16
PEMFIGUS VULGARIS I. PENDAHULUAN Istilah pemfigus dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau gelembung. Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang timbul dalam waktu yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histopatologik ditandai dengan bula interepidermal, dimana akibat dari autoantibodi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan hilangnya adhesi antara keratinosit melalui proses yang disebut akantolisis. Dan secara imunopatologik ditemukan antibody terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun yang bebas di dalam sirkulasi darah. Secara garis besar Pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk yaitu Pemfigus Vulgaris, Pemfigus Eritomatosus, Pemfigus Foliaseus dan Pemfigus Vegetans. Menurut letak dan celah pemfigus di bagi menjadi 2 yaitu: 1. Di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans 2. Di stratum granulosum ialah pemfigus eritematous dan variannya pemfigus foliaseus. Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas, yaitu: 1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan mudah pecah. 1

118661370 Referat Pemfigus Vulgaris Irna (1)

Embed Size (px)

Citation preview

PEMFIGUS VULGARIS

I. PENDAHULUAN

Istilah pemfigus dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau

gelembung. Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang

timbul dalam waktu yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa yang

secara histopatologik ditandai dengan bula interepidermal, dimana akibat dari

autoantibodi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang

mengakibatkan hilangnya adhesi antara keratinosit melalui proses yang disebut

akantolisis. Dan secara imunopatologik ditemukan antibody terhadap komponen

desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun yang bebas

di dalam sirkulasi darah.

Secara garis besar Pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk yaitu Pemfigus

Vulgaris, Pemfigus Eritomatosus, Pemfigus Foliaseus dan Pemfigus Vegetans.

Menurut letak dan celah pemfigus di bagi menjadi 2 yaitu:1. Di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans2. Di stratum granulosum ialah pemfigus eritematous dan variannya

pemfigus foliaseus.

Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas, yaitu:1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan

mudah pecah.2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolsky positif).3. Akantolisis selalu positif.4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang

dapat ditemukan di dalam serum, meupun terikat di epidermis.

Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dijumpai (80%

semua kasus Pemfigus). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai

semua bangsa dan ras.

Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita

ditemukan autoantibody, juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced

pemphigus), misalnya D-penisilamin dan kaptopril. Kelainan pada kulit yang

ditimbulkan akibat PV dapat bersifat lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit,

1

dan biasanya terjadi pada daerah yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah,

ketiak, kulit kepala, badan, dan umbilicus. Pengobatan pada PV ditujukan untuk

mengurangi pembentukan autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid telah menjadi

pilihan terapi.

II. EPIDEMIOLOGI

PV merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus).

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.

Frekuensi kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan

(dekade ke-4 dan ke-5), termasuk dapat juga mengenai semua umur termasuk

anak-anak.

III. ETIOPATOGENESIS

Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita

ditemukan autoantibody, juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced

pemphigus), misalnya D-penisilamin dan kaptopril. Pemfigus yang diinduksi obat

dapat berbentuk pemfigus foliaseus (termasuk pemfigus eritematous) atau

pemfigus vulgaris. Pemfigus foeliaseus lebih sering timbul dibandingkan dengan

pemfigus vulgaris. Pemeriksaan imunoflouresensi langsung pada kebanyakan

kasus positif sedangkan pemeriksaan imunoflouresesnsi tidak langsung hanya

kira-kira 70% yang positif.

Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu:

1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis(akantolisis)

2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada

permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.

Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada

permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik.

Antigen PV yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin

yang terlibat dalam perlekatan interseluler pada epidermis. Antibodi yang

berikatan pada domain ekstraseluler region terminal amino pada desmoglein 3 ini

mempunyai efek langsung terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3 dapat

ditemukan pada desmosom dan pada membran sel keratinosit. Dapat dideteksi

pada setiap deferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih

2

padat pada mukosa bucal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda

dengan antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada

epidermis, dan lebih padat pada epidermis atas. Pengaruh dari faktor lingkungan

dan cara hidup individu belum dapat dibuktikan berpengaruh terhadap PV, namun

penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik pada kebanyakan kasus.

Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada

permukaan keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam

mengurangi perlekatan antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya

bula-bula, erosi dan ulser yang merupakan gambaran pada penyakit PV.

Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya PV adalah

autoantibodi yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini

yang menyebabkan terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi

imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen pada desmosom untuk kedua PV

dan Pemfigus Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan sel-sel pada epitel

bertanduk.

IV. GEJALA KLINIS

Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai

lesi di kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus,

berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis

sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi

sekunder. Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum

timbul bula generalisata.

Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput

lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, esophagus, uretra, vulva, dan serviks.

Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa sebelum di diagnosis pasti

ditegakkan. Lesi dimulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan

mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa terasa nyeri. Lesi ini akan meluas

ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan

timbulmya suara serak dan kesulitan menelan.

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan

kulit terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas

kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal

3

atau yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolsky positif disebabkan oleh

adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua yaitu dengan menekan

dan menggeser kulit diantara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas atau

dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang di dalamnya

mengalami tekanan.

Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh

nyeri pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan

meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan

parut.

Gambar 2. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral

4

Gambar 3. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit

V. DIAGNOSIS

Untuk dapat mendiagnosis PV diperlukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat

mempersulit dalam penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual

dermatologi untuk membuktikan adanya Nikolsky’s sign yang menunjukkan

adanya PV. Untuk mencari tanda ini, dokter akan dengan lembut menggosok

daerah kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau jari. Jika

memiliki PV, lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas. Tanda ini tampaknya

adalah patognomonik karena hanya ditemukan pada Pemfigus dan Nekrolisis

Epiderma Toksik.

Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:

Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi (histopatologi)

Pada gambaran histopatologik didapatkan bula Intraepidermal suprabasal dan

sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan

percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya

sel-sel akantolitik yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain, tetapi

bukan diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan

menggunakan mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan

5

perubahan patologik ialah perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat

perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder. Pada

pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa

di bawah mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada pinggir lesi

yang masih baru dan dekat dari kulit yang normal.

Gambar 4. Gambaran histopatologi Pemfigus vulgaris

Imunofluoresensi

Imunofluoresensi langsung

Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens.

Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF biasanya

menunjukkan antibodi intraseluler tipeIgG yang menempel pada permukaan

keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.

Imunofluoresensi tidak langsung

Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini

ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung dinyatakan positif.

Serum penderita mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada

epidermis dapat dideteksi dengan pemeriksaaan ini. Sekitar 80-90% hasil

pemeriksaan ini dinyatakan sebagai penderita PV.

6

(A) (B)

Gambar 5. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung. (B).

Imunofluoresensi tidak langsung.

VI. DIAGNOSA BANDING

Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan

pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan

dewasa, keadaan umumnya baik, keluhannya sangat gatal, ruam polimorf,

dinding vesikel/bula tegang dan berkelompok, dan mempunyai tempat

predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terdapat pada orang dewasa,

keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan

biasanya generalisata.

Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemphigus vulgaris karena

keadaan umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya disubepidermal,

dan terdapat lgG linear.

VII. KOMPLIKASI

1. Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena

penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada

infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko timbulnya jaringan

parut.

2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan

malignansi yang sekunder (misalnya, Sarkoma Kaposi), karena sistem

imunitas yang terganggu.

3. Retardasi pada pertumbuhan telah dilaporkan pada anak yang memakai

kortikosteroid sistemik dan imunosupresan.

4. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang

menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma

7

dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresi yang

berkepanjangan.

5. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat

imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat.

Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan

penyakit seperti septikemia atau TB untuk mencapai stadium lanjut

sebelum diagnosis.

6. Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.

7. Insufisiensi adrenal telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang

glukokortikoid.

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif.

Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan

deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat

ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan

3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat.

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasi

dengan adjuvant yang kuat yaitu sitostatik. Efek samping kortikosteroid

yang berat adalah atrofi kelenjar adrenal bagian korteks, ulkus peptikum,

dan osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur kolumna vertebralis

pars lumbalis. Tentang penggunaan sitostatik sebagai ajuvan terdapat dua

pendapat yaitu:

1. Sejak semula diberikan bersama-sama dengan

kortikosteroid sistemik. Maksudnya agar dosis

kortikosteroid tidak terlampau tinggi sehingga efek

sampingnya lebih sedikit.

2. Sitostatik diberikan, bila :

8

- Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurang memberi

respons

- Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum,

diabetes mellitus, katarak, dan osteoporosis

- Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak

seperti yang diharapkan.

Obat Sitostatik untuk pemphigus adalah azatioprin, siklofosfamid,

metrotreksat, danmikofenolat mofetil.

Ajuvan lain yang dapat digunakan yaitu diaminodifenilsulfon

(D.D.S). khasiat D.D.S tidak sekuat sitostatik, namun efek sampingnya

jauh lebih sedikit dan hasilnya cukup baik.

2. Non Medikamentosa

Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih

merasakan gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang

baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan

erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit

dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-

aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga dan makan atau minum yang

dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan renyah).

IX. PROGNOSIS

Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50%

penderita dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan

ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat

prognosisnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

9

1. Wojnarowska F et al. Immunobullous disease. Burns T et al, ed. Rook’s

textbook of dermatology. 7th edition. Australia: Blackwell publication;

2004;2033-91.

2. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.Edisi

Kelima.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta.2007;204-08.

3. Zeina B, Sakka N. Pemphigus vulgaris, (online). 2010. Available from

www.emedicine.medscape.com

4. Amagai M. Pemfigus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).

Dermatology. Spain: Elsevier. 2008; 5;417-29.

5. Siregar,Prof.Dr.R.S.SpKK(K).Atlas Berwarna Saripati Penyakit

Kulit,Edisi 2.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.2004;186-88.

6. Hertl M, ed. Autoimmune disease of the skin: pathogenesis, diagnosis,

management.2nd revised edition. Austria: Springer-Verlag Wien; 2005;60-

79.

7. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's dermatology in general medicine

(two vol. set). 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008: 459-74.

8. Hall JC, ed. Sauer's Manual of Skin Diseases. 8th edition. Lippincott

Williams & Wilkins. 2000;232-36

9. James WD, Berger TG, Elston DM,eds. Andrews Disease of the Skin

Clinical Symptoms. 10th ed. Philadelphia. Saunders Elsevier;2006;581-93

10. Brown,Robin Graham,Tony Burns.Dermatologi Lectures Notes.Edisi

Kedelapan.Erlangga Medical Series.2002;144-46.

11. Beers, Mark H.MD.The Merck Manual.Eighteenth Edition.Volume

I.Merck Research Laboratories.2006;950-52.

12. Habif TP, ed. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and

therapy. 4th edition. Mosby.2003;547-86.

13. Wolff K et al. Fitzpatrick's color atlas and synopsis of clinical

dermatology .5th edition. New York: McGraw-Hill;2007

10

14. Scully Crispian and Stephen J Challacombe. PEMPHIGUS VULGARIS:

UPDATE ON ETIOPATHOGENESIS,ORAL MANIFESTATIONS,

AND MANAGEMENT. Department of Oral Medicine, Eastman Dental

Institute for Oral Health Care Sciences. London. 2002. 13(5):397-408.

15. Ahmed, Razzaque et al, Treatment of Pemphigus Vulgaris with Rituximab

and Intravenous Immune Globulin.The New England Journal Of Medicine.

English.2006;355:1772-9.

11