30
1 PEGARUH KIERJA LIGKUGA HIDUP PERUSAHAA SERTA SISTEM MAAJEME LIGKUGA HIDUP PERUSAHAA TERHADAP KIERJA KEUAGA PERUSAHAA PEDAHULUA Dewasa ini, semakin nyata adanya permintaan bagi perusahaan untuk memperlihatkan tidak hanya pencapaian di bidang kinerja keuangan (Financial Performance) namun juga kinerja sosialnya (Social performance) sebagai cerminan dari tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social responsibility). Hal ini dikarenakan falsafah tanggung jawab sosial perusahaan dan kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable development) adalah dua hal yang semakin umum dalam dunia bisnis saat ini. Menurut Wood (1991) salah satu aspek penting dalam kinerja social perusahaan adalah kinerja lingkungan hidup perusahaan. Hal ini pun ternyata dirasakan oleh para pebisnis, di Amerika semakin banyak pebisnis yang beranggapan bahwa menjalankan bisnis dengan menekankan pada aspek kinerja lingkungan (going green) akan berpengaruh secara positip terhadap kinerja keuangannya (Starovic, 2004; dan Steiner, 2002). Hubungan mengenai kinerja sosial (termasuk didalamnya kinerja lingkungan hidup) merupakan isu yang menarik dalam penelitian mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dan pembangunan keberlanjutan. Karena hingga sejauh ini hasil-hasil penelitian di bidang ini memperlihatkan hasil yang beragam (Al Tuwaijri, 2004). Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan negatif, sementara sebagian lainnya memperlihatkan hubungan positip. Bahkan ada pula hasil penelitian yang memperlihatkan hasil yang netral.

1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

1

PE�GARUH KI�ERJA LI�GKU�GA� HIDUP PERUSAHAA�

SERTA SISTEM MA�AJEME� LI�GKU�GA� HIDUP PERUSAHAA�

TERHADAP KI�ERJA KEUA�GA� PERUSAHAA�

PE�DAHULUA�

Dewasa ini, semakin nyata adanya permintaan bagi perusahaan untuk memperlihatkan

tidak hanya pencapaian di bidang kinerja keuangan (Financial Performance) namun juga kinerja

sosialnya (Social performance) sebagai cerminan dari tanggung jawab sosial perusahaan

(Corporate Social responsibility). Hal ini dikarenakan falsafah tanggung jawab sosial perusahaan

dan kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable development) adalah dua

hal yang semakin umum dalam dunia bisnis saat ini.

Menurut Wood (1991) salah satu aspek penting dalam kinerja social perusahaan adalah

kinerja lingkungan hidup perusahaan. Hal ini pun ternyata dirasakan oleh para pebisnis, di

Amerika semakin banyak pebisnis yang beranggapan bahwa menjalankan bisnis dengan

menekankan pada aspek kinerja lingkungan (going green) akan berpengaruh secara positip

terhadap kinerja keuangannya (Starovic, 2004; dan Steiner, 2002).

Hubungan mengenai kinerja sosial (termasuk didalamnya kinerja lingkungan hidup)

merupakan isu yang menarik dalam penelitian mengenai tanggung jawab sosial perusahaan dan

pembangunan keberlanjutan. Karena hingga sejauh ini hasil-hasil penelitian di bidang ini

memperlihatkan hasil yang beragam (Al Tuwaijri, 2004). Beberapa penelitian memperlihatkan

adanya hubungan negatif, sementara sebagian lainnya memperlihatkan hubungan positip.

Bahkan ada pula hasil penelitian yang memperlihatkan hasil yang netral.

Page 2: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

2

Di Indonesia sendiri konsep kinerja lingkungan adalah sesuatu yang masih belum begitu

dianggap umum di Indonesia. Bahkan belum ada suatu keharusanpun bagi para perusahaan untuk

mencantumkan informasi-informasi mengenai lingkungan hidup didalam laporan keuangannya.

Semuanya masih sebatas anjuran. Namun, dengan arus informasi yang saat ini makin tiada batas,

menyebabkan isu-isu lingkungan hidup terkini di belahan dunia manapun dapat dengan cepat

diserap dan disuarakan di dalam lingkup nasional. Pada beberapa kebijakan pemerintah mulai

terlihat jelas adanya keberpihakan terhadap isu-isu lingkungan, misal dengan dikeluarkannya

program PROPER sejak tahun 2002 serta adanya peraturan BI no 7/2005 atas perlunya kinerja

lingkungan dalam penelaahan persetujuan kredit. Bahkan sejak lima tahun belakangan ini

pemberitaan pers mengenai isu-isu kerusakan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan mulai

marak dan terbuka.

Khusus mengenai PROPER, sejak tahun 2002 kementrian negara lingkungan hidup

bekerja sama dengan Bapedal dan instansi terkait lainnya mencanangkan program PROPER

(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup)

berdasarkan UU No. 3/1997 dan KepMen 127/MENLH/2002. PROPER dikondisikan sebagai

reputation award dan merupakan perwujudan transparansi dan public partisipasi dalam

pengelolaam lingkungan. Program ini melakukan pemeringkatan perusahaan dari yang terbaik

sampai yang terburuk dalam hal ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Perusahaan yang

dimasukkan dalam kegiatan pemeringkatan ini meliputi perusahaan BUMN, PMA dan PMDN,

yang termasuk dalam sektor industri manufaktur, prasarana dan jasa, sektor pertambangan,

energi dan migas serta sektor pertanian dan kehutanan. Terdapat lima kategorisasi yang

tercermin dalam peringkat warna yaitu kategori EMAS, HIJAU, BIRU, MERAH dan HITAM.

Page 3: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

3

Dimana warna EMAS mencerminkan peringkat terbaik (insentif reputasi tertinggi), sementara

HITAM mencerminkan peringkat terburuk (disinsentif reputasi tertinggi).

Sejauh ini program PROPER telah dilakukan sebanyak 3 kali (2002—2003, 2003-2004

serta 2004-2005). Dengan jumlah peserta yang makin meningkat setiap tahun penilaiannya (85,

251 serta 466 perusahaan untuk setiap tahun penilaian secara berturutan). PROPER dianggap

cukup berhasil dalam meningkatkan jumlah ketaatan perusahaan, hal ini dibuktikan dengan

meningkatnya jumlah ketaatan sebesar 13.15% dari tahun 2003-2004 ke tahun 2004-2005

(Rasudin, 2005). Bahkan program ini juga diadopsi oleh beberapa negara seperti Filipina,

Kolombia, Mexico, Cina dan India (Siaran Pers KLH, 2004).

Sungguhpun program ini terlihat begitu menarik dan menjanjikan, namun dalam setiap

tahun penilaian kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia umumnya berada dalam tataran biru,

merah dan hitam. Jumlah perusahaan dikategori peringkat hijau senantiasa berkisar kurang dari

5%, bahkan tidak pernah ada perusahaan yang mencapai peringkat emas. Selain itu tidak ada

satupun sanksi hukum pun bagi perusahaan di kategori merah dan hitam. Sanksi yang

diberlakukan lebih kepada sanksi sosial, yaitu reputasi di mata masyarakat.

Walaupun pemerintah mulai tahun 2005 melalui peraturan BI no 7/2005 mewajibkan

perlunya kinerja lingkungan dalam penelaahan persetujuan kredit (perusahaan tidak akan

mendapat akses kredit jika mendapat rating merah atau hitam). Namun sepertinya hal tersebut

belum banyak membantu peningkatan jumlah perusahaan yang berada di rating hijau. Ini berarti

perusahaan di indonesia cenderung bersikap sekedarnya ketimbang memperlihatkan kinerja

lingkungan yang baik. Kemungkinan hal ini terjadi karena belum banyaknya bukti empiris yang

memperlihatkan keterkaitan kinerja PROPER dengan kinerja keuangan perusahaan. Mengingat

sifat pengusaha yang senantiasa mempertimbangkan manfaat dan biaya dalam mengambil

Page 4: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

4

keputusan (enlightment self-interest theory), amat penting untuk melihat ada tidaknya keterkaitan

antara keduanya. Dengan mendapatkan bukti empiris, maka akan memberikan keyakinan bagi

kalangan bisnis mengenai efektivitas kinerja lingkungan dalam suatu perusahaan.

Penelitian ini mencoba mengisi kekosongan atas bukti-bukti empiris di Indonesia dalam

hal tanggung jawab sosial – lingkungan hidup, yaitu dengan mencoba melihat hubungan antara

kinerja keuangan dan kinerja lingkungan berdasarkan peringkat PROPER atas perusahaan-

perusahaan di Indonesia. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat hubungan dan

bagaimana arah hubungan yang terjadi antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan dari

perusahaan-perusahaan PROPER di Indonesia. Dalam pengamatan juga dilihat interaksi antara

variable manajemen lingkungan hidup serta level pengungkapan informasi perusahaan.

LA�DASA� TEORI

Penelitian mengenai hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan umumnya

terkait dengan kerangka besar penelitian mengenai tanggung jawab sosial perusahaan serta

bagaimana perusahaan melaporkan aktivitas tanggung jawab sosial tersebut dalam laporan

pengungkapan informasi lingkungannya. Adanya kepercayaan bahwa kinerja sosial

berhubungan dengan kinerja keuangan merupakan suatu hal yang ingin dibuktikan oleh banyak

peneliti di bidang ini.

Hasil berbagai penelitian yang melihat hubungan antara kinerja sosial perusahaan dengan

kinerja ekonomi perusahaan belum memiliki kesimpulan yang bulat. Ada peneliti yang

menemukan hubungan positif (Bowman dan Haire, 1975; Sturdivant dan Ginter, 1977, Waddock

dan Graves, 1991; Wu, 2006), ada yang menemukan hubungan negatif (Vance, 1975), namun

Page 5: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

5

ada pula yang tidak menemukan hubungan signifikan antara kedua hal tersebut (Abott and

Monsen, 1979; Alexander and Buchholz, 1978; Aupperle et al., 1985).

Hubungan yang positif dapat diartikan bahwa aktivitas sosial perusahaan meningkatkan

reputasi perusahaan sebagai “good citizen” (Nikolai, Bazley, and Brummet, 1976, dalam Wu,

2006). Reputasi itu akan menguntungkan perusahaan dengan banyak cara, yang terkadang tidak

dapat diukur. Sehingga, biaya aktual dari aktivitas tanggung jawab sosial menjadi minimal

dengan hasil yang maksimal (Waddock dan Graves, 1997). Hubungan yang negatif

mengindikasikan bahwa biaya dari menyelenggarakan aktivitas tanggung jawab sosial

menempatkan perusahaan pada posisi yang tidak menguntungkan dibanding perusahaan lain

yang kurang bertanggung jawab secara sosial (Aupperle et al., 1985; Vance, 1975).

Hasil seperti ini telah diprediksi oleh Ullmann (1985), bahwa penelitian dibidang ini akan

memberikan hasil yang secara umum tidak seragam, meliputi hubungan antara kinerja

ekonomi/keuangan dan kinerja sosial, antara kinerja sosial dan pengungkapan informasi

lingkungan, serta antara pengungkapan informasi sosial dan kinerja keuangan. Hal ini terjadi

karena ketidakseragaman dalam pengambilan dan pengukuran variable dan sampel terkait serta

perbedaan metode dalam menganalisa sampel terkait.

Dalam lingkup kinerja lingkungan hidup sebagai bagian dari kinerja sosial, hasil–hasil

penelitian yang ada pun memberikan hasil yang beragam, walaupun umumnya memberikan hasil

yang positip (Al-Tuwaijri, 2004). Bahkan belum ada penelitian dibidang ini yang memberikan

hasil yang negatip secara signifikan. Keberagaman hasil ini umumnya dikarenakan ketidak

seragaman sebagaimana yang telah ditenggarai oleh Ullmann (1985) sebelumnya.

Pemilihan variabel proxy kinerja keuangan misalnya, bisa menggunakan variable

accounting based atau market based perfomance. Dimana masing-masingnya pun memiliki

Page 6: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

6

beberapa variasi lebih lanjut. Kebanyakan peneliti yang menggunakan accounting based measure

menggunakan ROA atau ROE (misal Preston dan O’bannon, 1997), sementara harga saham atau

imbal hasil saham merupakan variabel yang sering dipakai pada market based measure (misal

Blacconiere dan patten, 1994).

Disisi lain variabel yang digunakan sebagai proxy kinerja lingkungan hidup pun tidak

seragam. Beberapa peneliti menggunakan hasil index yang dikeluarkan oleh lembaga independen

(misal Waddock dan Graves, 1997), tingkat pencemaran lingkungan perusahaan (misal

Rockness, Schlachter dan Rockness, 1986), rating reputasi kinerja lingkungan hidup (misal

Preston dan O’bannon, 1997), penghargaan yang diterima (misal Mcwilliam dan Siegel, 1997)

atau pengungkapan atas lingkungan hidup (misal Belkaoui, 1976).

Beberapa dari penelitian dalam hal kinerja lingkungan memperlihatkan hasil yang positip

dan siginifikan, misal pada penelitian Belkaoui, (1976) dan Blacconiere dan patten (1994).

Blacconiere dan patten (1994) meneliti reaksi pasar atas terjadinya bencana Union carbide dalam

bentuk imbal hasil saham. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pasar bereaksi negatip pada

seluruh industri yang sensitif terhadap isu ini. Namun perusahaan yang memberikan

pengungkapan lebih banyak dalam laporan keuangannya sebelum terjadinya bencana mendapat

efek negatif yang lebih kecil dibandingkan perusahaan yang mengungkapkan secara lebih

sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa investor memberikan sinyal positip atas kinerja

lingkungan hidup dan kebijakan manajemen lingkungan perusahaan yang terungkap pada

laporan keuangan perusahaan

Sebagian lainnya memberikan hasil yang non-signifikan, misal penelitian yang dilakukan

Ingram dan Frazier (1983) dan Freedman dan Jaggi (1982). Penelitian yang dilakuan Freedman

dan Jaggi (1992) mencoba melihat hubungan jangka panjang antara kinerja keuangan yang

Page 7: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

7

diwakili oleh ratio keuangan (ROA, ROE) serta kinerja lingkungan hidup yang diwakili oleh 3

pengukuran polusi. Keduanya mencoba menguji apakah terdapat hubungan yang positip antara

keduanya. Hasil penelitiannya ternyata memperlihatkan tidak signifikannya hubungan antara

kinerja keuangan dan kinerja lingkungan hidup.

Penelitian di bidang ini ada pula yang memberikan hasil campuran (mixed result), misal

pada penelitian Rockness, Schlater dan Rockness (1986). Sayangnya, penelitian-penelitian

semacam itu hanya dilakukan di negara-negara barat yang notabene secara struktural dan sosial,

infrastruktur, masyarakat dan pasar sahamnya sudah amat matang dalam menyikapi pentingnya

kinerja lingkungan. Terkait dengan kondisi penelitian di Indonesia terhadap topik kinerja

lingkungan, umumnya penelitian yang ada masih berkisar pada trend pengungkapan informasi

sosial perusahaan di Indonesia (Utomo, 2000), hubungan antara pengungkapan informasi sosial

terhadap kinerja keuangan (Hartanti, 2003) serta hubungan antara pengungkapan informasi sosial

serta kaitannya dengan corporate governance (Veronika dan Bachtiar, 2006).

Satu penelitian terdahulu yang mencoba melihat kinerja lingkungan dan kinerja keuangan

di Indonesia telah dilakukan oleh Sarumpaet (2005). Dalam penelitian ini digunakan peringkat

PROPER 2002 sebagai proxy dari kinerja lingkungan dan ROA sebagai proxy dari kinerja

keuangan. Hasil yang didapat menunjukkan tidak signifikannya hubungan antara kinerja

keuangan (ROA) dengan kinerja lingkungan (peringkat PROPER).

HIPOTESA PE�ELITIA�

Dalam pendahuluan mengenai kinerja lingkungan dan kinerja keuangan oleh Sarumpaet

(2005), hubungan kinerja lingkungan dan kinerja keuangan adalah tidak signifikan. Sayangnya

masih banyak pertanyaan-pertanyaan dalam kajian penelitian kinerja lingkungan hidup dan

Page 8: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

8

keuangan yang belum terjawab. Misal, adakah hubungan kausalitas diantara keduanya? Adakah

pengaruh unsur manajemen lingkungan perusahaan serta tingkat pengungkapan (sebagaimana

yang dianjurkan oleh Ullman (1985) sebagai salah satu unsur yang mempengaruhi hubungan

antara keduanya)? Juga tidak diperhitungkannya beda waktu hasil antara kedua kinerja ini, yang

diyakini akan memberikan hasil yang lebih bermakna sebagaimana yang dilakukan dalam

penelitian Preston dan O Bannon (1997).

Preston dan O’Bannon (1997) melakukan penelitian terhadap 67 perusahaan dalam

periode 1982-1992 dalam melihat hubungan kinerja sosial dan kinerja keuangan. Mereka

membuat beberapa skenario: adanya hubungan kontemporer (tahun yang sama), hubungan lead

(kinerja keuangan mendahului kinerja sosial), dan hubungan lag (kinerja sosial mendahului

kinerja keuangan). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dengan model lead hasil yang didapat

lebih baik dibandingkan kontemporer ataupun lag.

Fenomena mengenai lead dan lag ini juga disupport oleh Waddock dan Graves (1997)

yang melakukan penelitian melihat hubungan antara kinerja sosial dan keuangan. Mereka

menerapkan pola lead-lag sebagaimana Preston dan O’Bannon (1997). Kinerja sosial diambil

dari rating KLD sementara kinerja keuangan menggunakan ROA. Berbeda dengan

pendahulunya, hasil yang didapat ternyata membuktikan bahwa baik dalam posisi lead maupun

lag, keduanya signifikan.

Terkait dengan masalah tingkat pengungkapan indikator lingkungan hidup dan kinerja

lingkungan hidup, penelitian ini mencoba menggali lebih dalam mengenai hal tersebut. Pada

penelitian mengenai kinerja lingkungan hidup terdahulu, diketahui bahwa level pengungkapan

tidak selalu selaras dengan kinerja sosial/lingkungan hidup (Ingram dan Frazier, 1980; Freedman

dan Jaggi, 1982; Freedman dan Wesley, 1990). Hal ini dikarenakan variabel pengukur untuk

Page 9: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

9

kinerja sosial/lingkungan hidup terkadang tidak sesuai dengan kategorisasi pengungkapan yang

diukur. Namun demikian amatlah penting untuk melihat bagaimana hubungan yang terjalin

diantara keduanya mengingat hal ini merupakan sebuah justifikasi atas pentingnya dan

bermaknanya tanggung jawab sosial perusahaan (Al-Tuwaijri et al 2004). Sejauh ini kami belum

melihat bagaimana justifikasi PROPER terhadap pengungkapan lingkungan hidup oleh

perusahaan.

Berdasarkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai kinerja lingkungan

hidup dan kinerja keuangan, hipotesa yang akan diuji pada penelitian ini adalah adalah :

H1: Kinerja Keuangan pada tahun t-1 mempengaruhi Kinerja Lingkungan Hidup pada tahun t

(lag variabel)

Dengan model statistik:

EP t = β0 + β1 FP t-1 + β2 SIZE t + β3 RISK t + β4 DISCL + β5 MGT + β6 ISO + ε

H1: Kinerja Lingkungan Hidup pada tahun t-1 mempengaruhi Kinerja Keuangan pada tahun t

(lead variabel).

Dengan model statistik:

FP t = β0 + β1 EP t-1 + β2 SIZE t + β3 RISK t + β4 DISCL + β5 MGT + β6 ISO + ε

H3: Kinerja lingkungan hidup serta manajemen lingkungan hidup yang baik mempengaruhi

tingkat pengungkapan kinerja lingkungan hidup perusahaan.

Dengan model statistik:

DISCL = β0 + β1 EP + β2 MGT + β3 ISO + ε

Page 10: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

10

METODE PE�ELITIA�

1. Pengumpulan Data

Untuk dapat dimasukkan dalam sampel, suatu perusahaan haruslah memenuhi kriteria dibawah

ini:

a) Termasuk dalam kategori perusahaan yang dinilai dalam PROPER 2002, 2003 dan 2004.

b) Memiliki laporan keuangan tahunan untuk tahun 2002, 2003 dan 2004.

2. Sample

Berdasarkan kategorisasi diatas total perusahaan yang dapat dimasukkan ke dalam sampel

perusahaan adalah 34 perusahaan PROPER sebagaimana terlihat pada tabel 1 . Jumlah sampel

yang didapat (34 perusahaan) secara keseluruhan amat sangat sedikit dari total populasi yang ada

(119 perusahaan publik dari 760 perusahaan PROPER) yaitu hanya 29% saja.

Masukkan Tabel 1 disini

3. Deskripsi Variabel

a) Variabel Kinerja Lingkungan Hidup (EP)

Variabel kinerja lingkungan hidup dinilai dengan peringkat PROPER. Digunakan variabel

dummy disini dimana kategori emas, hijau dan biru akan mendapat nilai 1, sementara

kategori merah dan hitam akan mendapat nilai 0. Terkait dengan variabel lead-lag, pada

saat FP adalah lead, maka t didefinisikan sebagai tahun dasar 2003. Sementara saat FP

sebagai lag, maka t didefinisikan sebagai tahun dasar 2002.

b) Variabel Kinerja Keuangan (FP)

Page 11: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

11

Variabel kinerja keuangan akan menggunakan dua macam pengukuran: accounting dan

market based. Untuk accounting based, penelitian ini mengikuti yang telah dilakukan

Waddock dan Graves (1997), dimana variabel kinerja keuangan menggunakan ratio

keuangan ROA. Angka ROA dihitung dengan membagi laba setelah pajak ditambah bunga

dengan rata-rata total asset. Untuk Market Based, penelitian ini mengikuti yang telah

dilakukan oleh Shane dan Spicer (1983) dengan menggunakan harga saham perusahaan,

dihitung 6 bulan setelah pengumuman PROPER dilakukan. Terkait dengan variabel lead-

lag, pada saat FP adalah lead, maka t didefinisikan sebagai tahun dasar 2003. Sementara

saat FP sebagai lag, maka t didefinisikan sebagai tahun dasar 2002.

c) Variabel Pengungkapan Lingkungan Hidup Perusahaan (DISCL).

Kerangka dari Global Reporting Innitiative (GRI Guideline) aspek indikator lingkungan

hidup digunakan dalam analisa isi laporan (laporan keuangan tahunan) untuk melihat skor

dari pengungkapan di bidang lingkungan hidup oleh perusahaan. Terdapat 30 indikator di

bidang lingkungan hidup yang mana 16 diantaranya adalah indikator utama, sementara

sisanya adalah indikator sekunder (lihat lampiran). Bobot 2 akan diberikan untuk setiap

indikator utama (dengan tulisan tebal/bold), sementara bobot satu akan diberikan untuk

indikator sekunder, sehingga total bobot nilai adalah 46.

d) Variabel Manajemen Lingkungan Hidup Perusahaan (MGT dan ISO)

Variabel manajemen lingkungan hidup perusahaan diwakili oleh dua hal yaitu:

- ISO (Ada tidaknya sertifikat ISO 14001)

Variabel Dummy digunakan disini, dengan bobot 1 jika perusahaan memiliki sertikat

ISO 14001 dan 0 jika tidak memilikinya.

Page 12: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

12

Secara intuitif, perusahaan yang telah menerapkan ISO 14001 dianggap telah

memiliki prosedur yang tertata baik sesuai standar dalam pengelolaan lingkungan

perusahaan dan merupakan nilai tambah bagi perusahaan.

- MGT (Pernyataan Manajemen Mengenai Kebijakan Manajemen Lingkungan Hidup)

Diukur dengan menggunakan skor analisa isi laporan keuangan tahunan perusahaan

berdasarkan kerangka GRI bagian manajemen lingkungan hidup. Terdapat tujuh

indikator manajemen lingkungan hidup yang baik berdasarkan GRI, sehingga total

nilai secara keseluruhan adalah 7 (lihat lampiran).

Menurut Divisi Pembangunan Berkelanjutan PBB (1999), dikatakan bahwa

manajemen lingkungan dimaksudkan untuk melakukan identifikasi, pengumpulan,

analisa, pelaporan internal dan penggunaan informasi yang terkait dengan bahan

baku, air dan energy, biaya-biaya lingkungan dan informasi moneter lainnya.

Sementara indikator pada GRI, bagian manajemen lingkungan hidup telah mencakup

semua hal tersebut. Sehingga, diasumsikan jika perusahaan telah melaporkan hal

tersebut, maka paling tidak sistem manajemen lingkungannya diharapkan sudah

tertata cukup baik.

e) Variabel Kontrol

Mengenai variabel kontrol, sebagaimana pada penelitian terdahulu dibidang kinerja sosial

dan kinerja lingkungan hidup (Waddock dan Graves (1997) dan Al-Tuwaijri (2004)), kami

menggunakan komponen SIZE dan RISK sebagai variabel kontrol.

Deskripsi variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Ukuran perusahaan (SIZE), dinyatakan sebagai Total Asset.

• Resiko perusahaan (RISK), dinyatakan dalam Ratio Long Term Debt To Total equity.

Page 13: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

13

HASIL PE�ELITIA�

Secara deskriptif, terlihat adanya kecenderungan kinerja PROPER yang baik,

sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2, dimana komposisi PROPER baik (73.5%) lebih banyak

daripada PROPER buruk (26.5%). Hasil ini walaupun memperlihatkan fenomena yangbaik,

namun hendaknya disikapi sebagai akibat dari proses pemilihan sampel yang sangat tergantung

dengan ketersediaan laporan keuangan tahunan perusahaan. Sehingga boleh jadi, apabila seluruh

sampel yang ada memiliki laporan keuangan tahunan yang siap untuk diolah maka akan didapat

hasil yang berbeda.

Selain itu jika kita melihat tabel 3, terlihat bahwa terdapat skor pengungkapan kinerja lingkungan

hidup yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator ”energi”

merupakan yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan diikuti oleh indikator materi dan

emisi gas buang. Sementara indikator kepatuhan sama sekali tidak diungkapkan oleh perusahaan

dalam tiga tahun pengamatan. Kepatuhan disini mencakup kejadian, denda atau sanksi non

moneter untuk ketidakpatuhan yang terkait dengan peraturan lingkungan hidup. Hal ini dapat

mengindikasikan dua hal; ada kemungkinan perusahaan tidak melaporkan kejadian pelanggaran

dalam perusahaannya, atau perusahaan memang telah mematuhi segenap peraturan lingkungan

hidup yang ada.

Hasil deskriptif statistik mengenai manajemen lingkungan hidup perusahaan

memperlihatkan bahwa terdapat tren yang meningkat mengenai kebijakan perusahaan dalam

menghadapi isu-isu lingkungan hidup (lihat tabel 4). Perusahaan terlihat lebih mengemukakan

mengenai ”policy” perusahaan diikuti dengan ”objective of goal and performance”. Ketiadaan

perusahaan dalam mengemukakan informasi mengenai denda yang terkait dengan lingkungan

hidup mendukung temuan pada table 3 diatas terkait dengan isu kepatuhan yang sama sekali

Page 14: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

14

tidak dikemukakan dalam laporan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kebijakan

lingkungan hidup perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung untuk mengemukakan sisi visi

tanpa implementasi yang lebih rinci.

Masukkan Tabel 2, 3 dan 4 Disini

Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov memperlihatkan bahwa semua variabel

kecuali SIZE, RISK dan SML memiliki sebaran yang normal. Dengan hasil ini dimungkinkan

bagi kita untuk melanjutkan pengujian hipotesa sebagaimana yang direncanakan di bagian awal.

a). Pengujian atas Hubungan Lag Variabel Antara Kinerja Lingkungan Hidup dan Kinerja

Keuangan

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kinerja keuangan tahun

sebelumnya mempengaruhi kinerja lingkungan hidup pada tahun ini. Kami menggunakan Binary

Logistic Regression test untuk menguji data yang ada dikarenakan variabel dependen yaitu

kinerja lingkungan hidup memiliki merupakan variabel biner, yaitu baik dan buruk. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa baik saat menggunakan kinerja keuangan berbasis market

maupun accounting, hasil uji wald memberikan hasil yang signifikan sebagaimana terlihat pada

tabel 5 dan 6.

Masukkan Tabel 5 dan 6 Disini

Page 15: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

15

b). Pengujian atas Hubungan Lead Variabel Antara Kinerja Lingkungan Hidup dan Kinerja

Keuangan

Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah kinerja keuangan saat ini dipengaruhi

oleh kinerja lingkungan hidup di tahun sebelumnya. Kami menggunakan analisa multiple regresi

untuk menguji hipotesa ini. F statistik memberikan hasil yang signifikan, baik saat kinerja

keuangan dalam bentuk market based maupun accounting based sebagaimana terlihat pada tabel

7 dan 8 dibawah ini.

Masukkan Tabel 7 dan 8 Disini

c). Pengujian atas Hubungan antara Kinerja Lingkungan Hidup dengan Tingkat Pengungkapan

Lingkungan Hidup serta Sistem Manajemen Lingkungan Hidup Perusahaan.

Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah sistem manajemen lingkungan, kinerja

lingkungan hidup dan keberadaan sertifikasi ISO mempengaruhi luasnya pengungkapan

mengenai lingkungan hidup oleh perusahaan dalam laporan keuangan tahunannya. Hasil

pengujian menunjukkan F statistik yang signifikan sebagaimana terlihat pada tabel 9 dibawah

ini.

Masukkan Tabel 9 Disini

PEMBAHASA�

Pengujian untuk melihat hubungan lag variabel memperlihatkan bahwa pengaruh kinerja

keuangan masa lampau (lag variabel) terhadap kinerja lingkungan hidup saat ini adalah positip,

walaupun tidak signifikan. Hal ini berlaku baik untuk kinerja keuangan yang menggunakan

accounting based maupun market based. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat oleh

Page 16: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

16

waddock dan graves (1997). Ada beberapa kemungkinan mengapa perbedaan ini dapat terjadi.

Perbedaan proxy kinerja lingkungan hidup mungkin bisa menjadi penyebabnya, dimana kami

menggunakan model dummy untuk kinerja PROPER sementara waddock dan graves (1997)

menggunakan angka index dari KLD. KLD index sendiri tidak khusus mengenai isu lingkungan

hidup namun juga isu sosial kemasyarakatan lainnya. Sementara PROPER khusus mengenai

lingkungan hidup. Adanya isu lain dalam KLD, bisa jadi menyebabkan hasil yang berbeda

terhadap kinerja keuangan. Besaran sampel mungkin pula menjadi penyebabnya, sampel kami

hanya 34 perusahaan, sementara penelitian-penelitian sejenis diluar negeri yang memeberikan

hasil positip umumnya lebih dari 100 pengamatan.

Sementara untuk pengujian atas hubungan kinerja lingkungan hidup masa lampau

terhadap kinerja keuangan saat ini (lead variabel), walau F statistik menunjukkan hasil yang

signifikan baik di variable market based maupun accounting based, namun t-test untuk kinerja

lingkungan hidup tidak signifikan. Kembali hal tersebut mengindikasikan bahwa walau kinerja

keuangan dimasa lalu memiliki pengaruh yang positip terhadap kinerja lingkungan hidup saat

ini, namun hal tersebut secara statistik tidak signifikan.

Pada pengujian lead variabel dengan harga saham sebagai proxy kinerja keuangan, semua

variabel memiliki pengaruh yang positip, kecuali MGT dan ISO yang pengaruhnya negatip,

namun t-test yang signifikan hanya ditemui pada variable SIZE dan MGT. Ini mengindikasikan

semakin baiknya manajemen lingkungan hidup perusahaan, yang berarti berkonotasi dengan

meningkatnya investasi/biaya untuk lingkungan hidup, masih dianggap beban atau pemborosan

oleh pasar. Sehingga pernyataan pihak manajemen justru direspon secara negative oleh pasar.

Sementara walaupun tidak signifikan, namun keberadaan ISO juga direspon negatip oleh pasar.

Page 17: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

17

Pada pengujian lead variabel dengan ROA sebagai proxy kinerja keuangan, semua

variabel memiliki pengaruh positip kecuali pada variabel ISO. Namun t test yang signifikan

hanya ditemui pada variabel RISK dan ISO. Kembali dapat diindikasikan bahwa keberadaan ISO

merupakan beban bagi kinerja keuangan. Hal ini diperkuat dengan bukti saat dilakukan uji

tabulasi silang antara ISO dan kinerja lingkungan hidup (lihat tabel 10). Hasil yang didapat

ternyata mayoritas perusahaan sampel lebih banyak yang tidak memiliki ISO. Pada perusahaan

dengan nilai Proper baik prosentasi ISO dan tanpa ISO amatlah tipis. Hasil ini memberikan

dugaan bahwa perusahaan di Indonesia masih belum menyadari pentingnya pemilikan ISO

yangterkait dengan lingkungan hidup. Lebih jauh lagi dapat diartikan bahwa manajemen

lingkungan hidup yang sesuai dengan standar internasional ternyata masih belum dianggap

penting bagi perusahaan di indonesia.

Masukkan Tabel 10 Disini

Hipotesa terakhir yang mencoba menguji pengaruh sistem manajemen lingkungan hidup,

keberadaan ISO 14001 dan peringkat PROPER terhadap pengungkapan yang dilakukan

perusahaan memberikan hasil F-test yang signifikan (lihat tabel 9). Lebih lanjut terlihat bahwa

kinerja lingkungan hidup berpengaruh negatif terhadap level pengungkapan, sementara ISO dan

MGT berpengaruh positip terhadap level pengungkapan. Namun penelusuran pada t-test

memperlihatkan hanya variable MGT yang memberikan t-test signifikan. Hal ini

mengindikasikan bahwa hanya keberadaan manajemen lingkungan hidup perusahaan yang akan

akan membuat pihak manajemen lebih percaya diri dalam memberikan pengungkapan kinerja

lingkungan hidup lebih bannyak dalam laporan keuangannya. Sehingga walaupun manajemen

memperoleh kinerja yang baik ataupun telah memiliki ISO, tidak akan berpengaruh signifikan

Page 18: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

18

terhadap level pengungkapan. Menariknya disini juga dapat disimpulkan kinerja (EP) yang baik

tidak akan membuat perusahaan lebih banyak mengungkapkan.

Mengenai hubungan antara DISCL dengan EP yang bersifat negatif, kami mencoba

melakukan tabulasi silang antara keduanya dan menemukan bahwa perusahaan PROPER buruk

malah melakukan pengungkapan lebih banyak dibandingkan perusahaan PROPER baik (lihat

tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi PROPER yang jelek memicu perusahaan untuk

mengungkapkan lebih banyak lagi informasi kepada public, yang mana hal ini merupakan

cerminan dari legitimate Teory (Tilt, 2001; Gray et al 1995).

Masukkan Tabel 11 Disini

Temuan-temuan diatas tentu menarik, karena mengindikasikan bahwa masyarakat bisnis

di indonesia masih merasa bahwa isu lingkungan bukan sesuatu yang patut menjadi perhatian

bersama. Bahkan mungkin tidak pernah menjadi isu strategis bagi perusahaan dalam

menjalankan bisnis selama ini. Hal ini amat memprihatinkan mengingat kondisi lingkungan

hidup di Indonesia saat ini semakin memburuk, sementara tidak ada kesadaran bagi pelaku bisnis

untuk menjalankan pola bisnis dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.

Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa fenomena yang terjadi di masayarakat bisnis

Indonesia adalah cerminan dari teori Slack, bukan teori Good Management ( Waddock dan

Graves (1997)). Artinya kinerja keuanganlah yang akan memicu kinerja sosial. Apabila

perusahaan memiliki kinerja keuangan yang cukup bagus di masa lalu (lead position), maka hal

tersebut memberikan keyakinan kepemilikan modal yang lebih baik dibandingkan dengan

perusahaan yang tidak memiliki kinerja keuangan yang tidak cukup bagus di masa lalu. Hal ini

selanjutnya akan berpengaruh dengan semakin mudahnya dialokasikan dana untuk pengelolaan

Page 19: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

19

aspek lingkungan hidupnya. Sehingga membaiknya kinerja lingkungan hidup adalah akibat

sisa/kelebihan (Slack) atas kinerja keuangan dimasa lampau. Padahal idealnya, perusahaan

sudah memiliki kemampuan manjerial yang bagus (Good Management) dalam mengelola aspek

lingkungan hidupnya dimasa lampau, yang kemudian hal ini meningkatkan kepercayaan

stakeholder perusahaan terhadap kinerja lainnya, yaitu kinerja keuangan.

KESIMPULA� DA� SARA�

Kesimpulan

Penelitian ini mencoba menggali lebih dalam bagaimana hubungan antara kinerja lingkungan

hidup, manajemen lingkungan hidup serta kinerja keuangan perusahaan di Indonesia dengan

menggunakan PROPER sebagai proxy kinerja lingkungan hidup, GRI Guideline dan keberadaan

ISO 14001 sebagai proxy manajemen lingkungan hidup serta dua macam pengukuran (market

dan accounting based) proxy kinerja keuangan; ROA dan harga saham. Hasil yang didapat

adalah :

a. Hipotesa lead-lag hanya dapat dibuktikan saat kinerja keuangan berfungsi sebagai lead

variabel. Sementara saat kinerja keuangan berfungsi sebagai lag variable, hipotesa

ditolak.

b. Hubungan antara kinerja keuangan dan kinerja lingkungan hidup adalah positip,

walaupun tidak signifikan.

c. Terdapat perbedaan hasil antar variabel saat digunakan dua macam proxy untuk kinerja

keuangan. Pada saat menggunakan accounting based (ROA), hanya variabel RISK dan

ISO yang terbukti secara siginifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan saat ini. T-

Page 20: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

20

test variabel kinerja lingkungan hidup, SIZE, DISCL dan MGT tidak signifikan.

Sementara pada saat menggunakan market based, hanya variabel SIZE dan MGT yang

terbukti secara signifikan.

d. Manajemen lingkungan hidup yang baik terbukti secara signifikan akan meningkatkan

pengungkapan lingkungan hidup oleh perusahaan.

e. Keberadaan ISO tidak menjadi jaminan membaiknya kinerja lingkungan hidup

f. Isu dan aspek lingkungan hidup dalam perusahaan berpengaruh negatif terhadap kinerja

keuangan perusahaan.

Saran

Melihat penelitian seperti ini seharusnya digalakkan untuk memberikan bukti empiris

yang memotivasi pasar dalam bersikap ”green”, maka pengembangan penelitian sejenis haruslah

didukung dan digalakkan. Pada penelitian ini kami melihat beberapa keterbatasan yang mungkin

dapat menjadi pengembangan dalam penelitian sejenis dimasa datang. Saran-saran kami antara

lain:

1. Mengigat penelitian seperti ini kebanyakan mendasarkan pada ketersediaan annual report,

kami menyarankan agar penelitian sejenis dimasa datang perlu mengupayakan untuk

mendapatkan sumber data lain selain PRPM agar didapat jumlah sample yang semakin besar.

2. Kami juga melihat kemungkinan adanya penggunaan model data primer dalam melihat

keluasan manajemen perusahaan dalam bentuk interview pada level manajemen perusahaan.

3. Kemungkinan lain adalah pengunaan variabel kontrol lainnya agar didapat hasil yang lebih

baik.

Page 21: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

21

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada pada penelitian ini. Oleh

karenanya kami menyarankan agar penelitian sejenis dimasa datang makin digalakkan untuk

mencari bukti-bukti yang lebih valid dengan metode yang lebih tepat agar semakin memperkaya

penelitian di bidang tanggung jawab sosial khususnya mengenai aspek lingkungan hidup

perusahaan.

Page 22: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

22

DAFTAR PUSTAKA

Adams, CA (2002) “ Factors Influencing Corporate Social and Ethical Reporting : Moving on

From Extant Theories”, Accounting, Auditing and Accountability Journal, 15:2, pp 223-

250.

Al-Tuwaijri, Sulaeman A, et al (2004) “The Relations Among Environmental Disclosure,

Environmental Performance And Economic Performance: A Simultaneous Equation

Approach”, Accounting, Organizations And Society, 29:447-471.

Aupperle et al (1985), “ An empirical examination of the relationship between corporate social

responsibility and profitability”, academy of management journal, 28:2, pp446-463

Cochran PL dan RA Wood (1984), “ Corporate social responsibility and Financial Performance”,

Academy Management journal, 27, pp42-56

Freedman M and Bikki Jaggi, (1992) “ An Investigation Of The Long Run Relationship Between

Pollution Performance And Economic Performance: The Case Of Pulp And Paper Firms”,

Critical Perspectives On Accounting, 3, 315-336

Freedman M and Bikki Jaggi, (1986), “ An analysis of the impact of corporate pollution

disclosures included in annual financial statement on investor decision”, advances in public

interest accounting.

Gray Rob et al (1995) “Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of The

Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure”, Accounting, Auditing and

Accountability Journal, 8:2, pp47-77.

Griffin JJ dan John M Mahon (1997), “ The Corporate Social Performance and Corporate

Financial Performance Debate”, Business and Society, 36:1, pp 5-31.

Hassel, Lars G et al (2005), “The Value Relevance of Environmental Performance”, European

Accounting Review, Vol 14 (1). Dapat diakses online pada : www.ssrn.com (28/7/07)

Holman et al (1990) The impact of corporate social responsibility in shareholder wealth

Academy of management Journal,

Klassen, Robert and Curtis P McLaughlin (1996), “ The Impact of Environmental Management

on Firm Performance”, Management Science, 42:8, pp 1199-1214.

Kompas (2005) “Upaya Menjerakan Perusahaan Pencemar Lingkungan”. Dapat diakses online

pada : http://kompas.com/kompas-cetak/0404/29/humaniora/995375.htm (28/7/07)

Page 23: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

23

Margolis, JD and walsh JP (2001) “People and profits? The search for a link between a

company’s social and financial performance”, Lawrence Erlbaum Associates, London,

2001.

McGuire JB, T Schneewis dan A Sundgren (1988), “Corporate Social Responsibility and Firm

Financial Performance”, Accounting Management Journal, 31:4, pp 854-872.

Preston, Lee dan Daouglas O Bannon (1997), “ The Corporate Social-Financial Performance’,

Business and Society, 36:4, pp 419-429.

Rasidin, Yanuar, (2005) KLH: Cuma 5 Persen Perusahaan Peringkat "Hijau"

Dapat diakses pada : http://www.bangda.depdagri.go.id/modules.php?name

=News&file=article&sid=89 (28/7/07)

Rochness et al (1986) hazardous waste disposal, corporate disclosure and financial performance

in the chemical industry”, advances in Public interest accounting , 1, pp 167-191.

Sarumpaet, Susi (2005)” The Relationship between environmental performance and financial

performance of Indonesian companies” , Working paper, Jurusan Akuntansi FE Universitas

Kristen Petra.

Shane, Phillip dan Barry H Spicer (1983), “ Market Response to Environmental Information

Produced Outside the Firm”, The Accounting Review, 58:3, pp 521-539.

Starovic, Danka (2004) “Green Signals Go”, Financial Management, 2 Oct 2004, pp 12

Tilt CA (2001), “The Content and Disclosure of Australian Corporate Environmental Policies”,

Accounting, Auditing and Accountability Journal, 14:2, pp 190-213.

Ullman Ariech (1985) Data in Search Of Theory: A critical Examination of the relationship

among social performance social disclosure and economic performance, Academy of

Management Review, 10, pp 540-577.

Waddock, Sandra A dan Samuel B Graves (1997) “The Corporate Social Performance and

Financial Performance link”, Strategic Management Journal, !8:4, pp 303-319

Page 24: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

24

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Total Perusahaan PROPER dan Ketersediaan Perusahaan Sampel

PROPER

2002

PROPER

2003

PROPER

2004

Total

Jumlah Perusahaan PROPER 85 251 466 760

Perusahaan PROPER:

- Publik

- BUMN

- PMA/PMDN (non publik)

20

21

44

52

76

123

47

95

324

119

192

491

Perusahaan Sampel:

- Publik dengan data lengkap

4

12

18

34

Tabel 2

Kompisisi Variabel PROPER Dalam Sampel

Kategori Frekwensi Persentasi (%)

BURUK 9 26.5

BAIK 25 73.5

Total 34 100.0

Tabel 3

Kompilasi Skor Pengungkapan Kinerja Lingkungan Hidup

Tahun Materi Energy Air Bio

diversity

Emisi

dan gas

buang

Produk

dan jasa

Kepatu-

han

Transpor

tasi

lain

-

lain

Total

2002 2 4 2 2 1 4 0 0 1 16

2003 10 28 5 5 11 7 0 2 0 68

2004 12 22 6 3 10 9 0 2 1 65

TOTAL 24 54 13 10 22 20 0 4 2 149

Tabel 4

Kompilasi Skor Indikasi Manajemen Lingkungan Lingkungan Hidup

Tahun Policy Responsibility Indicator of

goal &

performance

Objective of

goal and

performance

Awards Fine TOTAL

2002 4 1 1 2 2 0 10

Page 25: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

25

2003 9 3 4 8 3 0 27

2004 11 3 3 10 5 0 32

TOTAL 24 7 8 20 10 0 69

Tabel 5

Hasil pengujian Pengujian Hubungan Lag Knerja Keuangan

Terhadap Kinerja Lingkungan Hidup (FP=ROA) Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1.022 .389 6.907 1 .009 2.778

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1(a)

ROA -.005 .052 .008 1 .929 .995

SIZE .000 .000 2.519 1 .113 1.000

RISK -.028 .021 1.710 1 .191 .972

DISCL -.312 .176 3.133 1 .077 .732

MGT 1.710 1.084 2.488 1 .115 5.532

ISO(1) 2.417 2.090 1.337 1 .248 11.209

Constant -1.042 2.198 .225 1 .635 .353

a Variable(s) entered on step 1: ROA, SIZE, RISKSOL, DISCL, MGT, ISO. Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 10.579 6 .102

Block 10.579 6 .102

Model 10.579 6 .102

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 28.720 .267 .390

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 3.482 8 .901

Page 26: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

26

Tabel 6

Hasil pengujian Pengujian Hubungan Lag Knerja Keuangan

Terhadap Kinerja Lingkungan Hidup (FP=Share) Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1.022 .389 6.907 1 .009 2.778

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1(a)

SIZE .000 .000 3.068 1 .080 1.000

RISK -.028 .022 1.656 1 .198 .973

DISCL -.302 .167 3.244 1 .072 .740

MGT 1.638 .942 3.023 1 .082 5.144

ISO(1) 2.193 1.830 1.435 1 .231 8.959

SHARE .000 .000 .036 1 .849 1.000

Constant -.952 1.924 .245 1 .621 .386

a Variable(s) entered on step 1: SIZE, RISKSOL, DISCL, MGT, ISO, SHARE. Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 10.608 6 .101

Block 10.608 6 .101

Model 10.608 6 .101

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 28.691 .268 .391

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 3.578 8 .893

Page 27: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

27

Tabel 7

Pengujian Hubungan Lead Kinerja Keuangan Terhadap Kinerja Lingkungan Hidup

(FP= Share)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regressio

n

737106765

0.483 6

1228511275.0

80 25.541 .000(a)

Residual 129867700

4.113 27 48099148.300

Total 866974465

4.596 33

a Predictors: (Constant), DISCL, EP, RISK, ISO, SIZE, MGT

b Dependent Variable: SHARE

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 3387.803 3977.222 .852 .402

EP 36.092 2839.039 .001 .013 .990

SIZE 1.537E-09 .000 1.140 11.943 .000

RISK 16.073 65.752 .019 .244 .809

MGT -3665.536 760.630 -.537 -4.819 .000

ISO -706.506 2808.884 -.022 -.252 .803

DISCL 252.314 191.395 .114 1.318 .198

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 .922(a) .850 .817 6935.355 1.593

Page 28: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

28

Tabel 8

Pengujian Hubungan Lead Kinerja Keuangan Terhadap Kinerja Lingkungan Hidup

(FP=ROA)

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 .677(a) .459 .338 11.4242151 1.715

a Predictors: (Constant), EP, RISK, ISO, DISCL, SIZE, MGT

b Dependent Variable: ROA

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regressio

n 2984.871 6 497.479 3.812 .007(a)

Residual 3523.843 27 130.513

Total 6508.714 33

a Predictors: (Constant), EP, RISK, ISO, DISCL, SIZE, MGT

b Dependent Variable: ROA

Coefficientsa

-8.510 6.551 -1.299 .205

1.162E-13 .000 .099 .548 .588

.339 .108 .468 3.129 .004

1.215 1.253 .206 .970 .341

-12.569 4.627 -.451 -2.717 .011

.320 .315 .166 1.015 .319

5.587 4.677 .178 1.195 .243

(Constant)

SIZE

RISK

MGT

ISO

DISCL

EP

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: ROA a.

Page 29: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

29

Tabel 9

Pengujian Hubungan Pengungkapan lingkungan hidup, Manajemen

lingkungan hidup serta Kinerja Lingkungan Hidup

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 .481(a) .231 .154 6.707 1.505

a Predictors: (Constant), ISO, EP, MGT

b Dependent Variable: DISCL

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regressio

n 405.859 3 135.286 3.007 .046(a)

Residual 1349.582 30 44.986

Total 1755.441 33

a Predictors: (Constant), ISO, EP, MGT

b Dependent Variable: DISCL

Coefficients(a)

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 7.095 2.468 2.874 .007

EP -3.448 2.643 -.212 -1.305 .202

MGT 1.380 .574 .449 2.402 .023

ISO .436 2.700 .030 .161 .873

a Dependent Variable: DISCL

Page 30: 1 pe garuh ki erja li gku ga hidup perusahaa serta sistem ma ajeme

30

Tabel 10

Hasil Tabulasi Silang PROPER dan ISO

ISO Total

tidak

ISO ada ISO

Proper buruk 6 3 9

Proper baik 13 12 25

Total 19 15 34

Tabel 11

Tabulasi Silang PROPER dan DISCL

PROPER

Total buruk baik

DISC

L

2 3 8 11

4 1 1 2

5 1 1 2

6 1 5 6

7 0 1 1

8 0 1 1

11 0 1 1

12 0 2 2

13 0 1 1

16 0 1 1

17 0 1 1

19 1 1 2

21 1 0 1

23 0 1 1

29 1 0 1

Total 9 25 34