Upload
risky-widodo
View
200
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) DALAM
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning
mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan
yang prinsipil pada ketiga istilah ini.
Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya
tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada
discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh
guru.
Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi
seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan
dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Discovery Learning dapat:
Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-
proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
2
Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Model pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
Model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya,
karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran
yang final dan tertentu atau pasti.
Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru;
Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya;
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya
akan menimbulkan frustasi. Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar
jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. Model pembelajaran discovery learning lebih
cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan
dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-
kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh
guru.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery
Learning
1. Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut:
Menentukan tujuan pembelajaran
Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya)
Memilih materi pelajaran.
Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi)
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan
4
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
c. Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,
2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu
e. Verification (Pembuktian)
5
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing
(Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Penilaian Pada Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes
maupun non tes. Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model
pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya
menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian
dapat dilakukan dengan pengamatan.
MOTIVASI MINDSET
Blog bermodal ketekunan untuk mengasah kemampuan dalam memberi pelayanan yang terbaik bagi
banyak orang
Model Pembelajaran Discovery Learning
a. Definisi/Konsep
Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana
pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student
is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois
6
dalam Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak
harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan
melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the
mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil
pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang
diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya
bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya unt uk
mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik
adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin
tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan
dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian
yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar
dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi
kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana
cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas
dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
7
menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap
iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide -ide atau gagasan-gagasan
abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses
berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive,
iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang
di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian
pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa
untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin
merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut un tuk
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikanbahansertamembuatkesimpulan.
b. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran
memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.
1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning
(a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya.
8
(b) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
(c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
(d) Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
(e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi
sendiri.
(f) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan
yang lainnya.
(g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
(h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final
dan tertentu atau pasti.
(i) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
(j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
(k) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
(l) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
(m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
(n) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
(o) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
(p) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
(q) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
(r) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2) KelemahanPenerapanDiscovery Learning
(a) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan
mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis
atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
9
(b) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk
membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
(c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
(d) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
(e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan
oleh para siswa
(f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah
dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
Transcript of Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
Menentukan tujuan pembelajaran.
Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
Memilih materi pelajaran.
Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari siswa.
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
10
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Data Collection (Pengumpulan Data)
Data Processing (Pengolahan Data)
Verification (Pembuktian)
Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Sintaksis
Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Data Collection (Pengumpulan Data)
Data Processing (Pengolahan Data)
Verification (Pembuktian)
Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
11
Thank You..
12
13
Suwarsini
Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Pembelajaran
Struktur Isi Cerpen SMP Kelas VII
Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Pembelajaran Struktur Isi Cerpen
SMP Kelas VII
Oleh : Suwarsini, M.Pd
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis model pembelajaran yaitu
Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( Based Projeck Learning ), Model Pembelajaran Berbasis
Masalah ( Based Problem Learning ), dan Model Pembelajaran Berbasis Penemuan ( Discovery
Learning ). Model pembelajaran tersebut sesuai dengan pendekatan saintifik sehingga tepat untuk
dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Sebagai seorang guru, kita harus mampu memilih dan mendesain model pembelajaran yang tepat bagi
peserta didik. Model pembelajaran yang dipilih harus disesuaikan dengan tema dan kompetensi dasar
yang harus dimiliki peserta didik. Di samping itu juga harus memperhatikan keadaan atau kondisi
peserta didik, bahan pelajaran, serta sumber – sumber belajar yang ada agar penggunaan model
pembelajaran tersebut dapat diterapkan secara efektif dan dapat menunjang keberhasilan belajar peserta
didik. Selain itu, seorang guru harus mampu mengelola proses belajar mengajar yaitu mampu
menguasai keterampilan dasar mengajar seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,
bertanya, dan lain – lain.
Sehubungan dengan kemampuan guru untuk memilih dan mendesain model pembelajaran yang tepat,
penulis akan memaparkan penerapan Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ). Model
pembelajaran ini diharapkan dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar
peserta didik SMP kelas VII dalam mempelajari struktur isi cerpen.
14
A. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ).
Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi
bila peserta didik tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya tetapi peserta didik
mengorganisasi sendiri pelajaran tersebut. Model pembelajaran ini menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif. Bahan ajar tidak disajikan
dalam bentuk akhir tetapi peserta didik dituntut untuk melakukan serangkaian kegiatan mulai dari
mengumpulkan informasi sampai dengan membuat kesimpulan dari materi yang disajikan.
B. Prosedur Aplikasi Model Pembelajarn Penemuan ( Discovery Learning ).
Menurut Syah ( 2004 : 244 ) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning ada beberapa prosedur
dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Stimulation
Pada tahap ini, peserta didik dibimbing untuk mengajukan pertanyaan, membaca buku, dan lain – lain
sehingga peserta didik merasa tertarik untuk mengadakan eksplorasi terhaap materi pembelajaran.
2. Problem Statemen ( pertanyaan / identifikasi masalah )
Pada tahap ini pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak- banyaknya tentang materi pembelajaran.
3. Data Collection ( pengumpulan data )
Pada tahap ini pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi
sebanyak – banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis materi yang dipelajari dengan cara
membaca literatur, mengamati objek dan lain – lain.
4. Data Processing ( pengolahan data )
Pada tahap ini semua informasi yang telah diperoleh peserta didik diolah melalui wawancara,
observasi, dan lain – lain kemudian ditafsirkan.
5. Verification ( pembuktian )
15
Pada tahap ini peserta didik melakukan pengamatan dengan cermat untuk membuktikan benar tidaknya
hipotesis.
6. Generalization ( menarik kesimpulan / generalisasi )
pada tahap ini peserta didik membuat kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memerhatikan hasil verifikasi.
C. Penerapan Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ).
1. Kompetensi Dasar : 3.1 Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi,
eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan.
4.1 Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif,
eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan.
2. Topik: Cerpen
3. Sub Topik : Struktur isi cerpen
4. Tujuan Pembelajaran :
1). Peserta didik dapat menentukan struktur isi cerpen (1)judul, (2) perkenalan, (3) memperkenalkan siapa
para pelaku, apa yang dialami pelaku dan dimana terjadinya peristiwa,
(3) komplikasi, konflik muncul dan para pelaku mulai bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik meningkat,
(4) klimaks, konflik mencapai puncaknya,
(5) penyelesaian, konflik terpecahkan dan menemukan penyelesaiannya dan (6) amanat/pesan moral
tersurat/tersirat teks cerpen setelah diberi kesempatan mencermatinya.
2). Peserta didik dapat menjelaskan unsur kebahasaan (kata-kata sifat untuk mendeskripsikan pelaku,
penampilan fisik atau kepribadiannya, kata-kata keterangan untuk menggambarkan latar ( latar waktu,tempat,
dan suasana ) dan kata kerja yang menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dialami para pelaku teks cerita
pendek setelah diberi kesempatan membaca.
5. Alokasi Waktu : 1 kali pertemuan ( 2 x 40 JP).
6. Tahap Pembelajaran :
1) Stimulation ( simullasi/Pemberian rangsangan ).
16
Peserta didik mengingat kembali tentang cerpen yang pernah dibaca.
Peserta didik menyebutkan judul-judul cerpen yang pernah dibaca.
2) Problem statement ( pertanyaan/identifikasi masalah ).
Peserta didik dengan atau tanpa bantuan guru menanya tentang struktur isi cerpen.
Peserta didk dengan atau tanpa bantuan guru menanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ciri-
ciri bahasa.
3) Data collection ( pengumpulan data ).
Peserta didik mendiskusikan struktur isi teks cerpen ( judul, tokoh dan penokohan, latar, konflik,
klimaks, peleraian, amanat ).
Peserta didik mendiskusikan ciri bahasa teks cerpen.
Peserta didik menjawab atau mengajukan pertanyaan terkait dengan isi teks cerpen ( pertanyaan
literal, inverensial, integrative, kritis ).
4) Data processing ( pengolahan data).
Peserta didik menuliskan struktur isi cerpen (1) judul, (2) perkenalan, (3) memperkenalkan siapa para pelaku,
apa yang dialami pelaku dan dimana terjadinya peristiwa, (3) komplikasi, konflik muncul dan para pelaku mulai
bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik meningkat, (4) klimaks, konflik mencapai puncaknya, (5)
penyelesaian, konflik terpecahkan dan menemukan penyelesaiannya dan (6) amanat/pesan moral
tersurat/tersirat teks cerpen setelah diberi kesempatan mencermatinya.
Peserta didik dapat menjelaskan unsur kebahasaan ( kata-kata sifat ) untuk mendeskripsikan pelaku,
penampilan fisik atau kepribadiannya, kata-kata keterangan untuk menggambarkan latar ( latar waktu,tempat,
dan suasana ) dan kata kerja yang menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dialami para pelaku teks cerita
pendek setelah diberi kesempatan membaca.
5) Verification ( pembuktian ).
Peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaan tentang struktur isi cerpen dan unsur kebahasaan .
Peserta didik menanggapi hasil presentasi kelompok lain.
17
6) Generalization ( menarik kesimpulan/generalisasi ).
Peserta didik memperbaiki dan melengkapi hasil kerja kelompoknya.
Peserta didik dengan atau tanpa bantuan guru dapat menyimpulkan struktur isi cerpen dan unsur
kebahasaan.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery
Learning ) dapat diterapkan pada pembelajaran struktur isi cerpen. Model pembelajaran tersebut diharapkan
dapat menunjang keberhasilan belajar peserta didik.
Daftar Pustaka
Syah, M. 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Kurikulum 2013: Discovery Learning Sebagai Strategi Pembelajaran (1)
Strategi discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner,
bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the
student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar
ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif
dalam belajar di kelas.
Bruner memakai strategi yang disebutnya discovery learning, dimana murid
mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41).
Strategi discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43).
Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya
untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi,
klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process
18
sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps
and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini,
pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery
masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa
oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta
didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan
temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem
solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning merupakan
pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan
terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak
dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih
sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem
coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi
diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu
konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan peserta didik dikatakan memahami
suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2)
Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok
maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner
menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang
berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan
mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek
atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
19
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta
didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang
proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap
eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan
dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang
belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan
seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik
dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik
dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactiv, iconic, dan
symbolic. Tahap enaktiv, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk
memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan
sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan
abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika, dan sebagainya.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam strategi discovery learning menurut
Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui
20
kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-
hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery
sebagai strategi mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan)
mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada strategi-strategi
mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu
bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan
tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih
besar untuk belajar sendiri. (Bahan Diklat)
3 Model Pembelajaran yang Sesuai untuk Kurikulum 2013 (+4)
Teman-teman Guraruers yang berbahagia. Bagaimana kabar teman-teman pada hari ini? Semoga baik-
baik saja dan selalu dalam lindungan-Nya.
Sesuai dengan tema bulan ini, maka kta berbincang-bincang tentang Proyek Based Learning. Tentu saja
guraruers memutar otak agar dapat mempersembahkan artikel terbaik sesuai dengan tema yang
ditentukan.
Demikian juga dengan saya, turut ingin berperan serta meramaikan website milik kita bersama ini.
Selain menambah pengalaman, meningkatkan kemampuan menulis, guraru mendatangkan banyak
manfaat untuk peningkatan kreativitas dan inovasi guraruers. Model pembelajaran Berbasis Proyek
(Project Based Learning) ternyata menjadi model yang cocok untuk diterapkan pada kurikulum 2013.
21
Oleh karena di dalam model PBL ini mengandung pola pembelajaran dengan pendekatan
saintifik (scientific approach)
Sebagai orang yang masih buta dengan model-model pembelajaran, saya bertanya kepada mbah
Google tentang “Project Based Learning”. Dari hasil jawaban si Embah, saya menemukan sebuah
artikel ilmiah yang membahas tentang model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
kurikulum 2013.
Dari artikel tersebut saya buat intisarinya dalam artikel ini. Setidaknya ada 3 model pembelajaran
yang cocok diterapkan pada kurikulum 2013. Di antaranya sebagai berikut.
1. Discovery Learning
Model pembelajaran discovery learning dilakukan dengan beberapa langkah pembelajaran yaitu
persiapan, pelaksanaan (kegiatan inti), dan penilaian. Pada kegiatan inti yaitu pelaksanaan
pembelajaran model pembelajaran discovery learning dilakukan hal-hal berikut.
1) pemberian stimulasi/rangsangan,
2) pernyataan/identifikasi masalah,
3) pengumpulan data,
4) pengolahan data,
5) verifikasi/pembuktian dan
6) menarik kesimpulan/generalisasi.
Tahapan penilaian tentu dilakukan model authentic assesment
2. Problem Based Learning
Problem based learning adalah, metode mengajar yang menggunakan masalah yang nyata, melalui
masalah itu, terjadilah proses belajar siswa. Mereka akan belajar berbagai hal termasuk ingatan
(kognitif) maupun keterampilan berpikir kritis.
Problem based learning adalah metode mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang nyata, kerja
kelompok, umpan balik, diskusi, dan laporan akhir.
3. Project Based Learning
22
Nah, inilah model yang sedang jadi bahasan kita di bulan ini. Model pembelajaran berbasis proyek
merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Guru menugaskan siswa untuk melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi
untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Demikian intisari dari artikel tentang model-model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013. Model pembelajaran merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan oleh guru. Oleh karena guru merupakan ujung tombak
pelaksana pembelajaran di kelas. Di sanalah, kreativitas guru sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan proses pembelajaran.
Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan)
Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran
discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam
menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang,
memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak
harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui
suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya,
diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini
siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing
23
dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca
sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada
aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil,
prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk
menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3)
kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell
mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan
secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
1. identifikasi kebutuhan siswa;
2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing
siswa;
5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan
mengidentifikasi masalah;
10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
24
11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah
maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa;
(3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah
digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar
menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir
analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer
dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat;
(2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara
menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan
dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Beberapa keunggulan metode penemuan juga
diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk
menemukan hasil akhir;
2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya.
Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan
penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer
pengetahuannya ke berbagai konteks;
5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
25
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar
menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat
dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat.
Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah
dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode
penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum
menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided discovery).
DAFTAR PUSTAKA
Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Proses Pembelajaran Discovery Learning cms-formulasi Langkah-langkah Operasional
Implementasi dalam Proses Pembelajaran Discovery Learningimage_thumb 1. Langkah Persiapan
Strategi Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran b. Melakukan identifikasi
karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) c. Memilih materi
pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi) e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang
sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik 2. Prosedur Aplikasi Strategi
Discovery Learning Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan strategi discovery learning di
kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum
sebagai berikut: a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar
26
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat
memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan. b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan
stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi
dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. c. Data collection
(pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan
atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap
ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan
masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d. Data processing (pengolahan data) Menurut Syah
(2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga
dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi.
27
Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis e. Verification (pembuktian) Pada tahap ini
peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah
terbukti atau tidak. f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/menarik
kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-
pengalaman itu. Daftar Pustaka Muhibbin, Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.....
Kelebihan Penerapan Discovery Learning CMS Sekolah Gratis untuk Pendidikan Indonesia
Kelebihan Penerapan Discovery Learning image Berikut adalah kelebihan Penerapan Discovery
Learning 1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan
dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3) Menimbulkan rasa senang pada peserta
didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4) Strategi ini memungkinkan peserta didik
berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. 5) Menyebabkan peserta didik
mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. 6) Strategi
ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya. 7) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif
28
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai
peneliti di dalam situasi diskusi. 8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)
karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. 9) Peserta didik akan mengerti
konsep dasar dan ide-ide lebih baik; 10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada
situasi proses belajar yang baru; 11) Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
12) Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; 13) Memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; 14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang; 15) Proses
belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya; 16)
Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik; 17) Kemungkinan peserta didik belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar; 18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan
individu.
Daftar Pustaka
Barrows, H.S. 1996. “Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview” Dalam
Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 3-12). San Francisco:
Jossey-Bass. Delisle, R. (1997). How to Use Problem_Based Learning In the Classroom. Alexandria,
Virginia USA: ASCD. Gijselaers, W.H. 1996. “Connecting problem-based practices with educational
theory.” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 13-21).
San Francisco: Jossey-Bass. Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS
Unesa. Tim Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa. Arend, R.I.
2001. Learning to Teach, 5th Ed. Boston: McGraw-Hill Company, Inc. Baldwin, A.L. 1967. Theories
of Child Development. New York: John Wiley & Sons. Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching
Science trough Discovery, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company. Carin, A.A.
1993. Teaching Science Through Discovery. ( 7th. ed. ) New York: Maxwell Macmillan International.
Muller, U., Carpendale, J.I.M., Smith, L. 2009. The Cambridge Companion to PIAGET. Cambridge
University Press. Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan
29
Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press. Osborne,
R.J. & Wittrock, M.C. 1985. Learning Science: A Generative Process, Science Education, 64, 4: 489-
Pembelajaran discovery learning di SMA cms-formulasi Contoh Langkah Pembelajaran
discovery learning di SMA image_thumb Sekolah Mata pelajaran : SMA Upakarti : Biologi
Kelas/semester : X MIPA/1 Materi pokok : Animalia Invertebrata clip_image001_thumb Kompetensi
Dasar (KD) 1.1 Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman
hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup. 1.1 Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur terhadap data dan
fakta, disiplin, tanggung jawab,dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam
mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta
damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsif dan proaktif dalam setiap tindakan dan dalam
melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas/labo ratorium maupun di luar kelas/laboratorium.
1.3. Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan mene rapkan prinsip keselamatan kerja
saat melakukan kegiatan penga-matan dan percobaan di laborato-rium dan di lingkungan sekitar. 3.8
Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan peng amatan
anatomi dan morfologi serta mengaitkan dalam kehidup-an. Indikator: 1. mengidentifikasi ciri khas
morfologi dari klasis insekta, krustasea, arachnoidea, kilopoda dan diplopoda. 2. menentukan klasis
hewan yang diamati berdasarkan cirri morfologinya. 4.8. Menyajikan data tentang perban dingan
kompleksitas jaringan penyusun tubuh hewan dan perannya pada ber bagai aspek kehidupan dalam
bentuk laporan tertulis Indikator: Membuat laporan tertulis tentang data hasil pengamatan cirri-ciri
klasis pada hewan berbuku-buku Pertemuan Ke … Pendahuluan ( … menit) Guru menyampaikan
salam dan menanyakan kehadiran peserta didik, menyampaikan KI, KD , tujuan pembelajaran.
Kegiatan inti (… menit) Penciptaan Situasi ( stimulasi ) Guru menunjukkan berbagai hewan ber buku-
buku (Artropoda) misal capung, belalang, kelabang, keluwing, udang, laba-laba. Peserta didik
memperhatikan (mengamati) berbagai hewan (invertebrata) yang dibawa guru. Peserta didik bertanya
berbagai hewan yang dibawa guru. Peserta didik mengidentifikasi (mengumpulkan informasi)
persamaan dan perbedaan yang terdapat pada hewan-hewan tersebut. Pembahasan Tugas dan
30
Identifikasi Masalah 1. Guru meminta peserta didik untuk mencari ciri-ciri khas yang dimiliki klasis
artropoda. 2. Peserta didik mengidentifikasi: bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, antena, ada
tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki Observasi Peserta didik mengamati ciri tiap klasis dari
artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, antena, ada tidaknya sayap, jumlah
kaki, keadaan kaki Pengumpulan data Peserta didik, menuliskan hasil pengamatan tentang ciri klasis
artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, ada tidaknya sayap, antena, jumlah
kaki, keadaan kaki pd tabel yang telah disiapkan. Verifikasi data Peserta didik melakukan pencermatan
data (mengasosiasi) yang diperoleh mengenai ciri yang ada pada klasis dari artropoda yang meliputi
bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, ada tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki, antena.
Generalisasi 1. Peserta didik menyimpulkan ciri-ciri klasis insekta 2. Peserta didik mempresentasikan
(mengkomunikasikan) hasil pengamatan ciri-ciri klasis insekta di depan kelas dan dikonfirmasi oleh
guru. Penutup (… menit) 1) Guru melakukan tanya jawab dengan peserta untuk membuat rangkuman
dan atau kesimpulan mengenai ciri-ciri dari klasis hewan berbuku-buku. 2) Guru memberikan tugas
membuat insektarium secara berkelompok. 3) Peserta didik membersihkan lantai kelas dan membuang
sampah pada tempatnya.