184
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PENYEBARAN DAN PENERIMAAN INOVASI (Studi Tentang Difusi Inovasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta Dalam Persepsi Masyarakat Kota Surakarta Tahun 2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Negeri Sebalas Maret Surakarta Disusun oleh: Ananta Harya Pramudita D1208512 FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENYEBARAN DAN PENERIMAAN INOVASI

(Studi Tentang Difusi Inovasi Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Kota Surakarta Dalam Persepsi Masyarakat Kota

Surakarta

Tahun 2010)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Ilmu Politik

Universitas Negeri Sebalas Maret Surakarta

Disusun oleh:

Ananta Harya Pramudita

D1208512

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi Berjudul :

PENYEBARAN DAN PENERIMAAN INOVASI

(Studi Tentang Difusi Inovasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota

Surakarta Dalam Persepsi Masyarakat Kota Surakarta Tahun 2010)

Karya :

Ananta Harya Pramudita

D 1208512

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi

Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juli 2011

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Prahastiwi Utari, MSi, Ph.D Drs. Ign. Agung Satyawan, SE, S.Ikom, MSi

NIP. 19600813 198702 2 001 NIP. 19590708 198702 1 001

Page 3: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Telah diujikan dan disahkan oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji

Ketua Dra. Hj. Sofiah, M.Si (………………..…) NIP. 19530726 197903 2 001

Sekretaris Drs. Aryanto Budhy S., M.Si (………………..…) NIP. 19581123 198603 1 002

Penguji I Dra. Prahastiwi Utari, MSi, Ph.D ( ….………………) NIP. 19600813 198702 2 001

Penguji II Drs. Ign. Agung Satyawan, SE, S.Ikom, MSi (………………..…) NIP. 19590708 198702 1 001

Page 4: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“A good head and a good heart are always a formidable combination.”

(Nelson Mandela)

“Happiness is not something ready made. It comes from your own actions.”

Dalai Lama

Page 5: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan dan ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dan Ibu tersayang, untuk do’a

dan semangatnya selama ini.

2. Teman-teman yang mengenal aku

terima kasih atas dukungan dan

semangatnya

3. Kawan-kawan di Komunikasi

Transfer 2008.

4. Untuk Almamaterku tercinta

Page 6: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalammua’alaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala

berkah, rahmat dan segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi

ini. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan kelulusan penyelesaian studi

pada Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak akan memberkan hasil yang

memuaskan apabila tidak disertai dengan bimbingan dan bantuan baik moril dan

materiil kepada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Prahastiwi Utari M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus

sebagai pembimbing I yang telah memberikan bantuan bimbingan dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Ign. Agung Satyawan, SE, S.Ikom, MSi selaku Pembimbing II

yang telah banyak membantu memberikan waktu, arahan dan bimbingan

dalam penyusunan skripsi ini.

Page 7: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Komunikasi yang telah memberikan bimbingan

serta ilmunya selama masa perkuliahan demi kelancaran penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu yang telah memberikan segalanya, doa dan kesabaran yang

amat berarti, serta kebahagiaan untuk mereka yang menjadiakan semangat

utama dalam menyelesaian skripsi ini.

6. Kakak-kakakku yang terus memberikan semangat agar segera menyelesaikan

skripsi ini.

7. Kekasihku yang telah sangat banyak membantu dan menemani dalam

pembuatan skripsi ini

8. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Untuk itu penuls hanya bisa memanjatkan doa semoga Allah SWT akan

membalas semua budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis pun menyadari bahwa dalam menyusun Skripsi ini, tidak terlepas dar

kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan sebagai masukan yang sangat berarti.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

Page 8: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ................................................................................................................. i

PERSETUJUAN.................................................................................................. ii

PENGESAHAN ................................................................................................... iii

MOTTO ............................................................................................................... iv

PERSEMBAHAN................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ................................................................... xi

ABSTRAKSI........................................................................................................ xiii

ABSTRACT ......................................................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah .................................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 9

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9

E. Tinjauan Pustaka......................................................................................... 10

1. Komunikasi ....................................................................................... 10

a. Pengertian Komunikasi ................................................................. 10

b. Proses Komunikasi ........................................................................ 13

Page 9: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

c. Bentuk Komunikasi...................................................................... . 14

2. Komunikasi Organisasi ..................................................................... 17

a. Pengertian Organisasi .................................................................... 17

b. Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi ......................................... 18

c. Perilaku Komunikasi Dalam Organisasi........................................ 19

3. Difusi Inovasi ..................................................................................... 21

a. Pengertian Difusi Inovasi ............................................................. 21

b. Elemen Difusi Inovasi .................................................................. 23

c. Sifat-sifat Inovasi...................................... .................................... 28

d. Proses Pengambilan Keputusan Inovasi ....................................... 30

e. Kategori Adopter .......................................................................... 30

f. Kecepatan Adopsi ......................................................................... 35

F. KERANGKA BERPIKIR ........................................................................... 36

G. METODE PENELITIAN ……………………………………………. ..... 36

H. METODE PENELITIAN ........................................................................... 37

1. Jenis Penelitian…………………………………………………… ... 37

2. Lokasi Penelitian…………………………………………………… 38

3. Sumber Data ………………………………………… ...................... 39

4. Metode Penarikan Sampel…………………………………… ......... 40

5. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………… 40

6. Validitas Data………………………………………………………. 43

7. Teknik Analisa data………………………………………………… 44

Page 10: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum tentang KPPT Kota Surakarta ...................................... 48

B. Visi dan Misi KPPT Kota Surakarta .......................................................... 50

C. Lingkungan Strategis .................................................................................. 51

D. Susunan Organisasi ………………………… ........................................... 52

E. Capaian Kinerja KPPT Kota Surakarta ………………….. ....................... 52

F. Prosedur Atau Alur Pelayanan Perijinan di KPPT Kota Surakarta ........... 54

G. Syarat Dan Tarif Retribusi Dalam Perijinan Usaha ………. ..................... 55

1. Advice Planning (AP)……………………………………………… 55

2. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)…………………………… .......... 56

3. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) ……………………………… ..... 58

4. Ijin Gangguan Tempat (HO)…………………………………… ...... 60

5. Ijin Usaha Industri ………………………………………… ............. 64

6. Ijin Usaha Perdagangan ……………………………………………. 67

7. Ijin Usaha Pariwisata ………………………………….…………… 70

8. Tanda Daftar Gudang (TDG) …………………………………… .... 73

9. Tanda Daftar Perusahaan ……………………………………… ...... 76

10. Pajak Reklame …………………………………………………..... 77

BAB III. PENYAJIAN DATA

A. Fungsi dan Peran Inovator Dalam Pembentukan KPPT ........................... 79

1. Fungsi Inovator Dalam Pembentukan KPPT ................................... 79

2. Perbandingan KPPT Dengan Sistem Yang Lama ............................ 81

3. Tujuan Dibentuknya KPPT Berkaitan dengan

Page 11: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

Perda Nomor 6 Tahun 2008 ............................................................ 83

4. Kesesuaian KPPT dengan Sistem Sosial Budaya

Masyarakat Surakarta ...................................................................... 84

5. Kendala Dalam Proses Pengalihan Kewenangan

Dari SKPD ke KPPT ....................................................................... 85

6. Perencanaan Terhadap KPPT ............................................................ 86

7. Dasar Pemilihan SKPD dan Pelimpahan Kewenangannya

Ke KPPT ......................................................................................... 88

8. Proses Pelayanan Publik Yang Ideal ................................................. 89

9. Jaminan Ketepatan Pelayanan Di KPPT ........................................... 90

10. Sarana dan Prasarana Teknologi

Yang Menunjang Pelayanan KPPT ................................................. 91

11. Seleksi Petugas Pelayanan Pada KPPT ........................................... 92

12. Dampak KPPT Terhadap Peningkatan Kesejahteraan

dan Investasi di Kota Surakarta ...................................................... 93

13. Standarisasi ISO 2000 dalam Pelayanan di KPPT .......................... 94

B. Fungsi dan Peran Early Adopter ………………………………………… 95

1. Peran Walikota dalam Koordinasi antar Unit SKPD dengan KPPT 96

2. Fungsi dan Tugas SKPD sebagai early adopter ............................... 98

3. Fungsi dan Tugas KPPT sebagai early adopter ................................ 99

4. KPPT Sebagai Sebuah Inovasi Sistem Yang Baru ............................ 101

5. Sinkronisasi Data Antara Dinas Terkait Dengan KPPT ................... 103

B. Fungsi dan Peran Majority ………………………………………… ....... 103

Page 12: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

1. Gambaran Masyarakat Surakarta Tentang KPPT ............................ 105

2. Persepsi Masyarakat Surakarta Mengenai KPPT .............................. 106

3. Sosialisasi Layanan KPPT ................................................................ 107

4. Perbandingan KPPT dengan Sistem Layanan Publik

Pemerintah Kota Surakarta Lainnya ................................................ 108

5. Transparansi Pelayanan di KPPT ...................................................... 110

6. Ketepatan Layanan Perijinan ............................................................ 111

7. Pelayanan KPPT ............................................................................... 112

8. Kepuasan Layanan Perijinan ............................................................. 114

D. Laggards Sebagai Penolak Inovasi Baru

Pemerintah Kota Surakarta ……………………………………………...

115

1. Keuntungan Sistem Yang Lama Terhadap Laggards ...................... 116

2. Keberadaan KPPT bagi Laggards ..................................................... 118

3. Penolakan Terhadap KPPT ............................................................... 119

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Kelompok Masyarakat Penerima Ide Difusi Inovasi

Pelayanan Perijinan Terpadu Sebagai Inovator, Early adopter,

Early majority, Late majority, dan Laggards ........................................... 121

1. Proses keputusan inovasi ................................................................. 121

2. Komponen Sistem Sosial Dalam Penyebaran Inovasi ...................... 136

3. Sifat-sifat Inovasi dan Kecepatan Adopsinya ................................... 138

4. Akibat Tersebarnya Inovasi .............................................................. 153

Page 13: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

B. Proses Penyebaran dan Penerimaan Ide

di Kalangan Kelompok-Kelompok yang Terlibat ..................................... 154

1. Keuntungan relatif (relative advantage) .......................................... 155

2. Kesesuaian (compatibility) ................................................................ 157

3. Kerumitan (complexity) ..................................................................... 158

4. Dapat dicoba (triability) .................................................................... 160

5. Dapat diamati (observability) ............................................................ 161

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 165

B. Saran .......................................................................................................... 168

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

BAGAN

Bagan 1 Proses Komunikasi ................................................................................ 13

Bagan 2 Kerangka Berpikir ................................................................................... 37

Bagan 3 Model Analisis Interaktif ........................................................................ 45

Bagan 4 Struktur Organisasi KPPT Kota Surakata .............................................. 52

Bagan 5 Alur Pelayanan KPPT ............................................................................. 54

Bagan 6 Model Analisis Interaktif ........................................................................ 45

Bagan 7 Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi Otoritas ............................... 127

GAMBAR

Gambar 1 Pengelompokan Adopter ..................................................................... 31

TABEL

Tabel 1 Capaian Kinerja Efektivitas Sasaran ........................................................ 59

Tabel 2 Perhitungan Retribusi IMB ...................................................................... 61

Tabel 3 Tarif Retribusi Usaha Perdagangan ……………….. .............................. 68

Tabel 4 Usaha Jasa Pariwisata ……… ................................................................. 72

Tabel 5 Usaha sarana pariwisata …………………….. ........................................ 72

Tabel 6 Tarif Retribusi Tanda Daftar Gudang ..................................................... 75

Tabel 7 Saluran Komunikasi dalam Penyebaran Inovasi KPPT .......................... 150

Tabel 8 Manfaat Difusi Inovasi KPPT ……………….. ....................................... 156

Tabel 9 Tanggapan Masyarakat Terhadap Inovasi KPPT ……… ....................... 158

Tabel 10 Tingkat Kerumitan Permohonan Perijinan

Dilihat dari Segi Penerapannya …………………….. ........................... 159

Page 15: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRAK

Ananta Harya Pramudita. D1208512 Penyebaran Dan Penerimaan Inovasi (Studi Tentang Difusi Inovasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Surakarta Dalam Persepsi Masyarakat Kota Surakarta Tahun 2010). Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011

Skripsi ini berawal dari ketertarikan peneliti akan perkembangan KPPT (Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Surakarta), tujuan dibentuknya kantor tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan perijinan yang bersinggungan dan bersangkutan langsung dengan masyarakat. Umur dari KPPT yang relatif baru memberikan tantangan kepada Pemerintah Kota Surakarta bagaimana memasyarakatkan inovasi baru tersebut kepada masyarakat di tengah stigma bahwa berurusan dengan birokrasi terkesan berbelit-belit, merepotkan, menghabiskan waktu yang lama dan harus ada semacam uang pelicin agar perijinan yang diurus bisa selesai. Dalam hal ini penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pendifusian mengenai konsep baru KPPT, karena tanpa adanya pendifusian ide-ide baru tersebut maka masyarakat tidak mengetahui tentang paradigma baru yang ada dan bagaimana persepsi masyarakat Surakarta setelah menggunakan layanan baru dari KPPT

Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif kualitatif yakni dengan menggambarkan bagaimana pelaksanaan proses pembentukan KPPT dan pendifusian inovasi baru tersebut. Bagaimana ide-ide baru tersebut disebarkan dari inovator kemudian diterapkan dan diaplikasikan oleh early adopter dan digunakan oleh majority dan laggards dengan mengunakan metode wawancara, observasi semi partisipan serta studi kepustakaan. Teknik analisa dilakukan melalui proses analisa data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Populasi adalah semua pihak yang terkait dengan pendirian KPPT baik dari legislatif maupun eksekutif Kota Solo, masyarakat Kota Surakarta yang pernah bersinggungan dengan KPPT. Sampelnya dari tingkatan inovator adalah Sekretaris Daerah Kota Surakarta, Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, kemudian dari tingkatan early adopter adalah Kepala KPPT, perwakilan dari Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan dan Aset Daerah, Dinas Tata Ruang Kota, serta 3 orang masyarakat Surakarta sebagai perwakilan Majority dan 1 orang sebagai perwakilan Laggards

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Proses penyebaran dan penerimaan ide di kalangan kelompok yang terlibat dapat diketahui dari sifat inovasi penerapan sistem pelayanan satu pintu pada KPPT Kota Surakarta. Adapun sifat inovasi tersebut adalah : Keuntungan relatif (relative advantage), keuntungan relatif ini diperoleh dari manfaat yang diterima masyarakat setelah diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu di KPPT Kota Surakarta. Kesesuaian (compatibility), diterapkannya sistem pelayanan satu pintu ini sudah sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat yang bersinggungan dan membutuhkan layanan perijinan tersebut. Kerumitan (complexity), kerumitan suatu inovasi juga dapat dilihat dari penerimanya. Penerapan sistem pelayanan perijinan satu pintu tidak menyulitkan bagi masyarakat di Kota Surakarta tetapi justru memberikan kemudahan bagi

Page 16: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

masyarakat sehingga masyarakat dapat menerima diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu ini. Dapat dicoba (triability), penerapan pelayanan satu pintu pernah diujicobakan kepada masyarakat terutama dalam hal cara menggunakan teknologi informasinya. Dapat diamati (observability), penerapan sistem pelayanan perijinan satu pintu di KPPT Kota Surakarta dapat diamati secara langsung oleh masyarakat yang membutuhkan dan bersinggungan dengan layanan perijinan tersebut.

Page 17: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

ABSTRACT

Ananta Harya Pramudita. D1208512. The Distribution and Revenue on Innovation (Studies on Diffusion of Innovation Services Office of Integrated Licensing Surakarta In Public Perceptions Year 2010). Thesis. Department of Communication. Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University ,Surakarta. 2011. This thesis started from the interest of researcher on the development KPPT (Integrated Licensing Services Office, Surakarta’s Local Government), the purpose of office’s establishment is to improve services and the relevant permits which directly have a contact with the community. KPPT is a relatively new office which gives a challenge to the Surakarta’s Local Government how to promote new innovations to the public ; in the middle of the stigma that dealing with the bureaucracy seem convoluted, cumbersome, spent a long time and there should be a kind of bribery that is taken care of licensing can be completed. In this case study was conducted to determine the diffusion of KPPT on the new concept, because without the diffusion on the new ideas so public does not know about the new paradigm that exists and how the public perception of Surakarta’s people after using a new service from KPPT.

This research is classified in the qualitative descriptive research by illustrating how the implementation process of formation and diffusion on KPPT’s new innovations. How do these new ideas spread from the innovator then being applied by the early adopter and is used by the majority and laggards by using the interview method, semi-participant observation and literature review study. The analysis techniques were done through a process of data analysis through data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The sampling technique used in this study was purposive sampling. The population in this study is those who concerned with the establishment of KPPT both Solo’s legislative and executive level, Surakarta’s people who had contact with KPPT. Sample of the level of innovators is the Regional Secretary of Surakarta’s Local Government, Surakarta’s City Vice Chairman of the Parliament, then the level of early adopter is the Head KPPT, representatives from the Department of Tourism, Regional Revenue and the Assets Office, Planning Space City Office, as well as three representatives of the people of Surakarta as the Majority and one person as a representative from Laggards.

From the research results can be seen that the process of diffusion and acceptance of ideas among the groups involved can be known from the nature of innovation’s implementation of one-door system in KPPT Surakarta. The natures of these innovations are: first, relative advantage, which is gained from the benefits received by the community after the implementation of one-stop licensing service system in KPPT Surakarta. The second nature’s is suitability (compatibility) which is the implementation of one-stop service system has been in accordance with what is desired and needed by society intersect and require the licensing service. The third nature’s is complexity of an innovation which can also be seen from the recipient. Application of one-stop licensing service system is not difficult for people in the Surakarta’s city, but instead provides facilities for the community so that people can accept the practice of this one-stop licensing service. The Innovation can be tried (testability), the application of one-stop service to the community ever tested, especially in terms of how to use information technology. It can be observed (observable), the application of one-stop licensing service system in KPPT Surakarta can be observed directly by the people in need and intersect with the licensing service.

Page 18: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai sebuah negara yang sedang membangun, kebutuhan

pelayanan publik yang baik dan berkualitas adalah mutlak. Hal ini diperlukan

dalam upaya mendorong percepatan pembangunan bangsa dan negara

Indonesia menuju pencapaian cita-cita nasional yakni mewujudkan masyarakat

yang sejahtera, adil dan makmur.

Secara teoritis seperti diungkapkan oleh Mote (2008: 9) sedikitnya ada

tiga fungsi utama yang harus dijalankan pemerintah tanpa memandang

tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi

pembangunan (development function), dan fungsi perlindungan (protection

function). Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat

mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa

(pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh

masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk

menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya

pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan

diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan

semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan

tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Page 19: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Sejalan dengan reformasi pelayanan publik di Indonesia yang merubah

berbagai paradigma pelayanan publik, maka pemerintah melakukan berbagai

inovasi demi perbaikan pelayanan publik tersebut. Dalam perspektif lain,

secara umum pergeseran paradigma pelayanan adalah pergeseran dari birokrasi

yang “dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”. Dengan paradigma baru

tersebut, pemerintah harus memiliki kemampuan untuk melakukan inovasi dan

perubahan. Sistem kerja birokrasi pemerintahan, baik di pusat maupun di

daerah didorong untuk menuju ke arah yang lebih baik. Pemerintah harus

membuka ruang yang luas bagi terciptanya inovasi dan perubahan dalam

pengelolaan sumber daya pemerintahan dan pembangunan sedemikian rupa

untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, transparan

dan bertanggungjawab, serta pelayanan masyarakat yang cepat, murah, baik,

dan mampu memenuhi kebutuhan riil masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah Bab I Pasal 2, pemerintah daerah

berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada

daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan

daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 20: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 tersebut maka pemerintah Republik Indonesia

menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan

peran serta masyarakat.

Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya

dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah

untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa, dan

pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan

rakyat.

Di Kota Surakarta mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, Pemerintah Daerah dalam hal ini pemerintah kota dan DPRD

sesuai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah

menerbitkan beberapa Peraturan Daerah tentang pembentukan Kantor

Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), tujuan dibentuknya kantor pelayanan ini

adalah untuk meningkatkan pelayanan perijinan yang bersinggungan dan

bersangkutan langsung dengan masyarakat. Dalam pelaksanaan KPPT tersebut

diperlukan komunikasi yang efektif antara pemerintah Kota Surakarta dan

masyarakat Kota Surakarta. Semangat reformasi birokrasi diperlukan dalam

Page 21: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

layanan perijinan ini agar mudah, cepat dan pasti untuk meningkatkan daya

saing daerah untuk menarik investor guna peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Dalam berjalannya KPPT, dilakukan beragam pembenahan yang terus-

menerus dalam mencapai pelayanan publik yang optimal, walaupun KPPT baru

seumur jagung, lebih tepatnya dari tahun 2008, tetapi telah banyak hal-hal yang

dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta, sejak dibentuk melalui Surat

Keputusan Walikota pada tahun 2005 dalam bentuk Unit Pelayanan Terpadu

(UPT) hingga tahun 2010 terus dilakukan penyempurnaan tugas dan wewenang

KPPT. Inovasi yang dilakukan secara kontinyu tersebut tidaklah sia-sia, karena

terbukti pada tahun 2009 kemarin, Kota Solo mendapat gelar Kota Pro

Investasi Nomor Satu di Jawa Tengah, dan pada tahun 2010 ini mendapat gelar

Citra Pelopor Inovasi Pelayanan Prima dari Menneg PAN dan Reformasi

Birokrasi.

Sekalipun sudah menerima penghargaan tersebut Walikota Surakarta

belum berpuas diri dengan keadaan tersebut, beliau mengakui masih banyak

hal di bidang pelayanan umum yang perlu ditingkatkan. Salah satunya, sebut

dia, terkait peningkatan fasilitas di kantor pelayanan terpadu Walikota menilai,

perlu disediakan bangunan yang lebih representatif untuk kantor tersebut.

“Yang saat ini sudah cukup representatif, tapi perlu lebih ditingkatkan. Nanti

seperti gedung-gedung pelayanan swasta,” jelas Walikota (Solopos, 12

Februari 2010). Dalam hal ini jelas bahwa keinginan dari Walikota dan

segenap jajarannya untuk terus meningkatkan pelayanannya kepada

Page 22: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Masyarakat Kota Surakarta. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Kepala KPPT,

Bapak Toto Amanto, pada 2010, KPPT menerapkan model pelayanan baru

yang lebih memudahkan masyarakat. Pelayanan perijinan, jelasnya, akan

dibagi dalam lima loket sesuai jenis ijin yang diajukan. Selain itu, pada tahun

ini, pihaknya juga telah mengajukan tambahan dua tenaga yang menguasai

masalah teknik untuk keperluan pengecekan persyaratan ijin.

Dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat, KPPT juga

memberikan pelayanan yang optimal dan maksimal, diantaranya adalah bahwa

KPPT mempunyai jam kerja yang berbeda dari Satuan Kerja Dinas di

lingkungan Pemerintah Kota Surakarta yang menerapkan 5 hari kerja dari

Senin-Jumat, namun KPPT mempunyai kebijakan lain dengan menerapkan 6

hari kerja, hal tersebut diharapkan masyarakat mempunyai keleluasaan waktu

dalam mengurus perijinan mereka.

Terbentuknya KPPT tersebut bagian dari inovasi yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Surakarta sebagai bagian dari tanggung jawab melakukan

pelayanan publik. Diharapkan dengan adanya pelayanan yang terpadu maka

pelayanan kepada masyarakat kota Surakarta menjadi lebih baik.

Difusi Inovasi dipergunakan dalam penelitian ini, karena KPPT

merupakan sebuah inovasi baru yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor

32 tahun 2004 kemudian diaplikasikan pada masing-masing daerah. Dalam hal

ini adalah pelayanan publik yang meringkas semua perijinan yang sebelumnya

tidak berada dalam satu atap atau tempat menjadi satu tempat. Kemudian

proses birokrasi dipermudah, dalam hal ini dilakukan pelimpahan kewenangan

Page 23: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

dari masing-masing Satuan Perangkat Kerja Daerah Pemerintah Kota

Surakarta. Dengan adanya pengaturan secara tertulis batas maksimal

penanganan proses perijinan, dan biaya proses mengurus perijinan yang sudah

diatur dalam peraturan daerah, diharapkan menghapus adanya pungutan liar.

Difusi adalah suatu tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan proses

dimana inovasi tersebar kepada anggota suatu sistem sosial. Pengkajian difusi

adalah telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan

pengkajian komunikasi meliputi telaah terhadap semua bentuk pesan. Dalam

kasus difusi, karena pesan yang disampaikan itu ”baru” maka ada resiko bagi

penerima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkah laku dalam kasus

penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan biasa (Rogers

& Shoemaker, 1987: 23).

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang. Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan dengan tingkah laku

manusia, apakah ide itu betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang

waktu sejak digunakannya atau diketemukannya pertama kali. Kebaruan

inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang

menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah

inovasi (bagi orang itu). ”Baru” dalam ide yang inovatif tidak berarti harus

baru sama sekali. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui oleh seseorang

beberapa waktu yang lalu (yaitu ketika ia ”kenal” dengan ide itu) tetapi ia

belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia

menerima atau menolaknya.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Setiap ide/gagasan pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah

seiring dengan berlalunya waktu. Hal yang demikian ini juga berkenaan

dengan produk material, gerakan sosial, ideologi dan sebagainya yang

diklasifikasikan sebagai inovasi. Ini tidak berarti bahwa semua inovasi perlu

disebarluaskan dan diadopsi. Inovasi yang tidak cocok bagi seseorang atau

masyarakat bisa mendatangkan bahaya dan tidak ekonomis.

Pada mulanya dan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori

Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat.

Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan

sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers

dan Shoemaker menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses

perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi

dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga)

tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3)

konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru

diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru

dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah

suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan

inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1987: 16).

Penelitian ini dalam ilmu komunikasi menarik, karena terjadi fenomena

teori difusi inovasi, dalam hal ini adalah adanya inovasi ide baru yaitu

pembentukan KPPT. Inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta

harus disosialisasikan kepada publik, karena jika tidak disosialisasikan maka

Page 25: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

inovasi-inovasi yang sudah dilakukan tidak sampai tepat pada sasarannya, dan

terobosan yang sudah dilakukan sia-sia. Dalam penelitian dalam bidang

komunikasi ini bermaksud untuk meneliti bagaimana persepsi publik dalam

melihat atau menilai inovasi yang sudah terdifusikan kepada mereka, apakah

mengalami penerimaan yang sesuai harapan, ataukah masih mengalami

penolakan terhadap kebijakan baru tersebut.

Dalam riset komunikasi sering mengarahkan perhatian pada usaha-

usaha untuk merubah pengetahuan atau sikap dengan mengubah bentuk

sumber, pesan, saluran atau penerima dalam proses komunikasi. Misalnya

menuntut agar sumber komunikasi itu lebih dapat dipercaya oleh penerima,

karena studi komunikasi menunjukkan bahwa jika hal ini dilakukan maka akan

menghasilkan persuasi atau perubahan sikap yang lebih besar pada sebagian

besar penerimanya.

Dalam penyebaran inovasi tersebut muncul perbedaan kecepatan

menerima informasi dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan kecepatan

penerimaan informasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima kategori,

yaitu kelompok Inovator, Early adopter, Early majority, Late majority, dan

Laggards. Kajian terhadap teori ini menunjukkan bahwa intervensi pada

Innovator dan early adopter akan dapat mempengaruhi kelompok early

majority, sementara perubahan positif pada kelompok early majority akan

diikuti oleh kelompok late majority.

Page 26: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis berusaha

merumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Siapa saja kelompok-kelompok masyarakat yang menerima ide-ide difusi

inovasi pelayanan perijinan terpadu baik sebagai Inovator, Early adopter,

Early majority, Late majority, dan Laggards?

2. Bagaimanakah proses penyebaran dan penerimaan ide-ide di kalangan

kelompok-kelompok yang terlibat di atas?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang Difusi Inovasi Pelayanan Publik Perijinan Terpadu

Dalam Masyarakat Surakarta mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kelompok-kelompok masyarakat yang menerima ide-ide

difusi inovasi pelayanan perijinan terpadu baik sebagai Inovator, Early

adopter, Early majority, Late majority, dan Laggards.

2. Untuk mengetahui proses penyebaran dan penerimaan ide-ide di kalangan

kelompok-kelompok yang terlibat di atas.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang difusi inovasi pelayanan publik perijinan

terpadu dalam masyarakat Surakarta, sebagai berikut :

Page 27: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

1. Manfaat Teoritis.

a. Menambah khazanah pustaka mengenai pelayanan publik terutama

pelayanan perijinan terpadu.

b. Bagi perkembangan ilmu komunikasi adalah untuk mengkaji tentang

penerimaan inovasi baru dalam pelayanan publik dan penerimaannya

dalam masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi

pemerintah Kota Surakarta untuk mengembangkan pelayanan publik

khususnya pelayanan perijinan terpadu kepada masyarakat kota Surakarta.

E. Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi

Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik

individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau

tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri.

Sementara itu, untuk menjalin rasa kemanusiaan yang akrab diperlukan

saling pengertian sesama anggota masyarakat.

a. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication

berasal dari kata Latin communicatio dan bersumber dari kata communis

yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.

Pengertian komunikasi yang dipaparkan tersebut sifatnya dasariah, dalam

Page 28: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan

makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena

kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain

mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia

menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau

kegiatan, dan lain-lain (Effendy, 2006: 9).

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh

seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah

sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak

langsung melalui media (Effendy, 2004: 5). Dalam definisi tersebut

tersimpul tujuan, yaitu memberi tahu atau mengubah sikap (attitude),

pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Jadi ditinjau dari segi si

penyampai pernyataan, komunikasi yang bertujuan bersifat informatif

dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasive communication) lebih

sulit daripada komunikasi informatif (informative communication),

karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau

perilaku atau sejumlah orang.

Pengertian komunikasi menurut Himstreet dan Baty (dalam

Purwanto, 2006: 3) adalah suatu proses pertukaran informasi

antarindividu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan

simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Dengan

demikian pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang

atau lebih dan proses pemindahan pesannya dapat dilakukan dengan

Page 29: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh

seseorang melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal nonverbal.

Menurut Suprapto (2006: 3) komunikasi adalah sebuah proses

penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran

tertentu. Dari pengertian ini, komunikasi dapat digambarkan melalui

sebuah percakapan, sebagai bentuk awal dari sebuah komunikasi. Orang

yang sedang berbicara adalah sumber (source) dari komunikasi atau

komunikator. Orang yang sedang mendengarkan disebut sebagai

audience, sasaran, pendengar, atau komunikan. Apa yang disampaikan

oleh orang yang sedang berbicara disebut sebagai pesan, sementara kata-

kata yang disampaikan melalui udara disebut sebagai saluran atau

channel.

Adapun menurut Katz dan Robert Kahn (dalam Ruslan, 2003: 83)

komunikasi adalah pertukaran informasi dan penyampaian makna yang

merupakan hal utama dari suatu sistem sosial atau organisasi. Jadi

komunikasi sebagai suatu proses penyampaian informasi dan pengertian

dari satu orang ke orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan

pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat

berhasil baik apabila timbul saling pengertian, yaitu kedua belah pihak si

pengirim dan si penerima dapat memahami. Hal ini tidak berarti bahwa

kedua belah pihak sama-sama memahami gagasan tersebut. Dalam hal

Page 30: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

seperti inilah baru dapat dikatakan bahwa komunikasi telah berhasil baik

atau komunikatif.

b. Proses Komunikasi

Komunikasi terjadi antara sebuah sumber (pengirim berita) dan

sebuah penerima berita. Pesan disandikan (diubah dalam bentuk simbol)

dan disalurkan kepada si penerima pesan yang menterjemahkan

(memecahkan sandi) pesan yang disampaikan oleh pengirim berita,

hasilnya berupa sebuah pemindahan maksud dari satu orang kepada

orang lain.

Bagan 1 Proses Komunikasi

Pesan Pesan Pesan Pesan

umpan balik

Sumber: Robbins (2006: 393)

Sumber mengawali pesan dengan mengkodekan pikiran, Pesan

adalah produk fisik aktual dari sumber yang melakukan pengkodean.

Berbicara, pembicaraan adalah pesan. Jika menulis, tulisan itulah pesan.

Gerakan isyarat, gerakan tangan dan ekspresi wajah juga merupakan

pesan. Saluran adalah medium tempat pesan dihantarkan. Saluran itu

diseleksi oleh sumber, yang harus menentukan apakah menggunakan

saluran formal atau informal. Saluran formal dibangun oleh organisasi

dan berfungsi mengirimkan pesan yang berhubungan dengan kegiatan

Sumber Berita

Penyandian Saluran Komunikas

i

Pemecahan Sandi

Penerima Berita

Page 31: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

profesional para anggota. Saluran-saluran formal secara tradisional

mengikuti rantai komando dalam organisasi. Bentuk-bentuk pesan lain,

seperti yang bersifat pribadi dan sosial, mengikuti saluran informal dalam

organisasi. Penerima adalah objek yang menjadi tujuan penyampaian

pesan. Tetapi sebelum pesan dapat diterima, simbol-simbol di dalamnya

harus diterjemahkan ke dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh

penerima. Langkah ini adalah pengkodean (decoding) pesan. Kaitan

terakhir dalam proses komunikasi adalah lingkaran umpan balik. Umpan

balik merupakan pengecekan mengenai seberapa sukses penyampaian

pesan seperti dimaksudkan semula. Umpan balik menentukan apakah

pesan itu telah dipahami atau tidak (Robbins, 2006: 393-394).

c. Bentuk Komunikasi

Seperti halnya definisi komunikasi, maka klasifikasi bentuk

komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya.

Klasifikasi itu didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar.

Berdasarkan sudut pandang dari para pakar tersebut, maka terdapat 4

(empat) macam bentuk komunikasi, yaitu komunikasi dengan diri

sendiri, komunikasi antar pribadi, komunikasi publik dan komunikasi

massa (Cangara, 2005: 29).

1) Komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication)

Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi

yang terjadi di dalam diri individu atau dengan kata lain proses

Page 32: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi ini

karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu obyek

yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Obyek dalam hal ini

dapat berbentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta

yang mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar maupun

dalam diri seseorang.

2) Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication)

Komunikasi antar pribadi yang dimaksud adalah proses

komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara

bertatap muka. Menurut sifatnya, komunikasi antar pribadi dapat

dibedakan atas dua macam, yaitu komunikasi diadik dan komunikasi

kelompok kecil. Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang

berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi

diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu percakapan, dialog,

dan wawancara. Sedangkan komunikasi kelompok kecil adalah proses

komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap

muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama

lainnya.

3) Komunikasi publik (public communication)

Komunikasi publik biasa disebut komunikasi pidato,

komunikasi kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan

komunikasi khalayak (audience communication). Komunikasi publik

menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan

Page 33: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan

khalayak yang lebih besar. Dalam komunikasi publik penyampaian

pesan berlangsung secara kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang

berbicara (sumber) dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber

dan penerima sangat terbatas, sehingga tanggapan balik juga terbatas.

Hal ini disebabkan karena waktu yang digunakan sangat terbatas dan

jumlah khalayak relatif besar.

4) Komunikasi Massa (mass communication)

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses

komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber

yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-

alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film.

Komunikasi massa memiliki sifat pesan yang terbuka dengan

khalayak yang variatif, baik dari segi usia, agama, suku, pekerjaan

maupun dari segi kebutuhan. Pesan komunikasi massa berlangsung

satu arah dan tanggapan baliknya lambat (tertunda) dan sangat

terbatas. Tetapi dengan perkembangan teknologi komunikasi yang

begitu cepat, khususnya media massa elektronik seperti radio dan

televisi maka umpan balik dari khalayak dapat dilakukan dengan

cepat. Penyebaran pesan melalui media massa berlangsung cepat,

serempak, dan luas. Ia mampu mengatasi jarak dan waktu serta tahan

lama bila didokumentasikan (Cangara: 30-36).

Page 34: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

2. Komunikasi Organisasi

a. Pengertian Organisasi

Organisasi adalah suatu unit sosial yang dikoordinasikan dengan

sengaja, terdiri dari dua orang atau lebih, yang didirikan untuk jangka

waktu yang lama (Haryani, 2001: 36).

Menurut Gitosudarmo (dalam Sopiah, 2008: 2) organisasi adalah

suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan

secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk

mencapai suatu tujuan.

Pengertian lain diungkapkan oleh Ndraha (2005: 47) yang

menyebutkan organisasi dapat diamati sebagai living organism seperti

halnya manusia dan sebagai produk proses organizing. Sebagai living

organism yang sudah ada, suatu organisasi merupakan out put proses

panjang di masa lalu, sedangkan sebagai produk proses organizing,

organisasi adalah alat atau input bagi usaha mencapai tujuan ke depan.

Jadi, ada organisasi sebagai out put (OSO) dan ada organisasi sebagai

input (OSI). Proses OSI-OSO-OSI merupakan sebuah siklus. Pada

gilirannya suatu OSI menjadi OSO, dan OSO yang mengalami regenerasi

menjadi OSI baru, kalau tidak mungkin mati.

Adapun Yuli (2005: 2) mengatakan bahwa organisasi dapat

diartikan sebagai suatu pengaturan orang-orang secara sengaja untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Rumah sakit dimana pasien dirawat,

perguruan tinggi tempat mahasiswa menuntut ilmu, bank dimana tempat

Page 35: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

nasabah menabung, dan negara atau daerah tempat masyarakat tinggal

merupakan bentuk-bentuk dari organisasi yang dapat kita temukan dalam

kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, komunikasi organisasi dapat didefinisikan

sebagai suatu pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit

komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu

organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan

hierarkis antara yang satu dan lainnya dan berfungsi dalam suatu

lingkungan (Umar, 2002: 8-9). Sebagai salah satu bidang komunikasi,

komunikasi organisasi memiliki komponen utama, yaitu, kepusasn

organisasi, iklim komunikasi, kualitas media, kemudahan memanfaatkan

komunikasi, penyebaran informasi, muatan informasi, kemurnian pesan,

dan budaya organisasi.

b. Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi

Komunikasi dalam organisasi terdiri dari berbagai bentuk. Namun

demikian, apapun bentuknya, komunikasi akan berfungsi apakah untuk

memberikan informasi, mengatur, persuasif atau integratif.

1) Informatif

Dalam kegiatannya, baik karyawan maupun manajer membutuhkan

banyak sekali informasi agar dapat menyelesaikan tugas-tugasnya

secara efisien. Pada prinsipnya mereka membutuhkan informasi

mengenai: pertama hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya

Page 36: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

itu sendiri, seperti: tujuan yang harus dicapai, prosedur, dan aturan-

atauran yang berlaku. Kedua, keberhasilan yang dicapai perusahaan,

misalnya dalam hal: laba dan standar kerja. Terakhir, mengenai

sosioemotional perusahaan secara keseluruhan.

2) Regulatori

Komunikasi juga berfungsi sebagai pengendali dan pengatur

perusahaan. Komunikasi yang berfungsi sebagai pengendali ini

bentuknya berupa perintah dan laporan.

3) Persuasif

Fungsi persuasif pada umumnya tercermin dalam interaksi antar

karyawan, di mana seseorang berupaya agar orang yang diajak

komunikasi menerima ide, jalan pikiran, dan penugasan darinya.

4) Integratif

Komunikasi dalam organisasi juga berfungsi sebagai integratif, yaitu

membuat organisasi beroperasi secara utuh dan terpadu. Termasuk

disini adalah koordinasi dan penjadwalan aktivitas, penetapan saluran

informasi dan otoritas, serta untuk menarik dan masih melatih

karyawan (Haryani, 2001: 39).

c. Perilaku Komunikasi Dalam Organisasi

Proses difusi dalam sebuah sistem sosial atau orgaisasi juga

memerlukan medium komunikasi agar informasi mengenai sebuah

produk inovasi dapat sampai kepada calon adopter atau pasarnya.

Page 37: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Perilaku komunikasi dalam sebuah sistem sosial biasanya terjadi

secara homophily (homofili) atau heterophily (heterofili). Komunikasi

homofili adalah bentuk komunikasi yang terjadi antar individu yang

memiliki kesamaan atribut seperti misalnya latar belakang pendidikan,

etnis, bahasa, status sosial, kesejahteraan, kematangan dan sebagainya.

Kondisi homofili ini sangat membantu kelancaran komunikasi. Lalu

lintas pesan yang terjadi berlangsung secara lancar karena disampaikan

dalam level bahasa yang sama, atau dalam koridor kepentingan yang

sama. Namun demikian kondisi komunikasi yang lancar ini justru

cenderung menghambat terjadinya difusi inovasi. Ini terjadi karena

komunikasi homofili hanya terjadi secara horizontal pada satu lapisan

sosial, sehingga pasarnya relatif kecil (Suwarno, 2008: 99).

Sebaliknya komunikasi heterofili adalah bentuk komunikasi yang

terjadi antar individu yang memiliki perbedaan atribut seperti tersebut di

atas. Walaupun kondisi heterofili ini cenderung menghambat kelancaran

komunikasi, yang menyebabkan lalu lintas pesan yang terjadi

berlangsung secara tersendat-sendat, namun demikian kondisi seperti ini

justru memperlancar terjadinya difusi inovasi. Alasannya, ini terjadi

karena komunikasi heterofili terjadi secara vertikal, menembus berbagai

lapisan sosial yang berbeda, sehingga pasarnya membesar (Suwarno,

2008: 100).

Dengan demikian komunkasi heerofili akan membuka

kemungkinan pasar yang lebih besar, sehingga proses difusi akan

Page 38: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

mendapatkan pasar yang lebih luas. Ini berarti bahwa peluang

terserapnya produk inovasi yang hendak dipenetrasikan ke pasar akan

lebih besar dibdaingkan dengan pasar yang diciptakan oleh komunikasi

yang homofili (Suwarno, 2008: 101).

Komunikasi homofili dan heterofili ini juga merupakan hasil dari

kedekatan (proximity) komunikasi atau interaksi yang terjadi antar

individu. Tingginya kedekatan interaksi yang terjadi antar individu

disebabkan oleh kedua individu atau lebih ini mempunyai kesamaan

lingkungan sosial, misalnya lingkungan pribadi, lingkungan mobilitas,

lingkungan kerja dan seterusnya. Individu yang selalu bertemu satu sama

lain dalam medium-medium rutinitas tertentu, seperti rumah, perjalanan

ke tempat kerja, kantor, tempat makan siang, tempat beribadah, dan

sebagainya merupakan individu-individu yang mempunyai kedekatan

komunikasi tinggi (Suwarno, 2008: 101-102).

3. Difusi Inovasi

a. Pengertian Difusi Inovasi

Difusi berasal dari bahasa Inggris diffusion dimana salah satu

artinya adalah tindakan penaburan, penebaran, penghamburan (Webster,

1913), perbauran. Diffusion juga diartikan sebagai the spread of social

institutions (and myths and skills) from one society to another yang kalau

diterjemahkan bebas berarti penyebaran institusi sosial (dan mitos dan

Page 39: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

keterampilan) dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya

(http://www.elook.org/dictionary/diffusion.html).

Rogers & Shoemaker (1987: 23) menjelaskan bahwa difusi adalah

suatu proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran

tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem

sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus

dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat

dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses

perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.

Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi.

Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh

anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa

individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.

Adapun inovasi didefinisikan sebagai kegiatan yang meliputi

seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik yang

sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan yang

tersedia sebelumnya. Pengertian ini menekankan pemahaman inovasi

sebagai sebuah kegiatan (proses) penemuan (invention) (Suwarno,

2008: 8).

Sedangkan Damanpour (dalam Suwarno, 2008: 9) menjelaskan

bahwa sebuah inovasi dapat berupa produk atau jasa yang baru, teknologi

proses produksi yang baru, sistem struktur dan administrasi baru atau

rencana baru bagi anggota organisasi. Sejalan dengan itu menurut Rogers

Page 40: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

(dalam Suwarno, 2008: 9), salah satu penulis buku inovasi terkemuka,

menjelaskan bahwa an innovation is an idea, practice, or object that is

perceived as new by individual or other unit of adopter. Jadi inovasi

adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu

satu unit adopsi lainnya. Pengertian dari Damanpour maupun Rogers ini

menunjukkan bahwa inovasi dapat merupakan sesuatu yang berwujud

(tangible) maupun sesuatu yang tidak berwujud (intangible). Sehingga

dimensi dari inovasi sangatlah luas. Memaknai inovasi sebagai sesuai

yang hanya identik dengan teknologi saja akan jadi menyempitkan

konteks inovasi yang sebenarnya.

b. Elemen Difusi Inovasi

Sesuai dengan pemikiran Rogers dan Shoemaker (1987: 26-32),

dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

1) Inovasi

Inovasi berasal dari kata innovation mengacu pada kata latin

innovationem yang berarti pembaruan dan perubahan, dan kata

kerjanya innova yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi

merupakan suatu perubahan yang baru menuju ke arah perbaikan,

yang lain atau berbeda dari yang sudah ada sebelumnya, yang

dilakukan dengan sengaja dan berencana atau tidak secara kebetulan.

Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek

atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang

Page 41: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

individu atau satu unit adopsi lain. Albury (dalam Suwarno, 2008: 10)

secara lebih sederhana mendefinisikan inovasi sebagai new ideas that

work. Ini berarti bahwa inovasi adalah berhubungan erat dengan ide-

ide baru yang bermanfaat. Inovasi dengan sifat kebaruannya harus

mempunyai nilai manfaat. Sifat baru dari inovasi tidak akan berarti

apa-apa apabila tidak diikuti dengan nilai kemanfaatan dari

kehadirannya. Hal ini menjelaskan bahwa ciri dari inovasi yang

berhasil adalah adanya bentuk penciptaan dan pemanfaatan proses

baru, produk baru, jasa baru dan metode penyampaian yang baru,

yang menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam hal efisiensi,

efektivitas maupun kualitas.

Suatu inovasi yang ditunda pengirimannya disebut perubahan

struktur, tapi jika individu mau mengadopsi dan langsung

mempraktekkannya berarti telah mengalami perubahan fungsi.

Perubahan fungsi disini berarti dari yang tidak tahu menjadi tahu,

sehingga mereka bisa memanfaatkan hal-hal baru yang individu

terima tersebut.

Setiap ide/gagasan pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti

berubah seiring dengan berlalunya waktu. Hal yang demikian ini juga

berkenaan dengan produk material, gerakan sosial, ideologi dan

sebagainya yang diklasifikasikan sebagai inovasi. Ini tidak berarti

bahwa semua inovasi perlu disebarluaskan dan diadopsi. Inovasi yang

Page 42: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

tidak cocok bagi seseorang atau masyarakat bisa mendatangkan

bahaya dan tidak ekonomis.

2) Saluran komunikasi

Komunikasi adalah proses dimana pesan-pesan disampaikan

dari sumber kepada penerima. Dengan kata lain komunikasi adalah

pemindahan ide-ide dari sumber dengan harapan akan merubah

tingkah laku penerima. Saluran komunikasi adalah alat untuk

menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima.

Dalam memilih saluran komunikasi, sumber setidaknya perlu

memperhatikan (1) tujuan diadakannya komunikasi dan (2)

karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk

memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan

tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan

efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan

untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka

saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

Inti dari proses difusi ialah interaksi manusia dimana seseorang

mengkomunikasikan ide baru kepada seseorang atau beberapa orang

lainnya. Pada hakikatnya difusi terdiri dari:

(a) Ide baru

(b) Seorang A yang punya pengetahuan tentang inovasi

(c) Seorang B yang belum tahu tentang ide baru itu, dan

Page 43: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

(d) Beberapa bentuk saluran komunikasi yang menghubungkan dua

orang itu kepada B atau tidak.

Sifat hubungan antara A dan B ditentukan oleh kondisi apakah

A berkehendak menceritakan ide baru itu kepada B atau tidak. Hal ini

akan mempengaruhi apakah cerita mengenai ide baru itu akan

dipunyai B atau tidak. Saluran komunikasi dengan mana ide baru itu

bisa sampai kepada B penting dalam menentukan keputusan B untuk

menerima atau menolak inovasi itu. Biasanya pemilihan saluran

komunikasi terletak di tangan A, si sumber dan harus dilakukan

dengan memperhatikan:

(a) tujuan diadakannya komunikasi, dan

(b) audiens dengan siapa saluran itu disambungkan

Jika A hanya berkeinginan untuk memberitahu B mengenai

suatu inovasi, lebih tepat kalau ia memilih saluran media massa

karena lebih cepat dan lebih efisien terutama jika pendengarnya

banyak dan tersebar di wilayah yang luas. Di lain pihak jika tujuan A

adalah untuk mempengaruhi B agar setuju atau suka pada inovasi,

maka saluran interpersonal lebih tepat. Karena itu sumber difusi harus

memilih antara saluran media massa atau interpersonal berdasarkan

tahap dimana penerima berada dalam proses pengambilan keputusan

inovasi apakah dalam tahap pengenalan ataukah dalam tahap persuasi.

Mengenai saluran komunikasi sebagai sarana untuk

menyebarkan inovasi, Rogers dan Shoemaker (1987: 121) menyatakan

Page 44: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

bahwa media massa lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan

tentang inovasi, sedangkan saluran interpersonal lebih efektif dalam

pembentukan dan percobaan sikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya

mempengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi atau menolak ide

baru.

3) Jangka waktu

Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam proses difusi

adalah waktu. Dimensi waktu tampak nyata dalam (1) (a) proses

pengambilan keputusan inovasi (b) keinovatifan seseorang: relatif

lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c)

kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

Proses pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental

sejak seorang mulai mengenal suatu inovasi sampai memutuskan

untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap

keputusan tersebut. Sementara keinovatifan adalah tingkat dimana

seseorang relatif lebih awal dalam mengadopsi ide-ide baru daripada

anggota sistem sosial yang lainnya.

4) Anggota sistem sosial

Suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan

terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah, dalam rangka

mencapai tujuan bersama dan beranggotakan perorangan (individu).

Anggota sistem sosial yang berperan penting dalam proses difusi

Page 45: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

adalah (a) pemuka pendapat dan (b) agen pembaru, kedua pihak

tersebut seringkali bekerja sama di dalam melakukan proses difusi.

Pemuka pendapat adalah seseorang yang relatif sering mampu

mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk melakukan

tindakan tertentu secara informal. Mereka ini sering diminta nasehat

dan pendapatnya mengenai sesuatu perkara oleh anggota sistem

lainnya. Para pemuka pendapat ini memiliki pengaruh terhadap proses

penyebaran inovasi, bisa mempercepat namun bisa juga sebaliknya.

Anggota sistem sosial lainnya adalah agen pembaru yaitu

orang yang secara aktif menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem

sosial. Agen pembaru biasanya adalah tenaga profesional (petugas)

yang mewakili lembaga/instansi tertentu yang berusaha mengadakan

pembaruan masyarakat dengan ide-ide baru mereka. Tugas agen

pembaru adalah mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial agar

bisa menerima dan mengadopsi ide-ide baru.

c. Sifat-sifat Inovasi

Menurut Rogers & Shoemaker (1987: 146-156) ada 5 macam

sifat inovasi dimana setiap sifat secara empiris mungkin saling

berhubungan namun secara konseptual adalah berbeda.

1) Relative advantage (keuntungan relatif)

Page 46: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik

daripada ide-ide sebelumnya, seringkali keuntungan relatif dinyatakan

dengan bentuk keuntungan ekonomis.

2) Kompatibilitas (keterhubungan inovasi dengan situasi klien)

Kompabilitas dimaknai sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten

dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan

penerima. Suatu inovasi diharapkan sesuai dengan (1) nilai-nilai dan

kepercayaan sosiokultural, (2) ide-ide yang telah diperkenalkan lebih

dulu, dan (3) kebutuhan klien terhadap inovasi.

3) Kompleksitas (kerumitan inovasi)

Tingkat kerumitan adalah suatu kondisi dimana inovasi dianggap sulit

untuk dimengerti dan digunakan. Kerumitan suatu inovasi

berhubungan negatif terhadap kecepatan adopsinya, semakin rumit

suatu inovasi diterima, maka akan makin lambat pengadopsiannya.

4) Trialabilitas (dapat dicobanya suatu inovasi)

Ide baru yang dapat dicoba dalam skala kecil biasanya diadopsi lebih

cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu.

5) Observabilitas (dapat diamatinya suatu inovasi)

Observabilitas adalah kondisi dimana hasil inovasi dapat dilihat oleh

orang lain, observabilitas suatu inovasi berhubungan positif dengan

kecepatan adopsinya.

Page 47: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

d. Proses pengambilan keputusan inovasi

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi

mencakup:

1) Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu

(atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami

eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi

berfungsi.

2) Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit

pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik

3) Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau

unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang

mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4) Tahapan Implementasi (Implementation), ketika seorang individu atau

unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu

inovasi.

5) Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan

penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya

(Rogers dan Shoemaker, 1987: 73-77).

e. Kategori Adopter

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers dan Shoemaker

(1987: 86) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam

Page 48: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain

menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat

adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan

inovasi. Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-

kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat

keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu

pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan

berdasarkan kurva adopsi, yang telah diuji oleh Rogers. Gambaran

tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 1 Pengelompokan Adopter

Sumber: Rogers dan Shoemaker (1987: 88)

1) Inovator

Inovator merupakan individu-individu yang selalu ingin

mencoba sesuatu yang baru. Kemampuan finansialnya harus cukup

mendukung keinginan tersebut, karena belum tentu inovasi yang

dicobanya menghasilkan sesuatu yang menguntungkan secara

finansial. Mereka juga berhadapan dengan resiko ketidakpastian

Page 49: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

dalam mengadopsi inovasi. Tidak jarang inovator harus kembali

kepada praktek atau metode lama karena inovasi yang dicobanya

ternyata tidak sesuai dengan kondisi lingkungannya. kategori inovator

ini, yang memiliki akses yang lebih Apabila inovator cenderung

bersifat kosmopolit, maka pengadopsi awal lebih bersifat lokalit.

Banyak diantara mereka termasuk kedalam kelompok pembentuk

opini. Mereka dapat menjadi panutan bagi anggota sistem sosial

lainnya dalam menentukan keputusan untuk mencoba sesuatu yang

baru. Hal ini berhubungan dengan jarak sosial mereka relatif dekat

dengan sistem sosial yang lain. Mereka mengetahui dengan pasti

bahwa untuk memelihara kepercayaan yang telah diberikan kepada

mereka harus membuat keputusan-keputusan inovasi yang tepat, baik

dari segi materinya maupun dari segi waktunya.

2) Early Adopters (Perintis/Pelopor)

Pelopor memiliki orientasi yang berbeda dengan innovator,

pelopor lebih berorientasi ke dalam sistem. Kelompok ini biasanya

meneliti terlebih dahulu suatu inovasi sebelum menerapkannya.

Kelompok ini terdiri dari para pemuka pendapat, kelompok ini

biasanya menjadi tujuan dari kelompok-kelompok sosial lainnya

untuk meminta pendapat/nasehat sehingga seringkali dicari oleh agen

pembaru untuk mempercepat proses adopsi.

Page 50: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

3) Early Majority (Pengadopsi awal/Pengikut Dini)

Penganut ini menerima ide-ide baru hanya beberapa saat

setelah rata-rata anggota sistem sosial. Mereka seringkali banyak

berinteraksi dengan anggota sistem lainnya sekalipun jarang diantara

mereka memegang posisi kepemimpinan. Kelompok ini mengikuti

inovasi dengan penuh pertimbangan dalam pengadopsiannya.

Pengadopsi awal dengan demikian harus mampu menerima

resiko ketidakpastian, dan sekaligus evaluasi subyektifnya mengenai

suatu inovasi kepada mereka di lingkungannya. Mayoritas awal

mengadopsi suatu ide baru lebih awal dari pada kebanyakan anggota

suatu sistem sosial. Mereka sering berhubungan dengan

lingkungannya, tetapi jarang dipandang sebagai pembentuk opini.

Kehati-hatian merupakan kata kunci bagi mereka sehingga jarang

diangkat sebagai pemimpin.

4) Late Majority (Pengadopsi Akhir)

Kelompok ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah

inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba

dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.

Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka.

Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk

mengadopsi inovasi.

Page 51: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

5) Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional)

Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan

adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk

mencoba hal-hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul

dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.

Keputusan-keputusan diwarnai dengan pertimbangan apa yang telah

dilakukan pada masa lampau, sedangkan interaksi mereka kebanyakan

hanya dengan sesamanya yang mempercayainya tradisi lebih dari

yang lain. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru,

kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan

menganggap mereka ketinggalan zaman.

Dengan pengetahuan tentang kategorisasi adopter ini dapatlah

kemudian disusun strategi difusi inovasi yang mengacu pada kelima

kategori adopter, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal, sesuai

dengan kondisi dan keadaan masing-masing kelompok adopter. Hal

ini penting untuk menghindari pemborosan sumberdaya hanya karena

strategi difusi yang tidak tepat. Strategi untuk menghadapi adopter

awal misalnya, haruslah berbeda dengan strategi bagi mayoritas akhir,

mengingat gambaran ciri-ciri mereka masing-masing (Rogers dan

Shoemaker, 1987: 90-92).

Page 52: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

f. Kecepatan Adopsi

Salah satu variabel penjelas kecepatan adopsi suatu inovasi adalah

sifat-sifat inovasi itu sendiri. Tetapi selain kelima sifat inovasi di atas

setidaknya ada empat hal lagi yang menjadi variabel penjelas kecepatan

adopsi.

1) Tipe keputusan inovasi

Keputusan inovasi yang diputuskan oleh otoritas proses adopsinya

akan lebih cepat dibandingkan kekuasaan tradisional. Hal ini

dikarenakan dalam proses pengambilan keputusan inovasi hanya

sedikit pihak yang terlibat, sehingga untuk mempercepat adopsi

adalah dengan cara memilih unit pembuat keputusan yang melibatkan

orang seminimal mungkin.

2) Sifat saluran komunikasi yang dipergunakan

Pemilihan saluran komunikasi akan berpengaruh terhadap kecepatan

pengadopsian inovasi. Inovasi yang rumit membutuhkan saluran

komunikasi interpersonal, sementara inovasi yang tidak begitu rumit

bisa menggunakan saluran komunikasi massa, seperti majalah, dan

media massa lainnya.

3) Ciri-ciri sistem sosial

Dalam suatu sistem sosial modern tempo adopsi mungkin akan lebih

cepat karena berkurangnya rintangan sikap diantara anggota sistem,

sementara dalam sistem tradisional dimungkinkan adopsi akan lebih

lambat.

Page 53: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

4) Gencarnya usaha mempromosikan inovasi

Terakhir usaha promosi yang dilakukan oleh agen pembaru akan

mempengaruhi kecepatan adopsi, namun hubungan antara kecepatan

adopsi dengan usaha promosi yang dilakukan oleh agen pembaru tidak

langsung dan linear (Rogers dan Shoemaker, 1987: 157).

F. Kerangka Berpikir

Setiap penelitian memerlukan landasan kerangka berpikir guna

mendukung pemecahan suatu masalah secara sistematis. Untuk itu perlu

disusun kerangka pemikiran yang akan memuat pokok-pokok pikiran yang

menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan dibahas (Nawawi,

1995:40). Dengan adanya kerangka teori, peneliti akan memiliki landasan

dalam menemukan tujuan arah penelitiannya.

Sejalan dengan otonomi daerah dan tuntutan dari masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan yang prima, ditanggapi dengan baik oleh pemerintah

Kota Surakarta dengan membentuk KPPT sebagai pusat pelayanan perijinan.

Pembentukan KPPT sebagai suatu inovasi telah dikomunikasikan kepada

masyarakat sebagai adopter dari inovasi tersebut.

Dalam proses adopsi, seseorang tidak dapat dengan serta merta

menerapkan suatu inovasi. Banyak faktor yang dipertimbangkan oleh adopter

untuk dapat menerima sebuah inovasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

adopter dalam penerapan suatu inovasi antara lain jenis keputusan, komponen

sistem sosial, saluran komunikasi, peran agent of change dan sifat-sifat inovasi.

Page 54: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Sifat-sifat inovasi yaitu kompleksitas, dapat dicoba, dapat diamati, keuntungan

relatif dan kompatibilitas.

Dari uraian di atas maka penelitian akan dipusatkan pada proses difusi

inovasi tersebut dapat dikomunikasikan kepada adopter, dan penerimaan

adopter atas difusi inovasi tersebut. Lebih lanjut dapat dilihat dalam gambar di

bawah ini.

Bagan 2 Kerangka Berpikir

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran secara jelas

mengenai penyebaran dan penerimaan inovasi KPPT Kota Surakarta. Oleh

karena itu, jenis penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian

Page 55: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

deskriptif kualitatif, karena dalam penelitian mengarah pada pendeskripsian

secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang

sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan (Sutopo, 2002: 111).

Jenis penelitian ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif

dengan deskripsi teliti dan penuh nuansa, data yang dikumpulkan berwujud

kata-kata dalam kalimat atau gambar yang mempunyai arti lebih dari

sekedar pernyataan jumlah ataupun frekuensi dalam bentuk angka (Sutopo,

2002: 112). Berbagai tabel juga disajikan, tetapi hanya bersifat deskriptif

untuk mendukung uraian kualitatif yang disajikan. Sebagian data bersifat

kualitatif yang didasarkan pada pengamatan langsung ke objek penelitian

dan wawancara mendalam dengan sejumlah informan dan responden.

Penelitian ini berusaha memperoleh data tentang penyebaran dan

penerimaan inovasi KPPT Kota Surakarta.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta. Alasan dipilihnya lokasi

ini dengan pertimbangan Kota Surakarta cukup potensial dalam dunia

usaha. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya pusat-pusat perbelanjaan

maupun hotel-hotel yang ada di Kota Surakarta, yang ini berarti kalangan

investor percaya untuk menanamkan investasi di Kota Surakarta. Kota

Surakarta mempunyai peluang menjadi daerah yang pro investasi karena

memiliki beberapa keunggulan, seperti potensi budaya dan sumber daya

manusia sehingga dalam hal iklim investasi Kota Surakarta mampu bersaing

Page 56: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

dengan kota lain. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu untuk

memberikan kemudahan dalam hal perijinan.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data

diperoleh. Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif

adalah berupa manusia sebagai narasumber atau informan. Adapun sumber

data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer.

Data yang diperoleh melalui penelitian lapangan di mana peneliti

terjun langsung pada obyek penelitian yang bersangkutan untuk

memperoleh data. Data ini diperoleh secara langsung dari para informan

melalui wawancara dengan pihak yang berkompeten. Adapun sumber

data primer dalam penelitian ini adalah :

Tahap Inovator

1) Sekda Kota Surakarta.

2) Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta.

Tahap Early Adopter

3) Kepala Dinas Pariwisata Kota Surakarta.

4) Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kota

Surakarta.

5) Kepala KPPT Kota Surakarta.

6) Kepala Dinas Tata Ruang Kota Pemerintah Surakarta.

Page 57: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Tahap Majority

7) Masyarakat, yaitu Bapak Tunjung Hernawanto Kusumo, Ibu Sri

Suharyati, Bapak Agus Suranto.

Tahap Laggards

8) Bapak Prima Prasetyo.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak

langsung dimana data tersebut dapat diperoleh dari literatur-literatur yang

relevan, artikel yang bersangkutan, buku-buku kepustakaan, dokumen-

dokumen dari KPPT, internet dan lain-lain, untuk pencarian informasi

dan pemahaman teoritis dalam memecahkan masalah.

4. Metode Penarikan Sampel

Penulis dalam menentukan narasumber menggunakan purposive

sampling, yaitu penulis menggunakan pertimbangan tentang informasi atau

narasumber yang akan dipilih berdasarkan penilaian bahwa informasi

tersebut memenuhi syarat penelitian. Dalam penelitian ini informasi berasal

dari pejabat pemerintahan, anggota legislatif dan sebagian masyarakat kota

Surakarta.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, maka teknik-teknik

pengumpulan data yang digunakan berbeda dengan penelitian kuantitatif

Page 58: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

yang mengarahkan pada perhitungan statistik. Dalam penelitian kualitatif,

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai pertimbangan

berdasar konsep teknik yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik

empiris dan sebagainya (Sutopo, 2002: 21). Adapun teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah:

a. Wawancara

Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai

kedudukan berbeda, yaitu pengejar informasi yang biasa disebut

pewawancara atau interviewer dan pemberi informasi yang disebut

informan, atau responden (Bungin, 2003: 67). Adapun wawancara yang

digunakan adalah wawancara mendalam (in depth interview).

Wawancara mendalam dilakukan dengan informan kunci (key informen)

yang didasarkan pada persyaratan-persyaratan utama sehingga mereka

merupakan orang-orang yang dinilai dapat memberikan informasi nyata

di mata masyarakat. Para informan dipilih dengan sengaja, yaitu mereka

yang diperkirakan mampu memberikan jawaban lengkap.

Wawancara mendalam ini dilakukan berdasarkan daftar

pertanyaan yang sudah disusun dan digunakan sebagai pedoman saja.

Penggunaan teknik wawancara terbuka dipilih karena dinilai lebih sesuai

untuk penelitian kualitatif yang biasanya lebih berpandangan terbuka.

Dengan teknik ini maka responden akan mengetahui bahwa responden

sedang diwawancarai dan mengerti pula maksud wawancara tersebut.

Page 59: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Wawancara dalam penelitian ini di lakukan terhadap informan kunci,

yaitu:

Tahap Inovator

1) Sekda Kota Surakarta.

2) Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta.

Tahap Early Adopter

3) Kepala Dinas Pariwisata Kota Surakarta.

4) Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Kota

Surakarta.

5) Kepala KPPT Kota Surakarta.

6) Kepala Dinas Tata Ruang Kota Pemerintah Surakarta.

Tahap Majority

7) Masyarakat, yaitu Bapak Tunjung Hernawanto Kusumo, Ibu Sri

Suharyati, Bapak Agus Suranto

Tahap Laggards

8) Bapak Prima Prasetyo.

b. Observasi

Observasi dapat disebut juga sebagai pengamatan, dimana peneliti

mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian

(Moleong, 2004: 174). Penggunaan observasi dapat dimanfaatkan

peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, maupun kebiasaan.

Observasi memungkinkan peneliti untuk melihat dunia sebagaimana

dilihat subjek penelitian, menangkap arti fenomena dari segi pengertian

Page 60: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan

subjek sehingga memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan

dan dihayati oleh subjek penelitian (Moleong, 2004: 175). Adapun

observasi dilakukan di KPPT Kota Surakarta. Observasi penelitian

dimaksudkan untuk memperkuat data hasil wawancara.

c. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Sama halnya

dengan Sutopo (2002: 54) yang mendefinisikan dokumen atau data

sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu

peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga

berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu

aktivitas tertentu. Dalam penelitian ini dokumentasi tentang KPPT

Surakarta didapatkan langsung dari kantor tersebut.

6. Validitas Data

Setiap data yang disajikan dalam sebuah penelitian diperlukan

kevalidan untuk meyakinkan dan memastikan kebenarannya. Data dapat

dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti

dengan apa yang sesumgguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Untuk

meyakinkan kebenarannya ini maka dibutuhkan teknik trianggulasi.

Dikatakan oleh Moleong (2004: 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik triangulasi

menurut Patton (dalam Sutopo, 2002: 31) dibedakan menjadi empat yaitu :

Page 61: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

1. Triangulasi data, peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk

mengumpulkan data yang sama.

2. Triangulasi investigator adalah pengumpulan data yang dilakukan oleh

beberapa peneliti

3. Triangulasi metodologi adalah penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan metode yang berbeda ataupun dengan mengumpulkan data

yang sejenis tetapi dengan pengumpulan data yang berbeda

4. Triangulasi teoritik, adalah melakukan penelitian tentang topik yang

sama dan datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa perspektif

teoritis yang berbeda.

Adapun teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah triangulasi

data, dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk

mengumpulkan data yang sama sehingga akan saling mengontrol dari data

hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan sumber yang berbeda.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola dan suatu uraian dasar. Proses

analisis data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan

perihal rumusan dan hal-hal yang diperoleh dalam penelitian (Miles dan

Huberman, 2007: 15).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data kualitatif. Penelitian ini memperoleh data berwujud kata-kata

bukan rangkaian angka. Analisis kualitatif menggunakan kata-kata yang

Page 62: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

biasanya disusun dalam teks yang diperluas (Sutopo, 2002: 96). Dengan

model analisis ini, analisis telah dilakukan sejak pengumpulan data. Dalam

hal ini terdapat tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data dan

penarikan kesimpulan atau verivikasinya.

Sedangkan aktifitas dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses

pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam model ini peneliti tetap

bergerak dalam komponen analisis seperti tersebut di atas (Sutopo, 2002:

96).

Di tengah-tengah waktu pengumpulan data dan analisis data juga

akan dilakukan audit data demi validitas data. Sedangkan sesudah

pengumpulan data selesai, bila masih terdapat kekurangan data, dengan

menggunakan waktu yang tersedia, maka peneliti dapat kembali ke lokasi

penelitian untuk pengumpulan data demi kemantapan kesimpulan. Untuk

lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3 Model Analisis Interaktif

Sumber: Sutopo, 2002: 96

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Page 63: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Yang dimaksud dengan ketiga komponen dalam proses analisa

kualitatif interaktif di atas adalah :

1. Pengumpulan data

Kegiatan pengumpulan data merupakan bagian penting dalam

suatu penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang

bersifat interaktif menggunakan metode wawancara mendalam, observasi

dan studi kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dari hasil

wawancara dengan sejumlah narasumber yang menjadi

responden/informan dalam penelitian tentang difusi inovasi di KPPT

Kota Surakarta. Selain dari hasil wawancara, pengumpulan data juga

dilakukan dengan mencatat kondisi di KPPT Surakarta setelah

melakukan observasi di tempat tersebut. Pengumpulan data juga

dilakukan dengan studi kepustakaan dengan mencatat dari buku-buku,

sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

2. Reduksi data

Reduksi data adalah bagian analisis, merupakan bentuk analisis

yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal

yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga

kesimpulan akhir dapat dilakukan. Reduksi data dilakukan setelah

pengumpulan data dilakukan. Dari hasil pengumpulan data tersebut

kemudian data dipilih dan disaring sesuai dengan data-data yang

diperlukan dalam penelitian, yaitu tentang difusi inovasi KPPT Kota

Page 64: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Surakarta. Jadi, tidak semua data dipakai untuk penelitian, hanya data

yang sesuai dengan penelitian saja yang digunakan.

3. Penyajian data

Penyajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang

memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian data

dilakukan setelah data-data tentang difusi inovasi KPPT Kota Surakarta

terkumpul. Dalam mereduksi data penulis menyisihkan data-data yang

tidak diperlukan dan mengambil data yang diperlukan. Untuk penyajian

data penulis membuat dalam bentuk narasi yang disusun secara logis.

4. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan terjadi saat proses pengumpulan data

berakhir, dan diverifikasi sehingga makna data lebih lanjut dapat diuji

validitasnya dan kesimpulan menjadi lebih kuat. Pada waktu penyajian

data sudah berakhir, penulis mulai melakukan untuk menarik kesimpulan

yang didasarkan pada semua yang terdapat dalam reduksi data dan sajian

data. Metode analisis yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif.

Page 65: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum tentang KPPT Kota Surakarta

Pelayanan kepada masyarakat adalah salah satu upaya untuk

meningkatan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat Undang-undang

Nomor 22 tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

pemerintah daerah. Di Kota Surakarta, pelayanan perijinan ditangani oleh

lembaga yang bernama Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) kota

Surakarta.

Secara kronologis, pembentukan pembentukan KPPT Kota Surakarta

melalui tahapan sebagai berikut: dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan amanat Undang-undang tentang Pemerintah Daerah,

sebelum dibentuk sebagai lembaga struktural, pelayanan perijinan di Kota

Surakarta dikelola oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta

berdasarkan Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta

Nomor 004 Tahun 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelayanan Terpadu Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Pada masa UPT

ini, sistem pelayanan dilakukan SATU ATAP (Pendaftaran dilakukan di UPT,

namun proses penyelesaian sampai penerbitan ijin dilakukan oleh masing-

masing SKPD teknis). Sebagai unit yang menyelenggarakan pelayanan

perijinan secara terpadu, UPT kota Surakarta dipimpin oleh seorang

Koordinator, yang membawahkan Subbag TU dan Seksi Pelayanan.

Page 66: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Dalam perkembangannya, pada tanggal 7 Desember 2005 sistem

pelayanan SATU ATAP diubah menjadi SATU PINTU (Pendaftaran, proses

penyelesaian sampai dengan penerbitan ijin dilakukan oleh UPT), dasar

pelaksanaannya adalah Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005

tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota kepada Koordinator UPT

Kota Surakarta sebagaimana diubah dengan Peraturan Walikota Surakarta

Nomor 13 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Walikota

Surakarta Nomor 13 Tahun 2005, dengan 20 (dua puluh) jenis perijinan dan 1

(satu) non perijinan yang menjadi kewenangannya.

Pada bulan Desember 2008, berdasarkan Perda Kota Surakarta No. 6

Th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta

status kelembagaan UPT diubah dan ditingkatkan menjadi Kantor dengan

nama Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. Secara

lebih tegas, tugas pokok dan fungsi KPPT dipertegas berdasarkan Peraturan

Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok,

Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota

Surakarta. Sebagai SKPD yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan

pelayanan perijinan, KPPT Kota Surakarta dipimpin oleh seorang Kepala

Kantor, yang membawahkan:

1. Sub bagian Tata Usaha

2. Seksi Pendaftaran

3. Seksi Verifikasi

4. Seksi Penerbitan Perijinan

Page 67: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

5. Seksi Evaluasi, Pelaporan dan Pengaduan

6. Tim Teknis

7. Kelompok Jabatan Fungsional

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, KPPT Kota Surakarta

mempunyai fungsi:

1. Penyelenggaraan kesekretariatan kantor

2. Pelaksanaan perencanaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan

3. Penyelenggaraan pendaftara, verifikasi dan penerbitan perijinan

4. Penyelenggaraan evaluasi, pelaporan dan pengaduan

5. Penyelenggaraan sosialisasi

6. Pembinaan jabatan fungsional

B. Visi dan Misi KPPT Kota Surakarta

1. Visi

Dipercaya sebagai lembaga yang menjunjung kesederhanaan, transparasi,

ketepatan waktu dan kualitas dalam pelayanan publik

2. Misi

a. Meningkatkan kualitas pelayanan publik.

b. Mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan publik.

c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan

publik.

d. Meningkatkan citra aparatur negara menjadi semakin positif.

Page 68: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

C. Lingkungan Strategis

Adanya dukungan penuh dari Walikota dan segenap jajarannya yang

diwujudkan dalam bentuk penerbitan surat keputusan mengenai pendelegasian

kewenangan Walikota kepada kepala KPPT Kota Surakarta serta sambutan

yang positif dari dunia usaha merupakan kekuatan pendorong bagi terwujudnya

pelayanan prima.

Sebagai kelengkapan pelayanan perijinan dan non perijinan, KPPT

Kota Surakarta memiliki sarana dan fasilitas pendukung operasional sebagai

berikut:

1. Gedung dengan ruangan yang nyaman berlokasi di komplek Balaikota

Surakarta, Jl. Jend.Sudirman No. 2 Surakarta.

2. Dua buah anjungan informasi (touch screen).

3. Dua papan petunjuk berisi persyaratan tarif dan waktu penyelesaian ijin.

4. Enambelas unit komputer dan printer.

5. Dua kendaraan dinas roda empat dan 1 buah kendaraan dinas roda dua.

6. Uniform yang berbeda dari PNS.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kinerjanya, saat ini KPPT

Kota Surakarta tengah menyempurnakan teknologi informasinya dan sedang

dilaksanakan proses sertifikasi ISO 9001:2008 di bidang pelayanan. Dengan

petugas yang berpenampilan menarik dan ramah, menjamin bahwa setiap

masyarakat yang datang ke KPPT Kota Surakarta akan terlayani dengan baik.

Page 69: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

D. Susunan Organisasi

Berdasarkan Perda Kota Surakarta No. 6 Th. 2008 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta struktur organisasi Kantor

Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Surakarta seperti bagan berikut ini:

Bagan 4 Struktur Organisasi KPPT Kota Surakata

KEPALAKPPT

SEKRETARIAT

SUB BAGTATA USAHA

SEKSIPENDAFTARAN

SEKSIVERIFIKASI

SEKSIPENERBITANPERIZINAN

SEKSI EVALUASI,PELAPORAN &PENGADUAN

TIMTEKNIS

TIMTEKNIS

TIMTEKNIS

TIMTEKNIS

E. Capaian Kinerja KPPT Kota Surakarta

Pencapaian dari kinerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT)

dapat digambarkan sesuai dengan tabel berikut:

Page 70: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Tabel 1 Capaian Kinerja Efektivitas Sasaran

No Indikator Tahun Capaian

2007 2008 2009 1. Jumlah pemohon ijin

dan non ijin (PKMS) 10.044 -

10.995 139.085

10.115 98.789

2. Jumlah retribusi (Rp) 5.630.900.381 8.282.284.766 6.248.223.789 Prosentase kepuasan

pelanggan melalui survey IKM

73,90 75,28 79,16

Sumber: KPPT Kota Surakarta

Berdasarkan tabel berikut di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jumlah pemohon ijin tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 951

pemohon atau 9,47%, sedangkan tahun 2009 mengalami penurunan sebesar

880 pemohon atau 8%. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008 terjadi krisis

ekonomi dunia yang berdampak pada kelesuan dibidang usaha, sehingga

akhirnaya berdampak pula pada menurunnya jumlah pengusaha yang

mengurus perijinan pada tahun 2009. seddangkan jumlah pemohon PKMS

yang mengalami penurunan sebesar 40.296 pemohon atau 28,97%

disebabkan karena program PKMS yang di launching pada tahun 2008

mendapat antusiasme yang sangat besar dari masyarakat.

2. Jumlah retribusi yang berhasil disetor ke kas daerah melalui KPPT tahun

2008 mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yakni sebesar Rp.

2.651.384.385,- atau 47,08%, sementara untuk tahun 2009 mengalami

penurunan sebesar Rp. 2.034.060.977,- atau 24,56%. Hal ini dikarenakan

ada beberapa ijin IMB yang nilai retribusinya cukup besar dibayarkan pada

Page 71: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

tahun 2008, yakni Apartemen Solo Paragon, Solo Centre Poin dan Kusuma

Mulia serta Hotel Ibis (hotel bintang 3).

3. Hasil survey IKM yang telah dilakukan oleh STIE-AUB (th.2007), FISIP-

UNISRI (th.2008) dan KPPT (th.2009) menunjukkan angka yang selalu

meningkat, dengan rata-rata kenaikan sebesar 3,5%. Hal ini menunjukkan

bahwa dari tahun ke tahun mutu pelayanan di KPPT Kota Surakarta

semakin baik. Selain itu, dengan diraihnya sertifikat ISO 9001 : 2008 pada

tahun 2009 serta adanya penggunaan IT pelayanan dengan fasilitas antrian

dan SMS gateway diharapkan kualitas mutu pelayanan akan terjaga.

F. Prosedur Atau Alur Pelayanan Perijinan di KPPT Kota Surakarta

Bagan 5 Alur Pelayanan KPPT

PENYERAHANDOKUMEN

KPPTberkas masuk validasi berkas

1. DITOLAK2. DITUNDA3. DITERIMA

outputDITOLAK

dikembalikan berkasnya

DITUNDAdiberi waktu melengkapi syarat

DITERIMAdihitung biayanya

PEMBAYARANDI KAS DAERAH

A G EN D A

PROSESPENANDATANGANAN

PEJABAT

CETAKDOKUMEN

ENTRY DATA

CEK LAPANGAN

RAPATTIM PERTIMBANGAN

Page 72: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

G. Syarat Dan Tarif Retribusi Dalam Perijinan Usaha

Dalam melakukan perijinan syarat dan besarnya retribusi tergantung

pada jenis dari perijinan itu sendiri.

1. Advice Planning (AP)

a. Pengertian

Advice Planning (AP) adalah keterangan rencana berisi ketentuan

dan persyaratan teknis serta ruang yang harus dilaksanakan dalam

pembangunan fisik di lokasi (Sertifikat HM/HGB/HP) tertentu.

b. Dasar hukum

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan,

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1991 tentang Bangunan Bertingkat,

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Retribusi Penggantian

Biaya Cetak Peta, Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor

974/049/1/2000 dan Peraturan Daerah Kotamadaya Daerah Tingkat II

Surakarta No. 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota

(RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993- 2013.

c. Tata cara perijinan

1) Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan.

2) Foto copy KTP Pemohon.

3) Foto copy Sertifikat.

4) Foto copy PBB Terakhir.

d. Tarif retribusi

1) Peruntukan Komersial : 0,75% NJOP

Page 73: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

2) Peruntukan Non Komersial : 0,50% NJOP

2. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

a. Pengertian

IMB adalah Ijin mendirikan/merubah/merobohkan bangunan

yang dikeluarkan oleh Walikotamadya Kepala Daerah.

b. Dasar hukum

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan,

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1991 tentang Bangunan Bertingkat,

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Retribusi Penggantian

Biaya Cetak Peta, Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor

974/049/1/2000 dan Peraturan Daerah Kotamadaya Daerah Tingkat II

Surakarta No. 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota

(RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993- 2013.

c. Tata cara perijinan

1) Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan

2) Foto copy KTP permohonan

3) Foto copy PBB terakhir lokasi bangunan

4) Foto copy Sertifikat/Bukti Status Tanah

5) Gambar denah bangunan dan bangunan perangkatnya

6) Gambar Situasi bangunan

7) Gambar tampak dan potongan gambar

8) Gambar dan perhitungan konstruksi bangunan bertingkat.

Page 74: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

d. Tarif retribusi

Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor

974/049/I/2000 tanggal 8 Juni 2000, Besarnya tarif retribusi IMB adalah

17,5% (per mil). Sedangkan tabel perhitungan retribusi IMB adalah

sebagai berikut:

Tabel 2 Perhitungan Retribusi IMB

No JENIS BANGUNAN

KELAS BANGUNAN

NILAI BANGUNAN

/ M2

RETRIBUSI / M2

KET.

1. Bangunan

Gedung Tidak Bertingkat

Biasa Sedang Baik Mewah

467.584 486.202 648.272 726.038

7.657 8.508 11.343 12.705

Untuk Bangunan Bertingkat lebih dari 1 (satu) lantai dikalikan dengan koefisien Nilai Bangunan Koefisien Nilai Bangunan: Lt. 1 x1,000 Lt. 2 x1,090 Lt. 3 x1,120 Lt. 4 x1,135 Lt. 5 x1,162 Lt. 6

2. Bangunan Gedung Bertingkat

Biasa Sedang Baik Mewah

490.518 545.019 726.692 814.261

8.584 9.538 12.717 14.250

3. Pagar Depan Biasa Sedang Baik Mewah

126.452 140.502 141.809 141.849

2.212 2.458 2.461 2.461

4. Pagar Belakang

Biasa Sedang Baik Mewah

107.044 118.937 119.590 119.590

1.873 2.061 2.092 2.092

5. Rumah Permanen

Biasa Sedang Baik Mewah

398.766 443.073 456.796 507.116

6.978 7.753 7.993 8.874

6. Rumah Permanen Bertingkat/ Loteng

Biasa Sedang Baik Mewah

441.467 490.518 654.023 732.835

7.725 8.584 11.445 12.824

7. Rumah Semi Permanen

Biasa Sedang Baik Mewah

199.383 221.536 228.398 253.558

3.489 3.876 3.996 4.437

Page 75: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

8. Fasilitas : a. Tempat

Parkir 1. Aspal 2. Conblock b. Taman

c. Saluran

Biasa Sedang Baik Mewah -

42.171 38.100 30.000 45.000 75.000 180.000 20.619

738 667 525 787 1.312 3.150 360

x1,197 Lt. 7 x1,236 Lt. 8 x1,263 Lt. 9 x1,291 Lt. 10 x1,323 Lt. 11 x1,353 Lt. 12 x1,381 Lt. 13 x1,440 Lt. 14 x1,439 Lt. 15 x1,460 Lt. 16 x1,497 Lt. 17 x1,526 Lt. 18 x1,555 Lt. 19 x1,584 Lt. 20 x1,613

Sumber: KPPT Kota Surakarta

3. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB)

a. Pengertian

IPB adalah Ijin pembangunan bangunan yang dikeluarkan oleh

Walikotama selaku kepala daerah. IPB tidak diberlakukan bagi bangunan

tempat tinggal dan hanya berlaku bagi orang atau badan yang namanya

tercantum dalam IPB. Walikota Surakarta memberikan IPB dengan

peruntukan bangunan sesuai dengan yang ditetapkan dalam IMB.

Page 76: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

b. Dasar hukum

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan,

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1991 tentang Bangunan Bertingkat,

Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Retribusi Penggantian

Biaya Cetak Peta, Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor

974/049/1/2000 dan Peraturan Daerah Kotamadaya Daerah Tingkat II

Surakarta No. 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota

(RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993-2013.

c. Tata cara perijinan

1) Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan.

2) Foto copy KTP Surat Sewa (bila bukan milik sendiri)

3) Foto copy IMB.

4) Gambar Tehnis denah tempat usaha dan tata ruangnya.

d. Tarif retribusi

1) Untuk bangunan industri sebesar Rp. 30.000,00 (tiga puluh ribu

rupiah).

2) Untuk bangunan perdagangan sebesar RP. 25.000,00 (dua puluh lima

ribu rupiah).

3) Untuk bangunan umum sebesar Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu

rupiah).

4) Untuk bangunan pendidikan sebesar Rp. 15.000,00 (lima belas ribu

rupiah).

Page 77: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

4. Ijin Gangguan Tempat (HO)

a. Pengertian

Tempat Usaha adalah tempat-tempat untuk melakukan usaha

yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan

maksud mencari keuntungan.

Ijin Gangguan Tempat Usaha adalah ijin yang diperlukan untuk

mendirikan atau menggunakan tempat-tempat bekerja berdasar ketentuan

HINDER ORDONANTIE STBL Tahun 1940 No. 450.

Ijin Gangguan adalah ijin tempat usaha orang pribadi/Badan

Hukum di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, gangguan,

dan kerugian.

b. Tujuan adanya ijin HO

1) Memberikan perlindungan kepada pengusaha dan warga masyarakat

sekitarnya.

2) Sebagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup.

3) Sebagai upaya pelestarian Sumber Daya Alam dan lingkungan hidup.

4) Sebagai pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

c. Dasar hukum

1) Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonantie) STBL Nomor 450

Tahun 1940.

2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 1983 Tentang

Pemberian Ijin Tempat Usaha.

Page 78: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang

Pembangunan.

4) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang

RUTRK.

5) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 1998 Tentang

Retribusi Ijin Gangguan.

6) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 3 Tahun 2002 Tentang

Pedoman Pelaksana Ijin Gangguan Tempat Usaha.

d. Obyek Retribusi

Perusahaan yang dijalankan dengan mesin, Perusahaan

angkutan/persewaan kendaraan, Perusahaan dan tempat penjualan bahan

makanan, Perbengkelan, Pergudangan, Pabrik-pabrik, Pandai besi,

Rumah makan, kedai makanan dan kafe, Diskotik, Salon kecantikan,

Panti pijat, Hotel dan penginapan, Fitness centre, Biliiard, Kontraktor,

tempat pengumpulan/penimbunan/pengolahan/pembuatan/penjualan

material, bahan bangunan, Tempat pemotongan, pengulitan, pengeringan,

pengasapan dan penggaraman zat-zat hewan/ikan dan penyamakan kulit,

Tempat penggergajian kayu, pertukangan kayu dan penjualan kayu,

Tempat penjualan alat-alat kendaraan bermotor dan suku cadang, Tempat

penjualan/penyimpanan minyak tanah, premium, solar, dan olie, Tempat

penjualan jasa dan permainan, Tempat penjualan minuman berakohol,

Tempat penjualan obat/jamu dan apotik, Tempat penjualan bahan/barang

elektronik, Tempat usaha permainan elektronik, Tempat usaha hiburan

Page 79: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

dan Tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya kerugian gangguan

atau kebakaran.

e. Tata cara perijinan

Mengisi formulir permohonan ijin gangguan yang telah tersedia

dilampiri sebagai berikut :

1) Fotocopy akte pendirian perusahaan bagi yang berbadan hukum (PT,

CV, FA/UD);

2) Fotocopy KTP yang masih berlaku;

3) Fotocopy sertifikat tanah;

4) Fotocopy IMB, IPB dan Rekomendasi Lokasi;

5) Fotocopy surat perjanjian sewa / kontrak (jika menyewa);

6) Fotocopy bukti lunas PBB terakhir;

7) Fotocopy NPWP;

8) Gambar situasi tempat usaha;

9) Surat pernyataan sewa / kontrak;

10) Dokumen AMDAL, UKL, UPL, Surat Pengendalian dan Pengelolaan

Lingkungan;

f. Pembaharuan/perpanjangan HO.

Mengisi formulir permohonan ijin gangguan yang telah tersedia

dilampiri sebagai berikut:

1) Fotocopy Ijin Gangguan Tempat Usaha (HO) lama;

2) Fotocopy KTP yang masih berlaku;

3) Fotocopy sertifikat;

Page 80: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

4) Fotocopy surat perjanjian sewa / kontrak (jika menyewa)

5) Fotocopy bukti lunas PBB terakhir.

g. Tarif retribusi

Dasar penentuan tarif retribusi sebagai berikut :

1) Menurut luas ruangan tempat usaha :

(a) 1 m2 200m2 dikenakan Rp. 400,-/m2

(b) 201 m2 5002 dikenakan Rp. 750,-/m2

(c) 501m2 keatas dikenakan RP. 1.100,-/m2

2) Menurut penggunaan mesin :

(a) 1 pk - 10 pk dikenakan Rp. 1.000,-/pk

(b) 11pk - 100 pk dikenakan Rp. 1.500,-/pk

(c) 101 pk keatas dikenakan Rp. 2.000,-/pk

3) Menurut penggolongan usaha :

(a) Usaha kecil dikenakan Rp. 25.000,-

(b) Usaha sedang dikenakan Rp. 100.000,-

(c) Usaha besar dikenakan Rp. 200.000,-

4) Menurut klasifikasi jalan :

(a) Jalan kelas I dikenakan 40% dari (1+2+3)

(b) Jalan kelas II dikenakan 30% dari (1+2+3)

(c) Jalan kelas III dikenakan 20% dari (1+2+3)

(d) Jalan kelas IV dikenakan 10% dari (1+2+3)

5) Menurut klasifikasi gedung :

(a) Satu lantai dikenakan 20% dari (1+2+3)

Page 81: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

(b) Dua lantai dikenakan 30% dari (1+2+3)

(c) Tiga sampai lima lantai dikenakan 40% dari (1+2+3)

(d) Enam lantai ke atas dikenakan 50% dari (1+2+3)

(e) Lantai dasar ditambah 10% dari (1+2+3)

6) Biaya pemeriksaan dan penelitian :

(a) Usaha kecil dikenakan 5% dari (1+2+3)

(b) Usaha sedang dikenakan 10% dari (1+2+3)

(c) Usaha besar dikenakan 20% dari (1+2+3)

7) Penggunaan sistem shift / lembur :

Dikenakan 50% dari (1+2+3)

8) Biaya balik nama :

Dikenakan 50% dari (1+2+3)

9) Pendaftaran ulang :

(a) Usaha kecil dikenakan Rp. 25.000,-/th

(b) Usaha sedang dikenakan Rp. 65.000,-/th

(c) Usaha besar dikenakan Rp. 150.000,-/th

5. Ijin Usaha Industri

a. Pengertian

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,

barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang

lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rencana bangun dan

rekayasa industri.

Page 82: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Perusahaan industri adalah badan usaha untuk perorangan yang

melakukan kegiatan usaha industri. Ijin usaha industri (IUI) adalah ijin

untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha industri.

Tujuan diterbitkan ijin usaha industri adalah:

1) memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pengusaha.

2) sebagai salah satu sumber informasi dan sarana komunikasi.

3) sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.

b. Dasar hukum

1) UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian

2) UU No. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil

3) UU No.9 Tahun 2003 tentang ijin usaha industri, ijin usaha perdagangan

dan tanda daftar gudang

c. Ketentuan ijin usaha industri

1) Ijin usaha industri kecil bagi usaha industri dengan nilai investasi paling

banyak Rp. 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan.

2) Ijin usaha industri menengah bagi usaha industri dengan nilai investasi di

atas Rp. 200.000.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 tidak

termasuk tanah dan bangunan

3) Ijin usaha industri besar bagi usaha industri dengan nilai investasi diatas

Rp. 1.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan

Page 83: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

d. Tata cara perijinan

Permohonan SIUI baru, diajukan kepada Walikota Surakarta melalui

UPT kota Surakarta dengan menggunakan formulir SPI model A dengan

melampirkan persyaratan:

1) IUI kecil perorangan

(a) Fotocopy KTP penanggung jawab perusahaan

(b)Surat ijin dari pimpinan bagi anggota TNI, POLRI, atau PNS yang

melakukan kegiatan industri

(c) Surat keterangan dari lurah yang diketahui camat, bagi industri yang

menimbulkan limbah cair, padat, gas dan udara diwajibkan

menyertakan surat ijin tempat usaha (SITU) dan/atau ijin undang-

undang gangguan (HO)

(d)Fotocopy NPWP materai bernilai Rp. 6.000,00 1 lembar

(e) Fotocopy pembayaran retribusi IUI

(f) Fotocopy persyaratan diatas wajib disertakan berkas yang asli dan

akan dikembalikan setelah penelitian lapangan.

2) Ijin usaha industri kecil, industri menengah dan industri besar

(a) Fotocopy akte pendirian perusahaan

(b)Fotocopy perubahan (jika ada)

(c) Fotocopy KTP penanggung jawab perusahaan

(d)Surat ijin dari pimpinan bagi anggota TNI, POLRI, atau PNS yang

melakukan kegiatan industri

Page 84: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

(e) Surat ijin tempat usaha (SITU) dan/atau ijin undang undang gangguan

(HO)

(f) Fotocopy NPWP materai bernilai Rp. 6.000,00 1 lembar

(g)Fotocopy pembayaran retribusi IUI

(h)Fotocopy persyaratan diatas wajib disertakan berkas yang asli dan

akan dikembalikan setelah penelitian lapangan.

6. Ijin Usaha Perdagangan

a. Pengertian

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan usaha

yang bersifat tetap dan terus menerus berkedudukan dalam wilayah Kota

Surakarta untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat ijin untuk dapat

melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.

Tujuan diterbitkannya ijin usaha perdagangan adalah pemberian

legalisasi kegiatan usaha perdagangan sesuai dengan peraturan dan

ketentuan yang berlaku.

b. Dasar hukum

Undang-Undang No. 22 Th. 1999 tentang Pemerintah Daerah,

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan RI No.789/MPP/Kep/3/2001 tentang

Pedoman Standart Pelayanan Minimal (PSPM) bidang Perindustrian dan

Page 85: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Perdagangan, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI

No.289/MPP/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Standart Pemberian Surat Ijin

Usaha Perdagangan.

Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2003 tentang Ijin Usaha Industri, Ijin

Usaha perdagangan dan Tanda Daftar Gudang.

c. Tata cara perijinan:

1) Mengisi surat permohonan perijinan (Model A) yang telah tersedia.

2) Fotocopy KTP penanggungjawab perusahaan.

3) Surat ijin dari pimpinan bagi anggota TNI, POLRI atau PNS.

4) Surat ijin dari instansi yang terkait (Hotel, RM, Angkutan dll).

5) Fotocopy HO.

6) Fotocopy NPWP.

7) Fotocopy Neraca Perusahaan.

8) Fotocopy akte pendirian /perubahan perusahaan (CV, PT, FA, UD atau

Koperasi).

9) Fotocopy persyaratan diatas wajib disertakan berkas yang asli dan akan

dikembalikan setelah penelitian lapangan.

d. Tarif retribusi

Tabel 3 Tarif Retribusi Usaha Perdagangan

Lokasi Score

1. Peruntukan lahan untuk gudang,industri dan perdagangan. 1 2. Peruntukan lahan selain gudang,industri dan perdagangan. 3 Kelas Jalan 1. Kelas I 5 2. Kelas II 3 3. Kelas III 1

Page 86: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Investasi 1. Kurang dari Rp.5. 000.000,00 0 2. Rp.5. 000.000,00 – Rp. 50.000.000,00 1 3. Rp. 50.000.001,00 – Rp. 200.000.000,00 2 4. Rp. 200.000.001,00 – Rp. 400.000.000,00 3 5. Rp. 400.000.001,00 – Rp. 600.000.000,00 5 6. Rp. 600.000.001,00 – Rp. 800.000.000,00 7 7. Rp. 800.000.001,00 – Rp. 1.000.000.000,00 9 8. Diatas Rp. 1.000.000.000,00 10 Luas Bangunan 1. 0 M2 – 24 M2 0 2. 24 M2 – 50 M2 1 3. 51 M2 – 100 M2 2 4. 101 M2 – 250 M2 3 5. 251 M2 – 500 M2 5 6. 501 M2 – 1.000 M2 6 7. 1.001 M2 – 2500 M2 8 8. Diatas 2500 M2 10 SDM dan/atau Mesin 1. Kurang dari 6 orang tanpa mesin 0 2. Lebih dari 6 orang tanpa mesin 1 3. Kurang dari 6 orang pakai mesin 2 4. 6 orang pakai mesin 4 5. Lebih dari 6 orang pakai mesin 7

Sumber: KPPT Kota Surakarta

Ket:

1) Tarif retribusi jumlah score dikali Rp. 30.000,00

2) Perubahan 40% dari tarif retribusi baru

3) Penggantian 20% dari tarif retribusi baru

4) Daftar ulang 60% dari tarif retribusi baru

Page 87: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

7. Ijin Usaha Pariwisata

a. Pengertian

Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan

jasa pariwisata dengan menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya

tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dibidang

tersebut.

Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa

pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata. Terdiri dari:

1) Jasa biro perjalanan

2) Jasa pemandu wisata

3) Jasa impresariat

4) Jasa informasi pariwisata

5) Jasa konvensi

Usaha sarana pariwisata meliputi kegiatan pembangunan,

pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan

dalam penyelenggaraan pariwisata. Terdiri dari:

1) Hotel

2) Pondok wisata

3) Restoran

4) Rumah makan

5) Jasa konvensi

Page 88: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

b. Dasar hukum

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1996 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Tahun 1996 No. 101, Tambahan Lembaran Negara No.

3658) dan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2005 tentang

Penyelenggaraan Usaha Pariwisata.

c. Tata cara perijinan

Mengisi formulir permohonan gangguan yang telah tersedia

dilampiri sebagai berikut:

1) Fotocopy KTP yang masih berlaku

2) Fotocopy NPWPD/NPWPRD

3) Fotocopy akte pendirian perusahaan bagi yang berbadan hukum (PT, CV,

FA/UD)

4) Fotocopy sertifikat tanah atau perjanjian sewa/kontrak (jika bukan milik

sendiri)

5) Fotocopy IMB (jika memerlukan bangunan fisik)

6) Fotocopy ijin HO

7) Daftar fasilitas dan denah tata ruang

8) Daftar karyawan dan tingkat pendidikan atau pengalaman kerja

9) Fotocopy persyaratan diatas wajib disertakan berkas yang asli dan akan

dikembalikan setelah penelitian lapangan.

d. Tarif retribusi

Tarif retribusi terdiri dari usaha jasa pariwisata dan usaha sarana pariwisata.

Page 89: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Tabel 4 Usaha Jasa Pariwisata

Kegiatan Usaha Ijin Usaha Daftar Ulang 1. Biro Perjalanan Wisata Rp. 500.000,00 Rp. 100.000,00 2. Cab. Biro Perjalanan Rp. 750.000,00 Rp. 150.000,00 3. Agen Perjalanan Wisata Rp. 300.000,00 Rp. 100.000,00 4. Jasa Pemandu Wisata Rp. 30.000,00 Rp. 20.000,00 5. Jasa Impresariat Rp. 250.000,00 Rp. 200.000,00 6. Jasa Konvensi Rp. 200.000,00 Rp. 120.000,00 7. Jasa Informasi Rp. 200.000,00 Rp. 120.000,00

Sumber: KPPT Kota Surakarta

Tabel 5 Usaha sarana pariwisata

Kegiatan Usaha Ijin Usaha Daftar Ulang 1. Hotel Bintang

a. Hotel bintang 5 b. Hotel bintang 4 c. Hotel bintang 3 d. Hotel bintang 2 e. Hotel bintang 1

Rp. 2.500.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 1.750.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 1.250.000,00

Rp. 2.250.000,00 Rp. 1.750.000,00 Rp. 1.500.000,00 Rp. 1.250.000,00 Rp. 1.000.000,00

2. Hotel Melati a. Melati 3 b. Melati 2 c. Melati 1

Rp. 1.000.000,00 Rp. 800.000,00 Rp. 600.000,00

Rp. 900.000,00 Rp. 700.000,00 Rp. 500.000,00

3. Pondok Wisata Rp. 500.000,00 Rp. 400.000,00 4. Restoran

a. Kencana b. Saloka c. Gangsa

Rp. 500.000,00 Rp. 400.000,00 Rp. 300.000,00

Rp. 400.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 100.000,00

5. Rumah Makan a. Kelas A b. Kelas B c. Kelas C d. Kelas D e. Kelas E

Rp. 300.000,00 Rp. 250.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 150.000,00 Rp. 100.000,00

Rp. 250.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 150.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 50.000,00

6. Gedung Pertemuan Umum a. Kelas A b. Kelas B

Rp. 600.000,00 Rp. 400.000,00

Rp. 350.000,00 Rp. 250.000,00

Sumber: KPPT Kota Surakarta

Page 90: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

e. Masa Berlaku

Ijin usaha pariwisata berlaku selama usaha tersebut masih berjalan,

dengan ketentuan harus melakukan pendaftaran ulang setiap 3 tahun sekali.

f. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian ijin usaha pariwisata 6 hari kerja (jika

persyaratan lengkap).

8. Tanda Daftar Gudang (TDG)

a. Pengertian

Gudang adalah suatu ruangan tidak bergerak yang dapat ditutup

untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang dagangan

(komoditi), bahan baku baik barang setengah jadi atau suku cadang atau

barang dalam proses atau barang lainya untuk diproduksi. Tanda Daftar

Gudang adalah tanda daftar sebagai bukti pendaftaran gudang.

TDG tetap diperuntukan bagi gudang yang letaknya sesuai dengan

peruntukan lahan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota

(RUTRK). TDG sementara diperuntukan bagi gudang khusus untuk

menyimpan persediaan barang dagangan komoditi ang sesuai dengan Ijin

Usaha Perdagangan (IUP) dan/atau Ijin Usaha Industri (IUI) terletak di

luar peruntukan lahan berdasarkan RUTRK dengan luas tidak lebih dari 24

M2 serta tidak untuk usaha pergudangan.

Page 91: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Usaha pergudangan adalah usaha dibidang jasa penyimpanan yang

dilakukan terus menerus dengan disertai imbalan atau kompensasi dalam

bentuk apapun.

b. Dasar hukum

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta No. 4

Tahun 1984 tentang Penetapan Lokasi dan Pengelolaan Pusat Pergudangan

Kota di Kentingan, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II

Surakarta No. 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota

(RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993-2013 dan

Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 9 Tahun 2003 tentang Ijin Usaha

Industri, Ijin Usaha perdagangan dan Tanda Daftar Gudang (Lembaran

Negara Daerah Kota Surakarta No. 14 Tahun 2003 Seri B No. 5).

c. Tata cara perijinan

Permohonan TDG yang ditujukan kepada Wlikota melalui kepada

dinas perindustrian, perdagangan dan penanaman modal kota surakarta

dengan dilampiri persyaratan:

1) Fotocopy SIUP/SIU

2) Fotocopy KTPpemilik atau penguasa gudang

3) Fotocopy surat sewa (jika menyewa gudang)

4) Peta dan denah gudang

5) Fotocopy IMB

6) Fotocopy HO

7) Fotocopy NPWP

Page 92: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

8) Materai bernilai Rp. 6.000,00 satu lembar

9) Fotocopy persyaratan di atas wajib disertakan berkas yang asli dan akan

dikembalikan setelah penelitian lapangan.

d. Tarif retribusi

Tabel 6 Tarif Retribusi Tanda Daftar Gudang

Lokasi Score 1. Peruntukan lahan untuk gudang,industri dan perdagangan. 1 2. Peruntukan lahan selain gudang,industri dan perdagangan. 3 Kelas Jalan 1. Kelas I 5 2. Kelas II 3 3. Kelas III 1 Investasi 1. Kurang dari Rp.5. 000.000,00 0 2. Rp.5. 000.000,00 – Rp. 50.000.000,00 1 3. Rp. 50.000.001,00 – Rp. 200.000.000,00 2 4. Rp. 200.000.001,00 – Rp. 400.000.000,00 3 5. Rp. 400.000.001,00 – Rp. 600.000.000,00 5 6. Rp. 600.000.001,00 – Rp. 800.000.000,00 7 7. Rp. 800.000.001,00 – Rp. 1.000.000.000,00 9 8. Diatas Rp. 1.000.000.000,00 10 Luas Bangunan 1. 0 M2 – 24 M2 0 2. 24 M2 – 50 M2 1 3. 51 M2 – 100 M2 2 4. 101 M2 – 250 M2 3 5. 251 M2 – 500 M2 5 6. 501 M2 – 1.000 M2 6 7. 1.001 M2 – 2500 M2 8 8. Diatas 2500 M2 10 SDM dan/atau Mesin 1. Kurang dari 6 orang tanpa mesin 0 2. Lebih dari 6 orang tanpa mesin 1 3. Kurang dari 6 orang pakai mesin 2 4. 6 orang pakai mesin 4 5. Lebih dari 6 orang pakai mesin 7

Sumber: KPPT Kota Surakarta

Page 93: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Ket: 1. Tarif retribusi jumlah score dikali Rp. 30.000,00

2. Perubahan 40% dari tarif retribusi baru

3. Penggantian 20% dari tarif retribusi baru

4. Daftar ulang 60% dari tarif retribusi baru

e. Masa Berlaku

TDG berlaku selama orang atau badan pemegang ijin masih

melakukan kegiatan usaha dengan kewajiban daftar ulang 3 tahun sekali.

TDG sementara berlaku selama 3 tahun dan dapat diperbaharui tiap 3 tahun.

9. Tanda Daftar Perusahaan

a. Dasar hukum

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pendaftaran Perusahaan.

b. Tata cara perijinan

1) Mengisi formulir permohonan yang telah tersedia

2) Fotocopy KTP penanggungjawab perusahaan

3) Surat ijin dari pimpinan bagi anggota TNI, POLRI atau PNS

4) Fotocopy HO

5) Fotocopy NPWP

6) Fotocopy akte pendirian perusahaan (CV, PT, FA atau UD)

7) Fotocopy persyaratan diatas wajib disertakan berkas yang asli dan akan

dikembalikan setelah penelitian lapangan.

Page 94: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

c. Tarif retribusi

1) PT Rp. 200.000,00

2) PT Perubahan Rp. 40.000,00

3) CV Rp. 75.000,00

4) CV Perubahan Rp. 40.000,00

5) Koperasi Rp. 15.000,00

6) Perorangan Rp. 50.000,00

10. Pajak Reklame

a. Pengertian

Reklame adalah benda, alat atau perbuatan menurut bentuk, susunan

dan/atau corak atau ragam dipergunakan untuk memperkenalkan,

menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau seseorang ataupun

untuk menarik adap perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau

seseorang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar

dari suatu tempat oleh umum.

b. Dasar hukum

Perda Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pajak Reklame dan Keputusan

Walikota Surakarta tanggal 27 Desember 1999 Nomor 03/Drt/1999 tentang

Pedoman Pelaksanaan Reklame.

c. Syarat atau tata cara perijinan

1) Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan

Page 95: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

2) persetujuan dari kepala instansi untuk pemasangan reklame diatas

tanah/gedung pemerintah.

d. Tarif retribusi

1) Pajak

Spanduk 1M/minggu non miras Rp. 7.500,00

Spanduk 1M/minggu miras Rp. 9.000,00

Baliho 1M/bulan non miras Rp. 50.000,00

Baliho 1M/bulan miras Rp. 60.000,00

Cover 1M/bulan non miras Rp. 50.000,00

Cover 1M/bulan miras Rp. 60.000,00

3) Retribusi

Protokol 1M/minggu Rp. 3.000,00

Ekonomi 1M/minggu Rp. 2.000,00

Keterangan:

(a) UJP dikembalikan 90% apabila reklame diturunkan sendiri oleh

penyelenggara reklame.

(b)Pemasangan baliho ditempat konstruksi Pemkot Surakarta akan tetap

dihitung minimal 6 triplek atau 17,28 M sesuai dengan konstruksi.

Page 96: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Fungsi dan Peran Inovator Dalam Pembentukan KPPT

1. Fungsi Inovator Dalam Pembentukan KPPT

Berdasarkan pada teori difusi inovasi terdapat 5 tingkatan. Tingkatan

pertama dalam penemuan ide-ide baru tersebut dilakukan oleh inovator,

dalam hal pembahasan tentang Kantor Pelayanan dan Perijinan Terpadu

Kota Surakarta, inovator yang dimaksud adalah Walikota Surakarta dan

DPRD Kota Surakarta. Walikota dibantu dengan Sekretariat Daerah sebagai

Eksekutif merumuskan dan menyusun kebijakan tentang KPPT, dan DPRD

Kota Surakarta sebagai Legislatif mempunyai kewenangan untuk

melakukan legislasi dan pengawasan. Fungsi legislasi diwujudkan dalam

membentuk Peraturan Daerah bersama Kepala Daerah, sedangkan

pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan

Undang-Undang, Peraturan Daerah, Keputusan-Keputusan Kepala Daerah

dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Dasar dalam pembentukan KPPT adalah untuk memberikan

kemudahan dan mempercepat proses pelayanan kepada masyarakat karena

selain diamanatkan dalam Peraturan Perundang-undangan juga merupakan

inisiasi dari Pemerintah Daerah itu sendiri, hal-hal yang mendasari

pembentukan KPPT adalah :

Page 97: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

a. Doktrin atau amanat peraturan perundang-undangan dimana seluruh

penyelenggaraan perijinan di kota atau kabupaten memang diamanatkan

untuk diselenggarakan dalam satu pintu, yang dimaksud satu pintu adalah

semua proses perijinan dilaksanakan di satu tempat, hal tersebut

dikatakan oleh Sekda Kota Surakarta dalam petikan wawancara berikut

ini :

“Bahwa ada alasan yang pertama adalah alasan doktrin ataupun amanat peraturan perundangan dimana seluruh penyelenggaraan perijinan di kota kabupaten itu memang diamanatkan untuk diselenggarakan dalam format satu pintu.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010).

b. Mempermudah masyarakat ketika dalam proses pengurusan perijinan

tidak jalan kemana-mana, terdapat dalam satu lokasi tidak terpisah-pisah

di SKPD yang berkaitan, hal tersebut dikatakan oleh Bapak Muhammad

Rodhi dalam kutipan berikut ini :

“Selain ada peraturan pemerintah kaitannya juga sebenarnya adalah agar masyarakat itu ketika dalam proses pengurusan perijinan itu tidak jalan-jalan kemana-mana. Jadi dulu mulai dengan diistilahkan bukan dinamakan ‘satu atap’ sampai menjadi ‘satu pintu’ istilahnya begitu, satu lokasi untuk semua urusan itu” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010).

c. Pelayanan-pelayanan yang diselenggarakan dengan banyak pintu (setiap

SKPD menyelenggarakan pelayanan) akan menjadi sulit pengawasannya,

kontrolnya menjadi sulit, hal tersebut diutarakan oleh Bapak Boedi

Soeharto:

“Bahwa dengan satu pintu ini model-model pengelolaan dalam kategori mulai perencanaannya, pengorganisasiannya sampai pelaksanaan, pengawasannya atau evaluasinya pada gilirannya itu

Page 98: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

akan lebih bisa dijangkau, atau lebih mudah.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

d. Model pengelolaan satu pintu, mulai dari perencanaan pengorganisasian,

pelaksanaan, hingga pengawasannya akan lebih bisa dijangkau atau lebih

mudah. Bisa mempercepat proses, lebih sederhana, dan lebih transparan,

dalam artian ditingkatkan kewenangannya sehingga yang

menandatangani dokumen cukup Kepala KPPT, tidak melalui walikota

dahulu atau harus dengan tanda tangan kepala SKPD terkait dan berada

di dalam satu pintu.

“Hanya kemudian ini kita tingkatkan kewenangannya sehingga yang menandatangani barang kali cukup Kepala KPPT tidak harus masing-masing kepala dinas cukup di situ prosesnya. Lebih sederhana lagi dan sekarang juga mestinya lebih transparan karena saya berharap juga misalnya ada biayanya, biayanya juga tampil di situ.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010).

2. Perbandingan KPPT Dengan Sistem Yang Lama

KPPT merupakan sebuah sistem yang baru, dibuat berdasarkan

perkembangan dari sistem perijinan lama yang proses prosedur perijinannya

dilakukan di dinas-dinas yang berkaitan, dibuat seoptimal dan semaksimal

mungkin, berikut ini beberapa kelebihan sistem KPPT dengan sistem yang

lama adalah:

a. Sistem yang lama bisa dikatakan tidak transparan, tidak ada kepastian,

dan dengan adanya KPPT bisa merubah itu menjadi transparan, dan

berkepastian, yang dimaksud transparan dan berkepastian adalah

Page 99: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

transparan dan pasti dalam segi biaya dan waktu, hal tersebut diutarakan

Bapak Boedi Soeharto selaku Sekda Surakarta dalam petikan berikut ini :

“Dari sisi biaya sistem yang lama itu hampir dikatakan menjadi tidak. ya boleh disebut tidak transparan, tidak ada kepastian, dan dari sisi energi-energi yang lain, waktu mungkin juga dari sistem yang lama.. menjadi ya boros ataupun banyak menyita waktu” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010).

b. Dalam sistem yang lama terjadi pemborosan, yang dimaksud adalah

pemborosan energi dan waktu, pemborosan tersebut terjadi karena dalam

sistem yang lama masyarakat dalam melakukan proses perijinan harus

mengurus sendiri ke SKPD yang terkait dengan pengurusan perijinannya,

jika masyarakat akan mengurus perijinan lebih dari satu maka harus

menyiapkan persyaratan dokumen perijinan sejumlah SKPD yang

diurusnya tersebut. hal tersebut juga diutarakan oleh Bapak Boedi

Soeharto :

“Sistem yang lama itu hampir dikatakan menjadi tidak.. ya boleh disebut tidak transparan, tidak ada kepastian, dan dari sisi energi-energi yang lain, waktu mungkin juga dari sistem yang lama..menjadi ya boros ataupun banyak menyita waktu” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010).

c. Sesuai dengan pelayanan yang diunggulkan, KPPT memiliki uniform

sebagai pembeda dari SKPD yang lain, uniform yang dikenakan berupa

jas berwarna merah mudah dan bawahan gelap, uniform tersebut berbeda

dengan pegawai pemerintah Kota Surakarta, sehingga masyarakat dapat

mengetahui tentang KPPT:

“Fungsi layanannya diunggulkan sehingga beberapa persuratan sudah bisa dimunculkan disitu termasuk kadang-kadang memang

Page 100: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

biar juga kemudian tidak membuat persepsi negatif maka seragamnya pun juga dibuat berbeda.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

3. Tujuan Dibentuknya KPPT Berkaitan dengan Perda Nomor 6 Tahun

2008

Dalam Perda Nomor 6 tahun 2008, bertujuan untuk memfokuskan,

mengkonsentrasikan, sekaligus bermakna kemudahan dari sisi pengawasan,

akan menjadi mudah dan efisien apabila perijinan tersebut disatukan di satu

tempat dan pengalihan kewenangan yang jelas, tujuan dibentuknya KPPT

berkaitan dengan Perda Nomor 6 tahun 2008 antara lain :

a. Pengawasan di bidang perijinan maupun di bidang non perijinan akan

mudah dilakukan dalam bentuk disatukan atau difokuskan berada pada

satu lembaga bernama KPPT, sehingga masyarakat cukup datang di satu

lokasi saja.

“Bahwa seluruh produk pemerintah kota khususnya di bidang perijinan maupun ada beberapa yang non perijinan itu akan mudah dilakukan dalam bentuk disatukan dalam atau difokuskan berada pada satu lembaga yang namanya KPPT.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

b. Ada fungsi-fungsi yang harus diklarifikasi, seperti persoalan kewenangan

tanda tangan dari level Walikota sampai Camat, karena dahulu dalam

sistem yang lama, proses perijinan harus melalui berbagai macam pejabat

yang berwenang dari level camat sampai dengan level walikota, ketika

didirikan KPPT yang tujuannya untuk mempermudah masyarakat, maka

sistem yang lama diklarifikasi sehingga tidak terjadi tumpang-tindih

Page 101: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

kepengurusan perijinan dan dapat dilakukan oleh kepala KPPT, hal

tersebut diutarakan oleh Bapak Muhammad Rodhi dalam petikan

wawancara berikut ini :

“Fungsi-fungsi yang kemudian harus diklarifikasi karena yang tanda tangan tidak boleh kepala KPPT, kalau KPPT itu kan sebenarnya kewenangannya di walikota kemudian pernah turun sampai camat artinya kan disitu masih ada persoalan apakah tanda tangan basah atau tanda tangan kering.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

4. Kesesuaian KPPT dengan Sistem Sosial Budaya Masyarakat

Surakarta.

KPPT sebagai sebuah sistem yang baru, pasti membutuhkan

penyesuaian dengan sistem sosial budaya masyarakat Surakarta. Munculnya

ketakutan-ketakutan akan ketidaksiapan masyarakat akan pelayanan yang

cepat dan instan, tidak berbelit-belit. Dalam analisa petikan wawancara

berikut ini, tergambarkan bagaimana pemikiran dari inovator mengenai

kesesuaian KPPT dengan sistem sosial budaya masyarakat Surakarta:

a. KPPT yang serba berkepastian menjadi pendorong menuju arah

percepatan atau fungsi driving force yang menggiring ke arah pelayanan

yang berkepastian. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Boedi Soeharto

dalam petikan wawancara berikut ini :

“KPPT menggiring kepada arah bahwa pelayanan harus berkepastian, bahwa keberadaan KPPT ini menjadi driving force atau menjadi kiblat, menjadi pendorong untuk ke arah kebaikan dan kesempurnaan” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

Page 102: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

b. Kemudahan dalam proses pelayanan perijinan di KPPT. Hal ini

dimaksudkan untuk tidak mempersulit masyarakat dalam mengurus

perijinan, memberikan jaminan kemudahan pelayanan dalam bentuk

peraturan dan persyaratan yang jelas. Hasil akhirnya adalah masyarakat

dapat mengurus perijinan dengan berkepastian, mudah dan cepat, hal

tersebut diungkapkan oleh Bapak Muhammad Rodhi dalam petikan

wawancara berikut ini :

“Saya pikir enggak ada hubungannya ya karena sesungguhnya ya memang pekewuh itu kan bukan masyarakatnya artinya masyarakatnya juga menginginkan suatu yang cepat kalo bisa cepat selesai kan juga tanpa harus berhari-hari” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

5. Kendala Dalam Proses Pengalihan Kewenangan Dari SKPD ke KPPT

Dalam sebuah proses pengalihan kewenangan dari SKPD terkait ke

KPPT akan timbul kendala-kendala, baik secara organisasi maupun

proseduralnya. Kendala tersebut harus dapat diminimalkan dan dieliminir

demi terciptanya pelayanan KPPT yang berpihak kepada masyarakat,

kendala-kendala yang terjadi dalam proses pengalihan kewenangan tersebut

antara lain :

a. Tidak ada masalah, karena pada prinsipnya KPPT adalah berhubungan

dengan penyelesaian administrasi, sedangkan SKPD terkait berhubungan

dengan penyelesaian teknis.

“Karena kita harus pilah bahwa KPPT itu adalah penyelesaian-penyelesaian administrasi, sementara hal-hal yang berhubungan dengan persoalan penyelesaian-penyelesaian teknis tetap di unit teknis.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

Page 103: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

b. Ranah pengalihan kewenangan merupakan hak walikota, kepala dinas

hanya melakukan kewenangan milik walikota, sehingga ketika

kewenangan tersebut diambil oleh walikota sebenarnya tidak ada

masalah.

“Tapi ini kan sebenarnya ada di ranah walikota, karena sesungguhnya kan yang punya hak itu kan walikota, ya kan kepala dinas itu melakukan kewenangan miliknya walikota sehingga kemudian kewenangan walikota itu diambil oleh walikota kan sebenarnya nggak ada masalah.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

c. Kendala hanya terjadi pada persoalan pribadi, ketika paradigma berpikir

dinas bahwa dengan tidak adanya kewenangan itu maka tidak akan

mendapatkan tambahan lagi.

“Kendalanya pada persoalan pribadi makanya ketika berfikirnya adalah ini pekerjaan ketika tidak diberikan ke saya kan sebenarnya lebih menguntungkan saya kan gitu. Katakanlah tadinya saya disuruh nyapu kok sekarang tidak disuruh nyapu kan mestinya bersyukur berarti saya tidak disuruh nyapu lagi ada pekerjaan lain yang bisa saya kerjakan.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

6. Perencanaan Terhadap KPPT

Sebagai sebuah kantor yang baru dibentuk KPPT masih memerlukan

pembenahan dan penambahan tugas dan wewenang agar menjadi lebih

optimal di dalam menjalankan fungsinya. Hal-hal yang belum terlaksana

dan menjadi perencanaan pengembangan di kemudian hari diantaranya

adalah:

Page 104: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

a. KPPT menjadi satu-satunya pintu untuk seluruh pelayanan perijinan dan

non perijinan sehingga ke depannya semua pelayanan publik masyarakat

Surakarta akan berada di KPPT Kota Surakarta

“Bahwa KPPT betul-betul menjadi pintu atau satu-satunya pintu seluruh pelayanan perijinan di Kota Surakarta, artinya belum seluruhnya memang karena ini memerlukan beberapa ya penyesuaian beberapa persyaratan yang mungkin masih perlu ada beberapa waktu yang untuk mengarah kesana.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

b. Konsep pelayanan di KPPT tidak terjadi pertemuan antara yang meminta

layanan dengan yang melayani, sehingga yang dihadapi hanya dokumen,

karena untuk meminimalisir terjadinya kolusi dengan petugas.

“KPPT satu-satunya pintu pelayanan, sampai kepada sekonsep-konsep bahwa diharapkan tidak terjadi pertemuan antara yang meminta layanan dengan yang melayani nanti istilahnya menimbulkan kemungkinan-kemungkinan untuk kolusi, untuk ini itu dan sebagainya, kalau ketemu, ini yang dihadapi adalah dokumen.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

c. Konsep paperless di KPPT, karena berkaitan dengan persoalan

lingkungan hidup, form layanan dibuat dan diisi secara digital sehingga

mempercepat proses dan pelayanan, selain itu bisa dipantau prosedur

pelayanan sudah sampai mana.

“Kalau bisa paperless artinya menyedikitkan kertas karena kaitannya dengan persoalan lingkungan hidup, semakin banyak kertas kita buat maka semakin banyak kertas, maka pikiran saya adalah mempersedikit jumlah kertas untuk menghilangkan itu. Tapi mengurangi semaksimal mungkin supaya tidak banyak pohon yang ditebang.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

Page 105: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

d. Pelayanan online dari KPPT, sehingga investor dari luar kota ketika akan

mengurus perijinan mudah, dan tidak boros energi karena harus datang

ke KPPT langsung.

“Misalkan orang Jakarta lewat di solo kita beri dengan performance, performance itu kita kirimkan kemudian di uploadkan selesaikan. Nggak perlu kita datang nggak perlu ketemu. Itu mengurangi banyak budget pemborosan energi itu bisa ditekan.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

7. Dasar Pemilihan SKPD dan Pelimpahan Kewenangannya Ke KPPT

Dalam hal pemilihan SKPD yang kewenangannya akan dilimpahkan

ke SKPD dipilih berdasarkan fungsi dan relevansinya berkaitan dengan

urusan di bidang perijinan tersebut memerlukan lintas unit dan koordinasi,

fungsi dan aspek apa saja yang kewenangannya dilimpahkan ke KPPT,

berikut ini dasar pemilihan SKPD dan pelimpahan kewenangannya ke

KPPT:

a. Dipilih berdasarkan fungsi dan relevansinya, berkaitan dengan manakala

urusan-urusan di bidang perijinan tersebut memerlukan lintas unit, lintas

koordinasi antar SKPD wajib diserahkan atau menyatu di KPPT.

“Adalah berkaitan dengan manakala urusan-urusan di bidang perijinan itu memerlukan Lintas Koordinasi antar SKPD, wajib diserahkan atau menyatu di KPPT tapi kalau pelayanan itu tunggal dalam tanda petik gak perlu koordinasi kesana kemari pada prinsipnya masih relevan diselenggarakan oleh unit tersebut.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

Page 106: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

b. SKPD masih memegang kewenangan-kewenangan dasar yang bersifat

teknis, jadi yang dilimpahkan hanya pada tahap pelaksanaan perijinan

dari sisi administrasinya.

“SKPD ini pada prinsipnya masih memegang kewenangan-kewenangan dasar yang bersifat teknis masih yang dilimpahkan hanya pada tahap pelaksanaan perijinan dari sisi administrasinya, sebenarnya sebagian kecil yang dilimpahkan untuk persoalan administrasinya, tapi untuk teknisnya masih melekat di SKPD-SKPD.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

8. Proses Pelayanan Publik Yang Ideal

Menghadapi otonomi daerah sekarang, maka sangat diharapkan

adanya pemimpin yang memiliki visi, yang dapat menjadi desainer,

pelayanan dan guru. Proses pelayanan publik yang ideal masih merupakan

dambaan dan impian setiap masyarakat, hal tersebut dapat diwujudkan

apabila memang inovator mempunyai visi dan misi untuk kedepannya, yang

dimaksud pemimpin yang mempunyai visi adalah pemimpin yang memiliki

pandangan jauh ke depan, yang membangun, menentukan arah, tidak takut

mengambil resiko, bebas dan berani, memiliki inspirasi dan terus-menerus

berusaha untuk meningkatkan diri demi kepentingan organisasi. dalam

pertanyaan wawancara berikut ini, untuk mengetahui seperti apa pelayanan

publik yang ideal menurut beliau berdua:

a. Pelayanan publik yang ideal, diawali dengan saling dipahaminya hak dan

kewajiban para pihak, semacam rule of the game, dari kesiapan warga

yang tahu tentang hak dan kewajibannya, dan dari sisi yang melayani

Page 107: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

juga tahu tentang hak dan kewajibannya sehingga tidak terjadi

pemaksaan kehendak.

“Jadi tentang proses pelayanan publik yang ideal itu adalah diawali dengan saling dipahaminya hak dan kewajiban para pihak semacam rule of the game, dari para pihak harus tahu.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

b. Mempermudah yang sulit dan tidak mempersulit yang mudah, artinya

bahwa sebuah pelayanan birokrasi identik dengan pelayanan yang rumit

dan sangat memakan waktu, KPPT hadir untuk menghapus stigma

tersebut dari masyarakat.

“Yang ideal ya menurut saya sudah itu saja ketika bisa mudah kenapa harus dipersulit nah ketika sulit kalau bisa ditambah mudah kata kuncinya kan begitu kan ngopo gampang ndadak diangel angelke gampangke ae lah.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

9. Jaminan Ketepatan Pelayanan Di KPPT

Dalam sebuah proses pelayanan permohonan perijinan, masyarakat

mengharapkan terjadinya pelayanan perijinan yang mempunyai ketepatan

dalam waktu dan biaya, bagaimanakah implementasi dari hal tersebut dari

pelayanan KPPT sampai saat ini, apakah sudah berjalan baik atau masih

menemui banyak kendala, berikut ini akan diutarakan oleh kedua beliau

mengenai jaminan ketepatan pelayanan di KPPT:

a. Kendala bisa berkaitan dengan SDM, sarana prasarana yang masih bisa

dibenahi dan ditingkatkan, karena tidak mungkin begitu muncul langsung

sempurna.

Page 108: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

“Kendala itu kan tetap ada, kendala itu bisa kaitannya dengan SDM bisa kaitannya dengan kendala sarana prasarana masih ada beberapa hal sih yang sebenarnya perlu kita benahi dan perlu ditingkatkan itu pasti tapi harus dimulai karena tidak mungkin begitu muncul langsung sempurna.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

b. Adanya customer charter, tentang standar waktu perijinan baik dari segi

waktu, biaya, syarat, akan berjalan tepat dan sesuai, sepanjang

persyaratan lengkap dan tidak ada kendala di faktor teknis seperti mati

listrik.

“Di KPPT sudah tersaji semacam customer charter, kontrak kita bahwa layanan perijinan ini sekian jam, syaratnya ini biayanya sekian, jadi yang tentang kendala-kendala sepanjang secara dari sisi teknis, listriknya nggak mati, semua persyaratan- juga lengkap.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

c. Terkadang ada kendala yang berasal dari masyarakat, seperti adanya

protes susulan dari warga padahal perijinan sudah diijinkan, atau ada

pemaksaan kehendak dari masyarakat untuk memaksakan ijin tersebut

terbit padahal menyalahi dari peraturan yang ada.

“Kadang-kadang perijinan-perijinan itu harus berhadapan sok-sok ada misalnya sudah terlanjur atau sudah diijinkan, ada warga yang protes nyusul, itu yang jadi kendala sehingga perijinan itu seolah-olah tidak mewakili semacam hal-hal yang berhubungan dengan akseptabilitas itu.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

10. Sarana dan Prasarana Teknologi Yang Menunjang Pelayanan KPPT

Dalam pelayanan di KPPT, dibutuhkan sarana dan prasarana

teknologi untuk menunjang cepatnya layanan dan kemudahan pengurusan

perijinan, hal ini mutlak dilakukan oleh KPPT karena seiring dengan

Page 109: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

perkembangan jaman dan teknologi KPPT harus mampu dan siap

menghadapinya, perubahan budaya dari analog menjadi digital juga menjadi

tantangan tersendiri bagi KPPT dan petugasnya dalam meningkatkan

kualitas layanan kepada masyarakat, dalam hal ini akan dibahas oleh Bapak

Boedi Soeharto, berikut ini analisa dari petikan wawancara mengenai hal

tersebut:

“Penggunaan teknologi untuk menunjang pelayanan di KPPT, namun ada beberapa kenyataan terkendala oleh faktor hardware. Prinsipnya secara umum seperti touch screen, seperti antrian semuanya sudah terselenggara elektronis, karena elektronis itu selalu berkembang pada banyak hal juga banyak yang harus disesuaikan jadi misalnya kalau bicara tentang speednya, “kat dhisik kok mlakune gur petang puluh terus. “Ya karena IT nya belum diganti.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

11. Seleksi Petugas Pelayanan Pada KPPT

Di KPPT, terdapat beberapa hal yang membedakan dengan SKPD

lain, seperti dalam hal seragam, jam layanan dan petugasnya, bagaimanakah

awalnya ketika awal mula pembentukan KPPT, bagaimanakah perekrutan

petugas yang ada di sana dan kriterianya seperti apa, serta seleksi Petugas

Pelayanan Pada KPPT. Karyawan dalam KPPT terseleksi, dan ada beberapa

syarat khusus, mengenai attitude, intelektual, penampilan dan ketika

karyawan sudah terseleksi maka dilakukan pelatihan untuk semakin

memperkuat pelayanan mereka di KPPT.

“Ada seleksi di samping penampilan, penampakan juga apa yang disebut dengan intelektualnya juga harus memadai dan akan dilakukan sebuah pelatihan meskipun hanya beberapa hari, apa yang disebut dengan doktrin, harus disapa, senyum, ramah dan sebagainya. Itu ada pelajaran-pelajaran itu.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

Page 110: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

“Dipilih memang ya artinya tidak kemudian sembarangan orang tapi dipilih diseleksi termasuk dari sisi bahasa, sisi personal karena ini kan ketemu dengan orang gitu ya, karena supaya kita itu kan bisa memberikan layanan yang baik”. (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

12. Dampak KPPT Terhadap Peningkatan Kesejahteraan dan Investasi

di Kota Surakarta

KPPT sebagai Kantor yang mengurus tentang perijinan di Kota

Surakarta secara tidak langsung merupakan pintu gerbang bagi investor

yang ingin menanamkan modal nya di Kota Surakarta, peningkatan

kesejahteraan ini mempunyai efek secara langsung maupun tidak langsung,

misalnya KPPT memberikan kemudahan pengurusan perijinan di bagi

pengusaha, maka akan tercipta lapangan pekerjaan baru, sehingga

masyarakat Surakarta menjadi terserap dalam lapangan pekerjaan tersebut,

peran KPPT terhadap peningkatan kesejahteraan dan investasi di Kota

Surakarta adalah :

a. KPPT memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap masyarakat Surakarta, dampak langsungnya adalah masyarakat

menjadi tidak adanya tambahan biaya untuk kolusi dan sebagainya,

sehingga kesejahteraan masyarakat bisa meningkat, sedangkan dampak

tidak langsungnya adalah kemudahan perijinan tersebut memberikan

peluang untuk investasi dari luar masuk, sehingga bisa terjadi pembukaan

lapangan pekerjaan baru yang tujuan utamanya juga untuk

mensejahterakan masyarakat.

Page 111: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

“Dari sisi kesejahteraan rakyat tidak perlu lagi lah ada tambahan-tambahan. Belum bicara tentang percepatan. Pada saat seluruh perijinan ini bisa diselenggarakan tepat waktu masyarakat juga bisa semakin produktif.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

“Hubungannya dengan investasi adalah dampaknya positif sekali, kemudian pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan tenaga kerja...sama, artinya sama itu, dengan semakin ada kemudahan-kemudahan kepastian. Percepatan perijinan nantinya semakin banyak aktivitas-aktivitas itu akan dimulai.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010) “Lapangan pekerjaan terbuka itu impact dari kebijakan itu tapi kemudian juga harus dilihat tadi apakah kemudian investasi ini merugikan masyarakat banyak atau tidak kalau tidak ya nggak masalah artinya investasinya tidak merugikan masyarakat banyak bahkan kemudian membuka lapangan pekerjaan.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

b. KPPT merupakan salah satu faktor untuk Kota Surakarta sehingga pada

tahun 2009 bisa mendapatkan gelar kota pro investasi nomor satu di Jawa

Tengah.

“Kemudian tentang investasi jelas bahwa dari waktu ke waktu terutama di tahun 2009 Kota Surakarta ini ditetapkan sebagai Kota Pro investasi nomer satu di Jawa Tengah. Ini salah satunya ya semacam akibat langsung dari kemudahan-kemudahan di bidang Perijinan.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

13. Standarisasi ISO 2000 dalam Pelayanan di KPPT

Untuk peningkatan kualitas pelayanan publik maka dilakukan

sertifikasi ISO 9001 : 2000 sehingga diharapkan kualitas pelayanan dapat

terjaga dan ada tolok ukurnya, karena sertifikasi ISO 9001 : 2000 ini terus-

menerus dievaluasi secara berkala :

Page 112: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

a. Sertifikasi ISO 9001 : 2000 merupakan sebuah standar bagi standarisasi

pelayanan secara umum, sehingga proses perijinan bisa terjadi sesuai

dengan standar waktu dan tidak terjadi penyimpangan.

“Semakin memberikan kemudahan itu juga menjadi beberapa standar ISO yang harus kita penuhi, jadi tentang inovasi kita sudah mengarah kepada pemenuhan-pemenuhan standar ISO yang ada di tingkat atau skalanya di standar internasional.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

“Kalau itu mestinya iya karena ISO itu kan manajemennya artinya secara manajemen perlu dibuat karena ini juga merupakan layanan kalau memungkinkan iya, beberapa saya sudah mencoba mengklarifikasikan itu sebenarnya cuman apakah sudah dilakukan atau belum kan nggak tau karena exsekutifnya kan bukan saya.” (wawancara Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, 15 Juli 2010)

b. Adanya interdependensi, saling tergantung antara pemerintah dengan

masyarakat sehingga untuk mewujudkan sebuah pelayanan yang bersih,

tepat dan berkepastian dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat untuk

tidak memberikan peluang terjadinya penyimpangan dalam pelayanan

tersebut.

“Saya sering tegaskan bahwa hubungannya adalah interdependensi, saling tergantung artinya ya janganlah coba-coba, layanan ini bisa terwujud manakala ada tata hubungan yang saling tergantung antara yang dilayani dengan yang melayani.” (wawancara Sekda Surakarta, 17 Juni 2010)

B. Fungsi dan Peran Early Adopter

Early adopter merupakan tingkatan yang kedua dalam teori Difusi

Inovasi, pada tahapan ini terdapat pendifusian inovasi dari inovator ke early

adopter. Yang dimaksud early adopter atau agen pembaru adalah pekerja

Page 113: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

profesional yang berusaha mempengaruhi atau mengarahkan keputusan inovasi

orang lain dengan yang diinginkan oleh lembaga pembaruan di mana ia bekerja

atau menjadi anak buahnya.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan agen pembaru atau early

adopter adalah SKPD yang berkaitan dengan pelimpahan kewenangan

perijinan dan KPPT sebagai penerima kewenangan perijinan. SKPD

merupakan agen pembaru yang menerima kebijakan kewenangan pertama kali,

dalam hal ini inovator mengambil kewenangan dari SKPD untuk mengurus

perijinannya sendiri dan diserahkan kepada KPPT sebagai agen pembaru yang

menerima pengalihan kewenangan tersebut.

1. Peran Walikota dalam Koordinasi antar Unit SKPD dengan KPPT

Dalam Pelaksanaan pelimpahan kewenangan dari Satuan Kerja

Perangkat Daerah ke Kantor Pelayanan dan Perijinan terpadu dibutuhkan

peran Walikota Surakarta sebagai inovator dan pemegang kewenangan

tersebut untuk mengalihkan kewenangan dari dinas terkait kepada KPPT.

Dalam hal ini dilakukan wawancara terhadap dinas-dinas terkait yang

kewenangannya terhadap pengurusan perijinan diambil alih oleh walikota

untuk diserahkan ke KPPT, dinas tersebut adalah Kantor Pelayanan

Perijinan Terpadu sebagai pelaksana inovasi baru tersebut, Dinas Tata

Ruang kota, Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset

sebagai dinas yang kewenangan dalam administrasi perijinannya diambil

alih oleh KPPT, dalam pelaksanaannya dinas-dinas tersebut mengalami

perubahan dalam menjalankan kewenangannya, kewenangan tersebut

Page 114: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

apabila tidak difasilitasi oleh walikota sebagai penanggung jawab

kewenangan akan menjadi rancu dan tidak jelas baik dari pelaksanaannya

maupun koordinasinya.

Dalam menjalankan kebijakan yang diberikan oleh Walikota, maka

terdapat peraturan daerah yang menjadi panduan bagi Early Adopter dalam

menjalankan kewenangan dan tugasnya, peraturan-peraturan tersebut.

Secara kronologis, pembentukan KPPT Kota Surakarta melalui tahapan

sebagai berikut: dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan amanat Undang-undang tentang Pemerintah Daerah, sebelum

dibentuk sebagai lembaga struktural, pelayanan perijinan di Kota Surakarta

dikelola oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta berdasarkan

keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 004

Tahun 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelayanan Terpadu Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Pada masa

UPT ini, sistem pelayanan dilakukan SATU ATAP (Pendaftaran dilakukan

di UPT, namun proses penyelesaian sampai penerbitan ijin dilakukan oleh

masing-masing SKPD teknis). Sebagai unit yang menyelenggarakan

pelayanan perijinan secara terpadu, UPT Kota Surakarta dipimpin oleh

seorang Koordinator, yang membawahkan Subbag TU dan Seksi Pelayanan.

Dalam perkembangannya, pada tanggal 7 Desember 2005 sistem

pelayanan SATU ATAP diubah menjadi SATU PINTU (Pendaftaran, proses

penyelesaian sampai dengan penerbitan ijin dilakukan oleh UPT), dasar

pelaksanaannya adalah Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005

Page 115: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota kepada Koordinator

UPT Kota Surakarta sebagaimana diubah dengan Peraturan Walikota

Surakarta Nomor 13 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan

Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005, dengan 20 (duapuluh) jenis

perijinan dan 1 (satu) non perijinan yang menjadi kewenangannya.

Pada bulan Desember 2008, berdasarkan Perda Kota Surakarta No. 6

Th. 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota

Surakarta status kelembagaan UPT diubah dan ditingkatkan menjadi Kantor

dengan nama Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta.

Secara lebih tegas, tugas pokok dan fungsi KPPT dipertegas berdasarkan

Peraturan Walikota Surakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Penjabaran

Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu

(KPPT) Kota Surakarta. Sebagai SKPD yang mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan pelayanan perijinan.

2. Fungsi dan Tugas SKPD sebagai early adopter

Sebelum terbentuknya KPPT, SKPD selain menangani berbagai

masalah atau persoalan yang berkaitan dengan bidangnya juga berkewajiban

untuk menyelenggarakan pelayanan perijinan, sehingga ketika masyarakat

akan mengurus berbagai macam perijinan yang berkaitan seperti IMB, Ijin

Gangguan maka harus berhadapan dengan berbagai macam SKPD yang

pada akhirnya akan menimbulkan kesan ribet dan lama.

Page 116: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Pelaksanaan sistem yang baru membutuhkan kesiapan dari dinas-

dinas yang terkait, dalam hal ini mulai dari infrastruktur sampai kepada

SDM nya harus dipersiapkan, karena dalam pengintegrasian sistem yang

baru ini membutuhkan koordinasi dari semua SKPD yang terlibat dan KPPT

sebagai pelaksana harus mampu mempersiapkan infrastruktur dan sistem

yang memadai dan menunjang, persiapan dari dinas terkait mengenai hal

tersebut adalah: dalam menjalankan sistem yang baru tersebut, dinas terkait

tinggal menjalankan dari peraturan walikota yang ada

“Adanya kebijakan walikota yang wajib didukung oleh semua SKPD” (Wawancara Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah, 14 Juli 2010) “Sesuai dengan keputusan walikota no 13 tahun 2005 bahwa pelimpahan kewenangan sebagian kewenangan walikota itu dilimpahkan kepada KPPT” (Wawancara Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 6 September 2010)

“Pelaksanaan kewenangan penerimaan kewenangan, dasar-dasar dalam pemerintahan kita punya Peraturan Wali Kota yang intinya bahwa semua perijinan di limpahkan ke KPPT.” (Wawancara Kepala KPPT, 14 Juli 2010)

3. Fungsi dan Tugas KPPT sebagai early adopter

KPPT sebagai sebuah sistem yang baru memiliki perbedaan

dibandingkan sistem yang lama, yang dimaksud sistem yang lama adalah

sistem permohonan perijinan yang melalui banyak pintu dan masyarakat

harus mengurus sendiri, bagaimana pendapat early adopter mengenai

perbedaan yang ada antara sistem yang lama dengan sistem yang baru, hal

tersebut diungkapkan dalam analisa wawancara berikut ini :

Page 117: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

a. Perbedaan yang paling mendasar adalah adanya kemudahan bagi

pemohon layanan perijinan, yang dulunya dalam melakukan permohonan

perijinan pemohon melakukan sendiri ke dinas-dinas terkait, tetapi

sekarang dilayani dalam format satu pintu.

“Kemudahan si pemohon dalam arti pemohon cukup datang ke 1 tempat bisa memproses beberapa perijinan termasuk diantaranya IMB, disana kan ada perijinan HO, ijin gangguan, ijin usaha perdagangan dan lain sebagainya, jadi pemohon cukup datang 1 tempat saja tidak ke dinas-dinas, jadi kemudahan itu untuk pemohon.” (Wawancara Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 6 September 2010)

“Dulu pelayanan fungsional 1 jam ke SKPD, Sekarang pelayanan terpadu banyak ijin cukup ke KPPT” (Wawancara Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah, 14 Juli 2010)

“Dulu satu ijin satu foto copy syarat, sekarang lima ijin hanya satu foto copy syarat itu kan sederhana. Dari segi waktu dan tempat cukup datang di satu tempat. Kan waktunya jadi sederhana, tempatnya juga cukup satu saja gak banyak-banyak, termasuk tadi formulir dan persyaratan.” (Wawancara Kepala KPPT, 14 Juli 2010)

“Jadi kalau perbedaannya adalah kalau jaman dulu masyarakatnya yang muter-muter cari ke masing-masing dinas kalau sekarang suratnya itu ya pak yang jalan.” (Wawancara Dinas Pariwisata, 8 September 2010)

b. Adanya kesederhanaan, transparansi, dan jaminan ketepatan waktu yang

dibangun oleh sistem yang baru ini.

“Ini menjadi transparan karena dijelaskan waktunya itu berapa lama,...sudah jelas, kemudian untuk retribusi tarifnya disitu juga disampaikan, sehingga disitu menjelaskan bahwa itu transparansi dari pelayanan, misalnya persyaratan belum lengkap dari KPPT juga langsung mengembalikan jadi belum bisa diproses.” (Wawancara Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 6 September 2010)

Page 118: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

”Seandainya sudah saatnya mbayar itu kita harus bisa menunjukkan, Pak Toto mengapa saya di pungut x rupiah, saya harus bisa buka aturannya ini dipungute karena panjenengan usahanya ini di tepi jalan kelas 1. panjenengan punya sekian m2, punya tenaga kerja sekian, punya tenaga listrik sekian dan sebagainya itu namanya transparan.” (Wawancara Kepala KPPT, 14 Juli 2010)

c. KPPT merupakan wadah bagi segala administrasi perijinan yang bersifat

koordinasi dengan beberapa SKPD, dilakukan koordinasi dalam hal

administrasi tetapi teknis pelaksanaannya tetap dilakukan di dinas terkait,

dijelaskan oleh Bapak Toto Amanto selaku Kepala KPPT berikut ini

”Tim teknisnya melibatkan mereka-mereka, karena kita memang hanya administrasi, kita hanya administrasi, tapi kalau tehnis tetap mengajak mereka, hanya komandannya sekarang di KPPT. Mengapa? Karena 4 sampai dengan 6 hari harus sudah selesai ijinnya.” (Wawancara Kepala KPPT, 14 Juli 2010)

d. Adanya pelatihan yang dilakukan oleh pihak KPPT terhadap karyawan

yang dikirimkan oleh dinas-dinas terkait hal tersebut untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dan dilakukan seleksi untuk mendapatkan petugas

yang mempunyai kriteria sederhana, transparan, cepat, dan ramah.

”Ya istilahnya bukan seleksi, SKPD ngirim SDM ada sekitar 60 kita latih selama seminggu dan yang melatih itu mereka yang profesional di bidangnya. Misalnya kalau di Jakarta ada semacam John Robert Powers.” (Wawancara Kepala KPPT, 14 Juli 2010)

4. KPPT Sebagai Sebuah Inovasi Sistem Yang Baru

a. Kendala sebagai sistem yang baru

Dalam Pelaksanaan kebijakan tersebut dibutuhkan koordinasi

antara SKPD dan KPPT dalam pelaksanaannya, yaitu untuk sinkronisasi

Page 119: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

antara administrasi dan teknisnya. Jadi dalam hal pelaksanaan dan

koordinasi semua dilakukan di KPPT, dan dinas terkait melakukan teknis

pelaksanaannya, pelaksanaan koordinasi SKPD dengan KPPT, kendala

yang terjadi wajar karena dalam sebuah pelaksanaan sistem yang baru

dibutuhkan penyesuaian baik dari segi sumber daya manusianya maupun

sistemnya sehingga sangat manusiawi dan lumrah namun kendala

tersebut harus dapat diminimalkan atau dihilangkan.

Sistem yang baru, pasti memerlukan adaptasi dan penyesuaian

secara infrastruktur maupun sistemnya, karena pelimpahan kewenangan

secara administrasi kepada KPPT dan teknisnya masih melekat kepada

SKPD pada awalnya petugas dari SKPD terkait diperbantukan disana

ketika masih berbentuk UPT, tetapi ketika sudah berbentuk menjadi

KPPT maka sebagian petugas ditarik dan petugas yang ada di sana

ditetapkan menjadi pegawai KPPT.

“Pengintegrasian sistem yang baru antara SKPD dengan KPPT pasti memerlukan adaptasi dan penyesuaian, pengintegrasian ini karena yang di KPPT itu adalah secara administratif.. eee.. jadi pada awalnya memang staf di DTRK ditugaskan disana, tetapi sejak 2009 dikembalikan.”(Wawancara Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 6 September 2010)

b. Tidak ada kendala

Kendala relatif tidak ada, karena kewenangan yang dialihkan

hanya dalam hal administrasi perijinan, sedangkan kewenangan

pengawasan dan perijinan masih melekat pada SKPD Teknis.

“SKPD teknis berkoordinasi dengan KPPT sebagai Tim Teknis dan berkoordinasi dengan SKPD terkait dan senantiasa dilibatkan

Page 120: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

dalam survey lapangan.” (Wawancara Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah, 14 Juli 2010)

5. Sinkronisasi Data Antara Dinas Terkait Dengan KPPT

Sebagai sebuah kantor yang berdiri sendiri KPPT mengurusi

persoalan administrasi pemohon perijinan dalam hal ini diperlukan sebuah

koordinasi antara KPPT dengan dinas yang terkait dengan teknis dan

administrasi perijinannya. Sinkronisasi data antara KPPT dengan dinas

terkait, untuk sementara ini masih dilakukan secara manual oleh petugas

baik dari KPPT maupun dari SKPD terkait, tetapi kedepannya sinkronisasi

data akan dilakukan secara online, sehingga semakin mempermudah dan

mempercepat perijinan.

“Sementara ini masih manual, jadi tidak online dengan KPPT, jadi tetap baru manual yang bisa kita lakukan karena memang sarana dan prasarananya yang belum mendukung, jadi itu yang menjadikan kendala sehingga tidak bisa online.” (Wawancara Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 6 September 2010)

C. Fungsi dan Peran Majority

Majority merupakan tingkatan di bawah early Adopter, yang dimaksud

dengan Majority adalah pihak-pihak yang mengadopsi suatu ide baru lebih

awal daripada kebanyakan anggota pada sistem sosial, sebenarnya terdapat

dua tingkatan dalam majority yaitu Early majority dan Late Majority, tetapi

karena inovasi ini tergolong baru dan masih sedikit masyarakat Surakarta yang

mengetahuinya maka Majority digabung menjadi satu tingkatan. Ciri-ciri

Majority adalah mereka sudah mengadopsi ide tersebut, terkadang ketika

mereka melakukan pengadopsian ide tersebut mereka melakukannya dengan

Page 121: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

skeptisme terlebih dahulu, dan memerlukan dukungan dari lingkungannya

untuk mengadopsinya, dalam hal ini yang dimaksud dengan dukungan dari

lingkungan adalah adanya Peraturan Walikota yang mengatur tentang tata cara

perijinan yang mau tidak mau berhubungan dengan pekerjaannya maka mereka

harus melakukan pengadopsian inovasi baru tersebut agar pekerjaan yang

mereka lakukan dapat tetap terlaksana dan lancar.

Masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan layanan perijinan

menginginkan sebuah pelayanan yang mudah dan cepat, hal tersebut yang

menjadi pembeda atau sebuah inovasi baru layanan KPPT dibandingkan

dengan sistem yang lama, dalam hal ini dilakukan wawancara terhadap

masyarakat yang pernah mengakses atau menggunakan layanan perijinan di

KPPT Kota Surakarta, pemilihan dalam responden ini dilakukan berdasarkan

keragaman jenis perijinan yang pernah mereka akses, domisili tempat tinggal

mereka yang berlainan, dan kondisi ekonomi sehingga dapat tercipta

keragaman data baik dari segi kualitas perijinan di KPPT, pengetahuan mereka

tentang KPPT, dan persepsi mereka secara pribadi tentang KPPT.

Responden dalam wawancara ini adalah Bapak Tunjung Hernawanto

Kusumo, seorang praktisi periklanan yang bekerja di PT Freshblood Indonesia,

mempunyai spesialisasi menangani media iklan outdoor yang dalam

kesehariannya berurusan dengan KPPT dalam pengurusan ijin reklame yang

bersifat non permanen, kemudian responden yang kedua adalah Bapak Agus

Suranto, seorang kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan sebagai

wiraswasta dan mempunyai pengalaman dalam pengurusan PKMS, yaitu

Page 122: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

sebuah program dari Pemerintah kota Surakarta mengenai jaminan kesehatan

bagi seluruh Masyarakat Surakarta yang prosesnya diurus melalui KPPT, dan

yang terakhir adalah Ibu Sri Suharyati, beliau adalah seorang wiraswasta yang

bergerak di bidang peternakan ayam yang berlokasi di Mojosongo, mempunyai

pengalaman dalam pengurusan IMB, ijin gangguan yang proses pengurusan

ijinnya salah satunya melalui KPPT.

1. Gambaran Masyarakat Surakarta Tentang KPPT

Masyarakat dalam melakukan pengurusan perijinan di Pemerintah

Kota Surakarta mempunyai bayangan bahwa proses pengurusan perijinan

akan berjalan secara berbelit-belit, prosedural dan memakan waktu dan

biaya yang lama, dalam hal ini bagaimanakah bayangan masyarakat ketika

sebelum melakukan pengurusan ijin di KPPT dan kenyataannya setelah

mereka melakukan pengurusan ijin, paradigma tentang KPPT adalah :

a. Sebelum mengetahui tentang adanya KPPT, dalam bayangan mereka

pengurusan ijin akan melalui proses yang sangat panjang dan prosedural,

tetapi mereka tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti proses

tersebut.

“Bayangannya ribet, walaupun kenyataannya tidak seribet yang kita bayangkan.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

“Bayangan saya, saya harus datang di belantara pelayanan, kemudian dengan gambaran petugas yang seram karena angker, karena saya memang baru pertama kali mengurus.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

Page 123: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

b. KPPT memberikan pradigma yang baru mengenai proses pengurusan

perijinan, pengurusan proses menjadi sederhana, efisien dalam segi

waktu dan biaya karena hanya melalui satu pintu saja.

“Ternyata setelah saya datang, bayangan-bayang itu ternyata terhapus dengan sikap dan senyum, serta kepastian dari petugas KPPT.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

2. Persepsi Masyarakat Surakarta Mengenai KPPT

Sebagai sebuah Kantor Pelayanan Perijinan yang mempunyai konsep

menggabungkan seluruh layanan perijinan maupun non perijinan di Kota

Surakarta, KPPT mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan yang

prima dan optimal kepada masyarakat, walaupun masyarakat sendiri sudah

mempunyai anggapan bahwa pelayanan birokrasi merupakan sebuah proses

yang panjang dan melelahkan, maka hal tersebut menjadi tugas dari KPPT

untuk mengubahnya, bagaimanakah persepsi masyarakat mengenai

kemudahan pengurusan perijinan di KPPT Kota Surakarta adalah:

mempermudah dalam pengurusan ijin, dalam artian KPPT memberikan

kemudahan layanan yaitu masyarakat tidak perlu bolak-balik mengurus ijin

ke SKPD terkait, tetapi hanya melalui satu pintu beberapa perijinan dapat

langsung diurus, hal ini diungkapkan oleh responden dalam wawancara

berikut ini :

“Iya, karena pengurusannya dijadikan 1 di KPPT, otomatis saya tidak harus kemana-mana, dengan adanya KPPT saya tidak perlu mengurus ijin prinsip, tidak perlu mengurus ijin bangunan yang ada di luar, jadi tidak datang satu persatu, tapi bisa di 1 tempat dan bisa menyelesaikan permasalahan.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

Page 124: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

“Jelas, dalam artian gini kalau semisal nggak ada KPPT biasanya kita juga akan dilempar dari sana ke sini dan kita juga akan mencari-cari, tapi kalau ada KPPT, kan kita cuman berurusan dengan satu, kita menuju ke satu titik, dan ketemu dengan bagian seseorang yang mengurusi bagian itu.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010) “Sangat mudah ya, sangat mudah.. memudahkan bahkan cenderung sangat mudah, simple.” (Wawancara Agus Suranto, 1 Oktober 2010)

3. Sosialisasi Layanan KPPT

Layanan satu pintu yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta

melalui KPPT untuk memproses permohonan perijinan merupakan sebuah

inovasi baru dalam birokrasi layanan publik, inovasi tersebut menjadi sia-sia

dan mubazir apabila tidak terdifusikan, KPPT yang relatif masih baru

ternyata baru diketahui masyarakat setelah mereka mempunyai kepentingan

dengan urusan perijinan yang berkaitan dengan KPPT, walaupun dari pihak

KPPT sendiri mengatakan bahwa mereka sudah melakukan sosialisasi

kepada masyarakat Kota Surakarta, tapi pada kenyataannya baru sedikit

masyarakat yang mengetahuinya. Masyarakat mengetahui tentang sosialisasi

layanan KPPT melalui :

a. Sebagian masyarakat mengaku belum mengetahui tentang sosialisasi

KPPT, mereka mengetahui tentang KPPT lebih karena keterkaitan

mereka dengan pekerjaan, atau ketika dihadapkan dengan sebuah proses

permohonan perijinan

“Kalau tersosialisasikan saya kira belum ya, dalam artian ee.. ada teman yang mau ngurus IMB aja juga bingung caranya, jadi saya kira untuk sosialisasi belum.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

Page 125: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

“Saya juga baru mendengar ketika saya baru mengurus, jauh sebelumnya saya belum pernah mendengar.” (Wawancara Agus Suranto, 1 Oktober 2010) “Menurut saya ya tetap harus terus-menerus ya, walaupun saya tahu beberapa form itu sudah bisa diakses lewat internet, tapi menurut saya sosialisasi ini selalu mungkin dengan cara-cara yang lebih mendekat lagi ke masyarakat, supaya masyarakat tidak mendapatkan gambaran yang menakutkan dari layanan di KPPT.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

b. Masyarakat yang sudah mengetahui, memperoleh informasi tentang

adanya KPPT melalui sosialisasi yang dilakukan di kelurahan, melihat

televisi lokal (TA TV) dan mendapatkan informasi dari radio.

“Saya memang membaca di koran pernah, di awal pemerintahan pak Jokowi, bahwa semua akan dipermudah disentralkan di KPPT, juga melihat di TA TV, mendengarkan di radio, juga saya pernah mengikuti sosialisasi di kelurahan tentang adanya KPPT ini.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

4. Perbandingan KPPT dengan Sistem Layanan Publik Pemerintah Kota

Surakarta Lainnya

KPPT sebagai salah satu layanan publik pemerintah Kota Surakarta

mempunyai karakteristik pelayanan yang berbeda dengan layanan publik

lainnya, walaupun intinya adalah sama yaitu memberikan layanan publik

kepada masyarakat, walaupun terkadang masyarakat awam masih belum

bisa membedakan antara layanan publik perijinan yang nota bene hanya

memerlukan koordinasi antar dinas untuk mengeluarkan perijinannya, dan

layanan publik seperti catatan sipil yang berkaitan dengan dokumen

kewarganegaraan seseorang yang kadang dalam pengurusannya terkesan

tidak mudah dan sulit karena harus melalui serangkaian surat pengantar

Page 126: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

mulai dari RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan sehingga menimbulkan

kesan ribet. Sebagai sebuah layanan publik, perbandingan layanan KPPT

dibandingkan dengan layanan publik lainnya di Pemerintah Kota Surakarta :

a. Perbedaan konsep dasar layanan menjadikan KPPT tidak bisa

dibandingkan dengan pelayanan publik lainnya, karena proses

permohonan perijinan di KPPT ini bersifat multi SKPD dan tidak

mengurusi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kependudukan

atau kewarganegaraan sehingga dalam pengurusan dokumen perijinan

lebih cepat.

“Bagi saya lebih mudah ngurus KPPT daripada ngurus KTP atau KK dalam artian KTP itu saya butuh waktu minimal 2 jam, tapi kalau KPPT ee..maksimal cuman setengah jam saya butuh waktu..jadi lebih nggak ribet, lebih efisien.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

“Jauh lebih mudah karena lebih cepat ya, pernah ngurus PKMS, dalam tempo 2 jam selesai, sementara KTP / KK pada saat ini belum bisa cepat gitu.” (Wawancara Agus Suranto, 1 Oktober 2010)

“Kalau di segi pelayanan KTP/KK karena tidak 1 atap jadi saya harus datang seperti persyaratan yang ada, saya harus minta pengantar RT, kemudian RW, kelurahan, kecamatan baru dilayani KTP / KK, tapi kalau di KPPT itu saya datang di 1 tempat, baik persyaratan maupun perlengkapannya langsung bisa diselesaikan di 1 titik.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

b. Satu pintu menjadi keunggulan KPPT dibanding sistem yang lama.

“Jelas lebih nyaman KPPT, sistem lama saya harus mungkin...ijin prinsip, saya harus bertanya dulu, saya juga ndak tahu instansi mana yang mengeluarkan ijin prinsip. Mungkin di Dinas Tata Kota, yang sekarang katanya sudah berubah menjadi Dinas Tata Ruang Kota, lokasinya dimana saya juga tidak tahu.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

Page 127: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

5. Transparansi Pelayanan di KPPT

Sebagai sebuah layanan yang mengedepankan transparansi dalam

soal waktu dan biaya dalam proses permohonan perijinannya, KPPT

dituntut untuk mengimplementasikan hal tersebut dalam setiap layanan, baik

dari sistem maupun petugasnya, transparansi menjadi kata kunci untuk

menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan yang optimal, karena

masyarakat sebagai pemakai jasa dan sebagai pihak yang berhak

mendapatkan pelayanan yang optimal dan prima bisa menjadi pengawas

dalam pelaksanaannya apabila peraturan yang menerangkan tentang

persyaratan dan waktu perijinannya dan biayanya ada dan diketahui oleh

masyarakat. Selain itu transparansi bisa tercipta apabila dari pihak petugas

juga ikut melaksanakannya, transparansi pelayanan di KPPT dalam persepsi

masyarakat adalah sebagai berikut :

a. Disediakan media informasi seperti touch screen, leaflet, brosur dan alat

penerangan lainnya untuk mensosialisasikan alur dan prosedur proses

permohonan perijinan di KPPT sehingga masyarakat tidak kebingungan

lagi mengenai tarif dan persyaratan perijinannya.

“Seperti yang saya jelaskan tadi, disitu ada..apa..touch screen yang bisa melihat secara langsung, apa syarat, berapa biaya dan sebagainya, dan kemudian dari petugas juga menjelaskan secara terbuka jadi menurut saya sudah transparan.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

b. Adanya nota pembayaran atau invoice yang berisi tentang jumlah

pembayaran, dan pemohon membayar sesuai dengan yang tertera,

tidak ada biaya tambahan apapun.

Page 128: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

“Sudah.. sudah banget, dalam artian kita kan dikasih invoice, invoice untuk nota yang harus kita bayar dan kita bayar sesuai itu.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

6. Ketepatan Layanan Perijinan

KPPT sebagai sebuah layanan publik yang mengedepankan layanan

prima mempunyai keunggulan dalam hal ketepatan layanan perijinan,

ketepatan layanan perijinan ini merupakan sebuah hal yang penting, karena

tolok ukur sebuah kepuasan pelayanan salah satunya diukur dengan

ketepatan layanan, yang dimaksud dengan ketepatan layanan perijinan

adalah soal ketepatan waktu dalam memproses perijinan, masyarakat

melihat atau menilai ketepatan layanan Perijinan di KPPT sebagai berikut :

a. Sesuai tabel tepat waktu

Dari segi tabel ketepatan pelayanan, masyarakat yang mengetahui adanya

tabel tersebut berpendapat bahwa pelayanan yang dilakukan sudah tepat

waktu dan cenderung lebih cepat dari yang tertera di tabel.

“Ya, dari segi tabel menurut saya kok malah sebelum batas waktu di tabel ini sudah jadi, jadi menurut saya ini sudah jauh lebih cepat dibandingkan dengan tabel yang ada.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

b. Waktu pelayanan singkat

Masyarakat belum terlalu tahu soal tabel ketepatan pelayanan yang

dijanjikan oleh KPPT, tetapi berdasarkan penilaian secara pribadi,

mereka menilai KPPT sudah tepat waktu dan cepat.

“Kebetulan saya tidak memperhatikan untuk ketepatan waktu tabel, jadi tabel waktunya tidak pernah saya perhatikan, memang

Page 129: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

masih dalam apa yang sudah saya terima, masih dalam ukuran yang bisa saya terima, ya artinya.. menurut saya sudah cepat.” (Wawancara Agus Suranto, 1 Oktober 2010)

“Permasalahannya disana nggak ada tabel seperti kalau kita lihat di SAMSAT atau kalau kita ngurus SIM, tapi yang jelas seperti yang saya sebutkan tadi, saya maksimal itu cuman 30 menit.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

7. Pelayanan KPPT

Keunggulan KPPT selain mempunyai jaminan waktu dan biaya,

juga mempunyai keunggulan dalam pelayanan petugasnya yang terlatih

untuk memberikan pelayanan yang prima serta optimal kepada

masyarakat, hal ini terjadi karena petugas KPPT memang dilatih untuk

memberikan layanan prima kepada masyarakat Surakarta, bisa dilihat

dalam uraian di atas bahwa proses seleksi untuk menjadi petugas KPPT

tidak mudah dan melalui beberapa tahap, setelah terpilih calon petugas

yang handal maka diberikan pelatihan dan kursus yang berkaitan dengan

pelayanan publik sehingga diharapkan para petugas yang melayani di

KPPT memberikan layanan yang prima dan optimal kepada masyarakat,

sehingga diharapkan masyarakat dalam melakukan proses permohonan

perijinan merasa nyaman dan tidak bingung dalam memenuhi

persyaratan perijinan, persepsi masyarakat mengenai layanan petugas di

KPPT adalah: pelayanan di KPPT secara umum sudah baik, tolok

ukurnya adalah Sebagaimana digariskan Keputusan Menpan No. 81 Th.

1993 tentang tata laksana pelayanan umum, bahwa pelayanan yang baik

mengandung sendi-sendi :

Page 130: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

a. kesederhanaan terhadap prosedur pelayanan misalnya : mudah, cepat,

lancar . mudah dipahami dan dilaksanakan.

b. kejelasan dan kepastian, mengenai prosedur dan pelayanan umumnya,

persyaratannya, unit kerja/pejabatnya, biayanya, jadwal waktunya, dan

lain-lain.

c. keamanan, dalam arti memberikan keamanan den memberikan

kepastian hukum.

d. keterbukaan, dalam arti terhadap prosedur, persyaratan, sket

kerja/penanggung jawab, waktu penyelesaian dan rincian biaya.

e. efisiensi, dalam pencapaian sasaran pelayanan

f. ekonomis dalam arti adanya kewajaran terhadap biaya pelayanan

umum.

g. keadilan yang merata, dalam arti pelayanan terdistribusi secara merata

terhadap siapapun yang menggunakan pelayanan ini.

h. ketepatan waktu.

Masyarakat yang pernah melakukan permohonan perijinan pelayanan

disana mengatakan bahwa petugas yang melayani ramah, baik dan

menjelaskan segala bentuk aturan dan tarifnya secara jelas yang berarti

secara garis besar sudah mencakup sendi-sendi pelayanan yang baik

sesuai dengan Keputusan Menpan No. 81 Th. 1993.

“Baik, ramah, jadi saya cukup puas lah dengan apa yang ada.” (Wawancara Agus Suranto, 1 Oktober 2010)

“Untuk masalah pelayanan sih nggak ada yang jelek ya, dalam artian butuh waktu 30 menit itu saya kira fine-fine aja..nggak masalah..iya lah..kalau untuk publik itu sebagian besar memang

Page 131: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

ramah, dan saya belum menemui yang dalam tanda petik mrengut.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

“Petugas layanan di KPPT, itu cukup ramah, simpatik kemudian mau memberikan penjelasan, karena terus terang saya baru pertama mengurus ijin di KPPT, tapi saya mendapatkan informasi sekaligus apa yang harus saya perbuat, dan ternyata dari penjelasan-penjelasan itu setelah dilengkapi juga dengan sebuah proses yang tidak sulit.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

8. Kepuasan Layanan Perijinan

Salah satu tolok ukur kesuksesan pelayanan adalah mengenai

puas atau tidaknya pelanggan dalam menggunakan jasa pelayanan

tersebut, banyak tolok ukur untuk menilai kepuasan layanan, selain dari

ketepatan waktu bisa juga dilihat dari keramahan layanan petugas KPPT,

transparansi biaya, kejelasan soal syarat permohonan perijinan,

kenyamanan menunggu antrian, kebersihan KPPT, penilaian mereka

mengenai kepuasan layanan perijinan di KPPT dalam persepsi

masyarakat Surakarta adalah :

a. Dari segi kemudahan perijinan, mereka puas, karena melihat performa

dan inovasi sistem baru tersebut yang sangat memudahkan

masyarakat, sehingga tidak perlu lagi mengurus ke Banyak SKPD

untuk mengurus perijinan, cukup melalui satu pintu dan semua

perijinan yang diperlukan sudah dapat diurus.

“Cukup maksimal menurut saya, maksimal karena kalau untuk cukup maksimal karena ada sisi positif negatifnya, positifnya adalah karena saya melihat dengan berkumpulnya untuk segala urusan itu menjadikan 1 hal yang lebih gampang kita mengakses.” (Wawancara Agus Suranto, 1 Oktober 2010)

Page 132: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

“Mungkin juga sudah saya jawab, untuk KPPT kan udah 1 windows ya.. untuk 1 pintu, jadi kita nggak perlu bolak-balik ke instansi mana ke instansi mana kan gitu.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

“Ya menurut saya sangat memberikan kemudahan dan kesederhanaan serta memberikan sebuah kepastian dalam sebuah layanan perijinan, tidak hanya mudah tapi juga sederhana, juga lebih pasti dan saya tidak harus kemana-mana jadi cukup di 1 titik semuanya sudah bisa diselesaikan.” (Wawancara Sri Suharyati, 3 Oktober 2010)

b. Dari segi kecepatan layanan dan biaya, mereka merasa bahwa layanan

yang baru ini lebih cepat dan mempunyai jaminan waktu, dari segi

biaya pasti dan tidak ada tambahan biaya lagi.

“Kalau menurut saya sebenarnya sudah maksimal, dengan alasan, saya mbayangin sendiri kalau untuk ngeprint, untuk menghitung spanduknya.. e.. lebar, panjang dan jumlahnya itu saya kira rasional kok untuk 30 menit.” (Wawancara Tunjung Hernawanto Kusumo, 28 September 2010)

D. Laggards Sebagai Penolak Inovasi Baru Pemerintah Kota Surakarta

Laggards merupakan kelompok yang bersifat lokalitas terhadap sebuah

inovasi, biasanya mereka berorientasi pada masa lalu, keputusan-keputusan

dilakukan berdasarkan pertimbangan pada masa lalu dan mereka melakukan

penolakan terhadap inovasi baru tersebut.

Masyarakat yang melakukan penolakan terhadap inovasi baru tersebut

biasanya mempunyai kepentingan terhadap sistem yang lama, bisa karena

sudah merasa nyaman dengan sistem yang lama tersebut dan mengalami

kekhawatiran mengenai adaptasi dengan sistem yang baru, atau mereka

Page 133: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

mempunyai keuntungan dengan sistem yang lama, bisa berupa kepentingan

ekonomis, atau kepentingan politis.

Responden dalam wawancara ini adalah Prima Prasetyo, Pria berumur

29 tahun ini bertempat tinggal di Daerah Jogosuran, Dawung. Dalam

kesehariannya bekerja serabutan untuk menafkahi dirinya, tetapi lebih banyak

berprofesi dalam istilahnya yaitu “membantu” orang-orang yang sibuk dalam

pekerjaannya untuk menguruskan keperluan mereka, baik dalam pengurusan

pajak kendaraan bermotor, pengurusan perijinan dan hal-hal lainnya.

1. Keuntungan Sistem Yang Lama Terhadap Laggards

a. Adanya Peran Makelar

Inovasi baru selain diterima masyarakat juga akan mengalami

penolakan terhadap masyarakat yang merasa tidak diuntungkan dengan

adanya inovasi baru tersebut, inovasi baru tersebut tidak dapat diterima.

Pada sistem yang lama, banyak makelar yang berkeliaran untuk mencari

konsumen yang dibingungkan dengan prosedur pengurusan ijin yang

lama, walaupun terkesan sembunyi-sembunyi tetapi pada kenyataannya

makelar tersebut menawarkan jasanya kepada masyarakat Kota Surakarta

yang kebingungan dengan prosedur permohonan perijinan pada sistem

yang lama.

Makelar merupakan salah satu pihak yang merasa dirugikan

dengan adanya inovasi baru tersebut, profesi mereka sebagai makelar

yang memanfaatkan kelemahan berbelit-belitnya prosedural dan birokrasi

yang melelahkan dan memakan waktu di sistem yang lama menawarkan

Page 134: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

jasa mereka untuk menguruskan perijinan yang ada kepada konsumen

yang malas atau tidak mau berurusan dengan hal tersebut.

Sebenarnya banyak responden yang berprofesi menjadi makelar,

tetapi karena alasan keberatan dan mereka tidak ingin hal tersebut

dijadikan sebuah objek penelitian, maka mereka mengungkapkan

keberatan mereka untuk diwawancarai, tetapi secara keseluruhan mereka

mempunyai jawaban hampir sama seperti yang diungkapkan oleh Prima

Prasetyo. Makelar terkadang tidak menjadi profesi utama mereka, ada

yang bekerja menjadi Salesman di sebuah perusahaan kertas, ada yang

menjadi satpam di sebuah bank di Kota Solo sehingga menjadikan

mereka keberatan apabila dijadikan obyek penelitian.

Para penolak terhadap kebijakan atau inovasi baru tersebut masuk

ke dalam kelompok laggards, yang termasuk dalam kelompok laggards

dalam obyek penelitian ini adalah para makelar, makelar mempunyai

kepentingan terhadap proses perijinan adalah untuk memberikan

pelayanan jasa berupa pengurusan pelayanan perijinan antara masyarakat

dan Pemerintah Kota Surakarta dengan imbalan tertentu sesuai yang

sudah disepakati.

b. Proses Birokrasi Yang Berbelit-belit

Alasan penggunaan makelar dalam pengurusan perijinan pada

sistem yang lama sangat lazim ditemui, karena masyarakat percaya

dengan pengurusan proses perijinan melalui makelar maka urusan akan

gampang dan bisa selesai lebih cepat daripada mereka mengurus sendiri

Page 135: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

karena makelar mempunyai kenalan orang “dalam” atau setidak-tidaknya

mengetahui jalur dan biaya proses perijinan, sehingga kerugian waktu

karena harus repot mengurus perijinan sendiri ke berbagai SKPD yang

berkaitan bisa diminimalisir atau dihindari.

“Ya belum berdiri waktu itu, jadi masih gampang ngurus-ngurusnya gitu, masih bisa ada sogok kanan kiri, sistemnya hampir sama sih mas.. harus ada punya link yang di dalam, jadi kalau tidak ada ya susah mas, nanti paling ya malah diperes sama orangnya.” (Wawancara Prima Prasetyo, 6 Oktober 2010)

2. Keberadaan KPPT bagi Laggards

Menurut pemikiran laggards, dengan adanya inovasi baru tersebut

memberikan efek merugikan terhadap mereka yaitu menghilangkan mata

pencaharian mereka, sistem yang lama membuat masyarakat enggan untuk

mengurus proses perijinan sendiri karena memang prosedurnya berbelit-belit,

tidak ada kejelasan soal waktu pemrosesan permohonan perijinan, dan biaya

yang tidak jelas, sehingga mereka memilih untuk menggunakan jasa laggards

sebagai makelar dalam proses perijinan mereka. Oleh karena itu, dengan

adanya KPPT akan mengurangi pendapatan laggards.

Dengan adanya KPPT yang memberikan jaminan kepastian pelayanan

dan transparan, hal itu memberikan efek bagi mereka dalam berkurangnya

pendapatan karena masyarakat atau pelanggan mereka yang sudah mengetahui

tentang adanya KPPT akan memilih untuk mengurus perijinan mereka sendiri

tanpa melalui makelar, sehingga menurunkan pendapatan mereka, hal tersebut

yang menjadi alasan mereka dalam penolakan KPPT

Page 136: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

“Mereka rata-rata itu pedagang ya mas, sekarang mereka lebih senang ngurus sendiri, karena katanya disana malah ketemu sama teman-temannya pedagang sambil promosi katanya, kalau biasanya kalau orang yang karyawan pegawai atau bos-bos yang sibuk itu mas, itu kadang mereka tetap telfon kok mas.” (Wawancara Prima Prasetyo, 6 Oktober 2010)

3. Penolakan Terhadap KPPT

Masyarakat yang menolak inovasi tersebut sebenarnya tidak secara

langsung mengakui bahwa mereka menolak inovasi tersebut, karena

sebenarnya mereka tahu bahwa inovasi baru di bidang perijinan melalui

KPPT ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat, bahkan

mereka mengakui bahwa proses pengurusan perijinan jadi lebih mudah

melalui sistem yang baru ini sehingga memperingan kerja mereka juga dan

memberi kepastian dalam pelayanan mereka terhadap konsumen mereka.

a. Penolakan Tidak Dilakukan Secara Frontal

KPPT sebagai sebuah layanan publik yang memberikan

pelayanan secara optimal kepada masyarakat sebenarnya efeknya juga

dapat dirasakan oleh laggards tetapi walaupun mempunyai efek yang

positif terhadap perkembangan pelayanan perijinan di Surakarta, hal

tersebut secara ragu-ragu ditolak oleh laggards, karena dengan adanya

KPPT dengan layanan yang cepat, berkepastian dan transparan ini berarti

mengurangi pelanggan yang biasanya mengurus jasa kepada mereka.

“Ya kalau dibilang setuju ya..ya enggak..kalau nggak setuju kok yo pie ngono yo mas yo? Intinya ya kalau dibilang separuh separuh ya kalau bisa ya abot yang nggak setujunya..yo piye to mas..nggolek duit isone yo gur ngene mas..” (Wawancara Prima Prasetyo, 6 Oktober 2010)

Page 137: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

“Ya lebih gampang sih mas, jadi cuma 1 tujuan aja, kalau dulu kan harus muter-muter sendiri mas.” (Wawancara Prima Prasetyo, 6 Oktober 2010)

b. Tidak Tersebarnya Informasi Mengenai KPPT

Kurangnya sosialisasi tentang adanya KPPT inilah yang

dimanfaatkan oleh laggards dalam menawarkan jasa mereka kepada para

konsumennya, artinya bahwa semakin sedikit sosialisasi ini sampai

kepada masyarakat, maka makelar atau laggards ini masih bisa untuk

menawarkan jasa mereka untuk mengurus perijinan.

“Mungkin karena saya tidak ngomong seperti itu pun mereka sudah berpikir tentang ribetnya ngurus-ngurus seperti itu mas, wong itu sudah dari lahir mereka sudah berpikir ribet, jadi sekarang wong juga toh sampai sekarang sosialisasi pemerintah aja juga nggak sampai ke mereka..yo..beneranku to mas?” (Wawancara Prima Prasetyo, 6 Oktober 2010)

Page 138: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

1. Kelompok Masyarakat Penerima Ide Difusi Inovasi Pelayanan Perijinan

Terpadu Sebagai Inovator, Early adopter, Early majority, Late majority,

dan Laggards

1. Proses keputusan inovasi

a. Perubahan sosial

KPPT sebagai sebuah inovasi baru merupakan sebuah keputusan

yang dibuat oleh seseorang yang disebut sebagai inovator, dalam hal ini

inovasi baru tersebut dibuat oleh Walikota Surakarta dengan DPRD Kota

Surakarta yang bertujuan untuk memberikan pelayanan prima kepada

Masyarakat Surakarta. Usaha pendirian KPPT tersebut tentunya

diharapkan dapat merubah paradigma terhadap prosedur pelayanan

birokrasi di Kota Surakarta, memperbaruinya ke arah yang lebih baik,

nyaman, transparan dan berkepastian. Akan tetapi inovasi baru tersebut,

bagaimanapun hebatnya tidak banyak artinya dan tidak akan merubah

apa-apa jika tidak tersebar ke sebagian besar anggota masyarakat.

Dalam hal inovasi baru tersebut, proses perubahan sosial terdiri

dari tiga tahap yang berurutan, yaitu

1) Invensi, proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan.

Yang dimaksud adalah dalam pembentukan KPPT terdapat sebuah

tahapan dimana inovasi baru tersebut ditemukan, yaitu di tahapan

Page 139: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

inovator yaitu berada pada kewenangan Walikota Surakarta dan

DPRD Kota Surakarta, proses invensi atau penemuan baru tersebut

dilakukan dalam beberapa tahap dan dilakukan perbaikan secara terus

menerus baik dari sistemnya maupun peraturan daerah yang

dikeluarkan. KPPT dalam awal berdirinya tahun 2005 tidak serta

merta langsung berbentuk kantor. Pada awal berdirinya masih

berbentuk unit pelayanan terpadu, baru pada tahun 2008 berbentuk

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, kewenangan pengurusan

perizinan diatur dalam peraturan walikota yang terbaru yaitu Peraturan

Walikota Nomor 10 Tahun 2010.

2) Difusi, proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam

sistem sosial. Dalam sebuah ide yang baru tersebut akan menjadi sia-

sia apabila tidak terdifusikan kepada anggota sistemnya, yaitu SKPD

terkait yang mempunyai kewenangan perizinan dan KPPT sebagai

pelaksana dari pengalihan kewenangan perizinan. Mereka sebagai

early adopter mempunyai peranan sebagai agen pembaharu, dalam

kasus difusi karena pesan-pesan yang disampaikan itu baru maka ada

resiko bagi penerima, hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkah

laku, dalam kasus penerimaan inovasi yaitu pendirian Kantor

Pelayanan Perizinan Terpadu jika dibandingkan dengan penerimaan

pesan biasa, yang dimaksud dengan agen pembaru adalah pekerja

profesional yang berusaha mempengaruhi atau mengarahkan

Page 140: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

keputusan inovasi orang lain selaras dengan yang diinginkan oleh

lembaga pembaruan dimana ia bekerja atau menjadi anak buahnya.

3) Konsekuensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem

sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Dalam

sebuah inovasi baru terdapat konsekuensi yang sering tidak disadari

oleh agen pembaru atau para peneliti yang melakukan penelitian

terhadapnya, konsekuensi yang dimaksud adalah seperti konsekuensi

terhadap hilangnya mata pencaharian oleh sebagian kecil masyarakat

karena adanya KPPT, maupun konsekuensi secara positif seperti

halnya adanya peningkatan perizinan yang terjadi di Kota Surakarta

yang didorong oleh kemudahan yang ditimbulkan oleh KPPT.

KPPT Kota Surakarta merupakan salah satu contoh inovasi di

sektor publik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di

bidang perijinan. Pelayanan satu pintu oleh KPPT Kota Surakarta sudah

cukup lama diperkenalkan kepada masyarakat, namun tidak semua

lapisan masyarakat tahu dan mengerti tentang pelayanan perijinan

terpadu ini. Sampai saat ini masyarakat Kota Surakarta masih

menganggap bahwa pelayanan perijinan terpadu yang diterapkan oleh

KPPT Kota Surakarta merupakan sesuatu yang baru dan sebuah inovasi

yang harus diadopsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, KPPT harus terus

menyebarluaskan sistem pelayanan perijinan terpadu ini kepada

masyarakat.

Page 141: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Difusi inovasi KPPT Kota Surakarta adalah proses penyebaran

inovasi pelayanan perijinan terpadu dari lembaga yang telah mengadopsi

inovasi pelayanan perijinan terpadu kepada masyarakat yang belum

mengadopsi inovasi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1987: 23), difusi

merupakan proses di mana inovasi tersebar kepada anggota suatu sistem

sosial. Dengan kata lain, difusi adalah proses dimana sebuah inovasi

disebarluaskan melalui saluran tertentu dan dalam jangka waktu tertentu

kepada sasaran yaitu anggota sistem sosial. Hal ini bertujuan agar

masyarakat tahu bahwa KPPT Kota Surakarta sudah menerapkan

pelayanan perijinan terpadu sehingga masyarakat pada saat mengajukan

permohonan perijinan dapat dilakukan pada satu lokasi saja. Selain itu,

masyarakat juga akan semakin mengerti dan pada akhirnya dapat

mengadopsi. Proses difusi yang terjadi bergerak mengalir dari atas ke

bawah dan bebas. Mengalir dari atas ke bawah maksudnya adalah proses

difusi inovasi yang terjadi pada mulanya berasal dari pemerintah daerah

(Walikota dan DPRD Surakarta) yang mempunyai kedudukan tertinggi

kemudian diikuti oleh SKPD terkait yang mempunyai kewenangan

perizinan dan KPPT sebagai pelaksana dari pengalihan kewenangan

perizinan serta pada akhirnya diikuti oleh masyarakat sebagai penerima

inovasi.

b. Proses Keputusan Inovasi

Dalam sebuah pengambilan keputusan proses keputusan inovasi

dalam hal ini inovasi proses pelayanan perizinan dalam KPPT maka

Page 142: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

terdapat keputusan otoritas, keputusan otoritas adalah keputusan yang

dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi

atasan. Yang dimaksud dengan atasan adalah Walikota Surakarta sebagai

pemimpin daerah yang mempunyai tanggung jawab dan kewenangan

terhadap jalannya pemerintahan di Kota Surakarta, sedangkan yang

menerima proses keputusan otoritas adalah SKPD yang mempunyai

kewenangan dalam proses permohonan perizinan sebelumnya, yang mau

tidak mau harus menuruti kemauan dari walikota selaku pemegang

otoritas kewenangan tertinggi untuk menyerahkan segala kewenangan

perizinannya kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Hal ini tentu

berbeda dengan tipe-tipe pengambilan keputusan yang lain, yang

karakteristiknya adalah pengambilan sebuah keputusan dilakukan secara

individual, kontingen dan keputusannya dilakukan oleh diri sendiri.

Ciri-ciri berikut ini membedakan keputusan otoritas dengan

bentuk keputusan lainnya:

1. Seseorang tidak bebas menentukan pilihannya dalam menerima atau

menolak inovasi.

2. Pembuatan keputusan dan pengapdosiannya dilakukan oleh orang atau

unit yang berbeda.

3. Unit pengambil keputusan menduduki posisi kekuasaan lebih tinggi

dalam sistem sosial daripada unit adopsi.

Page 143: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

4. Karena hubungan hirarkhis antara unit pengambil keputusan dan unit

adopsi, unit pengambil keputusan dapat memaksa unit adopsi untuk

menyesuaikan diri dengan keputusan.

5. Keputusan inovasi otoritas lebih sering terjadi dalam organisasi formal

(Rogers dan Shoemaker, 1987: 70).

Dalam proses keputusan inovasi otoritas terlihat lebih rumit

daripada keputusan opsional. Salah satu alasannya adalah bahwa

keputusan ini melibatkan dua macam unit, karena unit pembuat

keputusan memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada unit adopsi,

unit pembuat keputusan tahu tentang ide baru tersebut dapat diterima di

dalam sistem. Jika unit pengambil keputusan telah menerima ide baru

tersebut, keputusan tersebut dikomunikasikan kepada unit adopsi yang

nantinya harus melaksanakan keputusan. pembuatan keputusan, dan

pelaksanaan keputusan tersebut mungkin dilakukan oleh orang atau pihak

yang berbeda, dalam kasus keputusan inovasi baru Kantor Pelayanan

Perizinan Terpadu, pembuat keputusan dilakukan oleh Walikota

Surakarta dan DPRD Kota Surakarta, dan pelaksana keputusan adalah

SKPD terkait dan KPPT.

c. Tahapan Dalam Proses Keputusan Otoritas

Tahapan dalam proses keputusan otoritas tidak berdiri sendiri, ada

beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi otoritas,

hal tersebut ditunjukkan dalam bagan berikut ini:

Page 144: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

Bagan 7 Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi Otoritas

Sumber: Rogers dan Shoemaker, 1987: 72

Penjelasan mengenai bagan di atas adalah

(a) Tahap pengenalan

Pada tahap ini Walikota Surakarta mengetahui adanya

kebutuhan untuk inovasi, seperti sudah diamanatkan oleh Undang-

Undang Nomor 32 tahun 2004 yang mengamanatkan bahwa

penyelenggaraan perizinan di tingkat Kota atau Kabupaten memang

diamanatkan untuk diselenggarakan dalam satu pintu. Kemudian

adanya niatan untuk mempermudah masyarakat Kota Surakarta dalam

mengurus perizinan dalam satu pintu. Dalam Pemerintah Kota

Page 145: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Surakarta perubahan-perubahan tersebut terjadi selain dari inovasi

walikota dan DPRD sebagai inovator, tetapi juga didukung satuan

perangkat kerja yang ada di bawahnya.

Tahap pengenalan adalah tahapan di mana warga masyarakat

Kota Surakarta mulai mengenal dan menyadari adanya inovasi

kebijakan di bidang pelayanan perijinan yang baru dikenalkan kepada

masyarakat. Proses penyadaran ini dimulai dengan adanya kegiatan

sosialisasi oleh KPPT Kota Surakarta kepada masyarakat tentang

pengurusan perijinan yang dapat dilakukan dalam satu lokasi saja.

Oleh karenanya peran media massa sangat penting dalam membangun

kesadaran kolektif dari warga masyarakat mengenai kehadiran

program pemerintah tentang sistem pelayanan perijinan satu pintu.

(b)Tahap persuasi

Pada tahap ini terdapat penyaringan informasi, tentang efek

dan manfaat adanya KPPT itu sendiri terhadap masyarakat Kota

Surakarta, pengumpulan informasi tersebut bisa melalui studi banding

terhadap daerah lain yang sudah mendirikan KPPT, atau melalui riset

dan studi mengenai kelayakan, biaya, kemungkinan pelaksanaannya

dan biayanya.

Dalam hal ini masyarakat Kota Surakarta, mulai dipengaruhi

sikap dan perilakunya agar positif atau sejalan dengan misi dari

maksud didirikannya KPPT tersebut. Pada tahapan ini terbentuk pola

pikir dari masyarakat Kota Surakarta yang selanjutnya akan

Page 146: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

menentukan perilakunya dalam memutuskan sikapnya untuk

menerima atau menolak inovasi tersebut. Pada tahapan ini komunikasi

interpersonal memegang peranan penting dalam mempengaruhi

masyarakat untuk mengadopsi kebijakan tersebut. Tahapan persuasi

merupakan tahapan kritis yang menentukan jenis keputusan yang akan

diambil oleh calon adopter. Apabila persuasi berhasil dengan baik,

maka adopter akan memutuskan untuk mengadopsi produk inovasi

tersebut. Sebaliknya apabila persuasi tidak berhasil, maka calon

adopter akan memutuskan untuk menunggu atau mungkin langsung

menolak produk inovasi tersebut. Di sinilah peran dari saluran

komunikasi dalam membentuk pengetahuan dan memperkuat atau

memperlemah persuasi yang terjadi.

Peran media massa sangat penting dan kuat dalam membentuk

pengetahuan konsumen atau warga negara dalam mengenal atau

menyadari adanya produk inovasi yang baru hadir di masyarakat.

Pengetahuan yang terbentuk ini belum menggerakkan individu untuk

mengadopsi. Hal ini diumpamakan orang menonton TV atau

membaca koran, maka kesadaran (awareness) dulu yang terbangun,

sedangkan keinginan (willingness) untuk mengadopsi belum begitu

kuat tertanam. Media massa hanya memiliki kemampuan sedikit untuk

mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku masyarakat.

Adapun komunikasi interpersonal merupakan media

komunikasi antar individu yang biasanya saling mengenal satu sama

Page 147: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

lain. Saluran ini berperan kuat dalam mempengaruhi individu untuk

mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Individu cenderung lebih

mempercayai informasi mengenai sistem baru tersebut dari teman

sosialnya di bandingkan dari media massa. Pengetahuan mengenai

sistem baru tersebut tidak terbangun dari komunikasi interpersonal,

namun sikap positif atau negatif yang terbentuk dipengaruhi kuat

sekali oleh saluran komunikasi interpersonal ini.

Dalam beberapa studi difusi inovasi juga dilakukan survey

KAP (Knowledge, Attitude, Practice/adoption), untuk membuktikan

bahwa ketiga variabel ini berbanding lurus. Asumsinya bahwa apabila

knowledge atau pengetahuan yang positif dari calon adopter, diikuti

oleh attitude atau sikap yang positif terhadap sebuah produk inovasi

tentunya akan menghasilkan practice atau adopsi yang positif. Namun

ternyata dalam beberapa kasus, survey KAP menunjukkan hasil yang

cukup mengejutkan. Fakta di lapangan membuktikan bahwa perilaku

manusia sangat sulit di prediksi secara akurat.

(c) Tahap keputusan

Setelah dilakukan penggalian informasi oleh inovator sebagai

pengambil keputusan, pada tahap keputusan Walikota Surakarta

menetapkan untuk menerima atau menolak informasi tersebut,

menurut Rogers dan Shoemaker (1987: 35) unsur yang paling penting

dalam tahap keputusan adalah tingkat partisipasi unit adopsi dalam

pembuatan keputusan. Pada Pemerintah Kota Surakarta, pelibatan unit

Page 148: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

adopsi dalam pembuatan keputusan dilalaikan, SKPD terkait tidak

diikut sertakan dalam tahap awal ketika Walikota Surakarta beserta

DPRD Kota Surakarta menyusun rencana pelaksanaan UPT yang

merupakan embrio dari KPPT itu sendiri. Partisipasi SKPD hanya

diminta ketika Keputusan Walikota sudah jadi dan SKPD tinggal

melaksanakan Peraturan Walikota tersebut.

Seperti diungkapan oleh Kepala KPPT, Bapak Toto Amanto

bahwa dalam proses pengalihan kewenangan dari SKPD ke KPPT ada

beberapa SKPD yang secara pribadi agak “rewel” karena kewenangan

yang dimiliki diambil alih oleh KPPT. Hal tersebut lazim terjadi

karena pengaruh partisipasi unit adopsi dalam pembuatan keputusan

terhadap responnya kepada inovasi, walaupun kelihatannya unit

adopsi menerima dan mengikuti dan melaksanakan keputusan

atasannya tetapi bisa saja sebenarnya dia menolak, keadaan seperti

inilah yang dikhawatirkan menimbulkan kekacauan dalam prosedur

operasional, dimungkinkan unit adopsi tidak melaksanakan keputusan

secara serius dan bersungguh-sungguh, sehingga terjadi kemacetan.

Jadi menurut Rogers dan Shoemaker (1987: 53) sikap terhadap

inovasi dan kepuasan dengan keputusan adalah dua variabel yang

penting pengaruhnya; keikutsertaan unit adopsi dalam tahap

keputusan merupakan prediktor penerimaan dan kepuasan itu.

Setelah adopter mengetahui adanya produk inovasi dan

dipengaruhi oleh sejawatnya melalui komunikasi interpersonal, maka

Page 149: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

adopter memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.

Rogers membedakan penolakan pasif dengan penolakan aktif. Yang

dimaksud dengan penolakan aktif adalah penolakan yang dilakukan

oleh calon adopter setelah yang bersangkutan mempertimbangkan

atau mencoba terlebih dahulu produk tersebut. Sehingga penolakan

yang terjadi mempunyai dasar atau alasan yang objektif. Sedangkan

penolakan pasif adalah penolakan total tanpa menghiraukan sama

sekali produk tersebut.

Proses individu untuk sampai pada keputusan untuk menerima

sebuah produk inovasi kadang kala tidak sesuai dengan urutan tahapan

di atas. Jika biasanya proses yang terjadi adalah dimulai dari

terbentuknya pengetahuan, terpengaruhinya adopter dan sampai pada

tahap memutuskan untuk mengadopsi inovasi (knowledge-persuasion-

decision), maka pada kasus tertentu, terutama di sektor publik,

keputusan mengadopsi diambil justru sebelum persuasi terjadi

(knowledge-decision-persuasion).

(d)Tahap komunikasi

Pada tahapan ini dilakukan pengkomunikasian inovasi baru

tersebut kepada unit adopsi untuk melaksanakannya, cara

pengkomunikasiannya dalam Pemerintah Kota Surakarta adalah

dengan cara diterbitkannya peraturan yang mengatur tentang

pelaksanaan inovasi baru yaitu Keputusan Walikota 065/187/1/2005

yang kemudian diperbaharui menjadi Keputusan Walikota

Page 150: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

066/188/1/2005 dan yang terakhir adalah dengan diterbitkannya

Peraturan walikota Nomor 10 Tahun 2010.

Seperti pendapat Rogers dan Shoemaker (1987: 121) yaitu

telah umum bahwa komunikasi dari atasan kepada bawahan lebih

mudah daripada bawahan ke atasan, tetapi juga diketahui bahwa

besarnya perbedaan status antara atasan dan bawahan (banyaknya

tingkat hierarkis dalam struktur organisasional) semakin lebih terbatas

saluran komunikasi diantara mereka. Ada kemungkinan semakin

panjang jenjang saluran komunikasi itu semakin besar kemungkinan

terjadi distorsi pesan, sehingga informasi dari atasan itu sudah tidak

utuh lagi ketika sampai unit adopsi pada level yang paling bawah.

(e) Tahap tindakan

Dalam tahapan ini mulai dilaksanakannya penggunaan inovasi

tersebut oleh unit adopsi yaitu oleh SKPD yang kewenangannya

dialihkan, dan KPPT sebagai penerima pengalihan kewenangan

tersebut. Pada Pemerintah Kota Surakarta, penelitian yang dilakukan

menunjukkan bahwa dissonansi dalam proses keputusan inovasi

tersebut relait tidak ada, karena kecenderungan yang terjadi adalah

dissonansi konsonansi tipe IV, yaitu seseorang menyukai inovasi dan

tindakan yang dituntut oleh organisasi adalah agar ia menerimanya,

maka ia berada dalam kondisi “penerima yang konsonan”.

Pada tahapan ini, terjadi perubahan perilaku individu yang

mengadopsi produk, di mana adopter mulai memanfaatkan produk

Page 151: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

barunya tersebut sesuai dengan fungsinya. Pada fase ini biasanya

muncul proses re-invention, yatu proses modifikasi sebagai intervensi

dari adopter dalam menyesuaikan produk tersebut dengan

kebutuhannya sendiri. Proses ini bisa terjadi karena salah satu alasan

berikut:

a) Inovasi yang rumit

b) Pengetahuan yang kurang

c) Inovasi dengan banyak aplikasi

d) Inovasi untuk masalah besar

e) Local pride of ownership/kebanggaan lokal kepemilikan

f) Pengaruh dari agen perubahan

d. Pendekatan dalam Perubahan Organisasional

Walikota sebagai inovator memahami bahwa dalam sebuah

keputusan inovasi otoritas tentu terdapat konsekuensi dalam pelaksanaan

keputusannya tersebut, perubahan pada organisasi atau SKPD di

Pemerintah Kota Surakarta secara internal tentu akan mempengaruhi

kinerja SKPD maupun sumber daya manusia yang ada disana, untuk

melakukan perubahan secara organisasional dilakukan pendekatan agar

inovasi baru tersebut dapat masuk kedalam sistem formal tersebut.

Pendekatan yang dilakukan dalam pendirian KPPT adalah pendekatan

otoritatif, dimana keputusan inovasi dibuat oleh penguasa secara sepihak,

SKPD terkait yang kewenangannya dialihkan kepada KPPT tidak diberi

hak untuk mengajukan usul atau pertanyaan tentang perubahan itu, bila

Page 152: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

melihat penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi dari

SKPD sangat sedikit dalam proses pengambilan keputusan, hal tersebut

dikarenakan Walikota Surakarta dan DPRD Kota Surakarta sudah

memilah-milah perizinan mana sajakah yang bisa dialihkan

kewenangannya dan dijadikan satu pintu untuk mempermudah perizinan.

Dalam literatur modern, inovasi sendiri memiliki pengertian yang

sangat beragam serta banyak perspektif yang mencoba memaknainya. Salah

satu pengertian menyebutkan bahwa inovasi adalah kegiatan yang meliputi

seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik yang

sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan yang

tersedia sebelumnya. Pengertian ini menekankan pemahaman inovasi

sebagai sebuah kegiatan (proses) penemuan (invention).

Sejalan dengan itu, Rogers (dalam Suwarno, 2008: 9) menjelaskan

bahwa an innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new

by individual or other unit of adopter. Jadi inovasi adalah sebuah ide,

praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi

lainnya. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa inovasi dapat

merupakan sesuatu yang berwujud (tangible) maupun sesuatu yang tidak

berwujud (intangible), sehingga dimensi dari inovasi sangatlah luas.

Memaknai inovasi sebagai sesuai yang hanya identik dengan teknologi saja

akan jadi menyempitkan konteks inovasi yang sebenarnya.

Hal tersebut menjelaskan bahwa ciri dari inovasi yang berhasil

adalah adanya bentuk penciptaan dan pemanfaatan proses baru, produk

Page 153: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

baru, jasa baru dan metode penyampaian yang baru, yang menghasilkan

perbaikan yang signifikan dalam hal efisiensi, efektivitas maupun kualitas.

Seperti pada kasus-kasus keputusan inovasi otoritas, biasanya

tindakan yang dilakukan oleh unit adopsi berdasar pada pengarahan dari

pengawas organisasi. Hal tersebut seperti digambarkan oleh Rogers dan

Shoemaker (1987: 71) sebagai kompliansi (persetujuan) yang terjadi jika

seseorang menerima pengaruh orang lain, mau mengikuti orang lain, karena

ia mengharapkan memperoleh imbalan yang menyenangkan dari orang

tersebut.

2. Komponen Sistem Sosial Dalam Penyebaran Inovasi

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok

adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya

(kecepatan dalam menerima inovasi). Berdasarkan kecepatan mengadopsi

inovasi, Rogers dan Shoemaker (1987: 90-92) membagi masyarakat ke

dalam lima golongan, yaitu inovator, early adopter, early majority, late

majority, dan laggard. Kelima golongan masyarakat ini, masing-masing

mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:

a) Inovator

Mempunyai ciri-ciri: aktif mencari inovasi, berani mengambil resiko,

berpendidikan cukup baik, relatif berusia muda, mobilitas sosial cukup

tinggi, dan sebagai perintis pemula dalam adopsi inovasi. Yang termasuk

dalam kategori inovator adalah: Walikota Surakarta.

Page 154: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

b) Early adopter

Mempunyai ciri-ciri: merupakan pemimpin pendapat (opinion leader),

berani mengambil resiko, berpendidikan cukup baik, relatif berusia

muda, mobilitas sosial cukup tinggi, suka mencoba/mempraktekkan

inovasi yang baru dikenalkan, dan merupakan golongan pembaharu.

Yang termasuk dalam kategori early adopter adalah KPPT Kota

Surakarta. Peran KPPT dalam hal ini sangat besar, karena langkah kunci

bermulanya investasi berawal dari birokrasi perijinan. Oleh karena itu,

KPPT berusaha menyempurnakan pelayanan dalam hal perijinan yang

ditanganinya, sehingga akan semakin baik pula image penanam modal

akan sistem birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.

c) Majority

Majority adalah pihak-pihak yang mengadopsi suatu ide baru lebih awal

daripada kebanyakan anggota pada sistem sosial, sebenarnya terdapat dua

tingkatan dalam majority yaitu Early majority dan Late Majority, tetapi

karena inovasi ini tergolong baru dan masih sedikit masyarakat Surakarta

yang mengetahuinya maka Majority digabung menjadi satu tingkatan.

Ciri-ciri Majority adalah mereka sudah mengadopsi ide tersebut,

terkadang ketika mereka melakukan pengadopsian ide tersebut mereka

melakukannya dengan skeptisme terlebih dahulu, dan memerlukan

dukungan dari lingkungannya untuk mengadopsinya, dalam hal ini yang

dimaksud dengan dukungan dari lingkungan adalah adanya Peraturan

Page 155: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Walikota. Yang termasuk dalam kategori majority adalah masyarakat di

Kota Surakarta.

d) Laggard

Mempunyai ciri-ciri: berorientasi lokal, berfikiran dogmatis, berorientasi

pada masa lalu, dibutuhkan waktu lama untuk menyakinkan mereka agar

mengadopsi inovasi atau bahkan akan menolak selamanya. Yang

termasuk dalam kategori ini adalah para makelar, makelar mempunyai

kepentingan terhadap proses perijinan adalah untuk memberikan

pelayanan jasa berupa pengurusan pelayanan perijinan antara masyarakat

dan Pemerintah Kota Surakarta dengan imbalan tertentu sesuai yang

sudah disepakati.

Pemahaman tentang golongan masyarakat adopter tersebut sangat

diperlukan dalam kegiatan sosialisasi sistem pelayanan perijinan satu pintu.

Golongan inovator dan early adopter perlu diidentifikasi untuk dijadikan

agen transfer inovasi ke dalam masyarakat. Kedua kelompok adopter

tersebut akan sangat membantu proses difusi inovasi dalam sistem sosial

masyarakat di Kota Surakarta.

3. Sifat-sifat Inovasi dan Kecepatan Adopsinya

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru

oleh seseorang. Kebaruan suatu inovasi diukur secara subyektif, menurut

pandangan individu yang menangkapnya. Setiap ide atau gagasan pernah

menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring dengan berlalunya

Page 156: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

waktu. Tidak semua inovasi harus disebarluaskan dan diadopsi. Inovasi

yang tidak cocok bagi seseorang atau masyarakat dapat mendatangkan

bahaya dan tidak ekonomis.

Difusi inovasi yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta adalah

proses penyebaran inovasi pelayanan perijinan satu pintu dari lembaga

KPPT Kota Surakarta yang telah mengadopsi inovasi perijinan satu pintu

kepada masyarakat di Kota Surakarta. Menurut Rogers dan Shoemaker

(1987: 23), difusi adalah proses di mana sebuah inovasi disebarluaskan

melalui saluran tertentu dan dalam jangka waktu tertentu kepada sasaran

yaitu anggota sistem sosial. Dengan demikian proses penyebaran inovasi

oleh KPPT Kota Surakarta dapat dilihat dari segi sifat inovasi, saluran

komunikasi, jangka waktu, dan sistem sosial.

a. Sifat Inovasi

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru

oleh seseorang. Kebaruan suatu inovasi diukur secara subyektif, menurut

pandangan individu yang menangkapnya. Setiap ide atau gagasan pernah

menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring dengan berlalunya

waktu dan tidak semua inovasi harus disebarluaskan dan diadopsi.

Inovasi yang tidak cocok bagi seseorang atau masyarakat dapat

mendatangkan bahaya dan tidak ekonomis. Hal ini sebagaimana hasil

penelitian yang dilakukan oleh Fahey dan Burbridge (2008: 28) yang

menyatakan difusi inovasi adalah sebuah kompleksitas yang tinggi,

dimana proses adaptasi suatu organisasi terhadap inovasi dan inovasi

Page 157: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

beradaptasi dengan organisasi. Dari hasil penelitiannya tentang difusi

inovasi sistem managemen harian staf pada rumah sakit, ternyata rumah

sakit belum sepenuhnya dapat mengadopsi sistem tersebut. Hal ini

dikarenakan jika sistem ini diterapkan maka dari segi anggaran rumah

sakit akan menjadi tidak efisien.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa

sifat inovasi dengan tingkat adopsi inovasi pelayanan satu pintu dapat

diterima oleh masyarakat dengan baik. Hal ini dikarenakan sebagian

besar masyarakat menganggap saat ini mengajukan permohonan

perijinan dalam lebih mudah dan cepat karena dapat dilakukan di satu

tempat saja. Ini berarti bahwa difusi inovasi sistem satu pintu lebih

memudahkan dan mempercepat dalam pelaksanaan pengajuan

permohonan perijinan.

Responden juga mengatakan bahwa sistem pelayanan satu pintu

dalam perngajuan permohonan perijinan merupakan sesuatu yang baru

dan cukup unggul dibandingkan pelayanan satu atap yang sebelumnya

diterapkan di KPPT Kota Surakarta. Para adopter harus menganggap

inovasi tersebut lebih baik dari apa yang telah ada dan harus sesuai

dengan kepercayaan, tata nilai dan norma-norma dan kebutuhan dalam

masyarakat. Begitu pula hendaknya inovasi tidak memiliki ciri yang

kompleks yang menunjukkan tingkat kerumitan sehingga dapat dipahami

dan dapat langsung dipraktekkan atau digunakan oleh masyarakat.

Inovasi juga akan lebih mudah didifusikan apabila dapat diujicobakan

Page 158: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

dalam skala terbatas sebelum sepenuhnya diadopsi. Hal ini dapat terjadi

karena keyakinan akan keberhasilan inovasi jika adopsi telah terlihat dari

hasil uji coba yang telah dilaksanakan.

b. Saluran Komunikasi

Penggunaan media dalam komunikasi sangat subyektif karena

efektif atau tidaknya dalam berkomunikasi tergantung dari pandangan

seseorang terhadap media dan sumber komunikasi. Pandangan tersebut

didasarkan pada dorongan kejiwaan yang dimiliki oleh penerima pesan.

Dorongan kejiwaan tersebut dapat didasari atas sugesti, simpatik,

ataupun antipati. Misalnya, petani yang sulit menerima penyuluhan yang

diberikan oleh Petugas Penyuluhan Lapangan, mungkin akan berubah

sikapnya manakala penyuluhan tersebut diberikan atau disampaikan oleh

kepala desa setempat. Demikian pula dengan saluran komunikasi yang

digunakan, seseorang yang sulit menerima pesan inovasi yang

disampaikan secara lisan mungkin akan lebih mudah menerima jika

pesan tersebut dibuat secara tertulis. Sebagaimana pendapat yang

dikemukakan oleh Himstreet dan Baty yang dikutip oleh Purwanto

(2006: 3) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses

pertukaran informasi antarindividu melalui suatu sistem yang biasa

(lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau

tindakan. Dengan demikian, dalam komunikasi ini paling tidak

melibatkan dua orang atau lebih dan proses pemindahan pesannya dapat

Page 159: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

dilakukan dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa

dilakukan oleh seseorang melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal

nonverbal.

Demikian halnya dalam proses difusi, penggunaan media dan

saluran komunikasi juga tergantung pada kebutuhan dan tujuan yang

ingin dicapai. Oleh karena itu, sumber difusi harus memilih antara

saluran media massa atau interpersonal atau bahkan gabungan dari

keduanya, yaitu saluran media massa dan interpersonal. Pilihan ini

berdasarkan tahap dimana penerima berada dalam proses pengambilan

keputusan inovasi, apakah dalam tahap pengenalan atau persuasi.

Setelah suatu inovasi diadopsi oleh pengguna, maka proses

selanjutnya yang diharapkan adalah terjadinya difusi inovasi. Difusi

adalah proses dimana inovasi disebarkan pada individu atau kelompok

dalam suatu sistem sosial tertentu Rogers dan Shoemaker (1987: 23).

Oleh karena itu, percepatan penyebaran adopsi dan difusi inovasi tersebut

juga dipengaruhi oleh tepat tidaknya dalam menggunakan metode

sosialisasinya. Penggunaan metode yang efektif akan mempermudah

untuk dipahami oleh masyarakat. Terdapat tiga klasifikasi metode

sosialisasi, yaitu sosialisasi lewat media massa, sosialiasasi kelompok,

dan individu.

1) Metode sosialisasi lewat media massa

Metode ini ditujukan kepada khalayak masyarakat Kota

Surakarta tanpa adanya hubungan personal antara komunikator

Page 160: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

dengan audien. Beberapa teknik yang digunakan dalam metode ini

antara lain melalui TV, radio, pamflet dan lain-lain. Di antara

kelebihan metode sosialisasi lewat media massa adalah (a)

mempunyai jangkauan sasaran luas, (b) tidak terlalu bergantung pada

infrastruktur (jalan, sarana transportasi), (c) biaya per kapita relatif

murah jika dibandingkan dengan besarnya kelompok sasaran.

Kelemahannya adalah (a) partisipasi aktif dari audien

(pendengar/pembaca/pemirsa) tidak memungkinkan (terutama media

cetak), sedangkan TV dan radio dapat dilakukan dialog interaktif

tetapi sangat terbatas, (b) umpan balik secara langsung dari audien

terdapat kendala, (c) lebih bersifat umum, sehingga kebutuhan lokal

spesifik terabaikan; dan (d) hasil akhir lebih banyak ke perubahan

pengetahuan, dan sedikit pada perubahan sikap.

2) Metode sosialisasi kelompok

Metode ini ditujukan kepada kelompok tertentu dan

memerlukan pertemuan tatap muka antara komunikator dengan

masyarakat. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam metode ini

antara lain ceramah, diskusi kelompok, pelatihan. Kelebihan metode

kelompok adalah (a) masyarakat dapat berpartisipasi aktif, (b) umpan

balik dapat diperoleh secara langsung dari masyarakat, (c) topik

pembahasan langsung ke permasalahan spesifik, yaitu tentang

pelayanan perijinan satu pintu, (d) hasil akhir merupakan kesepakatan

Page 161: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

dari berbagai pihak. Kelemahannya adalah (a) jangkauan sasaran

relatif kecil, (b) biaya perkapita relatif mahal dibanding media massa.

Dalam praktek, penggunaan metode sosialisasi sering dilakukan

dengan mengkombinasikan satu dengan yang lain. Hal ini dilakukan

untuk memperoleh hasil yang optimal. Pemilihan metode sosialisasi perlu

memperhatikan dual hal, yaitu isi pesan (umum/khusus) dan target

sasaran (individu, kelompok, umum).

Dalam kegiatan sosialisasi sistem pelayanan satu pintu, sifat

pesan yang akan disampaikan dapat digolongkan khusus karena berupa

inovasi kebijakan. Sedangkan target sasaran adalah seluruh elemen

masyarakat di Kota Surakarta. Oleh karena itu, metode yang tepat

digunakan untuk kegiatan sosialisasi adalah gabungan antara media

massa dan metode kelompok.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa,

KPPT Kota Surakarta sudah melakukan sosialisasi mengenai pelayanan

perijinan yang baru, baik dengan menggunakan saluran komunikasi

media massa maupun interpersonal. Namun demikian, kegiatan

sosialisasi yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta kurang maksimal

sehingga masyarakat hanya sekedar tahu saja jika pelayanan perijinan

dapat dilakukan dalam satu pintu. Pemilihan saluran media komunikasi

ini sebenarnya sudah tepat, karena semakin meningkat jumlah saluran

komunikasi yang digunakan maka akan semakin cepat difusi inovasi

yang akan terjadi dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa gabungan

Page 162: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

saluran komunikasi media massa dan interpersonal yang digunakan untuk

menginformasilkan sistem pelayanan satu pintu dalam mengurus

perijinan sudah tepat. Hanya saja dalam pelaksanaannya belum cukup

efektif, karena masih adanya pandangan masyarakat jika mengurus

masalah perijinan pasti prosedurnya berbelit-belit. Ketidakefektifan ini

dikarenakan frekuensi sosialisasi tentang pelayanan perijinan satu pintu

yang dilakukan oleh KPPT Kota Surakarta tidak dilakukan secara

berkelanjutan sehingga masyarakat hanya sekedar tahu saja tetapi tidak

memahami prosedurnya pada waktu melakukan pengurusan perijinan di

KPPT.

c. Jangka Waktu

Waktu merupakan pertimbangan yang penting dalam proses

difusi. Ada tiga dimensi untuk melihat jangka waktu dalam proses difusi.

Tiga dimensi tersebut adalah proses pengambilan keputusan inovasi,

proses keinovatifan seseorang, dan kecepatan pengadopsian inovasi

dalam sistem sosial.

Pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental sejak

seseorang mulai mengenal suatu iovasi sampai memutuskan untuk

menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap keputusan tersebut da

dalam proses ini memerlukan waktu. Keinovatifan seseorang adalah

tingkat dimana seseorang relatif lebih awal dalam mengadopsi ide-ide

baru daripada anggota sistem sosial yang lain.

Page 163: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

Tempo kecepatan adopsi adalah kecepatan relatif penerima

inovasi dalam sistem sosial. Kecepatan adopsi biasanya diukur dengan

berapa lama jangka waktu yang diperlukan oleh anggota masyarakat

untuk mengadopsi suatu inovasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang responden dapat

diketahui bahwa tingkat adopsi dari para adopter tidak jauh meningkat.

Hal ini disebabkan tingkat adopsi dari tahun pertama kebijakan ini

diterapkan, yaitu pada tahun 2008 ternyata tidak jauh berbeda dengan

sebelum kebijakan ini diterapkan di KPPT Kota Surakarta. Rata-rata

responden mengatakan bahwa mereka mengetahui kemudahan dalam

mengurus perijinan setelah mereka datang ke KPPT. Jadi selama kurang

lebih 3 tahun diterapkannya pelayanan perijinan satu pintu, masyarakat

masih belum yang tahu. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan dari

masyarakat jika akan mengajukan permohonan perijinan pasti akan

dipersulit dan prosedurnya yang rumit. Bahkan masih ada masyarakat

yang beranggapan tidak penting untuk mengetahui adanya kebijakan baru

dari pemerintah daerah, karena bila menyangkut birokrasi pelayanan

yang ada dibenak mereka adalah pelayanan yang lama, sulit, dan rumit.

Dengan demikian, jangka waktu tidak berpengaruh nyata karena

pada umumnya hanya sedikit orang yang mau mempelajari dan bersikap

positif pada suatu inovasi dan yang mau mencoba atau mengadopsi

inovasi akan lebih sedikit jumlahnya. Dengan berlalunya waktu dan jika

difusi inovasi tersebut mendapat respon dari masyarakat maka akan lebih

Page 164: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

banyak jumlah orang yang akan mengadopsi inovasi tersebut. Menurut

Rogers dan Shoemaker (1987: 88) kategori pengadopsi biasanya

dianggap sebagai segmen-segmen kurva difusi yang berbentuk seperti

kurva “bel”.

Adapun wujud proses difusi inovasi sistem pelayanan perijinan

satu pintu adalah gambaran hubungan antara tingkat adopsi dengan

jumlah kumulatif adopter dan tingkatan adopsi dari sistem pelayanan

perijinan satu pintu tersebut yang saling berhubungan. Dari hubungan

tersebut menunjukkan jumlah kumulatif anggota masyarakat sebagai

responden dengan peningkatan kecepatan adopsi inovasi sistem

pelayanan perijinan satu pintu di Kota Surakarta. Dari keterangan ketiga

responden (masyarakat) dalam hal kecepatan adopsi ketiganya lebih

cepat dalam mengadopsi inovasi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena

mereka sebagai pelaku usaha atau sebagai individu yang pernah

mengajukan permohonan perijinan. Berbeda jika dibandingkan dengan

anggota masyarakat lain yang tidak berkecimpung di dunia usaha atau

pelaku usaha maupun seorang birokrat maka anggota masyarakat ini akan

lebih lama untuk dapat mengadopsi inovasi tersebut. Jika disimak lebih

seksama lagi, menyebarnya suatu inovasi dari sasaran yang satu ke

sasaran yang lainnya merupakan gabungan terjadinya proses difusi

inovasi dalam suatu masyarakat. Peran individu-individu dalam

menghubungkan antara satu dengan yang lainnya dapat memperlancar

proses difusi dalam masyarakat.

Page 165: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

d. Sistem Sosial

Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit

yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk

memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota

atau unit-unit sistem sosial itu dapat berupa perorangan (individu),

kelompok informal, organisasi modern, atau subsistem yang saling

bekerjasama dan terdiri dari berbagai strata sosial yang berbeda-beda.

Dalam penelitian ini anggota sistem sosial yang dimaksud adalah

kelompok masyarakat formal dan kelompok masyarakat non formal.

Kelompok masyarakat formal adalah pejabat di lingkungan pemerintah

Kota Surakarta dan masyarakat non formal adalah warga masyarakat di

Kota Surakarta. Sebagaimana hasil wawancara dengan para narasumber

ini diketahui bahwa kedua kelompok masyarakat ini dapat menerima

adanya sistem baru yang diterapkan oleh KPPT dalam hal pelayanan

perijinan. Hal ini dikarenakan adanya kerjasama yang baik antar

kelompok tersebut, yaitu dalam hal memberikan informasi tentang sistem

pelayanan satu pintu ini, meskipun dalam penyampaian informasinya

belum maksimal.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses difusi inovasi

sistem pelayanan perijinan satu pintu telah dilakukan oleh pemerintah kota

Surakarta, dalam hal ini adalah KPPT Kota Surakarta. KPPT Kota Surakarta

telah melakukan sosialisasi tentang sistem pelayanan perijinan satu pintu ini

kepada masyarakat. Namun karena kegiatan sosialisasi yang dilakukan

Page 166: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

tersebut tidak dilakukan secara kontinyu maka masyarakat sebagai adopter

masih terbatas dalam mengakses informasi tentang pelayanan perijinan satu

pintu di KPPT Kota Surakarta.

Keberadaan saluran komunikasi merupakan salah satu faktor yang

dapat mempercepat proses difusi inovasi. Saluran komunikasi yang

digunakan yaitu saluran media massa dan saluran interpersonal. Khusus

dalam saluran interpersonal dalam program sosialisasi terdapat saluran yang

efektif untuk penyampaian pesan seperti petugas dari KPPT yang

menyampaikan materi sosialisasi tentang sistem pelayanan perijinan satu

pintu. Umumnya dalam suatu masyarakat terdapat tokoh-tokoh tertentu

yang mempunyai respon tinggi terhadap inovasi, tetapi ada pula yang

rendah. Seorang pemimpin biasanya dapat mempengaruhi orang lain sesuai

dengan apa yang dikehendakinya, baik mereka itu sedang menduduki

jabatan tertentu ataupun tidak. Seorang pemimpin biasanya memiliki

kemampuan menggerakkan dan berhubungan dengan masyarakat sehingga

mereka dapat mempercepat tersebarnya suatu inovasi ke dalam masyarakat

dengan cara mendukung setiap kegiatan yang ada dan berhubungan dengan

penyebaran kebijakan sistem pelayanan perijinan satu pintu. Pemimpin yang

biasanya menghambat adalah mereka yang tidak peduli dan mencoba

menghalangi kegiatan yang akan dilaksanakan. Berikut ini disajikan tabel

mengenai saluran komunikasi yang pada umumnya digunakan dalam

penyebaran inovasi KPPT Kota Surakarta.

Page 167: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

Tabel 7 Saluran Komunikasi dalam Penyebaran Inovasi KPPT

Kelompok

Masyarakat Saluran Komunikasi yang Digunakan

Media Massa Saluran Interpersonal

Keduanya Jumlah

Formal (Sekda dan Wakil Ketua DPRD)

2 (20%)

1 (10%)

3 (70%)

6 (100%)

Non formal (anggota masyarakat)

1 (10%)

1 (10%)

2 (80%)

4 (100%)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa saluran

komunikasi yang digunakan adalah media massa dan saluran interpersonal.

Jika dilihat dari kelompok masyarakat, yaitu kelompok formal saluran

komunikasi yang digunakan adalah gabungan keduanya, yaitu media massa

dan saluran interpersonal (100%). Sedangkan dari kelompok non formal,

saluran komunikasi yang digunakan adalah media massa (10%), saluran

interpersonal (10%), dan gabungan keduanya (80%). Hal ini dapat berarti

bahwa pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini dikarenakan tingkat status ekonomi dan status sosial

yang berbeda dari penggunaan saluran komunikasi tersebut.

Struktur sosial terbentuk karena hubungan status dan peranan para

anggota dalam suatu sistem sosial yang berbeda-beda dan bersifat hierarkis.

Struktur sosial ada yang bersifat formal dan tidak formal. Sebagai struktur

formal, KPPT Kota Surakarta menggambarkan hubungan status dan peranan

yang tersusun secara hierarkis dalam posisi jabatan, ada yang menduduki

posisi atau status kepala, dan ada pula yang menjadi anggota. Demikian pula

Page 168: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

dalam organisasi informal seperti keluarga, terdapat pembagian status

peranan yang membagi tugas mereka masing-masing (Rogers dan

Shoemaker, 1987: 128). Struktur sosial masyarakat Surakarta terdiri dari

struktur formal dan informal.

Homogenitas dan heterogenitas suatu masyarakat dalam kaitan

dengan relatif banyaknya klas-klas dalam masyarakat akan mempengaruhi

tersebarnya suatu inovasi di dalam masyarakat tersebut. Dalam proses

penyebaran suatu inovasi ke dalam sistem sosial tertentu, menurut Rogers

dan Shoemaker (1987: 23) menekankan terjadinya proses penyebaran

inovasi tersebut yang disebut sebagai proses difusi. Hal ini didasari asumsi

bahwa inovasi yang didifusikan merupakan sesuatu yang baru. Jadi seluruh

anggota sistem sosial merupakan komunitas dengan ciri-ciri yang hampir

sama.

Namun, ketika ada sebagian masyarakat Surakarta yang tidak

mengadopsi inovasi tersebut bukanlah berarti mereka bodoh, tradisional dan

konservatif, melainkan mereka mempunyai alasan tersendiri. Masyarakat

tidak seluruhnya langsung mengadopsi adanya perubahan kebijakan di

bidang perijinan karena mereka belum sepenuhnya mengetahui secara jelas

tentang prosedur atau alur pengajuan permohonan perijinan di KPPT Kota

Surakarta. Ketidaktahuan masyarakat ini bukan berarti mereka bodoh atau

konservatif, tetapi keterbatasan dalam hal informasi yang menghalangi

mereka untuk mengetahui adanya perubahan kebijakan di bidang perijinan,

dari satu atap menjadi satu pintu.

Page 169: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

Hal ini berarti bahwa KPPT Kota Surakarta sebagai struktur

organisasi formal masih kurang dalam menginformasikan tentang perubahan

kebijakan di bidang perijinan dari satu atap menjadi satu pintu kepada warga

masyarakat sebagai struktur organisasi informal. Sosialisasi yang selama ini

dilakukan oleh KPPT kepada masyarakat kurang efektif, karena sosialisasi

yang dilakukan dengan berinteraksi secara langsung kepada masyarakat

tidak kontinyu dilakukan. Selain itu juga dalam penggunaan media bellow

the line (pemasangan banner, spanduk, baliho, papan informasi dan dalam

bentuk pamflet/brosur) juga dibuat masih terkesan seadanya, meskipun

secara umum informasi yang disampaikan tertulis dengan jelas.

Proses difusi inovasi yang terjadi di dalam masyarakat, pada

kenyataannya mengalir dari atas ke bawah. Mengalir dari atas ke bawah

maksudnya adalah proses difusi inovasi yang terjadi mulanya berasal dari

masyarakat yang mempunyai status sosial tinggi, kemudian diikuti oleh

masyarakat dengan status sosial menengah dan rendah, dan dalam proses

difusi inovasi yang terjadi bergerak secara horizontal, yaitu menyebar ke

sekeliling, baik pada anggota keluarganya, teman maupun kepada anggota

masyarakat lainnya. Kelompok sasaran difusi inovasi sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini adalah seluruh anggota masyarakat di Kota Surakarta

dan tidak memandang dari golongan maupun status sosial yang

disandangnya. Dengan demikian, hal ini akan lebih mempercepat proses

terjadinya difusi inovasi sistem pelayanan perijinan satu pintu ke

masyarakat karena tidak membeda-bedakan dalam kegiatan sosialisasinya.

Page 170: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

4. Akibat Tersebarnya Inovasi

Dalam konteks difusi inovasi, maka critical mass adalah masa di

mana telah cukupnya sejumlah individu dalam sebuah sistem sosial (earlier

adopters) dalam mengadopsi sebuah produk inovasi, untuk meyakinkan

sebagian anggota sistem sosial lainnya (later adopters) untuk mengadopsi

produk tersebut, sehingga proses difusi dan adopsinya selanjutnya berjalan

secara mandiri.

Dalam inovasi yang interaktif, peran adopter awal (earlier adopters)

dengan peran adopter lambat (late adopters) bersifat resiprokal atau saling

mempengaruhi. Rogers dan Shoemaker (1987: 165) menyebutnya sebagai

resiprocal interdependence atau interdependensi resiprokal. Hal ini terjadi

karena kedua jenis adopter saling mempengaruhi dalam hal kemanfaatan

sistem yang diadopsinya. Sebagaimana dalam penerapan sistem pelayanan

perijinan satu pintu ternyata cukup memberi manfaat bagi masyarakat,

khususnya bagi pelaku usaha karena dengan adanya sistem satu pintu ini,

pelayanan perijinan menjadi lebih mudah, cepat, dan murah.

Keterlibatan masyarakat dalam memanfaatkan dan menyebarkan

sistem baru ini tidak hanya sekedar kesadaran semata tetapi juga diikuti

dengan perubahan perilaku. Hal ini dapat diketahui dari adanya dukungan

masyarakat terhadap penerapan perijinan pelayanan satu pintu. Masyarakat,

terutama bagi pelaku usaha mendukung adanya pelayanan perijinan satu

pintu ini karena adanya kemudahan, transparansi biaya, pengurusan

perijinan yang relatif cepat.

Page 171: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

Dampak yang timbul dari adanya inovasi ini adalah investasi di Kota

Surakarta semakin meningkat sehingga hal ini akan mempengaruhi berbagai

aspek dalam kehidupan masyarakat. Efek yang paling dapat dirasakan

masyarakat adalah kemudahan dalam mengurus perijinan sehingga dengan

adanya kemudahan dalam memperoleh perijinan usaha justru menggerakkan

masyarakat untuk mendapatkan ijin secara resmi yang pada akhirnya salah

satunya adalah meningkatkan pendapatan daerah. Sebagaimana hasil

penelitian yang dilakukan oleh Beets, et. all (2008: 272) yang menyebutkan

bahwa dukungan penting dari suatu iklim sekolah adalah dalam bentuk

kepercayaan dan sikap guru yang pada akhirnya berdampak pada banyaknya

program yang mereka gunakan. Dalam penelitian juga disebutkan bahwa

modifikasi iklim sekolah dengan kepercayaan dan sikap yang mengikutinya,

mungkin akan menjadi hambatan. Namun demikian, dalam penelitian juga

ditemukan indikasi bahwa dalam proses memainkan sebuah peran kritis

seperti pada cara guru mengajar pada sebuah program mengajar dan

menggunakan sebuah bahan dalam program tersebut juga merupakan

indikator telah diimplementasikannya kepercayaan guru terhadap program

tersebut.

G. Proses Penyebaran dan Penerimaan Ide di Kalangan Kelompok-

Kelompok yang Terlibat

Kelancaran proses tersebar dan diterimanya suatu inovasi sangat

tergantung pada keberadaan sifat inovasi itu sendiri. Atas dasar pengamatan

Page 172: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

sasaran suatu inovasi mempunyai ciri-ciri tertentu. Ada lima ciri sifat inovasi

yaitu: keuntungan relatif (relative advantage), kesesuaian (compatibility),

kerumitan (complexity), dapat dicoba (triability), dan dapat diamati

(observability).

(a) Keuntungan relatif (relative advantage)

Keuntungan relatif merupakan tingkatan suatu ide baru yang

dianggap lebih baik daripada ide-ide sebelumnya. Tingkatan keuntungan

relatif ini seringkali dinyatakan dalam bentuk keuntungan ekonomi (biaya

lebih rendah atau keuntungan ekonomi lebih tinggi), teknis (produktivitas

tinggi, tahap resiko kegagalan dan gangguan yang menyebabkan

ketidakberhasilan, dan sosial psikologis (pemenuhan kebutuhan fisiologis,

psikologis, dan sosiologis). Keuntungan relatif ini dapat diketahui dari

manfaat yang diperoleh kelompok-kelompok yang terlibat setelah

diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu di KPPT Kota

Surakarta. Banyak manfaat yang diperoleh oleh setiap elemen masyarakat

setelah diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu. Dalam hal ini,

masyarakat dapat lebih mudah, lebih cepat dalam mengurus perijinan, dan

biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal. Selain itu, setiap elemen

anggota masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi

mengenai pelayanan perijinan satu pintu dengan mengikuti kegiatan

sosialisasi, baik yang dilakukan secara langsung maupun yang

menggunakan media massa yang diselenggarakan oleh KPPT Kota

Surakarta. Dengan adanya difusi sistem pelayanan satu pintu ke masyarakat

Page 173: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

maka akan memudahkan bagi masyarakat dalam mengajukan permohonan

perijinan sehingga akan lebih banyak masyarakat yang sadar untuk

mengajukan perijinan ketika akan membuka usaha dan pada akhirnya akan

berkorelasi positif terhadap peningkatan pendapatan asli daerah. Selain itu,

dengan adanya kemudahan dalam hal pengurusan perijinan akan membuka

peluang bagi masuknya investasi dari luar ke Kota Surakarta sehingga juga

akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat di Surakarta.

Informan dalam penelitian menjawab bahwa sistem pelayanan

perijinan satu pintu sangat bermanfaat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

dalam tabel di bawah ini:

Tabel 8 Manfaat Difusi Inovasi KPPT

Kelompok

Masyarakat Manfaat

(Lebih Mudah, Lebih Cepat, Lebih Murah) Ya Tidak Jumlah

Formal (Pejabat Pemerintah)

6 (100%)

0 (0%)

6 (100%)

Non formal (anggota masyarakat)

4 (100%)

0 (0%)

4 (100%)

Sumber: Data primer

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa informan penelitian

yang berjumlah 10 orang (100%), mengakui adanya manfaat dari

diterapkannya sistem pelayanan satu pintu di KPPT Kota Surakarta.

Manfaat yang diperoleh adalah saat ini dalam melakukan permohonan

perijinan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah.

Page 174: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

(b) Kesesuaian (compatibility)

Kesesuaian adalah tingkat suatu inovasi dianggap konsisten dengan

kebutuhan, pengalaman masa lalu, kepercayaan, sistem nilai dan norma

penerima atau masyarakat. Inovasi yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem

sosial tidak akan diadopsi secepat inovasi yang sesuai, serta jaminan

keberhasilan lebih kecil dari resiko kegagalan lebih besar bagi penerima.

Pada dasarnya inovasi yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem sosial

tidak diadopsi secepat inovasi yang sesuai. Bagi masyarakat Kota Surakarta,

sifat inovasi sistem pelayanan perijinan satu pintu ini sesuai dengan

kebutuhan masyarakat akan sesuatu yang baru dalam hal pelayanan

perijinan. Dengan adanya pelayanan perijinan satu pintu ini, terutama bagi

pelaku usaha akan lebih efektif dan efisien dalam hal pengajuan

permohonan perijinannya. Kesesuaian yang dimaksud juga dapat diketahui

dari tanggapan masyarakat terhadap adanya inovasi sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini. Dari hasil penelitian dapat diketahui bagaimana

tanggapan masyarakat terhadap adanya penerapan sistem pelayanan

perijinan satu pintu. Hal ini tentunya berhubungan dengan kesesuaian antara

kebutuhan masyarakat akan sesuatu yang baru seperti diterapkannya sistem

pelayanan perijinan satu pintu sebagai suatu inovasi baru di sektor publik.

Pada tabel 2 akan disajikan mengenai tanggapan dan respon masyarakat

terhadap adanya sistem pelayanan perijinan satu pintu.

Page 175: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

158

Tabel 9 Tanggapan Masyarakat Terhadap Inovasi KPPT

Kelompok

Masyarakat Tanggapan Masyarakat

Menerima Menolak Jumlah Formal (Pejabat Pemerintah)

6 (100%)

0 (0%)

6 (100%)

Non formal (anggota masyarakat)

3 (90%)

1 (10%)

4 (100%)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa seluruh informan yang

berjumlah 10 orang (100%) menerima adanya inovasi sistem pelayanan

perijinan di KPPT Kota Surakarta. Hal ini berarti inovasi sistem pelayanan

perijinan satu pintu sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh

seluruh elemen kelompok masyarakat.

(c) Kerumitan (complexity)

Kerumitan adalah tingkat suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk

dimengerti dan digunakan jika dibandingkan dengan inovasi sebelumnya.

Suatu inovasi dapat digolongkan ke dalam inovasi rumit sederhana sampai

dengan rumit kompleks berdasarkan urutan waktunya. Ini berarti semakin

rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka semakin lambat proses adopsinya.

Kerumitan suatu inovasi juga dapat dilihat dari penerimanya. Ada inovasi

yang mudah diterima oleh penerima tertentu, sedangkan penerima yang

lainnya belum tentu mau mengadopsinya. Dalam hal ini adalah proses

pengajuan pengajuan permohonan perijinan. Jika sebelum diterapkannya

sistem satu pintu, maka pemohon harus mengikuti tahapan permohonan

Page 176: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

yang cukup rumit karena tidak dapat dilakukan pada satu tempat tetapi

sekarang setelah diterapkannya sistem satu pintu, masyarakat mendapat

kemudahan dalam mengajukan permohonan perijinan. Pada tabel 3 berikut

akan disajikan mengenai tingkat kerumitan sistem pelayanan perijinan satu

pintu.

Tabel 10 Tingkat Kerumitan Permohonan Perijinan Dilihat dari Segi

Penerapannya

Kelompok Masyarakat

Kerumitan Permohonan Perijinan Mudah Sulit Jumlah

Formal (Sekda dan Wakil Ketua DPRD)

6 (100%)

0 (0%)

6 (100%)

Non formal (anggota masyarakat)

4 (100%)

(0%)

4 (100%)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa semua informan atau

sebanyak 10 orang (100%) menyatakan bahwa pengajuan permohonan

perijinan setelah diterapkannya sistem perlayanan perijinan satu pintu lebih

memudahkan masyarakat dalam pengajuan permohonannya. Hal ini berarti

bahwa dengan diterapkannya sistem pelayanan satu pintu semakin

memberikan kemudahan bagi masyarakat di Kota Surakarta dalam

mengajukan permohonan perijinan. Dengan demikian jika dilihat dari

tingkat kerumitannya, maka penerapan sistem pelayanan perijinan satu pintu

tidak menyulitkan bagi masyarakat tetapi justru memberikan kemudahan

bagi masyarakat sehingga seluruh elemen masyarakat dapat menerima

diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu ini.

Page 177: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

(d) Dapat dicoba (triability)

Dapat dicoba adalah tingkat suatu inovasi dapat dicoba dalam skala

kecil. Inovasi yang dapat dicoba, biasanya lebih cepat diadopsi daripada

inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dahulu dan akan memperkecil resiko

kegagalan bagi adopter. Penerapan pelayanan satu pintu pernah

diujicobakan kepada masyarakat terutama dalam hal cara menggunakan

teknologi informasinya. Pada saat dilakukan uji coba ini, petugas KPPT

membimbing masyarakat dan menerangkan langkah-langkah yang harus

dilakukan dalam menggunakan alat teknologi informasi tersebut. Pada saat

dilakukan uji coba masih banyak masyarakat yang bingung dalam

menggunakan alat tersebut juga ketika harus mengisi formulir pengajuan

perijinannya. Hal ini berarti masyarakat masih memerlukan pengetahuan

dan pemahaman tentang alur prosedur pengurusan perijinan di KPPT Kota

Surakarta. KPPT Kota Surakarta perlu untuk terus melakukan sosialisasi

tentang hal ini supaya masyarakat semakin mengerti dan memahami alur

prosedur pengurusan perijinan.

Percobaan dalam penggunaan alat dapat dilakukan oleh masyarakat

yang datang langsung ke KPPT dan dipandu langsung oleh petugas

sehingga bila terjadi kesalahan dapat langsung ditangani oleh petugas.

Terdapat beberapa masyarakat yang mau mencoba menggunakan perangkat

teknologi yang disediakan meskipun juga masih banyak masyarakat yang

lebih menggunakan cara manual. Masyarakat yang mau mencoba

menggunakan perangkat teknologi ini karena mereka yakin bahwa

Page 178: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

percobaan ini akan dapat berhasil dan bila gagal mereka dapat mencobanya

lagi. Menurut penuturan informan yang pernah menggunakan perangkat

teknologi ketika melakukan pendaftaran perijinan, memang hasilnya lebih

cepat daripada jika menggunakan cara manual. Dengan menggunakan

perangkat teknologi, pendaftaran perijinan menjadi lebih cepat sehingga

lebih efisien dari segi waktunya.

(e) Dapat diamati (observability)

Dapat diamati adalah tingkat suatu inovasi dapat diamati oleh orang

lain. Beberapa inovasi tertentu mudah diamati dan dikomunikasikan kepada

orang lain dibandingkan beberapa inovasi lainnya. Semakin tinggi tingkat

suatu inovasi dapat diamati, maka semakin cepat proses adopsinya di dalam

masyarakat. Demikian pula, dalam hal penerapan sistem pelayanan perijinan

satu pintu di KPPT Kota Surakarta dapat diamati secara langsung oleh

masyarakat. Dalam pelaksanaannya, masyarakat dapat secara langsung

mengetahui alur prosedur pendaftaran perijinan, termasuk dalam

penggunaan perangkat teknologinya. Hal ini berlaku bagi seluruh elemen

masyarakat, jadi tidak hanya masyarakat yang berkepentingan saja yang

dapat mengamati penerapan sistem ini tetapi juga bagi seluruh masyarakat

lapisan masyarakat juga dapat mengamati pelaksanaan sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat tahu dan

melihat langsung pelaksanaan pendaftaran perijinan di KPPT Kota

Page 179: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

Surakarta sehingga masyarakat juga dapat melihat transparansi dalam

pelaksanaannya.

Perkembangan dari hasil pengamatan masyarakat inilah yang

kemudian dapat dijadikan sebagai perbandingan terhadap penyelenggaraan

permohonan perijinan sebelum diterapkannya sistem pelayanan perijinan

satu pintu. Sebelum diterapkannya sistem pelayanan satu pintu ini, banyak

masyarakat yang beranggapan bila mengurus perijinan akan melalui

birokrasi yang rumit, harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat

lainnya sehingga sangat tidak efektif dan efisien. Akan tetapi, setelah

adanya adopsi dalam penyelenggaraan perijinan maka masyarakat dapat

melihat dan mengetahui kebenaran informasi tentang pengajuan

permohonan perijinan yang lebih efektif dan efisien. Menurut pemaparan

dari beberapa informan bahwa setelah diterapkannya sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini, pengajuan permohonan perijinan menjadi lebih

mudah, cepat dan murah.

Berdasarkan kelima sifat inovasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

dalam proses penyebaran inovasi di bidang pelayanan perijinan dapat diterima

oleh masyarakat di Kota Surakarta, terutama bagi pelaku usaha. Hal ini

dikarenakan dengan diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu

tersebut masyarakat menjadi lebih efektif dan efisien ketika mengurus

permohonan perijinannya.

Page 180: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

163

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter

sesuai dengan tingkat keinovatifannya. Kelompok golongan masyarakat ini,

masing-masing mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:

e) Inovator

Walikota Surakarta sebagai inovator. Dalam menjalankan kebijakan yang

diberikan oleh Walikota, maka terdapat peraturan daerah yang menjadi

panduan bagi early adopter dalam menjalankan kewenangan dan

tugasnya sesuai dengan peraturan yang ada.

f) Early adopter

Early adopter adalah Kepala KPPT Kota Surakarta. KPPT mengurusi

persoalan administrasi pemohon perijinan dalam sehingga diperlukan

sebuah koordinasi antara KPPT dengan dinas yang terkait dengan teknis

dan administrasi perijinannya.

g) Majority

Majority adalah pihak-pihak yang mengadopsi suatu ide baru lebih awal

daripada kebanyakan anggota pada sistem sosial. Terdapat dua tingkatan

dalam majority yaitu early majority dan late majority, tetapi karena

inovasi ini tergolong baru dan masih sedikit masyarakat Surakarta yang

mengetahuinya maka majority digabung menjadi satu tingkatan. Yang

Page 181: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

termasuk dalam kategori majority adalah masyarakat sebagai pelaku

usaha.

h) Laggard

Yang termasuk dalam kategori ini adalah para makelar, makelar

mempunyai kepentingan terhadap proses perijinan adalah untuk

memberikan pelayanan jasa berupa pengurusan pelayanan perijinan

antara masyarakat dan Pemerintah Kota Surakarta dengan imbalan

tertentu sesuai yang sudah disepakati.

2. Proses penyebaran dan penerimaan ide di kalangan kelompok yang terlibat

dapat diketahui dari sifat inovasi penerapan sistem pelayanan satu pintu

pada KPPT Kota Surakarta. Adapun sifat inovasi tersebut adalah:

a. Keuntungan relatif (relative advantage)

Keuntungan relatif ini diperoleh dari manfaat yang diterima masyarakat

setelah diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu di KPPT

Kota Surakarta. Manfaat yang diperoleh oleh masyarakat yang

bersinggungan dengan kebutuhan layanan perijinan setelah

diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu diantaranya adalah

lebih mudah yang artinya pelayanan perijinan terdapat dalam satu pintu

tidak diperlukan harus mengurus ke banyak instansi seperti sistem yang

lama, lebih cepat dalam mengurus perijinan yaitu ada tolok ukur yang

jelas kapan perijinan jadi dan jauh lebih cepat dibandingkan sistem yang

lama, dan biaya yang dikeluarkan pasti dan terdapat perincian yang jelas.

Page 182: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

165

b. Kesesuaian (compatibility)

Penerapan sistem pelayanan satu pintu di KPPT Kota Surakarta

memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengajukan

permohonan perijinan. Dengan demikian, diterapkannya sistem

pelayanan satu pintu ini sudah sesuai dengan apa yang diinginkan dan

dibutuhkan oleh masyarakat yang bersinggungan dan membutuhkan

layanan perijinan tersebut.

c. Kerumitan (complexity)

Kerumitan suatu inovasi juga dapat dilihat dari penerimanya. Penerapan

sistem pelayanan perijinan satu pintu tidak menyulitkan bagi masyarakat

di Kota Surakarta tetapi justru memberikan kemudahan bagi masyarakat

sehingga masyarakat dapat menerima diterapkannya sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini.

d. Dapat dicoba (triability)

Penerapan pelayanan satu pintu pernah diujicobakan kepada masyarakat

terutama dalam hal cara menggunakan teknologi informasinya. Uji coba

ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dalam

menggunakan teknologi informasinya, karena saat ini untuk melakukan

pengajuan pengajuan permohonan perijinan dapat dilakukan secara

online lewat internet.

e. Dapat diamati (observability)

Penerapan sistem pelayanan perijinan satu pintu di KPPT Kota Surakarta

dapat diamati secara langsung oleh masyarakat yang membutuhkan dan

Page 183: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

166

bersinggungan dengan layanan perijinan tersebut. Dalam

pelaksanaannya, masyarakat dapat secara langsung mengetahui alur

prosedur pendaftaran perijinan, termasuk dalam penggunaan perangkat

teknologinya. Hal ini berlaku bagi seluruh elemen masyarakat, jadi tidak

hanya masyarakat yang berkepentingan saja yang dapat mengamati

penerapan sistem ini tetapi juga bagi seluruh masyarakat lapisan

masyarakat juga dapat mengamati pelaksanaan sistem pelayanan

perijinan satu pintu ini.

B. Saran

1. Difusi inovasi KPPT Kota Surakarta merupakan kebijakan baru di

lingkungan pemerintah daerah Surakarta untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat. Oleh karena itu, KPPT Kota Surakarta diharapkan

meningkatkan peranannya dengan cara lebih meningkatkan frekuensi

kegiatan sosialisasi dalam upaya penyebaran sistem pelayanan perijinan satu

pintu kepada masyarakat di Kota Surakarta khususnya bagi pelaku usaha

sehingga mereka dapat memperoleh informasi secara benar tentang

kemudahan dalam melakukan pengajuan permohonan perijinan serta alur

prosedur pengajuan perijinannya.

2. Difusi inovasi di KPPT Kota Surakarta dimaksudkan untuk mempermudah

proses perijinan bagi masyarakat. Oleh karena itu, KPPT Kota Surakarta

diharapkan lebih meningkatkan pelayanan dan rasa tanggung jawabnya

kepada masyarakat, terutama jika diminta bantuannya dalam membimbing

Page 184: digilib.uns.ac.id/Peny...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

167

masyarakat yang masih kurang mengerti dalam hal mengisi formulir

perijinan maupun ketika masyarakat meminta untuk diberikan penjelasan

mengenai tata cara pengajuan permohonan perijinan.

3. Proses penyebaran dan penerimaan kebijakan baru di bidang pelayanan

perijinan di lingkungan pemerintahan Kota Surakarta dilakukan dalam

bentuk sosialisasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat

diharapkan untuk mau mengikuti kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan

oleh pemerintah daerah, khususnya kegiatan sosialisasi tentang kebijakan

baru seperti diterapkannya sistem pelayanan perijinan satu pintu sehingga

ketika akan mengajukan permohonan perijinan untuk kegiatan usahanya,

masyarakat tidak mengalami kebingungan dan dapat langsung mengetahui

ke lokasi mana harus mengajukan permohonan perijinannya sekaligus

mengetahui alur prosedur perijinannya.