34
8 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Laporan Keuangan Setiap perusahaan yang terdaftar di bursa efek wajib menyajikan laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sarana informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak eksternal, misalnya investor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Pertanggung jawaban manajer atas pengelolaan perusahaan diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hal-hal yang telah dicapai oleh perusahaan. II.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Menurut Munawir (2004), “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut”. (h.2). Berdasarkan pendapat Supangkat (2005), “Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses pencatatan, penggabungan, dan pengikhtisaran semua transaksi yang dilakukan perusahaan dengan seluruh pihak terkait dengan kegiatan usahanya dan peristiwa penting yang terjadi di perusahaan”. (h.20).

2011-2-00099 AK 7 BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

8

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

II.1 Laporan Keuangan

Setiap perusahaan yang terdaftar di bursa efek wajib menyajikan laporan

keuangan. Laporan keuangan merupakan sarana informasi keuangan kepada pihak-pihak

yang berkepentingan. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan

informasi kepada pihak eksternal, misalnya investor dalam mengambil keputusan yang

berkaitan dengan investasi dana mereka.

Pertanggung jawaban manajer atas pengelolaan perusahaan diwujudkan dalam

bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk

memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hal-hal yang telah

dicapai oleh perusahaan.

II.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2004), “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari

proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data

keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan

dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut”. (h.2).

Berdasarkan pendapat Supangkat (2005), “Laporan keuangan merupakan hasil

akhir dari proses pencatatan, penggabungan, dan pengikhtisaran semua transaksi yang

dilakukan perusahaan dengan seluruh pihak terkait dengan kegiatan usahanya dan

peristiwa penting yang terjadi di perusahaan”. (h.20).

Page 2: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

9

Sawir (2005) mengatakan bahwa “Laporan keuangan adalah hasil akhir proses

akuntansi. Setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah

sedemikian rupa. Laporan akhir pun disajikan dalam nilai uang”. (h.2).

Kieso, Weygandt, Warfield (2005) mendefinisikan laporan keuangan sebagai

berikut “the principle means through which a company communicates its financial

information to those outside it. These statements provide a company’s history quantified

in monetary terms”. (p.2).

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan

keuangan merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk menilai kinerja

keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan berisi informasi-

informasi penting yang terkait dengan kinerja keuangan serta informasi penting lainnya

yang berharga bagi pengguna laporan keuangan.

II.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

Salah satu tujuan dasar laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi

yang relevan bagi pemakai informasi keuangan dalam rangka pengambilan keputusan.

Untuk itu, laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi keuangan dan hasil

usaha perusahaan pada saat tertentu.

Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau

pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Bab 4 Accounting Principal Board Statement No. 4 dalam Riahi-Belkaoui (2004)

menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan dapat diikhtisarkan sebagai berikut :

Page 3: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

10

• Tujuan khusus laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip

akuntansi berterima umum, posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan lain dalam

posisi keuangan.

• Tujuan umum laporan keuangan adalah sebagai berikut :

a. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang sumber daya ekonomi dan

kewajiban suatu usaha bisnis.

b. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan sumber daya

bersih sebagai hasil dari aktivitas-aktivitas perusahaan yang menghasilkan

keuntungan.

c. Menyediakan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk mengestimasi

earnings potensial perusahaan.

d. Menyediakan informasi lain yang dibutuhkan tentang perubahan sumber

ekonomi dan kewajiban.

e. Mengungkapkan informasi lain yang relevan dengan kebutuhan pemakai.

II.1.3 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004), laporan keuangan memiliki 4

karakteristik kualitatif pokok yaitu :

1. Dapat dipahami

Kualitas penting informasi dalam laporan keuangan adalah kemudahan untuk

segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan

memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,

akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang

wajar

Page 4: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

11

2. Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai

dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika

dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu

mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau

mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

3. Keandalan

Agar bermanfaat, informasi juga harus handal (reliable). Informasi memiliki

kualitas handal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material,

dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dan yang

seharusnya disajikan.

4. Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar

periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja

keuangan perusahaan.

II.1.4 Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan

Laporan keuangan perusahaan terdiri dari :

1. Neraca (Balance Sheet)

Neraca memberikan informasi mengenai berapa jumlah harta (asset), utang

(liability), dan modal (equity) dari suatu organisasi pada suatu titik waktu,

biasanya akhir tahun atau akhir periode akuntansi yang ditetapkan.

Page 5: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

12

2. Laporan Laba Rugi (Income Statement)

Laporan ini memberikan informasi mengenai kenaikan kekayaan entitas karena

pendapatan yang diperoleh serta penurunan kekayaan karena biaya yang

dikeluarkan selama periode tertentu.

3. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow)

Laporan ini memberikan suatu informasi mengenai arus kas masuk (cash inflow)

dan arus kas keluar (cash outflow) selama suatu periode tertentu, sesuai dengan

periode laporan keuangan lain.

4. Laporan Modal (Retained Earning Statement)

Laporan ini menggambarkan bagaimana modal organisasi didistribusikan (dalam

bentuk perincian komposisi pemilik modal), keuntungan pada suatu periode

dibagikan dalam bentuk pembagian laba kepada para pemegang saham atau

kerap disebut sebagai dividen. (Nainggolan, 2006, h.1-5).

II.1.5 Pengguna Laporan Keuangan

Pengguna laporan keuangan adalah mereka yang memiliki kepentingan atas

perusahaan atau disebut juga dengan stakeholder. Para pengguna laporan keuangan

dapat berasal dari pihak internal maupun eksternal perusahaan.

Mengacu pada Munawir (2004), pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

posisi keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan adalah para pemilik

perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, bankers, para

investor dan pemerintah dimana perusahaan tersebut berdomisili, buruh serta pihak-

pihak lainnya lagi.

Page 6: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

13

II.2 Laporan Laba Rugi

Kieso et al. (2005) menyatakan, “Income Statement is the report that measures

the success of the company operations for a given period of time. The business and

investment community uses the income statement to determine profitability, investment

value, and creditworthiness”. (p.126).

Pada dasarnya, laporan laba rugi terdiri dari 4 elemen yaitu pendapatan

(revenue), beban (expense), keuntungan (gain) dan kerugian (losses). Berikut ini adalah

definisi dari masing-masing elemen tersebut yang mengacu pada Kieso et al.

1. Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau penambahan lain dalam aset dari

suatu entitas atau penyelesaian kewajiban selama periode menghasilkan atau

memproduksi barang, memberikan jasa, atau kegiatan lain yang merupakan

aktivitas utama entitas.

2. Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan aset atau penambahan

kewajiban selama periode menghasilkan atau memproduksi barang, memberikan

jasa, atau kegiatan lain yang merupakan aktivitas utama entitas.

3. Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari

transaksi yang tak terduga dari suatu entitas kecuali transaksi yang menghasilkan

pendapatan atau investasi oleh pemilik entitas.

4. Kerugian (losses) adalah penurunan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi

yang tak terduga dari suatu entitas kecuali transaksi yang menimbulkan beban

atau distribusi kepada pemilik entitas.

Page 7: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

14

Terlepas dari segala kegunaan informasi yang terkandung didalamnya, menurut

Kieso et al. laporan laba rugi memiliki keterbatasan sebagai berikut :

1. Sesuatu yang tidak dapat diukur dengan tepat tidak dilaporkan dalam laporan

laba rugi. Contohnya; pengakuan merk (brand recognition), pelayanan

pelanggan (customer service), dan kualitas produk (product quality);

2. Angka dalam pendapatan dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan.

Contohnya; metode depresiasi (straight line, double declining, sum of the year

digit) dan metode penilaian persediaan (FIFO, LIFO, Avergae); dan

3. Pengukuran laba melibatkan pertimbangan (judgement). Contohnya,

pertimbangan dalam masa manfaat aktiva tetap dan pertimbangan dalam

penghapusan utang tak tertagih (bad debt write-off)

Keterbatasan-keterbatasan tersebut dinilai dapat memberi peluang kepada

manajemen untuk melakukan manajemen laba.

II.2.1 Laba

Laba merupakan komponen laporan keuangan yang dapat dilihat dalam laporan

laba rugi (income statement). Biasanya laba digunakan untuk menilai kinerja

manajemen, memprediksi laba masa depan, dan menilai resiko dalam investasi.

Menurut Theodorus (2000), laba bisa diartikan sebagai arus kekayaan atau jasa

yang melebihi keperluan untuk mempertahankan modal konstan. Konsep laba sebagai

pengukuran yang fundamental terus menerus menghadapi tantangan, akan tetapi dilihat

dari sudut perspektif informatif konsep laba jelas menggambarkan kegiatan akuntansi.

Konsep laba tersebut adalah :

Page 8: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

15

• Laba sebagai pengukur efisiensi

Efisiensi mempunyai arti yang nyata, paling tidak dalam konsep. Salah satu

interpretasi dari efisiensi adalah kemampuan menghasilkan output secara

maksimum, relatif terhadap sejumlah sumber daya tertentu atau suatu output

yang konstan dengan pemakai sumber daya yang minimal, atau kombinasi dari

harga tertentu sehingga menghasilkan return maksimal bagi pemilik perusahaan.

• Laba sebagai alat ramal

FASB Statement of Financial Concept No. 1 menyatakan bahwa investor,

kreditor, dan pihak lainnya sering menilai prospek arus masuk kas bersih

perusahaan dengan menggunakan laba untuk membantu mereka mengevaluasi

daya laba (earning power), meramal laba yang akan dating atau memberikan

pinjaman kepada perusahaan.

II.3 Manajemen Laba

Menurut Kieso et al. (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut, “

Planned timing of revenues, expenses, gains and losses to smooth out bumps in

earnings”. (p.128). Artinya, manajemen laba digunakan untuk meningkatkan laba pada

tahun berjalan pada beban atas pendapatan di masa yang akan datang atau sebaliknya

mengurangi laba tahun berjalan untuk meningkatkan pendapatan di masa yang akan

datang.

Page 9: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

16

II.3.1 Bentuk-Bentuk Manajemen Laba

Menurut Scott (1997), bentuk-bentuk dari manajemen laba adalah sebagai

berikut :

1. Taking a bath

Biasanya pola ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami kekacauan atau

sedang melakukan reorganisasi. Manajemen perusahaan yang harus melaporkan

kerugian, merasa bahwa mereka mungkin juga harus sekaligus melaporkan

kerugian yang besar. Akibatnya, manajer akan melakukan write-off terhadap

aset, dan sebagainya.

2. Income minimization

Pola ini biasanya dipilih oleh perusahaan yang mengalami keuntungan yang

tinggi. Kebijakan yang termasuk dalam income minimization adalah melakukan

write-off terhadap capital assets dan intangibles, membebankan biaya iklan dan

pengeluaran R&D, dan sebagainya.

3. Income maximization

Perusahaan yang cenderung melanggar perjanjian utang biasanya melakukan

income maximization. Dari perspektif teori akuntansi positif, manajer melakukan

maksimasi laba yang dilaporkan dengan tujuan untuk mendapatkan bonus.

4. Income smoothing

Merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan. Melalui

income smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi

fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak

beresiko tinggi.

Page 10: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

17

II.4 Perataan Laba

Perataan laba terkait erat dengan konsep earnings management. Pada

kenyataannya, manajer sering kali terlibat dalam praktik manajemen laba (earning

management), dan perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu bentuk dari

manajemen laba. Perataan laba mempunyai tujuan yang jelas, yaitu menghasilkan

pertumbahan laba yang stabil.

II.4.1 Definisi Perataan Laba

Anggapan bahwa perusahaan secara sengaja meratakan labanya diusulkan

pertama kali oleh Hepworth (1953) dan dikembangkan oleh Gordon (1964) dengan

serangkaian proposisi sebagai berikut :

1. Kriteria yang digunakan oleh manajemen dalam memilih prinsip akuntansi

adalah memaksimalkan utilitas atau kesejahteraan.

2. Kesejahteraan manajer yang ditingkatkan dengan (1) keamanan kerja manajer,

(2) tingkat pertumbuhan pendapatan manajer, dan (3) tingkat pertumbuhan

ukuran perusahaan.

3. Pencapaian dari tujuan manajemen yang dinyatakan dalam definisi kedua

tergantung pada kepuasan pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.

4. Kepuasan pemegang saham terhadap perusahaan meningkatkan laju

pertumbuhan pendapatan (atau rata-rata dari tingkat pengembalian atas ekuitas)

dan stabilitas pendapatan, sangat penting bagi para manajer untuk bebas

mencapai tujuan mereka sendiri.

Page 11: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

18

Menurut Koch dalam Suwito dan Herawaty (2005), perataan laba dapat

didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi

laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial

melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi.

Sedangkan Beidleman dalam Accounting Theory karya Belkaoui (2004)

mendefinisikan perataan laba sebagai berikut :

“Smoothing of reported earnings may be defined as the intentional dampening

or fluctuations about some level of earnings that is currently considered to be normal

for a firm. In this sense smoothing represents an attempt on the part of the firm’s

management to reduce abnormal variations in earnings to be extent allowed under

sound accounting and management principles”. (p.450).

Ketika laba yang dilaporkan di bawah laba yang diharapkan, maka manajemen

cenderung untuk menaikkan laba, dan apabila laba yang dilaporkan lebih besar dari laba

yang diharapkan, maka manajemen cenderung menurunkan jumlah laba yang

seharusnya dilaporkan.

II.4.2 Faktor Pendorong Perataan Laba

Berbagai macam faktor muncul untuk mendorong dilakukannya perataan laba.

Faktor yang diasumsikan menyebabkan manajer melakukan perataan laba menurut

Riahi-Belkaoui (2004) dalam buku Accounting Theory, adalah :

1. Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi pilihan-pilihan yang tersedia

untuk manajemen.

2. Skema kompensasi manajemen, yang terkait langsung dengan kinerja

perusahaan.

Page 12: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

19

3. Ancaman pergantian manajemen. (p.451).

Berikut adalah beberapa faktor yang mendorong manajemen melakukan perataan

laba dalam Sugiarto (2003) :

1. Kompensasi bonus

Pada penelitiannya, Healy menemukan bukti bahwa manajer yang tidak dapat

memenuhi target laba yang ditentukan akan memanipulasi laba agar dapat

mentransfer laba masa kini menjadi laba masa depan. Selain itu, menurut

Harahap (2005), pentingnya laporan keuangan mengundang manajemen untuk

meratakan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi.

2. Kontrak utang

Defond dan Jimbalvo (1994) dengan menggunakan model Jones, mengevaluasi

tingkat akrual perusahaan yang tidak dapat memenuhi target laba. Mereka

menemukan bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian utang telah

merekayasa labanya, satu periode sebelum perjanjian utang itu dibuat.

3. Faktor politik

Jones (1991) meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International

Trade Commision (ITC). Ia menemukan bukti bahwa produsen domestik

cenderung menurunkan laba dengan teknik discretionary accrual untuk

mempengaruhi keputusan regulasi impor. Naim dan Hartono (1996) meneliti

perusahaan yang diduga melakukan monopoli dan menemukan bahwa manajer

perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari undang-undang Anti-

Trust.

Page 13: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

20

4. Pengurangan pajak

Arens, Elder, Beasley (2005) mengatakan bahwa perusahaan melakukan perataan

laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah.

5. Perubahan CEO

Pourciao (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dilakukan dengan

meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian

eksekutif tak rutin.

6. Penawaran saham perdana

Clarkson (1992) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman earnings

forecast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham, karena publik

hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Banyak

perusahaan yang melakukan perataan laba demi mendapatkan dan

mempertahankan investor. (Jones, 2005).

II.4.3 Metode Perataan Laba

Berikut adalah pengklasifikasian metode perataan laba menurut beberapa ahli

sebagaimana tercantum dalam Assih dan Gudono (2000).

1. Bartov (1993)

a. Accrual based manipulation, yaitu manipulasi dengan menggunakan metode

atau taksiran akuntansi atau dengan memperlakukan transaksi yang

menyebabkan laba yang dilaporkan mendekati angka yang ditargetkan.

b. Real manipulation, yaitu memanipulasi dengan cara memaksimalkan aliran

kas yang diharapkan untuk saat ini.

Page 14: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

21

2. Dascher dan Malcom (1970)

a. Real smoothing, yaitu dengan sengaja melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dengan pertimbangan pengaruh perataannya terhadap laba.

b. Artificial smoothing, yaitu perataan laba dengan menerapkan prosedur

akuntansi untuk memindah biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke

periode yang lain.

3. Ronen dan Sadan (1975)

a. Perataan laba melalui kejadian dan/atau pendapatan dari satu periode ke

periode yang lain.

b. Perataan laba melalui alokasi selama periode tertentu.

c. Perataan laba melalui klasifikasi.

Sedangkan, menurut Riahi-Belkaoui (2004) ada dua jenis perataan laba, yaitu :

1. Intentional atau designed smoothing

Adalah keputusan atau pilihan yang dibuat untuk mengatur fluktuasi earnings

pada level yang diinginkan.

2. Natural smoothing

Adalah income generating process yang natural, bukan hasil dari tindakan yang

diambil oleh manajemen.

II.4.4 Teknik Perataan Laba

Dalam Sugiarto (2003) berbagi teknik yang dilakukan dalam perataan laba

adalah :

1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak

manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui

Page 15: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

22

kebijakan manajemen sendiri (accruals) misalnya, pengeluaran biaya riset dan

pengembangan. Selain itu, banyak juga perusahaan yang menggunakan

kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya

jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter dan laba kelihatan

stabil pada periode tertentu.

2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer mempunyai

wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu.

Misalnya, jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya

riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada periode itu untuk

menstabilkan laba.

3. Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk

mengklasifikasikan pos-pos laba rugi dalam kategori yang berbeda. Misalnya,

jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat

mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non-

operasi.

Sedangkan, menurut Leopold (1998), teknik pengelolaan laba perusahaan dapat

dilakukan dengan cara :

1. Income Shifting

Proses mengelola laba dengan cara memindahkan laba dari satu periode ke

periode lainnya. Pemindahan ini dapat dilakukan dengan cara mempercepat atau

menunda pengakuan dari pendapatan dan atau biaya. Cara-cara teknis yang dapat

dilakukan adalah :

Page 16: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

23

• Mempercepat pengakuan pendapatan. Misalnya dengan cara membujuk

dealer atau wholeseller agar membeli produk perusahaan ketika mendekati

akhir periode fiskal. Cara ini disebut channel loading.

• Penundaan pengakuan biaya yang dilakukan dengan cara mengkapitalisasi

biaya dan mengamortisasikannya ke masa datang. Misalnya, biaya penelitian

dan pengembangan, promosi, dan mengkapitalisasi bunga.

• Memindahkan beban ke periode berikutnya dengan cara mengadopsi metode

akuntansi tertentu. Sebagai contoh mengadopsi FIFO untuk penilaian

persediaan, menggunakan metode penyusutan garis lurus, dan lain

sebagainya.

• Membebankan sejumlah besar biaya pada satu waktu. Misalnya penilaian

kembali aset (asset impairment), biaya restrukturisasi perusahaan.

Pendekatan ini memungkinkan pengakuan beban lebih cepat dan akan

meringankan beban laporan keuangan pada periode berikutnya.

2. Classifying

Laba dapat pula dikelola dengan cara mengklasifikasikan pendapatan dan biaya

secara selektif. Cara yang paling biasa dilakukan adalah memasukkan biaya ke

dalam kategori unussual, nonrecurring items, laba (rugi) atas penghentian usaha

(discontinued operations) atau kategori akun lain yang kurang dianggap penting

oleh analis.

Page 17: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

24

II.4.5 Tujuan Perataan Laba

Tujuan dari perataan laba mendatangkan banyak pendapat dari para peneliti

terdahulu. Berbagai penelitian yang dilakukan membuktikan banyak tujuan yang

melatarbelakangi terjadinya perataan laba pada suatu perusahaan.

Adapun menurut Foster (1986) sebagaimana tercantum dalam Suwito et al.,

tujuan dari perataan laba yaitu antara lain :

1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut

memiliki resiko yang rendah.

2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di

masa mendatang.

3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.

4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.

5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

Sedangkan menurut Heyworth dalam Syahriana (2006), terdapat empat tujuan

manajemen melakukan perataan laba :

1. Mengurangi total pajak terutang.

2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan

yang stabil dinilai dapat mendukung kebijakan dividen yang stabil pula.

3. Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena pelaporan

penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan

kenaikan gaji dan upah.

4. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat dibandingkan dan

gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak.

Page 18: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

25

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perataan laba yang dilakukan

oleh manajemen bertujuan untuk menjaga laba perusahaan tetap stabil dari tahun ke

tahun.

II.5 Saham

Mengacu pada Kieso et al. (2005), mendefinisikan saham sebagai berikut :

“Common stock is the residual corporate interest that bears the ultimate risk of loss and

receives the benefit of success. It is guaranteed neither dividends nor assets upon

dissolutions”. (p.722).

Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi harga

saham, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan sebaliknya. Harga saham

yang terlalu rendah sering diartikan bahwa kinerja perusahaan kurang baik. Namun bila

harga saham terlalu tinggi dapat mengurangi minat investor untuk berinvestasi sehingga

harga saham sulit untuk meningkat lagi.

II.5.1 Klasifikasi Saham

Menurut Fakhruddin (2008), klasifikasi saham dapat dibedakan atas beberapa

hal, seperti berikut ini :

1. Berdasarkan cara peralihan hak, saham dapat dibedakan atas

a. Saham atas unjuk atau bearer stocks, artinya pada saham tersebut tidak

tertulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke

investor lainnya.

Page 19: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

26

b. Saham atas nama atau registered stocks, merupakan saham yang ditulis

dengan jelas siapa pemiliknya, dimana cara peralihannya harus nelalui

prosedur tertentu.

2. Berdasarkan hak tagihan atau klaim, maka saham terbagi atas :

a. Saham biasa atau common stocks, yaitu saham yang menempatkan

pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta

kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa

merupakan saham yang paling banyak dikenal dan diperdagangkan di pasar.

b. Saham preferen atau preferred stocks, merupakan saham yang memiliki

karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa

menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak

mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.

3. Berdasarkan kinerja saham, maka saham dikategorikan atas :

a. Blue chip stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki

reputasi tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis, memiliki pendapatan

yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

b. Income stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan

membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada

tahun sebelumnya.

c. Growth stocks (well known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki

pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis

yang memiliki reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stocks (lesser

known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai pemimpin dalam industri

namun memiliki ciri seperti growth stocks (lesser known).

Page 20: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

27

d. Speculative stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara

konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki

kemampuan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum

pasti.

e. Counter cyclical stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi

ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi

ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu

memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten

dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. (h.132).

II.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Harga saham berubah-ubah setiap saat berdasarkan informasi yang diperoleh

investor di bursa efek. Dalam aktivitas di pasar modal, harga saham merupakan faktor

penting yang diperhatikan investor dalam melakukan investasi. Menurut Juniarti (2005)

mengatakan bahwa harga saham di pasar modal setiap saat bisa mengalami perubahan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham, antara lain :

1. Harapan investor terhadap tingkat pendapatan dividen untuk masa yang akan

datang. Apabila tingkat pendapatan dan dividen suatu saat stabil maka harga

saham cenderung stabil. Sebaliknya jika tingkat pendapatan dan dividen

berfluktuasi karena siklus perusahaan atau perubahan teknologi maka harga

saham berfluktuasi juga.

2. Kondisi perekonomian

Kondisi yang akan datang selalu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian saat ini.

Apabila kondisi perekonomian saat ini stabil dan mantap maka investor optimis

Page 21: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

28

terhadap kondisi yang akan datang sehingga harga saham cenderung stabil dan

demikian sebaliknya.

3. Tingkat pendapatan perusahaan

Tingkat pendapatan tercermin dari earning per share (EPS) terkait dengan

kenaikan harga saham. Apabila fluktuasi dari EPS semakin besar maka harga

saham akan semakin besar pula.

Selain faktor internal perusahaan, faktor eksternal perusahaan juga

mempengaruhi perdagangan saham. Faktor-faktor diluar perusahaan yang dapat

mempengaruhi perdagangan saham antara lain kebijakan pemerintah, perkembangan

kurs, kondisi bursa, volume dan frekuensi di bursa, kekuatan pasar, tingkat inflasi,

kebijakan moneter, kondisi ekonomi dan keadaan politik.

II.5.3 Return Saham

Pada dasarnya investor termotivasi untuk melakukan investasi pada suatu

instrumen dengan harapan mendapatkan return yang sesuai. Return merupakan tingkat

keuntungan yang diperoleh investor atas investasi yang dilakukan. Return investasi

tergantung pada instrumen investasinya. Ada yang menjamin tingkat kembalian yang

akan diterima, misalnya sertifikat deposito di bank yang memberikan bunga sebesar

persentase tertentu.

Lain halnya dengan saham. Saham tidak menjanjikan return yang pasti bagi

investor sehingga dalam melakukan investasi, investor akan selalu memperhitungkan

hasil atas saham (return) yang dimilikinya. Menurut Wahyudi (2003), return saham

adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham yang dilakukannya.

Return tersebut memiliki dua komponen yaitu current income dan capital gain.

Page 22: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

29

Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui

pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil kinerja perusahaan.

Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga

jual dan harga beli saham.

Dengan melakukan perataan laba maka perusahaan akan mampu mengendalikan

abnormal return yang terjadi ketika laba diumumkan. Apabila pengumuman laba

merupakan good news bagi investor, maka harga saham yang meningkat akan

memberikan return tersendiri bagi investor, sehingga hal tersebut menarik perhatian

investor untuk berinvestasi pada perusahaan.

Namun, apabila pengumuman laba menjadi bad news bagi investor, maka harga

saham yang turun akan menyebabkan investor menarik atau melepaskan investasinya

dari perusahaan. Dengan demikian, laba yang relatif stabil diharapkan akan

meningkatkan persepsi pihak eksternal atas kinerja perusahaan.

II.6 Pengukuran Perataan Laba dan Return Saham

Foster (1986) dalam Suwito et al., menyebutkan bahwa pengumuman yang

berhubungan dengan laba (Earning Related Announcement) merupakan salah satu

pengumuman yang dapat mempengaruhi harga sekuritas atau saham. Beaver (1968)

dalam Assih (2000) menyebutkan bahwa bila pengumuman laba tahunan mengandung

informasi, variabilitas perubahan harga akan tampak lebih besar pada saat laba

diumumkan daripada saat lain selama tahun yang bersangkutan karena terdapat

perubahan dalam keseimbangan nilai harga saham saat itu selama periode pengumuman

(h.37).

Page 23: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

30

Untuk membedakan perata dan bukan perata digunakan indeks Eckel dengan

formula sebagai berikut :

Dimana :

Δ S : Perubahan pendapatan operasional dalam satu periode

Δ I : Perubahan laba operasional dalam satu periode

CV : Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan nilai yang

diharapkan (ukuran rata-rata dari variabel)

Dasar pengambilan keputusan :

1. Apabila Indeks Eckel >1 maka perusahaan adalah perata, dan

2. Apabila Indeks Eckel <1 maka perusahaan bukanlah perata laba.

Sedangkan untuk menghitung return saham dalam penelitian ini, dihitung

berdasarkan waktu pelaporan laporan keuangan kepada BEI, yang diasumsikan paling

lambat adalah pada tanggal 31 Maret. Return tersebut dapat dihitung dengan rumus :

Dimana :

Pt : Harga jual terakhir saham perusahaan pada hari ke t

Pt-1 : Harga jual terakhir saham perusahaan pada hari ke t-1

Return Saham = (Pt – Pt-1) Pt-1

Indeks Perataan Laba = CV Δ S / CV Δ I

Page 24: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

31

II.7 Penelitian Terdahulu

Di Indonesia, penelitian mengenai tindakan perataan laba telah banyak

dilakukan. Penelitian mengenai perataan laba akan dikelompokkan menjadi dua bagian

seperti berikut :

II.7.1 Penelitian Mengenai Tindakan Perataan Laba di Pasar Modal Indonesia

II.7.1.1 Anna Suzanti (2001) – Analisis Pengaruh Perataan Laba terhadap Return

Saham dan Resiko pasar saham Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah ada pengaruh perataan laba

terhadap return saham dan resiko pasar saham untuk perusahaan yang tercatat di Bursa

Efek Jakarta. Selain itu, penelitian ini juga menguji apakah ada perbedaan antara return

saham dan resiko pasar saham perusahaan yang melakukan perataan laba dengan return

saham dan resiko pasar saham perusahaan yang tidak melakukan perataan laba.

Sampel yang digunakan sebanyak 130 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Teknik

analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana untuk menguji pengaruh

perataan laba terhadap return dan resiko pasar saham dan digunakan uji z untuk menguji

perbedaan antara return saham dan resiko pasar saham perusahaan yang melakukan

perataan laba dengan return saham dan resiko pasar saham perusahaan yang tidak

melakukan perataan laba.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh perataan laba atas return

saham dan resiko pasar saham perusahaan perata laba. Return saham perusahaan perata

laba berbeda secara nyata dengan return saham perusahaan bukan perata laba. Penelitian

Page 25: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

32

ini juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara resiko pasar saham perusahaan

perata laba dengan resiko pasar saham perusahaan bukan perata laba.

II.7.1.2 Ratno Agriyanto (2006) – Analisis Perataan Laba dan Pengaruhnya

Terhadap Reaksi Pasar dan Resiko Investasi pada Perusahaan Publik di

Indonesia

Dalam penelitian ini, permasalahan yang dibahas adalah apakah terdapat

perbeadaan reaksi pasar dan rata-rata resiko investasi antara perusahaan perata laba dan

bukan perata. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan sampel yang

diambil adalah sebanyak 62 perusahaan yang diambil melalui metode purposive

sampling.

Melalui perhitungan indeks Eckel, sampel penelitian terbagi atas 48 perusahaan

sebagai perata laba dan 14 bukan perata laba. Data penelitian dikumpulkan dengan

dokumentasi. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan teknik analisis regresi

berganda dan uji t sampel independen setelah memenuhi beberapa syarat pengujian dan

asumsi klasik.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa reaksi pasar yang dilihat pada tiga hari

setelah pengumuman laba tidak menunjukkan perbedaan reaksi pasar antara perusahaan

perata laba dengan perusahaan bukan perata dengan tingkat signifikansi 5%. Disamping

itu, hasil penelitian ini juga tidak menunjukkan perbedaan resiko investasi antara

perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata dengan tingkat signifikansi 5%.

Page 26: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

33

II.7.1.3 Syahril Djaddang (2006) – Analisis Hubungan Perataan Laba dengan

Ekspektasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Jakarta

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengaruh dan hubungan

perataan laba (net earnings, leverage, total asset, dan discretionary accrual) terhadap

ekspektasi kinerja masa depan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak

36 perusahaan manufaktur yang terdafatr di Bursa Efek Jakarta yang dipilih dengan

metode purposive sampling.

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dalam pengumpulan datanya

dan menggunakan Modified Jones Model sebagai asumsi perataan laba. Metode analisis

data yang digunakan adalah statistik deskriptif, uji normalitas, uji asumsi klasik, dan uji

hipotesis yang menggunakan uji korelasi, uji regresi berganda, uji f dan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel net earnings, leverage, dan total

asset mempunyai hubungan positif terhadap ekspektasi laba masa depan perusahaan,

sedangkan variabel discretionary accrual tidak mempunyai hubungan positif dengan

ekspektasi laba masa depan perusahaan. Namun, hubungan antara variabel net earnings,

leverage, dan total asset terhadap ekspektasi laba masa depan adalah hubungan dengan

korelasi positif lemah.

Page 27: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

34

II.7.1.4 Yuliana Mawarti (2007) – Pengaruh Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar

pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta

Penelitian ini melihat bagaimana pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar

pada perusahaan manufaktur yang ada di Bursa Efek Jakarta. Populasi dalam penelitian

ini hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar di Busa Efek Jakarta. Sampel yang

diambil sebanyak 58 perusahaan dimana 32 perusahaan dikategorikan melakukan

perataan laba dan 26 perusahaan tidak melakukan perataan laba.

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan

tahunan perusahaan pada Bursa Efek Jakarta. Return yang diharapkan dalam penelitian

ini dihitung berdasarkan mean adjusted model dan perataan laba diukur menggunakan

Indeks Eckel. Teknik analisis data menggunakan persamaan garis regresi yang dihitung

dengan menggunakan analisis Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan perataan laba mempunyai

pengaruh negatif terhadap reaksi pasar yang diukur menggunakan CAR pada perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

perusahaan yang melakukan perataan laba dinilai negatif sehingga pasar tidak bereaksi

pada saat pengumuman laba. Perhitungan regresi sederhana menunjukkan bahwa

perataan laba berkontribusi rendah terhadap reaksi pasar.

Page 28: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

35

II.7.1.5 Muhammad Aulia Rahman (2008) – Analisa Pengaruh Perataan Laba

terhadap Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis adanya kandungan informasi di

seputar tanggal pengumuman laba untuk mengetahui adanya reaksi pasar dan

menganalisis tingkat pengaruh tindakan perataan laba terhadap reaksi pasar tersebut.

Pengujian kandungan informasi ini dilakukan dengan melakukan penghitungan terhadap

nilai mutlak abnormal return dan menggunakan model estimasi market model untuk

mengetahui return ekspektasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa harga

saham perusahaan yang mengumumkan laba serta Indeks Harga Saham Gabungan yang

diperoleh dari Pojok Bursa Universitas Islam Indonesia. Sampel yang diambil dalam

penelitian ini adalah sebanyak 59 perusahaan dengan metode purposive sampling. Data

perusahaan kemudian dianalisis dengan uji distribusi t.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa reaksi pasar yang diproksikan dengan

nilai mutlak abnormal return pada perusahaan perata laba lebih kecil bila dibandingkan

dengan reaksi pasar pada perusahaan bukan perata laba. Hal ini ditunjukkan dengan

hasil pengujian statistik yang menghasilkan kesimpulan rata-rata nilai mutlak abnormal

return perusahaan perata laba lebih kecil dari nilai mutlak abnormal return perusahaan

bukan perata laba.

Rangkuman dari hasil penelitian-penelitian terdahulu di atas dapat dilihat pada

tabel II.1 pada bagian lampiran.

Page 29: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

36

II.7.2 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba

II.7.2.1 Nani Syahriana (2006) – Analisis Perataan Laba dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi

praktik perataan laba yaitu besaran perusahaan, net profit margin, operating profit

margin, dan return on asset. Sampel penelitian berjumlah 73 perusahaan. Pemisahan

antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan yang tidak melakukan dengan

menggunakan Indeks Eckel terhadap laba operasi.

Analisis statistik yang digunakan terdiri dari pengujian univariate untuk

mengetahui signifikan tidaknya perbedaan antara perusahaan perata dan bukan perata,

dalam hal ini menggunakan uji t jika data berdistribusi normal dan Mann-Whitney Test

jika data tidak berdistribusi normal. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perataan laba dilakukan pengujian multivariate dengan menggunakan logistic

regression.

Hasil perhitungan dengan Indeks Eckel menunjukkan bahwa sebanyak 15

perusahaan yang melakukan praktik perataan laba. Sedangkan dari hasil analisis regresi

logistik baik secara serentak maupun terpisah terhadap keempat variabel independen

yang diduga berpengaruh pada praktik perataan laba ternyata hanya operating profit

margin yang terbukti berpengaruh. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa

besaran perusahaan, net profit margin dan return on asset tidak berpengaruh pada

praktik perataan laba, hanya operating profit margin yang dapat mempengaruhi

perusahaan untuk melakukan tindakan tersebut.

Page 30: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

37

II.7.2.2 Diefky Berryllian (2007) – Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh

terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur dan Keuangan

yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya

perataan laba pada perusahaan manufaktur dan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta. Sampel terdiri dari 52 perusahaan dan faktor yang diuji dalam penelitian ini

adalah besaran perusahaan, net profit margin, operating profit margin, dan kelompok

usaha.

Untuk mengidentifikasi perusahaan yang melakukan praktik perataan laba

dengan menggunakan Indeks Eckel. Metode statistik yang digunakan adalah statistik

inteference meliputi pengujian univariate, seperti Mann-Whitney Test dan Two-

Independent sample t-Test.

Pengujian yang dilakukan univariate menunjukkan bahwa besaran perusahaan,

net profit margin , operating profit margin dan kelompok usaha tidak berpengaruh

terhadap tindakan perataan laba. Hasil pengujian univariate tersebut didukung oleh hasil

pengujian multivariate yang dilakukan secara serentak maupun terpisah yang

menunjukkan keempat variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap praktik perataan

laba.

Page 31: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

38

II.7.2.3 Diastiti Okkarisma Dewi (2010) – Pengaruh Jenis Usaha, Ukuran

Perusahaan dan Financial Leverage terhadap Tindakan Perataan Laba

pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Penelitian ini menguji pengaruh jenis usaha, ukuran perusahaan dan financial

leverage terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur dan keuangan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan 61 perusahaan

manufaktur dan 42 perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Untuk menentukan praktik perataan laba digunakan Indeks Eckel. Pengujian

hipotesis menggunakan model analisis Ordinary Least Square (OLS) untuk menguji

pengaruh dari jenis usaha, ukuran perusahaan dan financial leverage terhadap tindakan

perataan laba.

Hasil penelitian membuktikan bahwa jenis usaha dan ukuran perusahaan tidak

berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur

dan keuangan. Sedangkan, financial leverage pada perusahaan manufaktur tidak

berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba, tetapi berpengaruh signifikan

terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan keuangan.

Rangkuman dari hasil penelitian-penelitian terdahulu di atas dapat dilihat pada

tabel II.2 pada bagian lampiran.

Page 32: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

39

II.8 Pengembangan Hipotesis

Sebagaimana diuraikan dalam landasan teori, salah satu faktor yang diasumsikan

menyebabkan manajer melakukan perataan laba adalah mekanisme pasar kompetitif.

Clarkson (1992) dalam Sugiarto (2003) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman

earning forecast dengan tingkat penjualan saham, karena publik hanya melihat laporan

keuangan yang dilaporkan pada regulator.

Beaver (1968) dalam Assih (2000) juga menyebutkan bahwa perilaku harga dan

volume sekitar tanggal pengumuman mengindikasikan bahwa laba tahunan mengandung

informasi yang relevan untuk penilaian perusahaan.

Net earnings merupakan salah satu faktor penentu perataan laba. Harahap (2005)

menyatakan bahwa melalui perataan laba, laba tersebut dapat diatur sedemikian rupa

oleh manajemen sehingga laba yang dihasilkan tidak berfluktuasi secara signifikan dan

terlihat lebih stabil. Semakin besar net earnings suatu perusahaan, semakin besar pula

harapan investor akan kenaikan return saham sehingga perusahaan akan cenderung

melakukan perataan laba.

Berdasarkan teori tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah seperti berikut :

Ha.1 : Net earnings mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan

perata laba.

Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya

perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran

perusahaan, yaitu total asset, total sales, jumlah karyawan, dan lain sebagainya.

Moses (1987) menemukan bukti bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki

dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan

Page 33: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

40

perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek

pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum).

Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor penentu perataan laba karena

semakin besar ukuran suatu perusahaan maka perusahaan tersebut diharapkan dapat

menghasilkan laba yang lebih besar pula. Akibat dari kondisi tersebut, maka pihak

perusahaan akan cenderung meratakan labanya untuk menarik investor. Semakin besar

ukuran suatu perusahaan maka semakin besar juga harapan investor akan kenaikan

return saham.

Berdasarkan teori tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah seperti berikut :

Ha.2 : Total asset mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan

perata laba.

Ha.3 : Total sales mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan

perata laba.

Menurut Sartono (2001), leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang

untuk membiayai investasi. Leverage merupakan salah satu faktor penentu perataan

laba. Sebagaimana disebutkan dalam teori, salah satu faktor pendorong perataan laba

adalah perjanjian utang. Dimana dalam perjanjian tersebut, pihak perusahaan harus

menjaga tingkat utang yang dimilikinya. Semakin tinggi utang suatu perusahaan, maka

perusahaan tersebut akan cenderung meratakan labanya untuk menarik investor.

Semakin besar tingkat utang suatu perusahaan maka semakin besar pula resiko

yang dihadapi investor. Akibat dari kondisi tersebut, investor akan mengharapkan return

yang semakin tinggi sehingga perusahaan akan cenderung melakukan praktik perataan

laba untuk tetap menjaga tingkat utangnya.

Page 34: 2011-2-00099 AK 7 BAB II

41

Berdasarkan teori tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah seperti berikut :

Ha.4 : Leverage mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan perata

laba.

Dalam penelitian Syahriana (2006), operating profit margin merupakan salah

satu variabel independen yang mempengaruhi praktik perataan laba. Menurut Assih

(2000), perusahaan yang memiliki profit yang lebih tinggi cenderung melakukan

perataan laba dibandingkan perusahaan yang memiliki profit rendah.

Operating profit margin adalah rasio untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu

perusahaan. Sama halnya dengan net earnings, investor juga lebih menyukai tingkat

profitabilitas yang cenderung stabil dibandingkan dengan yang berfluktuasi secara

signifikan. Operating profit margin merupakan salah satu faktor penentu perataan laba

karena semakin tinggi profit suatu perusahaan maka semakin tinggi juga harapan

investor akan kenaikan return saham.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah

sebagai berikut :

Ha.5 : Operating profit margin mempunyai pengaruh positif terhadap return saham

perusahaan perata laba.