Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Kristen Petra
7
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Job hopping
2.1.1 Definisi job hopping
Frediell et al., (2011) mendefinisikan job hopping sebagai sebuah tindakan
meninggalkan pekerjaan dengan alasan ingin meningkatkan kesuksesan karir
dengan mencoba di tempat kerja yang lain. Sedangkan Naresh & Rathnam (2015)
mendefinisikan job hopping sebagai bentuk perilaku karyawan yang sering
berganti atau berpindah pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain
dengan harapan kemajuan karir serta pendapatan yang meningkat. Selain itu
Green (2013) juga mendefinisikan job hopping yaitu sebagai tindakan yang
meninggalkan pekerjaan secara cepat, atau secara umum karyawan yang hanya
bertahan selama beberapa tahun saja dalam satu perusahaan. Seorang karyawan
yang keluar dari pekerjaannya atas keinginan karyawan itu sendiri termasuk
dalam voluntary turnover (Griffeth dan Hom, 2004). Job hopping termasuk dalam
voluntary turnover karena alasan job hopper (orang yang melakukan job hopping)
keluar dari pekerjaannya adalah berdasarkan atas keinginannya sendiri.
Berdasarkan definisi-definisi diatas menurut para ahli penulis
menyimpulkan bahwa job hopping merupakan tindakan karyawan yang sering
berpindah pekerjaan dalam kurun waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun
dengan alasan tertentu.
2.1.2 Dampak Perilaku Job Hopping
Perilaku job hopping memiliki dampak merugikan yang nyata bagi pihak
perusahaan yang ditinggalkan. Keluarnya karyawan dari suatu perusahaan tidak
hanya menambah biaya pengeluaran untuk rekruitmen karyawan baru pada
perusahaan tersebut, tetapi juga mengurangi modal pengetahuan dan menurunkan
reputasi perusahaan (Zhao dan Liu, 2010). Di sisi lain, karyawan yang masih
bertahan di perusahaan akan mengalami demoralisasi. Demoralisasi merupakan
hal yang disebabkan karena bertambahnya beban kerja karyawan yang masih
bertahan untuk menggantikan pekerjaan dari karyawan yang keluar dari pekerjaan
Universitas Kristen Petra
8
tersebut, yang dapat mengarah pada menurunnya produktivitas perusahaan
(Memon, et al., 2014; dalam Khotimah, 2015).
Dampak merugikan lain dari perilaku job hopping karyawan terhadap
perusahaan yang ditinggalkannya adalah risiko menyebarnya informasi penting ke
perusahaan saingan. Beberapa industri teknologi di Singapura mengeluhkan
rahasia perusahannya akan menyebar ke perusahaan saingannya (Ng, Hirono dan
Siy, 1986; dalam Yuen, 2016). Berbagai perusahaan lain di Jerman, Jepang, dan
Amerika Serikat mencemaskan karyawan yang memiliki kemungkinan tinggi
untuk melakukan job hopping karena besarnya investasi yang dikeluarkan
perusahaan untuk training dan skill development, terlebih jika karyawan yang
melakukan job hopping tersebut berpindah tempat kerja ke perusahaan saingannya
(Lim dan Chew, 1998; Lim, 2013; dalam Yuen, 2016). Perusahaan yang
mengalami hal tersebut akan sangat dirugikan. Pemahaman mengenai fenomena
job hopping menjadi sangat penting bagi perusahaan sehingga dapat
menanganinya dengan tepat.
2.1.3 Konsekuensi Negatif yang di terima Job Hopper
Konsekuensi negatif yang diterima oleh seorang job hopper di mata
organisasi dilihat dari sejarahnya menjadi job hopper adalah sebagai berikut
(Krishnan , 2012) :
1. Less Security yaitu rasa tidak aman karena menjadi pertimbangan yang
pertama jika organisasi dipaksa untuk mengurangi karyawan.
2. Question of Judgment yaitu penilaian organisasi terhadap job hopper yang
tidak setia akan sulit untuk membangun kepercayaan terhadap job hopper.
3. Hesitation to Invest yaitu sikap organisasi yang enggan untuk memberikan
job hopper training maupun skill development.
4. Fear to Employ yaitu organisasi yang ragu untuk merekrut job hopper
karena organisasi berpikir bahwa job hopper akan meninggalkannya
seperti job hopper meninggalkan organisasi yang sebelumnya.
Universitas Kristen Petra
9
2.2 Turnover
2.2.1 Definisi Turnover
Turnover dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari
organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi suatu
organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode
tertentu (Witasari, 2009). Turnover tentu saja akan membawa kerugian bagi
perusahaan karena dengan keluarnya karyawan. Maka perusahaan harus
mengeluarkan biaya dan waktu lagi dalam rangka proses rekrutmen, seleksi dan
training dimana proses tersebut membutuhkan biaya dan waktu yang cukup besar.
2.3 Turnover Intention
2.3.1 Definisi Turnover Intention
Definisi turnover intention menurut Andini (2006) adalah keinginan yang
muncul dalam diri seseorang untuk keluar dari organisasi, yaitu evaluasi
mengenai posisi seseorang saat ini berkenaan dengan ketidakpuasan yang dapat
memicu keinginan seseorang untuk keluar dan mencari pekerjaan lain. Igbaria dan
Gumaraes (2006) juga mendefinisan turnover intention yaitu sebagai hasrat yang
muncul dalam diri seseorang untuk keluar yang mencermikan keinginan individu
untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan. Sedangkan
Wahyuni, Zaika, Anwar (2012) mendefinisikan turnover intention sebagai
keinginan yang muncul dalam seseorang untuk berpindah dari perusahaan semula
bekerja ke perusahaan lain.
Berdasarkan definisi-definsi diatas menurut para ahli, penulis
menyimpulkan bahwa turnover intention merupakan keinginan individu untuk
meninggalkan organisasi dan mencari pekerjaan di tempat lain tetepi belum
diwujudkan dalam suatu tindakan nyata.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention Job Hopper
Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention
berdasarkan penelitian terdahulu yaitu : training dan development, kompensasi,
promosi, reward & recognition, budaya organisasi, lingkungan kerja, work family
Universitas Kristen Petra
10
conflict (Krishnan , 2012 ; Yuliawan dan Himam, 2012; Gulati, 2016; Yuen,
2016; Rong, 2015; Johari dan Raslan; 2018, Dharmawansa dan Thennakoon;
2014)
2.4.1 Training dan Development
Krishnan (2012) mendefinisikan training sebagai 2 terminologi yang
berbeda yaitu pelatihan (training) dan pengembangan (skill development).
Pelatihan merupakan pendidikan yang membantu karyawan untuk mengerjakan
pekerjaannya saat ini. Sedangkan pengembangan merupakan pendidikan yang
membantu karyawan untuk dapat melakukan pekerjaannya di masa mendatang
yang akan diembannya kelak. Dari pelatihan dan pengembangan yang diberikan
oleh organisasi kepada karyawan, diharapkan agar karyawan dapat melakukan
tugasnya yang sekarang lebih baik serta memiliki kompetensi yang cukup untuk
melakukan tugas yang lebih di masa mendatang. Indikator training dan
development mencakup 2 hal diantaranya adalah : training yang diharapkan untuk
dapat memfasilitasi karyawan berkinerja sesuai dengan standar organisasi, serta
program pengembangan yang diberikan organisasi dapat mempersiapkan
pekerjaan dan karir karyawan dimasa yang akan datang (Krishnan , 2012).
2.4.2 Kompensasi
Pengertian Kompensasi menurut Sunyoto (2012) merupakan suatu
jaringan berbagai subproses untuk memberikan balas jasa kepada karyawan untuk
pelaksanaan pekerjaan dan untuk memotivasi karyawan agar mencapai tingkat
prestasi yang diinginkan. Gaol (2014) juga mendefinisikan kompensasi yaitu
sebagai hal yang di terima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang
sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang
di berikannya untuk organisasi. Penulis menyimpulkan bahwa kompensasi
merupakan suatu balas jasa yang diberikan atas apa yang sudah didedikasikan
karyawan terhadap instansi/organisasinya. Kompensasi merupakan faktor penting
yang mempengaruhi para pencari kerja untuk bekerja di sebuah organisasi (Mathis
dan Jackson, 2006). Berdasarkan pendapat ahli diatas penulis menyimpulakan
bahwa kompensasi merupakan segala sesuatu yang diberikan kepada karyawan,
Universitas Kristen Petra
11
sebagai balas jasa karena karyawan sudah menyumbangkan jasa dan ide kepada
organisasi.
Jenis-jenis kompensasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu kompensasi langsung dan
tidak langsung ;
a. Kompensasi langsung
Kompensasi langsung dibagi menjadi dua yaitu (Mathis dan Jackson,
2006):
Gaji Pokok
Gaji merupakan kompensasi dasar yang diterima karyawan sebagai
imbalan kerja, dengan nominal yang sama tanpa menghiraukan jumlah
jam kerja.
Penghasilan Tidak Tetap
Penghasilan tidak tetap merupakan kompensasi yang dihubungkan
secara langsung dengan kinjerja karyawan. Jenis penghasilan tidak tetap
yang paling umum adalah bonus dan program insentif. Pengupahan
insentif dimaksudkun untuk memberikan upah atau gaji yang berbeda,
tetapi bukan didasarkan pada evaluasi jabatan, namun ditentukan oleh
prestasi kerjanya (Maitoyo, 1992).
b. Kompensasi Tidak Langsung
Kompensasi tidak langsung dapat disebut sebagai tunjangan.Tunjangan
merupakan penghargaan yang tidak langsung yang diberikan kepada
karyawan tanpa melihat kinerjanya, contohnya seperti asuransi
kesehatan, asuransi jiwa, dan dana pensiun.
2.4.3 Promosi
Promosi adalah peningkatan dari seorang tenaga kerja atau pegawai pada
suatu bidang tugas yang lebih baik, dibanding dengan sebelumnya dari sisi
tanggung jawab yang lebih besar, prestasi, fasilitas, status yang lebih tinggi,
tuntutn kecakapan yang lebih tinggi, dan adanya penambahan upah atau gaji serta
tunjangan lain (Fathoni, 2006). Tetapi pada kenyataannya kesempatan promosi
seringkali sulit untuk didapatkan karena berbagai alasan. Kesempatan promosi di
dalam organisasi kurang dilaksanakan sesuai dengan standar acuan yang ada,
Universitas Kristen Petra
12
seperti dilihat dari aspek pendidikan, pengalaman yang dimiliki, bahkan senioritas
ataupun kompetisi karyawan. Padahal banyak karyawan yang melakukan turnover
dari organisasinya karena tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan
promosi, karena semakin tinggi kesempatan promosi akan menekan tingkat
turnover (Kim, 2012). Berikut merupakan beberapa dimensi dalam promosi
karyawan yang dipaparkan oleh Simamora (2003) : Kesempatan, kemampuan,
keadilan, dan prosedur. 4 dimensi tersebut meliputi kebijakan organisasi dalam
memberikan kesempatan promosi kepada seluruh pegawai yang berprestasi
dengan adil dan menerapkan prosedur promosi dengan baik, serta pertimbangan
yang baik dalam memutuskan pemberian promosi kepada karyawan sesuai dengan
kemampuannya.
2.4.4 Reward and Recognition
Reward merupakan apresiasi organisasi atas performa karyawan yang
mencapai target/goal organisasi dan biasanya berbentuk announcement di
organisasi contohnya di tempel pada bulletin board organisasi, bisa juga
berbentuk monetary reward yaitu kompensasi diluar gaji (Parish et al., 2008).
Bentuk apresiasi tersebut menandakan bahwa organisasi mengakui (recognize)
adanya kontribusi dari karyawan terhadap perusahaan, karena pada dasarnya
karyawan butuh pengakuan (recognition) atas pencapaian yang dilakukannya
dalam organisasi (Robbins, 2003). Indikator sistem reward dibagi menjadi 3
diantaranya adalah : financial rewards merupakan rewards yang berupa tunjangan
yang diberikan kepada pegawai dalam bentuk uang atau finansial seperti gaji,
bonus dan tunjangan, inherent rewards adalah rewards yang diberikan kepada
pegawai dalam bentuk kebanggaan dan rasa empati dari pihak perusahaan, dan
non-financial rewards adalah reward yang diberikan kepada pegawai dalam
bentuk bukan uang seperti wewenang, apresiasi dan penunjukan pegawai sebagai
perwakilan perusahaan (Karami et al., 2013).
2.4.5 Budaya Organisasi
Mathis dan Jackson (2006) menyatakan budaya organisasi adalah pola
nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi
Universitas Kristen Petra
13
anggota organisasional. Nilai, keyakinan, serta perilaku yang tercipta diharapkan
dapat diikuti serta ditaati oleh seluruh anggota organisasi supaya dapat mencapai
tujuan bersama serta berfungsi untuk mengatasi masalah internal dan eksternal
yang terjadi di organisasi. Terdapat empat dimensi budaya organisasi berdasarkan
karakteristik dominannya (Cameron dan Quinn, 2006) yaitu, dominan
kekeluargaan, dominan entrepreneur, dominan goal oriented, dominan terstruktur.
2.4.6 Lingkungan Kerja
Sutrisno (2009) juga mendefinisikan lingkungan kerja yaitu sebagai
keseluruhan sarana prasarana kerja yang terdapat disekitar karyawan, yang
mempengaruhi pelaksana pekerjaan. Selain itu Mardiana (2005) juga
mendefinisikan lingkungan kerja sebagai lingkungan dimana pegawai
melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, dan lingkungan tersebut mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaannya.
Berdasarkan definisi diatas penulis mendapat kesimpulan bahwa
lingkungan kerja merupakan lingkungan yang ada saat karyawan melakukan
pekerjaannya. Menurut Supardi (2003) terdapat lingkungan kerja fisik dan non
fisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, mengamankan,
menentramkan, dan kesan betah kerja dan lain sebagainya yang dapat
berpengaruh pada pelaksanaan pekerjaan (dalam Potu, 2011). Lingkungan kerja
non fisik adalah semua keadaan yang terjadi dengan hubungan kerja, baik dengan
atasan maupun dengan sesama rekan kerja serta hubungan dengan bawahan.
Indikator lingkungan kerja non fisik terdiri atas (Gulati, 2016):
a. Hubungan dengan atasan
b. Hubungan dengan bawahan
c. Hubungan dengan sesama rekan kerja
Hubungan antara atasan dan bawahannya di sebuah organisasi dapat
menekan turnover (Gulati, 2016). Atasan memegang peranan penting dalam
mempengaruhi prilaku seorang karyawan. Adanya bantuan ataupun perhatian
secara emosional dari atasan akan mengurangi tingkat stres karyawan,
meningkatkan kepuasan dan menurunkan turnover intention (Mahmud dan Idrish,
2011). Hubungan karyawan dengan teman kerja dapat menciptakan suasana yang
Universitas Kristen Petra
14
mendukung pekerjaan (Hong dan Waheed, 2011). Hubungan kerja yang baik akan
membantu karyawan mengatasi masalah kerja, dan mendorong peningkatan
kualitas pelayanan serta kepuasan karyawan. Kondisi tersebut akan mengurangi
turnover intention dari karyawan (Lee, Huang, dan Zhao, 2010).
2.4.7 Work Family Conflict
Penyebab work family conflict berasal dari faktor kepribadian seseorang
seperti harga diri, sementara efek dari work family conflict terpusat pada kepuasan
seseorang terhadap pekerjaan, kesejahteraan keluarga (Rashid et al., 2012).
Konflik dapat muncul karena kelebihan beban peran (role overloads) serta
ketidak-mampuan orang tersebut menjalai peran yang dimiliki (person role
incompatibilities). Konflik dapat berkembang sebagai nilai-nilai antara aktivitas-
aktivitas kerja dengan tanggung jawab keluarga ( Winardi, 1994 dalam
Sulistiowati, 2012). Indikator-Indikator dari konflik pekerjaan-keluarga sebagai
berikut: (Netemeyer, Boles, McMurrian, dan Robert, 1996).
Tekanan pekerjaan
Tekanan pekerjaan mengacu pada timbulnya kelebihan beban serta jam
kerja.
Tekanan keluarga
Tekanan keluarga mengacu pada tekanan waktu yang berkaitan dengan
tugas menjaga rumah dan menjaga anak.
2.4.8 Turnover Intention
Turnover Intention diartikan sebagai kecenderungan atau niat karyawan
untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu
tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri (Mobley,
1986). Variabel turnover intention diukur dengan dua item yang rnenggali
informasi mengenai keinginan responden untuk mencari pekerjaan lain. Item
pengukuran tersebut terdiri atas:
Kecenderungan individu berpikir untuk meninggalkan organisasi
tempat ia bekerja saat ini.
Universitas Kristen Petra
15
Kemungkinan individu akan mencari pekerjaan pada organisasi
lain.
Tabel 2.1 Faktor-faktor beserta dimensi yang mempengaruhi turnover intention
job hopper
No. Faktor Indikator/Dimensi Referensi
1. Training dan
Development
Training
Development
(Krishnan , 2012; Rong,
2015;)
2. Kompensasi Kompensasi Langsung
Kompensasi Tidak
Langsung
(Krishnan , 2012 ; Yuen,
2016; Rong, 2015;
Mathis dan Jackson,
2006)
3. Promosi Kesempatan
Keadilan
Kemampuan
Prosedur
(Johari dan Rasli 2018
;Simamora, 2010)
4. Reward dan Recognition Financial
Inherent
Non-financial
(Krishnan , 2012;
Yuliawan dan Himam,
2012; Karami et al.,
2013)
5. Budaya Organisasi Dominan kekeluargaan
Dominan entrepreneur
Dominan goal oriented
Dominan terstruktur
(Yuliawan dan Himam,
2012; Cameron dan
Quinn, 2006)
Universitas Kristen Petra
16
Tabel 2.1 Faktor-faktor beserta dimensi yang mempengaruhi turnover intention job
hopper (Sambungan)
No. Faktor Indikator/Dimensi Referensi
6. Lingkungan Kerja hubungan dengan
atasan
hubungan dengan
bawahan
hubungan dengan
sesama rekan
kerja
(Gulati, 2016;
Serdamayanti, 2009)
7. Work Family
Conflict
Tekanan kerja
yang diakibatkan
beban dan jam
kerja berlebihan
Tekanan
keluarga
(Gulati, 2016;
Netemeyer, Boles,
McMurrian, &
Robert)
Universitas Kristen Petra
17
2.5 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu peneliti mendapatkan beberapa faktor
yang memicu turnover intention job hopper. (Krishnan , 2012) mengemukakan
beberapa faktor yang memicu turnover intention job hopper, diantaranya :
training/skill development, inovasi di tempat kerja yang muncul karna practice
dan tantangan kerja, implementasi aturan HR (naiknya kompensasi yang
dipengaruhi oleh penilaian peforma kerja), reward dan recognition, pay dan
benefits. (Yuliawan dan Himam, 2012) juga mengemukakan beberapa faktor yang
memicu turnover intention job hopper, diantaranya : Content (karateristik
personal) salah satunya adalah recognition, context (nilai-nilai dan sistem kerja
yang tidak sesuai), koneksi, dukungan keluarga. Sedangkan (Gulati, 2016)
mendapatkan beberapa faktor yang memicu turnover intention job hopper,
diantaranya : alternatif pekerjaan, hubungan dengan atasan dan rekan kerja, work
family conflict, pekerjaan yang tidak sesuai minat, work life balance, perubahan
ekonomi global. Selain itu (Rong, 2015) mengemukakan beberapa faktor yang
hampir sama dengan faktor-faktor diatas yang memicu turnover intention job
hopper, diantaranya : gaji, work arrangement, training, incentive, recognition.
Terdapat pula penelitian terdahulu yang paling baru yaitu pada tahun 2018 milik
Dharmawansa dan Thennakoon yang mengemukakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi turnover intention job hopper yaitu :gaji, kesempatan karir,
lingkungan kerja, rasa aman (keadaan organisasi yang stabil dan mengarah pada
perkembangan yang lebih baik).
Universitas Kristen Petra
18
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Penulis/Tahun Objek Penelitian Hasil Penelitian
1. A Study of Job
Hopping and
Employee
Turnover in the
Telecom Service
Industry in the
State of Tamil
Nadu
Krishnan
(2012)
Job hopping,
Employee Turnover,
Employee Attrition,
Employee Value
Proposition, LRK
Job Hopping Model
Faktor job hopping
dipengaruhi oleh tingkat
kepuasan kerja yang diukur
dari:
Training/Skill
Development
Inovasi di tempat kerja
Implementasi aturan HR
(naiknya kompensasi
yang dipengaruhi oleh
penilaian peforma kerja)
Reward & Recognition
Pay & Benefits
2. The
Grasshopper
Phenomenon:
Studi Kasus
Terhadap
Profesional yang
Sering
Berpindah‐
pindah Pekerjaan
Yuliawan dan
Himam (2012)
Professional yang
sering berpindah
pekerjaan
Perilaku job hopping
disebabkan dua faktor.
disebabkan oleh faktor
content (seperti karateristik
personal) dan context (seperti
budaya perusahaan, jaringan,
dukungan keluarga, dll)
Universitas Kristen Petra
19
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu (Sambungan).
No Judul Penelitian Penulis/Tahun Objek Penelitian Hasil Penelitian
3. Looking Beyond
Longevity: an
Insight to Job
Hopping
Gulati (2016) Job hopping,
change, longevity,
syndrome, career
Perilaku job hopping
disebabkan oleh alternatif
pekerjaan yang lain
Hubungan dengan
atasan dan rekan
sekerja kurang baik
Work fam conflict
Pekerjaan yang
tidak sesuai minat
Umur( yang lebih
mudah lebih rentan
berpindah)
Work life balance
being offered by the
organization
Perubahan ekonomi
global yang
menimbulkan PHK
serta perubahan
proses dan sistem
diperusahaan
Pendidikan
4. Examining the
generation
effects on job-
hopping
intention by
applying the
teory of Planned
Behavior (TPB)
Yuen (2016)
Job hopping, theory
of planned behavior.
Faktor job hopping
dipengaruhi oleh gaji dan job
opportunity.
Universitas Kristen Petra
20
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu (Sambungan).
No Judul Penelitian Penulis/Tahun Objek Penelitian Hasil Penelitian
5. The Analysis of
the Reasons and
Measurements
for
Job-hopping of
Enterprises in
China
Rong (2015) Job-hopping,
Reasons,
Countermeasures,
employee factors,
enterprise factors,
social factors
Gaji di organisasi
lain lebih tinggi dan
dapat memenuhi
standard hidup
Work
arrangement(pekerj
aan yang diberikan
organisasi tidak
sesuai dengan
kemampuan
pegawai
Training( tidak
adanya training
yang menurut
karyawan dirasa
penting dan atau
training yang
diberikan organisasi
kurang memadai
Incentive (incentive
yang tidak sesuai
padahal insentif
dapat memberi
motivasi terhadap
pegawai
6. Intrinsic and
Extrinsic Factors
of Job Hopping:
A Perspective
from Final Year
Business
Student
Johari dan Rasli
(2018)
Component,
millennials,
turnover intentions,
job satisfaction,
retention,
motivation, job
search
Kepuasan kerja
mempengaruhi keputusan
job hopper untuk berpindah
kerja, motivasi dari
organisasi dapat mendukung
organisasi untuk tidak
berpindah kerja.
Universitas Kristen Petra
21
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu (Sambungan)
No Judul Penelitian Penulis/Tahun Objek Penelitian Hasil Penelitian
7. Job Hopping an
Analytical
Review
Pranaya (2014) Job Hopping,
Employee’s
Disengagement,
Cross-Occupational,
Cross-
Organizational,
Akibat dari globalisasi job
hopping muncul sebagai
masalah utama dalam
perusahaan
8. An Exploratory
Study on Job
Hopping in Sri
Lanka : Study on
Generation
“Y”Employees
Dharmawansa
dan
Thennakoon
(2014)
Job Hopping,
Generation “Y” ers,
Labour Turnover
Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi
keputusan job hopper
berpindah kerja, diantaranya
adalah : gaji, kesempatan
karir, lingkungan kerja, rasa
aman (keadaan organisasi
yang stabil dan mengarah
pada perkembangan yang
lebih baik).
2.6 Hubungan antar Konsep
a. Hubungan Training dan Development dengan Turnover Intention Job
Hopper
Training dapat diartikan sebagai usaha organisasi untuk memfasilitasi
karyawan dengan pelatihan dengan tujuan membantu karyawan dapat
berkinerja sesuai dengan standar organisasi (Krishnan , 2012). Sedangkan
development merupakan program yang diberikan oleh organisasi kepada
karyawan untuk mempersiapkan karir dan pekerjaan karyawan di masa
mendatang (Krishnan , 2012). Training dan development yang dibutuhkan
oleh job hopper adalah training dan development yang dapat memenuhi
kebutuhan pengetahuan karyawan serta dapat meningkatkan skill job
hopper (Rong, 2015). Jika training dirasa kurang mencukupi kebutuhan
job hopper, dimana job hopper akan memilih pindah ke organisasi lain
(Rong, 2015).
Universitas Kristen Petra
22
b. Hubungan Kompensasi dan Turnover Intention Job Hopper
Kompensasi merupakan hak bagi karyawan dan menjadi kewajiban
organisasi untuk membayarnya karena hakikatnya kompensasi merupakan
balas jasa dari pekerjaan yang dilakukan karyawan (Sunyoto, 2012).
Kompensasi sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai individu,
karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai
pekerjaan karyawan itu sendiri. Kompensasi menjadi motivasi mendasar
seseorang job hopper untuk melakukan job hopping (Netswera,
Rankhumise & Mavundla, 2005). Kompensasi berdampak serius kepada
antusiasme atau semangat kerja karyawan yang dapat menyebabkan
turnover job hopper, hal itu berarti kompensasi mempengaruhi turnover
intention job hopper (Yuen, 2016). Kompensasi yang dimaksud adalah
kompensasi yang dapat memenuhi ekspektasi/ harapan job hopper (Yuen,
2016).
c. Hubungan Promosi dan Turnover Intention Job Hopper
Promosi adalah peningkatan dari seorang tenaga kerja atau pegawai pada
suatu bidang tugas yang lebih baik, dibanding dengan sebelumnya dari sisi
tanggung jawab yang lebih besar, prestasi, fasilitas, status yang lebih
tinggi, tuntutan kecakapan yang lebih tinggi, dan adanya penambahan
upah atau gaji serta tunjangan lain (Fathoni, 2006). Rendahnya
kesempatan promosi dalam suatu organisasi kepada job hopper akan
mempengaruhi kepuasan kerja job hopper lalu secara otomatis akan
mempengaruhi turnover job hopper, hal itu berarti promosi juga
berpengaruh terhadap turnover intention job hopper (Johari dan Rasli,
2018). Job hopper berharap memiliki kesempatan untuk mempelajari lebih
banyak keterampilan dari pekerjaan saat ini untuk mendapatkan peluang
promosi di organisasi saat ini atau jika tidak job hopper akan mencari
peluang pekerjaan di organisasi yang lain (Yuen, 2016).
Universitas Kristen Petra
23
d. Hubungan Reward dan Recognition Terhadap Turnover Intention Job
Hopper
Reward merupakan apresiasi organisasi atas performa karyawan yang
mencapai target/goal organisasi (Parish et al., 2008). Apresiasi tersebut
menandakan bahwa organisasi mengakui (recognize) adanya kontribusi
karyawan terhadap perusahaan, karena pada dasarnya karyawan
membutuhkan pengakuan (recognition) atas kontribusi ataupun
pencapaian yang dilakukannya dan reward merupakan sarana organisasi
sebagai wujud pengakuan (recognize) (Robbins, 2003). Dampak nyata saat
job hopper menerima reward adalah keputusan job hopper untuk menetap
bekerja di organisasi yang sama, yaitu job hopper akan memiliki loyalitas
terhadap organisasi (Krishnan , 2012).
e. Hubungan Budaya Organisasi dan Turnover Intention Job Hopper
Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang
mengarahkan perilaku anggota organisasi dimana setiap anggota akan
berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh
lingkungannya (Luthans,2006). Budaya organisasi yang kuat dicirikan
oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat,diatur dengan baik,
dan dirasakan bersama-sama secara luas,yang dapat dinilai dari
kemampuan organisasi mendukung anggotanya, suasana kerja yang sangat
nyaman serta pola-pola komunikasi dalam organisasi. Walaupun harapan-
harapan job hopper sudah terpenuhi tetapi jika budaya organisasi tidak
sesuai dengan karakteristik dirinya maka job hopper dapat memutuskan
untuk meninggalkan organisasi tersebut (Dharmawansa dan Thennakoon
2014; Krishnan , 2012 ).
f. Hubungan Lingkungan Kerja dan Turnover Intention Job Hopper
Mardiana (2005) mendefinisikan lingkungan pekerjaan sebagai lingkungan
dimana pegawai melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, dan lingkungan
tersebut mempengaruhi pelaksanaan pekerjaannya. Job hopper ingin
bekerja dengan lingkungan kerja yang dapat mendukung kinerjanya
(Yuen, 2016). Lingkungan kerja yang mendukung digambarkan dengan
Universitas Kristen Petra
24
adanya dukungan pekerjaan dari atasan serta hubungan kerja sama yang
baik dengan sesama rekan kerja atau bawahan (Krishnan , 2012).
g. Hubungan Work Family Conflict dan Turnover Intention Job Hopper
Work family conflict terjadi karena adanya ketidakpuasan seseorang
terhadap pekerjaan dan kesejahteraan keluarga (Rashid et al., 2012). Work
family conflict terjadi karena kelebihan beban peran (role overloads) serta
ketidak-mampuan orang tersebut menjalai peran yang dimiliki (person
role incompatibilities) (Rong, 2015). Kedua hal tersebut mengakibatkan
tekanan pekerjaan, job hopper merasa tidak mampu untuk menyelesaikan
pekerjannya karena merasa beban pekerjaannya berlebih . Hal tersebut
didukung dengan pernyataan Gulati (2016) dalam penelitiannya bahwa
work family conflict menjadi faktor penting karyawan untuk meninggalkan
pekerjaannya.
h. Turnover intention
Turnover intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu
untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya atau
penarikan diri seseorang karyawan dari tempat bekerja. Dengan demikian,
turnover intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk
berhenti bekerja dari pekerjaannya. Karyawan dihadapkan dengan
berbagai faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan tingkat intensi
untuk keluar (turnover intention). Faktor yang dapat meningkatkan
turnover intention diantaranya adalah kompensasi, training, lingkungan
kerja, budaya organisasi, promosi, reward dan recognition, work family
conflict. Sehingga kompensasi, Training, Lingkungan kerja, budaya
organisasi, Promosi, reward dan recognition, work family conflict.
Universitas Kristen Petra
25
2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori di atas, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Diduga bahwa faktor training, kompensasi, promosi, reward &
recognition, budaya organisasi, lingkungan kerja, work family conflict
berpengaruh terhadap turnover intention job hopper secara simultan dan
signifikan di industri perhotelan di Indonesia.
2. Diduga bahwa training, kompensasi, promosi, reward & recognition,
budaya organisasi, lingkungan kerja, work family conflict berpengaruh
terhadap turnover intention job hopper secara parsial dan signifikan di
industri perhotelan di lndonesia.
3. Diduga bahwa faktor kompensasi merupakan faktor yang dominan
berpengaruh terhadap turnover intention job hopper di industri perhotelan
di Indonesia.
Universitas Kristen Petra
26
2.8 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka penelitian diatas peneliti ingin melihat apakah faktor
training dan development, kompensasi, promosi, reward dan recognition, budaya
organisasi, lingkungan kerja, serta work family conflict dapat mempengaruhi
turnover intention job hopper di industri perhotelan berbintang di indonesia.