Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
2. BAB II LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
2.1 Geologi Regional
Penelitian Tugas Akhir dilaksanakan pada area pertambangan PT. Andesit
Lumbung Sejahtera yang terletak di Desa Bandar Dalam, Kecamatan Sidomulyo,
Kabupaten Lampung Selatan. Secara umum, daerah penelitian termasuk ke dalam
lembar geologi regional Tanjungkarang. Untuk daerah Lampung Selatan sendiri,
menurut (Mangga dkk., 1994) terdiri dari tiga satuan batuan gunung api yang
berumur Tersier hingga Kuarter. Ketiga satuan gunung api tersebut yaitu formasi
Andesit (Tpv) pada umur Tersier, formasi Lampung (QTl) pada umur peralihan
Tersier-Kuarter, dan Batuan Gunung Api Rajabasa (Qhv) pada umur Kuarter.
Gambar 2.1 Peta geologi regional lembar Tanjung Karang (modifikasi Mangga dkk., 1993)
5
2.1.1 Fisiografi dan Morfologi
Berdasarkan pembagian fisiografi dan morfologi peta geologi Lembar
Tanjungkarang (Mangga dkk., 1994), secara umum terbagi menjadi tiga satuan
morfologi yaitu dataran bergelombang di Timur dan Timur Laut, pegunungan terjal
di Selatan – Barat Daya, dan daerah pesisir datar di daerah perbukitan. Sedangkan
satuan fisiografinya terdiri dari Lajur Bukit Barisan, Lajur Jambi-Palembang, dan
Laju Bengkulu.
Lokasi penelitian termasuk dalam satuan morfologi perbukitan bergelombang
(Gambar 2.2), yang menempati area di atas 60% luas keseluruhan. Perbukitan
bergelombang terdiri dari morfologi berupa endapan vulkanik berumur Tersier
hingga Kuarter dan Alluvium yang memiliki ketinggian puluhan meter. Sedangkan
dalam satuan fisiografi, lokasi penelitian berada dalam Lajur Bukit Barisan
(Gambar 2.2). Lajur Bukit Barisan memiliki luas mencapai 25 hingga 30 persen
luas lembar dengan litologi berupa matuan beku, malihan dan batuan gunung api
muda. Topografi lajur Bukit Barisan berupa kelerengan curam mencapai ketinggian
500 – 1680 meter di atas permukaan laut.
Gambar 2.2 Lokasi Penelitian termasuk dalam satuan fisiografi Lajur Bukit Barisan dan
morfologi perbukitan bergelombang (modifikasi Mangga dkk., 1993)
6
2.1.2 Litologi dan Stratigrafi
Lampung Selatan terdiri dari tiga satuan formasi gunung api yaitu formasi Andesit
(Tpv) diumur Tersier, formasi Lampung (QTl) di umur Kuarter-Tersier dan formasi
Gunung api Rajabasa (Qhv) di umur Kuarter. Menurut peta geologi Lembar
Tanjungkarang oleh (Mangga dkk., 1994) daerah penelitian berada pada Formasi
Lampung (QTI). Formasi Lampung termasuk ke dalam kelompok batuan kuarter-
tersier lebih tepatnya pada Zaman Plistosen (Maulana, 2019). Formasi ini terdiri
dari litologi berupa sebaran tuff batu apung, tuff riolitik, tuff padu, batu lempung
tuffan, batu pasir tuffan, dan sisipan andesit.
2.2 Geologi Regional Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Andesit Lumbung Sejahtera yang memiliki luas lahan
kurang lebih 48,6 Ha. Secara administratif berada di Desa Bandar Dalam,
Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.
Gambar 2.3 Peta distribusi batuan PT. Andesit Lumbung Sejahtera (Company profile
PT. Andesit Lumbung Sejahtera)
7
Morfologi pada daerah penelitian didominasi oleh kelerengan yang tidak terlalu
curam dan tidak terlalu landai dengan kerapatan kontur yang rapat. Kemiringan
lereng pada daerah ini berkisar antara 10% - 50 %, bergelombang lemah hingga
sedang. Terdapat sungai yang melintang memisahkan area pada PIT 1 dan PIT 2.
Area akuisisi berada di Selatan PIT 2 berbatasan langsung dengan sungai kecil yang
memisahkan antara lokasi PT. Andesit Lumbung Sejatera dengan kebun warga
(Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Kondisi lapangan dilokasi pengambilan data
Litologi batuan di area PT. Andesit Lumbung Sejahtera banyak didominasi oleh
batuan tuff pasiran terutama yang berada pada sisi Timur Laut sekitar 45 %,
kemudian batuan andesit mendominasi pada sisi di Selatan hingga Barat dengan
rasio 40 % dan sisanya 10 % ditempati oleh tuff lithik sedangkan 5% merupakan
breksi. Pada lokasi PIT 1 dilewati oleh zona patahan (fault).
Andesit yang dijumpai di permukaan sebagian besar telah mengalami pelapukan
(Gambar 2.5). Andesit dengan kondisi lapuk kategori ringan menunjukkan warna
abu-abu dan kemerahan dibeberapa bagian akibat oksidasi, sedangkan andesit lapuk
8
dengan kategori sedang berwarna abu-abu kekuningan yang dapat dijumpai pada
bagian kulit dan bidang rekahan yang kemudian berkembang ke seluruh material
batuan. Sedangkan batu andesit segar yang menjadi target penambangan rata-rata
berada di kedalaman di atas 5 meter di bawah permukaan bumi. Litologi batuan
yang berada di bawah 5 meter dari permukaan didominasi oleh lapisan batu andesit
dengan kondisi lapuk, batuan tuff pasiran boundary, tuff lithik boundary, dan
lempung.
Gambar 2.5 Singkapan batuan andesit dengan kondisi sudah mengalami pelapukan di
sekitar lokasi penelitian.
2.3 Definisi Batu Andesit
Nama Andesit diambil dari pegunungan Andes, Amerika Selatan di mana batuan
ini diidentifikasi untuk pertama kalinya (Harvey dan Robert, 1995). Batu andesit
adalah batuan beku yang terbentuk oleh pendinginan magma baik terjadi secara
ekstrusif maupun intrusif. Untuk batuan andesit sendiri umumnya terbentuk dari
batuan beku vulkanik secara ekstrusif yang berarti batuan tersebut terbentuk dari
pembekuan magma yang terjadi di permukaan bumi (Sapto dan Nelson, 2020).
Batu andesit di lokasi penelitian tidak diketahui secara pasti mengenai genesa
pembentukannya, dikarenakan belum adanya penelitian yang menjelaskan secara
9
spesifik terkait hal tersebut. Namun, merujuk pada referensi jurnal penelitian
terdahulu untuk studi kasus daerah Bakauheni dan sekitarnya, di mana lokasi
tersebut cukup dekat dengan lokasi penelitian sehingga dapat dijadikan argumen
pendukung mengenai genesa pembentukan batu andesit di lokasi penelitian.
Menurut (Zaenudin dkk., 2017), aktivitas vulkanisme terkait subduksi disepanjang
busur Sunda dan Banda dari Indonesia memegang peranan penting dalam
terbentuknya gunung berapi Kuarter. Salah satu produk aktivitas tektonik dan
vulkanik ini adalah batuan beku intrusif (plutonik) berupa batu andesit yang
ditemukan di Sumatera bagian Selatan maupun ekstrusif yang merupakan
pendinginan magma di permukaan. Karakteristik batu andesit yang dijumpai
umumnya memiliki struktur kekar berlembar dengan tekstur afanitik-porfiritik dan
mineral penyusunnya berupa plagioklas dan hornblende. Sedangkan menurut
(Bronto dkk., 2012) terbentuknya andesit merupakan sebagai produk vulkanisme
Tersier, yang terdapat di bagian Tenggara – Timur Gunung api Rajabasa.
Karakteristik andesit yang disebutkan berupa kekar lembar dengan tekstur afanitik-
porfiritik, fenokris plagioklas dan tertindih tidak selaras oleh Formasi Lampung.
Berdasarkan lokasi dan kemiripan karakteristik batu andesit dengan lokasi
penelitian menunjukkan hipotesis genesa batu andesit di lokasi penelitian
kemungkinan terbentuk secara intrusif yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme
terkait subduksi disepanjang busur Sunda dan Banda. Proses pembentukan batu
andesit ini terjadi pada umur paleosen, Tersier. Hal ini didukung oleh litologi pada
lokasi penelitian di mana batu andesit ditindih tidak selaras oleh formasi Lampung
(QTl). Menurut (Bronto dkk., 2012) formasi Lampung tersusun oleh batuan tuff
yang terbentuk sebagai hasil letusan besar Gunung api purba Pra-Rajabasa berumur
Tersier-Kuarter. Tentunya hipotesis ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut
secara spesifik.
2.4 Karakteristik Batu Andesit di PT. Andesit Lumbung Sejahtera
Karakteristik suatu batuan secara spesifiknya bergantung pada mineral yang
menyusunnya. Dengan mengetahui mineral penyusunnya kita dapat memperoleh
informasi warna, tekstur, dan struktur kristalnya. Batuan ekstrusif biasanya
10
merupakan produk yang terbentuk dari proses pemadatan yang cepat sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk mengkristal sebelum mendingin, sehingga umumnya
memiliki tekstur halus seperti kaca (Cassan dkk., 2008).
Berdasarkan informasi warna, tekstur, dan strukturnya, batu andesit di PT Andesit
Lumbung Sejahtera terbagi menjadi dua kategori yaitu:
1. Batu andesit lapuk
Batu andesit lapuk merupakan batu andesit yang sudah dipengaruhi oleh fluida
di permukaan yang menyebabkan kondisinya mengalami pelapukan. Ciri-ciri
batu andesit lapuk menunjukkan warna abu-abu kekuningan yang dapat
dijumpai pada bagian kulit dan bidang rekahan yang kemudian berkembang ke
seluruh material batuan yang menyebabkan teksturnya lebih mudah hancur.
Rekahan pada batu andesit akan memengaruhi sifat porositas dan permeabilitas
batuan di mana batuan akan lebih mudah meloloskan dan menyimpan fluida
dari permukaan sehingga nilai resistivitas yang dihasilkan lebih rendah. Batu
andesit lapuk dapat dijumpai dipermukaan berupa bongkahan dan pada lapisan
yang melindungi batu andesit segar atau disebut dengan lapisan Basecourse.
Gambar 2.6 Singkapan andesit lapuk di permukaan pada lokasi penelitian
2. Batu andesit segar
Batu andesit segar merupakan batu andesit dengan struktur masa batuan yang
seragam, memiliki kondisi fresh, masif, dan kompak (Lolong dan Wibowo.,
11
2016). Untuk mengetahui karakteristik batu andesit segar di lokasi penelitian,
dilakukan pengambilan sampel batu andesit lapuk di permukaan dan batu
andesit segar siap jual di PT. Andesit Lumbung Sejahtera untuk kemudian
dilakukan perbandingan uji kualitas secara sederhana. Hasilnya karakteristik
batu andesit segar yang dijumpai di lokasi penelitian memiliki ciri-ciri
berwarna abu-abu lebih gelap dengan tekstur afanitik-porfiritik dan
strukturnya kekar berlembar, pada kondisi Fresh sangat keras dan mineral
penyusunnya berupa plagioklas dan hornblende. Sedangkan hasil uji lab yang
dilakukan perusahaan menunjukkan data Penyerapan sebesar 1.589%,
Kekerasan Agregat Terhadap Tumbukan (AIV) sebesar 8.317%, Kekerasan
Agregat Terhadap Tekanan (ACV) sebesar 8.317%, Kelekatan Agregat
Terhadap Aspal sebesar >95% dan Keawetan (Sound Ness Test) sebesar
3.387%. Uji lab tersebut dilakukan oleh Laboratorium Jalan Raya Fakultas
Teknik Universitas Lampung. Dari hasil uji lab tersebut menunjukkan batu
andesit segar pada lokasi penelitian memenuhi syarat untuk standar produksi.
Gambar 2.7 Andesit segar hasil pengeboran DH_BD08, di mana lokasi titik bor tersebut
yang paling dekat dengan lokasi pengambilan data.
12
2.5 Kegunaan Batu Andesit
Batu andesit dapat digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya sering
digunakan sebagai bahan bangunan karena memiliki daya tahan yang sangat baik
(Panji dkk., 2018). Produksi batu andesit pada lokasi penelitian telah banyak
digunakan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan raya/tol, jembatan,
irigasi, pelabuhan, landasan terbang, bendungan, dan lain sebagainya.
Andesit dapat digunakan tidak hanya sebagai bahan bangunan, tetapi juga dalam
bidang industri rumah tangga seperti berbagai macam kerajinan tangan dengan
mengutamakan fungsi estetika maupun fungsi pakai. Contohnya adalah kerajinan
batu alam khususnya andesit di sepanjang jalur Yogyakarta-Magelang. Lokasi
tepatnya di Dusun Prumpung, Kelurahan Taman Agung, Kecamatan Muntilan,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Kompas, 2016).
2.6 Konsep Umum Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan metode eksplorasi geofisika untuk mempelajari sifat
arus listrik di dalam bumi dengan cara mendeteksinya di permukaan. Metode
geolistrik pertama kali diterapkan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.
Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode resistivitas.
Pendugaan resistivitas bawah permukaan didasarkan pada perbedaan jenis material
akan menunjukkan nilai resistivitas yang berbeda pula ketika dialiri arus listrik
(Taufik dkk., 2018). Dalam pengukuran, lapisan batuan di bawah permukaan
berhubungan dengan parameter geologis seperti porositas, kadar mineral, dan
saturasi air dalam batuan. Untuk data yang diperoleh pada akuisisi di lapangan
berupa nilai beda potensial dan kuat arus, di mana parameter tersebut digunakan
untuk mencari nilai resistivitas semu sehingga dibutuhkan pengolahan lebih lanjut
untuk mendapatkan nilai resistivitas batuan yang sebenarnya.
Dalam pengukuran geolistrik akan berhubungan dengan geometri susunan
elektrode, baik elektrode arus ataupun elektrode potensial. Dalam geolistrik
resistivitas terdapat tiga pengaplikasian konfigurasi umum yaitu Schumberger,
Wenner, dan Dipole-dipole. Dalam pemilihan konfigurasi harus disesuaikan
13
dengan target yang diinginkan, karena masing-masing konfigurasi memiliki
kelebihan dan kekurangan, sehingga efektivitas hasil akuisisi sangat bergantung
pada jenis konfigurasi yang digunakan.
2.7 Prinsip Dasar Metode Resistivitas
Konsep dasar pada metode resistivitas adalah Hukum Ohm yang dicetuskan oleh
George Simon Ohm pada tahun 1826. Percobaan yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan tegangan (V) dan arus (I) melalui penghantar yang disebut dengan
resistansi (R), sehingga diperoleh persamaan berikut:
R = 𝑉
𝐼 (2.1)
V = IR (2.2)
Dimana
R : resistansi (ohm)
I : kuat arus (ampere)
V : tegangan (volt).
Resistansi diasumsikan tidak tergantung pada arus karena nilainya tetap, namun ada
kondisi yang disebut sebagai elemen non-linear, di mana nilai resistansi bisa
berubah. Meskipun demikian, resistansi suatu elemen non-linear tetap didefinisikan
oleh persamaan (2.1). Secara umum, material geologi beragam berarti nilai
resistansi juga berbeda-beda sehingga dapat ditentukan dengan mengukur arus dan
tegangan secara langsung. Selain jenis material, resistansi juga dipengaruhi oleh
ukuran suatu material.
14
Gambar 2.8 Percobaan pada silinder konduktor untuk merumuskan nilai resistansi.
(modifikasi dari Nurhidayah., 2013)
Berdasarkan (Gambar 2.8) sebuah silinder konduktor dengan panjang (L), luas
penampang (A), dan resistivitas (ρ) yang dialiri arus listrik (I), maka resistansi (R)
dapat ditulis sebagai:
𝑅 = 𝜌𝐿
𝐴 (2.3)
Dengan melakukan substitusi pada persamaan (2.1) dan (2.3), maka didapatkan
persamaan resistivitas, yaitu :
𝜌 = ∆𝑉
𝐼
𝐴
𝐿 (2.4)
Di mana
ρ : resistivitas (Ωm)
∆V : beda potensial (volt)
I : arus listrik (ampere)
A : luas penampang resistor (m2)
L : panjang medium (m).
Pada pengaplikasian persamaan (2.4), untuk medium homogen nilai resistivitas
yang terukur adalah (True Resistivity) sedangkan di bawah permukaan bumi terdiri
15
dari beberapa lapisan yang kompleks sehingga dikatakan tidak homogen, maka nilai
yang terukur adalah (Apparent Resistivity).
Dalam pengukuran di lapangan, resistivitas semu tergantung pada formasi batuan
yang diukur dan konfigurasi yang digunakan. Litologi batuan dipermukaan bumi
berfungsi sebagai resistor, namun karena sangat kompleks sehingga secara
sederhana resistivitas diukur dengan asumsi medium homogen isotrop (Santoso,
2013). Geolistrik resistivitas adalah metode aktif di mana potensial diukur
menggunakan elektrode potensial dengan menginjeksikan aus listrik kelapisan
tanah melalui dua elektrode arus. Parameter yang didapatkan berupa beda potensial
terukur, besarnya arus injeksi, dan faktor geometri sehingga dapat dihitung nilai
resistivitas semu batuan di bawah titik ukur.
2.8 Aliran Listrik Dalam Bumi
Geolistrik resistivitas merupakan metode aktif, sehingga terlebih dahulu
menginjeksikan arus ke bawah permukaan. Terdapat dua jenis aliran listrik dalam
bumi, yaitu:
1. Titik arus tunggal permukaan
Jika sebuah elektrode mengalirkan arus listrik ke bawah permukaan dan
menganggap bumi bersifat homogen, maka arus akan menyebar ke segala arah.
Karena udara memiliki sifat konduktivitas yang sangat kecil maka kita anggap
memiliki nilai konduktivitas udara adalah nol. Dengan demikian garis potensial
yang dihasilkan adalah berbentuk setengah bola yang ditunjukan (Gambar 2.9).
16
Gambar 2.9 Ilustrasi aliran lstrik pada arus tunggal permukaan (modifkasi Telford dkk.,
1990)
Arus yang mengalir dari permukaan membentuk kontur garis akuipotensial
setengah lingkaran, sehingga memiliki jari-jari (r) (Telford dkk., 1990), dapat
dituliskan:
𝐼 = 2𝜋𝑟2𝐽
= −𝜋𝑟2𝜎𝑑𝑣
𝑑𝑟
= −2𝜋𝜎𝐴 (2.5)
Dengan rapat arus listrik dan konstanta integrasi, yaitu:
𝐽 = −𝜎 𝑑𝑣
𝑑𝑟 dan A = −
𝐼𝜌
2𝜋 (2.6)
Sehingga diperoleh:
A = (𝐼𝜌
2𝜋)
1
𝑟 (2.7)
Maka nilai resistivitas pada titik arus tunggal permukaan adalah:
𝜌 = 2𝜋𝑟 𝑉
𝐼 (2.8)
2. Dua titik arus di permukaan
Elektrode arus disebut sebagai C1 dan C2 sedangkan elektrode potensial disebut
sebagai P1 dan P2. Apabila elektrode 𝐶1 tersusun dengan elektrode C2 yang
terletak pada permukaan suatu medium homogen dan diantaranya terdapat dua
17
elektrode 𝑃1 dan 𝑃2 yang disusun seperti pada (Gambar 2.10), maka nilai
potensialnya akan dipengaruhi oleh kedua elektrode arus.
Gambar 2.10 Ilustrasi susunan elektrode pada dua titik arus dipermukaan (modifikasi
Telford dkk., 1990).
Nilai 𝑟 dikatakan sebagai fungsi jarak, maka dari persamaan (2.7) dapat ditulis
potensial di titik 𝑃1 yaitu:
𝑉𝑃1 = 𝑉1 + 𝑉2 = 𝐼𝜌
2𝜋(
1
𝑟1−
1
𝑟1) (2.9)
Di mana 𝑟1 dan 𝑟2 adalah jarak elektrode potensial 𝑃1 dengan elektrode arus,
sedangkan potensial pada titik 𝑃2 ditulis :
𝑉𝑃2 = 𝑉3 + 𝑉4 = 𝐼𝜌
2𝜋(
1
𝑟3−
1
𝑟4) (2.10)
Di mana 𝑟3 dan 𝑟4 adalah jarak potensial 𝑃2 terhadap elektrode arus. Sehingga
dari persamaan (2.9) dan (2.10) dapat diperoleh beda potensial (𝛥𝑉) antara titik
𝑃1 dan 𝑃2 yaitu:
∆𝑉 = 𝐼𝜌
2𝜋 (
1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4) (2.11)
Keterangan:
𝛥𝑉 = beda potensial antara 𝑃1 dan 𝑃2 (volt)
𝐼 = kuat arus (ampere)
18
𝜌 = resistivitas (Ωm)
𝑟1 = jarak 𝐶1 ke 𝑃1 (meter)
𝑟2 = jarak 𝐶2 ke 𝑃1 (meter)
𝑟3 = jarak 𝐶1 ke 𝑃2 (meter)
𝑟4 = jarak 𝐶2 ke 𝑃2 (meter)
Nilai resistivitas pada medium homogen dapat dihitung dengan persamaan :
𝜌 = 𝐾 𝛥𝑉
𝐼 (2.12)
Dengan nilai faktor geometri :
𝐾 = 2𝜋
(1
𝑟1−
1
𝑟2)−(
1
𝑟3−
1
𝑟4)
(2.13)
2.9 Konsep Resistivitas Semu
Pada geolistrik resistivitas, bumi diasumsikan bersifat homogen isotropis sehingga
resistivitas yang terukur adalah True Resistivity. Sedangkan kondisi sebenarnya
ialah, lapisan bawah permukaan bumi tersusun oleh lapisan dengan resistivitas
beragam sehingga potensial yang terukur adalah pengaruh dari lapisan-lapisan
tersebut. Oleh karena itu, nilai resistivitas yang diukur bukan untuk satu lapisan
saja, terutama pada spasi elektrode yang lebar.
Persamaan (2.12) dapat dituliskan menjadi :
𝜌𝑎 = 𝐾∆𝑉
𝐼 (2.14)
Keterangan:
𝜌𝑎 = resistivitas semu (Ωm)
𝐾 = faktor geometri (meter)
𝛥𝑉 = beda potensial (volt)
𝐼 = kuat arus (ampere)
19
Resistivitas semu adalah resistivitas dari medium fiktif homogen ekuivalen dengan
medium berlapis yang ditinjau (Gambar 2.11). Dimisalkan suatu medium berlapis
yang memiliki nilai resistivitas (𝜌1 dan 𝜌2) dianggap homogen sehingga memiliki
satu nilai resistivitas yaitu resistivitas semu (Rahmawati, 2009).
Gambar 2.11 Medium berlapis dengan variasi harga resistivitas (Milsom, 2003).
2.10 Konfigurasi Wenner
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa, pemilihan konfigurasi yang tepat
sangat penting untuk mendapatkan target yang diinginkan. Pada penelitian data
tugas akhir kali ini, tujuan yang harus dicapai adalah mengestimasi distribusi dan
volume batu andesit pada lokasi yang sudah ditentukan. Konfigurasi yang tepat
digunakan adalah konfigurasi Wenner 2D dan untuk memperkirakan jumlah
volume dengan melakukan interpolasi 3D menggunakan Software Rockwork 15.
Susunan elektrode arus dan potensial pada konfigurasi Wenner terletak pada garis
simetris terhadap titik tengah (𝑟1 = 𝑟4 = 𝑎 dan 𝑟2 = 𝑟3 = 2𝑎), seperti (Gambar 2.12).
Konfigurasi ini memiliki keunggulan dalam resolusi horizontal di mana
sensitivitasnya lebih baik, namun memiliki kelemahan dalam penetrasi kedalaman.
Perhitungan penetasi kedalaman yang mampu dicapai pada konfigurasi Wenner
adalah 𝑎
2𝑛 (Hakim dan Manrulu, 2003).
20
Gambar 2.12 Susunan elektrode konfigurasi Wenner (modifikasi dari Telford dkk., 1990)
Dari Gambar (2.12) dapat diketahui bahwa AM = NB = a dan jarak AN = MB = 2a.
Sehingga kita dapat menentukan faktor geometrinya, yaitu:
K = 2𝜋
(1
𝑟1−
1
𝑟2)−(
1
𝑟3−
1
𝑟4)
K = 2𝜋
(1
𝑎−
1
2𝑎)−(
1
2𝑎−
1
𝑎)
K = 2𝜋
2
𝑎−
2
2𝑎
K = 2𝜋
4𝑎−2𝑎2𝑎
K = 2𝜋2𝑎
2𝑎2
K = 2𝜋
1
𝑎
K = 2πa (2.15)
Nilai faktor geometri pada konfigurasi Wenner disubtitusi ke Persamaan (2.14),
sehingga diperoleh persamaan resistivitas semu :
ρa = 2πa ∆𝑉
𝐼 (2.16)
21
2.11 Sifat Kelistrikan Batuan
Sifat kelistrikan batuan menunjukkan karakteristik kemampuan suatu batuan dalam
menghantarkan arus listrik. Masing-masing batuan memiliki kemampuan
menghantarkan arus listrik (konduktivitas) yang berbeda-beda, semakin baik
konduktivitas batuan maka semakin buruk nilai resistivitas batuan tersebut.
Konduktivitas batuan dipengaruhi oleh pori-pori batuan tersebut, apabila batuan
berpori terisi oleh air maka nilai resistivitas akan berkurang dan nilai resitivitas
akan bertambah jika batuan berpori kandungan airnya berkurang (Telford dkk.,
1990). Umumnya terdapat tiga jenis aliran listrik pada batuan:
1. Konduksi elektronik
Konduksi secara elektronik dipengaruhi oleh adanya elektron bebas pada
batuan/mineral target untuk mengalirkan listrik. Masing-masing batuan
tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dan kandungan elektron bebas
yang berbeda pula. Sebagai contohnya, batuan yang mengandung mineral
logam lebih banyak tentunya arus listrik akan lebih mudah mengalir.
2. Konduksi elektrolitik
Konduksi secara elektrolitik dipengaruhi oleh tingkat porositas dan
permeabilitas batuan, di mana batuan yang memiliki porositas dan
permeabilitas yang baik akan terisi oleh fluida pada pori-porinya. Batuan
tersebut akan menjadi penghantar elektrolitik yang baik, karena arus listrik
akan dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam fluida. Batuan akan lebih konduktif
apabila kandungan fluida pada pori-pori batuan lebih banyak, begitupun
sebaliknya apabila fluida pada pori-pori batuan lebih sedikit maka batuan
tersebut lebih resistif.
3. Konduksi dialektrik
Konduksi secara dialektrik adalah konduksi di mana batuan yang dialiri listrik
memiliki elektron bebas yang sedikit. Namun, karena pengaruh medan listrik
eksternal, elektron dalam atom batuan dipaksa untuk menjauhi ini dan sebagai
akibatnya, terjadilah polarisasi. Konduktivitas batuan ini sangat bergantung
pada permeabilitas batuan.