14
1 / 3

1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

1 / 3

Page 2: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Table of Contents

No. Title Page

1 Factors Associated With Lower Back Pain Disorders In Midwives Childbirth WhenHelping Process

-

2 FACTORS RELATED FACTORS WORK WITH INDIVIDUALS AND SUBJECTIVECOMPLAINTS MUSCULOSCELETAL TEKNIKER ETERNAL DENTAL INIDENTAL LABORATORY SURABAYA

-

3 FIRE HAZARD MITIGATION EFFORTS BASIS INTERNATIONAL AIRPORTPACU JUANDA SURABAYA

-

4 SAFETY PRACTICES IN TRANSPORT (LOADING) FUEL OIL (BBM)INSTALLATION IN SURABAYA GROUP (ISG), PT. PERTAMINA (PERSERO)

-

5 FACTORS RELATED TO THE COMPLAINT TO THE BREATH OF LABOR PARTSPINNING AT. BEAUTIFUL LOTUS TEXTILE.

-

6 DESCRIPTION CALCULATE THE LEUKOCYTE RADIOGRAPHER X COMPANYIN SURABAYA IN 2012

-

7 PENYEBAB TERJADINYA SUBSTANDARD PRACTICE BERDASARKAN TEORILOSS CAUSATION MODEL PADA PENGELAS DI PT BANGUN SARANA BAJA

1 - 14

8 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELELAHAN KERJA SUBYEKTIFPADA PERAWAT DI RSUD DR. MOHAMAD SOEWANDHIE SURABAYA

15 - 23

9 ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHANMENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI

24 - 36

10 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU UNIT KERJA DAN FAKTORERGONOMI DENGAN KELUHAN KESEHATAN DI INDUSTRI KECIL SEPATUKOTA MOJOKERTO

37 - 47

11 ANALISIS SAFE BEHAVIOR DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOR-BASEDSAFETY PADA RADIOGRAFER DI RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO SURABAYA

48 - 60

12 GAMBARAN POSTUR KERJA DAN RESIKO TERJADINYAMUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN WELDING DI AREAWORKSHOP BAY 4.2 PT. ALSTOM POWER ENERGY SYSTEMS INDONESIA

61 - 72

13 PENERAPAN METODE HIRADC SEBAGAI UPAYA PENCEGAHANKECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA MESIN REWINDER

73 - 84

14 PENGARUH FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN METODEPENYEMPROTAN TERHADAP KADAR KOLINESTERASE

85 - 94

15 PENILAIAN RISIKO PADA PROSES PEMBUATAN SHEAR WALL PADAPEMBANGUNGAN APARTEMEN

95 - 106

16 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN APDPADA PETUGAS LABORATORIUM RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

107 - 119

17 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHANPENGGUNAAN APD PADA PEKERJA KERANGKA BANGUNAN (Proyek HotelMercure Grand Mirama Extention di PT. Jagat Konstruksi Abdipersada)

120 - 131

18 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SCABIES PADANELAYAN DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

132 - 143

19 HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITASTENAGA KERJA DI CV. “X―

144 - 154

2 / 3

Page 3: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Vol. 1 - No. 1 / 2014-01TOC : 13, and page : 144 - 154

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI CV. “X―

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI CV. “X―

Author :Gadis Wisudawati Yunia Putri | [email protected] Kesehatan MasyarakatAbdul Rohim Tualeka | [email protected] Kesehatan Masyarakat

Abstract

ABSTRACT

Job stress was a part of life stress. Demands of the job do not match the capabilities or skills of workers and unfulfilled desire were a cause of job stress. So it can affect the level of labor productivity. This study was a descriptivestudy with cross sectional design. while the samples were taken with a total sampling principle that all workers whototaled 35 people. The data obtained were analyzed descriptively using Contingency Coeffisient. The result of this studywas showed that the relationship of job stress with productivity levels. By using the contingency coefficient, a valueassociation of 0.495. When viewed from the level of the relationship, the association values were 0.495 susceptiblevalues from 0.26 to 0.50 which means a moderate level of relationship. Conclusion of job stress have a relationship withthe level of labor productivity in the CV. “X”. Advice given, among others: increased attention to labor, oneof them by measuring work climate that work can always be monitored and can be used as a basis to formulate companypolicies, provide advice on each of the workers to always maintain the cleanliness and neatness of work space and giverewards to workers who can produce high productivity.

Keywords: individual characteristics, job stress, the level of labor productivity

Keyword : , individual, characteristics, job, stress, the, level, of, labor, , ,

Daftar Pustaka :

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

3 / 3

Page 4: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

144

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA

DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI CV. “X”

Gadis Wisudawati Yunia Putri, Abdul Rohim Tualeka

Departemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

E-mail: [email protected]

ABSTRACT Job stress was a part of life stress. Demands of the job do not match the capabilities or skills of

workers and unfulfilled desire were a cause of job stress. So it can affect the level of labor

productivity. This study was a descriptive study with cross sectional design. while the samples were

taken with a total sampling principle that all workers who totaled 35 people. The data obtained were

analyzed descriptively using Contingency Coeffisient. The result of this study was showed that the

relationship of job stress with productivity levels. By using the contingency coefficient, a value

association of 0.495. When viewed from the level of the relationship, the association values were

0.495 susceptible values from 0.26 to 0.50 which means a moderate level of relationship. Conclusion

of job stress have a relationship with the level of labor productivity in the CV. “X”. Advice given,

among others: increased attention to labor, one of them by measuring work climate that work can

always be monitored and can be used as a basis to formulate company policies, provide advice on

each of the workers to always maintain the cleanliness and neatness of work space and give rewards

to workers who can produce high productivity.

Keywords: individual characteristics, job stress, the level of labor productivity

ABSTRAK

Stres kerja adalah bagian dari stres kehidupan. Tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan

kemampuan atau keterampilan dari pekerja dan keinginan yang tidak tersalurkan merupakan

penyebab timbulnya stres kerja. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross

sectional. Sedangkan sampel diambil dengan prinsip total sampling yaitu semua tenaga kerja yang

berjumlah 35 orang. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan

kontingensi koefisien.Dari hasil penelitian terdapat hubungan antara stres kerja dengan tingkat

produktivitas. Dengan menggunakan analisis kontingensi koefisien, didapatkan nilai korelasinya

sebesar 0,495. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,495 berada pada rentang nilai

0,26 - 0,50 yang berarti memiliki tingkat hubungan sedang. Kesimpulan yang diperoleh stres kerja

mempunyai hubungan dengan tingkat produktivitas pada tenaga kerja di CV. SMI Surabaya. Saran

yang diberikan antara lain: meningkatkan perhatiannya terhadap tenaga kerja, salah satunya dengan

melakukan pengukuran iklim kerja sehingga tempat kerja selalu dapat dipantau dan dapat digunakan

sebagai dasar untuk menyusun kebijakan perusahaan, memberikan saran pada tiap tenaga kerjanya

untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan memberikan reward kepada tenaga

kerja yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi.

Kata kunci: karakteristik individu, stres kerja, tingkat produktivitas tenaga kerja

Page 5: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

145 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

PENDAHULUAN

Pengembangan sumber daya

manusia di dalam pembangunan ekonomi

sangat penting untuk diperhatikan.

Beberapa ahli ekonomi mengemukakan

bahwa titik permulaan pertumbuhan

ekonomi terletak pada meningkatnya

produktivitas tenaga kerja

(Sudrajat,dkk.,1998).

Dalam rangka peningkatan

produktivitas tersebut maka perhatian

terhadap tenaga kerja sangat penting

untuk dilakukan, disamping itu karena

tenaga kerja juga mempunyai hak untuk

mendapat perlindungan terhadap

kesehatan dan keselamatan selama

bekerja. Pemerintah menunjukkan

perhatiannya terhadap tenaga kerja

diwujudkan dengan adanya Undang-

undang dan peraturan pemerintahan dalam

praktek hygiene perusahaan.

Penjelasan umum pasal ini

menyatakan agar aman melakukan

pekerjaannya sehari-hari untuk

meningkatkan produksi dan produktivitas

nasional, tenaga kerja harus dilindungi

dari berbagai soal di sekitarnya serta pada

dirinya yang dapat menimpa dan

mengganggu dirinya serta pelaksanaan

pekerjaannya (Sudirman,1989). Perhatian

yang kurang terhadap kesehatan dan

keselamatan tenaga kerja dapat

mengakibatkan hal-hal yang tidak

diinginkan. Hal-hal tersebut terjadinya

penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,

penurunan produktivitas dan gangguan

kesehatan baik fisik maupun psikologis.

Gangguan fisik mudah dideteksi karena

dapat dilihat oleh indera secara langsung,

sedangkan gangguan psikologis sulit

untuk dideteksi karena biasanya tidak

disadari adanya dan tidak dapat dilihat

oleh indera secara langsung tetapi dapat

mengakibatkan dampak negatif bagi

perusahaan dan bagi tenaga kerja itu

sendiri.

Salah satu gangguan psikologis

adalah stres. Masalah stres yang

tidak segera diatasi dapat menurunkan

tingkat kesehatan. Apabila stres ini terjadi

di tempat kerja dapat mengakibatkan

masalah kerja yang serius yang dapat

mempengaruhi kinerja dari tenaga kerja.

Stres kerja berdampak sangat besar

terhadap tenaga kerja. Akibat stres

kerja lebih dari 14.000 tenaga kerja mati

tiap tahun dalam kecelakaan industri

(hampir 55 orang per hari atau 7 orang per

jam kerja) dan lebih dari 100.000 orang

tenaga kerja menjadi cacat permanen

setiap tahun dan karyawan melaporkan

lebih dari 5 juta kecelakaan pekerjaan

yang terjadi tiap tahunnya (Gibson, 1995).

Menurut Risnawati (2002), stres

kerja merupakan suatu hal yang paling

ditakuti oleh dunia usaha maupun

pemerintah. Hal tersebut dampaknya

berimplikasi pada masyarakat luas dan

pertumbuhan ekonomi suatu Negara

karena dapat menurunkan produktivitas

kerja. Dalam artikel tentang migrasi

tenaga kerja (khususnya tenaga kerja

kasar) dengan peningkatan produktivitas

dan kualitas tenaga kerja nasional yang

dimuat di kompas 31 Desember 1994

disebutkan bahwa berdasarkan data

empiris produktivitas tenaga kerja

Indonesia menduduki peringkat terendah

di antara negara-negara di Asia.

Menurut Menteri Perindustrian

MS Hidayat, produktivitas tenaga kerja

Indonesia masih relatif rendah,

kalah dibandingkan dengan tiga negara

kompetitor utama di ASEAN. Data

produktivitas tahun 2013, produktivitas

tenaga kerja Indonesia sebesar 9.500

dollar AS. Dengan asumsi Rp 11.000 per

dollar AS, produktivitas tenaga kerja

Indonesia setara Rp 104,5 juta per kerja

per tahun. Angka produktivitas tenaga

kerja Indonesia ini di bawah Singapura

yang mencapai 92.000 dollar AS atau Rp

1,012 miliar, Malaysia 33.300 dollar AS

atau Rp 363,3 juta, dan Thailand 15.400

dollar AS atau Rp 169,4 juta. Bahkan,

produktivitas tenaga kerja Indonesia

berada di bawah rata-rata negara ASEAN

yang sebesar 10.700 dollar AS atau Rp

117,7 juta.

Page 6: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja… 146

Stres kerja juga memberikan

dampak pada tingkat produktivitas

terhadap tenaga kerja di CV.”X”. Belum

ada penelitian dampak stres kerja dengan

tingkat produktivitas tenaga kerja di CV.

“X”. Dengan demikian perlu dilakukan

penelitian tentang hubungan stres kerja

dengan tingkat produktivitas tenaga kerja.

Identifikasi masalah penelitian

adalah berdasarkan survei awal yang

dilakukan didapatkan bahwa industri ini

secara formal tidak mempunyai jam kerja

yang tetap. Jam kerja di industri ini

tergantung oleh ramai atau tidaknya order

yang diterima oleh industri. Terkadang

para pekerja masuk jam 09.00 pagi dan

pulang jam 17.00, tetapi apabila keadaan

industri sedang sepi maka pekerja dapat

pulang jam 14.00 bahkan diliburkan

apabila industri tidak ada orderan.

Sebagian kecil pekerja di industri

ini mempunyai latar belakang ekonomi

yang cukup dan sebagian besar sudah

berkeluarga yang menyebabkan mereka

mempunyai beban ekonomi yang lebih

berat. Sistem upah yang diterapkan di

industri ini yaitu tergantung oleh

jumlah kursi yang dihasilkan oleh tenaga

kerja dalam seminggu. Apabila jumlah

yang mereka hasilkan banyak, maka upah

yang mereka dapatkan juga banyak begitu

juga sebaliknya apabila jumlah yang

mereka hasilkan sedikit, maka upah yang

mereka dapatkan sedikit pula.

Dilihat dari lingkungan kerjanya,

CV. “X” mempunyai kerawanan terhadap

terjadinya stres di tempat kerja. Hal ini

dapat dilihat dari ruang kerja yang kurang

sesuai dengan syarat-syarat kesehatan

yaitu ruang kerja yang penerangannya

kurang sehingga dapat menyebabkan

kelelahan mata, suhu udara di ruang kerja

yang panas karena kurangnya ventilasi

udara dan atap industri terbuat dari asbes,

keadaan ruang kerja yang kurang

bersih dan tidak rapi dapat menambah

beban kerja yang harus ditanggung oleh

pekerja yang dapat menyebabkan

munculnya stres kerja sehingga akan

berpengaruh terhadap tingkat

produktivitas industri ini. Batasan masalah

penelitian ini adalah stres kerja

dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu

faktor dari lingkungan kerja yang meliputi

faktor fisik, kimia, biologi, psikologi,

faktor kondisi di luar lingkungan kerja

(life stresor), yaitu perubahan-perubahan

dasar dalam kehidupan seseorang seperti

perceraian, perkawinan dan kematian serta

faktor dari diri pribadi yaitu tipe

kepribadian A atau B.

Selain itu juga terdapat faktor yang

dapat merubah pengalaman stres individu

yang meliputi umur, pendidikan, masa

kerja, jenis kelamin, intelegensia, status

ekonomi, suku, kebudayaan, dan kondisi

fisik. Dalam penelitian ini dibatasi pada

variabel faktor fisik dari lingkungan kerja

yang meliputi persepsi tenaga kerja

mengenai suhu, penerangan dan

kebersihan serta kerapian ruang kerja dan

faktor yang dapat merubah pengalaman

stres individu yaitu umur, pendidikan, dan

masa kerja. Pengambilan variabel dari

lingkungan kerja karena untuk

mengetahui seberapa jauh lingkungan

kerja berpengaruh terhadap individu.

Rumusan masalah pada penelitian

ini adalah Apakah hubungan antara stres

kerja dengan tingkat produktivitas pada

tenaga kerja di CV. “X”. Sedangkan tujuan penelitian ini

adalah menganalisis hubungan antara stres

kerja dengan tingkat produktivitas tenaga

kerja di CV. “X”.

METODE

Berdasarkan tidak adanya

perlakuan pada objek, penelitian ini

termasuk penelitian observasional karena

penelitian ini dilakukan dengan

mengamati objek penelitian tanpa

memberikan perlakuan.

Berdasarkan waktu pelaksanaannya,

penelitian ini termasuk penelitian cross

sectional karena data tentang variabel

diperoleh pada satu waktu dan merupakan

penelitian analitik yaitu dengan

menggunakan teknik kontingensi

Page 7: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

147 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

koefisien. sampel dari penelitian ini

adalah semua tenaga kerja di CV. “X”

yang berjumlah 35 orang (Notoatmodjo,

1997).

Sampel di ambil dengan prinsip

total sampling karena jumlah yang

tidak terlalu banyak dan waktu yang

memungkinkan untuk menggunakan

seluruh populasi menjadi sampel.

Variabel pada penelitian ini adalah

karakteristik individu (umur, masa kerja

dan pendidikan), stres kerja, produktivitas

kerja dan lingkungan fisik kerja.

Pengumpulan data primer dilakukan

dengan menggunakan bantuan kuisioner

dan teknik wawancara kepada pimpinan

industri dan tenaga kerja serta penggunaan

lembar observasi untuk mengamati

lingkungan fisik yang terkait dengan

penelitian.

Sedangkan pengumpulan data

sekunder diperoleh dari data yang telah

ada pada industri yang bersangkutan. Data

yang telah diperoleh melalui observasi dan

wawancara diolah pada penilaian

kuesioner yang dilakukan skoring untuk

mengetahui stress dan tingkat

produktivitas.

Untuk mengetahui hubungan stres

dengan tingkat produktivitas dilakukan

analisis data dengan menggunakan

tabulasi silang (cross tab). Data yang

didapatkan dari kuesioner, wawancara

dan pengukuran langsung kemudian

dianalisis dengan tabel narasi. Untuk

mengetahui kuat hubungan menggunakan

Contingency Coefficient (C).

HASIL Gambaran Umum Perusahaan

CV. “X” merupakan industri

mebel. Misi visi industri ini adalah

menghasilkan produk mebel yang

berkualitas. Proses produksi di industri ini

dimulai dari proses pembuatan kursi yaitu

menyusun kerangka kursi, lalu pemberian

spon daan setelah itu pemberian kain yang

sudah dijahit dan dibentuk sesuai kursi

yang diinginkan. Setelah kursi jadi, lalu

kursi tersebut dibungkus dengan plastik

atau yang biasa disebut dengan

pengepakan. Setelah pengepakan selesai,

kursi siap di kirim dan dijual.

Karakteristik Responden Umur Responden

terlihat bahwa sebagian besar

responden berumur antara 41–50 tahun

yaitu sebanyak 15 orang (42,9%) dan

hanya 4 orang responden (11,4%) yang

berumur antara 21 – 30 tahun.

Pendidikan Responden

terlihat bahwa sebagian besar

pendidikan responden adalah SMP yaitu

sebanyak 18 orang (51,4%) dan hanya 2

orang responden (5,7%) yang

berpendidikan SD.

Masa Kerja Responden

terlihat bahwa sebagian besar masa

kerja responden antara 11 – 15 tahun yaitu

sebanyak 20 orang (57,1%) dan hanya 1

orang responden (2,9%) yang masa

kerjanya kurang dari 1 tahun.

Lingkungan Fisik Kerja Responden

terlihat bahwa sebagian besar

responden yaitu 32 orang (91,4%) merasa

tidak nyaman di lingkungan kerjanya, dan

yang mengalami kenyamanan di

lingkungan kerja hanya 3 orang (8,6%).

Stres Kerja

besar responden mengalami stres

kerja yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan

8 orang responden (22,9%) yang tidak

mengalami stres kerja.

Tingkat Produktivitas Kerja

Sebagaian besar responden

mempunyai tingkat produktivitas tinggi

yaitu sebanyak 17 orang (48,6%),

sedangkan responden dengan tingkat

produktivitas rendah mempunyai jumlah

paling sedikit yaitu 8 orang (22,8%).

Page 8: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja… 148

Hubungan Antara Umur Responden

Dengan Stres Kerja

Tabel 1. Hubungan Antara Umur dengan

Stres Kerja Tenaga Kerja di CV.

“X” 2014

Umur

Responden

Stres Kerja

Jumlah

(n%)

Tidak

Stres

(n%)

Stres

(n%)

21-30 tahun 2 (50,0) 2 (50,0) 4 (100,0)

31-40 tahun 2 (20,0) 8 (80,0) 10(100,0)

41-50 tahun 3 (20,0) 12(80,0) 15(100,0)

> 50 tahun 1 (16,7) 5 (83,3) 6 (100,0)

Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Dapat diketahui bahwa yang paling

banyak mengalami stres kerja adalah

responden dengan umur > 50 tahun yaitu

sebesar 83,3%. Sedangkan responden yang

paling sedikit mengalami stres kerja yaitu

responden dengan umur rentang umurnya

21-30 tahun sebesar 50,0%.

Hubungan Antara Pendidikan

Responden dengan Stres Kerja

Tabel 2. Hubungan Antara pendidikan

dengan Stres Kerja Tenaga

kerja di CV. “X” 2014

Pendidikan

Responden

Stres Kerja

Jumlah

(n%)

Tidak

Stres

(n%)

Stres

(n%)

SD 0 (0,0) 2(100,0) 2 (100,0)

SMP 6 (33,3) 12(66,7) 18(100,0)

SMA 2 (13,3) 13(86,7) 15(100,0)

Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Diketahui bahwa yang paling

banyak mengalami stres kerja adalah

responden dengan pendidikan SD sebesar

100,0%. Sedangkan responden yang paling

sedikit mengalami stres kerja yaitu

responden dengan pendidikan SMP sebesar

66,7%.

Hubungan Antara Masa Kerja

Responden dengan Stres Kerja

Tabel 3. Hubungan Antara Masa Kerja

dengan Stres Kerja Tenaga

Kerja di CV “X” 2014

Masa Kerja

Responden

Stres Kerja

Jumlah

(n%)

Tidak

Stres

(n%)

Stres

(n%)

0-5 tahun 2 (33,3) 4 (66,7) 6 (100,0)

6-10 tahun 2 (22,2) 7 (77,8) 9 (100,0)

11-15 tahun 4 (20,0) 16(80,0) 20(100,0)

Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Diketahui bahwa yang paling banyak

mengalami stres kerja adalah responden

dengan rentang lama kerja antara 11 – 15

tahun yaitu sebesar 80,0%. Sedangkan

responden yang paling sedikit mengalami

stres kerja yaitu responden dengan rentang

lama kerja antara 0-5 tahun yaitu sebesar

66,7%.

Hubungan antara lingkungan Fisik

Kerja dengan Stres Kerja

Tabel 4. Hubungan Antara Lingkungan

Fisik Kerja dengan Stres Kerja

Tenaga Kerja di CV “X” 2014

Lingkungan

Fisik Kerja

Stres Kerja

Jumlah

(n%)

Tidak

Stres

(n%)

Stres

(n%)

Tidak

Nyaman

5 (15,6) 27(84,4) 32(100,0)

Nyaman 3(100,0) 0 (0,0) 3 (100,0)

Jumlah 8 (22,9) 27(77,1) 35(100,0)

Diketahui bahwa semua responden

yang merasa tidak nyaman mengalami stres

kerja yaitu sebesar 84,4% dan tidak ada

responden yang merasa nyaman yang

mengalami stres kerja.

Page 9: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

149 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

Hubungan antara Stres Kerja dengan

Tingkat Produktivitas Kerja

Tabel 5. Hubungan Antara stres Kerja

dengan Tingkat Produktivitas

Kerja Tenaga Kerja di CV “X”

2014

Stres

Kerja

Stres Kerja Jumlah

(n%) Rendah

(n%)

Sedang

(n%)

Tinggi

(n%)

Tidak

Stres

0

(0,0)

6

(75,0)

2

(25,0)

8

(100,0)

Stres 8

(29,6)

4

(14,8)

15

(55,6)

27

(100,0)

Jumlah 8

(22,8)

10

(28,6)

17

(48,6)

35

(100,0)

Diketahui bahwa pada responden

yang paling banyak mengalami stres

adalah responden yang tingkat

produktivitasnya tinggi yaitu sebesar

55,6 %. Sedangkan responden yang sedikit

mengalami stres adalah responden yang

tingkat produktivitasnya sedang yaitu

sebesar 14,8%.

Hasil Observasi Terhadap Lingkungan

Fisik Kerja

CV. “X” merupakan gudang besar

yang tidak memiliki halaman dan tidak

berpagar. Dinding ruang kerja terbuat dari

tembok yang bahannya cukup kuat, jika

terkena hujan terus menerus, tembok

tersebut pun akan rapuh. Warna dinding

cerah yaitu putih sehingga dapat

membantu pencahayaan di ruang kerja ini.

CV ini memiliki sedikit ventilasi

sehingga aliran udara dan cahaya pun

kurang. Di dalam ruangan ini terdapat

banyak sekali barang-barang produksi

yang akan dijadikan kursi. Mulai dari

kerangka kursi, spon, kain, lem, kardus,

dan peralatan yg digunakan. Semua barang

- barang ini ada yang tertata rapi dan ada

pula yang tidak. Ruangan ini tidak

mempunyai langit-langit, tetapi langsung

beratapkan asbes. Lantai ruang kerja

terbuat dari cor-coran semen yang

sewaktu-waktu bisa retak. Ruang kerja

tidak bersekat, akan tetapi terdapat 2 lantai

pada ruang kerja ini. Lantai atas hanya

terbuat dari tumpukan triplek untuk

meletakkan bahan-bahan produksi. Untuk

kursi yang sudah jadi, diletakkan di bawah.

Penerangan di ruangan ini berasal

dari penerangan alami dan buatan. Sinar

matahari masuk melalui ventilasi –

ventilasi kecil di sepanjang dinding baik di

lantai bawah maupun atas yang juga

berfungsi sebagai jalan masuknya sinar

matahari. Sedangkan penerangan buatan

berasal dari lampu yang berkekuatan 20

watt dan 10 watt. Jumlah lampu disini ± 6

lampu. Masing-masing lantai terdapat 3

buah lampu yang terdiri dari 20 watt dan

10 watt. Untuk membantu kesejukan udara

di dalam ruangan, masing-masing lantai

diberi 1 buah kipas angin yang berdiameter

± 30 cm dan letaknya di tengah langit-

langit. Walaupun letak kipas angin ini di

tengah-tengah, suhu udara di ruang kerja

masih saja terasa sedikit panas.

PEMBAHASAN Karakteristik Tenaga Kerja

Umur

Secara deskriptif dari hasil penelitian

diketahui bahwa responden yang terbanyak

berusia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 15

orang (42,9%).

Menurut Depkes RI (2009),

rentan umur ini dikategorikan dalam

umur dewasa akhir. Rentang usia ini

walaupun termasuk dalam usia

produktif, tetapi sudah mendekati masa

lansia awal. Hal ini mulai terjadi

penurunan fungsi dan kemampuan tubuh.

Adanya penurunan kemampuan tubuh

menyebabkan jarang perusahaan yang

mencari tenaga kerja di rentang usia ini,

sehingga tenaga kerja pada rentang usia

ini akan menekuni pekerjaan yang telah di

jalaninya dan tidak akan berpindah untuk

mencari pekerjaan lain.

Sedangkan yang paling sedikit yaitu

responden dengan rentang usia 21 – 30

tahun sebanyak 4 orang (11,4%). Pada

rentang usia ini bisa dikategorikan dalam

usia dewasa awal. Pada umumnya masa

dewasa awal merupakan masa dimana

Page 10: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja… 150

setiap orang mempunyai banyak impian

yang ingin dicapai dan sudah memikirkan

kehidupan yang lebih matang, misalnya

keinginan untuk menikah. Sehingga pada

rentan umur ini tiap individu dituntut

untuk berfikir secara luas, tegas dan

bertanggung jawab jika ingin sukses.

Misalnya mencari pekerjaan yang sesuai

keinginan dan bekerja dengan rasa

tanggungjawab. Pada rentang usia ini

merupakan usia produktif dimana banyak

dicari oleh perusahaan.

Pada pekerjaan mebel ini umur juga

dapat dapat berpengaruh terhadap

produktivitas tenaga kerja. Semakin tua

umur maka tenaga kerja akan semakin

cepat merasa lelah selain itu keterampilan

tangan juga semakin berkurang

dibandingkan tenaga kerja yang lebih

muda. Di dalam pekerjaan ini dibutuhkan

orang yang cekatan dan terampil agar

menghasilkan mebel (kursi) yang

berkualitas.

Pendidikan

Pembuatan kursi pada perusahaan ini

seperti dalam penelitian merupakan suatu

pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan

tingkat pendidikan. Sebenarnya pekerjaan

ini bisa dipelajari oleh semua orang tanpa

memandang tingkat pendidikan. Pekerjaan

ini hanya memerlukan keterampilan yang

cekatan. Keterampilan ini bisa didapat dari

terbiasa membuat kursi. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa tingkat

pendidikan sebagian besar responden

adalah SMP yaitu sebanyak 18 orang

(51,4%). Sedangkan yang paling rendah

adalah tingkat pendidikan SD yaitu

sebanyak 2 orang (5,7%).

Tingkat pendidikan ini juga tidak

berpengaruh terhadap pencapaian hasil

tenaga kerja, karena banyak sedikitnya

hasil yang didapat tergantung dari

keterampilan mereka dalam membuat

kursi. Semakin terampil, maka semakin

cepat mereka bekerja sehingga akan

semakin banyak yang dihasilkan.

Masa Kerja

Sebagian besar tenaga kerja

mempunyai masa kerja antara 11 – 15

tahun yaitu sebanyak 20 orang (57,1%).

Hal ini berarti sebagian besar dari mereka

bekerja sejak bertahun – tahun awal

berdiri. Hanya 1 orang responden (2,9%)

yang mempunyai masa kerja < 1 tahun.

Para tenaga kerja tetap bertahan

dengan pekerjaannya ini karena tingkat

pendidikan mereka yang pada umumnya

rendah dan kurang mendukung untuk

mendapatkan pekerjaan yang lain. Mereka

berpikir bahwa pekerjaan ini sudah

mencukupi untuk kehidupan mereka.

Lingkungan Fisik Kerja

Dari hasil penelitian diketahui bahwa

sebagian besar merasa tidak nyaman

dengan lingkungan kerjanya yaitu sebanyak

32 orang (91,4%) sedangkan yang merasa

nyaman sebanyak 3 orang (8,6%).

Ketidaknyamanan ini meliputi suhu

di dalam ruang kerja yang panas,

pencahayaan kurang, ruang kerja yang

berdebu dan sedikit tidak rapi di dalam

ruang kerja. Ketidaknyamanan ini harus

segera diperbaiki karena dapat berefek

negatif terhadap tenaga kerja itu sendiri.

Menurut pendapat Nurmianto (1996),

bahwa ketidaknyamanan dapat menjadi

sebuah gangguan atau bahkan dapat

menimbulkan efek – efek psikologis.

Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan, keadaan ruang kerja panas dan

berdebu karena kurangnya ventilasi di

ruang kerja serta tidak adanya penghijauan

di sekitar tempat kerja dan selain itu di

daerah ini juga merupakan lalu lintas truk

dari berbagai perusahaan yang ada di

daerah pergudangan ini. Kurangnya

jumlah kipas angin dan jendela yang

menghambat aliran udara yang dapat

membuat tenaga kerja tidak nyaman.

Penerangan juga kurang karena tidak

semua lampu dinyalakan, tujuannya agar

suhu di dalam ruangan tidak semakin

panas.

Page 11: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

151 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

Stres Kerja Pada Tenaga Kerja

Dari hasil penelitian diketahui bahwa

sebagian besar responden mengalami stres

kerja yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan

8 orang responden (22,9%) yang tidak

mengalami stres kerja. Menurut Risnawati

(2002) mengatakan bahwa dalam

lingkup ketenagakerjaan stres kerja

merupakan suatu ketidakseimbangan yang

ada antara tuntutan pekerjaan dan

kemampuan individu bila kegagalan yang

terjadi berdampak penting. Sedangkan

menurut Mangkunegara (2002) stres kerja

adalah perasaan tertekan yang dialami

karyawan dalam menghadapi pekerjaan.

Perasaan tertekan ini bisa disebabkan oleh

stresor fisik ataupun stresor sosial.

Dengan kata lain stres kerja adalah

perasaan tertekan atau suatu ketegangan

mental (psikologi) seseorang terkait

dengan pekerjaannya yang terjadi karena

pengaruh situasi atau peristiwa diri dan

lingkungan, baik lingkungan pekerjaan

maupun diluar pekerjaannya. Dari

penelitian Cohen (1980) dalam Munandar

(2001) faktor – faktor yag mempengaruhi

stres kerja yaitu lingkungan kerja, kondisi

diluar lingkungan kerja, dan diri pribadi.

Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja

Dari hasil penelitian diketahui bahwa

sebagian besar responden mempunyai

tingkat produktivitas tinggi yaitu sebanyak

17 orang (48,6%), sedangkan responden

dengan tingkat produktivitas rendah

mempunyai jumlah paling sedikit yaitu 8

orang (22,8%). Produktivitas tenaga

kerja yaitu suatu konsep yang

menunjukkan adanya kaitan antara hasil

kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan

untuk menghasilkan produk (barang atau

jasa) dari seseorang tenaga kerja.

Menurut Ravianto (1986)

mengatakan bahwa seorang tenaga kerja

dinilai produktif jika ia mampu

menghasilkan keluaran yang lebih banyak

dari tenaga kerja lain dalam waktu yang

sama dengan menggunakan sumber daya

yang sama atau lebih sedikit dengan mutu

yang sesuai standar.

Hubungan Antara Umur dengan Stres

Kerja

Ditinjau dari segi umur, responden

yang paling banyak mengalami stres kerja

adalah responden dengan umur > 50 tahun

yaitu sebesar 83,3%. Secara garis besar

persentase tenaga kerja yang mengalami

stres kerja ditinjau dari umur, meningkat

seiring dengan meningkatnya umur.

Semakin tua umur responden, semakin

besar persentase yang mengalami stres

kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan

Anoraga (1998), yaitu semakin tua umur

seseorang maka semakin besar

kemungkinan terjadinya stres kerja,

mengingat dengan bertambahnya umur

seseorang, maka semakin kompleks pula

permasalahan yang akan dihadapi.

Menurut Winarti (2001), menyatakan

bahwa responden yang lebih rentan

mengalami stres kerja adalah yang berusia

≥ 41 tahun.Berdasarkan pengujian yang

dilakukan dengan menggunakan

kontingensi koofisien di dapatkan nilai

asosiasinya sebesar 0,228. Jika dilihat dari

tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,228

berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang

berarti memiliki tingkat hubungan lemah.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara stres kerja dengan umur

responden. Faktor umur memang sulit

untuk di analisis tersendiri karena masih

banyak faktor dalam individu lainnya

yang ikut berpengaruh terhadap stres kerja.

Selain itu dengan bertambahnya umur,

pengalaman dan pengetahuan akan

bertambah baik serta rasa tanggungjawab

yang lebih besar dimana semuanya akan

dapat menutupi kekurangan untuk

beradaptasi.

Hubungan Antara Pendidikan dengan

Stres Kerja

Ditinjau dari segi pendidikan,

responden yang mengalami stres kerja

sebagian besar yaitu 100,0% adalah tenaga

kerja yang mempunyai pendidikan SD.

Berdasarkan hasil pengujian dengan

menggunakan kontingensi koefisien

Page 12: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja… 152

didapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,257.

Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai

asosiasi 0,257 berada pada rentang nilai

0,00 – 0,25 yang berarti memiliki tingkat

hubungan lemah.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara stres kerja dengan

pendidikan responden. Sesuai dengan

pendapat Smet (1994), yaitu reaksi

terhadap stres berbeda antara orang yang

satu dengan yang lain.

Sesuai dengan pendapat Smet (1994),

yaitu reaksi terhadap stres berbeda antara

orang yang satu dengan yang lain.

Perbedaan ini disebabkan oleh faktor –

faktor yang dapat merubah dampak

stressor, yaitu faktor umur, tahap

kehidupan, jenis kelamin, temperamen,

faktor-faktor genetik, intelegensi,

pendidikan, suku, kebudayaan, status

ekonomi, dan kondisi fisik.

Hubungan Antara Masa Kerja dengan

Stres Kerja

Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa responden yang paling banyak

mengalami stres kerja adalah responden

yang lama kerjanya antara 11 – 15 tahun

yaitu sebesar 80,0% dan yang paling

sedikit adalah responden dengan lama

kerja 0 – 5 tahun yaitu sebesar 66,7%.

Hasil ini tidak sesuai dengan

Atkinson (1991), bahwa semakin sedikit

masa kerja seseorang, semakin besar

kemungkinan terjadinya stres mengingat

masa kerja baru memerlukan adaptasi yang

baik. Selain itu tiap individu memiliki

daya tahan yang berbeda – beda untuk

menghadapi stressor yang ada pada setiap

individu, sehingga kerentanan turut

berperan dalam terjadinya stres.

Hubungan antara kedua variabel

tersebut dianalisis menggunakan

kontingensi koefisien dan didapatkan nilai

asosiasinya sebesar 0,184. Jika dilihat dari

tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,184

berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang

berarti memiliki tingkat hubungan lemah.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara stres kerja dengan lama

kerja responden.

Hubungan Antara Lingkungan Fisik

Kerja dengan Stres Kerja

Ivancevich dan Matteson mengatakan

bahwa stres pada seseorang dapat

bersumber dari faktor lingkungan atau

yang datang dirinya sendiri (Hidayat,

1998). Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa responden yang paling banyak

mengalami stres kerja sebesar 84,4%

adalah responden yang merasa tidak

nyaman di lingkungan kerja.

Lingkungan fisik dimana seseorang

bekerja dapat menjadi sumber timbulnya

stres. Merasa senang atau tidak senang

bekerja tergantung lingkungan fisik kerja

yang mempengaruhi seperti intensitas

penerangan, warna dinding, bising yang

menganggu, suhu ruangan yang terlalu

panas atau mungkin terlalu dingin, ruangan

lembab dan bau serta pengaturan ruangan

seperti bahan-bahan produksi, meja dan

kursi ruang kerja yang tidak

menyenangkan (Singgih dan Singgih,

1991).

Sebenarnya pihak perusahaan juga

sudah melakukan upaya untuk membuat

keadaan ruang kerja menjadi nyaman,

diantaranya dengan menggunakan lampu

sebagai penerangan dan tidak semuanya

dinyalakan karena untuk mengurangi suhu

panas di dalam ruang kerja.

Analisis terhadap kedua variabel ini

menggunakan kontingensi koefisien dan

didapatkan nilai asosiasinya sebesar

0,490. Jika dilihat dari tingkat

hubungannya, nilai asosiasi 0,490 berada

pada rentang nilai 0,26 – 0,50 yang berarti

memiliki tingkat hubungan sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara stres kerja dengan

lingkungan fisik kerja. Hasil ini sesuai

dengan Anoraga (1998), yang mengatakan

bahwa unsur – unsur tertentu seperti suara

bising, suhu udara yang tinggi dan banyak

kondisi penghambat lain mempunyai

kemungkinan sebagi penyebab timbulnya

stres kerja dalam lingkungan kerja.

Atkinson (1991), juga mengatakan bahwa

Page 13: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

153 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

semakin buruk lingkungan fisik, semakin

dapat menimbulkan stres.

Oleh karena itu sebaiknya

perusahaan lebih meningkatkan

perhatiannya terhadap tenaga kerja,

diantaranya dengan melakukan

pengukuran iklim kerja sehingga tempat

kerja selalu dapat dipantau dan dapat

digunakan sebagai dasar untuk menyusun

kebijakan perusahaan dalam rangka

peningkatan pengendalian lingkungan

kesehatan kerja, sehingga akan

memberikan suasana kerja yang lebih

nyaman bagi pekerjanya. Serta

memberikan saran pada tiap tenaga

kerjanya untuk selalu menjaga kebersihan

dan kerapian ruang kerja.

Hubungan antara Stres Kerja Dengan

Tingkat Produktivitas

Secara deskriptif dapat diketahui

bahwa yang paling banyak

mengalami stres kerja adalah tenaga kerja

dengan tingkat produktivitas tinggi yaitu

sebesar 55,6% dan yang paling sedikit

mengalami stres kerja adalah tenaga kerja

dengan tingkat produktivitas sedang

yaitu sebesar 14,8%. Dari hasil ini dapat

disimpulkan bahwa stres memberikan

pengaruh terhadap produktivitas yang

tinggi.

Akan tetapi stres yang diberikan

tidak boleh terlalu banyak karena akan

dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja

kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pendapat Selye dalam Munandar 2001,

yaitu stres tidak selalu hal yang

negatif, bila individu terganggu dan

kelelahan maka dapat menimbulkan stres

yang merugikan.

Berdasarkan analisis yang

dilakukan dengan menggunakan

kontingensi koefisien didapatkan nilai

asosiasinya sebesar 0,495. Jika dilihat dari

tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,495

berada pada rentang nilai 0,26 - 0,50 yang

berarti memiliki tingkat hubungan sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara stres kerja dengan

tingkat produktivitas kerja. Hal ini sesuai

dengan pendapat Anoraga (1998), yang

menyatakan bahwa tekanan emosional

yang kurang mendukung motovasi untuk

bekerja pada akhirnya menghasilkan stres

yang berdampak pada produktivitas dan

variabilitas yang besar dalam prestasi

kerja.

Oleh karena itu sebaiknya

perusahaan memberikan reward kepada

tenaga kerja yang dapat menghasilkan

produktivitas tinggi, sehingga reward ini

akan memberikan motivasi kepada tenaga

kerja untuk selalu bekerja yang produktif

dan bertanggungjawab. Hal ini dapat

meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja

dan perusahaan.

SIMPULAN

Sebagian besar responden berumur

antara 41 – 50 tahun, responden dengan

tingkat pendidikan SMP adalah yang

terbanyak, serta sebagian besar masa kerja

responden antara 11 – 15 tahun. Sebagian

besar responden yaitu 32 orang (91,4%)

merasa tidak nyaman di lingkungan

kerjanya, dan yang mengalami

kenyamanan di lingkungan kerja hanya 3

orang (8,6%).

Sebagian besar responden

mengalami stres kerja. Sebagian

besar responden mempunyai tingkat

produktivitas tinggi. Tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara

stres kerja dengan karakterisitik

responden seperti umur, pendidikan dan

masa kerja. Terdapat hubungan yang

bermakna antara stres kerja dengan

lingkungan fisik kerja. Sebagian besar

responden tidak merasa nyaman.

Terdapat hubungan yang bermakna

antara stres kerja dengan tingkat

produktivitas kerja. Stres kerja terbanyak

dialami oleh responden dengan tingkat

produktivitas tinggi.

Page 14: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/KKLK8805-13d8df321dfullabstract.pdf · loss causation model pada pengelas di pt bangun sarana baja 1 - 14 8 faktor yang berhubungan dengan kelelahan

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja… 154

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Panji.1998. Psikologi Kerja.

Jakarta: Rineka Cipta.

Atkinson, M.1991. Mengatasi Stres di

Tempat Kerja. Jakarta: Bina Rupa

Aksara

Gibson, dkk.1995.Organisasi, Perilaku,

Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga

Hidayat, T.1998. Stres Dalam Lingkup

Pekerjaan. Majalah Psikiatri, tahun

XXXI nomor 3

Mangkunegara P, Anwar.2002.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Munandar, Ashar Sunyoto.2001. Psikologi

Industri dan Organisasi. Jakarta:

UI Press.

Notoatmodjo, Soekidjo.1997. Metodelogi

Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta

Nurmianto, Eko.1996. Ergonomi, Konsep

Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:

Guna Widya

Ravianto, J.1986. Produktivitas dan

Keluarga. Jakarta: Lembaga Sarana

Informasi Uasaha Dan

Produktivitas.

Risnawanti.2002. Hubungan Antara Iklim

kerja Dengan Stres Di Tempat

Kerja. Skripsi. Surabaya:

Universitas Airlangga.

Singgih dan Singgih.1991. Psikologi

Praktis Anak, Remaja dan

Keluarga. Jakarta: BPK Gunung

Mulia

Smet, B.1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia

Sudirman.1989. Hiperkes dan

Keselamatan Kerja Kaitannya

dengan Ketenangan Kerja. Majalah

Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Vol XXII no 2 dan 3. Jakarta: Pusat

Hiperkes Departemen Tenaga

Kerja RI

Sudrajat, dkk.1998. Manajemen

Lingkungan Kerja. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Sumakmur P.K.1989. Ergonomi Untuk

Produktivitas Kerja. Jakarta: Haji

Masagung

Winarti, N.2001. Hubungan Antara

Karakterisitik Pekerja dengan Stres

Kerja Pada pengemudi Bemo Lyn

T2. Skripsi. Surabaya: Universitas

Airlangga