Upload
yana-aurora-prathita
View
24
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
neurologi
Citation preview
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. WR Supratman, Cempaka Putih
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SLTA
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah Menikah
Suku bangsa : Betawi
II. ANAMNESIS
Dilakukan auto-anamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 23 Juli 2013
Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran sejak +- 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Nyeri kepala berdenyut, keempat ekstremitas sulit digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan penurunan kesadaran
sejak 3 hari SMRS, pasien merupakan rujukan dari RS Tangsel dengan retensio urin, pasien sulit
bicara sejak 3 hari SMRS , kedua kaki lemah sejak 1 minggu SMRS kemudian kedua tangan
lemah sejak 5 hari SMRS. Demam naik turun sejak 1 minggu SMRS, mual +, muntah + berisi
air, nafsu makan pasien menurun semenjak sakit. Pasien juga mengeluh nyeri kepala yang terus
memberat sejak 1 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan hilang timbul, seperti ditusuk-tusuk dan
semakin memberat. Sakit kepala tidak hilang dengan istirahat, awalnya sakit kepala sedikit
1
berkurang dengan meminum satu tablet obat warung namun sekarang tidak berkurang meskipun
pasien minum obat. Riwayat tidak bisa buang air kecil dan buang air besar selama 3 hari
Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk terus menerus, berdahak warna putih, tidak
pernah batuk darah. Pasien mengaku sering berkeringat saat malam. Penglihatan kabur atau
ganda disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat infeksi otak dan penurunan kesadaran (+), sempat dirawat di RSUP Fatmawati 3
bulan yang lalu selama 5 hari.. Pasien tidak mempunyai riwayat trauma pada kepala. Riwayat
putus OAT (+), alergi (-), DM (-), HT (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal ada anggota keluarga dengan keluhan seperti dirinya. Tidak ada yang
menderita batuk-batuk lama di keluarga. Hipertensi (-), DM (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Sikap : Berbaring
Koperasi : kooperatif
Keadaan Gizi : Kurang
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,70C
Pernafasan : 22x/mnt
2
Status Generalis
Trauma Stigmata : -
Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler
Perdarahan Perifer : Capillary refill < 2 detik
Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik(-)
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak ada alopesia.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, ptosis +/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat
anisokor 0D 4 mm OS 2 mm , refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+( menurun)
Telinga : Normotia +/+, perdarahan -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : Bibir sianosis(-), lidah kotor (+)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
dan tiroid.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 jari medial linea midclavikula sinistra
Perkusi : batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V 2 jari lateral
linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama, tidak teraba benjolan
Perkusi : Perkusi di seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki +/+, wheezing -/-.
3
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat + / +, edema - / -
Bawah : akral hangat + / +, edema - / -
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : +
Laseque : >700 />700
Kernig : > 1350 / > 1350
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : - / -
Peningkatan Tekanan Intrakranial : sakit kepala
Saraf-saraf Kranialis:
N.I (olfaktorius) : baik / baik
N.II (optikus)
Acies visus : baik / baik
Visus campus : baik / baik
Lihat warna : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +
Pergerakkan bola mata : parese N.III
Ptosis : +/-
Exopthalmus : - / -
4
Nystagmus : - / -
Pupil:
o Bentuk : bulat,an isokor, Ø 4mm/2mm
o Reflek cahaya langsung : +/+
o Reflek cahaya tidak langsung : +/+
N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : baik / baik
Cabang sensorik :
o Ophtalmikus : baik / baik
o Maksilaris : baik / baik
o Mandibularis : baik / baik
N.VII (Fasialis)
Motorik orbitofrontalis : baik / melemah
Motorik orbikularis orbita : baik / melemah
Motorik orbikulari oris : baik/melemah
Pengecapan lidah : tidak dilakukan
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Vertigo : -
Nistagmus : - / -
Koklearis : Tuli Konduktif : - / -
Tuli Perseptif : - / -
Test berbisik : - /-
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Uvula : ditengah
N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : baik
Menoleh : baik
5
N.XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah : baik
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal - distal : 3333/3333
Ekstremitas bawah proksimal - distal : 1111/1111
Gerakkan Involunter
Tremor : - / -
Chorea : - / -
Miokloni : -/ -
Tonus : baik
Sistem Sensorik :
Propioseptif : baik
Eksteroseptif : baik
Fungsi Serebelar
Ataxia : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Jari-jari : baik / baik
Jari-hidung : baik / baik
Tumit-lutut : baik baik
Rebound phenomenon : - / -
Hipotoni : - / -
Fungsi Luhur
Astereognosia : -
Apraxia : -
6
Afasia : -
Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
Refleks Fisiologis
Biceps : +2/ +2
Triceps : +2 / +2
Radius : +2/ +2
Lutut : +2 / +2
Tumit : +2/ +2
Refleks Patologis
Hoffman Tromer : - / -
Babinsky : - / -
Chaddok : - / -
Gordon : - / -
Schaefer : - / -
Klonus lutut : - / -
Klonus tumit : - / -
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : baik
Demensia : baik
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
7
Hematologi
Hemoglobin 10,9 g/dl 13,2 - 17,3 mg/dl
Hematokrit 34% 33 – 45 %
Leukosit 14200 ribu/ul 5,0 – 10,0
Trombosit 424 ribu/ul 150 – 440
Eritrosit 3,77 juta/uL 4,40 – 5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER 89,1 fl 80,0 -100,0
HER 28,9 pg 26,0 – 34,0
KHER 32,4 g/dl 32,0 – 36,0
RDW 15,5 % 11,5 – 14,5
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 20 U/l 0 – 34
SGPT 14 U/l 0 – 40
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 32 mg/dl 20 – 40
Kreatinin Darah 0,4 mg/dl 0,6 – 1,5
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 79 mg/dl 70 – 140
ELEKTROLIT DARAH
Natrium 125 mmol/l 135 – 147
Kalium 3,80 mmol/l 3,10 – 5,10
Klorida 87 mmol/l 95-108
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Rontgen Thorax :
8
o Jantung : dalam batas normal
o Paru : Infiltrat di suprahiler kanan
DD : Tb paru
CT Scan kepala dengan kontras :
o Sulci dan fissure sylvii menyempit dengan giry mendatar
o Tak tampak jelas lesi hipo/hiperdens pada basal ganglia kanan dan kiri dan intra
parenkim cerebri, thalamus
o Ventrikel lateralis dan ventrikel III melebar
o Sisterna ambiens menyempit
o Differensiasi white and gray matter masih baik
o Garis midline di tengah
o Infra tentorial tak tampak lesi hipo/hiperdens pada pons/ cerebellum
o Sella dan dorsum sella baik
o Tak tampak perselubungan pada sinus paranasal
o Tulang tulang tak ditemukan garis fraktur
Kesan : Edema serebri disertai hidrosefalus obstruktif sesuai gambaran meningoensefalitis
VII. RESUME
Pasien , Ny.R , 27 th, dibawa oleh keluarga ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS, pasien merupakan rujukan dari RS Tangsel dengan
retensio urin, pasien sulit bicara sejak 3 hari SMRS , kedua kaki lemah sejak 1 minggu SMRS
kemudian kedua tangan lemah sejak 5 hari SMRS. Demam naik turun sejak 1 minggu SMRS,
mual +, muntah + berisi air, nafsu makan pasien menurun semenjak sakit. Pasien juga mengeluh
nyeri kepala yang terus memberat sejak 1 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan hilang timbul,
seperti ditusuk-tusuk dan semakin memberat sampai pasien berteriak kesakitan dan ingin
muntah. Sakit kepala tidak hilang dengan istirahat, awalnya sakit kepala sedikit berkurang
dengan meminum satu tablet obat warung namun sekarang tidak berkurang meskipun pasien
minum obat 2 tablet. Riwayat tidak bisa buang air keci dan buang air besar selama 3 hari . Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan paru rhonki di kedua lapang paru Kaku kuduk + hasil pemeriksaan
penunjang rontgen thorax AP : Cor dalam batas normal, Pulmo : Infiltrat di suprahiler kanan
9
(DD : Tb paru) , CT scan kepala dengan kontras : Edema serebri dengan hidrosefalus obstruktif
sesuai gambaran meningoensefalitis
VIII.DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Kaku kuduk (+), tetraparese, nyeri kepala, parese N.III dan N.VII
sinistra
Diagnosis Etiologi : Susp. Meningoensefalitis TB
Diagnosis Topis : Meningen dan parenkim otak
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- IVFD Nacl 0,9 % 500 cc
-Tramadol 2x100 mg
- Ikaneuron 2x1 amp
- Citicholin 2x500 mg
- Dexamethason 4x 1 amp
- Ranitidin 3x1 amp iv
- Brain act 2x1000mg iv
- Rifampisin 1x450 mg
- Isoniazid 1x 300 mg
- Pirazinamid 1x1000 mg
- Ethambutol 1x 1000 mg
- Ceftriaxon 2x2 gr
- Levofloxacin 1x50 mg
- KSR 2x1
X. PROGNOSA
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara
akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis
tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium
tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala
meningitis dan ensefalitis.(1,2)
II.EPIDEMIOLOGI
Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering ditemukan
terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New York diantara
tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis TB dan
meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat prevalensi
yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3
penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.(2,3)
III.PATOLOGI
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak.
Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. Pada
ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik,
eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah
merah, makrofag, limfosit di antara benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai
pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah
akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel
subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark
serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan
hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen
11
luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan semakin
menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari
menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi
meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena akan menekan angka kematian
dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan lapisan
intima akan mengalami fibrosis.(4)
IV.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob
yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan
waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis
infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung
beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada
dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons
imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh
menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk
respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB
dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang
mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag
disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul
fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup
didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus
tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada
penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan
menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.(4,9)
V. MANIFESTASI KLINIS
Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak
kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis.
Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena 12
tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium kedua
(intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf
kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada stadium
tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma. Penyakit ini lebih
samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami penyakit TB
biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat klinis. Sakit kepala
biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku seperti apatis, bingung sering
ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal penyakit, hanya pada 10% sampai 15%
pasien. 9
VI. DIAGNOSIS
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat
yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah,
penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil,
iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat
mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk,
tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer
Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis
13
harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan perubahan status mental,
gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi abnormal. Dilihat dari
patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran ruangan subarakhnoid
karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya saat korteks subpia dan
jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang maka akan menyebabkan
terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat
inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan
menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan meningitis
kronik yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih
terlihat pada fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan
peningkatan densitas pada sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya
kecembungan sulkus. Pada pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus,
adenopati dan bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada
apeks sampai adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena
jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB tidak
bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena adanya
malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit sistemik.(5,6)
Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita
dengan meningitis bakterialis berespons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan
dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena
jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan
serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan
meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan
terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB yang
mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan “pelikel” , yakni hasil
dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel proinflamatori.
Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada
meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai
glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,414
VII.PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat obat
harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk mengeliminasi
basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan serebrospinal maka
tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul, kemampuan berikatan
dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam pemberian terapi pada
penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu
perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung
jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT
scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS dan
pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat obat antituberkulosis dapat diberikan
selama 9 – 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE / 7-10 RH. Pemberian kortikosteroid
dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 – 6 minggu untuk menurunkan gejala sisa neurologis.(4,8)
15
Tabel 2. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS 9
Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml)
VIII.KOMPLIKASI
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal
seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh
pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar
darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak,
hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian,
kecacatan motorik. (5,7)
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in :
http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
7. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : http://www.wikipedia.com
8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial
Meningitis.NEJM.2004.
9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and
Wilkins. 2004.h.443.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis
di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.
11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD.
MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.
12. Ravighone M, O’Brien R. Tuberculosis. Dalam : Harrison’s Principles of Internal Medicine
Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 – 1014.
17