1 Darah

Embed Size (px)

Citation preview

.1 Darah Darah berbentuk cairan yang berwarna merah, agak kental dan lengket. Darah mengalir di seluruh tubuh kita, dan berhubungan langsung dengan sel-sel di dalam tubuh kita. Darah terbentuk dari beberapa unsur, yaitu plasma darah, sel darah merah, sel darah putih dam keping darah (Anonim, 2009). Plasma darah Unsur ini merupakan komponen terbesar dalam darah, karena lebih dari separuh darah mengandung plasma darah. Hampir 90% bagian dari plasma darah adalah air. Plasma darah berfungsi untuk mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan. Fungsi lainnya adalah menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibody (Hidayati, 2008) Sel darah merah (Eritrosit) Sel darah merah mengandung banyak hemoglobin. Darah berwarna merah sebab haemoglobin berwarna merah tua. Sel darah merah dihasilkan dilimpa atau kura, hati dan sumsum merah pada tulang pipih. Sel darah merah yang sudah mati dihancurkan di dalam hati (Hidayati, 2008) Sel darah putih (Leukosit) Sel darah putih bentuknya tidak tetap. Sel darah putih dibuat di sumsum merah, kura dan kelenjar limpa. Fungsinya untuk memberantas kuman-kuman penyakit(Hidayati, 2008) Keping darah (Trombosit) Bentuk keping darah tidak teratur dan tidak mempunyai inti. Diproduksi pada sumsum merah, serta berperan penting pada proses pembekuan darah(Hidayati, 2008).

Gambar 1. Eritrosit, leukosit dan trombosit

(Anonim, 2009) Darah memiliki fungsi penting bagi tubuh, antara lain : 1. Mengangkut sari-sari makanan dari usus dan mengedarkannya ke seluruh tubuh. 2. Mengangkut oksigen dari paru-paru serta mengedarkannya ke seluruh tubuh dan juga mengambil karbon dioksida dari seluruh tubuh untuk dibawa ke paru-paru. 3. Mengangkut hormon dari pusat produksi hormon ke tempat tujuannya di dalam tubuh. 4. Mengangkut sisa-sisa metabolisme sel untuk dibuang di ginjal. 5. Menjaga kestabilan suhu tubuh. Suhu tubuh manusia tetap, yaitu berkisar antara 36C sampai 37C. Suhu tubuh manusia tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Darah mampu menjaga suhu tubuh tetap stabil. Caranya, darah melakukan penyebaran energi panas dalam tubuh secara merata.

6. Membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh. 2.2 Eritrosit 2.2.1 Sel Darah Merah Sel darah merah merupakan sel darah berbentuk lempeng bikonkaf dan berwarna merah akibat adanya haemoglobin. Fungsi sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin beredar sebagai protein bebas dalam plasma, tidak terbatas dalam sel darah merah. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain. Contohnya, ia mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara karbondioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat (Guyton, 1997). Sel darah normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8 mikrometer dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau jurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 samapi 95 mikrometer kubik. Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Pada bayi biasanya ditemukan sel darah merah sebesar 6.83 juta/ml, namun ketika tumbuhn maka berkurang menjadi 4 juta/ml. Pada pria normal, jumlah rata-rata sel darah merah per millimeter kubik adalah 3.2-5.5 juta/ml dan pada wanita normal 4.8-5.2 juta/ml (Guyton, 1997). 2.2.2 Pembentukan Sel Darah Merah Sel darah merah dihasilkan dilimpa atau kura, hati dan sumsum merah pada tulang pipih.Sel darah merah primitif yang berinti pada minggu-minggu pertama kehidupan embrio diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester, hati dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi sel-sel darah merah walaupun jumlah cukup banya yang diproduksi dalam limpa dan limfonodus. Selam bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir sel-sel darah merah diproduksi oleh sumsum tulang. Pada dasarnya sumsum tulang dari semua tulang memproduksi sel darah merah sampai seseorang berusia lima tahuntetapi sumsum dari tulang panjang kecuali bagian proksimal humerus dan tibia menjadi sangat berlemak dan tidak memproduksi sel darah merah setelah kurang lebih berusia 20 tahun. Setelah usia tersebut kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam sumsum tulang membranosa seperti vertebra, iga, sternum dan ilium (Guyton, 1997). Pada sumsum tulang terdapat sel stem hemapoietik pluripoten yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Suatu sel stem commited yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E). Sel stem CFU-E dengan rangsangan yang sesuai akan membentuk proeritoblas. Proeritoblas yang terbentuk akan membelah beberapa kali sampai akhirnya membentuk sel darah merah yang matur (Guyton, 1997). Sel generasi pertama disebut basofil eritroblas dan pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Sel generasi berikutnya adalah polikromatofil eritoblas dimana hemoglobin telah banyak terkumpul sekitar 34%. Setelah hemoglobin terkumpul nukleus memadat menjadi kecil disebut ortokromatik eritoblas (Guyton, 1997). 2.2.3 Masa Hidup dan Perombakan Sel Darah Merah Sel darah merah akan bersirkulasi selama 120 hari sebelum rusak. Sel darah merah yang sudah mati dihancurkan di dalam hati. Walaupun sel darah merah matur tidak mempunyai inti, mitokondria ataupun retikulum endoplasma namun sebenarnya mereka mempunyai enzim-enzim

sitoplasmik yang mampu mengadakan metabolisme glukosa dan membentuk sedikit ATP dan khususnya sedikit bentuk NADPH (Guyton, 1997). NADPH yang terbentuk berfungsi antara lain mempertahankan kelenturan membran sel, mempertahankan pengagkutan ion-ion melalui membran, membertahankan besi hemoglobin sel agar tetap dalam bentuk fero, dan mencegah oksidasi protein dalam sel darah merah. Sistem metabolik dalam sel darah merah makin lama makin kurang aktif dan sel menjadi semakin rapuh, diduga karena proses kehidupannya sudah selesai. Begitu membran sel menjadi rapuh , maka selbisa robek sewaktu melewati tempat-tempat yang sempit dalam sirkulai. Dalam limpa akan dijumpai banyak sekali pecahan sel darah merah karena sel-sel ini terperas sewaktu melalui pulpa merah lienalis (Guyton, 1997). Hemoglobin yang dilepaskan dari sel waktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh hampir semua sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh namun terutama di hati., limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesdahnya makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemogloin, yang masuk kembali dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah baru atau menuju hati dan jaringan lainya untuk disimpan dalam bentuk feritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag melalui serangkaian tahap menjadi pigmen empedu bilirubin yang dilepaskan ke dalam darah dan akhirnya disekresikan oleh hati masuk ke dalam empedu (Guyton, 1997). 2.3 Leukosit 2.3.1 Sel Darah Putih Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Guyton, 1997). Ada enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan dalam darah yaitu netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang yaitu megakariosit. Prosentase normal dari sel darah putih yaitu netrofil polimorfonuklir 62%, eosinofil polimorfonuklir 2,3%, basofil polimorfonuklir 0,4%, monosit 5,3%, dan limfosit 30% (Guyton, 1997). Sel - sel polimorfonuklir seluruhnya mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama sel limfosi dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun. Fungsi trombosit erutama mengaktifkan mekanisme pembekuan darah. Pada manusia dewasa dapat dijumpai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah. (Guyton, 1997). 2.3.2 Pembentukan Sel Darah Putih Sel-sel commited dari sel stem homopoietik pluripoten juga membentuk sel darah putih melalui dua jalur yaitu miolositik dan limfositik. Granulosit dan monosit hanya ditemukan pada sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi pada berbagai organ limfogen, termasuk kelenjar limfe,limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid. Sel darah

putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampaimereka diperlukan dalam sistem sirkulasi. Limfosit sebagian besar disimpa dalam berbagai jarinagn limfoid kecuali sedikit limfosit yang temporer diangkut dalam darah. Megakariosit yang dibentuk dalam sumsum tulang dan merupakan bagian dari kelompok mielogenosa dalam tulang. Megakariosit ini lalu pecah dalam sumsum tulang, menjadi frgmen kecil yang dikenal sebagai trombosit selanjutnya masuk ke dalam darah (Guyton, 1997). 2.3.3 Masa Hidup Leukosit Masa hidup granulosit sesudah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam darah sirkulasi dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan. Monosit juga mempunyai masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam , berada dalam darah sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam jaringan. Begitu sampai di jaringan menjadi makrofag jaringan dapat hidup erbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kecualibial mereka dimusnahkan melalui fungsi fagositik. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tetapi hal tersebut tergantung kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut. Trombosit dalam darah akan diganti kira-kira setiasp 10 hari (Guyton, 1997). 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eritrosit dan Leukosit Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adanya desakan darah antara lain sebagai berikut: Berat badan. Orang yang memiliki berat badan berbeda, maka jumlah eritrosit dan leukositnya juga berbeda. Nutrisi. Nutrisi dapat mempengaruhi jumlah eritrosit dan secara tidak langsung juga mempengaruhi leukosit. Bila kita memakan makanan yang banyak mengandung zat besi misalnya bayam maka jumlah eritrosit kita akan meningkat. Hal ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi leukosit. Kondisi Tubuh. Kondisi tubuh dapat mempengaruhi jumlah leukosit, bila kondisi tubuh sedang lemah/tidak enak badan maka jumlah leukosit secara otomatis juga akan menurun. Lokasi Tempat Tinggal. Orang yang tinggal di tempat yang lebihi tinggi(dataran tinggi) biasanya memiliki jumlah eritrosit yang lebih banyak daripada orang yang hidup di daerah dataran rendah Jenis kelamin. Pria memiliki jumlah eritrosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan darah wanita, hal ini disebabkan karena wanita mengakami proses menstruasi yang mana hal ini mempengaruhi jumlahnya (Pearce, 2002). 2.5 Haemacytometer Haemacytometer merupakan alat yang didesain khusus untuk menghitung sel darah tetapi haemocytometer juga dapat digunakan untuk menghitung sel tipe lain yang berukuran mikroskopik (Anonim, 2008). Haemacytometer ditemukan oleh Louis Charles Malassez dan terdiri atas gelas kaca mikroskop dengan bentuk seperti empat persegi panjang dengan lekukan yang membentuk kamar. Kamar diukir dengan menggoreskan laser yang membentuk garis tegak lurus. Alat ini dibuat dengan angat hati-hati oleh orang yang ahli sehingga batas area bergaris diketahui dan kedalaman kamar diketahui

Gambar 2. Haemocytometer

Gambar 3. Bagian-bagian Haemocytometer

(Anonim, 2008) 2.6 Kelainan Darah Penyakit yang disebabkan kelainan pada darah antara lain sebagai berikut : 1. Anemia, yaitu penyakit karena kurangnya sel darah merah 2. Leukimia, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kelebihan produksi sel darah putih. Penyakit ini biasa disebut kanker darah 3. Hemofilia, yaitu penyakit yang mengakibatkan darah sukar membeku. Jika si penderita mengalami luka ringan, dapat mengakibatkan pendarahan yang serius 4. Leukopenia, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan sel darah putih, biasanya penyakit ini menyertai penyakit lain. 5. Polisitemia, yaitu penyakit yang disebabkan kelebihan sel darah merah. (Anonim, 2009) 2 Pembahasan Praktikum menghitung Eritrosit dan Leukosit bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit dan leukosit dengan menggunakan bilik hitung (Chamber Haemacytometer). Praktikum diawali dengan menyiapkan berbagai alat dan bahan yang dibutuhkan. Peralatan dan bahanbahan yang dibutuhkan antara lain haemacytometer, alkohol, mikroskop, larutan turk, larutan hayem, pipet tetes, pipet ukur, tissue, jarum franke. Haemacytometer dibersihkan terlebih dahulu dengan NaCl. Pembersihan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa darah atau kotoran yang mungkin masih menempel pada alat. Mula-mula praktikan ditimbang berat badannya untuk menentukan siapa yang akan diambil sampel darahnya. Sampel darah diambil pada praktikan yang mempunyai jenis kelamin berbeda tetapi mempunyai berat badan yang hampir sama. Berdasarkan penimbangan berat badan praktikan yang beratnya hampir sama. Praktikan yang diambil sampel darahnya adalah Faris dn Yuni dengan berat masing-masing adalah 48 kg. Sebelum mengambil sampel darah kedua praktikan terlebih dahulu focus mikroskop dicari agar memudahkan saat mengamati eritrosit dan leukosit yang akan dihitung jumlahnya. Sampel darah probandus diambil dengan menusuk jari ketiga atau keempat pada tangan kiri dengan menggunakan jarum franke. Jarum franke digunakan pada skala empat. Skala tersebut memiliki kedalaman yang cukup. Sebelum ditusuk dengan jarum franke terlebih dulu daerah yang akan ditusuk diusap dengan alkohol 70%. Pengusapan dengan alkohol bertujuan untuk sterilisasi area sehingga mikroorganisme yang kemungkinan ada di area tersebut akan

mati. Setelah ditusuk darah yang keluar pertama kali diusap dengan kapas, lalu dihisap dengan menggunakan pipet pengencer (pipet thoma) hingga skala 1. Pengambilan sampel darah hingga skala 1 berarti sample mengalami pengenceran 100X. Kemudian ujung pipet diusap dengan tisu. Setelah diusap, larutan hayem segera dihisap hingga skala 101 agar darah tidak menggumpal. Larutan hayem merupakan larutan yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah saat akan dihitung jumlah eritrositnya. Selain itu, larutan hayem juga berfungsi sebagai pewarna agar eritrosit dapat terlihat jelas bentuknya. Komposisi larutan hayem menurut Anonim (2007) terdiri atas 5 gram Na2SO4, 1 gram NaCl, 0.5 gram HgCl2, dan 200 ml akuades. Kedua ujung pipet dipegang dan dikocok larutan selama dua menit. Pengocokan berfungsi untuk mencampurkan darah dengan larutan hayem. Larutan dalam pipet dibuang 3-4 tetes pertama. Pembuangan dilakukan karena pada 3-4 tetes pertama umumnya tidak steril atau terkontaminasi. Larutan diteteskan ke haemacytometer yang sudah ditutp dengan kaca penutup pada kedua ujung. Haemacytometer merupakan perangkat serupa kaca objek yang didalamnya bersekat-sekat membentuk kamar-kamar dengan ukurang yang sama. Haemacytometer didisgn untuk menghitung sel darah. Cara meneteskannya yaitu satu tetes pada daerah atas dan satu tetes pada daerah bawah haemacytometer. Larutan diteteskan pada haemacytometer yang telah diberi kaca penutup agar tidak terdapat gelembung udara yang akan mengganggu saat pengamatan di bawah mikroskop. Sampel darah dibiarkan sampai mengalir ke kamar-kamar haemacytometer. Haemacytometer diletakkan di bawah mikroskop. Perbesaran yang digunakan adalah 100X. Penghitungan eritrosit dilakukan pada kamar atas dan kamar bawah. Pengamatan pada masingmasing kamar dilakukan di pojok kanan atas, pojok kanan bawah, pojok kiri atas,pojok kiri bawah dan bagian tengah. Data yang diperoleh saat menghitung rata-rata jumlah eritrosit dari praktikan adalah Yuni 4.800.000/ml, Evi K. 2.130.000/ml , Faris 2.590.000/ml, dan Daniel 2.387.500/ml. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah eritrosit yang tertinggi adalah Yuni. Pada umumnya jumlah eritrosit pria lebih banyak dibandingkan dengan jumlah eritrosit wanita. Perbedaan jumlah tersebut terkait dengan proses menstruasi yang dialami wanita sedangkan pria tidak. Menurut Guyton (19997) pada pria normal, jumlah rata-rata sel darah merah per millimeter kubik adalah 5.200.000 ( 300.000) dan pada wanita normal 4.700.000 ( 300.000). Hasil ini tidak sesuai dengan hasil praktikum yang menunjukkan bahwa eritrosit yuni lebih banyak daripada faris dan Daniel. Perbedaan tersebut bukan berarti kedua praktikan tidak normal. Perbedaan dapat terjadi karena kesalahan perhitungan atau adanya faktor lain yang berpengaruh, seperti terkait dengan kondisi kesehatan praktikan. Saat praktikum, praktikan yang menjadi objek sedang dalam masa penyembuhan. Jadi dapat diasumsikan eritrosit berlebih jumlahnya, karena adanya proses metabolisme tubuh yang berlebih dalam proses penyembuhan. Selain itu, jumlah rata-rata eritrosit tidak hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin tetapi juga dipengaruhi oleh berat badan. Seseorang yang mempunyai berat badan yang lebih besar akan mempunyai volume darah yang besar pula sehingga jumlah eritrosit maupun leukositnya akan lebih besar dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat badan lebih ringan. Pada kondisi tertentu, seseorang dapat mengalami penurunan jumlah eritrosit dibawah rata-rata. Penurunan ini juga dibarengi dengan penurunan haemoglobin dan hematokrit. Hal ini dalam dunia medis sering dikenal dengan anemia. Perhitungan leukosit juga dilakukan dengan menggunakan prosedur yang sama dengan perhitungan eritrosit hanya saja larutan yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah berbeda. Pada perhitungan eritrosit larutan yang digunakan adalah larutan hayem sedangkan pada perhitungan leukosit larutan yang digunakan adalah larutan turk. Komposisi larutan turk

menurut Anonim (2007) terdiri atas 4 ml asam asetat, 10 tetes gentian violet, dan 200 ml akuades. Larutan turk selain mencegah penggumpalan darah juga berfungsi sebagai pewarna leukosit. Asam asetat pada larutan turk berfungsi untuk mencegah penggumpalan darah sedangkan gentian violet berfungsi untuk pewarna leukosit. Pengenceran pada perhitungan eritrosit lebih besar dibandingkan dengan leukosit yaitu pada eritrosit pengencerannya 200X dan pada leukosit 20X karena jumlah eritrosit manusia jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah leukosit. Pengenceran yang lebih besar pada eritrosit agar sel darah merah dapat dilihat jelas pada mikroskop tidak saling bertumpukan satu sama lain. Data yang diperoleh dari perhitungan jumlah rata-rata leukosit kedua praktikan adalah Yuni 5.087,5/ml, Evi K. 55.500/ml, Faris 6.950/ml dan Daniel 21.250/ml. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah leukosit jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah eritrosit. Menurut Hidayati (2008), jumlah rata-rata leukosit normalnya 7000-9000 sel per ml. Adanya perbedaan jumlah leukosit pada praktikan dengan literatur dapat dimungkinkan adanya penyebab lain, seperti kondisi praktikan saat pengambilan sample darah. Kondisi tersebut berkaitan dengan proses produksi darah pada hati. Saat masa penyembuhan, sel-sel dalam tubuh yang terserang penyakit membutuhkan lebih banyak sel darah putih sebagai kekebalan tubuh untuk memfagositosis mikroorganisme asing. Selain itu perbedaan itu dpat disebabkan karena kesalahan dalam perlakuan maupun perhitungan. BAB V KESIMPULAN

Darah merupakan jaringan penyambung khusus yang terdiri dari sel-sel dan banyak interstitial ekstrasel. Darah tersususun atas elemen atau sel-sel darah dan plasma. Sel darah merah merupakan sel darah berbentuk lempeng bikonkaf dan berwarna merah akibat adanya haemoglobin. Eritrosit terutama berperan dalam mengikat haemoglobin. Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Untuk menghitung eritrosit dan leukosit dibutuhkan suatu alat yaitu haemocytometer yang terdiri atas counting chamber dan pipet pengencer. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh eritosit Yuni dan Evi K. adalah 4.800.000/ml dan 2.130.000/ml, sedangkan pada Faris dan Daniel adalah 2.590.000/ml dan 2.387.500/ml. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyabutkan bahwa eritrosit pria lebih banyak daripada wanita. Leukosit yuni adalah 5.087,5/ml, Evi K. 5500/ml, Faris 6.950/ml dan Daniel 2.125/ml. Jumlah leukosit Daniel dibawah normal yaitu 4000-11.000/ml. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain kondisi tubuh yang tidak baik, salah perhitungan dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Perhitungan Sel Darah Merah.http://www.unsjournal.com/. Diakses tanggal 16 April 2010 Pukul 20.15 WIB Anonim. 2008. Haemacytometer. http//id.wikipedia.com/haemacytometer. Diakses tanggal 16 April 2010 Pukul 20.15 WIB Anonim. 2009. Fungsi Darah. http: //www.e-smartschool.com/ PNU/ 003/PNU0030011.asp. Diakses tanggal 4 April 2009 Pukul 19.30 WIB Guyton, Arthur.C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta Hidayati, Dewi. 2008. Modul Fisiologi Hewan. FMIPA ITS : Surabaya Suripto. 2002. Fisiologi Hewan. ITB : Bandung

LAMPIRAN I. Perhitungan 1. Yuni a. Eritrosit Ne1 = 79+103+101+93+95 = 471 Ne2 = 92+112+85+95+105 = 489 Ne = 471+489 = 480 2 SDM = ne x p x 50 = 480 x 200 x 50 = 4.800.000/ml b. Leukosit Nl1 = 69+62+38+129 = 298 Nl2 = 21+23+33+32= 109 Ne = 298+109 = 203,5 2 SDP = nl x p x 2,5 = 203,5 x 10 x 2,5 = 5.087,5/ml 2. Evi K.

a. Eritrosit Ne1 = 103+79+97+88+78 = 445 Ne2 = 90+75+79+67+96 = 407 Ne = 445+407 = 426 2 SDM = ne x p x 50 = 426 x 100 x 50 = 2.130.000/ml b. Leukosit Nl1 = 41+36+20+20 = 118 Nl2 = 26+28+31+19= 104 Ne = 118+104 = 111 2 SDP = nl x p x 2,5 = 111x 20 x 2,5 = 5.550/ml 3. Faris a. Eritrosit Ne1 = 103+99+86+100+106 = 494 Ne2 = 109+94+104+125+110 = 542 Ne = 494+542 = 518 2 SDM = ne x p x 50 = 518 x 100 x 50 = 2.590.000/ml b. Leukosit Nl1 = 37+40+37+50 = 164 Nl2 = 32+25+27+30= 114 Ne = 164+114 = 139 2 SDP = nl x p x 2,5 = 139 x 20 x 2,5 = 6.950/ml 4. Daniel a. Eritrosit Ne1 = 119+84+97+106+80 = 486 Ne2 = 97+86+94+88+104 = 469 Ne = 486+469 = 477,5 2 SDM = ne x p x 50 = 477,5 x 100 x 50 = 2.387.000/ml b. Leukosit

Nl1 = 16+6+9+11 = 42 Nl2 = 17+5+7+14= 43 Ne = 42+43 = 42,5 2 SDP = nl x p x 2,5 = 42,5 x 20 x 2,5 2.125/ml II. Perbedaan perbandingan Eritrosit dan Leukosit No Perbedaan Eritrosit 1. 2. 3. Inti Ukuran/bentuk Tempat sintesis Tidak ada (mamalia) 7,5 m / diskus bikonkaf

Leukosit Polimorfonuklear/mononuklear 6-12 m merah, kura dan

Limpa, hati dan sumsum Sumsum merah pada tulang pipih dalam 3,2 5,2 juta sel/mm Hemoglobin Karbominohemoglobin Anemia Oligocythemia Polycythemia3

kelenjar limpa 4000-11000 sel/mm3

4.

Jumlah darah

normal

4,2 5,5 juta sel/mm3 protein Tidak ada Leucopenia Leucocytosis Leukemia (kanker darah) AIDS (virus HIV/sel T yang hingga menurun) menyerang immunitas limfosit tubuh

5.

Kandungan

pigmen pengikat O2/CO2 6. Jenis keabnormalan

7.

Differensiasi

Tidak ada

Berdasarkan Granulosit

granula

dalam

sitoplasmanya : Neutrofil (60-70%) Eosinofil (1-4 %) Basofil (0-1 %) Agranulosit Limfosit Monosit

Berdasarkan intinya : Polimorfonuklear Mononuclear 8. Umur 120 hari Sel darah putih memiliki siklus hidup agak pendek, hidup dari beberapa hari sampai beberapa minggu. 9. Fungsi Tranpor oksigen Transport karbondioksida Mengatur pH dalam darah Bersifat dalam tubuh Berperan fagositosis zat asing Bersifat ameboid sehingga dapat mendekati atau dalam immunologic

menjauhi zat asing Diapedesis Kemotaksis (mampu

menembus jaringan) (menjauhi

atau mendekati jaringan yang rusak)

III. Faktor Kesalahan Dalam Perlakuan 1. Pipet pengencer dibersihkan dengan kertas saring pada ujungnya dan diusahakan tidak terdapat gelembung udara di dalamnya. Namun saat penyedotan harus dulang 2x karena terdapat gelembung udara di dalamnya, sehingga faktor pengencerannya tidak jelas. 2. Penusukan jari pada Faris harus diulang nenerapa kali karena darah tidak keluar pada skala 3 hingga 4. 3. Pemasangan selang terbalik, sehingga penusukan pada Daniel juga harus diulang 2x. 4. Pemijitan jari pada probandus umumnya dilakukan setelah jari ditusuk. Hal ini disebabkan karena darah tidak keluar. Padahal seharusnya pemijitan jari dilakukan setelah penusukan jari.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Darah terbentuk pada jaringan ikat lalu terbawa oleh plasma. Lebih berat dan lebih kental dibandingkan air. Rasa cenderung asin karena membawa garam-garam mineral bau khas (anyir). Darah memiliki pH 7,35 7, 45. Warna darah adalah merah terang sampai kebiruan tergantung kadar oksigen yang dibawa. Volume darah total 5 liter pada laki-laki dewasa, tergantung ukuran tubuh, dan konsentrasi elektrolit dalam tubuh. Ada 3 tipe unsur-unsur darah ialah sel-sel darah merah atau eritrosit, sel-sel darah putih atau leukosit dan keping-keping darah atau trombosit (Kimball, 1999)

Gambar 1. Sel darah manusia, Platelets and T-lymphocyte (erythocytes = red; platelets = yellow; T-lymphocyte = light green) (SEM x 9,900). 2.2 Eritrosit Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam setiap mm3 darah terdapat 5.000.000 sel darah. Bila dilihat satu per satu warnanya kuning pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma dan berisi masa hemoglobin. Sel darah merah terbentuk di dalam sumsum tulang (Pearce, 2002). Jangka hidup sel darah merah kira- kira 120 hari. Sel- sel darah merah yang telah tua akan ditelan oleh sel- sel fagostik yang terdapat dalam hati dan limpa. Jumlah sel darah merah pada wanita normal kira- kira 4,5 juta sel / mm3 darah. Sedangkan untuk laki- laki normal 5 juta / mm3 darah. Meskipun demikian nilai-nilai ini dapat turun-naik dalam suatu kisaran yang luas sekali, tergantung pada faktor-faktor seperti ketinggian tempat seorang hidup dan kesehatan (Kimball, 1999). Hematokrit merupakan jumlah persen sel darah merah dari sejumlah darah. Nilai normal hematokrit tergantung dari jenis kelamin yaitu pada laki- laki 47% dan pada wanita 45%. Hematokrit dapat dihitung dengan cara memasukkan sejumlah darah pada tabung mikrohematokrit yang sudah diberi antikoagulan, kemudian disentrifugasi sehingga menghasilkan endapan di bawahnya (Suripto, 2004). Fungsi eritrosit antara lain mentranspor oksigen melalui pengikatan oksihemoglobin dan mentranspor karbondioksida melalui pengikatan karbominohemoglobin serta mengatur pH darah (Hidayati, 2005) Menurut Guyton & Hall (1997), Pengaturan produksi sel darah merah sebagai berikut:

Produksi eritrosit diatur oleh eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang dikeluarkan oleh ginjal Kehilangan darah akibat Haemoragi dapat mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah Ketinggian lingkungan tempat tinggal memacu produksi sel darah merah agar dapat mengikat oksigen lebih banyak Gagal jantung atau penyakit paru juga dapat meningkatkan produksi sel darah merah Hormon kortison, tiroid, dan hormon pertumbuhan lainnya dapat memacu produksi sel darah merah

Gambar 1. Sel darah merah (eritrosit) 2.3 Abnormalitas Kondisi Eritrosit 1. Anemia : kekurangan sel darah merah 2. Polisitemia : peningkatan jumlah eritrosit yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah, darah mengental dan aliran darah menjadi lambat. Ada 2 macam polisitemia : a. Polisitemia kompensatori : terjadi akibat kekurangan oksigen dikarenakan tinggal di tempat yang terlalu tinggi, aktivitas fisik berkepanjangan, atau penyakit jantung b. Polisitemia vera : gangguan pada sumsum tulang (Hidayati, 2005). 3. Hemolisa : peristiwa keluarnya hemoglobin dari eritrosit ke cairan di sekelilingnya. Ada 2 macam hemolisa, yaitu : a. Hemolisa osmotik : terjadi karena perbedaan tekanan osmosis antara eritrosit dengan cairan di sekelilingnya b. Hemolisa kimiawi : terjadi karena membran eritrosit dirusak oleh substansi lain misalnya aseton, alkohol, dll. 4. Krenasi : peristiwa mengkerutnya dinding eritrosit karena air yang berada di dalam eritrosit keluar menuju medium di sekelilingnya. 5. Fragilitas : kerapuhan eritrosit, merupakan gambaran kemampuan membran eritrosit dalam menahan bertambahnya tekanan osmosis dalam sel akibat masuknya air dari medium (Suripto, 2004).

Gambar 2. Pembentukan Sel-sel Darah Merah, dan Sel Darah Merah Dalam Berbagai Tipe Anemia (Guyton & Hall, 1997) 2.4 Leukosit Sel darah putih atau leukosit berwarna bening, ukurannya lebih besar daripada sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap mm3 darah terdapat 6.000 sampai 10.000 sel darah putih. Fungsi umum dari sel darah putih yaitu melindungi tubuh dari infeksi (Evelyn, 2002). Sel darah putih terdiri dari 2 macam yaitu : a. Granulosit : memiliki granula sitoplasma. Terdiri dari neutrofil, eusinofil, dan basofil b.Agranulosit : tanpa granula sitoplasma. Terdiri dari limfosit dan monosit (Hidayati, 2005). Monosit dan neutrofil adalah fagosit, yang menelan dan mencerna bakteri dan serpihan selsel mati dari tubuh. Sel darah putih menghabiskan sebagian besar waktu di luar system sirkulasi, berkeliling di dalam cairan interstitial dan system limfatik untuk melawan pathogen (Campbell, 2004). 2.5 Abnormalitas Kondisi Leukosit 1. Leukimia : kanker yang ditandai dengan meningkatnya jumlah leukosit yang tidak terkendali sehingga dapat memakan (memfagosit) sel darah merah. 2. Leukositosis : penambahan jumlah keseluruhan sel darah putih dalam darah melampaui 10.000 butir / mm3. 3. Leukopenia : berkurangnya jumlah sel darah putih sampai 5.000 atau kurang. 4. Limfositosis : pertambahan jumlah limfosit 5. Agranulositosis : penurunan jumlah granulosit secara menyolok (Pearce, 2002).

gambar 3. Pembentukan sel darah putih. (Guyton & Hall, 1997).

2.6

Haemocytometer Improved Neubaeur (Counting Chamber) Haemocytometer Improved Neubaeur berupa lempeng kokoh yang dirancang untuk mendapatkan suspensi sel dalam lapisan tipis di atas guratan yang digoreskan pada lempeng. Guratan-guratan terdiri dari segiempat-segiempat dan bujur sangkar yag besar yang tersusun dalam baris dan kolom. Satu kelompok yang terdiri dari 25 bujur sangkar di pusatnya dipisahkan lebih jauh menjadi 16 bujur sangkar kecil. Bagian tengah lempeng lebih rendah daripada serambi di bagian luar. Jalur yang mirip dengan parit dalam memisahkan bagian tengah dari bagian luar serambi pada setiap sisi. Lapisan penutupnya tebal sehingga tahan bengkok. Hal ini memungkinkan adanya lapisan tipis suspensi sel dengan ketebalan yang diketahui dan seragam, yang terletak di atas segiempat-segiempat dengan luas yang diketahui. Rapatan sel diperkirakan dengan menghitung sel dalam bujur-sangkar yang khas. Jenis pengaturan dalam guratan tidak akan mempengaruhi penentuan. Yang penting adalah penggunaan yang benar dari lempenglempeng penghitung (Michael, 1994).

Gambar 4. Haemocytometer Improved Neubaeur

Gambar 5. Counting Chamber Untuk menghitung jumlah eritrosit maupun leukosit, maka jumlah bujur sangkar dalam Bilik hitung hemocytometer type Double Improved Neubeur perlu diketahui: a. Ukuran seluruh bilik hitung adalah 3x3 mm (9 mm persegi yang terbagi menjadi 9 bujur sangkar (masing-masing bersisi 1 mm). b. Bujur sangkar terbagi lagi monjadi 9 kotak kecil. c. 4 kotak kecil yang terletak dj. bagian pojok (ditandai huruf. W) masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak, (dengan sisi mm) sedangkan kotak kecil yang terletak di tengah terbagi menjadi 25 bujur sangkar dengan sisi 1/5 mm (disebut kotak R) dari kotak R tersebut masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak dengan sisi 1/20 mm (tampak lebih rapat dari kotak W). d. Leukosit dihitung di dalam bujur sangkar bersisi mm (kotak W)

e. Eritrosit dihitung dari dalam bujur sangkar dengan sisi 1/20 mm (kotak R) Jarak antara bilik hitung dengan gelas penutup: 1/10 mm sehingga volume bujur sangkar adalah sebagai berikut:

2,5

METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah haemacytometer, lanset, dan mikroskop. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah darah segar, larutan hayem, larutan turk, kapas, tissue dan alkohol 70%, larutan pembilas (NaOH 0,9%) 3. 2. Cara Kerja 3.2.1 Menghitung Eritrosit (Sel Darah Merah) Penghitungan jumlah eritrosit dapat dilakukan dengan alat Hemacytometer yang terdiri dari counting chamber dan pipet pengencer yang mempunyai skala hingga 101 serta mempunyai inti gelas berwarna merah. Mikroskop disiapkan dengan menutup bagian diafragma dan stage diturunkan. counting chamber diletakkan pada bagian stage dan dinaikkan secara perlahan lahan dengan menggunakan lensa obyektif 5x atau 10x. Sebelum digunakan, counting chamber

dibersihkan dengan tissue secara perlahan lahan dan pipet pengencer dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl 0,9%. Pada counting chamber, bagian ujung yang akan ditutup dengan kaca penutup, diberi setetes air kemudian dorong secara perlahan kaca penutupnya sehingga daerah kotak penghitungan tertutup dengan sempurna. Ujung jari diolesi dengan alkohol 70% lalu ditusuk dengan lanset steril dan biarkan darah keluar. Kemuadian darah yang keluar diisap dengan pipet pengencer hingga skala 0,1. Hindarkan supaya tidak ada gelembung udara di dalam pipet. Jika ada gelembung, ulangi kembali perlakuan seperti semula. Ujung pipet pengencer dibersihkan dengan tissue. Larutan hayem dihisap menggunakan pipet pengencer hingga skala 101. Kedua ujung pipet dipegang dengan jari telunjuk dan dikocok dengan hati hati selama 3 menit. Larutan pertama dalam pipet pengencer dibuang 3 4 tetes. Ujung pipet pengencer diletakkan pada counting chamber dan kaca penutup hemacytometer yang bersih hingga larutan dengan sendirinya menyebar ke sekeliling counting chamber. hati hati jangan sampai larutan darah mengalir ke parit di sekeliling counting chamber. diamkan 1 2 menit supaya sel sel darah mengendap. Amati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah eritrosit dalam kotak R pada counting chamber. 3.2.2 Menghitung Leukosit ( Sel Darah Putih) Penghitungan jumlah leukosit dapat dilakukan dengan alat Hemacytometer yang terdiri dari counting chamber dan pipet pengencer yang mempunyai skala hingga 11 serta mempunyai inti gelas berwarna putih. Mikroskop disiapkan dengan menutup bagian diafragma dan stage diturunkan. counting chamber diletakkan pada bagian stage dan dinaikkan secara perlahan lahan dengan menggunakan lensa obyektif 5x atau 10x. Sebelum digunakan, counting chamber dibersihkan dengan tissue secara perlahan lahan dan pipet pengencer dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl 0,9%. Pada counting chamber, bagian ujung yang akan ditutup dengan kaca penutup, diberi setetes air kemudian dorong secara perlahan kaca penutupnya sehingga daerah kotak penghitungan tertutup dengan sempurna. Ujung jari diolesi dengan alkohol 70% lalu ditusuk dengan lanset steril dan biarkan darah keluar. Kemuadian darah yang keluar diisap dengan pipet pengencer hingga skala 0,1. Hindarkan supaya tidak ada gelembung udara di dalam pipet. Jika ada gelembung, ulangi kembali perlakuan seperti semula. Ujung pipet pengencer dibersihkan dengan tissue. Larutan hayem dihisap menggunakan pipet pengencer hingga skala 11. Kedua ujung pipet dipegang dengan jari telunjuk dan dikocok dengan hati hati selama 3 menit. Larutan pertama dalam pipet pengencer dibuang 3 4 tetes. Ujung pipet pengencer diletakkan pada counting chamber dan kaca penutup hemacytometer yang bersih hingga larutan dengan sendirinya menyebar ke sekeliling counting chamber. hati hati jangan sampai larutan darah mengalir ke parit di sekeliling counting chamber. diamkan 1 2 menit supaya sel sel darah mengendap. Amati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah leukosit dalam kotak R pada counting chamber. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pengamatan PEMBAHASAN Pada awal percobaan, ujung jari ketiga dan keempat ditusuk dengan jarum lanset (frankee), sebab jari tangan ketiga dan keempat memiliki saraf sedikit dan memiliki pembuluh darah yang banyak sehingga bila luka akan cepat sembuh.

Gambar Frankee

Gambar penusukan dengan Frankee Sebelum ditusuk jari disemprot dengan alkohol 70% sebagai tindakan aseptik dan mencegah adanya kontaminan. Setelah darah keluar dihisap dengan pipet thoma. Untuk pemeriksaan jumlah leukosit inti gelas warna putih digunakan, eritrosit digunakan inti gelas warna merah.

Gambar pengambilan darah dengan pipet thoma Setelah itu diteteskan pada bilik hemacitometer dan ditutup dengan kaca penutupnya dan diamati sel darah dan banyak sel yang ditemukan di bilik.

Gambar hemacytometer pada mikroskop Pada praktikum ini digunakan faktor pengenceran eritrosit dan leukosit, karena jika tidak dilakukan pengenceran akan terlalu sulit melakukan pengamatan di bawah mikroskop, sebab darah terlalu pekat/ kental. Faktor pengenceran untuk eritrosit yaitu 200, sedangkan untuk leukosit yaitu 20. Faktor pengenceran yang digunakan berbeda karena jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan leukosit sehingga pengenceran eritrosit lebih besar dibanding leukosit ( Pearce, 2002) Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada laki-laki normal, jumlah rata-rata sel darah merah per mililiter kubik adalah 5.200.000 buah (300.000) dan pada perempuan normal 4.700.000 buah (300.000). ketinggian akan mempengaruhi jumlah sel darah merah manusia yang tinggal didaerah itu. Konsentrasi bermacam macam sel darah putih dalam darah pada manusia dewasa dapat dijumpai sekitar 7.000 sel darah putih per mikroliter darah. Jumlah trombosit, yang hanya merupakan fragmen- fragmen sel, dalam keadaan normal jumlahnya kirakira 300.000 per mikroliter darah (Guyton, 1997) 4.2.1 Pemeriksaan Jumlah Eritrosit

Praktikum penghitungan sel darah merah ini menggunakan hemacitometer dan pipet thoma yang digunakan berwarna digunakan inti gelas warna merah. Darah dihisap sampai 1 ml pada batas pipet thoma kemudian dilanjutkan dengan larutan hayem hingga batas 101, artinya pengenceran 100 kali. Digunakan larutan hayem karena larutan hayem tersusun atas natrium sulfat kristal 5 gram, natrium chlorida c.p. 1 gram, merkuri chlorida 0,5 gram dan air suling 200 ml. Larutan hayem berfungsi sebagai isotonik pada eritrosit, mengencerkan darah, merintangi pembekuan darah, memperjelas bentuk eritrosit, dan mempertahankan bentuk disoid eritrosit serta tidak menyebabkan aglutinasi. Kemudian eritrosit dan larutan hayem dikocok 2 menit dengan tujuan menghomogenisasi darah dengan larutan hayem berlangsung sempurna. Sedangkan isi dari pipet thoma dibuang satu-dua tetes pertama dengan tujuan mengeluarkan sisa larutan hayem yang berhubungan dengan udara dan mengantisipasi adanya kontaminasi dimana selanjutnya diletakkan pada gelas obyek haemacytometer improved neubaver. Didiamkan 1-2 menit supaya sel darah mengendap, kemudian dilakukan perhitungan dalam salah satu kotak R pada kaya obyek. Jumlah eritrosit pada kondisi normal mencapai 4.000.000 sel per mm 3. Hasil pengamatan didapatkan hasil dari rata-rata perhitungan untuk pobandus Ratna sebesar 11.100.000 sel per mm3 dan probandus Rayi sebesar 10.320.000 sel per mm3.

Gambar eritrosit pada hemasitometer Menurut Guyton (1997), jumlah sel darah merah (eritrosit) pada kondisi normal mencapai 4.000.000 sel per mm3. Sel darah merah dipengaruhi oleh faktor beberapa faktor antara lain jenis kelami, berat badan, umur gizi, dan aktivitas. Eritrosit merupakan cakram bikonkaf tidak mempunyai inti tidak mempunyai mitokondria dan retikulum endoplasma. Sel-sel darah merah mempunyai bentuk cakra, dengan diameter 7,5 m dan ketebalan di tepi 2 m. Tengah-tengah dari cakra tersebut lebih tipis (1 m) dari pada tepinya. Bentuknya binkonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gasgas antara sel-sel dan plasma darah. Pada mula-mula dibentuk eritrosit mempunyai sebuah nukleus dan hemoglobin tidak begitu banyak. Akan tetapi, ketika dewasa, jumlah hemoglobin dalam sel naik sampai 280 juta molekul menunjukan kira-kira 90 % bobot bersih sel. Kemudian pada akhirnya dari proses sintesis hemoglobin ini, nukleus diperas keluar sel (Kimball, 1993).

Gambar eritrosit

4.2.2 Pemeriksaan Jumlah Leukosit Praktikum penghitungan sel darah merah ini menggunakan hemacitometer dan pipet thoma yang digunakan berwarna digunakan inti gelas warna putih. Diawal menghisap darah sampai skala 1 kemudian diencerkan dengan larutan turk sampai 11 jadi terjadi pengenceran 20. Faktor pengenceran untuk leukosit yaitu 20. Faktor pengenceran yang digunakan berbeda karena jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan leukosit sehingga pengenceran eritrosit lebih besar dibanding leukosit ( Pearce, 2002). Larutan turk tersusun atas asam asetat glacial 15 ml, larutan gentian violet 1%, dan air suling 475 ml. Larutan turk berfungsi memberi warna pada inti dan granulanya, memecah eritrosit dan trombosit tetapi tidak memecah leukosit. Kemudian larutan turk dan leukosit dikocok selama 2 menit untuk menyempurnakan proses homogenesis kemudian darah diteteskan dalam haemacytometer. Didiamkan 1-2 menit supaya sel darah mengendap, kemudian dilakukan perhitungan dalam salah satu kotak W pada kaya obyek.

Gambar Leukosit pada hemasitometer Hasil pengamatan didapatkan hasil dari rata-rata perhitungan untuk pobandus Ratna sebesar 5.950 sel per mm3 dan probandus Rayi sebesar 10.150 sel per mm3. Padahal menurut Gutton (1997), normalnya 4.000 11.000 sel per mm3. Hal ini berkaitan dengan jenis kelamin, berat badan, umur, gizi, aktivitas dan penyakit yang terkandung atau sedang dalam posisi sakit. Jumlah leukosit mempengaruhi imunitas manusia karena sifat fagositosis (memakan kumankuman yang masuk dalam tubuh dan menghasilkan antibodi). Leukosit adalah sel yang mempunyai inti dan banyak jenis yaitu Neutrofil, Eosinofil, Basofil, Monosit, Limfosit dan Sel plasma. Leukosit bersifat fagositosit yaitu memakan kuman-kuman penyakit dalam tubuh. Dapat bergerak amoeboid dan dapat menembus dinding pembuluh darah yang disebut diapedesis. Jumlah leukosit jauh lebih kurang dari pada sel-sel darah merah, dan rasio antara kedua tipe kirakira 1 : 700. Leukosit mempunyai nukleus. Ukuran dari limfosit yang tidak jauh lebih besar (10 m) dari pada eritrosit sampai monosit monosit yang mungkin tiga kali lebih besar (25 m) (Kimball,1993). KESIMPULAN Prinsip kerja haemacytometer improved neubaver adalah menghitung eritrosit pada kotak R dan leukosit pada waktu W, perhitungan jumlah Sel Darah Merah Ratna adalah 11.100.000 buah/ milimeter dan Rayi adalah 10.320.000 buah/mililiter dan jumlah Sel Darah Putih Ratna adalah 5.950 buah/mililiter dan Rayi adalah 10.150 buah/ milimeter. Jumlah normal Eritrosit 4.000.000 buah/mililiter dan Leukosit 4.000-11.000 buah/mililiter. Sel darah merah jumlahnya dipengaruhi oleh faktor kelamin, berat badan, umur gizi, dan aktivitas. Sel darah putih jumlahnya dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan, umur, gizi, aktivitas dan penyakit yang terkandung atau sedang dalam posisi sakit.

DAFTAR PUSTAKA Kimball, Jhon W, (1993). Biologi, Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Saktiyono, (1999). Biologi, Erlangga, Jakarta. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta Wagener, TA, (1980). Pengantar Ilmu Penyakit Darah. Penerbit Bina Cipta, Bandung Bevelander, G.; Ramaley, J. A. (1988). Dasar-dasar Histologi, edisi kedelapan. Erlangga, Jakarta. Guyton dan Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Penerbit EGC, Jakarta. Hidayati, Dewi. (2006). Modul Ajar Fisiologi Hewan. Program Studi Biologi FMIPA-ITS, Surabaya. Michael, P. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press, Jakarta. Pearce, Evelyn. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Darah Secara umum istilah darah dipakai untuk menjelaskan fluida yang beredar dalam tubuh

yang berfungsi untuk mengangkut gas, nutrien dan bahan sisa metabolisme. Darah manusia terdiri atas (1) plasma darah yang terdiri atas 92% air, protein plasma 7% dan zat-zat terlarut lainnya sekitar 1% dan (2) elemen-elemen darah putih (leukosit) dan keping-keping darah (trombosit). Protein plasma antara lain terdiri atas : albumen 60%, globulin 35%, fibrinogen 4%, dan protein pengatur seperti enzim, proenzim, hormon yang jumlahnya kurang dari 1%. Zat-zat terlarut lainnya adalah: (1) elektrolit-elektrolit yang penting untuk aktivitas sel itu sendiri dan menjaga tekanan osmosis cairan tubuh (Na+, K+, Mg2+, cal-, HCO3-, HPO42-, SO42-), Jenis otot pada vertebrata ada tiga : Otot polos, Otot rangka / Otot lurik dan otot jantung. (2) nutrien organik yang penting untuk menghasilkan energi ATP, untuk pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel, yang antara lain terdiri atas; asam lemak, kolesterol, karbohidrat, dan protein. (3) bahan organik sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatinin, bilirubin,dan amonia.

Elemen seluler yang disebut leukosit terdiri atas : neutrofil 50-70%, eosinofil 2-4%, basofil < 1%, limfosit 20-30% dan monosit 2-8%.

(Suripto, 2002)

2.2

Fungsi Darah Secara umum darah berfungsi untuk : 1. alat transportasi yang berkaitan dengan nutrisi, respirasi, ekskresi dan regulasi 2. mengatur keseimbangan antara darah dengan cairan jaringan (osmoregulasi) 3. mengatur keseimbangan asam-basa tubuh 4. mengatur suhu tubuh (termoregulasi) 5. sebagai alat pertahan tubuh dengan adanya antibodi 6. mencegah pendarahan yang terus menerus

2.3

Eritrosit (Sel Darah Merah) Pada mamalia eritrosit tidak berinti, eritrosit mengandung Hb (hemoglobin) yaitu suatu

protein mengandung senyawa hemin dan mengandung Fe. Hb mempunyai daya ikat terhadap O2 dan CO2 (Saktiyono, 1999). Wanita normal mempunyai 4,5 juta sel dalam setiap milimeter kubik darah. Pada laki-laki normal, rata-rata jumlah 5 juta sel. Meskipun demikian nilai-nilai ini dapat turun-naik dalam suatu kisaran yang luas sekali, tergantung pada faktor-faktor seperti ketinggian tempat seorang hidup dan kesehatan (Kimball,1993). Sel-sel darah merah mempunyai bentuk cakra, dengan diameter 7,5 m dan ketebalan di tepi 2 m. Tengah-tengah dari cakra tersebut lebih tipis (1 m) dari pada tepinya. Bentuknya binkonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas antara sel-sel dan plasma darah. Pada mula-mula dibentuk eritrosit mempunyai sebuah nukleus dan hemoglobin tidak begitu banyak. Akan teteapi, ketika dewasa, jumlah hemoglobin dalam sel naik sampai 280 juta molekul menunjukan kira-kira 90 % bobot bersih sel. Kemudian pada akhirnya dari proses sintesis hemoglobin ini, nukleus diperas keluar sel (Kimball, 1993).

2.4

Leukosit (Sel Darah Putih) Leukosit bersifat fagositosit yaitu memakan kuman-kuman penyakit dalam tubuh. Dapat

bergerak amoeboid dan dapat menembus dinding pembuluh darah yang disebut diapedesis (Saktiyono, 1993). Jumlah leukosit jauh lebih kurang dari pada sel-sel darah merah, dan rasio antara kedua tipe kira-kira 1 : 700. Leukosit mempunyai nukleus. Ukuran dari limfosit yang tidak jauh lebih besar (10 m) dari pada eritrosit sampai monosit- monosit yang mungkin tiga kali lebih besar (25 m) (Kimball,1993).

Pada manusia dewasa dapat dijumpai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah. Persentase normal dari sel darah putih adalah sebagai berikut: Netrofil polimorfonuklir eosinofil polimorfonuklir basofil polimorfonuklir monosit limfosit 62,0 % 2,3 % 0,4 % 5,3 % 30 %

Jumlah trombosit yang hanya merupakan fragmen-fragmen sel, dalam keadan normal jumlahnya kira-kira 300.000 per mikroliter darah. Sel darah putih atau leukosit sebagai kelompok berbeda dengan sel sel darah merah terhadap perlakuan pada pembuatan hapusan. Eritrosit hanya kehilangan volume sedikit maka karena itu lebih kecil dalam hapusan. Leukosit sebaliknya, bentuknya lebih pipih dalam hapusan dan ukuranya menjadi lebih besar. Leukosit mengandung nukleus dan organel-organel sel. Leukosit menunjukkan gerakan amoboid terbatas.Pada sediaan yang diwarnai dengan hematoksilin atau eusin, leukosit lebih menonjol dari pada eritrosit karena nukleus leukosit yangh berwarna gelap. Kadang kadang ada kemungkinan untuk mengidentifikasi limfosit, monosit dan granulosit (Bevelander, et.al, 1988)

2.5

Haemocytometer IMPROVED NEUBAUER (Counting Chamber). Counting Chamber adalah alat pengukuran yang presisi yang terbuat dari kaca optik,

digunakan untuk menghitung sel atau partikel lain dalam suatu suspensi dibawah mikroskop. Counting Chamber sering digunakan dalam analisis darah (menghitung eritrosit, leukosit, dan trombosit) dan menghitung sel dari suatu usapan lendir misalnya sel sperma dan vaginal smear. Counting Chamber juga dapat digunakan untuk menghitung spora bakteri dan jamur.

Gb. Haemocytometer IMPROVED NEUBAEUR (Counting Chamber) Gambar di atas merupakan desain Counting Chamber secara umum. Terdapat empat cekungan longitudinal pada bagian tengah yang terbuat dari kac optik khusus. Cekungan

tersebut diparalelkan dengan adanya cekungan kecil/pendek di bagian tengah denga diameter

yang sama. Pada bagian tengah terdapat dua bagian utama yang mempunyai permukaan yang halus yang digunakan untuk menempatkan suspensi yang akan diukur jumlah selnya.

Bila dilihat dari samping, counting chamber akan terlihat sebagai berikut:

Pada umumnya terdapat dua model counting chamber, yaitu counting chamber single net dan counting chamber double net.

Single net ruling: middle support without division (one counting net)

Double net ruling: middle support with one division (two counting nets) Cara penggunaan counting chamber adalah sebagai berikut : Pertama-tama bagian eksternal counting chamber dibasahi dengan aquades untuk memudahkan pergerakan cover glass. Cover glass dapat diambil dengan cara menariknya dari bagian samping. Cover glass sangat tipis dan rapuh sehingga harus hati-hati dalam memindahkannya agar tidak pecah.

Peralatan lain dalam perhitungan darah adalah pipet pengenceran. Bentuk pipet pengnceran seperti pipet biasa tapi bagian tengahnya menggembung dan terdapat skala untuk menunjukkan volume larutan pengencer. Leucocyte pipette (white bulb)

Erythrocyte pipette (red bulb)

(Marienfeld laboratory)

Cara menghitung partikel dalam counting chamber adalah sebagai berikut : Di bawah mikroskop jumlah partikel dalam kotak R pada counting chamber dihitung. Cara menghitung tampak terlihat pada gambar yaitu dimulai dari kiri atas.

. Ukuran seluruh bilik adalah 3x3 mm (9mm2) yang terbagi dalam 9 bujur angkar kecil. Bujur sangkar terbagi lagi menjadi 16 kotak kecil yang terletak di bagian pojok (W) masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak (dengan sisi mm), sedangkan kotak kecil yang terletak ditengah terbagi menjadi 25 bujur sangkar dengan sisi 1/5 mm(disebut kotak R) dari kotak r tersebut masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak dengan1/20 mm. formula yang digunakan untuk menghitung sel/partikel yaitu :

2.6

Reagen Larutan pengencer yang digunakan untuk menghitung leukosit adalah larutan turk.

Larutan turk merupakan larutan asam asetat 2% ditambah gentlan violet 1%, sehingga warnanya menjadi biru muda. Penambahan gentlan violet ini bertujuan untuk memberi warna pada inti dan granula leukosit. Larutan ini memecah eritrosit dan trombosit, tetapi tidak memecah leukosit. Sedangkan untuk menghitung eritrosit, digunakan larutan Hayem, yang mengandung 10 ml formalin 40%. Larutan ini mudah didapat dan tidak berubah dalam jangka waktu lama serta bentuk discoid eritrosit tetap dipertahankan dan tidak menyebabkan terjadinya aglutinasi

(Wirawan, 2000).

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan bahan

3.1.1 Alat Alat yang digunakan adalah Haemacytometer Improved Neubauer, Mikroskop, lanset, hand tally counter, dan cawan petri. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah darah segar, larutan Hayem, larutan Turk, Alkohol 70% dan NaCl 0,9%.

3.2

Cara kerja

3.2.1 Menghitung Eritrosit Perhitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan Haemocytometer. Pipet pengencer / pipet toma mempunyaui skala 101 dengan inti gelas berwarna merah.

Gb Haemacytometer

Gb Pipet thoma sel darah merah memiliki inti gelas merah

Ujung jari diolesi dengan alkohol 70 % lalu ditusuk dengan lanset steril dan biarkan darah keluar. Kemudian darah dihisap dengan pipet thoma hingga skala 0,5. Kemudian larutan hayem dihisap hingga tepat pada skala 101. kemudian kedua ujung pipet dipegang dengan jari dan dikocok secara hati-hati selama 2 menit. Setelah itu tetesan pertama dari pipet tersebut dibuang, kemudian sampel diteteskan didekat celah penutup counting chamber, dan dibiarkan suspensi tersebut mengalir dengan sendirinya disekeliling counting chambers. Sampel tidak boleh sampai mengalir dalam parit-parit atau cekungan-cekungan kecil pada counting chambers.

Gb Larutan darah bercampur hayem diteteskan ke haemacytometer Baru kemudian dipasang cover glass dan diamati sel serta jumlahnya dengan bantuan mikroskop dan hand tally counter. Pengamatan dilakukan pada 5 kotak R yaitu 4 kotak ditiap ujung dan 1 kotak paling tengah.

Gb Ruang R pada counting chamber ditunjukkan dengan nomor 5 Penentuan jumlah eritosit dalam tiap mm3, digunakan rumus: eritrosit dimana N eritrosit P = jumlah eritosit dalam 5 kotak R = besar pengenceran = n eritrosit x p x 50

3.2.1 Menghitung Leukosit Perhitungan jumlah eritrosit dilakukan degan Haemocytometer. Pipet pengencer mempunyaui skala 11 dengan inti gelas berwarna putih.

Gb Haemacytometer

Gb Pipet thoma sel darah putih memiliki inti gelas putih

Ujung jari diolesi dengan alkohol 70 % lalu ditusuk dengan lanset steril dan biarkan darah keluar. Kemudian darah dihisap dengan pipet pengencer hingga skala 0,5. Kemudian larutan turk dihisap, hingga tepat pada skala 11. kemudian kedua ujung pipet dipegang dengan jari dan dikocok secara hati-hati selama 2 menit. Setelah itu tetesan pertama dari pipet tersebut dibuang, kemudian sampel diteteskan, dan dibiarkan suspensi tersebut mengalir dengan sendirinya disekeliling counting chambers. Sampel tidak boleh sampai mengalir dalam parit-parit atau cekungan-cekungan kecil pada counting chambers.

Gb Larutan darah bercampur larutan turk diteteskan ke haemacytometer Baru kemudian dipasang cover glass dan diamati sel serta jumlahnya dengan bantuan mikroskop. Dibiarkan 1-2 menit supaya sel-sel mengendap. Pengamatan dilakukan pada 5 kotak W yaitu 4 kotak ditiap ujung.

Gb Ruang W pada counting chamber ditunjukkan dengan nomor 1, 2, 3 dan 4 Penentuan jumlah leukosit/mm3, digunakan rumus : leukosit dimana N leukosit P = jumlah leukosit dalam 4 kotak w = besar pengenceran = n leukosit x p x 2.5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Data Pengamatan Probandus Jenis Kelamin Pria Usia Berat Badan 75 kg Eritrosit (jumlah sel/mm3) 5.420.000 Leukosit (jumlah sel/mm3) 200

Sulfahri

22 tahun

Hutami

Wanita

20 tahun

69 kg

2.720.000

1.850

4.2

Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Eritrosit a. Perhitungan Eritrosit Sulfahri Jumlah Eritrosit /mm3 = Ne x p x 50 p = pengenceran dihitung dari 0,5 ml yang diencerkan dengan larutan hayem hingga volume menjadi 101 ml, sehingga : p = 100 / 0,5 p = 200 kali pengenceran Jumlah Eritrosit /mm3 = Ne x p x 50 = 542 x 200 x 50 = 5.420.000 jumlah sel/mm3 b. Perhitungan Eritrosit Hutami Jumlah Eritrosit /mm3 = Ne x p x 50 p = pengenceran dihitung dari 0,5 ml yang diencerkan dengan larutan hayem hingga volume menjadi 101 ml, sehingga : p = 100 / 0,5 p = 200 kali pengenceran Jumlah Eritrosit /mm3 = Ne x p x 50 = 272 x 200 x 50 = 2.720.000 jumlah sel/mm3

4.2.2 Perhitungan Leukosit a. Perhitungan Leukosit Sulfahri Jumlah Leukosit /mm3 = Nl x p x 2.5

p = pengenceran dihitung dari 0,5 ml yang diencerkan dengan larutan turk hingga volume menjadi 11 ml, sehingga : p = 10 / 0,5 p = 20 kali pengenceran Jumlah Leukosit /mm3 = Nl x p x 2.5 = 4 x 20 x 2.5 = 200 jumlah sel/mm3 b. Perhitungan Eritrosit Hutami Jumlah Leukosit /mm3 = Nl x p x 2.5

p = pengenceran dihitung dari 0,5 ml yang diencerkan dengan larutan turk hingga volume menjadi 11 ml, sehingga : p = 10 / 0,5 p = 20 kali pengenceran Jumlah Leukosit /mm3 = Nl x p x 2.5 = 37 x 20 x 2.5 = 1.850 jumlah sel/mm3

4.3

Pembahasan Praktikum bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit dan leukosit dengan

menggunakan bilik hitung. Praktikum menggunakan dua orang probandus yang diambil darah segarnya dengan menggunakan lanset untuk kemudian diberi pengencer dan diamati di haemacytometer pada mikroskop. 4.3.1 Menghitung Eritrosit Perhitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan Haemocytometer. Pipet pengencer / pipet toma mempunyaui skala 101 dengan inti gelas berwarna merah. Praktikum dilakukan dengan langkah sebagai berikut. Ujung jari diolesi dengan alkohol 70 % lalu ditusuk dengan lanset steril dan biarkan darah keluar. Alkohol diusapkan dengan tujuan supaya ujung jari steril sehingga ketika darah keluar tidak bercampur dengan zat-zat lain yang dapat mengkontaminasi. Kemudian darah dihisap dengan pipet thoma hingga skala 0,5. Darah yang ada dalam pipet thoma tidak boleh ada gelembung. Hal ini disebabkan karena gelembung udara dapat menambah volume pipet, sehingga dapat berpengaruh pada perhitungan. Kemudian larutan hayem dihisap hingga tepat pada skala 101. Darah dihisap sampai 0,5 ml dan hayem dihisap sampai 101 dengan tujuan supaya pengenceran dilakukan sebanyak 200 kali. Larutan hayem memiliki fungsi diantaranya adalah mengencerkan darah, merintangi pembekuan, bentuk bentuk eritrosit terlihat jelas, sedangkan bayangan leukosit dan trombosit lenyap. Komposisi larutan hayem adalah Natrium sulfat kristal (5,0 gram), natrium klorida (1,0 gram), merkuri klorida (0,5 gram) dan air suling (200 ml). Larutan hayem yang telah melebihi waktu 3 minggu hendaknya jangan digunakan. Karena didalam larutan akan terbentuk endapan logam merkuri dengan globulin darah. Keadaan ini bisa terjadi bila memasukkan pipet thoma ke tempat botol larutan. Untuk menghindarkan hal ini sebaiknya setiap menghitung eritrosit, larutan hayem dituangkan sedikit kedalam gelas arloji dan sisanya langsung dibuang. Pengenceran sel darah merah dilakukan lebih banyak (200 kali) dibandingkan dengan sel darah putih karena jumlah sel darah merah pada tubuh manusia lebih banyak daripada sel darah putih sehingga dengan pengenceran 200 kali diharapkan dapat mempermudah proses perhitungan. Selain itu juga ukuran sel darah merah lebih kecil dibandingkan dengan sel darah putih. Sehingga perlu pengenceran skala besar untuk melihat dan menghitung sel darah merah yang banyak dan berukuran kecil. Kemudian kedua ujung pipet dipegang dengan jari dan dikocok secara hati-hati selama 2 menit. Pengocokan berfungsi untuk menjadikan darah

homogen dengan larutan hayem saat pengenceran. Setelah itu tetesan pertama dari pipet tersebut dibuang. Pembuangan tetes pertama diasumsikan karena tetes pertama masih mengandung larutan hayem yang belum homogen dengan darah, kemudian sampel diteteskan didekat celah penutup counting chamber, dan dibiarkan suspensi tersebut mengalir dengan sendirinya disekeliling counting chambers. Sampel tidak boleh sampai mengalir dalam parit-parit atau cekungan-cekungan kecil pada counting chambers karena dapat menyebabkan kesalahan perhitungan.

Gb Larutan darah bercampur hayem diteteskan ke haemacytometer Baru kemudian dipasang cover glass dan diamati sel serta jumlahnya dengan bantuan mikroskop dan hand tally counter. Pengamatan dilakukan pada 5 kotak R yaitu 4 kotak ditiap ujung dan 1 kotak paling tengah.

Kotak R

Hasil praktikum menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah Sulfahri adalah 5.420.000 sel/ mm3. Jumlah ini menunjukkan sel darah normal, karena menurut Kimbal pada laki-laki normal, rata-rata jumlah eritrosit adalah 5 juta sel. Sedangkan Hutami memiliki jumlah eritrosit sebesat 2.720.000 sel per mm3. Hutami menunjukkan kekurangan sel darah merah karena menurut Kimbal jumlah sel darah merah perempuan normal sebesar 4,5 juta sel dalam setiap milimeter kubik darah. Hutami menunjukkan jumlah sel darah merah yang tidak normal disebabkan karena ada faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pola hidup yang kurang

tidur kekurangan zat besi dan sebagainya. Faktor utama penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang menjadi salah satu unsur penting dalam memproduksi hemoglobin. Kekurangan zat ini, bisa karena penderita memang kurang mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran hijau, ikan, hati, telur, dan daging. Atau bisa juga mereka sudah mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, tetapi terjadi gangguan absorsi dalam usus karena ada cacing atau gangguan pencernaan. Karena faktor utama anemia karena kekurangan zat besi, anemia sering disebut anemia defisiensi besi (Pertiwi, 2011). 4.3.2 Menghitung Leukosit Perhitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan Haemocytometer. Pipet pengencer mempunyaui skala 11 dengan inti gelas berwarna putih. Ujung jari diolesi dengan alkohol 70 % lalu ditusuk dengan lanset steril dan biarkan darah keluar. Alkohol diusapkan dengan tujuan supaya ujung jari steril sehingga ketika darah keluar tidak bercampur dengan zat-zat lain yang dapat mengkontaminasi. Kemudian darah dihisap dengan pipet thoma hingga skala 0,5. Darah yang ada dalam pipet thoma tidak boleh ada gelembung. Hal ini disebabkan karena gelembung udara dapat menambah volume pipet, sehingga dapat berpengaruh pada perhitungan. Kemudian larutan turk dihisap, hingga tepat pada skala 11. kemudian kedua ujung pipet dipegang dengan jari dan dikocok secara hati-hati selama 2 menit. Pengenceran untuk perhitungan leukosit hanya dilakukan sebanyak 20 kali, dihitung dari 0,5 ml darah yang ditambah larutan turk hingga volume menjadi 11 ml. Ukuran sel darah putih lebih besar daripada sel darah merah sehingga dengan pengenceran yang hanya 20 kali ukuran selnya sudah dapat dilihat dengan jelas. Pada perhitungan leukosit larutan yang digunakan bukan larutan Hayem melainkan larutan Turk yang berwarna biru. Larutan Turk berfungsi untuk pengenceran, melisiskan eritrosit, dan mencegah koagulasi darah, selain itu larutan Turk berfungsi sebagai pewarna leukosit karena adanya gentian violet yang terkandung dalam larutan Turk tersebut. Dalam 100 ml larutan Turk terkandung 3 ml asam asetat glasial, 1 ml gentian violet, dan 96 ml aquades. Setelah itu tetesan pertama dari pipet tersebut dibuang, kemudian sampel diteteskan, dan dibiarkan suspensi tersebut mengalir dengan sendirinya disekeliling counting chambers. Sampel tidak boleh sampai mengalir dalam parit-parit atau cekungan-cekungan kecil pada counting chambers. Baru kemudian dipasang cover glass dan diamati sel serta jumlahnya dengan bantuan mikroskop. Dibiarkan 1-2 menit supaya sel-sel mengendap. Pengamatan dilakukan pada 5 kotak W yaitu 4 kotak ditiap ujung.

KOTAK W

Gb Ruang W pada counting chamber ditunjukkan dengan nomor 1, 2, 3 dan 4 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah leukosit Sulfahri sangat sedikit, jauh dari normal yakni hanya 200 sel/mm3, sedangkan Hutami memiliki jumlah leukosit agak lebih banyak dari Sulfahri, namun masih saja di bawah batas normal, yakni 1850 sel/mm 3. Menurut Guyton, 1997 pada manusia dewasa dapat dijumpai leukosit sekitar 7000 sel per mikroliter darah, sehingga dapat dikatakan sel darah putih kedua probandus jauh dari normal. Hal ini bisa disebabkan karena adanya kesdalahan dalam perhitungan yang disebabkan karena faktor teknis atau sampling. Faktor teknis bisa terjadi karena mungkin pengamat kurang jeli dalam membaca atau menghitung jumlah sel darah putih. Sedangkan faktor sampling bisa menyebabkan kesalahan karena mungkin sempat terjadi penggumpalan dalam pipet thoma sebelum diberi larutan turk, sehingga larutan tidak homogen.

4.4 1.

Faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah Kekurangan Zat Besi.

Perempuan akan lebih mudah menderita anemia bila dibandingkan dengan laki laki karena perempuan mengalami kehilangan darah tiap bulan saat menstruasi. Perempuan juga rentan mengalami kekurangan zat besi. Pada orang dewasa, kekurangan zat besi sering disebabkan oleh karena kehilangan darah khronis seperti menstruasi. 2. Pendarahan

Pendarahan yang banyak saat trauma baik di dalam maupun di luar tubuh akan menyebabkan anemia dalam waktu yang relatif singkat. Pendarahan dalam jumlah banyak biasanya terjadi pada maag khronis yang menyebabkan perlukaan pada dinding lambung.

3.

Genetik

Kelainan herediter atau keturunan juga bisa menyebabkan anemia. Kelainan genetik ini terutama terjadi pada umur sel darah merah yang terlampau pendek sehingga sel darah merah yang beredar dalam tubuh akan selalu kekurangan. Anemia jenis ini dikenal dengan nama sickle cell anemia. Gangguan genetik juga bisa menimpa haemoglobin dimana produksi haemoglobin menjadi sangat rendah. Kelainan ini kita kenal dengan nama thalasemia. 4. Kekurangan Vitamin B12

Anemia yang diakibatkan oleh karena kekurangan vitamin B12 dikenal dengan nama anemia pernisiosa. 5. Kekurangan Asam Folat

Kekurangan asam folat juga sering menyebabkan anemia terutama pada ibu-ibu yang sedang hamil. 6. Pecahnya Dinding Sel Darah Merah

Anemia yang disebabkan oleh karena pecahnya dinding sel darah merah dikenal dengan nama anemia hemolitik. Reaksi antigen antibodi dicurigai sebagai biang kerok terjadinya anemia jenis ini. 7. Gangguan sumsum tulang

Sumsum tulang sebagai pabrik produksi sel darah juga bisa mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi dengan baik dalam menghasilkan sel darah merah yang berkualitas. Gangguan pada sumsum tulang biasanya disebabkan oleh karena mestatase sel kanker dari tempat lain.

BAB V KESIMPULAN Kesimpulan praktikum adalah jumlah eritrosit Sulfahri normal yakni sejumlah 5.420.000 sel/mm , sedangkan eritrosit Hutami tidak normal yakni sebesar 2.720.000 sel/mm3. Jumlah leukosit Sulfahri jauh di bawah normal yakni 200 sel/mm3, sedangkan Hutami juga masih di bawah normal yakni sebesar 1850 sel/mm3.3

DAFTAR PUSTAKA

Bevelander, Gerrit, Judith, Ramaley.1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga: Jakarta Guyton and Hill.1997. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta Kimball, Jhon W.1993. Biologi.Jilid 2 Erlangga : Jakarta Pertiwi, Putri. 2011. Gejala dan Penyebab Anemia diakses dari http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=31201&jenis=Kesehatan pada Senin, 11 April 2011 pukul 11.37 wib Saktiyono. 1999. Biologi. Erlangga : Jakarta Suripto. 2002. Fisiologi Hewan. ITB : Bandung Wirawan, R,dkk. 2000. Hematologi Sederhana Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

LAMPIRAN

Perbedaan Ukuran dibentuk diinti diferensiasi

Tabel Perbandingan Eritrosit dan Leukosit Eritrosit Leukosit sekitar 7,5 m berbentuk 6-12 m amorf diskus bikonkaf sum-sum merah tulang tidak ada pada mamalia tidak ada sum-sum tulang berinti satu atau banyak granulosit: neutrofil, basofil, dan eosinofil. Agranulosit: Limfosit, dan monosit. 4.000 11.000 sel/ml

Jumlah

jantan: 4,2 5,5 juta sel/ml betina: 3,2 5,2 juta sel/ml sekitar 120 hari pengikat karbon dioksida dan oksigen, pengatur pH.

umur fungsi

tergantung jenisnya sistem imun tubuh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Darah Darah adalah cairan yang beredar melalui jantung, arteri, kapiler, dan vena membawa zat

makanan dan oksigen ke sel-sel tubuh, yang secara fisik lebih kental dan mengalir lebih lambat daripada air, dengan pH 7,4 (7,35-7,45), temperatur sekitar 100,4 0F (380C). Darah membentuk sekitar 6-8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rata-rata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis unsur sel yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit yang terendam dalam cairan kompleks plasma (Gambar 1). Fungsi darah adalah mentranspor berbagai zat (O2, CO2, zat makanan, produk metabolisme, vitamin, mineral, elektrolit, panas, dll), regulasi suhu tubuh (pemanasan, pendinginan), menjalarkan sinyal (hormon), sebagai sistem dapar, mencegah kehilangan darah serta pertahanan tubuh melawan zat asing dan mikroorganisme. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas 2 bagian. Bagian interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsure-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per duabelas badan atau kira-kira 6 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Di waktu sehat volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotic dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. (Pearce,2002). 2.1.1 Komponen Darah Medium transport dalam system sirkulasi adalah darah. Darah tidak hanya mengangkut O2 dan CO2 ke dan dari jantung serta paru-paru, tetapi juga mengangkut bahan lainnya ke seluruh tubuh. Zat-zat tersebut meliputi molekul-molekul makanan (seperti gula, asam amino), limbah metabolisme (uine), macam-macam ion (Ca2+, Na+, Cl-, HCO3-) dan hormon. Darah memiliki 8% dari bobot tubuh. Biasanya laki-laki dengan bobot 70 kg, memiliki volume darah 5,4 liter. (Kimball,1996). Komponen penyusun dari darah terdiri atas : a. Plasma Plasma darah terdiri dari: Air 91%; Protein 8% berupa Albumin, Globulin, Protrombin dan fibrinogen; Mineral berupa NaCl, NaCO3, Ca, F, Mg, Fe dan seterusnya.

Sisanya diisi oleh sejumlah bahan organic yaitu glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam amino plasma (cairan yang terdapat dalam sel darah berwarna kuningkuningan) ini juga berisi gas O2 dan CO2; hormone; enzim dan antigen (Pearce, 2002). b. Darah Darah adalah suatu jaringan yang bersifat cair. Darah terdiri atas sel-sel fragmen. Fragmen sel yang terdapat secara bebas dalam medium yang bersifat seperti air (plasma). Sel-sel darah ini disebut sebagai unsur jadi atau 3 tipe unsurjadi yaitu: Sel-sel darah merah (Eritrosit) Sel-sel darah putih (Leukosit) Keping darah (Trombosit). (Pearce, 2002) 2.1.2 Fungsi Darah Secara umum darah berfungsi untuk : 7. alat transportasi yang berkaitan dengan nutrisi, respirasi, ekskresi dan regulasi, 8. mengatur keseimbangan antara darah dengan cairan jaringan (osmoregulasi), 9. mengatur keseimbangan asam-basa tubuh, 10. mengatur suhu tubuh (termoregulasi), 11. sebagai alat pertahan tubuh dengan adanya antibodi, 12. mencegah pendarahan yang terus menerus. (Kimball,1996) 2.2 Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam setiap mm3 darah terdapat 5.000.000 sel darah. Bila dilihat satu per satu warnanya kuning pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma dan berisi masa hemoglobin. Sel darah merah terbentuk di dalam sumsum tulang (Pearce, 2002). Sel darah merah pada mamalia berbentuk seperti cakram dengan penampang cekung ganda. Bentuk diskoid memberikan luas permukaan maksimum untuk sel dengan volume yang sama, yang memungkinkan untuk mengubah gas maksimum antara jaringan dan sel. Membran Sel darah merah terdiri dari lapisan lipid ganda tersusun asimetris, dengan molekul bertindak

sebagai batas, dimana protein integral tertanam. Secara struktural dan fungsional integritas lapisan lipid ganda dan protein integral tergantung pada asosiasi dengan jaringan protein perifer (sitoskeleton) yang menempel pada permukaan membran dalam. Peran sitoskeleton adalah untuk mengembalikan bentuk sel darah merah setelah pembentukan secara mekanik bagian kapiler (Selim, 2009). Eritrosit pada manusia dibuang intinya selama pematangan, dan diperkirakan tidak akan mampu mensintesis protein (Kabanova, 2009). Jangka hidup sel darah merah kira- kira 120 hari. Sel- sel darah merah yang telah tua akan ditelan oleh sel- sel fagostik yang terdapat dalam hati dan limpa. Jumlah sel darah merah pada wanita normal kira- kira 4,5 juta sel / mm3 darah. Sedangkan untuk laki- laki normal 5 juta / mm3 darah. Meskipun demikian nilai-nilai ini dapat turun-naik dalam suatu kisaran yang luas sekali, tergantung pada faktor-faktor seperti ketinggian tempat seorang hidup dan kesehatan (Kimball, 1996). Hematokrit merupakan jumlah persen sel darah merah dari sejumlah darah. Nilai normal hematokrit tergantung dari jenis kelamin yaitu pada laki- laki 47% dan pada wanita 45%. Hematokrit dapat dihitung dengan cara memasukkan sejumlah darah pada tabung mikrohematokrit yang sudah diberi antikoagulan, kemudian disentrifugasi sehingga

menghasilkan endapan di bawahnya (Saktiyono,1999). Fungsi eritrosit antara lain mentranspor oksigen melalui pengikatan oksihemoglobin dan mentranspor karbondioksida melalui pengikatan karbominohemoglobin serta mengatur pH darah (Hidayati, 2005). Menurut Guyton & Hall (1997), Pengaturan produksi sel darah merah sebagai berikut: Produksi eritrosit diatur oleh eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang dikeluarkan oleh ginjal. Kehilangan darah akibat Haemoragi dapat mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah. Ketinggian lingkungan tempat tinggal memacu produksi sel darah merah agar dapat mengikat oksigen lebih banyak. Gagal jantung atau penyakit paru juga dapat meningkatkan produksi sel darah merah. Hormon kortison, tiroid, dan hormon pertumbuhan lainnya dapat memacu produksi sel darah merah.

Gambar 1. sel darah merah (Anonim, 2011) 2.2.1 Abnormalitas Kondisi Eritrosit 3. Anemia 4. Polisitemia : kekurangan sel darah merah : peningkatan jumlah eritrosit yang mengakibatkan peningkatan viskositas

dan volume darah, darah mengental dan aliran darah menjadi lambat. Ada 2 macam polisitemia : c. Polisitemia kompensatori : terjadi akibat kekurangan oksigen dikarenakan tinggal di tempat yang terlalu tinggi, aktivitas fisik berkepanjangan, atau penyakit jantung d. Polisitemia vera : gangguan pada sumsum tulang (Hidayati, 2005). 5. Hemolisa : peristiwa keluarnya hemoglobin dari eritrosit ke cairan di sekelilingnya. Ada 2 macam hemolisa, yaitu : c. Hemolisa osmotik : terjadi karena perbedaan tekanan osmosis antara eritrosit dengan cairan di sekelilingnya d. Hemolisa kimiawi : terjadi karena membran eritrosit dirusak oleh substansi lain misalnya aseton, alkohol, dll. 6. Krenasi : peristiwa mengkerutnya dinding eritrosit karena air yang berada di dalam eritrosit keluar menuju medium di sekelilingnya. 7. Fragilitas : kerapuhan eritrosit, merupakan gambaran kemampuan membran eritrosit dalam menahan bertambahnya tekanan osmosis dalam sel akibat masuknya air dari medium (Suripto, 2004).

2.3

Sel Darah Putih (Leukosit) Leukosit atau sel darah putih merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan

tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit

limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, selsel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi, menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang mungkin ada (Guyton, 1997). Sel darah putih terdiri dari 2 macam yaitu : a. Granulosit : memiliki granula sitoplasma. Terdiri dari neutrofil, eusinofil, dan basofil. b. Agranulosit : tanpa granula sitoplasma. Terdiri dari limfosit dan monosit (Hidayati, 2005).

Gambar 2. Sel darah putih (Anonim, 2011) 2.3.1 Macam macam Sel Darah Putih (Leukosit) Ada lima macam sel darah putih yang secara normal ditemukan dalam darah yaitu netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang yaitu megakariosit (Guyton, 1997). 1. Neutrofil yang berfungsi membunuh bakteri, pada infeksi akut jumlah sel ini meningkat. Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah. 2. Basofil, melepaskan histamin, sel ini berperan pada reaksi hipersensitif tipe cepat seperti urtikaria, rhinitis alergika, syok anafilaktik 3. Eosinofil menyerang beberapa jenis parasit, sel ini meningkat pada penderita alergi.

4. Monosit termasuk darah dari sumsum tulang, kemudian masuk jaringan, berubah namanya menjadi makrofag jaringan. Monosit berfungsi seperti netrofil membunuh bakteri.. 5. Limfosit terdiri dari sel limfosit B dan sel limfosit T yang keduanya berperan dalam kekebalan imunitas (Anonim, 2011).

Gambar 3. Macam-macam Leukosit (Anonim, 2011)

Pada manusia dewasa dapat dijumpai leukosit sekitar 7000 sel per mikroliter darah. Persentase normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 Nama Netrofil polimorfonuklir Eosinofil polimorfonuklir Basofil polimorfonuklir Monosit Limfosit Total Persentase 62,0 2,3 % 0,4 % 5,3 % 30,0 % 100 % (Guyton, 1997) 2.3.2 Abnormalitas Kondisi Sel darah Putih (Leukosit) 6. Leukimia : kanker yang ditandai dengan meningkatnya jumlah leukosit yang tidak terkendali sehingga dapat memakan (memfagosit) sel darah merah. 7. Leukositosis : penambahan jumlah keseluruhan sel darah putih dalam darah melampaui 10.000 butir / mm3. 8. Leukopenia : berkurangnya jumlah sel darah putih sampai 5.000 atau kurang. 9. Limfositosis : pertambahan jumlah limfosit 10. Agranulositosis : penurunan jumlah granulosit secara menyolok

(Pearce, 2002).

2.4

Haemocytometer Improved Neubaeur (Counting Chamber) Haemocytometer Improved Neubaeur berupa lempeng kokoh yang dirancang untuk

mendapatkan suspensi sel dalam lapisan tipis di atas guratan yang digoreskan pada lempeng. Guratan-guratan terdiri dari segiempat-segiempat dan bujur sangkar yag besar yang tersusun dalam baris dan kolom. Satu kelompok yang terdiri dari 25 bujur sangkar di pusatnya dipisahkan lebih jauh menjadi 16 bujur sangkar kecil. Bagian tengah lempeng lebih rendah daripada serambi di bagian luar. Jalur yang mirip dengan parit dalam memisahkan bagian tengah dari bagian luar serambi pada setiap sisi. Lapisan penutupnya tebal sehingga tahan bengkok. Hal ini memungkinkan adanya lapisan tipis suspensi sel dengan ketebalan yang diketahui dan seragam, yang terletak di atas segiempat-segiempat dengan luas yang diketahui. Rapatan sel diperkirakan dengan menghitung sel dalam bujur-sangkar yang khas. Jenis pengaturan dalam guratan tidak akan mempengaruhi penentuan. Yang penting adalah penggunaan yang benar dari lempenglempeng penghitung (Michael, 1994). a b

c

Gambar 4. Hemacitometer : a. lempeng, b. Kaca obyek c. rincian memperlihatkan guratan yang dibesarkan. Praktikum ini bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit dan leukosit dengan menggunakan bilik hitung. Praktikum dilakukan terlebih dahulu dengan menentukan probandus yang akan diambil darahnya, yaitu praktikan sebanyak 2 orang tiap kelompok. Langkah awal dari praktikum ini yaitu Penentuan probandus ini didasarkan pada jenis kelamin dan berat badan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan perbedaan jumlah eritrosit pada laki-laki

dan perempuan. Praktikan yang menjadi probandus adalah Puput Perdana W. (Dana) dan Eka Budi Lestari (Eka). Kemudian ujung jari diolesi dengan alkohol 70% sebelum dilakukan penusukan jari. Penggunaan alcohol 70% berfungsi sebagai antiseptic untuk membunuh mikroorganisme dan bakteri yang ada di sekitar jari yang akan ditusuk sehingga tak akan muncul infeksi pada luka. Penusukan dilakukan pada jari ketiga (jari tengah) dan keempat (jari manis) pada tangan kiri. Pemilihan jari ketiga (jari tengah) dan keempat (jari manis) pada tangan kiri dikarenakan pada kedua jari tersebut memiliki jaringan syaraf yang jumlahnya paling sedikit dibandingkan jari-jari yang lain dan juga mempunyai pembuluh darah yang lebih banyak, sehingga tidak membahayakan tubuh dan juga karena dekat dengan jantung sehingga aliran darah cepat dan lancar. Penggunaan tangan kiri karena jaringan epidermis pada tangan kiri lebih tipis dibandingkan tangan kanan sehingga pembuluh darah lebih cepat terluka dan darah lebih cepat keluar, selain itu lebih cepat sembuh dari luka. Jari ditusuk dengan lanset steril dan dibiarkan darah keluar tanpa harus dipijit, hal ini dimaksudkan agar komponen darah tidak tercampur dengan plasmanya. Penusukan ini bertujuan untuk membuat luka (merusak) pembuluh darah sehingga darah mengucur keluar. Sedangkan penggunaan jarum lanset yang baru dan steril bertujuan untuk mencegah infeksi atau pencampuran darah yang tidak homogen. Darah yang keluar kemudian dihisap menggunakan pipet thoma dengan inti gelas merah dan inti gelas putih. Pipet thoma merupakan pipet yang digunakan untuk pengenceran darah. Pipet yang berinti gelas merah untuk pengenceran eritrosit dengan skala pengenceran 101, sedangkan pipet inti gelas putih untuk pengenceran leukosit dengan skala pengenceran 11. Penghisapan darah pada pipet thoma menggunakan skala 0.5 dikarenakan dengan adanya tinggi rendahnya jumlah atau kepadatan suatu sel darah yang akan dilihat/ dihitung. Perbedaan kedua pipet thoma ini terletak pada ukuran/volume dalam pipet thoma itu sendiri. Pipet thoma inti gelas merah untuk eritrosit volumenya hingga 101 dengan pengenceran 100 - 200 kali, sedangkan pipet thoma inti gelas putih untuk menghitung leukosit dengan pengenceran 10 - 20 kali. Hal ini dikarenakan jumlah eritrosit dan leukosit yang berbeda. Jumlah leukosit dalam darah hanya sedikit (4000 - 11000 leukosit/ml3 darah) dibandingkan eritrosit (4.4 juta/ml3) sehingga perlu pengenceran lebih banyak agar jumlah eritrosit bisa dihitung secara manual. Pengenceran pada eritrosit menggunakan larutan hayem, sedangkan pad leukosit menggunakan larutan turk.

Setelah pengenceran kedua ujung pipet dipegang dan dikocok selama 2 menit. Pengocokan ini dilakukan agar larutan yang ada didalam pipet thoma terlarut homogen. Lalu sebelum dimasukkan ke dalam hemasitometer, 2-3 tetesan pertama dibuang. Hal ini bertujuan sebagai validitas darah, karena pada ujung pipet thoma kemungkinan kecil tidak terdapat sel-sel darah. Setelah tercampur homogen, larutan tersebut diteteskan ke gelas objek Hemasitometer Improved Neubauer pada kamar hitung R untuk eritrosit dan kamar hitung W untuk leukosit. Dibiarkan 1-2 menit supaya sel-sel mengendap, kemudian dilakukan perhitungan pada counting camber di bawah mikroskop. Kotak yang digunakan untuk menghitung eritrosit adalah kotak R (kotak kecil yang terletak di tengah terbagi menjadi 25 bujur sangkar dengan sisi 1/5 mm). Kotak ini lebih kecil dari pada kotak perhitungan leukosit, yaitu kotak W (kotak kecil yang terletak di bagian pojok dan masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak dengan sisi mm).

4.1.1 Menghitung Eritrosit/Sel Darah Merah (SDM) Praktikum penghitungan sel darah merah ini menggunakan hemacitometer dan pipet thoma yang digunakan berwarna digunakan inti gelas warna merah. Prinsip dalam perhitungan eritrosit adalah darah diencerkan dengan suatu larutan isotonis tertentu, kemudian sel-sel darah dimasukkan dan dihitung dalam kamar hitung. Darah dihisap sampai skala 0,5 ml pada batas pipet thoma kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan hayem hingga batas 101, artinya pengenceran 200 kali. Pengambilan darah dengan pipet thoma cukup dengan menyentuhkan pipet pada daerah atau jari yang telah berdarah, maka darah tersebut akan masuk dan naik ke dalam pipet karena pipet bersifat kapiler. Pengenceran 200 kali dilakukan karena darah terlalu kental dan juga agar memudahkan dalam perhitungan. Penggunaan larutan hayem berwarna bening berfungsi sebagai larutan isotonis pada eritrosit, untuk mengencerkan eritrosit, merintangi pembekuan, memperjelas bentuk eritrosit dan mempertahankan bentuk diskoid eritrosit dan tidak menyebabkan aglutinasi. Komposisi dari larutan hayem adalah Natrium Sulfat kristal (5gr), Natrium clorit c.p (1 gr), Merkuri Clorida (0,5 gr), air suling (200 ml) dan formalin (0,4

gram). Larutan hayem yang telah melebihi waktu 3 minggu hendaknya jangan digunakan. Karena di dalam larutan akan terbentuk endapan logam merkuri dengan globulin darah. Keadaan ini dapat terjadi bila memasukkan pipet thoma ke tempat botol larutan. Untuk menghindarkan hal ini sebaiknya setiap menghitung eritrosit, larutan hayem dituangkan sedikit ke dalam gelas arloji dan sisanya langsung dibuang (Syaifuddin,1997).

Hasil pengamatan didapatkan jumlah eritrosit pada kamar bilik hitung 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk probandus Dana sebesar 7.280.000 sel/mm3 dan Eka sebesar 8.010.000 sel/mm3. Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa jumlah eritrosit dari kedua praktikan tersebut adalah tidak normal karena jumlah eritrositnya melebihi dari konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada pri normal sebesar 4,2 5,5 juta sel/mm3 dan pada wanita normal sebesar 3,2 5,2 juta sel/mm3. Kedua praktikan dapat dikatakan mengalami abnormalitas sel darah merah, yaitu polisitemia (kelebihan jumlah sel darah merah). Angka tersebut dapat menunjukkan ketidaknormalan dari praktikan ataupun dapat dikarenakan kesalahan dalam melakukan praktikum. Kemungkinan kesalahan yang dilakukan dalam praktikum dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah : - Teknik Teknik yang dilakukan kurang tepat, misalnya kemampuan pengamat dalam melakukan penghitungan yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi jumlah

eritrosit/leukosit yang dihitung, kurang ketelitian pengamat dalam menghitung jumlah eritrosit/leukosit, kesalahan dalam membuang tetesan awal sebelum ditetesi pada counting chamber. - Sampling Pada waktu sampling kemungkinan terjadi kesalahan yaitu ketika jari ditusuk dengan jarum lanset darahnya menyebar, adanya pengurutan/pemijitan pada jari pada saat penghisapan darah, pengambilan darah melebihi skala 0,5 sehingga terlalu banyak darah yang terambil atau darah belum banyak sudah dilakukan penghisapan, adanya gelembung udara pada pipet thoma saat penghisapan, pengenceran tidak tepat (tidak mencapai batas 101 atau 11). - Peralatan Peralatan yang digunakan belum terlalu bersih dan dalam keadaan tidak baik (misalnya pada pipet thoma dan jarum lanset yang digunakan sedikit rusak, sehingga mempengaruhi volume darah yang diambil pada saat penghisapan).

4.1.2 Menghitung Leukosit / Sel Darah Putih (SDP) Praktikum penghitungan sel darah putih ini menggunakan hemacitometer dan pipet

thoma yang digunakan berwarna digunakan inti gelas warna putih. Teknik perhitungan untuk jumlah leukosit dalam darah secara prinsipal sama dengan teknik perhitungan jumlah eritrosit dalam darah, perbedaannya adalah terletak pada pengenceran, pipet thoma yang digunakan dan larutan pengencer/reagennya. Pada perhitungan leukosit dilakukan pengenceran 20 kali. Hal ini disebabkan jumlah leukosit di dalam tubuh manusia jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah eritrosit, yaitu 4000-11000 sel/ mm3 sehingga untuk menghitungnya tidak diperlukan pengenceran yang tinggi. Kotak yang digunakan untuk menghitung leukosit adalah kotak W (kotak kecil yang terletak di bagian pojok dan masing-masing terbagi lagi menjadi 16 kotak dengan sisi mm). Kotak W lebih besar daripada kotak perhitungan eritrosit (kotak R). Apabila pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi (seperti pada perhitungan eritrosit), maka jumlah leukosit yang terdapat pada kotak W sangat sedikit sehingga tidak mewakili jumlah SDP yang seharusnya. Pipet thoma yang digunakan untuk menghitung leukosit memiliki skala maksimum yang lebih kecil, yaitu 11, sedang skala maksimum pipet thoma untuk eritrosit adalah 101. Selain berbeda pada skala maksimum, pipet thoma untuk leukosit memiliki warna inti gelas putih, sedangkan pada perhitungan eritrosit inti gelas berwarna merah. Pada perhitungan leukosit larutan yang digunakan bukan larutan Hayem melainkan larutan Turk yang berwarna biru. Larutan Turk berfungsi untuk pengenceran, melisiskan eritrosit, dan mencegah koagulasi darah, selain itu larutan Turk berfungsi sebagai pewarna leukosit karena adanya gentian violet yang terkandung dalam larutan Turk tersebut. Dalam 100 ml larutan Turk terkandung 3 ml asam asetat glasial, 1 ml gentian violet, dan 96 ml aquades (Syaifuddin,1997). Perhitungan dilakukan pada bilik A, B, C, dan D dari Hemasitometer. Hasil perhitungan dari pengamatan didapat jumlah leukosit pada probandus Dana sebesar 8750 sel/mm3 dan Eka sebesar 9400 sel/mm3. Hasil ini juga menunjukkan jumlah leukosit sesuai dengan teori yang ada, dimana pada orang dewasa sehat jumlah leukosit kira-kira 4000-11000 sel/ mm3. Jumlah eritrosit dan leukosit pada kedua praktikan berbeda dipengaruhi beberapa faktor yaitu jenis kelamin, aktivitas, umur/usia, berat badan, nutrisi dan kondisi praktikan yang berbeda. Jumlah eritrosit dan leukosit pada probandus Eka lebih besar dibandingkan dengan probandus Dana. Hal ini dilihat dari segi usia (usia Dana lebih tua 1 tahun dibandingkan Eka), segi aktivitas (Eka lebih sering berolahraga dibandingkan Dana), segi berat badan (berat badan Eka lebih besar daripada Dana