2. tinjauan pustaka imunisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

imunisasi

Citation preview

  • 1BAB IPENDAHULUAN

    1.1. Latar BelakangTidak perlu disangsikan bahwa vaksinasi merupakan terobosan terbesar

    dalam sejarah ilmu kedokteran, dengan biaya murah dan sangat efektif dalammenurunkan penyakit infeksi (Suharjo, 2010).

    Sejarah telah membuktikan bahwa perjuangan manusia yang dimotori paratenaga kesehatan melawan smallpox atau cacar telah berakhir. Secara resmi,badan kesehatan dunia atau WHO telah menyatakan bahwa cacar air, suatu infeksiyang mematikan, yang menyebabkan 15.000 kematian tiap tahunnya telah musnahdari permukaan bumi. Kemenangan melawan cacar, suatu penyakit infeksi yangtelah ada sejak sebelum masehi hingga tahu 1977, adalah berkat senjata vaksin(Ranuh dkk., 2008).

    Pencegahan terhadap penyakit infeksi merupakan upaya mutlak yang harusdilakukan pada anak sedini mungkin guna mempertahankan kualitas hidup yangprima dalam perjalanan hidupnya. Demikian pula dari segi ekonomi terbuktibahwa pencegahan adalah suatu cara perlindungan terhadap infeksi yang palingefektif dan jauh lebih murah daripada mengobati apabila sudah terserang penyakitinfeksi sehingga memerlukan perawatan rumah sakit. Secara konvesional, upaya

    pencegahan penyakit maupun cedera dan keracunan dapat dilakukan dalam tigakategori, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier yang meliputi seluruhmasa kehidupan seseorang, sejak pra-konsepsi, prenatal, neonatal, masa bayi,anak pra dan sekolah serta masa remaja dan dewasa. Pencegahan primer adalahsemua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yangmengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Memperhatikangizi dengan sanitasi lingkungan yang baik, pengamanan terhadap segala macamcedera dan keracunan serta vaksinasi atau imunisasi terhadap penyakit adalahrangkaian upaya pencegahan primer. Pencegahan sekunder apabila dengan deteksidini, diketahui adanya penyimpangan kesehatan seorang bayi atau anak sehinggaintervensi atau pengobatan perlu segera diberikan untuk koreksi secepatnya.

  • 2Memberi pengobatan perlu segera diberikan untuk koreksi sesuai diagnosis yangtepat adalah upaya pencegahan sekunder agar tidak terjadi komplikasi yang tidakdiinginkan, seperti halnya meninggal maupun meningalkan gejala sisa, cacat fisikmaupun mental. Sedangkan pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnyasuatu penyakit atau kecacatan dengan upaya pemulihan seorang yang telahmenderita agar ia dapat hidup tanpa bantuan orang lain atau hidup mandiri (Ranuhdkk., 2008).

    Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikansama. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif,sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen)yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun didalam tubuh (Suharjo, 2010).

    Vaksinasi atau imunisasi merupakan suatu upaya atau pencegahan yang

    cukup berhasil untuk menekan angka morbiditas dan mortalitas dari berbagaipenyakit infeksi. Tujuan utama dari pemberian vaksinasi adalah untukmeningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh terhadap ancaman penyakit. Adadua macam imunisasi yang dapat diperoleh tubuh, yaitu imunisasi aktif danimunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yangsudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang tubuh memproduksiantibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkanimunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodidalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti TetanusSerum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain imunisasi pasifyaitu yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerimaberbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masakandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Ranuh dkk., 2008).

    Prinsipnya vaksinasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu vaksinasi wajib(terutama ditujukan pada bayi dan anak) seperti : vaksinasi tuberkulosis, hepatitisB, DPT, polio, dan campak. Serta vaksinasi yang dianjurkan seperti MMR,demam tifoid, varisela, hepatitis A, haemophilus influenza tipe B, influenza,pneumokokus, meningokokus, rotavirus, kolera, yellow fever, dan japanesse

  • 3encephalitis. Namun saat ini pemerintah telah menganjurkan semua vaksinasiuntuk diberikan.

    Oleh karena itu, dibuat refrat mengenai imunisasi ini untuk mengetahui danmemahami pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan primer terhadap suatupenyakit, mengetahui kapan seharusnya imunisasi dilakukan dan seberapapentingnya imunisasi harus didapatkan, memahami dan dapat mempraktekan cara-cara pemberian imunisasi.

  • 4BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Dasar dasar Imunisasi2.1.1 Pengertian Imunisasi

    Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalanseseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapardengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

    Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan caramemasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit.(Depkes-Kessos RI, 2000).

    2.1.2 Tujuan ImunisasiTujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

    seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat(populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat padakeberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkinterjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, sepertimisalnya penyakit difteria dan poliomyelitis (Satgas IDAI, 2011).

    Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasisebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah. Adapun tujuan program imunisasi dimaksud bertujuansebagai berikut :

    a. Tujuan UmumUntuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat PenyakitYang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksudantara lain, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejam), Measles (campak),Polio dan Tuberculosis.

  • 5b. Tujuan Khusus:1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu

    cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di100% desa Kelurahan pada tahun 2010.

    2. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polioliar di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya viruspolio liar pada tahun 2008.

    3. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinyamenurunkan kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidupdalam 1 tahun pada tahun 2008.

    4. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitancampak turun pada tahun 2006.

    2.1.3 Sasaran Imunisasi

    Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :a. Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG,

    DPT, Polio, Campak dan Hepatitis-Bb. Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin)

    untuk mendapatkan imunisasi TTc. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan

    imunisasi DPT

    d. Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas VI untukmendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI,2005).

    2.1.4 Manfaat Imunisasi

    Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh

    penyakit menular yang sering berjangkit;

  • 6b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biayapengobatan jika anak sakit;

    c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakanbangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara(Depkes RI, 2005).

    2.1.5 Jenis Imunisasia. Imunisasi Aktif

    Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akanbertahan selama bertahun-tahun (A.H Markum, 2002).Adapun tipe vaksin yang dibuat hidup dan mati. Vaksin yang hidup

    mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapidapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi.Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksityang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid.(A.H Markum, 2002).Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah :

    BCG, untuk mencegah penyakit TBC

    DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dantetanus

    Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis

    Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles) Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

    b. Imunisasi PasifImunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien,dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harusmemproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan ataupengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus(Satgas IDAI, 2011).

  • 7Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikanantibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimesterpertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasentaadalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadidari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalahimmunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secaradidapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yangmengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsunglama, sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukansebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperolehkarena pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasifadalah Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakitcampak (measles). (AH, Markum, 2002).

    2.2 Respon Imun2.2.1 Definisi Respon Imun

    Respon imun adalah respon sistem pertahanan tubuh berupa urutankejadian yang kompleks terhadap stimulasi antigen (Ag), yang bertujuan untukmengeliminasi antigen tersebut. Pada dasarnya sistem pertahanan tubuh dibedakandalam sistem imun spesifik (imunitas adaptif) yang akan membangun memoriimunologis dengan membentuk sel memori sehingga pada kontak berikutnyadengan antigen yang sama akan memproduksi antibody lebih cepat dan lebihbanyak dan sistem imun non spesifik (imunitas non adaptif atau innate immunity)yang ditujukan untuk berbagai macam antigen.

    Bila pada kontak pertama pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasiinvasi mikoorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme

    yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan ditangkap oleh sel makrofagyang merupakan komponen imunitas nonspesifik, dan dipresentasikan pada sellimfosit T dan limfosit B yang merupakan komponen imunitas spesifik. Sel yang

  • 8mempresentasikan antigen pada sel limfosit disebut sebagai sel APC (antigen-presenting cell).

    Mekanisme pertahanan spesifik terdiri dari imunitas selular dan imunitashumoral. Imunitas selular diperankan oleh sekelompok sel limfosit T yangmerupakan sentral dari seluruh respon imun tubuh. Sel limfosit T memproduksisitokin dan mediator setelah teraktivasi oleh stimulasi antigen. Imunitas humoralmerupakan aktivitas sel limfosit B yang menghasilkan antibodi berupaimunoglobulin (Ig). Imunoglobulin dibentuk sel limfosit B oleh stimulasi antigenyang mengaktivasi sel limfosit T terlebih dahulu (T-dependent antigen), atausecara langsung oleh antigen tanpa melalui aktivasi sel limfosit T (T-independentantigen). Imunoglobulin dapat dipindahkan kepada individu lain melaluiimunisasi pasif dengan cara penyuntikan serum. Imunitas selular hanya dapatdipindahkan melalui transfer selular seperti contohnya pada transplantasi organyang menimbulkan reaksi graft versus-host-disease (Satgas IDAI, 2011)

    2.2.2 Kualitas Respon Imun

    Kualitas respon imun yang timbul tergantung pada faktor intrinsik Ag danfaktor lain seperti:

    a. Jumlah dan dosis antigenb. Cara pemberian antigen. Pada pemberian secara intradermal (ID),

    intramuskular (IM), subkutan (SC) organ sasaran adalah kelenjar limfoidregional, sedangkan pemberian intravena (IV) sasaran berada di limpa,pemberian secara oral akan ke plaque Peyess dan melalui inhalasi berada

    di jaringan limfoid bronkialc. Penambahan zat yang bekerja sinergis dengan antigen, misalnya konjugat,

    ajuvan, atau antigen laind. Sifat molekul antigen, jumlah protein, ukuran dan daya larutnyae. Faktor genetik penjamu (Satgas IDAI, 2011)

  • 92.2.3 Respon Imun SelulerRespon imun selular diperankan oleh populasi sel limfosit Th (T-helper,

    CD4) dan limfosit Tc (T-cytotoxic, CD8). Kelompok sel Th terdiri darisubpopulasi Th1 dan Th2. Sel Th memerankan peran sentral dalam respon imun,dan bila teraktivasi oleh antigen akan menginduksi aktivitas seluruh komponensistem imun. Mekanisme induksi membutuhkan komunikasi antar sel yangdiperankan oleh sitokin, suatu produk sel imun yang teraktivasi oleh antigen.Produksi sitokin tersebut dapat membedakan subpopulasi Th1 dan Th2. MisalnyaTh1 menghasilkan sitokin IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13. Sitokin Th1menginduksi respon imun selular yang berperan pada reaksi inflamasi padapenyakit infeksi, sepsis, dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Sitokin Th2menginduksi respons imun humoral yang menghasilkan imunoglobulin danberperan pada inflamasi alergi.

    Gambar 2.1. Aktivasi sel limfosit T pada respon imun selular (Abdul K Abbas,2001)

    Sel Tc dan sel Th berperan pada infeksi yang disebabkan olehmikroorganisme intraseluler seperti reaksi virus, parasit dan beberapa bakteri. Selimun selular yang sudah mengenal antigen mikroorganisme penyebab infeksi akanbereaksi secara spesifik. Sel Th mengeluarkan sitokin untuk mengaktivasi prosesinflamasi yang bertujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme. Komponen

  • 10

    sistem imun terpenting untuk tujuan tersebut adalah imunitas humoral sehinggaperan utama sel Th adalah membantu sel limfosit B menghasilkan imunoglobulin.

    Sel Th menginduksi sel Tc untuk bereaksi terhadap antigen pada seltarget. Sel Tc mengenal struktur antigen tersebut yang dipresentasikan bersamamolekum MHC (mayor histocompatibility complex) kelas I oleh APC. Denganinduksi sel Th maka sel Tc akan melisis sel terinfeksi yang mengekspresikanstruktur antigen penyebab infeksi yang telah dikenalnya. Karena fungsi untukmelisis sel target tersebut maka sel Tc disebut juga sebagai sel cytotoxic Tlymphocyte (CTL).

    Umumnya antigen bersifat T-dependent (TD), artinya antigen akanmerangsang sel imun afektor setelah mengaktivasi sel Th dengan bantuan sitokindan mediator yang dilepaskan sel Th yang teraktivasi tersebut. Sedangkan antigenyang tidak memerlukan sel T (T1) secara langsung merangsang sel limfosit Bmemproduksi imunoglobulin. Antigen TD adalah antigen yang kompleks sepertibakteri, virus, dan antigen yang bersifat hapten. Antigen T1 mempunyai struktursederhana dan berulang, biasanya merupakan molekul besar yang merangsangprosuksi IgM, IgG2 dan sel memori yang lemah. Contoh antigen T1 adalahpolisakarida komponen endotoksin yang terdapat pada dinding sel bakteri, yangdapat mengaktivasi sel B memproduksi antibodi dan berperan juga sebagaistimulan sel B poliklonal.

    Limfosit Th akan mengenal antigen bila dipresentasikan bersamamolekul produk MHC kelas II serta molekul CD (cluster differentiation) penandaklonal sel. Antigen setelah diproses oleh sel makrofag akan dipresentasikanbersama MHC kelas I atau kelas II dan CD kepada sel Th dan Tc sehingga terjadiikatan antara antigen dengan reseptor sel T (TCR = T-cell reseptor). Akibat ikatantersebut akan terjadi serangkaian aktivasi sel Th dan Tc yang menginduksidiferensiasi menjadi Th dan Tc efektor, serta sel Th dan Tc memori. Sel imunefektor tersebut juga menghasilkan berbagai sitokin dan mediator yangmemengaruh aktivitas komponen sistem imun lainnya, misalnya sel Th efektor

    mengaktivasi makrofag dan sel Tc (Satgas IDAI, 2011).

  • 11

    2.2.4 Respon Imun Humoral

    Reseptor imunoglobulin (Ig) pada sel limfosit B mengenal dan berinteraksidengan antigen. Mulanya imunoglobulin permukaan sel ini adalah kelas IgM danIgD, kemudian pada perkembangan selanjutnya akan terdapat klonal sel limfosit Byang memperlihatkan kelas IgG, IgA, dan mungkin IgE pada individu atopi.Perkembangan kelas imunoglobulin (regio Fc) tidak memerlukan rangsanganantigen tertentu, tetapi perkembangan regio penangkap antigen (Fab)membutuhkan pengenalan dan stimulasi antigen spesifik (Satgas IDAI, 2011).

    Gambar 2.2 Mekanisme imunitas humoral (Abdul K Abbas, 2001)

    2.2.5 Pajanan Antigen pada Sel BAntigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan

    batuan sel Th (bagi antigen TD) akan menginduksi aktivasi sel B menjalanirangkaian proses transformasi blast, proliferasi, serta diferensiasi menjadi selplasma (sel B matang penghasil imunoglobulin) dan sel B memori. Sedangkanantigen T1 dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa bantuan sel Th.

  • 12

    Gambar 1.3 Respon imun primer dan sekunder (Abdul K Abbas, 2001)

    Produk antibodi spesifik tersebut akan berikatan dengan Ag untukmenetralkan Ag sehingga virulensi hilang atau membuat kompleks Ag-Absehingga lebih mudah difagositosis oleh makrofag. Fagositosis dapat melibatkankomplemen dalam proses opsinisasi untuk membantu penghancuran Ag. IkatanAg-Ab juga mempermudah lisis oleh sel Tc dan peristiwa ini disebut antibodydependent cellular mediated cytotoxicity (ADCC).

    Selain produk Ig maka hasil akhir aktivasi sel B adalah pembentukan selmemori yang kelak bila terpapar lagi dengan Ag serupa akan cepat berproliferasidan berdiferensiasi. Hal inilah yang diharapkan pada imunisasi. Walaupun selplasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar antibodi spesifik yangdiperoleh dengan vaksinasi cukup tinggi mencapai kadar protektif dalam waktucukup lama. Kadar antibodi protektif ini dapat diperoleh dan dipertahankandengan vaksinasi ulang untuk memperoleh efek penguatan (boostering effect)(Satgas IDAI, 2011).

    2.2.6 Respon Antibodi terhadap AntigenRespons imun primer adalah respon imun yang terjadi pada pejanan

    pertama kalinya dengan antigen. Respon imun sekunder terjadi pada pajananantigen serupa setelah itu. Antibodi yang terbentuk pada respon imun primerterutama adalah IgM sedangkan sebagian besar antibodi pada respons imunsekunder adalah IgG, dengan titer dan afinitasnya lebih tinggi serta phase leg lebih

  • 13

    pendek. Respon imun sekunder merupakan aktivitas memori imunologis spesifik.Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah yang kelak diharapkan akanmemberi respons adekuat dan efektif bila terpajan pada antigen yang serupa(Satgas IDAI, 2011).

    2.2.7 Memori Imunologis

    Peran utama vaksinasi adalah untuk menimbulkan memori imunologisyang adekuat dan efektif. Sel B memori terbentuk di jaringan limfoid di bagiansentral germinal. Antigen dan antibodi yang membentuk kompleks Ag-Ab akanberikatan dengan komplemen (C) membentuk Ag-Ab-C. Kompleks Ag-Ab-Cdapat berikatan dengan sel dendrit folikel (FDC = follicular dendritic cells) karenaterdapat reseptor C di permukaan sel dendrit. Sel FDC ini akan mempresentasidan mengaktivasi sel T dan sel B sehingga terjadi proliferasi dan diferensiasi sellimfosit B membentuk sel plasma penghasil antibodi dan sel B memori. Untukmendapat sel B memori yang adekuat dan efektif maka vaksinasi harus mengikutijalur infeksi alamiah dengan baik, dalam arti bahwa antigen yang dipergunakanharus dapat berikatan dengan sel dendrit folikel serta bersifat T-dependent.Antigen vaksin yang berikatan dengan baik dengan FDC dan bersifat T-independent dapat merangsang sel B untuk membuat antibodi tapi tidak dapatmembentuk memori imunologis yang diharapkan.

    Sel B memori akan berada di sirkulasi sedangkan sel plasma akanbermigrasi ke sumsum tulang. Bila sel B memori kembali ke jaringan limfoid danbertemu dengan antigen serupa makan akan terjadi proses proliferasi dandiferensiasi seperti semula dengan menghasilkan antibodi lebih banyak denganafinitas lebih tinggi.

    Sel T memori dibentuk melalui beberapa tahapan. Antigen ekstraselularakan diproses APC menjadi peptida yang akan dikenal oleh molekul MHC kelasII, sedangkan Ag intraselular di proses di sitoplasma APC akan dikenal olehmolekul MHC kelas I. Sel APC akan mempresentasikan antigen yang sudahdiprosesnya pada sel limfosit T dalam kompleks molekul Ag-MHC-CD.Kompleks Ag-MHC-CD akan dikenal komples molekul TCR-MHC-CD pada

  • 14

    permukaan sel limfosit T di jaringan limfoid perifer sehingga sel T akanteraktivasi dan mengeluarkan berbagai produk sitokin. Sitokin tersebutmerangsang proliferasi dan diferensiasi sel limfosit T menjadi sel efektor terhadapAg spesifik dan sel T memori. Sel T efektor akan bermigrasi dari jaringan limfoidke tempat infeksi untuk mengeliminasi mikroorganisme penyebab infeksi,sedangkan sel T memori dalam bentuk tidak aktif berada di sirkulasi untuk jangkawaktu lama. Pajanan berikut terhadap antigen serupa akan mengaktifkan sel Tmemori menjadi sel T efektor. Sel limfosit T CD4 memproduksi sitokin Th untukmengaktifkan mekanisme eliminasi mikroba ekstraseluler, sedangkan sel CD8yang mempunyai fungsi sitolitik (CTL) akan memusnahkan mikoorganismeintrasel (Satgas IDAI, 2011).

    2.2.8 Kualitas dan Kuantitas VaksinVaksin adalah mikoorganisme atau toksid yang diubah sedemikian rupa

    seningga patogenisitas dan toksisitasnya berkurang atau hilang tetapi masih tetapmangandung sifat antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksindapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensipemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.

    Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun yang timbul.Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di sampingsitemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitassitemik saja.

    Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah mempengaruhi respon imunyang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respon imun yangdiharapkan, sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang selimunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis,karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.

    Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi.Sebagaimana telah kita ketahui, respon imun sekunder menimbulkan selefektor aktif lebih cepat, dan produksi serta afinitas lebih tinggi. Disamping frekuensi, jarak pemberian vaksin juga mempengaruhi proses

  • 15

    imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saatkadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segeradinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehinggatidak sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadi apayang dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerahsuntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokalsehingga terjadi peradangan lokal. Karena ini pemberian ulang (booster)sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan produsen vaksin sesuai denganhasil uji klinis.

    Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan responimun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respon imun denganmempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, danmengaktivasi sel APC (antigen presenting cells) untuk memproses antigensecara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan selimunokompeten lainnya.

    Jenis vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baikdibandingkan vaksin mati atau diinvaktivasi, atau vaksin komponenmikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori membutuhkan suatu sel yangterinfeksi, karena itu dibutuhkan vaksin hidup. Vaksin hidup diperolehdengan cara atenuasi (dilemahkan) untuk menghasilkan organisme yanghanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasidiperoleh dengan memodifikasi kondisi tempat tumbah mikoorganisme,misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau nenambahempedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yangsudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikoorganisme yangvirulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus

    cacar sapi (Satgas IDAI, 2011).

    2.2.9 Persyaratan VaksinApabila dilihat dari sudut pandang mekanisme respon imun terhadap

    pajanan antigen maka terdapat empat faktor sebagai persyaratan vaksin, yaitu :

  • 16

    1. Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksisitokin

    2. Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori3. Mengaktivasi sel Th dan Tc terhadap beberapa epitop antigen untuk

    mengatasi variasi respon imun yang ada dalam populasi keran adanyapolimorfisme MHC

    4. Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikuler dendritjaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsangsel B sewaktu-waktu menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terusmenerus sehingga kadarnya tetap tinggi.Apakah persyaratan ini seluruhnya atau sebagian saja, tergantung dari ada

    atau tidaknya variasi genetik dan respon imun yang diinginkan. Vaksin yangmemenuhi keempat persyaratan tersebut adalah vaksin hidup. Pada umumnyaantibodi yang terbentuk akibat vaksinasi sudah cukup untuk mencegah terjadinyainfeksi sehingga pembentukan sel Tc terhadap epitop antigen tidakk merupakankeharusan. Pada penderita difteria atau tetanus misalnya yang dibutuhkan adalahantibodi untuk netralisasi toksin (Satgas IDAI, 2011).

    2.3 Tata Cara Pemberian ImunisasiA. Penyimpanan dan transportasi vaksin

    Vaksin merupakan material biologis yang sangat mudah kehilanganpotensinya, bila in terjadi maka akan terjadi kegagalan vaksin untuk menstimulasiimunologi. Untuk mencegah tejadinya penurunan potensi harus dilakukanpenympanan, penanganan dan transportasi vaksin yang baik. Harus diperhatiakanrekomendasi pabrik mengenai suhu yang dibutuhkan untuk menyimpan vaksin,umumnya harus disimpan pada suhu +2 sampai +8 derjat Celcius.

    Istilah Cold Chain (rantai vaksin), berarti semua peralatan dan proseduryang diperlukan agar secara pasti vaksin terproteksi dari suhu dan cahaya yangtepat, saat transportasi sejak pabrik hinga saat diberikan pada pasien. Hal-hal yangpenting diperhatikan pada penyimpanan vaksin adalah:

  • 17

    Vaksin akan rusak apabila temperatur terlalu tinggi tau terkena sinarmatahari langsung, seperti vaksin polio oral, BCG, dan campak.

    Kerusakan juga dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku sepertitoksoid difteri, toksoid tetanus, vaksin pertusis(DPT,DT), Hibconjugate, hepatitis B dan vaksin influensa.

    Vaksin polio dapat membeku dan mncair tanpa mmbahayakanpotensinya.

    Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik,misalnya vaksin DPT bila membeku akan terlihat gumpalan antigenyang tidak bisa larut lagi.

    Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak.

    Sekali potensi vaksin hilang akibat panas atau beku maka potnsinyatidakdapat dikembalikan lagi, walaupun temperaturnya sudahdisesuaikan kembali.

    Potensi vaksin bisa diketahui dengan pemeriksaan laboratorium

    Rekomendasi suhu dan lama penyimpanan vaksin pada beberapatingkatan pendinginan yang berbeda:

    Jenis Vaksin Penyimpanan vaksin

    sentral/regionalberlistrik(Profinsi) s/d 6

    bulan

    Penyimpanan vaksin didaerah kabupaten atau

    pusat kesehatan

    berlistrik/tidak(puskesmas) s/d 1

    bulan

    OPV -15C sampai -25Depkes : sama

    BCG &Campak -15C sampai -25atau

    0C sampai +8C

    Depkes +2-+8C

    0C sampai +8C

    Depkes +2-+8C

  • 18

    DPT/DT, TT,Hep B,

    Hib0C sampai +8C

    Depkes +2-+8C

    Catatan :

    Waktu penyimpanan menggambarkan rekomendasi maksimal (bukan minimal) Pada setiap tahapan rantai pendingin maka transportasi vaksin dilakukan pada

    temperatur 0C sampai +8C.

    Lemari pendingin yang aman untuk penyimpanan vaksin :

    Harus ada termometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin, tempeaturdicek dan dicatat secara tratu setiap hari.

    Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekatpintu

    Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atauminuman

    Botol atau plastik berisi es atau air garam (1-2 sendok makan per liter)diletakan dibagian bawah lemari pendingin untuk mempetahankankeseimangan temperatur dalam ruangan lemari pendingin, terutama bila sedangtidak ada arus listrik

    Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin

    Letakan vaksin di rak bagian tengah atau atas, jangan di rak bawah atau didaun pintu, karena perubahan temperatur terlalu besar apabila pintu dibukatutup terlalu sering

    Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin yang berlebihan karenamengganggu sirkulasi udara dingin

    Jika dilakukan pembersihan lemari pendingin, maka vaksin harus dipindahkanke lemari pendingin lainnya atau disimpan dalam kotak berisolasi yang berisies atau ice pack.

  • 19

    Prosedur yang harus diperhatikan sewaktu menggunakan vaksin :

    Vaksin yang sudah kadaluwarsa harus segera dikeluarkan dari lemaripendingin untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

    Vaksin harus selalu ada di dalam lemari pendingin sampai saatnyadibutuhkan, semua vaksin yang sudah tidak digunakan lagi harusdikembalikan dalam lemari pendingin.

    Di dalam lemari pendingin, vaksin yang sudah terpakai diletakan dalamsatu wadah, sehingga mudah dikenali.

    Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari pendingin selamapemeriksaan klinik harus dibuang saat akhir pemeriksaan klinik(3 jam)

    Vaksin polio oral dapat cepat dicairkan dan cepat pula dibekukan sampai10 kali tanpa kehilangan potensi vaksin.

    Untuk vial vaksin multidosis yang mengggunakan bakteriostatik misalnyaDPT, vial yang terpakai dibuang bila sudah kadaluwarsa danterkontaminasi.

    Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu24 jam bila terpakai.

    Vaksin campak dan MMR yang sudah dilarutkan agar dibuang setelah 8jam.

    Vaksin Hib yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 24 jam.

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan :

    Vaksin yang sangat tidak stabil pada temperatur ruangan :o Vaksin Polio Oralo Pelarut vaksin Campak

    Vaksin yang harus dilindungi dari sinar matahari :o Vaksin Polio Oralo Pelarut vaksin BCG

    o Pelarut vaksin MMR

  • 20

    Vaksin yang tidak boleh beku :o DPT,DT,Td,Pertusis,Toksoid Tetanuso Hibo Hepatitis A, hepatitis B

    o Influensa

    o Pneumokokus

    Cairan pelarut tidak boleh beku, botol dapat pecah dan adjuvant akanrusak.

    Stabilitas vaksin pada berbagai temperatur :

    Vaksin 0-8C 22-25C 35-37C >37C

    ToksoidDT

    3-7 tahun Beberapabulan

    Beberapaminggu

    Pada 45Cpotensi

    hilang

    setelah 2

    minggu

    Pertusis 18-24 bulandisertaipenurunan

    potensi secara

    lambat

    Bervariasi,

    beberapastabil untuk 2minggu

    Bervariasi,

    beberapadengankehilangan

    50% potensi

    Pada 45Ckehilangan

    potensi 10%sehari

    Campak

    kering beku2 tahun Potensi

    bertahanmemuaskan

    sampai 1

    bulan

    Potensi

    bertahanmemuaskan

    setidaknya 1minggu

    Potensi

    hilang 50%set 2-3 hari

    pada 41C

    Campak

    yang sudahdilarutkan

    Tidak stabil,harus

    digunakandalam 1 sesi

    Tidak stabil,potensi hilang

    50% setelah1jam dan 70%

    Sangat tidakstabil set 2-7potensi sudahdibawah yg

    Sudah tidakaktif dalam 1jam

  • 21

    pekerjaan setelah 3 jam diperbolehkanPolio 1 Bulan Tidak stabil,

    potensi hilang

    50% setelah20 hari,

    beberapamasih

    bertahanmemuaskan

    untuk 1-2

    minggu

    Sangat tidakstabil, dalam1-3 haripotensi sudahhilang

    Sangat tidakstabil pada41C potensihilang 50%setelah 1 hari

    B. Pengenceran

    Vaksin kering beku harus diencerkan dengan cairan pelarut kusus dandigunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harusdiperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan(warna dan kejernihan). Perludiperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalamiperubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untukmengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untukmenyuntik vaksin.

    C. Pembersihan KulitTempat suntik harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan, namun apabila

    kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan

    D. Pemberian SuntikanSebagian besar vaksin diberikan melelui suntikan intramuskular atau

    subkutan dalam, terdapat pengecualian pada 2 jenis vaksin yaitu OPV diberikansecara oral, dan BCG diberikan dengan suntikan Intradermal (dalam kulit).

  • 22

    E. Teknik Dasar dan Ukuran JarumPada setiap suntikan harus digunakan suntikan yang baru, sekali pakai dan

    steril, sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena resikoinfeksi.Apabila memakai botol multidosis maka suntikan yang telah digunakanmenyuntik tidak boleh lagi dipakai untuk mengambil vaksin.Alat suntik harusdibuang dalam tempat tertutup yang diberi label tidak mudah robek dan bocor,untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian berulang. Standar jarum suntikadalah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada pengecualian dalam beberapahal berikut :

    Pada bayi kurang bulan, umur 2 bulan atau lebih muda dan bayi2 kecillainnya dapat dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.

    Untuk suntikan subkutan lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 denganpanjang 26 mm, untuk bayi kecil dipakai jarum ukuan 27 dengan panjang 12mm.

    Untuk suntikan intramuskular pada orang dewasa yang sangat gemuk dipakaijarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.

    Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27dengan panjang 10mm.

    F. Arah Sudut Jarum Pada Suntikan IntramuskularJarum suntik harus disuntikan dengan sudut 45 sampai 60 ke dalam otot

    vastus lateralis atau otot Deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harusdiarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak.Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkanpada sudut 90. Pada suntikan dengan sudut jarum 45 sampai 60 akanmengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.

    G. Tempat Suntikan Yang DianjurkanPaha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi, pada

    bayi dan anak umur di bawah 12 bulan.Regio deltoid adalah alternatif untukvaksinasi pada anak yang lebih besar dan orang dewasa.

  • 23

    Sejak akhir tahun 1980, WHO telah memberikan rekomendasi bahwa daerahanterolateral paha sebagai bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi, dantidak pada pantat untuk menghindari resiko kerusakan nervus ischiadicus.

    Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebihbanyak dijumpai pada bayi karena posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal,sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengantidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal lebih berat.Vaksin hepatitis B dan rabies bila disuntikan di daerah gluteal kurangimunogenik, hal ini berlaku untuk semua umur. Untuk vaksin BCG,harusdisuntikan di kulit di atas insersi otot deltoid, sebab suntikan di atas puncakpundak memberikan resiko terjadinya keloid.

    H. Posisi Anak dan Lokasi SuntikanVaksin yang disuntikan harus diberikan pada bagian tanpa resiko kerusakan

    saraf dan pembuluh vaskular sekitar serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayidan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayidan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga menambah

    ketegangan otot. Alasan

    memilih otot vastus lateralis

    pada bayi dan anak dibawah 12bulan adalah:

    Menghindari kerusakan sarafischiadika pada suntikandaerah gluteal.

    Daerah deltoid pada bayidianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat.

    Vaksin hepatitis B dan Rabies sifat imunogenitasnya berkurang jikadisuntik di daerah gluteal.

    Menghindari resiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempatsuntikan yang menahun.

    Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior

  • 24

    Vastus lateralis adalah otot bayi tebal dan besar, yang mengisi bagiananterolateral paha. Vaksin harus disuntikan ke dalam batas antara sepertiga ototbagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarumharus membuat sudut 45 sampai 60 derajat terhadap kulit dengan jarum kearahlutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas batashubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.

    Lokasi suntikan pada vastus lateralis adalah sebagai berikut :

    Apabila bayi berada di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkantelentang.

    Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.

    Cari trochanter mayor femur dan condyllus lateralis dengan cara palapasi.

    Tarik garis yang menghubungkan kedua tempat di atas, tempat suntikanvaksin adalah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut(bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat olehtractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas)

    Supaya vaksin yang disuntikan masuk ke dalam otot pada batas antarasepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batastersebut .

  • 25

    Lokasi suntikan padadeltoid :

    Posisi seorang

    anak yang

    paling nyaman

    untuk suntikan

    di daerahdeltoid adalahduduk di atas pangkuan ibunya.

    Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi,sementara lengan lainnya diletakkan dibelakang tubuh orang tua.

    Lokasi deltoid yang benar adalah vital supaya vaksinasi berlangsung amandan berhasil.

    Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benardan meningkatkan resiko penetrasi saraf.

    I. Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dialakukan

    harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka,dapat dipakai jarum yang sama. Jarum atau semprit yang telah digunakanmenyuntik sesorang tidak boleh diunakan untuk mengambil vaksin karena resikokontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda jangan digunakankecuali tidak ada alternatif lain.

    2.4 Imunisasi untuk PD312.4.1 Hepatitis B

    Infeksi virus hepatitis B (VHB) menyebabkan sedikitnya satu jutakematian/ tahun. Saat ini di seluruh dunia terdapat 350 juta penderita kronisdengan 4 juta kasus baru/tahun. Infeksi pada anak umumnya asimptomatis tetapi80%-95% akan menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun akan menjadi sirosis danatau karsinoma hepatoseluler (KHS).

  • 26

    Di kawasan yang prevalens infeksi VHB tinggi, infeksi terjadi pada awalmasa kanak-kanak baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu,kebijakan utama adalah memotong jalur transmisi sedini mungkin. Vaksinasiuniversal bayi baru lahir merupakan upaya yang paling efektif dalam menurunkanprevalens VHB dan KHS.

    Vaksin Hepatitis B (HepB) harus segera diberikan setelah lahir, mengingatvaksinasi HepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk

    memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.

    A. Imunisasi pasifHepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memberikanproteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). HBIg hanyadiberikan pada kondisi pasca paparan (needle stick injury, kontak seksual,bayi dari ibu VHB, terciprat darah ke mukosa atau ke mata). Sebaiknya HBIgdiberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama.

    Tabel 1. Kebijakan imunisasi pada needle stick injury

    Kontak yang terpaparTatalaksana bila sumber penularan

    HbsAg (+) HbsAg (-)Imunisasi (-) HBIg dan vaksin atau

    periksa anti HBs bilatergolong risiko tinggi*

    Vaksin atau periksa anti

    HBs bila tergolong risikotinggi

    Imunisasi (+) responder Tidak perlu profilaksis Tidak perlu profilaksisImunisasi (+) nonresponder

    HBIg 2x (jarak 1 bulan)atau HBIg dan vaksin

    Bila sumber penularanrisiko tinggi VHB,

    perlakukan seperti HbsAg(+)*

    Keterangan : HBIg (0,06 ml/kg : maksimum 5 ml) dalam 48 jam pertama setelahkontak

    Bila sumber penularan needle stick injury HbsAg-HbeAg positif, maka22%-31% kontak berisiko mengalami hepatitis akut dan 37%-61%

  • 27

    mengalami sero-evidence infeksi VHB. Pada bayi dan ibu VHB, HBIg (0,5ml) diberikan bersamaan vaksin di sisi tubuh berbeda, dalam waktu 12 jamsetelah lahir. Efektivitas proteksinya (85%-95%) dalam mencegah infeksiVHB dan kronisitas. Bila yang diberikan hanya vaksin VHB, tingkatefektivitasnya 75%.

    B. Imunisasi aktifVaksin HB yang tersedia adalah vaksin rekombinan. Pemberian ketiga dosis

    vaksin dan dengan dosis yang sesuai rekomendasi, akan menyebabkanterbentuknya respons protektif (anti HBs 10 miu/ml) pada >90% dewasa, bayi,anak, dan remaja.

    Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada neonatus dan bayidiberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikandi regio deltoid.

    Dosis untuk neonatus dan anak-anak < 10 tahun adalah 0,5 ml dan dosisuntuk anak >10 tahun adalah 1 ml. Dosis booster dapat diberikan setiap 5 tahunsetelah vaksinasi pertama. Di simpan dalam temperatur antara +2C-+8C. Tidakboleh dibekukan. Kadaluarsa 26 bulan. Sediaan :

    Kotak : 10 kantong @ 1 alat injeksi prefilled/ unijek 1,0 ml (1 dosis dewasa) Kotak : 10 kantong @ 1 alat injeksi prefilled/ unijek 0,5 ml(1 dosis untuk bayi

    dan anak < 10 tahun)

    C. Jadwal imunisasi Minimal diberikan sebanyak 3 kali

    Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah 0,1, dan 6 bulan, karena responantibodi paling optimal

    Imunisasi HepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelahlahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktifdengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.

    Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasiHepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun

  • 28

    optimal, interval imunisasi HepB-2 dengan HepB-3 minimal 2 bulan,terbaik 5 bulan. Maka imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

    Dosis ketiga merupakan penentu respon antibodi karena merupakan dosisbooster. Semakin panjang jarak antara imunisasi kedua dengan imunisasiketiga (4-12 bulan), semakin tinggi titer antibodinya

    Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasikedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2bulan dari imunisasi kedua.

    Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan

    Jadwal dan dosis HepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HbsAgibu saat melahirkan, yaitu :

    1. Ibu dengan status Hbag yang tidak diketahui2. Ibu HbsAg positif, atau3. Ibu HbsAg negative

    Tabel 2. Imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir

    HBsAg Imunisasi Keterangan

    Positif HBIg (0.5 ml) danvaksin HB

    Dosis 1 : < 12 jam

    Negatif atau tidakdiketahu

    Vaksin HB Dosis I : segera setelah lahir

    Status HBV ibu semulatidak diketahui, tetapi biladalam 7 hari terbukti ibuHBV< segera beri HBIg

    Kementerian Kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin HepB-0monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksinkombinasi DTwP/HepB pada umur 2,3-4 bulan. Tujuan vaksin HepBdiberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudahpemberian dan meningkatkan cakupan HepB-3 yang masih rendah.

  • 29

    Tabel 3. Pemberian imunisasi hepatitis B

    Umur Imunisasi Kemasan

    Saat lahir HepB-0 Uniject (HepB-monovalen)2 bulan DTwP dan HepB-1 Kombinasi DTwP/HepB-1

    3 bulan DTwP dan HepB-2 Kombinasi DTwP/HepB-2

    4 bulan DTwP dan HepB-3 Kombinasi DTwP/HepB-3

    Ket. Jadwal Departemen Kesehatan 2007

    D. Catch up immunizationMerupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah

    diimunisasi atau terlambat > dari 1 bulan dari jadwal yang seharusnya. Khususpada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini diberikan dengan intervalminimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval antaradosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama.

    E. Efektifitas dan lama proteksiEfektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah 90%-95%. Memori

    sistem imun menetap minimal sampai 15 tahun pasca imunisasi namun secarateoritis menetap seumur hidup sehingga pada anak normal, tidak dianjurkan untukimunisasi booster.

    F. Ulangan Imunisasi Hepatitis B

    Telah dilakukan penelitian multisenter di Thailand dan Taiwan terhadapanak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar3x pada masa bayi. Pada umur 5 tahun, 90,7% diantaranya masih memilikititer antibodi anti HBs protektif (kadar anti HBs > 10 ug/ml). Mengingatpola epidemiologi hepatitis B di Indonesia mirip dengan pola epidemiologidi Thailand, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulang (booster)

  • 30

    pada usia 5 tahun tidak diperlukan. Idealnya, pada usia 5 tahun inidilakukan pemeriksaan kadar anti HBs.

    Apabila sampai dengan usai 5 tahun anak belum pernah memperolehimunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B denganjadwal 3 x pemberian (catch-up vaccination).

    Ulangan imunisasi hepatitis B (Hep-B) dapat dipertimbangkan pada umur10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs< 10ug/ml). Mengingat pola epidemiologi hepatitis B di Indonesia miripdengan epidemiologi di Thailand, maka dapat disimpulkan bahwaimunisasi ulang (booster) pada usia 5 tahun tidak diperlukan. Idealnyapada usia 5 tahun ini dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs.

    G. Reaksi KIPIEfek samping yang terjadi umunya berupa reaksi local yang ringan dan bersifat

    sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.

    H. Kontra indikasiSampai saat ini tidak ada indikasi kontra absolut pemberian vaksin VHB.

    Kehamilan dan laktasi bukan indikasi kontra imunisasi VHB.

    2.4.2 Poliomielitis

    Poliomielitis adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan viruspolio. Kerusakan pada motor neuron medulla spinalis dapat mengakibatkankelumpuhan yang bersifat flaksid. Respon terhadap infeksi virus polio sangatbervariasi mulai dari tanpa gejala sampai adanya gejala kelumpuhan total danatropi otot, pada umumnya mengenai tungkai bawah dan bersifat asimetris, dandapat menetap selamanya bahkan sampai dengan kematian.

    A. Jenis VaksinTerdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio-1,2, dan 3:

    1. OPV (oral polio vaccine), hidup dilemahkan, tetes, oral

  • 31

    2. IPV (inactivated polio vaccine), in-aktif, suntikan.Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV

    dapat diberikan pada anak sehat maupun anak yang menderita imunokompremais,dan dapat diberikan sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapatjuga diberikan bersamaan dengan vaksin DTP, secara terpisah atau kombinasi.

    B. Jadwal1. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI atau pada kunjungan

    pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yangtinggi. Hal ini diperlukan karena Indonesia rentan terhadap transmisi viruspolio liar dari daerah endemik polio (India, Pakistan, Afganistan, Nigeria).Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka diberikan saat bayi pulangdari rumah sakit/ rumah bersalin untuk menghindari transmisi virus vaksinkepada bayi lain karena virus polio vaksin dapat disekresi melalu tinja.Selanjutnya dapat diberikan OPV atau IPV

    2. Untuk imunisasi dasar polio (polio-2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu

    3. Dalam rangka eradikasi polio (Erapo), masih diperlukan Pekan ImunisasiPolio (PIN) yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan. Pada PINsemua balita harus mendapat imunisasi OPV tanpa memandang statusimunisasinya (kecuali pasien imunokompromasi diberikan IPV) untukmemperkuat kekebalan mukosa saluran cerna dan memutuskan transmisivirus polio liar.

    C. Dosis1. OPV diberikan 2 tetes per-oral (0,1 ml)2. IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular. Vaksin IPV dapat diberikan

    tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DTaP/IPV, DTaP/Hib/IPV)3. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4,

    selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

  • 32

    D. Kontra indikasi

    OPV IPV

    - Infeksi HIV atau kontak HIV

    serumah

    - Imunodefisiensi (keganasanhematologi, tumor padat, terapiimunosupresan jangka panjang)

    - Reaksi anafilaktik terhadapneomisin, streptomisin, atau

    polimiksin-B

    E. KIPI

    Polio paralitik

    Anafilaksis atau renjatan anafilaktik

    2.4.3 TuberkulosisBacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

    Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkanbasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCGmenimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin.

    Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untukmencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan menganjutkanpemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.

    Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas padainsersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha) .Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegahkomplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknyadilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila ujituberculin negatif..

    Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Berhubungandengan beberapa factor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan denganMycobacterium atipik atau factor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain)

  • 33

    Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu2-80C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan dalamwaktu 8 jam.

    A. Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCGPenyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local yang

    superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuhdalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabiladosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabilapenyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam.

    1. LimfadenitisLimfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpaisetelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidakperlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistulamaka dapat dibersihkan (drainage) dan diberikan obat anti tuberculosis oral.Pemberian obat anti tuberculosis sistemik tidak efektif.

    2. BCG-itis diseminasiJarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat.Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris danosteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat antituberculosis.

    B. Kontra indikasi BCG- Reaksi uji tuberculin >5 mm.- Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,

    imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat imunosupresif,mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsumtulang atau system limfe.

    - Menderita gizi buruk.- Menderita demam tinggi.- Menderita infeksi kulit yang luas.

  • 34

    - Pernah sakit tuberculosis.- Kehamilan.

    C. Rekomendasi- BCG diberikan pada bayi < 2bulan.- Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB denagn BTA +3

    sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudahtenang bayi dapat diberi BCG.

    2.4.4 Difteri, Tetanus, Pertusis

    Difteria adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated diseasedan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae yang merupakan grampositif. Produksi toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenisasioleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Seorang anak dapatterinfeksi difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akanmemproduksi toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkandestruksi jaringan setempat dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapatmenyumbat jalan nafas. Pemberian antitoksin dimaksudkan untuk mengikat toksinyang beredar dalam darah, namun tidak dapat menetralisasi toksin yang sudahterikat jaringan.

    Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal, gejala klinis disebabkan oleheksotoksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetani yang merupakan kumanberbentuk batang dan bersifat anaerobik, gram positif yang mampu menghasilkanspora berbentuk drumstick. Tetanus selain dapat ditemukan pada anak-anak, jugadijumpai kasus tetanus neonatal yang bersifat fatal. Perawatan luka, kesehatangigi, telinga (OMSK) merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus disampingimunisasi terhadap tetanus baik aktif maupun pasif.

    Pertusis atau batuk rejan seratus hari adalah suatu penyakit akut yangdisebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis yang merupakan bakteri batang yangbersifat gram negatif dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya. Kumanini menghasilkan beberapa antigen antara lain toksin pertusis (PT), filamen

  • 35

    hemagglutinin (FHA), pertactineaglutinogen fimbriae, adenil siklase, endotoksin,dan trakea sitotoksin. Produk toksin ini berperan dalam terjadinya penyakitpertusis dan kekebalan terhadap satu atau lebih komponen toksin tersebut akanmenyebabkan penyakit yang ringan. Terdapat bukti bahwa kekebalan terhadapB.pertussis tidak bersifat permanen.

    A. Toksoid difteriaUntuk imunisasi primer terdapat difteria digunakan toksoid difteria (alum-

    precipitated toxoid) yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksinpertusis dalam bentuk DTP. Potensi toksoid difteria dinyatakan dalam jumlah unitflocculate (Lf) dengan kriteria 1 Lf adalah jumlah toksoid sesuai dengan 1 unitanti toksin difteria.

    B. DTwP (Whole-cell pertussis) dan DtaP (acelluler pertussis)Saat ini telah ada vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertussis) di

    samping vaksin DTwP (DTP dengan komponen whole cell pertussis) yang telahdipakai selama ini. Kedua vaksin DTP tersebut dapat dipergunakan secarabersamaan dalam jadwal imunisasi.

    C. Jadwal ImunisasiImunisasi dasar DTP (primary immunization) diberikan 3 kali sejak umur 2

    bulan (DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan boosterDTP selanjutnya (DTP-4) diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu umur 18-24bulan dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.

    D. Vaksinasi Penguat (Booster) Imunisasi DTP booster ke-2 (DTP-5) pada umur 5 tahun harus tetap

    diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaPuntuk mengurangi demam pasca imunisasi) mengingat kejadian pertusis

  • 36

    pada dewasa muda meningkat akibat ambang proteksi telah sangat rendahsehingga dapat menjadi sumber penularan pada bayi dan anak.

    Program imunisasi nasional

    1. Tidak ada vaksin ulangan pada usia 18-24 bulan (sesuai ketentuanWHO)

    2. Apabila pada umur 5 tahun belum diberikan DTP-5, maka vaksinasipenguat diberikan Td sesuai program BIAS, (SD kelas 1, umur 7tahun, dengan booster setiap 10 tahun)

    3. Vaksinasi penguat Td diberikan sesuai program BIAS (SD, kelas 6,umur 12-13 tahun).

    E. Dosis vaksinasi DTPDTwP, DTaP, DT atau Dt adalah 0,5 ml diberikan secara intramuskular, baik

    untuk imunisasi dasar maupun ulangan.

    F. Pemberian DTP kombinasiVaksinasi DTP dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu

    DTwP/HepB, DTaP /Hib, DTwP/Hib, DTaP/IPV, DTaP/Hib/IPV sesuai jadwal.

    G. TetanusUpaya Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus

    Neonatorum (ETN) tahun 2000 belum terlaksana sepenuhnya. Maka padapemberian vaksin tetanus beberapa hal perlu mendapat perhatian.

    Jadwal imunisasi tetanus, sesuai dengan imunisasi DTP

    Perkiraan lama waktu perlindungan antibodi tetanus

    Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal mendapat vaksintetanus toksoid sebanyak lima kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup.Dengan demikian, setiap wanita usia subur (WUS) telah mendapat perlindunganuntuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum

  • 37

    (pemberian vaksin TT WUS dan TT ibu hamil). Perlindungan tersebut dapatdiperoleh dengan cara sebagai berikut :

    Imunisasi DTP primer pada bayi 3 kali akan memberikan imunitas 1-3tahun. Tiga dosis toksoid tetanus pada bayi tersebut, setara dengan 2 dosistoksoid pada dewasa.

    Ulangan DTP pada umur 18-24 bualn (DTP-4) akan memperpanjangimunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun, pada umur dewasadihitung setara 3 dosis toksoid.

    Dosis toksoid tetanus kelima (DTP/Td 5) bila diberikan pada usia masuksekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu pada sampaiumur 17-18 tahun; pada umur dewasa dihitung setara 4 dosis toksoid.

    Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya disekolah (DT 6 atau Td) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi; padaumur dewasa dihitung setara 5 dosis toksoid.

    Upaya ETN dengan target sasaran TT 5 kali juga dilakukan pada anaksekolah melalui kegiatan BIAS.

    Dosis Vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular.

    H. KIPI

    1. Ringan

    Reaksi lokal : kemerahan, bengkak, nyeri Demam > 38,5 C Iritabel, lesu, sistemik

    2. Berat

    Menangis > 3 jam (inconsolable crying) Kejang Hypotonic hyporesponsive Reaksi anafilaktik Ensefalopati

  • 38

    I. Kontra Indikasi

    Riwayat anafilaktik pada pemberian vaksin sebelumnya

    Ensefalopati sesudah pemberian vaksin sebelumnya

    Didapatkan keadaan perhatian khusus seperti setelah pemberian vaksinpertusis yang pertama didapatkan riawayt hiperpireksia, keadaanhipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus menerusselama 3 jam, dan kejang dalam 3 hari sesudahnya.

    2.4.5 Haemophyllus Influenza tipe BSesuai namanya, imunisasi ini bermanfaat untuk mencekal kuman HiB

    (Haemophyllus influenzae type B). Kuman ini menyerang selaput otak sehinggaterjadilah radang selaput otak yang disebut meningitis. Meningitis sangatberbahaya karena dapat merusak otak secara permanen sampai kepada kematian.Selain mengakibatkan radang selaput otak, kuman ini juga dapat menyebabkanradang paru dan radang epiglotis.

    Terdapat dua jenis vaksin Hib konjungat yang beredar di Indonesia yaituvaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyriibosyl ribitolphosphate- konjugasi dengan protein tetanus) dan PRP-OMP (PRP berkonjugasiouter membrane protein complex).

    A. Jadwal imunisasi- Vaksin Hib yang berisi PRT-P diberikan umur 2,4, dan 6 bulan.- Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan,

    dosis ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.- Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib,

    DTaP/Hib/IPV).

  • 39

    B. Dosis Satu dosis Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular Tersedia vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTaP/Hib/IPV (vaksin

    kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRT-P) dalam kemasan prefilledsyringe 0,5 ml.

    C. Ulangan Vaksin Hib baik PRT-P ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18

    bulan Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan satu kali.

    2.4.6 PneumokokusPneumokokus adalah bakteri gram positif diplokokus, merupakan

    penyebab terpenting penyakit infeksi saluran nafas pada masa anak. Pneumokokusselain penyebab utama pneumonia, juga menyababkan meningitis, bakteremia,sepsis, sinusitis, otitis media, dan konjungtivitis.

    A. Jenis vaksinTerdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin

    pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe disebutpneumococcus polysaccharide vaccine (PPV23). Vaksin pneumokokus generasikedua berisi vaksin polisakarida konjugasi, 7 serotipe disebut pneumococcalconjugate vaccine (PCV7) dan PCV10 untuk 10 serotipe.

    Perbedaan PPV dan PCV

    Vaksin polisakarida (PPV) Vaksin polisakarida konjugasi (PCV)o T-cell independent o T cell dependent (memory cell)o Tidak imunogenik pada umur

    2 tahun, risiko o Indikasi : anak sehat dan anak

  • 40

    tinggi resiko tinggi, umur 2 bl-5 th

    o Mempunyai imunitas jangkapendek

    o Tinggi, umur 2 bulan 5 tahun

    o Nama : Pneumo-23 (SanofiPasteur)

    o Mempunyai imunitas jangkapanjang

    o Nama : Prevenar (Pfizer),Synflorix (GSK)

    B. Jadwal imunisasiVaksin diberikan sejak usia 2 bulan sampai 9 tahun. Dosis dan interval

    pemberian sesuai umur tertera pada tabel

    Dosis pertama (bulan) Imunisasi dasar Imunisasi ulangan*2-6 3 dosis, interval 6-8

    minggu

    1 dosis, 12-15 bulan

    7-11 2 dosis, interval 6-8minggu

    1 dosis, 12-15 bulan

    12-23 2 dosis, interval 6-8minggu

    24 1 dosis

    *Imunisasi ulangan minimal 6-8 minggu setelah dosis terakhir imunisasi dasar

    C. Dosis imunisasiVaksin PCV dikemas dalam prefilled syringe 5 ml diberikan secaraintramuscular

    Dosis pertama tidak diberikan sebelum umur 6 minggu Untuk bayi BBLR (1500 gram) vaksin diberikan setelah umur

    kronologik 6-8 minggu, tanpa memperhatikan umur kehamilan. Dapat diberikan bersama vaksin lain misalnya DTwP, DTaP, TT, Hib,

    HepB, IPV, MMR, atau varisela, dengan mempergunakan syringeterpisah. Untuk setiap vaksin diberikan pada sisi badan yang berbeda.

  • 41

    D. KIPI

    Vaksin aman diberikan, tidak ada efek samping yang serius. Reaksi KIPIsering terjadi setelah suntikan yang pertama, yakni:

    Efek samping : eritema, bengkak, indurasi, nyeri Efek sistemik : demam, gelisah, pusing, muntah, diare,diare, urtikaria.

    2.4.7 Rotavirus

    Infeksi rotavirus merupakan penyebab tersering diare pada balita padabalita yang terjadi di seluruh dunia. Rotavirus menginvasi enterosit matur padahilus usus halus. Diare yang terjadi akibat malabsorbsi, sekresi air oleh sel kriptaimatur dan defek transport akibat efek toksik protein virus (NSP4). Kesembuhanterjadi apabila lapisan epitel usus halus telah mengalami regenerasi.

    A. Jenis vaksinVaksin rotavirus terdiri dari 2 jenis yaitu monovalen dan pentavalen. Vaksin

    rotavirus monovalen mengandung rotavirus tipe G1P(8) mempunyai neutralizingepitop yang sama dengan rotavirus tipe G1, G3, G4, dan G5. Sedangkan vaksinrotavirus pentavalen terdiri dari 5 strain yaitu G1, G2, G3, G4, G5, P1A(8).Vaksin rotavirus yang sudah beredar merupakan vaksin hidup yang mengandung1 strain rotavirus (monovalen), 4 strain rotavirus (tetravalen) maupun 5 strainrotavirus (pentavalen).

    B. Jadwal dan Dosis imunisasiVaksin rotavirus monovalen diberikan secara oral 2 kali, sedangkan vaksin

    rotavirus pentavalen diberikan 3 kali1. Monovalen

    Vaksin Rotarix telah diketahui efektif menurunkan kejadian diare rotavirussebesar 57%. Vaksin ini diberikan secara oral dengan dilengkapi buffer dalamkemasan. Rotatrix diberikan salam 2 dosis dengan rentan waktu 8 minggusetiap pemberian vaksin. Dari pertama diberikan pada umur 6-14 minggu,dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sehingga imunisasi

  • 42

    selesai sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu.Selain rotratrix, vaksin monovalen lain yang sedang dikembangkan adalahRV3 yang mengandung virus hidup dengan tipe G3P[6]. Vaksin iniditemukan pada neonatus sehat dengan keuntungan biayanya murah dan tidakmenyebabkan penyakit pada neonatus.

    2. Tetravalen

    Vaksin ini ditarik dari peredaran karena berkaitan dengan kejadianintususepsi. Walaupun kejadian intususepsi baru ditemukan 10.000 penerimavaksin. Jumlah ini masih sedikit daripada kematian akibat diare600.000/tahun sehingga pemberian vaksin masih memberikan keuntunganyang jauh lebih tinggi.

    3. Pentavalen

    Dikenal sebagai nama dagang Rotateq (Merck). Vaksin ini telah diketahuimemiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah keparahan akibat rotavirus.Rotateq diberikan secara oral dalam 3 dosis. Dosis pertama diberikan umur 6-12 minggu, interval dari ke-2, dan ke-3 adalah 4-10 minggu, dari ke-3diberikan pada umur

  • 43

    merupakan penyebab umum terjadinya obstruksi usus secara akut pada balita dananak.

    2.4.8 Influenza

    Influenza adalah penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh virusinfluenza. Penyakit ini sangat menular, umumnya ringan namun dapatmengakibatkan komplikasi serius. Seringkali masyarakat memakai istilahinfluenza untuk setiap penyakit infeksi saluran nafas dengan gejala demam,rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk, nyeri kepala, nyeri otot, apapun viruspenyebabnya. Penyakit dengan gejala tidak spesifik tersebut dikenal sebagaiinfluenza like illnesss (ILI).

    Penularan virus melalui udara (aerosol) dan percikan ludah (droplets)kontak langsung dari seseorang yang infeksius. Penularan terjadi 1-2 hari sebelumgejala timbul sampai 4-5 hari sesudahnya.A. Jenis Vaksin1. Vaksin trivalen influenza yang terdiri dari dua virus influenza subtipe A yaitu

    H3N2dan H1N1 (strain California), serta virus influenza tipe B. Vaksininfluenza diproduksi 2 kali setahun berdasarkan perubahan galur virusinfluenza yang bersirkulasi di masyarakat.

    2. WHO Global Influenza Program merekomendasikan komposisi vaksininfluenza yang berlaku untuk tahun berikutnya pada bulan September danFebruari. Musim influenza pada terjadi bulan Mei-Juni dibelahan bumiSelatan (Southern hemisphere), dan November-Desember untuk belahanbumi utara (Northern hemisphere).

    3. Untuk Indonesia dipilih vaksin formulasi dari belahan utara atau selatan yangdiproduksi oleh produsen vaksin sesuai dengan waktu yang tepat (perhatikantanggal kadaluarsa vaksin tersebut).

    B. Jadwal imunisasi1. Rekomendasi WHO untuk tahun untuk tahun 2010/2011 komposisi vaksin

    belahan utara adalah A/New Caledonia/20/99/(H1N1)-like virus;

  • 44

    A/Wisconsin/67/2005 (H3N2)-like virus; dan B/Malaysia/2506/2004-likevirus.

    2. Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6-23 bulan, baik anak sehatmaupun dengan risiko (asma, penyakit jantung, penyakit sel sickle, HIV, dandiabetes)

    3. Imunisasi influenza diberikan setiap tahun, mengingat tiap tahun terjadipergantian jenis galur virus yang beredar di masyarakat. Vaksin tahunsebelumnya tidak boleh diberikan untuk tahun sekarang.

    4. Indikasi lain : anak yang tinggal dengan sekelompok risiko tinggi atau pekerjasosial yang berhubungan dengan kelompok risiko tinggi.

    C. Dosis Imunisasi

    Dosis tergantung umur anak,

    Umur 6-35 bulan : 0,25 mlUmur 3 tahun : 0,5 mlUmur 8 tahun : untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis denganinterval minimal 4-6 minggu, pada tahun berikutnya hanya diberikan 1dosis

    Vaksin influenza diberikan secara intramuskular pada paha anterolateralatau deltoid

    D. Rekomendasi1. Anak sehat usia 6 bulan 2 tahun2. Anak dengan penyakit jantung kronik, penaykit saluran nafas kronik, dan

    penyakit ginjal kronik3. Anak yang tinggal bersama seperti panti asuahn, asrama, dll4. Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seseorang yang berisiko

    tinggi untuk mendapat komplikasi seperti petugas kesehatan.

  • 45

    E. KIPI

    Gejalanya biasanya ringan, tidak perlu perhatian khusus, lamanya 1-2 hari.Gejala demam, nyeri, dan sakit kepala lebih sering didapatkan pada anakdibandingkan pada dewasa.

    F. Kontra Indikasi1. Individu dengan reaksi anafilaktik pemberian vaksin influenza sebelumnya2. Individu alergi terhadap telur, dapat mengalami pembengkakan bibir, distress

    nafas akut dan pingsan.3. Sedang menderita penyakit demam akut yang berat4. Riwayat GBS

    2.4.9 CampakPenyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi

    virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis(peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit inidisebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

    Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campakterjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anakSD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akankebal terhadap penyakit ini. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anaksebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikanasetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksinbiasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campakJerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha ataulengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9bulan.

    Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosiskedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu penderita juga harus disarankan

  • 46

    untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalantubuh meningkat.

    A. Imunisasi CampakSebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun

    seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuhantibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campakmudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekaliterserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanyadiderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya takakan terkena lagi. Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadappenyakit campak sampai seumur hidup.

    Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegahjika seseorang mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasausia 6 59 bulan dan masa SD (6 12 tahun).

    Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama denganimunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit campaksampai 48%.Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, danmampu menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasinya seperti radangparu (pneumonia); diare, radang telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis)terutama pada anak dengan gizi buruk.

    Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yangberlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulahmuncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, sikecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulutmuncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak jugamengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik,berkisar 38-40,5C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yangmerupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga takterlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping,

  • 47

    leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercakbercak merahini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.

    Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengansendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebuthiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuhdengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anaksembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obatyang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yangmuncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi viruscampak. Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisaterjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat,selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (bronchopneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnyapaling sering menimbulkan kematian pada anak.

    B. DeskripsiVaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis

    (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70,dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin.Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya denganpelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telahmemenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.

    C. IndikasiUntuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.

  • 48

    D. KomposisiTiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung : Virus Campak >=

    1.000 CCID50, Kanamycin sulfat

  • 49

    G. Efek SampingUmumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan

    diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

    H. KontraindikasiTerdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin

    campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yangmengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas ataudiare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagaikontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi beratterhadap kanamycin dan erithromycin.

    Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui, makawanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu pengidap virus HIV (HumanImmunodficiency Virus). Vaksin Campak kontraindikasi terhadap individu-individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang didugamenderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalizedmalignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala ataupuntanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak.

    I. Jadwal yang ditentukan.Bagi anak-anak yang sedang sakit berat seperti diare dan demam tinggi,

    menurut Jane, diinstruksikan tidak perlu diimunisasi campak. Para petugas cukupmencatat namanya. Apabila anak tersebut telah sembuh, petugas akan mendatangirumahnya untuk diberi imunisasi.

    J. KemasanVaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul

  • 50

    2.4.10 VariselaVarisela (cacar air) adalah penyakit infeksi yang sangat menular

    disebabkan oleh virus varisela-zooster. Cacar air merupakan fase akut invasi virussedangkan herpes zooster merupakan reaktivasi fase laten. Cacar air ditularkanmelalui droplet infection dan sangat menular selama masa prodormal yang singkatdan fase awal erupsi. Masa inkubasi 14-16 hari.

    Infeksi herpes zooster berupa ruam vesikular yang terlokalisasi akibatreaktivasi virus varisela-zooster laten, akan timbul pada saat menurunnyakekebalan. Herpes zooster jarang ditemui sebelum umur 12 tahun, umunyamuncul pada usia 40 tahun.

    A. Jenis VaksinVaksin virus varisela-zooster (galur OKA) yang dilemahkan terdapat dalambentuk bubuk kering (lyophilised). Bentuk ini kurang stabil dibandingkanvaksin virus hidup lain, sehingga memerlukan suhu penyimpanan tertentu.Vaksin harus disimpan sesuai dengan petunjuk pabrik. Vaksin varisela-zooster yang beredar di Indonesia dapat disimpan pada suhu +2C- +8C.

    B. Jadwal Imunisasi1. Imunisasi varisela diberikan pada anak umur 1 tahun2. Pada anak 13 tahun , vaksin dianjurkan untuk diberikan 2 kali selang 1

    bulan,3. Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, imunisasi dapat

    mencegah apabila diberikan dalam kurun 72 jam setelah kontak (catatan :kontak harus dipisahkan).

    C. Dosis imunisasi Dosis 0,5 ml, subkutan, satu kali Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak

    4-8 minggu.

  • 51

    D. KIPI

    Reaksi simpang jarang terjadi Reaksi KIPI dapat bersifat lokal (1%), demam (1%) dan ruam papula-

    vesikel ringan

    Pada individu imunokompromais Reaksi sistemik muncul lebih sering daripada reaksi local Setelah penyuntikan vaksin, pada 1% individu imunokompromais dapat

    timbul penyulit penyerta

    E. Kontra IndikasiVaksin varisela tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, hitung

    limfosit kurang dari 1200/iu atau adanya bukti defisiensi imun selular sepertiselama pengobatan induksi penyakit keganasan atau fase radioterapi, pasien yangmendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2 mg/kgBB per hari atau lebih).Vaksin ini juga indikasi kontra bagi pasien yang alergi neomisin.

    2.4.11 Campak, Gondongan, dan RubelaGondongan adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh famili

    paramyxovirus, dengan predileksi pada kelenjar dan jaringan saraf. Rubellamerupakan penyakit infeksi akut yang ringan yang disebabkan famili Togavirus.

    A. Jenis Vaksin1. Merupakan vaksin kering yang mengandung virus hidup, harus disimpan

    dalam temperatur 2-8C atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya.2. Vaksin harus digunakan dalam waktu i jam setelah dicampur dengan

    pelarutnya.

    B. Jadwal ImunisasiVaksin MMR diberikan pada umur 15-18 bulan, minimal interval 6 bulan

    antara imunisasi campak (umur 9 bulan) dan MMR.

  • 52

    C. Dosis Imunisasi1. Dosis satu kali 0,5 ml, secara subkutan pada umur 12-18 bulan.2. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah penyuntikan imunisasi

    lain.

    3. Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18bulan dan 6 tahun, imunisasi campak (monovalen) tambahan pada umur 5-6tahun tidak perlu diberikan.

    4. Ulangan imunisasi MMR diberikan pada umur 6 tahun.

    D. RekomendasiVaksin MMR harus tetap diberikan seaklipun ada riwayat infeksi campak,gondongan,dan rubella atau imunisasi campak.

    E. KIPI

    1. Demam, malaise, atau ruam yang terjadi 1 minggu setelah vaksinasi.2. Kejang demam3. Meningoensepalitis4. Trombositopenia

    F. Kontra Indikasi1. Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau gangguan imunitas2. Anak dengan alergi berat3. Anak dengan demam akut, pemberian MMR ditunda sampai penyakit ini

    sembuh4. Anak yang mendapat vaksin hidup lain (BCG dan vaksin virus hidup) dalam

    waktu 4 minggu. Ditunda lebih kurang 1 bual setelah imunisasi.5. Tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberia imunoglobulin

    atau transfusi darah6. Defisiensi imun

  • 53

    2.4.12 Tifoid

    A. Jenis, jadwal, dan dosis, kontraindikasi vaksinDi Indonesia tersedia 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan

    oral (bakteri hidup yang dilemahkan). Vaksin capsular Vi polysaccharide

    1. Susunan vaksin polisakaridan setiap 0,5 ml mengandung kumanSalmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan bufer yangmengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat danpelarut untuk suntikan

    2. Disimpan pada suhu 2C-8C, jangan dibekukan3. Kadaluarsa dalam 3 tahun4. Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun5. Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara intramuskular

    atau subkutan pada daerah deltoid atau paha6. Reaksi samping lokal berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi,

    nyeri otot, nausea, nyeri perut, ruam kulit, dan pruritus7. Indikasi kontra : alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin. Juga pada saat

    demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif8. Daya proteksi 50%-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan

    untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.

    Tifoid oral Ty21a1. Vaksin tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non-patogen

    yang dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami sikluspembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelahpemakaian. Tidak seperti vaksin parenteral, respon imun pada vaksin initermasuk sekretorik IgA. Secara umum efektivitas vaksin oral samadengan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan pemanasan, namunvaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid oraldikenal dengan Ty-21a

    2. Penyimpanan pada suhu 2C-8C

  • 54

    3. Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun4. Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari

    (hari 1,3, dan 5) 1 jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebihdari 37C. Kapsul ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi wisatawan

    5. Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun. Vaksin oral pada umumnyadiperlukan untuk turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.

    B. KIPI

    Tidak ada efek samping yang berarti

    2.4.13 Hepatitis A

    A. Jenis vaksinImunisasi pasifNormal human immune globulin (NIHG) setiap milimiternya mengandung100 IU anti HAV. Diberikan sebagai upaya pencegahan setelah kontak(kontak serumah, kontak seksual, saat epidemi) atau upaya profilaksis pascapaparan. Diberikan pula sebagai upaya profilaksis pra paparan atau sebelumkontak. Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah paparan.Imunoglobulin (Ig) diberikan secara intamuskular dalam dosis 0,002 ml/kgberat badan, pada anak besar dan dewasa 5 ml, sedangkan pada anak kecilatau bayi tidak melebihi 3 ml.

    Rekomendasi profilaksis post exposure terhadap VHA

    Saat paparan (minggu) Usia (tahun) Rekomendasi 2 < 2 imunoglobulin

    2 Imunoglobulin dan vaksin

    >2

  • 55

    Umur

    (tahun)Lama kunjungan Rekomendasi Keterangan

    < 2

    < 3 bulan Ig 0,02 ml/kg 1 kali

    3-5 bulan Ig 0,06 ml/kg 1 kali

    Jangka panjang Ig 0,06 ml/kg Saat berangkat,diulang setiap 5 bulan

    2

    < 3 bulanVaksin atau Ig 0,02

    ml/kg Dosis dan jadwalsesuai denganimunisasi aktif

    3-5 bulanVaksin atau Ig 0,06

    ml/kg

    Jangka panjang vaksin

    Imunisasi aktifImunisasi menyebabkan terbentuknya serum-neutralizing antibodies terhadapepitop permukaan virus. Imunisasi hepatitis A diberikan pada anak berusia 2 tahun.

    Kandidat vaksinasi HVA

    Imunisasi rutin Anak di daerah endemis HVA ataudaerah dengan wabah periodik

    Resiko tinggi HVA Pengunjung ke daerah endemisPria homoseksual dengan pasangangandaPekerja dengan primata bukan manusiaStaf bangsal neonatologi

    Risiko hepatitis fulminan Pasien penyakit hati kronis

    Risiko menularkan VHA Penyaji makanan, anak usai 2-3 tahundi TPA

  • 56

    Vaksin hepatitis A diberikan pada daerah yang kurang terpajan (underexposure). Di samping vaksin Hep A monovalen yang telah kita kenal, saat initelah beredar vaksin kombinasi HepB/HepA.

    Jenis vaksin hepatitis A :

    Dibuat dari virus yang dimatikan (inactivated vaccine) Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien

    Vaksin diberikan dua kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6sampai 18 bulan setelah dosis pertama, teragntung produk

    Vaksin diberikan pada usia lebih dari 2 tahun

    Terbukti mempunyai imunogenitas baik

    C. Jadwal imunisasi1. Vaksin hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun2. Vaksin kombinasi HepB/HepA tidak diberikan pada bayi kurang dari 12

    bulan. Maka vaksin kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12bulan, terutama untuk catch-up immunization yaitu mengejar imunisasi padaanak yang belum pernah mendapat imunisasi HepB sebelumnya atauimunisasi HepB yang tidak lengkap.

    D. Dosis imunisasi1. Kemasan liquid 1 dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml2. Dosis pediatrik 720 ELISA units diberikan dua kali dengan interval 6-12

    bulan, intramuskular di daerah deltoid.3. Kombinasi HepB/HepA (berisi HepB 10 ugr dan HepA 720 unit ELISA

    units) dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml intramuskular.4. Dosis HepA untuk dewasa (19 tahun) 1440 ELISA units, dosis 1 ml, 2 dosis,

    interval 6-12 bulan.

  • 57

    E. Lama ProteksiLama proteksi antibodi anti HVA diperkirakan menetap selama 20 tahun.

    Proteksi jangka panjang terjadi akibat antibodi protektif yang menetap atau akibatanamnestic boosting infeksi alamiah.

    F. Kontra IndikasiVaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami reaksi

    berat sesudah penyuntikan dosis pertama.

    2.4.14 Human Papilloma VirusVirus HPV terdiri dari DNA dengan rantai ganda yang sirkular. Dilapisi

    oelh capsid dengan regio yang bersifat onkogenik (E), regio ini akanmenginaktivkan gen 53 (tumor supresor gen), dan capsid dengan regio yangbersifat imunogenik (L). Klasifikasi dari HPV berdasarkan dari DNA dan sampaisaat ini sudah lebih 100 virus HPV sudah teridentifikasi dengan 40 diketahuimenginfeksi traktus genitalis.

    Faktor risiko yang berperan untuk terjadinya karsinoma serviks adalah usiamuda dimulainya aktivitas seksual, berhubungan seks dengan pasangan yangberbeda-beda, tingkah laku pasangan laki-laki, riwayat infeksi yang ditularkanmelalui hubungan seksual. Sedangkan kofaktor yang mempengaruhi yangmempengaruhi infeksi HPV menjadi karsinoma serviks adalah alat kontrasepsihormonal, tingginya frekuensi persalinan, imunodefisiensi/infeksi HIV, koinfeksiklamidia, koinfeksi HSV-2, merokok aktif.

    A. Jenis VaksinVaksin HPV terdiri dari 2 jenis yaitu bivalen dan quadrivalen. Vaksin

    bivalen terdiri dari HPV serotipe 16 dan 18, sedangkan vaksin HPV quadrivalenterdiri dari HPV serotipe 6, 11, 16, dan 18.

    B. Jadwal dan Dosis ImunisasiVaksin HPV diberikan pada umur 9-25 tahun dan 26-45 tahun

  • 58

    a. Vaksin bivalen : dosis doberikan pada 0-1-6 bulanb. Vaksin quadrivalen : dosis diberikan pada 0-2-6 bulan

    Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuskular pada daerah deltoid.

    C. Rekomendasi Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak perempuan sejak umur

    >10 tahun

    Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuskular pada daerah deltoid.

    D. KIPI

    Pada umumnya efek samping vaksin yaitu nyeri, bengkak, kemerahan,fatigue, nyeri kepala, gangguan gastrointestinal dan demam. Namun tidak adaefek samping serius yang dilaporkan.

    2.5 Imunisasi pada Kelompok BeresikoPada anak yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat infeksi, harus di

    imunisasi berdasarkan prioritas. Misalnya bayi prematur, anak dengan penyakitkeganasan, anak yang mendapatkan pengobatan imunosupresi, radioterapi, anakdengan infeksi HIV, transplantasi sumsum tulang/ organ dan spelenektomi.

    Pada anak yang pernah menderita reaksi efek samping yang seriussetelah imunisasi, harus diberikan imunisasi berikutnya di rumah sakit denganpengawasan dokter.

    Penekanan respons imun dapat terjadi pada penyakit defisiensi imunkongenital dan defisiensi imun didapat seperti pada leukimia, limfoma, pasiendengan pengobatan alkilating agents, antimetabolik, radioterapi, kortikosteroidsistemik dosis tinggi dan lama.

    A. Pasien dengan sistim imun tertekan1. Mendapat pengobatan kortikosteroid dosis tinggi sama atau lebih dari 20

    mg sehari atau 2 mg/kg bb/ hari dengan lama pengobatan > 7 hari ataudosis 1 mg/ kg bb/ hari lama pengobatan > 1 bulan.

  • 59

    2. Pengobatan dengan alkylating agents, antimetabolik dan radioterapi untukpenyakit keganasan seperti leukemia dan limfoma.

    Pada pasien dengan sistem imun yang tertekan, tidak boleh diberikanimunisasi vaksin hidup karena akan berakibat fatal disebabkan vaksin akanbereplikasi dengan hebat karena tubuh tidak dapat mengontrolnya. Vaksinhidup misalnya vaksin polio oral, MMR, BCG. Vaksinasi denganmikroorganisme hidup dapat diberikan setelah penghentian pengobatanminimal 3 bulan.

    Vaksinasi dengan mikroorganisme mati atau yang dilemahkan dapatdiberikan seperti hepatitis B, hepatitis A, DPT ,influenza dan Hib, dosis samadengan anak sehat. Respons imun yang timbul tidak sama dengan anak sehat,sehingga bila kontak dengan pasien campak harus diberikan imunisasi pasifyaitu normal immunoglobulin human dengan dosis 0,2 ml/kg bb/intramuskular. Untuk profilaksis varisela dosis lebih besar 0,4-1,0 ml/kg bb,bila mungkin sebaiknya diberikan imunisasi spesifik dengan varicella-zosterimunoglobulin namun pada saat ini belum ada di Indonesia.

    B. Pasien dalam pengobatan kortikosteroid1. Pada pasien dengan pengobatan kortikosteroid topikal atau injeksi lokal

    misalnya erosol untuk asma, rinitis alergi, salep kulit, mata, intra artikular,

    kortikosteroid dosis rendah yang diberikan setiap hari atau selang sehari,dapat diberikan imunisasi dengan vaksin hidup

    2. Sedangkan pada pasien yang mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggisetiap hari atau selang sehari dan lama pemberian kurang dari 14 hari,dapat d