Author
giritama-irwantoro
View
42
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
addddffv
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Tn. Yustinus Untung
Usia : 46 tahun
Alamat : Sontomayan
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk RS : 26 September 2013, pukul 17.20 WIB
Tanggal keluar RS : 9 Oktober 2013
B. Anamnesis
Keluhan utama : perut membesar terasa kencang dan panas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan perut
membesar sejak 1 bulan yang lalu, perut terasa lebih kencang dan panas sejak
tadi pagi pukul 10.00 WIB. Pasien mengeluh sesak nafas dan sulit tidur.
Sesak nafas bertambah berat saat perutnya semakin membesar dan pada
posisi duduk. Pasien merasa lebih baik dengan posisi terlentang. Selain itu,
pasien juga mengeluh BAB cair sebelum masuk RS ± 10x dalam sehari,
warna kuning, lendir (+), darah (-), BAK tidak lancar, warna seperti teh, mual
(+), muntah (-), nyeri perut terus menerus, batuk (-), pasien merasa lemas,
pusing, pinggang terasa panas dan tidak nafsu makan.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi dan penyakit jantung disangkal. Pasien sudah sering
berobat ke poliklinik penyakit dalam dan sudah pernah mondok di RS 3 kali.
Pasien rutin hemodialisa 2 kali dalam seminggu sejak mulai didiagnosis gagal
ginjal ± 2 tahun yang lalu. Riwayat diabetes melitus (-), asthma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), asthma (-).
Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien merupakan seorang petani tembakau, jagung dan sayur-sayuran yang
tinggal bersama istrinya. Pasien memiliki 2 orang anak perempuan yang
sudah menikah dan memiliki 2 cucu. Kegiatan sehari-hari adalah pergi ke
ladang, akan tetapi sekitar satu setengah tahun belakangan ini pasien memiliki
keterbatasan dalam beraktifitas karena kondisi fisiknya yang semakin
menurun. Sebelumnya pasien memiliki kebiasan merokok sejak usia 18
tahun, akan tetapi sudah berhenti merokok sejak 2 tahun terakhir. Pasien juga
memiliki kebiasaan sering meminum minuman penambah stamina selama 1
tahun sebelum didiagnosis gagal ginjal. Pasien hidup pas-pasan yang tinggal
di lereng gunung sindoro dengan istri sebagai ibu rumah tangga dan kadang
ikut membantu di ladang.
2
Anamnesis Sistem
Sistem cerebrospinal : sadar, demam (-), lemas (+), pusing (+), nyeri
kepala (+), kejang (-), kaku kuduk(-).
Sistem Indra
Mata : berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (+) saat setelah
hemodialisis saja.
Hidung : mimisan (-), pilek (-).
Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan
(-), darah (-).
Mulut : sariwan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (+), lecet di
sudut bibir (+).
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (+) seperti tertindih, berdebar-debar (+).
Sistem Respiratorius : sesak nafas (+) terutama saat posisi duduk, batuk
(-), pilek (-).
Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (+) terasa kencang, panas, dan perih.
Mual (-), muntah (-), flatus jarang, BAB (-) ± 4 hari,
riwayat sakit magh (+).
Sistem Urogenital : BAK sedikit ± 4 hari, warna seperti teh, nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-).
Sistem Intergumentum : sianosis (-), kuning (-), pucat (+), turgor kulit
jelek, kulit tampak hitam (+), kulit kering (+), kulit
gatal (+).
3
Sistem Muskuloskeletal : gerak (-) lemas, kaku (-), pegel-pegel (+) pada
bahu dan kaki, punggung terasa panas.
Ekstremitas
Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), terasa dingin (-), kesemutan (+)
kadang-kadang, berkeringat (+), bengkak (-), edema (-), sakit sendi (-).
Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), terasa dingin (-), kesemutan (+)
kadang-kadang, berkeringat (-), edema (-), sakit sendi (-).
C. Pemeriksaan fisik
Status generalisata
Kesadaran : compos mentis, tampak kesakitan.
Tanda vital
Tekanan darah : 134/77 mmHg, lengan kanan, setinggi jantung.
Nadi : 92x/mnt, isi dan tegangan cukup, kuat angkat.
Suhu : 37,6 ºC
Respirasi rate : 28x/mnt
Pemeriksaan Kepala : Mesocephal, rambut tipis hitam, pertumbuhan
rambut merata.
Wajah : simetris, kulit wajah hitam (+)
Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva anemis (+/+),
sclera ikterik (+/+), reflek cahaya (+/+), pupil isokor, katarak (-).
Hidung : bentuk hidung normal, deformitas (-), epistaksis
(-), discharge (-), pernafasan cuping hidung (-).
4
Telinga : bentuk telinga luar normal, pendengaran berkurang
(-), discharge (-), nyeri tekan (-).
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), gusi berdarah
(-), tidak ada pembesaran tonsil.
Pemeriksaan Leher : JVP ≠↑, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kaku
kuduk (-).
Pemeriksaan Thoraks : dinding dada simetris kanan-kiri, tidak ada retraksi
dinding dada.
Cor
Inspeksi : iktus kordis terlihat di SIC V
Palpasi : iktus kordis teraba pada SIC V
Perkusi : redup
Batas jantung :
- Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
- Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
- Kiri atas : SIC II linea midclavicularis sinistra
- Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 > S2 tunggal, irama regular, bising jantung (-).
Pulmo
Inspeksi : deformitas (-), sikatrik (-), retraksi subcosta (-/-),
retraksi intercosta (-/-), ketertinggalan gerak (-).
5
Palpasi : ketertinggalan gerak (-), vocal fremitus sama
antara kanan dan kiri.
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara dasar paru vesikuler (+/+), ST (-).
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut tampak asites, umbilicus datar, kulit terlihat
kencang dan mengkilat, tampak adanya venektasi dan spider nervi.
Auskultasi : bising usus (+) menurun.
Perkusi : redup, pekak beralih (+), undulasi (+).
Palpasi : teraba kencang, nyeri tekan abdomen (+).
Pemeriksaan Anogenital : tidak dilakukan
Ekstremitas : deformitas (-), edema ekstremitas (-), pitting (-),
akral hangat (+).
D. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
Diagnosis kerja : Gagal Ginjal Kronik stage 5 dengan asites
Diagnosis banding : Sirosis hepatis, hepatorenal sindrom, sindrom
nefrotik
E. Plan
EKG, pemeriksaan laboratorium darah rutin, GDS, ureum, kreatinin, asam
urat, profil lipid, SGOT, SGPT.
6
F. Follow up
Pemeriksaan (27/9/2013) (28/9/2013) (29/9/2013) (30/9/2013)
S/ Sesak nafas,
diare 9x/hari,
cair, kadang
ada lendir,
nyeri perut,
BAK sedikit,
nyeri BAK (-),
↓ nafsu makan.
Sesak nafas,
diare 5x/hari,
cair, nyeri
perut, BAK
sedikit warna
seperti teh,
nyeri saat
BAK, ↓ nafsu
makan.
Sesak nafas ↓,
diare 2x/hari,
nyeri perut,
sudah mau
makan bubur.
diare (-), nyeri perut,
BAK ada darah, nyeri
saat BAK, BAB (-),
mau makan bubur.
Vital Sign :
TD
HR
RR
T
130/90 mmHg
98x/mnt
28x/mnt
37,5 ºC
110/80 mmHg
88x/mnt
28x/mnt
36,5 ºC
130/90 mmHg
88x/mnt
32x/mnt
36,5 ºC
130/90 mmHg
84x/mnt
36x/mnt
37,1 ºC
O/ KU Sedang,
kesakitan
Sedang Sedang Sedang
Kesadaran CM CM CM CM
Pernafasan Regular,
dangkal
Regular,
dangkal
Regular, cepat,
dangkal
Regular, cepat,
dangkal
Kepala CA -/-, SI +/+ CA +/+, SI +/+ CA +/+, SI +/+ CA +/+, SI +/+
Leher JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑
7
Thoraks C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+,
ST (-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+,
ST (-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+,
ST (-).
C : S1>S2, tunggal,
irama regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+, ST (-).
Abdomen Asites, BU (+)
↑, NT (+),
nyeri ketok
ginjal (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+)
Asites, BU (+) N, NT
(+).
Ekstremitas Edema
ekstremitas
(--/--), akral
dingin, tampak
kuning.
Edem
ekstremitas
(--/--), tampak
pucat dan agak
kuning.
Edem
ekstremitas
(--/--), tampak
pucat dan agak
kuning.
Edem ekstremitas
(--/--), tampak pucat
dan agak kuning.
Lain-lain Tx : inf. NaCl,
Inj. Farsix,
lodia 3x1,
diagit 3x1,
CaCO3 3x1,
Bicnat 3x1.
Tx : diagit 4x1,
Metronidazol
2x500 mg.
Tx lanjut Tx : inf. D5%, inj.
Furosemid 3x1, inj.
Ceftriaxon 1x1, inj.
Alinamin 3x1, bicnat
3x1, aminoral 3x1,
furosemid 3x1, opilax
syr 2x 1C, as. Folat
2x1, tenapril 1x1.
8
Pemeriksaan (1/10/2013) (2/10/2013) (3/10/2013) (4/10/2013)
S/ Nyeri perut
(+), nafsu
mkan ↓, BAB
(-), BAK
sedikit.
Perut terasa
perih, nafsu
makan ↓, BAB
(-), BAK
sedikit.
Nyeri perut
dan terasa
penuh, nafsu
makan ↓, BAB
(-), BAK (-).
Nyeri perut, nafsu
makan ↓, minum ↓,
BAB (-), flatus (+)
jarang, BAK sedikit,
kadang sesak nafas.
Vital Sign :
TD
HR
RR
T
110/70 mmHg
72x/mnt
24x/mnt
36,6 ºC
110/80 mmHg
80x/mnt
28x/mnt
37 ºC
120/80 mmHg
72x/mnt
24x/mnt
36,7 ºC
120/80 mmHg
80x/mnt
28x/mnt
36,5 ºC
O/ KU Sedang Sedang Sedang Sedang
Kesadaran CM CM CM CM
Pernafasan Regular Reguler Regular reguler
Kepala CA +/+, SI +/+ CA +/+, SI +/+ CA -/-, SI +/+ CA -/-, SI +/+
Leher JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑
Thorax C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+,
ST (-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : RK +/-.
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+,
ST (-).
C : S1>S2, tunggal,
irama regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+, ST (-).
9
Abdomen Asites, BU (+)
N, NT (+),
venektasi (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+) N, NT
(+).
Ekstremitas Edema
ekstremitas
(--/--), pucat.
Edema
ekstremitas
(--/--), pucat.
Edema
ekstremitas
(--/--), akral
hangat.
Edema ekstremitas
(--/--), akral hangat.
Lain-lain Jadwal
hemodialisis
ditunda,
rencana
transfusi PRC
2 kolf.
Tindakan
pungsi
abdomen :
keluar cairan 4
liter.
Tx : PRC 1
kolf/hr, Inj.
Alinamin F
3x1, Opilax
syr 2x1C
PRC 1 kolf/hr
Tx oral lanjut
Hemodialisis
lanjutkan.
Tx oral lanjut
(5/10/2013) (6/10/2013) (7/10/2013) (8/10/2013) (9/10/2013)
Nyeri perut
semakin
bertambah (+),
nafsu mkan ↓,
Perut terasa
kencang dan
sakit, pinggang
terasa panas,
Perut terasa
panas, pusing
berputar, lemas,
kadang sesak,
Perut terasa
panas, pusing ↓,
lemas, BAB (-),
BAK sedikit.
Sakit perut (-),
kejang (-),
lemas (-), BAB
(+), BAK (+)
10
BAB (-), BAK
sedikit, sesak,
jam 03.50
kejang.
180/100mmHg,
98x/mnt.
tidak bisa tidur,
lemas, nafsu
makan ↓, BAK
sedikit, BAB (-),
sesak ↓, kejang
jam 07.00 ± 20
mnt.
sudah bisa tidur,
BAB sedikit
warna kuning,
BAK sedikit.
jarang.
130/80mmHg
104x/mnt
20x/mnt
37,3 ºC
130/90 mmHg
84x/mnt
21x/mnt
36,7 ºC
140/100 mmHg
80x/mnt
28x/mnt
36,2 ºC
150/100 mmHg
92x/mnt
28x/mnt
36,3 ºC
150/90 mmHg
84x/mnt
24x/mnt
36,5 ºC
Sedang sedang Sedang Sedang sedang
CM CM CM CM CM
Regular reguler Reguler Regular reguler
CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/-
JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+,
ST (-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+, ST
(-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+, ST
(-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+, ST
(-).
C : S1>S2,
tunggal, irama
regular, bising
jantung (-).
P : SDV +/+, ST
(-).
11
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Asites, BU (+)
N, NT (+).
Edema
ekstremitas
(--/--), akral
hangat.
Edema
ekstremitas
(--/--), akral
hangat.
Edema
ekstremitas
(--/--), akral
hangat.
Edema
ekstremitas
(--/--), akral
hangat.
Edema
ekstremitas
(--/--), akral
hangat.
Tx : Opilax syr
2x1C, Inj.
Diazepam ½
Amp IV, ½
Amp IM bila
kejang.
Tx lanjut Transfusi PRC
bila Hb ≤10
Tx lanjut
Hemodialisis
Tx lanjut
Tx lanjut
Boleh pulang
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah rutin (26/9/2013)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin L 11,0 g/dl 13,2 – 17,3
Leukosit H 16,9 10^3/ul 3,8 – 10,6
Eosinofil L 0,00 % 2,00 – 4,00
Basofil 0,20 % 0 – 1
Neutrofil H 92,20 % 50 – 70
Limfosit 4,50 % 25 – 40
Monosit 3,10 % 2 – 8
12
Hematokrit L 33 % 40 - 52
Eritrosit 4,2 10^4/ul 4,40 – 5,90
Trombosit 248 10^3/ul 150 – 400
MCV 79 Fl 80 – 100
MCH 26 Pg 26 – 34
MCHC 33 g/dl 32 - 36
Kimia klinik (26/10/2013)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
GDS 84 mg/dL 70 - 150
Ureum H 101,7 mg/dL < 50
Creatinin H 9,30 mg/dL 0,60 – 1,10
Asam urat 6,1 mg/dL 2,0 – 7,0
Cholesterol total 82 mg/dL < 220
Trigliserid L 54 mg/dL 70,0 – 140,0
SGOT 46,0 U/L 0 – 50
SGPT 41 U/L 0 - 50
Tanggal 28/10/2013
Pemeriksaan Hasil Saruan Nilai rujukan
Hemoglobin L 7,9 g/dl 13,2 – 17,3
Ureum H 82,4 mg/dL < 50
Creatinin H 6,6 mg/dL 0,60 – 1,10
13
Tanggal 5/10/2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Albumin L 2,00 g/dL 3,8 – 5,3
Bilirubin total H 2,50 mg/dL 0,1 – 1,0
Bilirubin direk 0,40 mg/dL 0 – 0,04
Bilirubin indirek 2,0 mg/dL
Tanggal 7/10/2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
GDS 116 mg/dL 70 -150
Tanggal 8/10/2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin L 9,9 g/dl 13,2 – 17,3
Ureum H 234,8 mg/dL < 50
Creatinin H 16,10 mg/dL 0,60 – 1,10
H. Diagnosis Akhir
Gagal Ginjal Kronik stage 5 dengan asites.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Ginjal memiliki fungsi yang penting bagi tubuh yaitu membersihkan
tubuh dari bahan-bahan sisa hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh
metabolisme dengan cara mengekskresikannya ke dalam urin, sementara zat-
zat yang masih dibutuhkn oleh tubuh dikembalikan lagi ke dalam darah.
Selain itu, ginjal juga memiliki fungsi utama yang tidak kalah pentingnya
yaitu untuk mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Produk sisa
metabolisme yang dibuang oleh ginjal antara lain urea (dari metabolism asam
amino), kreatinin (dari keratin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk
akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit berbagai
hormon. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya 1.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat
menjalankan fungsinya secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama
darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami penyaringan melalui
pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa
metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai
serta cairan akan melewati membran kapiler, sedangkan untuk sel darah
merah, protein dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap tertahan di dalam
darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal yang
disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrate akan diproses di dalam tubulus
15
ginjal. Pada tubulus ginjal, air dan zat-zat yang masih berguna yang
terkandung di dalam filtrate akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan
zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat, hasil akhir dari proses ini
adalah urin 2.
B. Klasifikasi
1. Gagal Ginjal Akut (GGA)
a. Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat
adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam
beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa
metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa
disertai oliguria. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi
ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan
metabolik lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan
keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya.
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila
terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada
pasien dengan kadar kreatinin awal < 2,5 mg%, atau meningkatkan > 20
%, bila kreatinin awal > 2,5 mg% 2.
16
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu :
GGA prerenal diakibatkan oleh hipoperfusi ginjal (dehidrasi,
perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh sebab lain).
GGA renal diakibatkan kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat
kimia/toksin, iskemia ginjal dan penyakit glomerular)
GGA pascarenal diakibatkan obstruksi akut traktus urinarius (batu
saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan ginekologis 2.
Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urin < 100 ml/24
jam), oliguria (produksi urin < 400 ml/24 jam). Pada kasus gagal penderita
gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan berfungsi normal kembali bila
penyebabnya dapat diatasi, sehingga pengeluaran urin kembali normal,
dengan demikian keadaan fisik secara menyeluruh dapat pulih 2.
b. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut perlu diperiksa :
Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti yang
ditujukan untuk mencari sebab Gagal Ginjal Akut (GGA), misalnya
riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran
kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.
Membedakan gagal ginjal akut (GGA) dengan gagal ginjal kronis
(GGK) misalnya anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan
gagal ginjal kronis.
17
Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi
ginjal yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada
pasien yang dirawat selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat
badan untuk memperkirakan adanya kehilangan atau kelebihan cairan
tubuh. Pada gagal ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi
ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan
edema, bahkan sampai terjadi kelebihan air yang berat atau edema paru.
Ekskresi asam yang berkurang juga dapat menimbulkan asidosis
metabolik dengan kompensasi pernafasan kussmaul.
Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indikator yang
spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan
nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian, volume urin pada GGA
bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya hampir selalu disertai
oliguria (<400 ml/hari), walaupun kadang-kadang tidak dijumpai
oliguria. GGA postrenal dan GGA renal dapat ditandai baik oleh anuria
maupun poliuria 2.
Evaluasi pada pasien GGA
Prosedur Informasi yang dicari
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Tanda-tanda untuk penyebab gagal ginjal akut
Indikasi beratnya gangguan metabolik, perkiraan
status volume (hidrasi)
Mikroskopik urin Pertanda inflamasi glomerulus atau tubulus
Infeksi saluran kemih atau uropati kristal
18
Pemeriksaan
biokimia darah
Mengukur pengurangan laju filtrasi glomerulus
dan gangguan metabolik yang diakibatkannya
Pemeriksaan
biokimia urin
Membedakan gagal ginjal prerenal dan renal
Darah perifer
lengkap
Menentukan ada/tidaknya anemia, leukositosis
dan trombositopenia.
USG ginjal Menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya
obstruksi, tekstur parenkim ginjal yang
abnormal.
c. Pengelolaan
Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah
komplikasi metabolik dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap
hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip
pengelolaannya mulai dengan mengidentifikasi pasien beresiko GGA
(sebagai tindak pencegahan).
Terapi khusus GGA, umumnya dalam ruang lingkup perawatan
intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis,
gagal jantung dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialisis. Dialisis
bermanfaat untuk koreksi akibat metabolik dari GGA. Dengan dialisis
dapat diberikan cairan atau nutrisi, dan obat-obatan lain yang
diperlukan seperti antibiotik. GGA postrenal memerlukan tindakan
19
yang cepat, bersama dengan ahli urologi misalnya pembuatan
nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan
sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau
pembesaran prostat.
Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien kritis
dengan gagal ginjal akut 2 :
Oliguria : produksi urin < 2000 mL in 12 h
Anuria : produksi urin < 50 mL in 12 h
Hiperkalemia : kadar potassium > 6,5 mmol/L
Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7,0
Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau 120
mmol/L
Hipertermia
Keracunan obat
2. Gagal Ginjal Kronis (GGK)
a. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah
20
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan menjadi
ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan
ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah
sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah
ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh
(harus dibantu dengan terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau
transplantasi) 3.
Kriteria gagal ginjal kronik 4:
Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging tes).
Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2
selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
b. Epidemiologi
The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES
III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik pada orang
dewasa Amerika Serikat adalah 11 % (19,2 juta); 3,3 % (5,9 juta) sudah
tahap 1; 3 % (5,3 juta) telah tahap 2; 4,3 % (7,6 juta) sudah stadium 3;
21
0,2 % (400.000) memiliki stadium 4; dan 0,2 % (300.000) memiliki
tahap 5.
Selanjutnya, prevalensi penyakit ginjal kronis tahap 1-4 meningkat
dari 10 % tahun 1988-1994 menjadi 13,1 % pada tahun 1999-2004.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh peningkatan prevalensi
diabetes dan hipertensi, 2 penyebab paling umum dari penyakit ginjal
kronis.
Survei perhimpunan nefrologi Indonesia menunjukkan, 12,5 % dari
populasi mengalami penurunan fisik ginjal. Secara kasar itu berarti
lebih dari 25 juta penduduk. Di seluruh dunia tahun 2005, ada 1,1 juta
orang menjalani dialisis kronik. Tahun 2010, diproyeksikan lebih dari 2
juta orang internasional.
Tingkat insiden penyakit ginjal stadium terakhir (ESRD) telah
meningkat terus internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat
memiliki tingkat insiden tertinggi ESRD, diikuti oleh Jepang. Jepang
memiliki prevalensi tertinggi per juta pendduduk, dengan Amerika
Serikat mengambil tempat kedua 5.
c. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang
22
dihitung dengan menggunakan rumus Cockeroft-Gault sebagai berikut
4:
LFG (ml/mnt/1,73 m2) =
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
23
(140-umur) x berat badan *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi dalam 3
stadium, yaitu :
Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini, kreatinin serum dan kadar BUN normal,
penderita asimptomatik. Gangguan ginjal hanya dapat diketahui
dengan tes pemekatankemih dan tes GFR yang teliti.
Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi
telah rusak. GFR besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan
kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala nokturia atau
berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari
kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir
Sekitas 90 % dari massa nefron telah hancur atau rusak atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10%
dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat
dengan mencolok. Gejala-gejala karena ginjal tidak sanggup lagi
24
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh,
yaitu oliguria karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
d. Etiologi
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh
Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan
urutan etiologi terbanyak, yaitu glomerulonefritis (25 %), diabetes
mellitus (23 %), hipertensi (20 %) dan ginjal polikistik (10 %) 6.
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit
ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum
memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus 2.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan menjadi primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer
bila penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu sendiri, sedangkan
glomerulonefritis sekunder bila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus
sistemik (LES), myeloma multiple atau amiloidosis 7. Gambaran
klinik glomerulonefritis mungkin tanpa kelukhan dan ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan
atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti
ginjal 8.
25
Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes mellitus dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan minum yang jadi lebih banyak, buang air kecil
lebih sering ataupun berat badan menurun. Gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang
tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya 9.
Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya dan hipertensi sekunder atau yang disebut juga
hipertensi renal 10.
Ginjal polikistik
Polikistik berarti banyak kista, kista itu sendiri adalah suatu
rongga berdinding epitel dan berisi cairan tau material semisolid.
Pada keadaan ini ditemukan banyak kista-kista yang tersebar pada
kedua ginjal, baik di korteks maupun di medulla. Selain oleh karena
kelainan genetic, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau
penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetic yang
paling sering ditemukan.
26
e. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya gagal ginjal kronis adalah 11:
Orang tanpa faktor resiko ginjal sebaiknya orang yang sudah
berumur > 40 tahun memeriksakan fungsi ginjalnya secara
keseluruhan.
Orang yang beresiko tinggi
Penderita hipertensi, diabetes mellitus, riwayat gagal ginjal, batu
saluran kemih, infeksi saluran kemih berulang, obesitas, kolestrol
tinggi dan merokok adalah orang yang perlu mewaspadai
kemungkinan terkena penyakit ginjal kronik.
Berat badan lahir rendah
Bayi yang berat lahirnya < 2.300 gram beresiko menderita penyakit
ginjal kronik pada suatu masa.
Pendidikan rendah
Ada kecenderungan atau resiko lebih tinggi mengalami gangguan
ginjal pada orang berpendidikan rendah. Terutama, menyangkut
gaya hidup yang kurang sehat.
Pendapatan rendah
Orang berpenghasilan rendah rentan mengalami infeksi.
Penyebabnya, mereka lebih suka mengkonsumsi makan berkualitas
kurang baik.
27
f. Pathogenesis4
Pathogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantu pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal
kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) merupakan mekanisme
pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada
glomerulonefritis atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal
dan interstitium, (2) merupakan mekanisme kerusakan progresif,
ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang yang tersisa 12.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron
secara structural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
“kompensatori” akibat hiperfiltrasi adaptif diperantarai oleh
penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-
angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas penurunan fungsi
nefron. Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia.
28
Pada stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronik terjadi
kehilangan daya cadang ginjal pada keadaan dimana basal LFG masih
normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik),
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30 %, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30 % pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muanta,
anemia dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran
kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG dibawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius
dan pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.
29
g. Patofisiologi
Sekitar 1 juta nefron ada di setiap ginjal, masing-masing
memberikan kontribusi bagi total LFG. Terlepas dari penyebab cedera
ginjal, dengan kerusakan nefron progresif, ginjal memiliki kemampuan
bawaan untuk mempertahankan LFG dengan hiperfiltrasi dan hipertrofi
sebagai kompensasi dari nefron sehat yang tersisa. Hal ini
memungkinkan adaptasi nefron menyaring zat terlarut dalam plasma
sehingga zat seperti urea dan kreatinin. Urea dan kreatinin mulai
penunjukkan peningkatan yang signifikan pada kadar plasma total
setelah LFG menurun hingga 50 %.
Hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron telah dihipotesiskan sebagai
penyebab utama disfungsi ginjal progresif. Hal ini terjadi karena
peningkatan tekanan kapiler glomerulus, yang merusak kapiler dan
pada awalnya mengarah kepada glomerulosclerosis segmental dan
akhirnya glomerulosclerosis difus.
Faktor lain dari proses penyakit yang mendasarinya dan hipertensi
glomerulus yang menyebabkan kerusakan ginjal progresif adalah
sebagai berikut :
Hipertensi sistemik
Proses dari nefrotoksin atau perfusi menurun
Proteinuria
Peningkatan ginjal ammoniagenesis dengan cedera interstisial
Hiperlipidemia
30
Hiperfosfatemia dengan deposisi kalsium fosfat
Penurunan tingkat nitrous oxide
Merokok
h. Pendekatan Dignostik 4
Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien gagal ginjal kronik meliputi :
- Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes
mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,
hipertensi dan lain sebagainya.
- Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,
mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati
perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai
koma.
- Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia,
osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan
keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
Gambaran laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
- Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
- Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung
31
menggunakan rumus Kockroft-Gault. Kadar kreatinin serum
saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
- Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
- Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria,
cast, isostenuria.
Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
- Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
- Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering
tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping terjadinya
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
- Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan
indikasi
- Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
- Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila
ada indikasi.
32
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis noninvasive tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan
terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
Biopsy ginjal indikasi indikasi-kontraindikasi dilakukan pada
keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted
kidney), ginjal polikstik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, ganggguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
i. Penatalaksanaan 4
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid
condition)
Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
33
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi perburukan (progression) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler.
2 60 – 89 Menghambat perburukan (progression)
fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk pengganti ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi
ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal normal secara ultrasonografi,
biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan
indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG
sudah menurun sampai 20 – 30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan
LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui
kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk
34
keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan
radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Ada 2 cara penting untuk mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus ini, yaitu :
- Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein ini
mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai
tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.
Protein diberikan 0,6 – 0,8/kgBB/hari dan jumlah kalori yang
diberikan sebesar 30 – 35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan
pemantauan teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi
malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi
nitrogen lainnya, terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh
karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien gagal
ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain, sehingga dapat mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan
demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan
35
berkurangnya sindrom uremik. Selain itu, asupan protein yang
berlebih juga akan mengakibatkan perubahan hemodinamik
ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan
meningkatkan progresifitas perburukan fungsi ginjal.
- Terapi farmakologis
Terapi ini digunakan untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga
sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan
nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Sasaran terpi farmakologis sangat terkait
dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa
proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya perburukan
fungsi ginjal.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan terapi dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
36
Terapi pengganti ginjal 13
1) Dialisis
a) Dialisis Peritoneal (DP)
- DP intermiten (DP)
- DP mandiri berkesinambungan (DPMB)
b) Hemodialisis (HD)
2) Transplantasi Ginjal (TG)
a) TG donor hidup (TGDH)
b) TG donor jenazah (TGDJ)
j. Komplikasi 4
Komplikasi penyakit ginjal kronik
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt) Komplikasi
1 Kerusakan ginjal
dengan LFG normal
≥ 90 -
2 Kerusakan ginjal
dengan penurunan LFG
ringan
60 – 89 Tekanan darah mulai ↑
3 Kerusakan LFG sedang 30 - 59 - hiperfosfatemia
- hipokalsemia
- anemia
- hiperparatioid
- hipertensi
37
4 Penurunan LFG berat 15 – 29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolic
- Cenderung hiperkalemia
- Dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung
- Uremia
k. Anemia pada penyakit ginjal kronik 4
Anemia terjadi pada 80 – 90 % pasien penyakit ginjal kronik.
Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna,
hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai
saat kadar hemoglobin ≤ 10 g% atau hematokrit ≤ 30%, meliputi evaluasi
terhadap status besi (kadar besi serum/ Serum Iron, kapasitas ikat besi
total/ Total Iron Binding Capacity, ferritin serum), mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain
sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya,
disamping penyebab lain bila ditemukan. pemberian eritropoetin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi
38
harus selalu mendapat perhatian, karena EPO memerlukan besi dalam
mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik
harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan
yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan
fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah
11-12 g/dl.
l. Asites pada Gagal Ginjal Terminal 14
Penderita gagal ginjal terminal (GGT) dengan hemodialisis (HD)
kronik dapat berkembang menjadi asites. Asites yang terjadi sampai
sekarang masih merupakan komplikasi dan problem penting, oleh karena
prognosisnya jelek. Penyebab dari berbagai penelitian yang sudah ada
tidak diketahui, tetapi apapun penyebabnya sepertiga dari penderita
biasanya meninggal 1 tahun setelah terdiagnosa sebagai asites nefrogenik.
Penyebab asites pada penderita GGT dengan HD kronik sering
dihubungkan dengan penyakit hepar kronik, gagal jantung kongestif,
peritonitis, tuberculosis peritoneum, perikarditis konstriktiva dan
hiperparatiroid. Bila ternyata dalam evaluasi tidak didapatkan faktor lain
yang menyebabkan asites pada penderita disebut asites nefrogenik.
Insiden asites pada penderita GGT dengan HD kronik tidak
diketahui dengan pasti. Penelitian Wang F dkk di Chicago, mendapatkan 8
penderita asites dari 60 penderita GGT dengan HD kronik selama 4 tahun.
39
Gabriel dkk, selama 7 tahun penelitian mendapatkan 6 penderita asites dari
197 penderita GGT dengan HD kronik. Pathogenesis asites ini tidak
diketahui dengan pasti, sehingga terapi yang diberikan tidak bisa maksimal
dan hasilnya kurang memuaskan.
Secara garis besar pembentukan asites dipengaruhi oleh beberapa
faktor local maupun sistemik. Adapun faktor local yang berperan adalah
aliran darah sinusoid dan system kepiler pembuluh darah usus. Sedangkan
faktor sistemik adalah faktor yang bertanggung jawab pada sistem
kardiovaskular dan ginjal yang menyebabkan retensi natrium dan air
(akibat aktivasi rennin-angiotensin-aldosteron).
Pathogenesis asites pada penderita GGT dengan HD sampai
sekarang masih belum diketahui dengan pasti. Hal penting yang
40
menyokong terbentuknya asites pada GGT dengan HD adalah sebagai
berikut :
Kelebihan cairan jangka panjang yang disertai dengan kongesti hepar
sehingga akan meningkatkan tekanan hidrostatik hepatica.
Perubahan permeabilitas membran peritoneum.
Gangguan resorbsi kelenjar limfe peritoneum.
Hal-hal lain, seperti hipoalbumin, hiperparatiroid sekunder, gagal
jantung kongestif, perikarditis konstriktif, pancreatitis, sirosis hepatis
dengan hipertensi porta.
Akumulasi cairan asites terjadi mungkin oleh banyak faktor, yaitu
peningkatan tekanan kapiler hidrostatik oleh karena kelebihan cairan dan
penurunan tekanan onkotik oleh karena hipoalbumin bersama dengan
gangguan permeabilitas peritoneum oleh karena peritoneal dialisis
sebelumnya.
Perbandingan konsentrasi albumin serum dengan albumin asites
mencerminkan gangguan tekanan hidrostatik dan ini dapat memperkirakan
penyebab dari asites. Hasil perbandingan < 1,1 penyebab asites biasanya
peritonitis, keganasan, pancreatitis, sindrom nefrotik, sedangkan jika hasil
perbandingan > 1,1 kemungkinan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
dan biasanya penyebabnya adalah sirosis hepatis dan gagal jantung
kongestif.
41
m. Prognosis
Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit
seperti anemia, asidosis metabolic, hiperkalemia, tekanan darah yang
cenderung tidak normal, edema, edema paru, fluktuasi berat badan dan
penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefritis, hipertensi, diabetes mellitus
dan penyakit dasar lainnya. Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi
hemodialisa juga perlu dipertimbangkan sebagai sebab kematian, maka
perlu diselidiki faktor yang mempengaruhi dan hubungan antar faktor
kematian 15.
42
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. Pada
anamnesis didapatkan pasien mengeluh perut membesar terasa kencang,
panas, sesak nafas dan sulit tidur. Sesak nafas bertambah berat saat perutnya
semakin membesar dan pada posisi duduk. Pasien merasa lebih baik dengan
posisi terlentang daripada posisi duduk. Selain itu, pasien juga mengeluh
BAB cair sebelum masuk RS ± 10x dalam sehari, warna kuning, lendir (+),
darah (-), BAK tidak lancar, warna seperti teh, mual (+), muntah (-), nyeri
perut terus menerus, batuk (-), pasien merasa lemas, pusing, pinggang terasa
panas, tidak nafsu makan, kulit kering dan gatal. Kemungkinan keluhan sesak
nafas pada pasien dikarenakan desakan dari perutnya yang semakin
membesar, asites mendesak diafragma ke arah paru yang menyebabkan
pengembangan paru terganggu, sehingga pasien mengeluhkan sesak nafas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada mata sclera ikterik dan
conjunctiva anemis. Pada abdomen tes pekak beralih (+) dan tes undulasi (+)
mengindikasikan adanya asites. Asites ini terjadi bisa dikarenakan kelebihan
cairan jangka panjang yang disertai dengan kongesti hepar sehingga akan
meningkatkan tekanan hidrostatik hepatica, perubahan permeabilitas
membran peritoneum, gangguan resorbsi kelenjar limfe peritoneum. Hal-hal
43
lain, seperti hipoalbumin, hiperparatiroid sekunder, gagal jantung kongestif,
perikarditis konstriktif, pancreatitis, sirosis hepatis dengan hipertensi porta.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, ureum meningkat,
kreatinin meningkat dan hipoalbumin yang terdapat pada pasien dengan gagal
ginjal kronik. Selain itu juga ditemukan adanya leukositosis yang
kemungkinan menunjukkan adanya infeksi. Fungsi ginjal yang tidak optimal
memungkinkan bocornya protein darah, salah satunya albumin yang berperan
dalam pengaturan tekanan osmotik intravascular, sehingga pada pasien
dengan gagal ginjal kronik dapat ditemukan adanya edema perifer, salah
satunya asites.
Pasien ini didiagnosis penyakit ginjal stage 5 karena pasien
memerlukan terapi pengganti ginjal untuk menggantikan fungsi ginjalnya
44
yang sudah menurun. Salah satu terapinya adalah hemodialisis, yang telah
rutin dilakukan pasien 2 kali dalam seminggu.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dalam kasus ini telah
sesuai yaitu dengan memberikan obat diuretik untuk mengurangi asitesnya
(overload cairan). Pemberian antibiotik pada pasien ini dilakukan untuk
menangani infeksinya, karena pada hasil laboratorium ditemukan adanya
leukositosis. Selain itu juga diberikan terapi untuk mengatasi asidosis
metaboliknya dan terapi simptomatik lainya untuk mengurangi keluhan pada
pasien.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, A. C., & Hal, J. E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, alih
bahasa oleh Irawati, et al., editor edisi bahasa Indonesia Luqman Yanuar
Rachman, et al., edisi 11. Jakarta: EGC.
2. Markum, H. M. S. (2009). Gagal Ginjal Akut. In A. W. Sudoyo, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
3. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., & Moss, P. A. H. (2005). Kapita Selekta
Hematologi, alih bahasa oleh Lyana Setiawan, editor bahasa Indonesia
Dewi Asih Mahanani, edisi 4. Jakarta: EGC. pp 104-119.
4. Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik. In A. W. Sudoyo, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
5. The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANA III).
Diunduh tanggal 3-10-2013 dari http://www.cdc.gov/nchs.htm
6. Roesli, R. (2008). Hipertensi, diabetes dan gagal ginjal di Indonesia. In
Lubis, F. R., et al (eds). Hipertensi dan Ginjal. USU Press Medan.
7. Prodjosudjadi, W. (2009). Glomerulonefritis. In A. W. Sudoyo, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
46
8. Sukandar, E. (2006). Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung : Pusat
Informasi Ilmiah (PPI) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UNPAD.
9. Waspadji, S. (2009). Gambaran Klinis Diabetes Melitus. In A. W. Sudoyo,
B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid III, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
10. Sidabutar, R. P., Wiguno, P. (2009). Hipertensi Essensial. In Soeparman.
et al., Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
11. www.mep.undip.ac.id/.../59-diabetes-melitus-sebagai-faktor-resiko-
kejadian-gagal-ginjal-kronis.
12. Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Trans Info Media.
13. Raharjdo, P., Endang. S., Suhardjono (2009). Hemodialisis. In A. W.
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
14. Ingrum, M. W. (2001). Profil Cairan Asites pada Penderita Gagal Ginjal
Terminal dengan Hemodialisis Kronik. Tesis UNDIP.
15. Suharto. (2004). Penerapan model PH Cox pada Studi pasien Gagal Ginjal
Kronis dalam http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-
suharto-969-cox. Diunduh tanggal 4-10-2013.
47