Upload
ahmad-nurul-firdaus
View
12
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1 Laporan Keuangan
Setiap perusahaan yang terdaftar di bursa efek wajib menyajikan laporan
keuangan. Laporan keuangan merupakan sarana informasi keuangan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan
informasi kepada pihak eksternal, misalnya investor dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan investasi dana mereka.
Pertanggung jawaban manajer atas pengelolaan perusahaan diwujudkan dalam
bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk
memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hal-hal yang telah
dicapai oleh perusahaan.
II.1.1 Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2004), “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data
keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut”. (h.2).
Berdasarkan pendapat Supangkat (2005), “Laporan keuangan merupakan hasil
akhir dari proses pencatatan, penggabungan, dan pengikhtisaran semua transaksi yang
dilakukan perusahaan dengan seluruh pihak terkait dengan kegiatan usahanya dan
peristiwa penting yang terjadi di perusahaan”. (h.20).
9
Sawir (2005) mengatakan bahwa “Laporan keuangan adalah hasil akhir proses
akuntansi. Setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah
sedemikian rupa. Laporan akhir pun disajikan dalam nilai uang”. (h.2).
Kieso, Weygandt, Warfield (2005) mendefinisikan laporan keuangan sebagai
berikut “the principle means through which a company communicates its financial
information to those outside it. These statements provide a company’s history quantified
in monetary terms”. (p.2).
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk menilai kinerja
keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan berisi informasi-
informasi penting yang terkait dengan kinerja keuangan serta informasi penting lainnya
yang berharga bagi pengguna laporan keuangan.
II.1.2 Tujuan Laporan Keuangan
Salah satu tujuan dasar laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi
yang relevan bagi pemakai informasi keuangan dalam rangka pengambilan keputusan.
Untuk itu, laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi keuangan dan hasil
usaha perusahaan pada saat tertentu.
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau
pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Bab 4 Accounting Principal Board Statement No. 4 dalam Riahi-Belkaoui (2004)
menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
10
• Tujuan khusus laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip
akuntansi berterima umum, posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan lain dalam
posisi keuangan.
• Tujuan umum laporan keuangan adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang sumber daya ekonomi dan
kewajiban suatu usaha bisnis.
b. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan sumber daya
bersih sebagai hasil dari aktivitas-aktivitas perusahaan yang menghasilkan
keuntungan.
c. Menyediakan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk mengestimasi
earnings potensial perusahaan.
d. Menyediakan informasi lain yang dibutuhkan tentang perubahan sumber
ekonomi dan kewajiban.
e. Mengungkapkan informasi lain yang relevan dengan kebutuhan pemakai.
II.1.3 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004), laporan keuangan memiliki 4
karakteristik kualitatif pokok yaitu :
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah kemudahan untuk
segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan
memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang
wajar
11
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai
dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika
dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu
mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
3. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus handal (reliable). Informasi memiliki
kualitas handal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material,
dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dan yang
seharusnya disajikan.
4. Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar
periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja
keuangan perusahaan.
II.1.4 Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan perusahaan terdiri dari :
1. Neraca (Balance Sheet)
Neraca memberikan informasi mengenai berapa jumlah harta (asset), utang
(liability), dan modal (equity) dari suatu organisasi pada suatu titik waktu,
biasanya akhir tahun atau akhir periode akuntansi yang ditetapkan.
12
2. Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Laporan ini memberikan informasi mengenai kenaikan kekayaan entitas karena
pendapatan yang diperoleh serta penurunan kekayaan karena biaya yang
dikeluarkan selama periode tertentu.
3. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow)
Laporan ini memberikan suatu informasi mengenai arus kas masuk (cash inflow)
dan arus kas keluar (cash outflow) selama suatu periode tertentu, sesuai dengan
periode laporan keuangan lain.
4. Laporan Modal (Retained Earning Statement)
Laporan ini menggambarkan bagaimana modal organisasi didistribusikan (dalam
bentuk perincian komposisi pemilik modal), keuntungan pada suatu periode
dibagikan dalam bentuk pembagian laba kepada para pemegang saham atau
kerap disebut sebagai dividen. (Nainggolan, 2006, h.1-5).
II.1.5 Pengguna Laporan Keuangan
Pengguna laporan keuangan adalah mereka yang memiliki kepentingan atas
perusahaan atau disebut juga dengan stakeholder. Para pengguna laporan keuangan
dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal perusahaan.
Mengacu pada Munawir (2004), pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
posisi keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan adalah para pemilik
perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, bankers, para
investor dan pemerintah dimana perusahaan tersebut berdomisili, buruh serta pihak-
pihak lainnya lagi.
13
II.2 Laporan Laba Rugi
Kieso et al. (2005) menyatakan, “Income Statement is the report that measures
the success of the company operations for a given period of time. The business and
investment community uses the income statement to determine profitability, investment
value, and creditworthiness”. (p.126).
Pada dasarnya, laporan laba rugi terdiri dari 4 elemen yaitu pendapatan
(revenue), beban (expense), keuntungan (gain) dan kerugian (losses). Berikut ini adalah
definisi dari masing-masing elemen tersebut yang mengacu pada Kieso et al.
1. Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau penambahan lain dalam aset dari
suatu entitas atau penyelesaian kewajiban selama periode menghasilkan atau
memproduksi barang, memberikan jasa, atau kegiatan lain yang merupakan
aktivitas utama entitas.
2. Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan aset atau penambahan
kewajiban selama periode menghasilkan atau memproduksi barang, memberikan
jasa, atau kegiatan lain yang merupakan aktivitas utama entitas.
3. Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari
transaksi yang tak terduga dari suatu entitas kecuali transaksi yang menghasilkan
pendapatan atau investasi oleh pemilik entitas.
4. Kerugian (losses) adalah penurunan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi
yang tak terduga dari suatu entitas kecuali transaksi yang menimbulkan beban
atau distribusi kepada pemilik entitas.
14
Terlepas dari segala kegunaan informasi yang terkandung didalamnya, menurut
Kieso et al. laporan laba rugi memiliki keterbatasan sebagai berikut :
1. Sesuatu yang tidak dapat diukur dengan tepat tidak dilaporkan dalam laporan
laba rugi. Contohnya; pengakuan merk (brand recognition), pelayanan
pelanggan (customer service), dan kualitas produk (product quality);
2. Angka dalam pendapatan dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan.
Contohnya; metode depresiasi (straight line, double declining, sum of the year
digit) dan metode penilaian persediaan (FIFO, LIFO, Avergae); dan
3. Pengukuran laba melibatkan pertimbangan (judgement). Contohnya,
pertimbangan dalam masa manfaat aktiva tetap dan pertimbangan dalam
penghapusan utang tak tertagih (bad debt write-off)
Keterbatasan-keterbatasan tersebut dinilai dapat memberi peluang kepada
manajemen untuk melakukan manajemen laba.
II.2.1 Laba
Laba merupakan komponen laporan keuangan yang dapat dilihat dalam laporan
laba rugi (income statement). Biasanya laba digunakan untuk menilai kinerja
manajemen, memprediksi laba masa depan, dan menilai resiko dalam investasi.
Menurut Theodorus (2000), laba bisa diartikan sebagai arus kekayaan atau jasa
yang melebihi keperluan untuk mempertahankan modal konstan. Konsep laba sebagai
pengukuran yang fundamental terus menerus menghadapi tantangan, akan tetapi dilihat
dari sudut perspektif informatif konsep laba jelas menggambarkan kegiatan akuntansi.
Konsep laba tersebut adalah :
15
• Laba sebagai pengukur efisiensi
Efisiensi mempunyai arti yang nyata, paling tidak dalam konsep. Salah satu
interpretasi dari efisiensi adalah kemampuan menghasilkan output secara
maksimum, relatif terhadap sejumlah sumber daya tertentu atau suatu output
yang konstan dengan pemakai sumber daya yang minimal, atau kombinasi dari
harga tertentu sehingga menghasilkan return maksimal bagi pemilik perusahaan.
• Laba sebagai alat ramal
FASB Statement of Financial Concept No. 1 menyatakan bahwa investor,
kreditor, dan pihak lainnya sering menilai prospek arus masuk kas bersih
perusahaan dengan menggunakan laba untuk membantu mereka mengevaluasi
daya laba (earning power), meramal laba yang akan dating atau memberikan
pinjaman kepada perusahaan.
II.3 Manajemen Laba
Menurut Kieso et al. (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut, “
Planned timing of revenues, expenses, gains and losses to smooth out bumps in
earnings”. (p.128). Artinya, manajemen laba digunakan untuk meningkatkan laba pada
tahun berjalan pada beban atas pendapatan di masa yang akan datang atau sebaliknya
mengurangi laba tahun berjalan untuk meningkatkan pendapatan di masa yang akan
datang.
16
II.3.1 Bentuk-Bentuk Manajemen Laba
Menurut Scott (1997), bentuk-bentuk dari manajemen laba adalah sebagai
berikut :
1. Taking a bath
Biasanya pola ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami kekacauan atau
sedang melakukan reorganisasi. Manajemen perusahaan yang harus melaporkan
kerugian, merasa bahwa mereka mungkin juga harus sekaligus melaporkan
kerugian yang besar. Akibatnya, manajer akan melakukan write-off terhadap
aset, dan sebagainya.
2. Income minimization
Pola ini biasanya dipilih oleh perusahaan yang mengalami keuntungan yang
tinggi. Kebijakan yang termasuk dalam income minimization adalah melakukan
write-off terhadap capital assets dan intangibles, membebankan biaya iklan dan
pengeluaran R&D, dan sebagainya.
3. Income maximization
Perusahaan yang cenderung melanggar perjanjian utang biasanya melakukan
income maximization. Dari perspektif teori akuntansi positif, manajer melakukan
maksimasi laba yang dilaporkan dengan tujuan untuk mendapatkan bonus.
4. Income smoothing
Merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan. Melalui
income smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi
fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak
beresiko tinggi.
17
II.4 Perataan Laba
Perataan laba terkait erat dengan konsep earnings management. Pada
kenyataannya, manajer sering kali terlibat dalam praktik manajemen laba (earning
management), dan perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bentuk dari
manajemen laba. Perataan laba mempunyai tujuan yang jelas, yaitu menghasilkan
pertumbahan laba yang stabil.
II.4.1 Definisi Perataan Laba
Anggapan bahwa perusahaan secara sengaja meratakan labanya diusulkan
pertama kali oleh Hepworth (1953) dan dikembangkan oleh Gordon (1964) dengan
serangkaian proposisi sebagai berikut :
1. Kriteria yang digunakan oleh manajemen dalam memilih prinsip akuntansi
adalah memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan.
2. Kesejahteraan manajer yang ditingkatkan dengan (1) keamanan kerja manajer,
(2) tingkat pertumbuhan pendapatan manajer, dan (3) tingkat pertumbuhan
ukuran perusahaan.
3. Pencapaian dari tujuan manajemen yang dinyatakan dalam definisi kedua
tergantung pada kepuasan pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.
4. Kepuasan pemegang saham terhadap perusahaan meningkatkan laju
pertumbuhan pendapatan (atau rata-rata dari tingkat pengembalian atas ekuitas)
dan stabilitas pendapatan, sangat penting bagi para manajer untuk bebas
mencapai tujuan mereka sendiri.
18
Menurut Koch dalam Suwito dan Herawaty (2005), perataan laba dapat
didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi
laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial
melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi.
Sedangkan Beidleman dalam Accounting Theory karya Belkaoui (2004)
mendefinisikan perataan laba sebagai berikut :
“Smoothing of reported earnings may be defined as the intentional dampening
or fluctuations about some level of earnings that is currently considered to be normal
for a firm. In this sense smoothing represents an attempt on the part of the firm’s
management to reduce abnormal variations in earnings to be extent allowed under
sound accounting and management principles”. (p.450).
Ketika laba yang dilaporkan di bawah laba yang diharapkan, maka manajemen
cenderung untuk menaikkan laba, dan apabila laba yang dilaporkan lebih besar dari laba
yang diharapkan, maka manajemen cenderung menurunkan jumlah laba yang
seharusnya dilaporkan.
II.4.2 Faktor Pendorong Perataan Laba
Berbagai macam faktor muncul untuk mendorong dilakukannya perataan laba.
Faktor yang diasumsikan menyebabkan manajer melakukan perataan laba menurut
Riahi-Belkaoui (2004) dalam buku Accounting Theory, adalah :
1. Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi pilihan-pilihan yang tersedia
untuk manajemen.
2. Skema kompensasi manajemen, yang terkait langsung dengan kinerja
perusahaan.
19
3. Ancaman pergantian manajemen. (p.451).
Berikut adalah beberapa faktor yang mendorong manajemen melakukan perataan
laba dalam Sugiarto (2003) :
1. Kompensasi bonus
Pada penelitiannya, Healy menemukan bukti bahwa manajer yang tidak dapat
memenuhi target laba yang ditentukan akan memanipulasi laba agar dapat
mentransfer laba masa kini menjadi laba masa depan. Selain itu, menurut
Harahap (2005), pentingnya laporan keuangan mengundang manajemen untuk
meratakan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi.
2. Kontrak utang
Defond dan Jimbalvo (1994) dengan menggunakan model Jones, mengevaluasi
tingkat akrual perusahaan yang tidak dapat memenuhi target laba. Mereka
menemukan bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian utang telah
merekayasa labanya, satu periode sebelum perjanjian utang itu dibuat.
3. Faktor politik
Jones (1991) meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International
Trade Commision (ITC). Ia menemukan bukti bahwa produsen domestik
cenderung menurunkan laba dengan teknik discretionary accrual untuk
mempengaruhi keputusan regulasi impor. Naim dan Hartono (1996) meneliti
perusahaan yang diduga melakukan monopoli dan menemukan bahwa manajer
perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari undang-undang Anti-
Trust.
20
4. Pengurangan pajak
Arens, Elder, Beasley (2005) mengatakan bahwa perusahaan melakukan perataan
laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah.
5. Perubahan CEO
Pourciao (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dilakukan dengan
meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian
eksekutif tak rutin.
6. Penawaran saham perdana
Clarkson (1992) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman earnings
forecast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham, karena publik
hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Banyak
perusahaan yang melakukan perataan laba demi mendapatkan dan
mempertahankan investor. (Jones, 2005).
II.4.3 Metode Perataan Laba
Berikut adalah pengklasifikasian metode perataan laba menurut beberapa ahli
sebagaimana tercantum dalam Assih dan Gudono (2000).
1. Bartov (1993)
a. Accrual based manipulation, yaitu manipulasi dengan menggunakan metode
atau taksiran akuntansi atau dengan memperlakukan transaksi yang
menyebabkan laba yang dilaporkan mendekati angka yang ditargetkan.
b. Real manipulation, yaitu memanipulasi dengan cara memaksimalkan aliran
kas yang diharapkan untuk saat ini.
21
2. Dascher dan Malcom (1970)
a. Real smoothing, yaitu dengan sengaja melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dengan pertimbangan pengaruh perataannya terhadap laba.
b. Artificial smoothing, yaitu perataan laba dengan menerapkan prosedur
akuntansi untuk memindah biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke
periode yang lain.
3. Ronen dan Sadan (1975)
a. Perataan laba melalui kejadian dan/atau pendapatan dari satu periode ke
periode yang lain.
b. Perataan laba melalui alokasi selama periode tertentu.
c. Perataan laba melalui klasifikasi.
Sedangkan, menurut Riahi-Belkaoui (2004) ada dua jenis perataan laba, yaitu :
1. Intentional atau designed smoothing
Adalah keputusan atau pilihan yang dibuat untuk mengatur fluktuasi earnings
pada level yang diinginkan.
2. Natural smoothing
Adalah income generating process yang natural, bukan hasil dari tindakan yang
diambil oleh manajemen.
II.4.4 Teknik Perataan Laba
Dalam Sugiarto (2003) berbagi teknik yang dilakukan dalam perataan laba
adalah :
1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak
manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui
22
kebijakan manajemen sendiri (accruals) misalnya, pengeluaran biaya riset dan
pengembangan. Selain itu, banyak juga perusahaan yang menggunakan
kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya
jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter dan laba kelihatan
stabil pada periode tertentu.
2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer mempunyai
wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu.
Misalnya, jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya
riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada periode itu untuk
menstabilkan laba.
3. Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk
mengklasifikasikan pos-pos laba rugi dalam kategori yang berbeda. Misalnya,
jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat
mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non-
operasi.
Sedangkan, menurut Leopold (1998), teknik pengelolaan laba perusahaan dapat
dilakukan dengan cara :
1. Income Shifting
Proses mengelola laba dengan cara memindahkan laba dari satu periode ke
periode lainnya. Pemindahan ini dapat dilakukan dengan cara mempercepat atau
menunda pengakuan dari pendapatan dan atau biaya. Cara-cara teknis yang dapat
dilakukan adalah :
23
• Mempercepat pengakuan pendapatan. Misalnya dengan cara membujuk
dealer atau wholeseller agar membeli produk perusahaan ketika mendekati
akhir periode fiskal. Cara ini disebut channel loading.
• Penundaan pengakuan biaya yang dilakukan dengan cara mengkapitalisasi
biaya dan mengamortisasikannya ke masa datang. Misalnya, biaya penelitian
dan pengembangan, promosi, dan mengkapitalisasi bunga.
• Memindahkan beban ke periode berikutnya dengan cara mengadopsi metode
akuntansi tertentu. Sebagai contoh mengadopsi FIFO untuk penilaian
persediaan, menggunakan metode penyusutan garis lurus, dan lain
sebagainya.
• Membebankan sejumlah besar biaya pada satu waktu. Misalnya penilaian
kembali aset (asset impairment), biaya restrukturisasi perusahaan.
Pendekatan ini memungkinkan pengakuan beban lebih cepat dan akan
meringankan beban laporan keuangan pada periode berikutnya.
2. Classifying
Laba dapat pula dikelola dengan cara mengklasifikasikan pendapatan dan biaya
secara selektif. Cara yang paling biasa dilakukan adalah memasukkan biaya ke
dalam kategori unussual, nonrecurring items, laba (rugi) atas penghentian usaha
(discontinued operations) atau kategori akun lain yang kurang dianggap penting
oleh analis.
24
II.4.5 Tujuan Perataan Laba
Tujuan dari perataan laba mendatangkan banyak pendapat dari para peneliti
terdahulu. Berbagai penelitian yang dilakukan membuktikan banyak tujuan yang
melatarbelakangi terjadinya perataan laba pada suatu perusahaan.
Adapun menurut Foster (1986) sebagaimana tercantum dalam Suwito et al.,
tujuan dari perataan laba yaitu antara lain :
1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut
memiliki resiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di
masa mendatang.
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
Sedangkan menurut Heyworth dalam Syahriana (2006), terdapat empat tujuan
manajemen melakukan perataan laba :
1. Mengurangi total pajak terutang.
2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan
yang stabil dinilai dapat mendukung kebijakan dividen yang stabil pula.
3. Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena pelaporan
penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan
kenaikan gaji dan upah.
4. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat dibandingkan dan
gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.
25
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perataan laba yang dilakukan
oleh manajemen bertujuan untuk menjaga laba perusahaan tetap stabil dari tahun ke
tahun.
II.5 Saham
Mengacu pada Kieso et al. (2005), mendefinisikan saham sebagai berikut :
“Common stock is the residual corporate interest that bears the ultimate risk of loss and
receives the benefit of success. It is guaranteed neither dividends nor assets upon
dissolutions”. (p.722).
Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi harga
saham, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan sebaliknya. Harga saham
yang terlalu rendah sering diartikan bahwa kinerja perusahaan kurang baik. Namun bila
harga saham terlalu tinggi dapat mengurangi minat investor untuk berinvestasi sehingga
harga saham sulit untuk meningkat lagi.
II.5.1 Klasifikasi Saham
Menurut Fakhruddin (2008), klasifikasi saham dapat dibedakan atas beberapa
hal, seperti berikut ini :
1. Berdasarkan cara peralihan hak, saham dapat dibedakan atas
a. Saham atas unjuk atau bearer stocks, artinya pada saham tersebut tidak
tertulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke
investor lainnya.
26
b. Saham atas nama atau registered stocks, merupakan saham yang ditulis
dengan jelas siapa pemiliknya, dimana cara peralihannya harus nelalui
prosedur tertentu.
2. Berdasarkan hak tagihan atau klaim, maka saham terbagi atas :
a. Saham biasa atau common stocks, yaitu saham yang menempatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta
kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa
merupakan saham yang paling banyak dikenal dan diperdagangkan di pasar.
b. Saham preferen atau preferred stocks, merupakan saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak
mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
3. Berdasarkan kinerja saham, maka saham dikategorikan atas :
a. Blue chip stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki
reputasi tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis, memiliki pendapatan
yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
b. Income stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan
membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada
tahun sebelumnya.
c. Growth stocks (well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki
pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis
yang memiliki reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stocks (lesser
known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai pemimpin dalam industri
namun memiliki ciri seperti growth stocks (lesser known).
27
d. Speculative stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara
konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki
kemampuan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum
pasti.
e. Counter cyclical stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi
ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi
ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu
memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten
dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. (h.132).
II.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Harga saham berubah-ubah setiap saat berdasarkan informasi yang diperoleh
investor di bursa efek. Dalam aktivitas di pasar modal, harga saham merupakan faktor
penting yang diperhatikan investor dalam melakukan investasi. Menurut Juniarti (2005)
mengatakan bahwa harga saham di pasar modal setiap saat bisa mengalami perubahan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham, antara lain :
1. Harapan investor terhadap tingkat pendapatan dividen untuk masa yang akan
datang. Apabila tingkat pendapatan dan dividen suatu saat stabil maka harga
saham cenderung stabil. Sebaliknya jika tingkat pendapatan dan dividen
berfluktuasi karena siklus perusahaan atau perubahan teknologi maka harga
saham berfluktuasi juga.
2. Kondisi perekonomian
Kondisi yang akan datang selalu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian saat ini.
Apabila kondisi perekonomian saat ini stabil dan mantap maka investor optimis
28
terhadap kondisi yang akan datang sehingga harga saham cenderung stabil dan
demikian sebaliknya.
3. Tingkat pendapatan perusahaan
Tingkat pendapatan tercermin dari earning per share (EPS) terkait dengan
kenaikan harga saham. Apabila fluktuasi dari EPS semakin besar maka harga
saham akan semakin besar pula.
Selain faktor internal perusahaan, faktor eksternal perusahaan juga
mempengaruhi perdagangan saham. Faktor-faktor diluar perusahaan yang dapat
mempengaruhi perdagangan saham antara lain kebijakan pemerintah, perkembangan
kurs, kondisi bursa, volume dan frekuensi di bursa, kekuatan pasar, tingkat inflasi,
kebijakan moneter, kondisi ekonomi dan keadaan politik.
II.5.3 Return Saham
Pada dasarnya investor termotivasi untuk melakukan investasi pada suatu
instrumen dengan harapan mendapatkan return yang sesuai. Return merupakan tingkat
keuntungan yang diperoleh investor atas investasi yang dilakukan. Return investasi
tergantung pada instrumen investasinya. Ada yang menjamin tingkat kembalian yang
akan diterima, misalnya sertifikat deposito di bank yang memberikan bunga sebesar
persentase tertentu.
Lain halnya dengan saham. Saham tidak menjanjikan return yang pasti bagi
investor sehingga dalam melakukan investasi, investor akan selalu memperhitungkan
hasil atas saham (return) yang dimilikinya. Menurut Wahyudi (2003), return saham
adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya.
Return tersebut memiliki dua komponen yaitu current income dan capital gain.
29
Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui
pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil kinerja perusahaan.
Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga
jual dan harga beli saham.
Dengan melakukan perataan laba maka perusahaan akan mampu mengendalikan
abnormal return yang terjadi ketika laba diumumkan. Apabila pengumuman laba
merupakan good news bagi investor, maka harga saham yang meningkat akan
memberikan return tersendiri bagi investor, sehingga hal tersebut menarik perhatian
investor untuk berinvestasi pada perusahaan.
Namun, apabila pengumuman laba menjadi bad news bagi investor, maka harga
saham yang turun akan menyebabkan investor menarik atau melepaskan investasinya
dari perusahaan. Dengan demikian, laba yang relatif stabil diharapkan akan
meningkatkan persepsi pihak eksternal atas kinerja perusahaan.
II.6 Pengukuran Perataan Laba dan Return Saham
Foster (1986) dalam Suwito et al., menyebutkan bahwa pengumuman yang
berhubungan dengan laba (Earning Related Announcement) merupakan salah satu
pengumuman yang dapat mempengaruhi harga sekuritas atau saham. Beaver (1968)
dalam Assih (2000) menyebutkan bahwa bila pengumuman laba tahunan mengandung
informasi, variabilitas perubahan harga akan tampak lebih besar pada saat laba
diumumkan daripada saat lain selama tahun yang bersangkutan karena terdapat
perubahan dalam keseimbangan nilai harga saham saat itu selama periode pengumuman
(h.37).
30
Untuk membedakan perata dan bukan perata digunakan indeks Eckel dengan
formula sebagai berikut :
Dimana :
Δ S : Perubahan pendapatan operasional dalam satu periode
Δ I : Perubahan laba operasional dalam satu periode
CV : Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan nilai yang
diharapkan (ukuran rata-rata dari variabel)
Dasar pengambilan keputusan :
1. Apabila Indeks Eckel >1 maka perusahaan adalah perata, dan
2. Apabila Indeks Eckel <1 maka perusahaan bukanlah perata laba.
Sedangkan untuk menghitung return saham dalam penelitian ini, dihitung
berdasarkan waktu pelaporan laporan keuangan kepada BEI, yang diasumsikan paling
lambat adalah pada tanggal 31 Maret. Return tersebut dapat dihitung dengan rumus :
Dimana :
Pt : Harga jual terakhir saham perusahaan pada hari ke t
Pt-1 : Harga jual terakhir saham perusahaan pada hari ke t-1
Return Saham = (Pt – Pt-1) Pt-1
Indeks Perataan Laba = CV Δ S / CV Δ I
31
II.7 Penelitian Terdahulu
Di Indonesia, penelitian mengenai tindakan perataan laba telah banyak
dilakukan. Penelitian mengenai perataan laba akan dikelompokkan menjadi dua bagian
seperti berikut :
II.7.1 Penelitian Mengenai Tindakan Perataan Laba di Pasar Modal Indonesia
II.7.1.1 Anna Suzanti (2001) – Analisis Pengaruh Perataan Laba terhadap Return
Saham dan Resiko pasar saham Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah ada pengaruh perataan laba
terhadap return saham dan resiko pasar saham untuk perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta. Selain itu, penelitian ini juga menguji apakah ada perbedaan antara return
saham dan resiko pasar saham perusahaan yang melakukan perataan laba dengan return
saham dan resiko pasar saham perusahaan yang tidak melakukan perataan laba.
Sampel yang digunakan sebanyak 130 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Teknik
analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana untuk menguji pengaruh
perataan laba terhadap return dan resiko pasar saham dan digunakan uji z untuk menguji
perbedaan antara return saham dan resiko pasar saham perusahaan yang melakukan
perataan laba dengan return saham dan resiko pasar saham perusahaan yang tidak
melakukan perataan laba.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh perataan laba atas return
saham dan resiko pasar saham perusahaan perata laba. Return saham perusahaan perata
laba berbeda secara nyata dengan return saham perusahaan bukan perata laba. Penelitian
32
ini juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara resiko pasar saham perusahaan
perata laba dengan resiko pasar saham perusahaan bukan perata laba.
II.7.1.2 Ratno Agriyanto (2006) – Analisis Perataan Laba dan Pengaruhnya
Terhadap Reaksi Pasar dan Resiko Investasi pada Perusahaan Publik di
Indonesia
Dalam penelitian ini, permasalahan yang dibahas adalah apakah terdapat
perbeadaan reaksi pasar dan rata-rata resiko investasi antara perusahaan perata laba dan
bukan perata. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan sampel yang
diambil adalah sebanyak 62 perusahaan yang diambil melalui metode purposive
sampling.
Melalui perhitungan indeks Eckel, sampel penelitian terbagi atas 48 perusahaan
sebagai perata laba dan 14 bukan perata laba. Data penelitian dikumpulkan dengan
dokumentasi. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan teknik analisis regresi
berganda dan uji t sampel independen setelah memenuhi beberapa syarat pengujian dan
asumsi klasik.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa reaksi pasar yang dilihat pada tiga hari
setelah pengumuman laba tidak menunjukkan perbedaan reaksi pasar antara perusahaan
perata laba dengan perusahaan bukan perata dengan tingkat signifikansi 5%. Disamping
itu, hasil penelitian ini juga tidak menunjukkan perbedaan resiko investasi antara
perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata dengan tingkat signifikansi 5%.
33
II.7.1.3 Syahril Djaddang (2006) – Analisis Hubungan Perataan Laba dengan
Ekspektasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengaruh dan hubungan
perataan laba (net earnings, leverage, total asset, dan discretionary accrual) terhadap
ekspektasi kinerja masa depan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak
36 perusahaan manufaktur yang terdafatr di Bursa Efek Jakarta yang dipilih dengan
metode purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dalam pengumpulan datanya
dan menggunakan Modified Jones Model sebagai asumsi perataan laba. Metode analisis
data yang digunakan adalah statistik deskriptif, uji normalitas, uji asumsi klasik, dan uji
hipotesis yang menggunakan uji korelasi, uji regresi berganda, uji f dan uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel net earnings, leverage, dan total
asset mempunyai hubungan positif terhadap ekspektasi laba masa depan perusahaan,
sedangkan variabel discretionary accrual tidak mempunyai hubungan positif dengan
ekspektasi laba masa depan perusahaan. Namun, hubungan antara variabel net earnings,
leverage, dan total asset terhadap ekspektasi laba masa depan adalah hubungan dengan
korelasi positif lemah.
34
II.7.1.4 Yuliana Mawarti (2007) – Pengaruh Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar
pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta
Penelitian ini melihat bagaimana pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar
pada perusahaan manufaktur yang ada di Bursa Efek Jakarta. Populasi dalam penelitian
ini hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar di Busa Efek Jakarta. Sampel yang
diambil sebanyak 58 perusahaan dimana 32 perusahaan dikategorikan melakukan
perataan laba dan 26 perusahaan tidak melakukan perataan laba.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan
tahunan perusahaan pada Bursa Efek Jakarta. Return yang diharapkan dalam penelitian
ini dihitung berdasarkan mean adjusted model dan perataan laba diukur menggunakan
Indeks Eckel. Teknik analisis data menggunakan persamaan garis regresi yang dihitung
dengan menggunakan analisis Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan perataan laba mempunyai
pengaruh negatif terhadap reaksi pasar yang diukur menggunakan CAR pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
perusahaan yang melakukan perataan laba dinilai negatif sehingga pasar tidak bereaksi
pada saat pengumuman laba. Perhitungan regresi sederhana menunjukkan bahwa
perataan laba berkontribusi rendah terhadap reaksi pasar.
35
II.7.1.5 Muhammad Aulia Rahman (2008) – Analisa Pengaruh Perataan Laba
terhadap Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis adanya kandungan informasi di
seputar tanggal pengumuman laba untuk mengetahui adanya reaksi pasar dan
menganalisis tingkat pengaruh tindakan perataan laba terhadap reaksi pasar tersebut.
Pengujian kandungan informasi ini dilakukan dengan melakukan penghitungan terhadap
nilai mutlak abnormal return dan menggunakan model estimasi market model untuk
mengetahui return ekspektasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa harga
saham perusahaan yang mengumumkan laba serta Indeks Harga Saham Gabungan yang
diperoleh dari Pojok Bursa Universitas Islam Indonesia. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah sebanyak 59 perusahaan dengan metode purposive sampling. Data
perusahaan kemudian dianalisis dengan uji distribusi t.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa reaksi pasar yang diproksikan dengan
nilai mutlak abnormal return pada perusahaan perata laba lebih kecil bila dibandingkan
dengan reaksi pasar pada perusahaan bukan perata laba. Hal ini ditunjukkan dengan
hasil pengujian statistik yang menghasilkan kesimpulan rata-rata nilai mutlak abnormal
return perusahaan perata laba lebih kecil dari nilai mutlak abnormal return perusahaan
bukan perata laba.
Rangkuman dari hasil penelitian-penelitian terdahulu di atas dapat dilihat pada
tabel II.1 pada bagian lampiran.
36
II.7.2 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba
II.7.2.1 Nani Syahriana (2006) – Analisis Perataan Laba dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta
Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
praktik perataan laba yaitu besaran perusahaan, net profit margin, operating profit
margin, dan return on asset. Sampel penelitian berjumlah 73 perusahaan. Pemisahan
antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan yang tidak melakukan dengan
menggunakan Indeks Eckel terhadap laba operasi.
Analisis statistik yang digunakan terdiri dari pengujian univariate untuk
mengetahui signifikan tidaknya perbedaan antara perusahaan perata dan bukan perata,
dalam hal ini menggunakan uji t jika data berdistribusi normal dan Mann-Whitney Test
jika data tidak berdistribusi normal. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perataan laba dilakukan pengujian multivariate dengan menggunakan logistic
regression.
Hasil perhitungan dengan Indeks Eckel menunjukkan bahwa sebanyak 15
perusahaan yang melakukan praktik perataan laba. Sedangkan dari hasil analisis regresi
logistik baik secara serentak maupun terpisah terhadap keempat variabel independen
yang diduga berpengaruh pada praktik perataan laba ternyata hanya operating profit
margin yang terbukti berpengaruh. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
besaran perusahaan, net profit margin dan return on asset tidak berpengaruh pada
praktik perataan laba, hanya operating profit margin yang dapat mempengaruhi
perusahaan untuk melakukan tindakan tersebut.
37
II.7.2.2 Diefky Berryllian (2007) – Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur dan Keuangan
yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya
perataan laba pada perusahaan manufaktur dan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Sampel terdiri dari 52 perusahaan dan faktor yang diuji dalam penelitian ini
adalah besaran perusahaan, net profit margin, operating profit margin, dan kelompok
usaha.
Untuk mengidentifikasi perusahaan yang melakukan praktik perataan laba
dengan menggunakan Indeks Eckel. Metode statistik yang digunakan adalah statistik
inteference meliputi pengujian univariate, seperti Mann-Whitney Test dan Two-
Independent sample t-Test.
Pengujian yang dilakukan univariate menunjukkan bahwa besaran perusahaan,
net profit margin , operating profit margin dan kelompok usaha tidak berpengaruh
terhadap tindakan perataan laba. Hasil pengujian univariate tersebut didukung oleh hasil
pengujian multivariate yang dilakukan secara serentak maupun terpisah yang
menunjukkan keempat variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap praktik perataan
laba.
38
II.7.2.3 Diastiti Okkarisma Dewi (2010) – Pengaruh Jenis Usaha, Ukuran
Perusahaan dan Financial Leverage terhadap Tindakan Perataan Laba
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Penelitian ini menguji pengaruh jenis usaha, ukuran perusahaan dan financial
leverage terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur dan keuangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan 61 perusahaan
manufaktur dan 42 perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Untuk menentukan praktik perataan laba digunakan Indeks Eckel. Pengujian
hipotesis menggunakan model analisis Ordinary Least Square (OLS) untuk menguji
pengaruh dari jenis usaha, ukuran perusahaan dan financial leverage terhadap tindakan
perataan laba.
Hasil penelitian membuktikan bahwa jenis usaha dan ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur
dan keuangan. Sedangkan, financial leverage pada perusahaan manufaktur tidak
berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba, tetapi berpengaruh signifikan
terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan keuangan.
Rangkuman dari hasil penelitian-penelitian terdahulu di atas dapat dilihat pada
tabel II.2 pada bagian lampiran.
39
II.8 Pengembangan Hipotesis
Sebagaimana diuraikan dalam landasan teori, salah satu faktor yang diasumsikan
menyebabkan manajer melakukan perataan laba adalah mekanisme pasar kompetitif.
Clarkson (1992) dalam Sugiarto (2003) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman
earning forecast dengan tingkat penjualan saham, karena publik hanya melihat laporan
keuangan yang dilaporkan pada regulator.
Beaver (1968) dalam Assih (2000) juga menyebutkan bahwa perilaku harga dan
volume sekitar tanggal pengumuman mengindikasikan bahwa laba tahunan mengandung
informasi yang relevan untuk penilaian perusahaan.
Net earnings merupakan salah satu faktor penentu perataan laba. Harahap (2005)
menyatakan bahwa melalui perataan laba, laba tersebut dapat diatur sedemikian rupa
oleh manajemen sehingga laba yang dihasilkan tidak berfluktuasi secara signifikan dan
terlihat lebih stabil. Semakin besar net earnings suatu perusahaan, semakin besar pula
harapan investor akan kenaikan return saham sehingga perusahaan akan cenderung
melakukan perataan laba.
Berdasarkan teori tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah seperti berikut :
Ha.1 : Net earnings mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan
perata laba.
Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran
perusahaan, yaitu total asset, total sales, jumlah karyawan, dan lain sebagainya.
Moses (1987) menemukan bukti bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki
dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan
40
perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek
pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum).
Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor penentu perataan laba karena
semakin besar ukuran suatu perusahaan maka perusahaan tersebut diharapkan dapat
menghasilkan laba yang lebih besar pula. Akibat dari kondisi tersebut, maka pihak
perusahaan akan cenderung meratakan labanya untuk menarik investor. Semakin besar
ukuran suatu perusahaan maka semakin besar juga harapan investor akan kenaikan
return saham.
Berdasarkan teori tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah seperti berikut :
Ha.2 : Total asset mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan
perata laba.
Ha.3 : Total sales mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan
perata laba.
Menurut Sartono (2001), leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang
untuk membiayai investasi. Leverage merupakan salah satu faktor penentu perataan
laba. Sebagaimana disebutkan dalam teori, salah satu faktor pendorong perataan laba
adalah perjanjian utang. Dimana dalam perjanjian tersebut, pihak perusahaan harus
menjaga tingkat utang yang dimilikinya. Semakin tinggi utang suatu perusahaan, maka
perusahaan tersebut akan cenderung meratakan labanya untuk menarik investor.
Semakin besar tingkat utang suatu perusahaan maka semakin besar pula resiko
yang dihadapi investor. Akibat dari kondisi tersebut, investor akan mengharapkan return
yang semakin tinggi sehingga perusahaan akan cenderung melakukan praktik perataan
laba untuk tetap menjaga tingkat utangnya.
41
Berdasarkan teori tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah seperti berikut :
Ha.4 : Leverage mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan perata
laba.
Dalam penelitian Syahriana (2006), operating profit margin merupakan salah
satu variabel independen yang mempengaruhi praktik perataan laba. Menurut Assih
(2000), perusahaan yang memiliki profit yang lebih tinggi cenderung melakukan
perataan laba dibandingkan perusahaan yang memiliki profit rendah.
Operating profit margin adalah rasio untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu
perusahaan. Sama halnya dengan net earnings, investor juga lebih menyukai tingkat
profitabilitas yang cenderung stabil dibandingkan dengan yang berfluktuasi secara
signifikan. Operating profit margin merupakan salah satu faktor penentu perataan laba
karena semakin tinggi profit suatu perusahaan maka semakin tinggi juga harapan
investor akan kenaikan return saham.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah
sebagai berikut :
Ha.5 : Operating profit margin mempunyai pengaruh positif terhadap return saham
perusahaan perata laba.