23
BAB 2 LANDASAN TEORI Bab 2 ini berisi tentang variabel yang berkaitan dengan penelitian, penjelasan dari tema yang diangkat, penjelasan secara umum dari permasalahan yang terjadi pada proyek, teori yang menjelaskan bagaimana penyelesaian terhadap masalah tersebut, yang kemudian dari semua hal tersebut didapatkan hipotesis. 2.1 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini berkaitan dengan keadaan eksisting kawasan Kampung Pulo, peremajaan kawasan Kampung Pulo, jumlah penduduk Kampung Pulo per-Ha, perilaku keseharian warga Kampung Pulo. 2.2 Definisi 2.2.1 Sustainable Neighbourhood (Lingkungan yang berkelanjutan) Untuk mencapai lingkungan yang berkelanjutan di perkotaan antara lain harus memenuhi 3 pilar yaitu 15

library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

  • Upload
    lamdung

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab 2 ini berisi tentang variabel yang berkaitan dengan penelitian, penjelasan

dari tema yang diangkat, penjelasan secara umum dari permasalahan yang terjadi

pada proyek, teori yang menjelaskan bagaimana penyelesaian terhadap masalah

tersebut, yang kemudian dari semua hal tersebut didapatkan hipotesis.

2.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini berkaitan dengan keadaan eksisting

kawasan Kampung Pulo, peremajaan kawasan Kampung Pulo, jumlah

penduduk Kampung Pulo per-Ha, perilaku keseharian warga Kampung Pulo.

2.2 Definisi

2.2.1 Sustainable Neighbourhood (Lingkungan yang berkelanjutan)

Untuk mencapai lingkungan yang berkelanjutan di perkotaan antara

lain harus memenuhi 3 pilar yaitu aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.

Salim, Emil (2010).

Pembangunan berkelanjutan menurut Brundtland Report dari PBB,

1987 yang dikutip dari website wikipedia adalah proses pembangunan (lahan,

kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan

sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan".

15

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

16

2.2.2 Redevelopment (Peremajaan)

Menurut Danisworo dalam Sihono (2003), redevelopment adalah

upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan

pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan

tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya.

Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi perubahan secara struktural terhadap

peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan

pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan baru.

Peremajaan berdasarkan Panduan Pelaksanaan Peremajaan

Pemukiman Perkotaan yang disusun oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya

(2007) yaitu sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kualitas melalui

kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang

menyeluruh terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut.

2.2.3 Pemukiman Kumuh

Berdasarkan Dinas Tata Kota DKI tahun 1997 dalam Gusmaini (2012)

dikatakan bahwa pemukiman kumuh merupakan pemukiman berpenghuni

padat, kondisi sosial ekonomi umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat,

ukurannya dibawah standard, prasarana lingkungan hampir tidak ada, tidak

memilki persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun diatas tanah

negara atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan biasanya berada di

pusat-pusat kota.

Kriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal

Perumahan dan Permukiman (2001):

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

17

1. Lokasinya bisa berada atau tidak berada pada peruntukan

perumahan dalam RUTR/RDTR Kota atau Kabupaten. Dalam hal

tidak pada peruntukan perumahan, perlu dilakukan review terhadap

rencana tata ruang atau rencana turunannya.

2. Kondisi lingkungan permukimannya sangat kumuh (langka

prasarana/sarana dasar, sering kali tidak terdapat jaringan jalan lokal

ataupun saluran pembuangan atau pematusan)

3. Kepadatan nyata diatas 500 jiwa/ha untuk kota besar dan

sedang, dan diatas 750 jiwa/ha untuk kota metro.

4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni, dengan angka

penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi

(ISPA, diarhee, penyakit kulit dll)

5. Intensitas permasalahan sosial kemasyarakatan cukup tinggi

(urban crime, keresahan serta kesenjangan yang tajam, dll).

2.3 Kaitan Redevelopment dengan Permukiman Kumuh

Peremajaan permukiman kumuh adalah kegiatan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan harkat masyarakat berpenghasilan

rendah, yang dilakukan melalui penataan dan perbaikan kualitas yang

lebih menyeluruh terhadap kawasan hunian yang sangat kumuh.

Ada beberapa ketentuan untuk mewujudkan suatu permukiman

yang baik menurut Sinulingga dalam Nova, Elly L. (2010), yaitu:

a. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh

kegiatan lain, seperti pabrik, yang pada umumnya dapat memberikan

dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

18

b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan

kesehatan, pendidikan, dan perdagangan yang dapat dicapai dengan membuat

jalan dan sarana transportasi di permukiman tersebut. Akses ini juga harus

mencapai perumahan secara individual melalui jalan lokal.

c. Mempunyai fasilitas drainase yang dapat mengalirkan air hujan

dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan

yang lebat sekalipun. Hal ini hanya mungkin jika sistem drainasedi

permukiman tersebut dapat dihubungkan dengan saluran pengumpul atau

saluran utama dari sistem perkotaan.

d. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa saluran distribusi

yang siap disalurkan ke masing-masing rumah. Ada juga lingkungan yang

belum mempunyai jaringan distribusi sehingga apabila ingin membangun

perumahan harus mengadakan pembangungan jaringan distribusi dulu atau

mengadakan pengolahan air sendiri.

e. Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor/ tinja yang dapat

dibuat dengan sistem individual seperti tangki septik dan lapangan rembesan

ataupun tangki septik komunal.

f. Pemukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara

teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman.

g. Dilengkapi fasilitas umum, seperti taman bermain bagi anak-anak,

lapangan atau taman, tempat ibadah, pendidikan, dan kesehatan yang

disesuaikan dengan skala besarnya permukiman.

h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

19

2.4 Teori yang Berkaitan

Geoffrey Broadbent dalam buku “Design in Architecture” (1973),

mengemukakan suatu pemahaman, bahwa: untuk perwujudan arsitektur,

terdapat 3 (tiga) aspek atau sistim yang perlu ditinjau, yaitu: lingkungan,

bangunan dan manusia. Aspek manusia meliputi aspek perilaku manusia di

dalamnya dan mempengaruhi tatanan susunan ruang sehingga membentuk

program ruang. Pada aspek bangunan meliputi pengembangan tapak, bentuk

bangunan, system struktur, dan material. Pada aspek lingkungan meliputi

blok plan dan system kontrol lingkungan beserta faktor lingkungan apa saja

yang mempengaruhi desain bangunan. Teori Geoffrey Broadbent ini nantinya

dapat digunakan dalam proses analisis.

The New Urbanism menurut Peter Kartz dalam Marwati Gundhi

(2008), bertujuan untuk menciptakan konsep perencanaan lingkungan yang

mempunyai visi ke masa depan dengan mengkombinasikan keadaan masa

lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Memiliki kecenderungan

memelihara dan melestarikan lingkungan yang berkelanjutan. Komponen

pembentuk lingkungan berupa taman, lapangan terbuka difungsikan sebagai

pusat lingkungan. Komponen pertokoan, sebagai pembatas

lingkungan/kawasan, atau batas-batas lingkungan/kawasan berupa unsur-

unsur alami,yaitu sungai atau jalan. Teori ini digunakan untuk mengarahkan

peneliti menuju konsep perancangan.

Figure Ground Theory, Figure/ground adalah alat yang sangat baik

untuk mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola sebuah tata ruang

perkotaan (urban fabric), serta mengidentifikasikan masalah keteraturan

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

20

massa/ruang perkotaan. (Zahnd, 1999:79). Teori ini membantu peneliti dalam

proses analisa lingkungan.

2.5 Cara Mengatasi Permasalahan Permukiman Kumuh

Menurut Cheema dalam Nova, Elly L. (2010) pembangunan kota, pemerintah

di negara berkembang memiliki 3 tipe kebijaksanaan untuk mengatasi

masalah kemiskinan kota, yaitu: (1) Menggusur perkampungan kumuh dan

rumah-rumah liar yang ada; (2) Mengurangi jumlah daerah perkampungan

miskin dengan memindahkan mereka dan menempatkan kembali di daerah

baru di luar kota; (3) Melegalisasi perkampungan kumuh dengan renovasi

struktur yang ada dan memberikan bantuan dalam perbaikan lingkungan

perumahan mereka.

Menurut Komarudin dalam Nova, Elly L. (2010), ada lima alternatif

yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh dengan

peremajaan lingkungan kumuh, antara lain :

1. Program perbaikan kampung.

Program perbaikan kampung seperti yang sudah pernah dilakukan yang lebih

dikenal dengan proyek MHT (Muhammad Husni Thamrin), proyek ini saat

awal berhasil namun memerlukan dana yang cukup besar dan untuk saat ini

semakin padatnya pemukiman maka pelaksanaan proyek MHT dinilai tidak

efisien.

2. Relokasi dan penataan lingkungan permukiman kumuh dengan

membangun rumah susun sederhana yang disewakan kepada penghuni lama.

3. Penataan daerah kumuh dengan memasukkan Perumnas yaitu penghuni

lama menyewa dengan biaya murah sebesar operating cost saja.

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

21

4. Pembangunan rumah susun sederhana yaitu penghuni lama diberi ganti

rugi yang cukup untuk membayar uang muka KPR.

5. Pembebasan tanah dan melibatkan peran serta swasta yaitu pembangunan

lingkungan permukiman kumuh menjadi kawasan permukiman, pertokoan,

perkantoran dan perdagangan.

Sebagai contoh untuk Best Practice yang disadur dari Book of CODI

update dengan tema Community Upgrading Projects yang dipublikasikan

oleh Community Organizations Development Institute, Thailand Edisi Maret

2008 Nomor 5 halaman 10 dalam dalam Nova, Elly L. (2010). Di pemerintah

negara berkembang seperti di Thailand tersebut yang telah mencanangkan

Slum Upgrading dengan berbagai alternatif yang telah dilaksanakan di negara

tersebut.

Beberapa alternatif penanganan permukiman kumuh yang telah

dilaksanakan di Negara Thailand tersebut, yaitu:

1. On-site Upgrading, yaitu penataan kembali atau peremajaan

permukiman kumuh tanpa memindah lokasikan tempat tinggal yang terdapat

di permukiman tersebut, seperti pembangunan dan perbaikan tempat tinggal,

lingkungan permukiman, jalan lingkungan dan ruang terbukanya. Dan proses

ini melibatkan masyarakatnya secara langsung.

2. On-site Reblocking, yaitu penataan kembali atau peremajaan

permukiman kumuh dengan mengubah pola permukiman dari tidak teratur

menjadi teratur dengan block-block perumahan.

Upaya ini untuk menata perumahan yang tidak teratur dan membangun jalan

utama, jalan lingkungan, saluran drainase, jaringan listrik dan jaringan air

bersih. Namun dalam menata permukiman ini ada beberapa hunian yang

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

22

harus dipugar dan dibangun kembali untuk membentuk suatu blok perumahan

di lokasi yang sama.

3. On-site Reconstruction, yaitu mengubah total permukiman yang tidak

teratur dengan membongkar dan membangun kembali permukiman yang

sama di lokasi yang sama. Tahapan pertama adalah persetujuan masyarakat

dipermukiman kumuh tersebut untuk dilakukan pemugaran dan pembangunan

kembali serta dana yang dialokasikan untuk pemugaran dan pembangunan

tersebut sudah harus ada. Untuk kemudian dibangun permukiman yang tertata

berikut sarana dan prasarana permukimannya.

Peremajaan permukiman kumuh ini telah dilaksanakan di permukiman

di Bonkai, Bangkok, yang merupakan permukiman kumuh terbesar di kota ini

dengan memugar keseluruhan permukiman dan dibangun kembali

permukiman tersebut di lokasi yang sama berupa rumah-rumah susun.

4. Land sharing, yaitu mengubah total dalam lingkup kawasan permukiman

yang tidak teratur dengan memugar seluruhnya dan membangun kembali

dengan membagi fungsi kawasan tersebut menjadi kawasan permukiman

yang tertata dan kawasan komersial di lokasi yang sama. Hal ini ditinjau dari

aktivitas di permukiman tersebut berupa rumah-rumah tinggal, pertokoan

ataupun perkantoran.

5. Nearby or not-so-nearby Relocation, yaitu merelokasi sebuah kawasan

permukiman kumuh ke lokasi yang baru, baik lokasi itu dekat atau jauh dari

lokasi yang lama. Ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tata guna lahan,

dan terkait dengan kepemilikan lahan.

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

23

2.6 Ketentuan tatacara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia terdapat asumsi dan

kebutuhan informasi yang dicantumkan dalam SNI 03-1733-2004, sebagai

berikut:

Data dasar lingkungan perumahan

1 RT : terdiri dari 150-250 jiwa penduduk

1 RW : 2.500 jiwa penduduk terdiri dari 8-10 RT 1 kelurahan : 30.000

jiwa penduduk terdiri dari 10-12 RW

1 kecamatan : 120.000 jiwa penduduk terdiri dari 4-6 kelurahan

1 kota : terdiri dari sekurang-kurangnya 1 kecamatan

Persyaratan dan kriteria

Hunian bertingkat (rumah susun), dapat dikembangkan pada kawasan

lingkungan perumahan yang direncanakan untuk kepadatan penduduk > 200

jiwa/Ha, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen lainnya,

yaitu kawasan-kawasan:

a. Pusat kegiatan kota

b. Kawasan-kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah mendekati

atau melebihi 200 jiwa/Ha

c. Kawasan-kawasan khusus yang karena kondisinya memerlukan rumah

susun, seperti kawasan-kawasan industri, pendidikan dan campuran.

Kebutuhan ruang dan lahan

Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit RW (2.500 jiwa penduduk),

berdasarkan SNI 03-1733-2004.

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

24

Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran diambil dari SNI 03-1733-1989

dalam SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di

Perkotaan, berdasarkan pada:

No. Jenis Sarana

Jumlah Pendud

uk Penduk

ung(jiwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standa-rd

(m²/jiwa)

KriteriaKeteranganLuas

Lantai Min. (m²)

Luas Lahan Min. (m²)

Radius pencapai

an

Lokasi dan

penyelesaian

1. TK 1.250216

termasuk rumah

penjaga 36 m²

500 0,28 Di tengah

kelompok warga. Tidak menyebrang

jalan raya. Bergabung dengan

taman sehingga terjadi

pengelompokkan kegiatan.

2 rombongan prabelajar @60

murid dapat bersatu dengan

sarana lain2. SD 1.600 633 2.000 1,25

3. SMP 4.800 2.282 9.000 1,88 Dapat dijangkau dengan kendaraan umum. Disatukan dengan lapangan olahraga. Tidak

harus selalu dipusat lingkungan.

Kebutuhan harus berdasarkan perhitungan

dengan rumus 2, 3, dan 4. Dapat

digabung dengan sarana

pendidikan lain, misal SD, SMP, SMA dalam sau

komplek

4. SMA 4.800 3.835 12.500 2,6

5. Taman bacaan

2.500 72 150 0,09 Di tengah kelompok warga tidak menyebrang jalan lingkungan.

Sarana Luas lahan min. (m²)

Balai pertemuan warga 300Pos hansip 12

Gardu listrik 30Telepon umum, kotak pos surat, bak

sampah kecil30

Parkir umum (standar satuan parkir= 25 m²)

100

Tabel 2.1 Sarana yang dibutuhkan untuk 1 RW

Tabel 2.2 Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran

Sumber: SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Sumber: SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

2.7 Sistematika Pembahasan

TujuanPeremajaan permukiman Kampung Pulo dengan membangun rumah susun.

Pendahuluan-Permasalahan umum permukiman perkotaan di Jakarta-Penjelasan pemilihan lokasi-Permasalahan di lokasi

Landasan Teori-Definisi yang berkaitan dengan topik-Definisi permukiman kumuh-Kriteria permukiman kumuh-Teori-teori yang berkaitan

Metode Penelitian-Cara pengumpulan data-Proses pengolahan data

Hasil dan BahasanAnalisa Manusia-Karakteristik Penduduk-Sosial-Ekonomi Penduduk-Struktur Penduduk-Aktifitas&Waktu Kegiatan-Status KepemilikkanAnalisa Lingkungan-Sirkulasi dalam tapak-Pencapaian Tapak-Kegiatan sekitar Tapak-Sosial-Ekonomi sekitar-Matahari-Angin-Kebisingan-Utilitas Tapak

Analisa Tapak&Bangunan-Zoning Tapak-Zoning Bangunan-Orientasi Massa-Sirkulasi dalam tapak(Pola jalan, Pola hijau, Pola penyebaran fasilitas)-Tipe unit hunian rumah susun-Modul Struktur-Utilitas-Block Plan

Kesimpulan dan Saran

BAB 1Latar Belakang Permasalahan, Latar Belakang Pemilihan Lokasi

BAB 2Teori terkait permukiman kumuh, Hipotesis

BAB 3Proses mencari data

BAB 4Analisa data-data disertai kesimpulan sementara

BAB 5Rangkuman dari hasil analisa dan saran bagi peneliti

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

26

2.8 Kerangka Berpikir

Latar Belakang Masalah

Kampung Pulo semakin padat dan kumuh

Maksud dan Tujuan

Menata kembali pemukiman padat dan kumuh di Kampung Pulo dengan memahami perilaku pola ruang urban kampung.

Permasalahan

Warga membangun rumah ‘asal jadi’ dan terbiasa membuang sampah sembarangan.

Tumbuhnya permukiman kumuh dan padat Sungai Ciliwung yang sering kali meluap dan

merendam rumah warga dengan ketinggian 3-7m

Analisa

Mengumpulkan data-data permasalahan berdasarkan survei lapangan. literatur, membaca teori-teori mengenai pemukiman kumuh dan arsitektur berkelanjutan

Konsep Bangunan dan Lingkungan

Homey dan Sustainable

SKEMATIK DESAIN

PERANCANGAN

JUDUL TUGAS AKHIR

Peremajaan Pemukiman Kampung Pulo dengan Pendekatan Urban Kampung

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

27

2.9 Hipotesis

Berdasarkan pada teori The New Urbanism dapat dikatakan bahwa

penanganan pemukiman kumuh yang cocok untuk Kampung Pulo adalah On-site

Reconstruction. Hal ini didukung juga oleh RTRW 2030 yang memberi tanda

pada kawasan Kampung Pulo dengan warna kuning yaitu sebagai hunian.

Metode yang digunakan untuk membuktikan bahwa On-site

Reconstruction cocok untuk Kampung Pulo adalah metode analisis dari Geoffrey

Broadbent yang melingkupi 3 (tiga) aspek yaitu aspek manusia, aspek

lingkungan dan aspek tapak-bangunan.

Bangunan yang cocok dalam site adalah rumah susun dikarenakan lahan

yang tidak cukup luas untuk menampung banyaknya penduduk yang tinggal.

Guna membentuk rasa nyaman masyarakat untuk tinggal di rumah susun maka

penelitian didasarkan pada perilaku urban kampung dan seperti yang dikutip dari

Seminar Nasional Perumahan Strategi Percepatan Pembangunan Perumahan

Nasional pada tanggal 15 Desember 2008 dengan pembicara Ir. Indartoyo, MSA

Gambar 2.1 RTRW 2030 Wilayah Kampung Pulo

Sumber: website resmi Dinas Tata Kota DKI Jakarta www.tatakota-jakartaku.net

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-2... · Web viewKriteria lingkungan pemukiman berdasarkan Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2001):

28

dinyatakan bahwa dalam upaya menghadirkan rumah susun yang berdampak

positif bagi masyarakat, Johan Silas (2004) mengatakan bahwa kita harus

memiliki prinsip ”the show must go on”. Artinya rumah susun haruslah

merupakan ”show” yang enak dan menarik untuk ditonton, serta disukai oleh

masyarakat luas. Selanjutnya John FC Turner dalam bukunya ”Housing by

People” (1976) mengatakan bahwa dalam merancang rumah susun, secara

prinsip berbeda dengan merancang bangunan lain, karena;

Dalam merancang rumah susun, yang penting bukan apanya, tetapi

bagaimana rumah susun tersebut dapat memberi dampak positif bagi

penghuninya.

Dalam proses perancangan, calon penghuni harus diberi kesempatan, untuk

dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga hasil yang

dicapai dapat sesuai dengan maksud dan tujuannya, serta bermanfaat bagi

masyarakat.

Keputusan yang diambil dengan melibatkan partisipasi warga, hasilnya akan

jauh lebih baik, dari pada keputusan yang diambil tanpa melibatkan

masyarakat.

Dengan demikian, pembangunan rumah susun yang memperhatikan

budaya lokal, pola hidup calon penghuni, kondisi lingkungan, memenuhi standar

layak pakai, tidak terkesan murah, dan pada proses perancangan maupun

pengelolaan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, ternyata

hasilnya lebih berhasil, dari pada rumah susun yang dibangun tanpa

memperhatikan budaya lokal, tidak memenuhi standar arsitektur, terkesan murah

dan tidak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.