Click here to load reader
Upload
phammien
View
273
Download
0
Embed Size (px)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PEMAKAIAN SERAGAM SEKOLAH SISWA SMK
DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN KRITIS
DI SMK N 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh :
HUDZAIFAH
K2507020
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ANALISIS PEMAKAIAN SERAGAM SEKOLAH SISWA SMK
DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN KRITIS
DI SMK N 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh :
HUDZAIFAH
K2507020
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan Pendidikan
Teknik dan Kejuruan
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Q.S Al Lail ayat 5-7)
Sebaik-baik ciptaan Tuhan adalah ciptaan yang berguna bagi ciptaanNya
yang lain
Maju bukan sebuah cita-cita, tapi sedang dilakukan
Tidak ada yang lebih dicintai oleh para pecinta kebenaran dari pada
kebenaran itu sendiri, dari mana pun datangnya, dari siapa pun berasal, dan
dalam bentuk apapun adanya, bahkan dia bersedia mengabdi kepada
kebenaran itu dengan mengarahkan segenap jiwa raganya. (al-Kindi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Teriring syukur kepada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk :
“Bapak dan Ibu”
Doamu yang tiada terputus, kerja keras yang tiada henti, pengorbanan
yang tak terbatas dan kasih sayang yang tiada terbatas pula. Semuanya membuatku
bangga memiliki kalian. Tiada kasih sayang yang seindah dan setulus dari yang
kalian berikan kepadaku.
“Zulaikah, Habibah, Salamah, dan Erna Widhi Rahayu”
Orang-orang yang selalu memompa semangatku dan mendorong
langkahku dengan perhatian dan semangat
Hanif Syaifudien dan Hasan Musthofa
Dua sahabat terdekat dari bangku SMA hingga meja kuliah,
Fauzi Sukri
Seorang yang memberikan semangat dalam menimba ilmu dari buku-buku
Program Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Hudzaifah. ANALISIS PEMAKAIAN SERAGAM SEKOLAH SISWA SMK
DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN KRITIS DI SMKN 5 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Tujuan penelitian ini adalah: (1)mengetahui bagaimana pemakaian seragam
sekolah di SMKN 5 Surakarta yang dievaluasi sesuai dengan metode evaluasi CIPP, yaitu
dari Context, Input, Process hingga Product,(2)mengetahui sejauh mana pemahaman
penyeragaman siswa dalam pelaksanaan pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta
ditinjau dari teori pendidikan kritis, (3)mengetahui pemakaian seragam sekolah di SMKN 5
Surakarta pada siswa yang kurang mampu.
Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan menggunakan metode CIPP
(Context, Input, Process, Produck). Data dari penelitian ini bersumber dari data kualitatif
yang diperkuat oleh data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari sampel siswa SMKN 5
Surakarta sejumlah 289 siswa melalui kuesioner. Validitas data kuantitatif yang digunakan
adalah validitas internal dan eksternal, sedangkan reabilitas data dalam penelitian ini
merujuk pada rumus alpha yang dikemukakan oleh Saifuddin. Data kualitatif diperoleh
dengan cara wawancara, observasi, dan dengan analisis dokumen. Sampel penelitian ini
diambil dengan teknik purposive sampling yaitu, siswa, WKS-2, Guru Kesiswaan, dan
Guru piket. Selanjutnya kedua jenis data dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta dengan
metode evaluasi CIPP dari tiap indikator evaluasi sebagai berikut: (1) Context pemakaian
seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta berdasarkan ketiga indikator sebagai berikut,
(a)pemakaian seragam sekolah bertujuan untuk mendisiplinkan siswa ketika belajar di
SMKN 5 Surakarta, juga sebagai penanggulangan keberagaman siswa yang berasal dari
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi yang beragam, (b)pemakaian seragam sekolah di
SMKN 5 Surakarta menciptakan kedisiplinan berpenampilan di sekolah, (c)pemakaian
seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta telah direncanakan oleh pihak kesiswaan, koprasi
dan dibantu oleh beberapa siswa yang dilibatkan. (2)Input pemakaian seragam sekolah di
SMKN 5 Surakarta berdasarkan ketiga indikator sebagai berikut,(a) dasar dari pemakaian
seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta berasal dari rujukan yang sangat jelas, yaitu
bersumber dari Kep.Dikdasmen. N0. 100/C/Kep/1991, (b)kemampuan penanganan pihak
sekolah dalam pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta dijalankan rutin yaitu
dengan adanya jadwal petugas piket pagi kesiswaan yang bertujuan untuk
mendisiplinkan siswa, (c)pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 surakarta
memungkinkan timbulnya proses intimidasi dikarenakan sepatu siswa sudah tidak turut
diseragamkan. (3)Process, pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta, terdapat
ketidakmapanan siswa pada saat kegiatan program, sehingga pihak sekolah (semua aparat
yang terlibat) bekerja secara ekstra yang ditunjukkan dari hasil pengukuran kepada siswa
secara sistematis melalui angket penelitian pada indikator penanganan kemampuan
program yang didominasi oleh kategori sangat tinggi. (4)Product pemakaian seragam
sekolah di SMKN 5 Surakarta berdasarkan data tiga indikator sebagai berikut,
(a)pemakaian seragam sekolah akan terus diterapkan dalam program pendisiplinan
berpenampilan siswa di SMKN 5 Surakarta, (b)pemakaian seragam sekolah di SMK N 5
Surakarta memberikan pengaruh bahwasanya pendidikan yang berlangsung condong
seperti yang di ungkapkan Fraire, yaitu berpola pendidikan gaya bank.
Kata Kunci: Seragam sekolah, pendidikan kritis, CIPP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT Hudzaifah. SCHOOL UNIFORM USAGE ANALYSIS OF SMK STUDENTS ON
CRITICAL REVIEW OF EDUCATION IN SMKN 5 SURAKARTA
ACADEMIC YEAR 2011/2012. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education
Faculty. Sebelas Maret University, July: 2012.
The purpose of this research are (1)to know the use of a school uniform in
SMKN 5 Surakarta who evaluated in accordance with the methods evaluation CIPP,
namely from the Context, Input, Process to Product, (2)to know how much understanding
of uniformity in the implementation of the use of students in SMKN 5 Surakarta in terms
of critical educational theory, (3)to know of uniform usage in school SMK N 5 Surakarta
on students who are less able to
This research is an evaluation study using the CIPP (Context, Input, Process,
Produck). The data’s research come from the quantitative data that is reinforced by the
qualitative data. Quantitative data obtained from a sample of students SMKN 5 Surakarta
by the number of 289 students through a questionnaire. The validity of the quantitative
data used are the internal and external validity, where as reliability of the data in this
research refers to the alpha formula proposed by Saifuddin. Qualitative data obtained by
interview, observation, and document analysis. Research sample was taken by purposive
sampling techniques, such as students, vice-principal,teacher. The next two types of data
were analyzed with descriptive analysis.
The result research on the use of a school uniform in SMKN 5 Surakarta with the
methods evaluation CIPP of every indicators evaluation as follows: (1)Context, the use of
school uniforms in SMK 5 Surakarta by three indicators, as follows, (a)the use of school
uniforms aim to discipline students when studying in SMK 5 Surakarta, as well as
students' response to the diversity of environmental and socio-economic conditions of
diverse, (b)the use of school uniforms in SMKN 5 Surakarta create dressed in school
discipline, (c)the use of school uniforms in SMK 5 Surakarta have been planned by the
student, cooperatives and assisted by some of the students involved. (2)Input, the use of
school uniforms in SMK 5 Surakarta by three indicators, as follows, (a)the basis of the use
of school uniforms in SMK 5 Surakarta comes from referrals are very clear, that is sourced
from Kep.Dikdasmen. N0. 100/C/Kep/1991, (b) handling capability of the school in the
use of school uniforms in SMK 5 Surakarta routine is executed with the schedule of
student affairs officer on duty in the morning aiming to discipline the student, (c)the use of
school uniforms in SMKN 5 Surakarta allow the intimidation because students have not
participated shoes uniform. (3)Process, use of uniform on the SMKN 5 Surakarta, students
are unsettled at the time of program activities, so that the school (all officers involved)
extra work is evident from the results of measurements to students systematically through
a questionnaire study on indicators handling capability program which is dominated by the
very high category. (4)Product, the use of school uniforms in Surakarta SMK 5 based on
data from the following three indicators, (a)the use of school uniforms will continue to be
applied in disciplinary program looking students SMKN 5 Surakarta, (b)the influence of
school uniforms in SMK N 5 Surakarta, education that lasts such as Freire says, like bank
style education.
Keywords: implementation a school uniform, critical education, CIPP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala pujibagi Allah SWT Maha Pengasih lagi Penyayang, yang
memberikan ilmu, inspirasi dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS PEMAKAIAN SERAGAM
SEKOLAH SISWA SMK DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN KRITIS DI
SMKN 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012”
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagaian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Jurusan
Pendidikan Teknik dan Kejuruan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universtas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi
ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk
itu, penulis menyampaiakan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan.
3. Ketua Program Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Suwachid, M.Pd, selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan
motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Emilly Dardy, M. Kes, selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Basori, S.Pd., M.Pd, selaku Dosen Tertunjuk Pembimbing I sebagi penguji
validitas internal kuesioner CIPP.
7. Kepala SMKN 5 Surakarta, yang telah memberikan kesempatan dan tempat
guna pengambilan data dalam penelitian.
8. Drs. Supartin, selaku WKS-2 SMKN 5 Surakarta, yang telah member
bimbingan dan bantuan dalam penelitian ini.
9. Sukidi S.Pd dan Drs. Suharyono, selaku Guru Kesiswaan SKMN 5
Surakarta, yang telah meluangkan waktu ngajar untuk pengambilan data dari
siswa melalui kuesioner.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
10. Danar Susilo Wijayanto, ST.,M.Eng., atas dukungan dan tambahan
semangatnya baik di Facebook ataupun ketika bertemu langsung di kampus
tercinta.
11. Para siswa SMKN 5 Surakarta yang telah bersedia berpartisipasi dalam
pelaksanaan penelitian ini.
12. Teman-teman PTM angkatan 2007, yang telah membersamai dan saling
menyemangati bersama dalam proses penyelesaian skripsi.
13. Teman-teman adik tingkat PTM angkatan dibawah saya, yang telah
memberikan semangat dan dorongan juga rasa bangga bisa cepat lulus
dengan masa studi lebih cepat dari pada saya.
14. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 12 Juli 2012
Penulis
Hudzaifah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vii
ABSTRAK ............................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 6
1. Tinjauan tentang seragam sekolah ............................................. 6
2. Tinjauan pendidikan kritis ...................................................... 13
B. Model Evaluasi CIPP ................................................................... 22
C. Kerangka Berfikir .......................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 31
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................. 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Data dan Sumber Data .................................................................. 35
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ......................................................... 35
E. Pengumpulan Data ........................................................................ 36
F. Validitas Data ................................................................................ 39
G. Analisis Data ................................................................................. 42
H. Prosedur Penelitian ....................................................................... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian .......................................................... 55
B. Deskripsi Temuan Penelitian ....................................................... 60
C. Pembahasan ................................................................................... 76
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI
A. Simpulan ...................................................................................... 87
B. Implikasi ........................................................................................ 88
C. Saran .............................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 90
LAMPIRAN ...................................................................................................... 91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel 2.1. Rangkuman Indikator CIPP dari beberapa ahli ....................... 25
2. Tabel 2.2. Sintesis rangkuman indikator CIPP dari beberapa ahli ........... 26
3. Tabel 2.3. Indikator yang terpilih dalam penelitian ................................ 27
4. Tabel 3.1. Jadwal penelitian ..................................................................... 33
5. Tabel. 3.2. Data peserta didik sekolah menengah kejuruan
(SMK)Negri 5 Surakarta 2011/2012 ........................................................ 35
6. Tabel. 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................ 38
7. Tabel. 3.4 hasil reabilitas ujicoba instrument angket penelitian .............. 41
8. Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Komponen ................................................... 44
9. Tabel 3.6 Skor Item Instrumen Tiap Indikator ........................................ 45
10. Tabel 3.7 kriteria tiap indikator dalam penelitian ................................... 49
11. Tabel 4.1 Deskripsi statsitik frekuensi Context indikator
tujuan yang akan dicapai ......................................................................... 61
12. Tabel 4.2 Deskripsi statsitik frekuensi Context indikator
kondisi lingkungan .................................................................................. 63
13. Tabel 4.3 Deskripsi statsitik frekuensi Context
indikator merencanakan keputusan .......................................................... 64
14. Tabel 4.4 Deskripsi statistik frekuensi Input
indikator sumber-sumber yang ada .......................................................... 66
15. Tabel 4.5 Deskripsi statistik frekuensi Input
indikator kemampuan subyek dalam menunjang program ...................... 67
16. Tabel 4.6 Deskripsi statistik frekuensi Input
indikator strategi untuk mencapai tujuan ................................................ 68
17. Tabel 4.7 Deskripsi statistik frekuensi Process
indikator kegiatan program .................................................................... 70
18. Tabel 4.8 Deskripsi statistik frekuensi Process
indikator kemampuan penanganan program ........................................... 71
19. Tabel 4.9 Deskripsi statistik frekuensi Process
indikator pemanfaatan sarana dan prasarana ........................................... 72
20. Tabel 4.10 Deskripsi statistik frekuensi Product
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
indikator ketercapaian hasil yang ditetpkan ........................................... 73
21. Tebel 4.11 Deskripsi statistik frekuensi Product
indikator hal yang dilakukan setelah program berjalan .......................... 74
22. Tabel 4.12 Deskripsi statistik frekuensi Product
indikator pengaruh program .................................................................... 75
23. Tabel 4.13 Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal E.1.1
Berseragam sekolah lengkap ................................................................... 84
24. Tabel 4.14 Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal E.1.2
Berseragam sesuai dengan jadwal seragam sekolah ................................ 85
25. Tabel 4.15 Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal E.1.3
Memakai wear pack saat praktikum ....................................................... 86
26. Tabel 4.16 Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.1
Seorang pelajar itu adalah orang-orang yang berseragam sekolah ......... 88
27. Tabel 4.17 Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.2
Setiap perkataan guru wajib ditaati .......................................................... 89
28. Tabel 4.18 Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.2
Ilmu yang didapat di sekolah sama dengan
ilmu yang diberikan oleh guru .................................................................. 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar 2.1.Alur kerangka berfikir penelitian dengan model CIPP ........... 30
2. Gambar 3.1 Denah Gedung SMKN 5 Surakarta ......................................... 32
3. Gambar 3.2. Diagram alur penelitian .......................................................... 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pedoman wawancara ................................................................................ 94
2. Catatan hasil wawancara .......................................................................... 98
3. Pedoman observasi ................................................................................... 113
4. Dokumentasi hasil penelitian ................................................................... 114
5. Angket penelitian .................................................................................... 118
6. Data Uji Validitas dan reabilitas .............................................................. 121
7. Perhitungan kriteria tiap indikator ........................................................... 129
8. Tabulasi data tiap indikator ...................................................................... 133
9. Analisis frekuensi data penelitian ............................................................ 212
10. Fotocopy buku tata tertib (hal4-5) ............................................................ 230
11. Data peserta didik SMKN 5 Surakarta ..................................................... 231
12. Jadwal piket STP2K ................................................................................. 232
13. Daftar kegatan seminar skripsi ................................................................. 233
14. Surat permohonan ijin skripsi .................................................................. 235
15. Surat ijin penyusunan skripsi ................................................................... 236
16. Surat ijin try out ....................................................................................... 237
17. Surat ijin penelitian dari Diksikpora ........................................................ 239
18. Surat tugas penelitian SMKN 5 Surakarta ............................................... 240
19. Surat keterangan telah melakukan penelitian ........................................... 241
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah adalah sebuah tempat yang memberikan kenangan mendalam
bagi siapa saja yang pernah merasakan sekolah. Berbagai pengalaman yang
menakjubkan sekaligus mengharukan didapatkan penulis ketika di bangku
sekolah. Hampir sebagian orang memiliki pengalaman unik di sekolah. Unik
karena sekolah memang bukan sekadar tempat menumbuhkan pengetahuan tetapi
juga tempat perjumpaan sejumlah orang. Beberapa orang percaya jika sekolah
didirikan untuk mengabadikan sebuah pengalaman yang tidak lekang oleh waktu.
Sekolah identik dengan hal-hal yang menuntut sikap disiplin, salah satu
dari sikap disiplin itu adalah pemakaian seragam sekolah. Seragam sekolah yang
menjadi identitas siswa bersekolah memiliki kenangan yang mendalam bagi
semua orang yang pernah memakainya. Widji Thukul adalah seorang sastrawan
aktif dalam dunia puisi Indonesia juga seorang yang pernah memakai seragam
sekolah mengabadikan kenanganya dalam sebuah karya puisi yang berjudul
Kenangan Anak-Anak Seragam. Baju seragam sekolah menjadi kenangan getir
bagi Wiji Thukul yang berasal dari keluarga miskin. Baju seragam juga belum
selesai menjadi masalah orang tua dan siswa di awal tahun pelajaran 2011/2012,
di tahun ajaran baru tersebut ditemukan berbagai masalah, dan menjadi berita,
obrolan, diskusi, bahkan duka-lara bagi orang tua yang tidak mampu membeli
baju seragam sekolah.
Berita tentang seragam sekolah di awal tahun pelajaran 2011/2012 yang
ditulis oleh Sasongko dalam Solopos (posted, 23 Juni 2011), Sekitar sepuluh
warga mendatangi Kantor DPRD Sukoharjo. Mereka meminta bantuan anggota
DPRD untuk memberikan penjelasan mengenai jenis dan harga yang ditetapkan
untuk seragam sekolah. Di lokasi lain Sasongko menuliskan dalam Solopos
(posted, 25 Juli 2011), DPRD dan LSM di Karanganyar ramai-ramai membantah
dugaan adanya aliran dana dari potongan uang seragam untuk menutup kasus
pengadaan seragam. Indrawati menuliskan dalam Solopos (posted, 14 Juli 2011),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Komisi IV DPRD Karanganyar menilai sejumlah sekolah di Karanganyar tidak
transparan dalam pengadaan seragam bagi sejumlah peserta didik baru. Mereka
bahkan menantang para pengelola sekolah untuk terang-terangan mengungkapkan
apa yang sebenarnya terjadi.
Penyeragaman siswa melalui pemakaian seragam sekolah ini
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, No.052/C/Kep/D/82. Sekolah secara
resmi berhak memakaiakan seragam sekolah terhadap siswanya dengan berbagai
alasan bahwa seragam sekolah merupakan sebuah alat untuk membuat kerapian,
kedisiplinan dan keteraturan siswa dalam melaksanakan pendidikan. Seragam
sekolah juga sebagai peniada kelas ekonomi dari masing-masing siswa yang
heterogen.
Sebagian orang mengatakan bahwa seragam sekolah adalah sebentuk
sikap disiplin, tetapi disiplin ini lebih bersifat militeristik, birokratis, dan
formalistik yang sering ditentang oleh siswa sendiri. Baju seragam hanya berhasil
mendisiplinkan siswa dalam berpakaian di dalam kelas atau di dalam sekolah,
akibatnya banyak siswa yang tidak memiliki disiplin belajar dan etos pembelajar.
Mereka hanya merasa perlu belajar saat memakai seragam, atau saat menjelang
ujian.
Pemakaian seragam sekolah hingga saat ini adalah sebuah kewajiban
bagi setiap siswa yang belajar di sekolah. Penelitian yang sudah ada tentang
seragam sekolah yang penulis dapati adalah penelitian yang dilakukan Elisabetta
Gentile dan Scott A. Imberman dari Universitas Houston, mereka meneliti
seragam sekolah sebagai metode untuk mencapai sukses yang berhubungan
dengan perbaikan perilaku, kedisiplinan dan prestasi belajar siswa. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa sekolah-sekolah di Southwest,
Washington, D.C. Amerika Serikat yang memberlakukan peraturan berseragam,
menunjukkan perbaikan pada skor ujian bahasa dan peningkatan tingkat
kehadiran antara 0,2 dan 0,4 persen poin. Penelitian terhadap pemakaian seragam
sekolah belum banyak dilakukan di Indonesia baik dampak dan gejala apa saja
jika pemakaian seragam itu diterapkan kepada siswa di sekolah. Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
mengambil salah satu sekolah yaitu SMKN 5 Surakarta dengan
mempertimbangkan bahwa SMKN 5 Surakarta sebagai sekolah formal, memiliki
tanggung jawab yang sama dengan sekolah-sekolah lain dalam rangka turut serta
mencerdaskan anak bangsa. SMKN 5 Surakarta adalah sekolah yang
mengedepankan kedisiplinan dan etos pembelajar yang tinggi, terbukti
berdasarkan dari prestasi-prestasi yang pernah diraihnya. Salah satu dari prestasi
tersebut adalah pada ekstra PASILIMKA (Pasukan Inti SMKNegeri 5 Surakarta)
minggu 08/01/2012 yang berhasil memboyong trhopi dan uang pembinaan saat
mengikuti Lomba Baris Berbaris (LBB) tingkat Se-jateng DIY di Universitas
Widya Dharma Klaten yang diadakan Ramaka V , sebagai Juara Umum 2 LBB
Ramaka V, dan Juara Umum 1 Kriteria Danton Terbaik. Latar belakang tersebut
di atas telah menjadikan penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan mengadakan
penelitian dengan judul "ANALISIS PEMAKAIAN SERAGAM SEKOLAH
SISWA SMK DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN KRITIS DI SMKN 5
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah, mengajukan beberapa pertanyaan yang berusaha
penulis jawab melalui penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain :
1. Bagaimanakah pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta yang
dievaluasi sesuai dengan metode evaluasi CIPP, yaitu dari Context, Input,
Process hingga Product?
2. Sejauh mana penyeragaman siswa dalam pelaksanaan pemakaian seragam
sekolah di SMKN 5 Surakarta ditinjau dari teori pendidikan kritis?
3. Bagaimanakah pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta pada
siswa yang kurang mampu?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain untuk:
1. Mengetahui bagaimana pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta
yang dievaluasi sesuai dengan metode evaluasi CIPP, yaitu dari Context,
Input, Process hingga Product.
2. Mengetahui sejauh mana penyeragaman siswa dalam pemakaian seragam
sekolah di SMKN 5 Surakarta ditinjau dari teori pendidikan kritis.
3. Mengetahui pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta pada siswa
yang kurang mampu?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dari
penyelenggaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu
pengetahuan serta dunia akademis. Penelitian ini diharapkan memberi
manfaat teoritis sebagai berikut :
a. Memberikan sumbangan pemikiran pada pendidikan, khususnya
tentang pendidikan kritis dalam kaitanya dengan pemakaian seragam
sekolah siswa SMK.
b. Bahan informasi bagi pembaca untuk menambah pengetahuan tentang
pemakaian seragam sekolah siswa SMK.
c. Bahan perbandingan untuk penelitian yang relevan.
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar teoritis untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang
diberikan dari penyelenggaraan penelitian terhadap obyek penelitian, baik
individu, kelompok, maupun organisasi. Penelitian ini diharapkan memberi
manfaat praktis sebagai berikut :
a. Masukan dan bahan pertimbangan khususnya dalam pemakaian
seragam sekolah pada SMKN 5 Surakarta.
b. Bahan pertimbangan bagi guru agar mencapai tujuan proses belajar
mengajar dalam tinjauan pendidikan kritis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori pada dasarnya merupakan pengkajian terhadap
pengetahuan ilmiah yang sudah ada. Pengkajian dapat berbentuk konsep-konsep,
hukum-hukum, dan prinsip-prinsip yang relevan dengan permasalahan yang
dikemukakan. Kajian ini diperlukan untuk melihat kemungkinan adanya unsur-
unsur yang dapat mendukung penelitian yang sedang dilakukan, dengan mengkaji
teori yang relevan dengan masalah yang dirumuskan merupakan langkah awal
untuk mencari jawaban atas masalah itu. Sesuatu hal yang terpenting adalah teori
yang digunakan untuk memecahkan masalah, dikutip dari sumber yang dapat
dipertanggung jawabkan. Penelitian ini memiliki aspek landasan teori yang
diuraikan meliputi : A. Tinjauan Pustaka yang memuat; l. Tinjauan Seragam
Sekolah, 2. Tinjauan Pendidikan Kritis, 3. Model Evaluasi CIPP. B. Kerangka
Berfikir.
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Seragam Sekolah
a. Pengertian Seragam Sekolah
Seragam dalam kamus bahasa indonesia berarti sama, sesuai, sepakat,
sebau, (pakaian dsb) yang sama potongan dan warnanya (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008:1010). Sedangkan definisi sekolah, Topatimasang(1998)
menyatakan:
Sekolah dalam bahasa aslinya, yakni skhole, scola, scolae atau scola
(Latin), keempat kata ini secara harafiah berarti waktu luang atau waktu
senggang atau waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar.
Orang Yunani tempo dulu biasanya mengisi waktu luang mereka dengan
mengunjungi suatu tempat atau tempat orang pandai tertentu untuk
mempertanyakan dan mempelajari hal-ikhwal yang mereka rasakan
memang perlu dan dibutuhkan untuk mereka ketahui (hlm.5).
Seragam sekolah berdasarkan arti dari kedua kata dasar yang telah
dipaparkan di atas berarti pakaian yang sama potongan dan warnanya yang
digunakan untuk melakukan kegiatan sekolah. Dhakidae(2003) menyatakan,
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
“untuk keperluan Ketahanan Sekolah diciptakan pakaian seragam, sebagai
pakaian digunakan untuk saat belajar di sekolah, yang disaturagamkan, yang
diatur bentuk/model, warna, tambahan atribut dan cara penggunaanya
(hlm.582)”.
b. Sejarah Pemakaian Seragam Sekolah di Indonesia
Peraturan pertama yang mengatur tentang pemakaian seragam sekolah
di Indonesia adalah Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, No.052/C/Kep/D/82:
Bahwa pembinaan dan pengembangan kesiswaan sangat perlu untuk
menciptakan suasana dan tata cara kehidupan sekolah yang baik dan sehat,
sehingga akan menjamin terselenggaranya proses belajar mengajar dalam
rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya. … bahwa menciptakan
suasana dan tata kehidupan sekolah yang baik merupakan modal dasar dari
usaha meningkatkan ketahanan sekolah dalam rangka mewujudkan sekolah
sebagai pusat kebudayaan. … bahwa usaha meningkatkan ketahanan
sekolah dapat dicapai bila para siswa memiliki rasa bangga yang wajar dan
tidak berlebihan-lebihan terhadap sekolahnya … bahwa agar usaha tersebut
di atas dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka perlu adanya pakaian
seragam sekolah Bagi Siswa Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Tingkat Atas Dalam
Lingkungan Pembinaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan
Menengah (Dakidae, 2003:581).
Seragam sekolah yang ada hingga sekarang, memiliki sejarah yang
sangat berarti bagi beberapa golongan tertentu di Indonesia. Firdaus(2009)
menyatakan bahwa:
Secara historis, peraturan yang pertama kali mengatur seragam sekolah
secara nasional adalah Surat Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82. SK yang
dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 17 Maret 1982
ini (khusus berlaku untuk sekolah negeri) mengharuskan siswa SD
(Sekolah Dasar) memakai pakaian putih-merah, siswa SMP(Sekolah
Menengah Pertama) memakai putih-biru, dan siswa SMA(Sekolah
Menengah Atas) memakai putih-abu-abu. Peraturan ini tidak
mengakomodasi pemakaian busana muslimah bagi para siswa, terutama
dalam kaitannya dengan jilbab.
Penelitian yang dilakukan Alatas(2003) tentang kasus jilbab di
sekolah-sekolah negeri di Indonesia tahun 1982-1991, busana muslimah yang
umumnya terdiri atas jilbab, kemeja lengan panjang, dan rok panjang, tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
diperbolehkan dipakai sebagai seragam sekolah. Persoalan tersebut sempat
memunculkan masalah terkait dengan pelarangan pemakaian jilbab di beberapa
SMA di Indonesia.
Firdaus(2009) menanggapi tentang permasalahan jilbab tahun 1982-
1991 sebagai berikut:
Masalah pelarangan pemakaian jilbab sudah muncul beberapa tahun
sebelum SK 052/C/Kep/D/82 disahkan. Pada 1979, pengelola Sekolah
Pendidikan Guru Negeri Bandung bermaksud memisahkan sejumlah siswi
yang memakai jilbab dengan siswa-siswi lainnya. Tindakan diskriminatif
ini jelas ditolak oleh para siswi sehingga sempat terjadi ketegangan antara
pihak sekolah dengan mereka. Masalah ini baru selesai tatkala Ketua
Majelis Ulama Jawa Barat, EZ Muttaqien, ikut campur dalam soal ini.
Setelah kasus di Bandung pada 1979, bermunculan sejumlah kejadian lain
terkait pemakaian jilbab di sekolah. Pengesahan peraturan pada 1982
tentang seragam sekolah yang tidak mengakomodasi jilbab dan busana
muslimah, membuat kasus-kasus pelarangan pemakaian jilbab meningkat.
Dalam catatan Alwi Alatas, ada sekira 35 SMA di berbagai kota di
Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Jember, dan Solo yang
terlibat kasus semacam itu. Selain karena peraturan pemerintah yang tidak
akomodatif, pelarangan itu juga terjadi akibat adanya kecurigaan bahwa
siswi-siswi yang memakai jilbab merupakan anggota gerakan Islam
fundamentalis. Pada 1980-an, gerakan Islam memang sedang mendapat
sorotan, sekaligus represi dari pemerintah, sehingga kecurigaan terhadap
ekspresi-ekspresi keislaman di ruang publik menjadi begitu besar.
Selama bertahun-tahun, larangan memakai jilbab terus terjadi, sejumlah
kasus besar dan kecil muncul, diselingi protes dan pelbagai kontroversi.
Masalah pelarangan itu baru selesai pada 1991 tatkala pemerintah
mengesahkan peraturan baru tentang seragam sekolah yang
mengakomodasi pakaian muslimah, yakni SK 100/C/Kep/D/1991.
Firdaus (2009), menyatakan lebih lanjut bahwa, “Heboh pemakaian
jilbab di sekolah-sekolah Indonesia pada 1979 - 1991 menunjukkan, siswa
ternyata tidak dapat diatur secara semena-mena oleh pemerintah sebagai
pengelola pendidikan”. Siswa yang memakai jilbab ke sekolah memiliki tata
nilai tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan murid-murid lainnya. Tata
nilai tertentu inilah yang hendak disampaikan melalui pemakaian jilbab.
Bentuk visual jilbab atau busana muslimah yang mereka pakai merupakan
pernyataan yang jelas tentang identitas mereka. Jilbab saat ini sudah tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
menjadi masalah bagi sekolah-sekolah atau bagi siswa yang memang ingin
mengenakannya, bahkan yang terjadi adalah jilbabisasi.
c. Seragam Sekolah sebagai Identitas
Ibrahim(2007:241) menyatakan bahwa, “Fashion, pakaian, busana
sudah menjadi bagian penting dari gaya trend, penampilan keseharian kita,
sebagai fenomena budaya dan komunikasi, fashion sesungguhnya dapat
berucap banyak tentang identitas pemakainya”, dalam bahasa Indonesia
fashion diartikan sebagai cara, kebiasaan, basa-basi, mode, pakaian. Pakaian
yang akan dikaji dalam peneletian ini adalah seragam sekolah. Seragam
sekolah merupakan pakaian yang dipakai sebagai penampilan seorang siswa di
sekolah sehari-hari, dalam fenomena budaya dan komunikasi pemakaian
seragam sekolah juga berucap banyak tentang identitas pemakainya.
Ibrahim(2007:243) menyatakan bahwa, “Pakaian yang kita pakai
dapat menampilkan berbagai fungsi, sebagai bentuk komunikasi, pakaian dapat
menyampaikan artifaktual yang bersifat non-verbal. Pakaian dapat melindungi
pemakainya dari cuaca buruk, atau dalam olahraga tertentu dari kemungkinan
cedera”. Wear pack merupakan salah satu dari jenis seragam sekolah
dikenakan siswa SMK di laboratorium atau bengkel, memiliki fungsi dapat
melindungi pemakainya dari kecelakaan kerja dan cedera.
Pakaian juga dapat membantu pemakainya dalam menyembunyikan
bagian-bagian tertentu dari tubuh pemakainya dan karenanya pakaian memiliki
fungsi kesopanan. Desmond Morris, dalam Manwatching: A Field Guide to
Human Behavior(1997), dalam Ibrahim(2007:243), “Pakaian juga
menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display) karena ia
mengafiliasikan budaya kita”, tidak terlalu sulit untuk mengenali negara atau
daerah asal-usul seseorang dari pakaian yang mereka kenakan.
Ibrahim(2007:243) menyatakan, “Pakaian dapat menunjukkan identitas
nasional dan kultural si pemakainya”, hal ini serupa dengan seragam sekolah
yang dipakai oleh pelajar dari taman kanak-kanan, sekolah dasar hingga
sekolah lanjutan tingkat atas ataupun sekolah menengah kejuruan. Seragam
sekolah menunjukkan identitas dan jenjang pendidikan pemakainya, dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
seragam sekolah dapat langsung diidentifikasi seorang pemakai seragam
sekolah terhadap jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya, begitu pula
dengan tempat sekolah seorang pelajar dapat diketahui hanya dari seragam
sekolahnya.
Persepsi seorang terhadap penampilan orang lain adalah benar
menurut orang tersebut, persepsi tersebut akan mempengaruhi sikap seseorang
terhadap orang lain. “Orang membuat kesimpulan tentang siapa Anda,
sebagian juga melalui apa yang anda pakai, apakah kesimpulan tersebut
terbukti akurat atau tidak, tak ayal akan mempengaruhi pikiran orang tentang
anda dan bagaimana mereka bersikap pada anda” (Ibrahim,2007:243).
d. Seragam Sekolah sebagai Langkah Penyeragaman
Soedjatmoko(1989) dalam Ibrahim(2009:271) menyatakan bahwa,
“Konformitas merupakan bahaya terbesar untuk perkembangan kreativitas”.
Partanto dan Dahlan(1994:358) menyatakan bahwa, “Konformitas berarti
kesesuaian, kecocokan, keselarasan, penyesuaian”, dalam hal ini tindakan
penyeragaman merupakan bahaya terbesar dalam perkembangan kreativitas.
Kegiatan penyeragaman adalah kegiatan membuat kesamaan, kesesuaian untuk
mencapai kata sepakat.
Penyeragaman melalui pemakaian seragam sekolah terhadap siswa
bersifat wajib dilaksanakan dan ditaati, hal ini berdasarkan Surat Keputusan
Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, No.052/C/Kep/D/82, seperti yang telah diutarakan di atas.
Sekolah secara resmi berhak memakaiakan pakaian seragam sekolah terhadap
siswanya. Penjelasan tentang seragam sekolah dijelaskan dalam Keputusan
Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, No.052/C/Kep/D 82, Bab II sebagai berikut:
(1)Pakaian Seragam Sekolah bila dikenakan sebaik-baiknya akan
meninggikan citra siswa pada umumnya dan nama sekolah masing-masing
pada khususnya, untuk mencapai itu maka perlakuan terhadap seragam
sekolah hendaknya: a) bersih, lebih baik lagi jika disetrika; b) rapih,
baju/blus dimasukkan celana/rok, kancing-kancing digunakan, memakai
ikat pinggang, tidak menambah atribut selain yang ditentukan; c) tidak
lusuh warnanya; d) tidak membiarkan yang robek dan lepas jahitanya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
supaya ditisik dan dijahit kembali; e) digunakan lengkap (sedapat
mungkin) sesuai yang ditentukan; f) digunakan sesuai fungsinya, untuk
upacara berbeda dengan untuk tidak upacara (harian). (2) Pakaian Seragam
Sekolah yang dikenakan seenaknya sendiri akan menurunkan citra siswa
dan merusak nama sekolahnya, yaitu jika pakaian seragam tersebut: kotor,
kumal, lusuh, robek/lepas jahitanya, baju dikenakan di luar celana, kemeja
terbuka terlihat dada, atribut lain terpasang di sana-sini, sepatu tidak
mengenal semir atau dicuci dan sebagainya. (dalam Dhakidae, 2003:582-
583)
Pemakaian seragam sekolah kepada siswa di sekolah bertujuan untuk
membuat siswa mudah diarahkan, diatur, dan agar siswa berdisiplin diri.
Dhakidae (2003:583) manyatakan bahwa, “Penghormatan pantas diberikan
kepada pakaian seragam karena pakaian itu adalah metoda bagaimana
memperlakukan tubuh dan dengan demikian tubuh anak-anak itu menjadi
tubuh yang lunak, decile, dapat diperintah, governable body”.
Pakaian seragam tidak berarti hanya pakaian sebagai identitas,
melainkan bentuk pendisiplinan. Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, No.052/C/Kep/D 82,
Bab III manyatakan sebagai berikut:
Berpakaian Seragam Sekolah memerlukan tertib dan disiplin, yaitu sikap
menaati peraturan secara berpakaian dan mematuhi ketentuan yang telah
disepakatkan. Sikap mental untuk taat dan patuh terhadap peraturan serta
tata tertib akan menumbuhkan kesadaran hukum dan disiplin diri, disiplin
yang tumbuh dari dalam, tanpa paksaan dan tekanan orang lain. Disiplin
diri untuk membentuk disiplin kelompok, yang pada akhirnya memperkuat
disiplin nasional (Dhakidae 2003:583).
Proses penyeragaman dalam dunia pendidikan masih terus terjadi,
tidak hanya di tingkat fisik, seperti pakaian atau buku ajar, tapi juga tidak
jarang dalam berpendapat. Siswa dituntut berpendapat yang serba sama untuk
segala hal. “Penyeragaman yang semula hanya untuk kebutuhan fisik(pakaian)
bahkan akhirnya dapat berubah menjadi penyeragaman pengetahuan/pikiran”
(Ibrahim,2007:276), tidak ada pertanyaan, tidak ada masalah, yang ada
hanyalah menerima penyeragaman pengetahuan, sehingga minim kreasi.
Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan dalam dunia pendidikan, dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kondisi yang berkemungkinan ilmu pengetahuan mengalami perlambatan
dalam perkembanganya.
e. Seragam dan Intimidasi
Partanto & Dahlan(1994:286) menyatakan bahwa intimidasi adalah
Penggertakan, gertakan, atau ajaran dengan ancaman. Parsons(2009:60)
menyatakan bahwa “Intimidasi berarti menyakiti seseorang dengan cara-cara
tertentu. Intimidasi dapat dilakukan oleh satu orang atau atau lebih. Intimidasi
juga berarti sesorang atau orang-orang yang sama melakukan perbuatan
menyakiti tersebut lebih dari satu kali”. Perilaku intimidasi menurut
Parsons(2009:24) adalah, “Sesuatu yang endemik, dimulai ditahun pertama
sekolah dan mengganas sepanjang karier akademik seorang siswa”. Seorang
siswa memulai belajarnya di sekolah pada tahun pertama, baik tingkat TK
hingga SMA/SMK wajib mengenakan seragam sekolah, kaitanya dengan
perilaku intimidasi, seragam sekolah memiliki urun andil terhadap proses
intimidasi, lebih jelasnya Parsons(2009:25) menjelaskan tiga jenis perilaku
intimidasi sebagai berikut:
Intimidasi verbal atau tertulis : mengata-ngatai seperti menggunakan
ejekan yang bermuatan rasis, seksis, atau homofobik; ledekan terhadap
penampilan fisik, kemampuan atau status sosial ekonomi; telepon yang
berisi ancaman dan menakut-nakuti; nota, e-mail, dan sms yang
menyakitkan. Intimidasi fisik: memukul, menendang, menginjak,
menyerang; melemparkan benda-benda, melakukan sentuhan seksual yang
tidak diinginkan; mencuri atau merusak benda-benda atau milik pribadi;
mengancam dengan senjata; mengancam melakukakan kekerasan,
melakukan paksaan. Intimidasi sosial : merangkai rumor dan gossip;
mengucilkan, mempermalukan, atau mencemooh seseorang; secara publik
menceritakan informasi-informasi pribadi seseorang, termasuk
menanyangkan gambar atau tulisan pada web site; mengunakan
pertemanan atau status untuk melakukan paksaan atau manipulasi perilaku.
Proses intimidasi merupakan proses yang bertahap, dimulai dari
intimidasi verbal atau tertulis, kemudian intimidasi fisik, dan yang terakhir
adalah intimidasi sosial. Intimidasi dalam seragam sekolah terjadi ketika
seorang siswa tidak dapat memakai seragam sekolah, kemudian ejekan dan
gunjingan mengarah kepada siswa yang tidak memakai seragam sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Ejekan dan gunjingan tidak hanya berasal dari sesama siswa, melainkan juga
dari guru dan kepala sekolah, selanjutnya adalah adanya sanksi kepada siswa
yang tidak mengenakan seragam sekolah, jika masih tidak puas dengan
menghukum secara fisik, bisa jadi siswa yang tidak memakai seragam sekolah
masih dicemooh dan dikucilkan di dalam kelas.
2. Tinjauan Pendidikan Kritis
a. Definisi pendidikan kritis
Pendidikan kritis menurut Nuryanto (2011);
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah mazhab pendidikan yang
meyakini adanya muatan politik dalam semua aktifitas pendidikan. Aliran
ini dalam diskursus pendidikan disebut juga “aliran kiri” karena orientasi
politiknya yang berlawanan dengan mazhab liberal dan konservatif, dalam
konteks akademik, mazhab ini disebut dengan “The New Sociology Of
Education” Atau “Critical Theory Of Education.(hlm. 1)”
Henry Giroux (1993) dalam Nuryanto(2011:1) menyebut mazhab ini
adalah pendidikan radikal (radical education), sedangkan Allman (1998)
dalam Nuryanto(2011:1) menyebutnya dengan pendidikan revolusioner
(revolusionery pedagogy). Mazhab Kritis tidak merepresentasikan satu
gagasan yang tunggal dan homogen, namun para pendukung mazhab ini
disatukan dalam satu tujuan yang sama, yaitu memberdayakan kaum tertindas
dan mentransformasi ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui
media pendidikan (McLaren,1998) dalam Nuryanto(2011:2).
Berbagai sudut pandang para pakar di atas tentang pendidikan kritis
dapat dikatakan bahwa pendidikan kritis adalah sebuah sarana yang
menjembatani pengetahuan seseorang dengan realitas lingkungan di sekitarnya
agar dapat membuat keadaan di masa depan lebih baik dari sekarang. Realitas
lingkungan yang ada adalah kesemua yang berhubungan dengan proses
berlangsungnya pendidikan, dalam hal ini adalah proses berlangsungnya
pembelajaran yang terjadi di sekolah ataupun di luar sekolah.
Nuryanto(2011:2) menyatakan bahwa, “Visi pendidikan kritis
dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dari konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih luas”, secara jelas
menunjukan bahwa di dalam institusi pendidikan tidaklah bersifat netral,
independen, dan bebas dari kepentingan-kepentingan, melainkan juga menjadi
bagian dari isntitusi sosial lain yang menjadi ajang pertarungan kepentingan.
Berbagai kepentingan di dalam pendidikan akan membentuk wajah institusi
pendidikan dan mempengaruhi subyektifitas siswa. Subyektifitas manusia
tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial yang lebih luas. Secara garis besar
Nuryanto(2011) menyatakan bahwa:
Subyektifitas manusia dipengaruhi oleh apa yang dibaca dan dipelajari,
lingkungan belajar di sekolah, lingkungan sosial tempat berinteraksi,
lingkungan keluarga sistem politik yang mengatur kehidupan publik, media
masa dan televisi, dan entitas-entitas lain yang membentuk dan
mempengaruhi kesadaran individu (hlm. 2).
Kesadaran kritis siswa perlu dibangun agar mereka mampu
memandang secara sebab akibat kepentingan ideologis yang menyelimuti
realitas mereka. Terdegradasinya sikap kritis manusia disebabkan oleh
berlangsungnya intimidasi atau penindasan, eksploitasi dan dominasi, sehingga
kesadaran kritis adalah kata kunci yang sangat penting dalam pendidikan kritis.
Kincholoe(2005), pendidikan kritis berbasis kepada keadilan dan
kesetaraan. Pendidikan tidak berkutat pada pertanyaan seputar sekolah,
kurikulum, dan kebijakan pendidikan, tetapi juga tentang keadilan sosial dan
kesetaraan (Nuryanto, 2011:3). Visi sosial dan pendidikan yang berbasis pada
keadilan dan kesetaraan tidak hanya tertuang di dalam tulisan dan kata, tetapi
juga termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari (Nuryanto,2011:3),
sehingga kejelasan dan kekonsistenan yang direncanakan secara teori harus
sesuai dengan praktek di lapangan.
Sekolah seringkali menampakkan wajah yang ambigu, kontradiktif,
dan paradoks. Sekolah dalam sudut pandang lain dilandaskan pada satu visi
untuk membangun masyarakat yang demokratis, namun kadang pada
prakteknya bertindak otoriter dan anti-demokrasi dengan tidak memberikan
ruang bagi tumbuhnya subyek yang kritis, toleransi dan multi-kulturalisme.
Taylor(1983) menyatakan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Untuk mendukung peningkatan kesadaran kritis, ada tiga tahapan dalam
pendidikan kritis yang selalu diajarkan di kelas. Tahap pertama adalah
naming, yaitu tahap menanyakan sesuatu, dalam tahap ini merupakan
latihan untuk menanyakan sesuatu baik yang berkaitan dengan teks, realita
sosial ataupun sturktur ekonomi politik. Tahap kedua adalah reflecting,
yaitu dengan mewujudkan pertanyaan mendasar untuk mencari akar
persoalan, dalam tahapan ini dimaksudkan agar siswa untuk berfikir kritis
dan reflektif. Pada tahap ketiga, adalah acting, yaitu proses pencarian
alternatif untuk memecahkan persoalan. Tahapan ini merupakan tahapan
praksis, refleksi dan aksi merupakan dua sisi dari satu koin yang sama
dalam pendidikan kritis. Tiga tahap ini merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan (Nuryanto,2011;10).
Nuryanto(2011) filsafat pendidikan kritis didasarkan pada beberapa
asumsi berikut ini :
… (a) manusia diyakini memiliki kapasitas untuk berkembang dan berubah
karena memiliki potensi untuk belajar, dibekali dengan kapasitas berfikir
dan self-reflection; (b) manusia, sebagai mahluk yang tidak sempurna,
mampunyai panggilan ontologism, dan historis untuk menjadi manusia
yang lebih sempurna; (c) manusia, dalam bahasa Colin Lankshear(1993)
adalah “mahluk praksis yang hidup secara otentik hanya ketika terlibat
dalam transformasi dunia”… (hlm.10).
Nuryato merangkumkan pandangan yang berakar dari filsafat ke
dalam tiga asumsi dasar tersebut. Ketiga asumsi tersebut sangat dibutuhkan
dalam pelaksanaan pendidikan kritis.
b. Teori pendidikan kritis
Lather(1986) menyatakan, “Sumber yang dijadikan rujukan sebagai
basis teori dan metodologi Pendidikan kritis ada tiga: teori kritis Frankfurt,
Antonio Gramsci, dan Paulo Fraire” (Nuryanto,2011:11). Ketiga sumber
tersebut sangat popular bagi mereka yang memiliki perhatian teori imu sosial
dan teori sosial kritis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1. Pokok pikiran Antonio Gramsci (hegemoni dan pendidikan)
Livingstone (1976:235) menyatakan bahwa, “Hegemoni dalam
pengertian Gramsci adalah a social condition in which all aspects of social
reality are dominated by or supportive of a single
class”(Nuryanto,2011:33). “Single class” disini diartikan secara tepat
untuk sekarang adalah “dominant group”(kelompok dominan) sebagai
penggambaran kompleksitas kekuasaan yang bermain.
Nuryanto (2011) menyatakan bahwa;
Konsep hegemoni bisa digunakan sebagai alat analisis untuk
memahami mengapa kelompok-kelompok subordinat secara
sukarela mau berasimilasi ke dalam pandangan dunia kelompok
dominan, yang pada giliranya membuat kelompok ini menjadi
mudah untuk terus melanggengkan dominasi dan kekuasaan
mereka. Gramsci berpendapat situasi seperti ini memungkinkan
karena kelompok dominan menerapkan apa yang dia sebut sebagai
hegemoni yaitu rule by consent and by virtue of moral and
intellectual authority. Dengan demikian, untuk mempertahankan
posisi kelompok dominan selalu berupaya untuk mengamankan
persetujuan spontan kelompok marginal dengan cara
menegosiasikan penciptaan konsesus politik dan ideologi (Dominic
Strinati:1995) (hlm.33).
Penelitian ini, menyinggung hegemoni pemakaian seragam
sekolah, dimana kelompok pemakai seragam sekolah secara lengkap
merupakan komunitas yang dominan, dibandingkan dengan kelompok
siswa yang tidak memakai seragam sekolah secara lengkap. Siswa yang
mampu membeli seragam sekolah serta mengenakanya membuat percaya
dan yakin bahwa pendidikan layak mereka dapatkan di bangku sekolah.
Boggs(1976) menyatakan:
Proses hegemoni melibatkan penetrasi dan sosialisasi nilai,
keyakinan, sikap, dan moralitas di masyarakat yang dimediasi oleh
praktek-praktek sosial, politik, dan ideologi. Ketika prinsip-prinsip
ini diinternalisasi oleh masyarakat maka akan berubah menjadi
common sense, yang pada giliranya mendegradasi fakultas kritis
masyarakat dan sebaliknya memperkuat status quo. disinilah bisa
dipahami dapat dipahami bahwa mengapa kaum tertindas secara
tidak sadar berpartisipasi dalam proses dominasi dan mau
bekerjasama dengan para penindas, ini terjadi karena masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
menganggap bahwa tindakan kelas yang berkuasa sebagai sesuatu
yang natural dan normal serta sesuai dengan kepentingan
mereka(Nuryanto,2011:34).
Pernyataan tersebut dapat dipahami bawasanya kelompok
dominan disini yaitu pemakai seragam sekolah secara lengkap memperkuat
status quo bahwa pengetahuan akan legal didapatkan dan hanya boleh
didapatkan oleh seorang yang memakai seragam sekolah secara lengkap.
Pengertian masyarakat tentang seragam sekolah sudah menjamur
bawasanya seorang yang bersekolah adalah seorang yang mengenakan
seragam sekolah, dan ini adalah wajar menurut mereka. MAL ataupun
supermarket dengan tegas menolak pengunjung yang mengenakan seragam
sekolah, karena seragam sekolah menegaskan bawasanya pemakainya
adalah seorang yang seharusnya belajar di sekolah, bukan untuk
berkunjung ke MAL atau ke supermarket.
Gramsci(1971:350) mengatakan, “Every relationship of hegemony
is essentially an educational relationship” (Nuryanto,2011:34). Nuryanto
(2011) mempertegas:
Agen-agen yang terlibat dalam hubungan edukatif adalah institusi-
institusi yang turut membentuk masyarakat sipil, atau institusi-
institusi yang turut sosial ideologis yang ikut mengkonstruksi basis
kultural kekuasaan, seperti hukum, pendidikan, agama, media
massa, dan lain sebagainya. Dengan demikian, institusi-insititusi
seperti ini tidaklah netral, tapi justru mendukung dan memperkuat
hegemoni yang ada, termasuk di dalamnya dunia pendidikan
(hlm.34).
Konsep hegemoni tidaklah eklusif milik kelas borjuis, atau kelas
dominan (pemakai seragam sekolah). Nuryanto menyatakan bahwa,
“Pandangan Gramsci, kelas pekerja dapat membangun hegemoninya
sendiri dengan cara membuat aliansi dengan kelompok-kelompok
minoritas dan kekuatan sosial yang lain berdasarkan prinsip saling
menghormati” (2011:34). Masing-masing kelompok memiliki kontribusi
terhadap aliansi baru tersebut, jika demikian, Nuryanto(2011), “Hegemoni
bukanlah sebuah konsep yang statis, tetapi dinamis, fleksibel dan terbuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
untuk dinegosiasi ulang” (hlm:34), dengan kata lain, Adamson (1980:174)
dalam Nuryanto menyatakan “Hegemoni adalah a process of continous
creation” (2011:34).
2. Paulo Fraire (pendidikan kritis yang membebaskan)
Adeny&Risakotta(2001) menyatakan sebagai berikut:
Fraire membangun ide-idenya dengan cara mempertimbangkan dua
hal yang kontradiktif. Pikiran dialektis ini dimulai dengan ide atau
praktik (tesis) yang harus ditolak, kemudian diusulkan antitesisnya,
yaitu ide atau pikiran yang melawan tesis yang ditolak. Istilah
terkenal dalam pikiran Fraire adalah “Pendidikan Menurut Teori
Banking”. Teori banking tersebut ditolak oleh Fraire (halm.14).
Adeny&Risakotta(2001), “Metafor banking berasumsi bahwa
ilmu pengetahuan adalah semacam barang, seperti uang, yang dapat
ditrasfer dari satu orang ke orang lain. Pendidikan banking berarti ilmu
pengetahuan ditransfer dari pengajar kepada pelajar(hlm. 14), dengan kata
lain siswa menerima pengetahuan seperti layaknya hadiah atau barang yang
dibeli, dan pengajar menganjurkan siswanya harus menerima apa saja yang
diberikan oleh gurunya.
Fraire(1985), menyatakan bahwa:
… dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan
sebuah anugrah yang dihibahkan oleh mereka yang menggagap
dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak
memiliki pengetahuan apa-apa. Pengetahuan dapat diartikan
sebagai sesuatu yang dimiliki oleh seorang guru, dan akan
diberikan kepada siswa yang sebelumnya siswa dianggap bodoh,
tidak tahu apa-apa dan siap menerima pengetahuan layaknya gelas
kosong yang siap diisi oleh air minum (hlm. 51).
Fraire(1985), sebagaimana kebiasaan pendidikan gaya bank antara
lain sebagai berikut :
1. Guru mengajar, murid diajar.
2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
3. Guru berfikir, murid difikirkan.
4. Guru bercerita, murid patuh mendengarkan.
5. Guru menentukan peraturan, murid diatur.
6. Guru memilih dan memaksakan pilihanya, murid menyetujuinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
7. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui
perbuatan gurunya.
8. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta
pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
9. Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan
kewenangan jabatanya, yang ia lakukan untuk menghalangi
kebebasan murid.
10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek
belaka.
(hlm. 51-52)
Pendidikan gaya bank memandang manusia sebagai mahluk yang
dapat disamakan dengan sebuah benda yang dapat diatur, semakin banyak
siswa yang menyimpan tabungan yang dititipkan kepada mereka, semakin
kurang mengembangkan kesadaran kritis mereka, semakin penuh mereka
menerima peran pasif yang disodorkan kepada dirinya, mereka semakin
cenderung menyesuaikan diri dengan dunia menurut apa adanya serta
pandangan terhadap realitas yang terpotong-potong sebagaimana yang
ditanamkan dalam diri mereka.
Fraire(1985), menyatakan bahwa;
Kemampuan pendidikan gaya bank untuk mengurangi atau
menghapuskan daya kreasi pada murid serta menumbuhkan sikap
mudah percaya, menguntungkan kepentingan dengan dunia yang
terkuak atau yang berubah. Kaum penindas memanfaatkan
humanitarianisme mereka untuk melindungi situasi menguntungkan
bagi diri mereka sendiri. Oleh karena itu naluriah mereka akan
selalu menentang setiap usaha percobaan dalam bidang pendidikan
yang akan merangsang kemampuan kritis dan tidak puas dengan
pandangan terhadap dunia yang berat sebelah, tetapi selalu mencari
ikatan yang menghubungkan satu hal dengan hal-hal lainya atau
satu masalah dengan masalah lain (hlm.52).
Fraire menawarkan lawan dari pendidikan banking, yaitu
“Pendidikan hadap masalah” atau dalam bahasa Adeny dan Risakotta
(2001) “Penddikan yang Menonjolkan Masalah Sosial” (PMMS).
Perbedaan kedua teori ini sangatlah jauh, dalam pendidikan banking semua
kekuasaan dan ilmu pengetahuan di tangan pengajar, siswa dianggap
bodoh, belum tahu apa-apa. “Siswa dikayakan oleh belas kasihan guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
yang rela menyetor ilmu pengetahuan kepada otak siswanya” (Adeny dan
Risakotta,2001:14). Teori PMMS mengasumsikan bahwa murid-murid
juga memiliki ilmu pengetahuan, walaupun mereka belum mengerti ilmu
yang diketahui oleh gurunya(Adeny&Risakotta,2001:15). Guru seharusnya
hadir sebagai seorang yang dapat membimbing siswanya agar menjadi
sadar akan masalah-masalah di dalam dunianya, kemudian siswa mencari
cara sendiri untuk memecahkan masalahnya.
Fraire(1985) menyatakan bahwa;
Metode pendidikan gaya bank menekankan pentingnya hal-hal yang
tetap dan karenanya menjadi reaksioner; sementara pendidikan
hadap masalah (yang tidak mau menerima suatu masa kini yang
“baik-baik saja maupun masa depan yang telah ditakdirkan)
mendasarkan dirinya kepada kekinian yang dinamis dan karenanya
revolusioner. Pendidikan hadap masalah adalah sikap revolusioner
terhadap masa depan (hlm.68).
Bentuk bahasa yang dikemukakan oleh Adeny&Risakotta, yaitu
“pendidikan hadap masalah” Fraire dibahasakan menjadi PMMS. Teori
Fraire menurut Adeny&Risakotta(2001) menyatakan bahwa, “Ilmu
pengetahuan bukan merupakan barang yang dimiliki oleh seseorang, tetapi
kemampuan/keterampilan untuk melihat dan mengerti kenyataan melalui
bahasa yang tepat” (hlm.15). Maksud dari bahasa yang tepat adalah
pemecahan masalah yang telah didapati untuk menyongsong masa depan
yang lebih baik.
Tujuan pendidikan kritis menurut Fraire adalah, “Membuka
cakrawala pelajar (dan juga si guru), supaya dengan kesadaran yang lebih
mendalam mereka dapat mengerti masalah-masalah nyata dalam dunia
mereka sendiri” (Adeny&Risakotta,2001:16). Penulis menekankan bahwa
PMMS merupakan pendidikan yang kritis, sehingga siswa dibimbing
supaya tidak secara mentah menerima struktur sosial, ekonomi, budaya,
agama, dan politik, tetapi dengan mempersoalkan terlebih dahulu. Pengajar
menolong siswa untuk mengkritik kenyataan sturktural yang tidak adil
dengan cara dialogis, sehinga PMMS dimulai dengan pengalaman dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pengetahuan siswa sendiri. Guru dan siswa bersama-sama mempersoalkan
hal-hal yang dianggap menyusahkan kehidupan rakyat.
Peneliti mengusung pemakaian seragam sekolah sebagai
permasalahan dalam penelitian ini, sehingga baik guru, siswa, orang tua
wali murid mempertanyakan mengapa sekolah harus mengenakan seragam
sekolah, karena kehadiranya hingga sekarang masih ada yang dibuatnya
bermasalah ketika akan belajar di bangku sekolah, berawal dari
mempertanyakan hal yang kecil seperti seragam sekolah, akan membawa
kepada sebuah permasalahan yang lebih besar dan kompleks.
Adeny&Risakotta menyatakan bahwa:
Guru yang kritis-radikal menolong siswa untuk mempersoalkan
struktur ketidakadilan yang lebih besar dari konteks lokal mereka.
Dalam PMMS memang dimulai dengan pengetahuan lokal, tetapi
struktur ketidakadilan tidak hanya muncul dari konteks lokal,
melainkan dari struktur daerah, sturktur nasional, dan struktur
global. Guru yang radikal menolong siswa untuk membuka
cakrawala siswanya agar bisa mengerti konteks yang lebih besar
(2001:17).
Seragam sekolah jika memang dirasa memberikan ketidakadilan
bagi siswa, peran mendasar pendidikan kritis untuk menguak permasalahan
dari yang kecil semacam ini sangat dibutuhkan agar nantinya pendidikan
menjadi sebuah keadilan bagi seluruh rakyat indonesia.
Pendidikan kritis hadir memberikan solusi sekaligus pengharapan.
Adeny&Risakotta(2001) menyatakan bahwa, “Pengharapan menurut Fraire
tidak sama dengan rasa optimis, dapat saja dalam situasi tertentu kita
menjadi pesimis, tetapi kita tetap membutuhkan pengharapan sebagai
keharusan ontologism(ontological necessity)”(hlm.17). Maksud dari
keharusan ontologism disini adalah pengharapan diharuskan untuk
kehidupan manusia yang sejati, dengan demikian pengharapan memang
sikap normatif, yaitu sikap etis yang menjadikan syarat untuk hidup baik.
Pengharapan memiliki dua unsur, unsur pertama adalah sikap
kritis atau tidak puas dengan kenyataan. Kedua pengharapan merupakan
kepercayaan bahwa dunia yang penuh dengan penderitaan orang tertindas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dapat dirubah(Adeny-Risakotta,2001:17), jika sikap kritis dalam diri
seorang siswa tidak ada, maka pengharapan keadilan dalam pendidikan
tidaklah diperlukan. Kemugkinan yang ada adalah mengikut serta dengan
kenyataan yang ada, menerimanya dengan selaras sebuah kenyataan. Unsur
yang kedua menyatakan bahwa pengharapan itu bukanlah mimpi-mimpi
yang kosong melainkan kemungkinan nyata yang belum diuji.
3. Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product)
Terdapat beragam jenis evaluasi program, salah satu dari model evaluasi
program adalah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).
Penjelasan mengenai metode evaluasi CIPP dapat dipahami sebagai berikut:
a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Arikunto dan Jabar(2004) mengemukakan bahwa, “Evaluasi konteks
adalah upaya yang menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang
tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan
proyek”(hlm.29). Pertanyaan yang dapat diajukan sehubungan dengan evaluasi
konteks yaitu mengenai kebutuhan yang belum terpenuhi oleh program, tujuan
pengembangan yang belum tercapai dan tujuan yang paling mudah
pencapaianya.
Sudjana(2006) menjelaskan bahwa, “Evaluasi ini menjelaskan
mengenai kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan kondisi yang ada
dan yang diinginkan dalam lingkungan, dan mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan yang belum terpenuhi dan peluang yang belum
dimanfaatkan”(hlm.54-55). Evaluasi ini berkaitan pula dengan sistem nilai
yang ada dan yang baru, menyajikan alat untuk menetapkan prioritas, serta
perubahan-perubahan yang diinginkan. Stufflebeam menegaskan bahwa
konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan
kebutuhan yang dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan
program(Tayibnapis,2008: 14).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)
Sudjana(2006) menjelaskan bahwa, “Evaluasi masukan (input)
program menyediakan data untuk menentukan bagaimana penggunaan sumber-
sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan program”(hlm.55).
Evaluasi ini mencakup kegiatan identifikasi dan penilaian kemampuan sistem
yang digunakan dalam program, strategi-strategi untuk mencapai tujuan-tujuan
program yang dipilih. Menurut Stufflebeam, “Evaluasi input menolong
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa
yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan dan
bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya” (Tayibnapis,2008: 14).
c. Evaluasi Proses (Process Evaluation)
Evaluasi proses dalam CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan
yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai
penanggung jawan program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Evaluasi
proses dalam CIPP diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan
di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Stufflebeam
mengemukakan pertanyaan yang harus dijawab sehubungan dengan evaluasi
proses ini, yaitu mengenai pelaksanaan program yang sudah sesuai dengan
jadwal, kemampuan penanganan staf yang terlibat di dalam pelaksanaan
program, pemanfaatan secara maksimal sarana dan prasara yang disediakan,
dan hambatan-hambatan yang dijumpai selama pelaksanaan program
kemungkinan berkelanjutan program(Arikunto&Jabar,2004: 30).
Sudjana(2006) memaparkan bahwa, “Evaluasi proses ini mendeteksi
dan memprediksi kekurangan dalam rancangan prosedur kegiatan program dan
pelaksanaanya, menyediakan dan untuk keputusan dalam implementasi
program, dan memelihara dokumentasi tentang prosedur yang dilakukan”
(hlm.55-56). Dokumentasi tentang prosedur kegiatan pelaksanaan program
akan membantu untuk kegiatan analisis akhir tentang hasil-hasil program yang
telah dicapai. Lebih lanjut Stufflebeam menyatakan bahwa, “Evaluasi proses
membantu mengimplementasikan keputusan mengenai sampai sejauh mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
rencana diterapkan dan apa saja rencana yang membutuhkan revisi”
(Tayibnapis,2008: 14), begitu pertanyaan tersebut terjawab, prosedur dapat
dimonitor, dikontrol dan diperbaiki.
d. Evaluasi Hasil (Product Evaluation)
Evaluasi hasil atau produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan
perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi produk merupakan
tahap akhir dari serangkaian evaluasi program. Evaluasi produk untuk
menolong keputusan selanjutnya. Stufflebeam mengemukakan pertanyaan-
pertanyaan sehubungan dengan evaluasi produk ini, yaitu mengenai
ketercapaian tujuan atau hasil yang ditetapkan, pertanyaan-pertanyaan yang
mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian
tujuan, kebutuhan individu yang telah terpenuhi dan tentang hasil jangka
panjang (dampak) sebagai akibat dari kegiatan program dan mengenai hal yang
akan dilakukan setelah proses berjalan(Arikunto&Jabar,2004: 31). Sudjana
mendefinisikan evaluasi program sebagai kegiatan sistematis untuk mengambil
keputusan(2006:21). Batasan evaluasi program ini mengandung tiga unsur
penting yaitu :
1) Kegiatan sistematis; mengandung makna bahwa evaluasi program
dilakukan melalui prosedur yang tertib berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah.
2) Data: data yang dikumpulkan, sebagai fokus evaluasi program, diperoleh
melalui kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian dengan
menggunakan metode pendekatan, model, metode dan teknik ilmiah.
3) Pengambilan keputusan; data yang disajikan itu akan bernilai apabila
menjadi masukan berharga untuk proses pengambilan keputusan tentang
alternative yang akan diambil terhadap program.
Penjelasan beberapa ahli mengenai CIPP menjadi acuan dasar dalam
penentuan indikator evaluasi program pada penelitian ini. Indikator yang dipilih
sebagai indikator evaluasi dengan metode CIPP dalam penelitian ini disesuaikan
dengan program yang dievaluasi. indikator yang dimaksudkan adalah sebagaimana
dalam tabel 2.1 di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tabel. 2.1: Rangkuman Indikator CIPP dari beberapa ahli
METODE
PENDAPAT
C I P P
SUHASIMI
ARIKUNTO
DAN CEPI
SAFRUDDIN
1. Kebutuhan yang belum
terpenuhi.
2. Tujuan pengembangan
yang belum tercapai.
3. Tujuan termudah yang
dicapai
1. Kemampuan subyek
dalam menunjang
program
1. Kegiatan yang
dilakukan dalam
program “apa”(what)
2. Penanggung jawab
program “siapa”
(who)
3. Waktu kegiatan
“kapan” (when)
4. Kemampuan
penanganan
5. Pemanfaatan sarana
dan prasarana
6. Hambatan-hambatan
yang dijumpai
1. Ketercapaian
tujuan/hasil yang
ditetapkan
2. Kebutuhan yang
telah terpenuhi
3. Hasil (jangka
panjang) dari
kegiatan
program
4. Hal yang
dilakukan setelah
program berjalan
DJUJU
SUDJANA
1. Kondisi lingkungan
2. Kebutuhan-kebutuhan
yang belum terpenuhi
3. Peluang yang belum
dimanfaatkan
4. Sistem nilai
5. Penyajian alat untuk
memantapkan priritas
6. Perubahan-perubahan
yang diinginkan
1. Identifikasi dan
penilaian kemampuan
sistem
2. Strategi untuk
mencapai tujuan
program
3. Rancangan
implementasi yang
dipilih
1. Kekurangan dalam
rancangan prosedur
kegiatan program
2. Data yang
dibutuhkan untuk
keputusan
implementasi
program
3. Dokumentasi tentang
prosedur yang
dilaksanakan
1. Pengaruh utama
2. Pengaruh
sampingan biaya
3. Keunggulan
program
FARIDA YUSUF
TAYIBNAPIS
1. Merencanakan
keputusan
2. Menentukan
kebutuhan yang akan
dicapai
3. Merumuskan tujuan
program
1. Sumber-sumber yang
ada
2. Rencana dan strategi
3. Alternative yang
diambil
4. Prosedur kerja
pencapaian
1. Sejauh mana rencana
diterapkan
2. Rencana apa saja
yang membutuhkan
revisi
1. Hasil yang
dicapai
2. Hal yang
dilakukan
setelah program
berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Berdasarkan tabel indikator CIPP dari beberapa ahli dapat disintesis sebagai berikut :
Tabel. 2.2. Tabel sintesis rangkuman indikator CIPP dari beberapa ahli
Context Input Process Product
1. Kebutuhan yang
belum terpenuhi
2. Tujuan yang
ingin dicapai
3. Kondisi
lingkungan
4. Peluang yang
belum
dimanfaatkan
5. Sistem nilai
6. Penyajian alat
untuk
memantapkan
prioritas
7. Merencanakan
keputusan
1. Sumber-
sumber yang
ada
2. Kemampuan
subyek dalam
menunjang
program
3. Strategi untuk
mencapai
tujuan
program
4. Prosedur
kerja
pencapaian
1. Kegiatan program
2. Penanggung jawab
program
3. Waktu kegiatan
4. Kemampuan
penanganan
5. Pemanfaatan sarana
dan prasarana
6. Kekurangan dalam
rancangan prosedur
kegiatan program
7. Data yang dibutuhkan
untuk keputusan
implementasi program
8. Dokumentasi tentang
prosedur yang
dilakukan
9. Sejauh mana rencana
diterapkan
10. Rencana apa saja
yang membutuhkan
revisi
1. Ketercapaian
tujuan/hasil yang
diharapkan
2. Kebutuhan yang
telah terpenuhi
3. Hal yang dilakukan
setelah program
berjalan
4. Pengaruh program
5. Biaya
6. Keunggulan
program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Penelitian ini hanya mengambil beberapa indikator yang sesuai dalam
proses pemakaian seragam sekolah siswa SMKN 5 Surakarta. Indikator-indikator
terpilih sebagai berikut,
Tabel. 2.3. Indikator yang terpilih dalam penelitian
Context Input Process Product
Indikator
1. Tujuan yang
ingin dicapai
2. Kondisi
lingkungan
3. Merencanakan
keputusan
1. Sumber-
sumber yang
ada
2. Kemampuan
subyek dalam
menunjang
program
3. Strategi untuk
mencapai
tujuan
1. Kegiatan
program
2. Kemampuan
penanganan
program
3. Pemanfaatan
sarana dan
prasarana
1. Ketercapaian/
hasil yang
ditetapkan
2. Hal yang
dilakukan
setelah
program
berjalan
3. Pengaruh
program
Secara lebih jelas penggunaan indikator dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Indikator konteks dalam penelitian ini dipilih tiga indikator dari
tujuh indikator berdasarkan sintesis para ahli yaitu, kebutuhan yang belum
terpenuhi, tujuan yang ingin dicapai, dan kondisi lingkungan. Pemilihan
indikator tersebut dikarenakan ketiga indikator tersebut bersifat umum dan
dinilai sebagai indikator yang paling sesuai dengan obyek evaluasi yaitu,
evaluasi pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta.
b. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)
Indikator masukan dalam penelitian ini menggunakan tiga indikator
yang antara lain: sumber-sumber yang ada, kemampuan subyek dalam
menunjang program, strategi untuk mencapai tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c. Evaluasi Proses (Process Evaluation)
Indikator dalam evaluasi proses antara lain: kegiatan program,
kemampuan penanganan program, dan pemanfaatan sarana dan prasarana.
d. Evaluasi Hasil (Produck Evaluation)
Indikator yang digunakan antara lain: ketercapaian hasil yang
ditetapkan, hal yang dilakukan setelah program berjalan, dan seberapa besar
pengaruh program.
B. Kerangka Berfikir
Seragam sekolah pada awalnya diyakini dapat memberikan keadilan bagi
pelajar yang duduk di bangku sekolah, karena dengan hadirnya seragam sekolah
dapat menghapus kesenjangan pelajar dari keluarga kaya, menengah atau-pun
kurang mampu. Seragam sekolah di awal tahun pelajaran 2011/2012 menjadi
penghalang bagi sebagian golongan pelajar untuk mendapatkan pendidikan di
bangku sekolah, hal ini sangat bertolak belakang dengan teori pendidikan kritis.
Teori pendidkan kritis menegaskan bahwa hal kecil seperti pemakaian seragam
sekolah ketika belajar di bangku sekolah sangat perlu dipertanyakan, karena
dengan mengetahui maksud dan tujuan yang jelas, serta saling memahami antara
pihak sekolah dan pelajar, diharapkan dapat memberikan sebuah perlakuan adil
terhadap mereka yang tidak mampu membeli seragam sekolah.
Berseragam sekolah merupakan bentuk sikap disiplin bagi pelajar di
sekolah, oleh karenanya berseragam sekolah sesuai dengan ketentuan yang
diberlakukan sekolah merupakan bentuk kedisiplinan pelajar. Pemakaian seragam
sekolah merupakan salah satu dari program sekolah untuk mendisiplinkan
siswanya, maka dari itu program ini perlu dilakukan evaluasi. Kegiatan evaluasi
umumnya diarahkan untuk mengevaluasi tujuan program atau dampak kegiatan
yang telah dihasilkan dari pelaksanaan program yang telah direncanakan. Suatu
program apabila tidak dievaluasi, maka tidak dapat diketahui bagaimana suatu
kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Salah satu model evaluasi yang dapat digunakan adalah model evaluasi
CIPP (Context, Input, Process, Product). Contect merupakan deskripsi rinci
mengenai kekhususan karakteristik lokasi daerah siswa dan masyarakatnya,
sebagai dasar untuk menentukan strategi yang paling tepat bagi pelaksanaan
program. Beberapa hal yang dikaji antara lain meliputi tujuan yang ingin dicapai,
kondisi lingkungan, kondisi sosial ekonomi orang tua siswa, tingkat pendapatan,
kondisi sosial budaya siswa dalam lingkungan belajar, pola interaksi pembelajaran
dan kebiasaan-kebiasaan/tradisi yang masih dijalankan untuk membantu
merencanakan keputusan dari sebuah program.
Input merupakan usaha yang dilakukan dengan menyajikan beragam hal
baik fisik maupun non-fisik yang menjadi dasar dan kelengkapan, untuk
terselenggaranya proses dan mekanisme kerja bagi tercapainya tujuan. Beragam
input yang dikaji antara lain: sumber-sumber yang ada mencakup organisasi
pendukung, dasar-dasar pemakaian seragam sekolah. Kemampuan subyek dalam
menunjang program mencakup penegak disiplin sekolah, dan yang terakhir adalah
beberapa strategi pihak sekolah untuk mencapai tujuan dari pemakaian seragam
sekolah.
Process merupakan pelaksanaan program kegiatan dan mekanisme kerja
program untuk mencapaian tujuan. Proses kegiatan meliputi : pengukuran
sistematis kepada siswa melalui angket penelitian, survei lokasi dan pengamatan
proses belajar mengajar di ruang kelas dan di bengkel/workshop.
Product merupakan hasil dari proses kegiatan program yang
menggambarkan tingkat efektivitas program. Product ini juga dapat mengetahui
pengetahuan baik guru, pelajar atau Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum
(WKS-2) tentang pendisiplinan seragam sekolah jika ditinjau dari teori pendidikan
kritis. Kemudian memuat hal-hal apakah yang akan dilakukan setelah program
berjalan, juga pengaruh dari program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
Procuct
1. Ketercapaia
n hasil yang
ditetapkan.
2. Hal yang
dilakukan
setelah
program
berjalan.
3. Pengaruh
program
Process
1. Kegiatan
program.
2. Kemampuan
penanganan
program.
3. Pemanfaatan
sarana dan
prasarana.
Input
1. Kemampua
n subyek
dalam
menunjang
program.
2. Sumber-
sumber
yang ada.
3. Strategi
mencapai
tujuan
program.
Context
1. Tujuan yang
ingin
dicapai
2. Kondisi
sosial
ekonomi
orang tua
siswa.
3. Merencanak
an
keputusan
Analisis pemakaian seragam sekolah siswa SMK dalam tinjauan pendidikan kritis di
SMKN 5 Surakarta tahun ajaran 2011/2012
Gambar 2.1. Alur Kerangka Berfikir Penelitian dengan model CIPP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitan
Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang akan dijadikan
sebagai tempat untuk memperoleh data yang berguna untuk mendukung
tercapainya tujuan penelitian. Peneliti memilih lokasi penelitian di SMKN 5
Surakarta yang beralamat di jalan LU. Adi Sucipto No. 42 Surakarta yang
didirikan di atas lahan yang luasnya 22.580𝑚2, dengan 36 ruang kelas, taman,
bengkel, masjid, kantin, lapangan olahraga, dan bangunan pendukung lainya.
Pemilihan tempat penelitian ini berdasarkan pertimbangan peneliti
bahwa SMKN 5 Surakarta adalah SMKN yang mengutamakan kedisiplinan dan
etos pembelajar yang tinggi, terbukti berdasarkan dari prestasi-prestasi yang
pernah diraihnya. Salah satu dari prestasi tersebut adalah pada ekstra
PASILIMKA (Pasukan Inti SMKNegeri 5 Surakarta) minggu 08/01/2012 yang
berhasil memboyong trophi dan uang pembinaan saat mengikuti Lomba Baris
Berbaris (LBB) tingkat Se-jateng DIY di Universitas Widya Dharma Klaten
yang diadakan Ramaka V , sebagai Juara Umum 2 LBB Ramaka V, dan Juara
Umum 1 Kriteria Danton Terbaik.
26
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Gambar. 3.1.Denah Gedung SMKNegeri 5 Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan kurang lebih 5 bulan, dari bulan Desember
2011-Juli 2012. Jadwal pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :
Tabel 3.1. Jadwal penelitian
No. Kegiatan Waktu Penelitian
1. Penyusunan proposal penelitian 20 September 2011 - 26 Oktober 2011
2. Seminar proposal 16 November 2011
3. Revisi proposal penelitian 21 November 2011 – 27 Januari 2012
4. Perijinan penelitian 3 Februari 2012 – 15 Maret 2012
5. Penelitian 19 April 2012 – 19 Mei 2012
6. Analisis data penelitian 22 Mei 2012 – 23 Juni 2012
7. Penulisan laporan penelitian 24 Juni 2012 – 3 Juli 2012
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian campuran
(prosedur kuantitatif dan kualitatif). Pendekatan penelitian campuran digunakan
peneliti karena dipandang sangat cocok untuk mengkaji permasalahan
penelitian, yaitu tentang pemakaian seragam sekolah yang dikaji dalam
pendidikan kritis, oleh karena itu data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari angket penelitian dan data
kualitatif didapatkan melalui wawancara, observasi dan analisis dokumen.
Kedua jenis data tersebut diperoleh dari siswa, wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan (WKS-2), dan guru SMKN 5 Surakarta. Kedua jenis data ini
kemudian dianalisis untuk mengambil sebuah kesimpulan hasil penelitian.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian evaluatif, dimana
penelitian evalutif yang digunakan adalah penelitian evalusi program dengan
menggunakan model Context, Input, Process, Product (CIPP). Arikunto&Jabar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
menyatakan, “model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk (1967) di
Ohio State University”(2004:29).
Sukmadinata (2008:130-131) sebenarnya ada lima macam model
campuran kualitatif-kuantitatif, tetapi yang terkenal dan banyak digunakan
hanya tiga model: komplementer, penggabungnan dan perluasan.
a. Model Komplementer (complementary model), menguraikan,
mengembangkan, mengilustrasikan, menjelaskan hasil yang diperoleh dari
suatu metode dangan metode lainnya. Bentuk campuranya adalah simultan
dan keduanya digunakan bersama-sama.
b. Model pengembangan (developmental model), menggunakan hasil dari
suatu metode untuk mengembangkan atau melengkapi informasi bagi
metode yang lain, informasi untuk penentuan sampel, teknik pengumpulan
data, dan lain-lain. Bentuk campuranya adalah pararel.
c. Metode ekspansi (expansion model), memperluas lingkup dan memperkaya
hasil penelitian dengan menggunakan metode yang berbeda untuk
mengevaluasi komponen pendidikan yang berbeda, atau untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang beraneka. Bentuk campuranya adalah
sekuensial atau pararel.
Model penelitian yang digunakan adalah model komplementer
(complementary model) karena data kuantitatif yang diperoleh akan mendukung
dan mempertegas data kualitatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
C. Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan angket penelitian,
sedangkan data kualitatif diperoleh dengan metode wawancara, observasi, dan
studi dokumen.
D. Teknik Sampling
Sugiyono menyatakan bahwa, “Teknik sampling adalah teknik
pengambilan sampel”(2012:62). Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik purposive rundom sampling, mengingat besarnya data
dalam penelitian ini yang akan diambil, yakni data bersumber dari siswa SMKN 5
Surakarta, WKS-2, dan guru kesiswaan. Berikut data jumlah siswa SMKN 5
Surakarta.
Tabel. 3.2.
Data siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) Negri 5 Surakarta 2011/2012.
No. Kompetensi
keahlian
X XI XII Jumlah
Total Ket.
L P Jml L P Jml L P Jml
1. Tek. Bangunan 92 6 98 76 3 79 77 2 81 258
2. Tek.
Ketenagalistrikan 99 1 100 94 1 95 79 2 81 276
3. Tek. Elektronika 92 5 97 100 1 101 81 1 82 280
4. Tek. Mesin 138 1 139 134 - 134 126 - 126 399
5. Tek. Otomotif 106 1 107 104 - 104 88 - 88 299
6. Tek. RPL 91 17 108 80 21 101 - - - 209
Jumlah 618 31 649 649 26 614 451 5 458 1721
Sumber : Dokumen data siswa SMKN 5 Surakarta.
Metode penentuan jumlah sampel angket penelitian dalam penelitian ini
mengacu pada tabel yang dikembangkan Isaac dan Michael, dengan tingkat
kesalahan 5% untuk jumlah populasi sebanyak 1721 yaitu berjumlah 289 sampel
data dari siswa (Sugiyono,2012:71).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui angket
penelitian, observasi, wawancara, dan analisis dokumen, secara lebih jelas sebagai
berikut;
1. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada
responden baik secara langsung maupun tidak langsung. Angket ini diberikan
kepada siswa untuk diperoleh informasi tentang pemakaian seragam sekolah di
SMKN 5 Surakarta.
2. Metode Observasi
Peneliti menggunakan teknik observasi berperan aktif. Peneliti datang
ke lokasi penelitian yaitu di SMKN 5 Surakarta untuk mencari data dengan
pengamatan terhadap situasi dan kondisi yang ada untuk mendapatkan
kebenaran dan melihat kenyataan yang terjadi. Observasi dilakukan untuk
menggali data atau informasi dari sumber data yang berupa tempat atau lokasi,
peristiwa, benda dan rekaman gambar baik langsung maupun tidak langsung.
Spradley dalam Sutopo(2002) menyatakan bahwa:
Observasi dapat dibagi menjadi observasi tak berperan dan observasi
berperan yang terdiri dari berperan pasif, berperan aktif dan berperan
penuh.
... Observasi berperan aktif adalah Peneliti memainkan berbagai peran yang
memungkinkan berada dalam situasi yang berkaitan dengan penelitiannya.
Peneliti tidak hanya berperan dalam bentuk dialog yang mengarah pada
pendalaman dan kelengkapan data, juga dapat mengarahkan peristiwa yang
sedang dipelajari demi kemantapan data (hlm.65).
3. Metode Wawancara
Moleong menyatakan bahwa, “Wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu” (2007:186).
Sutopo(2002) menyatakan bahwa, “Secara umum, teknik wawancara
dibedakan menjadi teknik wawancara terstruktur dan wawancara yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
terstruktur yang disebut wawancara mendalam”(hlm.58-59). Wawancara
terstruktur merupakan jenis wawancara yang terfokus dan pertanyaannya telah
disiapkan oleh peneliti secara pasti.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur karena dalam wawancara ini pertanyaan yang diajukan disiapkan
terlebih dahulu oleh peneliti berdasarkan pada pedoman wawancara yang
dibuat peneliti sebelum terjun ke lapangan. Narasumber dalam penelitian ini
adalah wakil kepala sekolah bidang kesiswaan (WKS-2), guru kesiswaan,
beberapa guru, dan siswa untuk diperoleh informasi pemakaian seragam
sekolah di SMKN 5 Surakarta.
4. Analisis Dokumen
Guba dan Lincoln menyatakan bahwa, “Dokumen adalah setiap
bahan tertulis atau film yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang penyidik”(Sutopo,2002: 161). Dokumen dapat dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan.
Yin dalam Sutopo menyatakan bahwa, “Mencatat dokumen disebut
sebagai content analysis dan dimaksudkan bahwa peneliti bukan sekedar
mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi juga
tentang maknanya yang tersirat”(2002:69-70). Data-data yang dicatat adalah
data-data yang mendukung informasi yang didapatkan.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
dokumen dengan cara mencatat dan menyimpulkan makna atau isi setiap
dokumen dan arsip. Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari dokumen dan arsip-arsip yang relevan dengan pemakaian
seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta.
Metode dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel. 3.3
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Tabel. 3.3
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Komponen
Evaluasi Indikator
Objek/Sumber
data
Instrumen yang
digunakan
Context Tujuan yang akan
dicapai
WKS-2, Guru
Kesiswaan,
Siswa.
Angket
Lembar Wawancara
Kondisi lingkungan WKS-2, Guru
Kesiswaan, Siswa
Angket
Lembar Observasi dan
Wawancara
Merencanakan
keputusan
WKS-2, Guru
Kesiswaan, Siswa
Angket
Lembar Observasi dan
Wawancara
Input Sumber-sumber
yang ada
WKS-2, Guru
Kesiswaan
Angket, Lembar
Wawancara
Kemampuan
subyek dalam
menunjang
program
WKS-2, Guru,
Siswa
Angket
Lembar Wawancara
Strategi untuk
mencapai tujuan
WKS-2, Guru
kesiswaan, Siswa
Angket
Lembar wawancara
Process
Kegiatan Program WKS-2, Guru,
Siswa
Angket
Lembar Wawancara
Dokumentasi
Kemampuan
Penanganan
Program
WKS-2, Guru
Kesiswaan
Angket, Lembar
Wawancara
Pemanfaatan
Sarana dan
Prasarana
WKS-2, Guru,
Siswa
Angket
Lembar Observasi dan
Wawancara
Product Ketercapaian Hasil
yang Ditetapkan
WKS-2, Guru
Kesiswaan, Siswa
Angket
Lembar Observasi dan
Lembar Wawancara
Hal yang dilakukan
setelah program
berjalan
WKS-2, Guru Angket,
Lembar Observasi,
Dan Wawancara
Pengaruh Program WKS-2, Guru
Kesiswaan, Siswa
Angket
Lembar Observasi dan
Lembar Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
F. Validitas Data
Data yang telah dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian ini
harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya untuk menjamin dan
mengembangkan kesahihan data. Penelitian ini mempunyai dua jenis data, yaitu
data kuantitatif yang di dapat dari angket penelitian dan data kualitatif yang di
dapat dari wawancara, observasi dan analisis dokumen.
1. Validitas Instrumen
Validitas diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
sejauhmana suatu alat ukur yang akan digunakan dapat mengukur apa yang
hendak diukur. Validitas instrumen yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah validitas isi (content) dan validitas konstruk. Untuk mengetahui
validitas isi dalam penelitian ini dilakukan rational judgment, yaitu apakah
butir-butir pertanyaan yang ada dalam angket telah menggambarkan
indikator yang dimaksud. Validitas konstruk mengarah pada sejauh mana
instrumen tersebut mengukur pengembangan teori yang menjadi dasar
penyusunan instrumen tersebut. Pendekatan validitas konstruk dilakukan
berdasarkan pendekatan rasional dan pendekatan empirik. Pendekatan
rasional dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur yang membentuk
konstruk, selain itu diarahkan pada penetapan butir-butir sesuai dengan
unsur-unsur yang terdapat pada konstruk tersebut. Pendekatan empirik
dimaksudkan untuk menilai sejauhmana kesesuaian unsur-unsur di dalam
instrumen dengan apa yang diramalkan dalam konstruk tersebut.
2. Reliabilitas Instrumen.
Reliabilitas tes berhubungan dengan konsistensi hasil pengukuran,
yaitu seberapa konsisten skor tes dari satu pengukuran ke pengukuran
berikutnya. Azwar(2008) reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan
pengukuran (hlm.83). Reliabilitas instrumen pada penelitian ini merujuk
pada rumus alpha yang dikemukakan oleh Azwar(2008:78) yaitu:
𝛼 = 𝑘
𝑘 − 1 1 −
𝑠𝑗2
𝑠𝑥2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Keterangan :
α = Koefisien Reliabilitas
k = Banyaknya belahan tes
𝑠𝑗2 = Varians belahan j; j = 1,2,... k
𝑠𝑥2 = Varians skor tes
Kriteria yang digunakan untuk menetapkan keterandalan instrumen
adalah indeks kehandalan instrumen dengan formula Crombach-Alpha, dengan
indeks kehandalan tes lebih besar dari 0,70. Penelitian ini perhitungan reliabilitas
instrumen dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan software
SPSS 16.0.
Angket penelitian yang dibuat harus memenuhi validitas dan reliabilitas,
serta melalui proses validasi demi kestabilan dan konsistensi instrumen jika
digunakan secara berulang-ulang pada obyek yang sama. Untuk mendapatkan
instrumen yang valid dan reliabel sebelum digunakan dalam menjaring data
penelitian, angket terlebih dahulu diujicobakan. Ujicoba instrumen diharapkan
untuk mendapatkan instrumen yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi,
sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur instrumen penelitian ini terlebih
dahulu diujicobakan pada 32 orang responden dengan maksud untuk mengetahui
kesahihan (validitas) dan tingkat keandalan (reliabilitas) instrumen tersebut.
Ujicoba instrumen dilakukan terhadap 32 siswa SMKN 5 Surakarta yang dianggap
memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian, hal ini bertujuan untuk
mencapai akuntabilitas kebenaran data instrumen yang valid, reliabel, mengukur
apa yang hendak diukur dengan tepat dan konsisten. Hasil dari ujicoba tersebut
diperoleh 8 item soal angket tidak valid dari 64 item soal keseluruhan, sehinga 8
item soal tidak digunakan dalam penelitian selanjutnya. Hasil reabilitas ujicoba
instrumen diperoleh dengan dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 16.0 dengan
perolehan nilai alpha 0,816 , secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.4 hasil
reabilitas ujicoba intrumen angket penelitian berikut;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 3.4
Hasil reabilitas ujicoba instrumen angket penelitian
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 32 100.0
Excludeda 0 .0
Total 32 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.816 64
Sumber : SPSS 16.0
Data kedua adalah data kualitatif, dalam penelitian kualitatif terdapat
beberapa cara untuk pengembangan validitas data penelitian, antara lain teknik
trianggulasi dan review informan.
1. Trianggulasi
Moleong menyatakan bahwa, “Trianggulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu” (2007:330). Patton menyatakan bahwa, “Ada 4 macam teknik trianggulasi
yaitu: (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti
(investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologi (methodological
triangulation) dan (4) trianggulasi teoretis (theoretical triangulation)” (H.B
Sutopo,2002:78).
Trianggulasi data juga disebut tringgulasi sumber. Trianggulasi data
ini digunakan untuk memperoleh data yang sejenis dari sember data yang
berbeda-beda. Trianggulasi metodologi dilakukan dengan menggunakan
metode atau teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data
yang sama atau sejenis. Trianggulasi peneliti merupakan hasil penelitian data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
atau simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya dapat diuji
validitasnya dari beberapa peneliti. Trianggulasi teori yaitu dalam membahas
permasalahan yang dikaji peneliti menguraikan perspektif dari beberapa teori.
Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
trianggulasi data dan trianggulasi metodologi, dengan trianggulasi data
peneliti memperoleh data dari narasumber yang berbeda-beda posisinya
dengan teknik wawancara terstruktur sehingga informasi dari nara sumber
yang satu dapat dibandingkan dengan informasi dari nara sumber yang lain.
Trianggulasi ini juga diterapkan dengan cara menggali informasi dari hasil
pengamatan dan dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang
memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti.
Trianggulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode atau
teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data yang sama
atau sejenis yaitu dengan penyebaran angket penelitian, teknik pengamatan
langsung (observasi), teknik wawancara terstruktur dan teknik analisis
dokumen.
2. Review Informan
Review informan juga merupakan usaha pengembangan validitas
penelitian. Data yang telah diperoleh dan ditulis dikomunikasikan dengan
informan khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan),
hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut
merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang dapat disetujui mereka,
dengan demikian juga dapat diketahui jika ada data yang salah atau tidak
lengkap sehingga peneliti dapat memperbaiki dan melengkapi data-data
tersebut.
G. Analisis Data
Kegiatan menganalisis data merupakan kegiatan lanjutan setelah data
terkumpul, dari pengolahan data didapatkan keterangan/informasi yang bermakna
atas sekumpulan angka, simbol, atau tanda-tanda yang didapatkan dari lapangan.
Informasi tersebut akan menggambarkan kondisi yang ingin diketahui tentang
program pendidikan yang di evaluasi. Berdasarkan informasi itulah evaluator akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada para pemegang kebijakan yang
terkait maupun stakeholder (Arikunto&Jabar,2010:143).
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan statistik
deskriptif melalui perhitungan komputer dengan menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel dan SPSS 16.0. Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis
dan membuat kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono,2012:29).
Data dari hasil angket penelitian secara lebih rinci dianalisis secara deskriptif
kuantitatif yaitu dengan cara membandingkan persentase perolehan skor tiap
responden pada tiap kasus dengan kriteria penilaian. Besarnya persentase
menunjukkan kriteria informasi yang terungkap sehingga dapat diketahui posisi
masing-masing indikator dalam keseluruhannya maupun bagian permasalahan
yang diteliti. Data hasil wawancara dan dokumentasi dianalisis secara deskriptif
kualitatif.
Data kuantitatif yang diperoleh dari Context, Input, Process, dan Product
dievaluasi dengan cara membandingkan persentase perolehan skor setiap
responden pada tiap kasus dengan kriteria penilaian. Besarnya persentase
menunjukkan kriteria informasi yang terungkap, sehingga dapat diketahui posisi
masing-masing indikator dalam keseluruhan maupun sebagian indikator yang
diteliti. Kriteria kecenderungan yang digunakan mengacu pada rumus yang
dikembangkan oleh Azwar(2008: 108). Kriteria penilaian komponen dapat dilihat
pada tabel 3.5 berikut;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Komponen
Rentangan Skor Kriteria
X < µ– 1,5
µ - 1,5 < X ≤ µ - 0,5
µ - 0,5 < X ≤ µ + 0,5
µ + 0,5 < X ≤ µ + 1,5
µ + 1,5 < X
Sangat rendah
rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Keterangan :
µ = Mean ideal yang dapat dicapai instrumen
= ½ (skor tertinggi + skor terendah)
= Standar deviasi ideal yang dapat dicapai instrumen
= 1/6 (skor tertinggi – skor terendah)
X = Skor yang dicapai
Cara mengetahui setiap hasil evaluasi yang dilakukan, maka diperlukan
kriteria penilaian, adapun kriteria penilaian yang dipakai berdasarkan pada kriteria
empiris, yaitu kriteria yang disusun atau dikembangkan berdasarkan kondisi
lapangan yang terekam atau mengacu pada komponen-komponen yang terlibat,
yaitu siswa. Perhitungan Kriteria data evaluasi yang diperoleh melalui angket
untuk masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 3.6
Skor Item Instrumen Tiap Indikator
Uraian
Context Input Process Product
C.1 C.2 C.3 D.1 D.2 D.3 E.1 E.2 E.3 F.1 F.2 F.3
Jumlah Item 6 8 4 3 4 5 11 2 3 5 2 3
Skor Maksimum 30 40 20 15 20 25 55 10 15 25 10 15
Skor Minimum 6 8 4 3 4 5 11 2 3 5 2 3
Rentang nilai 24 32 16 12 16 20 44 8 12 20 8 12
Mean (µ) 18 24 12 9 12 15 33 6 9 15 6 9
Standar deviasi () 4 5,3 2,7 2 2,7 3,3 7,3 1,3 2 3,3 1,3 2
Sumber : Data primer diolah
1. Context
a. Tujuan yang akan dicapai
Diukur dengan 6 butir pertanyaan dengan pilihan jawaban
menurut skala Likert dimana penskoran yang digunakan adalah 5, 4, 3,
2 dan 1. Skor terendah yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap
responden adalah 6, sedangkan skor tertinggi adalah 30. Rentangan
minimum dan maksimum datanya adalah 24, dengan demikian deviasi
standarnya () bernilai 4 dan mean teoritisnya (µ) bernilai 18.
b. Kondisi lingkungan
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
Konteks indikator kondisi lingkungan sebanyak 8 butir. Skor terendah
yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 8 sedangkan
skor tertinggi adalah 40. Rentangan minimum dan maksimum datanya
adalah 32, dengan demikian deviasi standarnya () bernilai 5,3 dan
mean teoritisnya (µ) bernilai 24.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
c. Merencanakan keputusan
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
Konteks indikator merencanakan keputusan sebanyak 4 butir. Skor
terendah yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 4
sedangkan skor tertinggi adalah 20. Rentangan minimum dan
maksimum datanya adalah 16, dengan demikian deviasi standarnya ()
bernilai 2,7 dan mean teoritisnya (µ) bernilai 12.
2. Input
a. Sumber-sumber yang ada
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi input
indikator sumber-sumber yang ada sebanyak 3 butir. Skor terendah
yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 3 sedangkan
skor tertinggi adalah 15. Rentangan minimum dan maksimum datanya
adalah 12, dengan demikian deviasi standarnya () bernilai 2 dan mean
teoritisnya (µ) bernilai 9.
b. Kemampuan subyek dalam menunjang program
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi input
indikator kemampuan subyek dalam menunjang program sebanyak 4
butir. Skor terendah yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden
adalah 4 sedangkan skor tertinggi adalah 20. Rentangan minimum dan
maksimum datanya adalah 16, dengan demikian deviasi standarnya ()
bernilai 2,7 dan mean teoritisnya (µ) bernilai 12.
c. Strategi untuk mencapai tujuan
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi input
indikator strategi untuk mencapai tujuan ada 5 butir. Skor terendah
yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 5 sedangkan
skor tertinggi adalah 25. Rentangan minimum dan maksimum datanya
adalah 20, dengan demikian deviasi standarnya () bernilai 3,3 dan
mean teoritisnya (µ) bernilai 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3. Process
a. Kegiatan program
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
proses indikator kegiatan program sebanyak 11 butir. Skor terendah
yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 11 sedangkan
skor tertinggi adalah 55. Rentangan minimum dan maksimum datanya
adalah 44, dengan demikian deviasi standarnya () bernilai 7,3 dan
mean teoritisnya (µ) bernilai 33.
b. Kemampuan penanganan program
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
proses indikator kegiatan program sebanyak 2 butir. Skor terendah
yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 2 sedangkan
skor tertinggi adalah 10. Rentangan minimum dan maksimum datanya
adalah 8, dengan demikian deviasi standarnya () bernilai 1,3 dan
mean teoritisnya (µ) bernilai 6.
c. Pemanfaatan sarana dan prasarana
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
proses indikator pemanfaatan sarana dan prasarana sebanyak 3 butir.
Skor terendah yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah
3 sedangkan skor tertinggi adalah 15. Rentangan minimum dan
maksimum datanya adalah 12, dengan demikian deviasi standarnya ()
bernilai 2 dan mean teoritisnya (µ) bernilai 9.
4. Product
a. Ketercaiapan hasil yang ditetapkan
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
produk indikator ketercapaian hasil yang diharapkan sebanyak 5 butir.
Skor terendah yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah
5 sedangkan skor tertinggi adalah 25. Rentangan minimum dan
maksimum datanya adalah 20, dengan demikian deviasi standarnya ()
bernilai 3,3 dan mean teoritisnya (µ) bernilai 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
b. Hasil yang dilakukan setelah program berjalan
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
produk indikator hasil yang dilakukan setelah program berjalan
sebanyak 2 butir. Skor terendah yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap
responden adalah 2 sedangkan skor tertinggi adalah 10. Rentangan
minimum dan maksimum datanya adalah 8, dengan demikian deviasi
standarnya () bernilai 1,3 dan mean teoritisnya (µ) bernilai 6.
c. Pengaruh program
Jumlah butir pertanyaan angket penelitian untuk evaluasi
Produk indikator pengaruh program sebanyak 3 butir. Skor terendah
yang mungkin diperoleh oleh tiap-tiap responden adalah 3 sedangkan
skor tertinggi adalah 15. Rentangan minimum dan maksimum datanya
adalah 12, dengan demikian deviasi standarnya () bernilai 2 dan mean
teoritisnya (µ) bernilai 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 3.7 Kriteria tiap indikator dalam penelitian
KRITERIA INDIKATOR
C.1 C.2 C.3 D.1 D.2 D.3 E.1 E.2 E.3 F.1 F.2 F.3
Sangat
Rendah ≤ 12 ≤ 16 ≤ 8 ≤ 6 ≤ 8 ≤ 10 ≤ 22 ≤ 4 ≤ 6 ≤ 10 ≤ 4 ≤ 6
Rendah 12<X≤16 16<X≤21 8<X≤11 6<X≤8 8<X≤11 10<X≤13 22<X≤29 4<X≤5 6<X≤8 10<X≤13 4<X≤5 6<X≤8
Sedang 16<X≤20 21<X≤27 11<X≤13 8<X≤10 11<X≤13 13<X≤17 29<X≤37 5<X≤7 8<X≤10 13<X≤17 5<X≤7 8<X≤10
Tinggi 20<X≤24 27<X≤32 13<X≤16 10<X≤12 13<X≤16 17<X≤20 37<X≤44 7<X≤8 10<X≤12 17<X≤20 7<X≤8 10<X≤12
Sangat
Tinggi > 24 > 32 >16 > 12 > 16 > 20 > 44 > 8 > 12 > 20 > 8 > 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Penjelasan dari tabel 3.7 kriteria tiap indikator dalam penelitian sebagai
berikut;
1. Context
a. Tujuan yang ingin dicapai
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
12,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 12,01
sampai dengan 16,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
16,01 sampai dengan 20,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 20,01 sampai dengan 24,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 24,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
b. Kondisi lingkungan
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
16,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 16,01
sampai dengan 21,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
21,01 sampai dengan 27,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 27,01 sampai dengan 32,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 32,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
c. Merencanakan keputusan
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
8,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 8,01
sampai dengan 11,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
11,01 sampai dengan 13,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 13,01 sampai dengan 16,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 16,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
2. Input
a. Sumber-sumber yang ada
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
6,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 6,01
sampai dengan 8,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
8,01 sampai dengan 10,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 10,01 sampai dengan 12,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 12,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
b. Kemampuan subyek untuk menunjang program
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
8,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 8,01
sampai dengan 11,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
11,01 sampai dengan 13,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 13,01 sampai dengan 16,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 16,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
c. Strategi untuk mencapai tujuan
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
10,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 10,01
sampai dengan 13,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
13,01 sampai dengan 17,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 17,01 sampai dengan 20,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 20,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
3. Process
a. Kegiatan program
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
22,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 22,01
sampai dengan 29,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
29,01 sampai dengan 37,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 37,01 sampai dengan 44,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 44,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
b. Kemampuan penanganan program
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
4,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 4,01
sampai dengan 5,30 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
5,31 sampai dengan 6,70 dikelompokkan pada kriteria sedang, rentang
skor 6,71 sampai dengan 8,00 dikelompokkan pada kriteria tinggi, dan
skor diatas 8,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
c. Pemanfaatan sarana dan prasarana
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
6,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 6,01
sampai dengan 8,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
8,01 sampai dengan 10,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 10,01 sampai dengan 12,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 12,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
4. Product
a. Ketercapaian hasil yang ditetapkan
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
10,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 10,01
sampai dengan 13,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
13,01 sampai dengan 17,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 17,01 sampai dengan 20,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 20,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
b. Hal yang dilakukan setelah program berjalan
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
4,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 4,01
sampai dengan 5,30 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
5,31 sampai dengan 6,70 dikelompokkan pada kriteria sedang, rentang
skor 6,71 sampai dengan 8,00 dikelompokkan pada kriteria tinggi, dan
skor diatas 8,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
c. Pengaruh program
Jawaban responden yang berada pada rentang skor di bawah
6,00 dikelompokkan pada kriteria sangat rendah, rentang skor 6,01
sampai dengan 8,00 dikelompokkan pada kriteria rendah, rentang skor
8,01 sampai dengan 10,00 dikelompokkan pada kriteria sedang,
rentang skor 10,01 sampai dengan 12,00 dikelompokkan pada kriteria
tinggi, dan skor diatas 12,00 dikelompokkan pada kriteria sangat tinggi.
H. Prosedur Penelitian
Penjelasan secara rinci langkah-langkah penelitian dari awal hingga akhir.
Langkah-langkah tersebut meliputi :
1. Tahap Persiapan
Kegiatan persiapan meliputi :
a. Pengajuan Judul skripsi
b. Studi Pustaka
c. Penyusunan Proposal
d. Seminar proposal.
e. Penyusunan Pedoman Penelitian (Alat pengumpul data)
f. Pengurusan perizinan penelitian, meliputi :
1) Perizinan ke Pembantu Dekan I FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2) Perizinan penelitian ke SMKN 5 Surakarta (lokasi penelitian)
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan pada tahap pelaksanaan adalah mengumpulkan data dari
lokasi penelitian (SMKN 5 Surakarta) dengan menggunakan metode
campuran, yaitu pengumpulan data kuantitatif (angket penelitian) dan data
kualitatif (observasi, wawancara dan analisis dokumen) dalam kaitannya
dengan pemakaian seragam sekolah siswa di SMKN 5 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
3. Tahap Analisis dan Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dikoreksi kemudian dianalisis dengan
analisis interakstif dan mengalir yang selanjutnya disajikan dalam bentuk
deskriptif kualitatif (teks empirik).
4. Penyajian Simpulan/Hasil
Simpulan data yang disajikan berupa laporan yang bersifat deskriptif
kualitatif, untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar diagaram alur penelitian
sebagai berikut :
Gambar 3.2. Diagram Alur Penelitian
Tahap Persiapan
1. Pengajuan Judul Skripsi
2. Study Pustaka
3. Penyusunan Proposal
4. Seminar Proposal
5. Penyusunan Pedoman Penelitian
(alat pengumpulan data)
6. Pengurusan Perizinan Penelitian
Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan Data (Observasi, Interview, Cek dokumen, Angket/kuisioner)
Tahap Analisis dan Pengolahan Data
Penyajian Simpulan/ Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Data SMKNegeri 5 Surakarta
a. Nama Sekolah : SMKN 5 Surakarta
b. Nomor Statistik Sekolah : 321036101002
c. Propinsi : Jawa Tengah
d. Otonomi Daerah : Pemerintah Kota Surakarta
e. Kecamatan : Laweyan
f. Desa/Kelurahan : Kerten
g. Jalan & Nomor : L.U Adisucipto Nomor : 42
h. Kode Pos : 57143
i. Telepon : Kode Wilayah : 0271
Nomor 713916
j. Faximile : Kode Wilayah : 027
Nomor:727068
k. Daerah : Perkotaan
l. Status Sekolah : Negeri
m. Kelompok Sekolah : Teknologi & Industri
n. Akreditas : A
Surat Keputusan BAS : No: 018/BASPROP/TU1/2006
Tgl :28-01-2006
o. Penerbit SK BAS ditandatangani oleh : Drs.Sudharto M.A
p. Tahun Berdiri : 1965
q. Tahun Perubahan : 1997
r. Kegiatan Belajar Mengajar : Pagi
s. Bangunan Sekolah : Dinding Batu bata (Permanen)
t. Lokasi Sekolah : Dalam Kota
u. Jarak ke pusat Kecamatan : 2 Km
v. Jarak ke pusat Otoda : 8 Km
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
w. Terletak pada lintasan : Kabupaten/Kota
x. Perubahan Sekolah
1) STM N 2 Surakarta, tgl. 7-8-1965 No.88-65/ Dirpt/Bl
2) SMKN 5 Surakarta, tgl. 7-3-1997 No.036/ O /1997
y. Kepala Sekolah : Drs. Sudarto, M. M.
NIP. 19520607 197903 1 012
z. Email dan Website : [email protected] dan
www.smkn5solo.net
aa. Program Keahlian : 1) Teknik Konstruksi Beton
2) Teknik Perkayuan
3) Teknik Gambar Bangunan
4) Tekanik Elektronika Industri
5) Teknik Tenaga Listrik
6) Teknik Pemesinan
7) Teknik Otomotif
8) Teknik Rekayasa Perangkat Lunak
bb. Sertifikasi ISO 9001-2008
Status : Sudah bersertifikasi
No : 01 100 065361
Tanggal : 26 Juni 2006
Lembaga yg mengeluarkan: TUV Rheinland Group
2. Profil SMKN 5 Surakarta
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Surakarta, dirintis sejak
tahun 1962. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Surakarta semula
berstatus swasta dan terletak di Purwanegaran, dahulu bernama Sekolah
Teknik Negeri 1 yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 15 Surakarta. Pada saat itu Sekolah
Teknologi Menengah merupakan Sekolah Teknologi Menengah Persiapan
Negeri di Purwanegaran, berdasarkan SK Menteri Pendidikan RI
No.8065/RI tanggal 7 Agustus 1965 statusnya berubah menjadi Negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
yang terdiri dari dua jurusan, yaitu Mesin dan Bangunan Gedung.
Tahun 1965 terjadi pemberontakan G.30 S/PKI , sehingga
Sekolah Teknologi Menengah Negeri Purwanegaran pindah ke
Jayanegaran, kemudian setelah tahun 1966 Sekolah Teknologi Menengah
Negeri Purwanegaran namanya dirubah menjadi Sekolah Teknologi
Menengah Negeri 2 Surakarta yang terletak di Jalan Lanut. Adi Sucipto
No. 19 Surakarta.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia tentang perubahan Nomenklatur SMKTA menjadi SMK serta
organisasi dan Tata Kerja SMK, Nomor: 036/0/1997 tertanggal 7 Maret
1997, yang dahulu bernama Sekolah Teknologi Menengah Negeri 2
Surakarta menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Surakarta dengan
alamat yang berubah nomornya menjadi Jalan. Lanut. Adi Sucipto 42
Surakarta.
Lokasi SMKN 5 Surakarta berdekatan dengan lembaga
pendidikan lainnya, sehingga dapat dikatakan terletak di lingkungan
kompleks sekolah, baik negeri maupun swasta. Faktor ini dapat
meningkatkan motivasi tersendiri bagi siswa, karena letak dipinggir jalan
raya utama Solo-Jogja-Semarang, maka transportasi tidak menjadi masalah
yang berarti karena sangat mudah dijangkau, baik untuk kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi. SMKN 5 Surakarta berdiri di atas area tanah
seluas 22.530 m2 yang terdiri dari gedung dan halaman, karena penataan
gedung, halaman, sarana olah raga dan lainnya baik, kemudian letaknya
berdekatan dengan Stadion Manahan Solo, sehingga sangat menunjang
untuk kegiatan belajar mengajar terutama diklat olah raga. Untuk
menunjang Pendidikan dan Pelatihan, sekolah mempunyai fasilitas antara
lain: Bengkel Teknik Konstruksi Kayu, Bengkel Konstruksi Batu dan
Beton, Bengkel Teknik Gambar Bangunan, Bengkel Teknik Elektronika
Industri, Bengkel Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik, Bengkel Teknik
Pemesinan dan CNC, Bengkel Teknik Mekanik Otomotif, lab. Bahasa
Inggris, lab komputer, perpustakaan dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
SMKN 5 Surakarta memiliki beberapa program keahlian,
diantaranya: Teknik Bangunan, Teknik Ketenagalistrikan, Teknik Mesin,
Teknik Otomotif, Teknik Elektronika dan Teknik Komputer.
Sejak tahun 2006, tepatnya tanggal 26 Juni dengan Nosertifikat 01
100 065 dari PT. TUV Rheinland Grup menyatakan bahwa SMKN 5 layak
mendapatkan sertifikasi manajemen mutu ISO 9001:2000, kemudian
setelah diadakan audit internal ulang pada tahun 2009 SMKN 5 Surakarta
telah meng-upgrade status manajemen mutu ISO menjadi SMM ISO
9001:2008, yang menandakan SMKN 5 Surakarta terus berkembang dan
berbenah menjadi sebuah institusi pendidikan kejuruan yang profesional,
bersaing dan berkualitas.
3. Visi, Misi, Tujuan dan Nilai-Nilai Sekolah
Sebagai sekolah negeri SMKN 5 Surakarta berusaha membantu
pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat dalam mempersiapkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkarakter sebagai iron stock yang
unggul terutama di tingkat menengah demi terwujudnya tujuan pendidikan
nasional melalui visi, misi, tujuan, kebijakan mutu dan etos kerja sekolah,
SMKN 5 memiliki visi dan misi sebagai acuan kerja untuk meraih hasil
yang terbaik.
a. Visi:
Menciptakan teknisi tingkat menengah yang profesional.
b. Misi:
1) Mendidik dan melatih siswa yang berkarakter.
2) Mendidik dan melatih siswa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
3) Mendidik dan melatih siswa agar memiliki karakter enterpreneur.
4) Mewujudkan sekolah sebagai wadah pengembangan daya kreatif
dan inovatif.
5) Mewujudkan sekolah berstandard Internasional.
6) Memberikan pelayanan prima pada pelanggan.
7) Mewujudkan SMK model.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
c. Tujuan:
1) Menyiapkan siswa yang cakap, mampu memahami dan
menerapkan budi pekerti luhur.
2) Menyiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja serta
mengembangkan sikap profesional
3) Menyiapkan siswa dalam memilih karier, berkompetensi dan
mengembangkan sikap mandiri.
4) Menyiapkan tenaga kerja untuk mengisi kebutuhan dunia
usaha/industri.
5) Menyiapkan siswa agar mampu bersaing untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang leebih tinggi.
6) Menyiapkan dan melaksanakan kegiatan rekayasa teknologi.
7) Menyiapkan dan melaksanakan komponen – komponen persyaratan
sekolah berstandard Internasional.
8) Merumuskan dan melaksanakan kebutuhan dan harapan pelanggan.
9) Menjadikan tempat praktek bersama dengan SMK lain.
10) Menjadikan tempat pelatihan kerja, memberikan pelatihan
ketrampilan bagi masyarakat setempat.
11) Memiliki mitra dengan industri lokal, Nasional dan Internasional.
12) Menyelenggarakan program pendidikan karakter bangsa.
13) Menyelenggarakan praktek kewirausahaan, teaching
factroy/business center dan bermitra dengan industri.
14) Mewujudkan sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standard
dunia industri serta sesuai dengan kemajuan teknologi.
d. Nilai-Nilai Sekolah
Menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kegotongroyongan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
B. Deskripsi Temuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana
pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta yang dievaluasi sesuai dengan
metode evaluasi CIPP, yaitu dari Context, Input, Process hingga Product, sejauh
mana pemahaman penyeragaman siswa dalam pelaksanaan pemakaian seragam
sekolah di SMKN 5 Surakarta ditinjau dari teori pendidikan kritis, dan bagaimana
pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta pada siswa yang kurang
mampu. Deskripsi hasil penelitian ini akan dijabarkan menjadi 4 macam jawaban
dari pertanyaan tersebut. Analisis dilakukan di masing-masing
komponen/indikator baik dalam Context, Input, Process, dan Product.
1. Context
Penelitian ini ada tiga macam indikator Context yang dipilih peneliti
yaitu, tujuan yang akan dicapai dalam pemakaian seragam sekolah, kondisi
lingkungan dan merencanakan keputusan.
a. Tujuan yang akan dicapai.
Indikator pada Context yang pertama dalam penelitian ini adalah
tujuan yang akan dicapai dalam pemakaian seragam sekolah siswa SMKN
5 Surakarta. Di SMKN 5 Surakarta dari hasil wawancara menurut Supartin
selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan(WKS-2) mengatakan:
Seragam sekolah dipakai siswa untuk ketertiban, kerapian,
kedisiplinan, keseragaman, sehingga antara yang kaya dan yang miskin
itu tidak mencolok. Kenapa harus seragam, karena menurut saya untuk
tataran SMA/SMK agar tidak terjadi oncor-oncoran, kemudian yang
kaya semaunya sendiri dan sebagainya, sehingga harapanya ada
kebersamaan.
Hasil wawancara dengan Sukidi, selaku Pembina OSIS SMKN 5
Surakarta tujuan pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 menurutnya,
“Tujuan ya untuk ketertiban, dimana-mana tujuan ini agar tidak terjadi
kesenjangan”. Tidak berbeda dengan apa yang diungkapkan Suharyono
selaku guru kesiswaan bidang STP2K(Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan
Kesiswaan) SMKN 5 Surakarta sebagai berikut, “Tujuan pemakaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
seragam sekolah ini untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi siswa
yang berbeda-beda”.
Hasil wawancara dengan WKS-2, dua guru kesiswaan bahwa
tujuan pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta adalah sebagai
langkah menanggulangi keberagaman siswa, baik keberagaman sosial
maupun keberagaman ekonomi keluarga siswa SMKN 5 Surakarta juga
untuk ketertiban dan keteraturan siswa berpenampilan. Penulis juga
mengambil pengukuran secara sistematis melalui angket penelitian yang
diberikan kepada siswa untuk mengukur Context pada indikator tujuan
yang akan dicapai yang disajikan pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Deskripsi statsitik frekuensi Context
indikator tujuan yang akan dicapai
C.1
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tinggi 1 .3 .3 .3
Sangat Tinggi 288 99.7 99.7 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator tujuan yang akan dicapai dalam kriteria rentang skor tinggi
sebanyak 0,3% dan kriteria rentang skor sangat tinggi 99,7%, dapat
dikatakan bahwa pengukuran dalam indikator tujuan yang akan dicapai
didominasi kriteria sangat tinggi. Kriteria sangat tinggi disini diartikan
bahwa siswa mengetahui berseragam itu adalah salah satu tindakan
mentaati tatatertib sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Kondisi lingkungan
Pemakaian seragam sekolah yang bertujuan untuk ketertiban
siswa berpenampilan di sekolah dalam penerapanya akan membentuk
sebuah kondisi lingkungan sekolah yang kondusif untuk belajar. Seragam
sekolah diterapkan pada siswa SMKN 5 Surakarta yang berasal dari daerah
yang beragam, seperti yang diungkapkan Supartin, “Siswa SMKN 5 itu
30% dalam kota dan 70 % luar kota”. 10% dari total 30%, berasal dari
dalam kota harus diambilakan jalur khusus. Jalur khusus ini adalah jalur
bantuan Pemerintah Kota Surakarta bagi warganya yang tidak mampu.
70% siswa dari luar kota tersebut berasal dari Sukoharjo, Boyolali, Klaten,
Sragen dan Karanganyar.
Daerah asal siswa yang beragam, dan kondisi sosial ekonomi
siswa yang beragam, namun menurut Supartin, “yang namanya SMK itu ya
rata-rata dari keluarga menengah”, hal ini dilihat dari animo calon siswa
yang mendaftarkan diri ke SMKN 5 yang rata-rata berasal dari SMP luar
kota dan tidak terkenal, juga dilihat dari tunggakan administrasi tiap bulan.
Suharyono mengatakan, “Siswa disini rata-rata menengah kebawah mas,
dilihat dari satu bayare kan tiap bulanan mesti karo bagian administrasi
kan ada tunggakan, dari data pekerjaan orang tua rata-rata adalah buruh”.
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket
penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur Context pada
indikator kondisi lingkungan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 4.2
Deskripsi statsitik frekuensi Context
indikator kondisi lingkungan
C.2
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 23 8.0 8.0 8.0
Tinggi 88 30.4 30.4 38.4
Sangat Tinggi 178 61.6 61.6 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator kondisi lingkungan dalam kriteria rentang skor sedang sebanyak
8%, rentang skor tinggi 30,4%, rentang skor sangat tinggi 61,6%, terbukti
dari hasil pengukuran terhadap siswa melalui angket penelitian perolehan
skor didominasi oleh kriteria sangat tinggi sebesar 61,6%.
c. Merencanakan keputusan
Pemakaian seragam sekolah adalah sebuah program sekolah
dalam menciptakan ketertiban siswa ketika belajar di sekolah, oleh karena
itu ada beberapa keputusan yang direncanakan oleh sekolah, dalam hal ini
adalah bidang kesiswaan melalui WKS-2 sebagai penentu keputusan yang
dibantu oleh beberapa guru-guru kesiswaan dan juga bekerjasama dengan
koprasi siswa. Proses pengadaan seragam sekolah seperti yang dikatakan
Supartin, “Pada prinsipnya, seragam itu diserahkan ke siswa. Siswa itu kan
punya koprasi, dan koprasi siswa menyediakan, lha orang tua kalau pesen
ya silahkan”, namun siswa yang diwadahi dalam organisasi sekolah yaitu
Koprasi Siswa juga didampingi oleh guru pembimbing dan kordinator guru
pembimbing yang telah ditunjuk. Guru-guru tersebut berperan lebih vital
dari pada siswa dalam proses pengadaan seragam sekolah, oleh karena itu
pengadaan seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta diurus oleh guru yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
bertugas di koprasi tersebut, beberapa siswa yang dilibatkan dan guru
kesiswaan.
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket
penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur Context pada
indikator merencanakan keputusan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut
Tabel 4.3
Deskripsi statsitik frekuensi Context indikator merencanakan keputusan
C.3
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 4 1.4 1.4 1.4
Sedang 48 16.6 16.6 18.0
Tinggi 163 56.4 56.4 74.4
Sangat Tinggi 74 25.6 25.6 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator merencanakan keputusan dalam kriteria rentang skor rendah
sebanyak 1,4%, sedang sebanyak 16,6%, tinggi sebanyak 56,4%, dan
sangat tinggi sebanyak 25,6%, dari hasil pengukuran tersebut, evaluasi
konteks untuk indikator merencanakan keputusan dominasi skor terbanyak
terdapat pada kriteria tinggi dengan perolehan skor sebanyak 163/56,4%,
disusul sangat tinggi sebanyak 74/25,6%.
Seragam yang direncanakan menurut Supartin, “19
rounbel(rombongan belajar), 19 kali 36 siswa untuk tahun pelajaran
2011/2012”. Jenis seragam sekolah yang ada di SMKN 5 Surakarta antara
lain, putih abu-abu untuk hari senin dan selasa, pakaian khusus untuk
identitas SMKN 5 Surakarta lengkap dengan logo SMKN 5 Surakarta yang
dikenakan setiap hari rabu dan kamis, Seragam batik dipakai pada hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
jumat, seragam pramuka di hari sabtu, seragam olah raga, dan baju praktek
(wear pack).
2. Input
Indikator Input dalam penelitian ini antara lain, sumber-sumber yang
ada, kemampuan subyek dalam menunjang program, dan strategi untuk
mencapai tujuan.
a. Sumber-sumber yang ada.
Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta didasari oleh
dasar-dasar yang jelas, oleh karena itu seragam sekolah wajib dikenakan
oleh siswa dengan ketentuan yang telah ditetapkan di dalam buku tata
tertib siswa SMKN 5 Surakarta tahun ajaran 2011/2012, untuk ketertiban
seragam sekolah dibahas secara spesifik dalam Bab IV yang dirinci dalam
tiga pasal. Seragam sekolah sesuai peraturan di dalam buku tatatertib
SMKN 5 Surakarta tahun pelajaran 2011/2012 pada Bab IV Pasal 15
dijelaskan sebagai berikut:
Setiap siswa wajib memakai seragam sekolah sesuai dengan
ketentuan, kemeja/blus harus dimasukkan dalam celana/rok, badge
dijahit pada saku kemeja/blus di bagian kiri, lokasi sekolah dijahit
pada lengan kemeja/blus sebelah kanan dengan jarak 2cm dari
jahitan bahu, dan tanda tingkat dijahit pada lengan kemeja/blus
sebelah kiri dengan jarak 2 cm dari jahitan bahu (hlm.4)
Ketentuan-ketentuan khusus berseragam sekolah di SMKN 5
Surakarta diatur dalam buku tatatertib siswa SMK N 5 Surakarta tahun
pelajaran 2011/2012 pada Bab IV Pasal 16 sebagai berikut:
Ketentuan seragam sekolah SMK N 5 Surakarta adalah sebagai
berikut:
1. Seragam hari senin dan selasa, pakaian putih abu-abu lengkap
dengan badge OSIS.
2. Seragam hari rabu dan kamis, pakaian khusus identitas SMK N
5 Surakarta, lengkap dengan logo SMK N 5 Surakarta.
3. Seragam hari jumat, batik sedang sabtu pakaian pramuka.
4. Sepatu warna hitam, kaos kaki putih dan sabuk hitam standar.
5. Pada waktu pelajaran praktek, siswa wajib memakai pakaian praktek dan perlengkapan lain yang telah ditentukan dari
sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
6. Pada waktu pelajaran praktek olah raga, siswa wajib memakai
seragam olah raga yang telah ditentukan dari sekolah.
7. Khusus bagi siswa putrid yang karena keyakinan pribadinya
menghendaki mamakai pakaian seragam khas, dapat
menggunakan pakaian tersebut dengan warna dan rancangan
sesuai dengan lampiran IV edaran Dirjen Dikdasmen
Depdikbud no. 100/C/Kep/1991.
8. Bagi siswa puteri yang memakai pakaian seragam khas
sebagaimana dimaksud dalam ayat 6, harus mendapat
persetujuan dari orang tua atau wali siswa (Kep.Dir.Dikdasmen
No.100/C/Kep/1991 Bab V Pasal 10 ayat 2).
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket
penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur Input pada
indikator sumber-sumber yang ada dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut,
Tabel 4.4
Deskripsi statistik frekuensi Input indikator sumber-sumber yang ada
D.1
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 2 .7 .7 .7
Rendah 26 9.0 9.0 9.7
Sedang 99 34.3 34.3 43.9
Tinggi 126 43.6 43.6 87.5
Sangat Tinggi 36 12.5 12.5 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator sumber-sumber yang ada dalam kriteria rentang skor sangat
rendah sebanyak 0,7%, rendah sebanyak 9%, sedang sebanyak 34,3%,
tinggi sebanyak 43,6%, dan sangat tinggi sebanyak 12,5%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b. Kemampuan subyek dalam menunjang program
Subyek dalam pemakaian seragam sekolah adalah siswa SMKN 5
Surakarta. Pengukuran lebih terfokus kepada hasil pengukuran angket
penelitian pada indikator kemampuan subyek dalam menunjang program
yang dapat dilihat pada tabel 4.5 yang diisi oleh siswa berikut,
Tabel 4.5
Deskripsi statistik frekuensi Input
indikator kemampuan subyek dalam menunjang program
D.2
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 12 4.2 4.2 4.2
Rendah 63 21.8 21.8 26.0
Sedang 51 17.6 17.6 43.6
Tinggi 108 37.4 37.4 81.0
Sangat Tinggi 55 19.0 19.0 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
kemampuan subyek dalam menunjang program dalam kriteria rentang skor
sangat rendah sebanyak 4,2%, rendah sebanyak 21,8%, sedang sebanyak
17,6%, tinggi sebanyak 37,4%, dan sangat tinggi sebanyak 19,0%.
Pengukuran untuk indikator kemampuan subyek dalam menunjang
program didominasi oleh kriteria tinggi.
c. Strategi untuk mencapai tujuan
Strategi untuk mencapai tujuan dalam Input ditujukan lebih
kepada strategi pihak sekolah dalam pemakaian seragam sekolah untuk
dapat mencapai tujuan yang akan dicapai dari program ini. Strategi untuk
mencapai tujuan ini lebih kepada strategi pemecahan masalah yang
dihadapi pada tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun ajaran 2010/2011 dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
dicarikan solusi untuk tahun pelajaran 2011/2012. Untuk permasalah
tersebut antara lain permasalahan pemakaian seragam sekolah kepada
siswa yang kurang mampu. Peneliti mendapati beberapa solusi yang di
tawarkan oleh sekolah seperti dengan adanya kartu gold dan biasiswa
kurang mampu. Sistem mencicil juga diadakan untuk pembayaran awal
pertama masuk sekolah, dimana di dalamnya sudah termasuk pembayaran
seragam sekolah.
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket
penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur evaluasi input
pada indikator strategi untuk mencapai tujuan dapat dilihat pada tabel 4.6
berikut,
Tabel 4.6
Deskripsi statistik frekuensi Input indikator strategi utuk mencapai tujuan
D.3
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 17 5.9 5.9 5.9
Sedang 91 31.5 31.5 37.4
Tinggi 116 40.1 40.1 77.5
Sangat Tinggi 65 22.5 22.5 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator strategi untuk mencapai tujuan dalam kriteria rentang skor rendah
sebanyak 5,9%, sedang sebanyak 31,5%, tinggi sebanyak 40,1%, dan
sangat tinggi sebanyak 22,5%. Pengukuran indikator strategi untuk
mencapai tujuan didominasi oleh kriteria tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
3. Process
Indikator Process dalam penelitian ini antara lain, kegiatan program,
kemampuan penanganan program, dan pemanfaatan sarana dan prasarana.
a. Kegiatan program
Pemakaian seragam sekolah terkhusus pada saat seragam sekolah
dikenakan oleh siswa ketika di lingkungan sekolah dan di lingkungan
sekitar sekolah. Kegiatan program sarat akan penertiban pemakaian
seragam sekolah oleh guru yang bertugas untuk mendisiplinkan siswa
dengan pemakaian seragamnya, meskipun sebenarnya setiap guru dan
karyawan seperti satpam memiliki kewajiban yang sama dalam
pendisiplinan seragam sekolah ini namun Supartin mengatakan bahwa,
Yang terlibat dalam pendisiplinan seragam sekolah adalah semua
aparat, kesiswaan, guru wali. Maksudnya dalam arti begini, kalau
ada anak yang tidak seragam yang negur yang mana yang tahu
lebih dulu, ya semua warga mengingatkan, menegur, anak tidak
seragam nggak rapi.
Peneguran langsung dilakukan ketika siswa tidak tertib
berseragam sekolah di SMKN 5 Surakarta, selain itu juga terdapat sidak di
kelas yang rutin diadakan setiap minggu sekali dan setiap sebelum bel
masuk sekolah terdapat penertiban di gerbang utama siswa masuk
lingkungan sekolah. Menurut Suharyono,
Kita sidak ada, tapi setiap hari kita piket di depan, jadi STP2K itu
punya jadwal piket. Ini fungsinya yaitu mengontrol kelengkapan
seragam sekolah siswa, sudah rapi belum. Diharapkan masuk sini
rapi. Jaket dibuka, pakai topi ya topi SMK sini, kalau topi yang
diluar topi SMK sini, di simpan saja, jangan dipakai masuk.
Tahapan peneguran siswa ketika tidak berseragam sekolah tidak
sesuai dengan ketentuan dikenakan nilai skorsing sebesar 10 point, hal ini
sudah diatur dalam buku tata tertip siswa SMKN 5 Surakarta tahun
pelajaran 2011/2012 pada Bab VI sanksi-sanksi. Pengambilan pengukuran
melalui angket penelitian kepada siswa yang secara sistematis untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
mengukur evaluasi proses pada indikator kegiatan program dapat dilihat
pada tabel 4.7 berikut,
Tabel 4.7
Deskripsi statistik frekuensi Process indikator kegiatan program
E.1
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 226 78.2 78.2 78.2
Rendah 44 15.2 15.2 93.4
Sedang 12 4.2 4.2 97.6
Tinggi 7 2.4 2.4 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator kegiatan program dalam kriteria rentang skor sangat rendah
sebanyak 78,2%, rendah sebanyak 15,2%, sedang sebanyak 4,2%, dan
tinggi sebanyak 2,4%. Kriteria dengan perolehan skor terbanyak adalah
kriteria sangat rendah sejumlah 226/78,2%. Pengukuran pada indikator
kegiatan program didominasi kriteria sangat rendah.
b. Kemampuan penanganan program
Indikator kemampuan penanganan program ini mengukur tingkat
efektifitas pelaksanaan kegiatan program yang dilakukan oleh pihak
sekolah sebagai upaya menegakkan kedisiplinan kepada siswa di
lingkungan sekolah. Pengukuran lebih terfokus kepada angket penelitian
yang dibagikan kepada siswa, karena dari jawaban siswa inilah proyeksi
secara obyektif kemampuan penanganan kegiatan program yang dilakukan
oleh pihak sekolah kepada siswanya. Pengambilan pengukuran secara
sistematis melalui angket penelitian yang diberikan kepada siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
mengukur Process pada indikator kemampuan penanganan program dapat
dilihat pada tabel 4.8 berikut,
Tabel 4.8
Deskripsi statistik frekuensi Process indikator kemampuan penanganan program
E.2
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 1 .3 .3 .3
Rendah 8 2.8 2.8 3.1
Sedang 44 15.2 15.2 18.3
Tinggi 115 39.8 39.8 58.1
Sangat Tinggi 121 41.9 41.9 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator sumber-sumber yang ada dalam kriteria rentang skor sangat
rendah sebanyak 0,3%, rendah sebanyak 2,8%, sedang sebanyak 15,2%,
tinggi sebanyak 39,8%, dan sangat tinggi sebanyak 41,9%. Pengukuran
pada indikator sumber-sumber yang ada didominasi oleh kriteria rentang
skor sangat tinggi.
c. Pemanfaatan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana dalam pemakaian seragam sekolah di
SMKN 5 Surakarta lebih kepada momentum waktu untuk mengingatkan
siswa agar berdisiplin mengenakan seragam sekolah, baik di saat akan
masuk ke lingkungan sekolah oleh guru piket, saat upacara bendera, atau
saat di dalam kelas ketika ada sidak atau bahkan saat ketika di lingkungan
sekolah siswa ditegur oleh guru atau karyawan. Suharyono menjelaskan
terkait dengan sarana prasaran sebagai berikut, “Sarana, nggak ada saya
rasa, paling ya buku tartib untuk back-up-in anak yang melanggar. Ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
bukunya. Kalau yang khusus nggak ada, seperti pentungan, saya taruh di
atas lemari, dan buat pajangan”. Pengambilan pengukuran secara sistematis
melalui angket penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur
Process pada indikator pemanfaatan sarana dan prasarana dapat dilihat
pada tabel 4.9 berikut,
Tabel 4.9
Deskripsi statistik frekuensi Process
indikator pemanfaatan sarana dan prasarana
E.3
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 149 51.6 51.6 51.6
Rendah 45 15.6 15.6 67.1
Sedang 56 19.4 19.4 86.5
Tinggi 27 9.3 9.3 95.8
Sangat Tinggi 12 4.2 4.2 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator pemanfaatan sarana dan prasarana dalam kriteria rentang skor
sangat rendah sebanyak 51,6%, rendah sebanyak 15,6%, sedang sebanyak
19,4%, tinggi sebanyak 9,3%, dan sangat tinggi sebanyak 4,2%.
Pengukuran indikator pemanfaatan sarana dan prasarana didominasi oleh
kriteria sangat rendah.
4. Product
Indikator Product dalam penelitian ini antara lain, ketercapaian hasil
yang ditetapkan, hal yang dilakukan setelah program berjalan, pengaruh
program.
a. Ketercapaian hasil yang ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Hasil yang diharapkan dari pemakaian seragam sekolah adalah
terwujudnya lingkungan yang kondusif dan tertib. Pengambilan
pengukuran secara sistematis melalui angket penelitian yang diberikan
kepada siswa untuk mengukur Product pada indikator ketercapaian hasil
yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut,
Tabel 4.10
Deskripsi statistik frekuensi Product
indikator ketercapaian hasil yang ditetapkan
F.1
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 52 18.0 18.0 18.0
Rendah 66 22.8 22.8 40.8
Sedang 96 33.2 33.2 74.0
Tinggi 65 22.5 22.5 96.5
Sangat Tinggi 10 3.5 3.5 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator ketercapaian hasil yang ditetapkan dalam kriteria rentang skor
sangat rendah sebanyak 18,0%, rendah sebanyak 22,8%, sedang sebanyak
33,2%, tinggi sebanyak 22,5%, dan sangat tinggi sebanyak 3,5%.
Pengukuran indikator ketercapaian hasil yang ditetapkan didominasi oleh
kriteria sedang.
b. Hal yang dilakukan setelah program berjalan
Pemakaian seragam sekolah akan terus dijalankan karena
mempertimbangkan bahwa seragam sekolah ini adalah bentuk komitmen
siswa ketika berada di sekolah. Sukidi mengatakan, “Kalau siswa pada
awal masuknya sudah berkomitmen untuk masuk dalam sebuah sekolah,
maka aturan sekolah tersebut harus ditaati, walaupun niatnya belajar, kalau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
dalam aturan di sini harus berseragam, menggunakan sepatu dan
sebagainya, maka wajib menggunakan sepatu dan sebagainya”. Menurut
pendapat Suharyono tentang keberadan seragam sekolah adalah sebagai
berikut,
Seragam sekolah harus tetap ada karena disamping kerapian, juga
untuk menghindari kesenjangan antara yang miskin dengan yang
kaya itu. Tetapi yang inti utamanya dari saya, jangan sampai nanti
jor-joran. Pakaian bebas yang mampu beli pakaian yang mahal-
mahal, yang tidak mampu beli kasihan.
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket
penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur Product pada
indikator ketercapaian hasil yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel 4.10
berikut,
Tebel 4.11
Deskripsi statistik frekuensi Product
indikator hal yang dilakukan setelah program berjalan
F.2
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 28 9.7 9.7 9.7
Rendah 47 16.3 16.3 26.0
Sedang 146 50.5 50.5 76.5
Tinggi 60 20.8 20.8 97.2
Sangat Tinggi 8 2.8 2.8 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber: SPSS 16.0
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator hal yang dilakukan setelah program berjalan dalam kriteria
rentang skor sangat rendah sebanyak 9,7%, rendah sebanyak 16,3%,
sedang sebanyak 50,5%, tinggi sebanyak 20.8%, dan sangat tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
sebanyak 2,8%. Pengukuran indikator hal yang dilakukan setelah program
berjalam didominasi oleh kriteria sedang.
c. Pengaruh program
Pengaruh program dalam penelitian ini adalah gejala yang timbul
ketika seragam sekolah dikenakan dalam lingkungan sekolah. Pendapat
yang ditemui oleh peneliti di SMKN 5 Surakarta bawasanya seragam
sekolah berperan sebagai identitas siswa, Supartin mengatakan bahwa,
Dengan seragam sekolah itu kita kan lebih mudah
mengindentifikasi kui cah kene opo udu, lha coba kalau bebas itu
kan, membedakan mana siswa sini opo bukan, ketertiban dan
keamanan. Bahkan kalau masuk jaketnya itu harus di buka.
Memastikan bahwa yang masuk itu siswa kita. Nanti jojo masuk
ngambil motor.
Identitas pelajar melalui seragam sekolah ini melekat kepada
seorang pelajar yang duduk dibangku sekolahan, oleh karenanya seorang
yang berseragam sekolah dapat dikatakan seorang pelajar yang duduk
dibangku sekolah. Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui
angket penelitian yang diberikan kepada siswa untuk mengukur Product
pada indikator pengaruh program dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut,
Tabel 4.12
Deskripsi statistik frekuensi Product indikator pengaruh program
F.3
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Rendah 15 5.2 5.2 5.2
Rendah 4 1.4 1.4 6.6
Sedang 89 30.8 30.8 37.4
Tinggi 124 42.9 42.9 80.3
Sangat Tinggi 57 19.7 19.7 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa perolehan hasil skor siswa untuk
indikator pengaruh program dalam kriteria rentang skor sangat rendah
sebanyak 5,2%, rendah sebanyak 1,4%, sedang sebanyak 30,8%, tinggi
sebanyak 42,9%, dan sangat tinggi sebanyak 19,7%. Pengukuran indikator
pengaruh program didominasi oleh kriteria tinggi.
C. PEMBAHASAN
Pemakaian Seragam Sekolah di SMK N 5 Surakarta
Terhadap Pendidikan Kritis dengan Metode CIPP
Seragam sekolah adalah salah satu bagian dari program ketertiban yang
tertulis di tatatertib sekolah (SMKN 5 Surakarta) yang ditujukan untuk siswa agar
tertib dan rapi saat proses belajar mengajar di sekolah, sehingga terciptalah
suasana belajar yang kondusif. Penelitian tentang pemakaian seragam sekolah
dikaji dari awal proses Context, Input, Process hingga Product pada siswa SMKN
5 Surakarta.
1. Context
Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta dari beberapa
sumber wawancara, WKS-2, Pembina OSIS dan guru STP2K memiliki tujuan
pencapaian. Tujuan tersebut antara lain sebagai peniada keberagaman siswa
berpenampilan, peniada kesenjangan sosial dan salah satu metoda
pendisiplinan diri siswa di sekolah. Mengingat dalam Keputusan Direktur
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan No.052/C/Kep/D 82 Bab II, bawasanya dijelaskan pakaian
seragam sekolah jika dikenakan dengan sebaik-baiknya akan meninggikan
citra siswa pada umumnya dan meninggikan citra sekolah pada khususnya.
Kemudian pada bab selanjutnya, yaitu Bab III dijelaskan berpakaian seragam
sekolah memerlukan ketertiban dan kedisiplinan, yang tidak lain adalah sikap
mentaati peraturan berpenampilan sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati. Sikap tersebut akan membentuk kesadaran hukum dan disiplin diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
yang kemudian secara berkelompok akan membentuk disiplin kelompok
(disiplin sekolah) dan dimungkinkan turut andil dalam memperkuat disiplin
nasional.
Kedisiplinan inilah yang akan membawa kepada kondisi lingkungan
sekolah yang kondusif sebagai tempat untuk belajar, yaitu ketika seragam
sekolah ini dikenakan siswa dengan kesadaran disiplin diri, sehingga
kelancaran belajar mengajar di sekolah tercipta dengan sendirinya. Pihak
sekolah dalam hal ini WKS-2 yang dibantu guru kesiswaan dan beberapa siswa
telah membuat perencanaan proses pemakaian seragam sekolah beserta
panduan manual penertiban disiplin sekolah yang salah satunya disiplin
berseragam sekolah yang dibukukan dalam buku tatatertib tahunan.
2. Input
Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta memiliki dasar
yang sangat kuat, dimana dasar tersebut tertulis dalam buku tata tertib tahunan
pada Bab IV. Dasar yang sangat kuat dikarenakan dalam buku tatatertib
tahunan tersebut, terkhusus pada Bab IV tentang seragam sekolah, ada dua
ayat, yaitu ayat 7 dan 8 pada pasal 16, tentang peraturan seragam khusus siswa
putri yang pada dasarnya berasal dari Kep.Dir.Dikdasmen No.100/C/Kep/1991
Bab V Pasal 10 ayat 2.
Siswa sebagai obyek penyeragaman berpakaian dengan seragam
sekolah, diukur dengan angket penelitian memberikan hasil dengan jumlah
skor dari masing-masing item soal didominasi oleh kriteria tinggi, hal ini
berarti bahwa kemampuan penanganan subyek yaitu pihak sekolah dalam
mendisiplinkan siswanya berjalan sesuai dengan baik atau sesuai dengan
rencana. Strategi untuk mencapai tujuan pemakaian seragam sekolah, pihak
sekolah memberikan beberapa kemudahan dalam pembayaran seragam
sekolah, terdapat sistem mencicil seragam, kartu gold, dan beasiswa kurang
mampu, sehingga kesenjangan yang mengakibatkan terjadinya proses
intimidasi pada seragam sekolah dapat dihindari.
Intimidasi dalam seragam sekolah terjadi dalam kasus ketika ada
siswa yang tidak mampu membeli seragam sekolah dan tidak diperkenankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
untuk bersekolah di SMKN 5 Surakarta. Peneliti tidak mendapati kasus
semacam ini, namun bukan berarti intimidasi dalam seragam sekolah hanya
ada dalam seperti kasus semacam itu. SMKN 5 Surakarta tidak mengharuskan
sepatu siswa ikut serta diseragamkan, hanya diberikan patokan peraturan
sepatu harus gelap, berbagai macam kualitas. Sepatu siswa yang dipakai setiap
hari mencerminkan siswa yang berasal dari keluarga mampu, atau kurang
mampu, hal ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dan berdampak
pada tumbuhnya proses intimidasi antar siswa.
3. Process
Proses pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta yang dikaji
dalam penelitian ini adalah pemakaian seragam sekolah pada siswa di tahun
pelajaran 2011/2012. Kegiatan yang sering dijumpai oleh peneliti adalah
penertiban kedisiplinan berseragam sekolah. Siswa mulai dari pintu gerbang
sekolah ditertibkan berseragam sekolah oleh guru piket yang bertugas setiap
pagi, tidak hanya di pintu gerbang sekolah setiap akan masuk lingkungan
sekolah, di dalam sekolah juga sering diadakan sidak di kelas dan peneguran
langsung oleh guru yang mengetahui siswa tidak tertib dalam berpenampilan
sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket penelitian
yang diberikan kepada siswa pada indikator kegiatan program memberikan
jumlah skor yang didominasi oleh kriteria sangat rendah, hal tersebut pada
dasarnya sesuai dengan pendapat Dakidhae(2003), “Seragam sekolah sebagai
sebuah metoda bagaimana memperlakukan tubuh dan dengan demikian siswa
itu menjadi tubuh yang lunak, dapat diperintah ketika memakai seragam
sekolah”, tidak dengan mudah untuk dicapai, ada beberapa kekurang disiplinan
siswa seperti pada item soal E.1(berseragam lengkap ke sekolah),
E.2(berseragam sesuai dengan jadwal seragam sekolah), dan E.3(memakai
wearpack saat praktikum) yang hasilnya setelah analisis statistik deskriptif
frekuensi dengan perangkat lunak SPSS 16.0 hasilnya seperti tabel 4.13
berikut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Tabel 4.13
Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal E.1.1
Berseragam sekolah lengkap
E.1.1
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Tidak
setuju 169 58.5 58.5 58.5
Tidak Setuju 99 34.3 34.3 92.7
Cukup Setuju 5 1.7 1.7 94.5
Setuju 12 4.2 4.2 98.6
Sangat Setuju 4 1.4 1.4 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber: SPSS 16.0
Tabel 4.12 diketahui bahwa 58,5% siswa yang mengisi angket
penelitian menyatakan sangat tidak setuju berseragam sekolah secara lengkap,
34,3% menyatakan tidak setuju, 1,7% menyatakan cukup setuju, 4,2%
menyatakan sangat setuju dan 1,4% menyatakan sangat setuju.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Tabel 4.14
Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal E.1.2
berseragam sesuai dengan jadwal seragam sekolah
E.1.2
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Tidak
setuju 203 70.2 70.2 70.2
Tidak Setuju 65 22.5 22.5 92.7
Setuju 13 4.5 4.5 97.2
Sangat Setuju 8 2.8 2.8 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.13 diketahui bahwa 70,2% siswa yang mengisi angket
penelitian menyatakan sangat tidak setuju berseragam sesuai dengan jadwal
seragam sekolah, 22,5% menyatakan tidak setuju, 4,5% menyatakan sangat
setuju dan 2,8% menyatakan sangat setuju.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Tabel 4.15
Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal E.1.3
memakai wear pack saat praktikum
E.1.3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Sangat Tidak
setuju 147 50.9 50.9 50.9
Tidak Setuju 107 37.0 37.0 87.9
Cukup Setuju 26 9.0 9.0 96.9
Setuju 5 1.7 1.7 98.6
Sangat Setuju 4 1.4 1.4 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.14 diketahui bahwa 50,9% siswa yang mengisi angket
penelitian menyatakan sangat tidak setuju memakai wear pack saat praktikum,
37,0% menyatakan tidak setuju, 9,3% menyatakan cukup setuju, 1,7%
menyatakan sangat setuju dan 1,4% menyatakan sangat setuju.
Ketiga tabel diatas, mewakili sebelas pertanyaan lain pada indikator
kegiatan program bawasanya siswa di SMKN 5 Surakarta pada hakikatnya
sulit untuk berdisiplin seragam sekolah, hal inilah yang memompa STP2K dan
guru kesiswaan lain untuk semaksimalnya mampu menangani permasalahan
tersebut, terlihat dari hasil pengukuran indikator penanganan program yang
didominasi oleh kriteria sangat tinggi. Sarana dan prasarana yang peneliti
temui di SMKN 5 Surakarta lebih kepada momentum waktu untuk
mengingatkan siswa untuk berdisiplin diri.
4. Product
Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta memberikan
beberapa ketercapaian hasil yang diharapkan. Hasil yang diharapkan dalam
pemakaian seragam sekolah adalah terwujudnya lingkungan yang kondusif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
untuk kegiatan belajar mengajar dan tertib. Hasil observasi, siswa di SMKN 5
Surakarta berpakaian sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Banyak
prestasi yang diperoleh SMKN 5 Surakarta terkait dengan kedisiplinan salah
satu contohnya prestasi dari organisasi PASIMLIKA (Pasukan Inti SMKN 5
Surakarta). PASIMLIKA inilah yang menjadi andalan di ajang Karesidenan
dan Tingkat Kabupaten Jawa Tengah dalam perlombaan baris-berbaris,
terbukti dengan diboyongnya tiga tahun berturut-turut(2010-2012) menjadi
juara I.
Pengambilan pengukuran secara sistematis melalui angket penelitian
yang diberikan kepada siswa untuk mengukur Product pada indikator
ketercapaian hasil yang ditetapkan didominasi oleh kriteria sedang, hal ini
disebabkan karena keberagaman siswa di SMKN 5 Surakarta dan banyaknya
siswa yang ada, tidak semuanya turut berperan aktif dalam oraganisasi
PASIMLIKA, OSIS, ROIS ataupun organisasi yang lain.
Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta akan terus
dijalankan karena mempertimbangkan bahwa seragam sekolah ini adalah
bentuk komitmen siswa ketika berada di sekolah. Pemakaian seragam sekolah
mempengaruhi bagaimana siswa bersikap menjawab pertanyaan dari indikator
pengaruh program, yaitu item soal F.3.1(seorang pelajar itu adalah orang-
orang yang berseragam sekolah), F.3.2(setiap perkataan guru wajib ditaati),
F.3.3(ilmu yang didapat di sekolah sama dengan ilmu yang diberikan guru).
Setelah dilakukan analisis frekuensi dengan perangkat lunak SPSS 16.0
hasilnya seperti tabel 4.15 berikut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tabel 4.16
Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.1
seorang pelajar itu adalah orang-orang yang berseragam sekolah
F.3.1
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Tidak
setuju 15 5.2 5.2 5.2
Tidak Setuju 12 4.2 4.2 9.3
Cukup Setuju 85 29.4 29.4 38.8
Setuju 92 31.8 31.8 70.6
Sangat Setuju 85 29.4 29.4 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.15 diketahui bahwa 5,2% siswa yang mengisi angket
penelitian menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan bahwa seorang
pelajar itu adalah orang-orang yang berseragam sekolah, 4,2% menyatakan
tidak setuju, 29,4% menyatakan cukup setuju, 31,8% menyatakan sangat
setuju dan 29,4% menyatakan sangat setuju.
Pemakaian seragam sekolah merupakan hegemoni, dimana kelompok
yang dominan adalah mereka yang mengenakan seragam sekolah ketika
belajar di sekolah secara lengkap atributnya baik badge logo dan sejenisnya,
sedangkan mereka yang tidak berseragam sekolah lengkap tergolong dalam
kelompok minoritas. Peneliti sering menjumpai ketika berada di lapangan
kasus pelanggaran berpakaian seragam sekolah secara lengkap baik badge atau
logo. Peneliti mengambil salah satu contoh pada seragam pramuka, seragam
pramuka yang digunakan siswa di SMKN 5 Surakarta adalah seragam
pramuka jenis kain OXFORD, namun ada beberapa kelompok siswa yang dari
awal hanya memakai seragam pramuka asal SMP atau dengan kata lain tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
membeli seragam pramuka di sekolah, dan di lapangan yang ditemui peneliti
dalam kondisi tidak lengkap atributnya.
Peneliti dengan mudah mengenali siswa yang membeli seragam
pramuka di sekolah dan yang tidak, karena jenis kain OXFORD
berkarakteristik tebal dan seratnya tidak padat. Kelompok siswa yang
mengenakan bahan seragam pramuka berupa kain OXFORD membuat lebih
percaya diri dan menambah keyakinan bahwa pendidikan itu layak mereka
dapatkan ketika memakai seragam lengkap dengan atributnya atau secara tertib
dan disiplin.
Tabel 4.17
Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.2
setiap perkataan guru wajib ditaati
F.3.2
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Tidak
setuju 4 1.4 1.4 1.4
Cukup Setuju 86 29.8 29.8 31.1
Setuju 122 42.2 42.2 73.4
Sangat Setuju 77 26.6 26.6 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.16 diketahui bahwa 1,4% siswa yang mengisi angket
penelitian menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan setiap perkataan
guru wajib ditaati, 29,8% menyatakan cukup setuju, 42,2% menyatakan setuju,
dan 26,6% menyatakan sangat setuju. Peneliti mengambil kesimpulan
berdasarkan hasil analisis statistik frekuensi item soal F3.2 yang didominasi
oleh jawaban setuju, menunjukkan secara jelas bahwa pemakaian seragam
sekolah membuat siswa menjadi lebih mudah di atur oleh guru mereka.
Dakidhae(2003:583) manyatakan bahwa, “Penghormatan pantas diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kepada pakaian seragam karena pakaian itu adalah metoda bagaimana
memperlakukan tubuh dan dengan demikian tubuh anak-anak itu menjadi
tubuh yang lunak, decile, dapat diperintah, governable body”. Ketaatan siswa
inilah yang menjadi titik kunci keberhasilan siswa dalam berdisiplin diri.
Ketaatan siswa terhadap guru juga merupakan penghormatan yang paling
sederhana yang dapat diberikan siswa ketika di lingkungan sekolah.
Tabel 4.18
Analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.2
ilmu yang didapat di sekolah sama dengan ilmu yang diberikan oleh guru
F.3.3
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Tidak
setuju 4 1.4 1.4 1.4
Tidak Setuju 15 5.2 5.2 6.6
Cukup Setuju 136 47.1 47.1 53.6
Setuju 72 24.9 24.9 78.5
Sangat Setuju 62 21.5 21.5 100.0
Total 289 100.0 100.0
Sumber : SPSS 16.0
Tabel 4.17 diketahui bahwa 1,4% siswa yang mengisi angket
penelitian menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ilmu yang
didapat di sekolah sama dengan ilmu yang diberikan oleh guru, 5,2%
menyatakan tidak setuju,47,1% menyatakan cukup setuju, 24,9% menyatakan
setuju dan 21,5% menyatakan sangat setuju. Peneliti mengambil kesimpulan
berdasarkan analisis statistik deskriptif frekuensi item soal F3.2 yang
didominasi oleh jawaban cukup setuju, setuju dan sangat setuju, menunjukkan
bawasanya siswa lebih merasa ketika belajar di SMKN 5 Surakarta setiap
harinya memiliki pengetahun yang sama diberikan oleh guru mereka, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
seperti yang dikatakan Fraire bahwa pendidikan seperti ini adalah pendidikan
gaya bank, dimana pendidikan adalah sebuah anugrah yang dihibahkan kepada
mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang
dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Pengetahuan ini dapat diartikan
sebagai sesuatu yang dimiliki seorang guru dan akan diberikan kepada siswa
yang sebelumnya siswa dianggap tidak tahu apa-apa siap menerima
pengetahuan layaknya gelas kosong yang siap diisi oleh air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis pemakaian
seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta dalam kajian pendidikan kritis dengan
metode evaluasi CIPP maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Evaluasi Context pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta
berdasarkan ketiga indikator dapat disimpulkan sebagai berikut,
a. Pemakaian seragam sekolah bertujuan untuk mendisiplinkan siswa ketika
belajar di SMKN 5 Surakarta, juga sebagai penanggulangan keberagaman
siswa yang berasal dari lingkungan dan kondisi sosial ekonomi yang
beragam.
b. Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta menciptakan
kedisiplinan berpenampilan di sekolah.
c. Perencanaan pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta oleh pihak
sekolah adalah dengan membuat panduan penertiban disiplin sekolah yang
terwujud dalam buku tatatertib tahunan.
2. Evaluasi Input pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta berdasarkan
ketiga indikator dapat disimpulkan sebagai berikut,
a. Dasar dari pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta berasal dari
rujukan yang sangat jelas, yaitu bersumber dari Kep.Dikdasmen. N0.
100/C/Kep/1991.
b. Kemampuan penanganan pihak sekolah dalam pemakaian seragam sekolah
di SMKN 5 Surakarta dijalankan rutin yaitu dengan adanya jadwal petugas
piket pagi kesiswaan yang bertujuan untuk mendisiplinkan siswa.
c. Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 surakarta memungkinkan
timbulnya proses intimidasi dikarenakan sepatu siswa sudah tidak turut
diseragamkan.
87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
3. Evaluasi Process pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta dapat
disimpulkan bahwa terdapat ketidakmapanan siswa pada saat kegiatan program,
sehingga pihak sekolah (semua aparat yang terlibat) bekerja secara ekstra yang
ditunjukkan dari hasil pengukuran kepada siswa secara sistematis melalui
angket penelitian pada indikator penanganan kemampuan program yang
didominasi oleh kategori sangat tinggi.
4. Evaluasi Product pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta
berdasarkan data tiga indikator dapat disimpulkan sebagai berikut,
a. Pemakaian seragam sekolah akan terus diterapkan dalam program
pendisiplinan berpenampilan siswa di SMKN 5 Surakarta.
b. Pemakaian seragam sekolah di SMK N 5 Surakarta memberikan pengaruh
bahwasanya pendidikan yang berlangsung condong seperti yang di
ungkapkan Fraire, yaitu berpola pendidikan gaya bank.
5. Pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta kepada siswa yang kurang
mampu adalah diberikannya keringanan dari pembebasan biaya sekolah jika
tergolong memiliki kartu gold, beasiswa kurang mampu, dan mencicil uang
masuk sekolah yang di dalamnya tersertakan uang seragam sekolah.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dibidang
pendidikan tingkat Sekolah Menegah Kejuruan, selain itu juga dapat menambah
pengetahuan tentang pemakaian seragam sekolah. Pendidikan kritis yang dijadikan
rujukan teoritis telah dapat memberikan penjelasan dari dampak dan gejala yang
ditimbulkan dari pemakaian seragam sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
2. Implikasi Praktis
Evaluasi pemakaian seragam sekolah di SMKN 5 Surakarta semoga dapat
menjadi dasar refleksi dalam upaya peningkatan kualitas lulusan dan mutu sekolah
yang didedikasi memiliki disiplin sekolah yang tinggi. Hasil penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pemakaian seragam sekolah siswa
SMKN 5 Surakarta.
C. Saran
Saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Kepada SMK N 5 Surakarta
a. Dilakukan dialog tentang perlunya pemakaian seragam sekolah ketika awal
tahun pelajaran dengan siswa dan orang tua wali.
b. Transparansi sekolah terkait dengan harga dan kualitas seragam sekolah
perlu dilakukan agar tidak ada yang merasa dirugikan dalam pemakaian
seragam sekolah.
2. Kepada Guru SMKN 5 Surakarta
Guru hendaknya mengajak siswa untuk berdialog pentingnya
seragam sekolah dipakai di lingkungan sekolah.
3. Kepada Siswa
a. Hendaknya siswa paham mengapa sekolah harus memakai seragam sekolah.
b. Hendaknya siswa ikut berpartisipasi dan berkomitmen terhadap peraturan
sekolah.
4. Kepada Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan penelitian yang
sejenis sehingga dapat menghasilkan karya yang aktual dan berkualitas.
b. Diharapkan akan ada penelitian selanjutnya yang lebih memfokuskan pada
penelitian yang mengkaji pada pemakaian seragam sekolah secara lebih
mendalam.