai durasi waktu efektif pelaksanaan hanya 3 bulan

5) Pengadaan kendaraan dinas sebagai pendukung mobilitas kerja bagi SKPD

3.1.3 Perubahan Kebijakan Pembiayaan Daerah

Realisasi APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2015 dan evaluasi kinerja bidang pembiayaan sampai dengan bulan Juni 2015, maka kebijakan pendapatan perubahan APBD Provinsi Papua Barat diarahkan sebagai berikut :

1. Penerimaan Pembiayaan Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SILPA) Tahun 2014 disesuaikan dengan hasil audit BPK atas Laporan Keuangan APBD Tahun Anggaran 2014.

2. Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik Negara/daerah dan/atau badan usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang penyertaan modal. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam peraturan daerah penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu diterbitkan peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan daerah tentang penyertaan modal. Penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah dialokasikan berpedoman pada peraturan daerah atau ketentuan lain yang mengatur mengenai penyertaan modal, untuk penguatan modal perusahaan daerah, khususnya PT. Padoma dan PT. Bank Papua.

3.2 Rencana Program dan Kegiatan Prioritas Daerah dalam Perubahan RKPD Tahun 2015

Belanja langsung pada program dan kegiatan Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 yang diusulkan didalam perubahan didasarkan pada beberapa hal, sebagai berikut :

1. Pergeseran: antar rekening belanja, antar program/kegiatan, antar sub kegiatan dan antar rekening;

Page 63: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

82

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

2. Penambahan/pengurangan TUK (berdasarkan realisasi pelaksanaan kegiatan);

3. Penambahan kegiatan baru (misal : karena ada ketentuan dari pusat);

4. Tambahan untuk kegiatan FGD;

5. Tambahan untuk pengangkatan CPNS;

6. Tambahan peralatan dan perlengkapan kantor;

7. Tambahan untuk fasilitasi jaringan internet;

8. Pembelian kendaraan;

9. Efisiensi karena penyesuaian dengan indikator kinerja dan standar belanja;

10. Dan lain sebagainya.

Secara lebih jelasnya usulan perubahan belanja langsung didalam Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun Anggaran 2015 dapat dilihat pada lampiran.

Page 64: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

83

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

BAB 4 PENUTUP

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 tersebut disusun sesuai dengan amanat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013. Hal tersebut dimaksudkan bahwa untuk menjamin tercapainya sasaran dan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015, diperlukan pedoman penyusunan, pengendalian dan evaluasi hasil rencana kerja pembangunan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun Anggaran 2015 disusun sebagai bahan masukan didalam perumusan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun Anggaran 2015.

Manokwari, 31 Juli 2015

GUBERNUR PAPUA BARAT,

CAP/TTD

ABRAHAM O. ATURURI

Page 65: 3. Isi (BAB I s.d BAB Penutup)

83

Perubahan Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat

2015

LAMPIRAN ( Rencana Program dan Kegiatan Prioritas Daerah Tahun 2015 Provinsi Papua barat)