18
4 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional Penelitian Tugas Akhir dilaksanakan pada area pertambangan PT. Andesit Lumbung Sejahtera yang terletak di Desa Bandar Dalam, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan. Secara umum, daerah penelitian termasuk ke dalam lembar geologi regional Tanjungkarang. Untuk daerah Lampung Selatan sendiri, menurut (Mangga dkk., 1994) terdiri dari tiga satuan batuan gunung api yang berumur Tersier hingga Kuarter. Ketiga satuan gunung api tersebut yaitu formasi Andesit (Tpv) pada umur Tersier, formasi Lampung (QTl) pada umur peralihan Tersier-Kuarter, dan Batuan Gunung Api Rajabasa (Qhv) pada umur Kuarter. Gambar 2.1 Peta geologi regional lembar Tanjung Karang (modifikasi Mangga dkk., 1993)

2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

4

2. BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI

2.1 Geologi Regional

Penelitian Tugas Akhir dilaksanakan pada area pertambangan PT. Andesit

Lumbung Sejahtera yang terletak di Desa Bandar Dalam, Kecamatan Sidomulyo,

Kabupaten Lampung Selatan. Secara umum, daerah penelitian termasuk ke dalam

lembar geologi regional Tanjungkarang. Untuk daerah Lampung Selatan sendiri,

menurut (Mangga dkk., 1994) terdiri dari tiga satuan batuan gunung api yang

berumur Tersier hingga Kuarter. Ketiga satuan gunung api tersebut yaitu formasi

Andesit (Tpv) pada umur Tersier, formasi Lampung (QTl) pada umur peralihan

Tersier-Kuarter, dan Batuan Gunung Api Rajabasa (Qhv) pada umur Kuarter.

Gambar 2.1 Peta geologi regional lembar Tanjung Karang (modifikasi Mangga dkk., 1993)

Page 2: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

5

2.1.1 Fisiografi dan Morfologi

Berdasarkan pembagian fisiografi dan morfologi peta geologi Lembar

Tanjungkarang (Mangga dkk., 1994), secara umum terbagi menjadi tiga satuan

morfologi yaitu dataran bergelombang di Timur dan Timur Laut, pegunungan terjal

di Selatan – Barat Daya, dan daerah pesisir datar di daerah perbukitan. Sedangkan

satuan fisiografinya terdiri dari Lajur Bukit Barisan, Lajur Jambi-Palembang, dan

Laju Bengkulu.

Lokasi penelitian termasuk dalam satuan morfologi perbukitan bergelombang

(Gambar 2.2), yang menempati area di atas 60% luas keseluruhan. Perbukitan

bergelombang terdiri dari morfologi berupa endapan vulkanik berumur Tersier

hingga Kuarter dan Alluvium yang memiliki ketinggian puluhan meter. Sedangkan

dalam satuan fisiografi, lokasi penelitian berada dalam Lajur Bukit Barisan

(Gambar 2.2). Lajur Bukit Barisan memiliki luas mencapai 25 hingga 30 persen

luas lembar dengan litologi berupa matuan beku, malihan dan batuan gunung api

muda. Topografi lajur Bukit Barisan berupa kelerengan curam mencapai ketinggian

500 – 1680 meter di atas permukaan laut.

Gambar 2.2 Lokasi Penelitian termasuk dalam satuan fisiografi Lajur Bukit Barisan dan

morfologi perbukitan bergelombang (modifikasi Mangga dkk., 1993)

Page 3: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

6

2.1.2 Litologi dan Stratigrafi

Lampung Selatan terdiri dari tiga satuan formasi gunung api yaitu formasi Andesit

(Tpv) diumur Tersier, formasi Lampung (QTl) di umur Kuarter-Tersier dan formasi

Gunung api Rajabasa (Qhv) di umur Kuarter. Menurut peta geologi Lembar

Tanjungkarang oleh (Mangga dkk., 1994) daerah penelitian berada pada Formasi

Lampung (QTI). Formasi Lampung termasuk ke dalam kelompok batuan kuarter-

tersier lebih tepatnya pada Zaman Plistosen (Maulana, 2019). Formasi ini terdiri

dari litologi berupa sebaran tuff batu apung, tuff riolitik, tuff padu, batu lempung

tuffan, batu pasir tuffan, dan sisipan andesit.

2.2 Geologi Regional Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Andesit Lumbung Sejahtera yang memiliki luas lahan

kurang lebih 48,6 Ha. Secara administratif berada di Desa Bandar Dalam,

Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Gambar 2.3 Peta distribusi batuan PT. Andesit Lumbung Sejahtera (Company profile

PT. Andesit Lumbung Sejahtera)

Page 4: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

7

Morfologi pada daerah penelitian didominasi oleh kelerengan yang tidak terlalu

curam dan tidak terlalu landai dengan kerapatan kontur yang rapat. Kemiringan

lereng pada daerah ini berkisar antara 10% - 50 %, bergelombang lemah hingga

sedang. Terdapat sungai yang melintang memisahkan area pada PIT 1 dan PIT 2.

Area akuisisi berada di Selatan PIT 2 berbatasan langsung dengan sungai kecil yang

memisahkan antara lokasi PT. Andesit Lumbung Sejatera dengan kebun warga

(Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Kondisi lapangan dilokasi pengambilan data

Litologi batuan di area PT. Andesit Lumbung Sejahtera banyak didominasi oleh

batuan tuff pasiran terutama yang berada pada sisi Timur Laut sekitar 45 %,

kemudian batuan andesit mendominasi pada sisi di Selatan hingga Barat dengan

rasio 40 % dan sisanya 10 % ditempati oleh tuff lithik sedangkan 5% merupakan

breksi. Pada lokasi PIT 1 dilewati oleh zona patahan (fault).

Andesit yang dijumpai di permukaan sebagian besar telah mengalami pelapukan

(Gambar 2.5). Andesit dengan kondisi lapuk kategori ringan menunjukkan warna

abu-abu dan kemerahan dibeberapa bagian akibat oksidasi, sedangkan andesit lapuk

Page 5: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

8

dengan kategori sedang berwarna abu-abu kekuningan yang dapat dijumpai pada

bagian kulit dan bidang rekahan yang kemudian berkembang ke seluruh material

batuan. Sedangkan batu andesit segar yang menjadi target penambangan rata-rata

berada di kedalaman di atas 5 meter di bawah permukaan bumi. Litologi batuan

yang berada di bawah 5 meter dari permukaan didominasi oleh lapisan batu andesit

dengan kondisi lapuk, batuan tuff pasiran boundary, tuff lithik boundary, dan

lempung.

Gambar 2.5 Singkapan batuan andesit dengan kondisi sudah mengalami pelapukan di

sekitar lokasi penelitian.

2.3 Definisi Batu Andesit

Nama Andesit diambil dari pegunungan Andes, Amerika Selatan di mana batuan

ini diidentifikasi untuk pertama kalinya (Harvey dan Robert, 1995). Batu andesit

adalah batuan beku yang terbentuk oleh pendinginan magma baik terjadi secara

ekstrusif maupun intrusif. Untuk batuan andesit sendiri umumnya terbentuk dari

batuan beku vulkanik secara ekstrusif yang berarti batuan tersebut terbentuk dari

pembekuan magma yang terjadi di permukaan bumi (Sapto dan Nelson, 2020).

Batu andesit di lokasi penelitian tidak diketahui secara pasti mengenai genesa

pembentukannya, dikarenakan belum adanya penelitian yang menjelaskan secara

Page 6: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

9

spesifik terkait hal tersebut. Namun, merujuk pada referensi jurnal penelitian

terdahulu untuk studi kasus daerah Bakauheni dan sekitarnya, di mana lokasi

tersebut cukup dekat dengan lokasi penelitian sehingga dapat dijadikan argumen

pendukung mengenai genesa pembentukan batu andesit di lokasi penelitian.

Menurut (Zaenudin dkk., 2017), aktivitas vulkanisme terkait subduksi disepanjang

busur Sunda dan Banda dari Indonesia memegang peranan penting dalam

terbentuknya gunung berapi Kuarter. Salah satu produk aktivitas tektonik dan

vulkanik ini adalah batuan beku intrusif (plutonik) berupa batu andesit yang

ditemukan di Sumatera bagian Selatan maupun ekstrusif yang merupakan

pendinginan magma di permukaan. Karakteristik batu andesit yang dijumpai

umumnya memiliki struktur kekar berlembar dengan tekstur afanitik-porfiritik dan

mineral penyusunnya berupa plagioklas dan hornblende. Sedangkan menurut

(Bronto dkk., 2012) terbentuknya andesit merupakan sebagai produk vulkanisme

Tersier, yang terdapat di bagian Tenggara – Timur Gunung api Rajabasa.

Karakteristik andesit yang disebutkan berupa kekar lembar dengan tekstur afanitik-

porfiritik, fenokris plagioklas dan tertindih tidak selaras oleh Formasi Lampung.

Berdasarkan lokasi dan kemiripan karakteristik batu andesit dengan lokasi

penelitian menunjukkan hipotesis genesa batu andesit di lokasi penelitian

kemungkinan terbentuk secara intrusif yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme

terkait subduksi disepanjang busur Sunda dan Banda. Proses pembentukan batu

andesit ini terjadi pada umur paleosen, Tersier. Hal ini didukung oleh litologi pada

lokasi penelitian di mana batu andesit ditindih tidak selaras oleh formasi Lampung

(QTl). Menurut (Bronto dkk., 2012) formasi Lampung tersusun oleh batuan tuff

yang terbentuk sebagai hasil letusan besar Gunung api purba Pra-Rajabasa berumur

Tersier-Kuarter. Tentunya hipotesis ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut

secara spesifik.

2.4 Karakteristik Batu Andesit di PT. Andesit Lumbung Sejahtera

Karakteristik suatu batuan secara spesifiknya bergantung pada mineral yang

menyusunnya. Dengan mengetahui mineral penyusunnya kita dapat memperoleh

informasi warna, tekstur, dan struktur kristalnya. Batuan ekstrusif biasanya

Page 7: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

10

merupakan produk yang terbentuk dari proses pemadatan yang cepat sehingga tidak

memiliki kesempatan untuk mengkristal sebelum mendingin, sehingga umumnya

memiliki tekstur halus seperti kaca (Cassan dkk., 2008).

Berdasarkan informasi warna, tekstur, dan strukturnya, batu andesit di PT Andesit

Lumbung Sejahtera terbagi menjadi dua kategori yaitu:

1. Batu andesit lapuk

Batu andesit lapuk merupakan batu andesit yang sudah dipengaruhi oleh fluida

di permukaan yang menyebabkan kondisinya mengalami pelapukan. Ciri-ciri

batu andesit lapuk menunjukkan warna abu-abu kekuningan yang dapat

dijumpai pada bagian kulit dan bidang rekahan yang kemudian berkembang ke

seluruh material batuan yang menyebabkan teksturnya lebih mudah hancur.

Rekahan pada batu andesit akan memengaruhi sifat porositas dan permeabilitas

batuan di mana batuan akan lebih mudah meloloskan dan menyimpan fluida

dari permukaan sehingga nilai resistivitas yang dihasilkan lebih rendah. Batu

andesit lapuk dapat dijumpai dipermukaan berupa bongkahan dan pada lapisan

yang melindungi batu andesit segar atau disebut dengan lapisan Basecourse.

Gambar 2.6 Singkapan andesit lapuk di permukaan pada lokasi penelitian

2. Batu andesit segar

Batu andesit segar merupakan batu andesit dengan struktur masa batuan yang

seragam, memiliki kondisi fresh, masif, dan kompak (Lolong dan Wibowo.,

Page 8: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

11

2016). Untuk mengetahui karakteristik batu andesit segar di lokasi penelitian,

dilakukan pengambilan sampel batu andesit lapuk di permukaan dan batu

andesit segar siap jual di PT. Andesit Lumbung Sejahtera untuk kemudian

dilakukan perbandingan uji kualitas secara sederhana. Hasilnya karakteristik

batu andesit segar yang dijumpai di lokasi penelitian memiliki ciri-ciri

berwarna abu-abu lebih gelap dengan tekstur afanitik-porfiritik dan

strukturnya kekar berlembar, pada kondisi Fresh sangat keras dan mineral

penyusunnya berupa plagioklas dan hornblende. Sedangkan hasil uji lab yang

dilakukan perusahaan menunjukkan data Penyerapan sebesar 1.589%,

Kekerasan Agregat Terhadap Tumbukan (AIV) sebesar 8.317%, Kekerasan

Agregat Terhadap Tekanan (ACV) sebesar 8.317%, Kelekatan Agregat

Terhadap Aspal sebesar >95% dan Keawetan (Sound Ness Test) sebesar

3.387%. Uji lab tersebut dilakukan oleh Laboratorium Jalan Raya Fakultas

Teknik Universitas Lampung. Dari hasil uji lab tersebut menunjukkan batu

andesit segar pada lokasi penelitian memenuhi syarat untuk standar produksi.

Gambar 2.7 Andesit segar hasil pengeboran DH_BD08, di mana lokasi titik bor tersebut

yang paling dekat dengan lokasi pengambilan data.

Page 9: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

12

2.5 Kegunaan Batu Andesit

Batu andesit dapat digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya sering

digunakan sebagai bahan bangunan karena memiliki daya tahan yang sangat baik

(Panji dkk., 2018). Produksi batu andesit pada lokasi penelitian telah banyak

digunakan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan raya/tol, jembatan,

irigasi, pelabuhan, landasan terbang, bendungan, dan lain sebagainya.

Andesit dapat digunakan tidak hanya sebagai bahan bangunan, tetapi juga dalam

bidang industri rumah tangga seperti berbagai macam kerajinan tangan dengan

mengutamakan fungsi estetika maupun fungsi pakai. Contohnya adalah kerajinan

batu alam khususnya andesit di sepanjang jalur Yogyakarta-Magelang. Lokasi

tepatnya di Dusun Prumpung, Kelurahan Taman Agung, Kecamatan Muntilan,

Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Kompas, 2016).

2.6 Konsep Umum Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan metode eksplorasi geofisika untuk mempelajari sifat

arus listrik di dalam bumi dengan cara mendeteksinya di permukaan. Metode

geolistrik pertama kali diterapkan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.

Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode resistivitas.

Pendugaan resistivitas bawah permukaan didasarkan pada perbedaan jenis material

akan menunjukkan nilai resistivitas yang berbeda pula ketika dialiri arus listrik

(Taufik dkk., 2018). Dalam pengukuran, lapisan batuan di bawah permukaan

berhubungan dengan parameter geologis seperti porositas, kadar mineral, dan

saturasi air dalam batuan. Untuk data yang diperoleh pada akuisisi di lapangan

berupa nilai beda potensial dan kuat arus, di mana parameter tersebut digunakan

untuk mencari nilai resistivitas semu sehingga dibutuhkan pengolahan lebih lanjut

untuk mendapatkan nilai resistivitas batuan yang sebenarnya.

Dalam pengukuran geolistrik akan berhubungan dengan geometri susunan

elektrode, baik elektrode arus ataupun elektrode potensial. Dalam geolistrik

resistivitas terdapat tiga pengaplikasian konfigurasi umum yaitu Schumberger,

Wenner, dan Dipole-dipole. Dalam pemilihan konfigurasi harus disesuaikan

Page 10: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

13

dengan target yang diinginkan, karena masing-masing konfigurasi memiliki

kelebihan dan kekurangan, sehingga efektivitas hasil akuisisi sangat bergantung

pada jenis konfigurasi yang digunakan.

2.7 Prinsip Dasar Metode Resistivitas

Konsep dasar pada metode resistivitas adalah Hukum Ohm yang dicetuskan oleh

George Simon Ohm pada tahun 1826. Percobaan yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan tegangan (V) dan arus (I) melalui penghantar yang disebut dengan

resistansi (R), sehingga diperoleh persamaan berikut:

R = 𝑉

𝐼 (2.1)

V = IR (2.2)

Dimana

R : resistansi (ohm)

I : kuat arus (ampere)

V : tegangan (volt).

Resistansi diasumsikan tidak tergantung pada arus karena nilainya tetap, namun ada

kondisi yang disebut sebagai elemen non-linear, di mana nilai resistansi bisa

berubah. Meskipun demikian, resistansi suatu elemen non-linear tetap didefinisikan

oleh persamaan (2.1). Secara umum, material geologi beragam berarti nilai

resistansi juga berbeda-beda sehingga dapat ditentukan dengan mengukur arus dan

tegangan secara langsung. Selain jenis material, resistansi juga dipengaruhi oleh

ukuran suatu material.

Page 11: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

14

Gambar 2.8 Percobaan pada silinder konduktor untuk merumuskan nilai resistansi.

(modifikasi dari Nurhidayah., 2013)

Berdasarkan (Gambar 2.8) sebuah silinder konduktor dengan panjang (L), luas

penampang (A), dan resistivitas (ρ) yang dialiri arus listrik (I), maka resistansi (R)

dapat ditulis sebagai:

𝑅 = 𝜌𝐿

𝐴 (2.3)

Dengan melakukan substitusi pada persamaan (2.1) dan (2.3), maka didapatkan

persamaan resistivitas, yaitu :

𝜌 = ∆𝑉

𝐼

𝐴

𝐿 (2.4)

Di mana

ρ : resistivitas (Ωm)

∆V : beda potensial (volt)

I : arus listrik (ampere)

A : luas penampang resistor (m2)

L : panjang medium (m).

Pada pengaplikasian persamaan (2.4), untuk medium homogen nilai resistivitas

yang terukur adalah (True Resistivity) sedangkan di bawah permukaan bumi terdiri

Page 12: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

15

dari beberapa lapisan yang kompleks sehingga dikatakan tidak homogen, maka nilai

yang terukur adalah (Apparent Resistivity).

Dalam pengukuran di lapangan, resistivitas semu tergantung pada formasi batuan

yang diukur dan konfigurasi yang digunakan. Litologi batuan dipermukaan bumi

berfungsi sebagai resistor, namun karena sangat kompleks sehingga secara

sederhana resistivitas diukur dengan asumsi medium homogen isotrop (Santoso,

2013). Geolistrik resistivitas adalah metode aktif di mana potensial diukur

menggunakan elektrode potensial dengan menginjeksikan aus listrik kelapisan

tanah melalui dua elektrode arus. Parameter yang didapatkan berupa beda potensial

terukur, besarnya arus injeksi, dan faktor geometri sehingga dapat dihitung nilai

resistivitas semu batuan di bawah titik ukur.

2.8 Aliran Listrik Dalam Bumi

Geolistrik resistivitas merupakan metode aktif, sehingga terlebih dahulu

menginjeksikan arus ke bawah permukaan. Terdapat dua jenis aliran listrik dalam

bumi, yaitu:

1. Titik arus tunggal permukaan

Jika sebuah elektrode mengalirkan arus listrik ke bawah permukaan dan

menganggap bumi bersifat homogen, maka arus akan menyebar ke segala arah.

Karena udara memiliki sifat konduktivitas yang sangat kecil maka kita anggap

memiliki nilai konduktivitas udara adalah nol. Dengan demikian garis potensial

yang dihasilkan adalah berbentuk setengah bola yang ditunjukan (Gambar 2.9).

Page 13: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

16

Gambar 2.9 Ilustrasi aliran lstrik pada arus tunggal permukaan (modifkasi Telford dkk.,

1990)

Arus yang mengalir dari permukaan membentuk kontur garis akuipotensial

setengah lingkaran, sehingga memiliki jari-jari (r) (Telford dkk., 1990), dapat

dituliskan:

𝐼 = 2𝜋𝑟2𝐽

= −𝜋𝑟2𝜎𝑑𝑣

𝑑𝑟

= −2𝜋𝜎𝐴 (2.5)

Dengan rapat arus listrik dan konstanta integrasi, yaitu:

𝐽 = −𝜎 𝑑𝑣

𝑑𝑟 dan A = −

𝐼𝜌

2𝜋 (2.6)

Sehingga diperoleh:

A = (𝐼𝜌

2𝜋)

1

𝑟 (2.7)

Maka nilai resistivitas pada titik arus tunggal permukaan adalah:

𝜌 = 2𝜋𝑟 𝑉

𝐼 (2.8)

2. Dua titik arus di permukaan

Elektrode arus disebut sebagai C1 dan C2 sedangkan elektrode potensial disebut

sebagai P1 dan P2. Apabila elektrode 𝐶1 tersusun dengan elektrode C2 yang

terletak pada permukaan suatu medium homogen dan diantaranya terdapat dua

Page 14: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

17

elektrode 𝑃1 dan 𝑃2 yang disusun seperti pada (Gambar 2.10), maka nilai

potensialnya akan dipengaruhi oleh kedua elektrode arus.

Gambar 2.10 Ilustrasi susunan elektrode pada dua titik arus dipermukaan (modifikasi

Telford dkk., 1990).

Nilai 𝑟 dikatakan sebagai fungsi jarak, maka dari persamaan (2.7) dapat ditulis

potensial di titik 𝑃1 yaitu:

𝑉𝑃1 = 𝑉1 + 𝑉2 = 𝐼𝜌

2𝜋(

1

𝑟1−

1

𝑟1) (2.9)

Di mana 𝑟1 dan 𝑟2 adalah jarak elektrode potensial 𝑃1 dengan elektrode arus,

sedangkan potensial pada titik 𝑃2 ditulis :

𝑉𝑃2 = 𝑉3 + 𝑉4 = 𝐼𝜌

2𝜋(

1

𝑟3−

1

𝑟4) (2.10)

Di mana 𝑟3 dan 𝑟4 adalah jarak potensial 𝑃2 terhadap elektrode arus. Sehingga

dari persamaan (2.9) dan (2.10) dapat diperoleh beda potensial (𝛥𝑉) antara titik

𝑃1 dan 𝑃2 yaitu:

∆𝑉 = 𝐼𝜌

2𝜋 (

1

𝑟1−

1

𝑟2) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4) (2.11)

Keterangan:

𝛥𝑉 = beda potensial antara 𝑃1 dan 𝑃2 (volt)

𝐼 = kuat arus (ampere)

Page 15: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

18

𝜌 = resistivitas (Ωm)

𝑟1 = jarak 𝐶1 ke 𝑃1 (meter)

𝑟2 = jarak 𝐶2 ke 𝑃1 (meter)

𝑟3 = jarak 𝐶1 ke 𝑃2 (meter)

𝑟4 = jarak 𝐶2 ke 𝑃2 (meter)

Nilai resistivitas pada medium homogen dapat dihitung dengan persamaan :

𝜌 = 𝐾 𝛥𝑉

𝐼 (2.12)

Dengan nilai faktor geometri :

𝐾 = 2𝜋

(1

𝑟1−

1

𝑟2)−(

1

𝑟3−

1

𝑟4)

(2.13)

2.9 Konsep Resistivitas Semu

Pada geolistrik resistivitas, bumi diasumsikan bersifat homogen isotropis sehingga

resistivitas yang terukur adalah True Resistivity. Sedangkan kondisi sebenarnya

ialah, lapisan bawah permukaan bumi tersusun oleh lapisan dengan resistivitas

beragam sehingga potensial yang terukur adalah pengaruh dari lapisan-lapisan

tersebut. Oleh karena itu, nilai resistivitas yang diukur bukan untuk satu lapisan

saja, terutama pada spasi elektrode yang lebar.

Persamaan (2.12) dapat dituliskan menjadi :

𝜌𝑎 = 𝐾∆𝑉

𝐼 (2.14)

Keterangan:

𝜌𝑎 = resistivitas semu (Ωm)

𝐾 = faktor geometri (meter)

𝛥𝑉 = beda potensial (volt)

𝐼 = kuat arus (ampere)

Page 16: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

19

Resistivitas semu adalah resistivitas dari medium fiktif homogen ekuivalen dengan

medium berlapis yang ditinjau (Gambar 2.11). Dimisalkan suatu medium berlapis

yang memiliki nilai resistivitas (𝜌1 dan 𝜌2) dianggap homogen sehingga memiliki

satu nilai resistivitas yaitu resistivitas semu (Rahmawati, 2009).

Gambar 2.11 Medium berlapis dengan variasi harga resistivitas (Milsom, 2003).

2.10 Konfigurasi Wenner

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa, pemilihan konfigurasi yang tepat

sangat penting untuk mendapatkan target yang diinginkan. Pada penelitian data

tugas akhir kali ini, tujuan yang harus dicapai adalah mengestimasi distribusi dan

volume batu andesit pada lokasi yang sudah ditentukan. Konfigurasi yang tepat

digunakan adalah konfigurasi Wenner 2D dan untuk memperkirakan jumlah

volume dengan melakukan interpolasi 3D menggunakan Software Rockwork 15.

Susunan elektrode arus dan potensial pada konfigurasi Wenner terletak pada garis

simetris terhadap titik tengah (𝑟1 = 𝑟4 = 𝑎 dan 𝑟2 = 𝑟3 = 2𝑎), seperti (Gambar 2.12).

Konfigurasi ini memiliki keunggulan dalam resolusi horizontal di mana

sensitivitasnya lebih baik, namun memiliki kelemahan dalam penetrasi kedalaman.

Perhitungan penetasi kedalaman yang mampu dicapai pada konfigurasi Wenner

adalah 𝑎

2𝑛 (Hakim dan Manrulu, 2003).

Page 17: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

20

Gambar 2.12 Susunan elektrode konfigurasi Wenner (modifikasi dari Telford dkk., 1990)

Dari Gambar (2.12) dapat diketahui bahwa AM = NB = a dan jarak AN = MB = 2a.

Sehingga kita dapat menentukan faktor geometrinya, yaitu:

K = 2𝜋

(1

𝑟1−

1

𝑟2)−(

1

𝑟3−

1

𝑟4)

K = 2𝜋

(1

𝑎−

1

2𝑎)−(

1

2𝑎−

1

𝑎)

K = 2𝜋

2

𝑎−

2

2𝑎

K = 2𝜋

4𝑎−2𝑎2𝑎

K = 2𝜋2𝑎

2𝑎2

K = 2𝜋

1

𝑎

K = 2πa (2.15)

Nilai faktor geometri pada konfigurasi Wenner disubtitusi ke Persamaan (2.14),

sehingga diperoleh persamaan resistivitas semu :

ρa = 2πa ∆𝑉

𝐼 (2.16)

Page 18: 2. BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Regional

21

2.11 Sifat Kelistrikan Batuan

Sifat kelistrikan batuan menunjukkan karakteristik kemampuan suatu batuan dalam

menghantarkan arus listrik. Masing-masing batuan memiliki kemampuan

menghantarkan arus listrik (konduktivitas) yang berbeda-beda, semakin baik

konduktivitas batuan maka semakin buruk nilai resistivitas batuan tersebut.

Konduktivitas batuan dipengaruhi oleh pori-pori batuan tersebut, apabila batuan

berpori terisi oleh air maka nilai resistivitas akan berkurang dan nilai resitivitas

akan bertambah jika batuan berpori kandungan airnya berkurang (Telford dkk.,

1990). Umumnya terdapat tiga jenis aliran listrik pada batuan:

1. Konduksi elektronik

Konduksi secara elektronik dipengaruhi oleh adanya elektron bebas pada

batuan/mineral target untuk mengalirkan listrik. Masing-masing batuan

tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dan kandungan elektron bebas

yang berbeda pula. Sebagai contohnya, batuan yang mengandung mineral

logam lebih banyak tentunya arus listrik akan lebih mudah mengalir.

2. Konduksi elektrolitik

Konduksi secara elektrolitik dipengaruhi oleh tingkat porositas dan

permeabilitas batuan, di mana batuan yang memiliki porositas dan

permeabilitas yang baik akan terisi oleh fluida pada pori-porinya. Batuan

tersebut akan menjadi penghantar elektrolitik yang baik, karena arus listrik

akan dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam fluida. Batuan akan lebih konduktif

apabila kandungan fluida pada pori-pori batuan lebih banyak, begitupun

sebaliknya apabila fluida pada pori-pori batuan lebih sedikit maka batuan

tersebut lebih resistif.

3. Konduksi dialektrik

Konduksi secara dialektrik adalah konduksi di mana batuan yang dialiri listrik

memiliki elektron bebas yang sedikit. Namun, karena pengaruh medan listrik

eksternal, elektron dalam atom batuan dipaksa untuk menjauhi ini dan sebagai

akibatnya, terjadilah polarisasi. Konduktivitas batuan ini sangat bergantung

pada permeabilitas batuan.