2.1 Rencana Pembangunan Plta Upper Cisokan Pump Storage

Embed Size (px)

Citation preview

RENCANA PEMBANGUNAN PLTA UPPER CISOKAN PUMP STORAGE:TANTANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN TINDAK LANJUTNYA

Tona Indora, Arief [email protected]; [email protected]

AbstrakBerdasarkan RUPTL 2012-2021, disebutkan bahwa PLN akan memprioritaskan pengembangan panas bumi dan tenaga air. Kedua jenis energi ini dapat masuk ke sistem tenaga listrik kapan saja mereka siap, walaupun dengan tetap memperhatikan kebutuhan demand dan adanya rencana pembangkit yang lain. Pada RUPTL 2012-2021 juga disebutkan bahwa apabila ada potensi, PLN lebih mengutamakan pembangkit yang menggunakan energi hidro, seperti pumped storage, PLTA peaking dengan reservoir.Potensi energi hidro sebagai energi terbarukan di Indonesia cukup tinggi. Salah satu PLTA yang akan dibangun oleh PLN adalah PLTA Upper Cisokan Pump Storage (PLTA UCPS) dengan daya sebesar 1040 MW (4 x 260 MW). PLTA UCPS tersebut akan menggunakan Bendungan Atas dan Bendungan Bawah. Lahan yang terkena area pembangunan adalah seluas 350 Ha, yang terdiri atas tanah milik Masyarakat dan lahan kehutanan.Pembangunan PLTA UCPS akan menggunakan dana pinjaman pemerintah yang berasal dari Bank Dunia (World Bank). Bank Dunia sangat memberikan perhatian terhadap dampak yang akan timbul dari proyek-proyek yang menggunakan dana mereka. Maksud dari langkah Bank Dunia ini adalah agar masyarakat ataupun lingkungan hidup tidak mendapatkan dampak negatif akibat pembangunan tersebut.Makalah ini akan membahas secara umum tentang persyaratan-persyaratan lingkungan hidup terkait dengan rencana pra-konstruksi pembangunan PLTA UCPS, baik dari Pemerintah Indonesia maupun dari Bank Dunia, seperti AMDAL, Land Acquisition and Resettlement Plan (LARAP) dan Enviromental Management Plan (EMP). Pada akhir makalah ini akan disampaikan rencana tindak lanjut dari persyaratan-persyaratan tersebut.

Kata Kunci-PLTA, Upper Cisokan Pump Storage, AMDAL, LARAP, EMP

I. PENDAHULUANKebutuhan energi listrik di Indonesia dari tahun ketahun akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan kemajuan ekonomi. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Tahun 2012-2021, dengan proyeksi pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,6 1,7% dan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,9%, maka proyeksi kebutuhan energi listrik pada tahun 2021 adalah sebesar 358,3 TWh (lihat Tabel 1) [1]. Kebutuhan energi listrik tersebut tidak sebanding dengan ketersediaan energi primer, khususnya yang berasal dari fosil. Sementara itu energi primer yang berasal dari non-fosil belum sepenuhnya dimanfaatkan. Ketidak selarasan antara kebutuhan dan ketersediaan energi tersebut dapat menimbulkan ancaman krisis energi. Oleh karena itu pemerintah tidak akan mengizinkan lagi pembangunan pembangkit listrik yang akan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dalam operasionalnya.Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, untuk menghemat penggunaan BBM di Tanah Air, pembangkit listrik yang akan dibangun tersebut harus menggunakan potensi yang ada di daerah pembangunannya [2]. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, mempunyai empat cara untuk mengatasi persoalan energy di Indonesia. Salah satu caranya adalah mendorong secara masif pengembangan energi baru dan terbarukan. Diantaranya adalah panas bumi (30.000 MW), hidropower (75.000 MW) dan tenaga surya (50.000 MW) [3].Potensi tenaga air di Indonesia menurut Hydro Power Potential Study (HPPS) pada tahun 1983 adalah 75.000 MW, dan angka ini diulang kembali pada Hydro Power Inventory Study pada tahun 1993. Namun pada laporan Master Plan Study for Hydro Power Development in Indonesia oleh Nippon Koei pada tahun 2011, potensi tenaga air setelah menjalani screening lebih lanjut adalah 26.321 MW, yang terdiri dari proyek yang sudah beroperasi (4.338 MW), proyek yang sudah direncanakan dan sedang konstruksi (5.956 MW) dan potensi baru (16.027 MW) [1].Berdasarkan RUPTL Tahun 2012-2021 [1], maka PLN akan memprioritaskan pengembangan panas bumi dan tenaga air. Hal ini dikarenakan kedua jenis energi ini dapat masuk ke sistem tenaga listrik kapan saja mereka siap, walaupun dengan tetap memperhatikan kebutuhan demand dan adanya rencana pembangkit yang lain. Pada RUPTL 2012-2021 tersebut juga disebutkan bahwa apabila ada potensi, PLN lebih mengutamakan pembangkit yang menggunakan energi hidro, seperti pumped storage, PLTA peaking dengan reservoir.

Tabel 1. Perkiraan Kebutuhan Enegri Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi [1]

II. PLTA UCPSPembangkit Listrik Tenaga Air Upper Cisokan Pump Storage (PLTA UCPS), dibangun dengan tujuan utama untuk dapat meningkatkan keandalan sistem kelistrikan Jawa-Bali dan memikul beban puncak. PLTA ini memanfaatkan potensi tenaga air Sungai Cisokan dan aliran sungai lain di sekitarnya yang terletak pada Sub dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisokan daerah hulu serta berada di daerah geografi Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.PLTA UCPS didesain menggunakan sistem pumped storage yang merupakan sistem PLTA yang pertama dan terbesar di Indonesia. Dengan sistem pumped storage ini maka PLTA UCPS akan menggunakan dua buah genangan waduk (reservoir).Waduk hulu (upper reservoir) yang mempunyai elevasi muka air tertinggi sekitar 796,5 mdpl, dibuat dengan membendung Sungai Cirumanis (anak Sungai Cisokan) dan akan menjadi genangan seluas 80 Ha. Sedangkan waduk hilir (lower reservoir) dibuat dengan cara membendung Sungai Cisokan dan akan menjadi genangan seluas 260 Ha. Elevasi muka air yang tertinggi pada waduk hulu ini adalah sekitar 499,5 mdpl.Pada saat beban puncak maka air dialirkan dari waduk hulu ke waduk hilir sehingga menghasilkan listrik sebesar 1.040 MW. Sedangkan pada saat beban dasar, maka air akan dipompakan dari waduk hilir ke waduk hulu. Keuntungan yang akan didapat dari PLTA ini adalah pendapatan saat membangkitkan energi listrik (saat tarif listrik tinggi karena berada pada Waktu Beban Puncak) dikurangi dengan biaya untuk memompakan air dari waduk hilir ke hulu (saat tarif listrik rendah karena berada pada Luar Waktu Beban Puncak) dan dikurangi dengan biaya operasional lainnya.

Gambar 1. Waduk Hulu dan Waduk Hilir PLTA UCPSSalah satu kelebihan PLTA UCPS adalah memerlukan total lahan yang dibebaskan lebih kecil dibandingkan dengan PLTA Saguling ataupun PLTA Cirata (lihat Tabel 2.).

Tabel 2. Perbandingan PLTA dan Luas Lahan

PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan VI (PLN UIP VI) diberi tugas untuk melalukan pengendalian kontruksi pembangunan PLTA UCPS ini.

III. TANTANGAN LINGKUNGAN HIDUPPembangunan PLTA UCPS berada di area yang mempunyai potensi dampak besar dan dampak penting terhadap lingkungan hidup, baik terhadap perubahan Geologi-Fisika, Biologi maupun Sosial-Ekonomi-Budaya. Karena dana untuk pembangunan PLTA UCPS ini berasal dari dana bantuan Bank Dunia, maka perhatian tentang lingkungan hidup diberikan selain oleh Pemerintah Indonesia juga oleh Bank Dunia. Bank Dunia sangat memberikan perhatian pada proyek yang menggunakan dana mereka terhadap dampak lingkungan yang timbul. Bank Dunia memiliki kebijakan untuk mendukung proyek yang akan mengakibatkan degradasi lingkungan yang signifikan. Mengingat sangat luasnya permasalahan lingkungan hidup terhadap pembangunan PLTA UCPS, maka pada tulisan ini akan dipaparkan secara umum tantangan yang ada terhadap persyaratan-persyaratan lingkungan hidup dalam tahap pra-konstruksi pembangunan PLTA UCPS tersebut, yaitu:3.1. AMDAL [4]Untuk pembangunan PLTA UCPS telah dilakukan study Amdal Pembangunan PLTA Cisokan Hulu (Pump Storage) pada tahun 2007, yang kemudian dilengkapi dengan study untuk Pembangunan SUTET 500 kV (2008) dan Pembangunan Jalan Hantar, Quarry dan Fly Ash (2011). Tantangan yang terdapat dalam dokumen Amdal pada tahap pra-konstruksi sebagaimana terlihat pada Tabel 3. di bawah ini:

Tabel 3. Dampak Besar dan Penting Pada Tahap Pra-Konstruksi [4]

3.2. Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP)[5]Maksud dari penyusunan LARAP untuk rencana pembangunan PLTA Upper Cisokan Pumped Storage adalah untuk mempersiapkan laporan yang terkait dengan penggantian lahan dan rencana pemukiman kembali penduduk yang lahannya digunakan oleh PT PLN (Persero) dalam perencanaan proyek, dan sebagai materi yang akan diajukan kepada calon penyandang dana. Adapun tujuan dari penyusunan LARAP adalah sebagai berikut:a. Mengurangi dampak negatif pembebasan lahan sehingga tingkat kehidupan Warga Terkena Proyek (WTP) tidak akan menurun.b. Memberi kesempatan kepada WTP untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.c. Mendapatkan data akurat tentang WTP dan data lainnya sesuai dengan pedoman yang berlaku di Indonesia dan pedoman dari pihak calon penyandang dana (Bank Dunia), sebagai pertimbangan untuk pelaksanaan LARAP.d. Melakukan sosialisasi LARAP kepada masyarakat berkaitan dengan pengalihan asset, penyamaan persepsi dan perolehan masukan dari WTP.e. Menyusun arahan/usulan umum tentang rencana pemukiman kembali bagi WTP yang dipindahkan.f. Menyediakan mekanisme penyampaian keluhan dan prosedur pemantauan serta evaluasi pelaksanaan LARAP.g. Menyusun kebijakan dalam memenuhi kepentingan Peraturan Pemerintah Indonesia maupun Bank Dunia.

Dari hasil studi LARAP tersebut terdapat beberapa hal penting yang perlu ditindak lanjuti, antara lain sebagai berikut:3.2.1. Respon Masyarakat Terhadap Rencana Pemukiman Kembali 3.2.2. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) 3.2.3. Penunjukan Lembaga Penilai Independen Berlisensi BPN3.2.4. Pembentukan Tim Perumus Kebijakan Pemukiman Kembali (TPKP) dan Tim Pelaksana Pemukiman Kembali (TPP)3.2.5. Pembentukan Gugus Tugas Advokasi dan Penanganan Keluhan3.2.6. Pembentukan Pemantau Independen (IMA)3.2.7. Penyampaian Laporan dari Institusi Terkait

3.3. Environmental Management Plan (EMP)[6]PLTA UCPS memiliki skema rencana pengelolaan lingkungan yang komprehensif yang tertuang dalam Environmental Management Plan (EMP). Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP) merupakan dokumen yang memuat upaya PLN untuk mengontrol dan meminimalkan dampak-dampak lingkungan dan sosial berkenaan dengan aktivitas pembangunan dan operasional PLTA UCPS. Implementasi EMP akan memastikan PLN, kontraktor, konsultan dan perusahaan di bawah koordinasinya agar mengerjakan kegiatan konstruksi dan operasi PLTA UCPS dengan selayaknya untuk melindungi dan menjaga lingkungan alami dan sosial.Aspek lingkungan dan sosial yang teridientifikasi dalam studi EMP yang harus diselesaikan dalam tahap pra-konstruksi adalah:1. Perijinan2. Pembebasan Lahan3. Pemukiman KembaliKetiga hal tersebut di atas akan dikaji lebih dalam pada dokumen tersendiri yaitu studi LARAP.Selain itu, terdapat beberapa hal yang harus disiapkan sebelum pekerjaan pra-konstruksi dimulai, yaitu: 1. Rencana pengelolaan pembangunan dan base camp pekerja 2. Rencana pengelolaan pembersihan reservoir 3. Rencana pengelolaan masyarakat dan sosial 4. Rencana pengelolaan peninggalan budaya fisik 5. Rencana Pengelolaan Keragaman biota 6. Rencana Pengelolaan Lingkungan Pembangunan Access Road 7. Rencana Pengelolaan Lingkungan Transmisi (pembangunan dan operasi).8. Rencana Pengelolaan Lingkungan Quarry 9. Rencana Operasional Pengelolaan Lingkungan i. Rencana Hubungan Sosial dan Masyarakatii. Rencana Pengelolaan Keragaman Biota iii. Rencana Pengelolaan Bendungan dan Reservoir iv. Rencana Pengelolaan DAS

IV. RENCANA TINDAK LANJUT4.1. AMDALBerdasarkan Tabel 3.1. di atas, maka PLN diamanatkan oleh Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan PLTA UCPS untuk melakukan hal-hal seperti yang tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Rencana Pengelolaan Lingkungan HidupPLTA UCPS Tahap Pra-Kontruksi [4]

4.2. LARAP4.2.1. Respon Masyarakat Terhadap Rencana Pemukiman Kembali Dari 583 kepala keluarga yang berpotensi harus pindah, 471 kepala keluarga ingin pindah sendiri dan 98 kepala keluarga (KK) ingin dipindahkan oleh pemerintah. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah sebagai berikut:A. Tempat Pemukiman yang Dikelola oleh Pemerintah1. PLN mengajukan izin ke Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur dan Propinsi Jawa Barat untuk menggunakan Kampung Munjul, Pasir Taritih dan Nagrak Hamlets sebagai lokasi pemukiman kembali.2. Setelah izin pemerintah diberikan, PLN melakukan studi kelayakan dan daya dukung lingkungan kedua lokasi pemukiman kembali tersebut.3. Kunjungan lokasi dan konsultasi tentang persepsi WTP terhadap lokasi.4. Keputusan lokasi relokasi berdasarkan hasil studi.5. Mendiskusikan dengan WTP mengenai desain awal rencana pemindahan dan upaya perbaikan ekonomi sesuai karakteristik lokal.6. Desain dan konstruksi fisik pemukiman baru termasuk fasilitas lain yang diminta oleh WTP jika di dalam komunitas terdapat 30 KK.7. Relokasi WTP ke lokasi pemukiman baru.8. Pemukiman dan perlakuan untuk pemukiman baru, yang meliputi aspek sosial-psikologis dan pembangunan ekonomi.B. Pemukiman Kembali Atas Kemauan Sendiri1. Pemerintah harus memberikan informasi kepada WTP mengenai rencana pengembangan lokasi yang diinginkan oleh WTP (di wilayah sekitar proyek).2. Membimbing dan memberikan bantuan kepada WTP yang ingin pindah atas keinginan sendiri melalui pembangunan ekonomi skala kecil.3. Setiap kelompok WTP (minimal 30 kepala keluarga) yang ingin pindah akan mendapatkan fasilitas jalan, drainase dan fasilitas umum lainnya yang akan didanai oleh PLN. Untuk merealisasikan janji ini, PLN akan membangun unit pemukiman kembali yang dikoordinasikan dengan Tim Pelaksana Pemukiman Kembali.4. Pemantauan pengembangan ekonomi.4.2.2. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) PLN akan menyerahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membentuk dan menetapkan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) di Provinsi Jawa Barat dan di tingkat Kabupaten Bandung Barat serta Kabupaten Cianjur. Selain P2T, akan dibetuk Tim Gabungan Pemerintah Daerah dan PLN yang tugasnya mendaftar warga tanpa keterangan sesuai dengan pedoman Bank Dunia OP 4.12. Tim gabungan akan melakukan inventarisasi investasi personal milik WTP tanpa surat keterangan resmi yang mungkin memiliki asset dalam bentuk struktur fisik atau tanaman pertanian.4.2.3. Penunjukan Lembaga Penilai Independen Berlisensi BPNLembaga ini akan menentukan keberhakan dengan mengikuti kriteria LARAP, WTP tanpa surat keterangan resmi yang mungkin memiliki investasi personal asset dalam bentuk struktur fisik atau tanaman pertanian dan menilai asset tersebut. Lembaga ini juga akan menilai keberhakan bantuan untuk mereka.

4.2.4. Pembentukan Tim Perumus Kebijakan Pemukiman Kembali (TPKP) dan Tim Pelaksana Pemukiman Kembali (TPP).TPKP akan meninjau rencana pemukiman kembali yang dibuat oleh konsultan LARAP yang akan dijadikan kebijakan oleh Pemda terkait. TPP akan mengkoordinasikan semua aktifitas pelaksanaan pemukiman kembali, termasuk bantuan dan perbaikan kehidupan/pendapatan sosial ekonomi WTP setelah proyek dilaksanakan.4.2.5. Pembentukan Gugus Tugas Advokasi dan Penanganan Keluhan (Grievance Task Force)Gugus tugas ini terdiri dari PLN dan para ahli yang direkrut. Tugasnya adalah mendampingi warga atau WTP selama proyek, dan mengakomodasi serta memfasilitasi penanganan pengaduan selama proyek. 4.2.6. Pembentukan Pemantau Independen (Independent Monitoring Agency)Lembaga ini berfungsi sebagai Pemantau Independen sekaligus pelaksana evaluasi atas dampak pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

4.3. EMPEMP merupakan dokumen hidup. Dengan demikian maka EMP harus dilakukan pengkinian informasi terhadap rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dianggap tidak sesuai lagi dengan rencana semula. Selain itu perlu juga dilakukan penyusunan rencana yang lebih implementatif jika rencana pengelolaan yang tercantum pada EMP masih berbentuk pedoman yang bersifat secara umum.Secara garis besar Rencana Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Management Plan/BMP) telah disusun dan menjadi salah satu sub-plan di bawah EMP. Rencana pengelolaan keanekaragaman hayati ini membutuhkan pekerjaan lebih lanjut untuk diselesaikan dan diimplementasikan sebelum kegiatan konstruksi dimulai.BMP harus memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana melindungi dan memulihkan habitat di lokasi proyek, serta melindungi dan mengelola spesies yang terancam punah. Diharapkan penerapan BMP melalui pendekatan yang adaptif. Hal ini mengharuskan adanya pemantauan implementasi secara berkala, dan rencana yang fleksibel untuk memungkinkan adanya perubahan pendekatan (tergantung pada pelaksanaan dan permasalahan di lapangan).

V. KESIMPULANDari uraian di atas terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:1. Pengelolaan lingkungan hidup dalam kaitan pembangunan suatu PLTA yang menggunakan dana bantuan Bank Dunia merupakan kegiatan yang kompleks dan melibatkan banyak pihak.2. Hasil studi LARAP merupakan rincian dari upaya pengelolaan aspek social yang dalam dokumen AMDAL dikaji tidak terlalu mendalam.3. Dokumen EMP merupakan panduan bagi PLN, Konsultan Supervisi dan kontraktor dalam melaksanakan kegiatan konstruksi dan operasi PLTA UCPS. Beberapa bagian dokumen EMP harus disusun kembali untuk memperoleh rencana yang lebih implementatif.

VI. REFERENSI[1]Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) Tahun 2012 2021.[2]Plasadana-Content Slution Agency, edisi 12 Mei 2012, Pembangkit Berbahan Bakar Minyak, Sampai Di sini., http://plasadana.com/content.php?id=1386 (diakses pada tanggal 24 September 2013).[3]Kompas.com, edisi 21 Oktober 2013, Empat Cara Atasi Krisis Energi ala Jero Wacik.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/21/1256087/Empat.Cara.Atasi.Krisis.Energi.ala.Jero.Wacik?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kekowp (diakses pada tanggal 24 September 2013).[4]PT PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan jawa, Bali dan Nusa Tenggara-Proyek Pembangkit dan Jaringan Jawa Barat, Rencana Pengelolaan Lingkungan PLTA Cisokan Hulu (Pumped Storage). 2007.[5]PT PLN (Persero) dan LPPM Unpad, Laporan Akhir LARAP Upper Cisokan Pump Storage. 18 Maret 2011.[6]PT PLN (Persero), Final Environmental Management Plan Upper Cisokan Pumped Storage Hidro Power Scheme. 2011

5