37
6 6 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower Manhours adalah jumlah jam kerja yang diperlukan atau dibutuhkan atau dihabiskan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Project Manhours adalah jumlah jam kerja yang diperlukan atau dibutuhkan atau dihabiskan untuk menyelesaikan suatu project. Project adalah suatu pekerjaan yang harus dapat diselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan, kapan dimulai, dan kapan selesai. Manpower adalah jumlah tenaga kerja atau karyawan yang terlibat dalam penyelesaian suatu project ( PT.G dan Sub Cont ). Direct Manpower adalah karyawan yang secara langsung bekerja untuk menghasilkan suatu product untuk menyelesaikan suatu project atau disebut sebagai production. Indirect Manpower adalah karyawan yang secara tidak langsung bekerja untuk menyelesaikan suatu project, sering juga disebut sebagai supporting atau non production. Tujuan dari perhitungan Man Hours Ratio adalah sebagai alat kontrol produktivitas di lapangan produksi. Ratio Actual = (2.1) dengan ketentuan sebagai berikut: Bila MHR Ratio > 1 maka produktivitas tidak efisien (loss manhours). Bila MHR Ratio 1 maka pekerjaan masih dalam keadaan efisien. Fungsi dari perhitungan Man Hours Ratio ini adalah sebagai tindak lanjut dari departemen terkait untuk melakukan evaluasi mengenai berhasil tidaknya target yang akan dicapai oleh PT. Gunanusa Utama Fabicator (normal Man Hours Ratio = 1). Langkah-langkah dalam perhitungan Man Hours Ratio (teori berdasarkan referensi dari PT. Gunanusa Utama) adalah:

2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

6

6 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1.Konsep Manhours dan Manpower

Manhours adalah jumlah jam kerja yang diperlukan atau dibutuhkan atau

dihabiskan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Project Manhours adalah

jumlah jam kerja yang diperlukan atau dibutuhkan atau dihabiskan untuk

menyelesaikan suatu project. Project adalah suatu pekerjaan yang harus dapat

diselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan, kapan dimulai, dan kapan

selesai.

Manpower adalah jumlah tenaga kerja atau karyawan yang terlibat

dalam penyelesaian suatu project ( PT.G dan Sub Cont ). Direct Manpower adalah

karyawan yang secara langsung bekerja untuk menghasilkan suatu product untuk

menyelesaikan suatu project atau disebut sebagai production. Indirect Manpower

adalah karyawan yang secara tidak langsung bekerja untuk menyelesaikan suatu

project, sering juga disebut sebagai supporting atau non production.

Tujuan dari perhitungan Man Hours Ratio adalah sebagai alat kontrol

produktivitas di lapangan produksi.

Ratio Actual = (2.1)

dengan ketentuan sebagai berikut:

• Bila MHR Ratio > 1 maka produktivitas tidak efisien (loss manhours).

• Bila MHR Ratio ≤ 1 maka pekerjaan masih dalam keadaan efisien.

Fungsi dari perhitungan Man Hours Ratio ini adalah sebagai tindak

lanjut dari departemen terkait untuk melakukan evaluasi mengenai berhasil

tidaknya target yang akan dicapai oleh PT. Gunanusa Utama Fabicator (normal

Man Hours Ratio = 1).

Langkah-langkah dalam perhitungan Man Hours Ratio (teori

berdasarkan referensi dari PT. Gunanusa Utama) adalah:

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

7

Universitas Kristen Petra

1. Di setiap yard department terdapat supervisor yang selalu menginputkan

hasil dari manhours para pekerja secara online dan tertulis dari yard,

data yang diinputkan disebut daily time sheet.

2. Data kemudian masuk ke database pada quantity surveyor dan

production cost control yang kemudian akan menginputkan data yang

ada ke dalam suatu tabel perhitungan.

3. Pengisian time sheet kosong dari HRD, dilakukan oleh setiap

administrasi atau petugas yang ditunjuk Labour Mix masing-masing.

4. Labour mix terdiri dari Sub Department Structural, Pipe Fitter, Pressure

Vessel, Instrument, Electrical, Blasting Painting, Welding, Rigging,

Direct YF.

5. Untuk panduan pengisian time sheet, setiap administrasi Labour Mix

mendapat photo copy Data Control System setiap project yang sedang

berjalan yang disiapkan oleh scheduling melalui PCC.

Weekly Manhours Report (PTG&SUB CONT) terdiri dari:

1. Labour Mix, yang terdiri dari:

• Dicipline Craft, berisi elemen:

a. Structure

b. Pipe Fitter

c. Pipe Vessel

d. Yard School

e. Instrument

f. Electrical

g. Blasting Painting

• Welding

• Rigger

• Direct Yard Field

• Other

2. Plan Man Hours

3. Actual Progress (%)

4. Ratio Actual Estimate.

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

8

Universitas Kristen Petra

2.2. Landasan Teori Produksi.

2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja

Sutalaksana (1979) menyatakan aktivitas penelitian kerja terbagi atas dua

yaitu penelitian metode atau gerakan kerja (motion study) dan pengukuran waktu

kerja (time study atau work measurement). Motion study merupakan aktivitas

penelitian kerja yang membuat teknik-teknik kerja sehingga operator merasa

nyaman terhadap pekerjaan tersebut. Teknik-teknik yang dikembangkan secara

multi disiplin artinya dengan menggunakan dan memadukan berbagai ilmu seperti

statistik, ergonomi, psikologi dan sosiologi. Sedangkan time study merupakan

aktivitas penelitian kerja yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu,

pengukuran tenaga yang dibutuhkan untuk penyelesaian kerja. Mengukur waktu

sangat berkaitan dengan penggunaan stopwatch dan penentuan performance

rating operator.

Pengukuran waktu kerja dimaksudkan untuk memperoleh metode

alternatif pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling efektif

dan efisien dalam hal waktu pengerjaan. Waktu baku merupakan waktu yang

dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata

untuk menyelesaikan suatu pekerjaan di dalam proses pengukuran waktu kerja,

kelonggaran waktu juga telah di perhitungkan berdasarkan situasi dan kondisi

pekerjaan sehingga dari hasil perhitungan kita dapat membuat jadwal kerja yang

berfungsi untuk menyatakan lama suatu kegiatan itu berlangsung dan membuat

waktu standart. Waktu baku mempunyai kegunaan sebagai berikut:

- Perencanaan kebutuhan tenaga kerja

- Perkiraan biaya-biaya untuk upah karyawan

- Penjadualan produksi dan penganggaran

- Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif

- Perkiraan output yang dihasilkan oleh seorang pekerja.

- Menyeimbangkan lintasan produksi (the balancing of production lines).

Pengukuran waktu kerja dilakukan secara langsung dengan mengamati

operator di lapangan, sehingga data yang diperoleh merupakan observed time.

Metode yang digunakan ini dikenal dengan dengan Metode Jam Henti, yang dapat

diaplikasikan pada pekerjaan yang berulang-ulang dan berlangsung dalam waktu

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

9

Universitas Kristen Petra

yang singkat. Hasil pengukuran yang dilakukan akan menghasilkan waktu baku

yang dapat dijadikan sebagai waktu standar bagi semua pekerja, jika diberikan

faktor kinerja operator (performance) dan kelonggaran (allowance) bagi operator.

Alat yang digunakan untuk mengambil data adalah stopwatch, alat tulis (pensil

atau pena) dan kertas untuk mencatat. Langkah-langkah pengolahan data adalah

sebagai berikut:

1. Uji Kenormalan Data

Pada awal pengolahan data, terlebih dahulu diuji apakah data berdistribusi

normal atau tidak. Apabila ada data yang tidak berdistribusi normal maka data

tersebut dibuang. Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan

software MINITAB dengan menggunakan Stat Basic Statistics

Normality Test.

Dengan H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

Apabila P-Value yang diperoleh lebih besar dari α maka gagal tolak H0, tetapi

bila nilai P-Value lebih kecil dari α maka tolak H0. Nilai α yang digunakan

dalam pengolahan data ini adalah 5%, dengan pertimbangan dengan nilai 5%

data yang diperoleh akan lebih akurat.

2. Uji Keseragaman Data

Langkah selanjutnya dalam pengolahan data adalah pengujian apakah data

yang digunakan sudah seragam atau tidak. Apabila ada data yang berada di

luar batas UCL (Upper Control Limit) dan LCL (Lower Control Limit), maka

data tersebut merupakan data yang tidak seragam, sehingga harus dibuang. Uji

keseragaman dapat dilakukan dengan menggunakan software MINITAB

dengan menggunakan Stat Control Charts X bar

Pada pengukuran data, pasti terjadi variasi pengukurannya. Variasi atau

penyimpangan yang terjadi adalah wajar selama penyebab penyimpangan

dapat diterima dalam batas kewajaran, dengan kata lain data harus seragam.

Uji keseragaman data ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh sudah dalam keadaan terkendali atau belum. Data dapat dikatakan

seragam jika berada di antara batas-batas-batas control yang ditetapkan yaitu

BKA dan BKB, sedangkan jika data berada di luar BKA dan BKB maka data

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

10

Universitas Kristen Petra

tersebut tidak terkendali dan data yang di luar BKA dan BKB harus dibuang

dan dilakukan uji keseragaman data lagi. Rumus yang digunakan untuk

menghitung BKA dan BKB menurut Sutalaksana (1979) adalah:

BKA = x + k σ (2.2)

BKB = x - k σ (2.3)

Dimana:

BKA = Batas kontrol atas

BKB = Batas kontrol bawah

X = Rata-rata waktu kerja

k = Nilai indeks yang besarnya tergantung

tingkat kepercayaan yang digunakan

αx = Standar deviasi

3. Uji Kecukupan Data

Untuk menguji kecukupan data, digunakan rumus:

Jika N < 30 maka: 2.'

.s tNk x

⎛ ⎞= ⎜ ⎟⎝ ⎠

(2.4)

dimana:

N = data yang diambil

N' = jumlah data yang diperlukan

s = standar deviasi

t = distribusi t pada α/2, dengan v = N-1

k = prosentase penerimaan X bar = α

X bar = rata-rata

Jika N >= 30 maka:

='N( )

222

i i

i

k N X Xs

X

⎛ ⎞−⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠

∑ ∑∑

(2.5)

dimana:

N = jumlah data yang diambil

N' = jumlah data yang diperlukan

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

11

Universitas Kristen Petra

s = standar deviasi

Z = distribusi normal pada α/2 , dimana nilai Z nya = 0.987

Xi = data yang diambil

α = tingkat kesalahan 1 = 0.05

Jika N ≥ N' berarti data yang diambil sudah cukup.

Pada prinsipnya data waktu baku berisi waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diukur pada waktu yang lalu, sehingga

bila pekerjaan tersebut diulang (sebagian atau seluruhnya), waktu standar untuk

menyelesaikan sudah diketahui

Keuntungan:

• Menghemat waktu.

• Pengukur yang diperlukan tidak sebanyak metode langsung.

• Pengukur dengan mudah dapat menaksir berapa waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

• Pengukuran dapat dilakukan tanpa harus berada di tempat pekerjaan

berlangsung.

Langkah-langkah:

1. Menguraikan pekerjaan ke dalam elemen-elemen pekerjaan. Semakin kecil

elemen yang diuraikan, pemakaian data waktu baku akan semakin luas.

2. Pemilihan faktor-faktor yang berpengaruh pada pekerjaan. Untuk

mengetahui faktor yang member pengaruh berarti, dapat dilakukan dua

jenis pengujian:

a. Faktor-faktor diuji sebelum semua faktor tersebut dihubungkan dengan

waktu yang dibentuknya.

b. Pengujian dilakukan setelah semua faktor dihubungkan dengan

besaran yang mempengaruhinya.

3. Pengukuran untuk pembentukan data waktu baku. Hal yang diperhatikan:

a. Penentuan interval dan tingkat harga yang diukur.

b. Tetapkan cara mengumpulkan data yang baik, dapat dibantu dengan

aturan-aturan dari perancangan percobaan. Hal-hal yang harus

diperhatikan antara lain penentuan tingkat pengukuran, kualitatif,

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

12

Universitas Kristen Petra

atau kuantitatifnya faktor-faktor yang berpengaruh, penentuan model

pengukuran.

4. Pengujian dalam bentuk persamaan:

a. Pertimbangkan ketelitian dan kemudahan dalam pemakaiannya.

Bentuknya antara lain: aljabar, grafis, tabel.

b. Jika karena terlalu kecilnya waktu elemen yang diukur secara

terpisah, maka dapat dilakukan pengukuran secara berkelompok dan

kemudian secara matematis dicari waktu untuk setiap elemen.

Metode pengukuran waktu baku yang digunakan: metode Westing House.

Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja

dengan melihat tempo atau kecepatan dari operator, maka diperlukan perhitungan

waktu normal dengan rumus sebagai berikut:

Waktu normal (Wn) = Ws x p (2.6)

Keterangan:

Ws = waktu siklus atau waktu rata-rata setiap operasi

p = faktor penyesuaian (performance rating)

Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan dalam kondisi waktu yang baku yaitu dengan

memperhitungkan kelonggaran untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Rumus

yang digunakan untuk menghitung waktu baku/waktu standart yaitu:

Waktu baku (Wb) = Waktu Normal (Wn) x )%100(

%100allowance−

(2.7)

Sedangkan Rumus Output Baku yaitu:

1OutputBakuW aktuBaku

= (2.8)

Secara singkat langkah-langkah penentuan waktu normal dan kapasitas baku

dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

13

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.1. Skema Penentuan Waktu Normal dan Kapasitas Baku

LANGKAH PERSIAPAN- Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan ditetapkan waktu standarnya.

- Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor/pekerja.- Pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan sistem operasi kerja yang akan

diukur waktunya.

ELEMENTAL BREAKDOWNBagi siklus kegiatan yang berlangsung ke dalam elemen-elemen kegiatan sesuai dengan

aturan yang ada.

PENGAMATAN DAN PENGUKURAN- Laksanakan pengamatan dan pengukuran waktu sejumlah N pengamatan untuk setiap

siklus/elemen kegiatan (X1, X2, ..., Xn).- Tetapkan performance rating dari kegiatan yang ditunjukkan operator.

( )2

22i i

i

k N X Xs

X

⎛ ⎞−⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠

∑ ∑∑

CHECK KESERAGAMAN DAN KECUKUPAN DATA- Keseragaman data : * Common sense (subyektif) * Batas-batas kontrol ± 3 S. D.- Kecukupan data :

N' =

N' < N

Waktu normal = waktu observasi rata-rata x performance rating

100%tan ( / )100% %

Waktu s dar waktu normal jam unitallowance

= ×−

1tan ( / )tan

Output s dar unit jamwaktu s dar

=

Buang data ekstrim N' = N + n

Yes

No

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

14

Universitas Kristen Petra

2.2.2. Pengukuran Waktu Baku dengan Metode Jam Henti

Kegunaan dari waktu baku antara lain:

• Perencanaan kebutuhan tenaga kerja.

• Perkiraan biaya-biaya untuk upah karyawan.

• Penjadualan produksi dan penganggaran.

• Perencanaan sistem pemberian bonus dan incentive.

• Menunjukkan keluaran yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Ada beberapa teknik dalam pengukuran kerja, antara lain adalah:

a) Langsung pengukuran dilakukan dimana pekerjaan yang diukur dijalankan.

Jam henti (stopwatch)

Pengukuran dengan stopwatch dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

Continuous timing pengamat kerja menekan tombol stopwatch pada

saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan stopwatch berjalan

terus menerus sampai siklus kerja selesai berlangsung

Repetitive timing / Snapback method jarum penunjuk stopwatch

akan selalu dikembalikan (snapback) lagi ke posisi nol pada setiap

akhir dari elemen kerja yang diukur sehingga kita dapat secara

langsung mengetahui variasi data waktu selama proses kerja

berlangsung untuk setiap elemen kerja

Accumulative timing digunakan dua atau lebih stopwatch yang

akan bekerja secara bergantian. Misal jika stopwatch 1 dihentikan,

stopwatch 2 akan mulai berjalan dan stopwatch 3 ke posisi nol

Sampling pekerjaan

b) Tak langsung perhitungan waktu kerja tanpa pengamatan harus

ditempatkan pekerjaan yang diukur.

Data waktu baku.

Data waktu gerakan.

Pada pengumpulan data kali ini untuk data awal pembuatan simulasi,

digunakan metode jam henti, dimana metode yang digunakan adalah metode

continuous dan snapback.

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

15

Universitas Kristen Petra

2.2.2.1 Performance Rating

Faktor penyesuaian digunakan untuk menormalkan waktu kerja yang

diperoleh dari hasil pengamatan. Untuk penyesuaian tersebut waktu siklus hasil

pengamatan akan dikalikan dengan nilai dari penyesuaian yang telah ditentukan

terlebih dahulu. Adapun faktor penyesuaian yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Apabila operator dinyatakan bekerja terlalu cepat, yaitu bekerja di atas batas

kewajaran (normal), maka rating faktor ini akan lebih besar dari satu (p > 1

atau p > 100%)

2. Apabila operator bekerja terlalu lambat, yaitu bekerja dengan kecepatan di

bawah kewajaran (normal, maka rating faktor akan bernilai lebih kecil dari

satu (p < 1 atau p < 100%)

3. Apabila operator bekerja dalam keadaan normal atau secara wajar, maka

rating yang digunakan adalah sama dengan satu. (p = 1 atau p = 100%)

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya nilai

faktor penyesuaian (performance rating). Salah satu yang sering digunakan adalah

metode Westinghouse System’s Rating. Metode ini diperkenalkan pertama kali

oleh Westinghouse Company pada tahun 1927. Metode ini diangap lebih lengkap

dari metode sebelumnya yang diperkenalkan oleh Charles E. Bedaux pada tahun

1916.

Metode Westinghouse membagi faktor penyesuaian kerja ke dalam empat

kategori utama yaitu kecapakan (skill), usaha (effort), kondisi kerja (condition),

dan keajegan (consistency). Di dalam setiap kategori tersebut terdapat tingkatan-

tingkatan dengan nilai yang telah ditentukan. Berikut ini adalah tabel faktor

penyesuaian menurut Westinghouse.

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

16

Universitas Kristen Petra

Tabel 2.1. Tabel Performance Rating menurut Westinghouse

FAKTOR KELAS LAMBANG PENYESUAIAN

SKILL

Superskill A1 0.15 A2 0.13

Excellent B1 0.11 B2 0.08

Good C1 0.06 C2 0.03

Average D 0

Fair E1 -0.05 E2 -0.1

Poor F1 -0.16 F2 -0.22

EFFORT

ExcessiveA1 0.13 A2 0.12

Excellent B1 0.1 B2 0.08

Good C1 0.05 C2 0.02

Average D 0

Fair E1 -0.04 E2 -0.08

Poor F1 -0.12 F2 -0.17

CONDITION

Ideal A 0.06 Excellent B 0.04

Good C 0.02 Average D 0

Fair E -0.03 Poor F -0.07

CONSISTENCY

Ideal A 0.04 Excellent B 0.03

Good C 0.01 Average D 0

Fair E -0.02 Poor F -0.04

Keterangan:

Lambang dari masing-masing kategori performance rating dari sistem

Westinghouse ini menunjukkan peringkat dari masing-masing kategori tersebut.

Angka “1” pada lambang tersebut menunujukkan peringkat yang lebih baik dari

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

17

Universitas Kristen Petra

angka “2”. Sebagai contoh, kategori skill dengan lambang A1 memiliki nilai

penyesuaian yang lebih tinggi daripada A2. Hal ini berarti bahwa skill dari

operator yang dikategorikan sebagai A1 lebih baik daripada operator dengan skill

A2.

1. Ketrampilan (Skill)

Menurut Westinghouse, ketrampilan atau skill didefinisikan sebagai

kemampuan mengikuti cara kerja yang telah ditetapkan. Westinghouse membagi

kategori ketrampilan ini menjadi enam sub kategori yaitu super skill, excellent

skill, good skill, average skill, fair skill, dan poor skill. Faktor kemampuan ini

dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan. Namun meningkatnya faktor

kemampuan ini hanya dapat mencapai tingkat tertentu saja. Kemampuan juga

dapat menurun apabila suatu pekerjaan lama tidak dilakukan oleh seorang

operator, atau karena kelelahan yang berlebihan, dan pengaruh lingkungan

lainnya. Secara psikologis, ketrampilan merupakan aptitude untuk pekerjaan yang

bersangkutan. Berikut ini adalah keterangan masing-masing sub kategori

ketrampilan menurut Westinghouse.

a. Super skill

- Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.

- Bekerja dengan sempurna.

- Tampak sekali telah terlatih dengan baik.

- Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti.

- Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.

- Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen pekerjaan yang lain

tidak terlampau terlihat karena lancarnya.

- Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang

apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

- Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah

pekerja yang baik.

b. Excellent skill

- Percaya diri sendiri.

- Tampak cocok dengan pekerjaannya.

- Terlihat terlatih dengan baik.

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

18

Universitas Kristen Petra

- Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran

atau pemeriksaan-pemeriksaan.

- Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa

kesalahan.

- Menggunakan peralatan dengan baik.

- Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.

- Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.

c. Good skill

- Kualitas hasil baik.

- Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada

umumnya.

- Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketrampilannya

lebih rendah.

- Tampak jelas sebagai perkerja yang cakap.

- Tidak memerlukan banyak pengawasan.

- Tidak ada keragu-raguan.

- Bekerjanya stabil.

- Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.

- Gerakan-gerakannya cepat.

d. Average skill

- Tampak adanya kepercayaan diri sendiri.

- Gerakannya cepat tapi tidak lambat.

- Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana.

- Tampak sebagai pekerja yang cakap.

- Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiada keragu-raguan.

- Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

- Cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.

- Bekerjanya cukup teliti.

- Secara keseluruhan cukup memuaskan.

e. Fair skill

- Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

- Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

19

Universitas Kristen Petra

- Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan.

- Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

- Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah

ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.

- Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak

selalu yakin.

- Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.

- Jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh, outputnya akan sangat

rendah.

- Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.

f. Poor skill

- Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.

- Gerakan-gerakannya kaku.

- Kelihatan ketidak yakinan pada urut-urutan gerakan.

- Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.

- Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.

- Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.

- Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

- Tidak adanya kepercayaan diri sendiri.

- Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kelas-kelas ketrampilan diatas

dibedakan menurut keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, dan

koordinasi irama gerakan.

2. Usaha (Effort)

Usaha atau effort menurut Westinghouse adalah suatu kesungguhan yang

ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.

Westinghouse membagi kategori usaha menjadi enam sub kategori, yaitu

excessive effort, excellent effort, good effort, average effort, fair effort, dan poor

effort.

a. Excessive Effort

- Kecepatan sangat berlebihan.

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

20

Universitas Kristen Petra

- Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan

kesehatan.

- Kecepatan yang ditimbulkan tidak dapat dipertahankan sepanjang hari

kerja.

b. Excellent Effort

- Jelas terlihat kecepatan kerja yang tinggi.

- Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator biasa.

- Penuh perhatian pada pekerjaannya.

- Banyak memberi saran-saran.

- Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.

- Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu.

- Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.

- Bangga atas kelebihannya.

- Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.

- Bekerjanya sistematis.

- Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen yang lain

tidak terlihat.

c. Good Effort

- Bekerja berirama.

- Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.

- Penuh perhatian pada pekerjaanya.

- Senang dengan pekerjaannya.

- Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.

- Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

- Menerima saran dan petunjuk dengan senang hati.

- Dapat memberikan saran untuk perbaikan kerja.

- Tempat kerjanya diatur dengan baik dan rapi.

- Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik.

- Memelihara kondisi peralatan dengan baik.

d. Average Effort

- Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.

- Bekerja dengan stabil.

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

21

Universitas Kristen Petra

- Menerima saran tetapi tidak melaksanakannya.

- Set up dilaksanakan dengan baik.

- Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan.

e. Fair Effort

- Saran perbaikan diterima dengan kesal.

- Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.

- Kurang bersungguh-sungguh.

- Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.

- Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja yang terbaik.

- Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya.

- Terlampau hati-hati.

- Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.

- Gerakan-gerakannya tidak terencana.

f. Poor Effort

- Banyak membuang waktu.

- Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.

- Tidak mau menerima saran.

- Tampak malas dan lambat bekerja.

- Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat

dan bahan-bahan.

- Tempat kerjanya tidak diatur dengan rapi.

- Tidak peduli dengan cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.

- Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.

- Set up kerjanya terlihat tidak baik.

3. Kondisi Kerja (Condition)

Yang dimaksud dengan kondisi kerja menurut Westinghouse adalah

kondisi fisik dari lingkungan kerja seperti pencahayaan, temperatur, dan

kebisingan ruangan. Kategori ini merupakan kategori yang berasal dari luar

operator, bukan dari dalam diri operator seperti dua kategori sebelumnya.

Westinghouse membagi kategori kondisi kerja ini menjadi enam sub kategori

yaitu ideal, excellently, good, average, fair, dan poor. Definisi mengenai kondisi

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

22

Universitas Kristen Petra

kerja untuk tiap-tiap perusahaan dan tiap-tiap area kerja berbeda satu sama lain,

tergantung penilaian dari masing-masing pihak yang terkait. Namun secara

umum, yang dimaksud dengan kondisi kerja yang ideal adalah suatu kondisi

tempat kerja dimana kondisi tempat kerja tersebut cocok dengan pekerjaan yang

akan dijalankan, dimana kondisi tersebut memungkinkan operator untuk dapat

melakukan pekerjaannya dengan performa yang terbaik.

Kondisi ideal berlawanan dengan kondisi kerja poor. Kondisi kerja poor

secara umum dapat dikatakan sebagai kondisi kerja yang tidak membantu dan

mendukung pekerjaan yang akan dilakukan, bahkan dengan kondisi kerja

semacam itu pekerjaan akan sering terhambat, sehingga waktu penyelesaian suatu

pekerjaan menjadi lebih lama. Penilaian mengenai suatu kondisi kerja dapat

dikatakan sebagai kategori ideal atau kategori lainnya sebaiknya dilakukan

dengan seteliti mungkin.

4. Konsistensi (Consistency)

Kategori yang terakhir dalam faktor penyesuaian Westinghouse adalah

konsistensi. Konsistensi didefinisikan sebagai suatu keajegan. Seorang pekerja

dapat dikatakan berkerja dengan konsisten apabila waktu penyelesaian pekerjaan

yang sama dalam beberapa waktu yang berbeda tidak memiliki variabilitas yang

tinggi. Westinghouse membagi kategori konsistensi ini menjadi enam sub

kategori yaitu perfect, excellent, good, average, fair, dan poor. Seorang pekerja

dapat dikatakan memiliki konsistensi yang perfect apabila waktu penyelesaian

pekerjaan yang sama dalam beberapa waktu cenderung tetap. Konsistensi perfect

berlawanan dengan poor, dimana waktu penyelesaian pekerjaan memiliki selisih

yang jauh dengan nilai rata-ratanya secara acak. Konsistensi dikatakan average

apabila selisih waktu penyelesaian dengan rata-rata tidak terlalu jauh, walaupun

ada satu atau dua waktu penyelesaian yang agak melenceng jauh.

2.2.2.2. Kelonggaran (Allowance)

Pada dasarnya kelonggaran dalam perhitungan waktu baku dibedakan

menjadi tiga, yaitu kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, kelonggaran untuk

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

23

Universitas Kristen Petra

menghilangkan rasa fatique, dan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang

tidak dapat dihindarkan.

1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi (Personal Allowance)

Yang dimaksud dengan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi adalah

kelonggaran yang diberikan kepada pekerja untuk memenuhi kebutuhan

pribadinya seperti minum untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, atau

berbicara dengan rekan kerja sekedar untuk menghilangkan kejenuhan.

Kebutuhan ini sifatnya mutlak dan tidak dapat diabaikan. Seorang pekerja tidak

dapat dibiarkan bekerja dalam keadaaan haus yang berlebihan atau menahan

kencing. Apabila hal-hal semacam itu dilarang, maka tidak hanya pekerja saja

yang dirugikan secara fisik dan psikologis. Perusahaan juga akan terkena

dampaknya, antara lain menurunnya produktivitas pekerja yang akan berakibat

pada menurunnya output yang dihasilkan.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk jenis ini berbeda-beda

menurut karakteristik pekerjaan yang dilakukan. Secara umum, besarnya

kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dibedakan menurut jenis kelamin.

Kelonggaran yang diberikan bagi pekerja pria adalah 2 – 2.5 %, sedangkan bagi

pekerja wanita adalah 5%, kedua-duanya diambil dari waktu normal.

2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique (Fatique Allowance)

Munculnya rasa lelah dari seorang pekerja dapat disebabkan oleh banyak

hal. Rasa lelah ini tercermin dari menurunnya hasil produksi baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk

menentukan besarnya kelonggaran untuk jenis ini adalah dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap pekerja, dan mencatat saat-saat dimana produksi

menurun. Namun menurunnya hasil produksi tidaklah mutlak disebabkan karena

munculnya rasa lelah dari pekerja. Masih banyak faktor penyebab yang lain.

Beberapa hal penyebab munculnya rasa lelah bagi seorang pekerja:

- Besarnya tenaga yang dikeluarkan.

- Sikap atau posisi kerja seseorang.

- Gerakan kerja yang dilakukan.

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

24

Universitas Kristen Petra

- Frekuensi dan intensitas penggunaan mata.

- Keadaan temperatur tempat kerja.

- Keadaan atomosfer tempat kerja.

- Keadaan lingkungan tempat kerja.

3. Kelonggaran Karena Keterlambatan (Unavoidable Delay Allowance)

Kelonggaran ini disebabkan karena munculnya faktor-faktor yang sulit

untuk dihindarkan, yang merupakan hambatan bagi para pekerja. Faktor-faktor

penyebab hal ini antara lain adalah mesin yang dioperasikan, sarana pendukung

seperti listrik atau bahan bakar, atau bahkan dari dalam pekerja itu sendiri.

Beberapa contoh aktivitas pekerja yang tergolong dalam kelonggaran jenis ini

adalah:

- Meminta atau menerima petunjuk kepada kepala regu.

- Melakukan penyesuaian mesin (setting ulang).

- Memperbaiki kemacetan mesin.

- Mengambil alat dari tempat tertentu.

- Hambatan karena kesalahan pemakaian alat atau bahan.

- Mesin yang berhenti karena aliran listriknya padam.

Jenis dan besarnya nilai kelonggaran untuk jenis ini sangat bervariasi, tergantung

dari kondisi kerja masing-masing area.

2.2.3. Metode Sampling Pekerjaan

Sutalaksana (1979) menyatakan metode sampling pekerjaan atau yang

biasa disebut sebagai Work Sampling Method, Ratio Delay Study atau Random

Observation Method adalah sebuah teknik untuk mengadakan sejumlah besar

pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses atau operator. Metode ini

pertama kali diperkenalkan oleh L.H.C. Tippett, seorang sarjana berkebangsaan

Inggris dalam aktivitas penelitian di bidang tekstil. Beberapa kegunaan dari

sampling pekerjaan ini antara lain:

1. Mengukur Ratio Delay dari sejumlah mesin, operator atau fasilitas kerja

lainnya. Atau dengan kata lain untuk menentukan prosentase dari jam atau

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

25

Universitas Kristen Petra

hari dimana mesin atau operator yang diamati terlibat dalam aktivitas kerja

(produktif) atau tidak (menganggur)

2. Menetapkan Performance Level dari seorang operator selama waktu kerjanya

berdasarkan waktu-waktu dimana operator tersebut bekerja atau tidak bekerja,

terutama untuk pekerjaan yang sifatnya manual.

3. Menentukan waktu baku untuk suatu pekerjaan seperti metode jam henti

Metode sampling pekerjaan ini pada pronsipnya dikembangkan berdasarkan

hukum probabilitas (law of probability) dimana pengamatan tidak dilaksanakan

secara menyeluruh, melainkan dengan menggunakan contoh yang diambil secara

acak. Metode sampling pekerjaan cocok untuk digunakan pada pekerjaan yang

tidak berulang-ulang dan memiliki siklus waktu yang relatif panjang. Berikut ini

adalah langkah-langkah melakukan pengukuran kerja dengan menggunakan

metode sampling pekerjaan.

1. Langkah persiapan awal

- Mencatat segala informasi dari fasilitas atau operator yang akan diamati

- Merencanakan jadual waktu pengamatan berdasarkan prinsip randomisasi

2. Pengamatan awal (pre-work sampling)

- Melaksanakan pengamatan awal sejumlah pengamatan tertentu

- Menghitung tingkat ketelitian (%) untuk N pengamatan tersebut

3. Uji kenormalan, keseragaman, dan kecukupan data

4. Menghitung derajat ketelitian dari data pengamatan yang diperoleh

5. Melakukan analisa dan mengambil kesimpulan

2.2.3.1. Menentukan Jumlah Sampel Pengamatan yang Dibutuhkan

Untuk menentukan jumlah sampel pengamatan yang diperlukan, ada dua

faktor utama yang berpengaruh

- Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dari hasil pengamatan

- Tingkat kepercayaan (level of confidence) dari hasil pengamatan

Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel pengamatan adalah

sebagai berikut:

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

26

Universitas Kristen Petra

NppkS )1( −

= (2.9)

Dimana:

S = Tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam

desimal

p = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan

dalam bentuk desimal

N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja

k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan

yang diambil

2.2.3.2. Uji Keseragaman Data

Untuk menghitung keseragaman data, seperti halnya pengamatan dengan

metode jam henti, metode sampling ini juga menggunakan batas kontrol. Adapun

rumus yang digunakan untuk menentukan batas kontrol adalah sebagai berikut:

NppkpBKA )1( −

+= (2.10)

NppkpBKB )1( −

−= (2.11)

Dimana:

BKA = Batas kontrol atas

BKB = Batas kontrol bawah

p = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga

dinyatakan dalam bentuk desimal

N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling

kerja

k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat

kepercayaan yang diambil

Page 22: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

27

Universitas Kristen Petra

2.2.3.3. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data dilakukan untuk menentukan apakah data yang

didapatkan sudah cukup jumlah sesuai dengan tingkat kepercayaan dan ketelitian

yang dikehendaki. Uji kecukupan data dilakukan dengan menggunakan rumus:

2

2 )1('s

ppkn rr −××= (2.12)

Dimana:

n’ = Jumlah data yang diperlukan

pr = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan

dalam bentuk desimal

n = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja

k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan

yang diambil

s = Derajat ketelitian

2.2.3.4. Menghitung Derajat Ketelitian Data Pengamatan yang Diperoleh

Setelah data yang dapatkan telah seragam dam cukup jumlahnya, maka

langkah selanjutnya adalah menghitung derajat ketelitian dari data hasil

pengamatan.

NppkS )1( −

= (2.13)

Dimana:

S = Tingkat ketelitian yang dikehendaki dan dinyatakan dalam

desimal

p = Presentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan

dalam bentuk desimal

N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja

k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan

yang diambil

Apabila nilai S yang diperoleh dari hasil perhitungan lebih kecil dari nilai derajat

ketelitian awal yang diinginkan, maka data dinyatakan sudah cukup.

Page 23: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

28

Universitas Kristen Petra

Tabel 2.2. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh

FAKTOR CONTOH PEKERJAAN KELONGGARAN (%) A. TENAGA YANG DIKELUARKAN Ekivalen beban (kg) pria wanita 1. Dapat diabaikan Bekerja di meja, duduk Tanpa beban 0.0 - 6.0 0.0 - 6.0 2. Sangat ringan Bekerja di meja, berdiri 0.00 - 2.25 6.0 - 7.5 6.0 - 7.5 3. Ringan Menyekop, ringan 2.25 - 9.00 7.5 - 12.0 7.5 - 16.0 4. Sedang Mencangkul 9.00 - 18.00 12.0 - 19.0 16.0 - 30.0 5. Berat Mengayun palu yang berat 18.00 - 27.00 19.0 - 30.0

6. Sangat berat Memanggul beban 27.00 - 50.00 30.0 - 50.07. Luar biasa berat Memanggul karung berat Diatas 50 kg B. SIKAP KERJA 1. Duduk Bekerja duduk, ringan

0.0 - 1.0

2. Berdiri diatas dua kaki Badan tegak, ditumpu pada kaki 1.0 - 2.5 3. Berdiri diatas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2.5 - 4.0 4. Berbaring Pada bagian sisi, belakang, atau depan badan 2.5 - 4.0

5. Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4.0 - 10.0

C. GERAKAN KERJA 1. Normal Ayunan bebas dari palu

0

2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0 - 5 3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 0 - 5 4. Pada anggota badan terbatas Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10 5. Seluruh anggota badan terbatas Bekerja dilorong pertambangan yang sempit 10 - 15

Page 24: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

29

Universitas Kristen Petra

Tabel 2.2. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Sambungan)

D. KELELAHAN MATA Pencahayaan Baik Buruk 1. Pandangan yang terputus-putus Membaca alat ukur

0,0 – 6,0 0,0 – 6,0 2. Pandangan yang hampir terus

menerus Pekerjaan-pekerjaan yang teliti 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5

3. Pandangan terus menerus

dengan fokus berubah-ubah Memeriksa cacat-cacat pada kain Pemeriksaan yang sangat teliti

7,5 – 12,0 7,5 – 16,0 12,0 - 19,0 16,0 – 30,0 4. Pandangan terus menerus

dengan fokus tetap 19,0 – 30,0

30,0 – 50,0 E. KEADAAN TEMPERATUR TEMPAT KERJA Temp(°C) Normal Berlebihan 1. Beku

Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12 2. Rendah 0 - 13 10 - 0 12 - 5 3. Sedang 13 - 22 5 - 0 8 - 0 4. Normal 22 - 28 0 - 5 0 - 8 5. Tinggi 28 - 38 5 - 40 8 - 100 6. Sangat tinggi Diatas 38 Diatas 40 Diatas 100 F. KEADAAN ATMOSFER 1. Baik Ruangan yang berventilasi baik, udara segar

0 2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) 0 - 5

3. Kurang baik Adanya debu-debu beracun atau tidak beracun tetapi banyak 5 - 10

4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan menggunakan alat-alat pernafasan

10 - 20

Page 25: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

30

Universitas Kristen Petra

Tabel 2.2. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Sambungan)

G. KEADAAN LINGKUNGAN YANG BAIK 1. Bersih, sehat, cerah, dengan

kebisingan rendah

0

2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 - 10 detik

0 - 1

3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 - 5 detik

1 - 3

4. Sangat bising 0 - 5 5. Jika faktor-faktor yang

berpengaruh dapat menurunkan kualitas

0 - 5

6. Terasa adanya getaran lantai 5 - 107. Keadaan-keadaan yang luar biasa

(bunyi, kebersihan, dll) 5 - 15

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi

***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap: Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria 0 - 2.5% Wanita 2 - 5%

Page 26: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

31

Universitas Kristen Petra

2.2.4. Pareto Chart

Montgomery (1996) pareto chart adalah grafik batang yang

menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian/masalah. Masalah

yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama dan yang

tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri. Masalah yang paling sedikit

terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir dan terendah serta ditempatkan

pada sisi paling kanan. Prinsip dari pareto chart yaitu 80% masalah yang terjadi

disebabkan karena 20% masalah yang ada. Pada dasarnya diagram pareto

mempunyai manfaat sebagai berikut:

• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau

penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan

ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah

tersebut.

2.2.5. Root Cause Analysis

Montgomery (1996) root Cause Diagram atau Fishbone diagram adalah

suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini

digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik

kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.

Pada dasarnya diagram ini dapat dipergunakan untuk hal-hal berikut ini:

• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.

• Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

• Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram tulang ikan adalah sebagai

berikut:

1. Mencari masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk

diselesaikan.

2. Menuliskan pernyataan masalah tersebut pada kepala ikan yang merupakan

akibat.

3. Menuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang

mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar ikan. Faktor-faktor

Page 27: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

32

Universitas Kristen Petra

Defect/Waste

Machines Men

Methods MaterialsEnvironment

Operation

Setting

Components

Health

Food

Networking

Rest

Work

Setting

Hardness

Colors

Temperature

Sounds

penyebab utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam

pengelompokkan dari faktor-faktor manusia, mesin, material, metode kerja,

lingkungan kerja, pengukuran.

Gambar 2.2. Contoh Gambar Diagram Sebab Akibat

2.2.6. Analysis of Variance

Bhattacharya (1977) Analysis of Variance atau yang lebih dikenal dengan

sebutan ANOVA merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji

apakah ada persamaan nilai rata-rata dari satu atau lebih populasi. Ada 2 macam

uji ANOVA, yaitu One Way ANOVA dan Two Way ANOVA. Perbedaan kedua

macam pengujian ini terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya

nilai rata-rata tersebut. Dalam penulisan tugas akhir ini digunakan One Way

ANOVA dalam beberapa aktivitas kerja. Hipotesa yang digunakan dalam

pengujian ANOVA ini adalah sebagai berikut:

H0: µ1 = µ2 = µ3

H1: Minimal ada satu µ yang tidak sama

Secara perhitungan manual, pengujian ANOVA dilakukan dengan

membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai critical value dari

distribusi F. Untuk menentukan nilai F hasil perhitungan digunakan rumus:

Page 28: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

33

Universitas Kristen Petra

MSWMSBF = (2.14)

Dimana:

MSB : variance between sample

MSW: variance within sample

MSB dan MSW sendiri didapatkan dengan rumus:

1−=

kSSBMSB (2.15)

kn

SSWMSW−

= (2.16)

Dimana:

k : jumlah faktor yang mempengaruhi

n : total jumlah data dari keseluruhan faktor

SSB dan SSW dirumuskan sebagai berikut:

( )nX

nT

nT

nT

SSB2

3

23

2

22

1

21 ... ∑

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+++= (2.17)

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+++−∑= ...

3

23

2

22

1

212

nT

nT

nT

XSSW (2.18)

Dimana:

Ti : penjumlahan data pada sampel i

ni : jumlah data tiap-tiap sampel

Dalam penulisan tugas akhir ini, perhitungan uji ANOVA dilakukan dengan

bantuan software Minitab 13. Dari hasil perhitungan ini akan dibandingkan nilai

p-value dengan nilai α. Hipotesa awal dapat ditolak apabila nilai p-value lebih

kecil nilai α.

2.2.7. Work Rest Cycle

Manusia tidak dapat mengatasi kemampuan fisiknya dalam waktu yang

sangat lama. Mereka membutuhkan istirahat secara periodik sebagai akibat dari

banyaknya tugas yang dikerjakan. Nilai kelonggaran dari istirahat yang

berhubungan dengan aktivitas fisik dapat dievaluasi melalui analisa waktu yang

Page 29: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

34

Universitas Kristen Petra

ekstensif atau metode psikologi. Pengukuran kerja melalui analisa waktu

mengarah ke hasil yang nyata. Sebagai contoh bila lima belas persen dari nilai

kelonggaran diaplikasikan ke waktu normal yang kemudian dikalkulasikan ke

waktu normal dalam sebuah pekerjaan. Metode psikologi bertujuan untuk

menentukan nilai kelonggaran istirahat berdasarkan perubahan dalam respon

manusia yang berhubungan dengan pekerjaan.

Sebuah nilai yang dapat diterima dalam siklus-siklus istirahat kerja yang

bergantung pada aktivitas fisik, menggunakan metode perhitungan energi

metabolisme, adalah tidak ada pekerjaan yang berhubungan dengan nilai

kelonggaran istirahat untuk pekerjaan yang membutuhkan energi kurang dari

standar (empat atau lima kcal/min).

Formulasi dari waktu istirahat adalah:

RT = 0 for K < S

RT = for S <=K<2S (2.19)

RT = x 1,11 for K >= 2S

BMF = 1,4 BMM = 1,7

RT adalah waktu istirahat yang akan ditentukan, K adalah energy yang

dibutuhkan untuk pekerjaan (kcal/min), S adalah standar penerimaan (4 kcal/min

untuk wanita, 5 kcal/min untuk pria), T adalah total durasi tugas tersebut

dikerjakan, dan BM adalah Basal Metabolism (kcal/min). Selain rumus di atas,

terdapat juga faktor pengali yang ditentukan berdasarkan usia, dengan

pertimbangan akan kondisi variabel usia yang juga turut mempengaruhi waktu

istirahat dari seseorang.

Tabel 2.3. Faktor Pengali Berdasarkan Usia

Age Multiplier 20 - 30 1.0

40 1.04 50 1.1 60 1.2 65 1.25

Dari hasil studi ditemukan bahwa dalam lingkungan industri, cara yang

paling efektif untuk mengatasi kelelahan otot adalah melalui jangka waktu

Page 30: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

35

Universitas Kristen Petra

istirahat yang pendek selama jangka waktu kerja dibandingkan dengan jangka

waktu istirahat yang panjang.

Tabel 2.4. Klasifikasi Kerja Berdasarkan Energi yang Dikeluarkan

Work Grade Energy Expenditure (kcal/min)

O2 consumption (liters/min)

Severe >12,5 >2,5 Very heavy 10-12,5 2-2,5

Heavy 7,5-10 1,5-2 Moderate 5-7,5 1-1,5

Light 2,5-5 0,5-1

2.2.8. Lean Manufacturing

Liker (2006). The Toyota way value added activities adalah semua

aktivitas yang membawa perubahan atau menambah fungsi dari suatu produk baik

barang atau jasa atau dapat juga dikatakan sebagai aktivitas yang merubah bentuk,

ukuran, fungsi dari suatu material untuk memenuhi keinginan dari konsumen.

Contoh: proses assembly, painting, packing, dll. Proses produksi yang dilakukan

juga termasuk di dalam kategori value added activities, karena dengan

dilakukannya proses produksi dapat memberikan nilai tambah kepada suatu

produk. Konsep pemeliharaan yang efektif juga dapat dianggap sebagai value

added activities.

Non Value Added Activities adalah semua aktivitas yang dilakukan yang

tidak membawa perubahan apa pun, menambah biaya tetapi tidak menambah nilai

dari produk tersebut. Contoh: reworking, repacking, walking, inventorying, dll.

Waste adalah salah satu contoh dari Non Value Added Activities, segala

sesuatu yang terjadi, membutuhkan sumber daya dan waktu, tetapi tidak

memberikan nilai tambah bagi produk.

Waste yang dalam bahasa Jepang dikenal sebagai Muda, bila dihilangkan

dapat membuat kualitas produk menjadi lebih baik dan dapat mengurangi baik

waktu maupun biaya produksi. Beberapa penyebab umum dari waste, antara lain:

a. Waktu setup yang lama.

b. Layout.

c. Kurangnya pelatihan terhadap karyawan.

d. Planning produksi yang kurang efektif.

e. Incapable process

Page 31: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

36

Universitas Kristen Petra

f. Maintenance yang kurang baik.

Muda yang dapat dihilangkan dalam PT.Gunanusa Utama Fabricators

adalah sebagai berikut:

1. Waiting (Menunggu)

Yang dimaksud dengan menunggu ialah menunggu kedatangan material,

menunggu informasi, peralatan, perlengkapan, dan semua hal yang membuat

organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan

karena waktu menunggu ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu

sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah dalam

menafsirkan situasi pemborosan karena waktu menunggu adalah membiarkan

mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah

selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka

dampaknya justru menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih

gawat. Dalam hal ini, kita harus lebih cermat menilai situasi.

Menunggu di sini berarti para pekerja hanya mengamati mesin otomatis

yang sedang berjalan. Hal ini dapat dikatakan pemborosan. Ia tidak mengerjakan

apa-apa, karena pekerjaan dilakukan sepenuhnya oleh mesin. Beberapa orang

mungkin berkata bahwa mesin memang harus diawasi terus agar kalau terjadi

gangguan bisa segera diatasi. Namun yang tidak disadari adalah bahwa umumnya

operator akan terlambat mengambil tindakan pada saat terjadi gangguan proses.

Bukankah lebih baik bila pada mesin itu sendiri diusahakan mekanisme tertentu

yang dapat menghentikan mesin secara otomatis dan memberi isyarat pada

operator, kalau mesin terganggu atau berjalan tidak wajar. Sementara mesin

bekerja, pada dasarnya tidak diperlukan pengawasan terus menerus. Pandangan

seperti itu tidak pernah terpikir sebelumnya, pengawas produksi tidak pernah

berinisiatif demikian karena masalahnya tidak nampak jelas bagi mereka. Pada

umumnya mereka cenderung mengabaikan masalah ini selama produksi masih

berjalan lancar. System Lean mengharuskan sumber daya tersebut agar didapat

berdasarkan filosofi Just In Time (JIT) yang berarti agar semua hal didapatkan

dalam waktu yang tepat, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat.

Page 32: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

37

Universitas Kristen Petra

2. Non-Value-Added Activities (Aktivitas yang tidak memberikan nilai

tambah/pemborosan karena proses)

Metode pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan

yang seharusnya tidak perlu ada. Sebagai contoh, pada suatu operasi pembuatan

benda kerja dengan proses cetak tuang (die-casting). Tenaga kerja tambahan

mungkin dibutuhkan untuk mengkikir dan menghaluskan permukaan hasil

produksi. Pada dasarnya, tenaga tambahan untuk penyelesaian akhir ini dapat saja

dihilangkan, yaitu bila fasilitas produksi berupa cetakan selalu terpelihara dengan

baik, lagipula kehalusan permukaan cetakan sudah dipertimbangkan pada saat

merancang produk maupun prosesnya.

Contoh lain, dalam suatu proses produksi; beberapa bagian kerja proses

pengecatan, penyekatan, atau pengencangan baut mungkin tidak diperlukan dalam

mencatat persyaratan hasil produk tersebut. Tentu, hal ini harus sudah

dipertimbangkan secara mendalam dalam perancangan produk, yaitu agar produk

tidak menyandang spesifikasi berlebih dan menyulitkan produksinya.

Jika peralatan produksi tidak terawat atau kurang siap pakai, operator

harus mengeluarkan usaha lebih banyak. Di samping itu, cacat produksi dapat

pula terjadi karena praktek dan metode yang tidak tepat. Alat bantu proses

tertentu mungkin harus ditambah atau dirubah untuk meningkatkan penampilan

kerja mesin. Sebagai contoh, penggunaan silinder udara atau rantai dan roda gigi

dapat membantu mengotomasikan operasi mesin pengebor. Dalam penerapan lain,

daya motor mesin milling dapat pula dimanfaatkan untuk melepaskan produk

yang sudah selesai. Daya gravitasi dapat sangat membantu dalam kegiatan

bongkar pasang benda kerja secara otomatis. Semua usaha itu dapat

membebaskan operator dari pekerjaan rutin tak bernilai tambah dan

memungkinkannya mendapat beban kerja yang lebih bermanfaat.

Contoh lain yang paling mudah untuk mengerti hal ini ialah Reworking

(Pengerjaan Ulang) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila telah

dilakukan proses yang benar, Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya

dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat

dan alat yang lengkap dan tepat untuk pekerjaan tersebut, dan Inspecting

(inspeksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan

Page 33: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

38

Universitas Kristen Petra

Statistical Process Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan

jumlah inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut. Dalam

istilah Lean, teknik yang disebut Value Stream Mapping sering digunakan untuk

mendeteksi Non-Value-Added Activities yang berada baik dalam proses

manufacturing perusahaan maupun dalam divisi lain dari perusahaan untuk

meningkatkan efektiftas perusahaan.

3. Excess Motion (Gerakan berlebih / tidak diperlukan)

Penggunaan waktu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk

memberi nilai tambah harus dihilangkan sedapat mungkin. Satu fakta dalam

bekerja, melakukan ”gerakan” tidak selalu sama dengan menghasilkan ”kerja”.

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-

mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan

yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru membebani biaya

produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil

produksi menjadi tertunda dikirim kepada para pelanggan karena lead time

produksi yang bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda

dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan tempat

penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah

gerakan yang sia-sia. Khususnya bila seorang operator diberi tanggung jawab

untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling

berdekatan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.

Gerakan-gerakan yang tidak efektif seringkali ditimbulkan oleh beberapa

faktor yang sangat jelas yakni proses kerja yang tidak teratur, layout pabrik yang

tidak efektif dan tidak teratur, masalah perawatan mesin maupun pabrik yang

kurang diperhatikan sehingga menimbulkan pemborosan bagi orang di sekitarnya,

serta yang paling penting ialah karena metode kerja yang tidak konsisten serta

tidak adanya standar kerja yang terdokumentasi dengan baik dan benar.

4. Defect Waste (Pemborosan karena cacat produksi)

Bila cacat produksi terjadi pada satu pos kerja, maka umumnya operator

pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan

Page 34: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

39

Universitas Kristen Petra

menambah biaya produksi. Lebih parah lagi bila barang-barang tersebut perlu

dikerjakan ulang (rework) atau bahkan bila produk yang cacat itu harus

dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi, maka tenaga kerja tambahan akan

diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan

komponen tambahan juga diperlukan untuk mengganti komponen rusak, otomatis

jadwal produksi akan terganggu karena menunggu penyelesaian produk tersebut.

Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga

kerja sehingga menimbulkan peningkatan biaya, yang berarti pemborosan. Kasus

yang lebih buruk lagi bila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk

berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang

harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis

pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut.

Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan

untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab

timbulnya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan

perbaikan langsung. Tanpa sistem tersebut, penghematan waktu dan kecepatan

produksi sia-sia. Boleh jadi perusahaan di beberapa industri maju menerapkan

mesin otomatis yang dapat memproduksi barang dengan sangat cepat. Namun,

mesin otomatis itu juga mampu memproduksi barang cacat, kecuali, sistem

pencegahan cacat dapat segera dikembangkan.

5. Underutilized People (Pekerja yang kurang efektif):

Yang dimaksud dengan pekerja yang kurang efektif ialah pekerja yang

tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental,

kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik di mana biasanya seorang pekerja

harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimilikinya demi

kepentingan bersama. Beberapa penyebab pokok dari pemborosan tipe ini ialah :

Proses kerja yang jelek dan tidak teratur, budaya organisasi yang kurang positif

atau tidak mendorong para pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan

pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan

tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi

Page 35: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

40

Universitas Kristen Petra

1

),()(

1

1

=

=

=

=

n

ii

n

iiii Nxf

α

σμα

sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta segala

detail dari perusahaan untuk dapat berkembang.

Alat-alat yang dapat digunakan untuk melaksanakan Lean Manufacturing

ada beberapa macam, di mana dalam PT.Gunanusa Utama Fabricators alat Lean

Manufacturing yang penulis gunakan adalah Value Stream Mapping.

Value Stream Mapping adalah sebuah alat yang digunakan untuk

menggambarkan secara visual setiap aktivitas (baik yang bernilai tambah maupun

yang tidak memberi nilai tambah) yang dibutuhkan untuk membuat produk

konsumen. Value Stream Mapping menunjukkan:

• Setiap proses atau aktivitas.

• Inventory dan antrian antar proses.

• Waktu Setup, cycle time.

• Timeline dari proses.

• Jalannya informasi dari konsumen sampai ke proses produksi.

• Timeline dari proses.

• Jalannya informasi dari konsumen sampai ke proses produksi.

2.2.9. Mixture Distribution

Pearson (1894) suatu random variable dikatakan memiliki distribusi

campuran normal (mixture normal distribution) bila random variable tersebut

memiliki fungsi kepadatan probabilitas (probability density function –pdf) sebagai

berikut :

(2.20)

dimana αi adalah proporsi dari mixture, μi adalah mean dan σi adalah standard

deviasi.

Dalam kehidupan sehari-hari data campuran ini seringkali muncul,

misalnya, dalam proses produksi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

suatu pekerjaan secara normal dan lembur akan memiliki distribusi campuran.

Fungsi kepadatan probabilitas dari waktu campuran ini dapat dituliskan sebagai

berikut

Page 36: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

41

Universitas Kristen Petra

1),(),()(

21

222111

=++=

αασμασμα NNxf

(2.21)

Dalam hal ini α1 adalah proporsi pekerjaan yang diselesaikan secara

normal dan α2 adalah proporsi pekerjaan yang diselesaikan secara lembur.

Demikian pula dengan μ1 σ1 adalah mean dan standard deviasi dari waktu yang

diperlukan untuk pekerjaan secara normal dan μ2 σ2 adalam mean dan standard

deviasi dari waktu yang diperlukan untuk pekerjaan yang dilakukan secara

lembur.

2.2.10. Multiple Linear Regression

Bhattacarya (1977) menyatakan dengan analogi menggunakan simple

linear regression model, kita dapat memformulakan simple model dari hubungan

antara y dengan x1, x2, dan x3.

Yi = α + β1xi1 + β2xi2 + β3xi3 + ei, i = 1, …, n (2.22)

Dimana xi1, xi2, dan xi3 adalah nilai tetap dari tiga variabel yang independen

dengan i percobaan eksperimen dan yi adalah variabel response. Nilai komponen

error ei diasumsikan sebagai variabel normal independen dengan mean = 0 dan

variance = σ2. Parameter dari α, β1, β2, dan β3 adalah nilai kuantitas tetap yang

tidak diketahui.

Fungsi response di atas menunjukkan sebuah plane dengan dua predictors

dan sebuah hyperplane dengan lebih dari dua predictors. Persamaan dengan lebih

dari dua variabel predictor dinamakan multiple regression model.

Meskipun scatter diagram tidak dapat dapat diplot, prinsip dari least

squares dapat digunakan dalam mengestimasikan parameter dari regressi. Untuk

model ini, dapat memvarianskan α, β1, β2, dan β3 secara simultan untuk

meminimalkan nilai sum of squared deviations

(2.23)

Estimasi dari parameter , 1, 2, dan 3 dapat ditentukan untuk menjadi

persamaan normal berikut ini, dengan fungsi dari persamaan, untuk solusi dari

least squares untuk model persamaan linear, sesuai dengan persamaan di bawah

ini:

Page 37: 2. LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Manhours dan Manpower

42

Universitas Kristen Petra

1 + 2Sx1x2 + 3Sx1x3 = Sx1y (2.24)

1Sx1x2 + 2 + 3Sx2x3 = Sx2y (2.25)

1Sx1x3 + 2 Sx2x3 + 3 = Sx3y (2.26)

= - 1 1 - 2 - 3 3 (2.27)

Dimana , Sx1x2, dan yang lainnya adalah sum of square dan hasil perkalian dari

variabel dalam suffix dan dapat ditentukan bila data-data tersebut berada dalam

model regressi linier.