26
PENDAHULUAN Definisi Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tenga h, tuba  Eustachius, antrum mast oid , dan sel- sel mas toi d. Oti tis med ia  berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supur atif, di mana masing-mas ing memiliki bentuk yang akut dan kron is. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007). Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemi k dapat terjadi secara lengk ap atau sebagi an, baik berup a otalg ia, demam, gelisa h, mual, munta h, diare, serta otore, apabila telah terjad i perfo rasi membran ti mpani. Pada peme rik saa n otoskopi k juga di jumpai ef usi tel inga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah dit and ai den gan memben gka k pad a membra n timpan i atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007). Klasifikasi Gambar 1. Skema Pembagian Otitis Media 3

118398174 Otitis Media Akut

Embed Size (px)

Citation preview

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 1/26

PENDAHULUAN

Definisi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba  Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media

 berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non

supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain

itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis

media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar,

2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala

dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau

sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,

gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran

timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah

(Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah

ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas

yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,

dan otore (Kerschner, 2007).

Klasifikasi

Gambar 1. Skema Pembagian Otitis Media

3

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 2/26

Gambar 2. Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

Etiologi

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut

 penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya

melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain

tergolong sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme

 penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah

Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%)

dan  Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-

 patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta- hemolytic),

Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan

organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang

menjalani rawat inap di rumah sakit.  Haemophilus influenzae sering dijumpai

 pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga

4

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 3/26

sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri

atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering

dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus,

atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai  parainfluenza

virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap

fungsi tuba  Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi

 bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme

farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik  polymerase

chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay

(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang

menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor 

genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu

formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas

kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran

 pernapasan atas, disfungsi tuba  Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain

(Kerschner, 2007).

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens

OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi

tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau

status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada

anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras

 Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang

lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status

sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk,

fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan

terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak- anak. ASI dapat

5

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 4/26

membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya

asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-

anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain.

Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti

di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan

adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi

tuba  Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah.

Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran

napas atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

Gejala Klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.

Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam

telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek 

sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa

nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa

kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh

tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar 

tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang

anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka

sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar,

2007).

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya

suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang

tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta

membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut

Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

6

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 5/26

Tabel 1. Skor OMA

Skor Suhu Gelisah Tarik  

telinga

Kemerahan

Pada

Membran

Timpani

Bengkak 

Pada

Membran

Timpani

0 < 38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

1 38,0 – 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan

2 38,6 – 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang

3 > 39,0 Berat Berat Berat Berat,

termasuk 

otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0

hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.

Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat

atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA

ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C

rektal (Titisari, 2005).

Fisiologi, Patologi dan Patogenesis

Tuba  Eustachius

Fungsi abnormal tuba  Eustachius merupakan faktor yang penting pada

otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga

tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah

nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007).

Tuba  Eustachius  biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru

terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat

mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi

muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan

tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba  Eustachius

mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret.

Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah

7

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 6/26

selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah

dari tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring

ke telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan

telinga tengah ke nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007).

Patogenesis OMA

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran

 pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada

mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba  Eustachius. Tuba

 Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada

telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan

refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah

melalui tuba Eustachius.

Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur 

 proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat

obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi

cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA

dan otitis media dengan efusi. Bila tuba  Eustachius tersumbat, drainase telinga

tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga

tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.

Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-

mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.

Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga

menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus

 bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu

karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak 

 bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat

merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).

Obstruksi tuba  Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan

ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses

inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di

8

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 7/26

telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan

dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba  Eustachius, sehingga mekanisme

 pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi

adenoid (Kerschner, 2007).

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan

orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan

kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran

 pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang

dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar,

2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu

drainase melalui tuba Eustachius.

Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua

 berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius

meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem

 pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi

di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas

yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar 

dibanding orang dewasa.

Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba  Eustachius sehingga

adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba  Eustachius. Selain itu,

adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah

melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).

Gambar 3. Perbedaan Antara Tuba  Eustachius  pada Anak-anak dan Orang

9

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 8/26

Dewasa

Stadium OMAOMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,

 bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba

 Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,

stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

Gambar 4. Membran Timpani Normal

10

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 9/26

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai

oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani

negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi

membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,

refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba  Eustachius

 juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani

kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna

keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.

Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang

disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini

(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran

timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,

edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.

Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga

terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku

di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini

merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan

otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih

normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di

kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan

satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 5. Membran Timpani Hiperemis

11

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 10/26

3. Stadium SupurasiStadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat

 purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain

itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel

superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum

timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging  ke arah

liang telinga luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu

meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu

gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan

 pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan

kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik 

akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis

mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah

yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-

vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu

menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna

kekuningan atau yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan

miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada

membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju

liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup

12

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 11/26

kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih

sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali

 jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 6. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga

sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telingatengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat

 pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya

 pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar,

anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur 

nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau

nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut

otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap

 berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka

keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra,

2007).

Gambar 7. Membran Timpani Peforasi

13

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 12/26

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan

 berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh

membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani

menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.

Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa

 pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, danvirulensi kuman rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut

menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa

 perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara

terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa

otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di

kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar,

2007; Dhingra, 2007).

Diagnosis

Kriteria Diagnosis OMA

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal

 berikut, yaitu:

14

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 13/26

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di

telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda

 berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas

atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di

 belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan

dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau

erythema  pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang

mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori,

yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat

cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat

 bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran

timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala

inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran,

tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi

semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi

39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat

menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda

yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat

menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

Table 2. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi

15

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 14/26

Gejala dan tanda Otitis Media Akut Otitis Media

dengan Efusi

 Nyeri telinga (otalgia), menarik 

telinga (tugging)

+ -

Inflamasi akut, demam + -

Efusi telinga tengah + +

Membran timpani membengkak 

(bulging), rasa penuh di telinga

+/- -

Gerakan membran timpani

 berkurang atau tidak ada

+ +

Warna membran timpani

abnormal seperti menjadi putih,

kuning, dan biru

+ +

Gangguan pendengaran + +

Otore purulen akut + -

Kemerahan membrane timpani,

erythema

+ -

Penatalaksanaa

Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan

 pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan

 pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan

 pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania

dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi

tuba  Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki

sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali

tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat

tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12

tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas

16

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 15/26

12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian

antibiotik (Djaafar, 2007).

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan

analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.

Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau

sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar 

konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis

terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.

Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap

 penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100

mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin

masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk 

untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala

cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara

 berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear  toilet) H2O2 3% selama 3

sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya

sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10

hari (Djaafar, 2007).

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret

tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret

mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik 

dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah

terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik.

Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam

dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik 

yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif 

seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten

terhadap antibiotik meningkat. Menurut  American Academy of Pediatrics (2004)

17

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 16/26

dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang

harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.

Table 3. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA

Usia Diagnosis Pasti (certain) Diagnosis meragukan

(uncertain)

Kurang dari 6 bulan Antibiotik Antibiotik  

6 bulan sampai 2 tahun Antibiotik Antibiotik jika gejala

 berat, observasi jika

gejala ringan2 tahun ke atas Antibiotik jika gejala

 berat, observasi jika

gejala ringan

Observasi

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut,

terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga

tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C

dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat

atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan

 pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat

 pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun.  Follow-up

dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap

diberikan pada masa observasi (Kerschner, 2007).

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan

 first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal

selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika

 pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti

cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap

 Haemophilus influenzae dan  Moraxella catarrhalis, termasuk  Streptococcus

 penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7- valent conjugate vaccine dapat

dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic of 

 Pediatric, 2004).

18

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 17/26

Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,

seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi

(Buchman, 2003).

1. Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran

timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga

luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak 

harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi

miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan

sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat

 pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak 

dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis

nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.

Miringotomi merupakan terapi third-line  pada pasien yang

mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode

OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan

terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi

 second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur 

(Kerschner, 2007).

2. Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis

merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya

mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis

adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif,

 pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut

Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA

seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara

signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,

19

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 18/26

randomized trial yang telah dijalankan.

3. AdenoidektomiAdenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi

otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah

menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil

masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak 

 pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,

kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren

(Kerschner, 2007).

Komplikasi

Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai

dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis

komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut

Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada

komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut , paresis

nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan

intracranial (abses otak, tromboflebitis).

Pencegahan

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah

ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat,

menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan

terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).

20

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 19/26

LAPORAN KASUS

A. Identitas

 Nama Pasien : An. D

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 8 tahun

Pekerjaan : Pelajar 

Alamat : Sindurjan RT 01/02 Purworejo

Tanggal Masuk RS : 20 Agustus 2012

Ruang : Poli THT RSUD Saras Husada

Dokter yang merawat : dr. Tolkha Amiruddin, Sp. THT, KL

 

B. Anamnesa

Keluhan Utama : Telinga kanan nyeri 

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan telinga kanan nyeri. Nyeri dirasakan sudah

sejak kemarin (1 hari). Anak mengatakan juga disertai demam. Pendengaran

dirasakan anak tidak menurun dan merasakan penuh pada telinga. Tidak ada

riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada keluar cairan dari telinga.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Anak belum pernah merasakan gejala yang sama. Riwayat sering

membersihkan teling sendiri (+), Asthma (-), Alergi (-), Riwayat anak sering

 batuk dan bersin (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

4. Review Sistem

Kepala & Leher : nyeri telinga (+), disfagia (-)

Respiratorius : sesak (-), batuk (-)

21

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 20/26

Cardiovascular : nyeri dada (-), sesak (-)

Gastrointestinal : Abdominal pain (-), mual (-), muntah (-)

Urogenital : BAK (+)

C. Pemeriksaan Fisik 

1. Kesan umum : Baik.

Kesadaran : Komposmentis.

2. Tanda utama

Tekanan darah : 100/60 mmHg

 Nadi : 84 x/m, isi dan tegangan : reguler 

Suhu : 36,5 ° C

Pernapasan : 20 x/m Tipe : Thorakal

3. Status Generalis

a. Kulit  : Ikterik (-), sianosis (-), hiperpigmentasi (-), pucat (-).

b. Pemeriksaan Kepala

- Bentuk kepala : Mesosefal

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata.

- Nyeri tekan : (-)

c. Pemeriksaan Mata

- Palpebra : Edema (-/-), Ptosis (-/-)

- Konjunctiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor 

d. Pemeriksaan Dada : Normochest, simetris, deformitas (-), ketinggalan gerak 

(-).

e. Pemeriksaan Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior  

Kanan Kiri Kanan Kiri

Pitting Edema - - - -

Sensibilitas + + + +

Refleks Fisiologis + + + +

22

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 21/26

Refleks Patologis - - - -

 Status Lokalis THT

Telinga

Telinga Kanan Telinga Kiri

 Normal, tragus pain (+)

ringan, heliks sign (-),

tidak mikrotia

Aurikula Normal, tragus pain (-),

heliks sign (-), tidak 

mikrotia

Tenang, sedikit sempit,

tampak hiperemis, tidak 

ada secret, ada serumen

Canalis Aucusticus

Eksterna

Tenang, tidak hiperemis,

tidak ada secret, tidak ada

serumen

Intak, bulging (+)

minimal, refleks cahaya

(+), hiperemi (+),

 perforasi (-)

Membran Tympani Intak, refleks cahaya (+),

warna putih mengkilap

(+) Riene (+)

Lateralisasi (-) Weber Lateralisasi (-)

Sama dengan pemeriksa Schwabach Sama dengan pemeriksa

Hidung

Cavum nasi : tidak ada massa, tidak ada benda asing / tidak ada massa , tidak ada

 benda asing

• Mukosa : Tidak hiperemis

• Konkha : edema -/-, hipertropi -/-

• Meatus inferior : sekret -/-, polip -/-

• Septum nasi : lurus

• Pasase udara : +/+

• Massa : -/-

 Nasofaring/ Orofaring

• Mukosa : tenang, granul (-), post nasal drip (-)

• Tonsil : T1 – T1, kripte melebar -/-, debritus -/-

• Gigi : karies (-)

23

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 22/26

Leher 

Pembesaran KGB submental -/-, submandibula -/-,

24

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 23/26

PEMBAHASAN

Pasien an. D usian 8 tahun datang dengan keluhan telinga kanan nyeri.

 Nyeri dirasakan sudah 1 hari. Anak mengatakan juga disertai demam.

Pendengaran dirasakan anak tidak menurun. Tidak ada riwayat trauma

sebelumnya. Secara garis besar gejala otalgia pada anak sangat mungkin

merupakan gejala klinis OMA. Gejala bergantung pada stadium penyakit serta

umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa

nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat

riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang

dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di

telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA

adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak 

gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang

dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.

Pada pemeriksaan telinga didapatkan aurikula telinga kanan normal, tragus

 pain (+), heliks sign (-), tidak mikrotia. Pada kanalis austikus eksternus telinga

kanan tenang, tampak hiperemis, tidak ada secret, ada serumen. Pada pemeriksaan

membran tympani telinga kanan intak, bulging (+) minimal, refleks cahaya (+),

hiperemi (+), perforasi (-). Telinga kiri semua dalam batas normal. Dalam

 pemeriksaan ini anak masuk ke dalam stadium OMA hiperemis. Pada stadium ini,

terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh

membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret

eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang

 berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses

inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.

Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien

mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin

masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum

timpani.

25

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 24/26

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan

analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.

Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau

sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar 

konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis

terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.

Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap

 penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100

mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin

masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. Diberikan obat tetes

hidung (dekongestan), dan obat antipiretik paracetamol 3x500 mg atau

seperlunya.

26

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 25/26

DAFTAR PUSTAKA

Alho, O., Laara, E., Oja, H., 1996. Public Health Impact of Various Risk Factors

for Acute Otitis Media in Northern Finland. Am. J. Epidemiol 143 (11).

American Academy of Pediatrics and America Academy of Family Physicians,

2004. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media.  Pediatrics 113(5):1451-

1465.

Berman, S., 1995. Otitis Media in Children. N Engl J Med 332 (23): 1560-1565.

Bluestone, C.D., Klein, J.O., 1996. Otitis Media, Atelektasis, and Eustachian

Tube Dysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric Otolaryngology. 3rded. London: WB Saunders, Philadelphia, 388-582.

Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J., 2003. Infection of the Ear.  In: Lee,

K.J., ed.  Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th ed. USA:

McGraw-Hill Companies, Inc., 462-511.

Commisso, R., Romero-Orellano, F., Montanaro, P.B., Romero-Moroni, F.,

Romero-Diaz, R., 2000. Acute Otitis Media: Bacteriology and Bacterial

Resistance in 205 Pediatric Patients. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 56: 23-31.

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah.  Dalam:Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 64-86.

Hassan, R., 1985. Usaha Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).  Dalam: Hassan, R.,

ed.  Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak 

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 49-58.

Hassan, R., 1985. Usaha Kesejahteraan Sekolah.  Dalam: Hassan, R., ed.  Buku

 Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 59-62.

Homoe, P., Christensen, R.B., Bretlau, P., 1999. Acute Otitis Media and

Sociomedical Risk factors Amongst Unselected Children in Greenland.  Int. J.

 Pediatr. Otorhinolaryngol. 49: 37-52.

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed.  Nelson Textbook of 

 Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.

Klein, J.O., 2009. Acute Otitis Media in Children: Epidermiology, Pathogenesis,

Clinical Manifestations, and Complications. Up to Date.

Madiyono, B., Moeslichan, S.M., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H.,

27

7/28/2019 118398174 Otitis Media Akut

http://slidepdf.com/reader/full/118398174-otitis-media-akut 26/26

2008. Perkiraan Besar Sampel.  Dalam: Sastroasmoro, S., ed.  Dasar-dasar 

 Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 302-331.

Mora, R., Barbieri, M., Passali, G.C., Sovatzis, A., Mora, F., Cordone, M.P.,

2002. A Preventive Measure for Otitis Media in Children with Upper Respiratory

Tract Infections. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 63: 111-118.

Onion, D.K., Taylor, C., 1977. The Epidermiology of Recurrent Otitis Media. Am.

 J. Public Health 67 (5).

Revai, K., Dobbs, L.A., Nair, S., Patel, J.A., Grady, J.J., Chonmaitree, T., 2007.

Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory

Tract Infection: The Effect of Age. Pediatrics 119 (6).

Rubin, M.A., Gonzales, R., Sande, M.A., 2008. Pharyngitis, Sinusitis, Otitis, and

Other Upper Respiratory Tract Infections.  In: Fauci, A.S., ed.  Harrysons’s

 Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.,

205-214.

Teele, D.W., Klein, J.O., Rosner, B,. The Greater Boston Otitis Media Study

Group. Epidemiology of Otitis Media During the First Seven Years of Life in

Children in Greater Boston: A Prospective, Cohort Study.  J. Infect. Dis. 160 (1):

83-94.

Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada OtitisMedia Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita.  Fakultas Kedokteran Universitas

 Indonesia, Jakarta.

Vernacchio, L., Lesko, S.M., Vezina, R.M., Corwin, M.J., Hunt, C.E., Hoffman,

H.J., Mitchell, A.A., 2004. Racial/Ethnic Disparities in the Diagnosis of Otitis

Media in Infancy. Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 68: 795-804.

Zakzuok, S.M., Jamal, T.S., Daghistani, K.J., 2002. Epidermiology of Acute

Otitis Media Among Saudi Children.  Int. J. Pediatr. Otorhinolaryngol. 62: 219-

222.