Upload
rahmanzie-share
View
1.069
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor
perekonomian yang semakin meningkat, dinamis dengan penuh persaingan serta
tidak mengenal batas-batas wilayah. Berbagai bisnis yang dijalankan dengan
mudahnya untuk dilaksanakan. Oleh karena itu bisnis di zaman sekarang ini
diperlukannya hukum untuk menaungi dan melindungi dengan tujuan untuk
mewujudkan rasa keadilan sosial dan adanya kepastian hukum, bukan hanya
sekedar mencari keuntungan (profit oriented) tetapi ada pertanggung jawaban
terhadap dampak yang ditimbulkan dari operasional bisnis secara menyeluruh
tersebut.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para bisnisman
dan orang-orang yang ingin terjun langsung didunia bisnis hendakny aterlebih
dahulu mengetahui dan memahami hukum bisnis secara detail agar bisnis yang
ditekuni berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi dirinya dan
menyejahterakan masyarakat pada umumnya.
Di Indonesia seperti kebanyakan negara berkembang yang lain, berusaha
semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Untuk itu
pengembangan pada sektor ekonomi menjadi tumpuan utama agar taraf hidup
rakyat menjadi lebih mapan. Pembangunan ekonomi merupakan pengolahan
kekuatan ekonomi riil dimana dapat dilakukan melalui penanaman modal,
penggunaan teknologi dan kemampuan berorganisasi atau manajemen.
Syahrin Naihasy mengatakan lebih lanjut bahwa sejak perekonomian dunia telah
mengalami perubahan yang sangat dahsyat dan kini dunia, termasuk Indonesia,
menyaksikan fase ekonomi global yang bergerak cepat dan telah membuka
tabirlintas batas antar Negara. Dapat dikatakan bahwa dunia usaha adalah sebagai
tumpuan utama yang dipergunakan sebagai pilar dandilaksanakandengan berbagai
1
macam cara yang sekiranya dapat memupuk perkembangannya dengan lebih
optimal dan berdaya guna.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Waralaba ?
2. Apakah di dalam Waralaba ada Bentuk Perjanjian ?
3. Apa Perbedaan Pemberian Waralaba dan Lisensi
4. Mengetahui Hukum Waralaba Di Indonesia
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mempermudah tercapainya arah serta sasaran yang diharapkan bagi
pembaca, maka penyusun merumuskan beberapa tujuan yang hendak dicapai.
Adapun rumusan tujuan-tujuan tersebut adalah untuk mengetahui :
1. Sejarah Waralaba
2. Pengertian Waralaba
3. Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian
4. Perbedaan Pemberian Waralaba dan Lisensi
2
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Definisi Franchise
Franchise adalah suatu system distribusi dimna pemlik bisnis yang semi
mandiri (terwaralaba) membayar iuran dan royalty kepada induk perusahaan
pewaralaba untuk mendapatkan hak menggunakan merek dagang, menjual barang
atau jasanya, dan sering kali menggunakan format dan system bisnisnya.
Menurut David J.Kaufmann definisi franchising sebagai sebuah sistem
pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee)
yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh
franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan
sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang
(franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk
menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang
disepakati.
Menurut dictionary of business terms.
1. Suatu izin yang diberikan oleh sebuah prusahaan (franshisor) kepada seorang
atau kepada suatu perusahaan (franchisee) untuk mengoperasikan suatu retail,
makanan atau supermarket dimana pihak franchisee setuju untuk menggunakan
milik franchisor berupa nama, produk, servis, promosi, penjualan, distribusi,
metode untuk display dll company support.
2. Hak untuk memasarkan barang-barang atau jasa perusahaan (co’s goods and
services) dalam suatu wilayah tertentu, hak tersebut telah diberikan oleh
3
perusahaan kepada seorang individu, kelompok individu, kelompok marketing,
pengecer atau grosir.1
3. Franchise adalah hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan
sukses dengan usahawan yang relative baru atau lemah dalam usaha tersebut
dengan tujuan saling menguntungkan, khususnya dalam bidang usaha penyediaan
produk dan jasa langsung kepada konsumen.
2.2. Unsur-Unsur Franchise
1. Adanya minimal 2 pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee.
Pihak franchisor sebagai pihak yang memberikan franchise sementara
pihak franchisee merupakan pihak yang diberikan/ menerima franshise
tersebut;
2. Adanya penawaran paket usaha dari franchisor,
3. Adanya kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan
pihak franchisee,
4. Dipunyaianya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan
memamfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor,
5. Seringkali terdapat kontrak tertulis antara pihak franchisor dan pihak
franchisee.
2.3 Dasar Hukum Franchise
Perjanjian sebagai dasar hukum KUH Perdata pasal 1338 (1), 1233 s/d
1456 KUH Perdata; para pihak bebas melakukan apapun sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasan, kesopanan atau hal-hal lain
yang berhubungan dengan ketertiban umum, juga tentang syarat-syarat sahnya
perjanjian dsb.
Hukum keagenan sebagai dasar hukum; KUH Dagang (Makelar &
Komisioner), ketentuan-ketentuan yang bersifat administrative seperti berbagai
ketentuan dari Departemen Perindustrian, Perdagangan dsb. Seringkali ditentukan
1 Syahrin Naihasy, Hukum Bisnis (Business Law), Mida Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm. 8
4
dengan tegas dalam kontrak franchise bahwa di antara pihak franchisor dengan
franchisee tidak ada suatu hubungan keagenan.
Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta sebagai dasar hukum; berhubung
ikut terlibatnya merek dagang dan logo milik pihak franchisor dalam suatu bisnis
franchise, apalagi dimungkinkan adanya suatu penemuan baru oleh pihak
franchisor, penemuan dimana dapat dipatenkan. UU No.19 (1992) Merek, UU No
6 (1982) Paten, UU No.7 (1987) Hak Cipta.
UU Penanaman Modal Asing sebagai dasar hukum; Apabila pihak
franchisor akan membuka outlet di suatu Negara yang bukan negaranya pihak
franchisor tersebut maka sebaiknya dikonsultasi dahulu kepada ahli hukum
penanaman modal asing tentang berbagai kemungkinana dan alternative yang
mungkin diambil dan yang paling menguntungkannya. Franchise justru dipilih
untuk mengelak dari larangan-larangan tertentu bagi suatu perusahaan asing
ketika hendak beroperasi lewat direct investment.
Peraturan lain lain sebagai dasar hukum;
Ketentuan hukum administrative, seperti mengenai perizinan usaha, pendirian
perseroan terbatas, dll peraturan administrasi yang umumnya dikeluarkan oleh
Departmen Perdagangan. Kepmen Perdagangan No 376/Kp/XI/1983 tentang
kegiatan perdagangan.
a. Ketentuan Ketenagakerjaan,
b. Hukum Perusahaan (UU PT No 1 (1995)),
c. Hukum pajak- adakah pajak ganda, pajak penghasilan, pajak pertambahan
nilai, pajak
d. withholding atas royalty dan pajak penghasilan atas tenaga kerja asing.
e. Hukum persaingan,
2
2 Tengku Keizerina Devi Azwar, Perlindungan Hukum Dalam Franchise, 2005, hlm. 1 - 2
5
f. Hukum industri bidang tertentu misalnya aturan tentang standar mutu,
kebersihan dan aturan lain lain yang bertujuan melindungi konsumen, atau
bahkan UU pangan sendiri.
g. Hukum tentang kepemilikan- hak guna bangunan, hak milik, etc.
h. Hukum tentang pertukaran mata uang- RI menganut rezim devisa bebas,
maka tidak ada larangan maupun batasan terhadap keluar masuknya valuta
asing dari/ke Indonesia.
i. Hukum tentang rencana tata ruang; apakah wilayah tersebut
memungkinkan dibukannya sebuah franchise, kualitas bahan untuk gedung
tersebut memenuhi syarat? Etc etc.
j. Hukum tentang pengawasan ekspor/ impor misalnya dalam hal
pengambilan keputusan apakah barang barang tertentu mesti dibawa dari
Negara pihak franchisor atau cukup diambil saja dari Negara pihak
franchisee.
k. Hukum tentang bea cukai- apakah lebih menguntungkan barang-barang
tertentu dipasok dari luar negeri atau cukup menghandalkan produk local
semata.
2.4 Istilah-istilah yang terdapat di dalam Franchise
Fee
Fee merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh penerima waralaba
(franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) yang umumnya dihitung
berdasarkan persentase penjualan.
Franchise Fee (Biaya Pembelian Hak Waralaba)
Franchise Fee adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh
pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai
franchisee sesuai kriteria franchisor.
Hak Cipta (Copyright)
6
Hak cipta adalah hak eklusif sesesorang untuk menggunakan dan memberikan
lisensi kepada orang lain untuk menggunakan kepemilikan intelektual tersebut
misalnya sistem kerja, buku, lagu, logo, merek, materi publikasi dan sebagainya.
Initial Investment
Initial investment adalah modal awal yang harus disetorkan dan dimiliki oleh
franchisee pada saat memulai usaha waralabanya. Initial investment terdiri atas
franchise fee, investasi untuk fixed asset dan modal kerja untuk menutup operasi
selama bulan-bulan awal usaha waralabanya.
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Perjanjian waralaba merupakan kumpulan persyaratan, ketentuan dan
komitment yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee-nya.
Didalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan
kewajiban franchisee dan franchisor, misalnya hak teritorial yang dimiliki
franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus
dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan berkaitan dengan lama
perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketetentuan lain yang mengatur
hubungan antara franchisee dengan franchisor.
Outlet Milik Franchisor (Company Owned Outlet, Pilot Store)
Franchisor yang terpercaya adalah franchisor yang telah terbukti sukses dan
mengoperasikan outlet milik mereka sendiri yang dinamakan Company Owned
Outlet atau Pilot Store. Jangan pernah membeli hak waralaba dari franchisor yang
tidak memiliki outlet yang sejenis dengan outlet yang dipasarkan hak waralabnya. 3
Advertising Fee (Biaya Periklanan)
Advertising Fee (Biaya Periklanan) nerupakan biaya yang dibayarkan oleh
penerima waralaba (franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) untuk 3 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 339
7
membiayai pos pengeluaran/belanja iklan dari franchisor yang disebarluaskan
secara nasional/international.
Pro Forma Keuangan (Financial Pro Forma)
Proforma keuangan dalam waralaba umumnya terdiri atas Neraca, Laporan Rugi
Laba dan Laporan Arus Kas. Ketiga janis laporan ini merupakan laporan yang
wajib diberikan oleh franchisor kepada calon franchisee-nya, sebelum Perjanjian
Waralaba ditandatangani.
Protected Territory
Protected Territory adalah batas geografis yang diberikan oleh franchisor kepada
franchisee secara ekslusif. Di dalam area Protected Territory, franchisor tidak
diperbolehkan memberikan hak waralaba untuk bisnis sejenis kepada pihak lain
atau mendirikan bisnis serupa dengan tujuan menyaingi atau pun tidak usaha yang
dimilki franchisee.
Quality Control (Audit Operasional)
Quality Control (Audit Operasional) merupakan metode yang dilakukan oleh
franchisor untuk menjamin standar operasional yang tercantum dalam Manual
Operasi dijalankan secara konsisten di jaringan waralabanya.
Rahasia Dagang (Trade Secret)
Rahasia dagang merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh franchisor yang
diberikan kepada franchisee akibat ditandatanganinya perjanjian waralaba diantara
mereka. Rahasia dagang dapat berupa prosedur operasi, resep atau pun daftar
pelanggan dan pemasok.
Signature Product
Signature Product merupakan produk/Jasa yang dijual franchisor yang merupakan
identitas sekaligus satu merek dagang ekslusif yang dikenal luas dan seringkali
mewakili identitas bagi perusahaan tersebut, misalnya es teler bagi Es Teler 77
8
atau Big Mac untuk McDonald’s. Franchisor yang berhasil selalu memiliki
signature product yang memiliki awareness, citra positif dan diterima baik di
pasar.
Slick
Slick merupakan materi iklan siap tayang yang disiapkan oleh franchisor untuk
para franchisee-nya. Adanya materi iklan siap pakai ini akan mempermurah biaya
iklan dan marketing dari franchisee.
Studi Kelayakan Pewaralaba (Franchisee Feasibility Studies)
Waralaba merupakan metode yang effektif dan terbukti sukses untuk
mendapatkan dana ekspansi eksternal dengan resiko terendah. Agar Franchisee
dapat sesukses Franchisor, maka perlu dilakukan Studi Kelayakan Pewaralaba.
Studi ini bertujuan untuk mengenali dan menemukan apakah calon franchisee
memiliki karakteristik tertentu yang dimiliki oleh franchisor saat merintis usaha
tersebut dari nol.
4
Turnkey
Turnkey dalah satu kondisi dimana franchisor bertanggung jawab terhadap
dimulainya usaha franchisee mulai dari nol sampai pintu toko dibuka untuk
pertama kalinya bagi pelanggan.
Tying
Tying merupakan kebijakan yang dilakukan oleh franchisor untuk memaksa
franchisee membeli produk tertentu dari franchisor sebagai syarat untuk
pembelian produk lainnya. Di Amerika Serikat, Tying adalah illegal jika harga
produk yang ditawarkan franchisor ternyata tidak lebih murah dari harga pasar.
2.5 Perkembangan Franchise
4 Munir Fuady, op. cit. hlm. 341 - 345
9
Di Indonesia ada 20 kategori usaha yang sering atau pernah menjadi objek bisnis
franchise:
1. Bidang Usaha Makanan:
Restoran, contoh: Rumah makan Wapo
Makanan siap hidang, contoh: McD. KFC, A&W, Burger King
Makanan ringan (es krim, yogurt, baked goods, donat, pastry), contoh:
Mama Oven, Hagen daaz, Baskin Robins, J.CO
· Makanan khusus (speciality foods), contoh: Ayam goreng Solo
2. Jasa Konsultan Dan Keperluan Bisnis
Aneka jasa konsultan (business aids and services)
Jasa pencarian dan penempatan tenaga kerja (employment services)
Periklanan dan direct mail
3. Jasa pemeliharaan, perbaikan dan kebersihan
Pemeliharaan dan perbaikan gedung dan rumah (maintenance, cleanding
and sanitation)
Jasa kebersihan gedung dan rumah (janitorial, maid and personal services)
Jasa pertamanan (lawn garden, agricultural supplies and services)
4. Jasa pialang pembelian rumah dan penyewaan property, contoh: Ray
White, Century 21
5. Jasa penjualan, pemeliharaan dan reparasi kendaraan bermotor.
6. Toko pengecer keperluan pribadi dan rumah tangga:
Toko pengecer barang khusus (speciality retail stores)
Toko keperluan sehari-hari (convenience store)
Toko pakaian dan sepatu.
7. Hotel dan tempat penginapan
10
8. Kontraktor perumahan dan tempat komercial
9. Percetakan dan fotocopy
10. Penjualan dan pemeliharaan perabot rumah tangga seperti home
furnishing, retail and repair services)
11. Penyewaan mobil dan truck
12. Rekreasi
Exercise, sports, entertainment and services5
Penyewaan video, audio products and services
13. Penjualan computer dan electronic
14. Jasa dan produk pemeliharaan kesehatan
15. Biro perjalanan
16. Produk dan jasa pendidikan (health aids products and services)
17. Jasa pengepakan dan pengiriman (package preparation/ shipment/ mail
services)
18. Salon rambut dan kecantikan,
19. Binatu (laundry and dry cleaning)
20. Jasa untuk anak (children services)
2.6 Keuntungan dan Kerugian Franchisee dan Franchisor
Keuntungan
Bagi Franchisor (perusahaan induk) :
1. Produk atau jasa terdistribusi secara luas tanpa memerlukan biaya
promosi dan biaya investasi cabang baru.
5 Deden Setiawan, Franchise Guide Series – Ritel, Dian Rakyat, 2007, hlm. 13
11
2. Produk atau jasa dikonsumsi dengan mutu yang sama.
3. Keuntungan dari royalti atau penjual lisensi.
4. Bisnisnya bisa berkembang dengan cepat di banyak lokasi secara
bersamaan, meningkatnya keuntungan dengan memanfaatkan
investasi dari franchisee.
Bagi Franchisee (pemilik hak-jual) :
1. Popularitas produk atau jasa sudah dikenal konsumen, menghemat
biaya promosi.
2. Mendapatkan fasilitas-fasilitas manajemen tertentu sesuai dengan
training yang dilakukan oleh franchiser.
3. Mendapatkan image sama dengan perusahaan induk.
Kerugian bagi franchisee (pemilik hak-jual) :
1. Biaya startup cost yang tinggi, karena selain kebutuhan investasi awal,
franchisee harus membayar pembelian franchise yang biasanya cukup mahal.
2. Franchisee tidak bebas mengembangkan usahanya karena berbagai peraturan
yang diberikan oleh franchisor.
3. Franchisee biasanya terikat pada pembelian bahan untuk produksi untuk
standarisasi produk /jasa yang dijual.
4. Franchisee harus jeli dan tidak terjebak pada isi perjanjian dengan franchisor,
karena bagaimanapun biasanya perjanjian akan berpihak kepada prinsipal /
franchisor dengan perbandingan 60:40.
6
Penghasilan yang terus mengalir ke franchisor dari royalti dan penjualan
masukan kepada franchisee yang lebih penting adalah sumber pendapatan dari
biaya awal untuk menjual waralaba. Dengan demikian, franchisor dan franchisee
mencapai sukses dengan membantu satu sama lain.6 Deden Setiawan, Franchise Guide Series – Ritel, Dian Rakyat, 2007, hlm. 28
12
2.6 Membeli Franchise
UCOF adalah alat tangguh yang didesain untuk membantu calon terwaralaba
dalam memilih waralaba yang cocok untuknya dan menghindari pewaralaba yang
tidak jujur. Pertahanan terbaik wirausaha untuk menghadapi ketidak jujuran
pewaralaba adalah dengan persiapan, akal sehat, dan kesabaran. Meskipun ada
perlindungan yang ditawarkan oleh UCOF, calon pembeli waralaba tetap harus
berhati – hati karena kecurangan waralaba masih tetap ada dalam bidang yang
bertumbuh dengan cepat ini. Langkah – langkah berikut akan membantu anda
membuat pilihan yang benar :
1. Mengevaluasi diri sendiri
2. Teliti pasar anda
3. Pertimbangkan pilihan – pilihan waralaba anda
4. Dapatkan salinan UCOF dari pewaralaba
5. Berbicara dengan pihak yang telah membeli waralaba
6. Ajukan beberapa pertanyaan sulit kepada pewaralaba
7. Tentukan pilihan anda
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Waralaba
Pemerintah sebagai pemegang otoritas mempunyai kekuasaan untuk
menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan bisnis bagi para
13
pihak sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
yaitu agar supaya undang – undang yang Pemerintah tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik tanpa adanya suatu pelanggaran atau penyelewengan. Perhatian
Pemerintah yang begitu besar ini bertujuan memberikan perlindungan hokum
serta kepastian hukum agar masing-masing pihak merasa aman dan nyaman
dalam menjalankan bisnis khususnya yang terlibat dalam bisnis waralaba ini.
Hukum bisnis waralaba idealnya untuk melindungi kepentingan para pihak
namun kenyataan di lapangan belum tentu sesuai seperti yang diharapkan. Seperti
yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yang membagi 3 ( tiga ) golongan yang
harus dilindungi oleh hukum, yaitu, kepentingan umum, kepentingan
sosial dan kepentingan perseorangan. Akan tetapi posisi pemberi waralaba
yang secara ekonomi lebih kuat akan memberikan pengaruhnya pula bagi
beroperasinya hukum di masyarakat.
Hukum mempunyai kedudukan yang kuat, karena konsepsi tersebut
memberikan kesempatan yang luas kepada negara atau Pemerintah untuk
mengambil tindakan – tindakan yang diperlukan untuk membawa masyarakat
kepada tujuan yang di kehendaki dan menuangkannya melaui peraturan yang
dibuatnya. Dengan demikian hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk
tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi kebutuhan.
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa ketaatan perbuatan terhadap
ketentuan-ketentuan organisasi dipengaruhi oleh kepribadian, asal- usul sosial,
kepentingan ekonominya, maupun kepentingan politik serta pandangan hidupnya 7maka semakin besar pula kepentingannya dalam hukum.[14] Di sisi lain
diungkapkan juga bahwa masyarakat senantiasa mengalami perubahan
demikian pula dengan hukumnya, bahwa hukum itu berkembang dengan
mengikuti tahap-tahap perkembangan masyarakat. Sedangkan kunci utama dalam
pembuatan hukum yang mengarah kepada perubahan sosial terletak pada
pelaksanaan ataupun implementasi – implementasi hokum tersebut.
7 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 218
14
3.2 Peraturan Pemerintah Tentang Waralaba
Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 yang kini
telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah
RI No. 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007.
Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997
adalah “perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan
atau penjualan barang dan atau jasa”.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007
pasal 1 ayat (1) menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak khusus yang
dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan
ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan / atau jasa yang telah
terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan / atau digunakan oleh pihak lain
berdasarkan perjanjian waralaba”
Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi
waralaba dan franchisee atau penerima waralaba di mana masing-masing pihak
terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan Pemerintah RI
No. 42 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat ( 2 ) yang dimaksud franchisor atau
pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan
hak untuk memanfaatkan dan / atau menggunakan waralaba yang dimilikinya
kepada penerima waralaba dan dalam pasal 1 ayat ( 3 ) yang dimaksud franchise
atau penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan / atau
menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.
Sementara itu dalam pasal 3 ada enam syarat yang harus dimiliki suatu usaha
apabila ingin diwaralabakan yaitu :
a. Memiliki ciri khas usaha
15
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang
ditawarkan yang dibuat secara tertulis
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan
f. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar
Dalam sistem franchise ada pos-pos biaya yang normal dikeluarkan sebagai
berikut :
1. Royalty
Pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai
imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Walaupun tidak tertutup
kemungkinan pembayaran royalty pada suatu waktu dalam jumlah tertentu yang
sebelumnya tidak diketahuinya.
2. Franchise fee
Yang dimaksud Franchise fee adalah biaya pembelian hak waralaba yang
dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan memenuhi
persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor. Umumnya franchise fee
dibayarkan hanya satu kali saja dan akan dikembalikan oleh franchisor kepada
franchisee dalam bentuk fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal dari
outlet pertama yang akan dibuka oleh franchisee. Franchisee dalam hal ini
menerima hak untuk berdagang di bawah nama dan sistem yang sama, pelatihan, 8serta berbagai keuntungan lainnya. Sama halnya dengan memulai bisnis secara
mandiri, franchisee bertanggung jawab untuk semua biaya yang muncul guna
memulai usaha ini tetapi kemungkinan mengeluarkan uang lebih rendah karena
kekuatan jaringan yang dimiliki oleh franchisor.
3. Direct Expenses
8 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 56
16
Biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan
pengembangan bisnis franchise. Misalnya, terhadap pemondokan pihak yang akan
menjadi pelatih dan feenya, biaya pelatihan dan biaya pada saat pembukaan.
4. Biaya sewa
Ada beberapa franchisor yang menyediakan tempat bisnis, maka dalam
hal demikian pihak franchisee harus membayar harga sewa tempat tersebut
kepada franchisor agar tidak timbul disputes di kemudian hari.
5. Marketing and advertising fees
Franchisee ikut menanggung biaya dengan menghitungnya, baik secara
persentase dari omzet penjualan ataupun jika ada marketing atau iklan tertentu.
6. Assignment fees
Biaya yang harus dibayar oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor
jika pihak franchisee mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis
yang merupakan objeknya franchise. Oleh pihak franchisor biaya itu
dimanfaatkan untuk kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan,
pelatihan pemegang franchise yang baru dan sebagainya.
3.3 Waralaba sebagai Bentuk Perjanjian
Dalam franchise, dasar hukum dari penyelenggaraannya adalah kontrak
antara kedua belah pihak. Kontrak franchise biasanya menyatakan bahwa
franchise adalah kontraktor independent dan bukannya agen atau pegawai
franchisor. Namun demikian perusahaan induk dapat membatalkan franchise
tersebut, bila franchisee melanggar persyaratan-persyaratan dalam persetujuan itu.
3.3.1 Istilah dan Pengertian Kontrak
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Hukum kontrak
merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract of law, sedangkan
17
dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Overeenscom-strecht. Dalam
tampilannya yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut dengan
istilah “perjanjian” sebagai terjemahan dari “agreement” dalam bahasa Inggris.
Namun demikian istilah “kontrak” (sebagai terjemahan dari istilah Inggris
“contract”) adalah paling modern, paling luas dan paling lazim digunakan,
termasuk pemakaiannnya dalam dunia bisnis.
Yang dimaksud dengan kontrak adalah suatu kesepakatan yang
diperjanjikan (promissory agreement) di antara 2 (dua) atau lebih pihak yang
dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hokum.
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur di pasal 1313 KUH Perdata pasal 1313
KUH Perdata berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
3.3.2. Syarat-syarat Sahnya Kontrak
Selanjutnya untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata diperlukan empat syarat yaitu :
a. Kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak
b. Kecakapan Bertindak
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal ( Geoorloofde oorzaak )9
Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar pasal
1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :
a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik
b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
3.3.3. Asas-asas/Dasar-dasar Hukum Kontrak
9 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni Bandung 1982, hal, 266
18
Yang dimaksud dengan dasar-dasar hukum kontrak adalah prinsip yang
harus di pegang bagi para pihak yang mengikatkan diri ke dalam hubungan
hukum kontrak. Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam
berkontrak, dikenal 5 (lima) asas penting sebagai berikut :
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur
maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat ( 1 ) KUH
Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga
harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur
harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.10
e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja.
10 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni Bandung 1982, hal, 267
19
3.3.4. Prestasi dan Wanprestasi dalam Kontrak
Istilah prestasi dalam hukum kontrak adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang
telah dibuat para pihak dengan kesepakatan bersama. Suatu kontrak yang
bermakna prestasi ada tiga yaitu :
1. Menyerahkan suatu barang;
2. Melakukan suatu perbuatan;
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
Sedangkan wanprestasi menurut Subekti adalah apabila si berutang (debitur)
tidak melakukan apa yang dijanjikannya, alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga
melanggar perjanjian, bila melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya maka dikatakan melakukan wanprestasi.
3.3.5. Pengganti Kerugian
Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak
memenuhi prestasi dalam suatu kontrak untuk memberikan penggantian biaya,
kerugian dan bunga. Menurut Tukirin Sy. Sastroresono pengertian masing-masing
berikut :
1. Biaya adalah segala pengeluaran yang telah dikeluarkan secara nyata oleh
salah satu pihak;
2. Rugi adalah hilangnya suatu keuntungan yang sudah dihitung;
3. Bunga adalah timbul dalam perikatan yang memberikan sejumlah uang
dan pelaksanaannya tidak tepat pada waktunya.
3.3.6. Bentuk-bentuk Kontrak
Bentuk-bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis
dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan ( cukup kesepakatan para pihak ).
20
Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini :
1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian,
tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga;
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk
melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut
tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian;
3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.
Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang
berwenang untuk itu.
3.3.7. Berakhirnya Kontrak
Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak
yang dibuat antara dua pihak tentang sesuatu hal. Sesuatu hal bisa berarti segala
perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak.11
Dalam praktek, dikenal pula cara berakhirnya kontrak yaitu :[25]
1. Jangka waktu berakhir;
2. Dilaksanakan obyek perjanjian;
3. Kesepakatan ke dua belah pihak;
4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak;
5. Adanya putusan pengadilan.
3.3.8. Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak
Menurut jalur hukum ada tiga ( 3 ) cara yang dapat ditempuh untuk
menyelesaikannya, yaitu :
1. Jalur Pengadilan;11 Salim HS, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 33
21
2. Jalur Arbitrase (perwasitan);
3. Jalur Negosiasi (perundingan).
3.4. Perbedaan Pemberian Waralaba Dan Lisensi
Pengertian franchise (waralaba) selalu diartikan berbeda dengan lisensi.
Padahal, intinya hampir sama. Dalam praktik lisensi (licensing) diartikan lebih
sempit, yakni perusahaan atau seseorang (licencor) yang memberi hak kepada
pihak tertentu ( licensee ) untuk memakai merek/hak cipta/paten (Hak milik
kekayaan intelektual) untuk memproduksi atau menyalurkan produk/jasa pihak
licencor. Imbalannya licensee membayar fee.
Lisencor tidak mencampuri urusan manajemen dan pemasaran pihak
licensee. Misalnya, perusahaan Mattel Inc. yang memiliki hak karakter Barbie
(boneka anak-anak) di AS memberikan hak lisensi kepada perusahaan mainan
di Indonesia. Lisensi merupakan ijin yang diberikan kepada pihak lain untuk
memproduksi dan memasarkan produk atau jasa tertentu. Pihak pemberi lisensi
(licensor) hanya berkewajiban mengawasi mutu produk atau jasa yang dijual oleh
penerima lisensi (licensee).
Perbedaan antara kedua sistem ini terletak pada tanggung jawab
Masing-masing pihak , dimana pada sistem franchise kedua belah pihak terikat
dalam sebuah kontrak kemitraan yang diikuti dengan kewajiban dan tanggung
jawab masing -masing pihak. Dalam hal pemberian lisensi, pihak pemberi lisensi
tidak mempunyai kewajiban dan tanggung jawab atas bisnis yang dijalankan
oleh pihak penerima lisensi. Pemberi lisensi hanya berkepentingan pada
perhitungan royalti atau pembagian keuntungan dari volume atau omzet
penjualan setiap waktu. Kemudian pemberi lisensi tidak mempunyai tanggung
jawab untuk melakukan bimbingan atau pelatihan kepada penerima lisensi.
3.5 Waralaba di Indonesia
22
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu
dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya
sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.
Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama
yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi
franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara
yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya
di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia
dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997
tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 12tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung
kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba;
2.Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba;
3. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;
4. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
5. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang
waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan
format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat
12 Tukirin Sy. Sastroresono, Hukum Dagang Dan Hukum Perdata, Universitas Terbuka, Jakarta, 1998, hlm. 526
23
dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba
tersebut.
Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan
siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang
berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan
mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan
cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan
mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis
waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia
antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI
(Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia).
Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The
Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain.
Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan
roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International
Franchise and Business Concept Expo (Dyandra), Franchise License Expo
Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise
Indonesia).
3.6 Penyebab Waralaba di Indonesia Bermasalah.
Komite Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia mengungkapkan 60% waralaba yang berpraktik di dalam negeri
bermasalah, sehingga pihaknya meminta pemerintah segera menertibkan usaha
franchise. Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia Amir
Karamoy mengatakan data itu berdasarkan jumlah penerima waralaba
(terwaralaba) yang bangkrut, karena menanamkan modalnya di bisnis waralaba
yang tidak bertanggung jawab.
Amir mengatakan bahwa ada sekitar 800 merek waralaba di Indonesia, dan
60% di antaranya bermasalah. Franchisor (pemberi waralaba) dalam praktiknya
24
tidak seperti diharapkan, sehingga dispute (sengketa) terjadi. Karena itu diminta
agar bisnis waralaba lebih ditata.
Kadin Indonesia meminta pemerintah segera menertibkan usaha waralaba,
karena yang dirugikan kebanyakan investor skala kecil. Karena banyaknya praktik
yang bermasalah di bisnis waralaba, Amir mengatakan saat ini pemilik modal
mesti teliti memilih merek waralaba, sehingga bisa mendapatkan hasil seperti
yang diharapkan.
Beberapa faktor penyebab kegagalan waralaba yang paling utama adalah
kegagalan meraih target penjualan yang memadai, hal ini biasanya karena tempat
usaha yang kurang strategis. Faktor-faktor lainnya antara lain adalah kurangnya
support dari penjual franchise kepada franchisee misalnya dalam dukungan
promosi, manajemen dan lain-lain sehingga terkesan franchisee berjalan sendirian, 13dan ada juga yang mengatakan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi
yang berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain itu,
faktor yang tak kalah pentingnya adalah “mindset” franshisee/ pembeli waralaba
yang berfikir bahwa membeli waralaba itu artinya tinggal terima untung saja dan
“terlalu mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau telalu berharap pada sistem
yang bekerja.
Untuk menekan waralaba bermasalah, diharapkan ada kewajiban bagi satu
perusahaan yang akan menjalankan bisnis franchise sebagai perusahaan terbuka
lebih dulu. Kadin Indonesia juga mengharapkan pemerintah agar mendorong
perusahaan besar dan BUMN untuk berekspansi dalam sistem waralaba.
Alasannya, perusahaan besar memiliki latar belakang modal dan pengetahuan
serta pengalaman bisnis yang baik sehingga terwaralaba lebih terjamin.
3.7 Dasar Hukum Waralaba:
1.Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2007 tentang Waralaba
13 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980, hlm. 72
25
2.Peraturan Menteri Perdagangan RI No.31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba
3.7.1 Resume :
1. Pengertian Umum
- Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan
usaha terhadap system bisnis dengan cirri khas usaha dalam rangka memasarkan
barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau
digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Waralaba harus memenuhi criteria sebagai berikut:
a. Memiliki ciri khas usaha;
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan
(dibuat tertulis);
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan;
f. HKI yang telah terdaftar.
Waralaba terdiri dari pemberi waralaba dan penerima waralaba.
Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba
yang dimilikinya kepada penerima waralaba.
Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan waralaba yang dimiliki oleh pemberi waralaba.
Pemberi Waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang menerima hak dari pemberi waralaba untuk menggunakan dan/atau
menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba untuk menunjuk
penerima waralaba lanjutan.
26
Penerima Waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha
yang menerima hak untuk menggunakan dan/atau menggunakan waralaba
dari pemberi waralaba lanjutan.
3.7.2. Perjanjian Waralaba
a. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian waralaba antara pemberi
waralaba dengan penerima waralaba dan mempunyai kedudukan hukum
yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.
b. Perjanjian Waralaba sedikitnya memuat:
c. Identitas Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba;
d. Jenis HKI
e. Kegiatan Usaha
f. Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba14
g. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang
diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba.
h. Wilayah usaha, misalnya di propinsi tertentu atau di seluruh wilayah
Republik Indonesia.
i. Jangka waktu perjanjian.
j. Tata cara pembayaran imbalan, seperti fee atau royalty.
k. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris.
l. Penyelesaian sengketa.
m. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.
n. Jaminan dari pihak Pemberi Waralaba untuk tetap menjalankan kewajiban-
kewajibanya kepada penerima waralaba.
3.7.3 Pendaftaran Waralaba
Pemberi Waralaba wajib memiliki Surat Pendaftaran Waralaba (STPW)
dengan mendaftarkan Prospektus Penawaran Waralaba dan dokumen
persyaratan lain sesuai dengan peraturan menteri perdagangan.14 Deden Setiawan, Franchise Guide Series – Ritel, Dian Rakyat, 2007, hlm. 28
27
Prospektus Penawaran Waralaba paling sedikit memuat:
a. Identitas Pemberi Waralaba
b. Legalitas Usaha Waralaba (Izin Usaha teknis seperti SIUP, Izin Tetap
Usaha Pariwisata, Surat Izin Pendirian Satuan Pendidikan atau Izin Usaha
yang berlaku di Negara Pember Waralaba)
c. Sejarah kegiatan usahanya
d. Struktur organisasi Pemberi Waralaba
e. Laporan Keuangan 2 tahun terakhir dihitung mundur dari waktu
permohonan Prospektus Penawaran Waralaba (sebagai perusahaan
waralaba).
f. Jumlah tempat usaha
g. Daftar Penerima Waralaba
h. Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.
Prospektus Penawaran Waralaba yang didaftarkan oleh pemberi waralaba
berasal dari luar negeri harus dilegalisir oleh Public Notary dengan
melampirkan surat keterangan dari Atase Perdagangan RI atau Pejabat
Kantor Perwakilan RI di Negara asal.
Penerima Waralaba wajib memiliki Surat Pendaftaran Waralaba dengan
mendaftarkan Perjanjian Waralaba dan dokumen persyaratan lain sesuai
dengan peraturan menteri perdagangan.
STPW berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu yang sama.
Permohonan STPW diajukan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri c.q Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan untuk
Pemberi Waralaba luar negeri, Pemberi Waralaba lanjutan dari luar negeri,
Penerima Waralaba berasal dari waralaba luar negeri, dan Penerima
Waralaba dari Waralaba dalam negeri .
Permohonan STPW diajukan kepada Kepala Dinas Perdagangan
Provinsi/Kabupaten/ Kota setempat untuk Pemberi Waralaba yang berasal
28
dari dalam negeri, Pemberi Waralaba lanjutan dari dalam negeri, penerima
waralaba berasal dari waralaba dalam negeri, penerima waralaba lanjutan
berasal dari waralaba luar negeri, penerima waralaba lanjutan berasal dari
waralaba dalam negeri.
Paling lama 3 hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Permohonan
Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (SP-STPW) dan dokumen persyaratan
secara lengkap dan benar, pejabat penerbit STPW menerbitkan STPW.
Apabila SP-STPW beserta dokumen persyaratan dinilai belum lengkap
dan benar, pejabat penerbit STPW membuat surat penolakan penerbitan
STPW kepada pemohon STPW, paling lama 3 hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya surat permohonan.
Setiap Pemilik STPW wajib menyampaikan laporan kegiatan Waralaba
kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktur Bina 15Usaha dan Pendaftaran Perusahaan dengan tembusan kepada Kepala
Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan
Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.
4. Sanksi
Pemberi Waralaba dan/atau Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Permendag No.31/M-DAG/PER/8/2008
(Pendaftaran Waralaba) dikenakan sanksi administrative berupa:
a. Peringatan tertulis paling banyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing-masing 2 minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan
oleh pejabat penerbit STPW.
b. Denda paling banyak Rp.100.000.000,-
15 Deden Setiawan, Franchise Guide Series – Ritel, Dian Rakyat, 2007, hlm. 13
29
BAB IV
TINJUAN PUSTAKA
4.1 Makna Go Public
Menurut Drs. Peter Salim dalam “The Contemporary English-Indonesian
Dictionary” edisi kedua 1986 halaman 1524 mendefinisikan istilah go public
sebagai berikut: “Go public adalah menawarkan saham atau obligasi untuk di jual
kepada umum untuk pertama kalinya”.
Perusahaan yang sebelum menjual saham kepada masyarakat disebut
perusahaan tertutup (private Company) sedangkan perusahaan yang sudah
menjual sahamnya ke masyarakat disebut perusahaan terbuka atau perusahaan
public (public listed company).
Perusahaan publik di Indonesia sejak tahun 1996, banyak yang mulai
mengubah nama perusahaan dengan menambahkan kata Tbk di belakang nama
yang lama. Tbk berarti terbuka. Misalnya: “PT Buana Finance Indonesia” menjadi
“PT Buana Finance Indonesia Tbk”. Perubahan nama perusahaan public dengan
menambahkan kata “Tbk” di belakang nama yang lama adalah sesuai dengan
Undang-undang Perseroan terbatas (UUPT) No.1/1995.Banyak perusahaan di
30
Indonesia maupun di luar negeri, menjual obligasi kepada masyarakat tetapi
perusahaan tersebut tidak di sebut perusahaan publik atau tidak dikatakan
perusahaan tersebut go public. Misalnya PT PLN yang banyak menerbitkan
obligasi tidak disebut perusahaan publik/terbuka.
Dengan demikian istilah go public hanya digunakan untuk penawaran
umum saham tidak termasuk obligasi. Jadi,uraian di atas, istilah go public dapat di
definisikan sebagai berikut: “Go public adalah kegiatan menawarkan saham
perusahaan untuk di jual kepada publik untuk pertama kalinya.”
16
4.2 Proses Go Public
Keputusan untuk going public atau tetap menjadi perusahaan privat
merupakan keputusan yang harus dipikirkan masak-masak. Jika perusahaan
memutuskan untuk going public dan melempar saham perdananya ke public
(Initial Public Offering, IPO), isu utama yang muncul adalah tipe saham apa yang
akan di lempar, berapa harga yang akan ditetapkan untuk selembar sahamnya dan
kapan waktunya yang paling tepat.
Tahapan proses go public, dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah semua kegiatan yang harus
di lakukan sebelum mengajukan pendaftaran ke Bapepam:
1. Persetujuan pemegang saham melalui RUPS;
2. Perubahan anggaran dasar perseroan agar sesuai dengan anggaran dasar
perusahaan public (Seperti: peningkatan modal dalam perseroan,
penentuan nilai nominal saham).
3. Penunjukan penjamin pelaksana emisi (lead underwriter);
16 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 238
31
4. Penunjukan lembaga dan profesi pasar modal (seperti: akuntan public,
konsultan hukum, Penilai, Biro administrasi efek, Notaris);
5. Mengadakan perjanjian pendahuluan dengan bursa efek untuk
mencatatkan saham perseroan guna diperdagangkan di pasar sekunder;
6. Perjanjian pendahuluan penjaminan emisi efek (preliminary underwriting
agreement).
2. Tahap Pemasaran
Sebelum suatu calon perusahaan public dapat memasarkan penawaran
umum sahamnya (marketing), maka terlebih dahulu harus mengajukan pernyataan
pendaftaran go public kepada Bapepam. Perusahaan bisa melakukan langkah
public expose. Yang merupakan tindakan pemasaran kepada masyarakat dengan
mengadakan pertemuan untuk mempresentasikan kinerja perusahaan, prospek 17usaha, resiko, dsb. Sehingga timbul daya tarik pemodal untuk membeli saham
yang di tawarkan.
3. Tahap Penawaran Umum
1. Menerbitkan prospectus ringkas di 2 media cetak yang berbahasa
Indonesia;
2. Penyebaran prospectus lengkap;
3. Penyebaran FPPS ( Formulir Pemesanan Pembeli Saham);
4. Menerima pembayaran;
5. Penyerahan surat kolektif saham.
4. Tahap Perdagangan di Pasar Sekunder
Tahap ini meliputi tahapan melakukan pendaftaran ke bursa efek untuk
mencatat sahamnya sesuai dengan perjanjian pendahuluan pencatatan yang telah
di setujui. Dengan tercapainya persetujuan pencatatan antara kedua belah pihak,
maka pihak emiten dapat melakukan pembayaran biaya pencatatan (listing fee).
4.3 Persyaratan Go Public di Bursa Efek Indonesia17 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 242
32
1. Persyaratan untuk Go Public di Bursa efek Indonesia, yaitu:
2. Perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT);
3. Mempunyai usaha riil yang tidak dilarang oleh undang-undang yang ada di
Indonesia;
4. Telah beroperasi minimal 1 tahun;
5. Perijinannya (surat-surat) lengkap;
6. Telah membayar pajak;
7. Mempunyai aktiva berwujud bersih seperti gedung, tanah, pabrik, mesin,
kendaraan dan lain-lain, minimal sebesar 5 miliar rupiah;
8. Dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan;
9. Mempunyai sertifikat AMDAL ( untuk pabrik ) dan Ecolabelling
(ramah lingkungan) untuk industri kehutanan;
10. Laporan keuangan harus diaudit dan memperoleh pendapat wajar tanpa
pengecualian (WTP);
11. Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan ijin pengelolaan
seperti jalan tol, penguasaan hutan, harus memiliki ijin tersebut minimal
15 tahun;
12. Khusus calon emiten bidang pertambangan harus memiliki ijin
pengelolaan yang masih berlaku minimal 15 tahun, memiliki minimal 1
kontrak kerja atau kuasa pertambangan atau surat ijin penambangan
daerah, minimal salah satu anggota direksinya memiliki kemampuan
teknis dan pengalaman di bidang pertambangan, dan calon emiten sudah
memiliki cadangan terbukti ( Proven deposit) atau yang setara;
13. Pernyataan pendaftaran emisi telah dinyatakan efektif oleh Bapepam-LK.
4.4 Keuntungan dan Kerugian Go Public
Go Public berarti menjual saham perusahaan ke para investor dan membiarkan
saham tersebut diperdagangkan di pasar saham. Sebagai contoh, PT Indofood, PT
Aneka Tambang, Indosat, dan masih banyak perusahaan lainnya yang sudah
menjadi go public.
33
Adapun keuntungan dari Perusahaan yang go public adalah:
Perusahaan dapat meningkatkan Likuiditas dan memungkinkan para pendiri
perusahaan untuk menikmati hasil yang mereka capai. Dan semakin banyak
investor yang membeli saham tersebut, maka semakin banyak modal yang
diterima perusahaan dari investor luar;
1. Para pendiri perusahaan dapat melakukan diversifikasi untuk mengurangi
resiko portofolio mereka;
2. Memberi nilai suatu perusahaan. Suatu perusahaan dapat dinilai dari harga
saham dikalikan dengan jumlah lembar saham yang dijual dipasaran;
3. Perusahaan dapat melakukan merger ataupun negosiasi dengan perusahaan
lainnya dengan hanya menggunakan saham;18
4. Meningkatkan potensi pasar. Banyak perusahaan yang merasa lebih mudah
untuk memasarkan produk dan jasa mereka setelah menjadi perusahaan go
public atau Tbk.
Tetapi harus kita ketahui juga bahwa ada kerugian dari Perusahaan yang go public
yaitu:
a. Laporan Rutin
b. Setiap perusahaan yang go public secara periodik harus membuat laporan
kepada Bursa Efek Indonesia, bisa saja per kuartal atau tahunan, tentu saja
untuk membuat laporan tersebut diperlukan biaya.
c. Terbuka
d. Semua perusahaan go public pasti transparan dan sangat mudah untuk
diketahui oleh para kompetitornya dari segi data dan managementnya.
e. Keterbatasan kekuasaan Pemilik
f. Para pemilik perusahaan harus memperhatikan kepentingan bersama para
pemegang saham, tidak bisa lagi melakukan praktek nepotisme,
kecurangan dalam pengambilan keputusan dan lainnya, karena perusahaan
tersebut milik publik.
18 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 245
34
g. Hubungan antarinvestor
h. Perusahaan terbuka harus menjaga hubungan antara perusahaan dengan
para investornya dan di informasikan mengenai perkembangan dari
perusahaan tersebut.
i. Mematuhi Peraturan Pasar Modal yang Berlak Pasar modal memang
menerbitkan berbagai peraturan. Namun semua ketentuan tersebut pada
dasarnya justru akan membantu perusahaan untuk dapat berkembang
dengan cara yang baik di masa mendatang. Para pemegang saham, pendiri
dan manajemen perusahaan tidak perlu khawatir dengan berbagai
pemenuhan peraturan tersebut karena cukup banyak pihak yang dapat
dimanfaatkan jasanya untuk membantu.
4.5 Pengertian Waralaba, Franchisor, dan Franchisee
Waralaba atau Franchising (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau
kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan.
Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba
adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau
menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau
penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan
waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan
akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau
perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan
cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi
area tertentu.
Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan
franchisor dan franchisee.
35
a. Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau
perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
b. Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau
ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.19
4.6 Jenis-Jenis Waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih
jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih
bergengsi.
b. Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk
orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki
pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan
oleh pemilik waralaba.
c. Biaya Waralaba
Biaya meliputi:
a. Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini
meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk
membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos
penggunaan HAKI.
b. Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba
operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari
penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari
10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang
perlu dipertanggung jawabkan.19 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 248
36
4.7 Alasan Franchise Diusulkan Menjadi Go Public
Saat ini, yang paling ramai bisnis yang di-franchise-kan adalah di bidang
bisnis makanan, maklumlah, karena makanan adalah merupakan kebutuhan paling
pokok manusia, dan semua manusia perlu makan. Oleh karena itulah bermunculan
franchise yang bergerak dibidang makanan ini, seperti yang berasal dari luar
negeri antara lain : McDonnald, KFC, Dunkin Donuts, dan lain-lain. Sedangkan
yang dari lokal antara lain : RedCrispy, Andrew Crepes, Bakmi Raos dan lain-
lainnya. Selain franchise yang produknya berupa makanan, juga ada franchise
yang produknya berupa non makanan dan jasa, misalnya di bidang pendidikan,
pengantaran barang, salon, busana dan lain-lain.
Waralaba adalah sebuah pilihan yang menarik bagi pebisnis pemula,
karena waralaba memungkinkan anda menanamkan uang dalam sebuah sistem
yang sudah mapan, telah dicoba dan teruji, dan terbukti keberhasilannya. Namun
bagi pebisnis yang sudah malang melintang di dunia wirausaha, mungkin tawaran
waralaba sudah tidak begitu menarik lagi.
Franchise diusulkan menjadi go public karena berbagai alasan. Pada
umumnya perusahaan yang telah go public, perusahaannya akan memiliki
keuntungan yang didapat antara lain, perusahaan dapat menerima dana yang besar
langsung sekaligus, tidak bertahap. Keuntungan kedua adalah masyarakat yang
memasukkan penyertaan atau kepemilikan biasanya tidak berminat untuk masuk
ke dalam manajemen, sehingga kepentingan mayoritas pemilik perusahaan bisa
berjalan stabil dan terkendali. Keuntungan ketiga adalah pembagian deviden
berdasarkan keuntungan. Jika perusahaan mencetak laba, baru deviden dibagikan,
jika tidak, perusahaan tidak wajib membagikannya. Keuntungan keempat adalah
gengsi. Perusahaan yang go public memiliki tingkat prestisius yang tinggi dimata
masyarakat luas karena perusahaan go public dituntut untuk bersikap lebih
transparan sehingga berkesan lebih profesional.
Meskipun waralaba juga memiliki kerugian, tetapi Anang berharap
pemerintah tetap memberi perhatian pada usaha kecil dan menengah yang
37
berpotensi menjad iusaha waralaba unggulan. Hal ini mengingat bisnis makanan
cepat saji skala dunia seperi McDonald's dan KFC juga berawal dari skala kecil.
20 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 248
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Waralaba sebagai model pengembangan kemitraan bisnis memberikan
peluang Yang sangat besar kepada para pengusaha UKM untuk mengembangkan
usahanya, Keunggulan sistem waralaba ini merupakan salah satu start- up of new
businees yang sangat prospektif bagi kelompok UKM, menguntungkan pembeli
waralaba karena tidak memerlukan promosi lagi dan bayar iklan produk, mampu
mengembangkan segmentasi pasar terbesar dengan menguasai jaringan-jaringan
pasar, sarana bagi proses alih teknologi dan ketrampilan, menciptakan banyak
kesempatan kerja,
Pengusaha UKM dapat memanfaatkan keunggulan franchisor secara simbiose
mutualistis dengan mengelola produk yang mudah dipasarkan, image yang
menarik serta paket usaha yang kompetitif tanpa keharusan mengeluarkan modal
yang besar.
Untuk itu pengusaha UKM perlu meningkatkan profesionalismenya agar
mampu meraih sukses dalam mengelola waralaba. Faktor kemampuan, motivasi,
hubungan UKM franchisor dan struktur manajemen, merupakan faktor kristikal
yang sangat mempengaruhi keberhasilan bisnis waralaba dan
penerapannya.Dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam bisnis waralaba
maka perlu adanya perangkat perundang-undangan dan sistem pendanaan yang
memungkinkan KUKM lebih berperan dalam pengembangan usaha waralaba
Oleh karena itu pemerintah berkewajiban Untuk mendorong sistem waralaba
38
khususnya paket-paket usaha yang diciptakan oleh pengusaha dalam negeri (hak
kekayaan intelektualnya) dan diterapkan kepada pengusaha UKM yang
merupakan fondasi perekonomian Indonesia jangka Panjang
Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang
dilakukan oleh dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor) memberikan
hak kepada pihak kedua (franchisee) untuk menjual produk atau jasa dengan
memanfaatkan merk dagang yang dimiliki oleh pihak pertama (franchisor) sesuai
dengan prosedur atau sistem yang diberikan.
5.2 Saran
Adapun yang harus dilakukan oleh calon franchisee untuk dapat
mengetahui propek franchise yang akan dibelinya antara lain:
Pertama, lihatlah bisnis yang sudah berjalan, apakah sukses atau tidak. Sukses
atau tidaknya suatu bisnis secara detail dapat dilihat dari laporan keuangan
perusahaan.
Kedua, lihatlah apa yang menjadi daya tarik dari bisnis tersebut. Apakah
kelebihan bisnis tersebut yang dapat menarik pengunjung labih banyak
dibandingkan dengan bisnis sejenis. Hal ini penting karena dalam memasarkan
sebuah barang atau jasa, differensiasi atau keunikan menjadi hal utama dalam
menarik minat pengunjung.
Ketiga, telitilah apakah perusahaan tersebut sudah memiliki sebuah sistem dan
prosedur standar dalam menjalankan bisnisnya. Sistem ini harus sudah teruji
mampu mengatasi masalah yang mungkin terjadi dilapangan. Selain itu program
promosi yang dilakukan oleh franchisor harus diketahui oleh franchisee, karena
promosi ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis.
Keempat, cari tahu sudah berapa banyak franchisee yang menjalankan franchise
tersebut, dan jika memungkinkan carilah informasi dari para franchisee itu
mengenai bisnis yang sudah berjalan, dukungan dari franchisor dalam mengatasi
masalah dan prospek kedepan mengenai bisnis tersebut.
39
Kelima, cari tahu mengenai franchise lain yang bergerak di bidang usaha yang
sama, apa saja kelebihan dan kekurangan franchise tersebut dibandingkan
franchise yang sedang kita bidik, untuk mendapatkan pandangan yang lebih
objektif dalam menentukan pilihan. Siapa tahu ada franchise lain yang memiliki
prospek lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir. 2005. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
HS, Salim. 2003. Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika
Khairandy, Ridwan. 2000. Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi.
Jakarta: Pusat Studi Hukum UII
Yogyakartabekerjasama dengan yayasan Klinik Haki
Naihasy, Syahrin. 2005. Hukum Bisnis (Bisnis Law). Yogyakarta: Mida Pustaka
Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni
Sastroresono, Tukirin Sy. 1998. Hukum Dagang Dan Hukum Perdata. Jakarta:
Universitas Terbuka
Setiawan, Deden. 2007. Franchise Guide Series – Ritel. Dian Rakyat
Simatupang, Richard Burton. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa
Subekti. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita
Budi Utomo, Setiawan. Fiqih Aktual. Jakarta: Gema Insani, 2003.
Sumarsono, Sonny. Manajemen Bisnis Waralaba. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Wijaya, Gunawan. Seri Hukum Bisnis. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001.
Widyatmini. 1996. Diktat Pengantar Bisnis. Gunadarma : Jakarta.
DH Basu Swastha DR. 1998. Pengantar Bisnis Modern. Liberty : Yogyakarta.
Solihin Ismail. 2006 . Pengantar Bisnis. Prenada Media : Jakarta
Setiawan , Fahmi.2005.Pengantar Bisnis Waralaba, Jakarta: Graha Media
40
Rahmad , Fadli.2007.Hukum Bisnis Waralaba, Surabaya: Pustaka Media
Fatma , Ramlan.2000.Franchise Prosedur, Surabaya: Pustaka Media
Naihasy, Syahrin. 2005. Hukum Bisnis (Bisnis Law). Yogyakarta: Mida Pustaka
41