Upload
uofaunsada
View
387
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN
LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
SEGITIGA KECURANGAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademik dan
Melengkapi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Oleh
MAULIDYA KHODIJAH SALAS
2011420016
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
ABSTRAK
NIM : 2011420016, Judul : KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN
DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SEGITIGA KECURANGAN
Jumlah Hal : xv + 75 hal : 2015
Kata Kunci : Kecurangan, Manajemen Letter, Segitiga Kecurangan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatan segitiga kecurangan dapat digunakan dalam menetapkan kecurangan yang disampaikan dalam manajemen letter yang telah di periksa oleh KAP Kanaka Puradiredja Suhartono untuk PT X periode 2013.
Untuk menjelaskan penulis menggunakan Analisis Metode Deskriptif Kualitatif. Penulis menemukan adanya identifikasi kecurangan dengan mengolah data yang diberikan oleh pihak KAP beserta wawancara yang telah dilakukan penulis. Kecurangan pada dasarnya dilandasi oleh segitiga kecurangan. Hal tersebut akan mempengaruhi kinerja operasional perusahaan. Kecurangan bisa dilakukan oleh seseorang yang memiliki akses tertentu terhadap barang yang mudah digelapkan atau dicuri.
Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa tekanan, peluang dan pembenaran merupakan hal yang paling berperan dan menjadi hal yang biasa untuk seseorang melakukan tindak kecurangan.
Daftar Acuan : (2002 – 2015)
Jakarta, 07 Juli 2015
Maulidya Khodijah Salas
KATA PENGANTAR
Bismil-laahir-rahmanir-raahiim
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat yang telah diberikan kepada penulis, baik berupa kesehatan fisik dan
mental sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Kecurangan Yang Disampaikan Dalam Manajemen Letter Dengan
Menggunakan Pendekatan Segitiga Kecurangan”, yang merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan
baik tanpa adanya dukungan, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak
selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
sehingga memungkinkan skripsi ini terwujud. Ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada :
1. Mamahku tersayang, terima kasih untuk semua doa, pengorbanan, cinta,
kasih sayang, perhatian, dukungan dan motivasi baik moril dan materiil yang
tidak pernah putus, semoga penulis dapat selalu memberikan yang terbaik dan
menjadi anak yang berbakti untuk mamah, Tetehku Santi, Kakak Sawir,
keponakan tersayang, beserta keluarga besar yang selalu mendukung dan
mendoakan penulis.
2. Bapak Sukardi Hardjo Sentono, SE., MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi.
3. Bapak Ahmad Basid, M.Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah
memberikan masukan kepada penulis.
4. Bapak Drs. Boedi Setyo Hartono, Ak.,MM, selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan saran, nasihat, dukungan dan motivasi yang membangun
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas waktu
yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
5. Ibu Sri Ari Wahyuningsih, Dra, MM, selaku Dosen Wali dan Pembimbing
Akademik yang telah sabar mengajari dan menasehati penulis, serta dosen
dan staf karyawan yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu
penyusunan skripsi penulis dan memberikan bekal ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
6. KAP Kanaka Puradiredja Suhartono yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk melakukan riset atas judul yang diambil dan kesempatan
melakukan observasi di perusahaan yang diaudit. Bapak Andi, selaku Auditor
di KAP Kanaka Puradiredja Suhartono yang telah memberikan dalam
menjawab segala pertanyaan penulis mengenai topik penelitian.
7. Teman – teman akuntansi 2011 (khusus sahabat Novi, Vita, Icha, Ka dewi
selaku teman satu bimbingan) dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
yang selalu mendukung dan berjuang untuk menyelesaikan kuliah.
8. Best Friend, Ika Oktavia, terima kasih atas canda tawa, support, refreshing,
sedih bareng, ketawa bareng, curhat bareng, pasti akan kangen saat – saat itu.
Thanks dear untuk persahabatannya.
9. Teman – teman Himpunan Akuntansi Universitas Darma Persada periode
2014 – 2015 khususnya para anggotaku kaderisasi yang telah melakukan
aktivitas berarti bagi himpunan dan pembelajaran organisasi yang baik untuk
masa depan.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
kiranya dapat menjadi satu sumbangan yang berarti bagi pembaca dan yang
membutuhkan. Besar harapan penulis adanya saran dan kritik untuk perbaikan
dimasa mendatang. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima
dan bermanfaat dengan baik.
Jakarta, 07 Juli 2015
Penulis,
Maulidya Khodijah Salas
DAFTAR ISI
JUDUL SKRIPSI ........................................................................................ . i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
1.1. Rumusan Masalah ....................................................... 6
1.1. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................... 8
2.1. Ruang Lingkup Audit Pelaporan ................................ 8
2.1.1. Audit Laporan Keuangan ............................. 8
2.1.2. Pengertian Laporan Audit ............................ 11
2.1.3. Pengertian Manajemen Letter ...................... 14
2.2. Kecurangan ................................................................ 15
2.2.1. Pengertian Kecurangan ................................ 15
2.2.2. Jenis – Jenis Kecurangan ............................. 19
2.2.3. Pohon Kecurangan ....................................... 21
2.2.4. Pelaku Kecurangan ...................................... 23
2.2.5. Imbalan Pelaku Kecurangan ........................ 26
2.2.6. Informasi dalam Mengungkapkan
Kecurangan .................................................. 26
2.3. Segitiga Kecurangan .................................................. 27
2.3.1. Tekanan ....................................................... 29
2.3.2. Peluang ........................................................ 32
2.3.3. Pembenaran ................................................. 33
2.4. Penelitian Terdahulu .................................................. 34
2.5. Kerangka Berpikir ...................................................... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................... 40
3.1. Lokasi Penelitian ........................................................ 40
3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................... 40
3.3. Metode Pengumpulan Data ........................................ 40
3.4. Analisis Data .............................................................. 42
3.5. Jadwal Penelitian ........................................................ 42
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................... 44
4.1. Profil PT X ................................................................. 44
4.2. Hasil Penelitian .......................................................... 46
4.2.1. Analisis Mengenai Segitiga Kecurangan
PT X ............................................................ 46
4.2.2. Analisis Kecurangan Yang Disampaikan Dalam
Dalam Manajemen Letter ............................ 47
4.2.3. Dampak Untuk PT X ................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 74
5.1. Kesimpulan ................................................................. 74
5.2. Saran ........................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jenis – Jenis Kecurangan ..................................................... 20
Tabel 2.2. Imbalan Kecurangan ............................................................ 26
Tabel 2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................. 34
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian ................................................................. 43
Tabel 4.1. Manajemen Letter Mengenai Aset ...................................... 51
Tabel 4.2. Penjualan Tahun 2013 ......................................................... 53
Tabel 4.3. Manajemen Letter Mengenai Tanaman ............................... 55
Tabel 4.4. Manajemen Letter Mengenai Persediaan ............................. 58
Tabel 4.5. Manajemen Letter Mengenai Pemanfaatan Aset ................. 62
Tabel 4.6. Manajemen Letter Mengenai Fisik Aset Tetap ................... 65
Tabel 4.7. Manajemen Letter Mengenai Pembangunan Kantor .......... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pohon Kecurangan ............................................................... 22
Gambar 2.2. Segitiga Kecurangan ............................................................ 28
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir ................................................................ 36
Gambar 4.1. Analisis Segitiga Kecurangan .............................................. 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, serta arus kas
perusahaan. Laporan keuangan ini sangat bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan keuangan dalam membuat segala keputusan –
keputusan yang berhubungan dengan ekonomi, serta menunjukan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang telah
diberikan oleh pihak perusahaan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan
haruslah diaudit oleh pihak berwenang atau auditor untuk memeriksa dan
mengecek apakah laporan keuangan perusahaan berjalan dengan semestinya
dan tidak adanya identifikasi kecurangan yang mengakibat kerugian baik
secara material ataupun non material.
Laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit disebut sebagai
laporan audit yang mencakup tentang keseluruhan proses audit yang sangat
penting, secara umum laporan audit tersebut dapat didefinisikan sebagai
laporan yang menyatakan pendapat auditor yang independen mengenai
kelayakan atau ketepatan bahwa laporan keuangan tersebut tidak dipengaruhi
oleh salah saji yang material dan juga memberikan keyakinan yang memadai
atas akuntabilitas manajemen aset perusahaan. Laporan audit ini adalah tahap
akhir dari keseluruhan proses audit yang didasarkan kepada laporan keuangan
2
historis yang disiapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
salah satu bentuk laporan audit adalah manajemen letter.
Manajemen letter merupakan surat yang dibuat oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) ditujukan kepada manajemen perusahaan atau klien (auditee)
yang telah diperiksa laporan keuangannya. Berisi tentang kesimpulan akuntan
publik mengenai kebijakan – kebijakan dan prosedur akuntansi perusahaan,
kontrol internal, dan kebijakan – kebijakan operasional, disertai dengan saran
– saran perbaikan dari KAP. Manajemen letter mempunyai banyak manfaat
untuk manajemen perusahaan yaitu untuk mengetahui kelemahan –
kelemahan yang terdapat dalam pengendalian internal perusahaan serta dapat
mengambil tindakan – tindakan perbaikan untuk mengatasi kelemahan –
kelemahan tersebut, berdasarkan saran – saran yang diberikan dalam
manajemen letter, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan dan kecurangan didalam perusahaan. Kecurangan yang berakibat
pada terjadinya salah saji yang material dalam laporan keuangan ada dua
jenis, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam
pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan yang tidak
semestinya terhadap aset, yang disebut dengan istilah penyalahgunaan atau
penggelapan.
Era globalisasi seperti sekarang ini, banyak aktivitas yang tidak dapat
terlepas dari praktek kecurangan. Kecurangan bisa saja dilakukan oleh
perseorangan, tetapi bisa juga dilakukan oleh sekelompok orang di dalam
organisasi yang bekerja sama dalam praktek kecurangan. Meningkatnya kasus
3
skandal akuntansi menyebabkan berbagai pihak berspekulasi bahwa
manajemen telah melakukan kecurangan pada laporan keuangan (Skousen et
al., 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh ACFE (Association of
Certified Fraud Examiners) dalam Widjaja (2011) menunjukan bahwa 58%
dari kasus kecurangan yang dilaporkan, dilakukan oleh karyawan pada
tingkat manajerial, 36% dilakukan oleh manajer tanpa melibatkan orang lain,
dan 6% dilakukan oleh manajer dengan melakukan kolusi bersama karyawan.
Kasus serupa juga terjadi di Indonesia yaitu salah satunya adalah PT.
X yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan
pemeriksaan KAP telah ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan
yang mengakibatkan adanya temuan kecurangan dalam aset tetap yang
dilampirkan dalam laporan manajemen letter yaitu, sebagai berikut :
1. Nomor inventaris aset belum dibuat
2. Terdapat kebun inti yang umur tanamannya melebihi 28 tahun
3. Pengelolaan persediaan yang kurang baik
4. Pemanfaatan aset (kandang sapi) belum optimal
5. Tidak ditemukannya fisik atas aset tetap milik PT. X
6. Ditemukan adanya bangunan kantor yang tidak tercatat dalam Daftar
Kumpulan Aset Tetap yang berada di dalam perusahaan.
Daftar Kumpulan Aset Tetap (DKAT) merupakan kumpulan laporan
keuangan yang berdasarkan dengan aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan.
Aset Tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai
manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk
4
melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali. Daftar
kumpulan aset tetap mempunyai tujuan atas pemeriksaan tersebut yaitu untuk
menentukan bahwa aset tersebut memang ada, menetapkan hak milik atas aset
tetap dan apakah aset tersebut dijadikan jaminan, menentukan apakah
penilaian aset tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi, serta menentukan
apakah penyusutan telah sesuai dengan pinsip akuntansi Indonesia dan
apakah telah diterapkan secara konsisten. Aset tetap dalam PT. X umumnya
digolongkan yang terdiri dari :
1. Tanah dan perbaikan tanah
2. Gedung dan perbaikan gedung
3. Mesin dan peralatan pabrik
4. Mebel
5. Kendaraan
Faktor – faktor yang berkaitan dengan salah saji yang disebabkan oleh
perlakuan tidak semestinya terhadap aset dapat dikelompokkan ke dalam dua
golongan sebagai berikut :
1. Tingkat kecurigaan tentang terjadinya perlakuan tidak semestinya
terhadap aset yang terkait dengan sifat aset entitas dan tingkat
kerentanan aset dari pencurian, seperti jumlah kas yang sangat besar;
karakteristik persediaan atau aset lainnya yang dimiliki entitas seperti
ukurannya kecil, nilai atau permintaannya tinggi, mudah dijual, dan
tidak adanya identifikasi kepemilikan.
5
2. Hal yang berkaitan dengan kurangnya pengendalian yang dirancang
untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya perlakuan tidak
semestinya terhadap aset, seperti kurangnya manajemen, tidak
memadainya penyelenggaraan catatan, kurangnya sistem otorisasi dan
pengesahan transaksi, kurangnya pemisahan tugas atau pengecekan
secara independen, dan sebagainya.
Menurut teori Cressey (dikutip oleh Skousen et al., 2009), terdapat
tiga kondisi yang selalu hadir dalam tindakan kecurangan yang sering disebut
dengan fraud triangle. Layaknya sebuah segitiga yang saling berhubungan
antara satu sudut dengan sudut lainnya, ketiga kondisi yang menjadi
penyebab terjadinya kecurangan tersebut saling terkait satu dengan yang
lainnya dan merupakan faktor resiko munculnya kecurangan dalam berbagai
situasi. Ketiga kondisi tersebut terdiri dari Tekanan (pressure), Peluang
(opportunity), dan Pembenaran (rationalization). Temuan berbagai faktor
resiko kecurangan oleh Cressey (1953) didasarkan pada serangkaian
wawancara dengan orang – orang yang dihukum karena penggelapan
(Skousen et al., 2009).
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian skousen et, al,
dengan responden yang berbeda yaitu Kantor Akuntan Publik yang bertempat
di Jakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, maka penulis memutuskan untuk
meneliti 3 faktor yang dapat mempengaruhi salah saji dalam laporan
keuangan yang disampaikan dalam manajemen letter. Salah saji tersebut
terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud) yang
6
bersifat material dan non material, Faktor – faktor tersebut antara lain : (1)
Tekanan atau dorongan yang kuat untuk melakukan sebuah kecurangan; (2)
Peluang atau kesempatan untuk melaksanakan kecurangan tersebut; (3)
Rasionalisasi atau alasan pembenaran terhadap perilaku, dituangkan dalam
judul penelitian “Kecurangan Yang Disampaikan Dalam Manajemen
Letter Dengan Menggunakan Pendekatan Segitiga Kecurangan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang
masalah, bahwa terdapat 3 faktor dalam mengungkapkan permasalahan yang
terjadi. Faktor tersebut antara lain tekanan (pressure), peluang (opportunity),
dan pembenaran (rationalization). Permasalahan yang hendak dijawab pada
penelitian ini adalah :
Apakah pendekatan segitiga kecurangan dapat digunakan dalam
menetapkan kecurangan yang disampaikan dalam manajemen letter?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis pendekatan segitiga kecurangan dalam menetapkan
kecurangan yang disampaikan dalam manajemen letter.
7
Kegunaan penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
manfaat antara lain sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mempraktekkan dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa kuliah,
khususnya mata kuliah Audit, dengan penelitian ini diharapkan
menambah kemampuan berfikir kritis maupun menganalisis dan
mencari solusi dari suatu permasalahan.
2. Bagi Auditor atau KAP
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan saran – saran bagi pihak auditor dan KAP agar
permasalahan yang timbul sehubungan dengan kecurangan di dalam
perusahaan yang disampaikan dalam manajemen letter dapat ditangani
dengan lebih baik dan sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk
mengetahui kekurangan, kelemahan dan kendala dalam menangani
permasalahan tentang kecurangan.
3. Bagi Pihak Lain
Memberikan tambahan pengetahuan untuk memperluas pandangan
mengenai audit kecurangan baik secara teori maupun praktik dan
untuk menambah wawasan mengenai apa saja yang berhubungan
dengan kecurangan, serta memberi informasi dan gambaran yang
lebih jelas bagi peneliti lain yang ada hubungannya dengan penulisan
penelitian ini.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ruang Lingkup Audit Pelaporan
2.1.1 Audit Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu
perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Berikut ini pengertian
laporan keuangan dari beberapa sumber:
Menurut Munawir (2004:2) mengemukakan pengertian laporan
keuangan sebagai berikut: “Laporan keuangan pada dasarnya
adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai
alat komunikasi antara data keuangan atau aktivitas dari
perusahaan tersebut”.
Menurut Harahap (2002:7) mengemukakan pengertian laporan
keuangan sebagai berikut:
“Laporan keuangan merupakan pokok atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu dalam proses pengambilan keputusan dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya”.
Laporan keuangan merupakan acuan bagi auditor untuk
memeriksa apakah pelaporannya terdapat identifikasi kecurangan.
Boyton (2003:50) menjelaskan tentang azas – azas yang mendasari
audit laporan keuangan, yaitu :
9
a. Hubungan antara akuntansi dan auditing
Akuntansi mencakup kegiatan mengidentifikasi bukti dan
transaksi yang dapat mempengaruhi entitas berupa catatan
akuntansi yang hasilnya berupa penyusunan dan distribusi laporan
keuangan yang sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Audit laporan keuangan terdiri dari upaya
memahami bisnis dan industri. Tujuan utama audit laporan
keuangan bukan untuk menciptakan informasi baru, melainkan
untuk menambah keandalan laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen.
b. Pembuktian dan pertimbangan profesional dalam audit laporan
keuangan
Audit dilakukan berdasarkan asumsi bahwa data laporan
keuangan dapat diteliti untuk pembuktian (verifiable) apabila dua
atau lebih orang yang memiliki kualifikasi dapat memberikan
kesimpulan yang serupa dari data yang diperiksa. Auditor
mencari dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran dari laporan keuangan. Dalam melakukan
pemeriksaan, auditor memperoleh bukti – bukti untuk
meyakinkan validitas dan ketepatan perlakuan akuntansi atas
transaksi dan saldo. Dalam konteks ini, validitas berarti otentik,
mantap atau memiliki dasar yang kokoh, sedangkan ketepatan
berarti sesuai dengan aturan – aturan akuntansi yang ditetapkan.
10
c. Kebutuhan akan audit laporan keuangan
Kebutuhan akan audit laporan keuangan sangat diperlukan bagi
para pemakai laporan keuangan seperti dan para pemegang
saham, oleh karena itu para pemakai mencari keyakinan dari
auditor independen bahwa laporan keuangan terbebas dari
kepentingan manajemen dan netral untuk sekelompok pemakai
laporan keuangan serta tidak meningkatnya resiko interpretasi dan
resiko timbulnya kesalahan serta kecurangan.
d. Manfaat ekonomi suatu audit
Manfaat yang didapat dari audit laporan keuangan adalah adanya
akses ke pasar modal, biaya modal yang lebih rendah,
penangguhan kecurangan, peningkatan pengendalian dan
operasional.
Audit laporan keuangan bertujuan apakah laporan keuangan
secara keseluruhan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang
material sesuai dengan kriteria tertentu. Audit laporan keuangan ini
berdasarkan daftar kumpulan aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan.
Daftar kumpulan aset tetap mempunyai tujuan atas pemeriksaan
tersebut yaitu untuk menentukan bahwa aset tersebut memang ada,
menetapkan hak milik atas aset tetap dan apakah aset tetap tersebut
dijadikan jaminan, dll. Aset tetap merupakan aset berwujud dan
dikategorikan jika memenuhi kriteria berikut :
11
a. Aset berwujud tersebut diperoleh dan dibentuk oleh perusahaan
untuk digunakan dalam operasi perusahaan selama lebih dari satu
tahun, tidak untuk dijual dalam kegiatan – kegiatan normal
perusahaan dan ada kemungkinan besar perusahaan nantinya akan
memperoleh keuntungan ekonomis dari aset tersebut.
b. Biaya perolehan aset tetap dapat dihitung secara pasti.
c. Aset bernilai lebih dari Rp. 500.000 atau satuan.
2.1.2 Pengertian Laporan Audit
Analisis harus memahami implikasi pendapat audit terhadap
pemakai laporan keuangan dan harus menghargai keterbatasan
pendapat audit terhadap pemakai laporan keuangan. Auditor biasanya
melakukan audit sesuai dengan Standar Auditing yang Berlaku Umum
(Generally Accepted Auditing Standars – GAAS). Standar audit
merupakan alat pengukur untuk menilai kualitas prosedur audit.
Standar ini bertujuan untuk memastikan tanggung jawab auditor
dengan jelas dan dinyatakan dengan tegas serta bahwa tingkat
tanggung jawab yang diasumsikan telah jelas bagi pemakai laporan
keuangan. Standar audit berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu
kinerja tindakan yang harus dilakukan, dan berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur audit. Standar
audit berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor,
namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam
12
pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Menurut Standar
Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis
opini auditor, yaitu:
a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian adalah jika auditor telah
melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang
ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti terdapat dalam
standar profesional akuntan publik dan telah mengumpulkan
bahan – bahan pembuktian (audit evidence) yang cukup untuk
mendukung opininya, serta tidak ditemukan kesalahan yang
material atas penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan
yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku (unqualified
opinion with explanatory language)
Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang
mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan atau
bahasa penjelasan lain dalam laporan audit, meskipun tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang
dinyatakan oleh auditor.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan
telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
13
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia,
kecuali untuk dampak hal – hal yang berhubungan dengan yang
dikecualikan. Laporan jenis ini dikeluarkan apabila auditor
percaya bahwa laporan secara keseluruhan disajikan secara wajar
namun ruang lingkup audit dibatasi maupun data keuangan
menunjukan suatu kegagalan dalam mengikuti prinsip – prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan yang disajikan
tidak secara wajar, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas
entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Laporan jenis ini dikeluarkan apabila auditor
percaya bahwa laporan yang telah disajikan salah secara material
atau menyesatkan (materrially misstated atau missleading) secara
keseluruhan sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi
keuangan entitas, atau hasil usaha, dan operasi entitas dan arus
kas sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum.
e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan auditor tidak
menyatakan pendapat atas laporan yang telah diaudit. Laporan
jenis ini dikeluarkan apabila auditor tidak dapat merasa puas
14
bahwa laporan secara keseluruhan disajikan secara wajar atau
auditor tidak independen.
Laporan audit merupakan media formal yang digunakan oleh
auditor dalam mengkomunikasikan temuan auditor kepada pemakai
khususnya laporan keuangan. Laporan audit menambah nilai (add
value) karena opini auditor yang objektif dan independen terhadap
kewajaran suatu laporan. Laporan audit dapat didefinisikan sebagai
laporan yang menyatakan pendapat auditor yang independen
mengenai kelayakan atau ketepatan bahwa laporan keuangan tersebut
tidak dipengaruhi oleh salah saji yang material dan juga memberikan
keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen aset
perusahaan. Dalam laporan audit perusahaan memuat pendapat wajar
tanpa pengecualian yang menyatakan bahwa laporan disajikan secara
wajar.
2.1.3 Pengertian Manajemen Letter
Manajemen letter adalah salah satu pernyataan yang dibuat oleh
auditor kepada auditee. Manajemen letter merupakan suatu surat yang
dibuat oleh KAP ditujukan kepada manajemen perusahaan yang telah
diperiksa laporan keuangannya (diaudit), yang berisi tentang
kelemahan dari struktur pengendalian internal perusahaan yang
ditemukan selama pelaksanaan pemeriksaan, disertai dengan saran –
saran perbaikan dari KAP.
15
Menurut Meigs, Whittington and Meigs (2001), manajemen
letter adalah suatu laporan kepada manajemen yang berisi
rekomendasi untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang
diungkapkan akuntan publik setelah mempelajari dan mengevaluasi
pengendalian internal perusahaan. Disamping untuk menyampaikan
informasi – informasi yang bermanfaat kepada manajemen,
manajemen letter juga membantu membatasi tanggung jawab akuntan
publik seandainya dikemudian hari kelemahan dalam pengendalian
internal mengakibatkan kerugian perusahaan.
2.2 Kecurangan
2.2.1 Pengertian Kecurangan
Jenis kecurangan yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan
berbeda karena praktik kecurangan antara lain sangat dipengaruhi oleh
kondisi hukum di negara yang bersangkutan. Negara – negara maju
yang penegakan hukum sudah berjalan dengan baik, kondisi
masyarakat secara umum ekonominya cukup atau lebih dari cukup
maka pada umumnya praktik – praktik kecurangan lebih sedikit
kecurangan dalam hal modus operamandi yang berupa penipuan,
pemalsuan. Menghalalkan semua cara, penggunaan wewenang atau
kekuasaan yang salah serta selalu berlindung dibalik pembenaran
hukum merupakan sebagian ciri – ciri praktik operasional kecurangan.
16
Kecurangan merupakan manipulasi data atau informasi dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya,
segala bentuk dan aspek informasi keuangan yang paling banyak
digunakan untuk memanipulasi data. Kecurangan merupakan proses
pembuatan, beradaptasi, dan meniru dengan maksud untuk membuat
kebohongan dan menipu. Kejahatan yang serupa dengan penipuan
adalah kejahatan yang memperdaya yang lain, termasuk melalui
penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan.
Dalam pengertian luas, kecurangan adalah suatu bentuk
penipuan yang disengaja atau direncanakan demi keuntungan dan
kemakmuran pribadi atau perseorangan atau untuk merusak dan
mengganggu kehidupan serta kekayaan orang lain. Kecurangan
merupakan sebuah istilah yang memiliki arti umum dan luas,
mencakup semua bentuk kelicikan atau tipu daya manusia yang
dipaksakan oleh satu orang untuk mendapatkan keuntungan lebih dari
yang lain dengan memberikan keterangan palsu dan telah
dimanipulasi.
Secara harafiah kecurangan didefinisikan sebagai fraud namun
pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut. Kecurangan tersebut
didefinisikan secara berbeda – beda oleh para praktisi dan akademisi.
Berikut ini merupakan definisi kecurangan dari berbagai sudut
pandang yang berbeda:
17
Menurut Arens, mendefinisikan kecurangan sebagai berikut:
“Kecurangan terjadi ketika salah saji dibuat dalam suatu
keadaan yang mengetahui bahwa hal itu adalah suatu kepalsuan
dan dilakukan dengan maksud untuk melakukan kecurangan”.
Menurut Statement on Auditing Standars (SAS) No. 99,
mendefinisikan kecurangan sebagai berikut: “Tindak kesengajaan
untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan
yang merupakan subyek audit”.
Menurut the Association of Certified Fraud Examiner (ACFE),
mendefinisikan kecurangan sebagai berikut:
“Perbuatan – perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan oleh orang dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain”.
Menurut Oxford English Dictionary, mendefinisikan kecurangan
sebagai berikut: “Sebuah tindak pidana kecurangan dengan
menggunakan penyajian yang palsu untuk memperoleh
keuntungan dengan cara yang tidak adil atau mengambil paksa
hak atau kepentingan orang lain”.
18
Menurut Binbangkum, n. d., mendefinisikan kecurangan sebagai
berikut: “Suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber
daya perusahaan secara tidak wajar dan salah saji menyajikan
fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi”.
Dari beberapa definisi atau pengertian kecurangan di atas, maka
dapat diketahui bahwa pengertian kecurangan sangat luas dan dapat
dilihat dari beberapa kategori kecurangan. Menurut Binbangkum (n.d)
secara umum, unsur – unsur dari kecurangan adalah :
a. Harus terdapat salah pernyataan atau penyajian yang keliru
(misrepresentation);
b. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
c. Fakta bersifat material (material fact);
d. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-
knowingly or recklessly);
e. Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak
bereaksi;
f. Pihak yang dirugikan harus bereaksi (acted) terhadap salah
pernyataan tersebut (misrepresentation);
g. Mengakibatkan kerugian (detriment).
19
Sedangkan kesalahan (error) adalah salah saji yang timbul
sebagai akibat tindakan yang tidak disengaja, yang dalam keadaan
tersebut para pengambil keputusan dapat berubah keputusannya.
Keadaan – keadaan berikut ini yang termasuk dalam kriteria kesalahan
(error) :
a. Kesalahan – kesalahan dalam pengumpulan atau pemrosesan data
akuntansi;
b. Taksiran akuntansi yang tidak besar yang berasal dari salah
penafsiran;
c. Kesalahan dalam penerapan prinsip – prinsip akuntansi, yang
berkenaan dengan jumlah, klasifikasi, dan cara penyajiannya
ataupun pengungkapannya.
2.2.2 Jenis – Jenis Kecurangan
Menurut The Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) dalam Prasetya (Peak Indonesia 2003) kecurangan
diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu kecurangan pekerjaan,
kecurangan manajemen, kecurangan investasi, kecurangan
penyediaan, dan kecurangan pelanggan. Tabel 2.1 mengenai jenis –
jenis kecurangan akan menjelaskan sebagai berikut:
20
Sumber : ACFE dalam Prasetya (2003)
Tabel 2.1
Jenis - Jenis Kecurangan
Jenis Kecurangan Korban Pelaku Penjelasan
Penggelapan uang atau kecurangan pekerjaan
Pegawai Pemberi kerja Pemberi kerja secara langsung atau tidak langsung mengambil hal dari pekerjanya
Kecurangan Manajemen
Pemegang saham
Manajemen tingkat atas
Manajemen tingkat atas memberikan penyajian yang salah pada informasi keuangan
Kecurangan Investasi
Investor Individu Individu menipu investor dengan menanamkan uangnya dalam investasi yang salah
Kecurangan Penyediaan atau logistik
Pembeli barang atau jasa
Penjual barang atau jasa
Mengenakan biaya yang berlebih atas barang atau jasa kepada pembeli
Kecurangan Pelanggan
Penjual barang atau jasa
Pelanggan Pelanggan meminta harga yang lebih kecil dari harga yang seharusnya
21
2.2.3 Pohon Kecurangan
Pohon kecurangan atau disebut juga dengan Fraud Tree yang
secara skematis, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
menggambarkan cabang – cabang dari kecurangan dalam bentuk
skema hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Terdapat
tiga cabang utama, yakni Corruption, Asset Misappropriation,
Fraudulent Statements.
a. Korupsi (Corruption)
Korupsi atau banyak terjadi di negara – negara yang memiliki
sistem penegakan hukum yang lemah, serta kurangnya kesadaran
akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan. Jenis kecurangan ini paling sulit untuk dideteksi
karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain, seperti suap dan
korupsi yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme;
b. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan atau pencurian aset atau harta perusahaan atau
pihak lain. Asset Misappropriation atau “pengambilan” aset
secara ilegal merupakan bentuk kecurangan yang paling mudah
dideteksi karena sifatnya tangible atau dapat diukur atau dihitung;
c. Penipuan Laporan (Fraudulent Statements)
Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif perusahaan
atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang
22
sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan dalam
penyajian laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan.
Sumber : ACFE (2004)
Gambar 2.1
Pohon Kecurangan
23
2.2.4 Pelaku Kecurangan
Dalam literatur akuntansi, kecurangan biasanya juga disebut
sebagai kejahatan kerah putih, pengingkaran, penggelapan, dan
ketidakwajaran. Kecurangan dilakukan oleh siapa saja yang memiliki
kesempatan dan tanpa mengenal kedudukan (Nguyen, 2008). Auditor
biasanya berhubungan dengan kecurangan pada dua tingkat. Oleh
karena itu tiap bentuk kecurangan memiliki berbagai implikasi yang
berbeda bagi auditor, maka kedua tingkat kecurangan ini akan
dibedakan.
1. Kecurangan oleh karyawan (employee fraud), biasanya
melibatkan karyawan bawahan yang didesain untuk secara
langsung mengonversi kas atau aset lainnya demi keuntungan
pribadi karyawan terkait. Kecurangan oleh karyawan biasanya
melibatkan penyalahgunaan aset, yang merupakan proses tiga
tahap: (a) mencuri sesuatu yang bernilai (aset), (b) mengonversi
aset tersebut ke dalam bentuk yang dapat digunakannya (uang),
(c) menutupi kejahatan tersebut untuk menghindari deteksi. Tahap
ketiga sering kali merupakan tahap yang paling sulit. Karyawan
pada tingkat menengah dan rendah. Karyawan ini
bertanggungjawab pada anak perusahaan, divisi, atau unit lain,
dan mereka dapat melakukan kecurangan pada laporan keuangan
untuk melindungi kinerja yang buruk atau untuk mendapatkan
bonus berdasarkan hasil kinerja yang lebih tinggi (Wells, 2005).
24
2. Kecurangan oleh pihak manajemen (management fraud),
kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi
yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar
crime. Ketika melakukan kecurangan mereka lebih tidak terlihat
daripada kecurangan oleh karyawan, karena sering kali
kecurangan semacam ini lolos dari deteksi sampai terjadinya
kerusakan atau kerugian besar yang menyulitkan perusahaan.
Biasanya kecurangan oleh pihak manajemen tidak melibatkan
pencurian langsung aset. Pihak manajemen puncak dapat
melakukan berbagai aktivitas kecurangan untuk mendapatkan
nilai saham yang lebih tinggi. Hal ini mungkin dilakukan untuk
memenuhi harapan para investor atau untuk memanfaatkan opsi
saham yang dimasukan dalam paket kompensasi manajemen
terkait. Kecurangan inipun disebut sebagai kecurangan kinerja
(performance fraud), yang sering kali melibatkan praktik
penipuan untuk menggelembungkan pendapatan atau untuk
menunda pengakuan kebangkrutan atau penurunan pendapatan.
Kecurangan pihak manajemen pada tingkat lebih rendah biasanya
melibatkan penyajian data keuangan atau laporan internal yang
salah untuk mendapatkan kompensasi tambahan, mendapatkan
promosi, atau untuk meloloskan diri dari penalti akibat buruknya
kinerja.
25
Penelitian yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud
Examiners mempelajari sejumlah faktor yang mencirikan pelaku
kecurangan, termasuk posisinya dalam perusahaan, kolusi dengan
pihak lain, gender, umur dan pendidikan.
1. Gender, walaupun gambaran demografis berubah – ubah, ada
lebih banyak laki – laki daripada perempuan yang menduduki
jabatan penting dalam perusahaan, hingga mereka lebih banyak
akses ke aset;
2. Posisi, mereka yang memiliki posisi paling tinggi adalah yang
memiliki akses terbesar ke dana serta aset lain perusahaan;
3. Usia, karyawan yang lebih tua cenderung memiliki pendidikan
lebih tinggi menempati jabatan yang lebih tinggi pula dalam
perusahaan, dan karenanya memiliki akses yang lebih besar ke
dana serta aset lain perusahaan;
4. Pendidikan, secara umum mereka yang memiliki pendidikan lebih
tinggi pula dalam perusahaan, dan karenanya memiliki akses yang
lebih besar ke dana serat aset lain perusahaan;
5. Kolusi, salah satu alasan melakukan pemisahan pekerjaan adalah
untuk mencegah orang berpotensi melakukan kecurangan untuk
benar – benar melakukannya. Ketika orang memiliki jabatan
penting berkolusi, maka mereka menciptakan peluang untuk
mengendalikan atau mendapatkan akses ke aset. Tetapi jika
mereka tidak berkolusi maka tidak akan mendapatkannya.
26
2.2.5 Imbalan Pelaku Kecurangan
Imbalan yang diharapkan bagi para pelaku kecurangan beragam
jenis. Menurut Mulford (2010) berbagai imbalan dibagi menjadi
beberapa kategori berikut ini :
Tabel 2.2
Imbalan Kecurangan
Kategori Imbalan
Dampak pada harga saham
Mengurangi gejolak turun dan naiknya harga saham
Meningkatkan nilai perusahaan
Menurunkan biaya ekuitas
Meningkatkan nilai opsi saham
Dampak pada biaya pinjaman
Meningkatkan kualitas kredit
Rating utang jadi lebih tinggi
Biaya pinjaman lebih rendah
Kontrak keuangan lebih lunak
Dampak pada bonus yang diperoleh
Menaikkan laba yang menjadi dasar pemberian bonus
Dampak biaya politik Menurunkan dampak regulasi
Menghindari pajak yang lebih tinggi
Sumber : Mulford (2010)
2.2.6 Informasi dalam Mengungkapkan Kecurangan
Informasi yang biasanya digunakan oleh auditor untuk
mengakses resiko salah saji yang material akibat dari kecurangan
adalah sebagai berikut:
1. Informasi yang diperoleh dari komunikasi diantara anggota tim
audit berkaitan dengan pengetahuan mereka mengenai perusahaan
27
yang sejenis, termasuk bagaimana dan dimana entitas memiliki
kecenderungan terjadinya salah saji sebagai akibat dari
kecurangan dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana
manajemen dapat melakukan dan menyembunyikan tindakan –
tindakan yang berbau kecurangan, cara – cara mengenai
bagaimana aset perusahaan dapat digelapkan.
2. Jawaban manajemen atas pertanyaan auditor mengenai pandangan
mereka terhadap resiko kecurangan serta mengenai cara – cara
dan pengendalian yang digunakan untuk menangani risiko
kecurangan yang teridentifikasi. Jika terjadi ketidaksamaan
jawaban diantara mereka, auditor harus mencari informasi lain
untuk mengatasi ketidaksamaan tersebut.
3. Pengetahuan atau informasi yang diperoleh melalui prosedur –
prosedur lainnya berupa integritas dan kejujuran manajemen yang
diperoleh auditor dalam proses awal penugasan, diskusi dengan
manajemen, serta evaluasi atas tindak lanjut terhadap
pengendalian intern yang disarankan untuk diperbaiki pada audit
periode sebelumnya, dan sebagainya.
2.3 Segitiga Kecurangan
Teori yang mendasar penelitian ini adalah teori segitiga kecurangan.
Konsep segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953).
Melalui serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah di hukum
28
karena melakukan penggelapan uang perusahaan yang disebutnya “trust
violators” atau “pelanggar kepercayaan”, yakni mereka yang melanggar
kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Cressey (1953)
menyimpulkan bahwa :
Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam – diam dapat diatasinya dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak – tanduk sehari – hari memungkinnya menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang biasa dipercaya dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.
Layaknya sebuah segitiga yang saling berhubungan antara satu sudut
dengan sudut lainnya, ketiga faktor yang menjadi penyebab terjadinya
kecurangan tersebut saling terkait satu dengan lainnya.
Gambar 2.2
Segitiga Kecurangan
Sumber: Cressey (1953)
Tekanan
Kesempatan Rasionalisasi
29
2.3.1 Tekanan
Tekanan atau motif yaitu insentif yang mendorong orang
melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan
dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba – coba untuk
mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja (Salman, 2005).
Montgomery et al., (2002) dalam Rukmawati (2011) mengatakan
tekanan atau motif ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu
nyata (direct) dan bentuk persepsi (indirect). Bentuk merupakan
tekanan yang nyata disebabkan oleh kondisi – kondisi kehidupan yang
nyata yang dihadapi oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan
kecurangan. Kondisi tersebut dapat berupa kebiasaan sering berjudi,
kecanduan obat terlarang, atau menghadapi persoalan keuangan.
Tekanan dalam bentuk persepsi merupakan opini yang dibangun oleh
pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan seperti
misalnya executive need.
Dari penelitiannya, Cressey juga menemukan bahwa non –
shareable problems yang dihadapi orang – orang yang
diwawancarainya timbul dari situasi yang dapat dibagi dalam enam
kelompok :
1. Violation of Ascribed Obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan,
membawa konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan juga
menjadi harapan atasan atau majikannya. Disamping harus jujur,
30
ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu. (Banyak lembaga
negara dan asosiasi profesi dan bisnis Indonesia merasa perlu
menyusun pedoman perilaku pejabat atau anggotanya. Bahkan
keperluan yang lebih mendesak sering kali bukan pada
penyusunan atau pemberian pemahaman kepada yang akan diatur
perilakunya, tetapi pada publikasi terhadap masyarakat bahwa
kita sudah punya pedoman perilaku, tanpa pedulu apakah
perilakunya akan seperti yang tercantum dalam pedomannya).
2. Problems Resulting from Personal Failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan
oleh orang yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam
bidang keuangan, sebagai kesalahannya menggunakan akal
sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya.
Cressey mencontohkan bahwa seorang pengacara yang
kehilangan tabungan hasil kerjanya bertahun – tahun. Ia
menderita rugi karena menanamkan uangnya dalam bisnis yang
bersaing dengan bisnis para pelanggannya. Ia percaya, kalau saja
ia mau mengungkapkan masalahnya kepada para pelanggannya,
mereka akan bersedia membantunya. Namun, ia merasa tidak
mampu mengungkapkan kegagalan – kegagalan tersebut karena ia
merasa telah mengkhianati para pelanggannya. Ia takut
kehilangan statusnya sebagai orang yang dipercaya dalam bidang
31
keuangan. Kehormatan pada diri sendiri menjadi awal
kejatuhannya.
3. Business Reversals
Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan
kelompok situasi yang mengarah kepada non – shareable
problem. Masalah ini berbeda dari kegagalan pribadi di atas,
karena pelakunya merasa bahwa kegagalan itu berada di luar
dirinya atau di luar kendalinya. Dalam persepsinya, kegagalan itu
karena inflasi yang tinggi, atau krisis moneter atau ekonomi,
tingkat bunga yang tinggi, dan lain – lain.
4. Physical Isolation
Secara bebas situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan
dalam kesendirian. Dalam situasi ini, orang itu bukan tidak mau
berbagi keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang
lain tempat ia berkeluh dan mengungkapkan masalahnya. Cressey
memberi contoh seorang yang tidak mampu mengungkapkan
masalah keuangannya kepada orang lain.
5. Status Gaining
Situasi kelima ini tidak lain dari kebiasaan (buruk) untuk tidak
mau kalah dengan orang lain. Cressey mencatat bahwa, non –
shareable problem ketika orang itu menyadari bahwa ia tidak
mampu secara finansial untuk naik ke status itu, untuk menikmati
simbol – simbol keistimewaan yang dijanjikan status itu secara
32
wajar dan sah, dan pada saat yang sama ia tidak bisa menerima
kenyataan untuk tetap berada dalam status itu.
6. Employer – Employee Relations
Cressey menjelaskan bahwa umumnya situasi keenam ini
mencerminkan kekesalan (atau kebencian) seorang pegawai yang
menduduki jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi pada saat
yang sama ia merasa tidak ada pilihan baginya, yakni ia harus
menjalankan apa yang dikerjakannya sekarang. Menurut Cressey,
masalah yang dihadapi orang itu menjadi non – shareable
problem karena kalau ia mengusulkan solusi untuk masalah yang
dihadapinya, ia khawatir statusnya di organisasi itu menjadi
terancam.
2.3.2 Peluang
Menurut Montgomery et al., (2002) dalam Rukmawati (2011)
peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa dapat menjalankan
aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah,
ketidaksiplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada
mekanisme audit, dan sikap apatis. Adanya non – shareable problem
saja, tidaklah akan menyebabkan orang melakukan kecurangan. Non –
shareable problem meciptakan motif bagi terjadinya kejahatan. Akan
tetap, pelaku kejahatan harus mempunyai persepsi bahwa ada peluang
33
baginya untuk melakukan kejahatan tanpa diketahui oleh orang lain.
Persepsi ini merupakan sudut kedua dari segitiga kecurangan.
Cressey berpendapat, ada dua komponen dari persepsi tentang
peluang ini. Pertama, general information, yang merupakan
pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust atau
kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini
diperoleh dari apa yang ia dengar atau lihat, misalnya dari pengalaman
orang lain yang melakukan kecurangan dan tidak ketahuan atau tidak
dihukum atau terkena sanksi. Kedua, technical skill atau keahlian atau
keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan
tersebut. Ini biasanya keahlian yang dipunyai orang itu dan yang
menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut. Orang yang
dipercayakan untuk mengisi cek yang akan ditandatangani atasannya,
membuat kecurangan yang berkaitan dengan pengisian cek. Petugas
yang menangani rekening koran di bank, mencuri dari nasabah yang
jarang bertransaksi, dan lain – lain.
2.3.3 Pembenaran
Pembenaran atau rasionalisasi menjadi elemen penting dalam
terjadinya kecurangan, dimana pelaku mencari pembenaran atas
perbuatannya. Sikap atau karakter adalah apa yang menyebabkan satu
atau lebih individu untuk secara rasional melakukan kecurangan.
Integritas manajemen (sikap) merupakan penentu utama dari kualitas
34
laporan keuangan. Ketika integritas manajer dipertanyakan, keandalan
laporan keuangan diragukan. Bagi mereka yang umumnya tidak jujur,
mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi penipuan. Bagi mereka
dengan standar moral yang lebih tinggi, itu mungkin tidak begitu
mudah. Pelaku kecurangan selalu mencari pembenaran secara rasional
untuk membenarkan perbuatannya (Molida, 2011).
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
1
Christoper J. Skousen et al. (2009)
Detecting and Predecting Financial Statement Fraud :The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99
x = Tekanan x = Kesempatan x = Rasionalisasi y = Kecurangan
Penelitian ini secara empiris menguji efektivitas kerangka faktor resiko kecurangan. Menggunakan dan menguji variabel yang berkaitan dengan kecurangan perusahaan. Mengindetifikasi variabel tekanan, peluang, dan rasionalisasi
2 Albrecht et al. (2010)
The Relationship Between South Korean Chaebols and Fraud
x = Tekanan x = Kesempatan x = Rasonalisasi y = Kecurangan
Berbagai situasi yang menyebabkan empat perusahaan Chaebol di Korea melakukan tindak kecurangan bisa diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan fraud triangle.
35
3 Daniel T. H (2013)
Detection Fraud of Financial Statement With Fraud Triangle
x = Financial stability x = Financial target x = Innefective monitoring x = External Pressure y = Financial Statement Fraud
Mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan perspektif segitiga kecurangan : stabilitas keuangan , sasaran keuangan , dan tekanan eksternal yang baik , terbukti secara bersamaan memiliki dampak positif terhadap kecurangan laporan keuangan yang ditunjukkan oleh manajemen laba.
4
Atia Rahma Nabila (2013)
Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan dalam Perspektif Fraud Triangle
x = Tekanan x = Kesempatan x = Rasonalisasi y = Kecurangan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai efektivitas dari fraud triangle dalam mendeteksi kecurangan.
5 Michel Rendika (2013)
Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Peran Inspektorat Terhadap Penyalahgunaan Aset
x = Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah x = Peran Inspektorat y = Penyalah- gunaan Aset
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris tentang sejauhmana pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap penyalahgunaan aset dan peran inspektorat terhadap penyalahgunaan aset. Populasi pada penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Padang.
Sumber: Berbagai literatur pendukung penelitian
36
2.5 Kerangka Berpikir
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
Tekanan
Kecurangan yang disampaikan dalam Manajemen Letter
Peluang
Pembenaran
Sumber : Berdasarkan Donald Cressey kemudian diolah penulis
Kecurangan mengacu pada kesalahan penyajian suatu fakta yang
material dan dilakukan satu pihak ke pihak lainnya dengan tujuan menipu
dan membuat pihak lain merasa aman untuk berantung pada fakta yang
merugikan baginya. Berdasarkan penelitian Cressey, orang melakukan
aktivitas kecurangan akibat interaksi dorongan yang berasal dari dalam
kepribadian individu terkait dan dari lingkungan eksternal. Dorongan ini
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori umum : (1) tekanan (pressure), (2)
peluang (opportunity), (3) pembenaran (rasionalisasi). Ketiga dorongan ini
dikenal sebagai “segitiga kecurangan”.
Hal yang berkaitan dengan kecurangan yang disampaikan dalam
manajemen letter dapat disimpulkan bahwa kecurangan terjadi bisa
diakibatkan oleh siapapun hanya saja yang berbeda adalah faktor
pendorongnya. Oleh karena itu perusahaan diwajibkan untuk memahami
37
seluk beluk kecurangan yang terjadi di dalam operasional perusahaan.
Karena cara yang terbaik untuk mencegah kecurangan adalah dengan
memahami apa sebenarnya yang menjadi penyebab kecurangan.
Kecurangan bisa terjadi dimana saja dan dilingkungan apa saja mulai dari
tingkatan yang paling tinggi sampai tingkatan yang paling rendah.
1. Tekanan
Tekanan disebabkan oleh kondisi – kondisi kehidupan yang nyata yang
dihadapi oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan.
Tekanan dapat terjadi saat manajemen sedang membutuhkan uang
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya misalnya tekanan untuk biaya
pengobatan, tekanan dari keluarga yang menuntut keberhasilan secara
ekonomi, serta pola hidup mewah. Tekanan juga bisa timbul saat timbul
saat kinerja perusahaan berada pada titik di bawah rata – rata. Untuk
mengetahui apakah tekanan dapat menjadi dasar dalam melakukan
kecurangan maka penelitian ini akan mengkoreksi laporan audit yang
berupa manajemen letter.
2. Peluang
Peluang atau kesempatan dalam melakukan kecurangan laporan
keuangan timbul dari beberapa kondisi yang menguntungkan seperti
tidak adanya pengendalian internal, tidak adanya identifikasi
kepemilikan, tidak adanya pemisahan tugas serta minimnya pencatatan,
dan tidak adanya pengawasan oleh pihak perusahaan. Peluang yang
timbul dari kondisi ini memberikan peluang bagi manajemen untuk
38
melakukan kecurangan oleh karena itu diperlukan konsep Good
Corporate Governance (GCG) yang merupakan salah satu alat untuk
mencegah kecurangan itu terjadi dan juga komite audit diperlukan
dalam mengidentifikasi sebuah kecurangan. Untuk mengetahui apakah
peluang dapat melakukan kecurangan maka penelitian ini akan
mengkoreksi laporan audit yang berupa manajemen letter.
3. Pembenaran
Pembenaran sering dihubungkan dengan sikap karakter seseorang yang
membenarkan nilai – nilai etis yang sebenarnya tidak baik. Pembenaran
menjadi elemen yang sangat penting untuk pelaku kecurangan karena
kebanyakan para pelaku tersebut tidak memiliki integritas dan sikap.
Ketika para pelaku melakukan sebuah kecurangan cenderung mereka
berfikir bahwa apa yang telah dilakukan benar atau sesuai perusahaan
padahal hal tersebut dapat membuat keuangan atau operasional
perusahaan menjadi kurang baik. Untuk mengetahui apakah ketika
terjadi sebuah kecurangan dalam laporan keuangan selalu dilandasi
dengan hal pembenaran maka penelitian ini akan mengkoreksi laporan
audit yang berupa manajemen letter.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah ditemukan adanya salah saji
dalam laporan keuangan dan laporan pendukung lainnya yang
mengakibatkan adanya temuan kecurangan dalam aset tetap yang
disampaikan dalam manajemen letter. Penulis menganalisis manajemen
39
letter dengan menggunakan pendekatan segitiga kecurangan, berikut ini
adalah rincian dari manajemen letter :
1. Nomor inventaris aset belum dibuat
2. Terdapat kebun inti yang umur tanamannya melebihi 28 tahun
3. Pengelolaan persediaan yang kurang baik
4. Pemanfaatan aset (kandang sapi) belum optimal
5. Tidak ditemukannya fisik atas aset tetap milik PT. X
6. Ditemukan adanya bangunan kantor yang tidak tercatat dalam Daftar
Kumpulan Aset Tetap yang berada di dalam perusahaan
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis pada PT X yang telah di audit oleh KAP
Kanaka Puradiredja yang beralamat di Jl Prof Dr Supomo SH 178-A Rukan
The Royal Palace Bl C atau 29 Jakarta 12810 Jakarta dengan memeriksa
laporan manajemen letter PT X. Untuk memperoleh data yang diperlukan
sesuai dengan obyek penelitian, maka penulis melaksanakan penelitian pada
waktu yang telah ditentukan oleh KAP Kanaka Puradiredja.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
dokumenter yaitu jenis data penelitian terhadap fakta yang tertulis
(dokumen)/berupa arsip data yang diteliti berdasarkan sumbernya yaitu data
internal yang berupa: dokumen, arsip dan catatan orisinil yang diperoleh dari
suatu organisasi dari data eksternal, yaitu publikasi data yang diperoleh dari
orang lain.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara – cara yang dilakukan
penulis untuk memperoleh data dan keterangan – keterangan yang diperlukan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian lapangan dan studi
kepustakaan.
41
1. Penelitian Lapangan
Teknik pengumpulan data atau informasi yang dilakukan dengan cara
terjun langsung ke obyek penelitian yang sedang diteliti. Penelitian
lapangan yang dilakukan oleh penulis antara lain:
a. Wawancara langsung kepada pihak – pihak terkait yang berhubungan
dengan topik permasalahan penulis. wawancara adalah suatu cara
mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung
kepada seorang informan atau autoritas atau seorang ahli yang
berwenang dalam suatu masalah.
b. Dokumentasi yang didapat oleh penulis dari obyek penulis.
dokumentasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan cara
menganalisis dokumen – dokumen yang didapat peneliti.
c. Pengamatan atau observasi secara langsung di obyek penelitian.
Pengamatan merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan cara
pengamatan langsung pada obyek penelitian.
2. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang bersifat teoritis, teknik pengumpulan data
ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Dokumentasi internet, penulis melakukan browsing pada situs – situs
terkait untuk memperoleh tambahan literature atau data relevan
lainnya yang diperlukan dalam proses penelitian.
b. Buku wajib, buku yang digunakan selama perkuliahan yang berkaitan
dengan penelitian penulis.
42
c. Jurnal penelitian, jurnal penelitian ini berkaitan dengan penelitian
yang dilakukan penulis sebagai pandangan dan panduan tentang
pembahasan penulisan dalam penelitian.
3.4 Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif
analisis, dalam penulisan ini akan digambarkan mengenai segitiga kecurangan
dapat digunakan dalam menetapkan kecurangan yang telah disampaikan
dalam manajemen letter. Manajemen letter yang telah dianalisis oleh pihak
KAP beserta penulis mengenai identifikasi kecurangan. Selanjutnya
menjelaskan dan menganalisis kecurangan yang terjadi melalui pendekatan
kualitatif yang dilaksanakan dalam bentuk wawancara secara langsung
dengan pihak yang terkait.
Karena keterbatasan penulis di dalam skripsi ini maka tidak dilakukan
wawancara dengan PT X. Data yang didapat berasal dari beberapa sumber
bacaan dan pendapat lain dari pemeriksa yang sering berhadapan dengan PT
X.
3.5 Jadwal Penelitian
Penelitian berlangsung selama enam bulan mulai dari pembuatan
judul, pengumpulan data, hingga penyempurnaan Bab I, Bab II, Bab III, Bab
IV, dan Bab V. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari, Februari, Maret,
April, Mei, dan Juni.
43
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni
2015 2015 2015 2015 2015 2015
1 Judul Variabel
2 Pengumpulan Data
3 Penyusunan Skripsi
4 Perbaikan
5 Penyelesaian Skripsi
6 Dikumpulkan ke Dosen
Sumber: Diolah Penulis
44
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil PT X
PT X dalam menggunakan jasa auditor eksternal, berpedoman pada
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 423 atau KMK.06 atau 2002 tanggal 30
September 2002 pasal 6 ayat (4), yang diperbarui melalui Peraturan Menteri
Keuangan RI No. 17 atau PMK.01 atau 2008 tanggal 5 Februari 2008 pasal 3
ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pemberian jasa audit atas laporan
keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik
(KAP) paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang
Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pada audit Laporan Keuangan PT X tahun
buku 2013, PT X menggunakan jasa KAP Kanaka Puradiredja Suhartono,
dengan Signing Partner Andy Eldes, Ak, CPA,CA (No. register 0207) dan
menerbitkan Manajemen letter atas Laporan Keuangan Konsolidasian PT X
tahun buku 2013.
PT X merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan
kelapa sawit. PT X melaksanakan kegiatan utama yaitu sebagai berikut:
1. Pengusaha budidaya tanaman, meliputi pembukaan dan pengelolaan
lahan, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan serta melakukan
kegiatan – kegiatan lain yang sehubungan dengan pengusahaan budidaya
tanaman tersebut.
45
2. Produksi meliputi pemungut dan hasil tanaman, pengolahan hasil tanaman
sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi serta produk turunannya.
3. Perdagangan meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai
macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan lainnya
yang berhubungan dengan kegiatan usaha Perseroaan.
4. Pengembangan usaha bidang Perkebunan, Agro Wisata, Agro Bisnis, dan
Agro Foresty.
5. Kegiatan usaha dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki untuk trading house, pengembangan kawasan industri, agro
industrial complex, real plantation, pusat perbelanjaan atau mall,
perkantoran, pergudangan, pariwisata, perhotelan, resort, olahraga dan
rekreasi, pertambangan, rest area, rumah sakit, pendidikan dan penelitian,
prasaranan telekomunikasi dan sumber daya energi, jasa penyediaan, jasa
konsultani bidang perkebunan, jasa pembangunan kebun, dan
pengusahaan sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan.
PT X telah memiliki areal Inti seluas 74.950 ha, areal Plasma seluas
88.467 ha, produksi Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah
399.892 ton, produksi inti sawit 71.284 ton, karet 17.833 ton, kapasitas
pengolahan Pabrik Minyak Sawit (PMS) 440 ton, Tandan Buah Segar (TBS)
atau Jam, Karet 73 Ton. Kegiatan operasional PT X adalah pengusahaan
budidaya tanaman, produksi dan perdagangan hasil produksi komoditas
46
kelapa sawit dan karet. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi, PT
X mengembangkan perkebunan inti (milik Perusahaan) dan membina petani.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1. Analisis Mengenai Segitiga Kecurangan PT X
Segitiga kecurangan dilandasi dengan tiga faktor kondisi yaitu
tekanan, peluang, pembenaran.
1. Tekanan mempunyai empat jenis kondisi yaitu stabilitas
keuangan PT X yang menggambarkan kondisi keuangan dalam
kondisi stabil dengan memanipulasi laba ketika stabilitas
keuangan PT X sedang terancam oleh kondisi ekonomi yang
terjadi, tekanan eksternal yang berlebihan bagi pihak manajemen
untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga,
kebutuhan keuangan individu yang mendesak dan mengakibatkan
melakukan hal – hal yang dapat merugikan pihak perusahaan,
target keuangan yang dipatok oleh direksi atau manajemen untuk
menghasilkan profitabilitas keuangan yang baik.
2. Peluang
Peluang memiliki tiga kategori yaitu kondisi PT X yang berkaitan
dengan munculnya resiko yang dapat melibatkan estimasi dan
pertimbangan – pertimbangan yang bisa mengakibatkan
kesalahan dimasa yang akan datang, ketidakefektifan pengawasan
yang dimana PT X tidak memiliki unit pengawas yang efektif
47
untuk memantau kinerja perusahaan, dan struktur organisasi yang
tidak stabil atau yang tidak tetap (restruktur).
3. Pembenaran
Pembenaran merupakan hal yang paling sulit diukur karena pada
umumnya individu yang melakukan kecurangan meyakini bahwa
segala tindakan yang dilakukan bukanlah suatu kecurangan.
Penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen atau karyawan
dapat disebut juga dengan istilah moral hazard problem atau
jebakan moral.
4.2.2 Analisis Kecurangan yang disampaikan dalam Manajemen Letter
dengan Menggunakan Pendekatan Segitiga Kecurangan
Auditor menerbitkan laporan manajemen letter di PT X yang
berdasarkan dengan laporan keuangan tahun 2013 yang dilihat dari
DKAT, dan penulis menemukan adanya identifikasi kecurangan di
dalam manajemen letter tersebut, yaitu :
1. Temuan pemeriksaan mengenai aset
Pada saat auditor melakukan pemeriksaan di kebun PT X
ditemukan bahwa terdapat aset non tanaman yang tidak memiliki
nomor inventaris dan ada beberapa aset yang memiliki nomor
inventaris tetapi ketika ditelusuri di kebun tidak ditemukan karena
nomor inventaris yang tercantum pada aset salah. Nomor
inventaris berupa kode atau barkot yang tersusun sehingga dapat
48
memudahkan staf karyawan untuk melakukan pengecekan dan
dapat mengetahui dengan cepat dimana aset tanaman berada.
Ketika aset non tanaman tidak memiliki nomor inventaris, aset
non tanaman tersebut akan rentan dari pencurian atau tindakan
kecurangan. PT X mempunyai dua jenis aset diunit kebun yaitu
berupa aset tanaman dan aset non tanaman. Aset tanaman
meliputi replanting dan pengembangan tanaman tahunan atau
lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan dalam
satu kebun seperti pohon kelapa sawit, pohon karet. Sedangkan
aset non tanaman berupa tanah, bangunan rumah, bangunan
perusahaan, mesin dan instalasi, jalan, jembatan dan saluran air,
alat pengangkutan, alat pertanian, instalasi pembibitan, sarana dan
prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang merupakan
bagian yang tidak terlepas dari suatu kesatuan aset unit kebun PT
X. Pihak manajemen seharusnya melakukan pengecekan secara
independen setiap 3 bulan sekali dan mengkontrol setiap nomor
inventaris aset non tanaman dan mengikuti Standard Operating
Procedurs (SOP) yang diterapkan oleh kebun PT X dan nomor
inventaris aset non tanaman yang berada dikebun harus sesuai
dengan nomor inventaris yang terdaftar dalam DKAT. Unit kebun
PT X diharuskan memiliki nomor inventaris yang sesuai dengan
SOP sehinga akan meminimalisir tindakan kecurangan atau
kesalahan dimasa yang akan datang.
49
Berdasarkan Tabel 4.1 tentang manajemen letter mengenai aset
yang telah diperiksa, penulis menemukan 3 faktor kondisi segitiga
kecurangan, yaitu :
a. Tekanan
Karyawan yang bekerja diunit kebun PT X akan kesulitan
dalam melacak keberadaan beberapa aset non tanaman
sehingga menjadi tidak efisien dan juga akan mengalami
kesulitan dalam melakukan kontrol secara cepat dan tepat
terhadap keberadaan aset non tanaman. Karyawan dituntut
oleh manajemen untuk memperbaiki sistem pencatatan
(administratif) yang harus sesuai dengan DKAT.
b. Peluang
Nomor inventaris aset non tanaman belum dibuat atau bahkan
nomor inventaris mengalami kekeliruan dalam peletakan
yang berada diunit kebun PT X, tidak memadainya
pencatatan dalam hal administratif, kelengkapan dokumen
tentang pemidahan aset kurang memadai, kurangnya
pengawasan dan pengendalian dari pihak manajemen, serta
karyawan yang kurang menerapkan SOP kedalam kinerjanya,
hal – hal tersebut akan menjadi peluang bagi karyawan dalam
melakukan sebuah tindak kecurangan.
50
c. Pembenaran
Karyawan akan merasa bahwa apa yang telah dilakukan
selama ini merupakan hal yang benar dan wajar karena
didukung oleh kondisi yang diharapkannya. Kesulitan dalam
melacak keberadaan beberapa aset non tanaman diunit kebun
PT X karena tidak adanya nomor inventaris aset yang dibuat
dan tidak konsisten dalam tertib administratif akan menjadi
alasan bagi pelaku kecurangan untuk mencari pembenaran
atas perbuatannya.
Berikut dibawah ini adalah laporan manajemen letter mengenai
temuan pemeriksaan aset milik PT X.
51
Tabel 4.1
Manajemen Letter Mengenai Aset
LAMPIRAN LAPORAN MANAJEMEN LETTER
Dari : Auditor KAP Kanaka Puradiredja Kepada : PT X Perihal : Temuan pemeriksaan mengenai aset Periode : Tahun 2013
Nomor inventaris aset belum dibuat.
Kondisi
Pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap aset non tanaman pada kebun PT X ditemukan beberapa aset yang tidak memiliki nomor inventaris, serta aset yang memiliki nomor inventaris yang salah.
Kriteria
Dalam rangka pengendalian aset selain aspek akuntansi juga harus didukung aspek administratif yang baik melalui pemberian tagging number atau nomor inventaris pada aset untuk mempermudahkan melacak keberadaan aset dan meningkatkan keamanan pada aset milik unit kebun PT X.
Akibat
1. Unit kebun PT X akan mengalami kesulitan dalam melacak keberadaan beberapa asetnya.
2. Kebun PT X akan kesulitan melakukan kontrol secara cepat dan tepat terhadap keberadaan aset.
Sebab
Tidak adanya nomor inventaris terhadap aset non tanaman
Rekomendasi
Unit kebun PT X harus lebih maksimal dan konsisten dalam tertib administrasi dalam pemberian nomor inventaris dan penyusunan DKAT dan berita acara serah terima apabila ada pemindahan aset dan segera melakukan inventarisasi aset.
Tanggapan Manajemen
Pada prinsipnya manajemen sepakat dengan temuan Auditor bahwa setiap aset non tanaman wajib dilengkapi dengan nomor inventaris yang terdaftar dalam Daftar Kumpulan Aset Tetap (DKAT). Kedepan akan dilakukan kelengkapan nomor inventaris pada aset non tanaman.
Sumber : Berdasarkan manajemen letter tahun 2013 oleh KAP
52
2. Temuan pemeriksaan mengenai tanaman
Pada saat auditor melakukan pengecekan fisik diunit kebun PT X,
auditor menemukan bahwa terdapat beberapa tanaman yang umur
masa tanamannya 28 tahun. Pedoman Dasar Kerja (PDK) yang
digunakan oleh pihak unit kebun menyatakan bahwa umur
tanaman yang ditanam tidak boleh melebihi 25 tahun, jika
terdapat umur tanaman yang melebihi 25 tahun maka si pihak unit
kebun wajib untuk memotong tanaman tersebut dan segera
melakukan tanaman ulang (replanting). PDK merupakan
pedoman dasar berupa buku yang berisi aturan – aturan dan tata
kelola perkebunan dari mulai pembibitan, penanaman,
pencangkokan, dan lain – lain. Terdapat dua metode untuk
memusnahkan tanaman tersebut yaitu, pertama dengan dipotong –
potong sehingga akan menjadi hancur dan terurai dengan tanah,
sedangkan yang kedua adalah dengan disuntik mati. Penulis
berpendapat bahwa pihak manajemen tidak mengkontrol atau
tidak melakukan cek fisik atas tanaman, pihak manajemen tidak
memperbaharui data atau dokumen pencatatan mengenai tanaman
tersebut sehingga mengakibatkan turunnya harga jual, contoh:
karet.
Berdasarkan tabel 4.2 mengenai penjualan pada tahun 2013
ditemukan bahwa terjadinya penurunan yang disebabkan oleh
tanaman yang melebihi umur 25 tahun. Total nilai penjualan
53
tahun 2013 sebesar Rp 342.589 turun sekitar 29% dari penjualan
tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 484.732.
Tabel 4.2
Penjualan Tahun 2013
Uraian Description 2012 2013 %
Total Nilai Penjualan
Total Sales (Rp million) 484.732 342.589 29%
Volume Produksi Production Volume (Ton)
17.833 13.375 25%
Volume Penjualan Sales Volume 16.885 12.855 24%
Harga Jual Sales Price Rp/Kg 28.405 26.650 6%
Sumber : Berdasarkan penjualan tahun 2013 oleh KAP
Berdasarkan Tabel 4.3 tentang manajemen letter mengenai
tanaman yang telah diperiksa, penulis menemukan 3 faktor
kondisi segitiga kecurangan, yaitu :
a. Tekanan
Kurang memadainya dokumen atas pencatatan pemeliharaan
tanaman mulai dari pembibitan sampai memanen akan
membuat para karyawan yang bekerja diunit kebun PT X
enggan untuk menjangkau tanaman yang umurnya lebih dari
25 tahun, karena biasanya tanaman tersebut akan sulit
dijangkau yang diakibatkan tanaman tersebut tinggi.
Karyawan diunit kebun PT X menaikan harga jual ke
customer dengan alasan bahan baku tidak ada stok lagi,
karyawan melakukan hal tersebut untuk memulihkan kondisi
54
keuangan perusahaan karena perusahaan sedang melakukan
Cost Reduction Program (CRP) tanpa sepengetahuan
manajemen atau atasan padahal hanya untuk mendapatkan
keuntungan pribadi dan akan menyebabkan kerugian untuk
perusahaan sehingga para pembeli atau customer merasa
keberatan dan akhirnya memilih untuk bertransaksi dengan
perusahaan lain.
b. Peluang
Manajemen tidak melakukan pemeriksaan khusus terhadap
tanaman yang umurnya lebih dari 25 tahun, penundaan
penanaman ulang terhadap tanaman, sehingga pelaku
kecurangan bisa menaikan atau menurunkan harga jual tanpa
persetujuan manajemen atau atasan.
c. Pembenaran
Penyehatan keuangan (CRP) dan penundaan tanaman
kembali akan menjadi alasan bagi karyawan untuk
melakukan kecurangan dengan tidak memberitahukan
manajemen mengenai kenaikan harga jual.
Berikut dibawah ini adalah laporan manajemen letter mengenai
temuan pemeriksaan tanaman milik PT X.
55
Tabel 4.3
Manajemen Letter Mengenai Tanaman
LAMPIRAN LAPORAN MANAJEMEN LETTER
Dari : Auditor KAP Kanaka Puradiredja Kepada : PT X Perihal : Temuan pemeriksaan mengenai tanaman Periode : Tahun 2013 Terdapat kebun inti yang umur tanamannya melebih 28 tahun
Kondisi
Hasil observasi kebun yang kami kunjungi terdapat kebun inti yang umur tanamannya melebihi dari 25 Tahun yaitu dikebun inti PT X.
Uraian Tahun Tanam Luasan Areal
(Ha) Lokasi
Tanaman Menghasilkan
1983 58,00 Afd 3
Tanaman Menghasilkan
1984 1.728,50 Afd, 1, 2, 3, 4
Kriteria
PDK Tanaman
Akibat
Mempertimbangkan produktivitas, kesulitan teknis dalam pengambilan hasil panen, berpengaruh terhadap nilai buku tanaman, berpengaruh terhadap pasokan bahan baku ke pabrik.
Sebab
Belum dilakukan replanting oleh perusahaan.
Rekomendasi
Pihak kebun harus segera melakukan tanaman ulang (replanting) dan melakukan pengelompokan atas umur tanaman.
Tanggapan Manajemen
Mengingat perusahaan sedang melaksanakan program Cost Reduction Program (CRP) dalam rangka penyehatan keuangan Perusahaan maka program replanting untuk sementara ditunda. Namun demikian manajemen sepakat dengan temuan Auditor untuk memasukkan program replanting pada anggaran berikutnya dan masuk dalam skala prioritas.
Sumber : Berdasarkan manajemen letter tahun 2013 oleh KAP
56
3. Temuan pemeriksaan mengenai persediaan
Auditor melakukan pemeriksaan terhadap bagian gudang di PT X
dan menemukan bahwa telah terjadi penumpukan persediaan
yang diakibatkan oleh stop moving dan slow moving serta tidak
sesuainya pencatatan yang tertulis di kartu fisik gudang dengan
fisik persediaan yang berada di gudang. Stop moving merupakan
pembatasan karena kelebihannya persediaan sehingga tidak dapat
tertampung kembali. Slow moving yaitu terjadinya pergerakan
akan tetapi pergerakan tersebut sangat lambat. Auditor melihat
bahwa sistem manajemen yang diterapkan oleh PT X kurang baik
karena tidak dapat menjaga dan mencatat setiap pengeluaran dan
penerimaan persediaan dengan tepat waktu, serta tidak sesuai
dengan persediaan apa yang harus diperlukan oleh pihak unit
kebun PT X. Manajemen juga tidak melakukan pengecekan
internal secara langsung ke bagian gudang sehingga karyawan
yang bekerja di bagian gudang melakukan pencatatan yang tidak
sesuai atas keluar masuknya persediaan. Kecurangan yang timbul
diakibatkan dari penyalahgunaan aset, penggelapan tanda terima
barang, pembelian fiktif yang menyebabkan perusahaan harus
membayar atas barang atau jasa yang tidak diterima.
Berdasarkan Tabel 4.4 tentang manajemen letter mengenai
persediaan yang telah diperiksa, penulis menemukan 3 faktor
kondisi segitiga kecurangan, yaitu :
57
a. Tekanan
Penumpukan persediaan menjadi faktor pemicu untuk
melakukan tindak kecurangan karena karyawan dituntut
harus menyesuaikan anggaran dengan kebutuhan, sehingga
persediaan yang menumpuk tersebut mudah dicuri dan
dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi agar terhindar dari
atasan atau manajemen.
b. Peluang
Persediaan yang berada digudang dan tidak dimanfaatkan
dengan baik oleh PT X maka akan menjadi pemicu untuk
melakukan pencurian yang dikarenakan tidak adanya
monitoring atas persediaan di gudang dan tidak adanya
pengecekan persediaan secara independen oleh manajemen.
c. Pembenaran
Pelaku kecurangan mengambil keuntungan dengan menjual
persediaan sisa yang berada di gudang dengan alasan
kapasitas gudang sudah penuh sehingga tidak ada tempat
untuk menampung persediaan kembali.
Berikut dibawah ini adalah laporan manajemen letter mengenai
temuan pemeriksaan persediaan milik PT X.
58
Tabel 4.4
Manajemen Letter Mengenai Persediaan
LAMPIRAN LAPORAN MANAJEMEN LETTER
Dari : Auditor KAP Kanaka Puradiredja Kepada : PT X Perihal : Temuan pemeriksaan mengenai persediaan Periode : Tahun 2013 Pengelolaan Persediaan yang kurang baik.
Kondisi
Pada saat dilakukan pemeriksaaan terhadap gudang persedian dijumpai beberapa hal yang menurut kami tidak sesuai seperti terdapat Stop Moving, Slow Moving, Kartu Gudang tidak sesuai dengan fisik di gudang. Hal tersebut terdapat di kebun Pabrik P, Rumah Sakit P, Pabrik Gunung M, Pabrik Minyak Sawit S, Kebun Inti Tm, Kebun Inti Tj, Kebun PT, Kebun DSS, dan Kebun Ta.
Kriteria
1. Sistem manajemen persediaan yang baik adalah sistem yang dapat menjaga persediaan dan mencatat setiap pengeluaran dan penerimaan persediaan secara tepat waktu dan efisien khususnya terhadap persediaan yang mempunyai batas waktu pemakaiannya (kadaluwarsa). Persediaan yang tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dikelompokkan sebagai persediaan tidak lancar pada akun Persediaan tidak digunakan.
2. Terhadap persediaan seyogyanya dilakukan secara maksimal, baik meliputi aspek administrasi maupun sarana dan prasarana penunjang persediaan, dalam hal pengadministrasian hendaknya memperhatikan kecepatan, keakuratan dan mencatat jumlah persediaan dalam kartu gudang sesuai dengan fisik persediaan yang ada. Sedangkan sarana dan prasarana penunjang seperti lokasi penyimpanan serta penataan barang persediaan harus dapat dimaksimalkan guna menunjang kebaikan barang tersebut.
Akibat
1. Terdapat persediaan slow moving yang mengakibatkan kualitas mutu berkurang.
2. Persediaan menjadi menumpuk.
3. Ditemukannya selisih antara kartu gudang dengan laporan persediaan.
4. Penambahan biaya karena persediaan yang menumpuk di gudang tidak lagi sama dengan yang dibutuhkan
Sebab
1. Untuk persediaan slow moving sebagai besar tidak lagi digunakan karena memakan biaya terlalu tinggi.
2. Sudah tidak menggunakan persediaan stop moving tersebut.
3. Kurang hati-hatinya petugas gudang dalam mengatur atau mencatat update setiap penerimaan dan pengeluaran persediaan.
4. Manajemen tidak mengkontrol setiap kejadian atau transaksi yang terjadi
Lanjutan
59
Rekomendasi
1. Persediaan harus segera disalurkan karena bisa mempengaruhi kualitas persediaan tersebut.
2. Persediaan agar dilakukan analisis untuk mengetahui kualitas persediaan tersebut oleh badan pemeriksa khusus.
3. Persediaan bahan baku dan pelengkap yang tidak dipakai lagi (kadaluarsa, rusak) dikelompokan dalam persediaan barang Incourant (barang yang sudah tidak digunakan kembali).
4. Pihak unit atau kebun membuat surat ke Distrik agar persediaan yang slow moving atau stop moving dipergunakan kepada unit atau kebun lainnya yang membutuhkan.
5. Pihak unit atau kebun segera melakukan update kartu gudang dan melengkapi kartu gudang dengan nomor kode jenis barang.
Tanggapan Manajemen
Pada prinsipnya Perusahaan telah menerapkan Inventory Control System guna memonitor jumlah persediaan di gudang. Selain itu Bagian Pengadaan Kantor Distrik juga melakukan monitoring persediaan gudang dibawah kendalinya khususnya saat pengajuan Memo Permintaan Barang (MPB) dan Permintaan Pembelian (PP) diajukan oleh Kebun atau Unit. Kedepan akan dilakukan monitoring yang lebih ketat atas pengadaan barang yang bersifat slow moving serta melakukan mutasi persediaan antar kebun atau unit untuk menghemat cash flow perusahaan.
Sumber : Berdasarkan manajemen letter tahun 2013 oleh KAP
60
4. Temuan pemeriksaan mengenai pemanfaatan aset
Sesuai arahan Kementerian BUMN melalui yaitu melalui surat
nomor: S-50 tanggal 22 Februari 2012 tentang Pola Integrasi
Peternakan Sapi di kebun inti, yang mewajibkan seluruh BUMN
berpartisipasi membangun peternakan sapi yang terintegras, maka
PT X telah mengembangkan proyek Sapi – Energi. Pola
pengembangannya didasarkan pada asumsi bahwa industri
peternakan sapi dapat memanfaatkan areal tidak produktif serta
pelepah sawit untuk makanan ternak sedangkan industri
perkebunan dapat memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk
organik. Saat auditor melakukan pemeriksaan fisik atas sapi
tersebut ditemukan bahwa sapi banyak yang mati dan
pemanfaatan kandang sapi menjadi tidak optimal. Kapasitas
kandang sapi yaitu 500 ekor akan tetapi ketika melakukan
pemeriksaan atas pemanfaatan aset kandang sapi hanya tersisa 94
ekor. PT X menyuruh pihak manajemen merencanakan anggaran
untuk segera melakukan pembangunan kandang sapi tahap kedua
dan merekrut pihak ketiga untuk melakukan program
pendampingan. Menteri BUMN Rini Mariani mengatakan bahwa
perusahaan BUMN termasuk PT X mendapatkan kucuran
anggaran berupa penyertaan modal negara. Sedangkan, untuk PT
X Persediaan sapi periode 31 Desember 2013 sebesar Rp
61
1.842.563.862 yang mencakup biaya pengadaan dan
pemeliharaan.
Berdasarkan Tabel 4.5 tentang manajemen letter mengenai
pemanfaatan aset yang telah diperiksa, penulis menemukan 3
faktor kondisi segitiga kecurangan, yaitu :
a. Tekanan
Manajemen harus segera membuat anggaran untuk
melakukan pembangunan aset tahap kedua, sedangkan dewan
direksi dan auditor memutuskan bahwa PT X tidak boleh
melakukan pembangunan aset tahap kedua karena akan
menyebabkan kapasitas menganggur (idle capacity).
b. Peluang
PT X harus mengkontrol anggaran yang dibuat oleh
manajemen agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan
yaitu kebutuhan individu untuk melakukan pencurian uang
perusahaan dengan membengkakan anggaran atau dana
siluman.
c. Pembenaran
Banyaknya sapi yang mati dan mempengaruhi harga pokok
sapi tersebut, perencanaan atas investasi yang kurang tepat,
pemanfaatan kandang sapi yang menjadi tidak produktif,
anggaran dana yang membengkak akan menjadi alasan untuk
manajemen atau karyawan dalam melakukan kecurangan.
62
Berikut dibawah ini adalah laporan manajemen letter mengenai
temuan pemeriksaan pemanfaatan aset milik PT X.
Tabel 4.5
Manajemen Letter Mengenai Pemanfaatan Aset
LAMPIRAN LAPORAN MANAJEMEN LETTER
Dari : Auditor KAP Kanaka Puradiredja Kepada : PT X Perihal : Temuan pemeriksaan mengenai pemanfaatan aset Periode : Tahun 2013 Pemanfaatan aset (kandang sapi) belum optimal.
Kondisi
Pada saat pemeriksaan fisik atas sapi sawit pada tanggal 25 November 2013 kami menemukan terdapat aset yang pemanfaatannya tidak optimal, yaitu kandang sapi. Dari kapasitas kandang yang tersedia sebanyak 500 ekor, hanya terdapat 94 ekor sapi sawit sehingga mempengaruhi terhadap harga pokok sapi dalam hal biaya penyusutan.
Kriteria
Menurut kami PT X masih belum perlu melakukan pembangunan atau investasi.
Akibat
Aset mengalami idle capacity berpontensi menjadi aset tidak produktif.
Sebab
Perencanaan atas investasi yang kurang tepat.
Rekomendasi
Perusahaan perlu mengusulkan alternatif aktivitas bisnis agar lebih maksimal dan lebih tepat dalam berinvestasi.
Tanggapan Manajemen
Optimalisasi pemanfaatan kandang direncanakan dengan program pendampingan dengan pihak III untuk transfer pengetahuan pengelolaan sapi sawit sehingga penanganan dapat lebih optimal. Pengadaan sapi akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kesediaan dana operasional.
Sumber : Berdasarkan manajemen letter tahun 2013 oleh KAP
63
5. Temuan pemeriksaan mengenai fisik aset tetap
PT X dalam menjalankan aktivitas operasional di unit kebun
menerapkan sistem DKAT. DKAT merupakan daftar kumpulan
aset tetap yang harus mencerminkan dengan kondisi yang
sebenarnya. Pada saat auditor melakukan pemeriksaan di unit
kebun PT X menemukan bahwa terdapat beberapa aset tetap yang
tidak diketahui keberadaannya sehingga aset tetap tersebut tidak
bisa dimanfaatkan dengan baik. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya pencatatan yang benar atas letak aset tetap, kurangnya
pengendalian untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya
perlakuan tidak semestinya terhadap aset tetap, tidak adanya
identifikasi kepemilikan baik dari pihak gudang, unit kebun, dan
lain – lain sehingga dapat memicu terjadinya kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen atau karyawan.
Berdasarkan Tabel 4.6 tentang manajemen letter mengenai fisik
aset tetap yang telah diperiksa, penulis menemukan 3 faktor
kondisi segitiga kecurangan, yaitu :
a. Tekanan
Kebutuhan ekonomi yang mendesak sehingga mengakibatkan
seseorang tidak memiliki moral untuk melakukan kecurangan
atau penggelapan aset tetap milik PT X.
64
b. Peluang
Tidak teraturnya pencatatan atau dokumen mengenai aset
tetap milik PT X, tidak adanya pengawasan menjadi pemicu
dalam melakukan pencurian dan lemahnya pengendalian
internal menjadi kesempatan untuk melakukan kecurangan.
c. Pembenaran
Aset tetap tidak terpakai atau aset tetap rusak menjadi
pembenaran untuk para pelaku kecurangan karena sebagian
besar dari diri mereka tidak mempunyai sikap dan integritas
sehingga dapat menyalahgunakan dan menggelapkan aset
perusahaan.
Berikut dibawah ini adalah laporan manajemen letter mengenai
temuan pemeriksaan fisik aset tetap milik PT X.
65
Tabel 4.6
Manajemen Letter Mengenai Fisik Aset Tetap
LAMPIRAN LAPORAN MANAJEMEN LETTER
Dari : Auditor KAP Kanaka Puradiredja Kepada : PT X Perihal : Temuan pemeriksaan mengenai fisik aset tetap Periode : Tahun 2013 Tidak ditemukannya fisik atas aset tetap milik PT X.
Kondisi Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik aset tetap atas aset yang dimiliki oleh Kebun T, beberapa aset tidak ditemukan dan diketahui keberadaannya.
Nama Aset Nomor Aset
a. Mesin Generating Listrik 13 atau TAMBA atau 005.0002 atau 1990
b. Mesin Diesel 13 atau TAMBA atau 005.0003 atau 1991
Kriteria Daftar kumpulan aset tetap merupakan daftar kumpulan - kumpulan aset tetap yang dimiliki perusahaan dan harus mencerminkan kondisi sebenarnya dan keberadaan atas aset milik perusahaan dari hak kepemilikian aset perusahaan tersebut.
Akibat
Aset tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perusahaan.
Sebab Hal ini disebabkan karena tidak teraturnya administrasi atas lokasi letak aset milik perusahaan yang terdapat di kebun.
Rekomendasi
Kami menyarankan agar manajemen kebun Tambarangan segera menelusuri keberadaan aset tersebut dan melakukan revisi atas DKAT per Oktober 2013.
Tanggapan Manajemen Aset dimaksud telah berumur lebih dari 20 tahun dan mempunyai nilai buku Rp1,-. Atas fisik aset tersebut akan dilakukan penelusuran dan akan diusulkan untuk diafkir sesuai ketentuan yang berlaku.
Sumber : Berdasarkan manajemen letter tahun 2013 oleh KAP
66
6. Temuan pemeriksaan mengenai pembangunan kantor
Ketika auditor melakukan pemeriksaan terhadap unit kebun inti
PT X ditemukan adanya bangunan kantor yang tidak tercatat di
dalam DKAT. auditor memeriksa laporan keuangan PT X dan
menemukan keganjilan bahwa tidak adanya anggaran pengeluaran
untuk membangun kantor tersebut. PT X menyatakan bahwa
pembangunan kantor tersebut dilakukan oleh pihak rekanan yang
berdasarkan komunikasi pembicaraan bukan dokumen tertulis.
Auditor meminta pihak manajemen PT X untuk melakukan
penghentian sementara terkait pembangunan kantor, karena
auditor melihat bahwa pihak rekanan ada maksud terselubung
terkait dengan pembangunan kantor sampai permasalahan
tersebut selesai baik dari administrasi maupun fisik dilapangan..
Pembangunan kantor sudah berkisar 80% dan tidak adanya
kepemilikan kontrak kerja.
Berdasarkan Tabel 4.7 tentang manajemen letter mengenai
pembangunan kantor yang telah diperiksa, penulis menemukan 3
faktor kondisi segitiga kecurangan, yaitu :
a. Tekanan
Pihak rekanan memanfaatkan kelemahan manajemen PT X
untuk menawarkan pembangunan kantor dengan PT X tidak
mengeluarkan biaya sepeserpun menyebabkan manajemen
menyetujui tanpa surat apapun, sehingga pihak manajemen
67
merasa tertekan oleh PT X dan Pihak rekanan untuk
membangun kantor.
b. Peluang
Melihat pihak rekanan menawarkan pembangunan kantor di
kebun inti PT X dan tidak mengeluarkan biaya. PT X
langsung menyetujui pembangunan tersebut.
c. Pembenaran
PT X merasa diuntungkan dengan adanya pembangunan
kantor yang dilakukan oleh pihak rekanan, akan tetapi PT X
tidak melihat resiko yang akan dihadapi bahwasanya PT X
merupakan perusahaan BUMN milik pemerintah yang
seluruh anggaran akan ditranparasi dan diaudit oleh auditor
yang berwenang.
Berikut dibawah ini adalah laporan manajemen letter mengenai
temuan pemeriksaan pembangunan kantor milik PT X.
68
Tabel 4.7
Manajemen Letter Mengenai Pembangunan Kantor
LAMPIRAN LAPORAN MANAJEMEN LETTER
Dari : Auditor KAP Kanaka Puradiredja Kepada : PT X Perihal : Temuan pemeriksaan mengenai pembangunan kantor Periode : Tahun 2013 Ditemukan Adanya Bangunan Kantor yang tidak tercatat dalam DKAT yang
berada di wilayah perusahaan
Kondisi
Dari hasil inventarisasi fisik atas aset tetap yang dilakukan di perusahaan, ditemukan adanya bangunan kantor yang dalam proses pembangunan namun tidak terdaftar di Daftar Kumpulan Aset Tetap atau Investasi dalam penyelesaian. Menurut staf setempat, pembangunan ini sebelumnya telah diusulkan dalam RKAP tahun 2013, namun ditunda persetujuan pembangunannya tetapi Pihak Rekanan melakukan pembangunan gedung kantor yang sampai Tim Audit meninggalkan lokasi diperkirakan pembangunan telah mencapai 80%. Pekerjaan pembangunan ini belum memiliki kontrak kerja.
Kriteria Semua aset tetap yang berada di Lingkungan kendali perusahaan, seharusnya tercatat di dalam Daftar Kumpulan Aset Tetap dan didukung dengan dokumen perolehannya.
Akibat
Berpotensi menimbulkan Kontinjen Liabilities.
Sebab Lemahnya sistem pengawasan dalam memastikan dipatuhinya kebijakan perusahaan dalam membentuk atau membangun suatu aset tetap.
Rekomendasi Pihak Manajemen melakukan tindakan koreksi untuk mencegah timbulnya Kontinjen Liabilities.
Tanggapan Manajemen Manajemen sepakat dengan temuan Auditor bahwa hal tersebut belum sesuai ketentuan yang berlaku. Pihak Distrik Kalbar 1 wajib bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut baik dari administrasi maupun fisik di lapangan.
Sumber : Berdasarkan manajemen letter tahun 2013 oleh KAP
69
Berdasarkan 3 faktor kondisi yang diterapkan dalam segitiga
kecurangan, bahwa tekanan, peluang dan pembenaran merupakan hal
yang mendasar untuk melakukan berbagai tindak kecurangan.
Manajemen letter yang diperoleh dari KAP dianalisis oleh penulis
mengenai pendekatan segitiga kecurangan dalam menetapkan
kecurangan yang disampaikan dalam manajemen letter tersebut.
Berikut dibawah ini adalah hasil analisis untuk manajemen letter PT X
tahun 2013:
1. Nomor inventaris aset belum dibuat
2. Terdapat kebun inti yang umur tanamannya melebihi 28 tahun
3. Pengelolaan persediaan yang kurang baik
4. Pemanfaatan aset (kandang sapi) belum optimal
5. Tidak ditemukannya fisik atas aset tetap milik PT. X
6. Ditemukan adanya bangunan kantor yang tidak tercatat dalam
Daftar Kumpulan Aset Tetap yang berada di dalam perusahaan.
70
Peluang :
1. Tidak memadainya pencatatan dalam hal
administratif dan kelengkapan dokumen
mengenai pemindahan aset kurang
memadai
2. Tidak adanya pemeriksaan khusus
terhadap tanaman dikebun inti
3. Persediaan yang berada digudang tidak
dimanfaatkan dengan baik dan tidak
adanya pengecekan secara indepen oleh
manajemen
4. Tidak adanya kontrol terhadap anggaran
5. Tidak adanya pengawasan dan lemahnya
pengendalian internal
6. Tidak adanya pemeriksaan lebih lanjut
terhadap pembangunan kantor oleh
pihak rekanan
Pembenaran :
1. Tidak adanya pencatatan dalam hal
administratif akan menjadi pembenaran
sendiri untuk pelaku kecurangan
2. Penyehatan keuangan dan penundaan
tanaman kembali atau replanting
3. Kapasitas gudang sudah tidak cukup
menampung persediaan
4. Perencanaan investasi yang kurang tepat
dan adanya anggaran dana yang tidak
terkontrol dengan baik
5. Penyalahgunaan terhadap aset karena
aset tersebut tidak terpakai
6. Pihak rekanan yang tergesa – gesa untuk
melakukan pembangunan kantor di unit
kebun
Gambar 4.1
Analisis Segitiga Kecurangan
Tekanan :
1. Memperbaiki sistem pencatatan dengan segera
2. Menaikan/menurunkan harga jual ke konsumen
3. Membenahi persediaan di bagian gudang agar tidak terjadi idle
capacity
4. Harus segera membuat anggaran untuk pembangunan tahap
kedua
5. Kebutuhan ekonomi pegawai yang tidak memiliki moral
6. Pembangunan kantor oleh pihak rekanan
71
4.4.2 Dampak Untuk PT X
Segitiga kecurangan mempunyai peranan yang penting dalam
sebuah kecurangan yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku
kecurangan dan segitiga kecurangan merupakan alasan seseorang
untuk melakukan kecurangan yang dilihat dari manajemen letter PT
X. Kecurangan yang dilakukan disebabkan karena pelaku memiliki
akses terhadap aset atau memiliki wewenang untuk mengatur prosedur
pengendalian yang memperkenankan dilakukan tindak kecurangan.
Menurut teory Cressey yang diolah penulis, rata – rata para pelaku
kecurangan disebabkan karena adanya tekanan, peluang dan
pembenaran.
Pada saat penulis menganalisis laporan manajemen dan
laporan pendukung lainnya ditemukan bahwa PT X telah mengalami
penurunan harga jual produk pada tahun 2013 yang diakibatkan oleh
pelaku kecurangan. Berikut adalah rinciannya:
1. Minyak sawit
Harga rata – rata minyak sawit di tahun 2013 mengalami
penurunan sebesar 11,05%, yakni dari Rp 6.926,23 atau kg di
tahun 2012 menjadi Rp 6.160,64 di tahun 2013. Harga terendah
minyak sawit tercatat pada bulan Januari 2013 yang hanya
mencapai Rp 4.302 atau kg.
72
2. Karet
Harga rata – rata karet di tahun 2013 mengalami penurunan
sebesar 5,03%, yakni dari Rp 28.707,85 atau kg di tahun 2012
menjadi Rp 26.650.38 di tahun 2013. Harga terendah karet
tercatat pada bulan Agustus 2013 yang hanya mencapai Rp
22.988 atau kg.
Sepanjang tahun 2013 terdapat resiko yang tinggi bahwa harga
jual produk komoditas PT X mengalami penurunan yang cukup
signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan harga jual ini disebabkan oleh adanya identifikasi
kecurangan yang ditemukan oleh auditor pada saat melakukan
pemeriksaan fisik di kebun inti PT X. Penurunan harga jual ini
berpengaruh terhadap pendapatan dan laba perusahaan walaupun
volume penjualan inti sawit mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2012.
Maka penulis menyarankan beberapa hal untuk manajemen, yaitu :
1. Koordinasi dengan Kantor Pemasaran Bersama Nusantara
(KPBN) untuk penjualan kepada pembeli langsung dengan
mengacu aturan dari KPBN.
73
2. Meningkatkan mutu produk CPO dan karet melalui pengawasan
yang lebih ketat terhadap sortasi (penanganan pasca panen) hasil
panen sawit dan karet oleh kebun dan sortasi di pabrik sehingga
dapat diperoleh rendemen serta mutu produk sawit dan karet yang
mampu bersaing di pasar komoditi.
3. Efisiensi dan efektivitas biaya untuk menekan biaya produksi
yang sejalan dengan strategi keunggulan biaya menyeluruh
(overall cost leadership).
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
PT X merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan
kelapa sawit. KAP Kanaka Puradiredja melakukan pemeriksaan terhadap
laporan keuangan PT X tahun 2013 yang berdasarkan daftar kumpulan aset
tetap. Penulis menganalisis melalui manajemen letter untuk PT X dan
menemukan adanya identifikasi kecurangan serta penyalahgunaan aset.
Berikut adalah kesimpulan yang dirinci penulis, yaitu:
1. Penulis menemukan adanya identifikasi kecurangan karena terdapat
beberapa hal yang memungkinkan adanya kemungkinan terjadi
kecurangan yang disampaikan dalam manajemen letter serta observasi ke
PT X. Kecurangan pada dasarnya dilandasi oleh segitiga kecurangan. Hal
tersebut dapat mempengaruhi kinerja operasional perusahaan dan
menyebabkan penurunan harga jual produk yang akan dijual.
2. Tekanan, peluang, pembenaran merupakan hal yang sangat berperan
dalam sebuah kecurangan. Kecurangan bisa dilakukan oleh siapapun
apalagi seseorang pemangku jabatan atau seseorang yang memiliki akses
tertentu terhadap barang atau persediaan yang mudah digelapkan atau
dicuri.
3. Pendekatan segitiga kecurangan dapat digunakan dalam menetapkan
kecurangan yang disampaikan dalam manajemen letter untuk tahun 2013.
75
4.2 Saran
Berdasarkan wawancara dan observasi terhadap PT X yang
disampaikan dalam manajemen letter yang dilakukan di KAP untuk PT X,
maka penulis menyarankan bahwa:
Penulis menyarankan bahwa PT X harus menyadari tentang adanya
identifikasi kecurangan yang terjadi diperusahaan, baik dalam penggelapan
aset, pencurian persediaan, permainan angka yang dilakukan oleh manajemen
atau karyawan dalam melakukan anggaran. Kecurangan sangat sulit
ditemukan karena kecurangan itu disembunyikan dengan baik. Langkah
sistematis untuk melihat apakah perusahaan teridentifikasi kecurangan adalah
melalui pemahaman teori kecurangan, mengamati sinyal kecurangan dan
memahami skenario kecurangan serta metodologi yang didesain untuk
menemukan kecurangan. Hal yang paling mendasar untuk seseorang
melakukan kecurangan adalah adanya tekanan, peluang, dan pembenaran atau
perlakuan tidak semestinya terhadap laporan keuangan atau terhadap aset
milik perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2008. Auditing Pemeriksaan Akuntansi Oleh Kantor Akuntan
Publik. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Albrecht, W. Steven and Chad Albrecht. 2004. Fraud Examination and
Prevention. Mason, Ohio: South – Western (Thomson Learning)
Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark Beasley. 2003. Auditing and
Assurance Service. Edisi Sembilan, New Jersey: Prentice Hall.Inc.
Association of Certified Fraud Examiners. Fraud Examiners Manual, 2006
Edition.
Christoper J. Skousen et al. 2009. Detecting and Predecting Financial Statement
Fraud :The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99.
Guy, Dan M., C. Wayne Alderman and Alan J. Winters. 2001. Auditing. Edisi
Kelima, Lembaga Penerbit Erlangga.
Nabila, Atia Rahma. 2013. Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan dalam
Perspektif Fraud Triangle. Jurusan Akuntansi UNDIP, Semarang.
Manurung, Daniel T.H., and Niki Hadian. 2013. Detection Fraud of Financial
Statement With Fraud Triangle. Australia Melbourne: Marriott Hotel.
Rendika, Michel. 2013. Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah dan Peran Inspektorat Terhadap Penyalahgunaan Aset. Jurusan
Akuntansi.
Sunyoto, Danang. 2013. Auditing Pemeriksaan Akuntansi, Lembaga Penerbit
CAPS.
Tuanakotta, M. Theodorus. 2012. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif,
Edisi Dua, Lembaga Penerbit Salemba Empat, 2010.
Widjaja, Amin Tunggal. 2003. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement
Audit), Harvarindo.