18

Click here to load reader

Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Paper ini telah dipresentasikan pada kongres IAPA di Universitas Indonesia Oktober 2013

Citation preview

Page 1: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

1

1 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

REFORMASI PELAYANAN PUBLIK DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA:

Antara Tuntutan dan Kebutuhan (Study terhadap permasalahan di Perbatasan Kalimantan – Malaysia)

di presentasikan dalam forum IAPA Annual Conference

UI 22-24 Oktober 2013

Oleh

Muhammad Farid Ma’ruf, S. Sos.,M.AP *

Abstrak

Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia

memiliki beberapa wilayah yang berbatasan dengan bagian wilayah Negara lain

baik berupa batas lautan maupun batas daratan.Secara umum,kondisi wilayah

perbatasan daratan masih dalam keadaan tertinggal dan kurang mendapat

perhatian dan pengawasan. Ketertinggalan daerah perbatasan dalam bidang

ekonomi dapat dilihat dari banyaknya kantung-kantung kemiskinan dan minimnya

pembangunan sarana dan prasarana fisik di daerah perbatasan. Salah satu

provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia adalah Provinsi Kalimantan

Timur dan Kalimantan Barat, mahalnya harga kebutuhan hidup menjadi salah

satu Persoalan yang membutuhkan intervensi penanganan koprehensif

pemerintah.Masalah-masalah tersebut pada dasarnya mengarah pada kondisi

gagalnya pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik di daerah

perbatasan yang dapat memberikan ketersediaan pilihan dan kepuasan atas

pelayanan dan jasa yang mereka dapatkan. Berangkat dari persoalan-persoalan

tersebut, tulisan ini didedikasikan untuk membagi wacana dan membuka diskusi

tentang berbagai persoalan dan kondisi wilayah perbatasan agar menjadi

perhatian pemerintah dan dipahami oleh berbagai pihak. Tujuannya adalah agar

semua pihak terlebih pemerintah beranjak dari pemahaman masalah perbatasan

sebagai masalah internasional saja. Masalah perbatasan secara internal juga

terkait dengan pelayanan public, pembangunan fasilitas yang muara akhirnya

adalah kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Reformasi politik dan

pemerintahan yang kemudian diwujudkan dalam reformasi pelayanan public

Page 2: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

2

2 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

kurang masih harus menunggu hasil konkritnya di daerah perbatasan. Gambaran

faktual menjelaskan bahwa wilayah perbatasan seakan belum disentuh oleh

semangat dan praktik reformasi pelayanan publik yang sedang digaungkan

secara massif di daerah lain di Indonesia. Kurangnya perhatian dan minimnya

pembangunan akan mengisolasi dan menjauhkan wilayah perbatasan dari tujuan

kesejahteraan.

Keyword:reformasi,pelayanan publik,wilayah perbatasan

Page 3: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

3

3 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

A. PENDAHULUAN Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar

di dunia dengan jumlah pulau ± 17.449 dan memiliki luas perairan mencapai ±

3.257.483 km². Sebaran dan jumlah pulau yang begitu luas, Indonesia memiliki

beberapa wilayah yang berbatasan dengan bagian wilayah Negara lain. Secara

geografis wilayah perbatasan-perbatasan tersebut berupa batas lautan dan batas

daratan. Batas wilayah daratan berbatasan dengan negara Malaysia, Brunei

Darussalam, Papua Nugini, Timor Leste. Sedangkan batas lautan berbatasan

dengan Negara Malaysia, Australia, Filiphina. Kamboja, Thailand, Myanmar,

Vietnam. Secara umum,kondisi wilayah perbatasan daratan masih dalam

keadaan tertinggal dan kurang mendapat perhatian dan pengawasan.

Ketertinggalan daerah perbatasan dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari

banyaknya kantung-kantung kemiskinan dan ketergantungan secara ekonomis

dengan Negara tetangga. Begitupula dengan pembangunan sarana dan

prasarana fisik yang masih tertinggal. Salah satu provinsi yang berbatasan

langsung dengan Malaysia adalah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan

Barat, kurangnya perhatian dan minimnya pembangunan transportasi yang dapat

menjangkaunya semakin mengisolasi dan menjauhkan daerah tersebut dari

tujuan kesejahteraan.

Terkait dengan kondisi tersebut, Banyu Perwita (2007:1) memberikan

gambaran bahwa pada dasarnya masalah-masalah perbatasan negara di

Indonesia beberapa negara, yakni Singapura, Malaysia, Filipina, Australia,

Papua Nugini, Vietnam, India, Thailand, Timor Leste dan Republik Palau.

merupakan salah satu yang selama ini sering mendapat sorotan terutama dalam

kaitannya dengan kondisi pertahanan keamanan negara.

Dari segi potensi Sumberdaya alam, potensi kekayaan Sumberdaya

alam wilayah perbatasan termasuk pulau-pulau terluar memiliki potensi Sumber

Daya Alam yang cukup besar. Selain itu dalam pandangan konsep ketahanan

nasional dan wawasan nusantara wilayah perbatasan merupakan wilayah yang

sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian,

pembangunan dibeberapa wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan

Page 4: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

4

4 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

dengan pembangunan diwilayah negara tetangga, terutama wilayah yang

berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Hal inilah yang menjadai salah satu

penyebab tingginya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal

didaerah perbatasan dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara

tetangga.

Permasalahan ekonomi diperbatasan merupakan isu internal yang

selama ini justru hampir tidak mendapat perhatian dan penanganan yang

berarti. Potret Desa Suruh Tembawang, Provinsi Kalimantan Barat yang

berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia misalnya,

meski beberapa media cetak dan elektronik sudah menyiarkannya secara

nasional, terbukti sampai saat ini belum ada geliat yang berarti dari pemerintah

untuk mengatasinya. Padahal jelas terungkap bagaimana banyaknya warga

negara indonesia yang memilih pindah dan menjadi warga negara Malaysia

hanya karena alasan ekonomi (Beranda Belakang, TV one, April 2010). Alasan

ekonomi juga yang membuat beberapa warga negara indonesia justru

“berkhianat” pada negaranya sendiri dengan menjadi “Askar Wataniah” (Polisi

Perbatasan) bagi Negara Malaysia seperti dalam artikel Aditya (LPSP:2008).

Kondisi serupa dialami masyarakat Krayan di Nunukan, Kalimantan

Timur seringkali harus membeli Bensin seharga Rp 50.000,- per liter. Meski

masalah harga berkaitan dengan para pedagang/agennya, bukan berarti

pedagang bisa serta merta disalahkan. Ini terjadi karena mahalnya biaya

transportasi menuju daerah tersebut yang hanya bisa ditempuh via udara.

Sungguh sebuah permasalahan besar bagi pemerintah, bukan hanya pemerintah

pusat, tapi juga bagi pemerintah daerah untuk segera mengatasinya.

Secara keseluruhan, hegemoni ekonomi (produk barang dan jasa) dari

Negara Malaysia terhadap masyarakat perbatasan Kalimantan Barat maupun

Timur sangat kuat. Hal ini bisa terlihat dari bagaimana kalahnya produk-produk

lokal dalam bersaing dengan produk-produk malaysia yang tak terbendung lagi

masuknya karena besarnya permintaan dari masyarakat. Ironisnya, impor atas

produk-produk ini sangat leluasa tanpa dikenai bea masuk (Jawapos,1

September 2008). Produk-produk ini bahkan sudah merata dihampir semua jenis

kebutuhan, mulai dari kebutuhan primer (makanan, minuman, pakaian dan

sejenisnya), sekunder (meliputi kebutuhan sehari-hari) bahkan tersier seperti

laptop dan handphone.

Page 5: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

5

5 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Persoalan-persoalan tersebut pada dasarnya mengarah pada kondisi

gagalnya pemerintah dalam menyediakan pelayanan public di daerah

perbatasan. Dalam pandangan teori rational choice, rendahnya perhatian

pemerintah dalam aspek penyediaan pelayanan publik akan menciptakan

ketergantungan pada pelayanan pihak lain (negara tetangga).

Identifikasi Masalah Masalah - masalah yang timbul diperbatasan negara terutama dalam hal

ini di wilayah pulau kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia bisa

dikatakan cukup kompleks. Dari gambaran diatas dapat dilihat bahwa pada

prinsipnya permasalahan di wilayah perbatasan dapat dibagi atas :

1. Masalah internasional, yakni permasalahan yang terkait dengan batas

negara dalam konteks pengakuan dunia internasional

2. Masalah nasional, yakni permasalahan yang terkait dengan peran

pemerintah dalam hal, penyediaan layanan publik, ekonomi, sosial, dan

budaya serta aspek keamanan bagi masyarakat dikawasan perbatasan.

B. METODE PENULISAN Kajian dalam dalam penulisan ini menggunakan metode kualitatif-

deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Secara umum penelitian deskriptif

lebih dimaksudkan untuk melakukan penggambaran terhadap fenomena sosial

/kasus tertentu yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta serta hubungan antar fenomena.

Lokus kajian ini memotret kondisi factual wilayah perbatasan propinsi Kalimantan

Timur dan Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan wilayah Negara

Malaysia.

C. ANALISA DAN PEMBAHASAN Tinjauan Umum tentang Perbatasan Negara Pengertian daerah atau wilayah perbatasan secara umum adalah

sebuah garis demarkasi antara dua negara yang berdaulat (Darmaputra, 2009 :

3). OJ Martinez sebagaimana yang dikutip Darmaputra (2009 : 3)

mengkategorikan tipe perbatasan menjadi empat jenis, yakni :

1. Alienated Borderland : yaitu suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi

aktifitas lintas batas sebagai akibat berkecamuknya perang, konflik, dominasi

Page 6: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

6

6 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan

kebudayaan dan persaingan etnik.

2. Coexistent Borderland : yaitu suatu wilayah perbatasan dimana konflik lintas

batas bisa ditekan sampai ketingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih

muncul persoalan yang terselesaikan, misalnya yang berkaitan dengan

masalah kepemilikan sumberdaya strategis diperbatasan.

3. Interdependet Borderland : yaitu suatu wilayah perbatasan yang dikedua

sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang relatif

stabil. Penduduk dikedua bagian daerah perbatasan, juga dikedua negara

terlibat dalam berbagai kegiatan perekonomian yang saling menguntungkan

dan kurang lebih dalam tingkat yang setara. Misalnya salah satu pihak

mempunyai fasilitas produksi sementara yang lain memiliki tenaga kerja yang

murah.

4. Integrated Borderland : yaitu suatu wilayah perbatasan yang kegiatan

ekonominya merupakan sebuah kesatuan. Pada jenis ini, nasionalisme jauh

menyurut dan keduanya tergabung dalam sebuah persekutuan yang erat.

Perbatasan negara menurut Cuttitta (2006:29) dibedakan menjadi dua

(2) jenis, yaitu Perbatasan Teritorial dan Perbatasan Non Teritorial. Perbatasan

Teritorial berbentuk bangunan atau tanda-tanda khusus, seperti Monumen,

Taman atau daerah Industri, serta termasuk didalamnya daerah-daerah yang

bisa ditandai secara fisik. Sedangkan Perbatasan Non Teritorial berupa adanya

Kelas Sosial, batas antara Kelompok Budaya, batas antar kelompok dengan

bahasa yang berbeda dan lain-lain.

Konsep tentang perbatasan negara selalu erat kaitannya dengan

keamanan nasional dan merupakan menjadi bagian dari pembangunan nasional.

Hal ini seperti dikemukakan Darmaputra (2009 : 5) bahwa pada saat ini konteks

keamanan nasional bukan hanya datang dari kekuatan militer saja, tapi bisa

bersifat non-militer dan datang dari aktor negara). Dimensi keamanan ini terdiri

atas lima (5) hal (Buzan dan Herring, 1998), yaitu militer (persepsi ancaman

militer dari negara lain), politik (terkait stabilitas institusi negara, proses politik

sistem pemerintahan dan ideologi), ekonomi (terkait masalah akses terhadap

sumber daya, finansial dan pasar sebagai kunci kemakmuran), sosial (terkait

perhatian atas perubahan-perubahan sosial masyarakat, seperti pola bahasa,

budaya, kebiasaan yang merupakan identitas nasional) dan lingkungan (terkait

masalah pemeliharaan lingkungan).

Page 7: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

7

7 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Perbatasan

Berdasarkan data Sekretariat Jendral Departemen Kelautan dan

Perikanan, Perumusan Kebijakan Strategi Pengamanan Wilayah Nasional,

2007), berbagai permasalahan diperbatasan yang terkait dengan kesenjangan

pembangunan antara lain:

1) Rendahnya aksebilitas yang menghubungkan wilayah perbatasan

yang tertinggal dan terisolir dengan pusat-pusat pemerintahan dan

pelayanan atau wilayah lainnya yang relatif lebih maju, sehingga

pengembangan perbatasan menjadi lambat karena rendahnya arus

keluar - masuk barang, manusia, maupun informasi, dan berdampak pula

pada rendahnya aktifitas ekonomi yang terjadi.

2) Terbatasnya sarana dan prasarana baik pemerintahan, perhubungan,

pendidikan, kesehatan, perekonomian, komunikasi, air bersih dan irigrasi,

ketenagalistrikan, serta pertahanan keamanan. Hal ini mengakibatkan

minimnya akses masyarakat terhadap pelayanan public serta

munculnya kesenjangan pembangunan antara perbatasan dengan

wilayah-wilayah lain maupun dengan wilayah Negara tetangga yang

lebih maju. Akibat kesenjangan tersebut, masyarakat dibeberapa wilayah

perbatasan memiliki ketergantungan sosial-ekonomi yang sangat tinggi

kepada Negara tetangga terdekat yang lebih maju.

3) Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar karena karakteristik

geografis masing-masing baik di wilayah kepulauan maupun

pegunungan. Sulitnya penyediaan infrastruktur di perbatasan salah

satunya disebabkan karena ketersebaran penduduk dalam

permukiman-permukiman kecil dan kepadatannya yang relatif rendah,

misalnya di wilayah perbatasan Papua. Selain itu karakteristik wilayah

perbatasan berupa kepulauan dan pegunungan menyebabkan

penyediaan infrastruktur menjadi lebih mahal karena kebutuhan

pendanaan pembangunan di perbatasan relatif besar dibandingkan

dengan wilayah lainnya.

4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia. Untuk menggerakan roda

pembangunan dan ekonomi di perbatasan dibutuhkan SDM yang

berkualitas, namun minimnya tingkat pendidikan dan kesehatan di

wilayah perbatasan menyebabkan rendahnya kualitas SDM dibandingkan

Page 8: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

8

8 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

dengan wilayah Negara tetangga. Tingkat pendidikan yang rendah

menyebabkan sulitnya masyarakat perbatasan memperoleh pekerjaan,

bahkan banyak masyarakat yang bekerja secara tidak layak di Negara

tetangga.

5) Belum optimalnya pembangunan diwilayah perbatasan oleh pemerintah

baik Pusat maupun Daerah karena dianggap tidak menghasilkan

pendapatan secara langsung. Wilayah-wilayah perbatasan selama ini

dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh

Pemerintah Pusat maupun Daerah, karena arah kebijakan pem-bangunan

kewilayahan selama ini cenderung berorientasi “inward looking” sehingga

seolah-olah wilayah perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari

pembangunan Negara.

Menghadapi masalah dan konflik perbatasan antar negara terutama

perbatasan laut, Indonesia masih berpatokan pada hasil kompromi antar negara,

yaitu “United Nation Convention on The Law of The Sea” (UNCLOS, 1982).

Padahal dinegara-negara lain yang berbatasan laut dengan indonesia cenderung

menggunakan kesepakatan lain. Salah satunya adalah negara Filipina yang lebih

suka berpedoman pada “Treaty of Paris” tahun 1889, akibatnya terjadi

perbedaan sudut pandang terhadap beberapa wilayah perbatasan dengan

negara tersebut. Hal ini terjadi pada Pulau Miangas di Sulawesi Utara.

Secara Internasional, Pemerintah indonesia sebenarnya telah berupaya

menyelesaikan masalah perbatasan negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi I

Asia Timur di Kuala Lumpur, Malaysia dalam Forum General Borders Commitee

(Indonesia Malaysia Bahas Masalah Perbatasan, (Tempo 10 Desember 2005).

Namun ini bukan upaya pertama. Sejak tahun 1994, untuk mengakomodir batas

udara Indonesia bergabung dan menjadi peserta Konvensi Penerbangan Sipil

Internasional di Chicago. Sementara untuk batas perairan, secara nasional, di

Indonesia masalah penetapan wilayah negara melalui penentuan titik-titik

perbatasan sebenarnya telah dilakukan pertama kali melalui Deklarasi Djuanda

tanggal 13 Desember 1957. Hal ini merupakan upaya untuk mempertegas

konsep negara kepulauan (Archipelagic State). Setelah itu pemerintah Indonesia

meratifikasi Konversi Hukum Laut Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nation

Convention Law of The Sea) pada tahun 1982.

Pada prinsipnya perhatian pemerintah pusat terhadap wilayah-wilayah

perbatasan negara telah berusaha direalisasikan dalam kerangka aturan-aturan

Page 9: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

9

9 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

hukum. Hal ini sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang

salah satunya menyebutkan bahwa “......kemudian daripada itu, untuk

membentuk suatu pemerintah negara indonesia, yang melindungi segenap

bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial”.

Turunan dari tanggung jawab itu secara yuridis bisa terlihat dari

banyaknya produk undang-undang yang berbicara masalah perbatasan negara,

seperti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1994 tentang Percepatan Pembangunan

Kawasan Perbatasan, Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, Peraturan Menteri Perumahan Rakyat

Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan

Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan,Undang-undang Nomor 27

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terluar,

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan lain-lain.

Undang Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara secara

tegas telah diuraikan terutama dalam pasal tiga (3) ayat (a), bahwa pengaturan

wilayah negara (perbatasan) adalah untuk “menjamin keutuhan wilayah negara,

kedaulatan negara dan ketertiban diwilayah perbatasan demi kepentingan

kesejahteraan segenap bangsa”. Pada awal tahun 2009 upaya pemerintah

dalam meningkatkan pembangunan dikawasan perbatasan telah diupayakan

pemerintah melalui Instruksi Presiden tentang Percepatan Pembangunan

Perbatasan.Bahkan yang terbaru, pemerintah kembali membentuk institusi

khusus yang diharapkan dapat konsen pada pengelolaan kawasan perbatasan

yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2010 tentang Badan

Nasional Pengelola Perbatasan.

Pada tingkat pemerintaha lokal/daerah, maka tanggung jawab

pemerintah daerah terkait pembangunan daerah bisa dilihat salah satunya pada

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Meski

kemudian ada pengecualian pada daerah-daerah khusus seperti DI Aceh, DI

Yogyakarta, DKI Jakarta dan Papua, namun pada porsi pembangunan, tanggung

jawab pemerintah daerah sangat besar dalam upaya membangun wilayahnya.

Idealnya, peraturan-peraturan tadi diharapkan mampu menjadi landasan hukum

Page 10: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

10

10 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

bagi kerja pemerintah daerah maupun pusat dalam mengatasi masalah-masalah

yang selama ini berkembang diperbatasan.

Meski pemerintah telah mengeluarkan banyak aturan terkait upaya

pembangunan kawasan perbatasan, nyatanya sampai saat ini yang lebih sering

ditonjolkan implementasinya adalah masalah keamanan saja. Padahal jika

ditinjau dari aspek wilayah negara, tanggung jawab pemerintah pusat hingga

daerah dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 terutama pasal 9 sampai

13 sebenarnya telah diatur sebagaimana tabel dibawah berikut ini.

Tabel 1 Pembagian kewenangan pembangunan dikawasan perbatasan

Pemerintah Pusat (Pasal 10 ayat 1)

Pemerintah Provinsi (Pasal 11 ayat 1)

Pemerintah Daerah (Pasal 12)

a. Menetapkan kebijakan

pengelolaan dan

pemanfaatan wilayah

negara dan kawasan

perbatasan

b. Mengadakan perundingan

dengan negara lain

mengenai penetapan

batas wilayah negara

sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-

undangan dan hukum

internasional

c. Membangun atau

membuat tanda batas

wilayah negara

d. Melakukan pendataan

dan pemberian nama

pulau dan kepulauan

serta unsur geografis

lainnya

e. Memberikan izin kepada

penerbangan

a. Melaksanakan

kebijakan pemerintah

dan menetapkan

kebijakan lainnya

dalam rangka

otonomi daerah dan

tugas pembantuan

b. Melakukan koordinasi

pembangunan

dikawasan

perbatasan

c. Melakukan

pembangunan

kawasan perbatasan

antar pemerintah

daerah dan atau

antar pemerintah

daerah dengan pihak

ketiga

d. Melakukan

pengawasan

pelaksanaan

pembangunan

a. Melaksanakan

kebijakan

pemerintah dan

menetapkan

kebijakan lainnya

dalam rangka

otonomi daerah dan

tugas pembantuan

b. Menjaga dan

memelihara tanda

batas

c. Melakukan

koordinasi dalam

rangka pelaksanaan

tugas pembangunan

dikawasan

perbatasan

diwilayahnya

d. Melakukan

pembangunan

kawasan

perbatasan antar

pemerintah daerah

Page 11: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

11

11 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

internasional untuk

melintasi wilayah udara

teritorial pada jalur yang

telah ditentukan dalam

peraturan perundang-

undangan

f. Memberikan izin lintas

damai kepada kapal-kapal

asing untuk melintasi laut

teritorial dan perairan

kepulauan pada jalur yang

telah ditentukan dalam

peraturan perundang-

undangan

g. Melaksanakan

pengawasan dizona

tambahan yang

diperlukan untuk

mencegah pelanggaran

dan menghukum

pelanggar peraturan

perundang-undangan

dibidang bea cukai, fiskal,

imigrasi atau saniter

didalam wilayah negara

atau laut teritorial

h. Menetapkan wilayah

udara yang dilarang

dilintasi oleh penerbang

internasional untuk

pertahanan keamanan

i. Membuat dan

memperbaharui peta

wilayah negara dan

menyampaikannya

kawasan perbatasan

yang dilaksanakan

pemerintah

kabupaten/kota

dan atau antar

pemerintah daerah

dengan pihak

ketiga.

Page 12: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

12

12 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

kepada Dewan

Perwakilan rakyat

sekurang-kurangnya

setiap lima (5) tahun

sekali

j. Menjaga keutuhan,

kedaulatan dan

keamanan wilayah negara

serta kawasan perbatasan

Sumber : Undang-undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa pada prinsipnya kewenangan

pemerintah pusat lebih dominan terkait pada sektor keamanan. Sedangkan

dalam aspek lain, peran pemerintah pusat cenderung hanya pada level

penetapan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah tersebut.Pemerintah

pusat yang menentukan kebijakannya dan menentukan biayanya (Pasal 10 ayat

2 UU No 43 Tahun 2008), sedangkan pelaksanaan kebijakan tersebut (yang

telah ditetapkan pemerintah pusat) diserahkan pada daerah.

Secara yuridis, aturan-aturan yang dibuat pemerintah mungkin saja

cukup mewakili apa saja peran pemerintah terkait tanggung jawab pembangunan

terutama dikawasan perbatasan. Namun faktanya, hingga saat ini tanggung

jawab itu tidak dilaksanakan dengan baik. Sebagai buktinya bisa kita lihat dari

banyaknya persoalan-persoalan perbatasan yang belum terselesaikan dalam

waktu lama baik di Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur.

Pemerintah pusat maupun daerah mungkin sudah menyelesaikan

tanggung jawabnya pada level pembuatan regulasi, namun bagaimana dengan

pemenuhan aspek efisien, efektif, ekonomis, responsible, responsif dan

representatif yang merupakan syarat pelaksanaan (Good Governance) tata

kelola pemerintahan yang selama ini (sejak jatuhnya Rezim Soeharto tahun

1998) diperdengarkan pada masyarakat? Butuh lebih dari sekedar aturan untuk

membangun sebuah bangsa. Butuh perubahan paradigma dan budaya kerja

yang merata dari sisi pemerintah pusat maupun daerah untuk mengubah potret

suram diwilayah perbatasan. Butuh etos kerja yang tinggi dari para birokrat untuk

melaksanakan aturan-aturan yang sudah ada.

Page 13: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

13

13 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Pembentukan Instansi-instansi khusus untuk pengelolaan perbatasan

diberbagai bidang mungkin pada sisi tertentu menjadi bagian dari upaya

spesifikasi dalam rangka peningkatan kinerja karena konsentrasi pekerjaan yang

jelas. Namun disisi yang lain bisa saja itu justru menghambat pelaksanaan

pembangunan yang baik. Hal ini disebabkan karena dalam perjalanannya

selama ini, masalah-masalah perbatasan memang sudah menelurkan berbagai

kebijakan baik secara nasional maupun dalam konteks lokal kedaerahan namun

belum ada perkembangan yang positif bagi daerah-daerah tersebut. Pembuatan

berbagai produk undang-undang diberbagai level pemerintahan jika tidak tertata

dengan baik memungkinkan terjadinya tumpang tindih peran pemerintah. Lihat

saja bagaimana dalam UU 43 Tahun 2008 dijelaskan bahwa kebijakan

pengelolaan daerah perbatasan ditentukan oleh pemerintah pusat, sementara

pemerintah daerah dibatasi dalam aspek pelaksanaannya. Sementara dalam UU

32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa tanggung jawab pembangunan didaerah

adalah kewenangan daerah.Meski kemudian ada pengecualian pada daerah-

daerah khusus, namun semestinya tiap aturan dibuat secara le bih detail dan

jelas serta menekankan aspek transparan dan ada proses sosialisasi aturan-

aturan yang baik agar masyarakat bisa ikut mengawasi tanggung jawab

pemerintah sehingga program-program pembangunan didaerah (khususnya) dan

dilingkup nasional bisa terlaksana sesuai aturan dan tepat sasaran. Jika

dikaitkan dengan aturan lain, tentunya pembentukan Badan Nasional Pengelola

Perbatasan sebagai kelanjutan dari Undang-undang Nomor 34 tahun 2008

tentang Wilayah Negara jika tidak mampu menjadi koordinator yang capable atas

institusi-institusi lain yang mempunyai tanggung jawab juga terkait masalah

pembangunan diwilayah perbatasan bisa jadi akan menjadi “tambahan” masalah

baru yang pada akhirnya kembali mengorbankan hak-hak masyarakat dalam

pembangunan.

Meski kemudian dalam perkembangannya dibentuk Badan Nasional

Pengelola Perbatasan (BNPP) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2010, namun bukan berarti masalah tanggung jawab penanganan

kawasan perbatasan bisa dianggap selesai. Justru tindak lanjut atas berdirinya

institusi ini menjadi sangat penting terutama bagi daerah. Hal ini dikarenakan

BNPP berkewajiban mengkoordinir semua kegiatan dari institusiyang memiliki

tanggung jawab pelaksanaan pembangunan diwilayah perbatasan, termasuk

pemerintah daerah.

Page 14: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

14

14 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Pelayanan public di daerah perbatasan: sebuah kebutuhan dan tuntutan

Pegeseran paradigm administrasi publik dari Political Theory kearah

Economic Theory telah melahirkan konsep New Public Management (NPM) dan

New Public Service (NPS). Kedua pendekatan tersebut bersepakat

memposisikan masyarakat sebagai customers sekaligus citizens yang harus

dilayani dengan baik. Dalam perkembangan praktis, kedua pendekatan tersebut

dianggap mampu memenuhi tuntutan pelayanan saat ini yaitu pelayanan prima

atau pelayanan yang dapat memenuhi harapan masyarakat atau lebih baik dari

standar dan asas-asas pelayanan publik/pelanggan.

Dalam konteks organisasi publik, hal ini sebenarnya telah menjadi

tuntutan sejak munculnya teori negara baru ala (Frederickson) tentang azas

keadilan. Selain itu fungsi pelayanan yang dijalankan oleh Pemerintah saat ini

sesungguhnya adalah untuk melayani masyarakat. Hal ini berarti pelayanan

merupakan sesuatu yang terkait dengan peran dan fungsi pemerintah yang

harus dijalankannya. Peran dan fungsinya itu dimaksudkan selain untuk

melindungi juga memenuhi kebutuhan dasar masyarakat secara luas guna

mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Permasalahan utama pelayanan publik di Indonesia pada dasarnya

adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan

yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola

penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan

kelembagaan. Dalam usaha peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi,

pemerintah telah menyusun berbagai regulasi yaitu dengan memberikan

pedoman dan prinsip pelayanan sebagaimana dalam SK Menpan Nomor 63

tahun 2003. Dalam SK tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan

public dilaksanakan berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas, kondisional,

partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban. Selain itu

pemerintah melalui beberapa kementrian terkait telah menyususn petunjuk teknis

terkait dengan palayanan satu atap, Standar pelayanan minimal dan regulasi lain

yang terkait dengan pelayanan.

Kelemahan sisi pola penyelenggaraan pelayanan publik yaitu Kurang

accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan

Page 15: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

15

15 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan

terlebih di kawasan perbatasan. Konsep Desentralisasi yang diharapkan mampu

memberi peran lebih pada masyarakat daerah dalam prakteknya belum berujud

desentralisasi pelayanan sebagaimana dikutip Smith (1985:186) tentang janji

desentralisasi. Menurut Smith dkk, bahwa desentralisasi demokratis adalah cara

yang lebih efektif untuk memenuhi kepentigan lokal daripada perencanaan

terpusat (H.S Phillips, 1963, hal 12), dimana desentralisasi, khususnya di dalam

program daerah tertinggal, telah membentuk tujuan pembangunan yang lebih

relevan dengan kebutuhan lokal dengan melibatkan masyarakat lokal dalam

pembuatan kebijakan (Conyers, 1981)

Momentum Program Reformasi Birokrasi Nasional yang mulai

dicanangkan sejak tahun 2010, meliputi aspek Organisasi, Tatalaksana,

Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengawasan Intern, Akuntabilitas dan

Pelayanan Publik diharapkan mampu mengubah paradigma (Mindset dan Cultur

Set) yang selama ini menjadi penghalang besar pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi instansi-instansi pemerintah. Presiden sebagai pemimpin politik tertinggi

bagaimanapun punya “kewajiban” moral untuk menggerakkan segenap potensi

kekuasaan pemerintah secara hierarkis. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya

Reformasi Administrasi selalu terkait erat dan dipengaruhi oleh Reformasi Politik.

Garis besar tahapan pelaksanaan reformasi birokrasi penekanannya

pada upaya membangun landasan pelaksanaan reformasi birokrasi secara

konsisten hendaknya tidak hanya statis pada tujuan itu. Karena pada prinsipnya

program Reformasi Birokrasi Nasional ini jauh lebih luas menyangkut aspek

birokrasi dalam tataran organisasi dan aparatur dengan melibatkan masyarakat.

Poin terakhir menjadi penting jika dikaitkan dengan pembangunan diperbatasan

karena permasalahan-permasalahan diwilayah perbatasan hanya akan

terakomodir dengan mendengar langsung keluhan masyarakat sehingga

program-program yang dicanangkan bisa tepat sasaran. Bukan sekedar

memenuhi satu kebutuhan saja, tapi juga kebutuhan-kebutuhan lain yang terkait

dengan itu, terutama yang terkait dengan kebutuhan atau kepentingan

masyarakat banyak. Hal ini bisa dilakukan melalui keterbukaan pemerintah atas

informasi-informasi publik. Karena dengan adanya informasi publik yang baik,

otomatis masyarakat akan berusaha menyampaikan keluhan-keluhannya. Ini

salah satu upaya peningkatan pastisipasi masyarakat untuk menciptakan

efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program pembangunan.

Page 16: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

16

16 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Kesimpulan Secara keseluruhan, tuntutan akan tanggung jawab pengelolaan

terutama terkait pembangunan wilayah perbatasan sejauh secara umum bisa

dikatakan masih banyak kekurangan. Bagaimanapun, aturan – aturan dan

bahkan institusi khusus yang sudah ada hanyalah alat yang sangat tergantung

pada kinerja aparatur serta komitmen yang kuat dari pemimpin politik.

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai payung

regulasi (peraturan pemerintah) mendorong Kerjasama Antar Daerah. Kerjasama

diharapkan menjadi satu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik

kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling

menguntungkan. Otonomi Daerah yang lebih nyata dan Reformasi dalam

pelayanan public diharapkan menjadi momentum dalam memulai memberikan

perhatian yang lebih kepada masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan.

Pelayanan pada bidang-bidang dasar kehidupan seperti pendidikan, ekonomi

dan jaminan keamanan dapat menjadi safeguarding bagi pemerintah terhadap

masyarakat. Semangat nasionalisme yang “dicurigai” mulai luntur akan pulih

dengan perhatian pelayanan dari pemerintah. Komitmen inilah yang sedang

ditunggu oleh masyarakat perbatasan agar tak larut pada ketergantungan terus

menerus pada negara lain.

Hal yang tidak kalah penting dalam usaha mengembangkan kawasan

perbatasan adalah dengan meningkatkan kerjasama antar daerah. Kerjasama

Antar Daerah (KAD) dapat menjadi salah satu alternatif inovasi/konsep yang

didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling

menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut kepentingan

lintas wilayah.

Page 17: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

17

17 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Daftar Pustaka Alkaf, Yasir, 2009. “Sejarah Asal Usul Konflik Indonesia-Malaysia”. Melalui

http://yasiralkaf.wordpress.com/2009/09/06/sejarah-asal-usul-konflik-indonesia-

malaysia/ [16/05/10]

Antara, 11 Mei 2010. “Warga Perbatasan Buta Keterbukaan Informasi Publik”.

Banyu Perwita, Anak Agung, 2007. The Management of National Border and

Indonesia’s Security Problem. Presented at Seminar Good Practices in Border

Management and Border Security : Organized by TNI School of Syaff Command

and Geneva Center for Democratic Control of Armed Forces, Bandung.

Batara Gunawan, Aditya, 2008. Mendesak, Nasionalisasi Isu Perbatasan.

Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Jakarta.

Cuttitta, Paolo, 2006. “Points and Lines : A Topography of Borders in the Global

Space”. Ephemera Global Conflict : Theory and Politics in Organization Volume

6: 27-39.

Darmaputra, Rizal, 2009. Panduan Pelatihan Tata Kelola Sektor Keamanan

untuk Organisasi Masyarakat Sipil, Sebuah Tool Kit : Manajemen Perbatasan

dan Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta.

Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia, n.d. Undang-

undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Jakarta.

Karim, Muhammad, n.d. Eksistensi Pulau-pulau Kecil di Kawasan Perbatasan

Negara. Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Jakarta.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2010.

Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi. Disampaikan dalam Rakernas

BKKBN di Jakarta 17 Februari 2010.

Page 18: Mereformasi pelayanan publik di perbatasan farid-unesa

18

18 * Staf Pengajar Prodi D3Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

Menteri Negara Perumahan Rakyat, n.d. Peraturan Menteri Negara Perumahan

Rakyat Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan

Pengembangan Perumahan Kawasan Perbatasan, Jakarta.

Musthofa, Yanto dan Yophiandi, 2005. “Babak Baru Sengketa Negeri

Serumpun”. Melalui http://tempointeraktif.com/hg/narasi/2005/03/08/nrs.

20050308-02,id.html

Presiden Republik Indonesia, n.d. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010

tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia, n.d. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Jakarta.

Presiden Republik Indonesai, n.d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta

Sekretariat Jendral Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Laporan

Perumusan Kebijakan Strategi Pengamanan Wilayah Nasional.Departemen

Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Susetyo, Heru, 2008. “Mengelola Perbatasan Indonesia-Malaysia dengan

Pendekatan Keamanan Non Tradisional”. Mimeo, Makalah disertakan dalam

Lomba Karya Tulis Ilmiah PPI di Malaysia pada tahun 2008

Susilo, Wahyu, 2008. “Problematika Perbatasan Indonesia-Malaysia”. Melalui

http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.02.

18 [09/05/10]

Smith. C Bryant. “Decentralization” :The Territorial Dimension of the State” George allen and Unwin (publisher) Ltd, London UK.1985. p.186