31
BAB I PENDAHULUAN Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. 1,2 Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata. Air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis konjungtivitis. 1,2,3 Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang tidak 1

215898321 Konjungtivitis Viral

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Konjungtivitis viral

Citation preview

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,2 Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata. Air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis konjungtivitis. 1,2,3Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang tidak dibawa ke perhatian medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit tidak tersedia. Pada penelitian di Philadelphia, 62% dari kasus konjungtivitis penyebabnya adalah virus. Sedangkan di Asia Timur, adenovirus dapat diisolasi dari 91,2% kasus yang didiagnosa epidemic keratoconjunctivitis. Infeksi virus sering terjadi pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi militer.3

Gejala klinis konjungtivitis virus dapat terjadi secara akut maupun kronis. Manifestasi konjungtivitis virus beragam dari mulai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan. Umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah unilateral yang dengan segera menyebar ke mata lainnya, muncul sekret berwarna bening, bengkak pada palpebra, pembesaran kelenjar preaurikuler, dan pada keterlibatan kornea dapat timbul nyeri dan fotofobia. Terdapat pula gejala-gejala khas pada tipe virus tertentu yang akan dibahas kemudian.1,2Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis yang teliti mengenai keluhan utama dan riwayat terdahulu disertai adanya gejala klinis yang sesuai biasanya sudah dapat mengarahkan pada diagnosis konjungtivitis virus. Pemeriksaan sitologi maupun biakan dari kerokan konjungtiva maupun sekret dapat membantu membedakan agen penyebab konjungtivitis. Pemeriksaan serologi juga dapat membantu membedakan tipe-tipe virus penyebab konjungtivitis. Konjungtivitis virus harus dibedakan dengan penyebab mata merah yang lain seperti konjungtivitis oleh bakteri/alergi, keratitis, uveitis, dan glaucoma akut.1,2Penatalaksanaan konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 4 x / hari juga dikatakan dapat membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.1,2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan EtiologiKonjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan agen infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-lain.3

Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis terutama pada neonatus.Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster (VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum kontagiosum, vaccinia), serta Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik. Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi akibat shedding partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh virus Vaccinia saat ini sudah jarang ditemukan seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV pada pasien AIDS pada umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen posterior, namun infeksi pada segmen anterior juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama daripada individu lain yang immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada periode terinfeksi virus sistemik seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles, mumps, Newcastle) atau Rubella.1,32.2 Patofisiologi

Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata (konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra (konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea. Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain, agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang dapat menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.32.3 Gejala dan Tanda Klinis

Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.a. Demam faringokonjungtival

Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis).1,2b. Keratokonjungtivitis epidemika:

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe 8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa disertai parut.1,2c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)

Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk konjungtivitis HSV.1,2d. Konjungtivitis hemoragika akut

Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.1,2

Konjungtivitis virus menahun meliputi:a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum KontagiosumMolluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma.1b. Blefarokonjungtivitis varicella-zosterBlefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1c. Keratokonjungtivitis morbili.

Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.12.3 Diagnosis dan Diagnosis BandingAnamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gala yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada konjungtiva.2Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan pada fase akut.21. Konjungtivitis viral akut

a. Demam faringokonjungtiva

Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun, diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.b. Keratokonjuntivitis epidemika

Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer. Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak.

c. Konjungtivitis herpetik

Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear (karena adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis biasanya ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.

d. Konjungtivitis New castleDiagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran klinisnya.e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut

Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.

2. Konjungtivitis Viral Kronis

a. Blefarokonjungtivitis Molluscum ContagiosumBioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.b. Blefarokonjungtivitis varicella zoosterPada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster dapat mengandung sel raksasa dan monositc. Blefarokonjungtivitis campak

Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa menampilkan sel-sel raksasaSementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya. Secara klinis bedasarkan keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan Subjektif dan Obyektif.2 Gejala subyektif dan obyektif Glaukoma akutUveitis akutKeratitisK BakteriK. virusK. alergi

PenurunanVisus++++/+++++---

Nyeri++/+++++++---

Fotofobia+++++++---

Halo++-----

Eksudat---/++++++++

Gatal-----++

Demam-----/++-

Injeksi siliar++++++---

Injeksi konjungtiva++++++++++++

Kekeruhan kornea+++-+/++--/+-

Kelainan pupilMidriasis nonrekatifMiosis iregularNormal/miosisNNN

Kedalaman COADangkalNNNNN

Tekanan intraokularTinggiRendahNNNN

Sekret-++++/++++++

Kelenjar preaurikular----+-

2.4 Komplikasi

Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:

Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi ulkus kornea2.5 Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 4 x / hari juga dikatakan dapat membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi. Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus dapat diuraikan sebagai berikut :1. Konjungtivitis viral akut1,2a. Demam faringokonjungtiva

Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi, sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Keratokonjungtivitis epidemika

Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan kortikosteroid dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.

c. Konjungtivitis herpetikUntuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.d. Konjungtivitis new castlePengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat simtomatik.

e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi dalam 5-7 hari.2. Konjungtivitis viral kronik1a. Konjungtivitis Molluscum ContagiosumEksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis. Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zosterPada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x selama 10 hari)

c. Keratokonjungtivitis campak

Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong, serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.22.6 Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama

: Vincentius PradanaUmur

: 10 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-lakiAlamat

: Jl.Nangka gg. Nuri 6 no. 24Pekerjaan

: PelajarAgama

: Kristen KatolikSuku Bangsa

: BaliTanggal pemeriksaan: 4 Januari 20123.2 Anamnesis

Keluhan utama: Mata kanan merahRiwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang dengan keluhan merah pada mata kanannya sejak 4 hari yang lalu, disertai rasa nyeri. Pasien mengaku awalnya mata kanannya hanya merah sedikit yang makin hari dirasa semakin merah dan nyeri, namun keluhan ini tidak dirasakan pada mata kirinya.

Pasien juga mengeluh mata kanannya keluar kotoran sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengatakan kotoran terasa sangat banyak pada mata kanan pada pagi hari. Kotoran tersebut dikatakan sering keluar dengan cairan berwarna bening, pasien juga mengatakan penglihatan pada mata kanan sedikit kabur.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada kelopak mata bagian atas sejak 4 hari yang lalu. Bengkak dirasakan terus menerus dan disertai sedikit rasa gatal. Keluhan nyeri, mata silau dan penglihatan kabur pada mata kiri disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Pasien juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku badannya sempat panas dan nyeri tenggorokan sekitar 5 hari yang lalu, namun sekarang dikatakan sudah membaik. Riwayat asma serta alergi disangkal.Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat SosialPenderita adalah pelajar di SD swasta dan di sekolah pasien teman sebangkunya memiliki keluhan yang sama sekitar satu minggu yang lalu. Pasien mengatakan sehari hari biasa dibonceng naik sepeda motor untuk transportasi ke sekolah dan tidak pernah memakai pelindung mata.3.3 Pemeriksaan Fisik3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: Tidak dievaluasiNadi

: 88 kali / menit

Temperatur aksila: 36,8 C

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)Okuli Dekstra (OD)Okuli Sinistra (OS)

Visus

Refraksi/Pin Hole6/6Tidak dilakukan6/6Tidak dilakukan

Supra cilia

Madarosis

Sikatriks Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Palpebra superior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

BenjolanAda, minimalAda

Tidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra inferior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

BenjolanTidak ada

Ada, minimalTidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pungtum lakrimalis

Pungsi

BenjolanTidak dilakukan

Tidak adaTidak dilakukan

Tidak ada

Konjungtiva palpebra superior

Hiperemi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Sekret

Papil AdaAda

Tidak ada

Tidak ada

Ada (Serous)Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Konjungtiva palpebra inferior

Hipermi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

AdaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis

Hiperemi

Konjungtiva Silier

Perdarahan di bawah konjungtiva

Pterigium

PingueculaeTidak ada

AdaTidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sklera

Warna

PigmentasiPutih

Tidak adaPutih

Tidak ada

Limbus

Arkus senilisTidak adaTidak ada

Kornea

Odem

Infiltrat

Ulkus

Sikatriks

Keratik presifitatTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak adaTidak adaTidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kamera okuli anterior

Kejernihan

KedalamanJernih

Normal Jernih

Normal

Iris

Warna

Koloboma

Sinekia anterior

Sinekia posteriorCoklat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak adaCoklat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil

Bentuk

Regularitas

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya konsensualBulat

Reguler

Ada

Ada Bulat

Reguler

Ada

Ada

Lensa

Kejernihan

Dislokasi/subluksasiJernih

Tidak adaJernih

Tidak ada

3.4 Resume

Pasien laki laki, 10 tahun mengeluh kemerahan pada mata kanan sejak 4 hari yang lalu disertai dengan rasa nyeri.

Pasien juga mengeluh keluarnya kotoran pada mata kanan sejak 4 hari yang lalu, penglihatan pada mata kanan juga dikatakan kabur. Pasien juga mengatakan terdapat bengkak pada kelopak mata bagian atas di mata kanan sejak 4 hari yang lalu. Keluhan mata merah yang sama juga terdapat pada teman sebangku pasien.Pemeriksaan lokal

OD

Pemeriksaan

OS6/6

Visus

6/6Edema (+) minimal

Palpebra Normal Hiperemi (+)Konjungtiva Palpebra Tenang Hiperemi konjungtiva (+) Konjungtiva Bulbi

Tenang

CVI (+)

Jernih Kornea Jernih Normal

Kamera Okuli Anterior NormalBulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral Positif

Refleks Pupil

Positif Jernih

Lensa

Jernih 3.5 Diagnosis Banding

1. OD Konjungtivitis ec susp viral2. OD Konjungtivitis ec susp bakteri

3. OD Konjungtivitis ec susp alergi3.6 Diagnosis Kerja

OD Konjungtivitis ec susp viral3.7 Usulan Pemeriksaan- Slitlamp- Pengecatan gram, KOH, giemsa dan kultur3.8 Terapi KIE, jaga higiene mata, nutrisi cukupTobroson eye drop 4 x 1 tetes / hari ODEye Fresh eye drop 4 x 1 tetes / hari ODEnervon C syrup 3 x 1 cth

Kontrol Poliklinik Mata: 5 Januari 2011 3.9 Prognosis

Dubius ad bonamBAB 4

PEMBAHASAN

Keluhan penderita yaitu mata kanan kemerahan disertai rasa nyeri, keluar kotoran serta cairan berwarna bening sehingga penglihatan pasien sedikit terganggu, kelopak mata kanan bagian atas sedikit bengkak, dan terasa sedikit gatal. Kemerahan pada mata merupakan tanda dari berbagai penyakit mata, sehingga untuk membedakannya perlu dilihat gejala lainnya. Pada pasien ini terdapat kotoran berwarna bening yang keluar terus menerus, hal ini mengarah ke penyakit konjungtivitis. Keluarnya kotoran dari mata disebabkan adanya peradangan pada bagian konjungtiva dari mata, dimana pada konjungtiva terdapat banyak kelenjar. Infeksi konjungtiva menyebabkan terjadi hipersekresi dari kelenjar tersebut. Untuk penyebab dari infeksi tersebut, pada pasien ini lebih mengarah ke konjungtivitis viral dilihat dari warna kotoran yang bening. Pada konjungtivitis bakteri, sekret biasanya berwarna kuning, kental dan biasa keluar dalam jumlah besar sehingga mata agak sulit dibuka. Sedangkan konjungtivitis alergi, biasanya pasien memiliki riwayat atopi atau alergi pada keluarga, serta ada pajanan terhadap alergen sebelum muncul gejala. Beberapa penyebab mata merah seperti keratitis, uveitis, dan glaukoma akut bisa dibedakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada keratitis, pasien biasanya mengeluhkan mata silau, mata kabur, nyeri serta sulit untuk membuka mata. Gejala tersebut tidak terdapat pada pasien ini. Selain itu dari pemeriksaan fisik, biasanya terlihat infiltrat pada kornea, peri corneal vascular injection (PCVI), edema kornea dan bisa tampak ulkus pada kornea pasien. Sedangkan pada uveitis, pasien juga bisa mengeluhkan nyeri pada mata, mata merah, dan dari pemeriksaan fisik bisa tampak miosis dan hipopion. Dan pada glaukoma, pasien mengeluhkan nyeri hebat pada mata disertai mual muntah, dan penurunan penglihatan. Dari pemeriksaan fisik, tampak bilik mata depan dangkal serta tekanan bola mata yang meningkat.Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita ini memenuhi kriteria diagnosis konjungtivitis yang disebabkan oleh viral. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia pada daerah konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Selain itu terdapat pula edema minimal pada palpebra serta conjunctival vascular injection (CVI) pada konjungtiva bulbi. Tanda tanda tersebut menunjukkan konjungtivitis. Sedangkan untuk perbedaan jenis penyebab, dapat dilihat dari gejala dan tanda seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada konjungtivitis alergi, bisa ditemukan cobblestone appearance pada konjungtiva palpebra serta trantas dots pada daerah perilimbus.Usulan pemeriksaan yang dilakukan adalah pengecatan giemsa, KOH, kultur. Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan penyebab dari konjungtivitis tersebut sehingga dapat membantu pemilihan terapi yang adekuat.

Pengobatan yang diberikan pada penderita ini adalah Tobrosan tetes mata 4 kali 1 tetes per hari yang berfungsi sebagai antibiotik lokal spektrum luas untuk pencegahan infeksi sekunder, Eye Fresh eye drop 4 kali 1 tetes per hari sebagai pelembab mata dan vitamin C syrup 3 x 1 cth untuk membantu proses penyembuhan.Prognosis pada penderita ini baik, didukung oleh kepustakaan yang mengatakan bahwa kebanyakan kasus konjungtivitis viral dapat sembuh sendiri tanpa diberikan terapi. Komplikasi dari penyakit ini juga tidak sering terjadi. Namun perlu diperhatikan pencegahan agar tidak menular kepada orang lain mengingat angka penularannya cukup tinggi.DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 16th edition. McGraw-Hill Companies. USA: 2004. p108-112

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. p128-131

3. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2011. Available: http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall4. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009.

5. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis dan terapi penyakit Mata RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009.1