25
RINITIS MEDIKAMENTOSA ( Tengku Nurshahril, Mardelina ) I. PENDAHULUAN Rinitis adalah keadaan dimana inflamasi pada membran mukosa hidung sehingga timbul gejala menyerupai flu seperti bersin-bersin, hidung gatal, tersumbat dan berair. Berdasarkan penyebabnya rinitis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu rinitis alergi dan rinitis non-alergi. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu tertentu yang bukan merupakan allergen. Rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis vasomotor, rinitis medikamentosa dan rinitis struktural. [ 1,2 ] Rinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound rhinitis atau rinitis kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis ß-adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah rinitis medikamentosa hanya digunakan untuk rinitis yang disebabkan oleh penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug-induced rhinitis ). [ 1,2,3 ] 1

120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

saffdsfssa

Citation preview

Page 1: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

RINITIS MEDIKAMENTOSA

( Tengku Nurshahril, Mardelina )

I. PENDAHULUAN

Rinitis adalah keadaan dimana inflamasi pada membran mukosa hidung sehingga

timbul gejala menyerupai flu seperti bersin-bersin, hidung gatal, tersumbat dan berair.

Berdasarkan penyebabnya rinitis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu rinitis alergi dan

rinitis non-alergi. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu

tertentu yang bukan merupakan allergen. Rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis

vasomotor, rinitis medikamentosa dan rinitis struktural. [ 1,2 ]

Rinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound rhinitis atau rinitis kimia karena

menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal

yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah

antagonis ß-adrenoreseptor oral,  inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi.

Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktor  hidung dengan obat-obat di atas

berbeda sehingga istilah rinitis medikamentosa hanya digunakan untuk rinitis yang

disebabkan oleh penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-

obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug-induced rhinitis). [ 1,2,3 ]

Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga

dalam penggunaan vasokontriktor topikal harus berhati-hati. Vasokontriktor hidung diisolasi

pertama kali pada tahun 1887 dari ma-huang yaitu tanaman yang mengandung ephedrin dan

digunakan sebagai  vasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi,

minyak, semprot dan tetes. Vasokontriktor topikal yang digunakan sebaiknya yang isotonik

dengan sekret yang normal, pH antara 6,3 sampai 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari

satu minggu sehingga rinitis medikamentosa dapat dicegah. [ 1,2,3 ]

Rinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung non alergi yang dapat

mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter. Oleh karena itu pada makalah

ini akan dibahas tentang patofisiologi, gejala, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari rinitis

medikamentosa. [1,2,3]

II. DEFINISI

1

Page 2: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung yang berupa gangguan respons

normal vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal

seperti obat tetes hidung atau obat semprot hidung dalam waktu lama dan berlebihan,

sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Istilah rinitis mendikamentosa ini

pertama kali dikenalkan oleh Lake pada tahun 1946. [1,2,3,4,5]

III. ANATOMI HIDUNG

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:

1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsumnasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala

nasi, 5) hidung luar; dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung. Kerangka tulang terdiri 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os

maksila, dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari

beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang

kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut

juga sebagai kartilago alar mayor, dan 4) tepi anterior kartilago septum. [ 4,6,7 ]

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior, disebut vetibulum. Vestibulum ini dilapisis oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. [ 4,6,7 ]

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior

dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os etmoid, 2) vomer, 3) krista

nasalis os maksila, dan 4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah 1) kartilago

septum (lamina kuadrangularis) dan 2) kolumela. Septum dilapisi oleh mukosa hidung. [ 4,6,7 ]

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah

konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan

2

Page 3: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid. [ 4,6,7 ]

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius

dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan

dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga

hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid

anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka

media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. [ 4,6,7 ]

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina

kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis

merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa =

saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga

hidung dibentuk oleh os sfenoid. [ 4,6,7 ]

Gambar 1. Anatomi hidung

( Dikutip dari kepustakaan 6 )

3

Page 4: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Kompleks ostiomeatal (KOM )

Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang

dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk

KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger

nasi dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi

dan drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior

dan frontal. Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan

patologis yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait. [ 4 ]

Vaskularisasi hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Bagian bawah rongga hidung

mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a. palatina

mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina

dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung

mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat

anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmid anterior, a. labialis superior dan a.

palatine mayor, yang disebut pleksus kiesselbach (little’s area). Pleksus kiesesselbach

letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber

epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama

yang sama dan brjalan berdampingan denga arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar

hidung bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena

dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya

penyeabaran infeksi sampai ke intrakranial. [ 4,6,8 ]

4

Page 5: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Gambar 2. Vaskularisasi hidung

( Dikutip dari kepustakaan 6 )

Gambar 3. Vaskularisasi hidung

( Dikutip dari kepustakaan 8 )

5

Page 6: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. Etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari n. Nasosiliaris, yang berasal dari n. Oftalmikus (N. V-

1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris, juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut

saraf simpatis dari m. Petrosus superfisialis mayor profundus. Ganglion sfenopalatina terletak

di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi penghidupan berasal dari

n. Olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidup pada mukosa olfaktorius

di daerah sepertiga atas hidung. [ 4,6 ]

Gambar 4. Persarafan hidung

( Dikutip dari kepustakaan 8 )

Mukosa hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernapasan (mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai

silis ( ciliated peudostratified collumner epithelium ) dan di antaranya terdapat sel-sel goblet.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertia berlapis

semu tidak bersilia (pseudostratified collumner non ciliated epithelium) epitelnya dibentuk 6

Page 7: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

oleh tiga macam sel, yaitu sel, penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah

mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara

mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menadi sel epitel skuamosa.

Dalam keadaan normal mukosa respratori berwarna merah muda dan selalu basah karena

diliputi oleh palut lender (mucous blanket) pada permukaannya. Di bawah epitel terdapat

tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan

limfoid. Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yangkhas. Arteriol

terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara paralel dan

longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahab pada anyaman kapiler perglanduler dan sub

epitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang

besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya

sinusoid mempunyai sfingter oto. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venaula. Dengan susunan demikian mukosa hidung

menyerupai jaringan kavernosa yang erektil, yang mudah mengmbangkan dan mengerut.

Vasodilatasi dan vasosonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom. [ 4,6,8 ]

Sistem transpor mukosilier

Sistem transport mukosilier merupakan system pertahanan aktif rongga hidung

terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara.

Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas silia dan palut lendir. Palut

lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada pada epitel dan kelenjar seromusinosa

subnukosa. Bagian bawah dari palut lender terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian

permukaan banyak mengandung protein plasma seperti albumin, IgG, IgM dan faktor

komplemen. Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhi bitor lekoprotease

sekretorik, dan IgA sekretorik (s-IgA). [ 4 ]

Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan lokal yang

bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk mengeluarkan mikroorganisma dari jaringan

dengan mengikat antigen tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan IgG beraksi didalam

mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajang dengan antigen banteri. Pada sinus

maksila, sistem transpor mukosilier menggerakkan sekret sepanjang dinding anterior, medial,

posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran serta atap rongga sinus

membentuk gambaran halo atau bintang yang mengarah ke ostium alamiah. Setinggi ostium

secret akan lebih kental tetapi drenasenya lebih cepat untuk mencegah tekanan negatif dan

7

Page 8: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

berkembangnya infeksi. Kerusakan mukosa yang ringan tidak akan menghentikan atau

mengubah transport, dan sekret akan melewati mukosa yang rusak terebut. Tetapi jika sekret

lebih kental, sekret akan terhenti pada mukosa yang mengalami defek. [ 4 ]

Gerakan sistem transpor mukosilier pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral.

Sekret akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian keatap, dinding lateral dan bagian

inferior dari dinding anterior dan posteror menuju area frontal. Gerakan spiral menuju ke

ostiumnya terjadi pada sinus sphenoid, sedangkan pada sinus etmoid terjadi gerakan

rectilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika ostium terdapat pada

salah dindingnya. [ 4 ]

Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transprort mukosilier. Rute pertama

merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior. Secret ini biasanya

bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalalan menuju tepi bebas prosesus

unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior menuju nasofaring melewati bagian

antero inferior orifisium tuba eustachius. Transpor aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan

epitel skuamosa pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi

dan proses menelan. [ 4 ]

Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sphenoid yang

bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju naso faring pada bagian posterosuperior

orifisium tuba eustachius. Sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan

bergabung dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior dari tuba eustachius. Sekret pada

septum akan berjalan vertical kea rah bawah terlebih dahulu kemudian ke belakang dan

menyatu di bagian inferior tuba eustachius. [ 4 ]

IV. FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah: 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air

conditioning), penyaring udara, humikifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan

mekanise inunologik lokal; 2) fungsi pengidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan

reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk

resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran tuara sendiri melalui

kondukdi tulang; 4) fungsi static dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5)

refleks nasal. [ 4,6,7 ]

8

Page 9: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Fungsi respirasi

Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem repirasi melalui nares anterior, lalu

naik ke atas stinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kearah nasorafing. Aliran

udara di hidung ini benbentuk lingkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan menglami

humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hamper jenuh oleh uap air, sehingga

terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin

akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat

celcius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah

epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. [ 4,6,7 ]

Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di

hidung oleh: a) rambut (vibrissae) pada vesti bulum nasi, b) silis, c) palut lender. Debu dan

bakteri akan melekat pada palut lender dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan

dengan refleks bersin. [ 4,6,7,9 ]

Fungsi penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pencecep dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pencecep adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa

manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal

dari cuka dan asam jawa. [ 4,6,7,9 ]

Fungsi fonetik

Resonasi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan bernyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonasi berkurang atau hilang, sehingga terdengar

suara sengau (rinolalia). Hidung membantu pembentukkan konsonan nasal (m, n, ng), rongga

mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara. [ 4,6,7,9 ]

9

Page 10: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Gambar 5. Sistem olfaktoris

( Dikutip dari kepustakaan 7)

V. ETIOLOGI

Penyakit rinitis medikamentosa disebabkan oleh pemakaian obat sistemis yang

bersifat sebagai antagonis adreno-reseptor alfa seperti   anti hipertensi dan psikosedatif .

Selain itu aspirin, derivat ergot, pil kontrasepsi , dan anti cholinesterasi yang digunakan

secara berlebihan  juga dapat menyebabkan gangguan hidung. Obat vasokonstriktor topikal

sebaiknya isotonik dengan sekret hidung yang normal, dengan pH antara 6,3 dan 6,5, serta

pemakaiannya tidak lebih dari satu minggu. Jika tidak, akan terjadi kerusakan pada mukosa

hidung berupa:[4,10]

1. Silia rusak

2. Sel goblet berubah ukurannya

3. Membran basal menebal

4. Pembuluh darah melebar

5. Stroma tampak edema

6. Hipersekresi kelenjar mukus

7. Lapisan submukosa menebal

8. Lapisan periostium menebal

10

Page 11: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Antihipertensi Phosphodiesterase type 5

inhibitors

Hormon

Amiloride

Angiotensin-

converting enzyme

inhibitors

ß-blockers

Chlorothiazide

Clonidine

Hydralazine

Hydrochlorothiazide

Prazosin

Reserpine

Sildenafil

Tadalafil

Vardenafil

Estrogen

Eksogenous

Pil kontrasepsi

Anti-nyeri Psikotropik Lain- lain

Aspirin

NSAIDs

Chlordiazepoxide-

amitriptyline

Chlorpromazine

Risperidone

Thioridazine

Kokain

Gabapentin

Tabel 1 : Obat yang menyebabkan Drug-Induced Rhinitis

( Dikutip dari kepustakaan 1 )

11

Page 12: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

Dekongestan Imidazolines

– Simpatomimetik :

Amfetamin

Benzedrine

Kafein

Ephedrin

Mescalin

Phenylephrin

Phenylpropanolamin

Pseudoephedrin

Klonidin

Naphazolin

Oxymetazolin

Xylometazolin

Tabel 2 : Dekongestan yang menyebabkan Rhinitis Medikamentosa

( Dikutip dari kepustakaan 1 )

VI. PATOFISIOLOGI

Mukosa hidung merupakan organ yang amat peka terhadap rangsangan atau iritan

sehingga  harus berhati hati dalam mengkonsumsi obat vasokonstriksi topikal dari golongan

simptomatik yang dapat mengakibatkan terganggunya siklus nasal dan akan berfungsi

kembali dengan menghentikan pemakaian obat. Pemakaian vasokonstriktor topikal yang

berulang dalam waktu lama, akan mengakibatkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound

dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga menimbulkan terjadinya obstruksi atau

penyumbatan. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini menyebabkan pasien lebih sering

dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut sehingga efek vasokonstriksi berkurang, pH

hidung berubah dan aktivitas silia terganggu, sedangkan efek balik akan menyebabkan

obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya. Bila pemakaian obat diteruskan akan

menyebabkan dilatasi dan kongesti jaringan. Kemudian terjadi pertambahan mukosa jaringan

12

Page 13: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

dan rangsangan sel–sel mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan produksi sekret

yang berlebihan. [ 4 ]

Selain itu, terdapat juga hipotesis bahwa rhinitis medikamentosa terjadi sebagai akibat

berkurangnya produksi nor-epinefrin simpatetik endogen menerusi jalur umpan balik negatif.

Dengan penggunaan dekongestan dalam jangka waktu yang lama, saraf simpatetik tidak bisa

berfungsi untuk mempertahankan vasokonstriksi karena pelepasan nor-epinefrin yang

ditekan. [ 4 ]

VII. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan utama pasien adalah hidung tersumbat secara terus menerus tanpa

mengeluarkan sekret. Penampakan pada pemeriksaan fisis bagi rhinitis medikamentosa tidak

jauh bedanya dengan infeksi atau rhinitis alergi. Mukosa hidung kelihatan kemerahan

( beefy-red ) dengan area bercak pendarahan dan sekret yang minimal atau udem. Selain itu

juga, mukosanya bisa tampak pucat dan udem, juga bisa menjadi atrofi dan berkrusta

disebabkan penggunaan dekongestan hidung dalan jangka waktu yang lama. [ 1,2,3,4,5 ]

VIII. DIAGNOSIS

Kriteria bagi diagnosis Rhinitis Medikamentosa adalah :- [ 1,2 3,4,5,11 ]

i. Riwayat pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau obat semprot

hidung dalam waktu lama dan berlebihan.

ii. Obstruksi hidung yang berterusan ( kronik ) tanpa pengeluaran sekret atau bersin.

iii. Ditemukan mukosa hidung yang menebal pada pemeriksaan fisis.

Rhinitis medikamentosa sering terjadi disebabkan oleh kondisi medis lainnya yang

menyebabkan penggunaan dekongestan. Jadi, penting untuk menjalankan beberapa

pemeriksaan lainnya untuk mengidentifikasi kondisi medis lainnya yang berpotensi untuk

diobati. Di antara pemeriksaannya adalah uji tusuk bagi pasien yang mempunyai riwayat

rhinitis alergi, uji aspirin bagi pasien yang mempunyai trias ASA dan pemeriksaan rinoskopi

untuk mengidentifikasi deviasi septal, abnormalitas struktur anatomi dan juga polip hidung. [

1,2 3,4 ]

13

Page 14: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

IX. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk Rinitis Medikamentosa adalah :- [ 1,3, 12 ]

i. Rinitis Alergi

ii. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Rhinitis

iii. Polip Nasi

iv. Rinitis Non-Alergi

v. Rhinosinusitis

X. PENATALAKSANAAN

Jika rinitis medikamentosa dikenalpasti akibat penggunaan dekongentan topikal,

maka pasien harus dinasihatkan agar segera dihentikan penggunaannya. Pasien juga harus

diberi edukasi mengenai keluhan yang dialami dan diberikan pengobatan alternatif lainnya

bagi menggantikan obat yang menyebabkan terjadinya sumbatan hidung pada pasien. [ 2,3,5,13 ]

Penghentian penggunaan secara mendadak dapat menyebabkan rebound swelling dan

kongesti. Beberapa obat telah dikenalpasti bagi mengatasi masalah ini yaitu dengan

menggunakan Cromolyn, sedatif / hipnotik, semprotan hidung yang menggunakan larutan

saline. Adenosin trifosfat oral, obat tetes deksametason dan obat tetes triamcinolon juga

membantu dalam usaha menyembuhkan pasien. [ 2 3,5,14,15 ]

Menurut penelitian, kombinasi antihistamin oral dengan dekongestan bersama

penggunaan deksametason intranasal juga direkomendasikan buat pengobatan rhinitis

medikamentosa. Pada penelitian lainnya, injeksi kortikosteroid ( triamsinolone asetat 20 mg

pada turbinasi anterior juga mampu mengurangkan kongesti hidung. Glukokortikosteroid

intranasal ( semprotan deksametason sodium fosfat / budesonide ). [ 2,3,5,14,15 ]

XI. KOMPLIKASI

Hampir semua pasien pada akhirnya bisa menghentikan penggunaan obat tetes

hidung dengan penyembuhan sempurna. Pada pasien yang tidak bisa menghentikan

penggunaannya, menurut penelitian dapat terjadi hiperplasia menetap yang memerlukan

intervensi yang bervariasi dari elektrokauter submukosa atau kryoterapi untuk mengurangkan

destruksi turbinasi melalui penggunaan laser dan reseksi bedah. Komplikasi lainnya yang

dapat terjadi adalah seperti perforasi septum, rinitis atropi dan infeksi sinus. [ 1 ]

14

Page 15: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

XII. PROGNOSIS

Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua pasien bisa menghentikan penggunaan

obat tetes hidung dan akhirnya menunjukkan penyembuhan yang sempurna. Bagi yang tetap

menggunakan obat tersebut, fenomena kongesti rebound ini akan tetap berlangsung selagi

pasien tidak menghentikan pengobatan tersebut. [ 1 ]

15

Page 16: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

DAFTAR PUSTAKA

1. Ramer J.T, Bailen E, Lockey R.F. Rhinitis Medikamentosa, Allergy Clinical

Immunology Journal, Volume 16(3), 2006 : 148-155.

2. Lockey R.F,ed. Rhinitis Medicamentosa and Stuffy Nose, Allergy Clinical Immunology

Journal, Volume 118, 2006 : 1017-1018.

3. Kushnir N.M, Kaliner M.A, eds. Rhinitis Medikamentosa [ online ]. 2011. [ cited 2011

October 25 ]. Available from URL: http://www.medscape.com

4. Efiaty A.S, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna D.R, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung dan tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI ; 2007. p. 137-

139.

5. Black M.J, Remsen K.A, eds. Rhinitis Medicamentosa, Canadian Medical Journal,

Volume 122, 2005 : 881-884.

6. Dhingra P.L, Dhingra S, eds. Diseases of Ear, Nose & Throat, 5th Edition. New Delhi :

Elsevier; 2011. p. 180-184

7. Tortora G.J, Derrickson B, eds. Principles of Anatomy and Physiology, 11th Edition.

New York : Wiley; 2006. p. 847-850

8. Netter F.H, ed. Atlas of Human Anatomy, 4t Edition. New York : Elsevier; 2006. p. 32-

36

9. Dhillon R.S, East C.A, eds. Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd

Esition. London : Churchill Livingstone; 2000. p. 30-32

10. Lalwani A.K,ed. Currrent Diagnosis and Treatment, Otolaryngology Head and Neck

Surgery. New York : McGrawHill; 2008. p. 264-272

11. Michael J, Burton S. Rhinitis, Allergy Clinical Immunology Journal, Volume 108

Number 5, 2006 : S171- S196

12. Quillen D.M, Feller D.B,eds. Diagnosing Rhinitis : Allergic vs Non-Allergic, American

Family Physician Journal, Volume 73 Number 9, May 2006 : 1583-1591.

13. Michel J.L, Robson M.S, eds. Primary Care Otolaryngology, 3rd Edition. New York :

American Academy Foundation; 2011. p. 60-69

14. Mcquay R.M, Sandler A.S. Rhinitis Medicamentosa [ online ] 2009. [ cited 2011

october 25 ]. Available from URL: http://www.rhinostat.com

16

Page 17: 120974829 Referat Rhinitis Medikamentosa

15. Efiaty A.S, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna D.R, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung dan tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI ; 2007. p. 137-

139

16. Graf P, Enerdal J, Hallen H, eds. Ten Days’ Use of Oxymetazoline Nasal Spray with or

without Benzalkonium Chloride in Patients with Vasomotor Rhinitis, Arch Otolaryngol

Neck Surg. 1999; 125: 1128-1132

17