13
Bagaimana banyak perusahaan (tanpa disadari) membawa karyawannya ke teritori yang tidak diinginkan Januari 2016 Sibuk tapi tidak produktif: Gede Manggala Manggalka Foto: Jakchat

Sibuk tapi tidak produktif

Embed Size (px)

Citation preview

 

 

Bagaimana  banyak  perusahaan    (tanpa  disadari)  membawa  karyawannya    

ke  teritori  yang  tidak  diinginkan  

Januari  2016  

Sibuk tapi tidak produktif:

Gede  Manggala  Manggalka  

Foto:  Jakchat    

 

               

Pertanyaan terbesar dari situasi di atas adalah: apakah anda dan tempat kerja anda makin produktif? Dari hasil kinerja riil banyak organisasi ternyata sibuk tidak selalu produktif.  

Sibuk?  Kehidupan moderen ditandai dengan para pekerja dan manajer yang semakin hari semakin sibuk. Tugas makin banyak, meeting yang makin sering serta jam kerja yang makin panjang .  

Banyak juga orang yang menyatakan kesetujuannya dengan observasi ini namun mengatakan "Walaupun saya setuju, tapi sepertinya kita tidak bisa berbuat banyak untuk mengubahnya. Itu kenyataan pahit yang harus kita telan. It is a necessary evil". Saya tidak setuju. Kita tidak harus menerima sistem yang ada sebagai yang paling tepat. Ada cara yang terbukti lebih baik. Struktur organisasi dan Sistem PA saat ini sudah usang dan ketinggalan jaman, sudah saatnya kita melakukan perubahan agar perusahaan Indonesia bisa jauh lebih produktif.

Yang menarik dari fenomena di atas adalah kesimpulan dari observasi banyak ahli terhadap kondisi tersebut. Salah satu akar masalah banyak perusahaan dan organisasi sangat sibuk tapi tidak produktif adalah karena cara organisasi mengelola struktur organisasi, KPI (key performance indicator) dan PA (performance appraisal ) yang tidak tepat.

Banyak kolega saya memandang saya terhadap hal in "tidak relevan" karena itu seharusnya area Human Resources/Human Capital bukan bidang konsultan proses bisnis/Lean Six Sigma.

Foto:  shutterstock    

Sistem konvensional PA tahunan seperti yang umum saat ini dengan segala pernak-pernik adminstrasi dan ranking lengkap dengan promosi, bonus dan lain-lain akan segera ditinggalkan. Akan dianggap KUNO seperti kita meninggalkan mesin faksimili sejak ada email dan teknologi yang lebih tepat guna. Tentu saja itu tidak semua terjadi tahun depan, namun semakin cepat organisasi anda meninggalkan PA konvensional, semakin bagus.

Kelemahan metode PA dan desain organisasi konvensional

Sistem PA konvensional dan struktur organisasi yang ada saat ini akan membawa organisasi ke teritori yang anda tidak inginkan: semakin anda dorong untuk bekerja lebih keras, semakin organisasi anda tidak produktif dan menghasilkan sedikit sekali output dan value. Organisasi anda akan menjadi sangat sibuk, bekerja keras TAPI tidak produktif. Apakah anda sebagai pimpinan atau karyawan sering merasa bahwa anda sudah berusaha bekerja sebaik mungkin, namun birokrasi dan prosedur dalam perusahaan anda benar-benar membuat anda gila dan merasa frustrasi? Jika jawabannya "YA" saya ingin menceritakan biang keroknya.

Crazy  busy,  low  creation  Apakah  semakin  anda  sibuk,  semakin  kecil  produktivtas  anda?  Sadarkah  anda  bahwa  itu  juga  dikontribusikan  oleh  struktur  organisasi,    KPI  dan  PA  tahunan?  

Foto:  shutterstock    

Sibuk tapi tidak produktif terjadi bukan karena pemimpin yang jahat atau karyawan yang asal mencari-cari aktivitas. Tapi ini terjadi karena sistem manajemen yang sekarang digunakan banyak perusahaan sudah ketinggalan jaman.  

1

Sistem manajemen kuno ini ada dalam bentuk struktur organisasi mekanistis peninggalan era Perang Dunia II yang dikombinasikan dengan sistem evaluasi/PA tahunan yang disertai pemberian ranking. Kenapa menurut pemikiran banyak pakar, misalnya W. Edwards Deming, Russell Ackoff, Peter Senge, model organisasi di atas sudah usang? Ada beberapa hal yang menjadi alasan: 1.Setiap departemen/unit

mempunyai KPI masing-masing dimana kinerja, ranking dan promosi setiap manajer dan karyawan ditentukan oleh pencapaian terhadap KPI tersebut. Konsep inilah yang menghasilkan silo thinking, turf wars, ego sektoral karena akhirnya setiap departemen/unit/karyawan lebih di-drive oleh tuntutan jangka pendek mencapai KPI masing-masing. Antara memilih pencapaian tim besar dan individu, akhirnya setiap orang "menyelamatkan" karir masing-masing. Apalagi jika urusannya adalah promosi dan bonus!

2. Setiap departemen/unit diasumsikan akan memberikan kontribusi tertinggi jika semua orang bekerja keras berusaha mencapai KPI masing-masing. Kesalahan utama dari asumsi ini adalah

2

melupakan faktor interdependance atau saling keterkaitan dalam satu sistem. Ini yang menyebabkan setiap orang sibuk hasilnya malah produktivitas rendah! Bayangkan jika departemen Marketing bekerja keras membangun branding melalui iklan yang agresif, sementara departemen Finance berusaha keras memangkas biaya dan menjaga setiap sen pengeluaran. Saat bersamaan, bagian SCM (Supply Chain Management) berusaha menekan biaya dengan memilih supplier-supplier termurah yang "menjanjikan" kualitas sama. Juga berusaha keras menekan biaya dengan mengurangi inventory. Tak kalah sibuknya, bagian Produksi berusaha keras meningkatkan reliability dan down time. Apakah anda bisa membayangkan kesibukan yang ada? Bisa jugakah anda membayangkan "perang" internal yang terjadi demi KPI dan ranking, dan lambat laun melupakan PURPOSE dari perusahaan?

3. Struktur organisasi umumnya mengambil contoh dari dunia militer, dimana sang panglima perang menjadi pemimpin tertinggi. Ada rantai komando dari sorang jenderal sampai level kopral. Dalam dunia bisnis, sang CEO menjadi panglima perang yang diharapkan memimpin strategi dan mengambil setiap keputusan penting.

   

Gambar  1.  Diagram  organisasi  konvensional  saat  ini  • Struktur  mekanistis  ala  militer  (rantai  komando)  warisan  Perang  Dunia  II  • Setiap  departemen  mempunyai  target  dan  KPI  yang  akan  di  adu  dan  setiap  karyawan  dievaluasi  dan  

diranking  • Supplier  dan  Customer  adalah  pihak  luar  yang  perlu  dibatasi  sebesar  mungkin  interaksinya  dengan  pihak  

internal      

Artinya? Semua keputusan akan perlu di-eskalasi ke tingkat yang lebih tinggi kalau perlu semua sampai CEO. Wow, birokrasi akan berjalan sangat lambat! Belum lagi sang CEO akan diharapkan untuk mengerti semua hal yang akhirnya melahirkan banyak keputusan yang malah tidak tepat.

4. Setiap orang, setiap departemen, setiap cabang akan diadu satu sama lain terutama saat penilaian tahunan. Kejar prestasimu! Selamatkan kinerja timmu. Kompetisi internal seperti ini sering membuat sebuah perusahaan lebih "seru" berkompetisi antar cabang atau antar departemen di internal, sampai lupa dengan kompetitor di pasar riil. Boro-boro memikirkan persaingan dengan negara lain. Tentu saja saat ini banyak usaha dan inisiatif dilakukan berbagai perusahaan untuk memastikan koordinasi dan sinergi. Salah satu tanda utama usaha ini adalah jika dalam perusahaan anda terjadi banyak sekali meeting dan workshop untuk koordinasi dan alignment...

5. Pola pikir silo thinking bukan hanya terjadi antar departemen. Yang lebih nyata adalah menganggap customer sebagai pihak yang tidak perlu mendapat informasi transparan terkait produk atau jasa yang kita jual. Bahwa customer adalah pihak yang selalu ingin complain dan menuntut banyak dari perusahaan anda. Semakin sedikit anda berinteraksi dengan customer secara langsung, semakin anda bisa fokus dengan proses internal. Familiar?

6. Di sisi lain, persepsi organisasi terhadap supplier

lebih buruk lagi. Mereka adalah pihak luar yang ingin mendapatkan banyak keuntungan dalam bertransaksi dengan anda. Oleh karena itu, sangat logis untuk menekan harga serendah-rendahnya. Sering kita semua melupakan kata-kata mutiara "if you have peanuts, you get monkey". Tidak ada trust dalam hubungan dengan supplier.

“Kompetisi  internal  dan  debat  antar  departemen  lebih  

banyak  menghabiskan  

waktu  dan  energi  dibandingkan  

bersaing  dengan  kompetitor”    

 

Lalu apa solusinya? Apa alternatif yang ada?

Jika anda ingin meningkatkan produktivitas, selain usaha-usaha yang sudah dilakukan saat ini, mungkin saatnya melakukan evaluasi secara fundamental terhadap cara perusahaan anda melakukan evaluasi karyawan dengan model PA dan ranking dalam kerangka organisasi sekarang. Beberapa perusahaan sudah melakukan usaha dan cara yang berbeda:  

• Saat menghadiri acara GE Garage di Jakarta beberapa bulan lalu, Heather Wang (VP HR Global Growth GE) mengatakan bahwa mereka sekarang sedang melakukan pilot test untuk menguji coba sistem PA baru. Nah, ini bisa menjadi indikasi bagus karena GE dalam hal manajemen masih menjadi trendsetter.

• Accenture mengumumkan bahwa sejak tahun evaluasi 2015 mereka tidak akan menggunakan

lagi metode ranking dan menghilangkan PA tahunan.

• Toyota, dalam buku The Toyota Way karangan Prof. Jeff Liker, menjadi pionir dan role model utama dalam penerapan metode manajemen yang berbeda yang dalam perkembangannya sekarang dikenal dengan nama Lean Management.

• Nutrifood adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang telah lebih dari dua puluh tahun

meninggalkan sistem evaluasi tahunan dan sistem ranking dalam mengelola kinerja perusahaan. Mereka mengadopsi pemikiran W. Edwards Deming yang oleh Nutrifood dikristalisasi dalam konsep yang disebut Empat Lensa.

• Dalam buku berjudul Work Rules, Laszlo Bock yang merupakan Senior Vice President

People Operations di perusahaan ternama Google memberikan banyak contoh implementasi dalam mendesain organisasi serta mengevaluasi kinerja karyawan yang sudah jauh melompat meninggalkan metode konvensional.

 

     Rekomendasi untuk organisasi yang selalu belajar  

 

Berikut ini rekomendasi dan rangkuman dari observasi dan best practices untuk membuat organisasi anda makin produktif:  

1. KPI dan evaluasi masih PERLU, namun yang perlu dihilangkan adalah model PA tahunan yang sangat birokratis, mengutamakan paperwork dan berpusat pada hasil berupa ranking karyawan.

2. KPI harus digunakan selayaknya indikator, sebuah parameter untuk

melihat apakah kita perlu improvement atau memang sudah sesuai dengan planning. Metode saat ini terutama dengan ranking yang dihubungkan dengan bonus dan promosi cenderung membuat setiap karyawan dari level terendah sampai tertinggi menggunakan strategi "under promise and over deliver". Istilah lain adalah sandbagging. Bagi pimpinan dan karyawan yang lebih “agresif” (baca: urat malunya udah putus) malah bisa melakukan inflasi kinerja mereka, yang intinya membuat performance di atas kertas lebih indah dari kenyataan!

3. Evaluasi kinerja sebaiknya dilakukan secara reguler, misalnya setiap dua

minggu dengan mendiskusikan indikator yang tidak tercapai/tercapai serta alignment dengan strategi bisnis. Dengan tidak ada ranking, setiap KPI harus diperlakukan sebagai sebuah "cermin" yang memang merefleksikan kenyataan. Prinsip PDCA (Plan-Do-Check-Action) atau DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control) menjadi sistematika dalam melakukan review ini. Evaluasi bisa dilakukan juga setiap sebuah proyek selesai, dan setiap orang yang terlibat dalam tim melakukan lookback yang obyektif bersama internal customer dan line manager.

4. Model baru ini membutuhkan komitmen yang lebih tinggi dari para

supervisor untuk melakukan coaching dan supervisi. Jadi cara baru ini tidak lebih mudah, namun yang pasti akan lebih produktif dan valuable. Dan yang menarik, perusahaan anda harus memikirkan bahwa teknologi berbasis mobile devices harus menjadi bagian dari sistem ini. Menunggu 6 bulan atau 1 tahun untuk memberikan feedback kepada karyawan hanya cocok di jaman Perang Dingin…

5. Yang terakhir adalah saatnya melakukan transformasi struktur organisasi.

Sebenarnya yang paling penting adalah melakukan perubahan besar dalam pola pikir anda melihat organisasi agar mendesainnya secara utuh sebagai sebuah sistem (system thinking) seperti Gambar 2:

Gambar  2.  Diagram  organisasi  berbasis  sistem  (Supplier-­‐Input-­‐Process-­‐Output-­‐Customer)  • Purpose  organisasi  menjadi  tujuan  bersama,  bukan  tujuan  per  departemen  • Supplier  dan  Customer  menjadi  bagian  yang  dilibatkan  sebagai  satu  kesatuan  perencanaan  dan  koordinasi  • Organisasi  diatur  mengikuti  customer  experience  atau  value  stream  

 

 

• Dalam desain organisasi ini, PURPOSE sebuah perusahaan harus menjadi landasan utama. Apa value yang kita tawarkan kepada customer? Apa produk/jasa yang menjadi solusi bagi para pengguna? Bagaimana kita mengukur itu? KPI utama itulah yang menjadi dasar bagi proses internal.

• Supplier dan Customer dianggap sebagai bagian dari SISTEM. Sebagus-bagusnya proses internal perusahaan anda, jika kualitas input informasi/material dari supplier anda jelek, tetap saja anda akan menghasilkan output jelek. Garbage in garbage out. Di sisi lain, voice of customer harus menjadi ritme yang normal bagi perusahaan anda. Komunikasi dengan customer adalah input berharga, karena sekali lagi jika supplier anda sangat bagus, proses internal anda sangat luar biasa namun tidak sesuai dengan apa yang diinginkan customer, mungkin anda mirip dengan seorang pria yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

• Proses internal didesain dengan spirit value stream map atau customer experience journey. Struktur organisasi dibuat sesuai dengan PURPOSE perusahaan atau value creation, bukan sebaliknya seperti saat ini. Saat ini terjadi sebaliknya, struktur organisasi sangat rigid dalam kotak-kotak sehingga proses dibuat berkelok-kelok menerobos silo-silo yang ada agar bisa mendeliver kepada customer.

Penutup Mendengung-dengungkan peningkatan produktivitas dengan tanpa mengubah desain organisasi dan cara anda mengevaluasi karyawan hanya menjadikan itu hanya sebatas jargon. Sama dengan memotivasi anda agar karyawan work smart not work hard tapi tidak ada panduan nyata. Sistem ranking dalam organisasi menciptakan sub-optimasi, sebuah upaya optimasi dalam lingkup individu/unit, namun secara perusahaan hasilnya malah inefisiensi dalam skala besar. Menghasilkan individu-individu yang sibuk tapi tidak produktif. Dalam bentuk terburuk, menghasilkan individu yang suka melakukan inflasi terhadap kinerjanya sendiri. Semakin lama model organisasi ala militer atau mekanistis akan semakin ditinggalkan. Semakin banyak organisasi (apalagi yang lahir setelah era tahun 2000-an) menggunakan model yang makin fleksibel. Ada yang meniru struktur peradaban/kota, ada yang meniru ekosistem (cara kerja mahluk hidup). Apapun itu, semua perlu dievaluasi dan disesuaikan dengan PURPOSE organisasi anda. Tidak ada cara mudah untuk melakukan perbaikan ini. Anda dan perusahaan anda harus bersedia melakukan transformasi fundamental. Sangat berat, tapi tidak ada waktu yang lebih tepat melakukan ini selain saat ini. Di saat market masih slowing down. Ibaratnya atlet, ini masa anda melakukan evaluasi dan perbaikan fundamental. Saat kompetisi mulai berjalan, perusahaan anda menjadi salah satu yang paling siap.        

       

Gede  Manggala  [email protected]  

http://gedemanggala.com  

Penulis  bekerja  sebagai  konsultan  proses  bisnis  khususnya  implementasi  Lean-­‐Six  Sigma.  Pernah  bekerja  di  industri  migas  dan  keuangan.  Pengarang  buku  The  Coconut  Principles  dan  SOP-­‐it!.  

Foto:  shutterstock    

 

Gede  Manggala