28
Guillain Barre Syndrome Definisi Guillain barre syndrome adalah sindroma yang memiliki karakteristik berupa paralisis flaccid asenden simetris ysng berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Adanya riwayat flu saluran pernapasan atas atau gastrik, infeksi mononukleus, atau hepatitis merupakan hal yang umum. Pemulihan biasanya sempurna, namun dapat dialami klien sampai 18 bulan, jika derajat yang dipengaruhi cukup luas. Pemulihan motorik dimulai lebih kurang 10-14 hari setelah serangan dari gejala gejala tersebut (widagolo, wahyu.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : TIM) Sindrom guillain-bare (Guillain barre syndrome-GBS) merupakan sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset (awitan) akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf tepi dan kranial. Proses penyakit mencangkup demielinisasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf tepi dan kranial (sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995). GBS merupakan sindrom klinik yang mnyebabkan tidak diketahui yg menyangkut saraf tepi dan kranial (suzane C. Smeltzer dan Benda G., 2002) puncak agak tinggi terjadi pada usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada setiap golongan manusia. (Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Infeksi Dan Inflamasi Sistem Saraf Pusat. Jakarta : salemba medika)

3 Guillain Barre Syndrome

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GBS

Citation preview

Page 1: 3 Guillain Barre Syndrome

Guillain Barre Syndrome

Definisi

Guillain barre syndrome adalah sindroma yang memiliki karakteristik berupa paralisis flaccid

asenden simetris ysng berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Adanya

riwayat flu saluran pernapasan atas atau gastrik, infeksi mononukleus, atau hepatitis

merupakan hal yang umum. Pemulihan biasanya sempurna, namun dapat dialami klien

sampai 18 bulan, jika derajat yang dipengaruhi cukup luas. Pemulihan motorik dimulai lebih

kurang 10-14 hari setelah serangan dari gejala gejala tersebut (widagolo, wahyu.2008.Asuhan

Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : TIM)

Sindrom guillain-bare (Guillain barre syndrome-GBS) merupakan sindrom klinis yang

ditunjukkan oleh onset (awitan) akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf tepi dan kranial.

Proses penyakit mencangkup demielinisasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf tepi dan

kranial (sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995). GBS merupakan sindrom klinik yang

mnyebabkan tidak diketahui yg menyangkut saraf tepi dan kranial (suzane C. Smeltzer dan

Benda G., 2002) puncak agak tinggi terjadi pada usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga

berkembang pada setiap golongan manusia.

(Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Infeksi Dan Inflamasi Sistem

Saraf Pusat. Jakarta : salemba medika)

Penyakit akut atau lebih tepat subakut yang lambat laun menjadi paralitik dengan penyebab

yang belum jelas, namun teori saat ini mulai terarah pada proses imunologik.

Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya

paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana

targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch, 1998 ).

Etiologi

Etiologi yang spesifik sampai sekarag belum diketahui. Ada dua teori mengenai penyebab

dari guillain barre disebabkan karena infiltrasi virus ke spinal dan kadang kadang ke akar-

akar saraf kranial. Teori dua mengatakan bahwa sindroma ini sebagai akibat dari respon

autoimun dari tubuh yang mana ditimbulkan oleh toksin atau agent infeksi yang

menimbulkan dimielintasi segmen dari saraf saraf perifer kranial. Penyakitini umumnya

menyerang seseorang yang berusia 30-50 tahun, baik itu pria maupun wanita.

Page 2: 3 Guillain Barre Syndrome

Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan

terjadinya SGB, antara lain:

a. Infeksi

Infeksi : missal radang tenggorokan atau radang lainnya

Infeksi virus :measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella zoster,

Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf, coxakie)

Vaksin : rabies, swine flu

Infeksi yang lain : Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,

campylobacter jejuni

b. Vaksinasi, karena masuknya virus kedalam tubuh yang dapat menyerang saraf manusia

contohnya : vaksin influensa tipe A, vaksin HiB, vaksin H1N1, BCG, tetanus, varicella, dan

hepatitis B

c. Pembedahan : adanya luka terbuka yang dapat mengakibatkan sepsis didalam tubuh

sehingga imun manusia menurun dan virus masuk dan dapat menyerang system saraf

manusia contohnya pembedahan pada saat melahirkan (sesar), pembedahan paru-paru,

pembedahan jantung.

d.Penyakit sistematik: keganasan, Hodgkin’sdisease, carcinoma,lymphoma, systemic lupus

erythematosus, tiroiditis, penyakit Addison

e. Kehamilan atau dalam masa nifas

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB

yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% – 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu

sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi

gastrointestinal

Salah satu hipotis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang

menyerang mielin saraf perifer.

(Husni tanra, prof.dr,Sp.An(K), neurofisiologi of brain for Guillan barre sindroma,

Hasanuddin unerversity,2003)

Page 3: 3 Guillain Barre Syndrome

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus

SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu

sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi

gastrointestinal.

Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB

Infeksi Definite Probable Possible

Virus CMV

EBV

HIV

Varicella-zoster

Vaccinia/smallpox

Influenza

Measles

Mumps

Rubella

Hepatitis

Coxsackie

Echo

bakteri Campylobacter

Jejeni

Mycoplasma

Pneumonia

Typhoid Borrelia B

Paratyphoid

Brucellosis

Chlamydia

Legionella

Listeria

Manifestasi Klinis

1. Gangguan motorik

- Kesulitan berjalan, ini disebabkan karena impuls dari otak ke otot (motorik) tidak

sampai karena ada denervasi akibat myelin yanyg rusak sehingga tidak ada aliran

listrik untuk menggerakkan otot kaki

Page 4: 3 Guillain Barre Syndrome

- Menurunnya atau tidak adanya reflex tendon dalam dikarenakan demyelinisasi

bagian akson

- Penekanan atau kegagalan pernafasan : dipsnea, menurunnya suara napas,

menurunnya tidal volume/kapasitas vital

- Kelemahan otot atau paralisis tanpa muscle wasting

- Inkonten feses dan urin atau kehilangan bowel dan bladder

2. Gangguan sensorik

- Paresthesia terjadi karena adanya kerusakan pada myelin yang diakibatkan oleh

autoimun atau virus yang mengakibatkan implus saraf yang seharusnya disampaikan

ke otak menjadi tidak sampai.

- Nyeri (kram)

3. Kerusakan saraf cranial

- Disfungsi saraf cranial : kelemahan wajah, disfagia, diplopia

Diakibatkan karena myelin yang rusak karena diserang oleh limfosit (imun)sehingga

penghantar impuls terganggu dan menyebar mengakibatkan denervasi(penghambatan

impuls disaraf) sehingga axon mengalami degenerasi, penghantar impuls yang terjadi

sampai ke nerves III,IV,V,VI,VII,IX,X sehingga impuls tidak sampai ke otak untuk

menggerakkan otot, sehingga tejadi kelemahan, susah menelan karena tidak ada

impuls ke otak sehingga tidak ada aliran listrik ke otot sehingga otot penggerak untuk

menelan menjadi lemah, begitu pula dengan otot pada mata sehingga bayangan yang

diterima mata tidak adekuat.

- Kelemahan otot wajah

4. Gangguan saraf otonom

- Tekanan darah tidak stabil

- Kardiak distritmia

- Takhikardia

Page 5: 3 Guillain Barre Syndrome

Klasifikasi

Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:

1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang

paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh

respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.

2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan

bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa

terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala,

yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90%

kasus.

3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang

nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan

oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini

musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-

GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.

4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga

menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan

kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.

5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang;

dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular

dan disritmia.

6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,

ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut

Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun

diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak,

seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis

BBE cukup baik.

(Gutierrez Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in neurorehabilitation. In:

Selzer ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW, Gage FH. Textbook of neural

Page 6: 3 Guillain Barre Syndrome

repair and rehabilitation Vol. II: Medical neurorehabilitation. UK: Cambridge

University Press; 2006. p.49-55.)

Komplikasi

- Kegagalan jantung dikarenakan distritmia karena otot polos jantung tidak berfungsi

dengan baik mengakibatkan denyut jantung tidak beraturan dan keadaan kegawatan

- Kegagalan pernafasan diakibatkan karena tidak adekuatnya otot pernafasan sehingga

udara yang masuk tidak adekuat bahkan energy untuk mengambil nafas tidak ada dan

harus dibantu ventilator

- Infeksi dan sepsis diakibatkan karena adanya virus yang banyak menyerang saraf

dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah

- Thrombosis vena yaitu penggumpalan darah diakibatkan karena co menurun sehingga

aliran darah ditubuh berkurang sehingga aliran darah keperifer menurun dan koagulasi

meningkat

- Emboli paru diakibatkan karena gagal jantung pada pasien gbs yang mengakibatkan

co menurun dan aliran darah ke paru pun menurun (statis) mengakibatkan koagulasi

darah meningkat

- Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretik hormone (siadh) diakibatkan

karena sekresi adh yang abnormal dari hipofisis

- Paralisis persisiten diakibatkan karena kerusakan saraf difus ke otot seluruh tubuh

yang berakibat tidak adanya energy yang digunakan karena aliran listrik untuk

menggerakkan otot tidak ada.

- Hipotensi atau hipertensi diakibatkan karena kurangnya aliran darah keseluruh tubuh

(hipotensi) dan diakibatkan otot jantung yang melemah dan kebutuhan tubuh yang

meningkat sehingga jantung memompa darah dengan lebih kuat tetapi dijantung tidak

ada energy untuk memompa.

Pathogenesis

Perjalanan penyakit guilan barre syndrome ini terdiri dari 3 fase, yaitu :

Fase progresif

Page 7: 3 Guillain Barre Syndrome

Dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat

sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu,

jarang yang melebihi 8 minggu.

Fase plateau

Kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2

hari, aling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu.

Fase rekonvalesen

Ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama

beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit GBS ini berlangsung dalam waktu yang

kurang dari 6 bulan.

Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya

suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi

dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor

dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

1) Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

- Terjadinya kelemahan yang progresif

- Hiporefleksi

2) Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis:

- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4

minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%

dalam 4 minggu.

- Relatif simetris

- Gejala gangguan sensibilitas ringan

- Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain

dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang <

5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

Page 8: 3 Guillain Barre Syndrome

- Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang

sampai beberapa bulan.

- Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala

vasomotor.

- Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

- Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP

serial

- Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

- Varian:

Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

1) Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan

otak (> 0,5 mg%) tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini

disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai

pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu.

Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil

penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin

serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang

disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).

2) Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis GBS adalah kecepatan

hantaran saraf motorik dan sensorik melambat. Distal motor retensimemanjang kecepatan

hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan

radiks saraf. Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis

juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi

menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna.

3) Tes fungsi paru

Page 9: 3 Guillain Barre Syndrome

Menurunnya kapasitas vital, perubahan nilai AGD (penurunan PaO2, meningkatanya

PaCO2 atau peningkatan pH)

Penatalaksanaan

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum

bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu

dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi

sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya

penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

1) Sindrom, Guillain Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien

diatasi di unit perawatan intensif.

a. Pengaturan jalan napas

Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital dan gas darah

yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan

pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan oksigenasi dan pernafasan

buatan. Trakheotomi harus dikerjakan atau intubasi penggunaan ventilator jika

pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama atau resiko terjadinya

aspirasi. Walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi

dengan mengukur kapasitas vital secara regular sangat penting untuk mengetahui

progresivitas penyakit.

b. Pemantauan EKG dan tekanan darah

Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat penting karena

gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya hipotensi atau hipertensi

yang mendadak serta gangguan irama jantung. Untuk mencegah takikardia dan

hipertensi, sebaiknya diobati dengan obat-obatan yang waktu kerjanya pendek

(short-acting), seperti : penghambat beta atau nitroprusid, propanolol. Hipotensi

yang disebabkan disotonomi biasanya membaik dengan pemberian cairan iv dan

posisi terlentang (supine). Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode

brakikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. Kadang diperlukan

pacemaker sementara pada pasien dengan blok jantung derajat 2 atau 3.

c. Plasmaparesis

Page 10: 3 Guillain Barre Syndrome

Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi antibiotik ke

dalam sirkulasi sementara, dapat digunakan pada serangan berat dan dapat

membatasi keadaan yang memburuk pada pasien demielinasi. Bermanfaat bila

dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma

yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari

dilakukan tiga sampai lima kali exchange. Plasmaparesis atau plasma exchange

bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Albumin :

dipakai pada plasmaferesis, karena Plasma pasien harus diganti dengan suatu

substitusi plasma.

d. Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium

karena penderita sering mengalami retensi cairan dan hiponatremi disebabkan

sekresi hormone ADH berlebihan.

e. Ileus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase akut sehingga

parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini.

2) Perawatan umum :

a. Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan posisi tidur.

b. Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur

untuk mencegah retensi sputum dan kolaps aru. Segera setelah penyembuhan

mulai fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan

meningkatkan kekuatan otot.

c. Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang

lumpuh,

d. Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada kaki yang

lumpuh mencegah deep voin thrombosis.

e. Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea.

f. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.

g. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.

3) Pengobatan

a. Kortikosteroid

Seperti : azathioprine, cyclophosphamid Kebanyakan penelitian mengatakan

bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk

terapi GBS. efek steroid dosis tinggi intravenous menguntungkan. Dilaporkan 3

Page 11: 3 Guillain Barre Syndrome

dari 5 penderita memberi respon dengan methyl prednisolon sodium succinate

intravenous dan diulang tiap 6 jam diikuti pemberian prednisone oral 30 mg setiap

6 jam setelah 48 jam pengobatan intravenous. Efek samping dari obat-obat ini

adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

b. Profilaksis terhadap DVT (deep vein thrombosis)

Pemberian heparin dengan berat molekuler yang rendah secara subkutan

(fractioned Low Molecular Weight Heparin/ fractioned LMWH) seperti :

enoxaparin, lovenox dapat mengurangi insidens terjadinya tromboembolisme vena

secara dramatik, yang merupakan salah satu sekuele utama dari paralisis

ekstremitas. DVT juga dapat dicegah dengan pemakaian kaus kaki tertentu (true

gradient compression hose/ anti embolic stockings/ anti-thromboembolic disease

(TED) hose).

c. Pengobatan imunosupresan:

Imunoglobulin IV

Beberapa peneliti pada tahun 1988 melaporkan pemberian immunoglobulin

atau gamaglobulin pada penderita GBS yang parah ternyata dapat

mempercepat penyembuhannya seperti halnya plasmapharesis. Gamaglobulin

(Veinoglobulin) diberikan perintravena dosis tinggi. Pengobatan dengan

gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis

karena efek samping/komplikasi lebih ringan tetapi harganya mahal. Dosis

aintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. imunoglobulin

intravena (IVIG 7s) : dipakai untuk memperbaiki aspek klinis dan imunologis

dari GBS dan Dosis dewasa adalah 0,4 g/kg/hari selama 5 hari (total 2 g

selama 5 hari) dan bila perlu diulang setelah 4 minggu. Kontraindikasi IVIg :

adalah hipersensitivitas terhadap regimen ini dan defisiensi IgA, antibodi anti

IgE/ IgG. Tidak ada interaksi dng obat ini dan sebaiknya tidak diberikan pd

kehamilan.

d. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-MP).

Page 12: 3 Guillain Barre Syndrome

Patofisiologi

gangguan reflek gag/ menelan

Fungsi sensorik

Penekanan saraf pada

gesekan

nyeri

N. kranial

gg. penglihatan

Risti jatuh/ cidera

N III, IV & N VI

Diplopia

Fungsi motorik

Paralisis otot

Penurunan kekuatan otot

Kerusakan mobilitas

fisik

Resti cidera

Defisit perawatan diri

Acidosis respiratorik

Panalisis diafragma & otot nafas

Hipoksemia

Gangguan Pola nafas

tidak

Penurunan pengembangan

paru

Takipnea/ dispnea

autoimun

Limfosit berubah respon terhadap anti gen

- Infeksi virus/ bakteri- Vaksinasi- Penyakit sistemik- Pembedahan/anestesi

Merangsang reaksi kekebalan sekunder pada saraf tepi

(aktivasi limfosit T dan makrofag)

- Infiltrasi sel limfosit dari pembuluh darah kecil pada endo & epineural- Makrofag mensekresi protease menyerang protein mielin- Penimbunan komplek antigen, antibody pada pembuluh darah saraf tepi

Demyelinisasi akut saraf perifer

≠ transimisi impuls saraf (Denervasi/ konduksi saltatori tidaka ada)

Intake nutrisi kurang

N VII, IX, X & N XII

Perubahan nutrisi

(kurang dari kebutuhan

Kerja otot jantung menurun

Fungsi otonom

Kerusakan rangsang defeksi

Kerusakan rangsang berkemih

Retensi urin

Gangguan eliminasi fekal (Kontipasi/ diare)

kerusakan saraf simpatis &

parasimpatis

Mengakibatkan pompa jantung menurun

cardiak output menurun

Curah jantung menurun

Resiko tinggi penurunan curah jantung

Kebutuhan tubuh tapi otot jantung tidak bisa menkompensasi

Adanya penggunaan saraf andrenergik

Page 13: 3 Guillain Barre Syndrome

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Pengkajian terhadap komplikasi penyakit GBS meliputi pemantauan terus menerus terhadap

ancaman gangguan gagal nafas akut, disritmia jantung yang mengancam kehidupan klien.

Biodata

Anamnesis

Kelutah utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah

berhubungan dengan kelemahan otot baik kelemah fisik secara umum maupun lokalis seperti

kelemahan otot-otot pernapasan.

Riwayat Penyakit Saat Ini

Keluhan yang paling sering dari penyakit ini dan merupakan komplikasi paling berat dari

penyakit ini adalah gagal napas. Melemahnya otot pernapasan membuat klien dengan

gangguan ini beresiko lebih tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang.

Keluhan lainnya adalah kelainan dari fungsi kardiovaskular yang menyebabkan gangguan

sistem otonom pada klien GBS yang mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan drastis

yang mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.

Riwayat Pengkajian Dahulu

Penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hunbungan atau menjadi

predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, Infeksi

Gastrointestinal, dan Tindakan Bedah Saraf. Pemakaian obat kortikosteroid. Agar

mendukung pengkajian riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji

lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

Pengkajian Psiko-sosial-spiritual

Gagal nafas

Kematian

Penggunaan terus menerus, beban jantukng meningkat

TD

Gagal jantung Takikardi

Page 14: 3 Guillain Barre Syndrome

Meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat memperoleh persepsi yang jelas

mengenai status ekonomi, kognitif, dan perilaku pasien. Pengkajian mekanisme koping juga

dikaji untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-hari baik dalam kehidupan ataupun masyarakat. Timbul ketakutan, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya

yang salah (gangguan citra tubuh)

Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat

berguna untuk menunjang data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan

per-sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang

terarah dan dihubungkan dengan keluhan keluhan klien.

B1 (Breathing)

Inspeksi didapatkan klien mengalami batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan karena infeksi saluran

pernapasan dan yang paling sering didapatkan pada klien GBS adalah penurunan frekuensi

pernapasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernafsan.

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular pada klien GBS di dapatkan bradikardi yang

berhubungan dengan penurunan perfusi perifer. TD didapatkan ortostatik hipotensi atau TD

meningkat (hipertensi transien) berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan

parasimpatis.

B3 (Brain)

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian

pada sistem lainnya.

Tingkat kesadaran

Pada klien GBS biasanya kesadaran klien compos mentis (CM). Apabila klien

mengalami penurunan tingkat kesadaran maka penilaian GCS sangat penting untuk

Page 15: 3 Guillain Barre Syndrome

meningkatkan kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian

asuhan.

Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara

klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada klien penderita GBS

tahap laju di sertai penurunan tingkat kesadaran biasanya status mental mengalami

perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I : Biasanya pada klien GBS tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada

kelainan.

Saraf II : Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal.

Saraf III, IV, dan VI : Penurunan membuka dan menutup kelopak mata, paralisis

okular

Saraf V : Pada klien GBS didapatkan paralisis pada otot wajah sehingga mengganggu

proses mengunyah.

Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya

paralisis unilateral.

Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X : Paralisis otot orofaring, kesukaran bicara, mengunyah, dan menelan.

Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan

nutrisi via oral.

Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan

mobilisasi leher baik.

Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.

Indra pengecapan normal.

Sistem motorik

Page 16: 3 Guillain Barre Syndrome

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada klien GBS tahap

lanjut mengalami perubahan. Klien mengalami kelemahan motorik secara umum

sehingga memganggu mobilitas fisik.

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refles dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum

derajat reflekspada respon normal

Gerakan involunter

Tidak ditemukannya adanya tremor, kejang, Tic, dan distonia.

Sistem sensorik

Parastesia (kesemutan kebas) dan kelemahanotot kaki, yang dapat berkembang ke

ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami penurunan

kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.

B 4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem kandung kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran

urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B 5 (Bowel)

Mual sampai muntah di hubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan

nutrisi pada klien GBS menurunkan karena anoreksia dan kelemahan otot-otot penguyah

serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang.

B 6 (Bone)

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara

umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

Skala kekuatan otot menurut Will Still ( 1996 ; 10 )

0 = Tidak ada kontraksi.

1 = Sedikit kontraksi / sentakan ringan.

2 = Aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi.

Page 17: 3 Guillain Barre Syndrome

3 = Aktif, dapat melawan gravitasi tetapi tidak tahan lama.

4 = Gerakan menentang gravitasi tetapi tidak mampu menahan tahanan berat ( pemeriksa ).

Skala mobilitas menurut Pahrip ( 1993 : 66 )

0 = Klien tidak tergantung pada orang lain.

1 = Klien butuh bantuan dan pengawasan.

2 = Klien butuh bantuan / pengawasan / bimbingan sederhana.

3 = Klien butuh bantuan dan peralatan yang banyak.

4 = Klien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.

Nursing Care Plan (NCP)

Resiko Tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, dan konduksi listrik jantung.

Tujuan : penurunan curah jantung tidak terjadi.

Kriteria hasil : Stabilitas hemodinamik baik (tekanan darah dalam batas normal, curah jantung kembali meningkat, intake dan output sesuai, tidak menunjukkan tanda tanda disritmia)

Intervensi Rasionalisasi

Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan.

Hipotensi dapat terjadi sampai dengan disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum karena nyeri cemas pengeluaran katekolamin.

Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi.

Catat murmur Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung, (kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot kapilar)

Pantau frekuensi dan irama jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.

Kolaborasi :

Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi oksigen darah.

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,

Page 18: 3 Guillain Barre Syndrome

penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan mobilitas klien meningkat atau teradaptasi.

Kriteria hasil : peningkatan kemampuan dan tidak terjadi, trombosis vena profunda dan emboli paru merupakan ancama klien paralisis yang tidak mampu menggerakkan ekstremitas, dekubitus tidak terjadi.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik.

Merupakan data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya.

Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan klien dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari.

Bila pemulihan mulai dilakukan, klien dapat mengalami hipotensi ortostatik (dari fungsi otonom) dan kemungkinan membutuhkan meja tempat tidur untuk menolong mereka mengambil posisi duduk tegak.

Hindari faktor yang memungkinkan terjadinya trauma pada saat klien dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

Individu paralisis mempunyai kemungkinan mengalami kompresi neuropati, paling sering saraf ulnar dan peritoneal. Bantalan dapat di tempatkan di siku dan kepala fibula untuk mencegah terjadinya masalah ini.

Sokong ekstremitas yang mengalami paralisis

Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi fungsional dan memberikan rentan gerak secara pasif paling sedikit dua kali sehari.

Monitor komplikasi gangguan mobilitas fisik.

Deteksi awal trombosis vena provunda dan dekubitus sehingga dengan penemuan yang cepat penanganan lebih mudah dilaksanakan.

Kolaborasi dengan tim fisioterapis Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi yang hati hati dan latihan rentang gerak

Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit burukTujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi kecemasan hilang atau berkurang.

Kriteria hasil : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, dan menyatakan cemas berkurang.Intervensi RasionalisasiBantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.

Cemas dapat menyebabkan dampak serangan jantung selanjutnya.

Hindari konfrantasi Konfrantasi dapat meningkatkan rasa

Page 19: 3 Guillain Barre Syndrome

marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

Beri lingkungan yang nyaman dan tenang, suasana penuh istirahat.

Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

Tingkatkan kontrol sensasi klien Dikontrol dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap pertahanan diri, yang positif, membantu latihan relaksasi, dan tehnik tehnik pengalihan dan memberikan respons baik yang positif, agar ketakutan klien bisa menurun.

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

Berikan privasi untuk klien dan orang orang terdekat.

Memberikan waktu untuk mengeskpresikan perasaan, dan membentuk perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

Koping individu dan keluarga tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi harga diri meningkat.

Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, menyatakan penerimaan diri, mengakui, dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.Intervensi RasionalisasiKaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.

Menentukan bantuan untuk individu dalam menyusun rencana keperawatan atau pemilihan intervensi.

Identifikasi dan anjurkan klien mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahn

Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan memulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.

Dukung prilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.

Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran hidup di masa pendatang.

Dukung penggunaan alat bantu seperti tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter.

Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.

Monitor gangguan tidur penigkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diri.

Dapat mengidentifikasi terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke, ketika intervensi dan evaluasi lebih lanjut diperlukan.

Kolaborasi : rujukan pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran yang

Page 20: 3 Guillain Barre Syndrome

neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

penting untuk perkembangan perasaan.