190316506 Referat Sindrom Guillain Barre

  • Upload
    keeokta

  • View
    107

  • Download
    22

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d

Citation preview

  • 1

    REFERAT

    GUILLAIN BARRE SYNDROM

    Pembimbing :

    dr. Hexanto Muhartomo, Sp.S, M.Kes

    Disusun oleh :

    Jimmy Kusuma

    11.2013.007

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

    RUMAH SAKIT PANTI WILASA,DR. CIPTO SEMARANG

    PERIODE 14 OKTOBER 2013 16 NOVEMBER 2013

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

    karuniaNya sehingga referat Ilmu Penyakit Saraf tentang Guillain Barre Syndrome ini

    dapat selesai. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas

    kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf di RSU Panti Wilasa dr. Cipto Semarang.

    Penulis menyadari ada banyak pihak yang turut mendukung pembuatan referat ini.

    Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen

    pembimbing saya, dr.Hexanto Sp S , dr.Endang kustiowati,Sp.S (K), Msi.Med, dr. Hadi yang

    telah membimbing saya selama kepaniteraan di RSU Panti Wilasa dr. Cipto dalam

    pembuatan referat ini.

    Penulis sadar referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik

    dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermafaat bagi semua pihak

    dan setiap pembaca pada umumnya. Terimakasih.

    Semarang, 28 Oktober 2013

    Penulis

  • 3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .............................

    DAFTAR ISI........................

    BAB I. PENDAHULUAN....................1

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................2

    1. Definisi.. ............................2

    2. Sejarah............................................................................................................................2

    3. Epidemiologi .....................2

    4. Etiologi ..................3

    5. Patologi...........................................................................................................................4

    6. Patogenesis ....................5

    7. Klasifikasi ..................5

    8. Gejala Klinis...................................................................................................................7

    9. Kriteria Diagnostik.........................................................................................................8

    10. Differential Diagnosis..................................................................................................10

    11. Pemeriksaan Penunjang....................12

    12. Komplikasi...................13

    13. Terapi...................................14

    14. Prognosis .................15

    BAB III. KESIMPULAN....................17

    DAFTAR PUSTAKA..................18

  • 4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Sindrom Guillain-Barre adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang biasanya

    timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun,dimana proses imunologis

    tersebut langsung mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang kadang juga saraf

    kranialis. Saraf yang diserang bukan hanya mempersarafi otot ,tetapi bisa juga indera peraba

    sehingga penderita mengalami baal atau mati rasa.1

    Sindrom Guillain-Barre merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada

    usia dewasa muda, SGB ini seringkali mencemasakan penderita dan keluarganya karena

    terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian ,

    meskipun pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.1

    Fase awal dimulai dengan munculnya tanda tanda kelemahan dan biasanya tampak secara

    lengkap dalam 2- 3 minggu. Ketika tidak terlihat penurunan lanjut, kondisi ini tenang. Fase

    kedua berakhir beberapa hari sampai 2 minggu. Fase penyembuhan mungkin berakhir 4-6

    bulan, dan mungkin bisa sampai 2 tahun. Penyembuhan adalah spontan dan komplit pada

    kebanyakan pasien , meskipun ada beberapa gejala neurologis , sisa dapat menetap.1

    Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk Sindrom Guillain-Barre sebagian besar

    penderita dapat sembuh sendiri. Namun gullien barre syndrom memerlukan perawatan yang

    cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi terutama pada keadaan akut yang

    dapat menimbulkan gagal napas akibat kelemahan otot pernapasan dan bisa berlanjut pada

    kematian. 1

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Definisi

    Sindrom Guillain-Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang

    sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB

    merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut

    berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnyanya adalah saraf perifer, radiks dan

    nervus kranialis.1

    Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic Polyneuritis,

    Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute

    Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome,

    Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

    Sejarah

    Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali menulis

    tentang penyakit ini, sedangkan istilah Landry ascending paralysis diperkenalkan oleh

    Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut. Pada

    tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa

    peninggian protein cairan cerebrospinal (CCS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan

    ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan

    Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa

    SGB selain berdasarkan penyakit klinis, pemeriksaan CCS, juga adanya kelainan pada

    pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan

    hantar saraf pada EMG.2

    Epidemiologi

    Penyakit ini terjadi diseluruh dunia, kejadian pada semua musim. Dowling dkk mendapatkan

    frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan

  • 6

    kasus influenza. Angka kejadian dunia 0.6%-2% kasus/100.000 orang/ tahun, negara barat

    sekitar 1-2% kasus/ 100.000 orang/tahun. Bisa terjadi disemua tingkatan usia mulai dari anak

    anak sampai dewasa,sering pada anak anak dan remaja (China),dan sering pada orang tua >

    70 tahun (pada negara barat). Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit

    keturunan .tidak dapat menular lewat kelahiran ,terinfeksi atau terjangkit dari orang lain yang

    mengidap GBS, bisa timbul seminggu atau dua seminggu atau dua minggu setelah infeksi

    usus atau tenggorokkan.1

    Etiologi

    Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan

    masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan penyakit yang mendahului dan mungkin

    ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: 3,4

    1. Infeksi

    2. Vaksinasi

    3. Pembedahan

    4. Kehamilan atau dalam masa nifas

    5. Penyakit sistemik

    a. Keganasan

    b. Systemic Lupus Erithematous

    c. Tiroiditis

    d. Penyakit Addison

    SGB seringkali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insiden kasus SGB yang

    berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56%- 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum

    gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran nafas atas atau infeksi gastrointestinal.

    Telah diketahui bahwa infeksi salmonella typosa dapat menyebabkan SGB. Kemungkinan

    timbulnya sindrom guillain barre syndrom pada demam tyfoid perlu lebih diketahui dan

    disadari. Khususnya di indonesia dimana demam tyfoid masih merupakan penyakit menular

    yang besar.

  • 7

    Tabel 1. Jenis-Jenis Infeksi yang Sering menjadi Penyebab SGB

    Infeksi Definite Probable Possible

    Virus CMV

    EBV

    HIV

    Varicella Zooster

    Vaccinia/ smallpox

    Influenza

    Measles

    Rubella

    Hepatitis

    Coxsackie

    Echo

    Bakteri Campylobacter

    jejuni

    Mycoplasma

    pneumonia

    Typhoid Borrella B

    Paratyphoid

    Brucellosis

    Chlamydia

    Legionella

    Listeria

    Patologi

    Secara makroskopik tidak ditemukan adanya perubahan pada saraf pasien penderita SGB.

    Namun secara mikroskopik tampak adanya infiltrasi sel mononuclear di perivenula dan

    ditemukan adanya demielinisasi segmental di susunan saraf tepi. Meskipun penyakit ini

    sering didahului oleh bermacam-macam penyakit, namun patologi yang ditemukan sama

    pada semua pasien GBS. Infiltrasi perivenula terdiri atas limfosit berukuran kecil sampai

    sedang, makrofag dan sedikit sel PMN pada stadium awal penyakit. Namun pada stadium

    lanjut ditemukan adanya sel plasma dan sedikit sel mast. Limfosit yang berukuran kecil

    sampai sedang akan mudah untuk keluar dari vena masuk ke dalam parenkim saraf. Limfosit

    yang berukuran besar akan mengalami transformasi secara aktif melalui fagositosis oleh

    makrofag.5

    Daerah yang terinflamasi akan diinfiltrasi sel mononuclear kemudian akan terjadi

    demielinisasi segmental. Pada mulanya yang terlihat hanya limfosit saja, tapi setelah 2-3

    minggu, dengan berkembangnya penyakit, yang mendominasi adalah sel makrofag. Makrofag

    berperan penting dalam terjadinya destruksi myelin. Makrofag menyebabkan lamella myelin

  • 8

    terpisah dan mencerna membran yang terpisah. Destruksi myelin berlangsung progresif ke

    arah lokasi sentral nucleus sel schwann. Dengan mikroskop cahaya dapat terlihat myelin yang

    terputus dan berbentuk ovoid juga makrofag yang mencerna myelin. 5

    Peningkatan aktivitas asam posphatase dan asam proteinase menandakan aktivasi lisosom

    dalam makrofag. Lesi inflamasi yang hebat menyebabkan terjadinya demielinisasi sampai

    mengakibatkan terputusnya akson dan degenerasi wallerian. Leukosit PMN juga tampak

    pada lesi yang hebat, mungkin sebagai respons dari jaringan yang nekrotik. Pada kasus

    dengan degenerasi wallerian yang luas, dalam sel cornu anterior dapat terlihat central

    chromatolysis. Sedang pada keadaan degenerasi axonal dapat terlihat atrofi serabut otot

    akibat denervasi.

    Patogenesis

    Patogenesis Sindrom Guillain-Barre sampai saat ini masih belum jelas. Tetapi beberapa

    penelitian mempunyai kecenderungan peranan dasar patogenesa yang bersifat imunologik,1-3

    Infeksi viral atau infeksi gabungan virus dan bakteri yang mendahului penyakit ini sering

    memberi kesan adanya respons yang diperantarai oleh sel. Patologi SGB yaitu inflamasi sel T

    di perivenula, mendukung patogenesis SGB diperantarai sel. Respons yang diperantarai sel

    dimulai dengan presentasi antigen spesifik dan berhubungan dengan kompleks major

    histocompatibility antigens. Sel T tidak dapat berproliferasi atau mengaktivasi makrofag

    tanpa adanya antigen. Kompleks MHC antigen mengaktifkan T helper untuk menghasilkan

    gamma interferon dan TNF yang akan mengaktifkan makrofag, dengan akibat destruksi sel

    schwann. T-helper juga menghasilkan interleukin-2 yang mengaktivasi pertumbuhan sel B

    sehingga menghasilkan antibodi. Kompleks antigen dan antibodi tersebut akan mengaktivasi

    komplemen sehingga menyebabkan lisisnya sel schwann, aktivasi dan kemotaksis makrofag,

    peningkatan permeabilitas vaskuler dan degranulasi sel mast. Jadi dalam keadaan ini aktivasi

    komplemen berpartisipasi secara langsung atau secara tidak langsung dalam merusak

    myelin.5

    Bukti-bukti bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf

    tepi pada sindrom ini adalah :

    1. Didapatnya antibodi atau adanya respons kekebalan seluler terhadap agen infeksi pada

    saraf tepi.

  • 9

    2. Adanya auto antibodi atau kekebalan seluler terhadap sistem saraf tepi.

    3. Didapatnya penimbunan kompleks antigen antibodi pada pembuluh saraf tepi yang

    menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.2

    Klasifikasi5-7

    1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

    Yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering

    disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang

    menyerang membrane sel schwann.

    2. Acute motor axonal neurophaty (AMAN)

    Atau sindroma paralitik Cina: menyerang nodus motorik ranvier dan sering

    terjadi di cina dan meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang

    menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan

    dapat berlangsungdengan cepat. Didapati antibody Anti GD1a, sementara

    antibody anti- GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.

    3. Acute moyor sensory axonal neurophaty (AMSAN)

    Mirip dengan AMAN , juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga

    menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan

    lambat dan sering tidak sempurna.

    4. Fishers syndrome (MFS)

    Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai

    paralysis desendens ,berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi.

    Umumnya mengenai otot otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala

    yakni: oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibody Anti GQ1b

    90% kasus.

  • 10

    5. Acute panautonomia

    Merupakan varian GBS yang paling jarang: dihubungkan dengan angka

    kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskuler dan disritmia.

    6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff (BBE)

    Ditandai oleh onset akut oftalmoplegia , ataksia, gangguan

    kesadaran ,hiperrefelksia atau refleks babinski. Perjalanan penyakit dapat

    monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan irregular

    terutama pada batang otak seperti pons, midbrain, dan medulla spinalis.

    Meskipun gejalanya berat namun prognosis BBE cukup baik.

    Gejala Klinis

    Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik biasanya bermanifestasi

    sebagai takikardi tetapi bisa menjadi gangguan yang lebih serius yaitu disfungsi saraf

    otonomik termasuk aritmia, hipotensi, hipertensi, dan dismotilitas GI. 1-3,8

    Kriteria diagnosis yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological

    and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS) yaitu,

    1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis

    a. Terjadinya kelemahan yang progresif

    b. Hiporefleksi

    2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB

    a. Ciri ciri klinis:

    Progresifitas : gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal 4

    minggu , 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu,

    dan 90% dalam 4 minggu.

    Relative simetris

    Gejala gangguan sensibilitas ringan

  • 11

    Gejala saraf cranial + 50% terjadi parese N.VII dan sering bilateral. Saraf

    otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot otot

    ektraokuler atau saraf otak lain.

    Pemulihan : dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat

    memanjang sampai beberapa bulan

    Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi

    dan gejala vasomotor

    Tidak ada demam saat onset gejala neurologist.

    b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

    Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 mgg atau terjadi peningkatan

    pada LP serial

    Jumlah sel CSS < 10 MN /mm3

    Varian :

    o tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 mgg gejala

    o Jumlah sel CSS : 11 50 MN/ mm3

    c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis

    Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya

    kecepatan hantar kurang 60% dari normal

    Diagnosis SGB terutama ditegakkan secara klinis. SGB ditandai dengan timbulnya suatu

    kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks refleks tendon dan didahului parestesi dua

    atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada liquor dan

    gangguan sensorik dan motorik perifer.2-4,8

    Kriteria diagnostik

    Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota

    gerak atas. Kelemahan otot paroximal lebih dulu terjadi dari otot distal, kelemahan otot

    trunkal, bulbar dan otot pernapasan juga terjadi.

    Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas.

    Penyebaran hiporefleksia menjadi gambarn utama, pasien SGB biasanya berkembang dari

  • 12

    kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan

    diafragma sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien SGB inap membutuhkan

    ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.

    1. Puncak defisit dicapai 4 minggu

    2. Recovery biasanya dimulai 2 4 minggu

    3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa paresthesi, baal, atau sensasi sejenis.

    4. Gangguan Nn. cranialis: facial drop, diplopia, disartria, disfagis (N. VII,VI,V,IX, dan

    X)

    5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

    Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas :

    1. Abnormalitas motorik (kelemahan)

    Mengikuti gejala sensorik , khas : mulai dari tungkai , ascenden ke lengan 10%

    dimulai dengan kelemahan lengan walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari

    wajah (cervical pharyngeal brachial) kelemahan wajah terjadi pada seridaknya

    50% pasien dan biasanya bilateral reflek: hilang/pada sebagian besar kasus.

    2. Abnormalitas sensorik

    Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan , glove & stocking sensation,

    simetris, tak jelas batasnya nyeri bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri radikuler,

    manifes sebagai sensori terbakar, kesemutan, tersetrum ataksia sensorik krn

    propioseptif terganggu variasi : parestesi wajah & trunkus.

    3. Disfungsi otonom

    a. hipertensi hipotensi sinus takikardi/bradikardi

    b. aritmia jantung illeus- refleks vagal

    c. retensi urin

  • 13

    Gambar 1. Fase Perjalanan Klinis

    Fase-fase serangan SGB Maria Belladonna

    Fase prodromal

    fase sebelum gejala klinis muncul

    Fase laten

    o waktu antara timbul infeksi/prodromal yang mendahuluinya sampai

    timbulnya gejala klinis.

    o Lama : 1-28 hari, rata rata 9 hari.

    Fase progresif

    o fase defisit neurologis (+)

    o beberapa hari 4 minggu, jarang >8 minggu

    o dimulai dari onset (mulai terjadi kelumpuhan yang bertambah berat

    sampai maksimal

    o perburukan >8 minggu disebut chronic inflamatory demyelinating

    polyradiculoneurophatty (CIDP)

    Fase plateau

    o kelumpuhan telah maximal dan menetap

    o fase pendek : 2 hari, > 3 minggu, jarang > 7 minggu

    Fase penyembuhan

    o fase perbaikan kelumpuhan motorik

    o beberapa bulan.

  • 14

    Differential Diagnosis

    1. Polineuropati Defisiensi Vitamin

    Perjalanan penyakit progresif lambat (berbulan bulan), gejala sensorik yang

    menonjol, kelemahan otot bagian distal, jarang mengenai otot pernafasan, saraf

    kranialis atau saraf otonom. Pada LP tidak ada kenaikan protein liquor.2

    2. Miastenia Gravis

    Kelemahan otot terutama yang sering digunakan seperti otot bola mata, otot otot

    untuk menelan, berbicara. Tidak ada keluhan sensorik. Tes prostigmin membaik.

    Didapatkan pembesaran tymus.2

    3. Paralisis Periodic Hipokalemia

    Kelemahan otot pada pagi hari sehabis bangun tidur. Tidak ada keluhan sensorik yang

    diakibatkan oleh kadar kalium serum yang rendah. Dengan infuse KCl dalam larutan

    elektrolit akan membaik gejalanya.2

    4. Transverse Myelitis

    Kelemahan otot terjadi setinggi lesi ke bawah dan tidak pernah mengenai otot wajah

    dan orofaring. Biasanya refleks menghilang bila terjadi spinal shock. Gejala sensoris

    biasanya segmental sesuai dengan lesi. Terjadi inkontineasia urin yang persisten.

    Tetapi jarang terjadi gangguan pernafasan.8

    5. Antibiotic Induced Paralysis

    Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah minum obat. Ganguan pernafasan

    terjadi sebelum timbulnya kelemahan otot. Juga sering terjadi ptosis dan internal

    ophthalmoplegia. Protein LCS biasanya normal.8

    6. Polymyositis

  • 15

    Sering terjadi kelemahan pada leher dan tubuh,namun tidak dijumpai adanya

    gangguan sensorik. Refleks biasanya normal tapi bisa sedikit menurun. Tidak

    ditemukannya disfungsi otonom juga jarang melibatkan saraf cranial. Sering dijumpai

    fenomena Raynauds dan terjadi rash. Tidak ada kenaikan protein LCS. Pada EMG

    ditemukan fibrilasi.8

    7. Vasculitis Neuropathy

    Terjadi demam, gejala sensoris yang terjadi asimetris begitu juga kelemahan yang

    terjadi asimetris. Jarang mengenai saraf cranial, tapi bila mengenai saraf tersebut

    biasanya asimetris. Tidak ada kenaikan protein dalam LCS.8

    8. Poliomyelitis

    Kelemahan otot tidak simetris dan sering terdapat atrofi otot. Dijumpai adanya

    demam tapi jarang terjadi gangguan sensorik. Pada LCS ditemukan pleositosis.8

    9. Rabies

    Ada demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral. Otot kaki lemas tetapi

    asimetris. Refleks pada tangan normal. Paresis bulbar tipe spasme, asimetris dan

    terjadi hydrophobia. Sering terjadi gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan

    periodic, irregular. Pada LCS ditemukan pleositosis.8

    Pemeriksaan Penunjang

    1. LCS

    a. Disosiasi sitoalbumin

    Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 gr/L , tanpa peningkatan

    dari sel < 10 limfosit/mm3.

    b. Hitung jenis pada panel metabolik tidak begitu bernilai 5. peningkatan titer

    dari agent seperti CMV, EBV ,membantu menegakkan etiologi.

    1. antibody glicolipid

  • 16

    2. antibody GMI

    2. EMG

    a. Gambaran poliradikuloneuropati

    b. Test elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa paralisis

    motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer

    c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H abnormal

    3. Ro: CT atau MRI

    Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.

    Komplikasi 1

    1. paralisis menetap

    2. gagal nafas

    3. hipotensi

    4. tromboembolisme

    5. pneumoniae

    6. aritmia jantung

    7. illeus

    8. aspirasi

    9. retensi urin

    10. problem psikiatrik

    SGB dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam jangka waktu yang

    lama dapat sampai 3-6 tahun setelah onset penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung

    perlahan dan dapat berlangsung bertahun tahun. Baik psien maupun keluarga pasien harus

    diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang

    berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun tahun pertama,

    terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna

    pada tahun kedua atau setelahnya.8

    Kecacatan yang permanen terlihat pada 20%-30%, pasien dewasa, tetapi lebih sedikit pada

    anak anak anak. Disability yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal SGB dan SGB

    yang berbahaya , misalnya pada pasien dengan ventilator.8

  • 17

    Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi ekstrim atau

    hipotensi terjadi kurang lebih 20 % dari pasien dengan SGB gangguan lain yang signifikan

    adalah illeus dinamik, hiponatremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.8

    Terapi

    Tidak ada drug of choice

    Roboransia saraf parenteral

    Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat

    simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan

    waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga

    pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit

    dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi) 2-3,8

    1. Kortikosteroid

    Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak

    mempunyai nilai/ tidak bermanfaatuntuk terapi SGB

    2. Plasmaparesis

    Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor

    autoantibody yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan

    hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat Bantu

    nafas yang lebih sedikit ,dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan

    dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari.

    Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu

    pertama).

  • 18

    3. Pengobatan imunosupresan

    a. Immunoglobulin IV

    Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan

    dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/ komplikasi lebih ringan.

    Dosis maintenance 0,4gr/KgBB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

    b. Obat sitotoksik

    Pemberian obat sitotoksik yang dianjurkan adalah

    6 merkaptopurin (6 MP)

    Azathioprine

    Cyclophosphamid

    Efek samping dari obat obat ini adalah : alopesia ,muntah, mual, dan

    sakit kepala.

    c. Terapi fisik : alih baring

    1. Latihan ROM dini u/ cegah kontraktur

    2. hidroterapi

    d. Suportif : profilaksis DVT (heparin s.c)

    e. Analgesik 2,3,4,

    Analgesik ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk

    meringankan nyeri ringan , namun tidak untuk nyeri yang sangat , penelitian

    random control trial mendukung penggunaan gabapentin atau carbamazephine

    pada ruang ICU pada perawan SGB fase akut. Analgesik narkotik dapat

    digunakan untuk nyeri dalam, namun harus melakukan monitor secara hati

    hati kepada efek samping denervasi otonomik. Terapi ajuvan dengan tricyclic

    antidepresant, tramadol, gabapentin, carbamazepine atau mexilitine dapat

    ditambahkan untuk penatalaknaan nyeri neuropatik jangka panjang

    Pemulihan 2-3,8

    80% pasien pulih dalam waktu 6 bulan

    15% pulih sempurna

    65% pulih dengan deficit neurologist ringan yang tdk dipengaruhi ADL

    5-10% mengalami kelemahan motorik menetap, pemulihan dapat berlangsung > 2

    tahun

  • 19

    Mortalitas 3-5%

    Relaps : 2-10%

    Perburukan : 6% menjadi CIPD (chronic inflammatory demyelinating

    polyradiculoneurophaty)

    Prognosis

    Faktor yang mempengaruhi buruknya prognosis :

    Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot

    Umur tua

    Kebutuhan dukungan ventilator

    Perjalanan penyakit progresif dan berat

    Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil

    penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.95% terjadi penyembuhan

    tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:

    1. pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal

    2. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

    3. progresifitas penyakit lambat dan pendek

    4. pada penderita berusia 30-60 tahun.

  • 20

    BAB III

    KESIMPULAN

    Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah suatu penyakit pada sususnan saraf yang terjadi secara

    akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi , kadang kadang mengenai

    saraf saraf otak yang didahului oleh infeksi akut non spesifik seperti infeksi saluran nafas dan

    saluran cerna. Penyebab infeksi yang paling sering adalah Campylobacter jejuni. Adapun

    gejala utama dari SGB adalah kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih

    ekstremitas dengan atau tanpa disertai ataxia dan arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat

    general.

    Dari pemeriksaan LCS didapatkan peningkatan protein tanpa peningkatan jumlah sel (MN <

    10/ul). Dari pemeriksaan elektrodiagnostik terlihat adanya perlambatan atau blok pada

    konduksi impuls saraf. Diagnostik SGB terutama ditegakkan secra klinis, yaitu dari kriteria

    dignostik SGB menurut the National Institute of Neurological and Communicative Disorder

    and Stroke (NINCDS).

    Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB , pengobatan terutama secara

    simptomatis. Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada

    sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Kematian pada SGB

    disebabkan oleh gagal nafas dan aritmia.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Howard, L.Werner, Lowrence P. Levitt. Buku Saku Neurologi, Edisi ke V, Jakarta :

    EGC, 2001.

    2. Stoll BJ, Kliegman RM. Behrman-Nelson Pediatric Textbook. Pennsylvania :

    Saunders inc, 2004.

    3. Mardjono M, Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, Edisi VIII, Jakarta : Dian Rakyat,

    2000.

    4. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology 8th Ed. USA : McGraw

    Hill, 2005.

    5. Menkes JH, Sarnat HB, Moser FG. Child Neurology 6th Ed. London : Williams &

    Wilkins, 2000.

    6. Davids HR. Guillain-Barre Syndrome. Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview. [diakses tanggal 3

    Septermber 2009]. Last Update ; 2012.

    7. Lewis RA. Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy. Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/1172965-overview. [diakses

    tanggal 3 September 2009]. Last update ; 2009.

    8. Mumenthaler and Mattle. Fundamental of Neurology. Thieme. 2006. Page 146-147.