49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PERBEDAAN TINGKAT KEKENYANGAN ANTARA KONSUMSI TINGGI PROTEIN DAN KONSUMSI TINGGI KARBOHIDRAT PADA WANITA ARIYANI NOVITASARI G0008200 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

  • Upload
    others

  • View
    31

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERBEDAAN TINGKAT KEKENYANGAN ANTARA KONSUMSI TINGGI PROTEIN

DAN KONSUMSI TINGGI KARBOHIDRAT PADA WANITA

ARIYANI NOVITASARI

G0008200

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Perbedaan Tingkat Kekenyangan antara Konsumsi Tinggi Protein dengan Konsumsi Tinggi Karbohidrat pada Wanita Usia 18-23 Tahun

Ariyani Novitasari, NIM: G.0008200, tahun: 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Rabu, tanggal 18 Mei 2011

Pembimbing Utama Nama : Widardo, Drs., M.Sc ( ) NIP : 19631216 199003 1 002 Pembimbing Pendamping Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M.ClinEpid ( ) NIP : 19761225 200501 2 001 Penguji Utama Nama : Suhanantyo, drg., M.Si., Med ( ) NIP : 19510606 198601 1 001 Anggota Penguji Nama : Sumardiyono, S.KM., M.Kes ( ) NIP : 19650706 198803 1 002

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR NIP: 19660702 199802 2 001 NIP: 19510601 197903 1 002

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRAK

ARIYANI NOVITASARI, G0008200, 2011, Perbedaan Tingkat Kekenyangan antara Konsumsi Tinggi Protein dan Konsumsi Tinggi Karbohidrat pada Wanita Usia 18-23 Tahun. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat kekenyangan antara konsumsi tinggi protein dan konsumsi tinggi karbohidrat pada wanita usia 18-23 tahun. Metode Penelitian: Penelitian eksperimental murni. Penelitian dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK-UNS) Surakarta. Subjek Penelitian diambil secara purposive sampling. Kriteria inklusinya adalah wanita 18-23 tahun dengan body mass index (BMI) normal. Sedangkan kriteria eksklusi berupa tidak ada riwayat hiperfagia, anoreksia bulimia, diabetes, penyakit gastrointestinal dan alergi protein atau karbohidrat, sedang menstruasi, riwayat keluarga diabetes dan obesitas. Subjek penelitian berjumlah 48 orang dikelompokkan secara acak ke dalam dua kelompok perlakuan yaitu kelompok konsumsi tinggi protein (Kelompok TP) 24 orang dan kelompok konsumsi tinggi karbohidrat (Kelompok TK) 24 orang. Kelompok TP sarapan dengan asupan tinggi protein (47%; 70 g/hari) dan kelompok TK sarapan dengan asupan tinggi karbohidrat (47%; 130 g/hari). Data yang diukur berupa tingkat kekenyangan setiap 15 menit selama 3 jam, diukur menggunakan Visual Analogue Scale. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dengan SPSS 17.0 for Windows. Hasil Penelitian: Tidak terdapat perbedaan tingkat kekenyangan pada menit ke-15 hingga pada menit ke-165. Perbedaan yang signifikan dicapai pada menit ke-180 (p = 0,043) dimana tingkat kekenyangan kelompok TP (42,5 ± 13,4) lebih tinggi dibanding kelompok TK (33,8 ± 15,6). Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan tingkat kekenyangan yang bermakna (p = 0,043) antara kelompok konsumsi tinggi protein dan kelompok konsumsi tinggi karbohidrat setelah menit ke-180.

Kata kunci: protein, karbohidrat, tingkat kekenyangan

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT

ARIYANI NOVITASARI, G0008200, 2011, Satiety Level Difference between High Protein Consumption and High Carbohydrate Consumption in Women 18-23 years old. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: The aim of this study was to compare satiety level between high protein consumption and high carbohydrate consumption in women 18-23 years old. Methods: This was an experimental study, conducted at Faculty of Medicine Sebelas Maret University (FK UNS). Subjects were recruited with purposive sampling technique. Women 18-23 years old with normal body mass index (BMI) were included in the study. Subjects were excluded if presence or history of hyperphagia, anoreic bulimia, diabetes, gastrointestinal disease, allergic to protein or carbohydrate, in monthly period, and family’s history of diabetes and obesitas. Fourty eight subjects were randomly allocated to two groups, twenty four in high protein consumption group (TP group) and twenty four in high carbohydrate consumption (TK group). TP and TK groups were given high protein intake and high carbohydrate intake respectively at breakfast. Satiety level was rated every 15 minutes for 3 hours using visual analogue scale (VAS). Higher VAS score indicates higher satiety level. Data were analysed using independent sample t-test by SPSS 17 for Windows. Results: There were no significant satiety level differences between TP and TK group at minute 15 to minute 165. Satiety level was significantly different between TP group (42,5 ± 13,4) and TK group (33,8 ± 15,6) after 180 minutes (p = 0,043). Satiety level was significantly higher in the TP group than that in TK group after 180 minutes. Conclusion: Satiety level was significantly different between high protein consumption and high carbohydrate consumption after 180 minutes (p = 0,043).

Keywords: protein, carbohydrate, satiety level

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat

serius di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatkan morbiditas dan

mortalitas (Flegal et al., 2000). Obesitas meningkat di berbagai negara, tidak

tergantung pada jenis kelamin, usia, ras, dan tingkat pendidikan. Prevalensi

obesitas berbeda-beda di setiap negara, mulai dari 7% di Perancis sampai

32,8% di Brazil, di Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12% pada tahun

1991 menjadi 17,8% pada tahun 1998 (Ma et al., 2003). Saat ini diperkirakan

jumlah orang di seluruh dunia dengan indeks massa tubuh (IMT) 30 kg/m2

melebihi 250 juta orang yaitu sekitar 7% dari populasi orang dewasa di dunia.

Di Indonesia, prevalensi obesitas di Jakarta utara pada tahun 1982 sebesar

4,2%, sepuluh tahun kemudian menjadi 17,1%. Sedangkan prevalensi obesitas

di Depok pada tahun 2001 sekitar 48,6%, tahun 2002 sekitar 45%, dan tahun

2003 sekitar 44% (Waspadji et al., 2003).

Berbagai cara untuk mengatasi atau mengendalikan obesitas terus

dikembangkan. Hal ini dirasa perlu mengingat akibat yang ditimbulkan oleh

obesitas sangat beragam, mulai dari berkurangnya kegesitan gerak badan

hingga menimbulkan kelelahan (Sihadi, 2000), meningkatnya beban kerja

organ tubuh sehingga menimbulkan berbagai gangguan kesehatan

(Sediaoetama, 2000). Masalah kesehatan yang ditimbulkan obesitas

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

selanjutnya dapat memacu kelainan kardiovaskuler, ginjal, metabolik,

prototombik, dan respon inflamasi (Grundy, 2006). Oleh karena itu, obesitas

menjadi salah satu penyebab meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat

penyakit jantung dan metabolik (Jones et al., 2008).

Salah satu cara sederhana untuk mengatasi obesitas dan mengendalikan

berat badan adalah mengatur banyaknya asupan makanan. Dalam piramida

makanan persentase makronutrien dalam diet dinyatakan bahwa porsi makan

yang benar adalah mengandung lebih dari 50% karbohidrat karena karbohidrat

berfungsi sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Adapun proporsi

kandungan protein yang dianjurkan hanya sekitar 15-20% saja karena protein

lebih berperan sebagai regenerasi sel dan sumber energi cadangan setelah

karbohidrat. Mengingat kesamaan fungsi karbohidrat dan protein sebagai

sumber energi, maka dimungkinkan keduanya memberikan efek

mengenyangkan.

Rasa kenyang berpengaruh terhadap banyaknya asupan makanan pada

setiap individu. Apabila asupan makanan jangka panjang melebihi relatif

kebutuhan kalori tubuh maka dapat menimbulkan obesitas. Pengaturan rasa

lapar dan kenyang yang baik dapat menurunkan risiko obesitas dan penyakit

metabolik terkait lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa peneliti tertarik untuk

mengetahui fungsi protein lebih dalam. Weigle et al. (2005) membuktikan

bahwa protein lebih mengenyangkan daripada karbohidrat dan lemak. Namun,

hal ini dibantah oleh Erdmann et al. (2006) yang membuktikan bahwa protein

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

tidak terbukti lebih mengenyangkan daripada karbohidrat. Sedangkan pada

tahun 2008, Jones et al melakukan penelitian yang membuktikan protein lebih

mengenyangkan daripada karbohidrat.

Berangkat dari perbedaan hasil para peneliti dan mengingat pentingnya

pengendalian rasa lapar dan kenyang untuk mencegah obesitas inilah maka

perlu dilakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat kekenyangan antara konsumsi tinggi

protein dan konsumsi tinggi karbohidrat pada wanita usia 18-23 tahun?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat kekenyangan

antara konsumsi tinggi protein dan konsumsi tinggi karbohidrat pada wanita

usia 18-23 tahun.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis

Memberi bukti ilmiah mengenai pengaruh konsumsi tinggi protein dan

konsumsi tinggi karbohidrat terhadap rasa kenyang.

2. Manfaat Aplikatif

a. Sebagai salah satu metode diet untuk obesitas dan diabetes militus.

b. Dapat memberikan informasi mengenai metode sederhana untuk

menilai rasa lapar dan kenyang.

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Protein dan Proses Pencernaannya

Kira-kira 75% bagian tubuh yang padat disusun oleh protein.

Protein ini meliputi protein struktural, enzim, nukleoprotein, protein

yang mengangkut oksigen, protein otot yang menimbulkan kontraksi

otot, dan banyak tipe lainnya yang melakukan fungsi intrasel dan

ekstrasel yang spesifik di seluruh tubuh (Rolfes et al., 2006). Menurut

Recommended Dietary Allowance (RDA) dalam satu hari tubuh

membutuhkan 46 gram protein (Whitney et al., 2007). Namun, untuk

mencukupi batas keamanan seseorang dengan aktivitas sedang dan

berat badan normal dibutuhkan 70 gram protein per hari (Shils et al.,

2006).

Unsur dasar penyusun protein adalah asam amino. Sepuluh jenis

asam amino yang dalam keadaan normal terdapat dalam protein hewani

dapat disintesis dalam sel, sedangkan sepuluh jenis lainnya tidak dapat

disintesis seluruhnya. Kelompok yang kedua ini disebut asam amino

esensial, sedangkan kelompok yang pertama adalah asam amino

nonesensial (Guyton, 2006).

Menurut Gropper et al. (2005), protein terbagi atas protein

lengkap dan tidak lengkap. Protein lengkap adalah makanan yang terdiri

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dari semua asam amino esensial pada proporsi yang tepat sehingga

protein ini dapat memenuhi kebutuhan tubuh, misalnya daging, susu,

keju, telur, dan kedelai. Sedangkan protein tidak lengkap adalah

makanan yang tidak memiliki satu atau beberapa asam amino esensial,

contohnya adalah kacang-kacangan dan protein nabati lainnya.

Pencernaan protein dimulai dari mulut secara mekanik.

Pencernaan secara kimiawi dimulai di lambung di mana HCl melepas

ikatan protein dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin.

Pepsin memecah protein menjadi pepton dan polipeptida yang lebih

sederhana (Rolfes et al., 2006). Di samping itu, protein mengaktivasi

hormon gastric inhibitory peptide sehingga proses pengosongan

lambung lebih lambat (Wal et al., 2005).

Pencernaan secara kimiawi berlanjut di usus halus di mana

polipeptida dipecah menjadi dipeptida, tripeptida, dan asam amino oleh

enzim-enzim pankreas dan protease intestinal. Selanjutnya enzim-enzim

di permukaan usus halus menghidrolisis peptida-peptida tersebut

menjadi asam amino yang dapat diabsorbsi (Rolfes et al., 2006). Protein

dicerna dan diabsorsi perlahan oleh usus halus akibat stimulasi

langsung maupun tidak langsung dari reseptor hormon usus yaitu

cholecystokinin (CCK) (Pupovac dan Anderson, 2002) dan glukagon

like peptide-1 (Peters et al., 2001; Aziz dan Anderson, 2003). Fouillet et

al. (2002) menambahkan bahwa asam amino yang dihasilkan akan

meningkat perlahan sehingga timbul kestabilan rasa kenyang dalam

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

waktu lama. Murray et al. (2003) mengungkapkan bahwa proses

pencernaan dan absorbsi protein ini biasanya berlangsung lebih dari 2-3

jam.

Setelah diserap dalam bentuk asam amino, protein akan

mengalami metabolisme dalam tubuh. Secara sederhana Rolfes et al.

(2006) menjelaskan protein akan mengalami perubahan (protein

turnover) di mana di dalam sel, protein akan dipecah dan dibentuk

kembali. Protein yang dipecah akan melepaskan asam amino yang akan

bergabung dengan asam amino lainnya dari hasil pencernaan

membentuk amino acid pool. Amino acid pool terdapat dalam sel dan

sirkulasi darah. Saat dibutuhkan, asam amino yang diperlukan dapat

diambil dari amino acid pool untuk membentuk protein tubuh dengan

senyawa yang mengandung nitrogen lalu dilepas nitrogennya untuk

digunakan sebagai energi. Proses pembentukan dan perombakan protein

ini berlangsung seimbang dalam keadaan normal dan pada individu

yang sehat menghasilkan proses yang disebut keseimbangan nitrogen

(nitrogen balance).

Asam amino dapat dibentuk kembali menjadi protein oleh tubuh.

Untuk asam amino non-esensial, keberadaannya tidak mutlak bagi

tubuh. Ketika tubuh kekurangan asam amino non-esensial, tubuh dapat

membentuk asam amino jenis ini melalui asam amino lainnya. Hal ini

berbeda dengan asam amino esensial di mana tubuh harus

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

mendapatkannya dari asupan makanan atau harus merombak protein

dalam tubuh (Rolfes et al., 2006).

Sel dapat menggunakan asam amino untuk membuat senyawa

lain, misalnya tyrosine yang digunakan untuk membuat neurotransmiter

(norepinefrin dan epinefrin) dan pigmen melanin; serta tryptophan yang

digunakan sebagai prekursor niasin dan serotonin (Rolfes et al., 2006).

Asam amino dapat digunakan pula untuk membentuk lemak

(ketika asupan melebihi kebutuhan) dan glukosa (ketika tubuh

kekurangan glukosa). Asam amino yang diperlukan untuk pembentukan

glukosa didapat dari perombakan protein tubuh. Oleh karena itu, pada

keadaan kekurangan glukosa dan lemak yang berkepanjangan seperti

saat kelaparan (starvation), tubuh akan semakin kurus akibat

perombakan protein dan lemak tubuh (Rolfes et al., 2006).

2. Karbohidrat dan Proses Pencernaannya

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh. RDA untuk

karbohidrat adalah 130 gr/ hari (Whitney et al., 2007; Shils et al.,

2006). Hasil ini berdasarkan jumlah glukosa yang dibutuhkan untuk

otak dan sistem saraf pusat tanpa memperoleh glukosa dari proses

glukoneogenesis (Shils et al., 2006). Karbohidrat yang terdapat dalam

makanan sebagian besar merupakan polimer heksosa, di antaranya yang

paling penting adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Karbohidrat

terbagi atas monosakarida, disakarida dan polisakarida (Almatsier,

2002).

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana (simple

sugar) karena tidak bisa lagi dihidrolisis. Monosakarida larut di dalam

air dan rasanya manis, sehingga secara umum disebut juga gula.

Monosakarida dibagi menjadi glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa

sering disebut pula sebagai gula anggur ataupun dekstrosa. Glukosa

banyak dijumpai di alam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran,

madu, sirup jagung dan tetes tebu. Di dalam tubuh glukosa didapat dari

hasil akhir pencernaan amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa. Glukosa

dijumpai di dalam aliran darah (disebut kadar gula darah) dan berfungsi

sebagai penyedia energi bagi seluruh sel-sel dan jaringan tubuh.

Fruktosa disebut juga gula buah ataupun levulosa. Fruktosa merupakan

jenis sakarida yang paling manis, banyak dijumpai pada mahkota

bunga, madu dan hasil hidrolisis dari gula tebu. Di dalam tubuh

fruktosa didapat dari hasil pemecahan sukrosa. Galaktosa tidak

dijumpai dalam bentuk bebas di alam, galaktosa yang ada di dalam

tubuh merupakan hasil hidrolisis dari laktosa (Almatsier, 2002).

Disakarida merupakan gabungan antara 2 monosakarida. Pada

bahan makanan dikenal 3 jenis disakarida yaitu sukrosa, maltosa dan

laktosa. Disakarida adalah gula yang dipergunakan sehari-hari,

sehingga lebih sering disebut gula meja (table sugar), gula pasir atau

gula invert. Sukrosa mempunyai 2 molekul monosakarida yang terdiri

dari satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Contoh sukrosa

adalah tebu (100% mengandung sukrosa), gula nira (50%), jam, jelly.

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Maltosa mempunyai 2 molekul monosakarida yang terdiri dari dua

molekul glukosa. Di dalam tubuh maltosa didapat dari hasil pemecahan

amilum, lebih mudah dicerna dan rasanya lebih enak dan nikmat.

Laktosa mempunyai 2 molekul monosakarida yang terdiri dari satu

molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Laktosa kurang larut di

dalam air. Sumber laktosa hanya terdapat pada susu sehingga disebut

juga gula susu. Pada susu sapi kandungannya sekitar 4-5%, sedangkan

pada ASI sekitar 4-7 % (Almatsier, 2002).

Polisakarida merupakan senyawa karbohidrat kompleks, dapat

mengandung lebih dari 60.000 molekul monosakarida yang membentuk

rantai lurus ataupun bercabang. Polisakarida rasanya tawar (tidak

manis) tidak seperti monosakarida dan disakarida. Polisakarida terdiri

dari amilum, dekstrin, glikogen dan selulosa. Amilum merupakan

sumber energi utama bagi orang dewasa terutama di negara

berkembang. Sumber amilum antara lain umbi-umbian, serealia dan

biji-bijian yang mudah didapat untuk dikonsumsi. Jagung, beras dan

gandum mempunyai kandungan amilum lebih dari 70%, sedangkan

kacang-kacangan mengandung amilum sekitar 40%. Dekstrin

merupakan zat antara dalam pemecahan amilum dan molekulnya lebih

sederhana. Glikogen merupakan "pati hewani". Glikogen terdapat pada

otot hewan, manusia dan ikan. Pada waktu hewan disembelih, terjadi

kekejangan (rigor mortis) dimana glikogen selanjutnya dipecah menjadi

asam laktat selama post mortum. Glikogen disimpan di dalam hati dan

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

otot sebagai cadangan energi, yang sewaktu-waktu dapat diubah

kembali menjadi glukosa bila dibutuhkan. Glikogen banyak terdapat

pada kecambah, serealia, susu, dan sirup jagung (26%). Hampir 50%

karbohidrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan adalah selulosa yang

merupakan bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan.

Selulosa tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia karena tidak ada enzim

untuk memecahnya. Meskipun tidak dapat dicerna, selulosa berfungsi

sebagai sumber serat yang dapat memperbesar volume dari feses,

sehingga akan memperlancar defekasi (Almatsier, 2002).

Pencernaan karbohidrat sudah dimulai sejak makanan masuk ke

dalam mulut. Makanan dikunyah agar dipecah menjadi bagian-bagian

kecil, sehingga jumlah permukaan makanan lebih luas untuk

mengadakan kontak dengan enzim-enzim pencernaan. Di dalam mulut,

makanan bercampur dengan air ludah yang mengandung enzim amilase

(ptyalin). Enzim amilase bekerja memecah karbohidrat rantai panjang

seperti amilum menjadi molekul yang lebih sederhana. Hanya sebagian

kecil amilum yang dapat dicerna di dalam mulut, karena makanan

hanya sebentar saja berada di dalam rongga mulut. Selanjutnya dengan

proses mekanik, makanan ditelan melalui kerongkongan dan akan

didorong memasuki lambung. Proses pemecahan amilum diteruskan di

dalam lambung selama makanan belum bereaksi dengan asam lambung.

Di usus halus, maltosa, sukrosa dan laktosa yang berasal dari makanan

maupun dari hasil penguraian karbohidrat kompleks akan diubah

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

menjadi monosakarida dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat di

usus halus seperti maltase, laktase, sukrase (Almatsier, 2002).

Semua jenis karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida dan

proses penyerapannya terjadi di usus halus. Glukosa dan galaktosa

memasuki aliran darah dengan jalan transpor aktif, sedangkan fruktosa

dengan jalan difusi. Setelah melalui dinding usus halus, glukosa akan

menuju ke hepar melalui vena portae. Sebagian karbohidrat ini diikat di

dalam hati dan disimpan sebagai glikogen sehingga kadar gula darah

dapat dipertahankan dalam batas-batas normal (80-120 mg%).

Karbohidrat yang terdapat dalam darah praktis dalam bentuk glukosa

karena fruktosa dan galaktosa akan diubah terlebih dahulu sebelum

memasuki pembuluh darah. Apabila jumlah karbohidrat yang dimakan

melebihi kebutuhan tubuh, dua pertiganya akan disimpan di dalam otot

dan selebihnya di dalam hati sebagai glikogen. Kapasitas pembentukan

glikogen ini sangat terbatas maksimum 350 gram. Jika penimbunan

dalam bentuk glikogen ini telah mencapai batasnya, kelebihan

karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan di jaringan

lemak. Bila tubuh memerlukan kembali energi tersebut, simpanan

glikogen akan dipergunakan terlebih dahulu, disusul oleh mobilisasi

lemak (Almatsier, 2002).

3. Pusat Rasa Kenyang dan Lapar

Pengaturan rasa lapar dan kenyang diatur oleh hipotalamus dan

hormon (Wardlaw dan Smith, 2005). Nukleus lateral hipotalamus

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

berfungsi sebagai pusat lapar, perangsangan area ini menyebabkan

hewan makan dengan rakus, sebaliknya pengrusakan hipotalamus

lateral menyebabkan hilangnya nafsu makan, pengurusan dan

pelemahan tubuh yang progresif yaitu suatu keadaan yang ditandai

dengan penurunan berat badan yang nyata, kelemahan otot dan

penurunan metabolisme. Pusat makan ini beroperasi dengan

membangkitkan dorongan motorik untuk mencari makan (Guyton,

2006).

Nukleus ventromedial hipotalamus berperan sebagai pusat

kenyang. Pusat ini dipercaya memberikan sensasi kepuasan makanan

yang menghambat pusat lapar. Rangsangan listrik pada bagian ini dapat

menimbulkan rasa kenyang yang penuh, bahkan dengan adanya

makanan yang menggiurkan binatang menolak untuk makan (afagia).

Sebaliknya destruksi nukleus ventromedial menyebabkan hewan makan

terus menerus. Nukleus paraventrikuler mengatur proses makan,

nukleus dorsomedial mengatur perilaku makan dan nukleus arkuata

pengatur pelepasan hormon. Terdapat dua jenis neuron di nukleus

arkuatus yang sangat penting dalam pengaturan nafsu makan dan

pengeluaran energi. Yang pertama adalah neuron propiomelanocortin

(POMC) yang memproduksi α-melanocyte stimulating hormon (α-

MSH) dan cocaine and amphetamine transcryptase (CART) yang akan

mengurangi asupan makanan dan meningkatkan pengeluaran energi.

Yang kedua adalah neuron yang memproduksi zat oreksigenik

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

neuropeptida Y (NPY) dan Agouti-related protein (AGRP). Neuron

NPY-AGRP akan meningkatkan asupan makan dan mengurangi

pengeluaran energi (Guyton, 2006).

Pengaturan rasa kenyang dan lapar dijelaskan secara singkat pada

Teori Glukostatik yang menyatakan bahwa rasa kenyang timbul karena

sinyal yang ditimbulkan oleh peningkatan pemasukan glukosa pada saat

makan sebaliknya setelah penyerapan makan selesai terjadi penurunan

glukosa sehingga membangkitkan rasa lapar (Guyton, 2006). Selain itu,

dipostulasikan juga bahwa glukosa mempengaruhi pusat rasa kenyang

di nukleus ventromedial sehingga bila glukosa dalam sel-sel itu rendah

maka akan timbul rasa lapar (Ganong, 2008).

Menurut Guyton (2006), mekanisme pengaturan rasa kenyang

adalah segera setelah menyantap makanan yang tinggi karbohidrat,

glukosa yang terabsorbsi ke dalam darah menyebabkan sekresi insulin

dengan cepat. Insulin selanjutnya menyebabkan ambilan, penyimpanan

dan penggunaan glukosa yang cepat oleh hampir semua jaringan tubuh.

Di saat yang bersamaan terjadi aktivasi neuron POMC yang

memproduksi α-MSH dan CART yang akan mengurangi asupan

makanan atau mengurangi nafsu makan. Namun segera setelah itu

terjadi penghentian sekresi insulin dan terjadilah hal yang sebaliknya

yaitu mulai timbulnya rasa lapar. Almatsier (2002) dan Marks et al.

(2000) menyatakan bahwa proses naiknya kadar glukosa darah setelah

makan adalah sekitar 30 menit, lalu secara perlahan kembali ke kadar

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

glukosa puasa setelah 90-150 menit. Sherwood (2001) menjelaskan

bahwa pada orang gemuk pusat hipotalamus yang menentukan rasa

kenyang dipatok pada angka yang lebih tinggi. Maksudnya, orang

gemuk yang mengonsumsi tiga porsi makan angka rasio kepuasannya

sembilan, sedangkan orang kurus yang mengonsumsi satu porsi makan

angka rasio kepuasannya juga sembilan. Akibatnya, orang gemuk

cenderung makan lebih banyak terutama karbohidrat yang

menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dengan tajam, lalu

menurun dengan tajam segera setelah makan karena aktivitas insulin

yang sensitif terhadap kenaikan kadar gula darah. Dengan demikian,

semakin cepat kadar glukosa naik, semakin cepat sekresi insulin.

Semakin cepat sekresi insulin, semakin cepat turunnya kadar glukosa

darah. Semakin cepat turunnya kadar glukosa darah, semakin cepat

timbul rasa lapar.

Adapun pengaruh protein terhadap pengaturan rasa kenyang di

mediasi oleh hormon leptin. Guyton (2006) menyatakan bahwa seperti

halnya karbohidrat, segera setelah menyantap makanan yang tinggi

protein, asam amino yang terabsorbsi ke dalam darah menyebabkan

sekresi leptin. Porte et al. (2002) menjelaskan bahwa hormon leptin

adalah hormon yang disintesis oleh sel-sel lemak sebagai salah satu

penghantar sinyal ke otak untuk kontrol makanan. Leptin mengaktivasi

neuron POMC yang memproduksi α-MSH dan CART yang akan

mengurangi asupan makanan atau mengurangi nafsu makan. Pada saat

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

yang sama, leptin akan menghambat kelompok oreksigenik yang akan

melepaskan neuropeptida yaitu NPY dan AGRP yang berfungsi untuk

meningkatkan nafsu makan. Weigle et al. (2005) menambahkan bahwa

konsumsi tinggi protein selain meningkatkan kadar leptin juga

meningkatkan sedikit kadar insulin yang juga berperan dalam

pengaturan pusat kenyang. Hal ini dibuktikan dengan pemberian asam

amino tanpa pemberian glukosa dapat menyebab peningkatan insulin

sedikit saja. Efek ini terutama dihasilkan oleh arginin dan lisin.

Simpulannya, antara leptin dan insulin bekerja sama untuk

menimbulkan rasa kenyang tanpa meningkatkan glukosa darah.

4. Visual Analogue Scale

Visual Analogue Scale (VAS) adalah instrumen untuk mengukur

karakteristik atau sikap yang sulit diukur secara tepat, misalnya untuk

mengetahui kualitas rasa sakit yang dirasakan pasien (Wewers dan

Lewe, 1990; Crichton, 2001).

Ada banyak cara untuk mempresentasikan VAS, misalnya dengan

garis vertikal, horizontal atau garis dengan tambahan deskripsi. Pada

umumnya VAS biasanya memakai garis horizontal dengan panjang 100

mm. Titik nol di ujung kiri mendeskripsikan “tidak terasa”, sedangkan

ujung pangkal menyatakan “sangat terasa”. Skornya ditunjukkan

dengan mengukur berapa milimeter dari kiri tanda yang diberikan

pasien (Wewers dan Lewe, 1990; Crichton, 2001).

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Alat ini sangat tinggi subyektivitas, skala ini bernilai jika

digunakan untuk menilai perubahan dalam masing-masing individu

(Wewers dan Lewe, 1990; Crichton, 2001).

VAS juga dapat diandalkan dan dipercaya untuk penelitian

tentang nafsu makan. VAS dengan panjang 100 mm digunakan untuk

menilai rasa lapar, rasa kenyang, dan hasrat untuk memakan suatu

makanan yang manis, asin, atau lezat. VAS untuk menilai rasa lapar dan

kenyang harus diberi tambahan deskripsi (Flint et al., 2000). Adapun

deskripsi tersebut menurut Bailey dan Bishop (2009), kriteria rasa

kenyang dan lapar tersusun dalam 10 kriteria, yaitu:

1. Starving (0-10)

Ditandai dengan kelelahan fisik seperti pusing, lemas atau nyeri

lambung.

2. Extremely hungry (11-20)

Ditandai dengan berkurangnya daya konsentrasi dan lekas

marah.

3. Very hungry (21-30)

Ditandai dengan dorongan untuk makan yang sangat kuat dan

peristaltik usus meningkat.

4. Hungry (31-40)

Pada posisi ini tubuh sedikit lapar ditandai dengan tubuh mulai

memberikan sinyal rasa lapar dan mulai berpikir tentang

makanan.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

5. Neutral (41-50)

Pada skala ini tubuh tidak merasa lapar tetapi juga tidak merasa

kenyang dan tubuh memiliki cukup tenaga untuk bergerak.

6. Comfortable (51-60)

Tubuh merasa cukup kenyang.

7. Full (61-70)

Tubuh merasa lebih dari cukup kenyang dan merasa telah makan

berlebihan.

8. Uncomfortably full (71-80)

Ditandai dengan perut terasa sakit karena kekenyangan.

9. Very uncomfortably full (81-90)

Ditandai dengan rasa mual dan sangat tidak nyaman sehingga

ingin mengendurkan ikat pinggang.

10. Stuffed (91-100)

Tubuh merasa sangat kenyang sampai tidak dapat bergerak.

Dalam pengisian VAS, subyek tidak diperbolehkan berdiskusi,

membandingkan skor antara satu dengan yang lain dan melihat kembali

hasil VAS yang telah diisi sebelumnya (Flint et al., 2000).

Rasa lapar, rasa kenyang atau nafsu makan dapat dinilai dengan

VAS tiap 15 menit dalam 2 jam (Holt et al., 2007), sebelum dan

sesudah makan (Lejune et al., 2006), setelah 1,5 jam mengkonsumsi

makanan (Martin et al., 2007) atau tiap jam sesudah makan sampai

batas waktu yang ditentukan peneliti (Johnstone et al., 2008).

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

B. Kerangka Pemikiran

Hormon leptin

Tingkat kekenyangan

Pencernaan dan pengosongan lambung lambat

Absorbsi lambat

Produksi α-MSH dan CART

Neuron POMC

Hormon Insulin

Lambung

hormon gastric inhibitory peptide levels

Usus halus

hormon CCK dan Glukagon like peptide-1.

Arginin dan lisin

Hormon insulin

Asam amino lain

Glukosa

Kadar glukosa meningkat

Protein Karbohidrat

Pemberian Makanan

Nukleus arkuatus

Mulut

Enzim amilase

Maltosa, Sukrosa, Laktosa

Enzim maltase, sukrase, laktase

Glukosa, fruktosa, galaktosa

Perasaan sedih dan takut Menurunkan motilitas lambung Perasaan marah dan agresi Meningkatkan motilitas lambung

: Meningkatkan : Menurunkan : Tidak mempengaruhi

: Variabel yang diteliti

Gambar 1. Kerangka Pikir

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan tingkat kekenyangan antara konsumsi tinggi protein

dengan konsumsi tinggi karbohidrat pada wanita usia 18-23 tahun.

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni yang menerapkan

prosedur randomisasi dalam proses pengelompokan subyek (Notoatmodjo,

2002).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedoktean UNS dimulai pukul

07.00-11.00 WIB. Kelompok konsumsi tinggi protein pada hari Jum’at 25

Februari 2011, Sabtu, 5 Maret 2011 dan Sabtu, 12 Maret 2011. Sedangkan

kelompok konsumsi tinggi karbohidrat pada hari Sabtu, 26 Februari 2011,

Minggu, 6 Maret 2011, dan Minggu, 13 Maret 2011.

C. Subyek Penelitian

1. Kriteria Inklusi :

a. Wanita

b. Usia 18-23 tahun

c. BMI (Body Mass Index) normal

2. Kriteria eksklusi :

a. Hiperfagia

b. Anoreksia bulimia

c. Menderita diabetes

d. Alergi protein atau karbohidrat

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

e. Menderita penyakit gastrointestinal

f. Sedang menstruasi

g. Riwayat keluarga obesitas dan diabetes

h. Sedang menjalani program penurunan berat badan

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Konsumsi makanan

2. Variabel terikat : Tingkat kekenyangan

3. Variabel perancu :

a. Terkendali

1) BMI

2) Asupan makanan lain

3) Usia

4) Jenis kelamin

5) Aktivitas fisik

b. Tidak terkendali

Emosi

E. Besar Sampel

Penentuan besar sampel menggunakan rule of thumb, yaitu setiap

penelitian yang datanya dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat

membutuhkan sampel minimal 30 subyek penelitian (Murti, 2010).

Pada penelitian ini didapatkan 48 subyek penelitian yaitu 24 subyek pada

kelompok konsumsi tinggi protein dan 24 subyek lain pada kelompok

konsumsi tinggi karbohidrat.

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

F. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah purposive sampling

yaitu pemilihan subyek berdasarkan sifat tertentu yang berkaitan dengan

karakteristik populasi (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini, pemilihan

subyek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah disebutkan

sebelumnya. Pembagian kelompok dilakukan secara random dengan undian.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas : Konsumsi makanan

Konsumsi makanan adalah pemberian makanan tinggi protein

(47%; 70 gr/hari) dan pemberian makanan tinggi karbohidrat (47%; 130

gr/hari) pada dua kelompok yang berbeda. Konsumsi makanan tinggi

protein diberikan dalam susunan menu yang terdiri dari daging dada

ayam (broiler) goreng tanpa tulang 84 gr, telur ayam goreng 1 buah, dan

air mineral 240 ml. Sedangkan konsumsi makanan tinggi karbohidrat

diberikan dalam menu yang terdiri dari kentang rebus tanpa kulit 120 gr,

mayonaise 1 sendok makan, waffle crunchox 11 gr 2 buah, madu 7 ml,

dan Teh 250 ml.

Kandungan gizi dari masing-masing menu dirangkum dalam Tabel 1

berikut ini:

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Tabel 1. Kandungan gizi konsumsi makanan

Kelompok Menu P KH S L

TP

Daging dada ayam (broiler)

goreng tanpa tulang 84 gr

27 1 <1 8

Telur ayam goreng 6 <1 0 7

Air mineral 240 ml 0 0 0 0

Total 33 <2 <1 15

TK

Kentang rebus tanpa kulit 120 gr 1 16 1 <1

Mayonaise 1 sendok makan <1 1 0 11

Waffle crunchox 11 gr 2 buah 2 16 0 4

Madu 7 ml 0 8 0 0

Teh 250 ml 0 21 0 0

Total <4 62 1 <16

Keterangan:

TP : Tinggi protein

TK : Tinggi karbohidrat

P : Protein (gr)

KH : Karbohidrat (gr)

S : Serat (gr)

L : Lemak (gr)

Skala pengukuran variabel konsumsi makanan adalah nominal.

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Hasil pengukuran adalah “kelompok tinggi protein” dan “kelompok tinggi

karbohidrat”.

2. Variabel terikat : Tingkat kekenyangan

Tingkat kekenyangan adalah derajat rasa kenyang yang dirasakan

oleh setiap subyek penelitian. Tingkat kekenyangan diukur dengan VAS

(Lampiran 2). Hasil pengukuran dalam satuan milimeter. Skala

pengukuran yang digunakan adalah rasio. Tingkat kekenyangan diukur

tiap 15 menit selama 3 jam setelah konsumsi makanan. Setiap subyek

penelitian diberi secarik kertas berisi VAS. Lalu subyek penelitian

menandai di mana posisi rasa kenyangnya. Setelah itu diukur berapa

milimeter posisi tanda yang diberikan pada skor VAS.

3. Variabel Perancu

a. Terkendali

1) BMI

BMI dikendalikan dengan memilih subyek penelitian yang

mempunyai BMI normal yaitu 18,5-24,9.

2) Asupan makanan lain

Asupan makanan sangat berpengaruh dalam pembentukan

energi (Guyton, 2006), sehingga dapat menimbulkan kerancuan hasil

penelitian. Oleh karena itu subyek penelitian diinstruksikan agar tidak

mengkonsumsi makanan lain sebelum dan selama penelitian.

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

3) Usia

Usia merupakan salah satu faktor penentu Basal Metabolic

Rate (BMR). BMR mempengaruhi penggunaan energi yang dihasilkan

oleh asupan makanan. BMR meningkat pada masa kanak-kanak dan

menurun pada masa tua (Marks et al., 2000). Oleh karena itu subyek

penelitian dipilih individu dewasa dengan rentang usia 18-23 tahun.

4) Jenis kelamin

Selain usia, jenis kelamin pun mempengaruhi BMR seseorang.

Menurut Marks et al. (2000), BMR pria lebih besar daripada BMR

wanita sehingga dalam penelitian ini peneliti memilih wanita sebagai

subyek penelitian.

5) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik mempengaruhi penggunaan energi yang

dihasilkan oleh asupan makanan yang diberikan (Guyton, 2006).

Untuk mengendalikannya peneliti menginstruksikan agar subyek tidak

melakukan aktivitas yang menguras energi sebelum dan selama

penelitian. Selama penelitian, subyek diawasi agar mempunyai

aktivitas yang sama hingga waktu penelitian berakhir yaitu dengan

menonton film bersama.

b. Tidak terkendali

Emosi

Emosi mempengaruhi motilitas lambung. Efek emosi terhadap

motilitas lambung bervariasi pada masing-masing individu dan tidak

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dapat selalu diperkirakan. Kesedihan dan rasa takut umumnya cenderung

menurunkan motilitas lambung sehingga mempertahankan rasa kenyang

sedangkan rasa marah dan agresi cenderung meningkatkan motilitas

lambung sehingga merangsang rasa lapar (Sherwood, 2001). Meskipun

penelitian akan dilakukan pada saat tidak ada ujian, namun emosi

masing-masing subyek tidak dapat dikendalikan.

H. Instrument dan Bahan Penelitian

1. Alat :

a. Timbangan berdiri merk OneMed dengan ketelitian 0,1 kg untuk

mengukur berat badan.

b. Microtoise antropometer dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur

tinggi badan.

c. Kuesioner untuk mengetahui karakteristik subyek penelitian.

d. Selembar kertas berisi VAS berupa garis sepanjang 100 mm untuk

mengetahui karakteristik subyek penelitian.

2. Bahan

1) Menu tinggi protein terdiri dari:

Daging dada ayam (broiler) goreng tanpa tulang 84 gr

Telur ayam goreng 1 buah

Air mineral 240 ml

2) Menu tinggi karbohidrat terdiri dari:

Kentang rebus tanpa kulit 120 gr

Mayonaise 1 sendok makan

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Waffle crunchox11 gr 2 buah

Madu 7 ml

Teh 250 ml

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

I. Rancangan Penelitian

Gambar 2. Rancangan Penelitian

Subyek Penelitian 48 orang

Kelompok TK (24 orang) :

Pemberian asupan tinggi karbohidrat

Kelompok TP (24 orang) :

Pemberian asupan tinggi protein

Pengumpulan data

Pembagian kelompok dengan teknik randomisasi

Setiap subyek

mengisikan lembar VAS

Setiap 15 menit selama 3 jam Setelah 3 jam

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

J. Prosedur Kerja

1. Pemilihan subyek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengukuran tinggi badan

Tinggi badan diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1cm,

dengan prosedur sebagai berikut (Supariasa et al., 2002):

1) Kalibrasi alat

2) Subyek berdiri tegak pada tempat rata dan tepat di bawah microtoise

tanpa alas kaki

3) Posisi kepala lurus ke depan

4) Tangan tergantung secara bebas pada ke dua sisi badan dengan arah

telapak tangan menghadap ke arah paha

5) Kedua tumit subyek berdekatan dan menyentuh dasar dari dinding

vertikal

6) Skapula menyentuh dinding vertikal

7) Subyek diperintahkan untuk menarik nafas dan menahannya

8) Peneliti menggerakkan microtoise dari atas sampai pada vertek

9) Mencatat hasil pengukuran

b. Pengukuran berat badan

Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berdiri merk OneMed

dengan ketelitian 0,1 cm, dengan prosedur sebagai berikut (Supariasa et

al., 2002):

1) Kalibrasi alat

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Subyek menggunakan pakaian semin

tanpa sepatu dan meletakkan barang

3) Subyek berdiri di

lurus ke depan

4) Kedua tangan tergantung bebas di

5) Mencatat hasil

c. Penghitungan BMI

BMI dihitung dengan rumus

Tabel 2. Klasifikasi individu berdasarkan BMI

BMI

<18,5

18,5 – 24,9

25,0 – 29,9

30,0 – 34,9

35,0 – 39,9

>40,0

d. Pengisian kuesioner

Pemberian kuesioner untuk mengetahui

Cara:

Subyek menggunakan pakaian seminimal mungkin tanpa alas kaki

tanpa sepatu dan meletakkan barang-barang yang dibawa

Subyek berdiri di atas timbangan dengan posisi tegak dan pandangan

depan

Kedua tangan tergantung bebas di samping badan

Mencatat hasil

itung dengan rumus (Whitney et al., 2007) =

. Klasifikasi individu berdasarkan BMI (Whitney et al., 2007)

Keterangan

Underweight

Normal

Overweight

Obesitas tingkat I

Obesitas tingkat II

Obesitas tingkat III

Pengisian kuesioner

oner untuk mengetahui karakteristik subyek penelitian.

30

mungkin tanpa alas kaki

atas timbangan dengan posisi tegak dan pandangan

., 2007)

subyek penelitian.

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

1) Membagikan lembar kuesioner (Lampiran 1) kepada setiap subyek

penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi

2) Pengisian kuesioner oleh subyek

3) Pengumpulan kuesioner

2. Subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria yang berjumlah 48 orang

dibagi 2 kelompok secara random masing-masing kelompok 24 orang.

3. Perlakuan

Kelompok TP : Subyek diberikan asupan tinggi protein berupa:

Daging dada ayam (broiler) goreng tanpa tulang 84 gr

Telur ayam goreng 1 buah

Air mineral 240 ml

Kelompok TK: Subyek diberikan asupan tinggi karbohidrat berupa:

Kentang rebus tanpa kulit 240 gr

Mayonaise 1 sendok makan

Waffle crunchox 11 gr 2 buah

Madu 7 ml

Teh 250 ml

4. Setiap 15 menit selama 3 jam setiap subyek mengisikan lembar VAS

(Lampiran 2)

5. Analisis hasil

K. Uji Statistik

Data yang diperoleh ditabulasi dalam bentuk tabel dan grafik. Uji

normalitas terhadap skor VAS dilakukan dengan uji Shapiro Wilk. Uji t tidak

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

berpasangan dipakai untuk mengetahui perbedaan tingkat kekenyangan antara

konsumsi tinggi protein dan konsumsi tinggi karbohidrat. Tingkat signifikansi

yang dipakai adalah p < 0,05. Apabila data tidak terdistribusi normal maka

dilakukan uji Mann Whitney. Data dianalisis menggunakan program komputer

Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0.

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Subyek Penelitian

Pada penelitian ini jumlah subyek penelitian adalah 48 orang yang

sesuai dengan kriteria restriksi yaitu wanita usia 18-23 tahun, BMI normal,

pola makan 3x sehari (pukul 07.00, pukul 12.00 dan pukul 18.00) dengan

asupan berupa nasi, sayur dan lauk-pauk, tidak terbiasa puasa, tidak

terbiasa menyantap kudapan (ngemil), tidak sedang sakit terutama

penyakit gastrointestinal, tidak sedang menstruasi, tidak alergi terhadap

protein atau karbohidrat, memiliki kepercayaan diri mengenai bentuk

tubuhnya, tidak sedang menjalankan program penurunan berat badan,

tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM atau obesitas.

Rerata BMI pada subyek kelompok konsumsi tinggi protein sebesar

20,5 ± 1,5 dan kelompok konsumsi tinggi karbohidrat sebesar 20,1 ± 1,6.

Sedangkan rerata umur antara kedua kelompok sama yaitu 20 tahun.

B. Hasil Penelitian

Perbandingan hasil tingkat kekenyangan tiap 15 menit selama 3

jam dengan skor VAS disajikan dalam Tabel 3.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Tabel 3. Hasil Analisis Tingkat Kekenyangan (skor VAS)

Waktu (menit)

Rerata tingkat kekenyangan ± SB

Kelompok TP Kelompok TK

15 64,6 ± 8,7 70,3 ± 14,4

30 62,9 ± 7,7 64,5 ±10,5

45 60,8 ± 7,6 59,5 ± 11,1

60 56,9 ± 8,0 56,9 ±10,2

75 54,4 ± 9,4 53,2 ± 10,9

90 52,0 ± 9,9 50,5 ± 10,9

105 50,6 ± 10,3 48,0 ± 12,0

120 49,1 ± 11,0 44,9 ± 12,6

135 47,6 ± 11,7 42,7 ± 12,4

150 45,6 ± 11,5 40,6 ± 13,4

165 44,5 ± 11,5 37,5 ± 15,0

180 42,5 ±13,4 33,8 ± 15,6

Keterangan

SB : Simpangan Baku

TP : Tinggi Protein

TK : Tinggi Karbohidrat

Perbandingan tingkat kekenyangan antara kelompok TP dan TK

dituangkan secara visual pada gambar 3.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Gambar 3. Grafik Rerata Tingkat Kekenyangan

Tabel 3 dan Gambar 3 menunjukkan rerata tingkat kekenyangan

tiap 15 menit pada masing-masing kelompok. Pada menit ke-15 sampai

menit ke-30 rata-rata tiap subyek kelompok TP dan TK berada dalam

keadaan full (skor VAS 61-70) dimana tubuh merasa lebih dari cukup

kenyang dan merasa makan berlebihan. Pada menit ke-45 sampai menit

ke-90 rata-rata tiap subyek kelompok TP merasa comfortable (51-60)

dimana tubuh merasa cukup kenyang. Sedangkan pada kelompok TK

comfortable hanya dialami pada menit ke-45 sampai menit ke-75.

Selanjutnya pada menit ke-105 sampai menit ke-180, rata-rata subyek

kelompok TP dalam keadaan neutral (41-50) dimana tubuh merasa tidak

0.005.00

10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.0050.0055.0060.0065.0070.0075.00

15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Rer

ata

ting

kat

keke

nyan

gan

(sko

r V

AS)

Waktu (menit)TPTK

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

lapar tetapi juga tidak merasa kenyang dan tubuh memiliki cukup tenaga

untuk bergerak. Sedangkan pada kelompok TK berada pada fase ini pada

menit ke-90 sampai menit ke 135 setelah itu rata-rata subyek telah merasa

hungry (31-40) dimana tubuh mulai memberikan sinyal rasa lapar dan

mulai berpikir tentang makanan.

C. Hasil Uji Normalitas

Untuk mengetahui data hasil penelitian memenuhi syarat uji

parametrik, maka terlebih dulu dilakukan uji normalitas data tingkat

kekenyangan (skor VAS) dengan Shapiro Wilk test.

Hasil uji normalitas disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Tingkat Kekenyangan

Waktu (menit) Nilai p

Kelompok TP Kelompok TK

15 0,358 0,158

30 0,753 0,547

45 0,617 0,785

60 0,563 0,319

75 0,643 0,547

90 0,404 0,571

105 0,639 0,580

120 0,431 0,088

135 0,244 0,083

150 0,144 0,205

165 0,090 0,202

180 0,324 0,206

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Berdasarkan hasil uji normalitas Shapiro Wilk didapatkan bahwa

tingkat kekenyangan (skor VAS) pada kelompok TP dan TK terdistribusi

normal (p > 0,05) di tiap titik waktu sehingga uji t tidak berpasangan

digunakan untuk menganalisis perbedaan tingkat kekenyangan pada kedua

kelompok.

D. Hasil Analisis Uji t Tidak Berpasangan

Hasil uji t tidak berpasangan disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.:

Tabel 5. Hasil Uji t Tidak Berpasangan

Waktu (menit)

Beda rerata VAS

IK 95% Nilai p Keterangan

15 -5,7 (-12,7;1,3) 0,105 TS

30 -1,6 (-6,9;3,8) 0,554 TS

45 1,2 (-4,3;6,7) 0,662 TS

60 -0,0 (-5,4;5,3) 0,987 TS

75 1,2 (-4,7;7,1) 0,684 TS

90 1,5 (-4,5;7,6) 0,610 TS

105 2,6 (-4,0;9,1) 0,427 TS

120 4,2 (-2,7;11,0) 0,227 TS

135 5,0 (-2,1;11,9) 0,164 TS

150 5,0 (-2,3;12,3) 0,172 TS

165 7,0 (-0,8;14,7) 0,078 TS

180 8,8 (0,3;17,2) 0,043 S

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Keterangan:

IK 95% : Interval Kepercayaan 95%

TS : Tidak Signifikan

S : Signifikan

Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kekenyangan antara kelompok TP

dan kelompok TK berbeda signifikan pada menit ke-180 (p = 0,043).

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

BAB V

PEMBAHASAN

Karakteristik subyek penelitian ini adalah memiliki pola makan 3x/hari

dengan jadwal makan pagi pukul 07.00, makan siang 12.00 dan makan malam

pukul 18.00 serta tidak terbiasa puasa atau konsumsi kudapan (ngemil). Hal ini

karena pola makan berpengaruh terhadap rasa kenyang dan lapar. Sherwood

(2001) menjelaskan pola makan seseorang berpengaruh terhadap rasio

kepuasannya dalam mengkonsumsi makanan. Pada orang yang terbiasa makan

tiga porsi dengan rasio kepuasan sembilan, akan merasa masih lapar apabila hanya

mengkonsumsi satu porsi makan saja. Selain itu pola makan juga menunjukkan

apakah subyek penelitian mengalami hiperfagia atau tidak.

Anoreksia bulimia diketahui melalui persepsi mengenai bentuk tubuh dan

adakah program diet yang dilakukan. Ciri khas anoreksia bulimia adalah

mengurangi berat badan dengan sengaja padahal berat badan yang dimiliki dalam

batas normal. Hal ini terjadi karena adanya distorsi body image dalam bentuk

psikopatologi yang spesifik dimana ketakutan gemuk terus-menerus menyerang

penderita sehingga penderita memiliki penelilaian berlebih terhadap berat badan

yang rendah atau normal (Maslim, 2003).

Karakteristik lain adalah subyek tidak sedang menstruasi. Riwayat

menstruasi ini perlu diketahui karena pada wanita terjadi sindrom premenstruasi

berupa mudah tersinggung dan emosi labil yang dialami 7-10 hari sebelum

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

menstruasi sampai 7 hari setelah menstruasi (Ganong, 2008). Padahal emosi

berpengaruh terhadap motilitas lambung. Emosi yang labil dan mudah

tersinggung cenderung meningkatkan motilitas lambung sehingga merangsang

rasa lapar seseorang (Sherwood, 2001).

Tidak memiliki riwayat keluarga diabetes melitus atau obesitas juga salah

satu karakteristik subyek penelitian ini karena salah satu faktor risiko terjadinya

DM dan obesitas adalah faktor genetik. Pada DM tipe 1 faktor gen berperan

penting untuk menentukan kerentanan sel β pankreas. Pada beberapa kasus faktor

herediter menyebabkan degenerasi sel β pankreas yang berfungsi sebagai sel

penghasil insulin. Apabila kadar insulin rendah maka sinyal untuk menimbulkan

rasa kenyang pun terganggu. Berbeda dengan DM tipe 2, pada tipe ini faktor

genetik berpengaruh terhadap ada tidaknya mutasi reseptor insulin yang

mengganggu sinyal insulin di perifer (Guyton, 2006). Sedangkan pada obesitas,

faktor genetik berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang

mengatur pusat makan, pengeluaran energi dan penyimpanan lemak (Guyton,

2006)

Selain itu subyek juga dipastikan tidak memiliki penyakit gastrointestinal.

Penyakit gastrointestinal akan menyebabkan gangguan pencernaan dan absorbsi

yang terjadi di saluran pencernaan. Jika proses pencernaan dan absorbsi makanan

terganggu maka akan mengacaukan pengaturan rasa lapar dan kenyang (Ganong,

2008).

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Hasil uji t tidak berpasangan didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan

tingkat kekenyangan antara konsumsi tinggi protein dengan konsumsi tinggi

karbohidrat pada menit ke-15 sampai menit ke-165. Perbedaan tingkat

kekenyangan secara signifikan dicapai pada menit ke-180 (p = 0,043). Dari hasil

penelitian ini didapatkan tingkat kekenyangan kelompok yang mengkonsumsi

tinggi protein lebih tinggi daripada kelompok yang mengkonsumsi tinggi

karbohidrat. Pada menit ke-180 rerata skor tingkat kekenyangan kelompok TP

(42,5 ± 13,4) dimana rata-rata subyeknya merasa neutral (skor VAS 41-50) yaitu

pada skala ini tubuh merasa tidak lapar dan tidak merasa kenyang serta tubuh

memiliki cukup tenaga untuk bergerak. Sedangkan pada kelompok TK (33,8 ±

15,6) dimana rata-rata subyeknya berada pada skala hungry (skor VAS 31-40)

yaitu tubuh mulai memberikan sinyal lapar dan mulai berpikir tentang makanan.

Hal ini terjadi karena pada saat mengkonsumsi tinggi protein, hormon leptin

merangsang aktivasi neuron POMC untuk memberikan sinyal rasa kenyang

(Guyton, 2006). Selain itu, protein juga mengaktivasi hormon gastric inhibitory

peptide untuk memperlambat proses pengosongan lambung (Wal et al., 2005).

Bukan hanya itu saja, konsumsi protein juga menstimulasi CCK (Pupovac dan

Anderson, 2002) dan glukagon like peptide-1 (Peters et al., 2001; Aziz dan

Anderson, 2003) yang menyebabkan absorbsi di usus halus. Jika proses

pencernaan dan absorbsi berjalan lambat maka motilitas lambung juga menurun

sehingga tubuh akan merasa kenyang. Murray et al. (2003) menyatakan bahwa

proses pencernaan dan absorbsi protein ini berlangsung lebih dari 2-3 jam.

Sedangkan saat mengkonsumsi tinggi karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

selama 30 menit yang menimbulkan rasa kenyang tetapi setelah itu kadar glukosa

turun drastis akibat sekresi hormon insulin sehingga mulai timbul rasa lapar

(Guyton, 2006).

Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Erdmann et al. (2006) yang

membuktikan bahwa protein tidak terbukti lebih mengenyangkan daripada

karbohidrat. Perbedaan hasil ini dikarenakan adanya perbedaan waktu

pengambilan skor tingkat kekenyangan dengan VAS. Pada Erdmann et al. (2006)

pengambilan skor dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Padahal pada menit

ke-15 sampai menit ke-30 memang protein tidak lebih mengenyangkan daripada

karbohidrat. Meskipun demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian Weigle et al. (2005) dan Jones et al. (2008) yang membuktikan bahwa

protein lebih mengenyangkan daripada karbohidrat. Pada penelitian Weigle et al.

(2005) menggunakan subyek penelitian wanita sebanyak 12 orang diukur tingkat

kekenyangannya setiap 1 jam selama 4 jam. Sedangkan penelitian Jones et al.

(2008) menggunakan subyek penelitian wanita dan pria obesitas berjumlah 60

orang yang diukur tingkat kekenyangannya sebelum makan dan saat jam makan

berikutnya. Melalui perbedaan ini dapat dilihat bahwa tingkat kekenyangan

protein lebih tinggi daripada karbohidrat bukan hanya pada wanita dengan BMI

normal yang diukur tingkat kekenyangannya setiap 15 menit selama 3 jam tetapi

juga pada pria obesitas yang diukur tingkat kekenyangannya pada jam makan

berikutnya.

Oleh karena itu, konsumsi tinggi protein cocok untuk metode diet bagi

kelompok obesitas. Dengan mengkonsumsi tinggi protein akan mengendalikan

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

nafsu makan. Jika nafsu makan dapat dikendalikan maka asupan makanan pun

dapat dikurangi. Jika disertai peningkatan aktivitas dengan olahraga teratur maka

dapat menurunkan berat badan (Guyton, 2006). Bukan hanya itu saja, konsumsi

tinggi protein juga dapat digunakan sebagai alternatif asupan energi pada

kelompok penderita diabetes militus dimana terjadi gangguan pada produksi

insulin atau reseptor insulin. Dengan konsumsi tinggi protein, tubuh tetap cukup

energi tanpa peran dari insulin (Whitney et al., 2007).

Dalam memilih sumber protein harus hati-hati karena akan membahayakan

tubuh jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Protein yang membahayakan tubuh

jika dikonsumsi dalam jangka panjang adalah red meat karena akan meningkatkan

risiko penyakit iskemik. Protein yang baik dan berguna bagi kesehatan adalah

ikan, unggas dan kedelai. Selain mengandung semua asam amino esensial yang

dibutuhkan tubuh, ketiganya juga dapat menurunkan risiko penyakit jantung

koroner (Hu, 2005).

Pada penelitian ini variabel perancu berupa usia, BMI, aktivitas fisik, dan

jenis kelamin berhasil dikendalikan. Rata-rata usia subyek penelitian antara kedua

kelompok sama yaitu 20 tahun. Sedangkan untuk BMI setiap subyek dalam

kriteria normal dengan rata-rata BMI kelompok tinggi protein sebesar 20,48 dan

kelompok yang mengkonsumsi tinggi karbohidrat sebesar 20,08. Untuk aktivitas

fisik telah dikendalikan dengan kedua kelompok melakukan aktivitas yang sama

yaitu menonton film. Sedangkan untuk jenis kelamin dikendalikan dengan

memilih wanita sebagai subyek.

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Dalam pelaksanaan penelitian ini juga mengalami berbagai kendala yaitu

menemukan subyek yang sesuai dengan kriteria restriksi dan mengatur jadwal

perlakuan terhadap masing-masing kelompok. Selain itu, terdapat faktor emosi

yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti walaupun telah berusaha dikendalikan

dengan melakukan penelitian pada hari libur dan tidak ada jadwal ujian sebelum

dan setelah penelitian dan subyek tidak sedang menstruasi.

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN TINGKAT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Terdapat perbedaan tingkat kekenyangan antara konsumsi tinggi

protein dengan konsumsi tinggi karbohidrat setelah menit ke-180 (p =

0,043) dimana tingkat kekenyangan konsumsi tinggi protein (42,5 ± 13,4)

lebih tinggi daripada konsumsi tinggi karbohidrat (33,8 ± 15,6).

B. Saran

Untuk dapat mengetahui efek konsumsi protein dan karbohidrat

terhadap tingkat kekenyangan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan waktu penelitian lebih lama, dan lebih representatif dalam umur,

BMI, dan jenis kelamin.