30
1 MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini. Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Discovery Learning dapat: Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses- proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

1. model pembelajaran penemuan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1. model pembelajaran penemuan

1

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) DALAM

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang didefinisikan sebagai proses

pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi

diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning

mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan

yang prinsipil pada ketiga istilah ini.

Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya

tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada

discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh

guru.

Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru

harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi

seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi

seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan

dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,

membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta

membuat kesimpulan-kesimpulan.

Discovery Learning dapat:

Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-

proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung

bagaimana cara belajarnya.

Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan

pengertian, ingatan dan transfer.

Page 2: 1. model pembelajaran penemuan

2

Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

Model pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan

kecepatannya sendiri.

Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan

motivasi sendiri.

Model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya,

karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan

gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran

yang final dan tertentu atau pasti.

Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;

Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;

Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;

Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;

Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;

Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;

Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;

Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;

Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk

belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau

mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya

akan menimbulkan frustasi. Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar

jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka

menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

Page 3: 1. model pembelajaran penemuan

3

Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru

yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. Model pembelajaran discovery learning lebih

cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan

dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang

dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-

kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh

guru.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery

Learning

1. Langkah Persiapan

Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:

Menentukan tujuan pembelajaran

Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan

sebagainya)

Memilih materi pelajaran.

Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh

generalisasi)

Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya

untuk dipelajari siswa

Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,

atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik

Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

2. Pelaksanaan

Page 4: 1. model pembelajaran penemuan

4

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,

kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki

sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran

membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas

pertanyaan masalah)

c. Data collection (Pengumpulan Data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan

informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,

2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya

hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai

informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,

melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang

telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua

informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,

diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada

tingkat kepercayaan tertentu

e. Verification (Pembuktian)

Page 5: 1. model pembelajaran penemuan

5

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya

hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing

(Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan

baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,

teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat

dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan

memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan

prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

Penilaian Pada Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes

maupun non tes. Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau

penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model

pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya

menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian

dapat dilakukan dengan pengamatan.

MOTIVASI MINDSET

Blog bermodal ketekunan untuk mengasah kemampuan dalam memberi pelayanan yang terbaik bagi

banyak orang

Model Pembelajaran Discovery Learning

a. Definisi/Konsep

Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak

disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana

pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student

is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois

Page 6: 1. model pembelajaran penemuan

6

dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak

harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya

sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama

dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan

melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive

process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the

mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil

pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang

sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang

diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya

bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya unt uk

mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik

adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin

tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan

dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian

yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar

dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran

sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi

kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat

perkembangannya.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana

cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas

dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak

Page 7: 1. model pembelajaran penemuan

7

menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap

iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.

Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan

perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide -ide atau gagasan-gagasan

abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia

sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses

berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive,

iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang

di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian

pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa

untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing

dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin

merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut un tuk

melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,

mengintegrasikan, mereorganisasikanbahansertamembuatkesimpulan.

b. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran

Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran

memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.

1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning

(a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses

kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara

belajarnya.

Page 8: 1. model pembelajaran penemuan

8

(b) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan

pengertian, ingatan dan transfer.

(c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

(d) Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.

(e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi

sendiri.

(f) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan

yang lainnya.

(g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan

gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

(h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final

dan tertentu atau pasti.

(i) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

(j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

(k) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

(l) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

(m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

(n) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

(o) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

(p) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

(q) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

(r) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2) KelemahanPenerapanDiscovery Learning

(a) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan

mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis

atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

Page 9: 1. model pembelajaran penemuan

9

(b) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk

membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

(c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru

yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

(d) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan

aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

(e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan

oleh para siswa

(f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah

dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning

Transcript of Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning

Langkah Persiapan Metode Discovery Learning

Menentukan tujuan pembelajaran.

Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

Memilih materi pelajaran.

Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk

dipelajari siswa.

Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap

enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

Page 10: 1. model pembelajaran penemuan

10

Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Data Collection (Pengumpulan Data)

Data Processing (Pengolahan Data)

Verification (Pembuktian)

Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Sintaksis

Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Data Collection (Pengumpulan Data)

Data Processing (Pengolahan Data)

Verification (Pembuktian)

Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Page 11: 1. model pembelajaran penemuan

11

Thank You..

Page 12: 1. model pembelajaran penemuan

12

Page 13: 1. model pembelajaran penemuan

13

Suwarsini

Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Pembelajaran

Struktur Isi Cerpen SMP Kelas VII

Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Pembelajaran Struktur Isi Cerpen

SMP Kelas VII

Oleh : Suwarsini, M.Pd

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis model pembelajaran yaitu

Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( Based Projeck Learning ), Model Pembelajaran Berbasis

Masalah ( Based Problem Learning ), dan Model Pembelajaran Berbasis Penemuan ( Discovery

Learning ). Model pembelajaran tersebut sesuai dengan pendekatan saintifik sehingga tepat untuk

dilaksanakan dalam proses pembelajaran.

Sebagai seorang guru, kita harus mampu memilih dan mendesain model pembelajaran yang tepat bagi

peserta didik. Model pembelajaran yang dipilih harus disesuaikan dengan tema dan kompetensi dasar

yang harus dimiliki peserta didik. Di samping itu juga harus memperhatikan keadaan atau kondisi

peserta didik, bahan pelajaran, serta sumber – sumber belajar yang ada agar penggunaan model

pembelajaran tersebut dapat diterapkan secara efektif dan dapat menunjang keberhasilan belajar peserta

didik. Selain itu, seorang guru harus mampu mengelola proses belajar mengajar yaitu mampu

menguasai keterampilan dasar mengajar seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,

bertanya, dan lain – lain.

Sehubungan dengan kemampuan guru untuk memilih dan mendesain model pembelajaran yang tepat,

penulis akan memaparkan penerapan Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ). Model

pembelajaran ini diharapkan dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar

peserta didik SMP kelas VII dalam mempelajari struktur isi cerpen.

Page 14: 1. model pembelajaran penemuan

14

A. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ).

Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi

bila peserta didik tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya tetapi peserta didik

mengorganisasi sendiri pelajaran tersebut. Model pembelajaran ini menekankan pada ditemukannya

konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Guru berperan sebagai pembimbing dengan

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif. Bahan ajar tidak disajikan

dalam bentuk akhir tetapi peserta didik dituntut untuk melakukan serangkaian kegiatan mulai dari

mengumpulkan informasi sampai dengan membuat kesimpulan dari materi yang disajikan.

B. Prosedur Aplikasi Model Pembelajarn Penemuan ( Discovery Learning ).

Menurut Syah ( 2004 : 244 ) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning ada beberapa prosedur

dalam proses pembelajaran yaitu :

1. Stimulation

Pada tahap ini, peserta didik dibimbing untuk mengajukan pertanyaan, membaca buku, dan lain – lain

sehingga peserta didik merasa tertarik untuk mengadakan eksplorasi terhaap materi pembelajaran.

2. Problem Statemen ( pertanyaan / identifikasi masalah )

Pada tahap ini pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi

sebanyak- banyaknya tentang materi pembelajaran.

3. Data Collection ( pengumpulan data )

Pada tahap ini pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi

sebanyak – banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis materi yang dipelajari dengan cara

membaca literatur, mengamati objek dan lain – lain.

4. Data Processing ( pengolahan data )

Pada tahap ini semua informasi yang telah diperoleh peserta didik diolah melalui wawancara,

observasi, dan lain – lain kemudian ditafsirkan.

5. Verification ( pembuktian )

Page 15: 1. model pembelajaran penemuan

15

Pada tahap ini peserta didik melakukan pengamatan dengan cermat untuk membuktikan benar tidaknya

hipotesis.

6. Generalization ( menarik kesimpulan / generalisasi )

pada tahap ini peserta didik membuat kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku

untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memerhatikan hasil verifikasi.

C. Penerapan Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ).

1. Kompetensi Dasar : 3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi,

eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan.

4.1 Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif,

eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan.

2. Topik: Cerpen

3. Sub Topik : Struktur isi cerpen

4. Tujuan Pembelajaran :

1). Peserta didik dapat menentukan struktur isi cerpen (1)judul, (2) perkenalan, (3) memperkenalkan siapa

para pelaku, apa yang dialami pelaku dan dimana terjadinya peristiwa,

(3) komplikasi, konflik muncul dan para pelaku mulai bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik meningkat,

(4) klimaks, konflik mencapai puncaknya,

(5) penyelesaian, konflik terpecahkan dan menemukan penyelesaiannya dan (6) amanat/pesan moral

tersurat/tersirat teks cerpen setelah diberi kesempatan mencermatinya.

2). Peserta didik dapat menjelaskan unsur kebahasaan (kata-kata sifat untuk mendeskripsikan pelaku,

penampilan fisik atau kepribadiannya, kata-kata keterangan untuk menggambarkan latar ( latar waktu,tempat,

dan suasana ) dan kata kerja yang menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dialami para pelaku teks cerita

pendek setelah diberi kesempatan membaca.

5. Alokasi Waktu : 1 kali pertemuan ( 2 x 40 JP).

6. Tahap Pembelajaran :

1) Stimulation ( simullasi/Pemberian rangsangan ).

Page 16: 1. model pembelajaran penemuan

16

Peserta didik mengingat kembali tentang cerpen yang pernah dibaca.

Peserta didik menyebutkan judul-judul cerpen yang pernah dibaca.

2) Problem statement ( pertanyaan/identifikasi masalah ).

Peserta didik dengan atau tanpa bantuan guru menanya tentang struktur isi cerpen.

Peserta didk dengan atau tanpa bantuan guru menanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ciri-

ciri bahasa.

3) Data collection ( pengumpulan data ).

Peserta didik mendiskusikan struktur isi teks cerpen ( judul, tokoh dan penokohan, latar, konflik,

klimaks, peleraian, amanat ).

Peserta didik mendiskusikan ciri bahasa teks cerpen.

Peserta didik menjawab atau mengajukan pertanyaan terkait dengan isi teks cerpen ( pertanyaan

literal, inverensial, integrative, kritis ).

4) Data processing ( pengolahan data).

Peserta didik menuliskan struktur isi cerpen (1) judul, (2) perkenalan, (3) memperkenalkan siapa para pelaku,

apa yang dialami pelaku dan dimana terjadinya peristiwa, (3) komplikasi, konflik muncul dan para pelaku mulai

bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik meningkat, (4) klimaks, konflik mencapai puncaknya, (5)

penyelesaian, konflik terpecahkan dan menemukan penyelesaiannya dan (6) amanat/pesan moral

tersurat/tersirat teks cerpen setelah diberi kesempatan mencermatinya.

Peserta didik dapat menjelaskan unsur kebahasaan ( kata-kata sifat ) untuk mendeskripsikan pelaku,

penampilan fisik atau kepribadiannya, kata-kata keterangan untuk menggambarkan latar ( latar waktu,tempat,

dan suasana ) dan kata kerja yang menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dialami para pelaku teks cerita

pendek setelah diberi kesempatan membaca.

5) Verification ( pembuktian ).

Peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaan tentang struktur isi cerpen dan unsur kebahasaan .

Peserta didik menanggapi hasil presentasi kelompok lain.

Page 17: 1. model pembelajaran penemuan

17

6) Generalization ( menarik kesimpulan/generalisasi ).

Peserta didik memperbaiki dan melengkapi hasil kerja kelompoknya.

Peserta didik dengan atau tanpa bantuan guru dapat menyimpulkan struktur isi cerpen dan unsur

kebahasaan.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery

Learning ) dapat diterapkan pada pembelajaran struktur isi cerpen. Model pembelajaran tersebut diharapkan

dapat menunjang keberhasilan belajar peserta didik.

Daftar Pustaka

Syah, M. 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Kurikulum 2013: Discovery Learning Sebagai Strategi Pembelajaran (1)

Strategi discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses

pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk

finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner,

bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the

student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to

organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar

ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif

dalam belajar di kelas.

Bruner memakai strategi yang disebutnya discovery learning, dimana murid

mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41).

Strategi discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui

proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).

Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya

untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi,

klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process

Page 18: 1. model pembelajaran penemuan

18

sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps

and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri

(inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini,

pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang

sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery

masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa

oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta

didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan

temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem

solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.

Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning merupakan

pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan

terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak

dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih

sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem

coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi

diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu

konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan peserta didik dikatakan memahami

suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2)

Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok

maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner

menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang

berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan

mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek

atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.

Page 19: 1. model pembelajaran penemuan

19

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta

didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang

proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap

eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan

dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang

belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan

seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik

dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada

manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.

Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik

dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat

perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga

tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactiv, iconic, dan

symbolic. Tahap enaktiv, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk

memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak

menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan

sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui

gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya

anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).

Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan

abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.

Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,

matematika, dan sebagainya.

Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam strategi discovery learning menurut

Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi

seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui

Page 20: 1. model pembelajaran penemuan

20

kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-

hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery

sebagai strategi mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan)

mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada strategi-strategi

mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu

bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan

tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih

besar untuk belajar sendiri. (Bahan Diklat)

3 Model Pembelajaran yang Sesuai untuk Kurikulum 2013 (+4)

Teman-teman Guraruers yang berbahagia. Bagaimana kabar teman-teman pada hari ini? Semoga baik-

baik saja dan selalu dalam lindungan-Nya.

Sesuai dengan tema bulan ini, maka kta berbincang-bincang tentang Proyek Based Learning. Tentu saja

guraruers memutar otak agar dapat mempersembahkan artikel terbaik sesuai dengan tema yang

ditentukan.

Demikian juga dengan saya, turut ingin berperan serta meramaikan website milik kita bersama ini.

Selain menambah pengalaman, meningkatkan kemampuan menulis, guraru mendatangkan banyak

manfaat untuk peningkatan kreativitas dan inovasi guraruers. Model pembelajaran Berbasis Proyek

(Project Based Learning) ternyata menjadi model yang cocok untuk diterapkan pada kurikulum 2013.

Page 21: 1. model pembelajaran penemuan

21

Oleh karena di dalam model PBL ini mengandung pola pembelajaran dengan pendekatan

saintifik (scientific approach)

Sebagai orang yang masih buta dengan model-model pembelajaran, saya bertanya kepada mbah

Google tentang “Project Based Learning”. Dari hasil jawaban si Embah, saya menemukan sebuah

artikel ilmiah yang membahas tentang model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

kurikulum 2013.

Dari artikel tersebut saya buat intisarinya dalam artikel ini. Setidaknya ada 3 model pembelajaran

yang cocok diterapkan pada kurikulum 2013. Di antaranya sebagai berikut.

1. Discovery Learning

Model pembelajaran discovery learning dilakukan dengan beberapa langkah pembelajaran yaitu

persiapan, pelaksanaan (kegiatan inti), dan penilaian. Pada kegiatan inti yaitu pelaksanaan

pembelajaran model pembelajaran discovery learning dilakukan hal-hal berikut.

1) pemberian stimulasi/rangsangan,

2) pernyataan/identifikasi masalah,

3) pengumpulan data,

4) pengolahan data,

5) verifikasi/pembuktian dan

6) menarik kesimpulan/generalisasi.

Tahapan penilaian tentu dilakukan model authentic assesment

2. Problem Based Learning

Problem based learning adalah, metode mengajar yang menggunakan masalah yang nyata, melalui

masalah itu, terjadilah proses belajar siswa. Mereka akan belajar berbagai hal termasuk ingatan

(kognitif) maupun keterampilan berpikir kritis.

Problem based learning adalah metode mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang nyata, kerja

kelompok, umpan balik, diskusi, dan laporan akhir.

3. Project Based Learning

Page 22: 1. model pembelajaran penemuan

22

Nah, inilah model yang sedang jadi bahasan kita di bulan ini. Model pembelajaran berbasis proyek

merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.

Guru menugaskan siswa untuk melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi

untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Demikian intisari dari artikel tentang model-model

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013. Model pembelajaran merupakan hal

yang sangat penting untuk diperhatikan oleh guru. Oleh karena guru merupakan ujung tombak

pelaksana pembelajaran di kelas. Di sanalah, kreativitas guru sangat diperlukan untuk menunjang

keberhasilan proses pembelajaran.

Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan)

Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran

sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu

tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran

discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa

dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam

menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,

menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang,

memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak

harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui

suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya,

diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.

Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.

Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini

siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing

Page 23: 1. model pembelajaran penemuan

23

dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang

melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca

sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada

aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak

sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil,

prosedur, algoritma dan semacamnya.

Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk

menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3)

kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell

mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan

secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).

Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:

1. identifikasi kebutuhan siswa;

2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;

3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;

4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing

siswa;

5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;

6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;

7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;

8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;

9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan

mengidentifikasi masalah;

10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;

Page 24: 1. model pembelajaran penemuan

24

11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.

Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah

maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk

mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang

dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa;

(3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah

digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar

menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir

analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer

dalam kehidupan nyata.

Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat;

(2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara

menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan

dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Beberapa keunggulan metode penemuan juga

diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:

1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk

menemukan hasil akhir;

2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya.

Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;

3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan

penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;

4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer

pengetahuannya ke berbagai konteks;

5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Page 25: 1. model pembelajaran penemuan

25

Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa

kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar

menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat

dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat.

Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah

dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.

Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode

penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum

menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided discovery).

DAFTAR PUSTAKA

Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.

Proses Pembelajaran Discovery Learning cms-formulasi Langkah-langkah Operasional

Implementasi dalam Proses Pembelajaran Discovery Learningimage_thumb 1. Langkah Persiapan

Strategi Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran b. Melakukan identifikasi

karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) c. Memilih materi

pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-

contoh generalisasi) e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,

tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang

sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke

simbolik g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik 2. Prosedur Aplikasi Strategi

Discovery Learning Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan strategi discovery learning di

kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum

sebagai berikut: a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar

Page 26: 1. model pembelajaran penemuan

26

dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak

memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat

memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar

lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk

menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam

mengeksplorasi bahan. b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan

stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas

pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi

dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam

membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. c. Data collection

(pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para

peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan

benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan

atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk

mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,

wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap

ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan

permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan

masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d. Data processing (pengolahan data) Menurut Syah

(2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh

para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya

diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta

ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga

dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi.

Page 27: 1. model pembelajaran penemuan

27

Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/

penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis e. Verification (pembuktian) Pada tahap ini

peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis

yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,

2004:244). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau

hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah

terbukti atau tidak. f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/menarik

kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku

untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,

2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan

pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari

pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-

pengalaman itu. Daftar Pustaka Muhibbin, Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.....

Kelebihan Penerapan Discovery Learning CMS Sekolah Gratis untuk Pendidikan Indonesia

Kelebihan Penerapan Discovery Learning image Berikut adalah kelebihan Penerapan Discovery

Learning 1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan

dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung

bagaimana cara belajarnya. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan

ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3) Menimbulkan rasa senang pada peserta

didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4) Strategi ini memungkinkan peserta didik

berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. 5) Menyebabkan peserta didik

mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. 6) Strategi

ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan

bekerja sama dengan yang lainnya. 7) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif

Page 28: 1. model pembelajaran penemuan

28

mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai

peneliti di dalam situasi diskusi. 8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)

karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. 9) Peserta didik akan mengerti

konsep dasar dan ide-ide lebih baik; 10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada

situasi proses belajar yang baru; 11) Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;

12) Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; 13) Memberikan

keputusan yang bersifat intrinsik; 14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang; 15) Proses

belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya; 16)

Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik; 17) Kemungkinan peserta didik belajar dengan

memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar; 18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan

individu.

Daftar Pustaka

Barrows, H.S. 1996. “Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview” Dalam

Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 3-12). San Francisco:

Jossey-Bass. Delisle, R. (1997). How to Use Problem_Based Learning In the Classroom. Alexandria,

Virginia USA: ASCD. Gijselaers, W.H. 1996. “Connecting problem-based practices with educational

theory.” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 13-21).

San Francisco: Jossey-Bass. Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS

Unesa. Tim Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa. Arend, R.I.

2001. Learning to Teach, 5th Ed. Boston: McGraw-Hill Company, Inc. Baldwin, A.L. 1967. Theories

of Child Development. New York: John Wiley & Sons. Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching

Science trough Discovery, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company. Carin, A.A.

1993. Teaching Science Through Discovery. ( 7th. ed. ) New York: Maxwell Macmillan International.

Muller, U., Carpendale, J.I.M., Smith, L. 2009. The Cambridge Companion to PIAGET. Cambridge

University Press. Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan

Page 29: 1. model pembelajaran penemuan

29

Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press. Osborne,

R.J. & Wittrock, M.C. 1985. Learning Science: A Generative Process, Science Education, 64, 4: 489-

Pembelajaran discovery learning di SMA cms-formulasi Contoh Langkah Pembelajaran

discovery learning di SMA image_thumb Sekolah Mata pelajaran : SMA Upakarti : Biologi

Kelas/semester : X MIPA/1 Materi pokok : Animalia Invertebrata clip_image001_thumb Kompetensi

Dasar (KD) 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman

hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup. 1.1 Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur terhadap data dan

fakta, disiplin, tanggung jawab,dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam

mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta

damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsif dan proaktif dalam setiap tindakan dan dalam

melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas/labo ratorium maupun di luar kelas/laboratorium.

1.3. Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan mene rapkan prinsip keselamatan kerja

saat melakukan kegiatan penga-matan dan percobaan di laborato-rium dan di lingkungan sekitar. 3.8

Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan peng amatan

anatomi dan morfologi serta mengaitkan dalam kehidup-an. Indikator: 1. mengidentifikasi ciri khas

morfologi dari klasis insekta, krustasea, arachnoidea, kilopoda dan diplopoda. 2. menentukan klasis

hewan yang diamati berdasarkan cirri morfologinya. 4.8. Menyajikan data tentang perban dingan

kompleksitas jaringan penyusun tubuh hewan dan perannya pada ber bagai aspek kehidupan dalam

bentuk laporan tertulis Indikator: Membuat laporan tertulis tentang data hasil pengamatan cirri-ciri

klasis pada hewan berbuku-buku Pertemuan Ke … Pendahuluan ( … menit) Guru menyampaikan

salam dan menanyakan kehadiran peserta didik, menyampaikan KI, KD , tujuan pembelajaran.

Kegiatan inti (… menit) Penciptaan Situasi ( stimulasi ) Guru menunjukkan berbagai hewan ber buku-

buku (Artropoda) misal capung, belalang, kelabang, keluwing, udang, laba-laba. Peserta didik

memperhatikan (mengamati) berbagai hewan (invertebrata) yang dibawa guru. Peserta didik bertanya

berbagai hewan yang dibawa guru. Peserta didik mengidentifikasi (mengumpulkan informasi)

persamaan dan perbedaan yang terdapat pada hewan-hewan tersebut. Pembahasan Tugas dan

Page 30: 1. model pembelajaran penemuan

30

Identifikasi Masalah 1. Guru meminta peserta didik untuk mencari ciri-ciri khas yang dimiliki klasis

artropoda. 2. Peserta didik mengidentifikasi: bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, antena, ada

tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki Observasi Peserta didik mengamati ciri tiap klasis dari

artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, antena, ada tidaknya sayap, jumlah

kaki, keadaan kaki Pengumpulan data Peserta didik, menuliskan hasil pengamatan tentang ciri klasis

artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, ada tidaknya sayap, antena, jumlah

kaki, keadaan kaki pd tabel yang telah disiapkan. Verifikasi data Peserta didik melakukan pencermatan

data (mengasosiasi) yang diperoleh mengenai ciri yang ada pada klasis dari artropoda yang meliputi

bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, ada tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki, antena.

Generalisasi 1. Peserta didik menyimpulkan ciri-ciri klasis insekta 2. Peserta didik mempresentasikan

(mengkomunikasikan) hasil pengamatan ciri-ciri klasis insekta di depan kelas dan dikonfirmasi oleh

guru. Penutup (… menit) 1) Guru melakukan tanya jawab dengan peserta untuk membuat rangkuman

dan atau kesimpulan mengenai ciri-ciri dari klasis hewan berbuku-buku. 2) Guru memberikan tugas

membuat insektarium secara berkelompok. 3) Peserta didik membersihkan lantai kelas dan membuang

sampah pada tempatnya.